Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Rencana alokasi belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dihitung berdasarkan:
kebijakan Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); dan/atau
IJP yang belum dibayar pada periode sebelumnya.
Dalam menghitung rencana kebutuhan alokasi belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA dapat meminta masukan kepada Badan Kebijakan Fiskal.
Rencana kebutuhan alokasi belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh KPA kepada pembantu pengguna anggaran bagian anggaran bendahara umum negara.
Pengalokasian anggaran belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.
Kebijakan Penjaminan Pemerintah berpedoman pada hasil rumusan dan ketetapan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenm pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Dalam perumusan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengusulkan masukan mengena1:
sektor-sektor yang diprioritaskan untuk diberikan Pinjaman modal kerja;
pagu total penyaluran Pinjaman modal kerja yang akan mendapat Penjaminan Pemerintah;
pagu tertinggi anggaran pelaksanaan Penjaminan Pemerintah;
plafon Pinjaman setiap Pelaku Usaha yang mendapat Penjaminan Pemerintah; dan/atau
porsi Pinjaman modal kerja yang dijamin.
Dalam mengusulkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan data perbankan, Menteri melakukan koordinasi dengan OJK.
Uji materiil terhadap Pasal 1 ayat (2) huruf B PMK No 252/PMK.011/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Gas Bumi yang termasuk dalam jenis barang yang ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 33 dari 44 halaman. Putusan Nomor 05 P/HUM/2018 Keterangan Gambar: Apabila LNG merupakan BKP, maka atas penyerahan LNG dari perusahaan pengolah LNG kepada PT PLN dikenai PPN. Akibatnya, tarif dasar listrik lebih mahal. Kenaikan tarif dasar listrik ini akan menimbulkan dampak yang luas baik sosial maupun ekonomi. Dampak ekonomi berupa pelemahan daya beli masyarakat akibat pengeluaran biaya listrik yang meningkat. Harga barang-barang kebutuhan pokok pun turut naik sebagai dampak meningkatnya biaya produksi (biaya listrik). Kedua hal tersebut pada akhirnya berimbas pada peningkatan laju inflasi; Seandainya Pemerintah mengambil langkah untuk menekan harga listrik dengan cara menambah subsidi maka hal itu akan menambah beban Negara yang akibatnya mengurangi subsidi di sektor lain; Akan tetapi, mempertimbangkan kapasitas keuangan Negara serta kebijakan pemberian subsidi yang tepat sasaran, Pemerintah tidak dapat serta merta menaikkan subsidi. Oleh karena itu, pengenaan PPN pada LNG akan berdampak pada naiknya tarif dasar listrik yang harus dibayar konsumen; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik ...
Relevan terhadap
Badan Pengelola wajib menerapkan manajemen risiko dan pengendalian internal atas pengelolaan investasi secara efektif dan efisien.
Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
kebijakan dan strategi manajemen risiko yang mencakup selera dan toleransi risiko ( risk appetite and tolerance ) dan alokasi aset strategi ( strategic asset allocation );
identifikasi, analisis, evaluasi, penanganan, pemantauan, dan tinjauan risiko; dan
mekanisme pelaporan manajemen risiko yang bisa memantau dan mengelola risiko atas pengelolaan akumulasi Iuran Pensiun.
Pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan terhadap:
lingkungan pengendalian;
penilaian risiko;
kegiatan pengendalian;
informasi dan komunikasi; dan
pemantauan pengendalian intern.
Pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan guna mendeteksi risiko yang dapat terjadi atas pengelolaan investasi secara tepat waktu.
Badan Pengelola harus melakukan identifikasi risiko dan menentukan prioritas pengendalian yang menjadi fokus penanganan dalam kegiatan investasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen risiko dan pengendalian internal diatur dengan peraturan direksi Badan Pengelola.
Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Bunga atau Imbalan Surat Berharga Negara yang Diterbitkan di Pasar Internasional dan Penghasilan Pihak Ke ...
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan daya saing surat berharga negara Indonesia di pasar internasional, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan dialokasikan dana subsidi Pajak Penghasilan ditanggung pemerintah atas bunga atau imbalan surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan dalam rangka penerbitan dan/atau pembelian kembali surat berharga negara di pasar internasional;
bahwa untuk mendukung kegiatan pemantauan dan penatausahaan pemegang surat berharga negara Indonesia di berbagai negara yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk pemerintah atau pihak lain yang mendapat penugasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka penerbitan dan/atau pembelian kembali surat berharga negara di pasar internasional, perlu melakukan penyesuaian kebijakan mengenai Pajak Penghasilan ditanggung pemerintah atas bunga atau imbalan surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada pemerintah dalam rangka penerbitan dan/atau pembelian kembali surat berharga negara di pasar internasional;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.010/2018 tentang Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Bunga atau Imbalan Surat Berharga Negara yang Diterbitkan di Pasar Internasional dan Penghasilan Pihak Ketiga atas Jasa yang Diberikan kepada Pemerintah dalam Penerbitan dan/atau Pembelian Kembali/Penukaran Surat Berharga Negara di Pasar Internasional belum dapat menampung perkembangan kebutuhan pengaturan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam huruf b sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Bunga atau Imbalan Surat Berharga Negara yang Diterbitkan di Pasar Internasional dan Penghasilan Pihak Ketiga atas Jasa yang Diberikan kepada Pemerintah atau Pihak Lain yang Mendapat Penugasan dalam rangka Penerbitan dan/atau Pembelian Kembali Surat Berharga Negara di Pasar Internasional;
Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional.
Relevan terhadap 2 lainnya
Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama menentukan besaran indikator ekonomi makro.
Indikator ekonomi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk penyusunan kerangka ekonomi makro dalam:
dokumen RKP; dan
dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok- Pokok Kebijakan Fiskal.
Menteri Keuangan dalam menyusun rancangan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal mempertimbangkan usulan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Rancangan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibahas oleh Menteri Keuangan dengan melibatkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dan instansi terkait lainnya.
Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama menyusun ketersediaan anggaran dengan mempertimbangkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal.
Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal, dan ketersediaan anggaran disampaikan kepada Presiden paling lambat minggu ketiga bulan Februari untuk mendapat persetujuan.
Menteri Keuangan menyampaikan ketersediaan anggaran yang telah disetujui Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional paling lambat minggu pertama bulan Maret yang meliputi:
belanja kementerian/lembaga;
subsidi pangan, subsidi pupuk, dan subsidi benih;
hibah daerah;
dana transfer khusus;
dana desa; dan
sumber pendanaan lainnya, yang diarahkan untuk mencapai Sasaran pembangunan nasional.
Rancangan awal RKP memuat:
tema;
Sasaran;
Arah Kabijakan;
Prioritas Pembangunan;
kerangka ekonomi makro dan Arah Kebijakan fiskal; dan f. program kementerian/lembaga, lintas kementerian/ lembaga, dan kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif dengan memperhatikan kinerja pembangunan nasional tahun-tahun sebelumnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dalam menyusun rancangan awal RKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga:
menyusun Prioritas Nasional, Program Prioritas, Kegiatan Prioritas, Proyek Prioritas, dan penetapan lokasi dan Keluaran ( Output ), berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan instansi lainnya;
mengoordinasikan usulan rencana dan pendanaan Program Prioritas, Kegiatan Prioritas, Proyek Prioritas, lokasi, dan Keluaran ( Output ) kementerian/lembaga dan instansi lainnya; dan
mengintegrasikan pemanfaatan belanja kementerian/ lembaga, subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, hibah daerah, dana transfer khusus, dana desa, dan sumber pendanaan lainnya yang diarahkan untuk mencapai Sasaran pembangunan nasional.
Perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional dilakukan berdasarkan tahapan:
penyusunan tema, Sasaran, Arah Kebijakan, dan Prioritas Pembangunan;
tinjau ulang ( review ) angka dasar kementerian/lembaga;
penyusunan kerangka ekonomi makro dan pokok pokok kebijakan fiskal serta ketersediaan anggaran;
penyiapan rancangan awal RKP;
penyusunan pagu indikatif;
koordinasi penyusunan rancangan awal RKP;
penetapan rancangan awal RKP dan pagu indikatif kementerian/lembaga;
penyusunan Renja K/L;
pembahasan rancangan RKP, kerangka ekonomi makro, dan pokok-pokok kebijakan fiskal dalam pembicaraan pendahuluan;
penetapan RKP dan pagu anggaran kementerian/ lembaga; dan
penyusunan dan penelaahan RKA-K/L.
Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual E ...
Relevan terhadap
Dana Kompensasi Listrik dihitung dengan formula sebagai berikut: DK Listrik = Po - Pi Keterangan: DK Listrik = Dana Kompensasi Listrik. Po = pendapatan seharusnya yang dihitung sesuai dengan penyesuaian tarif tenaga listrik non subsidi berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai tarif tenaga listrik. Pi = pendapatan yang dihitung sesuai dengan penetapan penyesuaian tarif tenaga listrik non subsidi berdasarkan kebijakan Pemerintah.
Dalam hal Pemerintah tidak melaksanakan kebijakan penyesuaian tarif tenaga listrik non subsidi berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai tarif tenaga listrik, Kementerian Keuangan dapat meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan perhitungan Dana Kompensasi Listrik.
Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling cepat setelah semester pertama tahun anggaran berjalan.
Hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan.
Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri Keuangan menetapkan kebijakan Dana Kompensasi Listrik setelah berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Kebijakan Dana Kompensasi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam surat Menteri Keuangan.
Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar alokasi Dana Kompensasi dalam BA 999.08.
Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Barang Impor
Relevan terhadap
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN FISIK BARANG IMPOR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang dipersamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
Tempat Penimbunan Pabean yang selanjutnya disingkat TPP adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di kantor pabean, yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Importir adalah orang perseorangan atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun 10.
-9 - bukan badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang. melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa Importir. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah Importir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disingkat AEO adalah operator ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu. Pemberitahuan Pabean Impor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean Impor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, dokumen identifikasi barang, dokumen pemenuhan. persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. Penelitian Dokumen adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau sistem komputer untuk memastikan bahwa pemberitahuan pabean dibuat dengan lengkap dan benar. Pemeriksaan Fisik Barang adalah pemeriksaan atas barang guna memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan. Instruksi Pemeriksaan adalah instruksi yang diterbitkan oleh sistem komputer pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai kepada Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melaksanakan Pemeriksaan Fisik Barang. Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang dibuat Pejabat Pemeriksa Fisik mengenai hasil Pemeriksaan Fisik Barang. Rekomendasi Hasil Analisis Tampilan yang selanjutnya disingkat RHAT adalah rekomendasi yang dibuat Pejabat Bea dan Cukai kepada Pejabat Pemeriksa Fisik berdasarkan analisis tampilan alat pemindai pendahuluan. Laporan Hasil Analisis Tampilan yang selanjutnya disingkat LHAT adalah laporan yang dibuat pejabat pemindai peti kemas mengenai hasil pemindaian peti kemas. Berita Acara Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disebut BAP Fisik adalah berita acara mengenai proses Pemeriksaan Fisik Barang dan hal-hal lain terkait berlangsungnya Pemeriksaan Fisik Barang. Peti Kemas adalah peti atau kotak yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan standar internasional 19.
(2) (3) -3- Unternational Standard Organization) sebagai alat atau perangkat pengangkutan barang. Alat Pemindai adalah alat yang digunakan untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang dalam Peti Kemas atau kemasan dengan menggunakan teknologi sinar X (X- Ray), sinar gamma (Gamma Ray), atau teknologi pemindai lainnya. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan. Unit Pengawasan adalah. unit kerja pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka pengawasan. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. Pejabat Pemeriksa Dokumen adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan penelitian dan penetapan atas data pemberitahuan pabean. Pejabat Pemeriksa Fisik adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang Impor dengan membuka kemasan barang dan ditunjuk secara langsung melalui SKP atau oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pejabat Pemindai Peti Kemas adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang Impor dengan menggunakan Alat Pemindai dan ditunjuk secara langsung melalui SKP atau oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pasal 2 Terhadap barang Impor dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang secara selektif berdasarkan analisis manajemen risiko. Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
memeriksa kesesuaian jumlah dan/atau jenis barang:
memperoleh informasi mengenai spesifikasi uraian barang yang diberitahukan secara lengkap:
memperoleh informasi mengenai negara asal barang dan/atau bagian dari barang: dan/atau d. memeriksa kemungkinan adanya barang yang tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean. Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: (4 (S5) (1) (2) (3) 4 a. membuka kemasan barang, dan/atau b. menggunakan Alat Pemindai. Pemeriksaan dengan membuka kemasan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilakukan dengan:
kehadiran Pejabat Pemeriksa Fisik secara langsung di tempat pemeriksaan, atau b. melalui media elektronik. Pemeriksaan dengan menggunakan Alat Pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berlaku sebagai:
pemeriksaan pendahuluan sebelum Pemeriksaan Fisik Barang oleh Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a: dan/atau b. pengganti pemeriksaan dengan membuka kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a. BAB II PENYIAPAN BARANG Pasal 3 Penyiapan barang untuk dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan dengan prosedur:
pemberitahuan kesiapan barang dari Importir atau PPJK kepada Pejabat Bea dan Cukai: atau b. perintah penyiapan barang dari Pejabat Bea dan Cukai kepada Pengusaha TPS. Penyampaian pemberitahuan kesiapan barang. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk Kantor Pabean yang ditetapkan memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, paling lambat pukul 12.00 pada hari berikutnya terhitung sejak penerbitan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang: atau b. untuk Kantor Pabean yang tidak ditetapkan memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, paling lambat pukul 12.00 pada hari kerja berikutnya terhitung sejak penerbitan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:
Pemberitahuan Pabean Impor berikutnya yang disampaikan oleh Importir dan/atau PPJK tidak dilayani, dan | b. Pejabat Bea dan Cukai meminta kepada Pengusaha TPS untuk menyiapkan barang untuk diperiksa. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dikecualikan dalam hal:
barang Impor dalam bentuk curah:
Pemeriksaan Fisik Barang dilakukan di luar Kawasan Pabean, (1) (2) (3) (& (5) (6) (7) (1) (2) -5- terjadi keadaan kahar, atau berdasarkan hasil penelitian Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, Importir dan/atau PPJK dapat membuktikan bahwa tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi di luar kemampuannya. ap BAB III PENUNJUKAN PEJABAT PEMERIKSA FISIK Pasal 4 SKP menunjuk Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melakukan Pemeriksaan Fisik Barang setelah barang disiapkan oleh:
Importir, b. PPJK, atau Cc. pengusaha TPS. Penunjukan Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Instruksi Pemeriksaan. Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat tingkat Pemeriksaan Fisik Barang yang didasarkan pada: profil atas operator ekonomi: profil komoditi, pemberitahuan pabean, metode acak, informasi intelijen: dan/atau kriteria lain yang ditentukan oleh Unit Pengawasan. Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Fisik untuk 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor. Pejabat Pemeriksa Fisik yang ditunjuk oleh SKP. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pemeriksa Fisik yang tidak sedang melaksanakan Pemeriksaan Fisik Barang. Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Simulasi dan contoh penerapan tingkat Pemeriksan Fisik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan simulasi yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. mp app Pasal 5 Dalam rangka mendukung kelancaran arus barang, Kepala Kantor Pabean dapat menentukan 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Fisik menerima lebih dari 1 (satu) Instruksi Pemeriksaan. Penunjukan Pejabat Pemeriksa Fisik untuk menerima lebih dari 1 (satu) Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKP.
(1) (2) (3) (1) (2) (3) (1) -6- Dalam hal Kepala Kantor Pabean menentukan 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Fisik menerima lebih dari 1 (satu) Instruksi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan penunjukan Pejabat Pemeriksa Fisik yang tidak sedang melaksanakan Pemeriksaan Fisik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) tidak berlaku. Pasal 6 Terhadap 1 (satu) Pemberitahuan Pabean Impor dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik Barang oleh lebih dari 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Fisik, dengan mempertimbangkan:
tingkat kesulitan, b. jumlah dan/atau volume barang yang diperiksa: Cc. kecepatan pelayanan, d. kualitas pemeriksaan: dan/atau e. hal lain yang ditentukan oleh Kepala Kantor Pabean. Pemeriksaan Fisik Barang oleh lebih dari 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan. Penunjukan Pejabat Pemeriksa Fisik lebih dari 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh SKP dengan menerbitkan Instruksi Pemeriksaan yang memuat lebih dari 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Fisik.
Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan E ...
Relevan terhadap 3 lainnya
Dalam menghitung rencana kebutuhan alokasi belanja subsidi IJP dan belanja subsidi IJP loss limit atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), KPA dapat meminta masukan kepada Badan Kebijakan Fiskal.
Rencana kebutuhan alokasi belanja subsidi IJP dan belanja subsidi IJP loss limit atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh KPA kepada pembantu pengguna anggaran bagian anggaran bendahara umum negara.
Pengalokasian anggaran belanja subsidi IJP dan belanja subsidi IJP loss limit atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.
Kebijakan Penjaminan Pemerintah berpedoman pada hasil rumusan dan ketetapan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Dalam perumusan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengusulkan masukan mengenai:
sektor-sektor yang diprioritaskan untuk diberikan Pinjaman modal kerja;
pagu total penyaluran Pinjaman modal kerja yang akan mendapat Penjaminan Pemerintah;
pagu tertinggi anggaran pelaksanaan Penjaminan Pemerintah;
plafon Pinjaman setiap Pelaku Usaha yang mendapat Penjaminan Pemerintah; dan/atau
porsi Pinjaman modal kerja yang dijamin.
Dalam mengusulkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan data perbankan, Menteri melakukan koordinasi dengan OJK.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Pena ...
Relevan terhadap
bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia ( World Health Organization ) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, serta kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat;
bahwa implikasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial ( social safety net ), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak;
bahwa implikasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik, sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi ( forward looking ) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c untuk mengatasi kegentingan yang memaksa, Presiden sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan pada tanggal 31 Maret 2020;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu membentuk Undang- Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang;