Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber Dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada Perusaha ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Perusahaan Daerah Air Minum yang selanjutnya disingkat PDAM adalah unit pengelola dan pelayanan air minum kepada masyarakat milik pemerintah daerah.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah dan/atau hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian/akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.
Pokok Pinjaman yang selanjutnya disebut Pokok adalah jumlah pinjaman/penerusan pinjaman yang telah ditarik dan/atau ditambah bunga atau biaya administrasi masa tenggang yang dikapitalisasi. 6. Bunga/Biaya Administrasi (khusus untuk perjanjian pinjaman Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah) yang selanjutnya disebut Bunga adalah beban yang timbul sebagai akibat atas penarikan pokok pinjaman sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian pinjaman.
Denda adalah beban yang timbul akibat keterlambatan dan/atau kekurangan pembayaran. 8. Tunggakan Pokok adalah Piutang Negara berupa pokok pinjaman yang tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo. 9. Tunggakan Non Pokok adalah Piutang Negara berupa Bunga, biaya komitmen, dan Denda yang tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo. 10. Cut off Date Pertama yang selanjutnya disebut CoD Pertama adalah tanggal yang ditentukan sebagai dasar perhitungan Tunggakan Non Pokok dalam rangka penyelesaian Piutang Negara melalui penghapusan, yaitu tanggal 19 Agustus 2008. 11. Cut off Date Kedua yang selanjutnya disebut CoD Kedua adalah tanggal yang ditentukan sebagai dasar perhitungan kewajiban utang dalam rangka penyelesaian Piutang Negara melalui penjadwalan kembali, yaitu tanggal jatuh tempo terdekat setelah rapat rekonsiliasi perhitungan kewajiban diselenggarakan. 12. Penghapusan Secara Bersyarat adalah penghapusan yang dilakukan dengan menghapuskan pembukuan tanpa menghapuskan hak tagih negara atas Piutang Negara pada PDAM. 13. Penghapusan Secara Mutlak adalah penghapusan yang dilakukan dengan menghapuskan hak tagih negara atas Piutang Negara pada PDAM. 14. Rencana Perbaikan Kinerja (Business Plan) yang selanjutnya disebut Business Plan adalah dokumen yang disusun oleh PDAM berisi rencana perbaikan kinerja PDAM yang terdiri dari aspek teknis, manajemen, dan keuangan. 15. Biaya Dasar adalah biaya usaha dibagi volume air terproduksi dikurangi volume kehilangan air standar dalam periode satu tahun. 16. Tarif Air Minum PDAM yang selanjutnya disebut Tarif adalah kebijakan harga jual air minum dalam setiap meter kubik atau satuan volume lainnya sesuai kebijakan yang ditentukan kepala daerah dan PDAM yang bersangkutan. 17. Tarif Dasar adalah tarif yang nilainya sama atau ekuivalen dengan Biaya Dasar.
Tarif Rata-Rata adalah total pendapatan tarif dibagi total volume air terjual. 19. Komite adalah tim yang dibentuk oleh Menteri Keuangan, yang diketuai oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan beranggotakan para pejabat Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 20. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Penggunaan Proyek Sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara.
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, tujuan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara termasuk pembangunan proyek;
bahwa dalam rangka optimalisasi dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan koordinasi antar unit di lingkungan Kementerian Keuangan dalam mempersiapkan dan menggunakan proyek sebagai dasar penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, perlu diatur kewenangan dan tanggung jawab antar unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan kebijakan di bidang penganggaran dan pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara;
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan Proyek Sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
Pengalokasian Anggaran Transfer Ke Daerah.
Relevan terhadap 1 lainnya
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun Indikasi Kebutuhan Dana dan Rencana Dana Pengeluaran DAU nasional setelah berkoordinasi dengan Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Anggaran.
Penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana dan Rencana Dana Pengeluaran DAU nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mempertimbangkan:
perkiraan kebutuhan pagu DAU nasional; dan
kebijakan pemerintah terkait pagu DAU nasional.
Indikasi Kebutuhan Dana DAU nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu pertama bulan Maret tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara.
Rencana Dana Pengeluaran DAU nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Juni tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN.
Penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana dan Rencana Dana Pengeluaran DAU nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) termasuk perubahan pagu anggaran akibat adanya perubahan rencana penerimaan dalam negeri.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun:
Indikasi Kebutuhan Dana DBH Pajak; dan
Rencana Dana Pengeluaran DBH Pajak, berdasarkan perkiraan penerimaan pajak yang dibagihasilkan, setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun:
Indikasi Kebutuhan Dana DBH CHT; dan
Rencana Dana Pengeluaran DBH CHT, berdasarkan perkiraan penerimaan Cukai Hasil Tembakau yang dibagihasilkan, setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Badan Kebijakan Fiskal.
Indikasi Kebutuhan Dana DBH Pajak dan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu pertama bulan Maret tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara.
Rencana Dana Pengeluaran DBH Pajak dan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Juni tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Rancangan Undang- Undang mengenai APBN.
Penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana dan Rencana Dana Pengeluaran DBH Pajak dan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) termasuk perubahan pagu anggaran akibat adanya perubahan rencana penerimaan pajak dan Cukai Hasil Tembakau.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun Indikasi Kebutuhan Dana dan Rencana Dana Pengeluaran DAK setelah berkoordinasi dengan Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Anggaran, dan kementerian/lembaga terkait.
Penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mempertimbangkan:
perkiraan alokasi DAK dalam kerangka pembangunan jangka menengah; dan
perkiraan kebutuhan alokasi DAK dari seluruh bidang yang diusulkan oleh kementerian/lembaga.
Indikasi Kebutuhan Dana DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu pertama bulan Maret tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara.
Rencana Dana Pengeluaran DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Juni tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Diponegoro pada Kementerian Riset, Teknologi, Dana Pendidikan Tinggi. ...
Pengujian materiil atas ketentuan Pasal 7 ayat (6a) UU APBN-P 2012
Relevan terhadap
menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. Meskipun Pemerintah berpendapat bahwa permohonan para Pemohon seharusnya tidak dapat diterima karena para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum, namun Pemerintah akan tetap memberikan penjelasan dan keterangan mengenai pokok materi pengujian Undang-Undang yang dimohonkan. Oleh karena itu, bersama ini Pemerintah akan menyampaikan keterangan atas ketentuan Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (6a), Pasal 15A dan Pasal 15B UU APBN-P 2012, serta terkait dengan anggaran kesehatan. III. PENJELASAN PEMERINTAH ATAS KETENTUAN PASAL 7 AYAT (1), PASAL 7 AYAT (6A), PASAL 15A DAN PASAL 15B UU APBN-P 2012, SERTA TERKAIT ANGGARAN KESEHATAN A. PENJELASAN UMUM UU APBN-P 2012 Sebagaimana amanat konstitusi, yaitu Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang- Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sesuai dengan perintah konstitusi tersebut, maka untuk tahun 2012 ini, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah membentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (selanjutnya disebut “UU APBN 2012”) dan UU APBN-P 2012. Bahwa pembentukan undang-undang tentang APBN dan perubahannya tersebut, merupakan pilihan kebijakan yang bebas/terbuka ( opened legal policy ) yang diberikan UUD 1945 kepada pembentuk undang-undang, sehingga sudah sepatutnya apabila pilihan kebijakan yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dimaksud tidak dapat dilakukan pengujian materiil. Selain itu, Pasal 23C UUD 1945 juga telah mengamanatkan agar hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan Undang-Undang. Adapun Undang-Undang mengenai keuangan negara yang telah dibentuk oleh pembuat Undang-Undang diantaranya terutama adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut “UU Keuangan Negara) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
lifting yang juga berada di bawah sasaran. Namun dari gambaran ini terlihat bahwa perbedaan antara ICP yang terjadi dengan yang kita pasang tidak ada tanda-tanda untuk dekat tetapi terus menurunkan harga yang menjauh. Nah apa pentingnya kita melakukan kebijakan terkait harga BBM pada intinya harga BBM ini menjadi jangkar untuk menyelamatkan tidak hanya APBN tahun ini tetapi juga menyehatkan APBN kedepan, tentunya ada kontreans dari Undang-Undang Keuangan Negara menyatakan bahwa devisit tidak boleh lebih dari 3%, sedangkan kalau tanpa penyesuaian seperti bapak ibu lihat di hari-hari pertama Panja maka devisit kita mencapai 3.6% atau lebih dari 3.5%, tidak hanya kita bicara menyelamatkan APBN yang tentunya sangat penting ekonomi kita. Yang kedua tidak kalah penting harga BBM akan menjadi kunci penting untuk mendorong difersifikasi energi dari BBM ke sumber energi lain. Kenapa kalau harga BBM bersubsidi dalam hal ini Premium atau Solar di pasang pada harga dalam tanda kutip relatif murah maka tidak akan pernah pada insetif keingin mencoba bahan bakar altematif, entah itu bahan bakar sifatnya ataupun bahan bakar gas. Mengingat kalau kita sudah bisa mendapatkan BBM bersibsidi harga murah buat apa susah-susah mencoba mencari energi alternatif. Yang ketiga, kebijakan harga BBM adalah bagian dari upaya redistribusi pendapatan betul bahwa cukup besar jumlahnya masyarakat miskin yang menikmati subsidi BBM tetapi kalau di lihat dari rupiah subsidi BBM oleh berbagai kelompok masyarakat maka subsidi BBM cenderung menguntungkan kelompok menengah ke atas yang seharusnya tidak menikmati subsidi, karena subsidi itu berasal dari negara dan akan menjadi beban dari anggaran. Nah kemudian sebagian dari kebijakan dari harga BBM bersubsidi penghematan yang bisa dihasilkan dari pengurangan subsidi BBM bisa dipakai untuk memperbaiki infrakstruktur. 2) Rapat Kerja Badan Angaran DPR Dengan Pemerintah Dalam Rangka Pembahasan RUU APBNP, Rapat ke-5, Senin, 26 Maret 2012 .
sepanjang 2012 sehingga asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama tahun 2012 diperkirakan mencapai US$105,0 (seratus lima koma nol dolar Amerika Serikat) per barel. f. Bahwa lifting minyak dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai 930 (sembilan ratus tiga puluh) ribu barel per hari, di bawah targetnya dalam APBN Tahun Anggaran 2012. Hal ini terkait dengan antara lain, menurunnya kapasitas produksi dari sumur-sumur tua, dan dampak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, penurunan tersebut juga dipengaruhi faktor unplanned shut down dan hambatan non-teknis seperti permasalahan di daerah dan lain-lain. g. Bahwa perubahan pada besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro, pada gilirannya berpengaruh pula pada besaran-besaran APBN, dan akan diikuti dengan perubahan kebijakan fiskal dalam upaya untuk menyehatkan APBN melalui pengendalian defisit anggaran pada tingkat yang aman. h. bahwa perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juncto Pasal 42 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 yang berbunyi: “Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2012 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2012, apabila terjadi: a) perkiraan perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2012; b) perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; c) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; dan/atau
Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Aset adalah seluruh barang milik negara yang dikelola oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Aset Dalam Penguasaan Badan Pengusahaan, yang selanjutnya disebut Aset Dalam Penguasaan, adalah Aset dalam bentuk Hak Pengelolaan Lahan.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Kawasan, adalah wilayah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam.
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan, adalah Dewan yang dibentuk oleh Presiden dan keanggotaannya ditetapkan Presiden dengan tugas dan wewenang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan, adalah lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan sesuai dengan fungsi- fungsi Kawasan.
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat PK-BLU, adalah pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sebagai pengecualian dari pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Aset yang sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Aset untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum secara penuh dalam melaksanakan pengelolaan, pengembangan dan pembangunan Kawasan dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa adalah pemanfaatan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan Aset Badan Pengusahaan kepada Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan, dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Badan Pengusahaan.
Kerjasama Pemanfaatan adalah pemanfaatan Aset Badan Pengusahaan oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Badan Pengusahaan dan sumber pembiayaan lainnya.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Aset.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Aset kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Aset yang dilakukan antara Badan Pengusahaan dengan Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara, dan Swasta, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
Badan PengusahaanPDBadan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara, dan Swasta 19. Hibah adalah pengalihan kepemilikan Aset dari Badan Pengusahaan kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Badan Pengusahaan, atau kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. 20. Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik DaerahN 20. Penghapusan adalah tindakan menghapus Aset dari pembukuan/daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Badan Pengusahaan dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas Aset. 21. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Aset sesuai dengan ketentuan ketentuanperaturan perundang-undangan. 22. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan Aset. 23. Penggolongan adalah kegiatan untuk menetapkan Aset secara sistematik ke dalam golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. 24. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Peraturan Menteri ini mengatur pelaksanaan pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan, yang meliputi:
BMN;
barang yang diperoleh dari pendapatan operasional Badan Pengusahaan;
barang yang pendanaannya merupakan gabungan antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pendapatan operasional;
Aset Dalam Penguasaan. BAB III PEJABAT PENGELOLA ASET Pasal 3 (1) Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara merupakan pengelola barang milik negara. (2) Direktur Jenderal merupakan pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku pengelola barang milik negara.
Kepala Badan Pengusahaan merupakan Pengguna Barang yang dalam menjalankan kewenangan dan tanggung jawabnya secara fungsional dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan.
Pedoman Pelaksanaan Penjaminan Kelayakan Usaha Pt Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik dan/atau Transmisi d ...
Relevan terhadap
PT PLN (Persero) wajib melaporkan kemungkinan terjadinya shortfall untuk periode 1 (satu) tahun ke depan kepada Menteri Keuangan.
Laporan untuk kemungkinan terjadinya shortfall sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sebelum penyusunan RAPBN pada tahun berkenaan.
Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang melakukan analisis atas laporan kemungkinan terjadinya shortfall sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menyampaikan rekomendasi mitigasi risiko kepada Menteri Keuangan, termasuk memastikan kompensasi finansial telah diperhitungkan dalam komponen PSO melalui subsidi listrik dalam RAPBN/RAPBN-P tahun berkenaan.
Badan Kebijakan Fiskal c.q. Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal dapat melakukan pemantauan atas risiko gagal bayar ( default ) PT PLN (Persero) dengan melibatkan unit teknis terkait di Kementerian Keuangan.
Untuk memperoleh Jaminan Kelayakan dari Pemerintah c.q. Menteri Keuangan, PT PLN (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan dokumen pendukung yang terdiri dari:
Rekomendasi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terkait aspek kelayakan Pengembang Listrik Swasta dan kelayakan teknis proyek;
Studi kelayakan proyek ( feasibility study );
Komitmen pendanaan termasuk terms and conditions pinjaman dari calon kreditur;
PPA;
Surat Pernyataan Integritas dari Direktur Utama PT PLN (Persero) yang menyatakan bahwa prosedur perjanjian Pembangunan Listrik dan/atau Transmisi telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Komitmen pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan draft perjanjian yang syarat dan ketentuannya ( terms and conditions ) perlu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan terlebih dahulu.
Syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Badan Kebijakan Fiskal dan Sekretariat Jenderal.
Akuntan Publik.
Relevan terhadap
Menteri membentuk Komite Profesi Akuntan Publik.
Keanggotaan Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 13 (tiga belas) orang yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
Kementerian Keuangan;
Asosiasi Profesi Akuntan Publik; epkumham.go c. Asosiasi Profesi Akuntan;
Badan Pemeriksa Keuangan;
otoritas pasar modal;
otoritas perbankan;
akademisi akuntansi;
pengguna jasa akuntan publik;
Kementerian Pendidikan Nasional;
Dewan Standar Akuntansi Keuangan;
Dewan Standar Akuntansi Syariah;
Dewan SPAP; dan
Komite Standar Akuntansi Pemerintah.
Anggota Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Menteri untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) masa periode berikutnya. (4) Keanggotaan Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat kolegial. Pasal 46 (1) Ketua Komite Profesi Akuntan Publik ditetapkan dari unsur pemerintah dan wakil ketua ditetapkan dari unsur Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
Komite Profesi Akuntan Publik bertugas memberikan pertimbangan terhadap:
kebijakan pemberdayaan, pembinaan, dan pengawasan Akuntan Publik dan KAP;
penyusunan standar akuntansi dan SPAP; dan
hal-hal lain yang diperlukan berkaitan dengan profesi Akuntan Publik.
Selain memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komite Profesi Akuntan Publik juga berfungsi sebagai lembaga banding atas hasil pemeriksaan dan sanksi administratif yang ditetapkan oleh Menteri atas Akuntan Publik dan KAP.
Keputusan Komite Profesi Akuntan Publik atas banding sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mengikat. epkumham.go (5) Tata cara beracara banding ditetapkan oleh Komite Profesi Akuntan Publik. Pasal 47 Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Komite Profesi Akuntan Publik dibantu oleh sekretariat. Pasal 48 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan unsur-unsur, serta tata kerja Komite Profesi Akuntan Publik, dan sekretariat Komite Profesi Akuntan Publik diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Umum Pasal 49 Menteri berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP. Bagian Kedua Pembinaan Pasal 50 Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Menteri berwenang:
menetapkan peraturan atau keputusan yang berkaitan dengan pembinaan Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP;
menetapkan kebijakan tentang SPAP, ujian profesi epkumham.go akuntan publik, dan pendidikan profesional berkelanjutan;
melakukan tindakan yang diperlukan terkait dengan:
SPAP;
penyelenggaraan ujian sertifikasi profesi akuntan publik; dan
pendidikan profesional berkelanjutan, untuk melindungi kepentingan publik. Bagian Ketiga Pengawasan Pasal 51 (1) Dalam melakukan pengawasan, Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP.
Menteri dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas nama Menteri untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berwenang untuk:
meminta keterangan, informasi dan/atau dokumen kepada Pihak Terasosiasi; dan
meminta keterangan, informasi dan/atau dokumen kepada asosiasi profesi.
Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP dilarang menolak atau menghindari pemeriksaan dan menghambat kelancaran pemeriksaan.
Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP yang diperiksa wajib memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan dan dokumen lainnya serta memberikan keterangan yang diperlukan termasuk kertas kerja yang berkaitan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya pada bank.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) hanya dilakukan untuk memperoleh keyakinan atas kepatuhan Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP terhadap Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, serta SPAP. epkumham.go (7) Pemeriksa yang ditugasi oleh Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari Akuntan Publik yang diperiksa.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 52 (1) Menteri mencantumkan Pihak Terasosiasi dalam daftar orang tercela, dalam hal Pihak Terasosiasi:
menolak memberikan keterangan dan/atau memberikan keterangan atau dokumen palsu atau yang dipalsukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3);
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1); __ c. dikenai pidana karena melakukan pelanggaran atas Undang-Undang ini; atau
dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencantuman Pihak Terasosiasi dalam daftar orang tercela diatur dalam Peraturan Menteri. BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 53 (1) Menteri berwenang mengenakan sanksi administratif kepada Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP atas pelanggaran ketentuan administratif.
Pelanggaran ketentuan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (4), Pasal 13, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 35 ayat (5) dan ayat (6), atau Pasal 51 ayat (4) dan ayat (5). epkumham.go (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu;
peringatan tertulis;
pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu;
pembatasan pemberian jasa tertentu;
pembekuan izin;
pencabutan izin; dan/atau
denda.
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g dapat diberikan tersendiri atau bersamaan dengan pengenaan sanksi administratif lainnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 54 Penerimaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf g dan ayat (4) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Akuntan Publik yang:
melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf j; atau
dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang berwenang __ dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling epkumham.go banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). __ Pasal 56 Pihak Terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 57 (1) Setiap orang yang memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan atau memperpanjang izin Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), atau Pasal 8 ayat (2), dan/atau untuk mendapatkan izin usaha KAP atau izin pendirian cabang KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) atau Pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang bukan Akuntan Publik, tetapi menjalankan profesi Akuntan Publik dan bertindak seolah-olah sebagai Akuntan Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan oleh korporasi, pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Dalam hal korporasi tidak dapat membayar denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pihak yang bertanggung jawab dipidana dengan pidana penjara epkumham.go paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun. BAB XIV KEDALUWARSA TUNTUTAN ATAU GUGATAN Pasal 58 (1) Akuntan Publik yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dibebaskan dari tuntutan pidana apabila perbuatan yang dilakukan telah lewat dari 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal laporan hasil pemberian jasa.
Akuntan Publik dibebaskan dari gugatan terkait dengan pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 yang dilakukan telah lewat dari 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal laporan hasil pemberian jasa. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 59 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP yang telah memiliki izin Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP yang masih berlaku dinyatakan tetap berlaku. b. Akuntan Publik yang telah memiliki izin Akuntan Publik yang masih berlaku harus memperbarui (registrasi ulang) izin Akuntan Publiknya dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini dengan menyampaikan dokumen berupa surat keterangan domisili dan Nomor Pokok Wajib Pajak. c. Permohonan izin Akuntan Publik, izin usaha KAP dan/atau izin pendirian cabang KAP yang telah diajukan dan sedang dalam proses, harus diajukan kembali sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam epkumham.go Undang-Undang ini. d. Sertifikat tanda lulus ujian profesi yang telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia atau Institut Akuntan Publik Indonesia dinyatakan masih berlaku untuk memenuhi persyaratan memperoleh izin Akuntan Publik sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a sampai ada ketentuan yang baru. e. Rekan non-Akuntan Publik yang telah menjadi rekan pada suatu KAP dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini harus mendaftar sebagai Rekan non-Akuntan Publik dengan menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c dan huruf d. f. KAPA atau OAA yang namanya telah dicantumkan bersama-sama dengan nama KAP harus mendaftar dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini. g. KAP harus menyesuaikan komposisi tenaga kerja profesional dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini. h. Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang telah diakui oleh Menteri ditetapkan kembali dengan Keputusan Menteri sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Publik untuk menjalankan kewenangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. i. SPAP yang ditetapkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang telah diakui oleh Menteri dinyatakan tetap berlaku. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 60 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan (“Accountant”) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 705) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; epkumham.go b. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan (“Accountant”) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 705) yang mengatur jasa Akuntan Publik, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan belum ada peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini, dinyatakan masih berlaku. Pasal 61 (1) Semua Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Semua Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 62 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. epkumham.go
Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang masa berlakunya dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berkenaan.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang memuat alokasi anggaran menurut Program dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PA BUN adalah Menteri Keuangan selaku pejabat yang diberikan tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian Negara/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.
Subfungsi adalah penjabaran lebih lanjut dari fungsi yang terinci ke dalam beberapa kategori.
Program adalah penjabaran kebijakan Kementerian Negara/ Lembaga yang berisi 1 (satu) atau beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi yang dilaksanakan instansi atau masyarakat dalam koordinasi Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Hasil ( Outcome ) adalah kinerja atau sasaran yang akan dicapai dari suatu pengerahan sumber daya dan anggaran pada suatu program dan kegiatan.
Indikator Kinerja Utama Program yang selanjutnya disebut IKU Program adalah alat ukur utama (indikator unggulan) yang mencerminkan kinerja Program.
Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh 1 (satu) atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program yang terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik berupa personel (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan ( input ) untuk menghasilkan keluaran ( output ) dalam bentuk barang dan jasa.
Indikator Kinerja Kegiatan yang selanjutnya disingkat IKK adalah tolok ukur sebagai dasar penilaian kinerja Kegiatan.
Keluaran ( output ) adalah barang atau jasa yang dihasilkan atas pelaksanaan dari 1 (satu) atau beberapa paket pekerjaan yang tergabung dalam kegiatan.
Jenis Belanja adalah klasifikasi ekonomi dalam standar statistik keuangan pemerintah.
Rencana Penarikan Dana adalah rencana penarikan kebutuhan dana bulanan yang dibuat oleh PA/KPA untuk pelaksanaan kegiatan selama 1 (satu) tahun anggaran.
Perkiraan Penerimaan adalah rencana penerimaan bulanan yang dibuat oleh PA/KPA, yang diperkirakan akan diterima selama 1 (satu) tahun anggaran.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa Kegiatan yang membebani dana APBN.