Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Relevan terhadap
Divisi Usaha Kecil Menengah dan Koperasi mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kemitraan dengan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi untuk pengembangan kela pa sawit berkelanjutan.
Divisi Perusahaan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kemi traan dengan perusahaan - perusahaan untuk pengembangan kelapa sawit berkelanjutan.
Divisi Lembaga Kemasyarakatan dan Civil Society mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kemitraan dengan Lembaga Kemasyarakatan dan Civil Society untuk pengembangan kela pa sawit berkelanjutan. MENTERll<EUANGAN HEPUBLll< INDONESIA
Direktorat Kemitraan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana pengelolaan kemitraan dengan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, perusahaan, Lembaga Kemasyarakatan dan civil society untuk pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA -9-
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Direktorat Kemitraan menyelenggarakan fungsi:
penyiapan bahan koordinasi untuk penyusunan rencana kemitraan;
pelaksanaan identifikasi kemitraan kegiatan pengembangan kela pa sawit;
pelaksanaan kegiatan kemitraan Menengah dan Ko perasi, Kemasyarakatan dan civil society; dengan Usaha Kecil perusahaan, Lembaga d. pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas kemitraan kela pa sawit berkelanjutan; dan
pela poran realisasi kemitraan kela pa sawit berkelanjutan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.
Relevan terhadap
Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan piutang berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS), meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan pemberian keringanan utang pokok sampai dengan 100% (seratus persen).
Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyelesaian piutang instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas
Relevan terhadap
bahwa dalam meningkatkan kemudahan berusaha bagi usaha mikro, kecil, dan menengah serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas;
Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, Danjatau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Peng ...
Relevan terhadap
Kegiatan praktik kerja dan/atau pemagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan kegiatan yang diikuti oleh:
siswa, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan di sekolah menengah kejuruan atau madrasah aliyah kejuruan;
mahasiswa, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan di perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi;
peserta latih, instruktur, dan/atau tenaga kepelatihan di balai latihan kerja; dan/atau
perorangan yang tidak terikat hubungan kerja dengan pihak manapun yang dikoordinasikan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan Pusat, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota, yang dilakukan Wajib Pajak di tempat usaha Wajib Pajak, sebagai bagian dari kurikulum pendidikan kejuruan atau vokasi dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian di bidang tertentu.
Kegiatan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh pihak yang ditugaskan oleh Wajib Pajak untuk mengajar di sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, dan/atau balai latihan kerja.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Wajib Pajak adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang mengeluarkan biaya untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi tertentu.
Penghasilan bruto adalah semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Perjanjian Kerja Sama adalah perjanjian antara Wajib Pajak dengan sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, balai latihan kerja, atau instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan Pusat, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota bagi perorangan yang tidak terikat hubungan kerja dengan pihak manapun, dalam rangka penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu.
Surat Keterangan Fiskal adalah informasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kepatuhan Wajib Pajak selama periode tertentu untuk memenuhi persyaratan memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu.
Pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Rep ...
Relevan terhadap
sendiri pengajuan permohonan hampir dua kali lipat dari 2019 hingga 2020 dan terus meningkat. Dari Januari hingga Juli 2021, jumlah permohonannya mencapai 68% dari total pengajuan permohonan PKPU pada tahun 2020, sehingga dengan pertimbangan tersebut, prediksi permohonan PKPU tahun ini akan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Dalam mengkaji opsi kebijakan yang terbaik, Pemerintah mendengar berbagai pandangan dan aspirasi termasuk dari para pelaku usaha yang menyatakan sedang kewalahan dan membutuhkan solusi segera. Terlebih dengan adanya kasus-kasus perusahaan solven yang masuk dalam PKPU bahkan berujung pailit. Ini menunjukkan bahwa masih ada oknum yang memanfaatkan pandemi ini untuk kepentingan pribadi bahkan memperkaya diri sendiri secara tidak sah. Selain itu, dari perspektif kreditur, Pemerintah juga mendengar berbagai pandangan dan sepakat bahwa kebijakan yang akan diambil harus menjaga keseimbangan hak antara debitur dan kreditur. Opsi penundaan (moratorium) permohonan kepailitan dan PKPU dalam jangka waktu tertentu (misalnya 6 bulan) sebagai langkah kebijakan darurat ( temporary measures ) dipandang lebih efektif untuk menghentikan peningkatan jumlah kepailitan pada masa pandemi. Hal ini mempertimbangkan bahwa pandemi Covid-19 merupakan kondisi force majeure yang telah menimbulkan dampak terhadap perekonomian dalam hal ini terkait menurunnya kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada krediturnya, dimana dampak tersebut dialami dan dirasakan oleh hampir seluruh sektor meliputi usaha mikro, kecil, menengah, dan besar. Moratorium atau penundaan permohonan kepailitan dan PKPU dalam kurun waktu tertentu merupakan breathing space bagi dunia usaha untuk mengatur kembali posisinya, menyiapkan strategi dalam penyelesaian utang-utangnya, serta meningkatkan cash flow untuk memastikan usahanya tetap dapat berjalan dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja. Pelaksanaan kebijakan moratorium tersebut juga tidak menutup peluang tercapainya kesepakatan antara kreditur dan debitur mengenai penyelesaian utang. Kreditur memiliki forum untuk penyelesaian utang, antara lain melalui negosiasi bilateral di luar pengadilan ( out of court debt settlement ), melakukan eksekusi jaminan secara langsung, dan pilihan
Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Crash Program adalah optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk pemberian keringanan utang atau moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara.
Keringanan Utang adalah pengurangan pembayaran pelunasan utang oleh Penanggung Utang dengan diberikan pengurangan pokok, bunga, denda, ongkos/biaya lainnya.
Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara adalah penghentian tindakan hukum penagihan Piutang Negara untuk sementara.
Piutang Instansi Pemerintah adalah Piutang Negara yang berasal dari instansi pemerintah pusat yang diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Panitia Urusan Piutang Negara selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, Piutang Negara dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan kekayaan negara, penilaian, Piutang Negara dan lelang.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian dari usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
Penanggung Utang adalah badan dan/atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Penjamin Utang adalah badan dan/atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh utang Penanggung Utang.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021, perlu diatur tata cara penyelesaian piutang instansi pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, menengah, dan piutang berupa kredit pemilikan rumah sederhana/rumah sangat sederhana, serta piutang instansi pemerintah dengan jumlah sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
bahwa untuk mempercepat penyelesaian piutang negara pada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk memperingan penanggung utang di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), perlu dilaksanakan dengan mekanisme crash program ;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021;
Peraturan Menteri ini mengatur Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang diselesaikan dengan mekanisme Crash Program meliputi Piutang Instansi Pemerintah Pusat dengan Penanggung Utang:
perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan usaha dengan skala mikro, kecil, atau menengah (UMKM) dengan pagu kredit paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
perorangan yang menerima Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau
perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), yang pengurusannya telah diserahkan kepada PUPN dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020.
Dalam hal kewajiban utang dalam bentuk mata uang asing, batasan sisa kewajiban utang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dihitung berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal surat persetujuan keringanan utang.
Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1) huruf c, Crash Program berupa pemberian keringanan utang tidak dapat diberikan terhadap:
Piutang Negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan (TGR/TP), kecuali Penanggung Utang telah pensiun atau merupakan Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan (Penata Muda/III/a) ke bawah;
Piutang Negara yang berasal dari ikatan dinas;
Piutang Negara yang berasal dari aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL);
Piutang Negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond , bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya, kecuali jaminan berupa asuransi, surety bond , bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya tersebut; dan
Dalam hal jaminan penyelesaian utang sebagaimana dimaksud pada huruf d sudah tidak efektif, kadaluwarsa atau kondisi lainnya, tidak dapat lagi digunakan sebagai jaminan penyelesaian Piutang Negara.
Dalam hal terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond , bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, KPKNL meminta konfirmasi kepada Penyerah Piutang untuk memastikan status/kondisi/masa berlaku jaminan penyelesaian utang tersebut.
Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
Relevan terhadap
Program pembinaan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b meliputi kegiatan:
pendataan dan pengawasan kepemilikan atau penggunaan mesin pelinting rokok dan pemberian sertifikat/kode registrasi mesin pelinting rokok;
fasilitasi kepemilikan hak atas kekayaan intelektual bagi industri kecil dan menengah;
pembentukan kawasan industri hasil tembakau;
pemetaan industri hasil tembakau;
fasilitasi pelaksanaan kemitraan usaha kecil menengah dan usaha besar dalam pengadaan bahan baku dan produksi industri hasil tembakau;
pembinaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pada usaha industri hasil tembakau skala kecil;
pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar tar dan nikotin rendah melalui fasilitasi pengujian tar dan nikotin bagi industri kecil dan menengah, serta pelatihan dan penerapan Good Manufacturing Practices bagi industri hasil tembakau;
pengembangan dan fasilitasi untuk pabrik yang berorientasi ekspor; dan/atau
penyediaan tempat uji kompetensi bagi industri hasil tembakau kecil.
Pendataan dan pengawasan kepemilikan atau penggunaan mesin pelinting rokok dan pemberian sertifikat/kode registrasi mesin pelinting rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit mencakup data sebagai berikut:
jumlah mesin pelinting rokok di setiap pabrik atau tempat lainnya;
identitas mesin pelinting rokok meliputi merek, tipe, kapasitas, asal negara pembuat;
identitas kepemilikan mesin pelinting rokok meliputi lokasi keberadaan dan asal mesin; dan
perpindahan kepemilikan mesin pelinting rokok.
Pemetaan industri hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan industri hasil tembakau di suatu Daerah.
Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit meliputi:
nama perusahaan;
lokasi/alamat kantor dan pabrik (nomor telepon, jalan/desa, kota/kabupaten, dan provinsi);
nomor izin usaha industri atau tanda daftar industri;
kapasitas terpasang (sigaret kretek mesin, sigaret kretek tangan, sigaret putih mesin dan lain-lain);
realisasi produksi selama 2 (dua) tahun terakhir;
jumlah tenaga kerja linting/giling, tenaga kerja pengemasan, dan tenaga kerja lainnya;
nomor pokok pengusaha barang kena cukai;
realisasi pembelian pita cukai;
wilayah pemasaran (dalam negeri dan/atau luar negeri);
jumlah, merek, tipe, kapasitas mesin pelinting rokok, dan sertifikat registrasi mesin pelinting rokok;
jumlah alat linting;
asal daerah bahan baku dan bahan baku penolong (dalam negeri/luar negeri) dan jumlah yang dibutuhkan; dan
hasil pengujian tar dan nikotin dari laboratorium penguji yang terakreditasi.
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Daerah penerima DBH CHT dengan memiliki karakteristik:
provinsi penghasil cukai dan penghasil tembakau;
provinsi penghasil cukai;
kabupaten/kota penghasil cukai dan penghasil tembakau; dan
kabupaten/kota penghasil cukai. Paragraf 3 Pembinaan Lingkungan Sosial
Program pembinaan lingkungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c meliputi kegiatan di bidang:
kesehatan;
ketenagakerjaan;
infrastruktur;
pemberdayaan ekonomi masyarakat; dan/atau
lingkungan hidup.
Kegiatan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk mendukung program Jaminan Kesehatan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang meliputi:
kegiatan pelayanan kesehatan baik kegiatan promotif/preventif maupun kuratif/rehabilitatif;
penyediaan/peningkatan/pemeliharaan sarana/ prasarana fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan;
pelatihan tenaga kesehatan dan/atau tenaga administratif pada fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan;
pembayaran iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dan/atau pembayaran iuran Jaminan Kesehatan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja; dan
pembayaran tindakan pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan/atau orang tidak mampu.
Kegiatan pelayanan kesehatan baik kegiatan promotif/preventif maupun kuratif/rehabilitatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diutamakan untuk menurunkan angka prevalensi stunting, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan mengenai upaya penurunan angka prevalensi stunting.
Penyediaan/peningkatan/pemeliharaan sarana/ prasarana fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi:
pengadaan;
pembangunan baru;
penambahan ruangan;
rehabilitasi bangunan;
pemeliharaan bangunan/peralatan;
kalibrasi/sertifikasi/akreditasi; dan/atau
pembelian suku cadang.
Sarana/prasarana fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa alat dan/atau tempat yang digunakan untuk mendukung upaya pelayanan kesehatan, meliputi:
bangunan/gedung/ruang;
alat kesehatan;
obat-obatan, bahan habis pakai, bahan kimia atau reagen;
sarana transportasi rujukan; dan/atau
peralatan operasional yang dapat dipindahkan untuk pelayanan kesehatan baik yang promotif, preventif, maupun kuratif/rehabilitatif.
Pelatihan tenaga kesehatan dan/atau tenaga administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa keikutsertaan tenaga kesehatan dan/atau tenaga administratif dalam pelatihan teknis yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah.
Pembayaran tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dialokasikan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari alokasi bidang kesehatan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Kegiatan di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
pembinaan dan pelatihan keterampilan kerja bagi tenaga kerja dan masyarakat;
penyediaan/peningkatan/pemeliharaan sarana/ prasarana kelembagaan pelatihan;
pelatihan dan/atau fasilitasi sertifikasi bagi tenaga instruktur pada lembaga pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah; dan/atau
pelayanan penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja bagi pencari kerja.
Sarana/prasarana kelembagaan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b berupa alat dan/atau tempat yang digunakan untuk mendukung upaya pelatihan keterampilan meliputi:
bangunan/gedung/ruang;
peralatan/mesin untuk pelatihan keterampilan; dan/atau c. bahan habis pakai.
Kegiatan di bidang infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
pembangunan/rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan/atau jembatan, pasar, dan sarana/prasarana pendukung pariwisata;
penyediaan/pemeliharaan saluran air limbah, sanitasi, dan air bersih;
penyediaan/pemeliharaan saluran irigasi; dan/atau
pembangunan embung dan sarana sumberdaya air.
Kegiatan di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
penguatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan padat karya yang dapat mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi Daerah;
bantuan sarana produksi dan ternak bagi masyarakat/kelompok masyarakat;
bantuan pengembangan tanaman komoditas perkebunan seperti kopi dan kakao, serta benih tanaman perkebunan lain bagi pekebun tembakau;
fasilitasi promosi bagi usaha mandiri masyarakat; dan/atau e. bantuan modal usaha bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf c mengacu pada rincian kegiatan yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.
Kegiatan di bidang lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
penyediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri bagi usaha mikro kecil menengah;
penerapan sistem manajemen lingkungan bagi masyarakat di lingkungan industri;
pelatihan dan/atau sertifikasi bagi tenaga teknis di bidang lingkungan yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah; dan/atau
bantuan peralatan pengolahan limbah kepada masyarakat.
Penyediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf a berupa alat dan/atau tempat yang digunakan untuk mengolah limbah industri, meliputi:
bangunan/gedung/ruang;
peralatan/mesin; dan/atau
bahan habis pakai.
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh seluruh karakteristik Daerah penerima DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). Paragraf 4 Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai
Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019
Relevan terhadap
bahwa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan bencana nasional yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan produktivitas masyarakat sebagai pekerja maupun pelaku usaha sehingga perlu dilakukan upaya pengaturan dalam rangka mendukung penanggulangan dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dimaksud;
bahwa memperhatikan perkembangan kondisi perekonomian saat ini, khususnya dengan makin meluasnya dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ini ke sektor-sektor lainnya, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah, perlu memberikan perluasan insentif pajak bagi setiap wajib pajak baik untuk pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk wajib pajak Terdampak Wabah Virus Corona sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 19 (COVID- 19) sehingga perlu dilakukan perluasan untuk menjangkau sektor yang akan diberikan insentif;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) dan Pasal 17D ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang, Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Pasal 9 ayat (4d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019;
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada Pemberi Kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja.
Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk Instansi Pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh Pegawai.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut KITE adalah Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Perusahaan KITE adalah badan usaha yang telah memenuhi ketentuan dan ditetapkan melalui keputusan Menteri Keuangan untuk mendapatkan fasilitas KITE sesuai perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat.
Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Surat Pemberitahuan Tahunan, yang selanjutnya disebut SPT Tahunan, adalah surat pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPh.
Surat Keterangan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, yang selanjutnya disebut Surat Keterangan, adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap
Ketentuan mengenai penilaian kesesuaian antara rancangan KUA dan rancangan PPAS dengan KEM PPKF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan mulai tahun 2024. Pasal 99 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada.tan ggaL 2 Januari 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG HARMONISASI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah meletakkan dasar-dasar penyempurnaan dan penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan bernegara. Upaya tersebut dimanifestasikan dalam berbagai redesain instrumen utama desentralisasi fiskal yang tidak hanya melalui TKD, pajak daerah, dan retribusi daerah, melainkan juga melalui sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk melaksanakan beberapa amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah khususnya mengenai sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Penggabungan beberapa muatan pengaturan tersebut sebagai upaya simplifikasi dan optimalisasi regulasi dalam suatu harmonisasi kebijakan fiskal nasional. Harmonisasi kebijakan fiskal nasional merupakan proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, dan/atau menyesuaikan kebijakan fiskal antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah di dalam pengelolaan dan pengaturan pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara dan Daerah untuk menjalankan fungsi alokasi dan distribusi dalam rangka menjaga stabilitas, pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mengoptimalkan pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, penyelenggaraan DAD, pelaksanaan Sinergi Pendanaan, dan penerapan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
Sinergi 1. Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Sinergi kebijakan fiskal nasional dilaksanakan melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defisit APBD dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi BAS. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut juga didukung dengan penyajian dan konsolidasi Informasi Keuangan Daerah secara nasional dan pemantauan serta evaluasi pendanaan desentralisasi yang dilaksanakan dalam suatu platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional. Pengaturan mengenai penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini menyempurnakan harmonisasi pengaturan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di tingkat pusat dan Daerah. Penyelarasan fiskal tersebut dilakukan antara lain melalui penyelarasan tahap perencanaan dan penganggaran seperti penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF, dan penyelarasan tahap pelaksanaan APBD. Penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF merupakan upaya peningkatan kualitas kebijakan fiskal Daerah yang selaras dengan kebijakan fiskal nasional. KEM PPKF yang berisi skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah dalam perumusan KUA dan PPAS. Upaya penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF tersebut diharapkan dapat meningkatkan sinergisitas kebijakan fiskal nasional yang antara lain berupa keselarasan target kinerja makro dan kinerja program, kepastian pendanaan program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib, serta keselarasan arah pelaksanaan anggaran. Penyelarasan fiskal nasional tersebut tentunya akan mengoptimalkan fungsi utama kebijakan fiskal yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam Peraturan Pemerintah ini selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal Daerah, juga diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam mendukung perbaikan kualitas keluaran (outputl dan dampak (outcomel layanan publik di Daerah. Peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan melalui penguatan belanja produktif di Daerah dan harmonisasi belanja pusat dan Belanja Daerah yang akan didukung melalui sinergi BAS. Dengan adanya sinergi BAS, Pemerintah Pemerintah dapat menyelaraskan program, kegiatan, dan keluaran agar kebijakan fiskal yang diambil lebih terukur dan meningkatkan keselarasan belanja pusat dan Belanja Daerah.
Pembiayaan Utang Daerah dan Sinergi Pendanaan Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber-sumber Pembiayaan Utang Daerah baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Sebagai dasar pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur seluruh aspek mengenai Pembiayaan Utang Daerah, antara lain mulai dari prinsip umum, prosedur dan tahapan, pengelolaan, pertanggungiawaban dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi, hingga kewajiban dan sanksi atas pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah. Pengaturan tersebut menjadi dasar bagi Daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan Pembiayaan Utang Daerah. Selain itu, dengan terbatasnya pendanaan pembangunan Infrastruktur Daerah, melalui Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah juga mendorong Pemerintah Daerah untuk mewujudkan adanya sinergi antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, kerja sama antar-Daerah, dan kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha, sehingga diharapkan setiap program dan kegiatan pembangunan terlaksana secara tersinergi, sehingga alokasi sumber daya dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.
DAD Peraturan Pemerintah ini memberikan ruang bagi Daerah yang memiliki kapasitas fiskal memadai dan telah memenuhi Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik, untuk dapat membentuk DAD. Pembentukan DAD diharapkan dapat memberikan berbagai manfaatyang bersifat lintas generasi. Selain itu, hasil pengelolaan DAD juga akan menambah penerimaan Daerah. DAD diharapkan dapat membantu Daerah mengoptimalkan kapasitas fiskal yang dimiliki, termasuk SiLPA yang tinggi, untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan lintas generasi di Daerah dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. REPUBUK INDONESIA -4- Dalam rangka memberikan dasar pelaksanaan pembentukan dan pengelolaan DAD bagi Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur pokok-pokok pengaturan pembentukan dan pengelolaan DAD, seperti mulai dari persiapan DAD hingga pemilihan instrumen investasi dan pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. Dengan mengelola DAD, diharapkan Daerah dapat memperbaiki kualitas perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di Daerah sehingga menghasilkan belanja yang berkualitas. IT. PASAL DEMI PASAL