Badan Riset dan Inovasi Nasional
Relevan terhadap
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, BRIN menyelenggarakan fungsr: a pelaksanaan penelrtran, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta rnvensi dan inovasi dalam rangka penyusunan rekomendasi perencanaan pembangunan nasronal berdasarkan hasil kajran ilmiah dengan berpedoman pada nrlai Pancasrla;
perumusan dan penetapan keb5akan di bidang riset dan inovasr yang mehputi rencala rnduk pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan peta ; alan penelrtian, pengembangan, pengkajian, penerapan, serta invensr dan inovasr, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantanksaan; c perumusan 5 c. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebrlakan dr bidang pembrnaan, pengembangan kompetensi, pengembangan profesr, manajemen talenta, dan pengawasan dan pengendahan sumber daya manusia rlmu pengetahuan dan teknologr, tnfrastruktur riset dan lnovast, fasilitasr riset dan rnovasi, dan pemanfaat an rtset dan inovasi;
pengintegrasran sistem penyusunan perencanaan, program, anggaran, kelembagaan, dan sumber daya penelitran, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, invensi dan rnovasi, penyelenggaraan ketenaganukhran, dan penyelenggaraan keantanksaan;
penyelenggaraan penelrtian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan ;
pengawasan dan pengendalan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasr, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantanksaan secara menyeluruh dan berkelan3utan;
pelaksanaan koordinasi pengabdran kepada masyarakat berbasrs penelrtran, pengembangan, pengkalran, dan penerapan, serta invensr dan rnovasr yang dihasrlkan oleh kelembagaan rlmu pengetahuan dan teknologr;
pelaksanaan pembangunan, pengelolaan, dan pengembangal slstem rnformasi penehtian, pengembangan, pengkajran, dan penerapan, serta invensr dan inovasr, penyelenggaraan ketenaganuklrran, dan penyelenggaraan keantanksaan; 6 l pelaksanaan penelitian, pengembangan, lnvensi, dan inovasi keb5akan yang mengakur, menghormati, mengembangkan dan melestarikan keanekaragaman pengetahuan tradisional, keanfan lokal, sumber da1,a alam hayati dan nirhayatl, serta budaya sebagai bagran dari rdentitas bangsa;
pembenan fasrlrtast, bimbrngan teknis, pembinaan, dal supervlsl serta pemantauan dan evaluasr di bidang penelitran, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta rnvensi dan inovasr, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantarrksaan;
pemantauan, pengendalian, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi BRIDA;
pembinaan dan pemberran dukungan administrasi dan teknis kepada seluruh unsur organisasi dr lingkungan BRIN;
pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BRIN; dan
pelaksanaan fungsi lain yang drberikan oleh Presiden Bagian Kedua Susunan Organisasr Paragraf 1 Umum
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Agunan yang Diambil Alih oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan
Relevan terhadap
Kreditur wajib menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dengan menggunakan surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
Surat setoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
kolom nama dan kolom nomor pokok wajib pajak diisi dengan nama dan nomor pokok wajib pajak Kreditur;
kode akun pajak 411211 (empat satu satu dua satu satu) untuk Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri;
kode jenis setoran 100 (satu nol nol) untuk setoran masa Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri; dan
kolom wajib pajak atau penyetor diisi dengan nama dan nomor pokok wajib pajak Kreditur.
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
Sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak ...
Relevan terhadap
Untuk dapat memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT.
Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap:
kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon; dan
Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon.
Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
Penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk memastikan:
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan telah diterbitkan melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang diterbitkan tidak melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
pajak yang tercantum dalam bukti pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang dibayar sendiri:
telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau
telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
Penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan untuk memastikan:
Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Persyaratan Tertentu:
tercantum dalam Faktur Pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak;
tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dan telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang KUP dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau b. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Persyaratan Tertentu:
telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau
telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
Berdasarkan penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penghitungan kelebihan pembayaran pajak memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan tidak dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Berdasarkan penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pajak Masukan dikreditkan Wajib Pajak pemohon dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
Pajak Masukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan tidak dikreditkan Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada:
ayat (2) huruf a dan huruf b untuk Pengembalian Pendahuluan Pajak Penghasilan; atau
ayat (2) huruf a, dan huruf c untuk Pengembalian Pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai. Direktur Jenderal Pajak memberikan Pengembalian Pendahuluan kepada Wajib Pajak.
Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.
Untuk dapat memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Kriteria Tertentu harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT.
Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu melakukan penelitian kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan, yaitu meliputi:
penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu masih berlaku;
Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Tahunan;
Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender;
laporan keuangan Wajib Pajak pada suatu Tahun Pajak setelah ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian; dan
Wajib Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Dalam hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak memenuhi ketentuan kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Wajib Pajak tidak diberikan Pengembalian Pendahuluan.
Dalam hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu memenuhi ketentuan kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian terhadap:
kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon;
Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon; dan
pemenuhan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) Undang-Undang PPN, dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan pada Masa Pajak selain akhir tahun buku.
Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
Penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan untuk memastikan:
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan telah diterbitkan melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang diterbitkan tidak melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
pajak yang tercantum dalam bukti pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dibayar sendiri:
telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau 2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
Penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilakukan untuk memastikan:
Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu:
tercantum dalam Faktur Pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak;
tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang KUP dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau b. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu:
telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau 2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran dengan menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
(8a) Penelitian terhadap pemenuhan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d dilakukan untuk memastikan Wajib Pajak Kriteria Tertentu melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) Undang-Undang PPN pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan, kecuali pada Masa Pajak akhir tahun buku.
Berdasarkan penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan tidak dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Berdasarkan penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pajak Masukan dikreditkan Wajib Pajak pemohon dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
Pajak Masukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan tidak dikreditkan Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada:
ayat (5) huruf a dan huruf b untuk Pengembalian Pendahuluan Pajak Penghasilan; atau
ayat (5) huruf a, huruf c, dan huruf d untuk Pengembalian Pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai. Direktur Jenderal Pajak memberikan Pengembalian Pendahuluan kepada Wajib Pajak.
Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.
Untuk memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu melakukan penelitian kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan, yaitu meliputi:
penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah masih berlaku, kecuali Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (8);
Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
Pengusaha Kena Pajak tidak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tidak memenuhi ketentuan kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Pengusaha Kena Pajak tidak diberikan Pengembalian Pendahuluan.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian terhadap:
pemenuhan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah:
tercantum dalam Faktur Pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak;
tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dan telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang KUP dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah:
telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau 2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran dengan menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
Penelitian terhadap pemenuhan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan untuk memastikan Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan termasuk pada akhir tahun buku.
Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
Pajak Masukan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dan huruf d tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Hasil penelitian terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai dasar untuk memberikan Pengembalian Pendahuluan kepada Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ...
Relevan terhadap
Pengelolaan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaksanakan oleh Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam rangka percepatan transformasi digital di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam melakukan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat diberikan imbal jasa berupa pembagian pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan pemilihan penyedia barang/jasa dalam sistem pengadaan secara elektronik.
Pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan pemilihan penyedia barang/jasa dalam sistem pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pendapatan Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak yang digunakan untuk pengembalian atas pendanaan sistem pengadaan secara elektronik dan sistem pendukungnya.
Dalam hal pengembalian atas pendanaan sistem pengadaan secara elektronik dan sistem pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terpenuhi, selisih lebih pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan pemilihan penyedia barang/jasa dalam sistem pengadaan secara elektronik merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendapatan yang ditetapkan menjadi bagian Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan selisih lebih pendapatan yang menjadi bagian Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.
Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah
Relevan terhadap
Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian SPTPD yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sepanjang Pemeriksa belum menyampaikan SPHP.
Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan ke kantor instansi pelaksana pemungut Pajak dan retribusi daerah tempat Wajib Pajak terdaftar.
Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak dan dilampiri dengan:
penghitungan Pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; dan
SSPD atas pelunasan Pajak yang kurang dibayar serta sanksi administrasi berupa bunga.
Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran Pajak maka pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan SSPD.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pejabat Pajak yang selanjutnya disebut Pejabat adalah kepala organisasi perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi pemungutan Pajak.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Pajak dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan retribusi daerah.
Pejabat Pemeriksa Pajak yang selanjutnya disebut Pejabat Pemeriksa adalah pejabat fungsional pengawas keuangan negara di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberikan tugas dan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan Pemeriksaan di bidang Pajak.
Petugas Pemeriksa Pajak yang selanjutnya disebut Petugas Pemeriksa adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, diberi tugas, wewenang, tanggung jawab, dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan Pemeriksaan.
Pemeriksa Pajak yang selanjutnya disebut Pemeriksa adalah Pejabat Pemeriksa dan/atau Petugas Pemeriksa di lingkungan Pemerintah Daerah, yang diberikan tugas dan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan Pemeriksaan di bidang Pajak.
Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang.
Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali apabila wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Data Konkret adalah data yang diperoleh atau dimiliki Pemerintah Daerah yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban Pajak Wajib Pajak.
Data Elektronik adalah data yang dikelola secara elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam media penyimpanan elektronik.
Dokumen adalah buku, catatan, dan/atau dokumen lain termasuk Data Elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dalam pelaksanaan Pemeriksaan.
Analisis Risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak yang berisiko menimbulkan hilangnya potensi penerimaan Pajak.
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa.
Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor instansi pelaksana pemungut Pajak dan retribusi daerah dan/atau kantor-kantor di lingkungan Pemerintah Daerah.
Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh tim Pemeriksa mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh, pengujian yang dilakukan, simpulan, dan hal- hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat PAHP adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara PAHP yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok Pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi.
Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Pajak dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan daerah.
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor adalah surat panggilan yang disampaikan kepada Wajib Pajak untuk menghadiri Pemeriksaan Kantor dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Pajak dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Surat Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Pajak dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Tim Penjaminan Mutu Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa dan Wajib Pajak dalam PAHP guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SPHP adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok Pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi.
Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan penilaian oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan Dokumen dan benda-benda lain.
Pihak Ketiga adalah pihak yang memiliki keterangan atau bukti yang ada hubungannya dengan tindakan Wajib Pajak, pekerjaan, kegiatan usaha, antara lain bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, konsultan hukum, konsultan keuangan, pelanggan, pemasok, kantor administrasi, atau pihak lainnya.
Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disebut dengan SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran Pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir yang selanjutnya disebut LHP Sumir adalah laporan tentang penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak yang terutang.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan Terbuka adalah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang didahului dengan penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan Tertutup adalah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan tidak dengan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan SKPD dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis Pajak dan Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang sama.
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat NPWPD adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan daerah yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan daerahnya.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah SKPD yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena jumlah kredit Pajak lebih besar daripada Pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah SKPD yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan.
Penagihan adalah serangkaian tindakan agar penanggung Pajak melunasi utang Pajak dan biaya penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan daerah.
Jurusita Pajak yang selanjutnya disebut Jurusita adalah pelaksana tindakan Penagihan yang meliputi Penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan, dan penyanderaan.
Utang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administratif berupa bunga, denda dan/atau kenaikan yang tercantum dalam SKPD, atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman Lelang, pembatalan Lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan Penagihan Pajak.
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.
Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan.
Pemblokiran adalah tindakan pengamanan Barang milik Penanggung Pajak yang dikelola oleh LJK dengan tujuan agar terhadap Barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan, tertulis, dan/atau media dalam jaringan ( online ) melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
Kantor Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara Lelang.
Penyitaan adalah tindakan Jurusita untuk menguasai Barang Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi Utang Pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Objek Sita adalah Barang Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan Utang Pajak.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah SKPD yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah SKPD yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak.
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi Utang Pajaknya.
Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita kepada Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis Pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh Pihak Ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pemeriksaan Pajak
Relevan terhadap 11 lainnya
Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
Dikecualikan dari pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak dapat dilakukan pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Laporan tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa dan dilampiri dengan:
penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format Surat Pemberitahuan;
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, serta disampaikan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang melakukan Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak.
Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak, pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok pajak yang telah dibayar.
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan bukti pembayaran atas sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5) Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terkait dengan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan.
Dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan masih terdapat kekurangan pembayaran pajak terutang, Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditambah dengan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe:
Pemeriksaan Lengkap;
Pemeriksaan Terfokus; atau
Pemeriksaan Spesifik.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan melakukan administrasi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025 ...
Relevan terhadap
Pegawai tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) berupa:
Pegawai Tetap tertentu; dan/atau
Pegawai Tidak Tetap tertentu, yang memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Pegawai Tetap tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Pegawai Tetap yang memenuhi kriteria:
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Nomor Induk Kependudukan yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pada:
Masa Pajak Januari 2025, untuk Pegawai tertentu yang mulai bekerja sebelum Januari 2025; atau
Masa Pajak bulan pertama bekerja, untuk Pegawai tertentu yang baru bekerja pada tahun 2025; dan
tidak menerima insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
gaji dan tunjangan yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; dan/atau
imbalan sejenis yang bersifat tetap dan teratur, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perusahaan dan/atau perjanjian kontrak kerja.
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Pegawai Tidak Tetap tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Pegawai Tidak Tetap yang memenuhi kriteria:
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Nomor Induk Kependudukan yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
menerima upah dengan jumlah:
rata-rata 1 (satu) hari tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dalam hal upah diterima atau diperoleh secara harian, mingguan, satuan, atau borongan; atau
tidak lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dalam hal upah diterima atau diperoleh secara bulanan; dan
tidak menerima insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
melakukan kegiatan usaha pada bidang industri:
alas kaki;
tekstil dan pakaian jadi;
furnitur; atau
kulit dan barang dari kulit; dan
memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kode klasifikasi lapangan usaha utama yang tercantum pada basis data yang terdapat dalam administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang Pajak Penghasilan.
Pemberi Kerja adalah orang pribadi dan badan, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan.
Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang diterima atau diperoleh berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja.
Pegawai Tetap adalah Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta Pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang Pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.
Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai, termasuk tenaga kerja lepas, yang hanya menerima penghasilan apabila Pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh Pemberi Kerja.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Nomor Induk Kependudukan adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. 12. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang selanjutnya disebut Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 adalah Surat Pemberitahuan Masa yang digunakan oleh pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21/26 untuk melaporkan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi, serta penyetoran atas pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 24 lainnya
Untuk dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b, Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan kepada kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi melalui Sistem OSS.
Penyampaian pemberitahuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri bukti dukung berupa:
bukti bahwa Penelitian dan Pengembangan telah memperoleh hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT; dan/atau
bukti mencapai tahap Komersialisasi dapat berupa surat izin edar, invois, dan foto produk hasil penelitian dan pengembangan.
Atas pemberitahuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi melakukan penelitian kesesuaian antara fokus dan tema dalam permohonan yang telah disetujui dan realisasi kegiatan Penelitian dan Pengembangan dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari kerja.
Dalam melakukan penelitian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi, berkoordinasi dengan Kepala Otorita dan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan yang dimohonkan.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
Wajib Pajak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto; atau
Wajib Pajak tidak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto.
Hasil penelitian berupa Wajib Pajak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a paling sedikit memuat:
besaran persentase tambahan pengurangan Penghasilan Bruto yang dapat dimanfaatkan Wajib Pajak; dan
Tahun Pajak saat Wajib Pajak dapat mulai memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi kepada Wajib Pajak dengan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kepala Otorita, dan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan yang dimohonkan melalui Sistem OSS.
Dalam hal hasil penelitian berupa Wajib Pajak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi memberitahukan pemanfaatan disetujui kepada Wajib Pajak melalui Sistem OSS.
Dalam hal hasil penelitian berupa Wajib Pajak tidak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, pemberitahuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak. Paragraf 7 Kewajiban bagi Wajib Pajak yang Memanfaatkan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Atas usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dilakukan penelitian kebenaran untuk memastikan kesesuaian antara data dalam salinan digital daftar aktiva tetap yang disampaikan dengan data kegiatan usaha pada Sistem OSS.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) diterima.
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) salinan digital daftar aktiva tetap telah sesuai dengan data kegiatan usaha, Sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dinyatakan lengkap dan benar.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian antara salinan digital daftar aktiva tetap dan data kegiatan usaha, Sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pembetulan.
Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan pembetulan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat mengajukan kembali sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2).
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1), lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari kerja.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti kesesuaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) dan kriteria proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3).
Dalam melakukan penelitian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi, berkoordinasi dengan Otorita Ibu Kota Nusantara dan kementerian dan/atau lembaga pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan yang dimohonkan.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
kesesuaian dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2);
ketidaksesuaian dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2);
kesesuaian dengan kriteria proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3); atau
ketidaksesuaian dengan kriteria proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3).
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf c terpenuhi, kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi memberitahukan persetujuan permohonan kepada Wajib Pajak melalui Sistem OSS.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditembuskan kepada Kepala Otorita, Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf d terpenuhi, kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi menyampaikan permintaan perbaikan permohonan kepada Wajib Pajak melalui Sistem OSS.
Wajib Pajak harus menyampaikan perbaikan permohonan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah hasil penelitian diterima oleh Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c atau huruf b dan huruf d terpenuhi, kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi menyampaikan pemberitahuan melalui Sistem OSS bahwa atas permohonan tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut.
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) dan kriteria proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3).
Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Pasal 54 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimalsud dalam Pasal 53, Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan menyelenggarakan fungsi: a. penJrusunan kebijakan teknis, rencana dan program pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan, serta transformasi digital dan manajemen perubahan; b. pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data, informasi, dan intelljen keuangan, serta transformasi digital dan manajemen perubahan; c. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan atas pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan, serta transformasi digital dan manajemen perubahan; d. pelaksanaan administrasi Badan; dan e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Pasal 55 (1) Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan terdiri atas Sekretariat Badan dan paling banyak 6 (enam) pusat. (2) Sekretariat Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas ^jabatan fungsional dan ^jabatan pelaksana. (3) Dalam. hal tugas dan fungsi Sekretariat Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh ^jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 5 (lima) bagran. (a) Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. (5) Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. (6) Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana.
Pasal 18 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Direktorat Jenderal Anggaran menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; c. penJrusunan norrna, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; e. pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Pasal 19 (1) Direktorat Jenderal Anggaran terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 9 (sembilan) direktorat. (2) Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. (3) Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. (4) Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. (5) Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. SK No2470094
pasal 22 Dalam melalsanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebljal<an di bidang pajak; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pajak; c. penJrusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pajak; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pajak; e. pelalsanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang pajak; f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. (1) Direktorat Pasal 23 Jenderal Direktorat Jenderal dan paling banyak 15 (lima belas) direktorat. (2) Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. (3) Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal 5slagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. (4) Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. (5) Dalam hal tugas dan fungsi bagran sebagaimana dimaksud pada ayat (a) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 5 (lima) subbagian. (6) Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. (7) Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. Pajak terdiri atas Sekretariat
Bentuk dan Tata Cara Penyampaian Laporan serta Daftar Wajib Pajak dalam rangka Pemenuhan Persyaratan Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Paja ...
Relevan terhadap
Bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d terdiri atas:
laporan bulanan; dan
laporan kepemilikan saham yang memiliki hubungan istimewa untuk pemegang saham utama dan pemegang saham pengendali.
Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan:
laporan bulanan kepemilikan saham atas emiten atau perusahaan publik dan rekapitulasi yang telah dilaporkan dari Biro Administrasi Efek; atau
laporan bulanan kepemilikan saham atas emiten atau perusahaan publik bagi emiten dan/atau perusahaan publik yang menyelenggarakan administrasi efek sendiri, sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang- undangan di bidang pasar modal yang mengatur mengenai laporan biro administrasi efek atau emiten dan perusahaan publik yang menyelenggarakan administrasi efek sendiri.
Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat untuk setiap Tahun Pajak dengan mencantumkan nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, Tahun Pajak, serta menyatakan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Bentuk laporan kepemilikan saham yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
nama Wajib Pajak;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
Tahun Pajak;
nama pemegang saham yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak;
Nomor Pokok Wajib Pajak pemegang saham yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak;
hubungan istimewa pemegang saham dengan Wajib Pajak;
jenis pengendalian dengan Wajib Pajak;
jumlah kepemilikan saham yang dimiliki pihak yang mempunyai hubungan istimewa; dan
persentase kepemilikan saham yang dimiliki pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Bentuk laporan kepemilikan saham yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan daftar Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) huruf a kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak.
Daftar Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
Tahun Pajak b. nama Wajib Pajak Perseroan Terbuka;
Nomor Pokok Wajib Pajak Perseroan Terbuka;
nama Biro Administrasi Efek;
Nomor Pokok Wajib Pajak Biro Administrasi Efek;
jumlah Pihak pemegang saham kurang dari 5% (lima persen);
persentase kepemilikan saham masing-masing Pihak yang memiliki saham kurang dari 5% (lima persen); dan
jumlah hari dalam satu Tahun Pajak yang memenuhi persyaratan.
Daftar Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Perseroan Terbuka adalah perusahaan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Wajib Pajak Perseroan Terbuka adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka.
Pihak adalah orang pribadi atau badan.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
Biro Administrasi Efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten dan/atau penerbit efek melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.