Pengujian UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentin ...
Relevan terhadap
ini sering juga disebut sebagai sektor yang sulit untuk dipajaki ( hard-to-tax sector ) karena pihak yang terlibat di dalamnya enggan untuk menyediakan informasi yang relevan kepada otoritas pajak. Sektor yang sulit dipajaki terdiri atas usaha kecil dan menengah, profesional, dan pekerja di sektor pertanian.Walau demikian, dewasa ini aktivitas ekonomi digital juga sering disebut sebagai the new shadow economy. Upaya untuk memungut pajak dari shadow economy, otoritas pajak membutuhkan data dan informasi dari pihak ketiga yang merefleksikan segala transaksi dan tambahan penghasilan dari aktivitas yang sulit diawasi kepatuhannya tersebut . Menurut estimasi Scheneider, porsi aktivitas shadow economy Indonesia mencapai 18,9%.Lebih lanjut lagi, tingginya angka shadow economy serta potensi pajak yang belum berhasil dikumpulkan tercermin dalam deklarasi dalam negeri yang dilaporkan dalam program pengampunan pajak yang mencapai angka Rp3.676 triliun, atau sekitar 29% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di 2016. Ketiga, keterbatasan data dan informasi yang dimiliki oleh otoritas pajak mendorong ketidakseimbangan strukur penerimaan pajak di Indonesia . Secara umum, dua kontributor utama struktur penerimaan pajak Indonesia berasal dari PPh (sekitar 54,4%) dan PPN (sekitar 39,5%). Akan tetapi, jika dilakukan suatu tinjauan lebih mendetail mengenai postur penerimaan tersebut, maka dapat disimpulkan dua hal: adanya ketergantungan yang tinggi dari penerimaan yang berasal dari PPh Badan dan mekanisme potong-pungut ( withholding tax ). Ketergantungan yang tinggi atas PPh Badan memiliki beberapa dampak buruk, terlebih jika kontribusinya jauh lebih tinggi dari PPh Orang Pribadi. Di Indonesia, jika kita hanya mengesampingkan penerimaan dari mekanisme withholding tax, kontribusi dari PPh Badan adalah hampir 25 kali lipat dari kontribusi PPh Orang Pribadi. Di luar persoalan tidak adanya single identity number serta keterbatasan kapasitas otoritas pajak, kesulitan dalam memastikan kepatuhan PPh Orang Pribadi disebabkan oleh minimnya data dan informasi. Ketidakmampuan dalam menjamin kepatuhan PPh Orang Pribadi, terutama untuk pemilik usaha dan melakukan pekerjaan bebas, kemudian juga menciptakan persoalan lain, seperti: distribusi penghasilan yang tidak merata, sistem corporate shareholder taxation yang cenderung melihat perusahaan sebagai entitas yang terpisah, serta ketidakadilan dalam sistem pajak. Selanjutnya, indikasi lainnya bisa dilihat dari adanya ketergantungan penerimaan pajak Indonesia dari penerimaan yang berasal dari mekanisme withholding tax. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.05/2013 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha K ...
Relevan terhadap
Untuk acara yang diselenggarakan oleh Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan acara kedinasan Kementerian Koperasi da:
ri. Usaha Kecil dan Menengah dapat diberikan tarif sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari Tarif Penggunaan Ruangan Gedung SME TOWER dan/atau Tarif Penggunaan KUKM Convention Center.
Untuk acara yang diselenggarakan oleh pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dapat diberikan tarif sampai dengan 80% (delapan puluh persen) dari Tarif Penggunaan Ruangan Gedung SME TOWER dan/atau Tarif Penggunaan KUKM Convention Center.
Terhadap acara yang diselenggarakan oleh Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dapat diberikan tarif sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari Tarif Penggunaan Grand Smesco Hills.
Terhadap acara yang diselenggarakan oleh Kementerian/ Lembaga Negara/Lembaga Pemerintah dan/atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan dapat diberikan tarif sampai dengan 80% (delapan puluh persen) dari Tarif Penggunaan Grand Smesco Hills.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur oleh Direktur Utama Badan Layanan Umum Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan U saha Kecil dan Menengah pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. ; Ji MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 4 - 3. Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.05/2013 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara
Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kredit U saha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit pembiayaan modal kerja dan/atau investasi yang dananya bersumber dari Bank Pelaksana kepada debitur yang diberikan fasilitas subsidi bunga oleh Pemerintah yang terdiri dari kredit mikro, ritel, dan tenaga kerja Indonesia.
Bank Pelaksana adalah Bank Umum yang melaksanakan Program KUR yang ditetapkan/ ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah se bagai penyalur KUR.
Subsidi Bunga KUR yang selanjutnya disebut dengan Subsidi Bunga adalah subsidi berupa bagian bunga yang menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang. diterima oleh Bank Pelaksana dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada peserta KUR.
Perjanjian Kerjasama Pembiayaan KUR adalah perjanjian antara Kuasa Pengguna Anggaran atas ilama Menteri Keuangan mewakili pemerintah dengan Bank Pelaksana.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut dengan Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden melalui Keputusan Presiden yang bertugas memberikan arahan kebijakan program KUR. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 6. Rencana Tahunan Pembiayaan KUR yang selanjutnya disingkat RTP-KUR adalah rencana pembiayaan KUR yang dibuat oleh Bank Pelaksana untuk periode 1 (satu) Tahun Anggaran.
Pengguna Anggaran adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari Pengguna Anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang selanjutnya disingkat BPKP adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Perdagangan
Relevan terhadap 2 lainnya
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pemberian fasilitas” adalah pemberian sarana kepada koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah untuk melancarkan usaha, antara lain perbaikan toko atau warung, pemberian gerobak dagangan, coolbox , dan tenda. Insentif dalam hal ini antara lain percepatan pemberian izin usaha, keringanan biaya pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, sertifikasi halal, serta fasilitas pameran di dalam dan di luar negeri. Yang dimaksud dengan “bimbingan teknis” adalah bimbingan yang diberikan kepada koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan teknis untuk mengembangkan produk dan usahanya, antara lain di bidang pengemasan, pengelolaan keuangan, kewirausahaan, dan pelatihan Ekspor. Bantuan promosi dan pemasaran antara lain mengikutsertakan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pameran, temu usaha antara koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan toko swalayan/ buyers , serta kegiatan misi dagang. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah perguruan tinggi, dunia usaha, asosiasi usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “Pasar rakyat” adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan proses jual beli Barang melalui tawar-menawar. Huruf b Yang dimaksud dengan “pusat perbelanjaan” adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal yang dijual atau disewakan kepada Pelaku Usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan Perdagangan Barang. Huruf c Yang dimaksud dengan “toko swalayan” adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis Barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket , departement store, hypermarket , ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “Pasar lelang komoditas” adalah Pasar fisik terorganisasi bagi pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi komoditas melalui sistem lelang dengan penyerahan komoditas. Huruf g Yang dimaksud dengan “Pasar berjangka komoditi” adalah sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli komoditi berdasarkan kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya. Huruf h Sarana Perdagangan lainnya antara lain berupa terminal agribisnis, pusat Distribusi regional, pusat Distribusi provinsi, atau sarana Perdagangan lainnya sebagai pusat transaksi atau pusat penyimpanan Barang yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman pada masa depan. Ayat (2) Cukup jelas.
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengaturan tentang pengembangan, penataan dan pembinaan yang setara dan berkeadilan terhadap Pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan perkulakan untuk menciptakan kepastian berusaha dan hubungan kerja sama yang seimbang antara pemasok dan pengecer dengan tetap memperhatikan keberpihakan kepada koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pengembangan, penataan, dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan perizinan, tata ruang, zonasi dengan memperhatikan jarak dan lokasi pendirian, kemitraan, dan kerja sama usaha.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan perizinan, tata ruang, dan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) . Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Data yang digunakan bersumber dari instansi pusat yang berwenang mengeluarkan data atau bersumber dari pemerintah daerah. Yang dimaksud dengan indikator lain adalah variabel relevan, yang digunakan Pemerintah Provinsi dalam membagi Dana Otonomi Khusus antarkabupaten/kota dalam rangka pemerataan dan perimbangan lebih baik antara lain: Indeks Desa Membangun, Indeks Kapasitas Fiskal Daerah, dan jumlah penduduk miskin. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "data belanja urusan" adalah data Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2OI9 yang sudah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan. Yang dimaksud dengan "kewenangan tertentu" adalah kewenangan fungsi pendidikan, fungsi kesehatan, dan fungsi ekonomi untuk pembagian Dana Otonomi Khusus 1,25o/o (satu koma dua lima persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan/atau kewenangan diluar fungsi pendidikan, kesehatan dan ekonomi untuk pembagian dana Otonomi Khusus l%o (satu persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional. Ayat (8) Yang dimaksud dengan pembangunan infrastruktur meliputi infrastruktur perhubungan, telekomunikasi, air bersih, energi listrik, dan sanitasi lingkungan. Yang dimaksud dengan prioritas dan kebutuhan adalah program/kegiatan yang diusulkan oleh Provinsi/Kabupaten/Kota melalui provinsi dan direviu oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu dan mempertimbangkan pemerataan pembangunan infrastruktur di kabupaten/ kota. Yang . Yang dimaksud dengan pembagian DTI berdasarkan usulan provinsi adalah pembagian yang didasarkan kepada usulan provinsi atas program/kegiatan yang dibutuhkan. Dalam hal pembagian DTI usulan provinsi masih berada dibawah pembagian DTI antarprovinsi yang dilakukan oleh pemerintah, maka selisihnya dapat menggunakan stok program usulan kegiatan DAK Fisik. Ayat (9) Huruf a Penggunaan bersifat umum termasuk namun tidak terbatas untuk:
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur nonbirokrasi yang meliputi pendidikan, keseh&tan, ,s1i1 bersih, air layak minum, perumahan, penerangan, telekomunikasi, jaringan internet, serta jalan dan jembatan provinsi dan lintas kabupaten/kota;
penguatan lembaga keagamaan dan adat;
penguatan perdamaian di wilayah papua;
belanja operasional pelaksanaan tugas dan fungsi Majelis Ralryat Papua/ Majelis Ralryat papua Barat;
penyelesaian permasalahan Tanah Adat (Ulayat);
peningkatan kapasitas aparatur (SDM) pemerintah Daerah;
koordinasi, perencanaan, penataan regulasi, monitoring, evaluasi, pelaporan dan penerimaan dalam rangka otonomi khusus Provinsi papua;
pengelolaan data dan penataan sistem informasi terkait tata kelola otonomi khusus;
komunikasi, informasi, dan edukasi pendanaan dalam rangka otonomi khusus kepada masyarakat;
pembiayaan untuk peningkatan kesejahteraan Orang Asli Papua;
bantuan sosial bagi Orang Asli papua yang memenuhi kriteria;
program 1. program strategis dan unggulan provinsi; dan/atau
penguatan lembaga-lembaga lain yang pembentukannya diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2O2I tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi provinsi Papua, tidak termasuk badan yang dibentuk pusat dalam rangka otonomi khusus. Huruf b Penggunaan sudah ditentukan meliputi:
Program Peningkatan Kualitas Pendidikan (paling sedikit 3Oo/o (tiga puluh persen) dari alokasi Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya) termasuk namun tidak terbatas untuk:
layanan pendidikan jenjang sekolah sampai dengan pendidikan tinggi kepada masyarakat terutama Orang Asli Papua;
pemberian beasiswa jenjang sekolah sampai dengan pendidikan tinggl kepada masyarakat Orang Asli Papua;
penyediaan satuan pendidikan;
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan;
pengembangan kurikulum berbasis karakteristik daerah dan budaya; t 6. pembiayaan perguruan tinggi;
bantuan/hibah perguruan tinggi;
percepatan penyediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan;
kegiatan satuan pendidikan, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan;
kegiatan 10. kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan; 1 1. kegiatan ekstrakurikuler, pengembangan talenta, kompetisi, dan lomba;
fasilitasi dan operasional pendidikan sistem asrama sekolah; t 13. penyediaan dan distribusi pemerataan pendidik dan tenaga kependidikan terutama di daerah terdepan, tertinggal dan terluar;
pendidikan tambahan bagi lulusan sekolah menengah atas atau yang setara untuk memasuki pergurLlan tinggi dan pendidikan kedinasan;
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus;
layanan pendidikan nonformal dan luar biasa;
peningkatan kualitas pembelajaran vokasi;
program strategis dan unggulan bidang pendidikan lintas kabupaten I kota;
beasiswa untuk peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan; dan/atau
pembinaan, kesejahteraan, keamanan, dan penghargaan untuk pendidik dan tenaga kependidikan khususnya yang bertugas di daerah terdepan, tertinggal dan terluar. b. Program Pembiayaan Kesehatan (paling sedikit 2ooh (dua puluh persen) dari alokasi Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya) termasuk namun tidak terbatas untuk:
program strategis dan unggulan bidang kesehatan lintas kabupaten/kota;
memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk termasuk peningkatan gizi masyarakat, kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, kesehatan lanjut usia, kesehatan jiwa, dan pelayanan kesehatan lainnya yang mendukung keberlangsungan hidup masyarakat papua;
melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit endemis dan/atau penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup Penduduk;
melakukan percepatan penurunan stunting;
melakukan edukasi dan promosi kesehatan;
melakukan pelayanan rehabilitasi ketergantungan alkohol dan NAPZA;
melakukan penanggulangan kejadian luar biasa;
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar;
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan;
menyediakan dan memeratakan tenaga kesehatan termasuk pembinaan serta jaminan kesejahteraan dan keamanan tenaga kesehatan dengan memprioritaskan pemenuhan tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di daerah terdepan, tertinggal dan terluar; , 1 1. memberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang bertugas di daerah terdepan, tertinggal dan terluar sesuai dengan biaya kemahalan dalam bentuk materiil dan/atau nonmateriil;
program strategis dan unggulan bidang kesehatan lintas kabupaten/kota; dan
kewajiban lain yang menjadi kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat termasuk namun tidak terbatas untuk:
pembangunan loka latihan kerja;
pengembangan wirausaha muda produktif;
penyediaan rumah produksi bersama dengan tata kelola koperasi;
pengembangan sektor unggulan, kawasan perkotaan dan strategis;
hilirisasi komoditas unggulan lokal daerah;
pemberdayaan masyarakat kampung dengan mengutamakan Orang Asli Papua; 7 . pembangunan/revitalisasi pasar tradisional;
penyediaan modal usaha dalam bentuk dana bergulir atau kredit usaha;
bantuan kepada pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi;
pengembangan usaha dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, industri rumah tangga, perdagangan, kerajinan, ekonomi kreatif dan pariwisata, dan jasa; 1 1. fasilitasi usaha rintisan secara terpadu dari hulu ke hilir;
program strategis dan unggulan bidang ekonomi lintas kabupaten I kota;
pelatihan kerja, keterampilan kerja dan manajemen bisnis;
pengolahan, penggudangan dan pengepakan; dan/atau
distribusi komoditas strategis dari sentra produksi menuju pasar. Ayat (10) Cukup jelas Ayat (11) Ayat (12) Yang dimaksud dengan "disetujui oleh Dewan perwakilan Ralqrat', adalah persetujuan yang diberikan Dewan perwakilan Ralryat dalam Rapat Kerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam rangka Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan Rancangan Undang- Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya. Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas.
Saldo kas pada Badan Layanan Umum dapat menjadi tambahan investasi pada Bagian Anggaran BUN Investasi Pemerintah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambahan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 33 (1) Pemerintah mengalokasikan pembiayaan investasi kepada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara dengan tujuan pembentukan dana jangka panjang dan/atau dana cadangan dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan proyek strategis nasional dan pengelolaan aset Pemerintah lainnya. (2) Tanah untuk kepentingan proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan status penggunaannya pada kementerian negara/lembaga dengan menggunakan mekanisme pengesahan belanja modal. (3) Dalam hal anggaran pengesahan Belanja modal yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembagi sebagaimana diatur pada ayat (21 belum tersedia mala dapat dilakukan penyesuaian Belanja Negara.
Pelaksanaan (41 Pelaksanaan pengesahan Belanja modal sebagaimana diatur pada ayat (21 dan ayat (3) dilakukan bersamaan dengan mekanisme penerimaan pembiayaan pada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara dan dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun berkenaan. Pasal 34 (1) Pemerintah mengalokasikan pembiayaan investasi jangka panjang nonpermanen untuk memulihkan kemampuan ekonomi Badan Usaha Milik Negara dengan membentuk dana cadangan sebagai Investasi Pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. (21 Dana cadangan investasi Pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dengan menggunakan mekanisme pengesahan pembiayaan. (3) Dalam hal anggaran untuk pengesahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 belum tersedia, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian anggaran pembiayaan. (4) Pelaksanaan pengesahan pengeluaran pembiayaan dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Pasal 35 (1) BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan rlntuk disertakan menjadi tambahan modal Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara, ditetapkan menjadi PMN pada Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara tersebut. (21 Ketentuan mengenai tata cara penetapan PMN untuk BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan menjadi tambahan modal Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
BMN dengan perolehan sampai dengan 31 Desember 2018 yang telah: a b. tercatat pada laporan posisi Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara sebagai BPYBDS atau akun yang sejenis, ditetapkan untuk dijadikan PMN pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara tersebut, dengan menggunakan nilai realisasi anggaran yang telah direviu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (4) Pemerintah melakukan penambahan PMN yang berasal dari dana tunai dan piutang Negara pada Badan Usaha Milik Negara/Lembaga/Badan Hukum Lainnya tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. (5) Dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara, Pemerintah melakukan penambahan PMN kepada:
PT Bio Farma (Persero);
PT Hutama Karya (Persero);
Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia;
Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta;
PT Varuna Tirta Prakasya (Persero);
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) ; dan
PT Sejahtera Eka Graha, yang berasal dari BMN melalui mekanisme pemindahtanganan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. dipergunakan dan/atau dioperasikan oleh Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas didalamnya terdapat saham milik negara; dan Badan yang (6) Penambah (6) Penambahan PMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 36 (1) Pemerintah dalam mengurus kekayaan negara yang dipisahkan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara atau badan lainnya, akan meningkatkan dan mengoptimalkan manfaat ekonomi, sosial, memperkuat rantai produksi dalam negeri, meningkatkan daya saing, serta memperkuat penguasaan pasar dalam negeri. (2) Pemerintah dalam menangani kekayaan negara yang dipisahkan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, atau badan lainnya, agar menjaga aset yang bersumber dari cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak serta aset bumi, air, dan kekayaan di dalamnya, tetap dikuasai oleh negara sesuai peraturan perundang-undangan. (3) Untuk mengoptimalkan pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan, penyelesaian piutang pada Badan Usaha Milik Negara dilakukan:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perseroan terbatas, badan usaha milik negara, dan perbankan;
memperhatikan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik; dan
Pemerintah melakukan pengawasan penyelesaian piutang pada Badan Usaha Milik Negara tersebut. Pasal 37 (1) Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:
penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional' b. dukungan penjaminan pada ^program ^Pemulihan Ekonomi Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan; dan/atau
penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara. (21 Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf ^a terdiri atas:
pemberian ^jaminan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara;
pemberian ^jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah Pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum;
pelaksanaan penjaminan infrastruktur dalam ^proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha;
pemberian dan pelaksanaan ^jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada Badan Usaha Milik Negara;
pemberian ^jaminan Pemerintah untuk ^percepatan proyek pembangunan ^jalan tol;
pemberian ^jaminan Pemerintah untuk ^percepatan penyelenggaraan kereta api ringanllight rail transit terintegrasi di wilayah perkotaan;
pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; dan/atau
pemberian ^jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastrukturketenagalistrikan. ! (3) Dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
penjaminan pemerintah yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional;
penjaminan pemerintah melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau
penjaminan pemerintah atas pinjaman likuiditas khusus dari Bank Indonesia kepada bank sistemik untuk penanganan permasalahan lembaga ^jasa keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan. (4) Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diakumulasikan ke dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah dan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diakumulasikan ke dalam rekening Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah yang dibuka di Bank Indonesia. (5) Dana yang telah diakumulasikan dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. (6) Dana dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (41 digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah antarprogram pemberian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (21dan ayat (3). (71 Dalam hal terjadi tagihan pembayaran kewajiban penjaminan dan/atau penggantian biaya yang timbul dari pelaksanaan kewajiban penjaminan untuk dukungan penjaminan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah melakukan pembayaran melalui Bagian Anggaran 999.99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus).
Pembayaran melalui Bagian Anggaran 999.99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus) sebagaimana dimaksud pada ayat (7)', merupakan pengeluaran belanja transaksi khusus yang belum dialokasikan dan/atau melebihi alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN dan/atau APBN Perubahan pada tahun anggaran berjalan. (9) Dana dalam rekening Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (41 digunakan untuk pembayaran atas penugasan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan anggaran Kewajiban Penjaminan dan penggunaan Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah atau Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (71, ayat (8), dan ayat (9) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 38 (1) Pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan, yang selanjutnya dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2022 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022. (21 Pemerintah dapat melakukan transaksi Lindung Nilai dalam rangka mengendalikan risiko fluktuasi beban pembayaran kewajiban utang, danf atau melindungi posisi nilai utang, dari risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya volatilitas faktor- faktor pasar keuangan. (3) Pemenuhan kewajiban yang timbul dari transaksi Lindung Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dibebankan pada anggaran pembayaran bunga utang dan/atau pengeluaran cicilan pokok utang. (41 Kewajiban (4) Kewajiban yang timbul sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3) bukan merupakan kerugian keuangan ^negara. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan transaksi Lindung Nilai sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 39 (1) Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah ^yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan piutang berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana, serta ^piutang instansi Pemerintah dengan ^jumlah sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan ^pemberian keringanan utang pokok sampai dengan lOOo/o (seratus persen). (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian piutang instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap
Pasal 149 Administrator KEK menyampaikan laporan berkala penyelenggaraan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 146 ayat (3) kepada Dewan Nasional melalui Dewan Kawasan dan menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembin a Perizinan Berusaha, setiap 3 (tiga) bulan dan sewaktu-waktu diperlukan. Pasal 150 Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang kepada Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK diberikan melalui sistem OSS tanpa melalui tahapan penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang. Pasal 151 Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha tidak memerlukan Persetujuan Bangunan Gedung sepanjang Badan Usaha telah menetapkan pedoman bangunan atau estate regulation. Pasal 152 (1) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 dan Pasal 148, dilaksanakan sebagai berikut:
NIB merupakan legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha, dalam hal kegiatan usaha memiliki tingkat risiko rendah;
NIB dan sertifikat standar, dalam hal kegiatan usaha memiliki tingkat risiko menengah rendah;
NIB dan sertifikat standar, dalam hal kegiatan usaha memiliki tingkat risiko menengah tinggi; atau
NIB PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA d. NIB dan izin, dalam hal kegiatan usaha memiliki tingkat risiko tinggi. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai NIB, sertifikat standar, dan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penyelen ggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. Pasal 153 Pelayanan nonperizinan berusaha di KEK dilaksanakan oleh Administrator KEK berdasarkan pendelegasian kewenangan. Pasal 154 Segala biaya penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (21 yang merupakan:
penerimaan negara bukan pajak;
Bea Masuk danlatau bea keluar;
cukai; dan/atau
pajak daerah dan retribusi daerah, wajib dibayar oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan dengan memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Administrator KEK dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan profesi bersertifikat sesuai dengan bidang pengawasan yang dilakukan oleh Administrator KEK. (4) Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki sertifikat keahlian di bidang pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB XV FASILITAS DAN KEMUDAHAN LAINNYA Pasal 156 (1) Penetapan KEK yang menyelenggarakan kegiatan usaha terkait dengan perindustrian atau produksi dan pengolahan, sekaligus merupakan penetapan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai perindustrian. (21 KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lagi memerlukan penetapan sebagai kawasan industri. (3) Perizinan Berusaha untuk melakukan kegiatan dalam tahap persiapan, operasional, dan komersial diterbitkan oleh Administrator KEK dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. Pasal 157 (1) Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan di KEK wajib men5rusun RKL-RPL rinci berdasarkan RKL-RPL KEK dalam rangka persetujuan lingkungan hidup. (2) RKL-RPL rinci yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Badan Usaha KEK dalam bentuk pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup untuk memperoleh pengesahan.
Pernyataan PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA (3) Pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha Pelaku Usaha. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai RKL-RPL Rinci dan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Dewan Nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan atas RKL-RPL rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 158 (1) Administrator KEK dapat memberikan Perizinan Berusaha bagi kegiatan usaha paling sedikit meliputi:
perindustrian;
perdagangan;
kepariwisataan;
perkeretaapian;
kebandarudaraan;
kepelabuhanan;
perikanan;
kesehatan;
pendidikan; dan
energi dan sumber daya mineral. (2) Pemberianperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. BAB XVI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 159 Pemerintah Pusat melakukan evaluasi atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dengan memperhatikan perkembangan dan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dalam rangka percepatan cipta kerja. BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 160 (1) Pengusulan pembentukan KEK yang telah disampaikan kepada Dewan Nasional dan belum diputuskan danf atau ditetapkan sebagai KEK sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, pengusulan dan penetapannya dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (21 KEK yang sedang dalam tahap pembangunan dan belum dinyatakan siap beroperasi sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, kelanjutan pembangunan, penetapan kesiapan beroperasi, serta pengelolaannya dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (3) KEK yang telah beroperasi sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pengelolaannya selanjutnya dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 161 Sekretaris Dewan Nasional yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, menjalankan tugas- tugas Sekretaris Jenderal Dewan Nasional sampai dengan diangkatnya Sekretaris Jenderal Dewan Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 162 (1) Administrator KEK yang dibentuk sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan dibentuknya Administrator KEK yang baru oleh Dewan Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (2) Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Toko yang berada pada KEK Pariwisata dapat berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 99 Pembelian rumah tinggal atau hunian yang menjadi Kegiatan Utama pada KEK Pariwisata, diberikan:
pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
pembebasan Pajak Penghasilan atas Penjualan atas barang yang tergolong sangat mewah. Bagian Keenam Pajak Daerah Pasal 100 (1) Pemerintah Daerah wajib menetapkan pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. (2) Pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan pengurangan pajak bumi dan bangunan. (3) Pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling rendah 5oo/o (lima puluh persen) dan paling tinggi looo/o (seratus persen). (41 Ketentuan mengenai bentuk, besaran, dan tata cara pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. BAB X FASILITAS DAN KEMUDAHAN LALU LINTAS BARANG Pasal 101 (1) Ketentuan larangan impor dan ekspor di KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor. (2) Terhadap impor barang ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor.
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor. (4) Bagi barang yang membahayakan Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan (K3L) dapat dikenai pembatasan apabila barang dimaksud bukan merupakan bahan baku bagi kegiatan usaha dan institusi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan di KEK. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai belum diberlakukannya ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. (6) Pelaksanaan ketentuan mengenai impor dan ekspor dilakukan melalui sistem elektronik yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dan terintegrasi secara nasional. Pasal 102 (1) Barang asal impor untuk dipakai di KEK belum diberlakukan kewajiban standar nasional Indonesia. (2) Barang yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP untuk diperdagangkan wajib memenuhi standar nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 103 (1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menunjuk Administrator KEK sebagai instansi penerbit surat keterangan asal. (21 Pengeluaran barang untuk ekspor dapat dilengkapi dengan surat keterangan asal yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 104 (1) Penggunaan surat keterangan asal yang diterbitkan oleh negara asal dari luar negeri dapat diberlakukan untuk pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP. (2) Surat keterangan asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan untuk pengeluaran barang secara parsial dari KEK ke TLDDP dengan menggunakan pemotongan kuota. BAB XI FASILITAS DAN KEMUDAHAN KETENAGAKERJAAN Bagian Kesatu Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pasal 105 (1) Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK selaku pemberi kerja yang akan mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. (2) Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu:
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang; dan
untuk tenaga kerja asing yang mempunyai jabatan sebagai direksi atau komisaris, diberikan sekali dan berlaku selama tenaga kerja asing yang bersangkutan menjadi direksi atau komisaris.
Pengesahan (3) Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal; dan
tenaga kerja asing yang dibutuhkan pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start upl berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu. Pasal 106 Pemberi kerja tenaga kerja asing dapat mempekerjakan tenaga kerja asing yang sedang dipekerjakan oleh pemberi kerja lain sebagai direksi, komisaris, atau tenaga kerja asing pada sektor tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pasal 107 Tata cara permohonan dan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Bagian Kedua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus Pasal 1O8 (1) Gubernur dapat membentuk lembaga kerja sama tripartit khusus di KEK. (2) Lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
melakukan a. melakukan komunikasi dan konsultasi mengenai berbagai permasalahan ketenagakerjaan;
melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan timbulnya permasalahan ketenagakerjaan; dan
memberikan saran dan pertimbangan mengenai langkah penyelesaian permasalahan ketenagakerjaan. Pasal 109 (1) Keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus terdiri atas unsur:
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah;
serikat pekerja/serikat buruh; dan
asosiasi pengusaha. (2) Unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikutsertakan Administrator KEK. Pasal 1 10 Gubernur mengangkat dan memberhentikan keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus. Pasal 1 1 1 Keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya selama 3 (tiga) tahun. Pasal 1 12 (1) Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus, calon anggota harus memenuhi persyaratan:
warga negara Indonesia; 70 sehat ^jasmani dan rohani;
berpendidikan paling rendah sekolah menengah tingkat atas atau sederajat;
aparatur sipil negara di lingkungan organisasi Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah atau instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di KEK dan/atau instansi terkait lainnya, bagi calon anggota yang berasal dari unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah;
anggota atau pengururs serikat pekerja/serikat buruh yang mempunyai domisili di KEK, bagi calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/ serikat buruh; dan
anggota atau pengurlls asosiasi pengusaha, bagi calon anggota yang berasal dari unsur asosiasi pengusaha. (21 Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. Pasal 1 13 Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1), calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh atau unsur asosiasi pengusaha harus diusulkan oleh pimpinan serikat pekerja/serikat buruh atau pimpinan asosiasi pengusaha yang bersangkutan. Pasal 1 14 (1) Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan:
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1);
mengundurkan diri; b c meninggal c. meninggal dunia;
selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak dapat menjalankan tugasnya; atau
dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus sebelum berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus. Pasal 1 15 Penggantian anggota lembaga kerja sarna tripartit khusus yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal lL4 ayat (1) diusulkan oleh kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi kepada gubernur setelah menerima usulan dari organisasi atau instansi yang bersangkutan. Pasal 1 16 (1) Dalam hal anggota lembaga kerja sama tripartit khusus mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal ll4 ayat (1) huruf b, permintaan disampaikan oleh anggota yang bersangkutan kepada gubernur dengan tembusan kepada organisasi atau instansi yang mengusulkan. (2) Organisasi atau instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan penggantian anggota kepada gubernur. Pasal 1 17 Susunan keanggotaan lembaga kerja sarna tripartit khusus terdiri atas:
ketua merangkap anggota yang dijabat oleh gubernur;
3 (tiga) wakil ketua merangkap anggota masing-masing dijabat oleh anggota yang mewakili unsur Pemerintah Daerah, unsur asosiasi pengusaha dan unsur serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK;
sekretaris merangkap anggota dijabat oleh Administrator KEK;
anggota unsur Pemerintah Pusat sekurang-kurangnya terdiri dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
anggota unsur Pemerintah Daerah paling kurang terdiri dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerj aan kabupate n I kota;
anggota unsur serikat pekerja/serikat buruh terdiri dari serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK; dan
anggota unsur asosiasi pengusaha terdiri dari asosiasi pengusaha yang ditunjuk dan disepakati dari dan oleh asosiasi pengusaha yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan. Pasal 1 18 (1) Anggota lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 berjumlah 9 (sembilan) orang. (21 Dalam menetapkan Anggota lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur memperhatikan komposisi keterwakilan unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha.
Komposisi keterwakilan unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah masing-masing 3 (tiga) orang. Pasal 1 19 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2), lembaga kerja sama tripartit khusus dibantu oleh sekretariat. (21 Sekretariat lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh sekretaris lembaga kerja sama tripartit khusus. (3) Sekretariat lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara fungsional oleh sekretariat Dewan Kawasan. Pasal 12O (1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, lembaga kerja sama tripartit khusus dapat membentuk Badan Pekerja. (2) Keanggotaan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota lembaga kerja sama tripartit khusus. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 diatur dengan Peraturan Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus. Pasal 121 (1) Lembaga kerja sarna tripartit khusus mengadakan sidang secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. PRES !DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Dalam hal diperlukan, lembaga keda sama tripartit khusus dapat melakukan kerja sama dan/atau mengikutsertakan pihak lain dalam sidang lembaga kerja sama tripartit khusus. (3) Pelaksanaan sidang lembaga kerja sama tripartit khusus dilakukan dengan mengutamakan musyawarah mufakat. (4) Tata kerja lembaga kerja sama tripartit khusus ditetapkan oleh Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus. Pasal 122 (1) Lembaga kerja sama tripartit khusus berkoordinasi dengan lembaga kerja sama tripartit nasional untuk melakukan sinkronisasi terhadap agenda program yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas lembaga kerja sama tripartit khusus yang bersifat arahan dan konsultatif. (2) Lembaga kerja sama tripartit khusus dapat melakukan koordinasi dengan lembaga lainnya untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang harmonis dan kondusif. (3) Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas lembaga kerja sarna tripartit khusus dibebankan kepada anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah. Bagian Ketiga Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Pasal 123 (1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh. (21 Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh paling kurang 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh. Pasal 124 . Pasal 124 (1) Untuk perusahaan yang mempunyai lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, dapat dibentuk 1 (satu) forum serikat pekerja/serikat buruh pada setiap perusahaan. (2) Ketentuan mengenai pembentukan forum serikat pekerja/serikat buruh diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. BAB XII FASILITAS DAN KEMUDAHAN KEIMIGRASIAN
Pasal 6 Sesuai dengan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a merupakan kawasan budi daya dengan peruntukan berdasarkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupatenlkota. Pasal 7 (1) Batas yang jelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b berupa batas alam atau batas buatan. (2) Pada batas KEK, Badan Usaha harus menetapkan pintu keluar dan pintu masuk barang untuk keperluan pengawasan barang yang masih terkandung kewajiban penerimaan negara. (3) Penetapan pintu keluar dan pintu masuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan dengan berkoordinasi dengan kantor pabean setempat. Pasal 8 (1) Penguasaan lahan paling sedikit 5Oo/o (lima puluh persen) dari yang direncanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dibuktikan dengan:
sertifikat atau dokumen kepemilikan hak atas tanah;
akta jual beli dengan pemilik tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan;
perjanjian pengikatan jual beli yang telah dibayar lunas kepada pemilik tanah; dan/atau
dokumen penguasaan dalam bentuk perjanjian sewa ^jangka panjang.
Perjanjian (2) Perjanjian sewa jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling singkat sama dengan ^jangka waktu KEK yang diusulkan. Bagian Ketiga Kegiatan Usaha di KEK Pasal 9 (1) Kegiatan usaha di KEK terdiri atas:
produksi dan pengolahan;
logistik dan distribusi;
riset, ekonomi digital, dan pengembangan teknologi;
pariwisata;
pengembangan energi;
pendidikan;
kesehatan;
olahraga;
jasa keuangan;
industri kreatif;
pembangunan dan pengelolaan KEK;
penyediaan infrastruktur KEK; dan/atau
ekonomi lain. (2) Kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m ditetapkan oleh Dewan Nasional. (3) Dalam menetapkan kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Dewan Nasional dapat meminta pertimbangan menteri atau kepala lembaga terkait. (4) Pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan rencana zonasi KEK.
Di dalam KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK. (6) Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja yang terpisah dari lokasi kegiatan usaha. Pasal 10 Kriteria dan persyaratan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan setelah berkonsultasi dengan Dewan Nasional. Pasal 1 1 Kriteria kegiatan usaha kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setelah berkonsultasi dengan Dewan Nasional. BAB III PENGUSULAN PEMBENTUKAN KEK Bagian Kesatu Pengusul Pembentukan KEK Pasal 12 (1) Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh:
Badan Usaha; atau
Pemerintah Daerah. (2) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
badan usaha milik negara;
badan b. badan usaha milik daerah;
koperasi;
badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas; atau
badan usaha patungan atau konsorsium. (3) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
Pemerintah Daerah provinsi; atau
PemerintahDaerahkabupaten/kota. Pasal 13 (1) Seluruh atau sebagian wilayah KPBPB Batam, KPBPB Bintan, dan KPBPB Karimun dapat ditetapkan menjadi KEK. (21 Penetapan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usulan Dewan Kawasan KPBPB Batam, KPBPB Bintan, dan KPBPB Karimun. Pasal 14 (1) Dalam hal tertentu, Pemerintah Pusat dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK. (2) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
dalam rangka perluasan dan peningkatan kesempatan kerja; dan/atau
kebutuhan pertumbuhanperekonomiannasional dan wilayah. (3) Pemenuhan hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (21diputuskan melalui sidang Dewan Nasional. Pasal 15. PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 15 (1) Pengusulan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (2) harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (2) Pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Dewan Nasional KEK oleh:
pimpinan Badan Usaha;
bupati/wali kota;
gubernur; atau
ketua Dewan Kawasan KPBPB. (3) Penyampaian pengusulan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pemenuhan persyaratan pengusulan pembentukan KEK. Pasal 16 Penyiapan pemenuhan kriteria dan persyaratan pengusulan bagi KEK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Nasional dengan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. Bagian Kedua Persyaratan Pengusulan Pembentukan KEK Paragraf 1 Pengusulan Pembentukan KEK oleh Badan Usaha Pasal 17 (1) Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional setelah memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
Usulan . (21 Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling sedikit berupa:
peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
rencana dan sumber pembiayaan;
PersetujuanLingkungan;
hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan
bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan. (3) Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilengkapi dengan:
akta pendirian Badan Usaha; dan
persetujuan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (41 Persetujuan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, memuat:
persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang KEK dalam hal terdapat lahan yang belum dibebaskan;
kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
komitmen dukungan tertulis Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (5) Lokasi KEK yang diusulkan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada:
dalam satu wilayah kabupaten/kota;
lintas wilayah kabupatenlkota; atau
lintas provinsi.
Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan berada pada lintas wilayah kabupatenf kota, persetujuan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus diperoleh dari masing-masing Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang lahan di wilayahnya masuk dalam lokasi KEK. (71 Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan berada dalam lintas provinsi, persetujuan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus diperoleh dari masing-masing provinsi dan masing- masing kabupaten/kota yang lahan di wilayahnya masuk dalam lokasi KEK. Paragraf.2 Pengusulan Pembentukan KEK oleh Pemerintah Daerah Kabupate n I Kota Pasal 18 (1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional. (21 Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling sedikit berupa:
peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
rencana dan sumber pembiayaan;
Persetujuan Lingkungan;
hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan
bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan. (3) Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (21, usulan pembentukan KEK dilengkapi dengan komitmen dukungan tertulis dari Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten I kota. Paragraf 3 Pengusulan Pembentukan KEK oleh Pemerintah Daerah Provinsi Pasal 19 (1) Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal L2 ayat (3) huruf a mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional. (21 Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling sedikit berupa:
peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
rencana dan sumber pembiayaan;
PersetujuanLingkungan;
hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan
bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan. (3) Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (21, usulan pembentukan KEK dilengkapi dengan persetujuan dan komitmen dukungan tertulis Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang lahan di wilayahnya masuk dalam lokasi KEK. (4) Lokasi KEK yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah provinsi dapat berada:
dalam satu wilayah kabupaten/kota; atau
lintas wilayah kabupatenlkota.
Dalam .
Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan berada pada lintas wilayah kabupatenf kota, persetujuan dan komitmen dukungan tertulis pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diperoleh dari masing-masing Pemerintah Daerah kabupatenlkota yang lahan di wilayahnya masuk dalam lokasi KEK. Paragraf 4 Pengusulan Pembentukan KEK oleh Dewan Kawasan KPBPB Pasal 20 (1) Dewan Kawasan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional. (21 Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling sedikit berupa:
peta lokasi pengembangan dan luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
rencana tata rLlang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan
rencana transisi perubahan KPBPB menjadi KEK. (3) Rencana transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling sedikit memuat:
tugas Dewan Kawasan selama transisi dilaksanakan oleh Dewan Kawasan KPBPB yang bersangkutan;
tugas Administrator KEK dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan KPBPB yang bersangkutan;
fasilitas c. fasilitas fiskal yang telah diterima oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dan fasilitas fiskal yang sama tetap diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
kemudahan yang telah diterima oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dan kemudahan yang sama tetap diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Jangka waktu untuk masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Dewan Nasional. (5) Pengusulan oleh Dewan Kawasan KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas pengusulan yang disampaikan oleh:
Badan Pengusahaan KPBPB; atau
Badan Usaha. (6) Dalam hal Badan Usaha telah menguasai atau mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan KPBPB, pengusulan oleh Badan Pengusahaan KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, perlu mendapat pertimbangan dari Badan Usaha yang bersangkutan. (7) Dalam hal Badan Usaha telah menguasai atau mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan KPBPB, pengusulan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, perlu mendapat pertimbangan dari Badan Pengusahaan KPBPB. Paragraf 5 Paragraf 5 Penetapan KEK oleh Pemerintah Pusat Pasal 21 (1) Dalam hal penetapan KEK oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Sekretariat Jenderal Dewan Nasional bersama kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan:
inventarisasi lahan negara yang dapat dimanfaatkan oleh Dewan Nasional sebagai lokasi KEK;
koordinasi dengan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupatenlkota di lokasi rencana KEK; dan
menJrusun rencana pengembangan KEK. (2) Rencana pengembangan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
lokasi pengembangan yang terpisah dari permukiman penduduk;
luas lahan yang diperlukan;
rencana peruntukan rltang KEK dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
penyiapan sumber pembiayaan;
penyiapan Persetujuan Lingkungan; dan
rencana pembangunan dan pengelolaan KEK. BAB IV PENETAPAN KEK Bagian Kesatu Pengkajian Pengusulan Pembentukan KEK Pasal 22 (1) Berdasarkan usulan dari Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, atau Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional melakukan evaluasi terhadap kelengkapan dokumen usulan. (21 Dalam hal dokumen usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional mengembalikan dokumen usulan kepada pengusul. Pasal 23 (1) Terhadap usulan yang dokumennya telah lengkap, Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya usulan tertulis dan dokumen persyaratan secara lengkap. (2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan
kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan. (3) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
Sekretariat PRES lDEN FIEPUBLIK INDONESIA (4) Sekretariat Jenderal Dewan Nasional dalam melaksanakan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Badan Usaha, akademisi, tenaga ahli, asosiasi pengusaha, dan/atau pihak terkait. Bagian Kedua Persetujuan atau Penolakan Atas Pengusulan Pembentukan KEK Pasal 24 (1) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Dewan Nasional memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK. (2) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam sidang Dewan Nasional. Pasal 25 (1) Dalam hal keputusan Dewan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) menyetujui usulan pembentukan KEK, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden. (21 Pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 26 (1) Bagi KEK yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden setelah melakukan proses pembahasan dalam sidang Dewan Nasional yang melibatkan Pemerintah Daerah terkait. (21 Pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2017 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam rangka P ...
Relevan terhadap
Wajib Pajak menggunakan nilai pasar atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.
Untuk kepentingan penerapan ketentuan di bidang Pajak Penghasilan, Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha, setelah mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Penggabungan usaha yang dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu: a . penggabungan dari 2 (dua) atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada salah satu Wajib Pajak badan yang tidak mempunyai sisa kerugian fiskal atau mempunyai sisa kerugian fiskal yang lebih kecil dan membubarkan Wajib Pajak badan yang mengalihkan harta dan kewajiban tersebut; atau b . penggabungan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dengan cara mengalihkan seluruh harta dan kewajiban badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan membubarkan badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang mengalihkan harta dan kewajiban tersebut.
Peleburan usaha yang dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu: a . peleburan dari 2 (dua) atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru di Indonesia dan mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada Wajib Pajak badan baru serta membubarkan Wajib Pajak badan yang melebur tersebut; atau b . peleburan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dengan cara mendirikan badan usaha baru di Indonesia dan mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada badan usaha baru serta membubarkan badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melebur tersebut.
Pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu: a . pemisahan usaha 1 (satu) Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham menjadi 2 (dua) Wajib Pajak badan dalam negeri atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut, yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama; b . pemisahan usaha 1 (satu) Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada 1 (satu) atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, yang dilakukan tanpa membentuk badan usaha baru dan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama, dan merupakan pemecahan usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai; atau c . suatu rangkaian tindakan untuk melakukan pemisahan usaha 2 (dua) atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan sebagian harta dan kewajiban dari usaha yang dipisahkan dan menggabungkan usaha yang dipisahkan tersebut kepada 1 (satu) badan usaha tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama.
Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam rangka pemekaran usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, yaitu: a . Wajib Pajak yang belum Go Public yang bermaksud melakukan penawaran umum perdana saham; b . Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran usaha melakukan penawaran umum perdana saham; c . Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan unit usaha syariah untuk menjalankan kewajiban pemisahan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; d . Wajib Pajak badan dalam negeri sepanjang badan usaha hasil pemekaran usaha mendapatkan tambahan modal dari penanam modal asing paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); atau e . Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang menerima tambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia, sepanjang pemekaran usaha dilakukan terkait pembentukan perusahaan induk ( holding ) Badan Usaha Milik Negara.
(6a) Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam rangka pemekaran usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c, yaitu:
Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang menerima tambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia, sepanjang pemekaran usaha dilakukan terkait pembentukan perusahaan induk ( holding ) Badan Usaha Milik Negara; atau
Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan usaha sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara dengan syarat:
restrukturisasi dilakukan paling lama terhitung sejak awal Tahun Pajak 2021;
pengalihan harta tidak dilakukan dengan cara jual beli atau pertukaran harta; dan
restrukturisasi serta pengalihan harta telah memperoleh persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara.
Pengambilalihan usaha yang dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
pengambilalihan usaha Bentuk Usaha Tetap yang menjalankan kegiatan di bidang usaha bank yang dilakukan dengan cara mengalihkan seluruh atau sebagian harta dan kewajiban Bentuk Usaha Tetap kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dan membubarkan Bentuk Usaha Tetap tersebut; atau
b. pengambilalihan usaha dari suatu Wajib Pajak badan dalam negeri dengan cara mengalihkan kepemilikan atas saham Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimilikinya tersebut kepada Wajib Pajak badan dalam negeri lainnya, yang dilakukan sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara, dengan syarat:
kepemilikan atas saham Wajib Pajak badan dalam negeri yang dialihkan: a) lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh saham dengan hak suara yang telah disetor penuh; atau b) mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijakan atas Wajib Pajak badan dalam negeri yang dialihkan;
dalam hal Wajib Pajak badan dalam negeri yang diambil alih berbentuk perseroan terbuka, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
restrukturisasi dilakukan paling lama terhitung sejak awal Tahun Pajak 2021;
pengalihan harta tidak dilakukan dengan cara jual beli atau pertukaran harta; dan
restrukturisasi serta pengalihan harta telah memperoleh persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara.
Ketentuan ayat (1), ayat (2a), ayat (2b), ayat (4), ayat (5) dan ayat (7) Pasal 3 diubah, dan di antara ayat (2b) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2c), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke dalam Modal Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia. ...
Relevan terhadap
bahwa untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia dalam rangka pelaksanaan penjaminan kredit usaha rakyat bagi kelangsungan dan perkembangan kegiatan sektor riil oleh usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu melakukan penambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia;
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Pengh ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 88 dari 111 halaman. Putusan Nomor 34 P/HUM/2020 berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia; o. Salah satu jenis Standar Akuntansi Keuangan (SAK), yang berlaku di Indonesia yang diperuntukkan untuk Wajib Pajak orang pribadi tertentu (yang melaksanakan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya di bawah Rp4,8 miliar setahun) adalah Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah. Dalam Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah tersebut terdapat pengaturan terkait akuntansi translasi untuk transaksi dalam mata uang asing yang menimbulkan keuntungan atau kerugian selisih kurs; p. Oleh karena itu, pada Wajib Pajak orang pribadi tertentu tidak akan akan timbul pertentangan antara Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah 94 Tahun 2010, dan Pasal 28 ayat (2) dan ayat (12) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan terkait keuntungan selisih kurs mata uang asing bagi Wajib Pajak orang pribadi tertentu; q. Bahwa yang dipermasalahkan oleh Wajib Pajak sejatinya adalah Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia khususnya yang mengatur mengenai selisih kurs, bukan terkait pertentangan antara Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tidak bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan; r. Berdasarkan uraian di atas, semakin jelas bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tidak bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 88
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 51 dari 111 halaman. Putusan Nomor 34 P/HUM/2020 Artinya, baru dikatakan sebagai objek pajak penghasilan jika setiap tambahan kemampuan ekonomis tersebut telah diterima atau diperoleh oleh si wajib pajak secara nyata atau pasti; c. Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan; Artinya, Setiap tambahan kemampuan ekonomis tersebut menjadi objek pajak penghasilan jika dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan; 34. Bahwa Pemohon merupakan perseroan terbatas dalam negeri dengan kegiatan usaha utamanya yaitu aktivitas perusahaan holding (induk perusahaan) yang mendapatkan penghasilan di antaranya dari penyimpanan aset berupa deposito dalam mata uang asing dan menyalurkan sebagian kecil asetnya untuk kegiatan usaha dalam grupnya. Pemohon memiliki Pokok Deposito Dolar dengan penghasilan berupa pendapatan bunga, yang atas pendapatan tersebut telah dikenakan Pajak Penghasilan Final [ Vide Bukti P-3]. Deposito Pemohon tersebut tetap disimpan dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat dan tidak dicairkan ke dalam mata uang Rupiah, sehingga tidak terjadi tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh Pemohon. Oleh sebab itu, terhadap deposito dalam mata uang dolar Amerika Serikat Pemohon yang tidak dicairkan ke dalam mata uang Rupiah tersebut, bukan merupakan objek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Yang merupakan objek pajak adalah pendapatan bunga dari deposito tersebut, dan telah dikenakan Pajak Penghasilan Final; 35. Bahwa sebagai wajib pajak badan, Pemohon menyelenggarakan pembukuan yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha Pemohon sebagaimana diharuskan oleh Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Pembukuan mana diselenggarakan dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 49 dari 111 halaman. Putusan Nomor 34 P/HUM/2020 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49