Biaya Operasional Penyelenggaraan Pembayaran Manfaat Pensiun yang Dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) ...
Relevan terhadap
PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) mengajukan tagihan BOP kepada KPA BUN setiap bulan.
Pengajuan tagihan BOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan realisasi jumlah Penerima Manfaat Pensiun dikalikan Biaya Satuan.
KPA BUN melakukan penelitian atas tagihan BOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menerbitkan SPM untuk diajukan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan SP2D berdasarkan SPM yang diajukan oleh KPA BUN.
PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) membebankan BOP secara langsung kepada hasil pengembangan AIP.
PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) mengajukan usulan pengesahan BOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA BUN setiap bulan.
Pengajuan usulan pengesahan BOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan realisasi jumlah Penerima Manfaat Pensiun dikalikan Biaya Satuan.
KPA melakukan penelitian usulan pengesahan BOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menerbitkan SPM untuk diajukan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan SPM Nihil yang mengesahkan pembebanan kepada hasil pengembangan AIP sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak dan mengesahkan BOP sebagai realisasi belanja.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan SP2D Pengesahan berdasarkan SPM yang diajukan oleh KPA BUN.
Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Relevan terhadap
Faktor yang dipertimbangkan dalam analisis data dan informasi objek Penilaian sumber daya alam berupa minyak bumi, gas bumi, mineral, batu bara, air tanah, energi baru, atau energi terbarukan, antara lain:
lokasi;
peruntukan area;
masa berlaku perizinan yang dimiliki;
biaya investasi;
luas wilayah usaha/kerja;
harga komoditas;
perjanjian berpengaruh yang dimiliki;
tahapan eksplorasi/ produksi;
aspek teknis geologi, metalurgi, eksploitasi, dan penambangan; dan/atau J. kualitas dan kuantitas sumber daya dan/atau cadangan.
Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara
Relevan terhadap
Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditentukan berdasarkan penghasilan bruto yang menjadi objek pajak sebagaimana ^'dimaksud dalam Pasal 4, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. (2) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk:
biaya kegiatan penyelidikan umum;
biaya kegiatan eksplorasi;
biaya kegiatan studi kelayakan;
biaya kegiatan operasi produksi;
biaya kegiatan pascatambang;
penyusutan dan/atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari I (satu) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan;
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan;
biaya yang dikeluarkan dalam rangka kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang . Penerimaan Negara Bukan Pajak;
cadangan biaya reklamasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan;
bunga;
sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional;
sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan;
sumbangan fasilitas pendidikan;
sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga; dan
biaya pembangunan infrastruktur sosial.
untuk transaksi tertentu lainnya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara. Batubara ^ujenis tertentu" sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat berupa:
Jine coal;
reject coal;
Batubara dengan impurities tertentu. Batubara untuk "keperluan tertentu" sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat berupa:
Batubara yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk keperluan sendiri dalam proses penambangan Batubara;
Batubara yang dimanfaatkan oleh perusahaan dalam rangka peningkatan nilai tambah Batubara yang dilakukan di mulut tambang; dan
Batubara untuk pengembangan daerah tertinggal di sekitar tambang. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (1) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan terkait bidang Usaha Pertambangan. Dengan Dengan demikian, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, dan/atau untuk penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan, yang bersifat final, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Ayat (2) Huruf a Penyelidikan umum merupakan tahapan kegiatan pertarnbangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. Huruf b Eksplorasi merupakan tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Huruf c Studi kelayakan merupakan tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yar,g berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang. Huruf d Biaya kegiatan operasi produksi antara lain berupa biaya perbaikan dan pemeliharaan, pembayaran sewa, biaya pengangkutan dan pengapalan, iuran produksi (royalti), Penerimaan Negara Bukan Pajak pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B, Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa penjualan hasil tambang, biaya pengolahan, dan biaya pengembangan dan/atau pemanfaatan Batubara. Huruf e Kegiatan pascatambang merupakan kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan Usaha Pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Adapun biaya kegiatan pascatambang antara lain biaya kegiatan reklamasi. Huruf f Huruf g Huruf h Cakupan ^jenis-jenis harta berwujud yang dapat disusutkan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia sepanjang tidak diatur khusus dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan pada dasarnya bukan merupakan objek pajak dan atas penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pemberi kerja. Namun demikian, dengan pertimbangan terdapat lokasi tambang wajib pajak yang terletak di daerah yang keadaan sarana dan prasarananya secare ekonomi kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara, sehingga penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, maka atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi penerimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Yang dimaksud dengan "kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak" antara lain:
iuran tetap;
provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi; dan/atau
penggunaan kawasan hutan. Huruf i Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Cadangan biaya reklamasi dalam ketentuan ini termasuk cadangan penutupan tambang yang disimpan dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Hurufj Cukup ^jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Huruf I Cukup ^jelas. Huruf m Cukup ^jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup ^jelas.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
Pasal 18 Ayat (1) Kenaikan PNBP sumber daya alam yang dibagihasilkan dan diperhitungkan dengan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi energi dan/atau kompensasi, tidak dibagihasilkan ke daerah dan tidak diperhitungkan sebagai kurang bayar DBH. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 2O Ayat (1) Huruf a Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP yang merupakan pengguna€rn PNBP melebihi target yang telah ditetapkan, dilakukan analisis kebutuhan riil kementerian / lembaga oleh Kementerian Keuangan dengan memperhatikan fleksibilitas instansi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dalam hal realisasi PNBP yang melampaui target penerimaan dalam APBN, dapat digunakan untuk belanja dengan ketentuan sebagai berikut: 1. digunakan untuk belanja kementerian / lembaga tertentu paling tinggi sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari tambahan realisasi penerimaan PNBP dalam APBN; atau 2. digunakan untuk belanja kementerian/ lembaga tertentu lebih dari 7,5% (tqjuh koma lima persen) dari tambahan realisasi penerimaan PNBP dalam APBN, setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Ralqfat dalam hal ini Badan Anggaran Dewan Perwakilan Ralyat. Ketentuan tersebut di atas dikecualikan untuk PNBP yang diperoleh dari: a. layanan yang membutuhkan biaya untuk pelaksanaan layanan berkenaan, sehingga dapat diberikan sesuai kebutuhan, antara lain: untuk penyelenggaraan pendidikan, kesehatan, penelitian, pengujian laboratorium, pengujian dalam rangka sertifikasi, advis teknis, penilaian, pelatihan, dan diklat kepemimpinan;
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 19 Pengaturan Bersama
Relevan terhadap
1 (a) Entitas Z merupakan entitas at-cost . 2 (b) Entitas Z mengoperasikan aset dan mengelola kewajiban yang 3 dikontribusikan ke dalam pengaturan. 4 (c) Entitas Z mengelola dan mendistribusikan pendapatan dan beban 5 yang timbul dari pengaturan kepada entitas A dan entitas B sesuai 6 proporsi. 7 (d) Entitas Z menerima uang muka untuk melakukan pengoperasian 8 yang penggunaannya dipertanggungjawabkan setiap bulannya. 9 (e) Entitas A mengkontribusikan aset padang golf berupa tanah dan 10 bangunan eksisting ke dalam pengaturan senilai Rp1.000. 11 (f) Entitas B mengkontribusikan aset berupa peralatan dan mesin 12 yang akan digunakan dalam pengaturan senilai Rp300. 13 (g) Entitas A menanggung biaya pengoperasian yang terkait dengan 14 pengembangan atas tanah termasuk konstruksi bangunan. 15 (h) Entitas B menanggung biaya pengoperasian terkait perolehan 16 peralatan dan mesin. 17 (i) Entitas A dan B secara bersama-sama menetapkan prosedur 18 operasi standar dan tarif yang akan dikenakan kepada pengguna 19 untuk setiap jenis produk/jasa yang dikelola entitas Z. 20 CI 25. Pada tahun pertama pengoperasian diketahui bahwa: 21 (a) Entitas Z memperoleh uang muka kerja sebesar Rp800 masing- 22 masing Rp500 dari entitas A dan Rp300 dari entitas B. 23 (b) Entitas Z mempertanggungjawabkan pengeluaran untuk 24 konstruksi bangunan sebesar Rp300, pengeluaran untuk 25 pembelian peralatan sebesar Rp150, dan biaya operasional 26 sebesar Rp60 yang seluruhnya merupakan belanja. 27 (c) Walaupun baru beroperasi setengah tahun, tercatat adanya 28 pendapatan sebesar Rp95 dan seluruhnya merupakan pendapatan 29 kas. 30 (d) Kelebihan uang muka didistribusikan kembali kepada entitas A 31 dan entitas B. 32 Analisis 33 CI 26. Anggaran dasar entitas Z merupakan pengaturan yang mengikat bagi 34 entitas A dan entitas B serta organ entitas Z yang di dalamnya terdapat 35 hak dan kewajiban yang bersifat memaksa. Aktivitas relevan yang 36 secara signifikan mempengaruhi manfaat yang dapat dihasilkan oleh 37 entitas Z juga diatur dalam anggaran dasar. 38 CI 27. Dari pengaturan terkait pernyataan sah pengambilan keputusan 39 dalam rapat umum pemegang saham yang termuat pada anggaran 40 dasar, secara implisit dapat diketahui bahwa entitas A memiliki 41 pengendalian bersama dengan entitas B atas entitas Z. 42
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Relevan terhadap
Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, didasarkan atas:
rencana tata ruang wilayah nasional;
rencana tata ruang pulau/kepulauan;
rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
rencana tata ruang wilayah provinsi;
rencana tata ruang wilayah kabupatenlkota; dan f atau f. rencana detail tata ruang. Paragraf 2 Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Pasal 6 (1) Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat:
maksud dan tujuan rencana pembangunan;
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
prioritas pembangunan nasional/daerah;
letak tanah;
luas tanah yang dibutuhkan;
gambaran umum status tanah;
perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;
perkiraan . PRES IOEN REPUELIK INDONESIA h. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
perkiraan nilai tanah;
rencana penganggaran; dan
preferensi bentuk Ganti Kerugian. (2) Maksud dan tujuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menguraikan maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat pembangunan untuk Kepentingan Umum. (3) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan prioritas pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, menguraikan kesesuaian rencana lokasi Pengadaan Tanah dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan prioritas pembangunan. (4) Letak tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menguraikan wilayah administrasi:
kelurahan/desa atau nama lain;
kecamatan;
kabupaten/kota; dan
provinsi, tempat lokasi pembangunan yang direncanakan. (5) Luas tanah yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, menguraikan perkiraan luas tanah yang diperlukan. (6) Gambaran umum status tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, menguraikan data awal mengenai penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. (7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud daiam Pasal 3.
Perkiraan (8) (e) (10) (1 1) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan. Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, menguraikan perkiraan nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah, meliputi:
tanah;
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah;
bangunan;
tanaman;
benda yang berkaitan dengan tanah; dan
kerugian lain yang dapat dinilai. Rencana penganggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, menguraikan besaran dana, sumber dana, dan rincian alokasi dana untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. Dalam hal diperlukan, Instansi yang Memerlukan Tanah dapat menambah muatan dalam dokumen perencanaan Pengadaan Tanah. Pasal 7 (1) Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup:
survei sosial ekonomi;
kelayakan lokasi;
analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masy arakat;
perkiraan nilai tanah;
dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari Pengadaan Tanah dan pembangunan; dan studi lain yang diperlukan (2) Survei sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan untuk menghasilkan kajian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang diperkirakan terkena dampak Pengadaan Tanah. (3) Kelayakan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai kesesuaian fisik lokasi dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan untuk Kepentingan Umum yang dituangkan dalam peta rencana lokasi pembangunan. (4) Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai biaya yang diperlukan dan manfaat pembangunan yang diperoleh bagi wilayah dan masyarakat. (5) Perkiraan nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan untuk menghasilkan perkiraan besarnya nilai Ganti Kerugian Objek Pengadaan Tanah. (6) Dampak lingkungan dan dampak sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan untuk menghasilkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen lingkungan hidup lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (7) Studi lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, merupakan hasil studi yang secara khusus diperlukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat berupa studi budaya masyarakat, studi politik dan keamanan, atau studi keagamaan, sebagai antisipasi dampak spesifik akibat pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 Tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan dengan memperhatikan:
kesesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pertimbangan biaya-manfaat berupa analisis besaran tambahan beban terhadap APBN dan peningkatan layanan/manfaat yang didapatkan melalui penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP dibandingkan dengan beban APBN untuk pengelolaan sendiri oleh Instansi Pengelola PNBP; dan/atau
kesiapan tata kelola dan persyaratan badan yang akan ditunjuk sebagai Mitra Instansi Pengelola PNBP berupa rencana strategis atau proposal badan berkenaan.
Penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP berdasarkan Undang-Undang/Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a dilaksanakan oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP berdasarkan penugasan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b dilaksanakan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel.
(3a) Jangka waktu penugasan Mitra Instansi Pengelola PNBP yang ditunjuk Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.
(3b) Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dapat melakukan peninjauan kembali terhadap penugasan Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) minimal 1 (satu) kali dalam jangka waktu masa penugasan Mitra Instansi Pengelola PNBP.
Penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat didelegasikan kepada Pejabat Eselon I atas nama Pimpinan Instansi Pengelola PNBP.
Penjelasan lebih lanjut penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran Huruf C angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini ^yang dimaksud ^dengan:
Pertambangan adalah sebagian atau ^seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, ^pengelolaan ^dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, ^pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 3 Menetapkan 2. Mineral ^. L2. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut IUPK, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. 13. Surat lzin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan ^jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu. 14. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. 15. Izin Pengangkutan dan Penjualan adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, dan menjual komoditas tambang Mineral atau Batubara. 16, lzin Usaha Jasa Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUJP, adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha ^jasa pertambangan inti yang berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan Usaha Pertambangan. 17. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan Pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. 18. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. 19. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.
Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. 2I. Konstruksi adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. 22. Penambangan adalah kegiatan untuk memproduksi Mineral dan/atau Batubara dan Mineral ikutannya. 23. Pengolahan adalah upaya meningkatkan mutu komoditas tambang Mineral untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari sifat komoditas tambang asal untuk dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri. 24. Pemurnian adalah upaya untuk meningkatkan mutu komoditas tambang Mineral melalui proses fisika maupun kimia serta proses peningkatan kemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda dari komoditas tambang asal sampai dengan produk logam sebagai bahan baku industri. 25. Pengembangan dan/atau Pemanfaatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu Batubara dengan atau tanpa mengubah sifat fisik atau kimia Batubara asal. 26. Pengangkutan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk memindahkan Mineral dan/atau Batubara dari daerah tambang dan/atau tempat Pengolahan dan/atau Pemurnian sampai tempat penyerahan. 27. Penjualan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk menjual hasil Pertambangan Mineral atau Batubara. 28. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang Pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Badan .
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah BUMN yang bergerak di bidang Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 30. Badan Usaha Swasta Nasional adalah badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang kepemilikan sahamnya IOOo/o (seratus persen) dalam negeri. 31. Badan Usaha Milik Daerah, yang selanjutnya disebut BUMD, adalah BUMD yang bergerak di bidang Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 32. Jasa Pertambangan adalah ^jasa penunjang ^yang berkaitan dengan kegiatan Usaha Pertambangan. 33. Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP atau pemegang SIPB. 34. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi Mineral dan/atau Batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. 35. Wilayah Pertambangan Ra[<yat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat. 36. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus, ^yang selanjutnya disebut WUPK, adalah wilayah ^yang telah memiliki ketersediaan data, ^potensi, dan/atau informasi geologi yang dapat diusahakan untuk kepentingan strategis nasional.
36a. Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK. 37. Koperasi adalah badan hukum ^yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, ^yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 2 38. Masyarakat adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan Usaha Pertambangan. 39. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya yang selanjutnya disebut RI(AB adalah rencana kerja dan anggaran biaya pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang meliputi aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan. 40. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik lndonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 41. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 42. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan ayat (3) huruf d Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Investasi Pemerintah
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "analisis biaya manfaat (cost-benefit analgsisl" adalah pendekatan sistematis yang digunakan untuk memperkirakan biaya dan manfaat berbagai alternatif investasi yang digunakan untuk menentukan keputusan terbaik. Pasal .
Pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang oleh OIP harus dilakukan oleh tenaga ahli/profesional yang telah memiliki sertifikasi keahlian di bidang pasar modal dan/atau di bidang investasi dan keuangan. Pasal 31 Dalam proses pengambilan keputusan pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang, OIP harus melakukan:
analisis terhadap risiko; dan
dokumentasi pengambilan keputusan yang dituangkan dalam kertas kerja analisis yang memadai. Pasal 32 (1) OIP dapat melakukan alih daya pengelolaan investasinya kepada Manajer Investasi. (21 Alih daya pengelolaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan dalam perjanjian. Pasal 33 Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 paling sedikit harus memenuhi ketentuan:
memiliki izin usaha sebagai perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan;
tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan; c d berpengalaman mengelola dana paling sedikit Rp5.000.000.000.0O0,00 (lima triliun rupiah) pada saat penunjukan sebagai pengelola investasi; dan memiliki Wakil Manajer Investasi yang tidak pernah dikenai sanksi administratif oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam ^jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. Pasal 34 Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 menyampaikan laporan atas kineda pengelolaan investasi/portofolio Investasi Pemerintah secara berkala kepada OIP sesuai perjanjian atau sewaktu-waktu berdasarkan permintaan. Pasal 35 OIP melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja pengelolaan investasi yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Pasal 36 (1) OIP membuka rekening pengelolaan investasi pada Bank Kustodian. (21 Bank Kustodian paling sedikit memenuhi kriteria:
mempunyai status sebagai bank umum;
minimal cukup sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
mempunyar izin usaha kustodian dari lembaga yang berwenang; dan
memenuhi syarat tambahan dari OIP. (3) Ketentuan mengenai Bank Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal transaksi saham dan surat utang tidak tercatat dan/atau tidak diperdagangkan pada bursa efek. Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 2 Investasi Langsung Pasal 38 (1) Pelaksanaan investasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 paling sedikit dengan mempertimbangkan:
tujuan investasi;
tingkat risiko dan imbal hasil investasi; dan
kebijakan portofolio investasi. (2) Pelaksanaan investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada analisis biaya manfaat dan/atau metode lain yang relevan. Pasal 39 (1) Investasi langsung berupa pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a dapat digunakan untuk:
pembangunan di bidang infrastruktur dan bidang lainnya; dan/atau
fasilitas pembiayaan/pendanaan. (21 Pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menunjang pelaksanaan program Pemerintah. (3) Pemberian Pinjaman dapat dilakukan oleh OIP kepada BLU, Badan Usaha, dan/atau pemerintah daerah berdasarkan perjanjian. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Pinjaman dalam investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal Pasal 40 Kerja sama investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih yang masing-masing pihak sepakat untuk melakukan investasi non permanen. Pasal 41 Bentuk dan pelaksanaan investasi langsung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf c diatur oleh Menteri. Pasal 42 Pemberian Pinjaman dan kerja sama investasi dapat dilakukan untuk mendukung kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Paragraf 3 Divestasi Pasal 43 (1) OIP melakukan Divestasi sesuai dengan masa jatuh tempo/waktu yang telah ditentukan. (2) Dalam keadaan tertentu, OIP dapat melakukan Divestasi sebelum masa waktu yang telah ditentukan. (3) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
tujuan Investasi Pemerintah berupa manfaat ekonomi/ sosial/ lainnya telah tercapai;
terjadi peningkatan risiko investasi yang dapat menyebabkan penurunan nilai investasi; dan/atau
Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Relevan terhadap
Penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan dengan memperhatikan:
kesesuaian dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
pertimbangan biaya-manfaat berupa analisis besaran tambahan beban terhadap APBN dan peningkatan layanan/manfaat yang didapatkan melalui penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP dibandingkan dengan beban APBN untuk pengelolaan sendiri oleh Instansi Pengelola PNBP; dan/atau c. kesiapan tata kelola dan persyaratan badan yang akan ditunjuk sebagai Mitra Instansi Pengelola PNBP berupa rencana strategis atau proposal badan berkenaan.
Penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP berdasarkan Undang-Undang/Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a dilaksanakan oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP berdasarkan penugasan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b dilaksanakan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel.
Penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat didelegasikan kepada Pejabat Eselon I atas nama Pimpinan Instansi Pengelola PNBP.
Penjelasan lebih lanjut penunjukan Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran Huruf C angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.