Pengelolaan Transfer ke Daerah dalam rangka Otonomi Khusus
Relevan terhadap
Untuk melaksanakan pengelolaan TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Menteri selaku pengguna anggaran BUN Pengelola TKD menetapkan:
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
Direktur Dana Transfer Umum sebagai KPA BUN Pengelola Dana Transfer Umum;
Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum; dan
Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah provinsi/kabupaten/kota yang mengelola penerimaan TKD dalam rangka Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Aceh.
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri menunjuk Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Transfer Umum.
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e berhalangan, Menteri menunjuk pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan/atau KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum.
Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c serta KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e:
tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; atau
masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN tidak dapat melaksanakan tugas.
Pejabat pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dan pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN definitif.
Penunjukan:
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan/atau
Pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan/atau KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berakhir dalam hal Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Direktur Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dan/atau Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, telah terisi kembali oleh pejabat definitif atau dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPA BUN.
Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c kepada Menteri.
Penggantian KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (10) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Relevan terhadap
Metode perilaku pencegahan ( averting behaviour method ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf a dilakukan dengan tahapan:
mengidentifikasi objek Penilaian dan menyusun kuesioner untuk melakukan survei;
mengumpulkan data dan informasi terkait biaya yang dikeluarkan masyarakat sebagai upaya untuk mencegah atau mengurangi efek negatif dan kerusakan yang disebabkan oleh dampak lingkungan yang merugikan; dan
menghitung nilai Jasa Ekosistem berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mencegah atau mengurangi dampak kerusakan tersebut.
Metode biaya perjalanan ( travel cost method ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b dilakukan dengan tahapan:
mengidentifikasi objek Penilaian dan menyusun kuesioner untuk survei;
mengumpulkan data dan informasi terkait pengelolaan objek Penilaian, berupa luas objek, kepemilikan objek, pengelolaan objek, jumlah kunjungan wisatawan beberapa tahun terakhir, dan informasi umum lainnya;
melakukan survei dengan mengumpulkan data dan informasi terkait biaya perjalanan dan berbagai karakteristik sosial ekonomi responden melalui pengisian kuesioner;
mengolah data hasil survei dengan menyusun persamaaan biaya perjalanan menggunakan data yang telah dikumpulkan;
menganalisis surplus konsumen; dan
menentukan estimasi nilai manfaat objek Penilaian dengan mengekstrapolasi surplus konsumen tersebut dalam lingkup populasi.
Metode biaya penggantian ( replacement cost method ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c dilakukan dengan tahapan:
mengidentifikasi kerusakan atau pengurangan yang terjadi pada objek Penilaian SDA, seperti kerusakan lingkungan akibat pencemaran, pengurangan habitat alami, atau kerugian ekosistem lainnya; dan
menentukan biaya yang diperlukan untuk menggantikan atau mengembalikan SDA ke kondisi semula, seperti biaya restorasi lingkungan, biaya konservasi, atau biaya lain yang berkaitan dengan upaya pemulihan ekosistem.
Metode biaya kerusakan ( avoided damage cost method ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf d dilakukan dengan tahapan:
mengidentifikasi kerusakan atau pengurangan yang berpotensi terjadi pada objek Penilaian SDA, seperti kerusakan lingkungan akibat pencemaran, pengurangan habitat alami, atau kerugian ekosistem lainnya; dan
mengestimasi biaya yang mungkin diperlukan untuk menggantikan atau mengembalikan SDA ke kondisi semula jika potensi kerusakan terjadi, seperti biaya restorasi lingkungan, biaya konservasi, atau biaya lain yang berkaitan dengan upaya pemulihan ekosistem.
Metode transfer manfaat ( benefit transfer method ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf e dilakukan dengan tahapan:
menentukan lokasi, ekosistem, dan/atau jenis SDA yang akan dinilai;
mengidentifikasi kajian-kajian sejenis yang telah dilakukan terhadap tipe SDA sejenis;
mengidentifikasi perbedaan situasi SDA pada study site dengan assessment site ;
menentukan teknik transfer manfaat yang akan digunakan;
melakukan penyesuaian yang diperlukan; dan
melakukan proses transfer.
Metode harga pengganti (s urrogate price method ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf f dilakukan dengan tahapan:
menentukan variabel yang dapat digunakan sebagai pengganti untuk menilai suatu komoditas atau jasa ekosistem SDA yang diketahui;
mengumpulkan data yang berkaitan dengan variabel pengganti seperti data harga, data produksi, atau data lain untuk memperkirakan nilai SDA;
menentukan hubungan ekonometrika antara variabel pengganti dan objek Penilaian dengan melakukan analisis statistik; dan
menghitung nilai biaya pengganti berdasarkan analisis ekonometrika untuk mendapatkan nilai objek Penilaian.
Metode Penilaian kontingensi ( contingent valuation method ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf g dilakukan dengan tahapan:
mengidentifikasi objek Penilaian dan menyusun kuesioner untuk survei;
menyusun kuesioner dengan menyertakan penawaran ( bidding ) terkait objek Penilaian;
melakukan survei dengan mengumpulkan informasi terkait kesediaan membayar ( mean willingness to pay );
mengolah data hasil survei dengan mengestimasi rata- rata kesediaan membayar ( mean willingness to pay ) atas objek Penilaian; dan
menentukan estimasi nilai manfaat objek Penilaian dengan mengalikan rata-rata kesediaan membayar ( mean willingness to pay ) yang diperoleh dengan jumlah populasi.
Metode perlindungan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf h dilakukan dengan tahapan:
mengidentifikasi jasa yang dihasilkan objek Penilaian; dan
menentukan salah satu teknik penghitungan nilai, yang meliputi teknik biaya penggantian atau teknik biaya rehabilitasi.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penilaian adalah proses kegiatan yang dilakukan seorang penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian pada tanggal tertentu.
Penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk melakukan Penilaian serta diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Pejabat Fungsional Penilai adalah PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional Penilai dan diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh untuk melaksanakan kegiatan di bidang Penilaian, termasuk atas hasil Penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pejabat Fungsional Analis Keuangan Negara di Bidang Penilaian adalah PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional analisis keuangan negara dan berkedudukan di direktorat yang memiliki tugas dan fungsi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang Penilaian.
Penilai Pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Penilai Pemerintah adalah Pejabat Fungsional Penilai yang berkedudukan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Pejabat Fungsional Analis Keuangan Negara di Bidang Penilaian.
Pemohon Penilaian yang selanjutnya disebut Pemohon adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan Penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelola Sektor adalah menteri/pimpinan lembaga, pemerintah daerah, atau pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kewenangan untuk melakukan pengelolaan kekayaan yang dikuasai negara pada sektor tertentu.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Nilai Pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh atau dibayar untuk penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal Penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing- masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian, dan tanpa paksaan.
Nilai Likuidasi adalah estimasi sejumlah uang yang akan diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran secara layak.
Nilai Ekonomi adalah estimasi nilai atas pemanfaatan sumber daya alam secara fisik dan/atau sebagai jasa ekosistem, baik langsung maupun tidak langsung dan/atau nilai yang mencerminkan keberlanjutan akan fungsi dan/atau manfaat sumber daya alam.
Nilai Penggantian Wajar adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian nonfisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas properti.
Nilai Investasi adalah nilai dari suatu aset bagi pemilik atau calon pemilik untuk investasi individu atau tujuan operasional.
Properti adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang memiliki konsep kepemilikan, hak dan kepentingan, nilai, serta dapat membentuk kekayaan.
Bisnis adalah kepemilikan dalam perusahaan yang meliputi penyertaan dalam perusahaan, surat berharga, aset keuangan lainnya, dan aset tak berwujud.
Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat SDA adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas SDA hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman Lelang.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yang selanjutnya disingkat ABMA/T adalah aset yang dikuasai negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T0403/G5/5/66.
Benda Sitaan adalah semua benda yang disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang berwenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan, atau sebagai jaminan untuk melunasi utang pajak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Benda Sita Eksekusi adalah barang rampasan negara yang berasal dari hasil penyitaan dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk membayar denda atau uang pengganti dalam perkara pidana.
Barang Jaminan adalah harta kekayaan milik penanggung utang dan/atau penjamin utang yang diserahkan sebagai jaminan penyelesaian utang.
Barang Rampasan Negara adalah BMN yang berasal dari barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara dan/atau barang hasil sita eksekusi dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan untuk membayar denda atau uang pengganti dalam perkara pidana.
Barang Temuan adalah barang sitaan atau barang yang diduga berasal dari atau terkait tindak pidana, yang tidak diketahui lagi pemiliknya.
Harta Kekayaan Lain adalah harta kekayaan milik penanggung utang atau pihak yang memperoleh hak yang tidak dilakukan pengikatan sebagai jaminan utang namun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi jaminan penyelesaian utang.
Kekayaan Yang Dikuasai Negara adalah kekayaan negara atas bumi, air, udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta kekayaan lainnya dalam wilayah dan yurisdiksi Republik Indonesia yang dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Jasa Ekosistem atau Jasa Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Jasa Ekosistem adalah kontribusi ekosistem terhadap manfaat yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan manusia lainnya, yang terdiri atas jasa penyediaan ( provisioning ), jasa pendukung ( supporting ), jasa pengaturan ( regulating ), dan jasa budaya ( cultural ).
Basis Data adalah kumpulan data dan informasi pendukung lainnya yang berkaitan dengan Penilaian yang disimpan dalam media penyimpanan data.
Entitas adalah suatu unit usaha, dengan aktivitas atau berfokus pada kegiatan ekonomi.
Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
Kerugian Ekonomis adalah kerugian yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa tertentu sebagai bagian dari tindakan korporasi atau atas transaksi material.
Instrumen Keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan dan liabilitas keuangan Ekuitas atau instrumen Ekuitas Entitas lain.
Aset Tak Berwujud yang selanjutnya disingkat ATB adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Kantor Pusat adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal. 38. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah pada Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis, supervisi, pengendalian, evaluasi dan pelaksanaan tugas di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Direktur Penilaian yang selanjutnya disebut Direktur adalah pejabat unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Penilaian.
Tata Cara Pengelolaan Rekening Khusus Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengelolaan Rekening Khusus Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 20l9 (COVID- 19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Penempatan Dana adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menempatkan sejumlah dana pada bank umum tertentu dengan bunga tertentu.
Bank Peserta adalah bank yang menerima Penempatan Dana Pemerintah dan menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana yang membutuhkan dana penyangga likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
Rekening Khusus Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Rekening Khusus Pembiayaan Program PEN adalah Rekening Lainnya milik Bendahara Umum Negara di Bank Indonesia yang digunakan untuk menampung dan mengelola hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli oleh Bank Indonesia dalam rangka pembiayaan Program PEN.
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 641);
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Ketenagakerjaan ...
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersifat volatil yang berlaku pada Kementerian Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikenakan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
penyelenggaraan kegiatan sosial;
kegiatan keagamaan;
kegiatan kenegaraan atau pemerintahan,;
keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar;
masyarakat tidak mampu;
mahasiswa berprestasi dan/atau tidak mampu;
usaha mikro, kecil dan menengah; dan/atau
kebijakan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang ...
Relevan terhadap
bahwa untuk tetap menjaga antusiasme dan mempertahankan daya beli masyarakat di sektor industri kendaraan bermotor guna mendorong dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional, perlu dilakukan penyesuaian kebijakan di bidang perpajakan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor tertentu yang ditanggung Pemerintah tahun anggaran 2021;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 belum dapat menampung kebutuhan penyesuaian kebijakan di bidang perpajakan sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021;
Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan
Relevan terhadap 2 lainnya
Direktur Jenderal Pajak berwenang melaksanakan ketentuan dalam perjanjian atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mengatasi tantangan pemajakan akibat dari digitalisasi ekonomi dan/atau penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf f. Pasal 53 (U Dalam mengatasi tantangan pemajakan akibat dari digitalisasi ekonomi berdasarkan perjanjian atau kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, perusahaan multinasional yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam perjanjian atau kesepakatan dianggap memenuhi kewajiban pajak subjektif dan objektif sehingga dikenakan pajak di Indonesia. {21 ^Ketentuan ^mengenai pemajakan ^akibat ^dari ^digitalisasi ekonomi berdasarkan perjanjian atau kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (U diatur dalam Peraturan Menteri.
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "informasi" dapat berupa kumpulan data, angka, huruf, kata, citra, keterangan lisan, dan/atau keterangan tertulis yang dapat memberikan petunjuk dan/atau informasi mengenai penghasilan orang pribadi atau badan yang bersumber dari pekerjaan dalam hubungan kerja, pekerjaan bebas, kegiatan usaha, modal, dan/atau sumber lainnya, serta informasi mengenai kekayaanlhafia termasuk informasi keuangan yang dimiliki dan/atau disimpan oleh orang pribadi atau badan, baik miliknya sendiri maupun milik orang pribadi atau badan lainnya, yang dapat berbentuk rekaman (audio/visual/audio visual), surat, dokumen, buku, catatan atau bentuk lainnya, baik dalarn bentuk cetakan maupun elektronik. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 52 Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang semakin pesat, terdapat tantangan mengenai alokasi hak pemajakan akibat dari digitalisasi ekonomi. Konsep baru mengenai alokasi hak pemajakan untuk menyesuaikan dengan perkembangan lansekap perpajakan internasional telah disusun dengan model bisnis baru tanpa mendasarkan pada kehadiran fisik sehingga memperluas hak pemajakan negara atau yurisdiksi sumber. Selain Selain itu ^juga dirancang pendekatan yang berfokus pada tantangan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba lainnya terkait dengan pengalihan keuntungan ke entitas yang tidak dikenakan pajak atau dikenakan pajak sangat rendah di suatu negara atau yurisdiksi melalui solusi berbasis konsensus. Hal ini untuk memastikan bahwa grup perusahaan multinasional yang beroperasi secara internasional setidaknya membayar pajak dengan tarif pajak minimum global yang disepakati dalam perjanjian atau kesepakatan.
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan. Pemotongan dilakukan bersamaan dan dalam satu kesatuan dengan pemotongan Pajak Penghasilan atas imbalan dalam bentuk uang. Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Pihak lain atau badan yang dibentuk untuk melakukan maksud tertentu/khusus seperti pembelian saham atau aktiva perusahaan dikenal dengan istilah special purpose compana. Huruf d Perusahaan antara yang dibentuk untuk maksud tertentu seperti melakukan pembelian, penjualan, atau pengalihan saham dikenal dengan istilah conduit companA. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Pembandingan kinerja keuangan Wajib Pajak dengan Wajib Pajak lain dalam kegiatan usaha yang sejenis (benchmarkingl dapat dilakukan dengan membandingkan harga atau tingkat laba tertentu pada tingkat entitas, divisi, atau transaksi. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (4) Prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya dikenal dengan substance ouer form.
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Relevan terhadap
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan Penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. Permintaan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak atau tersangka melunasi:
kerugian pada pendapatan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 1 (satu) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara;
kerugian pada pendapatan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara; atau
jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 39A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak. jdih.kemenkeu.go.id (3) Penerapan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sebagai berikut:
dalam hal Wajib Pajak atau tersangka diancam secara alternatiflebih dari 1 (satu) sanksi pidana, diterapkan sanksi administratif yang paling tinggi; a tau b. dalam hal Wajib Pajak atau tersangka diancam secara kumulatif lebih dari 1 (satu) sanksi pidana, diterapkan sanksi administratif secara kumulatif.
Pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
Kerugian pada pendapatan negara dan/ a tau jumlah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung sesuai dengan ketentuan Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam mengajukan permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melimpahkan kewenangan permintaan penghentian Penyidikan kepada pejabat yang ditunjuk.
Berdasarkan permintaan penghentian Penyidikan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung dapat melimpahkan kewenangan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pejabat yang ditunjuk.
Dalam hal Wajib Pajak dilakukan tindakan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, jika:
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau jdih.kemenkeu.go.id (2) (3) (4) (5) b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sepanjang mulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c atau huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan baik yang berdiri sendiri atau berkaitan dengan tindak pidana perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) kecuali huruf c dan huruf d dan ayat (3), Pasal 39A, dan Pasal 43 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan. Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan disertai dengan:
penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang teru tang;
Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang; dan
Surat Setoran Pajak sebagai pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pembayaran jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, terhadap Wajib Pajak tidak dilakukan Penyidikan. jdih.kemenkeu.go.id (6) (7) (1) (2) Dalam hal setelah Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) masih ditemukan data yang menyatakan lain dari pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tersebut, terhadap Wajib Pajak tetap dapat dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan/ a tau Tahun Pajak, untuk jenis pajak yang dilakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan. Tata cara pengungkapan ketidakbenaran perbuatan oleh Wajib Pajak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam
Relevan terhadap
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal I Agustus 2023. Agar orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam kmbaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 2023 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Jtuli 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2023 TENTANG DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGTATAN PENGUSAHAAN, PENGELOI,AAN, Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan kewajiban pemasukan DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia untuk mendorong iumber pembiayaan pembangunan ekonomi, mendorong pembiayaan investasi d"t mod"l kerja untuk percepatan hilirisasi sumber daya alam, meningkatkan investasi dan kinerja Ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan/atau pengolahan sumber daya alam, serta mendukung p.r*rr3ra"tt stabilitas makroekonomi dan pasar keuangan domestik, perlu aiUfrt rI1 penyempurnaan regutasi DHE SDA melalui pengaturan kembali DHE SDA. Peraturan Pemerintah ini merupakan penyempurnaan atas pengaturan DHE SDA dalam Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2019 yaitu antara lain:
penambahan penempatan DHE SDA pada kmbaga Pembiayaan Ekspor indonesia selain pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Unding Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
pengaturan mengenai batasan nilai Ekspor pada PPE yang dikenakan k"*".jiU.t DHE SDA yaitu paling sedikit USD250.O00 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya;
pengaturan kewajiban menempatkan DHE SDA paling sedikit sebesar SOZ" 6ig" puluh persen) dari DHE yang diterima dalam sistem keuangan Indonesia- dengan jangka waktu paling singkat 3 (tiga) bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA;
pengaturan penempatan DHE SDA yang mencakup pada Rekening khusus DHE SDA, instrumen perbankan, instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan/atau instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
pengaturan mengenai DHE SDA dapat dilakukan konversi dalam i"rr[t, penanganan permasalahan stabilitas makroekonomi dan/atau stau-ititas sistem keuangan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia;
pemberian insentif atas DHE SDA yang ditempatkan berupa fasilitas perpajakan atas penghasilan dari penempatan DHE SDA termasuk p"nlt"pa, sebagai Eksportir bereputasi baik bagi Eksportir yang menempatkan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA;
penambahan pengaturan pemberian insentif bagi Lembaga Pembiayaan bk"pot Indon-esia dan Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing, yang mengelola Rekening Khusus DHE SDA' serta pengaturan insentif bagi Eksportir yang menempatkan DHE SDA pada instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia; 8 penambahan pengaturan ^pembuatan escrou) ^account ^pada ^Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia selain ^pada ^Bank yang ^Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta ^Asing; Pasal 4 Pada dasarnya Penduduk dapat ^dengan bebas ^memiliki ^dan menggunakan Devisa dengan ^tetap ^memperhatikan ^kepentingan perekonomian nasional dan kesejahteraan ^masyarakat' 9. ^pelaksanaan ^pengawasan ^yang ^menggunakan sistem ^informasi ^yang terintegrasi yang disediakan dan/atau digunakan bersama ^oleh kementerian ^yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, Bank ^Indonesia, ^Otoritas Jasa ^Keuangan, dan/ ^atau instansi lain terkait ^yang ^dipandang perlu; 1O. pengaturan kembali ^pengen€ran ^sanksi ^berupa ^penangguhan ^atas pelayanan Ekspor sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan di bidang kepabeanan;
penambahan ^pengaturan kegiatan ^Ekspor ^yang ^dikecualikan ^dari ketentuan antara lain atas ^Ekspor yang ^dilakukan tidak ^dalam rangka untuk kegiatan usaha sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan ^perundang- undangan di bidang ^perdagangan, ^yang ^tidak ^terdapat ^lalu ^lintas Devisa, dan imbal dagang ^berupa ^barter ^sesuai ^ketentuan ^peraturan perundang-undangan; dan
kebijakan terhadap ^Eksportir ^yang ^sedang ^dalam ^proses ^pengawasan oleh Bank Indonesia dan/atau ^Otoritas ^Jasa ^Keuangan ^atas pemenuhan kewajibannya berdasarkan ^Peraturan Pemerintah Nomor ^1 tahun 2019 tentang Devisa ^Hasil Ekspor ^dari ^Kegiatan ^Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan ^Sumber ^Daya AIam. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasa1 5 Ayat (1) Dalam rangka kesinambungan pembangunan serta peningkatan dan ketahanan ekonomi nasional, Eksportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia. Sistem keuangan Indonesia adalah sistem yang terdiri atas lembaga ^jasa keuangan, pasar keuangan, dan infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran, yang berinteraksi dalam memfasilitasi pengumpulan dana masyarakat di dalam perekonomian Indonesia yang untuk mendukung aktivitas perekonomian nasional. Ayat (2) Hasil barang Ekspor pada sektor pertambangan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam ^peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara serta minyak dan gas bumi. Hasil barang Ekspor pada sektor perkebunan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang ^perkebunan. Hasil barang Ekspor pada sektor kehutanan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang kehutanan. Hasil barang Ekspor pada sektor perikanan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang perikanan. Hasil barang Ekspor termasuk ^juga barang hasil ^pengolahan ^yang menggunakan bahan baku dari sumber daya alam ^pada sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang-undangan di bidang perindustrian, Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Ayat (1) Kewajiban penempatan DHE SDA dihitung berdasarkan DHE ^SDA yang diterima pada Rekening Khusus DHE SDA sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Contoh: Contoh: Eksportir A menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDI.0OO.OOO (satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal I November 2023 atas PPE tanggal 1 Agustus 2023. b. DHE SDA sebesar USDSOO.OOO (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2023 atas PPE tanggal 1 September 2O23. Dengan demikian, kewajiban penempatan DHE SDA sebesar 3oo/o (tiga puluh persen) oleh Eksportir A pada bulan November 2023 adalah sebesar USD4SO.OOO (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Ayat (2) Contoh penempatan DHE SDA paling singkat 3 (tiga) bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut: Eksportir A menerima DHE SDA ^pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDI.OOO.OOO ^(satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal 1 November 2023 atas PPE tanggal 1 Agustus 2023. b. DHE SDA sebesar USD5O0.O00 (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2Q23 atas PPE tanggal I September 2023. Dengan demikian, Eksportir A wajib tetap menempatkan DHE SDA sebesar USD45O.0O0 (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dalam sistem keuangan Indonesia sejak bulan November 2023 paling cepat sampai akhir Januari 2024. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 8 Ayat (1) Hurufa Cukup ^jelas. Hunrf b Cukup ^jelas. Huruf c Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh ^lrmbaga Pembiayaan Ekspor Indonesia tidak dapat dialihkan ^dan dikuasakan kepada ^pihak manapun ^(non ^negotiablel. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 11 Ayat (1) Ketentuan Pasal 8 Undang-Undang ^Nomor ^25 ^Tahun ^2007 tentang Penanaman Modal ^mengatur bahwa penanam ^modal diberi hak untuk melakukan transfer ^dan ^repatriasi ^dalam ^valuta asing, antara lain terhadaP:
modal;
keuntungan, bunga bank, ^deviden, ^dan pendapatan ^lain;
dana yang diPerlukan untuk:
pembelian bahan baku dan ^penolong, ^barang ^setengah jadi, atau barang jadi; atau
penggantian barang modal dalam ^rangka ^melindungi kelangsungan hidup ^penanaman ^modal;
tambahan dana ^yang diperlukan ^bagi ^pembiayaan ^penanaman modal;
dana untuk ^pembayaran kembali ^pinjaman;
royalti atau biaya ^yang ^harus ^dibayar;
pendapatan dari perseorangan warga ^negara ^asing ^yang bekerja dalam ^perusahaan penanaman ^modal;
hasil penjualan atau likuidasi ^penanaman ^modal;
kompensasi atas kemgian;
kompensasi atas pengambilalihan;
hasil penjualan aset. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ^" escrow aeounf adalah rekening ^yang dibuka untuk menampung dana tertentu yang ^penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat khusus sesuai dengan perjanjian tertulis antara penyetor dengan pihak yang berkepentingan dengan escrou) account. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (s) Yang dimaksud dengan "kementerian dan/atau lembaga teknis terkait" antara lain:
Kementerian Perindustrian;
Kementerian Pertanian;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hasil pengawasan yang disampaikan kepada kementerian dan/atau lembaga teknis terkait, sesuai dengan kebutuhan masing-masing kementerian dan/atau lembaga teknis terkait. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Ayat (1) Eksportir B menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDTOO.O0O (tujuh ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2023 atas PPE tanggal 3 Agustus 2O23 senilai USETOO.OOO {tujuh ratus ribu dolar Amerika Serikat). b. DHE SDA sebesar USDISO.OOO (seratus lima ^puluh ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 3 November 2O23 atas PPE tanggal 1 September 2023 senilai USD2OO.OOO ^(dua ratus ribu dolar Amerika Serikat) secara sukarela. Dengan demikian, Eksportir B wajib menempatkan 3O% ^(tiga puluh persen) dari DHE SDA-nya pada bulan November 2023 sebesar USD255.OO0 (dua ratus lima puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) ^yang merupakan ^penjumlahan dari USD2I0.OOO (dua ratus sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) dan USD4S.OOO (empat puluh lima ribu dolar Amerika Serikat). Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Kewajiban penempatan DHE SDA dihitung berdasarkan DHE SDA yang diterima pada Rekening Khusus DHE SDA sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, termasuk DHE SDA atas PPE ^yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ^ini. Contoh: tIrId{FIiIl K INDO -9- Contoh: Eksportir A menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USD1.O00.00O ^(satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal 1 Oktober 2O23 atas PPE tanggal I Juli 2O23. b. DHE SDA sebesar USDSOO.OOO (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 Oktober 2O23 atas PPE tanggal I Agustus 2023. Dengan demikian, kewajiban penempatan DHE SDA sebesar 3O7o (tiga puluh persen) oleh Eksportir A pada bulan Oktober 2023 adalah sebesar USD450.0OO (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Pasal 2O Yang dimaksud dengan "Eksportir yang sedang dalam ^proses pengawasan" adalah Eksportir yang memiliki tanggal pendaftaran PPE sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan hasil pengawasannya belum disampaikan kepada kementerian ^yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Eksportir tersebut dinyatakan telah memenuhi seluruh kewajibannya dengan pertimbangan:
pentingnya upaya untuk memastikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional; dan
kebijakan kewajiban pemasukan dan ^penempatan DHE SDA serta penerapan sanksi yang berbeda dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2O19 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas.
Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Relevan terhadap
Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangannya kepada kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum untuk:
menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2);
menerbitkan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), surat pemberitahuan Surat Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), dan surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5);
menerbitkan Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
menerbitkan pemberitahuan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan pemberitahuan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3);
menunjuk pihak lain yang memiliki keahlian dan/atau kompetensi tertentu untuk membantu dalam pelaksanaan tugas Pemeriksa Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; dan
menghentikan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dengan pertimbangan risiko perolehan Bahan Bukti dan/atau pemulihan kerugian pada pendapatan negara dan selanjutnya dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).
Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangannya kepada Pejabat Administrator yang menangani fungsi Pemeriksaan Bukti Permulaan di lingkungan Unit Pelaksana Penegakan Hukum untuk:
menerbitkan surat panggilan kepada orang pribadi atau badan, pihak lain, dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
menerbitkan surat peminjaman berkas atau dokumen orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3); dan
menerbitkan surat permintaan keterangan dan/atau bukti kepada orang pribadi atau badan, pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak dan pihak ketiga sehubungan dengan keahlian dan/atau kompetensinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4).
Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), yaitu:
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sepanjang mulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c atau huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan baik yang berdiri sendiri atau berkaitan dengan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) kecuali huruf c dan huruf d, Pasal 39 ayat (3), Pasal 39A, dan Pasal 43 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan . (3) Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, meliputi:
Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
Wajib Pajak yang melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya secara tertulis dan menandatanganinya serta tidak dapat dikuasakan; dan
melampirkan:
penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang;
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang; dan
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (3a) Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pembayaran jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 2 dan pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 3 merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
Pengungkapan mengenai ketidakbenaran perbuatan yang dibuat secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal penyampaian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilakukan, pengungkapan ketidakbenaran perbuatan disampaikan secara langsung kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat objek pajak diadministrasikan, serta ditembuskan kepada kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum.
Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya apabila jumlah pembayaran pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sama dengan atau lebih besar dari jumlah pajak yang terutang menurut hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberitahukan kepada Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.