Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap 2 lainnya
jelas justru membuktikan bahwa materi muatan dalam UU HPP tidak berlandaskan pada (i) “asas keadilan” yang mengharuskan “pengaturan perpajakan menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat”, (ii) “asas kemanfaatan” yang menentukan bahwa “pengaturan perpajakan bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum”, dan (iv) "asas kepentingan nasional" yang mempersyaratkan “pelaksanaan perpajakan mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya” (vide Penjelasan Pasal 1 ayat (1) huruf a, e dan f UU HPP). 26. Di samping itu, menilik bunyi Bagian “Menimbang” huruf b dan c dari UU HPP, maka dapat disimpulkan bahwa pembentukan UU HPP dimaksudkan antara lain “untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian” dengan cara melakukan “strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak”, yang antara lain dilakukan melalui “penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak” sehingga diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang antara lain PPh, PPN dan Cukai, di mana maksud itu kemudian dipertegas kembali dalam Penjelasan bagian I. UMUM yang menyatakan sebagai berikut: “ I. UMUM Untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan guna mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan berbagai upaya dari Pemerintah untuk mengambil berbagai langkah kebijakan fiskal yang konsolidatif. Kebijakan fiskal yang konsolidatif tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan langkah strategis yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak ( tax ratio ) yang antara lain melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak , reformasi administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Pada tataran global, negara-negara di dunia juga menerapkan berbagai kebijakan perpajakan yang diharapkan mampu untuk meningkatkan penerimaan dengan memperluas basis pajak dan melakukan penyesuaian tarif pajak. Dalam rangka peningkatan rasio pajak (tax ratio) , Pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain melalui reformasi perpajakan yang berfokus pada organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi berbasis data, proses bisnis, dan regulasi perpajakan . Hal ini dilaksanakan di antaranya dengan peningkatan fungsi pelayanan, implementasi program Pengampunan Pajak, pelaksanaan skema Automatic Exchange of Financial Account Information , penguatan' efektifitas fungsi ekstensifikasi, dan penegakan hukum. Namun, hal tersebut belum cukup untuk mengimbangi perubahan pola bisnis dan
dinamika globalisasi yang sangat dinamis serta mengatasi praktik aggressiue tax planning yang ada. Oleh karena itu, sejalan dengan reformasi perpajakan secara berkesinambungan khususnya pada aspek regulasi dan proses bisnis, diperlukan penyesuaian pengaturan kebijakan perpajakan yang bersifat komprehensif, konsolidatif, dan harmonis, sehingga perlu membentuk Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Penyesuaian pengaturan kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian; mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera ; mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum; melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis perpajakan; dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak”. Penerimaan pajak dipandang oleh Pemerintah (dalam hal ini Negara) belum dapat dilakukan secara maksimal dan oleh karenanya perlu untuk dilakukan perubahan antara lain melalui regulasi yang memungkinkan obyek pajak yang sebelumnya dikecualikan dari pengenaan pajak untuk dihapuskan sehingga menjadi obyek yang dapat dikenai pajak, antara lain dengan mengubah obyek PPN dalam UU PPN. Selain itu, juga dilakukan lagi progam pengampunan pajak untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Namun demikian, yang terjadi justru sebaliknya karena upaya meningkatkan penerimaan pajak itu ternyata malah melanggar hak-hak asasi masyarakat yang dijamin dalam UUD 1945. IV. PETITUM Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, adalah sah dan berdasarkan hukum, apabila Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan materi muatan Pasal 7 ayat (3) dalam Pasal 3 angka 3 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6736) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: _Penyesuaian besarnya: _ _a. Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan _ b. batasan peredaran bruto tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
Semakin banyak dan berkualitas jumlah warga negara yang menjadi Duta Ekonomi Negara yaitu warga negara yang mampu mendatangkan pemasukan dari luar dari berbagi aspek bidang adalah kunci kemakmuran suatu bangsa sejak dahulunya. Kalau zaman kolonial dahulu yang menjadi Duta Ekonomi Negara untuk mendatangkan pemasukan dari luar adalah Tentara melalui penjajahan, sehingga yang perlu dicetak adalah tentara terlatih., tetapi sekarang ini sudah berbeda untuk tujuan yang sama bukan tentara tentara terlatih lagi yang sebagai Duta Ekonomi Negara tetapi Kader- Kader Ekonomi atau minimal Triger-Triger Ekonomi. Mengenai Kader-Kader Ekonomi ini sebagai contoh konkrit terbaru, lihat bagaimana Srilangka saat ini yang diisukan bangkrut padahal punya hutang masih sekitar persepuluhan hutang Indonesia, dan solusi yang diambil negara adalah dengan menyuruh warga nya teriak-teriak agar para perantau kirim uang ke dalam negeri dan sudah terlambat. Perlu menjadi pelajaran bagi rakyat Indonesia, sebelum semua itu terjadi kita perlu orang-orang yang bisa kirim uang dari luar ke negeri ke dalam negeri. Dan tentu saja, pendidikan berbasis keterampilan adalah jalannya. Maka jelaslah, yang Sangat Mendesak untuk maksud Pertaruhan adalah Pendanaan Fastastis pada bidang pendidikan untuk meningkat kualitas demokrasi dan meninggikan tingkat kesejahteraan bukan pada penyelesaian masalah Ibukota oleh Pemerintah Pusat. Sebelum masuk pada pokok bahasan Naskah Akademik lanjutan, diom “tetap bertanya sebelum terjawab” seperti penggal lirik pada bingkai pujangga “kami bertanya, tolong kau jawab dengan cinta” tentunya akan terus bergulir. Dan menjadi tanggung jawab pemerintahlah dan tentunya pemerintah saat ini untuk menjawab, sebagai yang di”untungkan” hasil dari rekapitulasi coblosan lembaran Surat Suara Pemilu 2019 dan menjadikannya sebagai acuan kebijakan kedepan, bukanlah Mahkamah. Mahkamah tidaklah berkepentingan dan tidak diuntungkan dengan coblosan lembaran-lembaran Surat Suara Pemilu yang Pemohon rekap pada tabel- tabel diatas. Tiap untaian jawaban Majelis Hakim pada satu paper persidangan adalah berkenaan dengan putusan, dan tiap putusan Mahkamah oleh Majelis Hakim dianggap selalu Tepat selama diputuskan secara sungguh+sungguh untuk menegakkan keadilan, sesuai hati nurani,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan perubahannya.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya.
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu.
Aset Kripto adalah komoditi tidak berwujud yang berbentuk aset digital, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer , dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.
Penjual Aset Kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan dan/atau pertukaran Aset Kripto.
Pembeli Aset Kripto adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Aset Kripto dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Aset Kripto tersebut.
Pedagang Fisik Aset Kripto adalah pihak yang telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi, untuk melakukan transaksi Aset Kripto baik atas nama diri sendiri dan/atau memfasilitasi transaksi Penjual Aset Kripto atau Pembeli Aset Kripto.
Penambang Aset Kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan verifikasi transaksi Aset Kripto untuk mendapatkan imbalan berupa aset kripto, baik sendiri-sendiri maupun dalam kelompok penambang aset kripto ( mining pool ).
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan Aset Kripto, termasuk Pedagang Fisik Aset Kripto.
Sarana Elektronik adalah sarana komunikasi melalui sistem elektronik yang digunakan dalam perdagangan Aset Kripto, diantaranya mencakup pernyataan, deklarasi, permintaan, pemberitahuan atau permohonan, konfirmasi, penawaran atau penerimaan terhadap penawaran, yang memuat kesepakatan para pihak untuk pembentukan atau pelaksanaan perjanjian.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, objek Pajak Pertambahan Nilai dan/atau bukan objek Pajak Pertambahan Nilai, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk suatu Masa Pajak.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi adalah Surat Pemberitahuan Masa yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut Pajak Penghasilan untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis Pajak Penghasilan dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh pemotong/pemungut Pajak Penghasilan sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan dan menunjukkan besarnya Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut.
Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi adalah dokumen berupa formulir kertas atau dokumen elektronik yang memuat data atau informasi pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan tertentu dan kedudukannya dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi berformat standar.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ...
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu Yang Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan daya beli masyarakat di sektor industri kendaraan bermotor guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, perlu diberikan dukungan Pemerintah terhadap sektor industri kendaraan bermotor tersebut;
bahwa untuk mewujudkan dukungan Pemerintah bagi sektor industri kendaraan bermotor dan keberlangsungan dunia usaha sektor industri kendaraan bermotor sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu diberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor tertentu yang ditanggung Pemerintah;
bahwa belum terdapat pengaturan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Ditanggung Pemerintah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor tertentu sehingga perlu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021;
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
Relevan terhadap
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian menyelenggarakan fungsi:
pemberian bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis pendaftaran Wajib Pajak dan Objek Pajak;
pemberian bimbingan pengamatan potensi perpajakan;
pemberian bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis ekstensifikasi Wajib Pajak;
pemberian bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan Wajib Pajak baru dan Wajib Pajak yang belum pernah setor dan lapor sejak pertama kali terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak;
pelaksanaan analisis dan rekomendasi penetapan tempat terdaftar Wajib Pajak di atau dari Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar;
pemberian bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis pendataan, pemetaan Wajib Pajak dan objek pajak, dan dukungan pemutakhiran basis data pajak;
pemberian bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis penilaian dan pengenaan untuk tujuan perpajakan; dan
pemberian bimbingan pengawasan dan pemantauan tindak lanjut pengampunan pajak Wajib Pajak baru.
Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Direktur Jenderal Anggaran melaksanakan evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP setelah penyampaian usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diterima.
Evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
evaluasi penerapan dasar pertimbangan usulan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); dan
evaluasi atas ketentuan yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Dalam melakukan evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran dapat berkoordinasi dengan:
unit eselon I lain di lingkungan Kementerian Keuangan; dan/atau
Kementerian/Lembaga lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Instansi Pengelola PNBP.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berasal dari objek PNBP Pemanfaatan Sumber Daya Alam, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP tersebut terhadap perpajakan, PNBP, dana bagi hasil, dan pendapatan asli daerah.
Evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk mempertimbangkan pajak daerah dan retribusi daerah yang dikenakan atas objek PNBP Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berdampak langsung kepada harga jual produk/jasa yang secara dominan menjadi komponen penghitung inflasi, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP tersebut terhadap inflasi.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berasal dari objek PNBP Pengelolaan Barang Milik Negara berupa penggunaan Barang Milik Negara, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Petunjuk teknis mengenai evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Bab IV huruf A dan B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran PKB yang disebabkan oleh keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat ^(9) dan/atau kelebihan pembayaran BBNKB kepada gubernur, pengembalian kelebihan pembayaran PKB dan/atau BBNKB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) disetujui, gubernur menerbitkan SKPDLB PKB dan/atau SKPDLB BBNKB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 105. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) disampaikan kepada bupati/wali kota, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) diterbitkan. (4) Gubernur mengembalikan kelebihan pembayaran PKB dan Opsen PKB, atau BBNKB dan Opsen BBNKB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ^paling lama 2 ^(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 5 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Opsen Pajak MBLB Pasal 111 (1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran Pajak MBLB kepada bupati/wali kota, pengembalian kelebihan pembayaran Pajak MBLB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen Pajak MBLB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, bupati/wali kota menerbitkan SKPDLB Pajak MBLB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal lO5. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada gubernur, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan. (4) Gubernur menerbitkan SKPDLB Opsen Pajak MBLB berdasarkan SKPDLB Pajak MBLB, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) diterima. (5) Gubernur dan bupati/wali kota mengembalikan kelebihan pembayaran Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (41, paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 6 Sinergi Pemungutan Opsen Pasal 112 (1) Dalam rangka optimalisasi penerimaan:
PKB dan Opsen PKB; dan
BBNKB dan Opsen BBNKB, Pemerintah Daerah provinsi bersinergi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (21 Dalam rangka optimalisasi penerimaan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersinergi dengan Pemerintah Daerah provinsi. (3) Sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa sinergi pendanaan untuk biaya yang muncul dalam Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, Opsen BBNKB, Pajak MBLB, dan Opsen Pajak MBLB, atau bentuk sinergi lainnya. Pasal 113 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB dan bentuk sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam implementasi kebijakan yang berdampak pada Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, dan Opsen BBNKB, diatur dalam Perkada provinsi di wilayah kabupaten / kota tersebut berada. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen Pajak MBLB dan bentuk sinergi antara kabupaten/kota dan provinsi dalam implementasi kebijakan ^yang berdampak pada Pemungutan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, diatur dalam Perkada kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi. Paragraf 7 Rekonsiliasi Pajak Pasal I 14 (1) Kepala Daerah pada provinsi yang bersangkutan, dan bank tempat pembayaran PKB, BBNKB, dan ^Pajak MBLB melakukan rekonsiliasi data ^penerimaan ^PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB serta Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB setiap triwulan. REPIIBLIK INDONESIA (2) Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencocokkan:
SKPD atau SPTPD;
SSPD;
rekening koran bank; dan
dokumen penyelesaian kekurangan pembayaran Pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. Bagian Kedua Puluh Tiga Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak dan Pemanfaatan Data Paragraf 1 Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Pasal 115 (l) Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kerja sama optimalisasi Pemungutan Pajak dengan:
Pemerintah;
Pemerintah Daerah lain; dan/atau
pihak ketiga. (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi:
pertukaran dan/atau pemanfaatan data dan/atau informasi perpajakan, perizinan, serta data dan/atau informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pengawasan Wajib Pajak bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemanfaatan program atau kegiatan ^peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di bidang perpajakan;
pendampingan dan dukungan kapasitas di bidang perpajakan;
peningkatan pengetahuan dan kemampuan aparatur atau sumber daya manusia di bidang perpajakan;
penggunaan jasa layanan pembayaran oleh pihak ketiga; dan
kegiatan lainnya yang dipandang perlu untuk dilaksanakan dengan didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. (3) Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e dan/atau huruf g. (41 Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf ^g. Pasal 116 (1) Pemerintah Daerah dapat:
mengajukan penawaran kerja sama kepada pihak yang dituju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l ); dan
menerima penawaran kerja sama dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l). (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (21 dituangkan dalam dokumen perjanjian kerja sama atau dokumen lain yang disepakati para pihak.
Khusus untuk bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) huruf a, dokumen perjanjian kerja sama ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama mitra kerja sama. (4) Dokumen perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur ketentuan mengenai:
subjek kerja sama;
maksud dan tujuan;
ruang lingkup;
hak dan kewajiban para pihak yang terlibat;
^jangka waktu perjanjian;
sumber pembiayaan;
penyelesaian perselisihan;
sanksi;
korespondensi; dan
perubahan. Paragraf 2 Penghimpunan Data dan/atau Informasi Elektronik dalam Pemungutan Pajak Pasal 117 (1) Dalam rangka optimalisasi Pemungutan Pajak, Pemerintah Daerah dapat meminta data dan/atau informasi kepada pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan. (2) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data dan/atau informasi yang berkaitan dengan orang pribadi atau Badan yang terdaftar dan memiliki peredaran usaha. BAB IV PAJAK DAN RETRIBUSI DALAM RANGKA MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA DAN BERINVESTASI SERTA EVALUASI RAPERDA DAN PERDA PAJAK DAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Pajak dan Retribusi dalam rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi Paragraf 1 Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 118 (l) Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang telah ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi. (2) Program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proyek strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. (3) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (4) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur:
proyek strategis nasional yang mendapat fasilitas penyesuaian tarif;
jenis Pajak dan/atau Retribusi yang akan disesuaikan;
besaran penyesuaian tarif;
mulai berlakunya penyesuaian tarif;
^jangka waktu penyesuaian tarif; dan
Daerah yang melakukan penyesuaian tarif. Pasal 119 (1) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dikoordinasikan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian. (21 Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diusulkan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian kepada Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 2 Pelaksanaan Pemantauan Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 120 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi mengikuti besaran tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3). (21 Kementerian/lembaga teknis terkait melakukan pemantauan atas pelaksanaan Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4). (3) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Menteri.
Dalam hal jangka waktu penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3) berakhir, tarif yang ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi dapat diberlakukan kembali. Bagian Kedua Evaluasi dan Pengawasan Pajak dan Retribusi Paragraf I Evaluasi Rancangan Perda Provinsi mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 121 (1) Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan gubemur melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD provinsi dan gubernur. REPIJBUK INDONESIA Pasal 122 (1) Evaluasi rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap r€rncangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (41 Evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (6) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangErn Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan hasil evaluasi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3). -to2- (71 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada gubernur, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetujuan atau penolakan. (9) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 123 (1) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (8), disertai dengan alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh gubernur bersama DPRD provinsi dengan memperbaiki rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh gubernur. (3) Dalam hal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. I Paragraf 2 Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/ Kota mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 124 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan bupati/wali kota melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota. Pasal 125 (1) Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri. -to4- (21 Gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling larna 12 (dua belas) hari keg'a terhitung sejak tanggal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/ kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh gubernur dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (4) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 kepada gubernur. (6) Gubernur melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan hasil evaluasi oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3). a, PIT*{FTiII REPI.'BLIK INDONESIA (71 Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetqjuan atau penolakan. (9) Dalam ha1 hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 126 (1) Hasil evaluasi bempa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (8), disertai alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota bersama DPRD kabupaten/ kota dengan memperbaiki rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kembali kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh bupati/wali kota. (3) Dalam hal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Evaluasi Perda mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 127 (1) Kepala Daerah wajib menyampaikan Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang telah ditetapkan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. (4) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41, Perda mengenai Pajak dan Retribusi bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau kebijakan fiskal nasional, Menteri merekomendasikan untuk dilakukan perubahan atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Perda mengenai Pajak dan Retribusi diterima. -to7- Pasal 128 (1) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Menteri berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (5), paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat rekomendasi diterima. (21 Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian Perda mengenai Pajak dan Retribusi;
rekomendasi perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi; dan
rekomendasi penghentian Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi. (3) Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam ^jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima. (41 Dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah. (5) Perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan Perda mengenai Pajak dan Retribusi. Paragraf 4 Pengawasan Pelaksanaan Perda mengenai Pajak dan Retribusi
Tata Cara Pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan untuk Pelaksanaan Kewajiban Penjaminan Pemerintah
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA CADANGAN PENJAMINAN UNTUK PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENJAMINAN PEMERINTAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah adalah alokasi dana yang tersedia yang digunakan un tuk melunasi kewajiban penjaminan yang timbul akibat pemberian jaminan pemerintah sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara beserta perubahannya pada tahun anggaran berjalan.
Jaminan Pemerintah adalah jaminan yang diberikan Pemerintah terhadap pembayaran kewajiban badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah kepada kreditur yang memberikan pinjaman perbankan atau pembayaran kewajiban penanggung jawab proyek kerja sama kepada badan usaha dalam proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur atau pembayaran kewajiban penanggung jawab proyek strategis nasional kepada badan usaha dalam proyek strategis nasional.
Penerima Jaminan adalah kreditur yang menjadi pihak yang memberikan pinjaman dalam perjanjian pinjaman atau badan usaha penyedia infrastruktur dalam perjanjian kerja sama pemerintah dengan badan usaha, yang mendapatkan jaminan dari Pemerintah atas haknya sesuai yang diperjanjikan. jdih.kemenkeu.go.id 4. Badan Usaha adalah badan usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur atau proyek strategis nasional.
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah badan usaha yang didirikan oleh Pemerintah dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Infrastruktur serta telah diberikan modal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur.
Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha adalah kerja sama antara pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Pihak Terjamin adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah/pemerintah daerah/ penanggung jawab proyek kerja sama/penanggung jawab Proyek Strategis Nasional yang bekerja sama dengan Penerima Jaminan berdasarkan perjanjian pinjaman/kerja sama.
Dana Cadangan Penjaminan adalah dana hasil akumulasi dari Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah dalam tahun anggaran berjalan yang dipindahbukukan ke dalam rekening dana cadangan penjaminan pemerintah atau sumber lain berupa imbal jasa penjaminan, penerimaan piutang akibat timbulnya regres, dan dikelola dalam rekening dana cadangan penjaminan pemerintah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Rekening Lain Bank Indonesia Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah yang selanjutnya disebut Rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah jdih.kemenkeu.go.id 42 adalah rekening milik Menteri selaku Bendahara Umum Negara yang digunakan untuk mengelola Dana Cadangan Penjaminan.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Rekening Investasi BUN yang selanjutnya disingkat RIBUN adalah rekening tempat penampungan dana dan/atau imbal hasil investasi pemerintah.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah Kuasa BUN Pusat dan Kuasa BUN di daerah.
Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan sebagai Kuasa BUN.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari Pengguna Anggaran untuk menggunakan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN adalah unit akuntansi instansi yang melakukan akuntansi dan pelaporan keuangan pada tingkat satuan kerja Bagian Anggaran BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh menteri/kepala lembaga selaku Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Menteri selaku BUN.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. jdih.kemenkeu.go.id 24. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM.
Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Administrasi Piutang adalah penyusunan dan pelaksanaan perjanjian, pencatatan, penagihan, dan pelaporan piutang dan/atau regres yang timbul akibat pembayaran Jaminan Pemerintah.
Regres adalah hak penjamin untuk menagih Pihak Terjamin atas apa yang telah dibayarkannya kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban finansial Pihak Terjamin.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan.
Operator Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat OIP adalah pelaksana fungsi operasional yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menteri.
Komite Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat KIP adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi supervisi dalam pengelolaan Investasi Pemerintah.
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 6 lainnya
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……….. (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KESATU : Menetapkan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (3) Alamat :
....................................... (4) KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berupa:
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar ………….. (5) % (………….. (6) persen) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari...……….. (7); dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar...……….. (5) % (………….. (6) persen), untuk jangka waktu...……….. (8) (………….. (9)) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. KETIGA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka...………... (10) sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha Nomor...………... (11) tertanggal...………... (12) dengan Nomor Proyek...………... (13) sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. KELIMA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA dapat dicabut dalam hal:
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
ketidaksesuaian realisasi Kegiatan Usaha Utama pada sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara;
tidak merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis;
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
berhenti melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. KEENAM : Keputusan Menteri ini dipersamakan sebagai surat keterangan pembebasan dari pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. KETUJUH : Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEENAM berlaku sejak ditetapkannya Keputusan Menteri ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. KEDELAPAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra………(14);
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (15);
Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………... (16); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di Ibu Kota Nusantara pada tanggal...…………... (17) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL ……………... (18) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...…(2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA PENJELASAN ATAS PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA 1. Wajib Pajak memiliki Perizinan Berusaha Nomor...……… (11) tanggal ………… (12), dengan Nomor Proyek...……… (13).
Lokasi usaha/proyek di...……… (19). 3. Berdasarkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1:
kegiatan usaha utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (20), KBLI...……… (21) Uraian KBLI...……… (22) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (23).
rencana penanaman modal senilai Rp...……… (24) (………… (25) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp...……… (26) 2. Bangunan/Gedung Rp...……… (27) 3. Mesin Peralatan Rp...……… (28) 4. Lain-lain Rp...……… (29) Total Rp...……… (24) 4. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 3, dan penghasilan dimaksud diterima atau diperoleh dari...……… (7).
Penghasilan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara wajib:
merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diterbitkan;
menyampaikan:
laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
ii. laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dilarang:
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
menggunakan pinjaman dalam rangka pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra yang diperoleh dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024, selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pemanfaatan seluruh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA Keputusan Menteri ini mengacu pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,...…………... (18) . PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
100%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
85%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (7) : Diisi dengan:
kegiatan investasi atau pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
penanam modal luar negeri, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d dan huruf j Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, dan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
25 Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2035; atau
20 Tahun Pajak, untuk Penanaman modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045. Nomor (9) : Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (10) : Diisi dengan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, dalam hal dalam hal pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) : Diisi dengan nomor Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (12) : Diisi dengan tanggal Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (13) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (14) Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara Nomor (15) : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (16) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (17) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (18) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (19) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (20) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (21) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (22) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (23) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (24) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (25) : Diisi dengan terbilang nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (26) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah. Nomor (27) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung. Nomor (28) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan. Nomor (29) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain. M. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA .................................................(2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara.
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Kepala Otorita adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Daerah Mitra adalah kawasan tertentu di Pulau Kalimantan yang dibentuk untuk pembangunan dan pengembangan superhub ekonomi Ibu Kota Nusantara, yang bekerja sama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara, dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Otorita.
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan yang dipotong berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pusat Keuangan yang selanjutnya disebut Financial Center adalah area yang ditetapkan sebagai konsentrasi layanan jasa keuangan serta pusat pengembangan teknologi dan layanan pendukung bidang jasa keuangan.
Kegiatan Usaha Utama adalah rincian bidang usaha sebagaimana tercantum dalam perizinan usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Saat Mulai Beroperasi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses lebih lanjut.
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (o nline single submission ) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga OSS untuk penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Penghasilan Bruto adalah semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Perjanjian Kerja Sama adalah perjanjian antara Wajib Pajak dengan sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, balai latihan kerja, atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, Otorita Ibu Kota Nusantara, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota bagi perorangan yang tidak terikat hubungan kerja dengan pihak manapun, dalam rangka penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu.
Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah.
Pengembangan adalah kegiatan untuk peningkatan manfaat dan daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah terbukti kebenaran dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi.
Komersialisasi adalah kegiatan produksi di Indonesia dan penjualan atas barang dan/atau jasa hasil Penelitian dan Pengembangan.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya .
Hak Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disebut Hak PVT adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul karena hasil olah pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi kehidupan manusia.
Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk instansi pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai.
Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada Pemberi Kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh ( full time ) dalam pekerjaan tersebut.
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang selanjutnya disebut Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila Pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh Pemberi Kerja.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian Jasa Kena Pajak tersebut.
Surat Keterangan Tidak Dipungut yang selanjutnya disingkat SKTD adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak strategis tertentu berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut SKB PPnBM adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak diberikan pengecualian melalui pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang- Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidang keuangan.
Hibah adalah pemberian/bantuan barang secara cuma- cuma tanpa syarat pembayaran dari pemberi dan/atau pengirim tertentu kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Pihak Ketiga adalah badan usaha yang melakukan kontrak kerja sama dengan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Pihak Lain adalah pihak yang melakukan importasi atas penerimaan hibah kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang tidak melalui pencatatan dalam anggaran pendapatan belanja negara.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai.
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
Perusahaan adalah perusahaan yang melaksanakan pembangunan industri atau pengembangan industri dalam rangka Penanaman Modal dan khusus untuk Penanaman Modal Asing harus berbentuk perseroan terbatas.
Pembangunan adalah pembangunan industri berupa pendirian Perusahaan atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
Pengembangan Industri adalah pengembangan Perusahaan atau pabrik yang telah ada meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi.
Fasilitas Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disebut Fasilitas PDRI adalah kemudahan pajak berupa Pajak Pertambahan Nilai impor tidak dipungut dan pembebasan pemungutan Pajak Penghasilan dalam rangka impor.
Produk Dalam Negeri adalah barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, menggunakan seluruh atau sebagian tenaga kerja warga negara Indonesia, dan prosesnya menggunakan bahan baku atau komponen yang seluruh atau sebagian berasal dari dalam negeri.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……….. (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KESATU : Menetapkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (9) Alamat :
....................................... (10) dapat dimanfaatkan Wajib Pajak sejak Tahun Pajak...(11) ^ KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berupa:
% (………….. (13) persen) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari...……….. (14)); dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar...……….. (12) % (………….. (13) persen) untuk jangka waktu...……….. (15) (………….. (16)) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial, dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. KETIGA : Penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berdasarkan pertimbangan:
saat pertama kali kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara telah beroperasi komersial (Saat Mulai Beroperasi Komersial) dilakukan pada tanggal...………. (17);
Perizinan Berusaha sebagaimana tercantum dalam dokumen nomor…………. (18) tanggal...………. (19);
realisasi Kegiatan Usaha Utama telah sesuai dengan rencana cakupan bidang usaha sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor...………. (5). KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak……….(20);
Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………. (21); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di Ibu Kota Nusantara pada tanggal...………. (22) KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (23) …………. (24) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA PENJELASAN ATAS PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA 1. Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka Penanaman Modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha Nomor...……… (18) tanggal...……… (19), dengan Nomor Proyek...……… (25).
Lokasi usaha/proyek di...……… (26). 3. Nilai rencana Penanaman Modal berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan nomor...……(5) sebesar Rp...……… (27) (………… (28) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (29) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (30) 3. Mesin Peralatan Rp………… (31) 4. Lain-lain Rp………… (32) Total Rp………… (27) 4. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan nomor………(7) tanggal………(8) kegiatan usaha utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (33), KBLI...……… (34) Uraian KBLI...……… (35) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (36). Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (37) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (38) 3. Mesin Peralatan Rp………… (39) 4. Lain-lain Rp………… (40) Total Rp………… (41) 5. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 4, dan penghasilan dimaksud diterima atau diperoleh dari...……… (14).
Penghasilan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara wajib:
menyampaikan:
laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
ii. laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dilarang:
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
menggunakan pinjaman dalam rangka pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra yang diperoleh dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Peraturan Menteri Keuangan Nomor..... Tahun 2024, selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (23)...………. (24) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan tanggal penyampaian permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan tanggal permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diterima secara lengkap. Nomor (5) Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (6) Diisi dengan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (9) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) Diisi dengan Tahun Pajak mulai pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara/Saat Mulai Beroperasi Komersial. Nomor (12) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
100%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
85%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (13) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (14) : Diisi dengan:
kegiatan investasi atau pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
penanam modal luar negeri, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf d dan huruf j Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, dan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (15) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
25 Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2035; atau
20 Tahun Pajak, untuk Penanaman modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045. Nomor (16) Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (17) : Diisi dengan tanggal saat pertama kali kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara telah beroperasi komersial (Saat Mulai Beroperasi Komersial). Nomor (18) : Diisi dengan nomor dokumen Perizinan Berusaha. Nomor (19) : Diisi dengan tanggal dokumen Perizinan Berusaha. Nomor (20) : Diisi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar. Nomor (21) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (22) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (23) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara. Nomor (24) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (25) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (26) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (27) : Diisi dengan rencana Penanaman Modal berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (28) : Diisi dengan jumlah terbilang rencana Penanaman Modal berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (29) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah. Nomor (30) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung. Nomor (31) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan. Nomor (32) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain. Nomor (33) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas. Nomor (34) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (35) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (36) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (37) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (38) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (39) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (40) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (41) : Diisi dengan realisasi Penanaman Modal berdasarkan hasil pemeriksaan. N. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MEMPEROLEH FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MEMPEROLEH FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA TAHUN PAJAK ......... (1) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK 1. Nama Wajib Pajak :
........ (2) 2. NPWP :
........ (3) 3. Keputusan Pemberian Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
........ (4) b. Tanggal Keputusan :
........ (5) c. Total Rencana Penanaman Modal : Rp/USD ......... (6) d. Bidang Usaha :
........ (7) II. REALISASI PENANAMAN MODAL A. Penanaman Modal (rupiah/US Dollar) Saldo Awal Tambahan Realisasi/ Perolehan (Rp/USD) Tanggal Perolehan Akumulasi Perolehan Pada Akhir Periode Pelaporan...
(9) (10) (11) 1. Modal Tetap a. Pembelian dan Pematangan Tanah 1)... 2)... : ……....…....…....….
Bangunan / Gedung 1)... 2)... : ……....…....…....….
Mesin / Peralatan & Suku Cadang 1)... 2)... : ……....…....…....….
Lain-lain 1)... 2)... : ……....…....…....…. Sub jumlah :
..…....…....…....….
Modal Kerja :
..…....…....…....…. Jumlah :
..…....…....…....…. Catatan: Apabila Wajib Pajak memiliki lebih dari satu bidang usaha, penanaman modal agar dirinci untuk masing-masing bidang usaha III. JUMLAH PENGGUNAAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM RANGKA REALISASI PENANAMAN MODAL Jumlah Tenaga Kerja di Awal Tahun Penambahan/(Pengurangan) Tenaga Kerja di Tahun Berjalan Jumlah Tenaga Kerja di Akhir Tahun PPh Pasal 21 yang dilakukan pemotongan (12) (13) (14) (15) Pegawai Tetap ……....…....…....…. Pegawai Tidak Tetap ……....…....…....…. Jumlah ……....….
…………………….. (16) Pengurus / Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan .…………………….. (17) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (2) : Diisi dengan Nama Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal. Nomor (7) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan nilai saldo awal penanaman modal di awal tahun periode pelaporan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (9) : Diisi dengan nilai tambahan realisasi/perolehan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan tanggal perolehan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) : Diisi dengan nilai akumulasi perolehan penanaman modal pada akhir tahun periode pelaporan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (12) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada awal tahun periode pelaporan. Nomor (13) : Diisi dengan jumlah penambahan atau pengurangan tenaga kerja Indonesia pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (14) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada akhir tahun periode pelaporan. Nomor (15) : Diisi dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan pemotongan atas penghasilan yang diterima tenaga kerja Indonesia. Nomor (16) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi penanaman modal. Nomor (17) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi penanaman modal. REALISASI PENANAMAN MODAL Nilai realisasi untuk penanaman modal dalam negeri dalam mata uang rupiah (Rp) dan penanaman modal asing dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (USD) A. Penanaman Modal 1. Realisasi modal tetap dihitung atas nilai perolehannya:
Bagi perusahaan yang baru pertama kali menyampaikan laporan realisasi penanaman modal, kolom tambahan dikosongkan, sedangkan nilai realisasi penanaman modal selama periode laporan diisi pada kolom total;
Tambahan realisasi penanaman modal yang dicantumkan adalah tambahan selama periode laporan;
Total adalah kumulatif realisasi penanaman modal sampai dengan periode pelaporan;
Komponen realisasi modal tetap terdiri dari:
Pembelian tanah sebagai biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan termasuk biaya pematangan tanah.
Bangunan/gedung termasuk bangunan pabrik, gudang dan prasarana yang ada dalam lokasi proyek.
Mesin/peralatan termasuk suku cadang ( spare parts ), baik yang diimpor maupun pembelian lokal termasuk peralatan pencegahan pencemaran lingkungan.
Lain-lain termasuk alat angkutan, peralatan kantor, inventaris kantor dan biaya studi kelayakan.
Realisasi modal kerja diisi dengan nilai realisasi pengeluaran untuk bahan baku/penolong, gaji/upah karyawan dan biaya overhead oleh perusahaan yang melakukan produksi percobaan ( trial production ). O. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA TAHUN PAJAK...……. (1) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK II. REALISASI KEGIATAN USAHA No. Jenis Produk/Jasa Sektor Keuangan Jumlah Penghasilan (Rp/USD) Ket 1. Cakupan Produk/Jasa Sektor Keuangan Yang Mendapatkan Fasilitas SK Pemberian Fasilitas Nomor ... (4) tanggal ... (5) a.........…...… b.........…...… Jumlah Produk/Jasa Sektor Keuangan yang Mendapatkan Fasilitas ……...… 2. Cakupan Produk/Jasa Sektor Keuangan Yang Tidak Mendapatkan Fasilitas a.........…...… b.........…...… Jumlah Produk/Jasa Sektor Keuangan yang Tidak Mendapatkan Fasilitas ……...… ............. ,................ . . (10) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tanda tangan .…………………….. (11) 1. Nama Wajib Pajak :
.............................. (2) 2. NPWP :
.............................. (3) 3. Keputusan Pemberian Persetujuan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
.............................. (4) b. Tanggal Keputusan :
.............................. (5) c. Bidang Usaha :
.............................. (6) 4. Keputusan Penetapan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
.............................. (7) b. Tanggal Keputusan :
.............................. (8) c. Bidang Usaha :
.............................. (9) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (7) : Diisi dengan nomor keputusan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal keputusan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (9) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi kegiatan usaha. Nomor (11) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi kegiatan usaha. P. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENCABUTAN PEMBERIAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,