Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral
Relevan terhadap 3 lainnya
Ketentuan mengenai tata cara penghitungan penghasilan neto, kompensasi kerugian, penghasilan kena pajak, dan tarif bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan sesuai denga.n ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, kecuali bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya.
Ketentuan mengenai tata cara penghitungan penghasilan neto, kompensasi kerugian, dan penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan hingga IUPK Operasi Produksi berakhir.
Untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan, penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal serta biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak di bidang Usaha Pertambangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. PRES I DEN
Bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan peru bahan ben tuk U saha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya, berlaku ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah sebagai berikut:
iuran produksi dan iuran tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang berlaku pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan;
penerimaan negara bukan pajak di bidang lingkungan hidup dan kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan; PRES I DEN c. penerimaan negara bukan pajak berupa bagian pemerintah pusat sebesar 4% (empat persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan;
tarif Pajak Penghasilan Badan sebesar 25% (dua puluh lima persen);
pajak bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan; dan
bagian pemerintah daerah sebesar 6% (enam persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan, hingga IUPK Operasi Produksi berakhir.
Bagian pemerintah daerah sebesar 6% (enam persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan rincian sebagai berikut:
pemerintah provinsi mendapat bagian sebesar 1 % (satu persen);
pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen); dan PRES I DEN c. pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen).
Keuntungan bersih pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf f, merupakan keuntungan bersih setelah dikurangi Pajak Penghasilan Badan bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya setiap tahun sejak berproduksi berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik.
Saat berlakunya ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
ketentuan penerimaan negara bukan pajak berupa bagian pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya;
ketentuan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mulai berlaku sejak awal Tahun Pajak berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya;
ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e mulai berlaku sejak tahun pajak berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya; dan
ketentuan bagian pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kon traknya. PRES I DEN (5) Selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kon traknya, berlaku sebagai berikut:
penerimaan negara bukan pajak lainnya di luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
pajak penghasilan pemotongan dan pemungutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan;
pajak pertambahan nilai dan/ a tau pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
bea meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai;
bea masuk dan bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Kepabeanan;
cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai; dan
pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hingga IUPK Operasi Produksi berakhir.
Pelaksanaan kewajiban perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (5) berlaku bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang 1zmnya diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral sampai dengan tanggal 31Desember2019. PRES I DEN
Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Kawasan Telantar adalah kawasan nonkawasan hutan yang belum dilekati Hak Atas Tanah yang telah memiliki lzinlKonsesi/Perizinan Berusaha, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan. 2. Tanah Telantar adalah tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara. 3. Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara Pemegang Hak dengan tanah termasuk ruang di atas tanah dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan serta memelihara tanah, ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah. 4. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada Pemegang Hak Pengelolaan. 5. Dasar Penguasaan Atas Tanah adalah keputusan/surat dari pejabat yang berwenang yang menjadi dasar bagi orang atau badan hukum untuk memperoleh, menguasai, mempergunakan, atau memanfaatkan tanah. 6. Pemegang Hak adalah pemegang Hak Atas Tanah. 7. Pemegang Hak Pengelolaan adalah Pemegang Hak Pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah adalah pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 9. Izin adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang sebagai u'ujud persetujuan atas permohonan warga masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 10. Konsesi adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujurarr dari kesepakatan badan danl atau pejabat pemerintahan dengan selain badan dan/atau pejabat pernerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan f at-au sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. 11. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai rlan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. 12. Pemegang lzinlKonsesi/Perizinan Berusaha adalah pihak yang memegang lzinlKonsesi/Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 13. Instansi adalah lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota yang menerbitkan lzinlKonsesi/ Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 14. Pimpinan Instansi adaiah pimpinan lembaga negara, kementerian, Iembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota yang menerbitkan lzinlKonsesi/ Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 15. Badan Bank Tanah yang selanjutnya disebut Bank Tanah adalah badan khusus (sui generis) yang merupakan badan hukum Indonesia yang dibent-uk oleh Pemerintah Pusat I'ang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah.
Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh W ajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4985), masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 11 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah 1n1 dengan dalam Lembaran Negara Republik Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2021 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2021 ttd. JOKOWIDODO MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA~ ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 19 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERA TURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2021 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA Dalam rangka mendukung cipta kerja yang memerlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Undang-Undang Cipta Kerja). Undang-Undang Cipta Kerja antara lain telah mengubah 3 (tiga) Undang-Undang di bidang perpajakan, yaitu Undang-Undang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, dan Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Undang- Undang Cipta Kerja tersebut antara lain terdapat amanah dalam ketentuan Pasal 111 yang mengatur mengenai pengenaan tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (lb) Undang-Undang Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa bunga yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Dalam ketentuan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Cipta Kerja, juga terdapat pengaturan untuk melakukan penyesuaian peraturan pelaksanaan dari undang-undang yang dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Cipta Kerja, yaitu dalam hal ini Undang-Undang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, dan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam rangka pelaksanaan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja tersebut di atas perlu melakukan penyesuaian beberapa peraturan sebagai berikut:
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Pajak Penghasilan;
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa ~an Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Di samping itu, dalam rangka mendukung kemudahan berusaha sebagai salah satu tujuan dari Undang-Undang Cipta Kerja, terdapat proses bisnis di bidang perpajakan yang juga perlu dilakukan penyesuaian, yaitu dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dalam administrasi perpajakan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan proses bisnis dan memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Pada prinsipnya, Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk memberikan landasan hukum pengaturan perlakuan perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha serta mendukung percepatan implementasi kebijakan strategis di bidang perpajakan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi perlakuan perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha di bidang Pajak Penghasilan, bidang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta bidang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dengan pokok-pokok materi antara lain sebagai berikut:
perlakuan perpajakan di bidang Pajak Penghasilan antara lain pengaturan dividen atau penghasilan lain yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan berlaku untuk yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dan badan dalam negeri sejak diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja;
perlakuan perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah antara lain pengaturan kedudukan nomor induk kependudukan dipersamakan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli orang pribadi; dan
perlakuan perpajakan di bidang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan antara lain perubahan sanksi administratif dalam pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan pada saat Pemeriksaan dari 50% (lima puluh persen) menjadi tarif bunga berdasarkan suku bunga acuan dengan jangka waktu maksimal 24 ( dua puluh em pat) bulan, dan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dari 150% ( seratus lima puluh persen) menjadi 100% (seratus persen), serta permintaan penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dari denda sebesar 4 (empat) kalijumlah pajak menjadi 3 (tiga) kali jumlah pajak. Dengan penyusunan Peraturan Pemerintah ini diharapkan optimalisasi pengaturan di bidang perpajakan dapat mendukung dan mewujudkan tujuan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang akan memberikan dampak positif bagi peningkatan perekonomian Negara Kesatuan Republik Indonesia. II. PASAL DEMI PASAL
Cukup jelas. Ayat (1) Secara prinsip, Faktur Pajak harus dibuat pada saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai clan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Namun demikian karena suatu hal, dapat terjadi keterlambatan pembuatan Faktur Pajak. Atas keterlambatan pembuatan Faktur Pajak dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf d juncto Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum clan Tata Cara Perpajakan tanpa adanya ketentuan mengenai batas waktu keterlambatan. Untuk menjamin kepastian terlaksananya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai clan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, perlu adanya pembatasan jangka waktu pembuatan Faktur Pajak. Di samping itu, ketentuan ini dimaksudkan juga untuk menyelaraskan pengakuan penghasilan di dalam menghitung peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan dengan peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, saat pembuatan Faktut Pajak ditentukan sesuai dengan prinsip bisnis yang sehat clan harus memenuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten. Termasuk dalam pengertian Faktur Pajak dalam ketentuan 1n1, yaitu dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dibuat atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Untuk kepastian hukum dan untuk memberikan kemudahan administrasi kepada Pengusaha Kena Pajak dalam memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilai, perlu penjelasan atau penegasan dalam bentuk ilustrasi kapan saat pembuatan Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan ekspor Barang Kena Pajak. Contoh saat pembuatan Faktur Pajak:
Penyerahan Barang Kena Pajak bergerak. Contoh 1: PT Aman menyerahkan Barang Kena Pajak secara langsung kepada Tuan Igna pada tanggal 15 Mei 2021. Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Aman membuat Faktur Pajak pada tanggal 15 Mei 2021. Contoh 2: PT Berkah yang berkedudukan di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Ceria di Surabaya dengan syarat peng1nman (tenn of delivery) loco gudang penjual (FOB shipping point). Barang Kena Pajak dikeluarkan dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT Ceria pada tanggal 10 Juni 2021 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi dengan tanggal DO ( delivery order, 10 Juni 2021. Barang diterima oleh PT Ceria pada tanggal 12 Juni 2021. Atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Berkah membuat Faktur Pajak pada tanggal 10 Juni 2021. Dalam hal pada contoh 1 dan contoh 2 di atas, faktur penjualan (invoice) diterbitkan tidak pada tanggal penyerahan secara langsung atau pada saat diserahkan kepadajuru kirim atau pengusaha jasa angkutan karena kondisi tertentu, maka Faktur Pajak wajib dibuat pada saat penerbitan faktur penjualan. Penerbitan faktur penjualan tersebut harus dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten. Contoh 3: PT Cantik di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Sentosa di Semarang dengan syarat pengiriman (tenn of delivery) franco gudang pembeli (FOB destination). Barang dikeluarkan dari gudang PT Cantik dan dikirim ke gudang PT Sen tosa pada tanggal 12 Agustus 2021 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT Sentosa pada tanggal 13 Agustus 2021. PT Cantik menerbitkan faktur penjualan (invoice) pada tanggal 16 Agustus 2021. Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT Cantik wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 13 Agustus 2021 atau paling lama tanggal 16 Agustus 2021.
Penyerahan Barang Kena Pajak tidak bergerak. Contoh 1: Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 Mei 2021. Perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah tersebut dibuat atau ditandatangani tanggal 1 September 2021. Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 September 2021. Jika sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang. Contoh 2: Contoh 2: Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus 2021. Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 Agustus 2021. Jika sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau penerima barang. Contoh 3: Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus 2021. Perjanjian jual beli ditandatangani tanggal 1 September 2021. Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 Agustus 2021.
Penyerahan Jasa Kena Pajak. Contoh 1: PT Semangat menyewakan 1 (satu) unit ruko kepada PT Diatetupa dengan masa kontrak selama 12 (dua belas) tahun. Dalam kontrak, disepakati antara lain: PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tersebut pada tanggal 1 September 2021. Nilai kontrak sewa selama 12 (dua belas) tahun sebesar Rp120.000.000,00. Pembayaran sewa, yaitu tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 September dengan pembayaran sebesar Rpl0.000.000,00 per tahun. Pada tanggal 29 September 2021, PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa untuk tahun pertama. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut, PT Semangat wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 29 September 2021 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rpl0.000.000,00. Contoh 2: Contoh 2: PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan untuk memberikan jasa konsultasi manajemen dan pelatihan kepada staf marketing PT Toryung selama 6 (enam) bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp60.000.000,00. Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah Konsultan mulai memberikan jasa konsultasi tanggal 1 Juli 2021. Pada tanggal 10 Agustus 2021, Firma Cerah Konsultan mengajukan tagihan untuk pembayaran jasa konsultasi bulan Juli 2021 sebesar Rpl0.000.000,00. PT Toryung melakukan pembayaran atas tagihan terse but pada tanggal 20 Agustus 2021. Atas transaksi tersebut, Firma Cerah Konsultan wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 10 Agustus 2021 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rpl0.000.000,00 (sesuai dengan nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20 Agustus 2021. Contoh 3: PT Setiyakom merupakan perusahaan jasa telekomunikasi. PT Setiyakom melakukan penagihan kepada pelanggan sesua1 dengan periode pemakaian selama 1 (satu) bulan. Pengumpulan data-data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu beberapa hari, sehingga faktur penjualan baru dapat diterbitkan beberapa hari setelahnya. Misalnya untuk pemakaian oleh pelanggan pada tanggal 1 sampai dengan 30 Juni 2021, PT Setiyakom menerbitkan faktur penjualan (melakukan penagihan) pada tanggal 5 Juli 2021. Untuk kasus ini, Faktur Pajak dibuat pada saat penyerahan jasa tersebut dinyatakan atau dicatat sebagai piutang atau penghasilan, yaitu pada akhir periode pemakaian (tanggal 30 Juni 2021) atau paling lama pada saat diterbitkannya faktur penjualan (tanggal 5 Juli 2021). Matriks saat pembuatan Faktur Pajak untuk beberapa contoh penyerahan di bidang jasa t 1 k .k ·t b b .k t ee omun1 as1, ya1 u se aga1 en u: Periode Periode Paling Lama Pemakaian/ Saat Diakui Penerbitan No. pen ye rah an Jasa Pengakuan Penghasilan Faktur Penjualan Faktur Pajak Kena Pajak Penghasilan Dibuat la 1 - 30 Juni 2021 1 - 30 Juni 2021 Juni2021 30Juni2021 30Juni2021 lb 1 - 30 Juni 2021 1- 30Juni 2021 Juni2021 5Juli2021 5Juli2021 le 1- 30Juni 2021 1- 30 Juni 2021 Juni2021 31 Juli2021 31 Juli 2021 2 26 Mei - 25 Juni 26 Mei- 25Juni Juni2021 6Juli 2021 6Juli2021 2021 2021 16Mei-15Juni 16 Mei - 15 Juni Mei2021 20Juni2021 3 2021 2021 20Juni 2021 16 Mei - 15 Juni 16 Mei - 15 Juni Juni2021 20Juni2021 20Juni 2021 4 2021 2021 16Mei- 15Juni 16 - 31 Mei 2021 Mei 2021 31 Mei2021 31 Mei 2021 5 2021 1 - 15 Juni 2021 Juni 2021 15Juni2021 15Juni2021 4. Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (pembayaran termin). Atas penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborongan bangunan atau barang tidak bergerak lainnya, saat pembuatan Faktur Pajaknya dapat dijelaskan sebagai berikut: Umumnya, pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang tidak bergerak lainnya diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Sebelum Jasa pemborongan itu selesai dan siap untuk diserahkan, telah diterima pembayaran di muka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa sesuai dengan tahap atau kemajuan penyelesaian pekerjaan. Dalam hal ini, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat pembayaran tersebut diterima oleh pemborong atau kontraktor, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Selanjutnya, setelah bangunan atau barang tidak bergerak tersebut selesai dikerjakan, maka jasa pemborongan seluruhnya diserahkan kepada penerima jasa. Dalam hal ini, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak itu dilakukan meskipun pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh pemborong atau kontraktor, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Contoh:
Tanggal 1 April 2021, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka sebesar 20%.
Tanggal 1 Mei 2021, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran tahap ke-1.
Tanggal 1 Juni 2021, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran tahap ke-2.
Tanggal 20 Juni 2021, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran tahap ke-3.
Tanggal 25 Agustus 2021, pekerjaan selesai 100%, bangunan atau barang tidak bergerak diserahkan.
Tanggal 1 September 2021, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) sebesar 95% dari harga borongan.
Tanggal 1 Maret 2022, diterima pembayaran pelunasan seluruh jasa pemborongan. Pada angka 1 sampai dengan angka 4, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada tanggal diterimanya pembayaran (tahap), sedangkan pada angka 5 sampai dengan angka 7, Pajak Pertambahan Nilai terutang pada tanggal 25 Agustus 2021 atau saat jasa pemborongan (bangunan atau barang tidak bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kepada pemiliknya. Tanggal pembayaran yang tersebut pada angka 6 dan angka 7 tidak perlu diperhatikan, karena tidak termasuk saat yang menentukan terutangnya Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan dasar akrual yang dianut dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Cara penghitungan tersebut di atas juga berlaku dalam hal penjualan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan dengan pembayaran uang muka, sedangkan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak terse but dilakukan kemudian. Ayat (2) Dihapus. Ayat (3) Pada dasarnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Namun demikian karena suatu hal, dapat terjadi keterlambatan pembuatan Faktur Pajak. Atas keterlambatan pembuatan Faktur Pajak dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf d juncto Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tanpa adanya ketentuan mengenai batas waktu keterlambatan. Untuk menjamin kepastian terlaksananya pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, perlu adanya pembatasan jangka waktu pembuatan Faktur Pajak. Di samping itu, ketentuan ini dimaksudkan juga untuk menyelaraskan pengakuan penghasilan di dalam menghitung peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan dengan peredaran usaha yang digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai. Termasuk dalam pengertian Faktur Pajak dalam ketentuan 1n1, yaitu dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dibuat atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Ayat (4) Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Dengan demikian, Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bukan merupakan bukti pungutan pajak yang sah. Ayat (5) Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan menegaskan bahwa Faktur Pajak yang dibuat lebih dari 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bukan merupakan bukti pungutan pajak yang sah, sehingga Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Angka 7 Pasal 19A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara benar, lengkap, dan jelas serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Faktur Pajak yang mencantumkan identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak berupa nama, alamat, dan nomor induk kependudukan bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak termasuk Faktur Pajak yang tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak dimaksud merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak orang pribadi sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Angka 8 Pasal 20 Ayat (1) SK No 086533 A Cukup jelas. Ayat (2) Dihapus. Ayat (3) Dihapus. Ayat (4) Cukup jelas.
Penetapan Tarif Nol Rupiah atas Layanan Permohonan Perubahan Hal yang Tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia yang Berlaku pada Kementerian Hukum d ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 13, Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dalam mengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak berwenang mengevaluasi, menyusun, dan/atau menetapkan jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak pada instansi pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak berdasarkan usulan dari instansi pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak;
bahwa untuk menindaklanjuti kebijakan Presiden guna mengurangi dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dalam rangka meningkatkan Stimulus Ekonomi Nasional, perlu diberikan keringanan pembayaran kredit bank atau pinjaman pembiayaan bagi debitur atau peminjam yang usaha dan pekerjaannya terdampak langsung maupun tidak langsung pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Nol Rupiah atas Layanan Permohonan Perubahan Hal yang Tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Persetujuan a ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK; atau
Pelaku Usaha di KEK.
dihapus.
Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi __ yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
12a. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi, dan dokumen lain terkait yang dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan Utama oleh pejabat bea dan cukai.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi untuk menentukan negara asal barang . 19. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci mengenai:
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating , dan Bahan Non- originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form JIEPA atas barang yang akan diekspor.
Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi yang selanjutnya disebut SKA Form JIEPA adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Dihapus. 27. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifest , dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
Surat Keterangan Asal Elektronik Form JIEPA yang selanjutnya disebut e-Form JIEPA adalah SKA Form JIEPA yang disusun berdasarkan panduan dan spesifikasi yang disepakati oleh Negara Anggota dan dikirim secara elektronik ke negara penerima.
Non-Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota).
Dihapus. 31. Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai __ pemenuhan Ketentuan __ Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form JIEPA.
Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di negara penerbit SKA Form JIEPA untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form JIEPA.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK; atau
Pelaku Usaha di KEK.
Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi, dan dokumen lain terkait yang dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan Utama oleh pejabat bea dan cukai.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab untuk menentukan negara asal barang . 20. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab.
Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab.
Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah kriteria asal barang yang dipersyaratkan secara khusus untuk setiap barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating , sebagaimana diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab.
Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab yang selanjutnya disebut SKA Form IUAE adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form IUAE atas barang yang akan diekspor.
Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form IUAE yang berisi petunjuk mengenai pengisian SKA Form IUAE.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest , dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
Third Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form IUAE.
Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai __ pemenuhan Ketentuan __ Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IUAE.
Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di negara penerbit SKA Form IUAE untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form IUAE.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Kepabeanan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pertimbangan tertentu" antara lain penyelenggaraan kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, kegiatan kenegaraan, dan pertimbangan karena keadaan di luar kemampuan wajib bayar atau kondisi kahar, serta bagi masyarakat tidak mampu, mahasiswa/pelajar, dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Layanan yang mendapatkan prioritas untuk dikenakan tarif sampai dengan RpO,OO (nol rupiah) atau O% (nol persen) antara lain jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6603 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2O2O TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK rANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rupiah) I PENGUJIAN UNTUK PENERBITAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) BARU A. Penerbitan SIM A per penerbitan 120.000,00 B. Penerbitan SIM B I per penerbitan 120.000,00 C. Penerbitan SIM B II per penerbitan 120.000,00 D.Penerbitan SIM C per penerbitan 100.000,00 E. Penerbitan SIM C I per penerbitan 100.000,00 F. Penerbitan SIM C II per penerbitan 100.000,00 G. Penerbitan JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rupiah) G. Penerbitan SIM D per penerbitan 50.000,00 H.Penerbitan SIM D I per penerbitan 50.000,00 L Pembuatan SIM International per penerbitan 250.000,00 II. PENERBITAN PERPANJANGAN SURA.T IZIN MENGEMUDI (SIM) A. Penerbitan SIM A per penerbitan 80.000,00 B. Penerbitan SIM B I per penerbitan 80.000,00 C. Penerbitan SIM B II per penerbitan 80.000,00 D.Penerbitan SIM C per penerbitan 75.000,00 E. Penerbitan SIM C I F. Penerbitan SIM C II per penerbitan 75.000,00 per penerbitan 75.000,00 G.Penerbitan SIM D per penerbitan 30.000,00 H.Penerbitan SIM D I per penerbitan 30.000,00 I. Pembuatan SIM International per penerbitan 225.000,00 B. Kendaraan Bermotor Roda 4 atau Lebih per penerbitan per kendaraan JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rupiah) III. PENGUJIAN UNTUK PENERBITAN SURAT KETERANGAN UJI KETERAMPILAN PENGEMUDI (SKUKP) per penerbitan 50.000,00 IV. PENERBITAN SURAT TANDA NOMOR KENDARAAN BERMOTOR (STNK) A. Kendaraan Bermotor Roda 2 atau Roda 3 per penerbitan 1. Baru 100.000,00 2. Perpanjangan per penerbitan per 5 tahun 100.000,00 B. Kendaraan Bermotor Roda 4 atau Lebih 1. Baru per penerbitan 200.000,00 2. Perpanjangan per penerbitan per 5 tahun 200.000,00 V PENERBITAN SURAT TANDA COBA KtrNDARAAN BERMOTOR (STCK) A. Kendaraan Bermotor Roda 2 atau Roda 3 per penerbitan per kendaraan 25.OOO,00 50.000,00 VI. PENERBITAN JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rupiah) VI. PENERBITAN TANDA NOMOR KENDARAAN BERMOTOR (TNKB) A. Kendaraan Bermotor Roda 2 atau Roda 3 per pasang 60.000,00 B. Kendaraan Bermotor Roda 4 atau Lebih per pasang 100.000,00 VII. PENERBITAN TANDA COBA NOMOR KENDARAAN BERMOTOR (TCKB) A. Kendaraan Bernrotor Roda 2 atau Roda 3 per pasang 60.000,00 B. Kendaraan Bermotor Roda 4 atau Lebih per pasang 100.ooo,00 VIII. PENERBITAN BUKU PEMILIK KBNDARAAN BERMOTOR (BPKB) A. Kendaraan Bermotor Roda 2 atau Roda 3 per penerbitan 225.000,00 1. Baru 2. Ganti Kepemilikan per penerbitan 225.000,00 B. Kendaraan Bermotor Roda 4 atau Lebih 1. Baru per penerbitan 375.000,00 2. Ganti Kepemilikan per penerbitan 375.000,00 IX. PENERBITAN I I JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK IX. PENERBITAN KENDARAAN DAERAH SURAT BERMOTOR MUTASI KE LUAR SATUAN TARIF (Rupiah) A. Kendaraan Bermotor Roda 2 atau 3 per penerbitan 150.000,00 B. Kendaraan Bermotor Roda 4 atau Lebih per penerbitan 250.000,00 x PENERBITAN SURAT TANDA KENDARAAN BERMOTOR BATAS NEGARA (STNK-LBN) NOMOR LINTAS A. Kendaraan Bermotor Roda 2 atau 3 1. Baru per penerbitan 100.000,00 2. Perpanjangan per penerbitan 100.000,00 B. Kendaraan Bermotor Roda 4 Lebih atau 1. Baru per penerbitan 200.000,o0 2. Perpanjangan per penerbitan 200.o00,00 xI. PENERBITAN TANDA KENDARAAN BERMOTOR BATAS NEGARA (TNKB-LBN) NOMOR LINTAS A. Kendaraan Bermotor Roda 2 atau 3 per pasang 100.000,00 B. Kendaraan Bermotor Roda 4 Lebih atau per pasang 200.000,00 XII. PENERBITAN JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 2. Ada huruf dibclakang angka SATUAN TARIF (Rupiah) XII. PENERBITAN KENDARAAN (NRKB) NOMOR REGISTRASI BERMOTOR PILIHAN A. NRKB Pilihan Untuk Kombinasi (satu) Angka 1 1. Tidak ada huruf dibelakang angka (blank) 2. Ada huruf dibelakang angka per penerbitan 20.000.000,00 per penerbitan 15.000.000,00 B. NRKB Pilihan Untuk Kombinasi 2 (dua) Angka 1. Tidak ada huruf dibelakang angka (blank) per penerbitan 15.000.000,00 2. Ada huruf dibelakang angka C. NRKB Pilihan Untuk Kombinasi 3 (tiga) Angka per penerbitan I I I I 10.000.o00,00 1. Tidak ada huruf dibelakang angka (blank) per penerbitan 10.000.000,00 2. Ada huruf dibelakang angka per penerbitan 7.500.000,00 D.NRKB Pilihan Untuk Kombinasi 4 (empat) Angka 1. Tidak ada huruf dibelakang angka (blank) per penerbitan 7.500.o00,00 per penerbitan 5.000.000,00 JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 100.000,00 SATUAN TARIF (Rupiah) KII. PENERBITAN SURAT IZIN SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK A. Senjata Api Non Organik Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) 1. lzin Penggunaan TNI, anggota Purnawirawan untuk Prajurit POLRI dan per kartu 0,00 2. Untuk Kelengkapan tugas Polisi Khusus / Satuan Pengamanan a. Buku Pas Senjata Api (Izin Pemilikan) 1) Buku Pas Baru per buku 150.000,00 2) Buku Pas Pembaharuan per buku 25.000,00 b.lzin Penggunaan per kartu 50.000,00 3. Untuk Olah Raga a. Buku Pas 1) Buku Pas Baru per buku 150.000,00 2) Buku Pas Pembaruan per buku 25.O00,00 b.Izin Penggunaan Untuk Olah Raga 1) Tembak Reaksi 2lTarget per surat izin 50.oo0,00 per surat izin 50.000,00 3) Berburu per surat izin 2) Buku Pas Pernbaharuan b.lzin Penggunaan 6. Surat Keterangan Importir Senpi Non Organik TNI/Polri TARIF (Rupiah) a. Buku Pas 1) Buku Pas Baru per buku 150.000,00 2) Buku Pas Pembaharuan b.lzin Menyimpan per buku I 25.000,00 per surat tz|n 50.o00,00 5. Untuk Bela Diri a. Buku Pas i) Buku Pas Baru per buku 150.O00,00 per buku 25.000,00 per kartu 1.000.000,00 per surat rzin 500.000,00 B. Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api Untuk Bela Diri 1. Senjata Peluru Karet a. Buku Pas per buku 25.000,00 b.Izin penggunaan 2. Senjata Peluru Pallet per kartu 225.000,00 a. Buku Pas per buku 25.000,00 225.000,00 b.Izin Penggunaan per kartu 3. Senjata JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rupiah) 3. Senjata Peluru Gas a. Buku Pas per buku 25.OO0,00 per kartu 75.000,00 4. Izin Kepemilikan dan Penggunaan Semprotan Gas b.lzin Penggunaan per kartu 50.000,00 5. Izin Kepemilikan dan Penggunaan Kejutan Listrik per kartu 50.000,00 C. Bahan Peledak Komersial 1. Izin Impor 500.000,00 per surat tztn 2. Izin Ekspor per surat izin 500.000,00 3. Izin Re-ekspor per surat izin 500.000,00 4. Izin Gudang per surat izin 500.000,00 5. rzin Pemilikan, Penguasaan dan Penyimpanan per surat izin 500.000,00 6. izin Pembelian dan Penggunaan per surat LZLN 500.000,00 7. Izin Produksi per surat tzin 500.000,00 500.000,00 8. Izin Pemusnahan 9. Kartu Izin Meledakkan per surat Lzttl 500.000,00 per kartu 1O. Surat 2. Izin Mutasi 3. Izin Pengangkutan dan Kejuaraan JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rupiah) 10. Surat Keterangan Importir Bahan Peledak per surat izin 500.000,00 D. Kembang Api f . izin Impor per surat izin 500.000,00 2. Izin Ekspor per surat izin 500.000,00 3. izin Re-ekspor per surat lzfil 500.000,00 4. Izin Gudang per surat IZfiI 500.000,00 5. Izin Pemilikan, Penguasaan dan Penyimpanan per surat tzfil 500.000,00 6. Izin Pembelian dan Penggunaan per surat LZITT 500.000,o0 7. Izin Produksi per surat izin 8. Izin Pemusnahan per surat izin 500.000,00 500.000,00 9. Surat Keterangan Kembang Api Importir per surat 500.000,00 tztrl E. Replika Senjata 150.000,o0 1 Izin Kepemilikan, Penggunaan, dan/atau Penghibahan per kartu per kartu 25.000,00 per surat izin 50.000,00 4.Izin SATUAN JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK TARIF (Rupiah) 4. Izin Pembaharuan per kartu 25.000,00 XIV. PENERBITAN SURAT CATATAN KEPOLISIAN KETERANGAN per penerbitan 30.000,00 XV. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SATUAN PENGAMANAN A. Gada Pratama 1. Wilayah I per orang per paket 2.7 37 .OOO,OO 2. Wilayah II per orang per paket 2.625.000,00 3. Wilayah III per orang per paket 2.793.000,00 4. Wilayah IV per orang per paket 2.723.OOO,OO 5. Wilayah V per orang per paket 2.933.000,00 B. Gada Madya 1. Wilayah I per orang per paket 2.532.000,00 2. Wilayah II per orang per paket 2.452.OOO,OO 3. Wilayah III per orang per paket 2.572.OOO,OO 4. Wilayah . JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 4. Wilayah IV SATUAN TARIF (Rupiah) per orang per paket 2.522.OOO,OO 5. Wilayah V C. Gada Utama per orang per paket 2.672.OOO,AO per orang per paket 5.177.000,00 1. Wilayah I 2. Wilayah Il per orang per paket 6.407.000,00 3. Wilayah III per orang per paket 6.317.000,00 4. Wilayah IV per orang per paket 5. Wilayah V per orang per paket 6.029.000,00 XVI. PELATIHAN PERORANGAN KETERAMPILAN A. Dasar (20 JP) 1. Wilayah I per orang per paket r.t2t.000,00 2. Wilayah II 1.105.000,00 per orang per paket 5.855.000,00 JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 3. Wilayah III SATUAN TARIF (Rupiah) per orang per paket 1. 129.000,00 4. Wilayah IV 5. Wilayah V per orang per paket 1.119.000,00 per orang per paket B. Menengah (60 JP) 1. Wilayah I per orang per paket 2.344 .OOO,OO 2. Wilayah II per orang per paket 2.296.000,OO 3. Wilayah III per orang per paket 2.368.000,00 4. Wilayah IV per orang per paket 2.338.000,00 5. Wilayah V per orang per paket 2.392.000,00 C. Lanjutan (l2O JP) 1. Wilayah I per orang per paket 4 .248.OOO,OO 2. Wilayah II per orang per paket 4.152.000,00 per orang per paket 4.296.OOO,OO 3. Wilayah III 1.137.000,00 JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rupiah) per orang per paket 4.236.000,00 4. Wilayah IV 5. Wilayah V per orang per paket 4.344.000,00 XVII. PENDIDIKAN DAN PENYIDIK PEGAWAI (PPNS) PELATIHAN NEGERI SIPIL A. Pendidikan Pembentukan (400 JP) Pelatihan Kementerian dan PPNS per orang per paket 27.900.O00,00 B. Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan PPNS Peraturan Daerah (300 JP) per orang per paket 2t.375.O00,00 C. Penclidikan dan Pelatihan Manajemen Penyidikan (200 JP) XVIII. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INVESTIGASI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL A. Pendidikan Pengetahuan (200 JP) dan Dasar Pelatihan Investigasi 16.950.000,00 16.800.000,00 per orang per paket per orang per paket B. Pendidikan dan Pelatihan Investigasi (120 JP) Lanjutan per orang per paket 1 1.440.OO0,00 PRESIDEN REPUBUK INDONESIA -14- C. Pendidikan dan Pelatihan Manajerial Investigasi (60 JP) per orang per paket 7.290.000,00 JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rupiah) XIX. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPOLISIAN KHUSUS (POLSUS) A. Pendidikan dan Pembentukan (400 JP) Pelatihan per orang per paket 18.000.000,00 B. Pendidikan dan (200 JP) Pelatihan Lanjutan per orang per paket 1 1.500.000,00 XX. PENDIDIKAN DAN KESAMAPTAAN (140 JP) PELATIHAN A. Wilayah I per orarrg per paket 5.645.000,00 B Wilayah II per orang per paket 5.516.000,00 C. Wilayah III per orang per paket 5.710.000,00 D.Wilayah IV per orang per paket 5.627.000,00 E. Wilayah V XK. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN MOTIVASI per orang per paket 5.864.000,00 A. 16 Jam Pelajaran (JP) 8.26 Jam Pelajaran (JP) per orang per paket t.t7 r.000,00 per orang per paket 1.891.000,00 XKI. SERTIFIKASI JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK XXII. SERTIFIKASI SATUAN PENGAMANAN SATUAN TARIF (Rupiah) A. Gada Pratama B. Gada Madya per orang per paket 600.000,00 per orang per paket 1.200.000,00 C. Gada Utama per orang per paket 1.500.000,00 XXII.PENERBITAN KARTU TANDA ANGGOTA (KTA) SATUAN PENGAMANAN per kartu 75.000,00 XXIV.PENERBITAN PENGAMANAN IJAZAH SATUAN per penerbitan 85.000,00 XXV. PENERBITAN SURAT OPERASIONAL BAL)AN USAHA PENGAMANAN (BUJP) IJIN JASA per penerbit-an 3.770.000,00 XXVI.PELAYANAN PENYELENGGARAAN ASSESSMEJVT CENTRE PO LRI A. Assessm.ent Centre 2 Hari Untuk Eselon I dan II per assesse 6.000.000,00 B. Assessmenf Centre 1 Hari Untuk Eselon I dan II per assesse 4.500.000,00 C. Assessment Centre 1 Hari Untuk Eselon III per assesse 4.000.000,00 D. Assessnrenf Centre 1 Hari Untuk Eselon IV per assesse 3.800.000,00
Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SBSN Ritel adalah SBSN yang dijual oleh Pemerintah kepada investor ritel di pasar perdana domestik.
SBSN Ritel yang Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
SBSN Ritel yang Tidak Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang tidak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
Pasar Perdana Domestik adalah kegiatan penawaran dan/atau penjualan SBSN Ritel yang dilakukan untuk pertama kali di wilayah Negara Republik Indonesia.
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan sebagaimana tertuang dalam memorandum informasi SBSN Ritel maupun dalam ketentuan dan persyaratan SBSN yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran utang yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Utang.
Pejabat Pembuat Komitmen Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) dalam rangka Penjualan SBSN kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara pengelolaan utang atas pelaksanaan penjualan SBSN.
Mitra Distribusi adalah pihak yang membantu Pemerintah dalam pemasaran, penawaran, dan/atau penjualan SBSN Ritel.
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.
Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau manajer investasi.
Perusahaan Financial Technology yang selanjutnya disebut Perusahaan Fintech adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan jasa keuangan berbasis teknologi informasi.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Perantara Pedagang Efek untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk yang selanjutnya disingkat PPE-EBUS adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek bersifat utang dan sukuk untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabahnya sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perantara pedagang efek untuk efek bersifat utang dan sukuk.
Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk untuk memberikan pendapat hukum dan membantu penyusunan dokumen hukum maupun dokumen transaksi lainnya dalam rangka penerbitan SBSN Ritel.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan Akad penerbitan SBSN Ritel, yang diberikan kepada pemegang SBSN Ritel sampai dengan berakhirnya periode SBSN Ritel.
Nomor Tunggal Identitas Pemodal ( Single Investor Identification ) yang selanjutnya disebut SID adalah kode tunggal dan khusus yang diterbitkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia selaku lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SBSN Ritel oleh Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik.
Memorandum Informasi adalah informasi tertulis kepada publik mengenai penawaran SBSN Ritel yang ditujukan untuk Investor Ritel.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik yang disediakan oleh Kementerian Keuangan dan Mitra Distribusi.
Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dapat berupa bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemi, dan diketahui secara luas yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, maupun sarana pendukung teknologi informasi termasuk sumber daya yang mengoperasikan teknologi informasi.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi dalam rangka penjualan SBSN Ritel, yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SBSN.
Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran terkait penatausahaan surat berharga negara yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Relevan terhadap
Pengeluaran Badan Usaha sebagairnana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a dapat diberikan pengurangan pajak sebagai bentuk insentif untuk menghasilkan Invensi, Inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau Alih Teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri.
Insentif (2) Insentif sebagaimana dimaksud pada diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Bagian Keempat Sarana dan Prasarana Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ayat (1) peraturan
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Serta Perlakuan Perpaja ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Pengeluaran alokasi biaya tidak langsung Kantor Pusat dari Kontraktor sepanjang memenuhi syarat:
digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia;
Kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi Kantor Pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya; dan
besarannya tidak melampaui batasan yang ditetapkan dengan peraturan Menteri yang mengatur mengenai batasan pengeluaran alokasi biaya tidak langsung Kantor Pusat yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak Dan Gas Bumi, bukan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan dan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26E Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
bahwa untuk memberikan kepastian hukum serta perlakuan perpajakan yang sama bagi Kontraktor Kontrak Bagi Hasil minyak dan gas bumi atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama dan pengeluaran alokasi biaya tidak langsung Kantor Pusat;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Perlakuan Perpajakan atas Pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama dan Pengeluaran Alokasi Biaya Tidak Langsung Kantor Pusat;
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Minyak dan Gas Bumi, Eksplorasi, Eksploitasi, Kontrak Kerja Sama, Wilayah Kerja, dan Kegiatan Usaha Hulu adalah Minyak dan Gas Bumi, Eksplorasi, Eksploitasi, Kontrak Kerja Sama, Wilayah Kerja, dan Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Operator adalah Kontraktor atau dalam hal Kontraktor terdiri atas beberapa pemegang participating interest , salah satu pemegang participating interest yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang participating interest lainnya sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.
Operasi Perminyakan adalah kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, pengangkutan sampai dengan titik penyerahan, penutupan, dan peninggalan sumur ( plug and abandonment ) serta pemulihan bekas penambangan ( site restoration ) Minyak dan Gas Bumi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi.
Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
Surat Keterangan Fasilitas Perpajakan Tahap Eksplorasi yang selanjutnya disebut SKFP Eksplorasi adalah surat yang menerangkan bahwa fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan, diberikan kepada Kontraktor pada tahap Eksplorasi dalam rangka Operasi Perminyakan.
Surat Keterangan Fasilitas Perpajakan Tahap Eksploitasi yang selanjutnya disebut SKFP Eksploitasi adalah surat yang menerangkan bahwa fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan, diberikan kepada Kontraktor pada tahap Eksploitasi termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Operasi Perminyakan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan kerja yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di bawah pembinaan, koordinasi, dan pengawasan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi kantor pelayanan pajak yang menangani administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.