JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 718 hasil yang relevan dengan "kebijakan fiskal untuk ekonomi digital "
Dalam 0.02 detik
Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
PMK 34 TAHUN 2023

Tata Cara Pemberian Penjaminan Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah

  • Ditetapkan: 24 Mar 2023
  • Diundangkan: 27 Mar 2023

Relevan terhadap

Pasal 7Tutup
(1)

Terhadap permohonan Penjaminan Pemerintah yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dengan berkoordinasi dengan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan.

(2)

Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersama dengan Badan Usaha Penjaminan.

(3)

Dalam melakukan evaluasi bersama dengan Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta konfirmasi kapasitas penjaminan Badan Usaha Penjaminan.

(4)

Badan Usaha Penjaminan menyampaikan konfirmasi atas kapasitas penjaminan Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan konfirmasi dari Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.

(5)

Evaluasi dilakukan sejak permohonan Penjaminan Pemerintah dan seluruh lampiran yang menjadi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), telah diterima secara lengkap dan benar oleh Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.

(6)

Evaluasi dilakukan dengan cara:

a.

memeriksa kelengkapan dokumen beserta seluruh lampirannya;

b.

memeriksa informasi terkait:

1.

peruntukan Pinjaman; dan

2.

kelayakan penugasan Penyelenggara CPP, c. melakukan verifikasi terhadap syarat dan ketentuan (terms and conditions ) di dalam rancangan perjanjian Pinjaman; dan

d.

dalam hal Pinjaman diperuntukkan bagi kegiatan investasi, pemeriksaan dilakukan terhadap studi kelayakan yang terdiri atas:

1.

aspek teknis sehubungan dengan dapat tidaknya kegiatan investasi dilaksanakan dari sisi teknis;

2.

manfaat ekonomi dari kegiatan investasi, yang dicerminkan dari manfaat langsung maupun tidak langsung kegiatan investasi terhadap masyarakat dan/atau terhadap fiskal (APBN);

3.

manfaat keuangan yang dicerminkan oleh penurunan biaya dan/atau peningkatan laba dari Pemohon Jaminan; dan

4.

dokumen mengenai analisis dampak lingkungan dan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7)

Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara mempertimbangkan Batas Maksimal Penjaminan.

(8)

Dalam rangka pelaksanaan evaluasi, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta keterangan atau penjelasan dari Pemohon Jaminan.

(9)

Dalam rangka pelaksanaan evaluasi, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara menggunakan pinjaman Pemerintah dan/atau pinjaman BUMN yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah sebagai pembanding untuk menilai kewajaran syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman yang dijamin.

(10)

Syarat dan ketentuan (terms and conditions ) yang diperbandingkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) meliputi:

a.

harga ( pricing ) Pinjaman;

b.

jangka waktu Pinjaman; dan

c.

syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman lainnya.

(11)

Hasil evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah dituangkan dalam berita acara evaluasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

(12)

Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas:

a.

syarat dan ketentuan (terms and conditions ) perjanjian Pinjaman; dan

b.

usulan pihak yang akan melakukan penjaminan.

(13)

Usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf b terdiri atas:

a.

Pemerintah;

b.

Pemerintah bersama dengan Badan Usaha Penjaminan; atau

c.

Badan Usaha Penjaminan.

(14)

Dalam hal Pinjaman yang diajukan oleh Penyelenggara CPP diberikan subsidi, tingkat suku bunga yang dikenakan oleh Pemberi Pinjaman sebelum diberikan subsidi merupakan tingkat suku bunga yang telah disetujui oleh Pemerintah berdasarkan persetujuan syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
40/PUU-XX/2022

Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

    Relevan terhadap

    Halaman 59Tutup

    Semakin banyak dan berkualitas jumlah warga negara yang menjadi Duta Ekonomi Negara yaitu warga negara yang mampu mendatangkan pemasukan dari luar dari berbagi aspek bidang adalah kunci kemakmuran suatu bangsa sejak dahulunya. Kalau zaman kolonial dahulu yang menjadi Duta Ekonomi Negara untuk mendatangkan pemasukan dari luar adalah Tentara melalui penjajahan, sehingga yang perlu dicetak adalah tentara terlatih., tetapi sekarang ini sudah berbeda untuk tujuan yang sama bukan tentara tentara terlatih lagi yang sebagai Duta Ekonomi Negara tetapi Kader- Kader Ekonomi atau minimal Triger-Triger Ekonomi. Mengenai Kader-Kader Ekonomi ini sebagai contoh konkrit terbaru, lihat bagaimana Srilangka saat ini yang diisukan bangkrut padahal punya hutang masih sekitar persepuluhan hutang Indonesia, dan solusi yang diambil negara adalah dengan menyuruh warga nya teriak-teriak agar para perantau kirim uang ke dalam negeri dan sudah terlambat. Perlu menjadi pelajaran bagi rakyat Indonesia, sebelum semua itu terjadi kita perlu orang-orang yang bisa kirim uang dari luar ke negeri ke dalam negeri. Dan tentu saja, pendidikan berbasis keterampilan adalah jalannya. Maka jelaslah, yang Sangat Mendesak untuk maksud Pertaruhan adalah Pendanaan Fastastis pada bidang pendidikan untuk meningkat kualitas demokrasi dan meninggikan tingkat kesejahteraan bukan pada penyelesaian masalah Ibukota oleh Pemerintah Pusat. Sebelum masuk pada pokok bahasan Naskah Akademik lanjutan, diom “tetap bertanya sebelum terjawab” seperti penggal lirik pada bingkai pujangga “kami bertanya, tolong kau jawab dengan cinta” tentunya akan terus bergulir. Dan menjadi tanggung jawab pemerintahlah dan tentunya pemerintah saat ini untuk menjawab, sebagai yang di”untungkan” hasil dari rekapitulasi coblosan lembaran Surat Suara Pemilu 2019 dan menjadikannya sebagai acuan kebijakan kedepan, bukanlah Mahkamah. Mahkamah tidaklah berkepentingan dan tidak diuntungkan dengan coblosan lembaran-lembaran Surat Suara Pemilu yang Pemohon rekap pada tabel- tabel diatas. Tiap untaian jawaban Majelis Hakim pada satu paper persidangan adalah berkenaan dengan putusan, dan tiap putusan Mahkamah oleh Majelis Hakim dianggap selalu Tepat selama diputuskan secara sungguh+sungguh untuk menegakkan keadilan, sesuai hati nurani,

    Thumbnail
    HUKUM KEUANGAN NEGARA
    PP 14 TAHUN 2024

    Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2024 ...

    • Ditetapkan: 13 Mar 2024
    • Diundangkan: 13 Mar 2024
    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN | PERUBAHAN
    24/PMK.07/2020

    Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.07 /2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah ...

    • Ditetapkan: 23 Mar 2020
    • Diundangkan: 23 Mar 2020

    Relevan terhadap

    Pasal 21Tutup
    (1)

    Data SIKD meliputi data keuangan dan data nonkeuangan.

    (2)

    Data SIKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan data-data terkait pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal termasuk Data Transaksi Pemerintah Daerah yang dikelola dengan prinsip tata kelola data.

    (3)

    Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menunjuk unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan untuk melaksanakan tata kelola data.

    (4)

    Unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mempunyai tugas dan wewenang untuk mengkoordinasikan perumusan dan pemantauan penerapan kebijakan dan standar pengelolaan data.

    (5)

    Kebijakan dan standar pengelolaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dikaji ulang sesuai kebutuhan untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data yang dikelola.

    3.

    Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Thumbnail
    HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PERBENDAHARAAN
    PMK 23 TAHUN 2024

    Mekanisme Pengelolaan Hibah Millennium Challenge Corporation

    • Ditetapkan: 16 Apr 2024
    • Diundangkan: 29 Apr 2024

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Millennium Challenge Corporation Amerika Serikat yang selanjutnya disingkat MCC adalah sebuah lembaga yang dibentuk Pemerintah Amerika Serikat untuk menyalurkan hibah dengan misi mengurangi kemiskinan global melalui pendekatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    2.

    Millennium Challenge Account Indonesia II yang selanjutnya disebut MCA Indonesia II adalah lembaga yang mengelola dana hibah MCC.

    3.

    Majelis Wali Amanat Millennium Challenge Account Indonesia II yang selanjutnya disingkat MWA MCA II adalah organ tertinggi dari MCA Indonesia II yang mewakili Pemerintah Indonesia dalam mengelola hibah MCC.

    4.

    Hibah dari Pemerintah Amerika Serikat melalui Millennium Challenge Corporation yang selanjutnya disebut Hibah MCC adalah hibah yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia berdasarkan Grant Agreement Millennium Challenge Compact between The United States of America and The Republic of Indonesia dan Grant Agreement between the Millennium Challenge Corporation and Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency on behalf of The Government of The Republic of Indonesia .

    5.

    Hibah Compact adalah hibah dalam bentuk uang yang menjadi bagian dari Hibah MCC dan dilaksanakan berdasarkan Grant Agreement Millennium Challenge Compact between The United States of America and The Republic of Indonesia dengan nomor register 24VRWDUA . 6. Hibah Compact Development Funding yang selanjutnya disebut Hibah CDF adalah hibah dalam bentuk jasa yang menjadi bagian dari Hibah MCC dan dilaksanakan berdasarkan Grant Agreement between the Millennium Challenge Corporation and Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency on behalf of The Government of The Republic of Indonesia dengan nomor register 2F5C52EA.

    7.

    Pengelola Hibah MCC adalah satuan kerja di lingkungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang mengelola dana Hibah MCC.

    8.

    Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari masing-masing kementerian negara/lembaga, yang disusun menurut bagian anggaran kementerian negara/lembaga.

    9.

    Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.

    10.

    Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

    11.

    Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.

    12.

    Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

    13.

    Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara/ daerah.

    14.

    Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah.

    15.

    Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.

    16.

    Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.

    17.

    Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.

    18.

    Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.

    19.

    Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.

    20.

    Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja yang selanjutnya disingkat SPTB adalah pernyataan tanggung jawab belanja yang dibuat oleh PA/KPA atas transaksi belanja sampai dengan jumlah tertentu.

    21.

    Surat Ketetapan Penggantian di Bidang Pajak dan/atau Kepabeanan yang selanjutnya disingkat SKP2K adalah surat yang ditetapkan oleh KPA sebagai dasar pembayaran penggantian di bidang pajak dan/atau kepabeanan.

    22.

    Kontraktor Utama adalah kontraktor, konsultan, dan pemasok ( supplier ) yang berdasarkan kontrak melaksanakan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang dibiayai dengan hibah luar negeri.

    23.

    Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

    24.

    Lembaga adalah organisasi nonkementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

    25.

    Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

    26.

    Organisasi Nonpemerintah adalah lembaga swadaya masyarakat yang melaksanakan kegiatan yang bersifat nirlaba dan berkedudukan di Indonesia.

    27.

    Kontribusi Pemerintah adalah kontribusi yang disediakan oleh penerima hibah atas nama pemerintah dalam bentuk barang dan/atau jasa, atau uang untuk pelaksanaan Hibah MCC yang ketentuannya mengikuti perjanjian __ Hibah MCC.

    28.

    Unit Pelaksana Program yang selanjutnya disingkat UPP adalah organ pelaksana MCA Indonesia II yang dibentuk oleh MWA MCA II yang bertugas membantu MWA MCA II dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

    29.

    Direktur Eksekutif UPP adalah seseorang pemimpin UPP yang dipilih oleh MWA MCA II melalui proses tender yang kompetitif dan terbuka berdasarkan persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh MWA MCA II.

    30.

    Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.

    31.

    Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan.

    Thumbnail
    CIPTA KERJA Cipta Kerja | HUKUM KEUANGAN NEGARA | CIPTA KERJA
    PP 74 TAHUN 2020

    Lembaga Pengelola Investasi

    • Ditetapkan: 14 Des 2020
    • Diundangkan: 15 Des 2020
    Thumbnail
    DANA BAGI HASIL | SUMBER DAYA ALAM KEHUTANAN
    PMK 55 TAHUN 2024

    Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi

    • Ditetapkan: 21 Agu 2024
    • Diundangkan: 27 Agu 2024

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke Daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.

    2.

    Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang selanjutnya disebut DBH DR adalah bagian Daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan dana reboisasi.

    3.

    Sisa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi Provinsi yang selanjutnya disebut Sisa DBH DR Provinsi adalah selisih lebih antara DBH DR yang telah disalurkan oleh Pemerintah kepada pemerintah provinsi dengan realisasi penggunaan DBH DR yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan selama satu periode tahun anggaran dan/atau beberapa tahun anggaran.

    4.

    Sisa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Sisa DBH DR Kabupaten/Kota adalah DBH DR yang merupakan bagian kabupaten/kota sampai dengan tahun anggaran 2016, yang masih terdapat di rekening kas umum daerah.

    5.

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.

    6.

    Rancangan Kegiatan dan Penganggaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat RKP DBH DR adalah rencana kegiatan dan penganggaran yang dapat dibiayai oleh DBH DR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan diselaraskan dengan program kerja Pemerintah Daerah pada tahun anggaran berjalan.

    7.

    Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    8.

    Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    9.

    Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

    10.

    Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.

    11.

    Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat IIUPH adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.

    12.

    Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari hutan negara.

    13.

    Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

    14.

    Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.

    15.

    Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.

    16.

    Kesatuan Pengelola Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

    17.

    Hasil Hutan Kayu adalah benda-benda hayati yang berupa hasil hutan kayu yang dipungut dari hutan alam.

    18.

    Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati selain kayu baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya yang berasal dari hutan negara.

    19.

    Forestry and Other Land Use Net Sink 2030 yang selanjutnya disebut FOLU Net Sink 2030 adalah upaya pengendalian perubahan iklim dengan sasaran pengurangan laju deforestasi, pengurangan laju degradasi hutan, pengaturan pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan secara lestari, Perhutanan Sosial, rehabilitasi hutan dengan rotasi reguler dan sistematis, rehabilitasi hutan non rotasi pada kondisi lahan kritis dan menurut kebutuhan lapangan, tata kelola restorasi gambut, perbaikan tata air gambut, perbaikan dan konservasi mangrove, konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta pengembangan berbagai instrumen kebijakan baru, pengendalian sistem monitoring, evaluasi dan pelaksanaan komunikasi publik.

    Thumbnail
    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
    34/PUU-XX/2022

    Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

      Relevan terhadap 4 lainnya

      Halaman 19Tutup

      Kemasyarakatan) 2. Anggito Abimanyu (Perspektif Ekonomi dan Pendanaan Berkelanjutan) 3. Erasmus Cahyadi Terre (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) 4. Dr. Fadhil Hasan (Perspektif Ekonomi dan Governance) 5. Avianto Amri (Masyarakat Peduli Bencana Indonesia) 8 Pembicaraan Tingkat I Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (5 orang Pakar) 1. Robert Endi Jaweng (ex KPPOD), perspektif Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal serta Kelembagaan Daerah Virtual 2. Dr. Master P. Tumangor, perspektif Ekonomi, Investasi Pendanaan dan Pengalihan Aset Pansus B 3. Dr. Mukti Ali, Dosen FT Univ Hasanuddin Perspektif Perencanaan Wilayah dan GIS Virtual 4. M. Djailani, AORDA Kalteng (Audiensi) Pansus B 5. Suharyono, IMPI (Audiensi) Virtual 10 Desember 2021 9 Pembicaraan Tingkat I Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (4 orang Pakar) 1. Prof. Satya Arinanto, SH.MH Pakar Hukum HTN FHUI IKN dalam peespektif Hukum Tata Negara Hadir/Virtual 2. Dr. Chazali H. Situmorang Pakar Kebijakan Publik Unas IKN dalam perspektif Kebijakan Publik Hadir 3. Dr. Aminuddin Kasim, SH.MH Pakar HTN Univ Tadulako Sulteng IKN perspektif Kelembagaan Negara Virtual 4. Dr. Pratama Dahlian Persadha Chairman Lembaga Riset Keamanan Si dan dan Komunikasi CISSReC (Communication and Information System Security Research Center Virtual) 11 Desember 2021 10 Pembicaraan Tingkat I Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (7 orang Pakar) 1. Prof Maria S.W. Soemardjono SH, MCL., MPA Pakar Hukum Pertanahan UGM IKN dalam perspektif Hukum Pertanahan Virtual 2. Ananda B. Kusuma Pakar Sejarah Ketatanegaraan IKN dalam perspektif sejarah ketatamegaraan Virtual 3. Dr. Yayat Supriatna Pakar Tata Ruang Univ Trisakti IKN dalam perspektif Tata Ruang, Tata Kota dan Tata Bangunan Hadir 4. Dr. Arief Anshory Yusuf Pakar Ekonomi Perspektif Ilmu Ekonomi Hadir/Virtual 5. Prof Haryo Winarso Pakar Planologi ITB IKN dalam perspektif Perencanaan Kota dan Wilayah Virtual 6. Siti 12 Desember 2021

      Halaman 70Tutup

      NO TGL KEGIATAN KETERANGAN 2. Dr. Master P. Tumanggor (Perspektif Ekonomi) 3. Bapak Robert Endi Jaweng (Perspektif Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal serta Pengalihan Aset) 4. Dr. Suharyono S. Hadiningrat (Ketua Umum Lembaga Kajian Strategis – Inspirasi Merah Putih Indonesia) 5. Mohammad Djailani, S.E., M.B.A. (Ketua Umum Aliansi Pimpinan Ormas Daerah (AORDA) Kalimantan Timur) Undangan: - seluruh Anggota Pansus (30 orang Anggota). 5. Sabtu, 11 Desember 2021 pukul 14.00 WIB – selesai ( vide Lampiran 29) RDPU Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara (Rapat bersifat Terbuka) Menghimpun masukan- masukan dari 4 pakar: 1. Prof. Satya Arinanto, S.H., M.H. (Perspektif Hukum Tata Negara) 2. Dr. Chazali H. Situmorang (Perspektif Kebijakan Publik) 3. Dr. Aminudin Kasim, S.H., M.H., (Perspektif Kelembagaan Negara) 4. Dr. Pratama Dahlian Persadha (Perspektif Teknologi Informasi) Undangan: - seluruh Anggota Pansus (30 orang Anggota).

      Halaman 62Tutup

      Endi Jaweng (ex KPPOD), perspektif Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal serta Kelembagaan Daerah Virtual; Dr. Master P. Tumangor, perspektif Ekonomi, Investasi Pendanaan dan Pengalihan Aset Pansus B; Dr. Mukti Ali, Dosen FT Univ Hasanuddin Perspektif Perencanaan Wilayah dan GIS Virtual; M. Djailani, AORDA Kalteng (Audiensi) Pansus B; dan Suharyono, IMPI (Audiensi) Virtual yang diselenggarakan pada tanggal 10 Desember 2021 ( vide Lampiran 23). 4) RDPU Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (4 orang Pakar), yakni Prof. Satya Arinanto, SH.MH Pakar Hukum HTN FHUI IKN dalam perspektif Hukum Tata Negara Hadir/Virtual; Dr. Chazali H. Situmorang Pakar Kebijakan Publik Unas IKN dalam perspektif Kebijakan Publik Hadir; Dr. Aminuddin Kasim, SH.MH Pakar HTN Univ Tadulako Sulteng IKN perspektif Kelembagaan Negara Virtual; dan Dr. Pratama Dahlian Persadha Chairman Lembaga Riset Keamanan Si dan Komunikasi CISSReC ( Communication and Information System Security Research Center Virtual ), yang diselenggarakan tanggal 11 Desember 2021 ( vide Lampiran 29). 5) RDPU tentang Ibu Kota Negara dengan 7 orang pakar, yakni Prof. Maria S.W. Soemardjono, S.H., MCL, MPA selaku Pakar Hukum Pertanahan UGM; Ananda B. Kusuma selaku Pakar Sejarah Ketatanegaraan IKN; Dr. Yayat Supriatna selaku Pakar Tata Ruang Univ. Trisakti; Dr. Arief Anshory Yusuf selaku Pakar Ekonomi; Prof. Haryo Winarso selaku Pakar Planologi ITB; Siti Jamaliah Lubis selaku Presiden Kongres Advokat Indonesia; Juniver Girsang selaku Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2021 ( vide Lampiran 34); 6) Audiensi dengan Forum Dayak Bersatu tanggal 17 Desember 2021 ( vide Lampiran 47);

      Thumbnail
      SISTEM STATISTIK KEUANGAN | PEMERINTAH
      189/PMK.05/2018

      Sistem Statistik Keuangan Pemerintah Umum

      • Ditetapkan: 31 Des 2018
      • Diundangkan: 31 Des 2018

      Relevan terhadap

      Pasal 3Tutup

      Sistem Statistik Keuangan Pemerintah Umum diselenggarakan dengan tujuan menyajikan informasi mengenai aktivitas dan posisi keuangan sektor Pemerintah Umum secara keseluruhan untuk keperluan analisis fiskal untuk mendukung pengambilan kebijakan/keputusan.

      MenimbangTutup
      a.

      bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, perlu ditetapkan ketentuan mengenai laporan keuangan pemerintah yang dapat menghasilkan statistik keuangan sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal dan penyajian statistik keuangan pemerintah;

      b.

      bahwa agar dihasilkan laporan keuangan pemerintah yang dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengkonsolidasikan data dan informasi keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan sistem statistik keuangan Pemerintah Umum;

      c.

      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Statistik Keuangan Pemerintah Umum;

      Pasal 1Tutup

      Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

      1.

      Sistem Statistik Keuangan Pemerintah Umum adalah suatu sistem pelaporan yang menghasilkan data yang komprehensif atas aktivitas ekonomi dan keuangan sektor pemerintah umum yang dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai manual statistik keuangan Pemerintah Indonesia.

      2.

      Pemerintah Umum adalah sektor dalam statistik keuangan pemerintah yang terdiri dari entitas yang menjalankan fungsi pemerintah sebagai aktivitas utama, yang dibentuk melalui proses politik, dan memiliki otoritas legislatif, yudikatif, dan eksekutif.

      3.

      Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Umum Tingkat Wilayah yang selanjutnya disingkat LSKPU-TW adalah laporan statistik keuangan yang secara komprehensif menyajikan aktivitas ekonomi dan keuangan Pemerintah Umum dalam wilayah suatu provinsi dalam suatu periode berdasarkan klasifikasi statistik keuangan pemerintah.

      4.

      Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Umum Nasional yang selanjutnya disebut LSKPU Nasional adalah laporan manajerial berupa statistik keuangan pemerintah yang secara komprehensif menyajikan aktivitas ekonomi dan keuangan Pemerintah Umum secara nasional dalam suatu periode berdasarkan klasifikasi statistik keuangan pemerintah.

      5.

      Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kanwil DJPb adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

      6.

      Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disebut Direktorat APK adalah salah satu unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan.

      7.

      Sistem Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban pemerintah daerah.

      8.

      Verifikasi Data dan Informasi Keuangan adalah proses pengecekan data dan informasi keuangan yang dilakukan dengan memastikan kelengkapan dan kesesuaian data dan informasi keuangan dengan prinsip/kaidah/metode akuntansi dan/atau statistik keuangan pemerintah.

      9.

      Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disebut Direktorat EPIKD adalah salah satu unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan evaluasi pengelolaan keuangan daerah, pengembangan pendanaan perkotaan, perdesaan, dan kawasan, serta penyelenggaraan teknologi informasi dan penyajian informasi keuangan daerah.

      10.

      Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data dan informasi keuangan yang diproses dengan sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan sumber yang sama.

      11.

      Bagan Akun Standar yang selanjutnya disingkat BAS adalah daftar kodefikasi dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan pelaporan keuangan pemerintah.

      12.

      Mapping adalah suatu proses penyesuaian sistematis berupa reklasifikasi sumber data berupa BAS sistem akuntansi untuk menghasilkan laporan yang sesuai dengan BAS statistik keuangan pemerintah.

      13.

      Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tingkat Wilayah yang selanjutnya disingkat LKPP-TW adalah laporan manajerial yang disusun dengan mengkonsolidasikan data dan informasi keuangan seluruh satuan kerja yang menjadi mitra kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dalam wilayah kerja Kanwil DJPb dengan data dan informasi keuangan unit akuntansi BUN berdasarkan wilayah kerja Kanwil DJPb dan/atau sesuai kebijakan konsolidasi tingkat wilayah selama suatu periode.

      14.

      Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun- akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya, entitas akuntansi dengan entitas akuntansi lainnya sehingga dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian, dengan atau tanpa mengeliminasi akun-akun timbal balik.

      15.

      Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disingkat LKPP adalah laporan keuangan yang disusun oleh pemerintah pusat yang merupakan konsolidasian laporan keuangan kementerian negara/lembaga dan laporan keuangan Bendahara Umum Negara (BUN).

      16.

      Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Konsolidasian Nasional yang selanjutnya disebut LKPDK Nasional adalah laporan manajerial yang disusun dengan mengkonsolidasikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) seluruh pemerintah daerah di wilayah Republik Indonesia dalam suatu periode.

      17.

      Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Konsolidasian Tingkat Wilayah yang selanjutnya disingkat LKPDK-TW adalah laporan manajerial yang disusun dengan mengkonsolidasikan LKPD seluruh pemerintah daerah dalam 1 (satu) wilayah provinsi dalam suatu periode.

      18.

      Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Konsolidasian yang selanjutnya disingkat LSKPDK adalah laporan statistik keuangan yang secara komprehensif menyajikan aktifitas ekonomi dan keuangan pemerintah daerah secara terkonsolidasi yang disusun berdasarkan BAS LKPDK yang di- Mapping dan dikonsolidasi sesuai manual statistik keuangan pemerintah.

      19.

      Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disingkat LSKPP adalah laporan statistik keuangan yang secara komprehensif menyajikan aktivitas ekonomi dan keuangan pemerintah pusat yang disusun berdasarkan Mapping BAS LKPP ke dalam BAS statistik keuangan pemerintah.

      Thumbnail
      RETRIBUSI DAERAH | PAJAK DAERAH
      PP 35 TAHUN 2023

      Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

      • Ditetapkan: 16 Jun 2023
      • Diundangkan: 16 Jun 2023

      Relevan terhadap

      Pasal 129Tutup

      Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan pengawasan pelaksanaan Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya yartg berpotensi:

      a.

      bertentangan dengan kepentingan umum;

      b.

      bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi;

      c.

      tidak sesuai dengan kebijakan fiskal nasional; dan/atau

      d.

      menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha. Pasal 130 (l) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 dilakukan berdasarkan:

      a.

      laporan hasil pemantauan;

      b.

      laporan masyarakat;

      c.

      pemberitaan media;

      d.

      kunjungan lapangan;

      e.

      analisis perkembangan realisasi Pajak dan Retribusi; dan/atau

      f.

      sumber informasi lainnya. (21 Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri berkoordinasi dengan kementerian/lembaga teknis terkait dan/atau Pemerintah Daerah terkait.

      (3)

      Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 terdapat pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian, Menteri merekomendasikan perubahan atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (41 Dalam hal terjadi pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menghasilkan pungutan atau dengan sebutan lain yang dipungut oleh Kepala Daerah diluar yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah wajib menghentikan pungutan berdasarkan rekomendasi menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (5) Atas hasil pungutan atau dengan sebutan lain yang dipungut oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib disetorkan seluruhnya ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 131 (l) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah berdasarkan rekomendasi Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal f 30 ayat (3), paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat rekomendasi diterima. (21 Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

      a.

      pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya;

      b.

      rekomendasi perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya; dan

      c.

      rekomendasi penghentian Pemungutan Paj ak dan/atau Retribusi.

      (3)

      Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima. (41 Dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah. (5) Perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan Perda mengenai Pajak dan Retribusi. Paragraf 5 Sanksi Administratif Terkait Evaluasi Raperda dan Evaluasi Perda

      Pasal 11oTutup
      (1)

      Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran PKB yang disebabkan oleh keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat ^(9) dan/atau kelebihan pembayaran BBNKB kepada gubernur, pengembalian kelebihan pembayaran PKB dan/atau BBNKB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) disetujui, gubernur menerbitkan SKPDLB PKB dan/atau SKPDLB BBNKB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 105. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) disampaikan kepada bupati/wali kota, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) diterbitkan. (4) Gubernur mengembalikan kelebihan pembayaran PKB dan Opsen PKB, atau BBNKB dan Opsen BBNKB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ^paling lama 2 ^(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 5 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Opsen Pajak MBLB Pasal 111 (1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran Pajak MBLB kepada bupati/wali kota, pengembalian kelebihan pembayaran Pajak MBLB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen Pajak MBLB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, bupati/wali kota menerbitkan SKPDLB Pajak MBLB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal lO5. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada gubernur, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan. (4) Gubernur menerbitkan SKPDLB Opsen Pajak MBLB berdasarkan SKPDLB Pajak MBLB, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) diterima. (5) Gubernur dan bupati/wali kota mengembalikan kelebihan pembayaran Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (41, paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 6 Sinergi Pemungutan Opsen Pasal 112 (1) Dalam rangka optimalisasi penerimaan:

      a.

      PKB dan Opsen PKB; dan

      b.

      BBNKB dan Opsen BBNKB, Pemerintah Daerah provinsi bersinergi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (21 Dalam rangka optimalisasi penerimaan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersinergi dengan Pemerintah Daerah provinsi. (3) Sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa sinergi pendanaan untuk biaya yang muncul dalam Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, Opsen BBNKB, Pajak MBLB, dan Opsen Pajak MBLB, atau bentuk sinergi lainnya. Pasal 113 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB dan bentuk sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam implementasi kebijakan yang berdampak pada Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, dan Opsen BBNKB, diatur dalam Perkada provinsi di wilayah kabupaten / kota tersebut berada. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen Pajak MBLB dan bentuk sinergi antara kabupaten/kota dan provinsi dalam implementasi kebijakan ^yang berdampak pada Pemungutan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, diatur dalam Perkada kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi. Paragraf 7 Rekonsiliasi Pajak Pasal I 14 (1) Kepala Daerah pada provinsi yang bersangkutan, dan bank tempat pembayaran PKB, BBNKB, dan ^Pajak MBLB melakukan rekonsiliasi data ^penerimaan ^PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB serta Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB setiap triwulan. REPIIBLIK INDONESIA (2) Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencocokkan:

      a.

      SKPD atau SPTPD;

      b.

      SSPD;

      c.

      rekening koran bank; dan

      d.

      dokumen penyelesaian kekurangan pembayaran Pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. Bagian Kedua Puluh Tiga Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak dan Pemanfaatan Data Paragraf 1 Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Pasal 115 (l) Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kerja sama optimalisasi Pemungutan Pajak dengan:

      a.

      Pemerintah;

      b.

      Pemerintah Daerah lain; dan/atau

      c.

      pihak ketiga. (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi:

      a.

      pertukaran dan/atau pemanfaatan data dan/atau informasi perpajakan, perizinan, serta data dan/atau informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

      b.

      pengawasan Wajib Pajak bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

      c.

      pemanfaatan program atau kegiatan ^peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di bidang perpajakan;

      d.

      pendampingan dan dukungan kapasitas di bidang perpajakan;

      e.

      peningkatan pengetahuan dan kemampuan aparatur atau sumber daya manusia di bidang perpajakan;

      f.

      penggunaan jasa layanan pembayaran oleh pihak ketiga; dan

      g.

      kegiatan lainnya yang dipandang perlu untuk dilaksanakan dengan didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. (3) Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e dan/atau huruf g. (41 Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf ^g. Pasal 116 (1) Pemerintah Daerah dapat:

      a.

      mengajukan penawaran kerja sama kepada pihak yang dituju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l ); dan

      b.

      menerima penawaran kerja sama dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l). (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (21 dituangkan dalam dokumen perjanjian kerja sama atau dokumen lain yang disepakati para pihak.

      (3)

      Khusus untuk bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) huruf a, dokumen perjanjian kerja sama ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama mitra kerja sama. (4) Dokumen perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur ketentuan mengenai:

      a.

      subjek kerja sama;

      b.

      maksud dan tujuan;

      c.

      ruang lingkup;

      d.

      hak dan kewajiban para pihak yang terlibat;

      e.

      ^jangka waktu perjanjian;

      f.

      sumber pembiayaan;

      g.

      penyelesaian perselisihan;

      h.

      sanksi;

      i.

      korespondensi; dan

      j.

      perubahan. Paragraf 2 Penghimpunan Data dan/atau Informasi Elektronik dalam Pemungutan Pajak Pasal 117 (1) Dalam rangka optimalisasi Pemungutan Pajak, Pemerintah Daerah dapat meminta data dan/atau informasi kepada pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan. (2) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data dan/atau informasi yang berkaitan dengan orang pribadi atau Badan yang terdaftar dan memiliki peredaran usaha. BAB IV PAJAK DAN RETRIBUSI DALAM RANGKA MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA DAN BERINVESTASI SERTA EVALUASI RAPERDA DAN PERDA PAJAK DAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Pajak dan Retribusi dalam rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi Paragraf 1 Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 118 (l) Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang telah ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi. (2) Program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proyek strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. (3) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (4) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur:

      a.

      proyek strategis nasional yang mendapat fasilitas penyesuaian tarif;

      b.

      jenis Pajak dan/atau Retribusi yang akan disesuaikan;

      c.

      besaran penyesuaian tarif;

      d.

      mulai berlakunya penyesuaian tarif;

      e.

      ^jangka waktu penyesuaian tarif; dan

      f.

      Daerah yang melakukan penyesuaian tarif. Pasal 119 (1) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dikoordinasikan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian. (21 Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diusulkan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian kepada Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 2 Pelaksanaan Pemantauan Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 120 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi mengikuti besaran tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3). (21 Kementerian/lembaga teknis terkait melakukan pemantauan atas pelaksanaan Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4). (3) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Menteri.

      (4)

      Dalam hal jangka waktu penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3) berakhir, tarif yang ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi dapat diberlakukan kembali. Bagian Kedua Evaluasi dan Pengawasan Pajak dan Retribusi Paragraf I Evaluasi Rancangan Perda Provinsi mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 121 (1) Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan gubemur melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:

      a.

      latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:

      l.

      dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;

      2.

      proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan

      3.

      dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD provinsi dan gubernur. REPIJBUK INDONESIA Pasal 122 (1) Evaluasi rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap r€rncangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (41 Evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (6) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangErn Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan hasil evaluasi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3). -to2- (71 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada gubernur, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetujuan atau penolakan. (9) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 123 (1) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (8), disertai dengan alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh gubernur bersama DPRD provinsi dengan memperbaiki rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh gubernur. (3) Dalam hal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. I Paragraf 2 Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/ Kota mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 124 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan bupati/wali kota melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:

      a.

      latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:

      1.

      dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;

      2.

      proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan

      3.

      dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota. Pasal 125 (1) Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri. -to4- (21 Gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling larna 12 (dua belas) hari keg'a terhitung sejak tanggal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/ kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh gubernur dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (4) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 kepada gubernur. (6) Gubernur melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan hasil evaluasi oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3). a, PIT*{FTiII REPI.'BLIK INDONESIA (71 Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetqjuan atau penolakan. (9) Dalam ha1 hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 126 (1) Hasil evaluasi bempa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (8), disertai alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota bersama DPRD kabupaten/ kota dengan memperbaiki rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kembali kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh bupati/wali kota. (3) Dalam hal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Evaluasi Perda mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 127 (1) Kepala Daerah wajib menyampaikan Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang telah ditetapkan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. (4) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41, Perda mengenai Pajak dan Retribusi bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau kebijakan fiskal nasional, Menteri merekomendasikan untuk dilakukan perubahan atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Perda mengenai Pajak dan Retribusi diterima. -to7- Pasal 128 (1) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Menteri berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (5), paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat rekomendasi diterima. (21 Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

      a.

      pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian Perda mengenai Pajak dan Retribusi;

      b.

      rekomendasi perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi; dan

      c.

      rekomendasi penghentian Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi. (3) Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam ^jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima. (41 Dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah. (5) Perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan Perda mengenai Pajak dan Retribusi. Paragraf 4 Pengawasan Pelaksanaan Perda mengenai Pajak dan Retribusi

      • 1
      • ...
      • 17
      • 18
      • 19
      • ...
      • 72