Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan penanaman modal dan mempercepat pelaksanaan berusaha di Kawasan Ekonomi Khusus yang dapat menunjang pengembangan ekonomi nasional dan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;
bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta memberikan perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai di Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menyusun Peraturan Menteri Keuangan mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, dan ketentuan Pasal 5 ayat (6), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (5), Pasal 22 ayat (4), Pasal 23 ayat (2), Pasal 25 ayat (7), Pasal 26 ayat (2), Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Badan Usaha harus memenuhi kriteria:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
memiliki Penanaman Modal yang belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus; atau
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu; dan
memiliki komitmen untuk merealisasikan penanaman modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);
berstatus sebagai badan hukum Indonesia; dan
memiliki Penanaman Modal yang belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan industri di kawasan industri dan perusahaan kawasan industri; dan
pemberitahuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan untuk penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.
Dalam hal Pelaku Usaha melakukan Penanaman Modal pada KEK yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha juga harus memenuhi komitmen untuk merealisasikan rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Untuk dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha pada:
Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) dan memilih untuk diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b;
Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah); atau 3. Kegiatan Lainnya di KEK;
berstatus sebagai badan hukum Indonesia; dan
Penanaman Modal yang diajukan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan industri di kawasan industri dan perusahaan kawasan industri; dan
pemberitahuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan untuk penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.
Dalam hal Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (4), Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir.
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 5 Prosedur Pengajuan Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan
Ketentuan larangan impor dan ekspor ke dan dari KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai larangan impor dan ekspor.
Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan, kecuali instansi teknis yang berwenang menerbitkan kebijakan pembatasan menyatakan secara khusus bahwa ketentuan pembatasan dimaksud berlaku di KEK.
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya.
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke:
Pelaku Usaha di KEK lain;
TPB;
Kawasan Bebas; dan/atau
perusahaan penerima fasilitas pembebasan dan pengembalian di luar KEK, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan di bidang impor yang berlaku di tempat tujuan. Paragraf 11 Monitoring, Evaluasi, Audit Perpajakan, Audit Kepabeanan dan Cukai, dan Sanksi
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Relevan terhadap
Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan memutakhirkan ketersediaan anggaran berdasarkan hasil pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. (21 Berdasarkan hasil pemutakhiran ketersediaan €rnggara.n sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan arahan Presiden, Menteri Keuangan bersama-sama Menteri Perencanaan mengalokasikan anggaran menurut Program dalam rangka penyusunan ranc€rngan Pagu Anggaran K/L dengan mempertimbangkan:
hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan r€rnca.ngan APBN; dan
Kegiatan dan Keluaran baru. (3) Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Kementerian/ Lembaga melalui surat bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan setelah disetqjui Presiden paling lambat pada akhir bulan Juni. (41 Menteri/Pimpinan lembaga melakukan pemutakhiran rancangan Renja K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) menjadi Renja KlLberdasarkan Pagur Anggaran KIL dan RKP.
Menteri/Pimpinan Lembaga men5rusun RKA-K/L berdasarkan:
RKP;
Renja K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
standar biaya. (6) Dalam menyusun RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri/Pimpinan Lembaga memperhatikan:
RPJM Nasional;
KAJM;
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal; dan
Renstra KlL. (71 Untuk meningkatkan kualitas RKA-K/L, Menteri/Pimpinan Lembaga menugaskan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan reviu RKA-K/L. Paragraf 3 Penelaahan RKA-K/L Berdasarkan Pagu Anggaran K/L
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap 5 lainnya
Pemerintah menyusun laporan:
pelaksanaan APBN Semester Pertama Tahun Anggaran 2022; dan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2022, sesuai dengan ketentuan peraturan peruIndang-undangan. Pasal 4 1 Pasal 4 1 (1) Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2022 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dan/atau kebijakan keuangan negara dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2O tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O2O tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID- 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, dibahas bersama Dewan Perwakilan Ralryat dengan Pemerintah dalam rangka pen5rusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2022, apabila terjadi:
perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam APBN Tahun Anggaran 2022;
perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram; dan/atau
keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. (2) Perkembangan indikator ekonomi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan perubahan pokok- pokok kebijakan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
penurunan pertumbuhan ekonomi paling sedikit 3% (tiga persen) di bawah asumsi yang telah ditetapkan;
deviasi asumsi ekonomi makro lainnya paling sedikit 3Oo/o (tiga puluh persen) dari asumsi yang telah ditetapkan; dan/atau
penurunan penerimaan perpajakan ^paling sedikit ^30% (tiga puluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan. (3) SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan SAL yang ada di rekening Bank Indonesia ^yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. (4) Dalam hal dilakukan penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2022 untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat sebelum Tahun Anggaran 2022 berakhir.
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Keadaan Darurat" adalah memburuknya kondisi ekonomi makro dan keuangan yang menyebabkan fungsi dan peran APBN tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien, antara lain:
proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan;
proyeksi penurunan pendapatan negara dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan;
kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil SBN secara signifikan; dan/atau
belum berakhirnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) yang berdampak pada menurunnya kesehatan masyarakat dan mengancam perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan Ayat (21 . Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan" adalah apabila Badan Anggaran belum dapat melakukan rapat kerja dan/atau mengambil kesimpulan di dalam rapat kerja, dalam waktu 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Yang dimaksud dengan "langkah-langkah antisipasi" adalah langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah dalam rangka penanganan kondisi darurat termasuk namun tidak terbatas pada langkah-langkah penangan an corona virus Disease 2 0 1 9 (covlD- 19) dan dampaknya terhadap perekonomian dan/atau sektor keuangan dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2O tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O2O tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan tlntuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, yang berlaku secara mutatis mutandis untuk menjaga kesinambungan kebijakan Pemerintah yang sudah ditempuh sebelumnya, termasuk namun tidak terbatas pada pelebaran delisit yang melampaui dari besaran defisit yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Ayat (a) Cukup jelas.
Tata Cara Penerbitan dan Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah oleh Pemerintah Daerah
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Obligasi Daerah adalah surat berharga berupa pengakuan utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
Sukuk Daerah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan aset Sukuk Daerah yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah adalah kegiatan pembelian Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebelum jatuh tempo oleh pemerintah daerah di pasar sekunder.
Aset Sukuk Daerah adalah objek pembiayaan Sukuk Daerah dan/atau barang milik daerah yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan Sukuk Daerah dijadikan sebagai dasar penerbitan Sukuk Daerah.
Pembiayaan Utang Daerah adalah setiap penerimaan daerah yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. 11. Pasar Modal adalah bagian dari sistem keuangan yang berkaitan dengan kegiatan penawaran umum dan transaksi efek, pengelolaan investasi, emiten dan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, dan lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan bupati/wali kota.
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan pembangunan Daerah sebagai landasan dan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan 5 (lima) tahun.
Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam
Relevan terhadap
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal I Agustus 2023. Agar orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam kmbaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 2023 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Jtuli 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2023 TENTANG DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGTATAN PENGUSAHAAN, PENGELOI,AAN, Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan kewajiban pemasukan DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia untuk mendorong iumber pembiayaan pembangunan ekonomi, mendorong pembiayaan investasi d"t mod"l kerja untuk percepatan hilirisasi sumber daya alam, meningkatkan investasi dan kinerja Ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan/atau pengolahan sumber daya alam, serta mendukung p.r*rr3ra"tt stabilitas makroekonomi dan pasar keuangan domestik, perlu aiUfrt rI1 penyempurnaan regutasi DHE SDA melalui pengaturan kembali DHE SDA. Peraturan Pemerintah ini merupakan penyempurnaan atas pengaturan DHE SDA dalam Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2019 yaitu antara lain:
penambahan penempatan DHE SDA pada kmbaga Pembiayaan Ekspor indonesia selain pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Unding Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
pengaturan mengenai batasan nilai Ekspor pada PPE yang dikenakan k"*".jiU.t DHE SDA yaitu paling sedikit USD250.O00 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya;
pengaturan kewajiban menempatkan DHE SDA paling sedikit sebesar SOZ" 6ig" puluh persen) dari DHE yang diterima dalam sistem keuangan Indonesia- dengan jangka waktu paling singkat 3 (tiga) bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA;
pengaturan penempatan DHE SDA yang mencakup pada Rekening khusus DHE SDA, instrumen perbankan, instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan/atau instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
pengaturan mengenai DHE SDA dapat dilakukan konversi dalam i"rr[t, penanganan permasalahan stabilitas makroekonomi dan/atau stau-ititas sistem keuangan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia;
pemberian insentif atas DHE SDA yang ditempatkan berupa fasilitas perpajakan atas penghasilan dari penempatan DHE SDA termasuk p"nlt"pa, sebagai Eksportir bereputasi baik bagi Eksportir yang menempatkan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA;
penambahan pengaturan pemberian insentif bagi Lembaga Pembiayaan bk"pot Indon-esia dan Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing, yang mengelola Rekening Khusus DHE SDA' serta pengaturan insentif bagi Eksportir yang menempatkan DHE SDA pada instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia; 8 penambahan pengaturan ^pembuatan escrou) ^account ^pada ^Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia selain ^pada ^Bank yang ^Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta ^Asing; Pasal 4 Pada dasarnya Penduduk dapat ^dengan bebas ^memiliki ^dan menggunakan Devisa dengan ^tetap ^memperhatikan ^kepentingan perekonomian nasional dan kesejahteraan ^masyarakat' 9. ^pelaksanaan ^pengawasan ^yang ^menggunakan sistem ^informasi ^yang terintegrasi yang disediakan dan/atau digunakan bersama ^oleh kementerian ^yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, Bank ^Indonesia, ^Otoritas Jasa ^Keuangan, dan/ ^atau instansi lain terkait ^yang ^dipandang perlu; 1O. pengaturan kembali ^pengen€ran ^sanksi ^berupa ^penangguhan ^atas pelayanan Ekspor sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan di bidang kepabeanan;
penambahan ^pengaturan kegiatan ^Ekspor ^yang ^dikecualikan ^dari ketentuan antara lain atas ^Ekspor yang ^dilakukan tidak ^dalam rangka untuk kegiatan usaha sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan ^perundang- undangan di bidang ^perdagangan, ^yang ^tidak ^terdapat ^lalu ^lintas Devisa, dan imbal dagang ^berupa ^barter ^sesuai ^ketentuan ^peraturan perundang-undangan; dan
kebijakan terhadap ^Eksportir ^yang ^sedang ^dalam ^proses ^pengawasan oleh Bank Indonesia dan/atau ^Otoritas ^Jasa ^Keuangan ^atas pemenuhan kewajibannya berdasarkan ^Peraturan Pemerintah Nomor ^1 tahun 2019 tentang Devisa ^Hasil Ekspor ^dari ^Kegiatan ^Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan ^Sumber ^Daya AIam. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasa1 5 Ayat (1) Dalam rangka kesinambungan pembangunan serta peningkatan dan ketahanan ekonomi nasional, Eksportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia. Sistem keuangan Indonesia adalah sistem yang terdiri atas lembaga ^jasa keuangan, pasar keuangan, dan infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran, yang berinteraksi dalam memfasilitasi pengumpulan dana masyarakat di dalam perekonomian Indonesia yang untuk mendukung aktivitas perekonomian nasional. Ayat (2) Hasil barang Ekspor pada sektor pertambangan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam ^peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara serta minyak dan gas bumi. Hasil barang Ekspor pada sektor perkebunan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang ^perkebunan. Hasil barang Ekspor pada sektor kehutanan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang kehutanan. Hasil barang Ekspor pada sektor perikanan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang perikanan. Hasil barang Ekspor termasuk ^juga barang hasil ^pengolahan ^yang menggunakan bahan baku dari sumber daya alam ^pada sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang-undangan di bidang perindustrian, Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Ayat (1) Kewajiban penempatan DHE SDA dihitung berdasarkan DHE ^SDA yang diterima pada Rekening Khusus DHE SDA sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Contoh: Contoh: Eksportir A menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDI.0OO.OOO (satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal I November 2023 atas PPE tanggal 1 Agustus 2023. b. DHE SDA sebesar USDSOO.OOO (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2023 atas PPE tanggal 1 September 2O23. Dengan demikian, kewajiban penempatan DHE SDA sebesar 3oo/o (tiga puluh persen) oleh Eksportir A pada bulan November 2023 adalah sebesar USD4SO.OOO (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Ayat (2) Contoh penempatan DHE SDA paling singkat 3 (tiga) bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut: Eksportir A menerima DHE SDA ^pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDI.OOO.OOO ^(satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal 1 November 2023 atas PPE tanggal 1 Agustus 2023. b. DHE SDA sebesar USD5O0.O00 (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2Q23 atas PPE tanggal I September 2023. Dengan demikian, Eksportir A wajib tetap menempatkan DHE SDA sebesar USD45O.0O0 (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dalam sistem keuangan Indonesia sejak bulan November 2023 paling cepat sampai akhir Januari 2024. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 8 Ayat (1) Hurufa Cukup ^jelas. Hunrf b Cukup ^jelas. Huruf c Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh ^lrmbaga Pembiayaan Ekspor Indonesia tidak dapat dialihkan ^dan dikuasakan kepada ^pihak manapun ^(non ^negotiablel. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 11 Ayat (1) Ketentuan Pasal 8 Undang-Undang ^Nomor ^25 ^Tahun ^2007 tentang Penanaman Modal ^mengatur bahwa penanam ^modal diberi hak untuk melakukan transfer ^dan ^repatriasi ^dalam ^valuta asing, antara lain terhadaP:
modal;
keuntungan, bunga bank, ^deviden, ^dan pendapatan ^lain;
dana yang diPerlukan untuk:
pembelian bahan baku dan ^penolong, ^barang ^setengah jadi, atau barang jadi; atau
penggantian barang modal dalam ^rangka ^melindungi kelangsungan hidup ^penanaman ^modal;
tambahan dana ^yang diperlukan ^bagi ^pembiayaan ^penanaman modal;
dana untuk ^pembayaran kembali ^pinjaman;
royalti atau biaya ^yang ^harus ^dibayar;
pendapatan dari perseorangan warga ^negara ^asing ^yang bekerja dalam ^perusahaan penanaman ^modal;
hasil penjualan atau likuidasi ^penanaman ^modal;
kompensasi atas kemgian;
kompensasi atas pengambilalihan;
hasil penjualan aset. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ^" escrow aeounf adalah rekening ^yang dibuka untuk menampung dana tertentu yang ^penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat khusus sesuai dengan perjanjian tertulis antara penyetor dengan pihak yang berkepentingan dengan escrou) account. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (s) Yang dimaksud dengan "kementerian dan/atau lembaga teknis terkait" antara lain:
Kementerian Perindustrian;
Kementerian Pertanian;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hasil pengawasan yang disampaikan kepada kementerian dan/atau lembaga teknis terkait, sesuai dengan kebutuhan masing-masing kementerian dan/atau lembaga teknis terkait. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Ayat (1) Eksportir B menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDTOO.O0O (tujuh ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2023 atas PPE tanggal 3 Agustus 2O23 senilai USETOO.OOO {tujuh ratus ribu dolar Amerika Serikat). b. DHE SDA sebesar USDISO.OOO (seratus lima ^puluh ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 3 November 2O23 atas PPE tanggal 1 September 2023 senilai USD2OO.OOO ^(dua ratus ribu dolar Amerika Serikat) secara sukarela. Dengan demikian, Eksportir B wajib menempatkan 3O% ^(tiga puluh persen) dari DHE SDA-nya pada bulan November 2023 sebesar USD255.OO0 (dua ratus lima puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) ^yang merupakan ^penjumlahan dari USD2I0.OOO (dua ratus sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) dan USD4S.OOO (empat puluh lima ribu dolar Amerika Serikat). Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Kewajiban penempatan DHE SDA dihitung berdasarkan DHE SDA yang diterima pada Rekening Khusus DHE SDA sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, termasuk DHE SDA atas PPE ^yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ^ini. Contoh: tIrId{FIiIl K INDO -9- Contoh: Eksportir A menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USD1.O00.00O ^(satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal 1 Oktober 2O23 atas PPE tanggal I Juli 2O23. b. DHE SDA sebesar USDSOO.OOO (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 Oktober 2O23 atas PPE tanggal I Agustus 2023. Dengan demikian, kewajiban penempatan DHE SDA sebesar 3O7o (tiga puluh persen) oleh Eksportir A pada bulan Oktober 2023 adalah sebesar USD450.0OO (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Pasal 2O Yang dimaksud dengan "Eksportir yang sedang dalam ^proses pengawasan" adalah Eksportir yang memiliki tanggal pendaftaran PPE sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan hasil pengawasannya belum disampaikan kepada kementerian ^yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Eksportir tersebut dinyatakan telah memenuhi seluruh kewajibannya dengan pertimbangan:
pentingnya upaya untuk memastikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional; dan
kebijakan kewajiban pemasukan dan ^penempatan DHE SDA serta penerapan sanksi yang berbeda dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2O19 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/ Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelak ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa Pemerintah telah memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu/periode pemberian subsidi bunga/subsidi margin, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan pemberian subsidi bunga/subsidi margin dalam rangka mendukung pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ;
Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Per ...
Relevan terhadap
Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i dalam hal diperlukan Menteri Keuangan dapat menyesuaikan Pagu Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang digunakan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau kebijakan stimulus fiskal untuk mengurangi dampak ekonomi akibat pandemi.
Dalam hal penyesuaian Pagu Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan penambahan Pagu Anggaran, Menteri Keuangan selaku BUN dapat melakukan pergeseran anggaran belanja dari BA 999.08 ke BA BUN Pengelolaan Transfer ke Daerah (BA. 999.05).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyesuaian Pagu Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta rincian alokasi per daerahnya berdasarkan kriteria tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pemberian hibah kepada pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j dilaksanakan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau kebijakan stimulus fiskal untuk mengurangi dampak ekonomi akibat pandemi tersebut.
Dalam hal diperlukan penambahan Pagu Anggaran hibah kepada pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku BUN melakukan pergeseran anggaran belanja dari BA 999.08 ke BA BUN Pengelolaan Hibah (BA 999. 02).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian hibah kepada pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. 2. Dewan Nasional adalah dewan yang dibentuk di tingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK. 3. Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk di tingkat provinsi atau lebih dari satu provinsi untuk membantu Dewan Nasional dalam penyelenggaraan KEK. 4. Administrator KEK adalah unit kerja yang bertugas menyelenggarakan perizinan berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK. 5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 7. Badan Usaha adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha KEK. 8. Pelaku Usaha adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha di KEK.
Kegiatan.
Kegiatan Utama adalah bidang usaha beserta rantai produksinya yang menjadi fokus kegiatan KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional. 10. Kegiatan Lainnya adalah bidang usaha di luar Kegiatan Utama di KEK. 1 1. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 12. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 13. Barang Kena Pajak Berwujud adalah barang yang dikenai pajak yang menurut sifatnya berupa barang bergerak atau tidak bergerak. 14. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah barang tidak berwujud seperti namun tidak terbatas pada hak cipta, paten, desain, formula atau proses, merek dagang, atau bentuk hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan. 15. Barang Konsumsi adalah baranglbahan baku habis pakai yang digunakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha jasa untuk kegiatan yang menghasilkan jasa di KEK. 16. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 18. Daerah Pabean adalah wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu diZona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang tentang Kepabeanan. 19. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 20. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang tentang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. 21. Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada. 22. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 23. Pajak Dalam Rangka Impor adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22. 24. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat, dan Kawasan Ekonomi Khusus.
Persetujuan 25. Persetujuan Lingkungan adalah keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 26. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. 27. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi. 28. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya. 29. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 30. Orang Asing adalah orang yang bukan warga negara Indonesia. 31. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar wilayah Indonesia.
Pejabat 32. Pejabat Imigrasi adalah pegawai yang telah melalui pendidikan khusus Keimigrasian dan memiliki keahlian teknis Keimigrasian serta memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang tentang Keimigrasian. 33. Visa Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah keterangan tertulis, baik secara manual maupun elektronik yang diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian lzin Tinggal. 34. Visa Kunjungan Saat Kedatangan yang selanjutnya disingkat VKSK adalah Visa kunjungan atas kuasa Direktur Jenderal Imigrasi yang diberikan kepada warga negara asing pada saat tiba di wilayah Indonesia. 35. Visa Tinggal Terbatas adalah Visa bagi mereka yang bermaksud untuk menanamkan modal, bekerja, melaksanakan tugas sebagai rohaniwan, mengikuti pendidikan dan latihan atau melakukan penelitian ilmiah, menggabungkan diri dengan suami dan/atau orang tua bagi istri dan/atau anak sah dari seorang warga negara Indonesia. 36. Izin Tinggal adalah izin yang diberikan kepada Orang Asing oleh Pejabat Imigrasi atau Pejabat Dinas Luar Negeri baik secara manual maupun elektronik untuk berada di wilayah Indonesia. 37. Izin Masuk Kembali adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi kepada Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas dan lzin Tinggal tetap untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia. 38. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat RKL, adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha danlatau kegiatan.
Rencana 39. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat RPL adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha danlatau kegiatan. 40. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat dengan KPBPB adalah kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Pasal 2 (1) Penyelenggaraan KEK meliputi:
lokasi, kriteria, dan kegiatan usaha;
pengusulan pembentukan KEK;
penetapan KEK;
pembangunan dan pengoperasian KEK;
kelembagaan KEK;
pengelolaan KEK; dan
fasilitas dan kemudahan. (21 Fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:
perpajakan, kepabeanan, dan cukai;
lalu lintas barang;
ketenagakerjaan;
keimigrasian;
pertanahan dan tata ruang;
Perizinan Berusaha; dan/atau
fasilitas dan kemudahan lainnya.
Pengelolaan KEK dilakukan oleh Badan Usaha pengelola, Administrator KEK, Dewan Kawasan, dan Dewan Nasional. Bagian Kedua Badan Usaha Pengelola Pasal 64 (1) Badan Usaha pengelola bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK. (21 Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
koperasi;
badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas;
badan PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA badan usaha patungan; atau badan layanan umum. (3) Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat sebelum KEK beroperasi. Pasal 65 (1) Untuk KEK yang diusulkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penetapan Badan Usaha pengelola dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Pusat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai:
pengelolaan barang milik negaraf daerah; atau
kerja sama pemerintah dan badan usaha. (2) Dalam hal aset prasarana dan sarana KEK merupakan barang milik negaraf daerah, Pemerintah Daerah kabupatenfkota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional dapat menugaskan badan usaha milik negaralbadan usaha milik daerah sebagai Badan Usaha pengelola. (3) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui penyertaan modal daerah f negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 66 (1) Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 melaksanakan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian pengelolaan KEK antara Badan Usaha dengan Pemerintah Daerah kabupatenf kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: e f.
lingkup a. lingkup pekerjaan;
jangka waktu;
standar kinerja pelayanan;
sanksi;
pelaksanaan pelayanan KEK dalam hal terjadi sengketa;
pemutusan perjanjian oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dalam hal tertentu;
manajemen operasional KEK;
pengakhiran perjanjian;
pertanggungjawaban terhadap barang milik negaraldaerah; dan
serah terima aset atau infrastruktur oleh Badan Usaha pengelola kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupatenlkota setelah kerja sama pengelolaan berakhir. (3) Dalam hal pengelolaan KEK dilakukan oleh badan usaha milik negaralbadan usaha milik daerah berdasarkan mekanisme penyertaan modal negara/daerah kepada badan usaha milik negaraf badan usaha milik daerah yang bersangkutan, tidak memerlukan perjanjian pengelolaan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Ketiga Evaluasi Pengelolaan KEK Pasal 67 (1) Administrator KEK melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan. (2) Dewan Nasional melakukan evaluasi pengelolaan KEK berdasarkan laporan Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada:
Administrator KEK; dan
Dewan Kawasan. Pasal 68 Hasil evaluasi Dewan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) ditindaklanjuti oleh Dewan Kawasan dan Administrator KEK untuk pengendalian operasional KEK. Pasal 69 (1) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2), Dewan Nasional dapat meminta masukan dari Dewan Kawasan dan Administrator KEK terkait upaya perbaikan operasionalisasi KEK. (2) Berdasarkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Nasional dapat:
memberikan arahan kepada Dewan Kawasan dan Administrator KEK untuk peningkatan kinerja operasionalisasi KEK;
melakukan b. melakukan pemantauan terhadap operasionalisasi KEK; dan/atau
memberikan rekomendasi mengenai langkah tindak lanjut operasionalisasi KEK. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c, dapat berupa:
pemutusan perjanjian pengelolaan KEK dalam hal Badan Usaha pengelola ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1);
perbaikan manajemen operasional KEK dalam hal Badan Usaha pengelola merupakan Badan Usaha pengusul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), atau Badan Usaha yang melakukan kerja sama antara pemerintah dan Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (21, Pasal 35 ayat (2), Pasal 36 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (5); atau
pengusulan pencabutan penetapan KEK. (41 Rekomendasi pemutusan perjanjian pengelolaan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Dewan Kawasan, apabila Badan Usaha pengelola:
tidak memenuhi standar kinerja pelayanan;
dinyatakan pailit;
melakukan kegiatan yang menyimpang dari Perizinan Berusaha dan izin lain yang diberikan; dan/atau
mengajukan permohonan berhenti sebagai Badan Usaha pengelola. (5) Rekomendasi perbaikan manajemen operasional KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Dewan Kawasan, apabila Badan Usaha pengelola:
tidak memenuhi standar kinerja pelayanan; dan/atau
melakukan b. melakukan kegiatan yang menyimpang dari Perrzinan Berusaha danizin lain yang diberikan. (6) Rekomendasi pencabutan penetapan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Presiden apabila dalam pengoperasian KEK:
tidak dilakukan perbaikan kinerja setelah dilakukan langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (41atau ayat (5);
terjadi dampak negatif skala luas terhadap lingkungan di sekitarnya;
menimbulkan gejolak sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya; dan/atau
terjadi pelanggaran hukum di KEK. Pasal 70 (1) Dalam hal status Badan Usaha pengelola dicabut, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten f kota, atau Dewan Nasional/kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian melakukan proses penetapan Badan Usaha pengelola yang baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pencabutan Badan Usaha pengelola. (2) Selama belum ditetapkannya Badan Usaha pengelola yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelolaan KEK dilakukan oleh Administrator KEK. BAB VIII FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KEK Pasal 71 (1) Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan pada kegiatan usaha di KEK, diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
perpajakan PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA a. perpajakan, kepabeanan, dan cukai;
lalu lintas barang;
ketenagakerjaan;
keimigrasian;
pertanahan dan tata ruang;
Perizinan Berusaha; dan/atau
fasilitas dan kemudahan lainnya. (2) Fasilitas dan kemudahan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 72 (1) Dewan Nasional menetapkan 1 (satu) atau lebih kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) sebagai Kegiatan Utama di KEK. (2) Kegiatan usaha yang tidak ditetapkan sebagai Kegiatan Utama di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi Kegiatan Lainnya. BAB IX FASILITAS DAN KEMUDAHAN PERPAJAKAN, KEPABEANAN, DAN CUKAI Bagian Kesatu Jenis Fasilitas dan Kemudahan, dan Syarat Umum Penerima Fasilitas dan Kemudahan Pasal 73 (1) Fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (1) huruf a berupa:
Pajak Penghasilan;
Pajak b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
Cukai. (2) Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk Bea Masuk anti dumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan. (3) Untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus memenuhi syarat:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri, baik pusat maupun cabang, yang melakukan kegiatan usaha di KEK;
memiliki penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun danf atau mengelola KEK dari Dewan Nasional, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupatenf kota, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya;
mempunyai batas lahan yang jelas sesuai tahapannya; dan
memiliki Perizinan Berusaha. (4) Untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri, baik pusat maupun cabang; dan
memiliki Perizinan Berusaha. (5) Administrator KEK dapat menerbitkan tanda pengenal khusus bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK.
Ketentuan .
Ketentuan mengenai fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 74 Untuk dapat memperoleh fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf c berupa penangguhan Bea Masuk, Badan Usaha, dan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK harus memiliki sistem informasi (IT inuentory) yang tersambung dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Bagian Kedua Fasilitas dan Kemudahan Pajak Penghasilan Pasal 75 (1) Badan Usaha danf atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada kegiatan utama dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Utama yang dilakukan. (21 Ketentuan mengenai besaran, jangka waktu, pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban Wajib Pajak terkait pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 76 Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di luar kegiatan usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 77 (1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di luar penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari kegiatan usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (2) Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 78 (1) Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang tidak memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 atau melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Lainnya dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan yang meliputi:
pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman modal yang dilakukan;
penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebesar loyo (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah; dan
kompensasi kerugian selama 10 (sepuluh) tahun. (2) Ketentuan mengenai pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban Wajib Pajak terkait fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.