Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya.
Perlakuan Kepabeanan Terhadap Authorized Economic Operator.
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka mendukung iklim investasi dan iklim usaha, perlu meningkatkan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan guna meningkatkan kelancaran pelaksanaan ekspor dan impor dengan memberikan perlakuan kepabeanan khusus terhadap Authorized Economic Operator ;
bahwa berdasarkan World Customs Organization SAFE Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade , perlakuan kepabeanan khusus yang direkomendasikan untuk diterapkan terhadap Authorized Economic Operator berupa pemeriksaan pabean secara selektif;
bahwa berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur pemeriksaan pabean secara selektif terhadap barang impor dan/atau ekspor;
bahwa berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlu pengaturan kebijakan dan pengembangan teknologi informasi kepabeanan dan cukai untuk Authorized Economic Operator dalam rangka peningkatan kelancaran pelaksanaan ekspor dan impor untuk mendukung iklim investasi dan iklim usaha;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Kepabeanan Terhadap _Authorized Economic Operator; _
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006.
Prinsip Tata Kelola Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Relevan terhadap
LPEI wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan LPEI dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Manajemen Risiko LPEI. BAB VIII PENGADAAN BARANG DAN JASA
Komite Remunerasi dan Nominasi mempunyai tugas dan tanggung jawab:
merekomendasikan kepada Dewan Direktur mengenai kebijakan remunerasi pegawai untuk disampaikan kepada Direktur Eksekutif, antara lain sistem penggajian, pemberian tunjangan, dan kesinambungan penghasilan pada hari tua;
merekomendasikan kepada Dewan Direktur mengenai kebijakan nominasi pegawai untuk disampaikan kepada Direktur Eksekutif, antara lain memberikan usulan kriteria seleksi dan prosedur nominasi, serta menyusun sistem penilaian;
memberikan rekomendasi kepada Dewan Direktur mengenai kebijakan remunerasi bagi Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, dan Direktur Pelaksana untuk disampaikan kepada Menteri;
menyusun dan memberikan rekomendasi kepada Dewan Direktur mengenai sistem serta prosedur pemilihan dan/atau penggantian Direktur Pelaksana dan pejabat eksekutif LPEI untuk disampaikan kepada Direktur Eksekutif;
memberikan rekomendasi kepada Dewan Direktur mengenai pihak independen yang akan menjadi anggota Komite sebagaimana dimaksud Pasal 31 huruf b dan huruf c serta Pasal 32 huruf b dan huruf c; dan
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan remunerasi dan nominasi.
Komite Remunerasi dan Nominasi wajib memastikan bahwa kebijakan remunerasi dan nominasi paling kurang sesuai dengan:
kinerja keuangan dan pemenuhan cadangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
prestasi kerja individual;
kewajaran dengan peers group ; dan
pertimbangan sasaran dan strategi jangka panjang LPEI.
LPEI wajib menyusun laporan pelaksanaan prinsip-prinsip Tata Kelola yang baik pada setiap akhir tahun buku.
Laporan pelaksanaan prinsip-prinsip Tata Kelola yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang meliputi:
cakupan prinsip-prinsip Tata Kelola yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan hasil penilaian ( self assessment ) atas pelaksanaan prinsip- prinsip Tata Kelola yang baik LPEI;
kepemilikan saham anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, dan Direktur Pelaksana;
hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan Direktur dengan anggota Dewan Direktur lain dan Direktur Pelaksana;
kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, dan Direktur Pelaksana;
rasio gaji tertinggi dan gaji terendah;
frekuensi pelaksanaan rapat Dewan Direktur;
jumlah permasalahan hukum dan upaya penyelesaian oleh LPEI;
transaksi yang mengandung benturan kepentingan; __ i. buy back obligasi; dan
pemberian dana untuk kegiatan sosial, baik nominal maupun penerima dana.
Pengungkapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, dan Direktur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling kurang mencakup jumlah anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif, Direktur Pelaksana, dan jumlah keseluruhan gaji, tunjangan (benefits), bentuk remunerasi lainnya, dan fasilitas yang ditetapkan Menteri.
Pengujian UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan [Pasal 1 angka 3, Pasal 6 huruf a, Pasal 64 huruf a, Pasal 76, Pasal 86, dan Pasal 86 huruf a] ...
Relevan terhadap
tujuan tersebut maka dibentuk suatu pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan. Dalam menjalankan fungsinya dan untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara, Pemerintah diberikan kewenangan untuk menjalankan pemerintahan dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang pengelolaan keuangan negara. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, dilaksanakan oleh Departemen Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementrian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebagai amanat dari Pasal 23C UUD 1945 yang menyatakan bahwa hal-hal mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. Selain alasan tersebut pengaturan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah untuk mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara yang diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab. Adapun dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan negara atas pengelolaan fiskal, Departemen Keuangan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: 1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2. Menyusun rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan rancangan perubahan APBN; 3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; 4. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; 5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang; 6. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara; 7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; 8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan legalitas.org
Keputusan Presiden tentang Pengakhiran Tugas Dan Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional
Relevan terhadap
ditangani dengan cara sebagai berikut : a. data, informasi dan kearsipan yang berhubungan dengan kekayaan Negara yang tidak terkait dengan perkara, diteruskan oleh Menteri Keuangan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia; b. data, informasi dan kearsipan yang berhubungan dengan kekayaan Negara yang terkait dengan perkara, ataupun yang tidak berhubungan dengan masalah kekayaan Negara baik diluar yang terkait maupun yang tidak terkait dengan perkara, diserahkan dan menjadi tanggung jawab Tim Pemberesan, dan pada akhir tugasnya diserahkan kepada Menteri Keuangan untuk selanjutnya diserahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia; c. data, informasi dan kearsipan yang terkait dengan program penjaminan pemerintah terhadap kewajiban pembayaran Bank Umum, dikelola Menteri Keuangan. Pasal 10 Terhitung sejak tanggal dibubarkannya BPPN, maka: a. Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional; b. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1999 tentang Komite Penilaian Independen; c. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 1999 tentang Komite Kebijakan Sektor Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 2003, sepanjang yang berkenaan dengan kewenangan Komite Kebijakan Sektor Keuangan pada BPPN; dinyatakan tidak berlaku.
Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang Tidak Digunakan untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut BMN idle, adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.
Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat pemerintah yang membidangi masalah tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non kementerian lembaga dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Direktorat Jenderal adalah direktorat jenderal yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Manajemen Risiko Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Relevan terhadap
Tugas Direktur Eksekutif paling kurang meliputi:
menyusun kebijakan dan strategi Manajemen Risiko secara tertulis dan komprehensif;
melaksanakan kebijakan Manajemen Risiko dan eksposur Risiko yang diambil oleh LPEI secara keseluruhan;
mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direktur Eksekutif;
mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi;
memastikan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko;
memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen; dan
melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan:
keakuratan metodologi penilaian Risiko;
kecukupan implementasi sistem informasi manajemen; dan
ketepatan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Risiko.
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Eksekutif harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai Risiko yang melekat pada seluruh aktivitas LPEI dan mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil Risiko LPEI. BAB IV KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENETAPAN LIMIT RISIKO Bagian Kesatu Kebijakan Manajemen Risiko Pasal 7 Kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b paling kurang memuat:
penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi;
penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen Risiko;
penentuan limit dan penetapan toleransi Risiko;
penetapan penilaian peringkat Risiko;
penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk _(worst case scenario); _ dan __ f. penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko. Bagian Kedua Prosedur dan Penetapan Limit Risiko Pasal 8 (1) Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b wajib disesuaikan dengan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap Risiko LPEI. (2) Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat:
akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas;
pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit secara berkala; dan
pendokumentasian atas kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b secara memadai. (3) Penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencakup:
limit secara keseluruhan;
limit per jenis Risiko; dan
limit per aktivitas tertentu yang memiliki eksposur Risiko. BAB V PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, PENGENDALIAN, DAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO Bagian Kesatu Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko Pasal 9 (1) LPEI wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c terhadap seluruh faktor-faktor Risiko (risk factors) yang bersifat material. (2) Pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung oleh:
sistem informasi Manajemen Risiko yang tepat waktu; dan
laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan, kinerja, dan eksposur Risiko LPEI.
Pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 paling kurang mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi. (2) Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memastikan:
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan atau ketentuan intern LPEI;
tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu;
efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional; dan
efektivitas budaya Risiko (risk culture) pada organisasi LPEI secara menyeluruh. Bagian Kedua Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Manajemen Risiko Pasal 14 (1) Sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d paling kurang mencakup:
kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang melekat pada kegiatan usaha LPEI;
penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan, prosedur dan penetapan limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8;
penetapan jalur pelaporan dari satuan kerja operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian;
pemisahan fungsi yang jelas antara satuan kerja operasional dan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian;
struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha LPEI;
pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu;
kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan LPEI terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;
kaji ulang yang efektif, independen, dan obyektif terhadap prosedur penilaian kegiatan operasional LPEI;
pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi Manajemen Risiko;
dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan dan temuan audit, serta tanggapan atas hasil audit; dan
verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan- kelemahan yang bersifat material dan tindakan untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Penilaian terhadap sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh satuan kerja audit intern (SKAI). BAB VII ORGANISASI DAN FUNGSI MANAJEMEN RISIKO Bagian Kesatu Umum Pasal 15 Dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem Manajemen Risiko yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, LPEI wajib membentuk:
komite pemantau Risiko;
komite manajemen Risiko; dan
satuan kerja manajemen Risiko. Bagian Kedua Komite Pemantau Risiko Pasal 16 (1) Komite pemantau Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a terdiri dari:
1 (satu) orang anggota Dewan Direktur sebagai ketua;
1 (satu) orang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang manajemen risiko sebagai anggota; dan
1 (satu) orang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan sebagai anggota. (2) Komite pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melakukan penilaian secara berkala dan memberikan rekomendasi tentang risiko usaha dalam hubungannya dengan Pembiayaan Ekspor Nasional yang diberikan oleh LPEI paling kurang dengan melakukan:
evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan Manajemen Risiko dengan pelaksanaan kebijakan; dan
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas satuan kerja Manajemen Risiko. Bagian Ketiga Komite Manajemen Risiko Pasal 17 (1) Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b paling kurang terdiri dari Direktur Pelaksana dan pejabat satu tingkat di bawah Direktur Pelaksana.
Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b bertugas memberikan rekomendasi kepada Direktur Eksekutif atas:
penyusunan kebijakan, strategi, dan pedoman penerapan Manajemen Risiko;
perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan Manajemen Risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan; dan
penetapan ( justification ) hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal ( irregularities ). Bagian Keempat Satuan Kerja Manajemen Risiko
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Dewan Direktur adalah Dewan Direktur LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Direktur Eksekutif adalah anggota Dewan Direktur yang diangkat Menteri untuk menjalankan kegiatan operasional LPEI.
Direktur Pelaksana adalah direktur yang diangkat oleh Dewan Direktur untuk membantu Direktur Eksekutif dalam menjalankan kegiatan operasional LPEI.
Pembiayaan adalah kredit dan/atau Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang disediakan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian.
Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari kegiatan usaha. BAB II RUANG LINGKUP MANAJEMEN RISIKO Pasal 2 (1) LPEI wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif. (2) Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup:
pengawasan aktif Dewan Direktur dan Direktur Eksekutif;
kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Risiko;
kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan
sistem pengendalian intern yang menyeluruh.