Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 2. Aset adalah seluruh barang milik negara yang dikelola oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. 3. Aset Dalam Penguasaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang selanjutnya disingkat ADP adalah Aset yang meliputi tanah dalam bentuk Hak Pengelolaan. 4. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN. 5. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN. 6. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang selanjutnya disebut Kawasan adalah wilayah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Be bas Ba tam.
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Be bas dan Pelabuhan Bebas Batam yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan adalah lembaga/ instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan sesuai dengan fungsi-fungsi Kawasan. 8. Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tan pa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 9. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat PPK-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan keuangan BLU, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. 10. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berj alan se bagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. 11. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Aset yang sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan. 12. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian pada saat tertentu. 13. Penilai adalah pihak yang melakukan Penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. 14. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Aset yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga dan/atau optimalisasi Aset dengan tidak mengubah status kepemilikan. 15. Sewa adalah Pemanfaatan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. 16. Pinjam Pakai adalah Pemanfaatan Aset melalui penyerahan penggunaan BMN Badan Pengusahaan kepada pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Badan Pengusahaan.
Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah Pemanfaatan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. 18. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat KSPI adalah Pemanfaatan Aset melalui kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur yang selanjutnya disebut Ketupi adalah Pemanfaatan BMN melalui optimalisasi BMN untuk meningkatkan fungsi operasional BMN guna mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur lainnya. 20. Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Kepala Badan Pengusahaan sebagai penanggungjawab proyek kerja sama pada Badan Pengusahaan dalam rangka pelaksanaan kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 21. Badan U saha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, badan hukum asing, atau koperasi. 22. Badan Usaha Pelaksana Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha yang selanjutnya disebut Badan Usaha Pelaksana adalah Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau ditunjuk langsung. 23. Perubahan Status Aset adalah perubahan status ADP menjadi BMN atau perubahan status BMN menjadi ADP. 24. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN. 25. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan BMN kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. 26. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan BMN yang dilakukan antara Badan Pengusahaan dengan pemerintah daerah, badan usaha milik negara/ daerah a tau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, dan swasta, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang- kurangnya dengan nilai seimbang. 27. Hi bah adalah pengalihan kepemilikan BMN dari Badan Pengusahaan kepada pemerintah daerah atau kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. 28. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan BMN. 29. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari pembukuan/ daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Badan Pengusahaan dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas BMN.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 31. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Aset. 32. Penggolongan adalah kegiatan untuk menetapkan Aset secara sistematik ke dalam golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. 33. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN. 34. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN. 35. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah pada Direktorat Jenderal yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja Badan Pengusahaan. 36. Kepala Kantor Pelayanan Keyayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disebut Kepala KPKNL adalah Kepala Kantor Pelayanan pada Direktorat Jenderal yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja Badan Pengusahaan. 37. Pihak Lain adalah pihak-pihak selain kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah. Pasal 2 (1) Ruang lingkup Peraturan Menteri m1 mengatur pelaksanaan pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan, yang meliputi:
BMN; dan
ADP. (2) BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN; dan
barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah meliputi:
barang yang diperoleh dari hi bah/ sumbangan atau yang sejenis;
barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (3) BMN yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 3 termasuk:
barang yang diperoleh dari pendapatan Badan Pengusahaan dan perolehan lainnya yang sah;
barang yang pendanaannya merupakan gabungan antara APBN dan pendapatan Badan Pengusahaan; dan
barang yang berasal dari pengalihan ADP yang tidak diperpanjang pengalokasiannya.
ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb meliputi Aset berupa tanah yang berada dalam Kawasan yang tidak ditetapkan sebagai BMN termasuk:
tanah yang belum mendapatkan sertipikat Hak Pengelolaan;
tanah yang sudah mendapatkan sertipikat Hak Pengelolaan; dan
tanah yang berasal dari BMN yang diubah statusnya menjadi ADP. Pasal 3 (1) Badan Pengusahaan mengelola Aset berupa:
BMN berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan; dan
ADP berupa tanah. (2) ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat:
dikerjasamakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini; atau
dilakukan pengalokasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. BAB II PEJABAT PENGELOLA ASET Pasal 4 (1) Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara merupakan Pengelola Barang yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan Aset. (2) Dalam pelaksanaan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan melimpahkan kewenangannya kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; atau
pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat. (3) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. (4) Dalam hal pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum terakomodir di dalam Keputusan Menteri Keuangan, maka dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilimpahkan kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat. Pasal 5 (1) Kepala Badan Pengusahaan merupakan Pengguna Barang di lingkungan Badan Pengusahaan yang memiliki kewenangan pelaksanaan teknis dan perumusan kebijakan teknis pengelolaan Aset.
Dalam pelaksanaan teknis pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Pengusahaan dapat melimpahkan kewenangannya kepada pejabat di lingkungan Badan Pengusahaan yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PENGELOLAAN ASET Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 6 Pengelolaan Aset meliputi:
Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan;
Penggunaan;
Perubahan Status Aset;
Pemanfaatan;
pengalokasian;
pengamanan dan pemeliharaan;
Penilaian;
Pemindahtanganan; J. Pemusnahan;
Penghapusan;
Penatausahaan; dan
pengawasan dan pengendalian. Pasal 7 (1) Aset pada Badan Pengusahaan dilarang untuk diserahkan kepada Pihak Lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah pusat. (2) Aset pada Badan Pengusahaan tidak dapat dilakukan penyitaan. (3) BMN yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara tidak dapat dipindahtangankan. (4) BMN dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman. Bagian Kedua Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran Pasal 8 (1) Perencanaan Kebutuhan BMN disusun dalam rencana bisnis dan anggaran Badan Pengusahaan setelah memperhatikan ketersediaan BMN yang ada serta kemampuan dalam menghimpun pendapatan. (2) Perencanaan Kebutuhan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga/biaya.
Perencanaan Kebutuhan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Pasal 9 (1) Standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berpedoman pada ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan c.q. direktur yang membidangi perumusan kebijakan kekayaan negara pada Direktorat J enderal berdasarkan usulan Kepala Badan Pengusahaan. (2) Standar harga/biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PPK-BLU. Bagian Ketiga Pengadaan Pasal 10 Pengadaan BMN dilaksanakan sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Penggunaan Paragraf 1 Umum Pasal 11 (1) Penggunaan Aset dilaksanakan dengan cara:
digunakan sendiri oleh Badan Pengusahaan;
digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya;
dioperasikan oleh Pihak Lain;
dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lainnya; atau
digunakan bersama dengan kementerian/lembaga lain. (2) BMN yang berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan hanya dapat diusulkan untuk dilakukan Penggunaan untuk dioperasikan oleh Pihak Lain, Penggunaan sementara, pengalihan status Penggunaan, atau Penggunaan bersama, setelah memperoleh penetapan status Penggunaan. (3) Penetapan status BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan atas BMN berupa:
barang persediaan;
konstruksi dalam pengerjaan;
barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan;
barang yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan;
bantuan pemerintah yang belum ditetapkan statusnya; dan
aset tetap renovasi. (4) ADP tidak dapat diusulkan untuk dilakukan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali telah dilakukan Perubahan Status Aset menjadi BMN. (5) ADP hanya dapat dilakukan pengalokasian atau Pemanfaatan, setelah memperoleh penetapan status ADP. (6) Kementerian/lembaga dapat melakukan pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan. Paragraf 2 Penetapan Status Pasal 12 (1) Penetapan status Penggunaan Aset berupa BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dilakukan oleh Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan status Penggunaan BMN dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanjang BMN berupa selain tanah dan/ a tau bangunan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak dipersyaratkan adanya bukti kepemilikan dengan nilai buku sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan. (3) Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pelaksanaan, prosedur, dan dokumen penetapan status Penggunaan BMN mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan BMN. (4) Penetapan status ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan. Paragraf 3 Penggunaan Sementara Pasal 13 (1) BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Badan Pengusahaan dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan BMN tersebut. (2) Penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (3) Penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan jangka waktu tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penggunaan sementara yang dilakukan untuk jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL.
Pada saat jangka waktu Penggunaan sementara telah berakhir, BMN yang digunakan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
digunakan sendiri oleh Badan Pengusahaan;
digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya; dan/atau
dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lain, berdasarkan usulan dari Kepala Badan Pengusahaan untuk mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (6) Pengguna sementara BMN yang menggunakan sementara BMN pada Badan Pengusahaan tidak dapat melakukan penetapan status Penggunaan, Penggunaan untuk dioperasikan Pihak Lain, pengalihan status Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan/atau Penghapusan BMN yang digunakan sementara. (7) Pengguna sementara BMN melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas BMN yang digunakan sementara sesuai perjanjian. (8) Pengguna sementara BMN dapat melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang digunakan sementara berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan, dengan ketentuan perubahan atau pengembangan terse but tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai BMN. (9) Dalam hal pengguna sementara melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang digunakan sementara, pengguna sementara menyerahkan hasil perubahan atau pengembangan dimaksud kepada Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 Penggunaan untuk Dioperasikan oleh Pihak Lain Pasal 14 (1) BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Badan Pengusahaan dapat dioperasikan oleh Pihak Lain tanpa mengubah status Penggunaan BMN tersebut, dengan ketentuan pengoperasian BMN dimaksudkan untuk menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Badan Pengusahaan serta penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. (2) Jangka waktu Penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang, untuk pengoperasian BMN oleh badan usaha milik negara, koperasi, atau badan hukum lainnya;
paling lama 15 (lima belas) tahun dan dapat diperpanjang, untuk pengoperasian BMN dalam rangka pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum, termasuk daerah tangkapan air, waduk, bendungan di KPBPB, dan sistem air limbah, serta limbah bahan berbahaya dan beracun;
paling lama 99 (sembilan puluh sembilan) tahun, untuk pengoperasian BMN oleh pemerintah negara lain;
sesuai perjanjian, untuk pengoperasian BMN oleh organisasi internasional; atau
selama lembaga independen yang dibentuk dengan undang-undang melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menjalankan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk pengoperasian BMN oleh lembaga independen yang dibentuk dengan undang-undang, dengan ketentuan tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengoperasian oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengoperasian oleh Pihak Lain yang dilakukan untuk jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (5) Biaya pengamanan dan pemeliharaan BMN selama jangka waktu Penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain dibebankan kepada Pihak Lain yang mengoperasikan BMN. (6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), biaya pengamanan dan pemeliharaan BMN dapat dibebankan secara keseluruhan atau sebagian kepada Badan Pengusahaan sepanjang pengoperasian dilaksanakan karena penugasan atau kebijakan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Pihak Lain yang melakukan pengoperasian atas BMN dapat melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang dioperasikan berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan, dengan ketentuan perubahan atau pengembangan tersebut tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai BMN. (8) Dalam hal BMN yang dioperasikan oleh Pihak Lain dilakukan perubahan atau pengembangan, hasil perubahan atau pengembangan dimaksud diserahkan kepada Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 (1) Pihak Lain yang mengoperasikan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dapat melakukan pungutan kepada masyarakat setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (2) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Badan Pengusahaan dengan melampirkan perhitungan estimasi biaya operasional dan besaran pungutan.
Dalam hal pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi biaya operasional menghasilkan keuntungan bagi pihak lain yang mengoperasikan BMN, keuntungan tersebut disetor seluruhnya ke rekening Badan Pengusahaan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Pihak Lain yang mengoperasikan BMN menyampaikan laporan tahunan pelaksanaan pengoperasian BMN kepada Kepala Badan Pengusahaan selama jangka waktu pengoperasian. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada bulan berikutnya setelah periode tahun anggaran berakhir. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyampaian laporan dilakukan pada akhir jangka waktu pengoperasian BMN sepanjang jangka waktu pengoperasian kurang dari 1 (satu) tahun. (4) Laporan pelaksanaan pengoperasian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
kesesuaian Penggunaan BMN objek pengoperasian sebagaimana ditentukan dalam perjanjian;
pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan atas objek pengoperasian;
kondisi BMN objek pengoperasian; dan
perubahan dan pengembangan yang dilakukan terhadap BMN objek pengoperasian, jika ada. Paragraf 5 Alih Status Penggunaan Pasal 17 (1) BMN yang tidak digunakan lagi oleh Badan Pengusahaan dapat dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lainnya. (2) Pengalihan status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengalihan status Penggunaan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL sepanjang BMN berupa aset tetap renovasi. Paragraf 6 Pembangunan oleh Kementerian/Lembaga di atas Aset Berupa Tanah pada Badan Pengusahaan Pasal 18 (1) Kementerian/lembaga dapat melakukan pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Kepala Badan Pengusahaan.
Pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian antara Badan Pengusahaan dan kementerian/lembaga yang melakukan pembangunan. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak;
jangka waktu pembangunan;
jenis, jumlah, dan luas objek yang dibangun;
tanggung jawab pembangunan; dan
hak dan kewajiban para pihak. (4) Barang yang diperoleh dari hasil pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan dilakukan penetapan status Penggunaan BMN pada kementerian/lembaga yang melakukan pembangunan terse but. (5) BMN hasil pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan Penatausahaan oleh kementerian/lembaga bersangkutan. (6) BMN hasil pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan dengan persetujuan Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilaporkan kepada Kepala Badan Pengusahaan. (7) Hasil Pemanfaatan atas BMN hasil pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi penerimaan pada:
kementerian/lembaga selaku Pengguna Barang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan/atau
Badan Pengusahaan, sesuai perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (8) BMN hasil pembangunan di atas Aset Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan alih status Penggunaan berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL kepada:
Badan Pengusahaan; atau
kementerian/lembaga lain. (9) Dalam hal BMN hasil pembangunan dialihkan status penggunaannya kepada kementerian/ lembaga lain sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b, perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan penyesuaian terhadap para pihak. Paragraf 7 Penggunaan Bersama Pasal 19 (1) BMN berupa infrastruktur jalan yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Badan Pengusahaan dapat dilakukan Penggunaan bersama dengan kementerian/lembaga yang membidangi urusan jalan nasional dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan BMN tersebut. (2) Penggunaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (3) Persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan berdasarkan permohonan Kepala Badan Pengusahaan. (4) Permohonan persetujuan Penggunaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Kepala Badan Pengusahaan yang minimal memuat:
data BMN yang akan digunakan bersama;
Pengguna Barang yang akan menggunakan bersama BMN;
jangka waktu Penggunaan bersama; dan
penjelasan serta pertimbangan Penggunaan bersama BMN. (5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa:
fotokopi keputusan penetapan status Penggunaan BMN; dan
surat permintaan Penggunaan bersama BMN dari Pengguna Barang yang akan menggunakan bersama BMN kepada Kepala Badan Pengusahaan. (6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penggunaan bersama yang dilakukan untuk jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (7) Kepala KPKNL melakukan penelitian atas permohonan Penggunaan bersama BMN yang diajukan oleh Kepala Badan Pengusahaan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan. (8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum mencukupi, Kepala KPKNL dapat:
meminta keterangan kepada Kepala Badan Pengusahaan;dan b. meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada Pengguna Barang yang akan menggunakan bersama BMN. (9) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
data BMN yang akan digunakan bersama;
Pengguna Barang yang menggunakan bersama BMN;
kewajiban Pengguna Barang yang menggunakan bersama BMN untuk memelihara dan mengamankan BMN yang digunakan bersama;
jangka waktu Penggunaan bersama; dan
kewajiban Pengguna Barang untuk menindaklanjuti persetujuan dengan membuat perjanjian. (10) Dalam hal permohonan Penggunaan bersama tidak disetujui, Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Badan Pengusahaan disertai dengan alasannya. Pasal 20 (1) Penggunaan bersama se bagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dituangkan dalam perjanjian antara Badan Pengusahaan selaku Pengguna Barang dan kementerian/ lembaga yang menggunakan bersama selaku pengguna bersama BMN. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak;
jangka waktu Penggunaan bersama;
jenis, jumlah dan luas objek yang digunakan bersama;
tanggung jawab Penggunaan bersama, termasuk tanggung jawab dalam melakukan pengamanan dan pemeliharaan BMN yang digunakan bersama; dan
hak dan kewajiban para pihak. Pasal 21 BMN yang sedang dilakukan Penggunaan bersama tidak dapat dilakukan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan/ a tau Penghapusan BMN yang digunakan bersama, kecuali berdasarkan usulan dari Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 22 (1) Pengguna bersama BMN yang menggunakan bersama BMN pada Badan Pengusahaan melakukan pengamanan dan pemeliharaan BMN sesuai perjanjian. (2) Biaya pengamanan dan pemeliharaan terhadap BMN yang digunakan bersama hanya dapat dibebankan pada salah satu pihak untuk setiap kegiatan. (3) Pengguna bersama BMN yang menggunakan bersama BMN pada Badan Pengusahaan, dapat melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang digunakan bersama berdasarkan:
perjanjian dengan Kepala Badan Pengusahaan; atau
persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (4) Perubahan atau pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai BMN. (5) Hasil perubahan atau pengembangan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan oleh Pengguna bersama BMN kepada Kepala Badan Pengusahaan. (6) Penyerahan hasil perubahan atau pengembangan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang akuntansi dan pengelolaan BMN. Bagian Kelima Perubahan Status Aset Paragraf 1 Perubahan Status Aset Berupa Aset Dalam Penguasaan Menjadi Barang Milik Negara Pasal 23 (1) ADP yang akan digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga, penyelenggaraan tugas pemerintahan negara, dan/atau pelayanan pada masyarakat dapat diubah statusnya menjadi BMN setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Pengusahaan. (2) Perubahan Status Aset berupa ADP menjadi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan status Penggunaan BMN. (3) ADP yang akan diubah statusnya menjadi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
tidak sedang dilakukan pengalokasian;
tidak terdapat pembebanan hak tanggungan atau peletakan jaminan/agunan terhadap hak atas tanah atau alokasi tanah di atas ADP; dan
tidak sedang dalam sengketa, baik terhadap ADP maupun hak atas tanah atau alokasi tanah di atas ADP. Paragraf 2 Tata Cara Perubahan Status Aset Berupa Aset Dalam Penguasaan Menjadi Barang Milik Negara Pasal 24 (1) Kepala Badan Pengusahaan memberikan persetujuan atas ADP yang diusulkan untuk menjadi BMN dengan tembusan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh:
kementerian/lembaga; atau
unit di Badan Pengusahaan yang membutuhkan BMN. (3) Kepala Badan Pengusahaan mengajukan usulan penetapan status Penggunaan BMN pada Badan Pengusahaan atas ADP berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (4) Kementerian/lembaga mengajukan usulan penetapan status Penggunaan BMN atas ADP berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengusahaan. (5) Penetapan status Penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penggunaan BMN. Paragraf 3 Perubahan Status Aset Berupa Barang Milik Negara Menjadi Aset Dalam Penguasaan Pasal 25 (1) BMN berupa tanah yang tidak digunakan lagi oleh Badan Pengusahaan dapat diubah statusnya menjadi ADP setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui keputusan Kepala Badan Pengusahaan. (3) Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pertimbangan:
sudah tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah atau penataan kota;
diperuntukkan bagi kepentingan umum;
adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau ketentuan perundang-undangan, yangjika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis;
analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) dari Kepala Badan Pengusahaan yang menyatakan bahwa tanah tersebut lebih optimal apabila dialihkan menjadi ADP; dan/atau
penyelesaian konflik pertanahan dan penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan proyek strategis nasional. (4) BMN berupa tanah yang dapat dilakukan Perubahan Status Aset menjadi ADP harus memenuhi kriteria:
sebelumnya berasal dari ADP;
telah ditetapkan status penggunaannya;
bukan merupakan BMN yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya; dan
BMN berupa tanah yang:
tidak sedang digunakan/tidak diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dan/atau tidak sedang dilakukan pemanfaatan; dan
sudah terdapat rencana peruntukan dan/atau pengalokasiannya. (5) Dalam hal pelaksanaan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP mengakibatkan timbulnya kebutuhan atas BMN berupa tanah, pelaksanaan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dilakukan bersamaan dengan penyiapan tanah ADP yang akan dijadikan BMN. (6) ADP yang disiapkan untuk dijadikan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3). Paragraf 4 Tata Cara Perubahan Status Aset Berupa Barang Milik Negara Menjadi Aset Dalam Penguasaan Pasal 26 Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
persiapan;
permohonan;
penelitian;
persetujuan;
penetapan; dan
pelaporan. Pasal 27 (1) Kepala Badan Pengusahaan melakukan persiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dengan tahapan sebagai berikut:
membentuk komite aset;
meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan reviu atas laporan dari komite aset; dan
menyiapkan dokumen permohonan. (2) Komite aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersifat ad hoc. (3) Komite aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah ganjil yang minimal beranggotakan perwakilan dari unsur:
unit yang menggunakan/menguasai BMN;
unit yang membidangi pengelolaan ADP;
pelaksana fungsional Pengguna Barang; dan
unit yang membidangi hukum pada Badan Pengusahaan. (4) Komite aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP meliputi:
melakukan penelitian data administratif, yaitu:
data tanah, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi status dan bukti kepemilikan, lokasi, luas, nilai perolehan dan/atau nilai buku;
data penetapan status Penggunaan dan/atau Pemanfaatan;
data dan informasi mengenai perolehan BMN berupa tanah yang akan diubah statusnya menjadi ADP;
data dan informasi mengenai bangunan, sarana prasarana, dan/atau objek lainnya yang berada di atas tanah sebagaimana dimaksud pada angka 1;
rencana peruntukan dan/atau pengalokasian BMN yang akan diubah statusnya menjadi ADP; dan
data ADP yang direncanakan akan dijadikan BMN dalam rangka pemenuhan kebutuhan BMN, jika ada.
melakukan penelitian fisik untuk memeriksa kesesuaian data administratif dengan fisik tanah:
BMN yang akan diusulkan untuk dilakukan Perubahan Status Aset dari BMN menjadi ADP;
ADP yang direncanakan akan dijadikan BMN dalam rangka pemenuhan BMN, jika ada. yang dituangkan dalam berita acara penelitian. c. menyusun kajian Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP meliputi:
Analisis aspek penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use);
Analisis manfaat dan dampak ekonomi dan sosial; dan
Analisis kebutuhan penyediaan berupa tanah sebagai dampak dari rencana Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. d. melakukan koordinasi dengan tim penyelesaian konflik pertanahan dan penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan proyek strategis nasional. e. menyiapkan dokumen yang melatarbelakangi usulan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, an tara lain:
dokumen rencana tata ruang wilayah atau penataan kota;
dokumen yang menyatakan/mendukung bahwa Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP diperlukan dalam rangka kepentingan umum;
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang mengakibatkan perlu dilakukannya Perubahan Status Aset berupa BMN;
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur status BMN tidak layak dipertahankan secara ekonomis; dan / a tau 5. dokumen hasil pelaksanaan tugas/laporan tim penyelesaian konflik pertanahan dan penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan proyek strategis nasional. f. menyampaikan laporan penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP kepada Kepala Badan Pengusahaan meliputi:
hasil penelitian data administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf a;
kajian sebagaimana dimaksud pada huruf c;
dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf e; dan
rekomendasi terkait rencana Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. (5) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c harus mempertimbangkan:
statistik BMN berupa tanah yang ada;
jumlah BMN berupa tanah; dan
analisis kebutuhan BMN berupa tanah. (6) Dalam hal diperlukan, komite aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan instansi teknis atau unsur lain yang kompeten.
Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f merekomendasikan untuk tidak dilakukan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, komite aset menyampaikan laporan penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP kepada Kepala Badan Pengusahaan disertai dengan alasannya. (8) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f merekomendasikan untuk dilakukan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, Kepala Badan Pengusahaan meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan reviu atas laporan dari komite aset dalam rangka penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. (9) Dalam hal diperlukan, pelaksanaan reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat melibatkan instansi teknis yang kompeten. (10) Kepala Badan Pengusahaan melakukan penelitian atas laporan penyiapan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dan hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah sebagai dasar pertimbangan dalam menyiapkan dokumen permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. Pasal 28 (1) Dalam hal usulan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP disertai dengan usulan Perubahan Status Aset berupa tanah ADP menjadi BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5), Kepala Badan Pengusahaan melakukan Perubahan Status Aset berupa ADP menjadi BMN. (2) Pelaksanaan Perubahan Status Aset berupa ADP menjadi BMN se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24. Pasal 29 (1) Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan surat permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat penjelasan dan pertimbangan usulan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dengan disertai:
data administratif;
nilai perolehan dan/atau nilai buku BMN;
rencana peruntukan dan pengalokasiannya;
surat keputusan pembentukan komite aset;
laporan penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dari komite aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf f;
hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah; dan
surat pernyataan:
kebenaran materiil objek yang diusulkan;
bahwa BMN yang akan diubah statusnya: a) sebelumnya berasal dari ADP; dan b) tidak sedang digunakan/tidak diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dan/atau tidak sedang dilakukan Pemanfaatan. (3) Dalam hal permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersamaan dengan adanya penyediaan ADP untuk dijadikan BMN, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai juga dengan usulan:
penetapan status Penggunaan; dan
Penilaian; atas ADP yang direncanakan untuk dijadikan BMN. (4) Pengajuan penetapan status Penggunaan dan Penilaian atas ADP yang akan dijadikan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Pasal 30 (1) Kepala KPKNL melakukan penelitian atas permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, dengan tahapan:
melakukan penelitian terhadap pemenuhan dokumen persyaratan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP; dan
melakukan penelitian data administratif. (2) Dalam hal diperlukan, Kepala KPKNL dapat melakukan penelitian fisik BMN yang direncanakan dilakukan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dengan memeriksa data administratif yang ada. (3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, Kepala KPKNL dapat meminta data dan informasi tambahan kepada Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 31 (1) Persetujuan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP diberikan oleh Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL dalam bentuk surat persetujuan dengan mendasarkan pada hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30. (2) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
data BMN yang akan diubah statusnya menjadi ADP; dan
tujuan peruntukan dan pengalokasian. (3) Dalam hal Kepala KPKNL tidak menyetujui permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, Kepala KPKNL memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Badan Pengusahaan disertai dengan alasannya. Pasal 32 (1) Kepala Badan Pengusahaan menerbitkan keputusan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat persetujuan dari Kepala KPKNL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1). (2) Kepala Badan Pengusahaan melakukan reklasifikasi BMN yang diubah statusnya menjadi ADP berdasarkan keputusan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penatausahaan BMN dan akuntansi pemerintahan. Pasal 33 (1) Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan laporan pelaksanaan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP kepada Kepala KPKNL dengan melampirkan:
surat keputusan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP;
daftar transaksi reklasifikasi dari BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2); dan
daftar transaksi reklasifikasi dari ADP menjadi BMN, dalam hal Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP disertai dengan adanya ADP yang dijadikan BMN. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) bulan sejak keputusan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. Bagian Keenam Pemanfaatan Paragraf 1 Umum Pasal 34 (1) Pemanfaatan Aset meliputi:
Sewa;
Pinjam Pakai; C. KSP;
Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur;
KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur;
KSPI; dan
Ketupi. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
Aset berupa tanah dan/atau bangunan;
Aset berupa sebagian tanah dan/atau bangunan; dan/atau
BMN selain tanah dan/atau bangunan. (3) Bandar udara, pelabuhan, sumber daya air dan limbah, termasuk Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Aset berupa ADP tidak dapat dilakukan Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai dan Ketupi.
Aset yang menjadi objek Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang dijaminkan atau digadaikan. (6) BMN yang berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan hanya dapat diusulkan untuk dilakukan Pemanfaatan, setelah memperoleh penetapan status Penggunaan. Pasal 35 (1) Pemanfaatan Aset dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada:
Menteri Keuangan c.q. direktur yang membidangi pengelolaan kekayaan negara pada Direktorat J enderal dengan tembusan Kepala KPKNL untuk Pemanfaatan dalam bentuk KSPI dan Ketupi; dan
Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL untuk Pemanfaatan selain KSPI dan Ketupi. (2) Pemanfaatan tidak mengubah status kepemilikan Aset. (3) Pemanfaatan Aset dilakukan dengan jangka waktu tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pemanfaatan Aset dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan umum. (5) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus merupakan kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan. (6) Biaya pemeliharaan dan pengamanan Aset yang berkaitan dengan Pemanfaatan Aset dibebankan pada mitra Pemanfaatan Aset. Pasal 36 (1) Pemerintah dapat memberikan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dalam rangka Pemanfaatan Aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. (2) Pemberian fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh:
Kepala Badan Pengusahaan;
Menteri Keuangan; dan/atau
menteri/pimpinan lembaga lainnya. Pasal 37 (1) Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf g, dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur yang dilakukan dalam bentuk Sewa atau KSP dan perpanjangannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
Jangka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur yang dilakukan dalam bentuk KSPI dan Ketupi serta perpanjangannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan, setelah memperoleh persetujuan dari:
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal untuk Pemanfaatan dengan nilai BMN yang dihitung secara proporsional dari nilai perolehan BMN di atas Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
Menteri Keuangan c.q. direktur yang membidangi pengelolaan kekayaan negara pada Direktorat J enderal untuk Pemanfaatan dengan nilai BMN yang dihitung secara proporsional dari nilai perolehan BMN sampai dengan Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (4) J angka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur dan perpanjangannya dituangkan dalam perjanjian. Pasal 38 Perpanjangan jangka waktu untuk Pemanfaatan berupa KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf f:
hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure, seperti dampak kebijakan pemerintah yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial, dan keamanan; dan
permohonannya diajukan paling lama 6 (enam) bulan setelah government force majeure nyata terjadi.
(2) (3) (4) Pasal 39 Pendapatan yang diperoleh dari digunakan langsung oleh Badan dengan ketentuan peraturan mengenai PPK-BLU. Pemanfaatan dapat Pengusahaan sesuai perundang-undangan Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendapatan dari Pemanfaatan disetorkan ke BLU yang ditetapkan oleh Pengelola Barang sepanjang Pemanfaatan dilaksanakan dalam bentuk Ketupi. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada:
Menteri Keuangan c.q. direktur yang membidangi pengelolaan kekayaan negara pada Direktorat J enderal dengan tembusan Kepala KPKNL untuk pendapatan dari KSPI; dan
Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL untuk pendapatan dari Pemanfaatan BMN selain KSPI. Aset yang diperoleh dari hasil Pemanfaatan menjadi BMN pada Badan Pengusahaan. Paragraf 2 Sewa Pasal 40 (1) Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a dilakukan untuk:
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset;
memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Badan Pengusahaan;
mencegah Aset digunakan oleh pihak lain secara tidak sah; dan / a tau d. pemberian layanan Badan Pengusahaan. (2) Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan. Pasal 41 (1) Pihak yang dapat menyewa Aset meliputi:
pemerintah daerah;
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
swasta;
unit penunJang kegiatan penyelenggaraan pemerin tahan / negara;
lembaga independen yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan;dan/atau g. badan hukum lainnya. (2) Selain pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan dapat dilakukan Sewa kepada pihak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPK-BLU. (3) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi penyewa dalam hal pelaksanaan Sewa tidak diperuntukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerin tahan daerah. Pasal 42 Objek Sewa dapat ditawarkan melalui media pemasaran oleh Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 43 (1) Sewa dilakukan dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (2) Sewa dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sewa dapat dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun untuk:
kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu Sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau
ditentukan lain dalam Undang-Undang.
Jangka waktu Sewa untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu Sewa lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang. (5) Perpanjangan Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan jangka waktu tersebut tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Penyewa dapat melakukan penerusan Sewa kepada Pihak Lain dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (7) Dalam hal penyewa akan melakukan penerusan Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (6), penyewa dapat menawarkan Aset yang menjadi objek Sewa melalui media pemasaran. Pasal 44 (1) Besaran Sewa ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan, minimal:
analisis data pasar;
manfaat ekonomi;
manfaat sosial;
dampak ekonomi; dan
dampak sosial. (2) Besaran Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian dari:
tarif pokok Sewa; dan
faktor penyesuai Sewa. (3) Perhitungan tarif pokok Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat meminta bantuan Penilai. (4) Faktor penyesuai Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan:
jenis/bentuk kegiatan usaha;
periodesitas Sewa; dan/atau
pertimbangan lainnya dalam kondisi tertentu, meliputi:
penugasan pemerintah sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden;
bencana alam;
bencana non alam;
bencana sosial; a tau 5. kondisi lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), penetapan tarif Sewa terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PPK-BLU. (6) Dalam hal kondisi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 2, angka 3, dan angka 4, faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berlaku sejak ditetapkannya status bencana oleh pemerintah sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak status bencana dinyatakan berakhir. Pasal 45 (1) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) calon penyewa dalam Pemanfaatan BMN, Kepala Badan Pengusahaan dapat melakukan pemilihan calon penyewa melalui lelang hak menikmati pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. (2) Besaran Sewa yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dapat digunakan sebagai nilai limit pada pelaksanaan lelang hak menikmati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pemilihan penyewa. (3) Dalam hal penyewa yang terpilih sebagai pemenang dalam lelang hak menikmati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan melakukan penerusan Sewa, penyewa dapat menawarkan Aset yang menjadi objek Sewa melalui media pemasaran. Pasal 46 (1) Persetujuan Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan persetujuan perpanjangannya dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan Sewa yang minimal memuat:
informasi Aset yang menjadi objek Sewa; dan
data Sewa, minimal memuat data dan informasi mengenai:
besaran Sewa sesuai kondisi dengan kelompok jenis kegiatan usaha dan periodesitas Sewa; dan
jangka waktu, termasuk periode Sewa. (2) Surat persetujuan atau keputusan Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. Pasal 47 (1) Sewa dituangkan dalam perjanjian, yang minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas atau jumlah Aset;
besaran Sewa;
jangka waktu Sewa;
peruntukan Sewa;
larangan pendayagunaan Aset diluar peruntukan Sewa;
kewenangan untuk meneruskan Sewa, jika ada;
tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu Sewa; dan
hak dan kewajiban para pihak. (2) Penandatanganan perjanjian pelaksanaan Sewa dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan atau keputusan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (3) Dalam hal perjanjian Sewa belum ditandatangani sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan atau keputusan Sewa batal demi hukum.
Kepala Badan Pengusahaan dapat memberikan perpanjangan jangka waktu untuk penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan ketentuan usulan perpanjangan diajukan kepada Kepala Badan Pengusahaan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. (5) Perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan dalam akta notariil. Pasal 48 (1) Hasil Sewa merupakan pendapatan Badan Pengusahaan. (2) Hasil Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor seluruhnya sekaligus ke rekening Badan Pengusahaan. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyetoran uang Sewa dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan atas Sewa untuk Aset dengan karakteristik/ sifat khusus. Paragraf 3 Pinjam Pakai Pasal 49 (1) Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b dilaksanakan antara Badan Pengusahaan dan pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. (2) Jangka waktu Pinjam Pakai paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (3) Peminjam pakai melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas BMN yang menjadi objek Pinjam Pakai selamajangka waktu Pinjam Pakai. (4) Peminjam pakai dapat melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang dipinjampakaikan berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan, dengan ketentuan perubahan atau pengembangan terse but tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai BMN. (5) Dalam hal BMN yang dipinjampakaikan dilakukan perubahan atau pengembangan, hasil perubahan atau pengembangan dimaksud diserahkan kepada Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 50 (1) Persetujuan Pinjam Pakai dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan Pinjam Pakai yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan minimal memuat:
identitas peminjam pakai;
data objek Pinjam Pakai;
jangka waktu Pinjam Pakai; dan
kewajiban peminjam pakai. (2) Surat persetujuan atau keputusan Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. Pasal 51 (1) Pelaksanaan Pinjam Pakai dituangkan dalam perjanjian antara Badan Pengusahaan dengan peminjam pakai berdasarkan surat persetujuan atau keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1). (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas atau jumlah BMN yang dipinj ampakaikan;
jangka waktu Pinjam Pakai;
peruntukan Pinjam Pakai;
larangan pendayagunaan Aset selain peruntukan Pinjam Pakai;
tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selamajangka waktu Pinjam Pakai; dan
hak dan kewajiban para pihak. Pasal 52 (1) Peminjam pakai menyampaikan laporan tahunan pelaksanaan Pinjam Pakai kepada Kepala Badan Pengusahaan selamajangka waktu Pinjam Pakai. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada bulan berikutnya setelah periode tahun anggaran berakhir. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyampaian laporan dilakukan pada akhir jangka waktu Pinjam Pakai sepanjang:
jangka waktu Pinjam Pakai kurang dari 1 (satu) tahun; atau
pelaporan untuk tahun terakhir masa Pinjam Pakai. (4) Laporan pelaksanaan Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
kesesuaian peruntukan BMN objek Pinjam Pakai sebagaimana ditentukan dalam perjanjian Pinjam Pakai;
pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan atas objek Pinjam Pakai;
kondisi BMN objek Pinjam Pakai; dan
perubahan dan pengembangan yang dilakukan terhadap BMN objek Pinjam Pakai, jika ada. Pasal 53 (1) Pinjam Pakai berakhir dalam hal:
berakhirnya jangka waktu Pinjam Pakai sebagaimana tertuang dalam perjanjian dan tidak dilakukan perpanjangan;
pengakhiran perjanjian Pinjam Pakai secara sepihak oleh Badan Pengusahaan;
berakhirnya perjanjian Pinjam Pakai; atau
ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Pengakhiran Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal peminjam pakai tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian Pinjam Pakai.
Dalam hal di atas objek Pinjam Pakai terdapat bangunan/ infrastruktur dan/atau barang lainnya yang tidak sesuai perjanjian, peminjam pakai wajib membongkar dan/atau mengosongkan objek Pinjam Pakai sebelum diserahkan kepada Badan Pengusahaan. (4) Peminjam pakai mengembalikan BMN objek Pinjam Pakai kepada Badan Pengusahaan pada saat Pinjam Pakai berakhir sesuai perjanjian. (5) Dalam hal peminjam pakai tidak mengembalikan objek Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Badan Pengusahaan dapat melakukan penghentian, pengosongan, atau penarikan objek Pinjam Pakai tanpa melalui pengadilan dengan terle bih dahulu menyampaikan pemberitahuan/peringatan secara tertµ.lis. Paragraf 4 Kerja Sama Pemanfaatan Pasal 54 (1) KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c dilaksanakan dalam rangka:
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset;
meningkatkan pendapatan Badan Pengusahaan; dan/atau
memenuhi biaya operasional, pemeliharaan dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap Aset. (2) KSP dapat dilakukan dengan:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
badan hukum lainnya; atau
Pihak Lain, kecuali perorangan. (3) KSP dilakukan dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 55 (1) KSP dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
mitra KSP harus membayar kontribusi tetap kepada Badan Pengusahaan setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil KSP;
dalam hal jangka waktu KSP kurang dari 1 (satu) tahun, mitra KSP membayar kontribusi tetap dan pembagian keuntungan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan;
besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan;dan d. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP harus memperoleh penetapan dari Kepala Badan Pengusahaan.
Besaran pembagian keuntungan hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dapat berbentuk pembagian atas:
keuntungan berupa:
keuntungan bersih;
keuntungan bruto; atau
keuntungan tertentu yang berupa EBIT atau EBITDA. b. pendapatan; atau
arus kas hasil KSP berupa arus kas bersih atau arus kas tambahan (incremental cashfiow). Pasal 56 (1) KSP dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu dan perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Seluruh biaya KSP yang terjadi setelah ditetapkannya mitra KSP menjadi beban mitra KSP. (4) Pemilihan mitra KSP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Pasal 57 (1) Mitra KSP ditetapkan melalui tender, kecuali untuk Aset yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung. (2) Penunjukan langsung mitra KSP atas Aset yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan terhadap:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah; atau
anak perusahaan badan usaha milik negara yang diperlakukan sama dengan badan usaha milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara dan perseroan terbatas, yang memiliki bidang clan/ atau wilayah kerja tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Aset yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Aset yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Aset yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandar udara, pelabuhan laut, stasiun kereta api, terminal angkutan umum, kilang, instalasi tenaga listrik, dan bendungan/waduk;
Aset yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral antar negara;
Aset yang bersifat rahasia dalam kerangka pertahanan negara;
Aset yang mempunyai konstruksi dan spesifikasi yang harus dengan perizinan khusus;
Aset yang dikerjasamakan dalam rangka menjalankan tugas negara; dan
Aset lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penunjukan langsung mitra KSP atas Aset yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan terhadap badan usaha se bagaimana dimaksud pada ayat (2) atau badan usaha lainnya sepanjang:
Aset yang dikerjasamakan dalam rangka:
proyek kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur;
penyelenggaraan penyiapan kegiatan yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional yang dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;
Pemanfaatan yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) pelaku usaha yang mampu; dan/atau
Pemanfaatan yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah;
Aset yang dikerjasamakan kepada badan usaha yang merupakan pemegang alokasi tanah atau mitra Pemanfaatan Aset yang lokasinya bersebelahan langsung dengan objek yang akan dikerjasamakan dalam rangka:
pengembangan bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/ diperhitungkan sebelumnya; dan/atau
penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang dilaksanakan oleh pemegang alokasi/ mitra Pemanfaatan yang bersangkutan;
Aset yang bersifat rahasia untuk kepentingan negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau Aset lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
Aset yang mempunyai nilai buku sebelum penyusutan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Proyek kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 merupakan penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui:
perjanjian kerja sama antara Kepala Badan Pengusahaan dan/atau menteri/pimpinan lembaga dengan Badan Usaha Pelaksana; atau
pemberian izin pengusahaan dari Kepala Badan Pengusahaan dan/atau menteri/ pimpinan lembaga kepada Badan U saha Pelaksana, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Penunjukan langsung mitra KSP terhadap Aset yang digunakan dalam rangka proyek kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 dilakukan terhadap pihak yang dipilih sebagai mitra proyek kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pasal 58 (1) Pemilihan mitra KSP melalui tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) diumumkan di:
1 ( satu) media massa nasional, 1 ( satu) media massa lokal, dan/atau 1 (satu) media massa internasional; dan
situs web (website) Badan Pengusahaan. (2) Dalam hal pada pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) calon mitra KSP yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta, dilakukan pengumuman ulang di:
media massa nasional, media massa lokal, dan/atau media massa internasional; dan
situs web (website) Badan Pengusahaan. (3) Dalam hal setelah pengumuman ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
terdapat minimal 3 (tiga) peserta, proses dilanjutkan dengan tender; atau
calon mitra KSP kurang dari 3 (tiga) peserta, proses dilanjutkan dengan:
seleksi langsung, untuk calon mitra KSP yang hanya 2 (dua) peserta; atau
penunjukan langsung, untuk calon mitra KSP yang hanya 1 ( satu) peserta. Pasal 59 (1) KSP dapat dilaksanakan melalui usulan pemrakarsa. (2) Calon mitra KSP dapat menyusun proposal/ studi kelayakan/ analisis kelayakan bisnis proyek KSP. (3) Calon mitra KSP yang berstatus pemrakarsa/pemohon KSP, dapat diberikan kompensasi:
tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dalam pemilihan mitra;
hak untuk melakukan penawaran terhadap penawar terbaik (right to match), sesuai dengan hasil penilaian dalam proses tender; atau
pembelian prakarsa KSP oleh pemenang tender, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya.
Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam persetujuan Kepala Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3). Pasal 60 (1) KSP dapat dilakukan untuk mengoperasionalkan Aset Badan Pengusahaan. (2) KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pendayagunaan atau optimalisasi Aset Badan Pengusahaan dalam rangka menghasilkan layanan. (3) KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan Penggunaan Aset yang dioperasikan oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16. (4) Bagian keuntungan yang menjadi bagian mitra KSP yang mengoperasionalkan Aset Badan Pengusahaan dapat ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari besaran keuntungan yang diperoleh dalam pelaksanaan KSP. Pasal 61 (1) Persetujuan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dan persetujuan perpanjangannya dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan KSP yang minimal memuat:
informasi Aset yang dilakukan KSP; dan
data KSP, antara lain:
besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan; dan
jangka waktu, termasuk periode KSP. (2) Surat persetujuan atau keputusan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. Pasal 62 (1) Pelaksanaan KSP dituangkan dalam perjanjian berdasarkan surat persetujuan atau keputusan Kepala Badan Pengusahaan. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas atau jumlah Aset;
besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan;
jangka waktu KSP;
peruntukan KSP;
larangan pendayagunaan Aset selain peruntukan KSP;
tanggung jawab mitra atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu KSP; dan
hak dan kewajiban para pihak. (3) Penandatanganan perjanjian pelaksanaan KSP dilakukan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan atau keputusan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
Kepala Badan Pengusahaan dapat memberikan persetujuan atas permohonan perpanjanganjangka waktu penandatanganan perjanjian KSP. (5) Dalam hal perjanjian KSP tidak ditandatangani sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), surat persetujuan atau keputusan pelaksanaan KSP batal demi hukum, dengan ketentuan usulan perpanjangan diajukan kepada Kepala Badan Pengusahaan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir. (6) Perjanjian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan dalam akta notariil. Pasal 63 (1) Penerimaan negara yang wajib disetorkan mitra KSP selamajangka waktu pengoperasian KSP, terdiri atas:
kontribusi tetap; dan
pembagian keuntungan. (2) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (3) Besaran kontribusi tetap mempertimbangkan:
nilai wajar / taksiran BMN yang menjadi o bjek KSP; dan
kelayakan bisnis atau kondisi keuangan mitra KSP. (4) Perhitungan besaran kontribusi tetap dapat pula mempertimbangkan manfaat dan dampak ekonomi dan/atau sosial. (5) Besaran kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah ditentukan, meningkat setiap tahun dihitung berdasarkan kontribusi tetap pertama dengan memperhatikan estimasi tingkat inflasi. (6) Perhitungan pembagian keuntungan dilakukan dengan mempertimbangkan:
nilai investasi pemerintah;
nilai investasi mitra KSP;
kelayakan bisnis mitra; dan
risiko yang ditanggung mitra KSP. (7) Perhitungan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan. (8) Dalam rangka perhitungan kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Badan Pengusahaan dapat meminta bantuan Penilai. (9) Cicilan pokok dan biaya yang timbul atas pinjaman mitra KSP dibebankan pada mitra KSP dan tidak diperhitungkan dalam pembagian keuntungan. (10) Besaran nilai investasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a didasarkan pada nilai wajar Aset yang menjadi objek KSP. (11) Besaran nilai investasi mitra KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b didasarkan pada estimasi investasi dalam proposal KSP. Pasal 64 (1) Dalam hal terdapat perubahan investasi oleh pemerintah, besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditinjau kembali oleh Kepala Badan Pengusahaan. (2) Dalam hal terdapat perubahan realisasi investasi yang dikeluarkan oleh mitra KSP dari estimasi investasi sebagaimana tertuang dalam perjanjian, besaran pembagian keuntungan dapat ditinjau kembali oleh Kepala Badan Pengusahaan. (3) Realisasi investasi mitra KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan pada hasil audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau auditor independen. Pasal 65 (1) Dalam kondisi tertentu, Kepala Badan Pengusahaan dapat menetapkan besaran faktor penyesuai untuk kontribusi tetap dengan persentase tertentu, berdasarkan permohonan mitra KSP. (2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penugasan pemerintah sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden;
bencana alam;
bencana non alam; atau
bencana sosial. (3) Faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan atas kewajiban pembayaran kontribusi tetap dan/ a tau pembagian keuntungan yang belum dibayarkan oleh mitra. (4) Dalam hal kondisi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berlaku sejak ditetapkannya status bencana oleh pemerintah sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak status bencana dinyatakan berakhir. Pasal 66 (1) Pembayaran kontribusi tetap pertama oleh mitra KSP dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah perjanjian KSP ditandatangani. (2) Kepala Badan Pengusahaan dapat memberikan perpanjangan waktu untuk pembayaran kontribusi tetap pertama dengan ketentuan tidak lebih dari 14 (empat belas) hari kerja dan usulan perpanjangan waktu tidak melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. (3) Pembayaran kontribusi tetap pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti setor dan disampaikan oleh mitra kepada Kepala Badan Pengusahaan. (4) Dalam hal pembayaran kontribusi tetap pertama tidak dilakukan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), perjanjian KSP dinyatakan batal.
Pembayaran kontribusi tetap berikutnya dilakukan setiap tahun paling lambat sesuai tanggal dan bulan yang dituangkan dalam perjanjian, yang dimulai pada tahun berikutnya sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP. (6) Selain kontribusi tetap pertama, pembayaran kontribusi tetap yang dibayar tiap tahun dapat dilakukan secara bertahap dan harus lunas sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran kontribusi tetap berikutnya. (7) Kontribusi tetap selama jangka waktu KSP dapat dibayarkan sekaligus di muka, yang besarannya ditentukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan dan nilai waktu dari uang ( time value of money). (8) Pembagian keuntungan hasil pelaksanaan KSP paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya, dan dilakukan setiap tahun sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP. (9) Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8) tidak dipenuhi oleh mitra, Badan Pengusahaan mengenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian dan/atau peraturan perundang-undangan. Pasal 67 (1) Mitra KSP dapat mengajukan permohonan keringanan besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan KSP kepada Kepala Badan Pengusahaan. (2) Permohonan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat berupa:
pengembalian kontribusi tetap dan/atau pembagian keuntungan yang telah dibayarkan oleh mitra KSP; dan/atau
kompensasi pembayaran kontribusi tetap dan/atau pembagian keuntungan yang telah dibayarkan oleh mitra KSP terhadap kewajiban pembayaran berikutnya. (3) Dalam hal permohonan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, dilakukan addendum perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 68 (1) Mitra KSP menyerahkan Aset hasil KSP kepada Badan Pengusahaan sesuai perjanjian paling lambat pada saat perj anjian berakhir. (2) Dalam hal dilakukan perpanjangan KSP setelah jangka waktu berakhir, Aset hasil KSP menjadi objek KSP. Paragraf 5 Sewa Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur Pasal 69 (1) Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur dilaksanakan berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan.
Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (3) Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilaksanakan untuk infrastruktur sosial, infrastruktur ekonomi, dan infrastruktur lainnya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai:
pengelolaan BMN; dan
infrastruktur. (4) Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. (5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan Sewa yang minimal memuat:
informasi Aset yang menjadi objek Sewa; dan
data Sewa, antara lain:
besaran Sewa sesuai kondisi dengan kelompok jenis kegiatan usaha dan periodesitas Sewa; dan
jangka waktu, termasuk periode Sewa. (6) Pihak yang dapat menyewa Aset dalam rangka penyediaan infrastruktur berupa Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dengan Badan U saha. (7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) calon penyewa dalam rangka penyediaan infrastruktur, Kepala Badan Pengusahaan dapat melakukan pemilihan calon penyewa melalui lelang hak menikmati pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. (8) Objek Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat ditawarkan melalui media pemasaran oleh Badan Pengusahaan. Pasal 70 (1) Hasil Sewa Aset dalam rangka penyediaan infrastruktur berupa:
uang Sewa; dan
infrastruktur beserta fasilitasnya dalam rangka penyediaan infrastruktur. (2) Selain hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pengusahaan dapat menerima hasil Sewa dalam bentuk lainnya sesuai perjanjian. (3) Pembayaran hasil Sewa Aset dalam rangka penyediaan infrastruktur berupa uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pendapatan Badan Pengusahaan dan disetorkan:
secara sekaligus ke rekening Badan Pengusahaan; atau
secara bertahap sesuai perjanjian. (4) Hasil Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam perjanjian.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas a tau jumlah Aset;
besaran Sewa;
jangka waktu Sewa;
peruntukan Sewa;
larangan pendayagunaan Aset selain peruntukan Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur;
kewenangan untuk meneruskan Sewa, jika ada;
tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selamajangka waktu Sewa; dan
hak dan kewajiban para pihak. (6) Penandatanganan perjanjian pelaksanaan Sewa dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan atau keputusan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (7) Dalam hal perjanjian Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur belum ditandatangani sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), persetujuan atau keputusan Sewa batal demi hukum. (8) Kepala Badan Pengusahaan dapat memberikan perpanjangan jangka waktu untuk penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dengan ketentuan usulan perpanjangan diajukan kepada Kepala Badan Pengusahaan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir. (9) Perjanjian Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dituangkan dalam akta notariil. Pasal 71 (1) Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur merupakan hasil perkalian dari:
tarif pokok Sewa; dan
faktor penyesuai Sewa. (3) Tarif pokok Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan nilai taksiran yang wajar atas Sewa hasil perhitungan dari tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan. (4) Dalam rangka perhitungan tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Kepala Badan Pengusahaan dapat meminta bantuan Penilai. (5) Besaran faktor penyesuai Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mengacu pada besaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN, dengan mempertimbangkan:
daya beli/kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat;
kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat; dan/atau
nilai keekonomian, atas masing-masing infrastruktur yang disediakan. (6) Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Badan Pengusahaan dapat mempertimbangkan kondisi tertentu dalam menetapkan faktor penyesuai Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur meliputi:
penugasan pemerintah sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden;
bencana alam;
bencana non alam;
bencana sosial; atau
kondisi lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (7) Dalam hal kondisi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, huruf c, dan huruf d, faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berlaku sejak ditetapkannya status bencana oleh pemerintah sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak status bencana dinyatakan berakhir. (8) Dalam hal diperlukan Badan Pengusahaan dapat meminta pertimbangan kepada instansi teknis terkait dalam penentuan besaran faktor penyesuai. (9) Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan dapat digunakan sebagai nilai limit pada pelaksanaan lelang hak menikmati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (7) dalam rangka pemilihan penyewa. Paragraf 6 Kerja Sama Pemanfaatan Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur Pasal 72 (1) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dilakukan berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (2) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (3) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilaksanakan untuk jenis-jenis infrastruktur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengena1 infrastruktur. (4) Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan KSP yang minimal memuat:
informasi Aset yang dilakukan KSP; dan
data KSP, antara lain:
besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan; dan
jangka waktu, termasuk periode KSP. Pasal 73 (1) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilakukan dengan mitra meliputi:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
badan hukum lainnya; atau
Pihak Lain, kecuali perorangan. (2) Ketentuan mengenai pemilihan mitra KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 59, mutatis mutandis berlaku untuk pemilihan mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (3) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilaksanakan melalui usulan pemrakarsa. (4) Calon mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat menyusun proposal/ studi kelayakan/ analisis kelayakan bisnis proyek KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (5) Calon mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur yang berstatus pemrakarsa/pemohon KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur, dapat diberikan kompensasi:
tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dalam pemilihan mitra;
hak untuk melakukan penawaran terhadap penawar terbaik (right to match), sesuai dengan hasil penilaian dalam proses tender; atau
pembelian prakarsa KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur oleh pemenang tender, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya. (6) Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicantumkan dalam persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 74 (1) Hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur terdiri atas:
penerimaan negara yang harus disetorkan selama jangka waktu KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur; dan
infrastruktur beserta fasilitasnya hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (2) Penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
kontribusi tetap; dan
pembagian keuntungan.
Ketentuan mengenai kontribusi tetap dan pembagian keuntungan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 67, mutatis mutandis berlaku untuk kontribusi tetap dan pembagian keuntungan KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (4) Dalam hal mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau anak perusahaan badan usaha milik negara yang diperlakukan sama dengan badan usaha milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara dan perseroan terbatas, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan. (5) Hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian (6) Ketentuan mengenai perjanjian KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 mutatis mutandis berlaku untuk perjanjian KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (7) Mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur menyerahkan Aset hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur kepada Badan Pengusahaan sesuai perjanjian paling lambat pada saat perjanjian berakhir. (8) Dalam hal dilakukan perpanjangan KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur setelah jangka waktu berakhir, Aset hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur menjadi objek KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. Paragraf 7 Kerj a Sama Penyediaan Infrastruktur Pasal 75 (1) Kepala Badan Pengusahaan bertindak se bagai penanggung jawab Pemanfaatan Aset sepanjang ditunjuk sebagai PJPK. (2) KSPI dilakukan antara Badan Pengusahaan dan Badan U saha Pelaksana. (3) KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (4) Dalam hal yang terpilih menjadi mitra KSPI merupakan badan hukum asing maka badan hukum asing tersebut harus merupakan perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia sebelum ditetapkan sebagai mitra KSPI. (5) Dalam hal badan hukum asing yang terpilih sebagai mitra KSPI tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
badan hukum asing tersebut tidak ditetapkan menjadi mitra KSPI; dan
Badan Pengusahaan melakukan pemilihan ulang mitra KSPI. Pasal 76 (1) KSPI dapat dilakukan terhadap BMN untuk jenis-jenis infrastruktur yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai infrastruktur. (2) Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. Pasal 77 (1) Pemilihan mitra KSPI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dengan Badan U saha dalam penyediaan infrastruktur. (2) Mitra KSPI ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (3) Mitra KSPI yang telah ditetapkan, selama jangka waktu KSPI:
dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan BMN yang menjadi objek KSPI dan barang hasil KSPI; dan
memelihara objek KSPI dan barang hasil KSPI. (4) Mitra KSPI menyerahkan objek KSPI dan barang hasil KSPI kepada Badan Pengusahaan sesuai perjanjian. (5) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam suatu berita acara. (6) Barang hasil KSPI beserta fasilitasnya menjadi BMN pada Badan Pengusahaan sejak tanggal penyerahannya kepada Badan Pengusahaan sebagaimana tercantum dalam berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Pasal 78 (1) Hasil dari KSPI terdiri atas:
barang hasil KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitasnya yang dibangun oleh mitra KSPI; dan
pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai, jika ada. (2) Pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pendapatan Badan Pengusahaan dan wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan keuntungan pada masing-masing proyek. (3) Pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) dapat ditiadakan atas permohonan dari PJPK. (4) Peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan merupakan proyek yang tercantum dalam:
daftar rencana kerja sama pemerintah dan Badan Usaha;
Peraturan Presiden mengena1 percepatan proyek strategis nasional; dan/atau
dokumen Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). (5) PJPK bertanggungjawab penuh secara formil dan materiil terhadap permohonan peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dituangkan dalam surat pernyataan. (6) Peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap pelaksanaan KSPI yang berjangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pasal 79 (1) Tahapan pelaksanaan KSPI meliputi:
perencanaan KSPI;
penyiapan KSPI; dan
transaksi KSPI. (2) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pasal 80 (1) KSPI dilakukan berdasarkan permohonan secara tertulis dari Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
data dan informasi mengenai:
latar belakang permohonan KSPI;
Aset yang diajukan untuk dilakukan KSPI, antara lain jenis, nilai, kuantitas dan lokasi Aset;
rencana peruntukan KSPI;
jangka waktu KSPI; dan
estimasi besaran pembagian atas kelebihan keuntungan ( _clawback); _ dan b. informasi mengenai PJPK, termasuk dasar penetapan/ penunjukannya. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
proposal/ pra studi kelayakan (prefeasibility study) proyek kerja sama;
surat rekomendasi kelayakan proyek kerja sama dari kementerian/ lembaga yang membidangi perencanaan pembangunan nasional;
asli surat pernyataan dari Kepala Badan Pengusahaan yang memuat tanggungjawab atas kebenaran rencana pelaksanaan KSPI; dan
asli surat pernyataan tanggung jawab dari Kepala Badan Pengusahaan atas kebenaran data permohonan Pemanfaatan Aset. Paragraf 8 Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur Pasal 81 (1) Ketupi dilakukan dengan tujuan:
optimalisasi BMN;
meningkatkan fungsi operasional BMN; dan
mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur. (2) Penerimaan negara atas Ketupi merupakan pendapatan BLU pada Pengelola Barang yang akan digunakan untuk meningkatkan fungsi operasional infrastruktur sejenis atau pembiayaan penyediaan infrastruktur jenis lainnya yang terdapat dalam daftar proyek infrastruktur prioritas dan/atau proyek strategis nasional. Pasal 82 (1) Pihak yang dapat melaksanakan Ketupi meliputi penanggung jawab Pemanfaatan BMN dan BLU pada Pengelola Barang. (2) Kepala Badan Pengusahaan selaku PJPK merupakan penanggung jawab Pemanfaatan BMN. (3) BLU pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk atau ditetapkan oleh Pengelola Barang. Pasal 83 (1) Pihak yang dapat menjadi mitra Ketupi meliputi:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas;
badan hukum asing; atau
koperasi. (2) Pemilihan dan penetapan mitra Ketupi dilakukan oleh Badan Pengusahaan selaku penanggung jawab Pemanfaatan BMN dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembiayaan infrastruktur melalui hak pengelolaan terbatas. Pasal 84 (1) Objek Ketupi meliputi BMN berupa tanah dan/atau bangunan beserta fasilitasnya pada Badan Pengusahaan. (2) Ketupi dapat dilakukan terhadap BMN untuk jenis-jenis infrastruktur yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan infrastruktur melalui hak pengelolaan terbatas. (3) Kriteria dan persyaratan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembiayaan infrastruktur melalui hak pengelolaan terbatas. Pasal 85 Jangka waktu Ketupi paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. Pasal 86 (1) Hasil Ketupi berupa:
pembayaran dana di muka (upfront _payment); _ dan b. aset hasil kerja sama. (2) Hasil Ketupi berupa pembayaran dana di muka (upfront payment) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak membatasi hak BLU pada Pengelola Barang untuk memperoleh pembagian kelebihan keuntungan (clawback). (3) Aset hasil Ketupi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi BMN pada Pengelola Barang sejak diserahterimakan oleh mitra Ketupi kepada BLU pada Pengelola Barang. (4) Pengelolaan dan penggunaan hasil Ketupi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 9 Pengelolaan Aset untuk Bandar Udara, Pelabuhan, Sumber Daya Air, dan Limbah Pasal 87 (1) Badan Pengusahaan menyelenggarakan kegiatan:
pengusahaan Bandar Udara Hang Nadim Batam;
pengusahaan pelabuhan laut di Kawasan; dan
pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum, termasuk daerah tangkapan air, waduk, bendungan, dan sistem air limbah, serta limbah bahan berbahaya dan beracun di Kawasan. (2) Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pengusahaan membentuk:
badan usaha bandar udara, untuk pengusahaan Bandar Udara Hang Nadim Batam;
badan usaha pelabuhan, untuk pengusahaan pelabuhan laut di Kawasan; dan
badan usaha untuk pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum, termasuk daerah tangkapan air, waduk, bendungan, dan sistem air limbah, serta limbah bahan berbahaya dan beracun di Kawasan, jika diperlukan. (3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyelenggaraan kegiatan pengusahaan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan tarif berupa:
tarif jasa kebandarudaraan yang ditetapkan oleh badan usaha bandar udara setelah dikonsultasikan dengan Kepala Badan Pengusahaan dengan berpedoman pada jenis, struktur, golongan, dan mekanisme penetapan tarif jasa kebandarudaraan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi; dan
tarif jasa terkait kebandarudaraan yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan, dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap daya saing investasi. (5) Penyelenggaraan kegiatan pengusahaan pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan tarif berupa:
tarif jasa kepelabuhanan yang ditetapkan oleh badan usaha pelabuhan setelah dikonsultasikan dengan Kepala Badan Pengusahaan dengan berpedoman pada jenis, struktur, golongan, dan mekanisme penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi; dan
tarif jasa terkait kepelabuhanan yang ditetapkan oleh badan usaha pelabuhan setelah mendapat persetujuan Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap daya saing investasi. Pasal 88 (1) Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Badan Pengusahaan dapat melakukan kerja sama dengan:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
koperasi;
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas; dan
badan hukum asing. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
Pemanfaatan Aset, untuk pengusahaan bandar udara, pelabuhan laut, pengelolaan air limbah; dan
Pemanfaatan dan/atau Penggunaan Aset, untuk pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum. Paragraf 10 Audit Pemanfaatan Aset Pasal 89 (1) Kepala Badan Pengusahaan dapat meminta auditor independen dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan pemeriksaan/audit atas pelaksanaan Pemanfaatan. (2) Auditor independen dan/ a tau aparat pengawasan intern pemerintah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan/ audit kepada Kepala Badan Pengusahaan. (3) Dalam hal berdasarkan laporan hasil pemeriksaan/ audit terdapat hal yang perlu diselesaikan oleh mitra Pemanfaatan, Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan hasil pemeriksaan/ audit terse but kepada mitra Pemanfaatan.
Mitra Pemanfaatan menindaklanjuti hasil pemeriksaan/ audit yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan melaporkan tindak lanjut terse but kepada Kepala Badan Pengusahaan. (5) Pelaksanaan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak menunda kewajiban mitra Pemanfaatan yang dimuat dalam perjanjian, termasuk pada kewajiban untuk mengembalikan Aset yang menjadi objek Pemanfaatan. Paragraf 11 Laporan atas Pelaksanaan Pemanfaatan Pasal 90 (1) Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan laporan atas pelaksanaan Pemanfaatan Aset kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa laporan semesteran. Bagian Ketujuh Pengalokasian Pasal 91 (1) Kepala Badan Pengusahaan dapat melakukan pengalokasian tanah ADP untukjangka waktu tertentu. (2) Pengalokasian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan perjanjian antara Kepala Badan Pengusahaan dan pihak penerima alokasi tanah. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
para pihak;
tanah yang dialokasikan;
hak dan kewajiban para pihak;
kewajiban untuk menyerahkan kembali tanah kepada Badan Pengusahaan pada saat masa pengalokasian tanah berakhir atau waktu lainnya yang diperjanjikan; dan
status kepemilikan bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya yang berada di atas tanah pada saat masa pengalokasian berakhir. (4) Di atas tanah ADP yang telah berstatus Hak Pengelolaan dan sudah dialokasikan dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. (5) Penerima alokasi tanah ADP harus mengembalikan alokasi tanah ADP kepada Badan Pengusahaan pada saat masa pengalokasian tanah berakhir atau sesuai perjanjian.
Masa pengalokasian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk:
masa perpanjangan pengalokasian tanah; dan/atau
masa perpanjangan atau pembaharuan pemberian hak atas tanah di atas ADP, berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Pengembalian alokasi tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai dengan penyerahan bangunan/ infrastruktur dan/atau barang lainnya yang berada di atas tanah ADP kepada Badan Pengusahaan, kecuali diatur lain dalam perjanjian. (8) Dalam hal penerima alokasi tidak mengembalikan alokasi tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan/atau penyerahan bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Badan Pengusahaan menyampaikan pemberitahuan kepada penerima alokasi untuk mengembalikan alokasi tanah dan menyerahkan bangunan/ infrastruktur dan/atau barang lainnya di atas tanah ADP paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat diterima. (9) Dalam hal penerima alokasi tidak melakukan pengembalian alokasi tanah ADP dan/atau penyerahan bangunan/ infrastruktur dan / a tau barang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Badan Pengusahaan dapat:
mencabut alokasi tanah yang diberikan kepada penerima alokasi tanah;
melakukan pembongkaran atas bangunan/ infrastruktur dan/atau barang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan/atau
menetapkan bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya sebagai BMN. (10) Terhadap bongkaran dari hasil pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b dapat dilakukan Penggunaan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Bagian Kedelapan Pengamanan dan Pemeliharaan Pasal 92 (1) Badan Pengusahaan wajib melakukan pengamanan Aset yang berada dalam penguasaannya. (2) Pengamanan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. (3) Pengamanan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pengasuransian. (4) Pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengasuransian BMN. Pasal 93 (1) Aset berupa tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q. Badan Pengusahaan. (2) BMN berupa bangunan dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q. Badan Pengusahaan. (3) Aset selain tanah dan/atau bangunan dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Badan Pengusahaan. Pasal 94 Bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 disimpan secara tertib dan aman oleh Badan Pengusahaan. Pasal 95 (1) Badan Pengusahaan bertanggung jawab atas pemeliharaan Aset yang berada dalam penguasaannya. (2) Dalam hal:
BMN digunakan sementara oleh kementerian/lembaga, pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari kemen terian / lembaga pengguna sementara;
BMN yang digunakan sementara oleh kementerian/lembaga dengan jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, pemeliharaan yang timbul selama jangka waktu Penggunaan sementara dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara Badan Pengusahaan dan kemen terian / lem baga bersangku tan;
BMN yang digunakan bersama oleh kemen terian / lembaga, pemeliharaan yang timbul selama jangka waktu Penggunaan bersama dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara Badan Pengusahaan dan kementerian/lembaga bersangkutan;
BMN dioperasikan oleh Pihak Lain, pemeliharaari menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Pihak Lain yang mengoperasionalkan;
BMN dioperasikan oleh Pihak Lain berdasarkan penugasan atau kebijakan pemerintah, pemeliharaan yang timbul selama jangka waktu operasional dapat dilakukan oleh Badan Pengusahaan dan/atau bersama Pihak Lain yang mengoperasikan BMN, sepanjang diatur dalam penugasan yang dituangkan dalam perjanjian dan/atau kebijakan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
Aset dilakukan Pemanfaatan, pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari mitra Pemanfaatan bersangkutan; dan
Aset yang dilakukan Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur, pemeliharaan dapat dilakukan oleh Badan Pengusahaan dan/atau mitra Pemanfaatan sepanjang Aset bersangkutan masih digunakan oleh Badan Pengusahaan untuk mendukung dan/atau menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintahan. Bagian Kesembilan Penilaian Pasal 96 (1) Penilaian BMN dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN dan Penilaian. (2) Penilaian ADP dilakukan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian. Bagian Kesepuluh Pemindahtanganan Pasal 97 (1) BMN yang tidak lagi diperlukan bagi penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dapat dilakukan Pemindahtanganan. (2) Pemindahtanganan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan umum. (3) BMN yang berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan hanya dapat diusulkan untuk dilakukan Pemindahtanganan, setelah memperoleh penetapan status Penggunaan. (4) Pemindahtanganan meliputi:
Penjualan;
Tukar Menukar;
Hibah; atau
penyertaan modal pemerintah pusat. Pasal 98 (1) Pemindahtanganan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. (2) Pelaksanaan Pemindahtanganan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 ( satu) bulan setelah selesainya pelaksanaan Pemindahtanganan. Pasal 99 (1) Pemindahtanganan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan / a tau b. selain tanah dan/atau bangunan yang memiliki nilai lebih dari Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Pemindahtanganan BMN berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, apabila:
sudah tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah atau penataan kota;
harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran berupa daftar isian pelaksanaan anggaran, kerangka acuan kerja, rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga, dan/atau petunjuk operasional kegiatan;
diperuntukkan bagi pegawai negeri;
diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau
dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. (3) Usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Menteri Keuangan. Pasal 100 (1) Pemindahtanganan BMN berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan:
untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai le bih dari Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Presiden;
untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai sampai dengan Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. (2) Usul untuk memperoleh persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Menteri Keuangan. Pasal 101 ((1) Pemindahtanganan BMN selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan ketentuan:
untuk BMN yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai lebih dari Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
untuk BMN yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai lebih dari Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Presiden;
untuk BMN yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai sampai dengan Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
U sul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diajukan oleh Menteri Keuangan. Pasal 102 (1) Usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3), Pasal 100 ayat (2), dan Pasal 101 ayat (2) diajukan oleh Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan. (2) Dalam proses memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat meminta penjelasan/klarifikasi/ data tambahan dalam hal diperlukan. Pasal 103 (1) Dikecualikan dari keten tuan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), Pemindahtanganan dalam bentuk Penjualan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanjang dilakukan terhadap:
BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak dipersyaratkan adanya bukti kepemilikan dengan nilai buku sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan; atau
bongkaran karena:
perbaikan BMN (renovasi, rehabilitasi, atau restorasi); atau
pembongkaran bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya di atas ADP yang masa alokasi tanahnya telah berakhir. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanjang dilakukan terhadap:
BMN yang dari awal perolehan dimaksudkan untuk dihibahkan dalam rangka kegiatan pemerintahan;
BMN berupa selain tanah dan/ a tau bangunan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak dipersyaratkan adanya bukti kepemilikan dengan nilai buku sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan; atau
bongkaran karena:
perbaikan BMN (renovasi, rehabilitasi, atau restorasi); a tau 2. pembongkaran bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya di atas ADP yang masa alokasi tanahnya telah berakhir. (3) Pelaksanaan Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Penjualan dan Hibah. Pasal 104 (1) Penjualan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (4) huruf a dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu. (2) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rrieliputi:
BMN yang bersifat khusus, yaitu:
kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada pejabat negara, mantan pejabat negara, pegawai aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, a tau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau perorangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penjualan BMN berupa kendaraan perorangan dinas; atau
BMN lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan Penjualan tanpa melalui lelang;
BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum;
BMN berupa tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran, antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), kerangka acuan kerja, petunjuk operasional kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang diperuntukkan bagi pegawai negeri;
BMN berupa selain tanah dan/ a tau bangunan yang jika dijual secara lelang dapat merusak tata niaga berdasarkan pertimbangan dari instansi yang berwenang;
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain atau pemerintah daerah/ desa yang dijual kepada Pihak Lain atau pemerintah daerah/ desa pemilik tanah tersebut; atau
BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang. Pasal 105 (1) Pemilihan mitra Tukar Menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (4) huruf b dilakukan melalui tender. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilihan mitra dapat dilakukan melalui penunjukan langsung terhadap Tukar Menukar:
BMN berupa tanah, atau tanah dan bangunan:
yang dilakukan dengan pemerintah daerah/ desa, pemerintah negara lain, dan/atau Pihak Lain yang mendapatkan penugasan dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum;
untuk menyatukannya dalam 1 (satu) lokasi;
untuk menyesuaikan bentuk BMN berupa tanah agar penggunaannya lebih optimal;
untuk melaksanakan rencana strategis pemerintah; atau
guna mendapatkan/memberikan akses jalan;
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah:
Pihak Lain;
BMN yang diajukan untuk diubah statusnya menjadi ADP; atau
BMN selain tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dengan:
pemerintah daerah/ desa; atau
Pihak Lain yang mendapatkan penugasan dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum. (3) Penunjukan langsung mitra Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 106 (1) Pendapatan yang diperoleh dari Pemindahtanganan merupakan pendapatan negara dan disetorkan seluruhnya ke rekening kas umum negara. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendapatan dari Pemindahtanganan merupakan pendapatan Badan Pengusahaan yang disetorkan ke rekening Badan Pengusahaan dan dapat dikelola langsung oleh Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PKK-BLU sepanjang BMN diperoleh dari pendanaan yang bersumber dari pendapatan operasional Badan Pengusahaan. (3) Pendapatan dari Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan. Bagian Kesebelas Pemusnahan Pasal 107 (1) Pemusnahan dilakukan apabila:
BMN tidak dapat digunakan, tidak dapat dilakukan Pemanfaatan, dan/atau tidak dapat dilakukan Pemindahtanganan; atau
terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. (3) Pelaksanaan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan. (4) Pemusnahan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan pemusnahan disertai dengan fotokopi berita acara Pemusnahan. Pasal 108 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2), pemusnahan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanjang dilakukan terhadap BMN berupa:
persediaan;
aset tetap lainnya berupa hewan, ikan dan tanaman;
selain tanah dan/atau bangunan, yang tidak mempunyai dokumen kepemilikan, dengan nilai perolehan sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan; atau
bongkaran karena:
perbaikan BMN (renovasi, rehabilitasi, atau restorasi); a tau 2. pembongkaran bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya di atas ADP yang masa alokasi tanahnya telah berakhir. (2) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan pemusnahan. Bagian Kedua Belas Penghapusan Pasal 109 (1) Penghapusan pada Badan Pengusahaan meliputi:
Penghapusan dari pembukuan Badan Pengusahaan; dan
Penghapusan dari daftar BMN. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dalam suatu keputusan, setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. (3) Pelaksanaan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan. (4) Penghapusan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Penghapusan disertai dengan salinan keputusan Penghapusan dan dokumen terkait lainnya. Pasal 110 (1) Penghapusan dari pembukuan Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a, dilakukan dalam hal BMN sudah tidak berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan, terjadi Pemusnahan, atau sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan. (2) Penghapusan dari daftar BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b, dilakukan dalam hal BMN tersebut sudah dilakukan Pemindahtanganan, terjadi pemusnahan, atau karena sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan. Pasal 111 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2), Penghapusan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanJang dilakukan terhadap BMN berupa:
persediaan;
aset tetap lainnya berupa hewan, ikan dan tanaman;
selain tanah dan/atau bangunan, yang tidak mempunyai dokumen kepemilikan, dengan nilai perolehan sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan. (2) Pelaksanaan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Penghapusan. Bagian Ketiga Belas Penatausahaan Pasal 112 (1) Kepala Badan Pengusahaan melakukan Penatausahaan atas Aset yang berada dalam penguasaannya. (2) Penatausahaan meliputi:
pembukuan;
inventarisasi; dan
pelaporan. (3) Badan Pengusahaan melakukan Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menurut penggolongan dan kodefikasi BMN. (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c termasuk pelaporan atas pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan. (5) Pelaporan atas pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan setiap bulan kepada Kepala KPKNL dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah dan direktur yang membidangi perumusan kebijakan kekayaan negara pada Direktorat Jenderal.
Badan Pengusahaan melakukan rekonsiliasi atas pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan Aset Badan Pengusahaan dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang setiap triwulan. Pasal 113 (1) Badan Pengusahaan menyajikan Aset berupa BMN dalam laporan sebagai:
aset lancar berupa persediaan;
properti investasi;
aset tetap berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan;
aset lainnya berupa:
aset kemitraan;
Aset Tidak Berwujud (ATB); dan/atau
aset yang dihentikan penggunaannya. (2) Termasuk dalam aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c untuk BMN yang memenuhi kriteria aset konsesi jasa. (3) Penyajian Aset berupa BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penatausahaan BMN dan akuntansi pemerintahan. Pasal 114 (1) Badan Pengusahaan menyajikan ADP dalam laporan sebagai aset lainnya, kecuali ditentukan lain oleh standar akuntansi pemerintahan. (2) ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam laporan sebesar biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka perolehan dan pengembangan ADP. (3) Biaya perolehan dan pengembangan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk nilai BMN pada saat diubah statusnya menjadi ADP. (4) Penyajian ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang akuntansi pemerintahan. Bagian Keempat Belas Pengawasan dan Pengendalian Pasal 115 (1) Pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Aset dilakukan oleh:
Menteri Keuangan; dan/atau
Kepala Badan Pengusahaan. (2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan terhadap:
perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan;
Penggunaan;
Perubahan Status Aset;
Pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan;
Penilaian;
Pemindahtanganan;
Pemusnahan; J. Penghapusan; dan
Penatausahaan. (3) Kepala Badan Pengusahaan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan ADP. Pasal 116 Ketentuan mengenai Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan, Penatausahaan, dan pengawasan dan pengendalian yang belum diatur dalam Peraturan Menteri m1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 117 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
BMN berupa tanah yang telah diubah statusnya menjadi ADP sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, harus dimintakan reviu dari aparat pengawasan intern pemerintah untuk kemudian diterbitkan keputusan Perubahan Status Aset sebagai ADP oleh Kepala Badan Pengusahaan;
permohonan Pemanfaatan berupa KSPI yang telah diajukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan belum mendapat persetujuan Menteri Keuangan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
persetujuan Pemanfaatan yang telah diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku;
persetujuan Pemanfaatan yang telah diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan belum dilaksanakan, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan Peraturan Men teri ini;
permohonan Pemanfaatan yang telah diajukan tetapi belum memperoleh persetujuan Kepala Badan Pengusahaan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
persetujuan pengelolaan selain sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan huruf e yang telah diterbitkan oleh Menteri Keuangan, dinyatakan tetap berlaku;
permohonan persetujuan pengelolaan selain sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan huruf e yang telah diajukan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan dan belum memperoleh persetujuan Menteri Keuangan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
kerja sama pengelolaan Aset yang sedang berlangsung berdasarkan persetujuan atau keputusan Kepala Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan tetap berlaku. BABV KETENTUAN PENUTUP Pasal 118 ADP yang belum ditetapkan statusnya oleh Kepala Badan Pengusahaan harus sudah ditetapkan statusnya paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. Pasal 119 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 550), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 120 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN 2021
Relevan terhadap
KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN TENTANG KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK - POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN 2021. Menetapkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2021 sebagaimana tercan tum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2021 sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, digunakan sebagai bahan Pembicaraan Pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021 antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Direktur Jenderal Anggaran, dan Direktur J enderal Perimbangan Keuangan, mengoordinasikan wakil Pemerintah dalam pelaksanaan Pembicaraan Pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tah u n Anggaran 2021 dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Direktur Jenderal Anggaran , dan Direktur J enderal Perimbangan Keuangan, melaporkan Hasil Pembicaraan Pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA kepada Menteri Keuangan, untuk selanjutnya dilaporkan kepada Presiden Republik Indonesia . Hasil Pembicaraan Pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT, digunakan sebagai acuan untuk penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan Undang - Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021. jdih.kemenkeu.go.id ; J_ MENTERIKEUANG AN REPUBLIK INDONES IA KEENAM Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur J enderal, para Kepala Badan , dan para Staf Ahli di lingkungan Kementerian Keuangan;
Kepala Biro Hukum, Sekretariat Jenderal , Kementerian Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2020 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN KEPUTUS AN MENTER ! KEUA NGAN REPUBLIK IN DONESI A NOMOR 229/KMK.010/2020 T EN TANG KER/\NGKA El<ONOMI MAKRO DAN POKOK - POK O K l<EBl,J/\KAN FIS l< AL TA HUN 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN EKONOMI MAK.RO TAHUN 2021 I. PANDEMI COVID-19: DAMPAK SOSIAL, EKONOMI DAN KEUANGAN Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berawal dari Wuhan, Tiongkok telah menjadi permasalahan global yang membutuhkan penanganan bersama . Virus COVID-19 yang mulai merebak pada akhir tahun 2019 telah menyebar ke hampir seluruh negara di dunia dan menyebabkan pandemi global. Pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona bukan hanya menimbulkan isu kesehatan di tingkat global, namun juga menyebabkan terhentinya sebagian besar aktivitas , baik sosial maupun ekonomi. Pandemi COVID-19 menjadi tantangan terberat bagi perkembangan sosial, ekonomi, dan kesejahteran dunia. Kondisi tersebut menambah berat tantangan ekonomi yang harus diatasi bangsa Indonesia , guna mewujudkan cila-cita bangsa Indonesia menjadi negara rnaju , adil clan sejal1tera. I. 1. Pandemi COVID-19 Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi tantangan terberat bagi perkembangan sosial , ekonomi, dan kesejahteraan dunia saat ini. Dalam waktu yang relatif singkat , virus ini telah mengubah drastis arah pembangunan global dari optimisme pemulihan ekonomi yang di awal 2020 diyakini masih akan terjadi, menjadi ancaman krisis kesehatan serta re sesi yang tak terhindarkan. Menurut World Health Organization (WHO), COVID 19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2) yang menyerang sistem pernapasan. Namun tingkat penularan yang sangat cepat serta belum ditemukannya vaksin atas penyakit tersebut membuat COVID-19 memberikan ancan1an serius pada kesehatan publik, terutama terlihat dari tingkat k e matian yang terus meningkat. Penyebaran COVID-19 mulai terdeteksi pertama kali di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok , pada akhir Desember 2019. Sejak bulan Januari 2020, kasus COVID-19 mulai menunjukkan kenaikan dan penyebarannya mulai meluas tidak ha nya di Wuhan, Hubei , tetapi juga di 25 provinsi di Tiongkok clan 4 negara lain (Thailand , Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat). Penyebaran COVID-19 di wilayah Tiongkok diperparah oleh masa liburan nasional Tahun Baru Imlek, dimana ratusan juta penduduk Tiongkok pulang ke kampung halamannya. Untuk mencegah penyebaran lebih luas, pada tanggal 23 Januari 2020 Pemerintah Tiongkok mengambil langkah drastis dengan melakukan penutupan akses (lockdown) di Wuhan, sebagai pusat penyebaran virus, yang berdampak pada aktivitas 11 juta penduduknya. Beberapa hari kemudian, loclcdown diperluas ke beberapa kota sekitar dan berdampak pada 60 juta lebih penduduk. Akibat penularan yang sangat cepat, pada akhir Januari 2020, COVID- 19 sudah tersebar di 19 negara dengan jumlah kasus terkonfirmasi sekitar 12 ribu orang dan jumlah kematian 259 orang. Penyebaran COVID-19 , terus. meluas di selui: -uh dunia yang didorong oleh mobilitas manusia. Hingga akhir Februari 2020 , penyebaran COVID 19 secara global telah mencapai 86.000 kasus dengan jumlah kematian hampir 3.000 orang. Dari jumlah tersebut , lebih dari 90 persen kasu s jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA positif dan angka kematian berada di Tiongkok sebagai pusat penyebaran. Di saat yang sama, penyebaran COVID-19 di luar Tiongkok semakin cepat dan meluas hingga ke 59 negara meskipun jumlah kasusnya masih belum signifikan, y aitu kurang dari 7 .000 kasus atau sekitar 8 persen dari total kasus secara global. Di akhir Februari 2020, Korea Selatan menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak di luar Tiongkok, yaitu 3.150 kasus dan 1 7 kematian. Berbeda dengan Tiongkok yang mengambil langkah lockdown, Pemerintah Korea Selatan lebih memilih melakukan tes dan m ela cak secara masif dan cepat kepada penduduk untuk bisa mendeteksi le bih dini dan menekan angka penularan. Grafik 1 Total Kasus COVID-19 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 - - - akhir Januari akhir Februari akhir Maret akhir April Luar Tiongkok 159 6,780 781 ,630 3,221,358 ■ Tiongkok 11,791 79,824 81,554 82,862 Sumber: WHO dan Worldometers , diolah Bulan Maret menjadi titik penyebaran COVID- 19 yang sangat eskalatif di level global, di luar Tiongkok. Penyebaran COVID-19 yang bergerak semakin cepat ke berbagai negara mendorong WHO menyatakan status pandemi pada 11 Maret 2020. Pada saat itu, jumlah infeksi COVID- 19 sudah melewati angka psikologis 100.000 kasus (minggu pertama bulan Maret 2020). Di saat yang sama, Tiongkok justru mulai menunjukkan pemulihan denganjumlah tambahan kasus per hari yang berkurang drastis di bawah 100 kasus (dibandingkan dengan rata-rata tambahan kasus harian di bulan Februari yang mencapai 2.346). Hal ini didukung oleh berbagai langkah yang dilakukan Pemerintah Tiongkok , antara lain lockdown dan pengawasan ketat , pembangunan rumah sakit khusus COVID-19, pengerahan puluhan ribu tenaga medis, serta produksi alat kesehatan secara masif. Pemulihan ini mendorong Tiongkok untuk mulai merelaksasi lockdown di Wuhan dan Hubei pada tanggal 8 April 2020. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Meskipun demikian, hal sebaliknya justru terjadi di lebih dari 200 negara/wilayah di luar Tiongkok. COVID-19 menjadi ancaman yang semakin nyata bagi negara-negara di berbagai kawasan, khususnya Eropa dan Amerika Serikat (AS). Pada 26 Maret 2020, AS bahkan mengambil alih status sebagai pusat penyebaran wabah COVID-19 yang baru dengan 85 ribu kasus, lebih banyak dari Tiongkok (81 ribu kasus). Hingga akhir April 2020, jumlah kasus di AS sudah lebih dari 1 juta orang. Berbagai negara besar di Eropa, seperti Italia, Spanyol, Jerman , Perancis , dan Inggris , juga mencatatkan jumlah kasus COVID- 19 dan tingkat kematian yang tinggi. Hingga akhir April 2020, jumlah COVID-19 di lima negara tersebut sudah mencapai hampir 2 juta kasus (60 persen dari total kasus) dan kematian sebanyak 169 ribu orang (71 persen dari total kematian). Amerika Serikat mencatatkan kasus kematian terbanyak akibat COVID-19 dengan total 63.856 kematian (fatality rate 11,7 persen) atau lebih dari 13 kali jumlah kematian di Tiongkok. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga dialami oleh Italia dengan 203 ribu kasus positif COVID-19 dan 27. 967 kematian, a tau fatality rate 8,9 persen . Hal ini salah satunya didorong oleh banyaknya penduduk lanjut usia (lansia) di Italia sehingga meningkatkan risiko kerentanan dan komplikasi dari COVID-19. Jumlah penduduk lansia di Italia menempati urutan ke -2 terbanyak di dunia setelah Jepang. Di kawasan Asia Tenggara, jumlah kasus positif COVID- 19 hingga akhir April 2020 mencapai lebih dari 30 ribu kasus dengan kasus terbanyak terjadi di Singapura (16 . 169 kasus). Indonesia dan Filipina menjadi negara ASEAN dengan penambahan kasus positif COVID- 19 yang cukup besar sepanjang April. Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mencatat kasus positif COVID-19, sementara Vietnam menjadi negara ASEAN pertama yang pertumbuhan kasus fiat. Penyebaran COVID- 19 yang terjadi secara cepat dan eksponensial dikhawatirkan tidak dapat diimbangi dengan ketersediaan fasilitas kesehatan serta tenaga medis yang ada, sehingga bisa berujung pada krisis kesehatan. Dengan demikian, sangat penting untuk melakukan tindakan- tindakan untuk menjaga agar penyebaran COVID-19 terk e ndali (flattening the curve), hingga ditemukan obat atau vaksin untuk mengatasi penyakit terse but. jdih.kemenkeu.go.id I,] MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Gambar 1 Flattening the Curve Kapasitas sistem dan infrastruktur kesehatan 'A' ······-······------------------------------------------------------- ~ /Dengan Respon Periode wak tu setelah infeksi pertama terjadi @ Sumber: WHO Grafik 2 Perkembangan Total Kasus COVID-19 di Seluruh Dunia dan Sejumlah Negara dengan Kasus Terbanyak Total Kasus 3.216.353 ■ Tiongkok ■ Brazil ■ Iran ■ Rusia ■ Tu rki ■ Jerma n ■ lnggris ■ Perancis ■ Italia ■ Spanyol ■ Lainnya Amerika Serikat Sumber: WHO dan Worldmeter , diolah Pada 30 April 2020, total kasus COVID-19 di dunia telah mencapai lebih dari 3,2 juta kasus yang menyebar di 213 negara atau teritori. Tambahan kasus baru per hari sempat mencapai lebih dari 100 ribu, meskipun pada saat dokumen ini ditulis sudah melambat di kisaran 80 ribu. Jumlah pasien yang sudah sembuh mencapai 999 ribu atau 28 persen dari total kasus, sementara jumlah kasus aktif sekitar 2,0 juta. Total jumlah kematian akibat COVID- 19 di dunia mencapai 228 ribu ataufatality rate sekitar 7, 1 persen. Tiongkok sebagai negara awal penyebaran virus te l ah berhasil menekan jumlah kasus, dan pada tanggal 8 April 2020 telah menghentikan lockdown dan membuka kembali kota Wuhan . Meski demikian, kapan akan berakhirnya pandemi COVID-19 di dunia masih diliputi ketidakpastian. WHO menyatakan bahwa akan dibutuhkan waktu 12-18 bulan hin gga vaksin di temukan, sehingga seluruh negara dimin ta jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 5 untuk terus meningkatkan langkah menekan penyebaran baik melalui test , tracing dan distancing . Grafik 3 Perkembangan Jumlah Kematian COVID-19 di Seluruh Dunia dan Sejumlah Negara dengan Jumlah Kematian Terbanyak Total Kematian 227.894 38,879 - Rusia - Turki - Tiongkok - Brazil - I ran - Jerman - Perancis - Spanyol - lnggris Italia - La innya Amerika Serikat : : ... ... ... ... C C .0 .0 .0 .0 ra QI QI QI QI ra ... ' a, CL CL CL 3,174 ~ u. u. ... ... C( N ~ Ill 't 't N ~ a, ~ Ill N ~ 1,073 .b 4 N N ... ... N ... N "' Sumber: WHO dan Worldometers , diolah Grafik 4 Trajektori Kasus COVID-19 di Sejumlah Negara di Dunia 10,000,000 Di AS don beberapa negara Eropa dengan kasus ____ tertinggi, mulai nampak perlambatan penyebaran 1,000,000 COVID-19 ... ~ 100,000 : : , E : : , : : ,: "' . .. ii: 10,000 ra : : ,:
. Tiongkak don Korea Selatan berhasil menekan...penyebaran COVID-19 ... 1,000.............Eskalasi masih terjadi di beberapa negara ASEAN seperti Filipino , Indonesia , Malaysia don Singapura .. 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Durasi hari sejak kasus ke-100 - Tiongkok - Amerika Serikat - Italia - Spanyol - - _, Jerman - Perancis - Iran - Korea Selatan - lnggris • • • • • • Singapura - Malaysia Filipina -Vietnam - Thailand - • • Rusia - Indonesia Sumber: WHO dan Worldometers, diolah Ditinjau dari trajektori kasus COVID-19, terdapat variasi perkembangan antar negara . Tiongkok dan Korea Selatan, merupakan dua jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA di antara sedikit negara yang sudah berhasil menekan penularan COVID 19 secara signifikan. Hal ini nampak dari kurva penyebaran yang flat. Sebagai catatan kedua negara menerapkan strategi yang berbeda untuk mengatasi wabah. Tiongkok menerapkan lockdown sebagai strategi utama, sementara Korea Selatan lebih mengandalkan tes secara masif tanpa lockdown. Sementara itu, perkembangan terkini di awal Mei 2020 juga menunjukkan pertambahan kasus secara umum walaupun sudah melambat di beberapa negara Eropa, dengan peningkatan yang masih terjadi di Amerika Serikat dan Inggris. Total kasus COVID- 19 di dunia telah mencapai lebih dari 3,7 juta kasus dengan total kematian mencapai lebih dari 258 ribu. Penambahan kasus global per hari sedikit meningkat menjadi 81 ribu kasus. Di sisi lain, penyebaran COVID-19 di Indonesia dan negara tetangga ASEAN seperti Filipina, Malaysia, dan Singapura masih terus tereskalasi. Meskipun di beberapa kawasan penularan COVID- 19 sudah menunjukkan perlambatan, namun ketidakpastian mengenai pandemi dan virus ini masih tinggi sehingga kewaspadaan masih harus dijaga.
: : .!!! ' Ill C ' ----------------------------- - -- ----~--- - -- . --------------------- E Q.•- E Elektronik Koostn.ks, P~rtaman Ill GI ' Garmen ~ I CPO _ Coal mining C 0. 1 Ponkanan PtoctJk t.,.,,_ ? Alas kak1 • : 0tOfflOt if - ..._ ~ Tmnsponas1 lmn : • ~ erd. Rite! ! Penerbangan Hotel & ' Konsumsl ' Semakin Sedikit ' R es taur an ' Dampak Covid ke Penawaran Produksi Semakin Produksi Semakin Berkurang Meningkat Catatan: ukuran lingkaran mewakili jumlah tenaga kerja di sektor tersebut • Sumber: COVID-19 Sectoral Analysis, Prospera 2020 Pandemi COVID-19 berdampak signifikan terhadap kinerja sektoral perekonomian nasional. Beberapa sektor usaha mengalami kombinasi guncangan pasokan dan permintaan sekaligus. Sektor yang terdampak cukup berat diantaranya adalah kelompok usaha yang terkait aktivitas pariwisata seperti Sektor Penyediaan Akomodasi Makan Minum, serta Transportasi dan Pergudangan. Sektor Penyediaan Akomodasi Makan Minum mencatat pertumbuhan rendah sebesar 1,95 persen pada triwulan I 2020. Sektor ini merupakan sektor yang pertama kali merasakan tekanan sejak penyebaran virus COVID-19 di Tiongkok. Tercatat secara kumulatif Januari hingga Maret 2020, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 2,61 juta atau terkontraksi 30,62 persen (yoy) dibandingkan kunjungan tahun 2019. Jumlah wisatawan Tiongkok ke jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Indonesia pada tahun 2019 memiliki share sebesar 12,86 persen (peringkat 2 di tahun 2019), dan isu COVIO-19 telah menyebabkan penurunan drastis jumlah kunjungan wisman negara tersebut. Tercatat jumlah wisman Tiongkok mengalami penurunan cukup signifikan yakni, secara kumulatif Januari-Maret terkontraksi -64,03 persen (yoy). Pun, tingkat hunian hotel berbintang di kawasan wisata utama seperti Bali turun sebesar 30,02 poin persentase dari 55,43 persen pada Maret 2019 menjadi 25,41 persen pada Maret 2020. Secara nasional, tingkat hunian hotel juga mengalami penurunan 20,64 persen pada periode yang sama . Sebagai langkah antisipasi, di awal tahun 2020 pemerintah mengeluarkan insentif di sektor pariwisata guna merangsang datangnya wisatawan selain dari Tiongkok ke Indonesia, seperti insentif untuk travel agent yang membawa wisatawan mancanegara serta insentif untuk tenaga pemasaran pariwisata. Namun, seiring meluasnya penyebaran pandemi ke berbagai negara, kebijakan tersebut menjadi tidak relevan. Sebagai upaya memperlambat penyebaran virus COVIO-19, pemerintah melakukan pembatasan kedatangan wisatawan, sebagaimana kebijakan yang sama diberlakukan di banyak negara . Penurunan kunjungan wisatawan serta kebijakan pembatasan perjalanan lintas batas yang diterapkan banyak negara, juga memberikan tekanan bagi sektor jasa angkutan udara. Tercatat jumlah penumpang angkutan udara internasional secara kumulatif Januari-Maret terkontraksi hingga 24, 15 persen (yoy) . Hal ini berkontribusi pada pertumbuhan rendah Sektor Transportasi dan Pergudangan yang hanya tumbuh 1,27 persen pada triwulan I 2020. Hal-hal tersebut di atas menyebabkan tekanan yang cukup berat bagi sektor jasa. Oengan meluasnya pembatasan mobilitas manusia dan pembatasan perjalanan internasional, dampak terhadap sektor pariwisata dan aktivitas pendukungnya diperkirakan akan semakin besar. Oampak penurunan omzet pelaku usaha di sektor ini perlu mendapat perhatian mengingat banyaknya tenaga kerja yang terlibat baik dari sektor akomodasi dan restoran, transportasi, rnaupun industri-industri pendukungnya. Sektor perdagangan ritel yang didominasi oleh UMKM dan sektor informal juga menjadi sektor yang perlu mendapat perhatian mengingat tingginya serapan tenaga kerja yang mencapai 24 juta atau sekitar 18,9 persen dari total tenaga kerja Indonesia (BPS, 2019). Seiring dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah, terutama di Provinsi OKI Jakarta sebagai episentrum penyebaran COVIO 19 di Indonesia, sektor perdagangan mendapatkan tekanan yang cukup besar. Sebagian besar pusat perbelanjaan dan mall di wilayah OKI Jakarta tutup atau membatasi jam operasional selama periode PSBB. Penurunan aktivitas perdagangan ini juga ditunjukkan oleh penjualan eceran yang mengalami kontraksi pertumbuhan semakin dalam pada bulan Maret 2020, tergambar dari Retail Sales Index bulan Maret 2020 yang berada di level 217,8 jauh lebih rendah dibandingkan posisi pada Maret 2019 yang berada jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA di level 230,2 . Secara keseluruhan Sektor Perdagangan hanya mencatat pertumbuhan 1,60 persen pada triwulan I 2020. Sektor strategis lainnya yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung akibat penyebaran COVID-19 adalah industri pengolahan yang hanya mampu tumbuh sebesar 2,06 persen pada triwulan I 2020 . Sektor ini awalnya terdampak negatif akibat terganggunya rantai pasok di Tiongkok baik untuk impor bahan baku dan bahan penunjang, maupun ekspor barang jadi. Namun demikian, perkembangan pandemi yang semakin meluas secara global tidak hanya mempengaruhi produk industri terkait Tiongkok tetapi juga permintaan dan penawaran hasil industri untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Penerapan PSBB mengurangi jam kerja buruh dan mesin-mesin industri. Di sisi lain, kondisi masyarakat yang fokus pada kebutuhan pokok dan alat kesehatan mengurangi minat konsumsi atas barang-barang yang tidak termasuk kebutuhan pokok dan tergolong mewah. Beberapa kelompok industri yang terdampak cukup dalam antara lain, industri garmen, alas kaki, otomotif, mesin, dan elektronik. Secara umum, analisis eksposur dampak pandemi terhadap berbagai sektor diilustrasikan pada gambar berikut. Di samping sektor strategis seperti industri pengolahan, perdagangan, dan pariwisata, aktivitas pendukung lainnya seperti jasa transportasi, pembiayaan kendaraan bermotor, dan jasa penerbangan juga terdampak signifikan akibat meluasnya pandemi tersebut. Gambar 5 Dampak COVID-19 terhadap Berbagai Sektor • Perdagangan Besar dan Eceran, . lnduslri Pengolahan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor • Jasa Pener ba ngan • Penyediaan Akomodasi Makan dan • Jasa Pembiayaan Kredil Motor Minum • Transportasii dan Pergudangan . Pertani an , Kehutanan, dan • lnformasi dan Komunikasi Perikanan . Jasa Perusahaan . Jasa Keuangan dan Asuransi . Pembiayaan KPR • Pertambangan dan Penggalian • Konstruksi • Jasa lainnya • Jasa Pendidikan • Real Estat • Pengadaan Listrik, Gas . Jasa Kesehatan dan Kegiatan • Adm inistrasi Pemerinlahan. Sosial Pertahanan, dan Jam inan Sosi al . Pengadaan Air. Pengolahan Wajib Sampah, limbah dan Daur Ulang Sumber: OCE, BPS, data IO diolah. Secara umum, tingginya guncangan terhadap sektor produksi, khususnya dari sisi pasokan berpotensi menyebabkan terjadinya penurunan permintaan agregat yang dapat mengakibatkan resesi ekonomi. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Hal m1 digambarkan sebagai kerangka Keynesian Supply Shock sebagaimana dikemukakan oleh Guerrieri et al. (2020) . ^8 Pada saat pandemi melanda, terjadi penghentian aktivitas produksi, peningkatan tingkat pengangguran, dan bahkan kebangkrutan perusahaan. Tenaga kerja pada sektor yang terdampak akan kehilangan pendapatan dan menurunkan tingkat konsumsi pada sektor lainnya sehingga menciptakan efek domino penurunan aktivitas pada sektor lain. Dampaknya, akan terjadi deindustrialisasi pada kelompok industri eksisting. Jika tidak ditangani dengan optimal, hal ini dapat mengakibatkan krisis ekonomi dan proses pemulihannya akan sulit dilakukan dan berlangsung lama. Upaya penanganan dan penyelamatan sektor produksi strategis diperlukan utamanya mencegah kebangkrutan massal dan peningkatan pengangguran. Respon dan Penanganan pemerintah menjadi kunci untuk memitigasi dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor-sektor produksi yang terdampak sangat dalam. Oleh karenanya , berbagai bauran kebijakan fiskal, nonfiskal, moneter, dan sektor keuangan disiapkan sebagai langkah penanganan termasuk melalui penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan/ a tau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ a tau Stabilitas Sistem Keuangan. Pandemi COVID-19 yang berawal dari Tiongkok pada awal 2020 juga mempengaruhi aktivitas ekspor dan impor yang merupakan komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Peran ekonomi Tiongkok dewasa ini yang cukup besar dalam perekonomian dunia ( 1 7 persen ekonomi dunia) dan supply chain global menyebabkan pelemahan kinerja ekonomi Tiongkok akan berdampak signifikan terhadap kinerja ekonomi negara lain, termasuk Indonesia. Perlambatan ekspor Tiongkok tentu berpengaruh kepada penurunan kebutuhan impor bahan input termasuk dari Indonesia . Penurunan kebutuhan impor Tiongkok berpotensi menekan kinerja ekspor Indonesia. Di sisi lain, kebutuhan industri Indonesia terhadap impor bahan input dari Tiongkok juga cukup besar. Penurunan aktivitas ekonomi dan ekspor Tiongkok ke Indonesia akan berdampak pula pada kinerja industri domestik. Selama tiga bulan pertama di tahun 2020, secara nominal terjadi kontraksi impor mencapai -3, 7 persen . Impor barang konsumsi yang sempat tumbuh positif di bulan Januari, kembali mengalami kontraksi cukup dalam di bulan Februari walaupun sedikit tumbuh di bulan Maret. Impor bahan baku dan impor barang modal yang memiliki porsi sekitar 75 persen dan 15 persen, masih mengalami pertumbuhan negatif. Penurunan s Guerrieri , V. , Lorenzoni , G., Straub , L. & Werning, I. 2020. Macroeconomic Implications ofCovid-19: Ca n Nega tive Suppl y Sho c ks Cause Demand Shortages? NBER Working Paper Series, 26918 , 1-36. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA tersebut disebabkan oleh penurunan harga dan volume. Kontraksi tersebut mengindikasikan lemahnya kegiatan ekonomi domestik. Secara khusus, kontraksi terdalam terjadi pada negara Tiongkok, dimana secara nominal kumulatif Januari-Maret 2020 impor nonmigas tercatat mengalami kontraksi sebesar -14,51 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Di sisi ekspor, selama tiga bulan pertama di tahun 2020 , secara nominal masih mampu mencatatkan pertumbuhan 2,9 persen (yoy). Peningkatan khususnya didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas, sementara ekspor migas masih mengalami penurunan. Kontraksi impor dan peningkatan ekspor walaupun marjinal telah membantu neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus USD2,62 miliar selama triwulan 1 2020. Meski demikian, outlook kinerja perdagangan internasional khususnya ekspor diperkirakan menghadapi tekanan berat akibat kondisi pelemahan permintaan secara globaldan perlambatan aktivitas produksi dalam negeri seiring upaya penanganan meluasnya wabah virus corona di dalam negeri. Risiko penurunan kinerja ekonomi Indonesia tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan bauran kebijakan sebagai upaya untuk mengatasi kontraksi yang lebih dalam. Selain pertumbuhan ekonomi, indikator ekonomi makro lain yang penting untuk dijaga adalah tingkat inflasi karena terkait langsung dengan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat menjadi semakin penting untuk dijaga dalam kondisi pandemi COVID-19 karena akan menentukan porsi terbesar dari ekonomi nasional yaitu komponen konsumsi . Terkendalinya laju inflasi di tingkat yang stabil dan rendah diharapkan dapat menopang terjaganya daya beli, konsumsi, dan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat menopang kinerja pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, laju inflasi selalu diupayakan untuk dikendalikan sesuai dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan . Memasuki bulan keempat di tahun 2020, terjadi ekskalasi penyebaran virus COVID-19 ke lebih dari 200 negara. Kondisi ini mengakibatkan penurunan aktivitas ekonomi global secara masif termasuk di Indonesia . Untuk tahun 2020 , pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan di dalam range 0-2,5 persen dengan kontraksi di ekspor impor mencapai dua digit. Risiko penurunan ekspor ini tidak hanya akibat dampak pelemahan dan kontraksi demand global, tetapijuga berasal dari dampak perlambatan aktivitas produksi dalam negeri seiring upaya mengatasi meluasnya wabah virus corona di dalam negeri. Risiko penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan bauran kebijakan sebagai upaya untuk mengatasi kontraksi yang lebih dalam . Selain pertumbuhan ekonomi dan ekspor impor, indikator ekonomi makro lain yang penting untuk dijaga adalah tingkat inflasi karena terkait langsung dengan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat menjadi semakin penting untuk dijaga d a lam kondisi pandemi COVID-19 karena akan menentukan porsi terbesar dari ekonomi nasional yaitu komponen konsumsi . Terkendalinya laju inflasi di tingkat yang stabil dan rendah diharapkan dapat menopang terjaganya daya beli, konsumsi, dan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA kesejahteraan masyarakat sehingga dapat menopang kinerja pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, laju inflasi selalu diupayakan untuk dikendalikan sesuai dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Pemerintah terus berupaya menjaga harga komoditas dengan menjaga ketersediaan pasokan terutama bahan pangan di pasar serta meningkatkan kelancaran arus produksi dan distribusi bahan pangan. Dalam 10 tahun terakhir, laju inflasi umum menunjukkan tren penurunan. Jika dilihat secara komponen, laju inflasi juga menggambarkan perbaikan dilihat dari komponen inti yang menurun, volatilitas harga pangan yang semakin rendah, dan risiko adminisitered price yang terkelola. Di bulan April 2020, penerapan kebijakan pembatasan sosial, terutama yang berskala besar di beberapa daerah berdampak pada mulai berkurangnya mobilitas masyarakat dan aktivitas konsumsi, produksi, dan distribusi. Kebijakan-kebijakan tersebut diperkirakan sangat mempengaruhi laju inflasi, terutama terkait dengan waktu dan durasi penerapan. Grafik 10 Realisasi dan Sasaran Inflasi, 2010-2019 l!l!l!I l!l!!P.I laiiil liliil 6.0 5.5 5.5 5.0 5.0 4.5 4.5 ml 4.0 4.0 3.5 3.5 3.5 3.0 3.0 3.0 2.5 2.5 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sasaran lnflasi -+- lnflasi IHK Sumber: BPS, Kementerian Keuangan Laju inflasi Indonesia tahun 2020 diupayakan tetap masih berada dalam sasaran inflasi tahun 2020 sebesar 3,0±1,0 persen (yoy). Meskipun demikian, beberapa faktor risiko membayangi pergerakan inflasi sepanjang tahun 2020, terutama eskalasi penyebaran wabah COVID-19 yang semakin akseleratif. Sepanjang Januari-April 2020, laju inflasi masih relatif terkendali di dalam sasaran inflasi. Laju inflasi mencapai 2,67 persen (yoy) pada Maret 2020 atau mencapai sebesar 0,84 persen (ytd). Laju inflasi masih melanjutkan tren penurunan di bawah 3,0 persen (yoy), didorong oleh masih berlanjutnya perlambatan inflasi pada seluruh komponen . Meskipun begitu, Pemerintah telah berkomitmen untuk menjaga inflasi agar tetap dalam sasaran tahun berjalan, antara lain dengan mengendalikan inflasi pangan dan mengelola risiko administered price jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 25 - melalui peningkatan efektivitas program perlindungan masyarakat dan penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran. Laju inflasi inti masih mencatatkan sedikit perlambatan yang telah dimulai sejak Oktober 2019 yang ditandai pergerakan inflasi di bawah 3,0 persen (yoy). Pada April 2020, laju inflasi inti mencapai 2,85 persen (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh tekanan permintaan domestik yang masih terbatas dan melambatnya kredit konsumsi dalam beberapa bulan terakhir. Tren perlambatan inflasi terjadi pada beberapa komoditas-komoditas yang termasuk dalam kelompok barang-barang tahan lama dan kelompok jasa. Meskipun begitu, masih terdapat tekanan kenaikan harga emas perhiasan yang terimbas dari kenaikan harga emas internasional akibat ketidakpastian ekonomi global. Tekanan inflasi juga terjadi pada Kelompok Kesehatan, terutama Subkelompok Obat-Obatan dan Produk Kesehatan sebagai dampak eskalasi pen ye baran wabah COVID-19. Secara umum, laju inflasi inti diperkirakan masih melanjutkan perlambatan seiring dengan terbatasnya aktivitas perekonomian akibat penyebaran wabah COVID-19 y ang terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Meskipun demikian, tekanan depresiasi nilai tukar Rupiah juga masih dapat berpotensi meningkatkan imported inflation . Grafik 11 Perkembangan Laju Inflasi per Komponen 2018-2020 ■ Headline -Core Inflation Administered Price - Volatile Food 7 ,0% 5,0 % 3, 0' A. 2 ,0'Y.> 1,0' A. · 0110111 1: 0,0 9'. 20 18 20 19 2020 Sumber: BPS , diolah Perlambatan inflasi juga terjadi pada komponen administered price . Inflasi administered price April 2020 mencapai -0,09 persen (yoy), jauh lebih rendah dengan angka Desember 2019, sebesar 0,51 persen (yoy) . Rendahnya inflasi komponen ini dipengaruhi oleh penurunan tarif angkutan udara serta harga bensin dan solar nonsubsidi . Penurunan tarif angkutan udara, terutama di daerah destinasi pariwisata mengalami deflasi sebagai dampak dari penurunan permintaan seiring dengan selesainya masa liburan akhir tahun dan semakin terbatasnya mobilitas masyarakat termasuk kegiatan bisnis luar kota dan pariwisata seiring dengan kebijakan pembatasan sosial. Deflasi tarif angkutan udara telah terjadi jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INOONESIA selama 4 bulan berturut-turut. Selain itu, harga bensin dan solar nonsubsidi menurun dipengaruhi oleh anjloknya harga minyak mentah global. Di sisi lain, tekanan inflasi pada komponen ini didorong oleh berlakunya kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok 2020 yang mendorong naiknya harga rokok kretek , kretek filter, dan putih di pasaran. Hingga akhir tahun, laju inflasi administered price diperkirakan masih melanjutkan tren rendah, terutama dipengaruhi oleh deflasi pada angkutan udara seiring terbatasnya mobilitas masyarakat akibat penyebaran wabah COVID-19 serta kebijakan harga energi yang lebih akomodatif dalam rangka menjaga daya beli masyarakat di tengah rendahnya harga minyak mentah dunia. Sepanjang Januari-April 2020 , komponen inflasi volatile food masih relatif tinggi, mencapai 5 , 04 persen (yoy) pada April meningkat dari Desember 2019 yang mencapai 4 ,30 persen (yoy) . Laju inflasi volatile food sempat menurun di Januari 2020 sebagai dampak dari normalisasi permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru serta liburan akhir tahun. Namun inflasi kembali meningkat tajam yang didorong kenaikan harga beberapa komoditas, seperti aneka cabai, aneka bawang, minyak goreng, daging ayam ras, ikan segar, dan beras. Masih masuknya musim tanam dan faktor cuaca mendorong kenaikan harga beras, ikan segar, serta aneka cabai dan sayuran karena mempengaruhi produktivitas dan aktivitas distribusi. Sementara itu , keterlambatan impor mendorong harga bawang putih meningkat. Meskipun begitu, harga bawang putih mulai menurun seiring mulai masuknya pasokan i mpor, harga aneka cabai yang terkoreksi setelah panen, serta harga beras yang diperkirakan tetap terjaga stabil seiring dengan panen raya padi yang masih akan terjadi di sepanjang Mei didukung kebijakan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) bulanan dengan penambahan stok beras di pasar dan cadangan beras Bulog yang cukup . Dengan adanya penyebaran COVID-19 , laju inflasi volatile food diperkirakan dapat meningkat seiring dengan berkurangnya aktivitas perdagangan , terutama di pasar tradisional yang mulai mengalami penurunan permintaan dan berkurangnya pedagang karena libur dan pulang kampung. Kelangkaan barang atau berkurangnya stok di pasaran serta potensi spekulasi harga yang dilakukan pedagang juga mendorong harga beberapa harga bahan pokok meningkat . Risiko kenaikan harga pangan juga dapat semakin meningkat terutama dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar yang berpotensi menghambat ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi karena aktivitas pertanian dan peredaran barang yang lebih terbatas. Untuk itu, diperlukan rancangan kebijakan yang matang untuk menyiapkan ketersediaan pasokan dengan menjaga level harga agar tetap dapat terjangkau serta penerapan sistem logistik nasional agar tetap dapat menciptakan stabilitas harga. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Secara umum, beberapa faktor dapat berpengaruh pada pergerakan laju inflasi 2020, diantaranya adalah faktor musiman, seperti peningkatan harga pangan dan transportasi pada masa Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) serta kebijakan kenaikan cukai dan HJE Rokok 2020 yang dapat menekan inflasi administered price. Namun, dengan adanya wabah COVID 19 dan kebijakan pembatasan sosial akan sangat memengaruhi aktivitas ekonomi yang dapat menekan harga. Permintaan masyarakat di masa Ramadan dan Lebaran diperkirakan tidak sekuat pada tahun-tahun se belumnya, seiring dengan pen ye baran wabah COVID-19 yang masih berlangsung pada masa Ramadan dan Lebaran. Larangan mudik pun dapat berdampak pada penurunan permintaan. Namun di sisi lain, ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi bahan pangan dapat menjadi tantangan bagi pengendalian inflasi nasional karena dapat berpotensi mendorong kenaikan harga. Selain itu, risiko pelemahan nilai tukar Rupiah juga dapat berpotensi mendorong kenaikan inflasi serta ekspektasi inflasi ke depan. Untuk itu, Pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah telah melakukan kebijakan pengendalian inflasi, terutama dalam mengendalikan harga bahan pangan pokok. Keterjangkauan harga ditempuh melalui kebijakan stimulus ekonomi berupa bantuan sosial baik dari APBN maupun APBD yang dapat menjaga daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, operasi pasar dengan tetap memperhatikan protokol COVID-19 serta kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan harga acuan komoditas pangan juga dilakukan untuk menjaga tingkat harga di konsumen. Untuk memenuhi ketersediaan pasokan, upaya ditempuh melalui pemenuhan kebutuhan logistik terutama daerah konsentrasi pandemi COVID-19 didukung dengan kebijakan pembatasan pembelian di tingkat retail modern dan langkah Bulog dalam melakukan kebijakan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH). Di samping itu, relaksasi aturan impor untuk komoditas tertentu untuk mendukung cepat terlaksananya pemenuhan kebutuhan barang. Pengawasan distribusi yang melibatkan Satgas Pangan Polri juga ditempuh untuk menjaga jalur distribusi serta mengantisipasi terjadinya spekulasi dan permainan harga. Selain itu, pemanfaatan e-commerce pangan dan rekayasa sistem logistik yang melibatkan BUMN dan BUMD dilaksanakan untuk mendukung kelancaran distribusi barang dari daerah sentra produksi ke seluruh wilayah Indonesia (melalui darat, laut , dan udara) yang juga didukung oleh kerja sama perdagangan antardaerah. Untuk mendukung semua langkah kebijakan, Pemerintah juga mengupayakan komunikasi yang efektif untuk bijak berbelanja dan tidak melakukan panic buying untuk menciptakan ekspektasi inflasi masyarakat yang positif. Secara keseluruhan kebijakan ini dikoordinasikan melalui Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dengan memantau secara berkala terkait harga dan stok bahan pangan. Ke depan, lonjakan permintaan masyarakat pada akhir tahun 2020 juga akan diwaspadai agar inflasi tetap dapat terkendali pada rentang sasarannya, mengingat dampak kebijakan jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pemindahan cuti bersama/libur Idul Fitri ke akhir tahun dalam rangka mendorong aktivitas per e konomian setelah berakhirnya wabah COVID-19. Selain inflasi, indikator harga lainnya yang perlu diperhatikan adalah harga minyak mentah Indonesia a tau Indonesia Crude Oil Price (ICP). Angka ICP bergerak mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia dan dapat berdampak pada postur APBN, terutama terkait dengan penerimaan minyak dan gas serta besaran subsidi energi. Sesuai dengan formulanya, ICP dibentuk dengan pendekatan harga minyak mentah jenis Brent agar lebih kompetitif karena mayoritas harga minyak mentah dunia mengacu pada minyak jenis Brent. Secara fundamental , kondisi permintaan dan penawaran memengaruhi pergerakan harga minyak mentah dunia. Selain itu, faktor nonfundamental, seperti kondisi geopolitik dan gangguan cuaca juga sangat berdampak terhadap fluktuasi harga. Di sepanjang tahun 2018 , harga minyak mentah bergerak lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 bahkan sempat menyentuh harga pada kisaran USD80/barel di pertengahan tahun 2018. Hal tersebut dipengaruhi oleh ketegangan politik AS dengan Iran dan Suriah serta konflik domestik di beberapa negara produsen di Afrika . Produksi minyak mentah juga turun semakin dalam akibat gangguan politik yang terjadi Venezuela. Faktor- faktor tersebut mendorong ICP sempat menyentuh titik USD77 /barel di September 2019. Namun, menjelang akhir tahun 2018, harga minyak dunia dibayangi oleh ketegangan perang dagang antara AS dan Tiongkok meskipun OPEC masih berkomitmen untuk melakukan pemotongan produksi. Lemahnya harga minyak berlanjut hingga tahun 2019. Kondisi perekonomian global 2019 yang melemah semakin mendorong harga bergerak pada kisaran USD60-65/barel, secara rata-rata lebih rendah dibandingkan tahun 2018 yang mencapai USD66-72/barel. OPEC bersama Rusia (OPEC+) berupaya untuk menjaga harga agar tidak turun lebih dalam dengan melanjutkan kebijakan pemotongan produksi minyak mentah hingga triwulan I 2019 . Harga se mpat mengalami peningkatan di kisaran USD70 / barel didorong juga oleh penurunan cadangan minyak AS akibat penurunan aktivitas pengeboran minyak dan pemeliharaan rig di beberapa negara produsen. Memasuki pertengahan tahun 2019, harga minyak kembali tertekan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian 2019 yang semakin melemah , naiknya tensi perang dagang Tiongkok- AS, serta naiknya cadangan minyak negara-negara non-OPEC seperti AS dan Kanada. Naiknya cadangan minyak AS selaras dengan keinginan AS untuk menjadi net eksportir minyak mentah di tahun 2020. Pada September 2019, terjadi penyerangan ladang minyak mentah terbesar di Arab Saudi yang berdampak pada pengurangan produksi. Hal ini sempat mendorong harga harian mencapai USD68/barel. Namun, dengan penanganan dan pemulihan yang cepat, produksi dapat kembali normal dalam dua pekan sehingga harga dapat kembali ke kisaran USD60/barel. Pada tahun 2019, pergerakan harga minyak juga dipengaruhi oleh kebijakan IMO2020 yang membatasi emisi sulfur kapal. Regulasi tersebut mendorong penggunakan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK IN0ONESIA low sulfur fuel oil (LSFO) dengan kadar belerang rendah 0 ,5 persen. Hal ini mendorong peningkatan permintaan LSFO, termasuk beberapa jenis minyak Indonesia sehingga bergerak lebih tinggi di atas harga minyak Brent, seperti Duri , Attaka, dan Belida . Dengan kondisi tersebut, rata-rata ICP 2019 mencapai USD62 /barel lebih rendah dari rata-rata tahun 2018, yaitu USD68/barel. Pada Desember akhir 2019 dan awal tahun 2020, harga minyak mentah mulai mengalami tren meningkat di atas USD60/barel. Hal ini dipengaruhi oleh sentimen positif terjadinya kesepakatan dagang AS - Tiongkok. Harga minyak terdorong naik hingga pertengahan Januari 2020. Namun, harga kembali menurun pada pertengahan Januari seiring dengan penyebaran wabah virus Corona (COVID-19) di Wuhan , Tiongkok. Aktivitas perekonomian Tiongkok mengalami penurunan sehingga menurunkan permintaan minyak mentah global. Tiongkok juga merupakan importir minyak mentah global terbesar. Mewabahnya virus tersebut berdampak pada jatuhnya harga minyak mentah hingga menyentuh USD52/barel. Mempertimbangkan kondisi tersebut, OPEC+ merespon kebijakan dengan menambah volume pemotongan produksi minyak mentah sebesar 500 ribu barel/hari untuk menjaga harga . Namun, Rusia menunjukkan resistensi karena hal tersebut akan berdampak pada kesehatan anggaran. Memasuki Fe bruari 2020, harga minyak masih bergerak pada kisarari USD50 55 / barel , masih dipengaruhi oleh penyebaran wabah COVID- 19 yang menjangkau ke beberapa negara. Namun, di sisi lain harga sempat meningkat akibat penyerangan ladang minyak di Libya oleh pemberontak mendorong harga naik se besar USD2-5 / barel hingga ke tingkat USD59 /barel. Seiring dengan eskalasi penyebaran wabah COVID-19 ke sebagian besar negara-negara di dunia, harga minyak bergerak turun hingga menyentuh level USD41-50/barel di awal Maret 2020 sebagai dampak dari penurunan aktivitas perekonomian global yang signifikan. Harga minyak mentah melanjutkan penurunan yang sangat tajam seiring dengan gagalnya kesepakatan OPEC+ untuk kembali melakukan pemotongan produksi minyak untuk merespon relatif rendahnya harga. Rusia berpendapat bahwa kondisi anggaran negaranya masih dapat bertahan pada tingkat harga minyak yang rendah. Hal ini direspon Arab Saudi dengan melakukan tindakan supply war (memproduksi minyak besar-besaran). Penetapan COVID- 19 sebagai pandemi oleh WHO pada pertengahan Maret serta kebijakan karantina (lockdown) di banyak negara juga memberikan sentimen negatif terhadap pasar sehingga mendorong harga minyak mentah bergerak terus menurun di bulan Maret, bahkan hingga menyentuh titik terendah di kisaran USD20/barel pada 1 April 2020. Melihat kondisi tersebut, Amerika Serikat merespon akan melakukan intervensi melalui pertemuan dengan Rusia untuk mengatasi volatilitas harga yang terjadi. Kebijakan ini mendorong harga meningkat sepanjang awal April. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 12 Perkembangan Harian Harga Minyak Mentah 2020 80 70 60 50 40 30 20 ' 10 - WTI - Brent Minas - - ICP 0 Sumber: Kementerian ESDM, CEIC, Bloomberg Pada 9 April 2020, telah tercapai kesepakatan Arab Saudi dan negara OPEC lainnya serta Rusia untuk kembali memotong produks i di kisaran 10 juta barel per hari pada Mei dan Juni 2020 dan secara gradual menurun hingga April 2022 dengan pemantauan berkala. Selain itu, rilis data Badan Informasi Energi AS pada 7 April 2020 juga menyatakan terdapat penurunan aktivitas produksi yang cukup siginifikan di AS dan diperkirakan terus terjadi hingga triwulan ketiga. Hal ini menjadi faktor pendorong harga naik. Meskipun begitu, pasar masih merespons negatif atas pemotongan produksi OPEC+ yang dinilai masih di bawah ekspektasi pasar. Sentimen negatif pasar juga semakin meningkat setelah berbagai lembaga ekonomi internasional menyampaikan prospek perekonomian dunia yang diperkirakan mengalami kontraksi yang tentunya berpengaruh pada semakin dalamnya penurunan permintaan minyak mentah dunia. Hal ini berdampak pada harga yang kembali tertekan di bawah USD30/barel , bahkan minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) hampir menyentuh USD 10 / barel pada pertengahan April, bahkan sempat menyentuh angka -USD37 /barel di pasar futures (terendah sepanjang sejarah) karena faktor kendala penyimpanan dan jatuh tempo kontrak yang semakin dekat. Meskipun fenomena ini bersifat temporer, hal ini memberikan sentimen negatif pada pasar futures minyak secara global. Namun, secara perlahan WTI kembali bergerak positif seiring dengan pemangkasan produksi minyak AS. Di akhir April, hargajuga bergerak naik dipengaruhi pemotongan produksi minyak global, sedikit lebih cepat dibandingkan kesepakatan OPEC+ pada 9 April 2020 lalu. Selain faktor pemotongan produksi, harga minyak mentahjuga diperkirakan masih akan mengalami tren meningkat karena sinyal mulai kembalinya aktivitas perekonomian seiring dengan penurunan kasus positif COVID-19 di beberapa negara pada awal Mei. Pergerakan harga minyak mentah sepanjang 2020 akan sangat dipengaruhi oleh risiko paparan wabah COVID- 19. Durasi wabah virus ini sangat memengaruhi kondisi pergerakan minyak mentah karena berkaitan jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dengan aktivitas perekonomian global yang masih relatif minimal dengan diberlakukannya karatina di beberapa negara yang berdampak pada penurunan aktivitas manufaktur dan perdagangan, serta penerbangan . Kebijakan pemotongan produksi beberapa produsen besar minyak mentah seperti negara AS, Rusia, Arab Saudi, dan negara OPEC lainnya juga diperkirakan tidak terlalu kuat mendorong harga kembali naik pada level yang tinggi seperti di awal tahun 2020, mengingat kondisi perekonomian yang masih melemah akibat eskalasi wabah COVID- 19 yang masih berlangsung, terutama di sebagian besar negara di Amerika , Eropa, dan Asia. Selain itu, kondisi ekonomi global yang lemah juga berdampak pada inventori minyak mentah yang tinggi meskipun terdapat kebijakan pemotongan produksi. Mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, harga minyak mentah Indonesia yang mengikuti pergerakan harga minyak mentah dunia terutama jenis Brent, diperkirakan masih bergerak pada kisaran USD30-35/barel, jauh di bawah angka asumsi APBN 2020, sebesar USD63/barel. Kinerja produksi sektor hulu migas di tahun 2020 diperkirakan terdampak secara tidak langsung oleh pandemi COVID-19. Pandemi global COVID-19 yang menyebabkan penurunan permintaan atas kebutuhan energi diperburuk dengan isu diperburuk dengan isu oil war yang mengakibatkan kelebihan pasokan minyak secara global. Akibatnya, harga minyak global (brent) turun hingga di kisaran USD20-30/barel. Hal ini secara langsung mempengaruhi tingkat keekonomian proyek-proyek yang hingga saat ini masih dalam tahap pengembangan. Selain hambatan akibat penurunan harga komoditas, kondisi produksi hulu migas juga menghadapi tantangan peningkatan produksi karena sebagian besar lapangan migas sudah tua dan terus mengalami penurunan alamiah . Lifting minyak dan gas akan tetap diupayakan mampu mencapai target produksi dalam APBN 2020, namun terdapat potensi risiko penurunan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut . Pandemi global COVID-19 telah memberikan efek negatif bagi perekonomian sehingga secara alamiah akan menyebabkan perubahan yang cukup signifikan atas baseline dan proyeksi perekonomian ke depan. Dengan adanya perubahan asumsi-asumsi ekonomi makro maka basis perhitungan dalam menentukan besaran-besaran APBN akan berubah dengan siginfikan. Dampak paling siginfikan dari COVID-19 diperkirakan akan mempengaruhi baseline pendapatan negara baik dari sisi Perpajakan maupun Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) . Di sisi penerimaan perpajakan, pada tahun 2020 diperkirakan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan penerimaan perpajakan ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain sebagai berikut:
Perubahan baseline realisasi perpajakan tahun 2019 dan perubahan asumsi ekonomi makro tahun 2020 termasuk adanya perang harga minyak. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2. Kebijakan stimulus perpajakan yang secara langsung mengurangi penerimaan perpajakan.
Percepatan implementasi Omnibus Law Perpajakan yaitu penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen.
Potensi risiko terjadinya penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan di sektor-sektor penyumbang pajak terbesar.
Potensi risiko recovery ekonomi tahun 2020 yang lambat sehingga tidak dapat mendorong kenaikan penerimaan perpajakan. Dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi di atas maka pada tahun 2020 penerimaan perpajakan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Jika rata-rata rasio perpajakan terhadap PDB berkisar antara 10,3 persen tahun 2014-2019, maka pada tahun 2020 rasio perpajakan terhadap PDB diperkirakan mengalami penurunan, hanya mencapai sekitar 8, 7 persen PDB . Sementara itu di sisi PNBP , dampak COVID-19 juga memiliki dampak negatif terutama disebabkan karena turunnya PNBP SDA Migas akibat dari harga minyak dunia yang turun cukup siginifkan. Jenis- jenis PNBP tertentu juga diperkirakan akan mengalami penurunan terutama yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi tertentu yang terdampak. Selain itu, PNBP Layanan juga diperkirakan akan mengalami penurunan dengan adanya pembebasan dan penyesuaian tarif dalam rangka merespon dampak COVID-19 tahun berjalan. Rata-rata rasio PNBP terhadap PDB berkisar 2, 63 persen di tahun 2014 - 2019, namun pada tahun 2020 rasio PNBP terhadap PDB diperkirakan hanya mencapai sekitar 1,8 persen PDB. Berdasarkan kondisi pendapatan negara yang diperkirakan menurun, ke depan ruang fiskal dalam APBN diperkirakan akan lebih sempit dalam rangka mendanai APBN. Pada tahun 2020 pendapatan negara total diperkirakan m e ncapai 10,5 persen terhadap PDB atau lebih kecil 2-3 persen terhadap PDB dari tahun-tahun sebelumnya. Diperkirakan dalam jangka menengah, baseline pendapatan negara masih sama sehingga diperlukan penyesuaian di sisi belanja dan pembiayaan . Pandemi COVID-19 juga mengakibatkan pemburukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Masalah kesehatan dan kematian akibat penularan COVID-19 yang sangat cepat serta langkah pembatasan sosial juga telah mengganggu aktivitas sosial ekonomi masyarakat, yang berdampak pada jumlah pengangguran dan kemiskinan. Dalam skenario berat, tingkat pengangguran terbuka diprakirakan dapat meningkat menjadi 7 ,33 persen dari 5,28 persen di tahun 2019. Di skenario yang sama, tingkat kemiskinan dapat meningkat menjadi hampir 9,9 persen dari angka di tahun 2019 sebesar 9,41 persen. Bahkan dalam skenario sangat berat, tingkat pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan diprakirakan meningkat menjadi masing-masing 9,02 persen dan 10 , 98 persen. Dilihat dari tambahan jumlah orang, peningkatan persentase tersebut mengakibatkan tambahan jumlah pengangguran dalam rentang 2,92-5 , 23 jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 33 - juta orang dan tambahan jumlah orang miskin dalam rentang 1,89-4,86 juta orang . Grafik 13 Indikator Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Tingkat Kemiskinan 9.02 .33 9.41 5 61 · 5 .so 5.34 5.28 5. 18 - Base Berat - sangat Berat -... Base -... Berat -... sangat Berat 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020F 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020F Sumb e r: BPS dan proy eksi BKF Il.2. Pe rk e mbangan Monet er dan Sektor Keuangan Pelemahan permintaan global men g akibatkan penurunan kegiatan perdagangan internasional, baik itu ekspor dan impor. Hal ini berpotensi mengancam kelangsungan dunia usaha domestik yang selanjutnya akan be rdampak terhadap pengurangan jam kerja dan a tau pengurangan jumlah tenaga pek e rja dan , akhirn ya , penurunan daya beli rumah tangga . Gangguan di sektor korporasi dan rumah tangga juga berpotensi merambat ke sektor keuangan dan menurunkan tingkat tabungan masyarakat dan tingkat inv e stasi perusaha a n. Di sisi moneter dan sektor keuangan, sebelum merebaknya pandemi COVID-19 perkembangan kondisi moneter Indonesia dalam sepuluh tahun te rakhir menunjukkan kecenderungan yang kurang menggembirakan. Secara umum pertumbuhan likuiditas perekonomian dalam negeri menunjukkan penurunan di beberapa tahun terakhir. Berbagai tekanan dan ge jolak faktor eksternal t elah mempengaruhi perkembangan sektor ke uangan domestik dan hal tersebut turut mempengaruhi stabilitas dan ke giatan investasi di dalam negeri. Pertumbuhan uang beredar yang menjadi indikator likuiditas di perekonomian domestik terus menunjukkan tren penurunan. Kondisi tersebut juga disertai tren pertumbuhan kredit yang terus melambat , khususnya semenjak tahun 2014. Beberapa gejolak eksternal telah mempengaruhi perkembangan kinerja moneter tersebut , diantaranya dampak krisis utang Eropa , berakhirnya periode commodity boom , dampak jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 34 - kebijakan taper tantrum the Fed serta 1su perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Grafik 14 Pertumbuhan Uang Beredar, Kredit Investasi dan Pergerakan Suku Bunga di Pasar Domestik Pertumbuhan Uang Beredar Pergerakan Suku Bunga dan Kredit Investasi di Pasar Domestik 14.00% 30.0' • 12.00% 25 0', 20.0', 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% 2010 2011 2012 2013 201~ 2015 2016 2017 2018 2019 2010 2011 2012 2013 2 014 2015 20 16 2 017 20 18 2019 -- M2-yoy -- Kredit-yoy - Bl -rate - 70RR - Sk Bg Kred Inv Sk Bg Kred Mod Ke rja. Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 15 Nilai Tukar dan Neraca Pembayaran Indonesia 15000 so 0 14000 40 V, : : : : , 13000 12000 11000 10000 9000 8000 7000 .I ^_ I I l'- 1 ^I I ^1 ^I 1 • 1 30 20 10 0 -10 -20 -30 ~ i 6000 -40 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 - Neraca Transaksi Berjalan (RHS) - Neraca Modal dan Finansial (RHS) NPI (RHS) - XR rata rata Sumber: Bank Indonesia , diolah jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK IN0ONESIA Pada tahun 2013 pasar keuangan global mulai dibayang-bayangi oleh isu kebijakan taper tantrum di AS, yang dimulai dengan penghentian program pembelian aset di 2013 dan diikuti kenaikan suku bunga Fed Fund Rate di tahun 2015. Isu tersebut kembali mempengaruhi arus modal masuk ke Indonesia dan terus mendorong depresiasi nilai tukar Rupiah. Untuk mengatasi tekanan-tekanan yang terjadi, Bank Indonesia telah menaikan suku bunga acuan guna menahan arus modal tetap berada di dalam negeri . Namun langkah tersebut telah menimbulkan tren perlambatan laju pertumbuhan likuiditas dan kredit di dalam negeri . Faktor di dalam negeri juga dipengaruhi tekanan inflasi akibat langkah penyesuaian harga BBM di dalam negeri pada akhir tahun 2014 . Faktor- faktor tersebut telah mendorong Bank Indonesia untuk menaikan suku bunga acuannya dalam rangka mengatasi tekanan inflasi maupun nilai tukar di periode tersebut. Di tahun-tahun berikutnya, tekanan nilai tukar dan inflas i mulai mereda serta stabilitas ekonomi cukup terjaga. Hal tersebut telah mendorong Bank Indonesia untuk mulai menurunkan tingkat suku bunga acuannya, yang mulai diikuti penurunan suku bunga kredit perbankan . Namun demikian, laju pertumbuhan likuiditas uang beredar dan kredit perbankan terus mencatat perlambatan. Beberapa hal yang menyebabkan fenomena tersebut adalah adanya kebijakan konsolidasi aset perbankan untuk memperbaiki posisi aset keuangan setelah berakhirnya periode commodity boom. Boks 1 Penggantian Suku Bunga SPN 3 Bulan sebagai Asumsi APBN Suku bunga SPN 3 Bulan digunakan sejak tahun 2011 sebagai salah sat u asumsi dalam penyusunan APBN. Suku bunga SPN 3 bu l an dipilih untuk menggantikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang penerbitannya dihentikan oleh Bank Indonesia . Suku bunga SPN 3 Bulan berperan sebagai suku bunga acuan bagi Surat Berharga Negara seri Variable Rate (SBN VR) , dimana pada saat itu SBN dengan seri VR masih cukup besar dalam portofolio Surat Berharga Negara . Seiring berjalann ya waktu, pada tahun 2020 sebagian besar SBN seri VR telah jatuh tempo dan tidak diterbitkan lagi. Saat ini, hanya terdapat satu SBN seri VR yang menggunakan suku bunga SPN 3 Bulan sebagai acuan , yaitu VR0031 yang akan jatuh tempo pada tanggal 25 Juli 2020, dengan nilai Rp25 , 32 triliun atau sekitar 0,62 persen terhadap total outstanding SBN yang mencapai Rp4.101 , 11 triliun. Dengan demikian , di tahun 2021 sudah tidak ada lagi SBN yang menggunakan suku bunga SPN 3 bulan sebagai acuan suku bunganya . Jika dilihat dari komposisi pembayaran bunga utang dalam APBN, 92,5 persen beban bunga utang berasal dari bunga SBN dan 7 ,5 persen dari bunga pinjaman. Dari pembayaran bunga utang yang bersumber dari SBN , sebesar 79 , l persen diantaranya adalah dari stok utang tahun-tahun sebelumnya (utang existing) dan han ya sekitar 13 ,4 persen yang bersumber dari penerbitan SBN baru. Dari penerbitan baru tersebut, kurang lebih 5 ,8 persen berupa SPN 3 bulan, dan selebihnya dari instrumen SBN jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dengan tenor 5 dan 10 tahun. Apabila dilihat dari komposisi SBN, saat ini SBN lebih didominasi SBN seri fixed rate dibandingkan dengan variable rate. Dengan mempertimbangkan bahwa penggunaan Suku bunga SPN 3 bulan sebagai acuan suku bunga SBN VR berakhir di tahun 2021 dan peran instrumen SPN 3 Bulan dalam penyusunan postur APBN (struktur be ban bunga) y ang relatif kecil , maka mulai tahun 2021 Pemerintah mengusulkan untuk mengganti suku bunga SBN 3 Bulan sebagai salah satu asumsi dalam APBN dengan suku bunga SBN seri 10 tahun , mengingat porsi SBN 10 tahun yang relatif besar. Pemilihan instrumen suku bunga tersebut terutama didasarkan pada fungsinya sebagai indikator dalam perhitungan beban bunga dalam APBN. Sedangkan untuk menggambarkan kondisi perekonomian secara umum, berbagai macam suku bunga akan tetap digunakan, termasuk suku bunga 7DRR dari Bank Indonesia. Kondisi perlambatan laju pertumbuhan kredit perbankan dan ketatnya likuiditas di perekonomian masih berlanjut hingga tahun 2019. Selain itu, perlambatan kredit perbankan juga disebabkan isu kehati- hatian perbankan dalam memberikan kredit seiring indikasi peningkatan kredit bermasalah (NPL) serta demand kredit yang juga berkurang seiring moderasi aktivitas ekonomi sektor riil. Situasi ini menjadi tantangan bagi perekonomian , terutama di tahun 2018 dan 2019, khususnya untuk mendorong intermediasi perbankan dalam menopang kinerja investasi dan aktivitas sektor riil. Perlambatan likuiditas dan pelemahan dukungan sektor perbankan terhadap sektor riil yang terjadi di tahun 2019 diperkirakan masih berlanjut di tahun 2020, sebagai dampak lanjutan dari wabah COVID-19 . Tekanan pada kinerja sektor riil dan kegiatan ekspor impor, dapat mempengaruhi besarnya tingkat pendapatan nasional yang juga berimplikasi pada tingkat tabungan masyarakat. Pada saat yang sama, risiko pelemahan ekonomi global dapat mempengaruhi arus modal masuk ke Indonesia. Faktor-faktor tersebut akan menimbulkan tekanan bagi likuiditas di dalam negeri dan juga nilai tukar Rupiah terhadap USO. Menurunnya tingkat kepercayaan investor dan indikasi perlambatan perekonomian global dan domestik memberikan tekanan yang cukup dalam di sektor keuangan. Gejolak di pasar keuangan global ditunjukan oleh peningkatan VIX Index (the Chicago Board Options Exchange 's CBOE Volatility Index) sempat naik hingga 454,8 persen di sepanjang triwulan pertama tahun 2020. Sementara itu, searah dengan negara berkembang lainnya, indikator sektor keuangan Indonesia juga ikut terkoreksi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat per 31 Maret 2020 turun sebesar 27, 9 persen (year-to-date), berbalik arah dari tren positif sepanjang tahun 2019 yang naik 1, 7 persen. Selain di pasar saham, appetite di sektor pasar uangjuga mengalami penurunan. Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor 10 tahun pada 31 Maret 2020 naik hingga 11, 9 persen, berbanding terbalik dengan kondisi di tahun 2019 yang turun hingga 12 persen. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK IN0ONESIA - 37 Di sektor keuangan, perkembangan pasar obligasi juga menunjukkan penurunan yang cukup tajam selama triwulan I-2020. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) generik berbagai tenor. Pada tanggal 31 Maret 2020, yield SBN tenor 5 tahun berada pada posisi 7,3 persen atau meningkat sebesar 87 basis poin (bps) apabila dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2019 . Demikian juga dengan tenor 10 tahun yang meningkat sebesar 85 bps ke level 7,9 persen. Kenaikan yang lebih rendah dialami oleh SBN tenor 15 tahun, yang imbal hasilnya meningkat sebesar 71 bps ke level 8,3 persen. Sementara itu, yield SBN tenor 20 tahun berada pada posisi 8,4 persen atau meningkat sebesar 80 bps.Kenaikan tingkat imbal hasil SBN di pasar obligasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah arus modal keluar atau capital outflow. Sepanjang triwulan I-2020, capital outflow, yang tercermin dari penurunan kepemilikan nonresiden, adalah sebesar Rp134 , 95 triliun atau 4,76 persen dari total SBN yang diperdagangkan. Penurunan kepemilikan nonresiden terjadi paling besar di bulan Maret , yait u sebesar Rp121,26 triliun atau 11,57 persen. Meskipun terjadi capital outflow, di awal tahun 2020, Pemerintah telah berhasil menerbitkan SBN sebesar Rp209,42 triliun (sampai dengan 30 Maret 2020). Hal tersebut menunjukkan bahwa obligasi Pemerintah Indonesia masih merupakan salah satu instrumen investasi yang menarik investor. Grafik 16 Perkembangan Arus Modal Asing dan Imbal Hasil SBN 60 S.5 4() 20 s 0 -20 7.5 - 40 -60 7 ·80 ·100 6.5 ·120 -14 0 6 0-, 0-, 0 ~ ^,., ~ ~ ~ ~ ~ ~ -; ~ ~ ~ N R ,: : : ,: : : 3- C: -; : : - -; : : - : : : : ,. ·.: : i- -; : : ---- -- -8 0. i -- ~ ^-- ^-- 9- ? 0 CJ ·- @ -8 --- ~ V"I ~ -'- 2 "' : ; ; ; ~ 1 0 z 0 ~ -'- ~ "' - SBN - Sa,a11 - Y et! SBN 10th (RHS) Sumber: DJPPR, 2020 Besarnya arus modal keluar sepanjang triwulan I-2020 tersebut mempengaruhi perkembangan nilai tukar Rupiah. Sepanjang tahun 2020, nilai tukar Rupiah melemah sebesar 17,6 persen ke level Rpl6.310 per Dolar Amerika Serikat (USD). Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah utamanya datang dari faktor eksternal. Meningkatnya kekhawatiran investor global terhadap penyebaran virus COVID- 19 mendorong para investor beralih dari pasar uang di emerging market ke safe haven assets jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA a tau instrumen investasi yang memiliki tingkat risiko paling rendah, seperti USD. Di sektor perbankan, terhambatnya kegiatan dan aktivitas usaha dapat menimbulkan peningkatan NPL dan juga likuiditas yang dimiliki sektor perbankan. Kondisi ini tentu tidak hanya menimbulkan kerawanan bagi sektor keuangan, tetapi juga berimplikasi lanjutan bagi semakin turunnya dukungan perbankan bagi sektor riil lebih lanjut, diantaranya melalui kredit yang disalurkan. Berdasarkan beberapa krisis yang telah terjadi di masa lalu, tekanan pada kinerja sektor perbankan dan keuangan secara keseluruhan dapat berakibat cukup besar bagi tekanan pada sektor riil dan perekonomian secara keseluruhan.Kinerja intermediasi perbankan juga masih menunjukkan pekembangan yang positif meskipun sedikit melambat. Pada Januari 2020, penyaluran kredit perbankan tumbuh sebesar 6, 10 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan 6,08 persen pada tahun 2019. Namun, pada Februari 2020, pertumbuhan kredit sedikit menurun ke l eve l 5,93 persen year-on-year (yoy), dipengaruhi oleh turunnya aktivitas perekonomian global akibat wabah COVID-19 yang telah meluas secara global sejak akhir Januari 2020 memberikan tekanan terhadap perekonomian global dan menyebabkan gangguan pada global supply chain. Akibatnya, aktivitas bisnis di dalam negeri juga terhambat karena gangguan pada ketersediaan bahan baku. Grafik 17 Pertumbuhan Kredit, DPK dan Likuiditas Perbankan 14 98 13 96 12 KREDI 94 11 10 92.6 92 9 90 8 . ~ 7 6 86 6.10 5 84 2017 2018 2019 2020 Sumber: OJK 2020, diolah Kondisi demikian menyebabkan sejumlah pelaku usaha cenderung menahan ekspansi sehingga menghambat penyaluran kredit perbankan pada Februari 2020. Selain disebabkan oleh faktor eksternal, perlambatan penyaluran kredit juga disebabkan oleh masih relatif tingginya rata-rata suku bunga kredit perbankan . Sepanjang Januari 2020, rata-rata suku bunga kredit perbankan adalah sebesar 10,43 persen. Apabila dirinci jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA berdasarkan jenisnya, suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) adalah sebesar 10,13 persen, suku bunga Kredit Investasi (KI) adalah sebesar 9,87 persen , dan suku bunga Kredit Konsumsi (KK) adalah sebesar 11,43 persen . Fungsi intermediasi selanjutnya dapat tercermin dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh industri perbankan, yang menunjukkan tren kenaikan. Sepanjang Februari 2020, DPK perbankan tumbuh sebesar 6,80 persen, atau sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019 yang tumbuh sebesar 6,54 persen. Namun, pertumbuhan tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan rata - rata pertumbuhan DPK pada tahun 2016 dan 2017, yang berada di kisaran 9 persen. Secara um urn, faktor yang mempengaruhi melambatnya pertumbuhan DPK perbankan selama 2 tahun terakhir adalah melemahnya aktivitas perekonomian global yang berimbas ke perekonomian domestik. Selain itu, relatif lebih tingginya imbal hasil instrumen investasi lainnya , seperti SBN, turut menjadi salah satu faktor penyebab melambatnya pertumbuhan DPK. Kondisi demikian memicu masyarakat dan perusahaan-perusahaan , seperti asuransi dan dana pensiun, untuk menyimpan dananya di instrumen SBN . Kebutuhan likuiditas perbankan juga tercerm in dari i ndikator Loan to Deposit Ratio (LOR) . Memasuki tahun 2020, rata-rata LOR di industri perbankan berada di posisi 92,61 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan akhir tahun 2019 yang sebesar 93,64 persen. Selanjutnya, rentabilitas perbankan menunjukkan tren yang meningkat apabila dilihat dari peningkatan indikator Return on Asset (ROA) Bank Umum Konvensional (BUK), dari 2,47 persen pada 2019 menjadi 2 , 70 persen pada awal tahun 2020, jauh di atas pedoman CAMELS yang mensyaratkan ROA lebih besar dari 1,5 persen . Sementara itu, tingkat risiko kredit perbankan tahun 2020 sedikit meningkat. Sepanjang bulan Januari dan Februari 2020, tingkat Non- Performing Loan (NPL) gross masing - masing sebesar 2,77 persen dan 2,79 persen yoy, a tau lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2019 yang sebesar 2,53 persen. Kenaikan NPL di awal tahun 2020, salah satunya disebabkan oleh perlambatan ekonomi global dan domestik , bukan disebabkan oleh kualitas kredit yang menurun. Seiring dengan hal terse but , loan at risk diperkirakan juga akan meningkat sepanjang tahun 2020 sejalan dengan proyeksi peningkatan NPL dan Special Mention Loan (SML). Kekhawatiran dampak COVID-19 lebih jauh pada keberlangsungan sektor keuangan juga dipengaruhi oleh risiko dampak berlanjutnya wabah terse but dalam jangka yang relatif panjang terhadap kinerja sektor riil dan manufaktur. Langkah-langkah mencegah penyebaran wabah dapat mempengaruhi tidak hanya demand masyarakat tetapi juga aktivitas produksi yang pada gilirannya mempengaruhi kinerja sektor riil dan manufaktur. Risiko tersebut tentu akan mempengaruhi kemampuan sektor riil dalam memenuhi kewajiban hutang dan pinjaman pada sektor keuangan , khususnya perbankan. Kondisi tersebut tentu akan mempengaruhi tingkat NPL dan kinerja perbankan, sehingga akan timbul jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA tekanan tambahan pada kinerja perbankan dan pasar keuangan. Dengan mempertimbangkan ketidakpastian jangka waktu dan kedalaman dampak wabah COVID- 19, maka diperlukan strategi yang tepat untuk memperkuat ketahanan pasar keuangan di tahun 2020 dan 2021.
3 . Respon Kebijakan atas Perubahan Baseline Ekonomi 2020 Pandemi COVID-19 menunjukkan peningkatan yang cepat dan meluas, yang menimbulkan korbanjiwa dan kerugian material yang semakin besar. Kondisi tersebut berimplikasi pada penurunan aspek sosial, ekonomi dan kesejahteraan ekonomi global. Perekonomian global di 2020 diproyeksikan tumbuh negatif pada saat pasar keuangan global mengalami tekanan dan kepanikan yang mendorong capital outflow dari emerging countries termasuk Indonesia . Dalam lingkup nasional, eskalasi pandemi COVID-19 juga menunjukan peningkatan eksponensial dengan cakupan area terdampak yang semakin luas. Sebagai dampaknya, aktivitas ekonomi menunjukkan pelemahan dan berpotensi merambat ke sektor keuangan. Dilihat dari sisi rumah tangga, terjadi gangguan kesehatan dan ancaman kehilangan pendapatan yang menurunkan daya beli. Dunia usaha, terutama usaha mikro dan kecil, tidak dapat melakukan kegiatan usahanya sehingga meningkatkan ancaman kenaikan NPL di sektor perbankan. Jika tidak diantisipasi, kenaikan NPL tersebut berpotensi meningkatkan risiko kesulitan likuiditas dan insolvency di perbankan dan perusahaan pembiayaan. Penurunan pendapatan masyarakat dan dunia usaha, yang berujung pada turunnya outlook penerimaan negara dan peningkatan belanja dan pembiayaan sebagai dampak dari upaya penyelamatan kesehatan masyarakat dan perekonomian nasional. Turunnya pendapatan masyarakat juga akan menurunkan tingkat tabungan yang sangat pen ting untuk investasi, yang pada gilirannya akan menurunkan kapasitas ekonomi nasional. Menghadapi hal tersebut, Pemerintah telah memfokuskan anggaran 2020 pada tiga hal, yaitu: belanja kesehatan, jaring pengaman sosial dan program pemulihan ekonomi. Fokus terhadap tiga hal tersebut terutama untuk mengatasi dampak Pandemi COVID-19 terhadap masyarakat, terutama masyarakat miskin dan rentan miskin, serta dunia usaha terutama UMKM . jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INOONESIA - 41 - Gambar 6 Sebaran Prakiraan Kenaikan Jumlah Penduduk Miskin Akibat COVID-19 . 0 ,! f ~ ~ • • 0 t ~ ~~ , ,,. _: _ ..., ' . ; ; ' Jawa Sumatera Z7Sjt 1,lljt 0,46jt Balnustra Kalimantan Maluku - Papua S•n c•t Bent 8et'lt 0,25jt 0.13/t ~ Jt0,2Sjt -0,19ft 10.08ft Sumber: Proyeksi BKF Fokus mengatasi dampak pandemi COVID-19 melalui program jaring pengaman sosial dilakukan mengingat jumlah kemiskinan yang diperkirakan akan meningkat . Pulau Jawa sebagai episentrum penyebaran COVID-19 di Indonesia diprakirakan akan mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin yang besar , dalam kisaran 0,99 juta hingga 2,75 juta tambahan penduduk miskin, sesuai dengan kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Prakiraan kenaikan jumlah kemiskinan di beberapa daerah terlihat pada Gambar 6 . Kondisi darurat akibat dampak pandemi COVID-19 membuat pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2020. Perppu ini menambah anggaran belanja dan pembiayaan Pemerintah sebesar Rp405, 1 triliun ke dalam APBN tahun 2020. Tambahan belanja tersebut terdiri dari biaya penanganan COVID-19 sebesar Rp255, 1 triliun dan dukungan pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp150 triliun . Penambahan anggaran ini akan menyebabkan defisit APBN yang dapat melampaui 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), deviasi ini dibolehkan hingga APBN Tahun 2022 . Rincian peruntukkan tambahan anggaran penanganan dampak COVID-19 disajikan pada tabel. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Tabel 1 Tambahan Anggaran Penanganan Dampak COVID-19 I Uraian Jumlah (Rp T) 1 A. Kesehatan 75,0 B. Jaring Pengaman Sosial 110 ,0 C. Dukungan Dunia Usaha (Belanja) 70,1 D. Dukungan Untuk Dunia Usaha (Pembia y aan) 150 ,0 Perppu tersebut menjadi landasan hukum bagi Pemerintah dan otoritas terkait untuk mengambil langkah-langkah cepat namun akuntabel untuk penanganan pandemi yang diperlukan. Secara umum, Perppu ini mengatur dua hal yakni kebijakan keuangan negara dan kebijakan stabilitas sistem keuangan negara. Kebijakan keuangan negara ya ng diatur dalam Perppu tersebut meliputi kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan . Melalui Perppu tersebut, batasan defisit anggaran dapat melebihi 3 persen dari PDB selama masa penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2022. Dengan demikian mulai tahun 2023, besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3 persen dari PDB. Adapun kebijakan stabilitas sistem keuangan yang berada dalam ruang lingkup Perppu tersebut meliputi kebijakan untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Sumber tambahan belanja yang digunakan dalam penanganan COVID-19 diperoleh dari Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu, dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) , dan dana yang berasal dari pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu Pemerintah juga dapat menetapkan kebijakan pembiayaan anggaran yang bersumber dari dalam dan/atau luar negeri, seperti menerbitkan SUN /SBSN tertentu untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, BUMN, investor korporasi, dan investor ritel. Dalam Perppu tersebut juga diatur mengenai penyesuaian Postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam Perubahan APBN TA 2020 melalui kebijakan refocusing dan/atau pemotongan/penghematan penyaluran TKDD sebesar Rp94,2 triliun untuk mendukung penanganan dampak pandemi COVID-19 secara terpusat. Kebijakan tersebut berdampak pada penurunan pendapatan APBD yang bersumber dari TKDD. Disamping itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga mengalami tekanan jdih.kemenkeu.go.id {l MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA sebagai dampak dari berkurangnya aktivitas perekonomian di daerah yang diperkirakan menurun sebesar 34 persen. Kebijakan TKDD dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19 diluncurkan dalam 2 tahap yaitu sebelum terbitnya Perppu dan setelah adanya Perppu sebagai tindaklanjut amanah Perppu dimaksud. Sebelum diterbitkannya Perppu, telah diterbitkan PMK 19 /MK.07 /2020 tanggal 16 Maret 2020 dan KMK 6/MK.07 /2020 tanggal 14 Maret 2020 mengenai penyaluran dan penggunaan TKDD untuk penanggulangan COVID-19, yang pada dasarnya mengatur hal-hal sebagai berikut:
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Insentif Daerah (DID) diprioritaskan penggunaannya untuk kegiatan pencegahan dan/atau penanganan COVID- 19 seperti pengadaan APD, obat-obatan, dan honorarium tenaga kesehatan;
Laporan pencegahan dan/atau penanganan COVID-19 terse but selanjutnya menjadi salah satu persyaratan penyaluran DAU dan DBH;
Relaksasi penyaluran DID kategori Pelayanan Dasar Publik Bidang Kesehatan menjadi sekaligus;
Melakukan revisi Rencana Kegiatan DAK Fisik Bidang Kesehatan untuk upaya penanganan COVID-19 dengan menu-menu khusus yang relevan (ruang isolasi, ventilator, dan lain -lain);
Relaksasi penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan perluasan penggunaan BOK untuk kegiatan surveillance dan pengambilan/ pengiriman specimen COVID- 19 ke laboratorium. Selanjutnya, kebijakan TKDD dalam rangka menindaklanjuti amanah Perppu No. 1 Tahun 2020 adalah sebagai berikut: a . Melakukan penyesuaian kebijakan mandatory yang diatur dalam TKDD, seperti: • Alokasi DAU minimal 26 persen PDN neto menjadi bersifat tidak final dan disesuaikan dengan kondisi penerimaan negara; • Penyaluran DAU tidak harus 1/ 12 per bulan tetapi menyesuaikan dengan kondisi fiskal daerah dan tingkat kebutuhan daerah; • Penyaluran DBH berdasarkan kemampuan keuangan negara dan perkembangan penyebaran COVID-19 yang ditetapkan instansi berwenang dalam penanganan COVID-19; • Mandatory anggaran infrastruktur daerah yang diatur minimal 25 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) direlaksasi untuk dapat digunakan dalam pencegahan/penanganan pandemi COVID-19, baik untuk sektor kesehatan maupun untuk jaring pengaman sosial (social safety net). jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA b. Refocusing (termasuk perubahan fokus penggunaan TKDD), realokasi, pemotongan/penundaan TKDD (diperkirakan terdapat penghematan TKDD sebesar Rp94,2 triliun) : • Penyesuaian alokasi TKDD (Dana Transfer Umum/DTU maupun Dana Transfer Khusus/DTK) untuk dialihkan ke anggaran belanja penanganan COVID-19; • Termasuk dalam penghematan TKDD adalah penghentian proses pengadaan barang/ jasa dan penyesuaian pagu alokasi untuk DAK Fisik Bidang non Pendidikan dan Kesehatan (Subbidang GOR dan Perpustakaan Daerah termasuk dalam subbidang yang dihentikan dan disesuaikan pagu alokasinya) sehingga terdapat penghematan sebesar Rp18,1 triliun, disamping itu dalam pagu baru terdapat cadangan DAK Fisik sebesar Rp9, 1 triliun; • Selain penghematan, dilakukan penambahan alokasi untuk Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tambahan dalam rangka pemberian insentif tenaga medis daerah sebesar Rp3 ,7 triliun . • Dana Desa dapat digunakan untuk social safety net kepada masyarakat miskin di desa berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa sebesar Rp600. 000 / KPM / bulan selama 3 bulan dan juga realokasi Dana Desa untuk pencegahan dan penanganan COVID-19.
Pemberian hibah kepada Pemda, seperti untuk stimulus fiskal yg mendorong pariwisata. Sebelumnya telah masuk dalam Paket Stimulus I senilai Rp3,3 triliun, namun ditunda mengingat kebijakan insentif wisata (kompensasi kepada daerah untuk pembebasan pajak hotel dan restoran) tidak akan optimal pada saat pandemi COVID-19. Selanjutnya kebijakan ini akan digeser implementasinya pasca pandemi COVID-19 untuk mendorong pemulihan ekonomi daerah. d . Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian APBD (realokasi anggaran) dalam rangka penanganan COVID- 19. Penanganan dampak COVID-19 melalui penyaluran belanja untuk Jaring Pengaman Sosial (SSN) diperkirakan dapat mengurangi dampak kenaikan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat kemiskinan di 2020. JPS diperkirakan dapat menurunkan tambahan jumlah penganggur baru pada skenario sangat berat dari 5,2 juta orang menjadi 3,6 juta orang, atau TPT dapat dicegah naik ke level 9,02 persen kemudian menjadi 7 ,8 4 persen pada 2020. Selanjutnya, JPS diperkirakan juga dapat menurunkan tambahan orang miskin baru pada skenario sangat berat dari 4,86 juta orang menjadi 751 ribu orang, atau tingkat kemiskinan dapat dicegah naik ke level 10,98 persen menjadi hanya 9,46 persen pada 2020. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Gambar 7 Peta Penerima Perlindungan Sosial pada Masa Penyebaran COVID-19 - B on sos Too ai Sasaran Harapan (PKH ) Non Ja bode t nbe k Program Kelu ar oo Ban sos Se~o BLT Dana Oesa K o rtu Pr a Ke rja K a rtu Sembeko Subsidl Ua trlk Jabodeta bek 7• 5,6Juta KPM ,,.,,., Rpt ·- OO ,,..,, -0<1 RO'<lm di III IK P-""• PKH di ,U- '"--im• i-KH , "-"K ar1 11 S .mtN ko K¥tu $ -~ , a- - s -"'-k o, S..-T u ,v4dan ~Pr.K~ bulanan Ntamlt 12 bulanan Miami 12 3 bubn 3 bu' .1n 3 bub n 3 bubn Apri l - Okt/NOY b<llon bUlan (April , Mel . Junl) ( Aprll . Mel. Junl) (-M . Mel, Junl l (April , Mel, Junl) ln ,en'tf -4 bu t.vi ! ~~~~~hon ~,ggn ~ ~" / ~' 1 .._,. Rp8.3T : , _- -~. ; , • , , ~p10.IT , Rp3,5T , - . , Rp 3.42T . _: _ Rp 16.ZT ,.. :
. • .. .. ' ... , ~ ~- .... : Rp 10,0T ' 1,: : • 1~}1.; J I f <e; J ~Oan• To1a1tv,uo•an Rp37 , 4T Rp43 , 6T Rp58 , 29T Rp 3, 42T Rp 16 , 2T o. .. """"""''"'°' Rp20 , 0T Pt>tmt>ttd~ fJ70701 DTKS: Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Sumber: Bapp e nas , Kemenkeu 2020 Di sektor keuangan , otoritas sektor keuangan, baik Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, maupun Pemerintah, telah bergerak cepat mengeluarkan sejumlah kebijakan y ang ditujukan untuk memitigasi dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor keuangan dan mempercepat pe mulihan perekonomian nasional ketika pandemi tersebut semakin meluas di Indonesia pada Maret 2020. Ketahanan sistem keuangan Indon e sia te lah diuji oleh beberapa guncangan . Berkaca dari pengalaman krisis moneter di tahun 1998 / 1999 , pe merintah bersama dengan otoritas terkait lainn ya yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) terus berbenah diri . De ngan diterbitkannya Pe nerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2008 (kemudian pembentukan Undan g Undang Nomor 9 tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sis tern Keuangan), pemerintah mampu meredam dan mempercepat pemulihan ekonomi akibat dari tekanan krisis keuangan global tahun 2008. Selain itu , koordinasi yang kuat antar anggota KSSK dalam menjag a kestabilan sistem keuangan Indonesia berhasil mengantisipasi tekanan yang datang dari fenomena "Taper Tantrum" pada tahun 2013 . Untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan menghadapi dampak pandemi COVID-19 , Indonesia mengupa y akan berbagai strategi ke bijakan y ang dilakukan dalam tataran global maupun domestik. Dari sisi global , Indonesia bersama dengan nega r a-neg a ra anggota G20 lainnya telah meng e luarkan kesep a katan bersama dalam pertemuan Extraordinary G20 Leaders ' Summit untuk mengat a si pand e mi COVID-19 , menjaga perekonomian dan stabilitas ke uangan global, me ngatasi gangguan pe rdagangan int e rnasional , dan meningkatkan kerja sama internasional. Dalam komitmen peningkatan kerja sama internasional , negara-negara anggota G20 akan bekerja sama dengan WHO, IMF , World Bank , serta bank jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pembangunan tingkat regional untuk mengeluarkan paket kebijakan keuangan yang koheren dan terkoordinasi serta memperkuat jaring pengaman keuangan global. Selain itu, Indonesia perlu meningkatkan kerja sama di tingkat regional sebagai upaya mempercepat pemulihan ekonomi pada tahun 2021, antara lain melalui Asian Bond Market Initiative (ABMI) untuk memperkuat pasar obligasi dan Chiang Mai Initiative (CMI) untuk memperkuat currency swap di antara negara-negara ASEAN+ 3, dan juga memperkuat kerja sama bilateral dengan negara-negara lain . Dengan memperhatikan berbagai risiko terhadap perkembangan sektor moneter dan keuangan, Pemerintah, Bank Indoneisa, OJK dan LPS telah menyiapkan langkah kebijakan untuk menyelamatkan kondisi sektor keuangan Indonesia. Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID- 19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Perppu Nomor 1 Tahun 2020) pada akhir Maret 2020 . Melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Pemerintah menetapkan sejumlah kebijakan terkait keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan . Di bidang moneter, Bank Indonesia menerbitkan sejumlah bauran kebijakan untuk memitigasi dampak pandemi COVID-19, seperti penurunan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia 7-Day Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps pada Februari 2020 dan Maret 2020, pelonggaran ketentuan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), dan relaksasi ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) berupa penurunan GWM valas bank umum konvensional dari semula 8 persen menjadi 4 persen dan penurunan GWM Rupiah sebesar 50 bps bagi bank yang melakukan kegiatan ekspor - impor, dan penyaluran pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan/atau sektor prioritas lainnya. Selain itu, Bank Indonesia juga meningkatkan triple intervention yang dilakukannya, yaitu di pasar spot dan pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), maupun melalui pembelian Surat Berharga Negara di pasar sekunder. Bank Indonesia bersama dengan industri keuangan juga melakukan upaya dalam meningkatkan transaksi nontunai. Penggunaan transaksi nontunai melalui uang elektronik, mobile banking, internet banking, dan QR Code Indonesia Standard (QRIS) tidak hanya membantu konsumen untuk tetap dapat melaksanakan transaksi keuangan, tetapi juga untuk sekaligus membantu program physical distancing serta anjuran Work from Home (WFH) yang digalakkan oleh Pemerintah untuk memutus rantai penyebaran pandemi COVID- 19. Selain itu, pembayaran non-tunai akan dilakukan untuk mendukung program-program pemerintah dalam menyalurkan dana bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Pangan Non-Tunai (BPNT), Program Kartu Prakerja, dan Program Kartu Indonesia Pintar-Kuliah. Otoritas Jasa Keuangan m engeluarkan berbagai kebijakan stimulus untuk mengantisipasi dampak pandemi COVID-19 di bidang lembaga jasa keuangan. Kebijakan stimulus ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Bersama dengan Self-Regulatory Organization (SRO) pasar modal , Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dengan untuk mengupayakan keberlangsungan aktivitas perdagangan bursa efek yang teratur, wajar dan efisien, serta layanan pasar modal kepada seluruh stakeholders pasar modal melalui pelaksanaan aktivitas Business Continuity Management (BCM). Untuk meminalisir tekanan terhadap pasar modal Indonesia, diberlakukan pelaksanaan trading halt dalam hal terjadi penurunan IHSG yang sangat tajam dalam satu hari bursa yang sama , perubahan batasan auto rejection, dan pelarangan transaksi short selling . Di samping itu, Otoritas Jasa Keuangan memberikan relaksasi atas penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), baik melalui perpanjangan batas waktu RUPS Tahunan maupun pemberlakuan penyelenggaraan RUPS dengan memanfaatkan fasilitas Electronic Proxy pada sistem E-RUPS, serta memberlakukan perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala bagi para emiten dan perusahaan publik. Stimulus juga turut diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada industri keuangan non-bank (IKNB), antara lain melalui perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan dan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) pihak utama IKNB melalui video conference. Sejalan dengan industri lainnya, berbagai relaksasi juga diterima oleh IKNB, misalnya relaksasi dalam hal penundaan pembayaran untuk pembiayaan yang berkaitan dengan skema channelling dan joint financing di industri pembiayaan, relaksasi dalam hal perhitungan tingkat solvabilitas di industri asuransi, dan relaksasi dalam hal perhitungan rasio pendanaan bagi dana pensiun dengan program pensiun manfaat pasti dan penundaan pelaksanaan ketentuan life cycle fund bagi dana pensiun dengan program pensiun iuran pasti di industri dana pensiun. Dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian dan sektor keuangan juga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi yang bersifat forward looking. Pemerintah bersama lembaga terkait mengambil langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN. Langkah - langkah relaksasi tersebut terutama dilakukan melalui peningkatan belanja untuk kesehatan, pengeluaran untuk jaring pengaman sosial dan pemulihan perekonomian, serta memperkuat kewenangan berbagai jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESJA lembaga dalam sektor keuangan. Dengan memperhitungkan segala dukungan fiskal yang dilakukan Pemerintah serta mempertimbangkan dampak dari COVID-19 kepada indikator makro dan fiskal, maka defisit APBN 2020 diperkirakan akan mencapai 5,07 terhadap PDB. Pelebaran batas defisit anggaran tersebut menjadi salah satu poin yang diatur di dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020 tersebut . Sementara itu, berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan, Perppu juga telah mengatur langkah-langkah extraordinary untuk memperkuat koordinasi dan mitigasi di sektor keuangan. Beberapa langkah yang diatur dalam Perppu antara lain adalah perluasan kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menetapkan skema pemberian dukungan kepada Pemerintah untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan dan stabilitas sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional. Selain itu, Perppu juga memberikan kewenangan bagi BI untuk dapat membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana dan pembelian Repurchase Agreement (Repo) SBN milik LPS. Terkait dengan LPS, Perppu memberikan perluasan kewenangan pemerintah dalam memberikan pinjaman pada LPS dan early involvement LPS dalam penanganan bank bermasalah serta perluasan sumber pendanaan dan program pe njaminan simpanan LPS. KSSK juga diberikan perluasan kewenangan untuk melakukan assessment yang fonuard looking dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan. II.4. Baseline Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 dan Proyeksi 2021 Pandemi COVID- 19 menciptakan kondisi luar biasa ( extraordinary), sulit diperkirakan karena belum pernah terjadi sebelumnya (unprecedented) dan berdampak signifikan terhadap aktivitas perekonomian. Berbagai lembaga internasional , seperti IMF dan Bank Dunia, memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia mengalami pertumbuhan negatif di tahun 2020, terdampak COVID-19 . Kondisi ketidakpastian ekstrim menyulitkan melakukan proyeksi pertumbuhan. Dampak ke perekonomian sulit diprediksi dan sangat tergantung oleh banyak faktor, meliputi eskalasi penyebaran COVID-19 di berbagai negara, intensitas langkah penanganan COVID-19, disrupsi di sisi supply, rambatan ke sektor keuangan, perubahan pola konsumsi dan perubahan perilaku seperti cara berbelanja dan pergerakan transportasi, efek terhadap keyakinan konsumen dan pelaku bisnis, serta volatilitas harga komoditas. Pemerintah memantau perkembangan secara terus-menerus guna memastikan upaya penanganan berjalan efektif. Kecepatan dan efektivitas penanganan COVID-19 akan membuat aktivitas ekonomi semakin cepat untuk pulih dan dampak negatif terhadap perekonomian dapat diminimalisasi. Ketidakpastian yang tinggi terhadap eskalasi penyebaran COVID-19 dan rambatan dampaknya terhadap aktivitas sosial, ekonomi dan keuangan membuat sangat sulit untuk melakukan e stimasi tingkat pertumbuhan ekonomi secara akurat. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Pandemi COVID-19 merupakan bencana kemanusiaan yang berakibat sangat signifikan tidak hanya pada kesehatan masyarakat dan tingkat kematian, tetapi juga pada aktivitas sosial-ekonomi masyarakat di seluruh dunia. Kondisi luar biasa ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada triwulan I 2020 yang hanya mampu tumbuh sebesar 2,97 persen (YoY). Kinerja pertumbuhan triwulan I 2020 ini terutama disebabkan oleh melambatnya permintaan domestik, yakni konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh sebesar 2,84 persen dan investasi yang hanya tumbuh 1, 70 persen, serta konsumsi pemerintah yang tumbuh sebesar 3,74 persen. Meski berdampak lebih cepat dari prediksi (early hit), tingkat pertumbuhan Indonesia ini masih relatif lebih baik dibandingkan Amerika Serikat (0,3 persen), Korea Selatan (1,3 persen), Euro Area (-3,3 persen), Singapura (-2,2 persen), Tiongkok (-6 ,8 persen), dan Hong Kong ( 8,9 persen). Namun demikian, tingkat pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan Vietnam (3,8 persen). Sejak awal, pemerintah menyadari ketidakpastian yang sangat tinggi dan perubahan yang sangat cepat , sehingga sangat sulit untuk melakukan prediksi yang akurat. Oleh karena itu, pemerintah telah mengkalibrasi beberapa skenario dampak dari pandemi COVID-19 terhadap kinerja perekonomian. Adanya data rilis PDB triwulan I 2020 ini akan digunakan untuk memutakhirkan asesmen pemerintah terhadap kondisi perekonomian riil dan sosial masyarakat . Asesmen yang pemerintah lakukan secara terus menerus ini terutama untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil untuk mengantisipasi pemburukan lebih lanjut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Tujuannya untuk menjaga daya tahan masyarakat miskin dan rentan serta mendukung daya tahan dunia usaha agar tidak terpukul dalam sehingga dapat cepat m e lakukan proses pemulihan di kemudian hari. Selain itu, pertumbuhan yang melambat merupakan wake up call bagi Pemerintah untuk memperkuat upaya - upaya luar biasa mencakup penyaluran program perlindungan sosial dan dukungan terhadap dunia usaha. Percepatan penyaluran program perlindungan akan dilakukan secara masif di triwulan II 2020, diiringi dengan dukungan dunia usaha melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Penundaan pembayaran pokok dan bunga kredit UMKM yang sudah dimulai akan diperbesar. Setelah penundaan pokok dan cicilan selesai , Pemerintah mengantisipasi kemungkinan peningkatan gagal bayar melalui subsidi bunga yang mengurangi beban debitur. Dengan capaian tersebut, pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi berada dalam rentang dua kondisi skenario, yakni skenario berat dengan pertumbuhan sebesar 2,3 persen dan skenario sangat berat dengan pertumbuhan -0,4 persen. Dengan langkah kebijakan PSBB di berbagai wilayah seiring eskalasi pandemi yang belum diketahui kapan berakhirnya , kinerja pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan akan semakin jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA tertekan di sepanJang tahun 2020 dan mengarah pada kondisi skenario sangat berat. Dua skenario tersebut menjadi baseline baru dalam memperkirakan kinerja perekonomian Indonesia di 2021 dengan penjelasan sebagai berikut. Skenario Berat Pada skenario ini , pertumbuhan ekonomi tahun 2020 diperkirakan sebesar 2,3 persen dan menjadi baseline kebijakan guna menghindari kondisi yang le bih parah. Pandemi COVID-19 diperkirakan berdampak terhadap perekonomian selama sembilan bulan dan tindakan penanganan pandemi berjalan efektif meskipun berlangsung lebih lama dari yang dijadwalkan karena berbagai kendala di beberapa daerah. 9 Perdagangan internasional dengan Tiongkok dan negara lain berkurang tajam sehingga mengganggu rantai pasokan bahan ba ku. Seluruh aktivitas ekonomi domestik mengalami pelemahan , termasuk terjadi gangguan di sektor pasar tenaga kerja . lmbas terhadap tambahan pengangguran mulai terasa dengan jumlah yang relatif signifikan. Akibatnya , konsumsi masyarakat terganggu sepanjang tahun seiring penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah episentrum penyebaran virus. Aktivitas konsumsi terutama hanya terbatas pada kebutuhan konsumsi pokok. Investasi melambat lebih dalam, bahkan sempat terkontraksi di tiga triwulan terakhir akibat resesi global. Belanja modal pemerintah juga sangat terbatas dan pelaksanaannya terhambat sehingga tidak dapat mendukung investasi. Penurunan perdagangan internasional baik ekspor maupun impor terkontraksi sangat dalam karena meluasnya dampak pandemi menyebabkan anjoknya permintaan global. Dengan kebijakan countercyclical yang dijalankan pemerintah, pengeluaran konsumsi pemerintah diharapkan menjadi bantalan utama penanganan dampak pandemi COVID-19 terutama dengan implementasi berbagai stimulus fiskal baik untuk belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, maupun insentif bagi dunia usaha sesuai Perppu No. 1 tahun 2020. Memasuki 2021, kondisi ekonomi nasional diperkirakan mulai pulih . Kondisi 'new normal' ditambah dengan faktor base effect yang rendah di 2020 mendorong kinerja perekonomian tumbuh tinggi di 2021 pada kisaran 5,5 persen. Angka basis yang rendah menyebabkan berbagai komponen pertumbuhan ekonomi (konsumsi , investasi, ekspor dan impor) tumbuh tinggi di atas rata-rata pertumbuhan periode normal. Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan melambat karena keberlanjutan kebijakan countercyclical relatif lebih rendah dibanding pada saat penanganan pandemi di tahun 2020. Dukungan APBN dalam bentuk 9 Eff e ctive response , but regiona l virus resurgence, pa rtiall y effec tive interventions. Skenario Al menurut klasifikasi s kenario oleh McKinse y & Compan y 2020. COVID-19: Briefing Materials . Global health and crisis repon se . Updated: 25 Mar et 2020. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA bantuan sosial atau jaring pengaman sosial masih berlanjut menambah kecepatan pemulihan konsumsi di masyarakat . Agenda pemulihan ekonomi berjalan relatif cepat, mengingat dampak terhadap pengangguran dan sektor riil yang tidak terlalu parah, sehingga dunia usaha dapat kembali beraktivitas dengan relatif cepat. Langkah-langkah reformasi baik di sisi fiskal maupun peningkatan iklim berusaha mulai menampakkan hasilnya dan direspons positif dengan peningkatan pertumbuhan investasi dan aktivitas produksi sebagaimana tercermin dalam pertumbuhan perdagangan, ekspor dan impor. Skenario Sangat Berat Pada skenario ini, pertumbuhan ekonomi tahun 2020 diperkirakan terkontraksi sebesar -0,4 persen. Permasalahan COVID- 19 terus tereskalasi dan memberi dampak negatif bagi perekonomian di sepanjang tahun 2020. Meluasnya dampak gangguan kesehatan yang dialami masyarakat di berbagai daerah menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang relatif banyak. Selain itu, implementasi PSBB berlangsung lebih lama dan bahkan kebijakan karantina wilayah diperlukan sehingga sebagian besar kegiatan ekonomi terhenti. Hal ini menyebabkan adanya lonjakan pengangguran dan merambah ke gangguan keberlanjutan sebagian pelaku usaha, terutama pada sektor produksi yang terdampak langsung seperti pariwisata, industri manufaktur, dan jasa informal. Pengangguran baru diperkirakan mencapai 5,2 juta orang, hampir dua kali lipat dibandingkan dalam Skenario Berat. 10 Akibatnya, konsumsi masyarakat sepanjang tahun melemah cukup dalam seiring dengan penurunan daya beli masyarakat . Kegiatan investasi mengalami kontraksi lebih dalam di tengah tidak kondusifnya perekonomian global dan domestik. Tingginya tingkat ketidakpastian menjadi menjadi disinsentif bagi dunia usaha untuk berinvestasi. Seiring kinerja investasi, ekspor dan impor juga terkontraksi lebih dalam sebagai akibat imbas aktivitas perdagangan dunia yang melemah serta tidak berjalannya kegiatan industri dan pariwisata domestik. Sementara itu, berbagai hambatan dalam upaya penanganan menye babkan pelaksanaan anggaran kurang berjalan efektif sehingga kinerja konsumsi pemerintah lebih lambat dibanding pada skenario berat. Selain itu, sebagian langkah penanganan juga dilakukan dalam bentuk transfer langsung yang tidak termasuk dalam konsumsi pemerintah. Memasuki 2021, kinerja pertumbuhan ekonomi nasional mampu kembali tumbuh positif di kisaran 4,5 persen. Hal ini terutama didorong oleh kondisi baseline yang rendah di 2020. Durasi COVID-19 yang lebih lama mengakibatkan pada triwulan I 2021 walau pun perekonomian sudah tumbuh positif tetapi masih relatif rendah. Dampak tingginya korban jiwa, 10 Broad failure of public health intervension , partially effective interventions. Skenario B4 menurut klasifikasi skenario oleh McKinsey & Company 2020. COVID-19: Briefing Materials. Global health and crisis reponse. Updated: 25 Maret 2020. jdih.kemenkeu.go.id /J MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA lonjakan penghentian usaha dan pengangguran yang relatif besar membuat proses pemulihan aktivitas ekonomi memerlukan waktu yang lebih lama sehingga mengurangi kapasitas produksi nasional (terjadi loss of human capitaij. Kinerja konsumsi masyarakat masih relatif lambat akibat daya beli masyarakat rendah walau pun masih didukung oleh program bantuan sosial penanganan COVID-19 yang masih berjalan. Program pemulihan ekonomi berjalan namun membutuhkan waktu yang realtif lebih panjang. Langkah-langkah reformasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta iklim usaha yang kondusif berjalan dengan baik membantu proses pemulihan ekonomi. Investasi mulai menggeliat kembali namun masih pada level yang relatif rendah dibanding kondisi sebelum pandemi. Proses pemulihan masih berjalan dengan tren yang meningkat namun membutuhkan periode pemulihan yang lebih panjang. Langkah- langkah reformasi diekspektasi akan memberikan dukungan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi pada akhir 2021 dan tahun berikutnya. Ill. TANTANGAN FUNDAMENTAL PEREKONOMIAN: JANGKA MENENGAH PANJANG Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) tahun 2021 disusun dengan memperhatikan Visi Indonesia Maju 2045 dan tantangan pembangunan jangka panjang, kebijakan makro fiskal jangka menengah sebagaimana telah diuraikan dalam bagian sebelumnya serta rencana kerja pemerintah termasuk target capaian indikator pembangunannya. Selain itu, desain KEM PPKF tahun 2021 juga mempertimbangkan asesmen dinamika perekonomian yang telah dan sedang terjadi baik di level global maupun domestik serta berbagai dinamika pencapaian indikator pembangunan. Bagian ini akan menguraikan asesmen atas tantangan fundamental perekonomian dan target pembangunanjangka menengah-panjang dalam rangka pencapaian Visi Indonesia Maju 2045. Masalah kesehatan dan kematian akibat penularan COVID-19 yang sangat cepat serta respon pembatasan sosial berskala besar mengakibatkan penurunan aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Dampak rambatan pandemi COVID-19 ke sektor riil dan sektor keuangan juga telah menurunkan secara tajam outlook perekonomian Indonesia di tahun 2020 serta berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Kondisi-kondisi tersebut mengancam upaya ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi dan keluar dari Middle Income Trap (MIT) karena perubahan fundamental tersebut mempersulit upaya Indonesia mengatasi tantangan-tantangan jangka menengah-panjang yang perlu diatasi untuk dapat lolos dari MIT. III.1.Menghindari Middle Income Trap (MIT) Sebelum datangnya pandemi COVID-19, pembangunan ekonomi dan sosial telah berada dalam jalur yang relatif tetap dalam rangka menghadap i tantangan pembangunan untuk mencapai Visi Indonesia Maju 2045. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Pertumbuhan ekonomi yang mampu dijaga pada kisaran 5 persen per tahun telah mendorong indikator-indikator kesejahteraan masyarakat membaik. Hal ini terlihat dari tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka (TPT), dan rasio gini yang menurun. Indonesia mampu mencapai tingkat kemiskinan single-digit untuk pertama kali dalam sejarah sejak Maret 2018, yakni pada tingkat 9,82 persen dengan tren yang terus menurun hingga menyentuh 9,22 persen per September 2019. TPT juga menurun dari 5,94 persen di tahun 2014 menjadi 5,28 persen pada Agustus 2019. Demikian juga rasio gini yang sempat stagnan pada level 0,41 (periode 2012-2015) telah menurun menjadi 0,380 pada 2019. Selain itu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga menunjukkan perbaikan yang signifikan dari 68,90 di 2014 menjadi 71,92 pada 2019. Namun, tantangan perbaikan indikator kesejahteraan ini menjadi semakin besar dengan timbulnya pandemi COVID- 19 di awal tahun 2020. Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak fundamental terhadap ekonomi Indonesia. Gangguan kesehatan pada masyarakat, termasuk dalam banyaknya korban jiwa, mendorong Pemerintah melakukan langkah-langkah luar biasa dalam jangka pendek yang berfokus pada penanganan kesehatan, termasuk melalui realokasi anggaran dalam jumlah yang cukup besar ke sektor kesehatan dan pembatasan sosial berskala besar. Masalah kesehatan dan kematian akibat penularan COVID-19 yang sangat cepat serta langkah pembatasan sosial juga telah mengganggu aktivitas sosial ekonomi masyarakat, yang berdampak pada jumlah pengangguran dan kemiskinan . Pandemi COVID 19 telah mengubah wajah dan menurunkan secara tajam outlook perekonomian Indonesia di tahun 2020 dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan tingkat pengangguran dan kemiskinan . Kondisi-kondisi tersebut mengancam upaya ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi dan keluar dari Middle Income Trap (MIT) karena perubahan fundamental tersebut mempersulit upaya Indonesia mengatasi tantangan-tantangan jangka menengah-panjang yang perlu diatasi untuk dapat lolos dari MIT. Tantangan - tantangan jangka menengah-panjang yang bersifat fundamental tersebut terutama terkait dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta produktivitas dan daya saing perekonomian. Secara lebih detail , kualitas SDM, gap infrastruktur, serta tingkat adopsi teknologi yang rendah menjadi penyebab produktivitas rendah di Indonesia. Selain faktor pendidikan, kualitas SDM yang rendah juga disebabkan oleh masih besarnya kelas menengah dalam usia produktif namun memiliki kondisi sosial ekonomi yang masih rentan dan berada di sektor informal. Di dalam faktor demografi ini juga terdapat faktor ketidaksetaraan gender serta mulai terjadinya proses penuaan penduduk ( aging population). Selain itu, iklim usaha yang kurang kondusif serta regulasi dan birokrasi yang belum efisien mengakibatkan high cost economy yang menghambat daya saing perekonomian, termasuk daya saing produk ekspor. Lima arahan strategis Presiden yaitu: pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur , jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INOONESIA penyederhanaan birokrasi, penyederhanaan regulasi serta transformasi ekonomi , ditujukan untuk mengatasi tantangan fundamental tersebut agar Indonesia dapat terlepas dari Middle Income Trap (MIT) dan menjadi negara maju sesuai Visi Indonesia Maju 2045. Di tahun 2019 , Indonesia telah masuk dalam kriteria upper middle income group dengan pendapatan per kapita sekitar USD4.244 setelah selama kurang lebih 23 tahun berada dalam kelompok lower middle-income group sejak tahun 1995. Selama 23 tahun dalam kelompok lower-middle income group , pertumbuhan ekonomi rata-rata Indonesia berada di kisaran 4 ,6 persen per tahun. Dalam publikasi ADB Working Paper Series di tahun 2012, disebutkan bahwa secara rata-rata suatu negara membutuhkan waktu selama 28 tahun untuk naik dari kelompok lower-middle income menuju kelompok upper - middle income . Kemudian, diperlukan waktu rata- rata 14 tahun untuk naik dari kelompok upper-middle income menuju kelompok advanced-economy. Sehingg a secara rata-rata diperlukan waktu 42 tahun dalam kelompok negara kelas menengah sebelum suatu negara kemudian mampu naik menjadi negara maju. Sebagai perbandingan, Singapura , Jepang dan Korea Selatan berhasil menjadi negara maju setelah berada dalam kelas menengah selama 15-20 tahun. Dengan demikian mutlak bagi Indonesia melakukan reformasi fundamental ekonomi dalam jangka menengah-panjang, untuk keluar dari MIT. Dalam publikasi Asian Development Bank Institute (ADBI) di bulan Juli 2017, beberapa faktor disinyalir menjadi penyebab suatu negara masuk ke dalam MIT, antara lain:
kondisi demografi yang tidak suportif;
pasar tenaga kerja yang tidak efisien;
infrastruktur yang belum memadai;
kondisi institusi yang masih lemah;
pasar keuangan yang tidak efisien;
diversifikasi produk yang rendah; serta 7) tingkat inovasi yang rendah. Saat ini, Indonesia disinyalir sedang mengalami keseluruhan faktor tersebut kecuali kondisi demografi Indonesia yang masih suportif dengan masih besarnya golongan penduduk berusia muda. IIl. 2.Tantangan Pemanfaatan Kondisi Demografi Kondisi demografi yang suportif terutama berasal dari besarnya kelas menengah . Sampai dengan tahun 2030, Indonesia masih akan menikmati bonus demografi. Penduduk usia produktif masih dominan dengan tingkat rasio dependensi yang terus menurun hingga 2030. Kondisi ini harus dapat dimanfaatkan apabila ingin mendorong output perekonomian yang lebih tinggi melalui pengelolaan dan pemanfaatan yang baik atas bonus demografi tersebut. Namun sebaliknya, apabila jendela bonus demografi tidak dimanfaatkan justru akan membebani perekonomian setelah 2030 , yaitu ketika porsi penduduk usia lanjut mulai meningkat. Oleh karena itu diperlukan strategi pembangunan sumber daya manusia sepanjang hayat , sejak masih dalam kandungan hingga usia tua untuk menyongsong Visi Indonesia Maju 2045 . jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Hingga saat ini, porsi penduduk kelas menengah dalam usia produktif terus mengalami tren meningkat. Pada 2002 proporsi kelas menengah hanya se besar 7 persen dari total populasi ( 14, 1 juta orang) kemudian meningkat tiga kali lipatnya menjadi 21 persen dari total populasi (57,3 juta orang) pada 2019 . Selain meningkatnya jumlah kelas menengah , peran kelas menengah juga semakin besar di perekonomian, terlihat dari sumbangan konsumsi mereka. Pada periode yang sama, porsi konsumsi kelas menengah meningkat dari 20,6 persen mejadi 43,3 persen dari total konsumsi. Apabila tren ini terus meningkat , kelas menengah akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomijangka panjang. Selain itu, kelas menengah memiliki kecenderungan untuk berinvestasi tinggi pada peningkatan sumber daya manusia (SDM), terlihat dari anak usia sekolah di keluarga kelas menengah yang masuk sekolah lebih awal dan menempuh pendidikan lebih lama. Dari sisi ketenagakerjaan, kelas menengah memiliki latar belakang pendidikan di atas rata-rata, yang cenderung menunggu dan mencar i pekerjaan yang sesuai dengan ekspektasi mereka. Namun dengan terbatasnya lapangan kerja berkualitas, masih banyak kelas menengah yang bekerja di sektor informal. Sektor informal cenderung tidak terlindungi oleh jaminan sosial. Hanya sebesar 71,6 persen kelas menengah yang memiliki asuransi kesehatan baik publik maupun swasta. Selain itu, mereka juga cenderung rentan ketika mencapai lanjut usia karena hanya 28 persennya yang memiliki asuransi hari tua/ jaminan pensiun. Meskipun peran kelas menengah meningkat, potensi demografi Indonesia disinyalir belum dimanfaatkan secara optimal. Penduduk Indonesia masih didominasi oleh Aspiring Middle Class (AMC) y ang masih berpeluang turun menjadi golongan rentan dan mudah kembali terjebak kemiskinan. Menurut data Susenas 2019, sekitar 48,2 persen penduduk masuk dalam kriteria AMC dan 20,6 persen penduduk masuk golongan rentan yang mudahjatuh kembali miskin . Penyebab AMC lambat naik ke las menjadi Kelas Menengah diantaranya masih relatif besarnya pengangguran dan tenaga kerja di sektor informal, serta dengan produktivitas yang relatif rendah. Data menunjukkan, pengangguran nasional mencapai 6,82 juta orang (Februari 2019), dimana 84 ,9 persen berasal dari rumah tangga miskin , rentan, dan AMC serta 68 persen berada di Jawa Barat, Jawa Timur , Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten dan DKI Jakarta. Data Sakernas 2019 juga menunjukkan bahwa di antara para penganggur sekitar 12 persen memiliki pendidikan tingkat universitas dan 24 persen memiliki pendidikan vokasi. Dilihat dari sisi usia penganggur, 67 persen merupakan usia muda di rentang 15-29 tahun. Untuk mengatasi tantangan ini , diperlukan kebijakan yang mampu mendorong penciptaan kesempatan kerja yang lebih luas bagi kelompok-kelompok tersebut dalam rangka menggali potensi ekonomi kelas menengah untuk tumbuh lebih tinggi. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Seiring dengan meningkatnya porsi kelas menengah produktif terse but , juga muncul tantangan dari sisi ketenagakerjaan . Sektor i nformal masih mendominasi , dim a na sekitar 57 pe rsen tenaga kerja masih be kerja di sektor informal. Tingkat produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih rendah dan para pekerja di sektor informal tidak terlindungi oleh jaminan sosial. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain, seperti terlihat dalam publikasi yang diterbitkan oleh Asian Productivity Organiz a tion (APO), dimana saat ini Indonesia masih menempati posisi 11 dari 20 negara anggota APO. Daya saing tenaga kerja Indonesia juga masih rendah, masih kalah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Faktor pendidikan dan kualifikasi menjadi salah satu faktor pe nyebabnya. Grafik 18 Penganggur Menurut Kelompok Usia dan Pendidikan Tahun 2019 Jumlah Penganggur Menurut Usia Komposisi Penganggur Menurut Pendidikan 80+ 75-79 ■ Laki- l aki 70-74 I Perempuan 65-69 I 60-64 I 55-59 - • ■ 50-54 45-49 40-44 35-39 - 30 - 34 25-29 20-24 15-19 Ribu Orang 0 500 1000 1500 2000 2500 Sumber: Sakern as Februari 2019, diolah Dengan kemajuan teknologi, sekitar 60 persen angkatan kerja Indonesia saat ini rentan tergantikan otomatisasi terutama untuk tenaga kerja dengan pendidikan rendah , diantaranya adalah: (i) tenaga administrasi/tata usaha; (ii) buruh di pertambangan, kontruksi dan manufaktur; (iii) petugas kebersihan, tenaga pembantu, tenaga perawat; (iv) penjaga toko / retail; dan (v) petani . Selain itu , lapangan kerja baru yang berkualitas diperlukan guna menyerap kelas menengah produktif yang semakin besar dan berpendidikan . Infant industries dapat menjadi salah satu sumber penyerapan tenaga kerja baru tersebut , sehingga dukungan dalam mendorong pertumbuhan industri-industri ini sangat diperlukan. Salah satu tantangan demografi lainnya adalah belum tercapainya gender equality (kesetaraan gender). Kesetaraan gender merupakan faktor penting untuk dapat mencapai pertumbuhan sosial, politik , dan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development), mengingat hampir 50 persen jdih.kemenkeu.go.id 12 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dari populasi penduduk adalah perempuan . Kesetaraan dan keadilan gender merupakan komitmen yang disepakati negara-negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu butir dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Keberadaan perempuan penting dan harus diperhitungkan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Dengan pe ningkatan peran perempuan, keberhasilan pembangunan akan terlihat dari peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan seperti pendidikan, kesehatan , ekonomi, dan politik. Grafik 19 Penduduk Menurut Kelompok Pendapatan dan Jenis Kelamin Penduduk Miskin Tahun 2019 Penduduk Menurut Kelompok Penduduk Miskin Menurut Pendapatan J enis Kelamin 12,8 48. 2 ju ta orang 20.6 21 .5 12,3 ju ta orang 9. 4 0.4 Miskin Rentan Aspiring MC Middle Upp er Class Class (MC) Laki-laki Perempuan Sumber: Susenas 2019, diolah Ketidaksetaraan gender m e ngakibatkan dampak negatif dalam berbagai aspek pembangunan, mulai dari ekonomi hingga sosial. Ketidaksetaraan gender juga memiliki hubungan y ang kuat dengan kemiskinan, ketidaksetaraan akses pendidikan , la y anan kesehatan, hingga akses keuangan. Ketidakadilan terhadap perempuan dipicu oleh sistem budaya patriarki y ang masih banyak dianut di berbagai wilayah di Indonesia, dimana perempuan memiliki posisi subordinat dan tidak memiliki hak untuk memilih ataupun menentukan nasibnya sendiri. Berbagai isu gender masih dijumpai di berbagai dimensi kehidupan, mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan politik. Dari sisi partisipasi ekonomi dan kesempatan berusaha, Indonesia menempati posisi ke 68 dari 153 negara berdasarkan laporan indeks kesenjangan gender global (Global Gender Gap Index Report) tahun 2020 yang dirilis oleh World Economic Forum . Meski kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di bidang ekonom i masih cukup tinggi , namun indeks kesenjangan di Indonesia m e ngalami perbaikan y ang cukup signifikan sejak tahun 2006. Namun demikian, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah mengingat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan hanya sebesar 51,89 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA persen, masih jauh lebih rendah jika dibandingkan TPAK laki-laki sebesar 83, 13 persen . Selain itu, Indonesia juga masih berhadapan dengan isu kesenjangan distribusi pendapatan, dimana rata-rata upah/ gaji buruh/karyawan perempuan lebih rendah dari pekerja laki-laki, yaitu 2,45 juta rupiah untuk perempuan, dan 3 , 17 juta rupiah untuk laki-laki, berdasarkan data per Agustus 2019. Kondisi ini diperparah dengan masih banyaknya perempuan yang bekerja tanpa upah untuk keluarga (invisible worker) . Di bidang kesehatan, Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 305 per 100 ribu kelahiran hid up (SUPAS, 2015). Hal ini berbeda jauh dengan Singapura y ang berada pada posisi 2-3 AKI per 100 ribu kelahiran hidup. Sementara AKI di negara- negara ASEAN sudah menempati posisi 40-60 per 100 ribu kelahiran hid up . Meski demikian, jumlah kasus kematian ibu di Indonesia terus menunjukkan penurunan. Penurunan AKI masih menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam mewujudkan masyarakat Indonesia sehat. Di bidang pendidikan, peluang bersekolah antara laki-laki dan perempuan sudah relatif sama, dimana Harapan Lama Sekolah (HLS) perempuan adalah 12,99 tahun dan laki-laki 12,84 tahun. Kesetaraanjuga telah terlihat dari Angka Partisipasi Murni (APM) antara perempuan dan laki-laki pada tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas . Ada pun pada Perguruan Tinggi, APM perempuan adalah 12 persen , le bih tinggi di banding laki-laki yang hanya 10 persen. Namun d emikian, masih terdapat beberapa catatan kecil seperti tingkat literasi perempuan yang masih lebih rendah (94 persen) dibandingkan dengan laki-laki (97 persen). Meski terdapat perbaikan yang positif di bidang ekonomi dan pendidikan, kesenjangan gender di bidang politik ju.stru melebar. Hal tersebut disebabkan representasi perempuan mengalami penurunan, baik di parlemen (17,4 persen, lebih rendah dari tahun lalu 19,8 persen) maupun di kabinet (24 persen, sementara tahun lalu 26 persen) . Keterwakilan perempuan pada jabatan struktural juga masih relatif rendah, yaitujabatan eselon I hanya 0,02 persen dan eselon II 0,56 persen dari total pejabat struktural (BKN, 2019). Pembangunan laki-laki dan perempuan di Indonesia mengalami peningkatan dalam 9 tahun terakhir, yang tampak dari Indeks Pembangunan Gender (IPG), dimana IPG pada tahun 2018 mencapai 90 , 99 , meningkat sebesar 0,03 poin dibanding tahun 2017 . Namun, disparitas pembangunan gender antar provinsi masih re latif tinggi, dimana IPG tertinggi berada di Sulawesi Utara (94,73) dan IPG terendah berada di Papua (80, 11). Pembangunan gender selayaknya memiliki asosiasi dengan pemberdayaan gender. Pada tahun 2018, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) berada pada level 72,10, meningkat 0 , 36 poin dibanding tahun 2017. Peningkatan ini terutama terjadi karena kenaikan dua komponen , yakni persentase perempuan sebagai tenaga profesional (47 , 02) dan sumbangan pendapatan perempuan (36,70). Pertumbuhan IDG pada periode tahun jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Dilihat dari faktor-faktor penyebab suatu negara masuk ke dalam jebakan kelas menengah, Indonesia memiliki keuntungan dengan adanya kondisi demografi yang relatif muda. Namun, kondisi demografi yang masih suportif juga memiliki batasan . Perubahan struktur demografi secara perlahan akan membawa Indonesia ke tantangan aging population (penuaan penduduk). Selagi menikmati bonus demografi, Indonesia juga sedang memasuki masa transisi perubahan struktur penduduk dari komposisi penduduk kelompok umur muda bergeser menjadi struktur penduduk berusia tua. Proyeksi penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hingga tahun 2045 memperlihatkan bahwa proporsi penduduk usia lanjut (berumur di atas 60 tahun) akan bertambah secara signifikan. Persentase penduduk usia lanjut yang hanya sebesar 9 persen atau 23 juta penduduk pada tahun 2015, diestimasi akan menjadi sekitar 19,9 persen atau 63,3 juta penduduk pada tahun 2045 (BPS, 2018). Perubahan struktur demografi penduduk yang bergeser ke usia tua telah dialami oleh banyak negara. Beberapa negara di Asia seperti Jepang dan Korea, telah mengalami lebih awal dan telah lama mengalami perubahan struktur penduduk seiring bertambahnya penduduk usia tua (World Bank, 2015) . Pergeseran ke struktur penduduk berusia tua ini disebabkan karena tingkat kelahiran (fertility rate) dan tingkat kematian (mortality rate) yang semakin kecil. Hal ini sebagai dampak dari peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan yang semakin baik, sehingga usia harapan hidup penduduk semakin panjang. Sebagai akibat dari perubahan struktur demografi ini, dependency ratio (rasio ketergantungan) penduduk tidak produktif terhadap penduduk usia produktif juga akan meningkat. Berdasarkan proyeksi BPS, rasio ketergantungan pada tahun 2015 adalah sebanyak 46 persen, kemudian cenderung menurun mencapai tit ik terendah pada tahun 2021-2022 sebesar 45,42 persen, setelah itu menunjukkan kenaikan mencapai 47,04 persen pada tahun 2030, dan terus naik hingga mencapai 53,35 persen pada tahun 2045. Semakin besar jumlah penduduk tidak produktif akan menambah beban bagi penduduk usia produktif yang justru semakin berkurang jumlahnya. Proporsi dan jumlah penduduk berusia lanjut yang semakin besar akan memberikan tekanan beban fiskal pada pemerintah. Pendapatan penduduk usia lanjut yang sudah tidak aktif bekerja akan cenderung menurun tanpa memberikan kontribusi kepada negara melalui pajak. Kecenderungan lain yang terjadi pada penduduk usia lanjut adalah pengeluaran untuk konsumsi akan meningkat, pendapatan tidak berubah, dan tabungan akan semakin berkurang . Beban anggaran pemerintah akan tertekan untuk tambahan alokasi kebutuhan dana pensiun, perawatan dan pelayanan kesehatan khusus dan intensif (long-term care), dan social security (perlindungan sosial) untuk kesehatan. Sementara di sisi lain, jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pemerintah dihadapkan dengan kapasitas fiskal yang semakin mengecil, seiring dengan kontribusi penerimaan pajak dari penduduk usia produktif yang semakin berkurang. Tiga tantangan besar demografi di atas yaitu kelas menengah, kesetaraan gender, dan ageing population perlu disikapi dengan kebijakan yang komprehensif untuk menyongsong Visi Indonesia Maju 2045. Kelas menengah dan perannya di perekonomian harus terus diperkuat. Lapangan kerja yang tercipta perlu didorong bukan hanya yang padat karya atau dengan produktivitas rendah tetapi juga yang berkualitas. Selain memperbesar kelas menengah, perlu juga mendorong semua penduduk berpindah kelas yaitu dari miskin naik menjadi rentan miskin, kemudian naik menjadi aspirasi kelas menengah dan kemudian menjadi kelas menengah yang kuat. Pada akhirnya, kelas menengah juga perlu didorong untuk menjadi kelas perpendapatan tinggi. Dari sisi kesetaraan gender, peran perempuan di berbagai bidang perlu terus diperkuat untuk menggali potensi ekonomi tumbuh lebih tinggi. Dengan meningkatkan peran kelas menengah dan terus membaiknya kesetaraan gender, penduduk Indonesia diharapkan secara mandiri mampu menyiapkan hari tuanya dengan lebih baik . III.3. Tantangan Pembangunan Infrastruktur Faktor selanjutnya yang menjadi penyebab suatu negara masuk dalam MIT adalah kuantitas dan kualitas infrastruktur yang belum memadai. Sejak krisis ekonomi Asia di tahun 1997, kondisi stok infrastruktur di Indonesia terus mengalami penurunan walaupun dalam beberapa tahun terakhir cenderung stabil sejak tahun 2015 pada saat pemerintah mengambil keputusan untuk mengalihkan anggaran subsidi energi ke sektor infrastruktur. Estimasi Bappenas di 2019 menunjukkan stok infrastruktur Indonesia saat ini berada di kisaran 43 persen dari PDB , meningkat dari 35 persen terhadap PDB di awal tahun 2015. Sebagai perbandingan, data dari Bank Dunia (2015) dan McKinsey Global Institute Report (2013) memperlihatkan bahwa rata-rata stok infrastruktur di negara-negara maju adalah sebesar 70 persen dari PDB. Gap infrastruktur tersebut perlu dikurangi jika Indonesia ingin meningkatkan kualitas infrastrukturnya untuk tumbuh lebih tinggi untuk keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju. Data dari the Global Competitiveness Report 2017-2019 menunjukkan ranking Indonesia di pilar infrastruktur masih relatif rendah. Di tahun 2016 , Indonesia menempati ranking 60 dar i lebih dari 140 negara, kemudian meningkat menjadi ranking 52 di tahun 201 7, namun mengalami penurunan menjadi ranking 72 di tahun 2019. Ranking tersebut lebih rendah dibandingkan Thailand dan Malaysia yang masing-masing berada di ranking 71 dan 35. Dalam periode RPJMN 2014-2019, salah satu fokus utama pemerintah adalah pembangunan infrastruktur. Pada periode tersebut, alokasi pembiayaan infrastruktur mencapai Rpl.700 triliun, meningkat lebih dari jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dua kali lipat dibandingkan dengan periode 2010-2014 yang mencapai Rp679 triliun. Fokus pembangunan infrastruktur yang ditunjukkan dengan kenaikan alokasi pembiayaan tersebut menunjukkan hasil yang cukup baik, yang ditunjukkan dari perbaikan kualitas infrastruktur, misalnya kualitas jalan tol dan transportasi kereta api. Namun demikian, infrastruktur tetap menjadi salah satu penghambat kemudahan berusaha di Indonesia. Data dari the World Economic Forum, Executive Opinion Survey di tahun 201 7 menyatakan bahwa kualitas infrastruktur di Indonesia menempati urutan empat dari sembilan indikator penghambat usaha, setelah korupsi, inefisiensi birokrasi dan akses pembiayaan. Salah satu hambatan pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah masih besarnya gap pembiayaan. Studi dari Global Infrastructure Hub (GIH) di tahun 2017 menyatakan bahwa terdapat gap pembiayaan sebesar lebih dari USD 140 miliar hingga tahun 2040 jika Indonesia ingin meningkatkan kualitas infrastrukturnya setara dengan negara-negara dalam golongan menengah atas sekaligus memenuhi target-target yang dicanangkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs). ^11 Estimasi dari Bappenas menunjukkan bahwa untuk mencapai rata-rata pertumbuhan PDB 5,7 persen, yang merupakan batas bawah dari rata-rata target pertumbuhan PDB pada periode 2020-2024 sebesar 5, 7-6,0 persen, dibutuhkan belanja infrastruktur lebih dari Rp7.000 triliun atau hampir 7 persen dari PDB. Sumber-sumber pendanaan yang tersedia, baik dari APBN maupun dari pengguna layanan, hanya mampu memenuhi kurang lebih sebesar Rp5.000 triliun atau sekitar 5 persen dari PDB . Permasalah gap pendanaan sebesar 2 persen dari PDB tersebut perlu dipecahkan untuk memenuhi target pembiayaan infrastruktur dalam RPJMN 2020-2024. Sumber pembiayaan infrastruktur di Indonesia masih didominasi oleh pembiayaan internal sektor swasta dan pinjaman bank yang masing - masing porsinya sekitar 75 persen dan 10 persen. Instrumen-instrumen pembiayaan lain seperti penerbitan saham dan obligasi masih kecil porsinya. Masih rendahnya pertumbuhan kredit perbankan masih menjadi penghambat pemenuhan gap pembiayaan infrastruktur. Selain itu, masih dangkalnya sektor keuangan di Indonesia menyebabkan terbatasnya sumber - sumber pembiayaan jangka panjang yang berasal dari institusi- institusi dana pensiun dan asuransi domestik. Dengan demikian, pendalaman sektor keuangan merupakan hal yang mutlak untuk mengembangkan kapasitas pembiayaan infrastruktur yang berjangka panjang, yang sebetulnya sesuai dengan karakter investasi lembaga- lembaga asuransi dan pensiun. 11 Studi gap pembiayaan infrastruktur yang di l akukan GIH untuk Indonesia dapat diakses di situs https: / I outlook.gihub.org/ countries/ Indonesia jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Besarnya gap pembiayaan infrastruktur juga tidak dapat dilepaskan dari permasalahan pendanaan. Jika sumber-sumber pembiayaan infrastruktur diperlukan untuk membangun fisik infrastruktur , maka sumber-sumber pendanaan infrastruktur dibutuhkan untuk memastikan bagaimana ketersediaan layanan infrastruktur dapat dibayar. Tersedianya opsi-opsi pembiayaan infrastruktur, melalui instrumen-instrumen utang dan modal dari berbagai sumber, tidak menghilangkan kewajiban adanya sumber-sumber pendanaan yang hanya bersumber dari penerimaan pajak yang dikumpulkan pemerintah dan pengguna la y anan infrastruktur. Keterbatasan fiskal, baik karena kinerja penerimaan pajak yang rendah maupun batasan defisit anggaran dan rasio utang terhadap PDB, menjadi penghambat keleluasaan Pemerintah memecahkan masalah pendanaan infrastruktur. Selain itu, kompetisi antarsektor dan antarpusat dan daerah atas alokasi dana anggaran juga menjadi penyebab kecilnya kapasitas anggaran dalam memecahkan masalah pendanaan infrastruktur. IIl.4.Tantangan Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Keberlanjutan proses transformasi ekonomi melalui peningkatan produktivitas menjadi perhatian karena indikator produktivitas Indonesia cenderung mengalami penurunan. Data publikasi Asian Productivity Organization (APO Productivity Databook 2019) mencatat bahwa tingkat produktivitas pekerja Indonesia dalam periode 2010-2017 berada pada level rendah dengan hanya tumbuh 3,8 persen, lebih lam bat jika di banding negara peers , seperti Thailand (5,3 persen) , Vietnam (5,8 persen), Filipina (4, 1 persen), dan Kamboja (4,3 persen). Bahkan, indikator Total Factor Productivity (TFP) Indonesia pada periode yang sama tumbuh negatif -1,5 persen, berada di bawah capaian Thailand (0,6 persen), Malaysia (0,5 persen), Vietnam (1,8 persen), Filipina (1,4 persen) , dan Kamboja (1,3 persen). Untuk lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah dan beralih segera menjadi negara maju, pertumbuhan produktivi t as harus dipacu. Tingkat pendapatan suatu negara akan ditentukan oleh kemampuannya dalam memproduksi barang dan jasa yang tergambar melalui PDB yang sangat terkait dengan tingkat produktivitas . Sebagai perbandingan, tingkat produktivitas Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan Singapura. Indonesia saat ini berada di urutan ke-16 dunia untuk ukuran PDB, sedangkan Singapura hanya menempati urutan ke-38 . Namun secara produktivitas, Singapura jauh lebih tinggi di atas Indonesia karena jumlah penduduknya yang sedikit. PDB per kapita Singapura mencapai sebesar USD49.754 per tahun atau 12 kali lebih besar dibandingkan PDB per kapita Indonesia, yang hanya sekitar USD4.000 setahun. Artinya, seorang penduduk Singapura jauh lebih produktif daripada seorang Indonesia dalam setahun. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 20 Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi g 7.5 8.2 7.8 5.7 5.5 6.3 6.0 6.4 6.2 6.0 5.6 5.2 4 -6 Tenaga Kerja - stok Kapital - TFP - Pertumbuhan Ekonomi - 11 3.1 - 16 -15.4 '\o.,°-'b,. "°-'o.,<: > "°-'o.,'o "°-'o.,'\ "°-'o.,'o '\o.,o.,°-' 1,<: : : ir: : : ,<: : : i 1,r: : : ir: : : i"1,r: : : ir: : : ,'l, 1,<: : : ir: : : ,": , 1,<: : : ir: : : ,b,. 1,<: : : ir: : : ,<: > 1,<: : : ir: : : ,'o 1,<: : : ir: : : ,'\ 1,r: : : ir: : : ,'o 1,r: : : i<: : : i°-' 1,r: : : i"r: : : , 1,r: : : i" "1,r: : : i"'J, 1,r: : : i"": , 1,r: : : i"b,. 1,r: : : i"{: ) 1,r: : : i"'o 1,r: : : i"'\ 1,r: : : i"'o 1,r: : : i"°-' Sumber: Nurwanda dan Rifai (2018) Tingginya produktivitas akan menentukan standar hidup sebuah negara. Negara yang memiliki produktivitas rendah cenderung memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi, derajat kesehatan yang lebih rendah, dan kemampuan akademis yang juga lebih rendah_ Sebagai contoh di atas adalah Singapura, dimana negara ini menempati urutan tertinggi dalam kategori Human Capital Index/HCI (indikator produktivitas antarnegara yang diterbitkan Bank Dunia dengan melihat sisi kuantitas dan kualitas kesehatan, pendidikan, dan level ekonomi). Sedangkan Indonesia saat ini hanya menempati urutan ke-87 di HCI yang dikeluarkan oleh Bank Dunia . Jadi, tingkat produktivitas Indonesia tertinggal cukup jauh jika dibandingkan dengan Singapura. Secara sederhana dapat diartikan bahwa Indonesia hanya menang secara kuantitas dari sisijumlah penduduk. Pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan akan mencapai 319 juta orang . Di tahun terse but, Indonesia akan memiliki 4 7 pers en penduduk yang berusia produktif, 73 persen tinggal di perkotaan, dan 70 persennya diperkirakan menjadi kelas menengah . Beberapa Lembaga juga memproyeksikan Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima dengan pendapatan per kapita mencapai USD23 . 199 pada tahun 2045 . Namun jumlah penduduk yang besar tersebut tidak diimbangi dengan kualitas manusianya, yang justru masih re latif tertinggal. Tiga sumber pertumbuhan ya ng harus diperhatikan untuk tumbuh lebih tinggi adalah tenaga kerja (labour), modal (capitaij, dan produktivitas faktor total (total factor productivity / TFP). Pertumbuhan ekonomi nasional , y ang mencapai 5,2 persen di 2018 dapat didekomposisi ke dalam tiga unsur tersebut masing-masing menjadi 0,9 persen, 3,0 persen, dan 1,3 persen. Yang sangat disayangkan adalah tren peran TFP yang semula sekitar 3,0 persen pada periode 2000-2006, justru terus menunjukkan tren mengecil. TFP adalah rasio antara output total terhadap input total yang merupakan salah satu faktor produksi selain capital dan tenaga kerja atau singkatn ya tingkat produktivitas suatu ekonomi. Jika kita mampu menjaga peran TFP jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA di angka tersebut , pertumbuhan ekonomi nasional bisa berada di atas 6 persen di beberapa tahun terakhir, yang artinya akan mempercepat proses Indonesia menjadi negara maju . Grafik 21 Produktivitas Tenaga Kerja Tiga Sektor Ekonomi 300 a. a: : "' ] 250 ■ Sektor P rimer Sektor Sekunder ■ Sektor Tersier 200 150 100 0 ••• so l ■ lllllll ■ W 111111111111111 Sumber: BPS , diolah Grafik 22 lndeks Produktivitas Tenaga Kerja, 1990= 100 245 - sektor Primer 225 Sektor Sekunder 205 - Sektor Tersi er 185 165 145 125 105 85 Sumber: BPS, diolah Produktivitas tenaga kerja (labour productivity/ LP'J dapat dihitung berdasarkan output PDB untuk setiap tenaga kerja di perekonomian . Berdasarkan data Asian Productivity Organization (APO), pertumbuhan LP Indonesia dalam periode 2010-2016 masih tertinggal dari Filipina, Vietnam , Kamboja , bahkan dari Laos. Masing-masing LP negara tersebut mampu tumbuh sebesar 3,8 persen, 4,5 persen , 4,9 persen , dan 5,3 persen , sedangkan LP Indonesia hanya tumbuh sebesar 3,6 persen di periode yang sama . Selanjutnya, apabila kita membagi PDB ke dalam tiga sektor yakni pertanian, industri manufaktur, dan jasa, maka tren produktivitas tenaga _a.: _ jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA kerja ketiga sektor dapat terlihat pada gambar di atas . LP di ketiga sektor tersebut menunjukkan tren yang meningkat terutama untuk sektor pertanian. Namun, output per tenaga kerja di industri manufaktur justru melemah pada tiga tahun terakhir, padahal sebelum 2007 LP sektor ini terus meningkat dan mampu menyumbang nilai tambah yang tinggi ke perekonomian. Terdapat dua indikasi yang dapat diambil dari tren yang terjadi yaitu dari sisi peran industri manufaktur terhadap PDB dan dari sisi peralihan tenaga kerja ke sektor manufaktur. Industri manufaktur sempat mengalami penguatan porsi di ekonomi hingga mencapai 29, 1 persen terhadap total PDB sampai dengan tahun 2001, kemudian perannya cenderung terus menurun hingga mencapai hanya 19 ,9 persen pada tahun 2018. Proporsinya terhadap PDB terus menurun, namun dari sisi penyerapan tenaga kerja justru meningkat. Sehingga jika dihitung output per tenaga kerja, LP industri manufaktur menurun terutama dalam tiga tahun terakhir yakni dari Rp123,7 juta di 2016 menjadi Rp120,2 juta di 2018, untuk setiap tenaga kerja per tahun di sektor industri manufaktur. Sementara itu, LP sektor jasa berkinerja cukup baik dan konsisten, dengan tren yang terus meningkat. Salah satu penyebab tingkat produktivitas Indonesia rendah tidak terlepas dari faktor kualitas tenaga kerja dan bidang pekerjaan. Tingginya lapangan kerja informal cenderung memberikan sumbangsih nilai tambah yang rendah di perekonomian. Telah berlangsung lama sektor informal ini terus mendominasi dengan angka terakhir mencapai 57 persen dari lapangan kerjayang tersedia. Tingginya sektor informal inijuga disebabkan oleh latar belakang pendidikan tenaga kerja Indonesia yang masih relatif kurang memadai dimana tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah mencapai 57 ,5 persen dari total pekerja. Sebanyak 60 , 43 persen dari total pekerja Indonesia juga dengan keterampilan dan keahlian yang masih rendah. Bila dibedah lebih dalam, di sektor informal tenaga kerja dengan pendidikan SMP ke bawah masih mendominasi dan mencapai 75,6 persen. Sedangkan sektor formal memiliki catatan statistik yang lebih baik dimana tenaga kerja yang berpendidikan SMP ke bawah hanya sekitar 36,6 persen dari total tenaga kerja formal meskipun masih menempati porsi tertinggi dari total pekerja di sektor ini. Sebagai sektor yang seharusnya memiliki daya ungkit tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, kinerja sektor manufaktur mendapat sorotan karena keterbatasan pertumbuhan dalam satu dekade terakhir yang masih dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Produktivitas nasional yang masih rendah beriringan dengan output sektor manufaktur yang masih terbatas . Keterbatasan produktivitas sektor manufaktur merupakan konsekuensi dari dominasi industri berintensitas teknologi rendah. Mas ih rendahnya penggunaan teknologi tinggi tercermin dari besarnya output dan ekspor industri manufaktur berkandungan teknologi rendah serta lambannya proses diversifikasi dan pengembangan produk-produk jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA manufaktur. Rendahnya adopsi teknologi tinggi juga menjadi salah satu alasan Indonesia belum mampu meningkatkan partisipasi dalam GVC, terutama pada backward participation dan complex GVC. Secara nasional, rendahnya penggunaan teknologi tinggi merupakan cerminan dari masih terbatasnya kapasitas inovasi di dalam negeri . Hambatan - hambatan dalam meningkatkan kapasitas inovasi dalam negeri dan pemanfaatan teknologi tinggi antara lain berasal dari kebutuhan pembiayaan yang tinggi, kesiapan sumber daya manusia, dan kesiapan infrastruktur digital. Menilik data UNESCO, kapasitas inovasi yang tidak berkembang dapat dilihat dari Gross Domestic Expenditure on Research & Development yang hanya bergerak dari 0 , 08 persen PDB Indonesia tahun 2009 menjadi 0 , 24 persen di tahun 2017 . Dari jumlah pengeluaran riset tersebut , sektor swasta menyumbang sekitar 20 persen. Kurangnya peran sektor swasta dalam aktivitas riset dan pengembangan menyebabkan ketertinggalan inovasi produksi. Inovasi produksi dalam manufaktur mencakup semua lini yaitu metode produksi , di stribusi, manajemen perusahaan dan pemasaran. Jika disejajarkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN, kapasitas inovasi proses dan produk di Indonesia termasuk paling rendah. Mengingat bahwa daya saing industri manufaktur di era knowledge based economy akan semakin bergantung pada kapasitas penguasaan inovasi dan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, maka diperlukan upaya mendorong berkembangnya industri manufaktur skala besar dan berteknologi tinggi di satu sisi dan di sisi lain perlunya mempersiapkan SDM serta infrastruktur baik soft maupun hard infrastruktur untuk menyongsong perubahan di masa yang akan datang. Untuk menghadapi tantangan ekonomi global , perbaikan kondisi perekonomian domestik menjadi hal yang mutlak, terutama masalah struktural yang menghambat loncatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan didorong oleh peningkatan konsumsi dan investasi memberikan ruang yang luas untuk perbaikan, terutama terhadap hambatan struktural antara lain terkai t dengan produktivitas. Investasi saat ini diperhadapkan pada tingg i nya biaya investasi hingga lemahnya daya saing kita untuk pen y erapan modal investasi maupun pengelolaan di tingkat output. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara . Semakin kecil angka ICOR, biaya investasi harus semakin efisien untuk menghasilkan output tertentu . ICOR sangat dipengaruhi kemudahan dalam berbisnis dan daya saing pasar tenaga kerj a. Berdasarkan grafik Perkembangan PDB dan ICOR Indonesia 2011 2019 dapat dilihat bahwa meningkatnya rasio ICOR diikuti turunnya pertumbuhan ekonomi yang berarti rendahnya efisiensi mempunyai andil terhadap turunnya pertumbuhan ekonomi. Nilai ICOR yang tinggi mengartikan bahwa pemanfaatan investasi yang masuk untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi secara tidak efisien . Walaupun jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA seharusnya tidak berdampak secara langsung , tapi masa keemasan komoditas dimana terjadi kenaikan harga-harga komoditas (comodity boom) seperti CPO , mineral, batubara , dan lainnya yang berakhir pada tahun 2012 dalam berbagai analisis dianggap sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Namun stelah comodity boom tersebut , upaya hilirisasi komoditas yang dilakukan berjalan di tempat sehingga belum berhasil untuk menjaga perlambatan ekonomi. Selain itu , ada beberapa faktor y ang menyebabkan terjadinya tingkat ICOR tinggi yaitu faktor inovasi teknologi dan kualitas sumber daya manu,sia. Meningkatnya nilai ICOR disebabkan semakin turunnya penilaian kesiapan teknologi dan kapasitas berinovasi Indonesia dalam memanfaatkan investasi yang masuk. Grafik 23 Perkembangan PDB dan ICOR Indonesia 2011-2019 ICOR= (lnv(t-1 )/LlGDPt) - GDP Growth 7.00 6. 50 6.00 5.50 5.00 4.50 4.00 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: BPS, diolah Sejak tahun 2011 hingga 2015, terjadi kenaikan rasio ICOR secara konsisten dan sempat mengalami perbaikan di tahun 2016 dan secara bertahap hingga tahun 2018. Namun tahun 2019, skor ICOR yang dimiliki Indonesia kembali memburuk. Setelah mengalami perbaikan sejak tahun 2016 dan berlanjut hingga tahun 2018. Tahun 2019, ICOR Indonesia mencapai 6,77 lebih buruk dari tahun 2018 yaitu sebesar 6 , 44. ICOR tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan negara peer-nya seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam sedang mendekati kisaran angka ideal sebesar 3 persen. Tahun 2018, ICOR Malaysia adalah sebesar 4 , 6, Filipina 3,7 , Thailand 4,5, dan Vietnam 5,2. Daya saing perekonomianjuga menjadi faktor penting untuk tumbuh lebih tinggi. Berdasarkan data Global Competitiveness Index (GCI) tahun 2019 yang dipublikasi World Economic Forum, posisi daya saing Indonesia masih lebih rendah diantara negara peer di ASEAN. Dibandingkan dengan Singapura yang merupakan salah satu negara yang paling kompetitif, Indonesia masih tertinggal di hampir seluruh komponen daya saing , kecuali komponen stabilitas makroekonomi dan ukuran ekonomi. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Daya saing tenaga kerja yang masih rendah terutama disebabkan karena tingkat kesehatan, pendidikan dan kualifikasi yang masih rendah. Oleh sebab itu implementasi dari arahan Presiden untuk meningkatkan kualitas SDM perlu terus menerus dilakukan untuk memperbaiki taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan tenaga kerja. Selain itu, lingkungan usahajuga perlu terus menerus diperbaiki dengan melanjutkan pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi dan regulasi serta transformasi ekonomi. Penguatan sektor keuangan terutama diarahkan melalui pendalaman pasar keuangan untuk memperkuat daya tahan dari guncangan dan memperbaiki fungsi intermediasi perbankan dalam pembiayaan pembangunan. Gambar 8 Global Competitiveness Index, 2019 lnnovahon lnfrastructurt- Capability Sus.inf's~ !CT Adoption Dynamism Macroeconomtc Stability fin ancial S~tem Labour Market Skill, Product M.Jrket - 2019 - Peringkat 1 dunia (Singapore) Sumber: Global Competitiveness Report, WEF, 2019 . Data dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa daya saing Indonesia mengalami penurunan dengan skor yang relatif stagnan dalam tiga tahun terakhir. Jika dilihat lebih detail dalam dua tahun terakhir, penurunan skor GCI Indonesia di tahun 2019 dibandingkan dengan tahun 2018 terutama disebabkan oleh turunnya kapasitas adopsi Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK), yang turun cukup drastis dari skor 61, 1 di tahun 2019 menjadi 55,4 di tahun 2019. Studi dari ADB di tahun 2019 menyebutkan bahwa hambatan terbesar Indonesia dalam mempercepat adopsi TIK ada lima, yaitu: kebutuhan dana yang besar, masih terbatasnya tenaga ahli TIK, risiko teknis yang cukup besar, resistensi terhadap perubahan serta kualitas infrastruktur digital yang masih perlu diperbaiki. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 24 Perkembangan peringkat dan skor Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia Tahun 2011-2019 '64.6 ,so so I 46 ~ ~5 .3 ~ --a -45. 1---45.2-----45.2 / 47 -- 45 ~ 43.8 44. / 41 38 ........ 3 7 __.,,,.,,,.. ,-...,34--- 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: World Economic Forum 2019 Untuk memperbaiki daya sair: ig perekonomian melalui adopsi teknologi tersebut, diperlukan upaya-upaya untuk memperbaiki ketersediaan layanan infrastruktur yang berkualitas, kesediaan industri untuk lebih fleksibel mengadopsi perubahan serta terciptanya tenaga kerja yang siap dengan perkembangan teknologi. Dengan demikian , peningkatan kualitas sumber da ya manusia juga mutlak dibutuhkan untuk melakukan proses ahli teknologi yang akan dikembangkan. Pemanfaatan teknologi secara luas dalam proses produksi juga memerlukan pembenahan kualitas sumber daya manusia yang mampu mengikuti perkembangan teknologi sehingga mampu menjadi tenaga kerja yang dibutuhkan dan tentunya akan diserap oleh industri yang akan terus berkembang menuju industri berteknologi tinggi hingga pada pemanfaatan teknologi berbasis artificial intelligence atau kecerdasan buatan. Selain itu, permasalahan prosedur perizinan, pengadaan dan harga lahan, serta permasalahan regulasi dan upah tenaga kerja kerap menjadi masalah yang cukup mengganggu investasi di Indonesia. Hal ini terlihat dari peringkat Indonesia pada Ease of Doing Business (EoDB). Hasil survei Bank Dunia tahun 2019, peringkat EoDB Indonesia mengalami stagnasi di peringkat ke-73 setelah sebelumnya turun dari peringkat ke-72 dari 190 negara. Stagnasi peringkat EoDB Indonesia terutama diakibatkan karena kecepatan perbaikan daya saing kita yang lebih rendah diband i ngkan negara-negara lain. Bank Dunia mencatat Indonesia sudah melakukan perbaikan pada lima aspek, sehingga skor kemudahan bisnisnya naik 1,64 poin menjadi 67,96. Namun peringkatnya tetap di urutan ke-73. Skor tertinggi terdapat pada indikator memulai berbisnis sebesar 81,2 , naik 1,8 dari 2019 yang sebesar 79,4. Indikator tertinggi selanjutnya terdapat pada perizinan konstruksi dan mendapatkan listrik dengan masing-masing 66,8 dan 87 ,3. Jika dilihat data EoDB dalam lima tahun terakhir, indikator yang jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA mengalami pemburukan peringkat adalah indikator Trading Across Border terutama terkait dengan waktu dan biaya pengurusan ekspor impor. Di tahun 2015, indikator terse but berada dalam peringkat 62, namun di tahun 2020 turun menjadi peringkat 116 . Grafik 25 Peringkat Ease of Doing Business 2020 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 31 Tiongkok 63 nd ia ~ Vietnam ~ fAllndonesia 95 Filipina 124 Brazil Sumber: Bank Dunia, 2020 Grafik 26 Indikator-Indikator EoDB Indonesia dengan Skor Rendah 2020 : -- ■ 139 --· • Terjadi 6 re form dalam 6 • Reform terakhir • Terjadi 3 refonn dalam 3 • Terjadi 1 r eform di 2019 tahun terakhir dilaksanakan di 2008 tahun terakhir • Hambatan yang Hambatan yang exis ti ng : ex i sting : • H ambatan yang existing: • Hamba tan yang existing : • Waktu pengurusan • Biaya pengurusan • Jumlah prosedur • Jumlah prosedur Biaya • Waktu pengurusan 2015: • Waktu pengurusan 2015: leb ih banyak 2015: 2015: Kualitas adm i nistrasi Kua litas prose s • Biaya perizinan • Waktu pengurusan 155 153 117 pertanahan 172 peradilan • Biava oenaurusan Sumber: Bank Dunia, 2020 Secara lebih detail , hambatan memulai bisnis terutama berasal dari jumlah prosedur yang ban yak dan waktu pengurusan serta biaya perizinan yang lama dan mahal , termasuk juga dalam memperoleh izin konstruksi , melakukan registrasi properti dan contract enforcement. Perbaikan- perbaikan telah dan akan terus dilakukan untuk mengurangi jumlah prosedur, mempersingkat waktu pengurusan ijin serta memperkecil biaya pengurusan . Selain itu, kualitas administrasi pertanahan dan proses peradilan juga perlu terus diperbaiki dalam kaitannya dengan indikator registrasi properti dan contract enforcement. Dalam hal ini kebijakan fiskal dapat memberikan dukungan , sebagai contoh melalui pembentukan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) terkait pembangunan infrastruktur. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA III.5. Tan tangan Deselerasi Transformasi Ekonomi Terlepas dari dampak pandemi COVID-19, kinerja perekonomian nasional selama ini masih menghadapi isu struktural yang menghambat proses transformasi ekonomi. Kinerja sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan) bergerak lamban sementara sektor nontradable tumbuh relatif tinggi dan masih mampu menopang laju pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 5 persen . Rendahnya pertumbuhan sektor tradable yang telah berlangsung cukup lama menyebabkan pertumbuhan potensial mengalami penurunan. Berbagai analis is terkait output potensial menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan hanya sekitar 5 persen, menurunjika dibandingkan estimasi pertumbuhan ekonomi di awal 2010 yang ada di kisaran 6 persen . Dari sisi struktur ekonomi, kinerja manufaktur patut menjadi perhatian utama karena peranannya terus menurun sejak awal tahun 2000-an . Pasca krisis ekonomi 1997 / 1998, berbagai faktor menahan kinerja manufaktur nasional, termasuk kondisi boom komoditas yang menggerus daya saing produk manufaktur. Apresiasi nilai tukar riil Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada masa boom menyebabkan ekspor produk hasil manufaktur mengalami penurunan daya saing. Dampaknya, diversifikasi ekspor dalam satu dekade terakhir relatif tidak terjadi dan hingga saat ini Indonesia masih mengandalkan sektor komoditas seperti batubara dan CPO sebagai komoditas unggulan ekspor. Grafik 27 Kinerja Sektor Tradable dan Non-Tradable 2000 2003 2006 2009 2012 2015 2018 - PRODUK DOMESTIK BRUTO Tradable - Non -Tradable Average Tradable - - - Average Non-Tradable Sumber: BPS, diolah Proses diversifikasi dan pengembangan produk-produk manufaktur relatif stagnan juga disinyalir akibat ketidakmampuan industri nasional dalam memanfaatkan Global Value Chain (GVC). Perkembangan globalisasi telah mengubah pola perdagangan globa l dalam kerangka GVC dimana jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA proses produksi manufaktur menjadi lebih terfragmentasi dalam aktivitas dan komponen yang lebih kecil dan terspesialisasi. Berbagai negara memanfaatkan momentum dan keuntungan perdagangan dari GVC termasuk Indonesia. Sayangnya, partisipasi Indonesia dalam GVC masih relatif rendah. Indeks partisipasi GVC terkini hanya sebesar 37 , 1 (2015), terdiri atas partisipasi backward 12,9 dan partisipasi forward 24, 1. Jika dibandingkan dengan 8 negara peers di ASEAN, indeks partisipasi GVC indonesia merupakan yang terendah. Partisipasi forward Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan backward-nya mengimplikasikan bahwa Indonesia lebih banyak terlibat sebagai penyuplai bahan baku untuk industri negara lain. Hal ini mengkonfirmasi bahwa produk ekspor utama yang dihasilkan oleh Indonesia masih didominasi oleh produk berbasis komoditas mentah dengan kompleksitas rendah seperti batubara, CPO, karet, mineral logam serta gas alam. Sementara itu, sektor non-tradable memang masih tumbuh di atas rata-rata nasional terutama didorong oleh kinerja sektor-sektor yang berbasis teknologi informasi, seperti aktivitas e-commerce, transportasi, dan teknologi finansial. Meski demikian di sisi lain, sektor jasa juga masih diisi oleh sektor jasa-jasa informal serta usaha mikro, kecil dan menengah yang tingkat produktivitasnya masih rendah serta rentan terhadap guncangan seperti yang terjadi di kala wabah COVID-19 melanda saat ini . Isu struktural ini mengharuskan adanya upaya reformasi struktural untuk mengakselerasi transformasi ekonomi. Aspek utama yang perlu diperbaiki adalah mengembalikan peranan sektor tradable dalam menopang kinerja perekonomian nasional. Grafik 28 Indeks Partisipasi GVC Indonesia 43 .0 42.4 42 .8 43.1 41 .7 41.8 • • • • • • • • 41 • .4 • • 40.4 40.5 37.9 37.1 24.6 27.S 27.9 27.S 30.3 28.4 27.5 26.4 27.9 25 .8 24.1 11 ■■ ••····· 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 ■ Backward Participation Forward Participation • GVC Participation Index Sumber: TiVA Database 2018, Statistik OECD, diolah Meski demikian, tak dapat dipungkiri bahwa arah kebijakan reformasi struktural tidak terlepas dari upaya pemulihan dampak pandemi COVID 19. Berbagai potensi permasalahan seperti penurunan omzet penjualan, jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pengurangan pekerja, hingga kebangkrutan usaha timbul akibat terhentinya aktivitas produksi dalam jangka waktu tertentu. Langkah- langkah kebijakan pemerintah untuk mendukung pemulihan dunia usaha juga mutlak diperlukan, terutama untuk menjaga keberlangsungan usaha dan menahan laju peningkatan pengangguran. Kebangkrutan massal dan peningkatan pengangguran merupakan hal harus dihindari agar perekonomian mampu pulih lebih cepat. Masyarakat harus tetap memiliki sumber pendapatan sehingga dapat menjaga stabilitas konsumsi ya ng pada gilirannya berdampak pada output perekonomian secara agregat. Strategi utama yang akan dilakukan dalam jangka pendek adalah dengan mendorong pemulihan kembali sektor-sektor yang terkena dampak paling besar dan menyerap banyak tenaga kerja (labor intensive). Berbagai insentif dan stimulus program pemulihan ekonomi nasional yang dimulai pada 2020, dapat terus dijalankan untuk mempercepat proses normalisasi pasca pandemi COVID-19. Dari sisi fiskal, kebijakan yang dilakukan diantaranya melalui potongan pajak ataupu n pajak ditanggung pemerintah untuk Pajak Penghasilan Badan maupun orang pribadi, penundaan pembayaran kredit, dan berbagai bantuan sosial yang dimaksudkan untuk menjaga agar sektor ekonomi tetap berjalan dan menjaga daya beli masyarakat. Di sisi lain, stance kebijakan moneter yang akomodatif juga dapat mendukung upaya pemulihan pelaku usaha di berbagai sektor. Bauran kebijakan dimaksud diyakini akan mengurangi potensi tambahan pengangguran, dan menjaga daya beli masyarakat sehingga pemulihan ekonomi dapat berlangsung lebih cepat. Gambar 9 Arah Kebijakan Reformasi Struktural ~ ~. 0~ ~<l, UMKM dan Ketahanan ~ Sektor g @] Pangan ffi ~ -~ Informal ~ ' - <. -· Ketahanan Revitalisasi ~ "< t: : , UJ -~- . Energi Manufaktur · ciao • ~ 'C) C. .- /J~ lnfrastruktur ^Pen ^gem ^bang ^an ~ ~ Pariwisata -f ~~ ~'1) ~ )0 ' OMNIBUS LAW CIPTA Kemudahan berusaha, peningkatan investasi, perbaikan pasar KERJA tenaga kerja & Pemberdayaan UMKM, dukungan riset & inovasi jdih.kemenkeu.go.id {) MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Paralel dengan upaya pemulihan dampak COVID- 19, langkah kebijakan reformasi struktural untuk mengakselerasi transformasi ekonomi juga dilakukan. Dukungan pemerintah terutama diarahkan pada dua dimensi, yakni dimensi enabling environment sebagai dukungan iklim usaha yang baik dan efisien, serta dimensi productivity improvement guna mendorong produktivitas dan daya saing untuk kualitas pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Untuk itu, pemerintah mendorong perbaikan kebijakan terkait melalui Omnibus Law ten tang Cipta kerja yang fokus pada Kemudahan berusaha, peningkatan investasi, perbaikan pasar tenaga kerja dan Pemberdayaan UMKM, dukungan riset dan inovasi. 1. Enabling Environment Fokus pada perbaikan iklim usaha, peningkatan daya samg, serta ketahanan ekonomi melalui perbaikan di sektor pangan, energi, dan infrastruktur. a. Fokus Ketahanan Pangan, dan Peningkatan nilai tambah sektor pertanian dan perikanan Sektor pertanian (secara luas) merupakan sektor yang sangat strategis terutama sebagai sumber penyedia pangan nasional . Sektor inijuga hingga saat ini menjadi sumber utama lapangan kerja rakyat Indonesia. Namun, produktivitas sektor ini masih relatif rendah dibanding sektor lainnya. Hal ini menyebabkan tingginya kelompok masyarakat miskin di Indonesia yang berasal dari sektor usaha ini, khususnya pada keluarga petani (on-farm) dan nelayan . Oleh karenanya dukungan pemerintah sangat diperlukan guna memastikan penyediaan pangan yang memadai serta mendorong peningkatan produktivitas pelaku usaha di sektor ini. Ke depan, pemerintah berupaya mendorong kapasitas petani dan nelayan dimaksud dengan mengembangkan konsep kelompok pengusaha (group of enterprise). Hal ini dilakukan untuk mendorong output yang lebih tinggi serta memastikan petani dan nelayan dapat merasakan hasil yang lebih tinggi. Di samping itu, peningkatan proses mekanisasi dan penggunaan teknologi juga terus digalakkan untuk meningkatkan efisiensi produksi. b. Fokus ketahanan energi Ketahanan energi menjadi salah satu aspek penting sebagai modal pembangunan dan mendukung progres transformasi ekonomi. Hal ini dilakukan dengan mendorong peningkatan produksi sumber-sumber energi nasional, baik energi konvensiona l (batubara, minyak dan gas bumi), maupun sumber energi baru dan terbarukan (EBT) seperti pengembangan biodiesel, panas bumi, dan sumber energi lainnya. Salah satu aspek yang menghambat peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah tingginya kebutuhan impor atas produk minyak sebagai sumber energi. Hal ini terjadi akibat tingginya kebutuhan domestik tidak jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA diiringi dengan penambahan produksi baik di hulu migas (lifting minyak dalam tren menurun) maupun di hilir akibat rendahnya kapasitas kilang minyak domestik. Untuk itu, pemerintah terus berkoordinasi dengan pelaku usaha untuk mendorong aktivitas ekplorasi sumber-sumber minyak baru serta pada saat yang sama meningkatkan kapasitas produksi kilang nasional. Di sisi lain , upaya diversifikasi energijuga akan terus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, serta mencapai target bauran energi yang lebih ramah lingkungan sesuai target Rencana Umum Energi Nasional. Untuk itu, pemerntah terus mendorong pengembangan panas bumil untuk menghasilkan energi listrik, serta terus melanjutkan pengembangan biodiesel dari Fatty Acid Metil Eter (FAME) berbasis minyak nabati kelapa sawit.
Fokus pembangunan infrastruktur Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa kualitas infrastruktur Indonesia masih jauh di bawah standar negara-negara menegah atas dan negara maju. Tingginya gap infrastruktur mengisyaratkan bahwa keberlanjutan program-program infrastruktur harus terus dijalankan, guna mendukung penyediaan kebutuhan dasar (terutama sumber air), serta mendorong efisiensi logistik dan konektivitas Ualan, jembatan, jaringan telekomunikasi) 2. Productivity Improvement Fokus pada upgrading sektor-sektor usaha yang be r potensi menopang kinerja perekonomian nasional, mencakup revitalisasi manufaktur , pembangunan pariwisata, serta pemberdayaan dan formalisasi usaha mikro, kecil dan menengah.
Revitalisasi Manufaktur Pemerintah mengharapkan agar sektor industri pengolahan (manufaktur) akan tetap menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Namun, beberapa kelompok industri terkena dampak paling signifikan dari penyebaran wabah COVID-19 dan harus menghadapi penurunan permintaan baik di sisi domestik maupun ekspor . Untuk itu, upaya pemulihan industri eksisting akan menjadi agenda utama pemerintah untuk minimalisasi penutupan usaha, terutama pada kelompok industri yang berperan strategis seperti industri pakaian jadi, alas kaki , otomotif, dan elektronik. Dukungan bagi dunia usaha diarahkan agar industri eksisting tetap dapat mempekerjakan karyawannya, atau mendukung pekerja yang telah kehilangan pekerjaannya . Selanjutnya secara paralel, agenda rev i talisasi manufaktur sebagai bagian dari reformasi struktural juga akan terus dijalankan . Upaya peningkatan partisipasi GVC mendukung peningkatan produktivitas dan daya saing perlu dilakukan dengan mengundang investasi langsung dari jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA perusahaan multinasional yang berorientasi ekspor. Di samping itu, dukungan dan fasilitasi bagi industri eksisting dan UMKM juga dilakukan agar pelaku industri terse but dapat masuk dalam jaringan GVC. Di samping itu, identifikasi kapasitas eksisting dan diversifikasi industri juga akan dijalankan guna mendorong peran manufaktur sebagai tulang punggung perekonomian. Terdapat kelompok industri eksisting yang memiliki dampak ekonomi moderat dan masih berpeluang untuk ditingkatkan, seperti: industri pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan industri kertas. Sektor-sektor produksi dimaksud merupakan kelompok usaha yang dapat menjadi bagian dari strategi industrialisasi jangka pendek. Langkah kebijakan yang dilakukan, antara lain:
Mendorong dan mengembangkan pelaku usaha yang telah ada saat ini melalui fasilitasi peningkatan daya saing ekspor;
Menghilangkan regulasi yang menghambat investasi dan upaya ekspansi bisnis;
Meningkatkan dan memperbaiki kualitas daya saing input, khususnya melalui perbaikan infrastruktur pendukung (logistik dan konektivitas). Sementara itu, upgrading manufaktur juga diperlukan melalui peningkatan volume aktivitas manufaktur dengan kompleksitas tinggi (adopsi teknologi menengah-tinggi) serta bernilai tambah tinggi, seperti industri mesin dan perlengkapan, kimia, komputer, dan otomotif. Meski demikian, kapasitas nasional dari industri-industri tersebut saat ini masih relatif rendah sehingga sektor-sektor ini merupakan bagian dari strategi industrialisasi jangka panjang. Adapun langkah kebijakan yang dilakukan, antara lain:
Menjadikan sektor produksi dengan impak ekonomi tinggi sebagai target investasi terutama yang bersumber dari luar negeri, baik dengan impor teknologi maupun Foreign Direct Investment (FDI) guna membangun kapabilitas pengetahuan (know-how);
Menghilangkan regulasi yang menghambat proses investasi dan kemudahan berusaha;
Menyediakan infrastruktur (enabling environment) yang diperlukan untuk mendukung perkembangan sektor-sektor industri baru, terutama aktivitas riset dan inovasi. Dari sisi kebijakan fiskal, insentif fiskal yang diberikan untuk manufaktur antara lain pemberian fasilitas tax holiday bagi industri yang capital intensive, berisiko tinggi, dan menghasilkan produk antara (intermediate input), tax dan investment allowance untuk kategori industri yang menghasilkan kebutuhan dasar, serta super deduction tax bagi badan usaha yang menyelenggarakan pendidikan vokasi, aktivitas riset dan pengembangan serta inovasi. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Ke depan, pemerintah berkomitmen untuk memperkuat dukungan kebijakan fiskal tersebut dengan evaluasi yang menyeluruh. Evaluasi tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari upaya transparansi fiskal yang selama ini telah dilakukan melalui publikasi Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report). Sebagai gambaran, insentif perpajakan di tahun 2018 mencapai Rp221,1 triliun (1,49 persen PDB) yang diberikan ke berbagai sektor termasuk industri manufaktur.
Pengembangan Pariwisata Sebelum terjadinya eskalasi dampak COVID-19, pemerintah telah berkomitmen untuk menetapkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan yang menjadi penopang ekspor jasa nasional. Pada 2019, kegiatan pariwisata berhasil meraup devisa sebesar 19,29 miliar dolar AS dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 16, 1 juta jiwa. Pemerintah telah menetapkan target devisa dan kunjungan wisatawan mancanegara yang lebih tinggi di 2020. N amun dengan adanya pan demi COVID-19, sektor pariwisata menj adi salah satu sektor yang terdampak paling dalam akibat pembatasan mobilitas masyarakat dan penutupan kawasan wisata, termasuk adanya pembatasan transportasi antarnegara. Oleh karenanya, upaya utama yang dilakukan dalam jangka penq_ek adalah dengan memberikan dukungan penuh untuk proses pemulihan kinerja pariwisata, khususnya pada bidang usaha transportasi, penyediaan akomodasi (hotel) dan restauran. Berbagai strategi disiapkan baik pada tingkat pemerintah pusat maupun melalui dukungan pemerintah daerah. Selanjutnya, sejalan dengan proses pemulihan, Pemerintah akan terus melanjutkan komitmen pembangunan pariwisata, melalui pengembangan destinasi super prioritas yang diawali pada lima fokus kawasan, yakni: Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo dan Likupang. Pengembangkan pariwisata super prioritas tersebut, dilakukan melalui peningkatan pada aspek 3A (atraksi, aksesibilitas, dan amenitas) serta peningkatan pada 2P (peningkatan promosi dan peningkatan partisipasi pelaku usaha swasta). Pemerintah akan menggunakan pendekatan storynomics tourism yang mengedepankan narasi, konten kreatif, dan living culture serta menggunakan kekuatan budaya. Program ini nantinya akan membuka peluang penggunaan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam membangun pusat-pusat hiburan seperti theme park yang akan menyerap banyak wisatawan, sehingga diharapkan dapat memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan asing dan domestik di masa yang akan datang.
Pemberdayaan UMKM UMKM dalam hal ini merupakan pelaku usaha multisektor yang memiliki keterbatasan dari sisi permodalan dan jangkauan usaha. Untuk jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA itu, dukungan pemerintah diberikan dalam upaya mendorong pelaku UMKM untuk dapat 'naik kelas' , melalui kemudahan di sisi permodalan dan fasilitasi baik fiskal maupun nonfiskal. Berbagai kebijakan sektoral, pada dasarnya, telah mencakup dukungan bagi pelaku UMKM, seperti dukungan kemitraan pada sektor manufaktur untuk menjangkau akses pasar ekspor dan masuk dalam jaringan GVC. Program utama yang akan dilakukan adalah pendataan dan penyempurnaan basis data tunggal. Hal ini penting guna mempermudah pemberian dukungan pemerintah baik dalam hal administrasi perpajakan maupun untuk keperluan lainnya. 3. Omnibus Law Cipta Kerja Bagian penting dari reformasi struktural dimaksud adalah perbaikan dan penataan regulasi. Untuk itu, pemerintah telah mencanangkan penerbitan Omnibus Law sebagai perbaikan aspek regulasi. Omnibus Law merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengganti, mencabut dan/ a tau mengatur ulang peraturan perundang-undangan terkait isu tertentu (tematik) dalam satu undang-undang. Hal ini merupakan strategi reformasi regulasi agar penataan dilakukan secara sekaligus terhadap banyak peraturan sehingga dapat menghilangkan tumpang tindih perundang- undangan, menciptakan efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan, serta menghilangkan ego sektoral. Salah satu Omnibus Law yang saat ini tengah disusun sebagai dasar pendukung reformasi struktural adalah Omnibus Law tentang Cipta Kerja. Omnibus Law ini fokus pada berbagai isu yang saat ini menjadi kendala pengikat (binding constraint), seperti kemudahan berusaha, peningkatan investasi, perbaikan pasar tenaga kerja dan pemberdayaan UMKM , serta dukungan riset dan inovasi. Adapun hal-hal yang diatur dalam Omnibus Law Cipta Kerja ini dibagi ke dalam 11 (sebelas) klaster, meliputi:
Penyederhanaan perizinan berusaha, mencakup antara lain perizinan berbasis risiko; penyederhanaan izin dasar (lokasi dan tata ruang, lingkungan, dan bangunan gedung).
Persyaratan investasi, meliputi pengaturan kegiatan berusaha tertutup , bidang usaha terbuka (priority list), dan pelaksanaan investasi.
Ketenagakerjaan, mencakup pengaturan seperti tentang Upah Minimum, Pesangon PHK, Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, peningkatan perlindungan pekerja dan perluasan lapangan kerja (pekerja kontrak, alih daya/ outsourcing, waktu kerja).
Kemudahan dan perlindungan UMKM, antara lain kriteria UMKM, basis data tunggal, pengelolaan terpadu UMK, kemitraan, perizinan tunggal dan kemudahan, insentif pembiayaan.
Kemudahan berusaha, antara lain meliputi kemudahan pendirian badan usaha , kemudahan dalam proses (keimigrasian, paten, jaminan ketersediaan bahan baku, menghapus izin gangguan, serta pendaftaran melalui perizinan elektronik menghapus wajib daftar perusahaan), jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pe rtambangan dan hilirisasi batubara, minyak dan gas bumi, serta BUMDes.
Dukungan riset dan inovasi, antara lain penugasan khusus kepada BUMN, serta kebijakan perdagangan luar negeri yang memberikan keberpihakan kepada produk inovasi nasional. 7 . Administrasi pemerintahan, mencakup pengaturan seperti: penataan kewenangan, norma standar prosedur dan kriteria (NSPK), diskresi, serta sistem dan dokumen elektronik, serta pengawasan pelaksanaan perizinan yang dapat dilakukan oleh profesi ahli (bersertifikat) .
Pengenaan sanksi, berupa pengaturan antara lain: pemisahan penerapan sanksi administrasi dengan penerapan sanksi pidana, sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan/pencabutan izin , dan denda.
Pengadaan lahan , meliputi pengaturan antara lain: pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, perlindungan lahan pertanian, dan peruntukan pemanfaatan hutan.
Investasi dan proyek pemerintah, seperti pengaturan tentang kegiatan investasi Pemerintah yaitu dengan membentuk Lembaga Souvereign Wealth Fund (SWF), dan kemudah an proyek Pemerintah (penyediaan lahan dan perizinan).
Kawasan ekonomi, mencakup Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Implementasi Omnibus Law Cipta Kerja ini tentunya dapat mendukung pencapaian sektor-sektor strategis baik pada dimensi enabling environment maupun productivity improvement. IIl.6 . Tantangan Pembiayaan Pembangunan Permasalahan sektor eksternal mengakibatkan ekonomi Indonesia tidak memiliki cukup sumber-sumber pembiayaah domestik. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki kebutuhan besar untuk membiayai kebutuhan pembangunan untuk lepas dari jebakan Middle Income Trap dan untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju di tahun 2045. Untuk mencapai tujuan tersebut , Indonesia membutuhkan sumber pendanan pembangunan berkelanjutan yang dipero l eh melalui sektor keuangan. Namun, berdasarkan Financial Development Index dari IMF , indikator yang menunjukkan dalamnya sektor keuangan Indonesia, baik dari sisi institusi (Financial Institutions Depth-FID) maupun pasar (Financial Markets Depth - FMD) belum menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun ke tahun . jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 29 Financial Development Index Indeks 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 Sumber: IMF Grafik 31 Kapitalisasi Pasar Saham terhadap PDB Persen 300.00 200.00 46 . 31 1 00 . 00 0. 00 37 .9? 19 ; ,. 3 (') . 1 I . I • I Sumber: World Dev e lopment Indicator , CEIC - 80 - Grafik 30 Perkembangan Financial Development Index Indonesia I ndeks 1998 FME FIA FMA FIE FMD Sumber: IMF; Mansur , A. d a n Nizar , M.A.
^12 Grafik 32 Aset Perbankan terhadap PDB Persen 300.00 250. 00 200.00 150 .00 100 .00 50.00 I I I I 0.00 Indonesia Malaysia Filipina Singapura Tha il and ■ 2008 2013 ■ 2019 Sumber: World Development Indicator , CEIC 12 FID: Fin a ncial In s titution s Depth , F IA: Fin ancia l Institu t ions Ac cess, FIE: Fin ancia l Insti tu t ions Effic ien cy, FMD : Fin a ncia l Ma rkets De pt h, FMA: F in an ci al Mark ets A ccess, FME: Fina ncial Mark ets Efficien cy jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Sementara itu, sisi kedalaman pasar keuangan (Financial Market Depth) yang ditunjukkan melalui kapitalisasi pasar modal terhadap PDB menunjukkan peningkatan kinerja cukup bagus dibandingkan tahun- tahun sebelumnya . Pada tahun 2008, kapitalisasi pasar modal Indonesia terhadap PDB adalah sebesar 19,36 persen. Angka tersebut meningkat cukup signifikan menjadi sebesar 46,3 persen pada tahun 2019. Meskipun telah terjadi peningkatan signifikan, kapitalisasi pasar modal terhadap PDB masih perlu ditingkatkan lagi untuk Visi Indonesia Maju 2045 . Untuk itu, Indonesia memerlukan Instrumen investasi yang dapat memberi appetite lebih bagi para investor. Industri perbankan yang saat ini mendominasi sektor keuangan Indonesia saat ini memiliki kondisi aset terhadap PDB yang mengalami peningkatan kinerja dibandingkan dengan periode tahun 2008. Pada tahun 2019, aset industri perbankan adalah sebesar 54,08 persen terhadap PDB, atau lebih tinggi dibandingkan aset tahun 2008 yang sebesar 46,69 persen. Saat ini jumlah bank umum di Indonesia per Januari 2020 adalah 110 bank. Jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan jumlah bank yang dimiliki negara ASEAN lainnya, misal Malaysia sebanyak 26 bank dan Thailand 30 bank. Upaya peningkatan kedalaman sektor keuangan menemui beberapa kendala, salah satunya disebabkan oleh tingkat literasi yang relatif rendah dan inklusi keuangan yang belum merata. Dari sisi literasi keuangan, belum tingginya kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk- produk jasa keuangan (seperti asuransi dan dana pensiun) turut berkontribusi pada tingkat penetrasi sektor IKNB yang rendah. Dari sisi inklusi keuangan, data Bank Indonesia per Januari 2020 menunjukkan Indonesia memiliki rasio 16 kantor layanan bank per 100 ribu penduduk dewasa dan terdapat 54 jumlah mesin ATM per 100 ribu penduduk dewasa yang secara jumlah tergolong masih kurang untuk dapat menjangkau seluruh masyarakat. Selain itu, jumlah rekening kredit (UMKM dan perbankan) juga belum meningkat signifikan. Berdasarkan Survei Nasional Keuangan Inklusif yang dilakukan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif tahun 2018, tiga teratas alasan masyarakat enggan memiliki akun adalah karena tidak ada cukup uang yang ditabung, merasa tidak butuh, dan masyarakat lebih suka menggunakan uang tunai. Pemerintah bersama regulator sektor keuangan dan para pemangku kepentingan telah menyusun kebijakan dan strategi yang terstruktur dan terencana (concerted actions) dalam rangka memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan melalui sektor keuangan, antara lain melalui upaya pendalaman pasar keuangan dan peningkatan inklusi keuangan . Dalam upaya memperdalam pasar keuangan, Pemerintah dan para regulator sektor keuangan telah menerapkan kerangka kebijakan SN-PPPK (Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan) untuk mewujudkan pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, dan aman. Selain itu, Pemerintah dan para otoritas sektor keuangan juga mempersiapkan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ( Omnibus Law Sektor Keuangan) yang diharapkan dapat memperdalam pasar keuangan. Upaya jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pendalaman sektor keuangan melalui RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan dilakukan melalui peningkatan pemanfaatan fungsi intermediasi untuk mewujudkan keuangan Indonesia yang lebih inklusif, mengoptimalkan long term savings (seperti dana pensiun) unutk membiayai kegiatan produktif, meningkatkan kepercayaan publik dan integritas pasar keuangan (market integrity), serta meningkatkan kualitas ekosistem sektor keuangan Indonesia untuk mengelola risiko pasar. Sebagai upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan, Pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan telah mempromosikan kebijakan branchless banking (termasuk di dalamnya Layanan Keuangan Digital dan Laku Pandai) dalam rangka meningkatkan akses keuangan masyarakat. Kehadiran kebijakan tersebut berkontribusi pada peningkatan literasi keuangan menjadi 38 persen (2019) dari 29,7 persen (2016), serta peningkatan inklusi menjadi 76,2 persen (2019) dari 67,8 persen (2016) berdasarkan survei yang dilakukan oleh OJK. Hal ini membuktikan adanya peningkatan akses layanan keuangan di Indonesia sehingga target keuangan inklusif sebesar 75 persen pada akhir 2019 dapat tercapai. Meskipun demikian, tingkat literasi keuangan Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inklusi keuangannya. Hal ini merupakan indikasi bahwa masyarakat mengakses sektor jasa keuangan tanpa literasi yang memadai sehingga rentan menjadi korban skema penipuan finansial. Selain itu, indikator yang lazim digunakan dalam mengukur tingkat inklusi keuangan adalah melalui banyaknya jumlah unit bank atau ATM dalam melayani masyarakat. Namun, indikator lain seperti akses kredit masyarakat yang dilihat melalui masih rendahnya pertumbuhan unit rekening kredit menunjukkan bahwa tidak semua masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap kredit Oleh karena itu , Indonesia masih memiliki tantangan ke depannya agar peningkatan keuangan inklusif dapat terus ditingkatkan yang diimbangi dengan literasi keuangan yang baik. Dalam horizon kebijakan hingga tahun 2025, Indonesia sangat membutuhkan sumber-sumber pendanaan dari sektor keuangan untuk mendanai agenda pembangunannya. Namun sayangnya kendala-kendala yang muncul di sektor keuangan Indonesia membatasi ukuran, efektivitas, dan efisiensi dari berjalannya fungsi sektor keuangan. Oleh karena itu, sektor keuangan memerlukan kebijakan jangka menengah yang dapat diimplementasikan secara konsisten hingga tahun 2025 agar performa Financial Development Indonesia dapat meningkat pesat dalam lima tahun mendatang. Dalam koridor pendalaman sektor keuangan, Indonesia dapat mengimplementasikan berbagai kebijakan seperti inovasi instrumen pasar modal seperti merancang dan mempromosikan instrumen sustainable financing (green/blue financing), melakukan variasi portofolio reksa dana pada instrumen luar negeri, hingga instrumen hedging dalam investasi jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pasar modal. Indonesia juga perlu membangun infrastruktur regulasi yang dapat mendukung tumbuhnya trust fund (trust law). Program pembangunan Pemerintah pun dapat diutilisasikan untuk mendukung pendalaman pasar keuangan yang dilakukan dengan optimalisasi asset recyciling serta mengoptimalkan program pembangunan yang terhubung dengan pasar modal seperti instrumen DIRE (Dana Investasi Real Estat) melalui KIK-EBA (Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset) . Dengan besarnya potensi ekonomi syariah, Indon e sia perlu membangun ekosistem keuangan syariah yang dapat memaksimalkan dana-dana umat seperti wakaf tunai atau dana haji. Di masa depan , Indonesia perlu menumbuhkan sumber pembiayaan jangka panjang yang dapat dilakukan melalui optimalisasi dana pensiun. Optimalisasi dana pensiun dapat dilakukan antara lain melalui peningkatan kepesertaan (terutama bagi pekerja gig economy dan informal) dan penegakan kepatuhan kepesertaan. Selain itu, kebijakan fiskal melalui harmonisasi regulasi perpajakan di sektor keuangan berpotensi untuk menarik partisipasi masyarakat di sektor keuangan Indonesia . Sedangkan dalam koridor peningkatan inklusi keuangan , Indones ia dapat mempermudah akses terhadap data basis ritel melalui database yang dikembangkan Pemerintah serta melakukan efisiensi dalam industr i Fintech yang didukung dengan perlindungan privasi dan proteks i konsumen. Selanjutnya, kebijakan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan inklusifitas keuangan melalui akselerasi transformasi digital. Keberadaan ekosistem digital yang optimal dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan berbasis teknologi . Dalam rangka memelihara pertumbuhan ekosistem digital bagi sektor keuangan yang optimal, Pemerintah secara khusus dapat melakukan beberapa kebijakan antara lain:
Menyempurnakan kualitas infrastruktur telekomunikasi , termasuk kecepatan jaringan broadband internet di seluruh Indonesia;
Bersinergi dengan pihak pengembang digital platform, seperti Data Center, Big Data, Artificial Intelligence dan Cloud yang dapat mendukung pemerintah mempercepat pertumbuhan ekonomi digital dengan misalnya penggunaan biometric _ID; _ 3. Pemerintah dan perusahaan harus bekerja sama dalam memberikan keamanan bagi transaksi yang dilakukan dari ancaman kejahatan siber _(cyber security); _ 4. Mempercepat akses kredit dengan tetap memperhatikan prinsip tata kelola yang baik;
Mendukung Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang dapat mendorong digitalisasi perbankan (termasuk open banking), mendukung jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA integrasi ekonomi-keuangan digital nasional, menjamin interlink fintech dan perbankan, hingga memastikan proteksi konsumen dan kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital tetap terjaga. Terakhir, pengembangan sektor keuangan melalui institusi dan pasar yang dibantu oleh pemanfaatan teknologi tidak akan berjalan dengan optimal jika kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi di sektor keuangan belum meningkat. Meningkatkan literasi akan perlunya menabung, berinvestasi di pasar modal, serta memiliki dana pensiun sebagai bekal di hari tua juga diyakini akan berdampak signfikan terhadap pendalaman sektor keuangan . Selain itu, literasi finansial yang baik dapat meminimalkan risiko masyarakat dari adanya penipuan. Perbaikan literasi ini harus dilakukan sedini mungkin dan sebaiknya sudah mulai menjadi salah satu topik wajib setidaknya pada pendidikan di tingkat sekolah menengah. Pemerintah dan otoritas sektor keuangan juga perlu memperkuat regulasi perlindungan konsumen dan penguatan pengawasan sektor keuangan berbasis teknologi. Berkembangnya produk jasa keuangan melalui finansial teknologi jika tidak diiringi dengan literasi finansial yang baik, dapat memunculkan problem baru melalui berbagai kasus penipuan finansial yang merugikan masyarakat. IV. 2021: MOMENTUM PEMULIHAN DAN PENGUATAN FONDASI EKONOMI (RECOVERY DAN REFORMASI) Untuk mendukung arah kebijakan fiskal tahun 2021, salah satu langkah strategis yang akan ditempuh adalah dengan mendorong proses recovery perekonomian nasional disertai dengan reformasi kebijakan , baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara serta pembiayaan. Reformasi kebijakan pendapatan negara ditujukan untuk mendorong mobilisasi pendapatan negara baik dari sisi perpajakan maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga lebih optimal dalam rangka mendukung peningkatan investasi dan daya saing nasional. Dari sisi belanja negara, refocusing kebijakan belanja negara ditujukan untuk mendorong alokasi belanja negara yang lebih optimal dan tepat sasaran . Dari sisi pembiayaan, kebijakan diarahkan untuk mendukung pendalaman pasar keuangan nasional sehingga dapat mendukung keterlibatan masyarakat dan sektor swasta dalam pembiayaan pembangunan nasional. IV. l. Transisi menu ju Normal Pasca Pandemi COVID-19 Kinerja perekonomian global tahun 2021 diperkirakan mengalami pemulihan seiring meredanya wabah virus Corona, meskipun dampak di sektor keuangan global masih tetap perlu diwaspadai. Dari sisi domestik, upaya penguatan konektivitas nasional melalui pembangunan infrastruktur dan upaya-upaya perbaikan iklim investasi dan bisnis lainnya diperkirakan mulai terlihat dampaknya dalam peningkatan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK lNDONESIA kapasitas produksi. Dengan pulihnya perekonomian menuju kondisi 'new normal', perekonomian Indonesia diproyeksikan mampu tumbuh pada kisaran 4,5-5,5 persen di tahun 2021. Pola pemulihan berbentuk huruf V ( V-shaped recovery) diharapkan terjadi dengan asumsi bahwa me sin pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mulai perlahan kembali bekerja normal seperti periode pra-krisis COVID-19 . ^13 Basis angka yang rendah di 2020 menyebabkan berbagai komponen pertumbuhan ekonomi (konsumsi , investasi, ekspor dan impor) tumbuh tinggi di 2021 di atas rata-rata pertumbuhan periode normal. Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan kembali normal seiring kebijakan countercyclical pada saat penanganan pandemi di tahun 2020 bersifat temporer. Berbagai langkah cukup ketat yang diambil oleh pemerintah untuk mencegah meluasnya dan bertambahnya korban jiwa pandemi Corona diharapkan dapat mendorong proses pemulihan lebih cepat di tahun 2021. Kinerja perekonomian nasional diharapkan dapat normal kembali pada semester II 2021 . Konsumsi domestik masih akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Konsumsi rumah tangga dan LNPRT pada tahun 2021 diperkirakan tumbuh dalam rentang 4, 1-4,9 persen seiring dengan peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja yang lebih baik. Pemerintah juga berkomitmen untuk terus menjaga stabilitas tingkat inflasi, terutama harga kebutuhan pokok didukung dengan penguatan program perlindungan sosial yang komprehensif dan lebih tepat sasaran. Penguatan efektivitas program perlindungan sosial melalui dilakukan melalui integrasi data, perbaikan mekanisme penyaluran dan sinergi program yang relevan. Pada tahun 2021, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,5-3,5 persen. Kebijakan konsumsi pemerintah akan diarahkan pada peningkatan value for money agar lebih efektif, efisien, dan produktif agar dapat menstimulasi perekonomian. Untuk itu, pemerintah akan melakukan penajaman cukup signifikan pada belanja operasional, termasuk melalui kebijakan inovatif seperti penerapan work from home (WFH) dan open space ruangan kerja. Sementara itu, dengan memberikan fasilitasi kemudahan usaha dan investasi, meningkatkan kepastian hukum, dan melanjutkan pembangunan infrastruktur, investasi diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 6,0-7, 1 persen. Omnibus Law Perpajakan dan Cipta Kerja diperkirakan sudah berjalan sehingga dapat meningkatkan investasi. Dari sisi perdagangan internasional, ekspor dan impor diperkirakan terus membaik dengan perkiraan pertumbuhan masing-masing dalam rentang 3,5-5, 1 persen dan 4,4-5,9 persen. Risiko pelemahan permintaan 13 Pola pemulihan V-shaped untuk Indonesia juga diskenariokan oleh Bank Dunia, IMF, Bank Pembangunan Asia , dan Lembaga Rating Moody's. Ketiga lembaga internasional tersebut masing-masing memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 sebesar 5,2-5 ,6 persen, 8,2 persen, 5 persen, dan 4,3 persen. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA global akibat COVID-19 masih membayangi upaya peningkatan kinerja pertumbuhan ekspor dan impor. Selain itu, fluktuasi harga komoditas dan isu lingkungan terhadap komoditas utama ekspor Indonesia, yaitu crude palm oil (CPO), juga menjadi risiko yang perlu diwaspadai . Pemerintah perlu melakukan upaya diversifikasi ekspor demi menciptakan stabilitas eksternal melalui revitalisasi sektor industri pengolahan. Sebagai langkah mitigasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor, perluasan negara tujuan yang merupakan pasar potensial ekspor terus diupayakan melalui kerjasama perdagangan bilateral, seperti dengan Afrika, Eropa Timur, Timur Tengah, dan Asia Tengah. Peningkatan ekspor juga didukung oleh pengembangan sektor pariwisata. Promosi destinasi wisata yang disertai dengan peningkatan sarana prasarana pendukung juga te t ap menjadi program Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekspor. Sementara itu, impor diarahkan pada pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan prioritas nasional te rutama untuk bahan baku dan barang modal dengan tetap memperhatikan kondisi neraca perdagangan. Pengembangan energi baru dan terbarukan dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas migas yang dapat berpengaruh pada tingginya impor. Kinerja perekonomian nasional dari sisi produksi juga diharapkan telah mampu pulih dari dampak pandemi COVID-19 dan melanjutkan momentum pertumbuhan serta menjadi fondasi yang baik dalam menopang keberlanjutan transformasi ekonomi. Meski de mikian, antisipasi terhadap adanya kinerja sektor produksi yang masih lam ban sebagai akibat dari pembatasan sosial berskala besar juga diperlukan. Untuk itu , pemerintah memfokuskan upaya pemulihan kinerja sektor produksi yang berisiko tinggi menghadapi situasi kebangkrutan dan pengurangan pekerja. Di sisi lain, pemerintah juga berupaya melanjutkan reformasi struktural guna mendorong produktivitas dan daya saing industri . Salah satu sektor penting yang diharapkan pulih dan mampu berkinerja baik adalah Sektor Industri Pengolahan . Beberapa kelompok industri menghadapi situasi yang berat akibat pandemi COVID-19 seperti industri garmen, alas kaki, alat angkutan , serta elektronik. Implementasi dari berbagai kebijakan dukungan pemulihan dan upaya revitalisasi sektor ini diharapkan dapat mengembalikan perannya sebagai engine of growth perekonomian nasional. Tingginya dampak pengganda sektor tersebut baik daya serap (backward linkage) maupun daya sebar (forward linkage) diharapkan mampu mendorong keseluruhan perekonomian Indonesia di tahun 2021. Kinerja industri pengolahan di tahun 2021 diperkirakan berada di kisaran 3 , 4-4,3 persen. Sektor lainnya yang diperkirakan dapat mendukung kinerja perekonomian nasional adalah sektor jasa terkait pariwisata khususnya penyediaan akomodasi makan-minum dan transportasi. Sektor ini memang menjadi sektor utama yang menghadapi dampak pandemi. Namun demikian, seiring dengan proses pemulihan, kinerja sektor ini memiliki potensi untuk dapat menopang peningkatan kinerja ekonomi nasional dan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA mendukung penerimaan devisa pemerintah dari kunjungan wisatawan mancanegara. Dengan kondisi baseline pertumbuhan rendah di tahun 2020, kinerja sektor ini di tahun 2021 diperkirakan tumbuh tinggi masing- masing di kisaran 5,5-7,9 persen untuk sektor penyediaan akomodasi makan-minum, dan 5,9-8,2 persen untuk sektor transportasi dan pergudangan. Selanjutnya, sektor yang diprediksi memberikan peran penting pada kinerja ekonomi adalah sektor jasa-jasa yang mengadopsi teknologi tinggi, seperti sektor informasi dan komunikasi , jasa keuangan, serta sebagian jasa perdagangan ritel. Perubahan paradigma ekonomi saat berlangsungnya pandemi mendorong penggunaan teknologi informasi yang lebih intensif. Pola bekerja, belajar, dan belanja dari rumah diperkirakan menjadi gaya hidup baru yang akan terus berkembang didukung oleh struktur penduduk yang didominasi kaum milenial. Dengan demikian, hal ini mendorong kinerja sektor-sektor terkait tumbuh di atas rata-rata nasional. Sektor informasi dan komunikasi diperkiraan tumbuh di kisaran 8,3-10,1 persen, sementarajasa keuangan diharapkan tumbuh di kisaran 5,6-6,8 persen. Tabet 2 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran dan Lapangan Usaha (persen) OUTLOOK 2020 PERKIRAAN SISI PENGELUARAN (% ) 2021 (% ) Konsumsi Rumah Tangga dan LNPRT -0,6 - 1,8 4,1 - 4,9 Konsumsi Pemerintah 3,3 - 4,0 2,5 - 3,5 PMTB -2,8 - 0,3 6,0 - 7,1 Ekspor -7 ,7 - -3,0 3,5 - 5,1 Impor 12,0 ^- -7,5 4,4 - 5,9 SISI PRODUKSI Pertanian , Kehutanan, dan Perikanan 0,8 - 2,5 3,3 - 3,9 Pertambangan dan Penggalian -2,1 - 0,5 0,7 - 1,7 Industri Pengolahan -1,9 - 1,8 3,4 - 4,3 Pengadaan Listrik dan Gas 1,6 - 3,4 4 ,8 - 5,8 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah , Limbah 1,7 - 4,5 4,6 - 5,6 dan Daur Ul ang Konstruksi -0,9 - 2,2 5,3 - 6,5 Perdagangan -2,0 - 0,5 4 ,3 - 5,3 Transportasi dan Pergudangan -7,5 - -3,1 5,9 - 8,2 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum -7,9 - - 5,2 5,5 - 7,9 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 8,3 - 11,2 8,3 - 10, 1 lnformasi dan Komunikasi 2,5 - 5,4 5,6 - 6,8 Jasa Keuangan dan Asuransi 1,2 - 3,9 8,9 - 9,9 Jasa Perusahaan 4,4 - 5,1 4,2 - 5,2 Administrasi Pemerintahan 3,8 - 6,2 4,5 - 5,5 Jasa Pendidikan 11,2 - 13,3 4,7 - 5,5 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,7 - 6,5 6,6 - 7.7 Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK BRUTO -0 ,4 - 2 ,3 4 ,5 - 5,5 Sumber: Kementerian Keuangan dan Bappenas Setelah mengalami tekanan yang cukup berat di tahun 2020 sebagai akibat dari dampak virus COVID-19, di tahun 2021 perekonomian global diperkirakan akan mengalami perbaikan. Lembaga dunia seperti IMF memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2021 mencapai 5,8 persen, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2020. Demikian pula halnya dengan perkiraan laju pertumbuhan volume perdagangan global yang terus meningkat di 2021. Perbaikan pertumbuhan ekonomi global ini tentunya juga mendorong peningkatan permintaan global , termasuk di negara-negara trading partner utama Indonesia. Selain itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi diharapkan akan memicu peningkatan harga komoditas setelah di tahun 2020 mengalami penurunan yang signifikan. Perbaikan indikator tersebut memberi peluang bagi perbaikan kinerja ekspor Indonesia di pasar global. Di tahun 2021 sendiri, kinerja ekspor Indonesia diperkirakan akan kembali bertumbuh positif, setelah di tahun sebelumnya mengalami kontraksi. Selain dari perbaikan faktor global, peningkatan kinerja ekspor Indonesia juga didukung oleh perbaikan sektor dalam negeri . Kebijakan industri nasional ke depan difokuskan pada pencapaian keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi serta didukung oleh SDM yang berkualitas. Penguatan struktur industri ditempuh dengan pengembangan beberapa industri prioritas. Selain itu , pengembangan industri substitusi impor akan terus dilaksanakan. Pembangungan sektor industri juga akan disertai pembangunan sumber daya manusia untuk meningkatkan daya saing . Pengembangan teknologi seperti halnya pembangunan infrastruktur teknologi terus ditingkatkan demi tercapainya industri yang efisien. Kebijakan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat mendukung kinerja ekspor produk-produk Indonesia. Pemerintah akan terus melaksanakan program - program untuk mendukung perbaikan kinerja ekspor dalam negeri . Program Pembiayaan Ekspor Nasional (National Interest Account) yang memuat fasilitas jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pendanaan dan asuransi bagi kegiatan ekspor yang kurang dapat didanai dari sektor perbankan dan asuransi konvensional akan terus dikembangkan. Pada tahun-tahun sebelumnya, program ini terbukti mampu mendorong kegiatan ekspor gerbong kereta api dan pesawat terbang ke negara-negara Asia Selatan dan Afrika . Pada tahun - tahun berikutnya, program tersebut akan terus dikembangkan dan diperbaiki, diantaranya untuk menopang kemampuan UMKM untuk mengekspor produknya. Pelaksanaan program ini diyakini akan turut memberikan dampak positif bagi perbaikan kinerja ekspor dan neraca perdagangan pada periode selanjutnya . Terkait dengan pembiayaan, sebagai bagian stimulus perekonomian di tahun 2020, pemerintah bekerjasama dengan bank sentral juga memberikan kebijakan insentif berupa penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sebesar 50bps untuk bank yang melakukan kegiatan ekspor-impor dan pembiayaan kepada UMKM dan/atau sektor prioritas lain. Diperkirakan stimulus tersebut masih akan berlanjut di tahun 2021, dukungan akses pembiayaan terhadap UMKM untuk melakukan kegiatan ekspor impor akan terbuka lebih besar . Perbaikan ekonomi Indonesia di tahun 2021 juga tentunya akan diikuti meningkatnya aktivitas investasi, baik yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Perbaikan aktivitas investasi di dalam negeri serta pelaksanaan proyek-proyek prioritas akan mendorong peningkatan kebutuhan impor bahan baku dan barang modal, yang pada gilirannya dapat meningkatkan tekanan defisit neraca transaksi berjalan. Dengan memperhatikan risiko defisit neraca transaksi berjalan tersebut, maka program pemenuhan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di dalam proyek-proyek prioritas juga perlu terus dilaksanakan . Pengawasan terhadap program ini akan ditingkatkan guna memastikan pembangunan infrastruktur dalam negeri dapat optimal dengan pengawasan impor yang terkendali. Sementara itu, negoisasi kemitraan dalam perjanjian dengan negara lain juga terus ditingkatkan, juga dalam rangka memperluas pasar-pasar untuk komoditi ekspor. Beberapa permasalahan yang menghambat untuk terjadinya kegiatan perdagangan antarnegara akan segera diselesaikan terutama dengan negara-negara potensial yag menjadi tujuan ekspor produk-produk Indonesia. Negoisasi ini juga akan dilakukan bersamaan dengan penguatan tim negoisasi perdagangan Indonesia dan tentunya perbaikan kualitas produk ekspor Indonesia itu sendiri. Pemerintah juga memberikan dukungan melalui penyederhanaan aturan yang menghambat kinerja ekspor. Pada tahun 2020, sebagai bagian dari kebijakan menghadapi pandemi COVID-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang perdagangan diantaranya penyederhanaan persyaratan dokumen (FTA), percepatan layanan secara online, dan pembebasan BM, serta meningkatkan layanan ekspor impor melalui National Logistic Ecosystem (NLE). Kebijakan ini diharapkan terus dapat mengakselerasi perbaikan kinerja ekspor Indonesia di tahun 2021. Selain jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA itu, dengan adanya Omnibus Law Cipta Kerja, diharapkan da ya samg Indonesia juga terus meningkat . Sementara pada tahun 2021, laju inflasi diperkirakan masih dapat memenuhi target sasaran inflasi 3,0± 1,0 persen. Pencapaian target inflasi tersebut akan diupayakan bersama melalui pe nguatan sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah bersama Bank Indonesia untuk melaksanakan strategi yang telah tertuang dalam Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2019-2021 dalam koridor Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). Strategi - strategi tersebut tertuang dalam konsep 4K, yaitu Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif untuk menciptakan ekspektasi inflasi yang positif. Strategi kebijakan terse but juga diselaraskan sebagai upaya mendukung pemul i han ekonomi nasional setelah berakhirnya wabah COVID-19. Dalam menciptakan keterjangkauan harga, Pemerintah tetap berkomitmen untuk melakukan kebijakan subsidi dan bantuan sosial dengan penyaluran yang lebih tepat sasaran , serta melaksanakan program - program perlindungan sosial sehingga dapat mendukung pertumbuhan konsumsi masyarakat, terutama masyarakat misk i n. Se l ain itu, Pemerintah juga tetap konsisten dalam menjaga stabilitas harga terutam a di masa Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) melalui operasi pasar, pasar murah , penetapan harga acuan dan harga eceran tertinggi dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat. Pemerintah juga berupay a meningkatkan kapasitas produksi melalui pembangunan infrastruktur pertanian dalam rangka memenuhi ketersediaan pasokan serta melakukan pemenuhan kebutuhan melalui impor yang strategis dan terukur . Kerja sama antardaerah dan pengelolaan produk pascapanen juga didorong untuk memenuhi ketersediaan pasokan antarwaktu dan antarwilayah sehingga dapat mengantisipasi terjadinya gejolak harga. Untuk meningkatkan kelancaran distribusi barang, Pemerintah tetap menempuh kebijakan pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang dapat meningkatkan konektivitas antardaerah, baik melalui jalur darat, laut , maupun udara. Dukungan dana transfer ke daerah dan dana desa juga diharapkan dapat mendukung pencapaian target inflasi , salah satunya melalui pembangunan infrastruktur yang terintegrasi agar biaya logistik lebih efisien. Dukungan pengawasan distribusi oleh penegak hukum juga akan diupayakan untuk mencegah terjadinya praktik penimbunan atau permainan harga, dengan tetap memperhatikan iklim bisnis yang sehat. Pemerintah bersama Bank Indonesia akan terus melakukan komunikasi yang efektif untuk menciptakan ekspektasi inflasi masyarakat yang rendah sehingga mendukung tercapainya sasaran inflasi. Upaya pencapaian sasaran inflasi tidak lepas dari tantangan dari kelanjutan kebijakan reformasi energi, yang di satu sisi akan memberi dampak jangka pendek terhadap i nflasi. Namun demikian, hal tersebut perlu ditempuh dalam rangka penguatan dan kesinambungan fiskal, serta menciptakan perekonomian yang lebih sehat. Efektivitas penyaluran jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA subsidi tepat sasaran dan peningkatan kualitas belanja melalui realokasi belanja ke sektor yang produktif akan terus diupayakan . Untuk itu, pengelolaan kebijakan administered price yang lebih strategis dan terukur akan dilakukan Pemerintah dengan mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat, perekonomian secara umum, serta sasaran inflasi tahun berjalan. Secara jangka menengah, Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga laju inflasi agar tetap berada dalam tren menurun pada level yang lebih rendah. Sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah akan menetapkan sasaran inflasi dengan tren menurun dengan tujuan untuk menjangkar ekspektasi inflasi masyarakat pada level yang stabil dan rendah. Laju inflasi yang rendah juga dicapai untuk mendorong terciptanya perekonomian yang lebih efisien. Terkendalinya inflasi jangka menengah juga didukung dengan adanya upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi nasional serta perbaikan distribusi barang dan jasa melalui proyek-proyek pembangunan infrastruktur pertanian dan konektivitas sehingga dapat meridorong terciptanya sistem logistik yang efisien. Dengan begitu, terciptanya stabilitas harga dapat dicapai hingga ke tingkat daerah. Koordinasi dan sinergi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diupayakan untuk mendukung tren penurunan laju inflasi nasional pada jangka menengah yang diperkirakan dapat terkendali pada kisaran 1, 5-4,0 persen . Tabel 3 Perkiraan Inflasi Jangka Menengah (%) 2,0 - 4,0 2,0 - 4,0 1,5 - 3,5 1,5 - 3,5 1,5 - 3,5 Mengikuti pergerakan harga minyak mentah dunia, harga minyak mentah Indonesia atau ICP tahun 2021 diperkirakan berada pada kisaran USD40-50 /barel. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pergerakan harga minyak di tahun 2021 antara lain, kondisi perekonomian global secara umum yang diperkirakan sedikit membaik dari tahun 2020 sehingga berdampak pada naiknya permintaan minyak mentah. Penyebaran wabah pandemi COVID-19 diperkirakan sudah mereda, terutama di tahun 2021 , mendorong naiknya kembali aktivitas perekonomian global, terutama Tiongkok sebagai import ir terbesar minyak mentah. Kembali membaiknya permintaan mendorong harga minyak mentah naik secara berangsur- angsur hingga ke level di atas kisaran USD40 /barel. Intervensi kebijakan produsen minyak mentah dunia juga diperkirakan dapat lebih mendorong harga naik mengingat kondisi fundamental minyak mentah yang lebih baik. jdih.kemenkeu.go.id 0 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 33 Indikator Harga Minyak Dunia Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia dan ICP 2010-2019 140.0 120.0 100.0 60.0 40.0 20.0 - wn - Brent Rata2 Tahunan WTI - - - Rata2 Tahunan Brent - - - Rata2 Tahunan ICP 0.0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Sumber: Bloomberg, Kementerian ESDM, diolah Di samping itu, faktor risiko nonfundamental seperti geopolitik , terutama di kawasan Timur Tengah dan Afrika akan dapat mempengaruhi harga . Kelanjutan kebijakan IMO2020 yang mendorong peningkatan penggunaan minyak mentah jenis low sulfur juga akan mendorong peningkatan permintaan dan hargajenis minyak tersebut. Meskipun begitu, naiknya tren penggunaan energi alternatif akan berdampak pada penurunan permintaan minyak yang juga akan menekan kenaikan harga. Naiknya cadangan minyak mentah global yang terutama didorong oleh negara non-OPEC juga akan menahan kenaikan harga. Secara jangka menengah , perkembangan harga minyak mentah internasional akan tetap dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian global yang tercermin oleh dinamika sisi permintaan dan penawaran. Selain itu, faktor nonfundamental, seperti geopolitik juga diperkirakan tetap memengaruhi pergerakan harga minyak mentah dunia. Meningkatnya penggunaan energi alternatif da l am jangka panjang juga akan berdampak pada penurunan permintaan terhadap minyak mentah. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut , harga minyak mentah Indonesia dalam jangka menengah diperkirakan masih bergerak pada kisaran USD60- 70 / barel. Tabel 4 Perkiraan ICP Jangka Menengah USD40- 50 USD60-70 USD60-70 USD60-70 USD60-70 Di tahun 2021 dengan outlook harga minyak yang masih rendah, sektor hulu minyak dan gas didorong untuk tetap berproduksi sesuai /,} jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA potensinya. Pemerintah secara konsisten melakukan koordinasi dengan KKKS untuk melakukan optimalisasi produksi dengan menjalankan program kerja utama baik pengeboran, perawatan sumur maupun kerja ulang; memonitor pelaksanaan proyek on-stream agar dapat selesai tepat waktu; melakukan utilisasi teknologi produksi, seperti Enhanced Oil Recovery (EOR) serta penerapan teknologi injeksi uap dan air untuk dapat mempertahankan tingkat produksi. Dengan melihat kondisi tersebut, lifting minyak dan gas bumi di tahun 2021 diperkirakan masing - masing berada pada kisaran 677- 737 ribu bph dan 1.085-1.173 ribu bsmph. Dalam jangka menengah, Pemerintah menyadari bahwa aktivitas eksplorasi yang masif menjadi kunci dalam upaya peningkatan lifting migas di masa yang akan datang. Oleh karena itu, upaya mendukung kegiatan eksplorasi melalui perbaikan iklim usaha termasuk penyederhanaan proses perizinan dan mempercepat proses plan of development. Perbaikan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract) juga terus dilakukan guna memberikan kepastian usaha bagi investor. Dari sisi teknis, pemerintah juga terus berupaya untuk memperbaiki kualitas data geologi sehingga meningkatkan attractiveness investor atas wilayah kerja yang ditawarkan. Beberapa potensi proyek pengembangan lapangan migas besar (giant field) yang diharapkan dapat meningkatkan produksi antara lain: Blok Indonesian Deep Water (IDD) di perairan Sulawesi, Blok Masela di Maluku, serta Sakakemang di wilayah Sumatera. Di samping eksplorasi, aktivitas dalam rangka menjaga tingkat produksi lapangan migas existing juga terus dilaksanakan. Pemerintah secara konsisten melakukan koordinasi dengan KKKS untuk melakukan optimalisasi produksi di lapangan migas dengan recovery factor rendah dan yang masih memiliki potensi peningkatan produksi melalui utilisasi teknologi produksi, seperti Enhanced Oil Recovery (EOR). Sebelum Pemerintah secara resmi merilis bahwa Indonesia telah terpapar COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020, bayang-bayang dampak wabah itu telah mulai menghantui perekonomian nasional. Tiongkok sebagai negara yang pertama sekali terpapar virus terse but di akhir 2019 mempunyai posisi yang cukup penting bagi perekonomian nasional. Di sektor pariwisata, kunjungan wisatawan Tiongkok yang tahun 2019 jumlahnya terbesar kedua dari seluruh negara asal wisatawan mancanegara yakni 12,86 persen diperkirakan akan menurun signifikan. Tidak hanya di sektor pariwisata, pada sektor investasi juga diperkirakan akan menurun secara tajam. Dalam beberapa tahun terakhir, nilai investasi langsung Tiongkok terus meningkat. Tahun 2019 bahkan menjadi terbesar kedua dari seluruh negara yaitu sebesar 15,6 persen dari seluruh total PMA. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK IN0ONESIA Grafik 34 Perkembangan Pertumbuhan Realisasi Investasi Langsung di Indonesia Tahun 2011-2019 45.00 40.00 - PM DN - PMA TOT AL 35.00 >, 30.00 g_ r: : 25.00 20.00 3l 15.00 ;
00 c. 5.00 0.00 +-----,---- -,--- -r - ,----,----,- ~ - ---- ----, -5.00 2011 2012 2013 20 14 2015 20 16 -10.00 Sumber: NSWi, BKPM Be berapa negara yang paling awal terjangkit wabah COVID-19, selain Tiongkok adalah Singapura , Jepang, dan Hongkong yang merupakan negara investor utama di Indonesia. Pada tahun 2019, investasi langsung dari Singapura adalah sebesar 25,4 persen, Jepang sebesar 15 ,3 persen , dan Hongkong sebesar 8,2 persen terhadap total PMA. Realisasi PMA tahun 2019 melebihi target yang ditentukan, namun karena pandemi COVID-19 saat ini pencapaian tahun 2020 sulit menyamai pencapaian tahun 2019. Target PMA tahun 2020 (sebesar Rp416,4 triliun) sulit untuk dicapai. Hingga bulan Maret 2020 , pandemi COVID-19 telah mulai menghantam perekonomian seluruh dunia. Hampir semua negara mulai merasakan dampaknya terutama terhadap ekonominya. Pertumbuhan investasi pada triwulan I 2020 masih cukup baik dibanding berbagai perkiraan, dimana PMTB yang tumbuh sebesar 1, 03 persen (yoy). Realisasi investasi langsung mencapai Rp210, 7 triliun, na ik 8,0 persen (yoy) dibanding triwulan I 2019 , bersumber dari PMDN Rpl 12,7 triliun meningkat 29,3 persen (yoy) dan PMA Rp98,0 triliun melambat 9,2 persen. Singapura menjadi investor terbesar pada triwulan I 2020 dengan nilai investasi sebesar 40,0 persen , disusul oleh Tiongkok sebesar 18,9 persen, Hongkong sebesar 9,3 persen, Jepang sebesar 8,9 persen, dan Malaysia se besar 7, 1 persen . Sementara indikator penjualan mobil niaga bulan Maret 2020 mengalami kontraksi dibandingkan tahun 2019 sebesar negatif 14,7 persen (yoy). Konsumsi semen nasional juga mengalami tren yang serupa , yang masih terkontraksi sebesar negatif 6,8 persen (yoy). Tren penurunan juga terlihat dari penyaluran kredit perbankan yang terlihat melambat. Pada bulan Maret 2020 pertumbuhan kredit tumbuh sebesar 7,2 persen, meskipun meningkat dibandingkan bulan Februari yang sebesar 5,5 persen, namun angka tersebut masih berada di bawah target sebelumnya. Selain itu indikator impor barang modal mengalami kontraksi di triwulan I-2020 hingga negatif 18 , 1 persen (yoy), namun bahan baku masih tumbuh positif se besar 1, 7 persen (yoy). jdih.kemenkeu.go.id a. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Sementara itu, hingga akhir Maret tahun 2020, belanja modal pemerintah pusat telah direaliasikan sebesar 5,7 persen terhadap belanja modal pada APBN 2020. Realisasi ini tumbuh 32, 1 persen (yoy) dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun 2019 yang tumbuh negatif sebesar 6,7 persen (yoy). Diperkirakan belanja modal pemerintah daerah juga memiliki tren penurunan yang sama dengan belanja modal Pemerintah. Besarnya dampak pandemi tersebut diperkirakan akan memengaruhi pertumbuhan investasi di sepan jang tahun 2020 . Kepanikan pasar keuangan global di triwulan I 2020 diperkirakan masih akan berlanjut, hal tersebut ditandai dengan terjadinya pembalikan modal (capital outflow) yang berdampak pada tekanan pada mata uang, pasar modal dan surat berharga di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko turun menjadi 2,3 persen pada skenario berat dan dikhawatirkan berlanjut lebih dalam lagi menjadi negatif 0 ,4 persen pada skenario sangat berat . Sejalan dengan target jangka menengah 2020-2024 dan untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi (5,3-5,7 persen), PMTB harus tumbuh dalam rata-rata 7,0 persen setiap tahunnya . Namun seiring merebaknya pandemi COVID-19, target mulai tahun 2020 berubah drastis. Berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi tahun 2020 tersebut, maka proyeksi tahun 2021 akan memperhitungkannya sebagai baseline . Pertumbuhan investasi/PMTB tahun 2020 berisiko turun cukup dalam menjadi 0,3 persen pada skenario berat dan dikhawatirkan berlanjut lebih dalam lagi menjadi negatif 2,8 persen pada skenario sangat berat. Proyeksi tersebut dapat dilihat pada Grafik 35 . Grafik 35 Perkembangan Pertumbuhan Realisasi PMTB 2011-2019 dan Proyeksi 2020-2021 10.0 ~ ~ 8.0 7.1 > 0 > c' QJ V) OJ a.
0 4.0 2.0 0.0 Berat Sangat B erat \ \ \ \ 0.3 ' I 6.o I I I I 1 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2{)2 ~* 2021 * -2.0 \ I -4 .0 I ~ - 8 I Sumber: BPS dan perhitungan BKF, Kementerian Keuangan Dengan melihat kondisi dalam menghadapi pandemi COVID-19 dan dampaknya, investasi tahun 2020 sangat dibutuhkan untuk menopang jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karenanya, pemerintah perlu menjaga ritme pertumbuhan investasi dengan tetap menjaga sumber investasi yang menjadi diskresinya. Belanja modal pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetap dapat terealisasi walaupun harus direalokasi sebagian untuk mengatasi pandemi COVID-19 terutama untuk pembangunan infrastruktur prioritas yang menyerap tenaga kerja yang besar. Pemerintah juga perlu menjaga kesinambungan pembangunan dengan melanjutkan proyek strategis nasional yang mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. BUMN juga diharapkan untuk tetap menjaga belanja modalnya ( capital expenditure/ capex) untuk pelaksanaan program-program infrastruktur yang sedang berjalan sekaligus melihat peluang lain untuk menjaga operasional usaha tetap berjalan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi usaha. Pengembangan dan pendalaman pasar keuangan harus terus diupayakan untuk menyediakan alternatif sumber pembiayaan dan investasi bagi pelaku ekonomi serta untuk memfasilitasi kebutuhan mitigasi risiko bagi para pelaku pasar dan mendorong efisiensi transaksi di pasar keuangan. Pemerintah juga tetap komit untuk melakukan reformasi dalam bidang regulasi investasi untuk mengurangi kendala yang menghambat masuknya investasi melalui Omnibus Law . Pertumbuhan investasi pada tahun 2021 sangat penting untuk membantu proses pemulihan ekonomi nasional. Upaya itu tetap akan dilakukan dengan pendalaman sektor keuangan, melalui peningkatan partisipasi investor dan emiten domestik, pemanfaatan teknologi digital untuk pemasaran produk, pengembangan produk pembiayaan jangka panjang berbasis retail, perluasan jangkauan, dan pengembangan infrastruktur pasar. Melalui pendalaman pasar keuangan terutama pasar saham, diharapkan jumlah emiten dan basis investor retail akan meningkat, serta tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa saja . Melalui pasar obligasi, perluasan basis penerbit obligasi dapat dicapai peningkatan basis investor institusi dan retail, serta pengembangan infrastruktur pasar . Sementara untuk sektor perbankan diharapkan perluasan jangkauan melalui pemanfatan teknologi digital dan mendorong jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan . Peran swasta diharapkan terus meningkat, didukung oleh pemberiaan insentif fiskal maupun non fiskal oleh pemerintah. Pemerintah akan terus berupaya meningkatkan akses permodalan melalui perbankan, media promosi yang tepat bagi produk-produk terutama bagi UMKM, dan juga akses terhadap pasar baik domestik maupun internasional. Pemerintah juga akan melanjutkan proses regulasi dan deregulasi serta harmonisasi peraturan investasi melalui Omnibus Law yang terkait dengan investasi dan daya saing, meningkatkan skor dan memperbaiki peringkat EoDB dan GCI Indonesia. Pemerintah juga akan melanjutkan pemberian insentif perpajakan yang mendorong peningkatan investasi, mendorong jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 97 peningkatan ekspor, perbaikan da ya saing, peningkatan alih teknologi , dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Gambar 10 Reformasi Belanja dan Pendapatan TEMA KEBIJAKAN FISKAL 2021: Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi RECOVERY DAN ~ REFORMASIPENDAPATAN REFORMASIBELANJA Reformasi Kesehatan: pemulihan dan penguatan Reformasi Pendapatan: mendukung sistem kesehatan & health security preparedness pemulihan dunia usaha dan optimalisasi melalui inovasi kebijakan Reformasi Program Perlindungan Sosial: pemulihan dan penguatan program bansos dan oenaalihan subsidi Reformasi PNBP: kebijakan dan pengelolaan PNBP yang antisipatif Reformasi Pendidikan: peningkatan kualitas SDM, terhadap vo latilitas dan risiko dan ICT, litbang dan infrastruktur pendidikan menuju memberikan manfaat jangka panjang. industrv 4.0 (knowledae economvl Reformasi TKDD: penguatan Quality control TKDD dan mendorong peningkatan peran Pemda dalam pemulihan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan Reformasi Penganggaran: fokus program prioritas (zero based), berorientasi hasil (result based), efisiensi, n~n ~nticin~tif ( ~ 1,fnm: : : Jfir- c+: ,hili7or) Dengan memperhatikan dinamika ya ng terjadi pada tahun 2020, serta memperhatikan tantangan fundamental jangka menengah, maka arah dan strategi kebijakan fiskal 2021 merupakan bagian yang tidak lepas dari arah dan strategi kebijakan fisk al jangka menengah dan panjang. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan jangka pendek tetap dijaga konsistensinya dengan arah kebijakan jangka menengah dan panjang. Selaras dengan hal tersebut maka tahun 2021 merupakan waktu untuk melakukan upaya pemulihan (recovery), sekaligus menjadi momentum yang baik untuk melakukan reformasi sektoral maupun fiskal. Oleh karena itu tema kebijakan fiskal di tahun 2021 diarahkan pada upaya "Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi" . IV.2.Recovery dan Reformasi Belanja dan Pendapatan Negara Pandemi COVID-19 tidak hanya mengancam keselamatan jiwa tetapi juga berdampak signifikan bagi kehidupan sosial masyarakat, aktivitas ekonomi dan stabilitas sektor ke uangan . Sejalan dengan hal tersebut, saat ini Indonesia sedang berjuang untuk mendorong percepatan penanganan COVID-19 untuk mencegah meluasnya penyebaran dan bertambahnya korban jiwa . Pada saat yang sama, Pemerintah juga m elak ukan berbagai langkah mitigasi dampak sosial ekonomi secara besar-besaran untuk melindungi kelompok masyarakat miskin dan kelompok rentan agar dapat menjangkau kebutuhan-kebutuhan dasarnya serta memberikan dukungan terhadap dunia usaha untuk menc e gah kebangkrutan dan PHK masal. jdih.kemenkeu.go.id Q MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mendukung proses percepatan pemulihan kinerja ekonomi tahun 2021. Tahun 2021 merupakan masa transisi dari penanganan pandemi COVID-19 pada tahun 2020 yang berdampak pada sosial, ekonomi dan keuangan, menuju periode normal untuk pemulihan. Kebijakan ekonomi makro dan fiskal tahun 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan pasca pandemi COVID-19 serta menjadi momentum untuk melakukan reformasi kebijakan dalam rangka mempersiapkan fondasi yang kokoh untuk melaksanakan transformasi ekonomi mencapai Visi Indonesia Maju 2045. IV.2.1. Pemulihan Sosial Ekonomi Dampak pandemi COVID-19 yang luar biasa tidak hanya menimbulkan korban jiwa manusia tetapi juga mengancam pilar- pilar perekonomian dan stabilitas sektor keuangan. Pandemi COVID 19 mengakibatkan beberapa sektor usaha mengalami kombinasi guncangan jalur pasokan dan permintaan secara bersamaan. Untuk merespon kondisi tersebut Pemerintah menempuh berbagai kebijakan untuk memitigasi dampak dan mendukung pemulihan dunia usaha, terutama untuk menjaga keberlangsungan usaha dan menahan laju peningkatan pengangguran. Kebangkrutan massal dan peningkatan pengangguran merupakan hal yang harus dihindari agar perekonomian mampu pulih lebih cepat. Masyarakat harus diupayakan untuk tetap memiliki sumber pendapatan sehingga dapat menjaga stabilitas konsumsi yang pada gilirannya berdampak pada output perekonomian secara agregat. Strategi utama yang akan dilakukan dalam jangka pendek adalah dengan mendorong pemulihan kembali sektor-sektor yang terkena dampak paling besar dan menyerap banyak tenaga kerja. Berbagai insentif dan stimulus yang dimulai pada 2020 dapat terus dijalankan untuk mempercepat proses normalisasi pasca pandemi COVID - 19. Dari sisi fiskal, kebijakan yang telah dilakukan di tahun 2020 diantaranya adalah: relaksasi PPh pasal 22 dan 25, percepatan restitusi PPN dan/ a tau pajak ditanggung pemerintah untuk Pajak Penghasilan Badan maupun Orang Pribadi, penundaan pembayaran cicilan pokok dan bunga kredit utamanya bagi debitur UMKM, dan berbagai bantuan sosial yang dimaksudkan untuk menjaga agar sektor riil dan sektor keuangan tetap berjalan dan menjaga daya beli masyarakat. Kombinasi kebijakan baik dari sisi pendapatan, belanja maupun pembiayaan tersebut diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan menjaga aktivitas sektor riil tetap dapat berjalan sehingga dapat mengurangi potensi tambahan pengangguran, sehingga pemulihan ekonomi dapat berlangsung lebih cepat. Namun demikian, dampak pandemi COVID-19 yang luar biasa menciptakan situasi darurat dan memaksa Pemerintah untuk jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA melakukan respon kebijakan lebih jauh. Melalui penerbitan Perppu No. 1 Tahun 2020, Pemerintah berupaya menyediakan payung hukum agar dalam kondisi darurat dapat dilakukan langkah yang cepat, antisipatif dan akuntabel agar penanganan COVID-19 dapat berjalan efektif. Dengan demikian, tindakan-tindakan Pemerintah dalam proses pemulihan ekonomi dapat dilakukan dengan dasar hukum yang kuat, dan Indonesia dapat terhindar dari krisis ekonomi dan terganggunya stabilitas sistem keuangan. Dalam kerangka Perppu untuk merespon pandemi COVID-19 tersebut, Pemerintah telah melakukan kebijakan countercyclical untuk percepatan penanganan COVID-19 sekaligus akselerasi pemulihan sosial-ekonomi. Secara garis besar respon kebijakan stimulus fiskal tersebut difokuskan untuk pencegahan, pengendalian dan penanganan COVID-19 dengan dukungan tambahan anggaran di Bidang Kesehatan sebesar Rp75 triliun dan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan melalui program jaring pengaman sosial sebesar Rpl 10 triliun. Di samping itu, untuk memitigasi pemburukan di berbagai sektor ekonomi yang terdampak , terutama sektor UMKM, Pemerintah juga memberikan dukungan industri dan UMKM sebesar Rp70, 1 triliun serta program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun. Besarnya tambahan alokasi anggaran terse but , total sebesar Rp405, 1 triliun, menunjukkan besarnya magnitude dari krisis sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 yang juga mengancam stabilitas perbankan khususnya, dan sektor keuangan pada umumnya. Alokasi anggaran untuk bidang kesehatan difokuskan pada upaya pencegahan , pengendalian dan penanganan COVID-19 secara langsung, yang dilakukan antara lain melalui penguatan fasilitas dan peralatan kesehatan, insentif untuk tenaga kesehatan dan dokter, santunan kematian serta bantuan iuran bagi pegawai bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pegawai (BP) pada program JKN . Sementara itu, dukungan dan penguatan program jaring pengaman sosial dilakukan untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan, yang merupakan korban terparah dari pandemi COVID-19, dari risiko kemunduran sosial-ekonomi lebih dalam, yang dapat berujung pada kerentanan sosial. Perluasan dan penguatan program jaring pengaman sosial ditempuh melalui (i) penguatan Program Keluarga Harapan (PKH) melalui penyaluran se cara bulanan dari semula dilakukan per tiga bulanan, (ii) peningkatan besaran bantuan Kartu Sembako dan perluasan target penerima menjadi 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM), (iii) diskon tarif listrik bagi rumah tangga pelanggan listrik 450 VA dan 900 VA, serta (iv) pemberian bantuan sosial sembako di Jabodetabek dengan target 1 ,3 juta KPM untuk DKI Jakarta dan 600 ribu KPM untuk Bodetabek. Di samping itu, pemberian bantuan sosial tunai juga diberikan kepada 9 juta KPM yang tidak menerima PKH dan Kartu Sembako di luar wilayah jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Jabodetabek dengan besaran Rp600 ribu per keluarga selama 3 bulan. Selain itu , Pemerintah juga memberikan BLT Dana Desa untuk 11 juta KPM di luar penerima PKH, Kartu Sembako, Bansos Sembako, Bansos Tunai, dan Kartu Pra-Kerja . Di sisi lain, pemerintah juga memitigasi dampak sosial bagi korban PHK dan pencari kerja melalui program Kartu Pra-Kerja yang dimaksudkan untuk member i kan pelatihan bagi 5,6 juta orang. Sementara itu, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diterapkan untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan keberlangsungan pelaku usaha baik di sektor riil maupun sektor keuangan agar tetap mampu menjalankan usahanya dan terhindar dari pemburukan yang semakin dalam . Modalitas PEN dilakukan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, dan/atau penjaminan serta skema intervensi lainnya. Langkah-langkah pemberian stimulus melalui PEN tersebut bertujuan untuk membantu pelaku ekonomi bertahan menghadapi dampak COVID-19 untuk meminimalisir jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK), membantu perbankan dalam memberikan relaksasi dan likuiditas serta mencegah terjadinya krisis ekonomi dan keuangan lebih dalam. Melalui berbagai paket stimulus dan program pemulihan ekonomi tersebut , diharapkan penanganan COVID-19 berjalan efektif, proses pemulihan sosial-ekonomi dapat dipercepat sehingga perekonomian nasional dapat terhindar dari krisis lebih dalam. Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, Pemerintah tetap memperhatikan tata kelola pengelolaan keuangan negara yang baik. Perubahan postur dan/atau rincian APBN dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara diatur dengan Peraturan Presiden, sedangkan penggunaan anggarannya akan dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat . Dampak pandemi COVID-19 yang luas dan dalam berimplikasi pada besarnya tantangan dan panjangnya upaya pemulihan, sehingga kebijakan-kebijakan pemulihan akan tetap dibutuhkan dalam masa transisi untuk menuju normal. Selaras dengan hal tersebut dalam rangka akselerasi pemulihan, maka pada tahun 2021 juga tetap didesain berbagai program untuk menjaga kesinambungan proses pemulihan secara efektif. Beberapa kebijakan fiskal untuk mendukung percepatan pemulihan sosial-ekonomi pada s1s1 perpajakan diarahkan untuk tetap memberikan insentif perpajakan untuk mendukung sektor ekonomi strategis agar dapat segera pulih. Di bidang kesehatan kebijakan diarahkan untuk melanjutkan dan memperkuat ketersediaan fasilitas dan peralatan kesehatan dan tenaga kesehatan yang lebih memadai untuk mendukung penanganan dan pemulihan korban COVID- 19, serta mensinergikan sitem penanganan kesehatan antar pusat dan daerah. Upaya untuk jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA mendukung pemulihan sosial di bidang program perlindungan sosial dilakukan dengan tetap melanjutkan berbagai program jaring pengaman sosial sebagai bantalan untuk menopang daya beli masyarakat miskin dan rentan sehingga dapat terhindar dari kemunduran sosial. Adapun upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi pada UMKM, sektor riil dan sektor keuangan, ditempuh dengan melakukan relaksasi dan meningkatkan akses pembiayaan bagi UMI dan UMKM. Sementara itu untuk mendorong pemulihan sektor riil dan menjaga stabilitas sektor keuangan, ditempuh upaya - upaya untuk mendukung restrukturisasi BUMN, pemberian insentif perpajakan bagi dunia usaha yang terdampak serta penguatan peran BLU dan SMV untuk akselerasi pemulihan dan pencapaian target pembangunan. Pada saat proses pemulihan ekonomi terus diupayakan dan akan terus berlangsung, pada saat yang bersamaan Indonesia juga perlu melakukan reformasi untuk keluar dari Middle Income Trap melalui peningkatan produktivitas dan daya saing. Peningkatan produktivitas dilakukan dengan terus memperbaiki gap infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adopsi teknologi . Di sisi daya saing, banyak hal yang masih perlu dibenahi, antara lain iklim usaha yang kurang kondusif untuk investasi, birokrasi dan regulasi yang belum efisien , serta high cost economy yang menghambat daya saing ekspor. Terkait hal ini, kualitas SDM atau tenaga kerja selalu menjadi bagian sentral dalam peningkatan produktivitas maupun daya saing Indonesia . Untuk menjawab berbagai tantangan jangka menengah- panjang tersebut, pemerintah memfokuskan pada lima isu strategis yaitu: penguatan kualitas SDM, melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kapasitas produksi dan daya saing, reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi, serta transformasi ekonomi. Melalui kebijakan yang terintegrasi dan terkoneksi upaya pemulihan dan reformasi menjadi kunci menuju normal dan menghantar terwujudnya Visi Indonesia Maju 2045. IV.2.2 . Reformasi Kesehatan Pandemi COVID-19 menjadi ujian bagi sistem kesehatan seluruh negara di dunia. Negara yang memiliki sistem kesehatan yang yang kuat cenderung memiliki kapasitas yang lebih besar dalam menghadapi pandemi ini. Sebelum adanya COVID-19, sistem kesehatan di Indonesia telah menghadapi berbaga i tantangan. Pertama, belanja kesehatan secara nominal meningkat namun belum diikuti dengan output dan outcome yang optimal. Pemerintah telah memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan untuk mengalokasikan minimal 5 persen APBN untuk anggaran kesehatan sejak tahun 2016. Pada tahun 2020, alokasi anggaran kesehatan sebesar Rp132 ,2 triliun atau hampir 2 kali lipat dari realisasi anggaran kesehatan tahun 2015 dan salah satunya jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA karena kenaikan bantuan iuran bagi Penerima Bantuan luran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Namun demikian, jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara, belanja kesehatan pemerintah (pusat dan daerah) relatif lebih rend a h. Dalam lima tahun terakhir , kesehatan nasional menunjukkan perbaikan yang tercermin dari membaikn ya beberapa indikator kesehatan antara lain meningkatnya cakupan kepesertaan JKN yang mencapai 82 persen populasi per Maret 2020 dan menurunn ya rasio biaya pengeluaran pribadi (out-of-pocket expenditure) dari 46,7 persen pada tahun 2013 (sebelum JKN) menjadi 31,8 pe rsen pada tahun 2017. Selain itu, prevalensi stunting turun dari 37,3 persen (2013) menjadi 30 ,8 persen (2018) walaupun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara. Demikian pula untuk Angka Kematian lbu dan Angka Kematian Bayi, diperlukan upaya untuk percepatan penurunan untuk mencapai target jangka menengah tahun 2024. Grafik 36 Anggaran Kesehatan Grafik 37 Belanja Kesehatan (Rp T) Publik (% PDB) 250 .0 33 .4 - Anggaran Kesehatan (Triliun Rp) 200.0 ___,. Pertumbuhan (%) 0.0 150.0 109.0 113 .1 100.0 50.0 iiill ION MYS VNM PHL SGP THA Middle Income 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Outlook Belanja Kesehatan Pemerintah (¾PDB) Unaudited (Perpres 54/2020) ~ Prevalensi Stunting(%) Sumber: Kementerian Keuangan, WDI, World Bank Kedua, keberlanjutan program JKN . Sejak dimulai pada tahun 2014 , program JKN terus mengalami defisit (Dana Jaminan Sosial/DJS kesehatan bernilai negatif) yang cenderung membesar dari tahun ke tahun. Kecenderungan ini terus berlanjut meskipun Pemerintah telah melakukan bauran kebijakan (dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan) dan telah memberikan suntikan dana dari APBN setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh beb e rapa hal, antara lain struktur iuran yang underpriced yang tercermin dari tingginya rasio klaim khususnya pada segmen peserta PBPU, banyak peserta PBPU jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (mandiri/informal) yang mendaftar pada saat sakit (adverse selection) dan setelah mendapat layanan kesehatan berhenti membayar iuran, serta rendahnya tingkat keaktifan peserta PBPU (54 persen) . Isu penting lainnya adalah tingginya beban pembiayaan penyakit katastropik yang mencapai lebih dari 20 persen dari total biaya manfaat JKN. Sejalan dengan populasi Indonesia yang menua, meningkatnya penyakit tidak menular berpotensi menambah beban yang sangat tinggi bagi JKN dan fiskal dalam jangka panjang. Tabel 5 Capaian dan Target Indikator Kesehatan No lndikator Baseline Terkini (R!~: N) 1 Angka Kematian lbu (per 346 305 183 100.000 kelahiran hidup) (SP, 2010) (SUPAS , 2015) 2 Angka Kematian Bayi (per 32 24 16 100.000 kelahiran hidup) (SDKI, 2012) (SDKI, 2017) 3 Prevalensi stunting pada 37,3 30,8 19 balita (persen) (Riskesdas, 2013) (Riskesdas, 2018) 4 lnsidensi Tuberkulosis (per 460 316 190 100.000 penduduk) ( Global Tuberculosis (Global Tuberculosis Report, 2013) Report, 2019) 5 Persentase merokok 7 ,2 9,1 8,7 penduduk usia 10-18 tahun (Riskesdas, 2013) (Riskesdas, 2018) 6 Prevalensi obes it as pada 14,8 21,8 21,8 penduduk umur > 18 tahun (Riskesdas, 2013) (Riskesdas, 2018) 7 Prevalensi Diabetes Melitus 6,9 8,5 (persen) (Riskesdas, 2013) (Riskesdas, 2018) 8 Persentase imunisasi dasar 59,2 57,9 90 lengkap pada anak usia 12-23 (Riskesdas, 2013) (Riskesdas, 2018) bulan 9 Persentase puskesmas tanpa 7,7 15 0 dokter (Risnakes, 2017) (Kemkes, 2018) Sumber: Kompilasi dari berbagai sumber Selain itu, kondisi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang belum memadai masih menjadi tantangan sektor kesehatan. Berdasarkan data WDI World Bank, rasio tempat tidur per 1.000 penduduk di Indonesia hanya 1,2, lebih rendah dibandingkan Singapura dan Korea Selatan. Jika dilihat hingga ke level daerah, masih terdapat disparitas yang tinggi antarwilayah di Indonesia. Demikian juga untuk rasio dokter yang sangat rendah yaitu 0,4 dokter per 1.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan negara jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA berkembang lain di kawasan. Keterbatasan fasilitas kesehatan, khususnya alat kesehatan dan tenaga kesehatan menjadi tantangan dalam penanganan pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 menjadi momentum bagi reformasi bidang kesehatan untuk membangun sistem kesehatan nasional yang kuat dan sehingga siap menghadapi kemungkinan keadaan darurat munculnya pandemi di masa yang akan datang. Pertama, dalam jangka pendek, Pemerintah akan fokus pada percepatan penanggulangan pandemi COVID-19 . Hal ini dilakukan melalui peningkatan secara signifikan pendanaan pengadaan dan perluasan fasilitas kesehatan (faskes), peralatan kesehatan (alkes), dan tenaga kesehatan (nakes). Selain itu , upaya pemerataan dsitribusi faskes dan nakes khususnya di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauanjuga terus dilakukan oleh Pemerintah . Hal ini hanya dapat terlaksana dengan terbangunnya koordinasi yang kuat antara Pemerintah, Pemda, BUMN/D , dan swasta . Grafik 38 Perkembangan DJS Tabet 6 Rasio Klaim JKN Kesehatan (Rp T) per Segmen Peserta Cl") Rasia Kla im (% ) OC! ~ No . Segmen c,\ I.I') 2014 2015 2016 2017 2018 "" "" er;
... I ; ; ; c: , 1 PBI 69 85 83 96 106 ■ I i ■ I I - c,\ .... ^- ^ I <t ^I - 2 PPU P 103 117 130 148 121 ' "l "f I"'; 3 PPU BU 82 64 57 60 66 "i' "l er, 00 er, ~ ~ I.I') PBPU 1 376 294 293 331 3 41 ~ <t ~ ; !i ' 4 PBPU 2 62 8 341 352 3 76 353 ■ Defisit sebelum bantuan pemerintah ' ■ Bantuan Pemerintah PBPU 3 737 457 495 55 1 485 Surplus/Defisit setelah Bantuan Peme rintah Total 106 114 109 123 126 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: BPJS Kesehatan , Kemenkeu jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 105 - Grafik 39 Rasio Tempat Tidur RS dan Dokter (per 1.000 penduduk) 12.27 Ranjang RS • Dokter 4.34 4.1 2. 2.4 2.3 1.8 1., 0.4 China Ital ia Indonesia - Singapu ra Korse l ~ ~ ~ ~ ^~ !v 4 J • Sumber: WDI, World Bank Kedua, komitmen untuk membangun SDM yang unggul akan terus dilanjutkan. Percepatan penurunan stunting melalui melalui konvergensi program antar K/L serta sinergi lintas sektoral terus dilakukan untuk mencapai target prevalensi stunting 19 persen di tahun 2024. Cakupan penurunan stunting diperluas menjadi 360 kabupaten/kota di tahun 2021, dari sebelumnya 260 kabupaten/kota di tahun 2020. Selain itu, upaya promotif dan preventif juga perlu diperkuat untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat antara lain melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Melalui program ini diharapkan dapat membentuk budaya dan perilaku sehat di masyarakat sehingga risiko terkena penyakit baik menular dan tidak menular dapat diminimalkan dan kualitas kesehatan masyarakat meningkat . Ketiga , perlu penguatan sinergi dan koordinasi antara Pemerintah dan Pemda. Pemda memegang peranan yang penting dalam reformasi sistem kesehatan sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk, itu perlu adanya sinergi dan koordinasi yang kuat dalam perencanaan penganggaran antara Pemerintah (Bappenas dan Kemenkeu) serta Pemda untuk memastikan kesesuaian alokasi anggaran program dengan target pembangunan y ang telah ditetapkan (money follow program). Koordinasi Pemerintah dan Pemda diperlukan untuk percepatan pemenuhan kebutuhan faskes dan nakes yang memadai, serta pembiayaan JKN, serta penguatan program-program yang bersifat preven tif. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Keempat, Pemerintah perlu membangun kerangka dasar sistem health security preparedness (HSP) untuk menghadapi berbagai kemungkinan kondisi darurat kesehatan di masa depan. Global Health Security (GHS) Index menunjukkan masih banyak negara baik negara maju maupun negara berkembang tidak siap dalam menghadapi fenomena epidemi maupun pandemi. 14 Hal ini terlihat dari rata-rata GHS Index tahun 2019 sebesar 40,2 dari 100 . Dari 195 negara, Indonesia berada pada posisi 30 a tau le bih rendah dibandingkan Singapura (#24), Malaysia (#18), dan Thailand (#6).15 Pemerintah menyadari bahwa HSP dapat membantu kecepatan dan ketepatan implementasi langkah-langkah tanggap darurat kesehatan di masa mendatang. Oleh karena itu, penguatan HSP perlu dilakukan melalui peningkatan alokasi anggaran terutama terkait penguatan kesiapan sektor kesehatan dalam pencegahan, deteksi dan respon atas berbagai ancaman terhadap kesehatan publik sesuai dengan standar Joint External Evaluation (JEE) tool. ^1 6 Upaya ini juga perlu disertai dengan penguatan Kerangka Kerja Kedaruratan Kesehatan (health emergency framework). Selain itu, kerangka dasar sistem HSP juga mencakup sistem informasi kesehatan yang terintegrasi dari pusat hingga unit gugus tugas terkecil di daerah, untuk menjamin kejelasan dan kekuratan data dan informasi kesehatan dalam rangka memudahkan langkah-langkah penanganan dan pengendalian keadaan darurat kesehatan di masa datang. Kelima, reformasi program JKN menjadi kunci penting untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC). Konsep UHC tidak sebatas menjadikan seluruh penduduk Indonesia menjadi peserta program JKN tetapi juga mencakup peningkatan kualitas layanan kesehatan dengan biaya yang terjangkau . Reformasi JKN diarahkan untuk membangun JKN yang sehat dan berkesinambungan melalui perbaikan kondisi DJS Kesehatan, yang selama ini mengalami defisit , khususnya melalui upaya penyesuaian iuran JKN yang proporsional dan berkeadilan. Untuk itu penetapan iuran JKN dilakukan sesuai dengan standar praktik aktuaria dengan mempertimbangkan antara lain kemampuan membayar peserta, inflasi, kebutuhan jaminan kesehatan dan keseinambungan pendanaan JKN. Selain itu, penguatan sinergi PBPU kelas III perlu dilakukan, dibarengi dengan sinergi Pemerintah Pusat dan Pemda untuk pembiayaan iuran PBI 14 Johns Hopkins Univ e rsit y Bloomberg School of Public Health (2019 , Oc t ober). 2019 Gl obal Health Security Index: Building Collective Action and Accountabi l ity. Retrieved from https: // www.ghsindex.org/ wp- content/uploads/2019 / 10/20 19-Global-Health-Security-lndex. pdf 15 Skor GHS Index 2019 untuk Indon e sia, Singapura, Mala y sia , clan Thailand masing-masing se besar 56 , 6; 58 ,7 ; 62,2 , dan 73,2 16 World Health Org a nization (2018). Joint External Evaluation Tool - Second Edition. Retrieved from https: // apps . who.int / iris/bitstr e am /handle/ 10665 / 259961 / 9789241550222 -eng.pdf?sequence= 1 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA JKN dan subsidi iuran kelompok meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran oleh Peserta. Lebih lanjut, peningkatan ketepatan sasaran PBI JKN juga terus dilakukan melalui perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sementara itu, upaya perbaikan kualitas layanan dan efektivitas biaya JKN akan ditempuh melalui implementasi kebutuhan dasar kesehatan dan kelas rawat inap standar sesuai dengan amanat Undang-undang tentang SJSN, yang penerapannya dilakukan secara bertahap. Hal lain yang cukup krusial adalah penguatan peran Pemda, baik untuk pembiayaan JKN maupun untuk peningkatan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan serta pengawasan layanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan . IV.2.3. Reformasi Perlindungan Sosial dan Subsidi Program perlindungan sosial memiliki kontribusi penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Program perlindungan sosial pada dasarnya dimaksudkan untuk membantu masyarakat m i skin dan rentan agar mampu menjangkau kebutuhan-kebutuhan dasarnya seperti pangan, pendidikan dan kesehatan agar terhindar dari berbagai risiko kemunduran sosial sehingga dalam jangka panjang diharapkan akan mampu memotong rantai kemiskinan. Program perlindungan sosial juga berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung melalui penguatan konsumsi masyarakat maupun secara tak langsung melalui penguatan SDM yang berdampak pada produktivitas ekonomi. Pergram perlindungan sosial juga merupakan bentuk kebijakan afirmatif Pemerintah untuk mengatasi ketimpangan sosial. Dengan adanya perubahan struktur demografi, perlu dilakukan penyempurnaan desain program perlindungan sosial untuk mengantisipasi fase penuaan populasi (aging population) . Berdasarkan World Population Prospects 2019 yang dipublikasikan oleh Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UNESCAP), populasi penduduk usia muda di Indonesia sudah mencapai puncaknya dan diprediksi akan mulai menurun . Penduduk usia kerja masih akan terus bertambah sampai dengan 2045 walaupun dengan tingkat pertumbuhan yang semakin melambat dan diprediksi akan menurun setelah 2045. Sedangkan jumlah pendidik us ia lanjut (60+) tetap secara konsisten meningkat dengan pertumbuhan yang semakin cepat. Untuk itu , jika perlindungan sosial secara menyeluruh tidak dipersiapkan dari sekarang, penuaan penduduk akan berpotensi menganggu keseimbangan makroekonomi dan juga akan membuat risiko peningkatan penduduk yang masuk dalam kondisi miskin ataupun rentan. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA Grafik 40 Proyeksi Penduduk Indonesia sampai dengan Tahun 2095 200000 160000 120000 80000...................................... 40000 0 1950 1970 1995 2020 2045 2070 2095 • • • • • • 0-14 - 15-59 6o+ Sumber: Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (2019). World Population Prospects 2019 Konsep dasar perlindungan sosial mencakup tiga hal , yaitu bantuan sosial (Bansos) dan jaminan sosial (Jamsos) serta jaring pengaman sosial (social safety net). Perbedaan antara bansos dan jamsos terletak pada sumber dana dan targ et dari program perlindungan sosial. Bansos berfokus pada masyarakat miskin dan rentan (Bottom 40) dengan sumber dana dari Pemerintah (Non- Contributory System) . Program bansos di Indonesia yang berikan oleh pemerintah pusat mencakup Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar, Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Bantuan Iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional, serta asistensi untuk penduduk usia lanjut dan disabilitas . Sedangkan program jamsos berfokus pada seluruh penduduk atau pekerja dengan sumber dana dari individu atau pemberi kerja (Contributory System). Program Jamsos di Indonesia mencakup program Jaminan Kesehatan Nasional untuk seluruh penduduk yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehat a n dan program Jaminan Ketenagakerjaan (Jaminan Kematian , Kecelakaan Kerja, Hari Tua , dan Pensiun) seluruh pekerja yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) . Saat 1n1, Jaminan Ketenagakerjaan untuk PNS dan TNI/Polri m a sih dikelola oleh PT Taspen dan PT Asabri. Sementara program jaring pengaman sosial esensinya program yang disiapkan untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan dari kemunduran sosial akibat goncangan perekonomian atau bencana. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bagan 3 Sistem Perlindungan Sosial di Indonesia Saat Ini Anak Us1a Dini Anak Us1a Sekolah Us1a Produkt1f Us1a lansia 0-6 7-18 19-59 >=60 I Jamman Kesehatan nasional Jaminan Pensiun I Jaminan Kematian Jaminan Hari Tua Bantuan luran untuk Jaminan Kesehatan Nasional Bantuan pangan -> Sembako Murah PKH Anak PKH Anak PKH l bu PKH Lansia Usia Dini Usia Sekolah PKH Disabilitas PIP SD-SMA KIP Kuliah Sumber: Badan Kebijakan Fiskal (2020) Grafik 41 Subsidi Energi Bersifat Progresif, Bansos Bersifat Regresif r-------------------------------- 90% 80% 70% 60% 50% Inclusion Error 40% 30% 20% 0% 10% L--------------------------- - --- TERMISKIN 2 3 4 5 6 7 8 9 TERKAYA - usbik PKH - PIP - Bansos Pangan - PBI Subsidi Komoditas Subsidi Berbasis Orang Sumber: BKF (2020) Dalam pelaksanaannya, program bansos maupun jamsos masih menghadapi berbagai tantangan yang berpotensi menurunkan efektiv itas program. Tantangan utama pada program bansos adalah masih besarnya salah sasaran (targeting error), baik inclusion maupun exclusion error. Kesalahan sasaran terjadi pada hampir seluruh program bansos dengan tingkat kesalahan terparah pada program Bantuan Pangan dan Bantuan Iuran JKN . Masalah pada targeting tersebut akan membuat komplementaritas antarprogram dengan masih sedikitnya kelompok desil terbawah yang menerima l ebih dari satu program. Subsidi yang merupakan program jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 110 pemerintah yang memiliki fungsi untuk pengentasan kemiskinan juga masih memiliki exclusion error yang cenderung lebih besar dibanding program bansos . Untuk itu ke depannya, integrasi bansos dan subdisi menuju skema perlindungan sosial men ye luruh perlu menjadi prioritas. Hal ini juga sudah tertuang dalam RPJMN 2020 2024 dimana pemerintah akan meningkatkan ketepatan sasaran dan efektivitas program bansos serta meningkatkan layanan keuangan nontunai dan keuangan formal sebagai instrumen untuk menjamin komp lementaritas . Grafik 42 Efektivitas Program Bansos dan Subsidi dalam Mengatasi Kemiskinan Menumn 16 14 ■ 2015 2017 ■ 2018 12 ~10 L. ... 0 08 0 ... * 06 04 02 00 I I PIP LPG Rastra BPNT Solar PKH Li str ik Sumber: BKF (2020) Tantangan lainnya dalam program bansos dan subsidi adalah menurunnya efektivitas program dalam upaya menurunkan angka kemiskinan. Studi yang dilakukan oleh BKF (2020) menunjukkan adanya penurunan efektivitas di hampir semua program bansos dan subdisi. Penurunan ini sangat e rat kaitannya dengan masalah targeting yang masih terjadi error dan juga nilai bantuan program y ang tidak berubah. Selain itu , disparitas kemiskinan yang tinggi antarwilayah sementara skema dan manfaat bansos rel atif sama untuk semua wilayah juga menjadi beperan dalam penurunan efektivitas ini. Sedangkan tantangan utama pada programjamsos adalah masih rendahnya partisipasi pekerja sebagai target utama program yang ikut serta pada berbagai program jamsos. Sebagai contoh, studi Tim Nasional Percepatan Pe nanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada tahun 2018 menemukan bahwa hanya 50 persen pekerja di sektor formal pekerja yang telah m e ngikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Partisipasi pekerja pada sektor informal juga sangat rendah sehingga membutuhkan berbagai kebijakan, termasuk kebijakan fiskal , untuk meningkatkan partisipasi mereka. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA D engan m emperhatikan berbagai tantangan tersebut, kebijakan perlindungan sosia l ke depannya harus direformasi dengan mengintegrasikan dan mensinergikan program. Hal ini dibutuhkan untuk menjamin ketepatan sasaran dan efektif yang dilakukan secara betahap. Pertama, integrasi program perlindungan sosial dilakukan pada program PKH dan PIP karena keduanya memiliki sasaran yang sama, namun dalam pelaksanaannya masih terjadi masalah komplementaritas. Untuk itu, akan lebih efisien dengan integrasi kedua program ini. Kedua, integrasi secara bertahap Bansos Kartu Sembako yang lebih berbas is pada target penerima (beneficiaries) dengan program subsidi energi (listrik dan LPG) yang berbasis komoditas untuk meningkatkan efektivitasnya baik dalam meminimalisir inclusion error maupun dalam pencapa1an sasaran penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Untuk itu, proses integrasi dapat dilakukan dengan menambah cakupan jenis barang yang dapat dibeli dari kartu sembako. Ketiga, meningkatkan efekt ivit as penurunan tingkat kemiskinan kiranya perlu mereview target dan atau besaran bantuan secara berkala pada PKH, Kartu Sembako, serta PIP . Bagan 4 Usulan Perubahan Sistem Perlindungan Sosial KONOISI SAAT INI Subsidi BPNT Kartu Pra Kerja ,.... .. PBI JKK dan JKM _ __ ____, Bantuen Lansia dan 01sab1htas : rambahan Konl1bus1 JHT (d1keluarkan dan PKH) KLUSTER DAYA BEU KLUSTER PENDIDIKAN+KESEHATAN KLUSTER Perhndungan pendapalan serta banl uan Untuk memperkuat kuahtas modal manus,a KETENAGAKERJAAN untu k membeh ma kanan bemutns1 pada penduduk misk,n dan rentan Srap masuk pasar tenaga kerja dan saat lldak bckor 1 a Keempat , sinergi program perlindungan sosial dengan program pemberdayaan seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Usaha Mikro (UMi), Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta program ketenagakerjaan juga perlu dilakukan untuk menjamin kesinambungan pendapatan ketika penerima bansos sudah dapat naik kelas pendapatan . Pemerintah pada tahun 2020 jug a meluncurkan program Kartu Pra-Kerja yang merupakan program reskilling dan upsklilling yang dibarengi dengan pemberian insentif kas. Saat m1, program tersebut tidak masuk dalam skema perlindungan sosial, namun kedepannya program 1n1 perlu diintegrasikan dengan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan mulai diprioritas pada pekerja formal atau informal dari lapisan penduduk jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA yang termiskin. Program ini juga dapat menjadi bantalan ketika ada resesi ekonomi yang mengakibatkan banyaknya PHK. Kelima, Penyempurnaan program perlindungan sosial juga dapat dilakukan dengan memisahkan program bantuan untuk lansia dan penyandang disabilitas dari PKH. Berdasarkan tujuan program, PKH diarahkan untuk memutus rantai kemiskinan dengan meningkatkan kualitas modal manusia pada anak dalam keluarga. Selain itu , adanya kesulitan penduduk lansia dan penyandang disabilitas dalam mengakses layanan keuangan ketika ingin mengambil bantuan juga membuat program bantuan akan lebih baik dibuat terpisah dengan PKH. Ke depannya, program Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) dan Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) dapat diperkuat sebagai dampak dari kondisionalitas penduduk lansia dan penyandang disabilitas yang dikeluarkan dari PKH. Keenam , di s1s1 Jaminan sosial kesehatan, kebijakan fiskal diarahkan untuk mendorong efektivitas program JKN antara lain melalui penyesuaian iuran JKN termasuk iuran PBI, pemberian bantuan iuran bagi peserta PBPU dan BP oleh Pemerintah dan Pemda. Perbaikan data kepesertaan dilakukan dengan pemutakhiran DTKS untuk penetapan PBI yang tepat saran dan pertukaran data kepesertaan antara penyelenggara/pengelola programjaminan sosial. Selain itu, perlu mendorong efisiensi biaya penyelenggaraan JKN antara lain melalui kebijakan manfaat layanan kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan kelas rawat inap standar yang diterapkan secara bertahap serta mendorong pencegahan/ pengendalian fraud. Sedangkan pada jaminan ketenagakerjaan, untuk memberikan perlindungan bagi pekerja miskin dan rentan, dapat diberikan bantuan iuran bagi pekerja miskin dan rentan untuk program Jaminan Kematian (JKm) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Selain itu, untuk antisipasi penuaan populasi , dapat diberikan tambahan kontribusi Jaminan Hari Tua (JHT) atau matching-defined contribution (MDC). Skema m1 memungkinkan pemerintah menambahkan kontribusi yang nilainya sama dengan nilai kontribusi peserta ke dalam akun peserta sebagai insentif bagi peserta. Ketujuh, mendorong program jaring pengaman sosial (social safety net) yang dapat berfungsi sebagai komponen automatic stabilizer kebijakan stimulus dimana akan secara otomatis berlaku jika terjadi gejolak ekonomi yang cukup siginifikan sebagai pemicunya (trigger) . Jaring pengaman sosial yang didesain bekerja jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA secara otomatis memenuhi tiga kriteria efektivitas stimulus fiskal, yakni time ly (tepat waktu kar e na dapat implementas i nya segera, tan pa ada time _lag) ; _ targeted (menyasar pada targetnya, kelompok miskin dan rentan, sehingga berdampak langsung pada konsumsi, hand to _mouth); _ dan temporary (berlaku temporer karena akan selesai seiring dengan pu lihnya ekonomi). Reformasi program subsidi energ1 adalah suatu upaya transformasi dari subsidi berbasis komoditas m e njadi bantuan langsung ke target sasaran se bagai bagian integral dari program bantuan sosial da l am rangka perbaikan targeting error, efektivitas pencapaian sasaran, penurunan kemiskinan dan ketimpangan, serta mengurangi distorsi pasar. Reformasi subsidi energi akan dilakukan secara bertahap melalui transformasi subsidi LPG tabung 3 Kg dan subsidi minyak tanah (Mitan), serta subsidi listrik bagi golongan rumah tangga menjadi subsidi berbasis orang (berupa bansos) dengan menginteg r asikann ya ke Program Kartu Sembako. Sebagai gambaran, mekanisme transformasi subsidi LPG tabung 3 Kg d a n minyak tanah dan subsidi listrik menjadi subsidi berbasis orang disajikan pada Gambar 10 dan 11. Gambar 11 Konsep Transformasi LPG 3 Kg ~ Getting the Price R ig ht • Subsidi diubah dari barang Ice sasaran o/ ldealnya harga LPG 3 Kg dan Minyak T anah di marlcet Konsepsi • 8antuc1n b1 sa dibelik.an LPG Jenis apa sa1a merupakan harga keekonomian " yilng ef1Sien " sehingga tidak Transformasi 1 terja di gap dan d istorS1 pasar. Masalah srbritase (3kg/5.5kg/12kg) dan minyak tanah (pe nyelundupan. pengopk: >san, dN) dan ketidaktepatan sasaran • Transaksi Nontunai de ngan i nstrumen: B io me tr ic (inclusion dan exclusion error) dapat t erh indar i. dan e•voucher)/Kartu. _ /11i Prot ect the Poor • L PG dan Mitan haru s dijual dengan harga ~ Kelompok masyarakat tertentu (miskin dan rentan) perlu keekonom, an yang efis1en. di~ndungi mel31ui suatu mekanisme. Subsidi berbasis komoditas pe rlu dialihkan mejadi s ubs idi langsung pa da masyarakat baik • Rencana pe la ksanaan transfor mas.i dilakukan mulai berupa cash transfer ataupun inkind benefit. Januari 2021, ~r a be r tah ap Re tar qe ti nq Sa sar an Penerima Manfaat: T ar1et Jumlah sa sa ran Besaran Status Sosio-ekonomi + Status Pekerjaan Masyarakat dengan tingkat Usaha Mikro KPM 29 ,1 juta Sejumlah rupiah kesejah teraan terendah dengan Petanl K ecil (4 0% term lskin) tertentu untuk menj t1g a batasan (thr~shold) tertentu Nelaya n Kecll daya beli (menutup gap (mlsal: 40%) ➔ penentuan mendapa t kan manfaat U saha Mikro 0,6juta de ngan ha rga ber dasa rkan SK Peneta pan ta mbahan nla in dar i manfaat Peta nl Keen 4,0juta keekonomian). Bantuan DTK S nomor 19 Tahun 2020. yang diterlma kar en a te rmasuk pada golon ga n status sosio- disalurkan per bu lan Nelayan Ktt il 0,3juta C atal an: Petani. Nelayan den Us aha mi kro sud ah termasuk dalam kek>mpok 40 pe rs en termiskin ekonoml rendah. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Gambar 12 S k ema Transformasi L istrik • Subsidi diubah da ri komod i tas listrik menJadi ~ Auto Ta r iff Adj u st ment bcrbasis sasa ran penerima. o/ Tarif listrik yang berlaku akan fisesu a!kan secara berkala Konsepsi meng ik uti harga keekonomian listrik yang bertaku, dengan • Bantuan dibenkan kepada masyarakat miskin Transformasi 1 tet ap memperhatikan ef1Siensi penyed ~an harga li strik yang men..1pakan golongan pelanggan RT 45fJI/A (allowable non-allowa,e cost. specific fuel consumption. dan RT9CXN Ayang penyalurannya d iintegrasi kan performanc e based regulatory, etc). dengan bantuan energi lainnya. ~ Int eg rated En er gy S upport for Th e P oo r • Ba ntua n d1benkan dengan besaran rupia h ~ Bant uan dengan jumlah rup iah tertentu diberikan kepada te rt c ntu tctap tiap bu Ian. m as ya r akat yang m el"lj a di tar ge t penerima (be M liO!nes }. Besaran bantuan diberikan dalam jumlah tetap ( fi x va lue ) • Tarirtistrikot oma t 1s me ngikuti harg a dan ditentukan berdasalkan rata-rata konsumsi listrik kc ckonomian yang efis,en. target pene ri ma . agar tidak ada penurunan daya bel i. llustra si don honya se bagai co ntoh gamba r an Sa sa ran Penerima Manfaat: Pfa: : 7, 17 .tt Status Sosio-ekonomi • • •• • Kons : 9 ,0'Z lWh I M&#M· i, bibiHPl · iHM@ , f E Rumah t an gga de ngan tln gkat kesej aht eraan tere n dah dengan Golongan Pelanggan batasan ( thr e sh ol d) tert ent u ■ : : .; ~~ ~ rlfiUWfiiWIM+E {misa l: 40%) ➔ penentu an RT450VA ber d as arkan on: : s . RT 900 VA (n on -RTM ) Natl! _: _ 13 got . Pmanggon loin pen~ri ma subsidi (sos ial, bisnis fceci l, B 1n tu 1n = (sehslh tanf dan BPP saat in,) x rata2 II fndustrl k«JI, pubN k, d/1 ) t~rop konsumsi di ber i kan dafam bentuk subs id f. 20 19 Dal am hal transfo rm a si s ubsidi LPG 3 Kg, be saran bantu a n s osial akan dib e rikan minimal sama dengan bes a ra n benefit y ang dit e rim a sebelumn ya . Ke lompok target penerim a yan g menerima bantuan ada lah Kelo mpok Penerim a Manfaat (KPM) 40 persen termiskin , usah a mikro , petani ke cil dan ne la y an kecil. Sem e ntara itu , te rk a it transform a si subsidi listrik, be saran bantuan dib e rikan dal a m jumlah tetap (fixed value) dengan m e mpertimbangk a n ra t a- rat a konsumsi listrik tar g et sasaran agar tidak a da penurunan d ay a beli m asy arakat terh ada p listrik. IV.2 .4 . Re forma si Pendidi ka n Pe merint a h telah mel a kuk a n pemenuh a n ma nd a tory anggaran pe ndi d ik a n 20 pe rs en da ri APBN sejak ta hun 2 00 9, se ba ga im ana ya ng di a manatk a n dalam kons t itusi . Sec a ra nomin al a ngga r an pe ndidikan tersebut mengalami tr en y ang meningka t se iring den g an peningkat a n APBN. Porsi te rbesar dari mandatory anggaran pe ndidikan tersebut dialokasik a n m el alui tr a nsf er ke da erah seirin g de ngan kebija kan penga l ihan wewen a ng pen ge lo la a n pendidikan da ri Pem e rintah Pusat kep ada Pemerintah Da e rah . jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 43 Perkembangan Anggaran Pendidikan 600.0 22 % 522 .8 20% ... 20 % 20 % 20 % 460.9 500.0 ■ ■ ■ ■ 406.1 4317 - 390.3 370.8 - . 400.0 300.0 200.0 100.0 2015 2016 2017 20 18 2019 2020 Perpres - Melalui Belanja Pemerintah Pusat Melalui Transfer ke Daerah 54/2020 - Melalui Pembiayaan - '/.ThdAPBN Sumber: Kementerian Keuangan Namun demikian, pemenuhan mandatory anggaran pendidikan yang dilakukan secara konsisten sejak tahun 2009 belum sepenuhnya diikuti dengan perbaikan capaian output / outcome . Indikator kinerja pendidikan antara lain, Skor PISA (Programme for International Student Assessment), HCI (Human Capital Index), kompetensi guru, dan ketimpangan kualitas pendidikan antardaerah , masih belum menunjukan perbaikan yang signifikan. Grafik 44 Perkembangan Skor PISA Indonesia 402 403 375 371 371 - Math -.- science - Reading 360 2000 2003 2006 2009 2012 2015 2018 Sumb er: OECD Sejak keikutsertaanya di tahun 2001 , skor PISA Indonesia belum mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bahkan sekitar 52 persen dari pelajar Indonesia y ang menjadi sampel PISA 2018 berada dalam kategori low performer pada ketiga subjek tes terse but (literasi, matematika dan sains), jauh lebih rendah dibandingkan dengan capaian negara-negara tetangga. Ketimpangan kapasitas antardaerah dalam mengelola sistem pendidikan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap capaian pendidikan tersebut . Perolehan Indonesia hanya lebih baik dari Myanmar (peringkat 107) dan Timor Leste (peringkat 118). Sementara itu, laporan Bank Dunia tahun 2018 juga menunjukkan bahwa skor HCI Indonesia menempati jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLJK INOONESIA peringkat 87 dari 157 negara, di bawah Singapura (peringkat 1), Vietnam (peringkat 48) dan Malaysia (peringkat 55). Belum optimalnya performa belajar Indonesia menurut standar internasional tersebut tidak terlepas dari profesionalisme dan kompetensi guru sebagai pilar utama dalam peningkatan kualitas pes e rta didikn ya . Meningkatnya kesejahteraan guru melalui pemberian insentif Tunjangan Profesi Guru (TPG) belum sepenuhnya disertai dengan peningkatan profesionalisme dan etos kerja para guru. Hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan kualitas guru Indonesia saat yang kurang memadai. Selain itu, disparitas persebaran kualitas guru antarwilayah di Indonesia juga masih cukup lebar. Grafik 45 Hasil Uji Kompetensi Guru Tahun 2019 70 60 50 40 30 20 10 0 Sumber: Kement erian Pendidikan dan Kebuda y aan Tantangan lain di sektor pendidikan adalah masih relatif keciln ya dukungan anggaran untuk penyelenggaraan PAUD. Anggaran fungsi pendidikan yang dialokasikan oleh Kementerian lembaga masih didominasi untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi . Studi internasional menunjukkan bahwa investasi y ang dilakukan untuk pendidikan usia dini akan menghasilkan return on investment yang lebih tinggi dibandingkan investasi pendidikan yang menargetkan pendidikan di usia le bih dewasa. Pembangunan SDM yang dimulai sejak sedini mungkin perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Intervensi pem e rintah yang ditujukan bagi anak usia dini akan dapat mendorong peningkatan kemampuan dasar yang dip e rlukan dalam meningkatkan kualitas SDM antara lain kemampuan kognitif, linguistik, sosial emosional dan fisik. Kemampuan-kemampuan dasar tersebut merupakan elemen pe nting y ang diperlukan dalam meningkatkan kualitas generasi mendatang di tengah persaingan global y ang mengalami kemajuan cukup pesat. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 46 Komposisi Fungsi Pendidikan K/L APBN 2020 Pengembangan Budaya;
9% Pembinaan / PAUD;
2% Kepemudaan dan olahraga;
4% -------- D"kb d I . -------...__ 1 u ainnya· 27 L ^·tb ang ^P 1 1 an;
--- .,.,...-: ; ~ ~ 2 % 1 en ^d'd'k _. · 0.6% Keagamaan;
5% Pelayanan Bantuan thd Pendidikan; Non-formal dan 2.9% i--------- informal;
5% Kedinasan;
8% Sumber: Kementerian Keuangan Gambar 13 Mismatch antara Kejuruan SMK dengan Lapangan Pekerjaan di Indonesia (2018) High Match Sumber: PROSPERA & Kementerian Keuangan Persoalan mismatch an tara penyelenggaraan pendidikan vokasi dengan kebutuhan pasar tenaga kerjajuga masih menjadi tantangan. Dalam menghadapi era Revolusi Industri 4,0 diperlukan ke mampuan siswa dalam penguasaan teknologi untuk menjawab kebutuhan masa depan yang semakin beragam . Keberhasilan pendidikan vokasi di Indonesia ya ng diharapkan mampu menyiapkan SDM Indonesia dalam menghadapi tantangan tersebut masih belum optimal, antara lain terlihat masih cukup tingginya tingkat pengangguran terb uk a y ang berasal dari lulusan SMK. Pemerintah mendorong pengembangan SDM Indonesia unggul harus bersifat holistik yang tidak hanya difokuskan kemampuan literasi dan numerasi , tetapi juga difokuskan pada pendidikan jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA karakter. Untuk menjalankan pembelajaran holistik dalam mengembangkan SDM Indonesia yang unggul tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menempuh lima strategi yang terintegrasi dalam platform teknologi yang holistik. Diharapkan kedepannya pelajar Indonesia menjadi pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yaitu berakhlak mulia, mandiri, kebinekaan global, gotong- royong, kreatif, dan bernalar kritis. Secara garis besarnya, kelima strategi yang ditempuh oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut. Bagan 5 Strategi Pembelajaran Holistik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan • Guru Penggerak sebagai kepala se kolah • Msrl<etp/ace BOS (transparansi dan otonomi anggaran) 0 T ransformasi kepemimpinan • lndikator kinerja Dinas Pendidikan sekolah • Organisasi Penggerak • Kampus Merdeka: "Mengajar di sekolah' • Partisipasi perusahaan teknologi edukasi • Pendidikan Profesi Guru (PPG) • Sekolah Penggerak e H asil B elajar Siswa : Kemit r aan daerah dan Transformasi pendi d ikan Asesrn~n Kompetens1 masyarakat s1pil dan pe l atihan guru Sur'.·e, Kar~kter. N,I~, PISA • Asesmen Kornpetensi Q • Ku rikulum yang disederhanaka n, Mengajar sesuai fleksibel, dan berorientasi pada Stan d ar pen i laian gl oba l tmg k at kemampuan kornpetensi Minimum ( AKM ) • Survei Karakter • Survei Li ngkungan Belaj ar siswa • Personalisasi dan segmentasi pembelajar an Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pertama, transformasi kepemimpinan sekolah yang dilakukan melalui pemilihan generasi baru kepala sekolah dari guru-guru terbaik. Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengembangkan marketplace Bantuan Operasional Sekolah (BOS) online. Marketplace BOS online tersebut bertujuan untuk memberikan kepala sekolah fleksibilitas , transparansi, dan waktu meningkatkan kualitas pembelajaran. Kedua, transformasi pendidikan dan pelatihan guru yang akan dilaksanakan melalui transformasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk menghasilkan generasi guru baru . Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga akan mendorong munculnya kurang lebih 10.000 sekolah penggerak yang akan menjadi pusat pelatihan guru dan katalis bagi transformasi sekolah - sekolah lain . Ketiga, mengajar sesuai tingkat kemampuan siswa. Strategi ini akan dilakukan dengan cara menyederhanakan kurikulum sehingga lebih fleksibel dan berorientasi pada kompetensi. Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga akan melakukan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA personalisasi dan segmentasi pembelajaran berdasarkan asesmen berkala. Keempat , standar penilaian global. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) akan digunakan untuk mengukur kinerja sekolah berdasarkan literasi dan numerasi siswa, dua kompetensi inti yang menjadi fokus tes internasional seperti PISA, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga akan menggunakan Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar dalam mengukur aspek-aspek non-kognitif untuk mendapatkan gambaran mutu pendidikan secara holistik. Kelima, kemitraan daerah dan masyarakat sipil. Kemitraan dengan Pemerintah Daerah dilakukan melalui indikator kinerja untuk Dinas Pendidikan . Kemendikbud juga akan mendorong ratusan Organisasi Penggerak untuk mendampingi guru-guru di Sekolah Penggerak, penggunaan platform teknologi pendidikan berbasis mobile dan bermitra dengan perusahaan teknologi pendidikan (education technology) kelas dunia, serta menggerakan puluhan ribu mahasiswa dari kampus-kampus terbaik untuk mengajar anak - anak di seluruh Indonesia sebagai bagian dari kebijakan Kampus Merdeka. Dalam menghadapi berbagai tantangan serta merespon dinamika pembangunan di bidang pendidikan, maka secara umum arah kebijakan Anggaran Pendidikan tahun 2021 difokuskan antara lain untuk mendukung:
Upaya peningkatan kualitas sistem pendidikan dengan peningkatan skor PISA sebagaimana tersebut di atas;
Penguatan penyelenggaraan PAUD antara lain melalui peningkatan alokasi BOP PAUD dan penggunaan Dana Desa untuk mendukung penyelenggaraan PAUD di desa;
Peningkatan efektivitas penyaluran bantuan pendidikan, antara lain BOS, PIP (termasuk PIP Kuliah), dan beasiswa LPDP;
Peningkatan kompetensi dan distribusi guru berkualitas antara lain dengan mendorong tunjangan berbasis kinerja serta memperkuat manajemen guru (rekrutmen dan pelatihan);
Percepatan peningkatan kualitas sarpras pendidikan terutama untuk daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) antara lain dengan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
Penguatan vokasi dan kartu prakerja, penguatan pelatihan yang bersifat crash program untuk menjaga keberlanjutan pendapatan di masa pemulihan sosial ekonomi, peningkatan link and match dengan industri, serta penguatan Research & Development untuk mendorong inovasi dan adopsi information communication and technology (ICT). jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 120 - IV.2. 5. Reformasi TKDD Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) merupakan instrumen utama dalam implementasi desentralisasi fiskal , terutama untuk mendukung pen ye lenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, serta untuk mendukung capaian prioritas nasional. Volume TKDD dalam APBN mencapai sekitar 1/ 3 dari belanja negara dan terus meningkat setiap tahun. Dalam rangka mendukung kebijakan penanggulangan pandemi COVID-19 secara nasional tahun 2020, terdapat pemotongan/penghematan alokasi TKDD sebesar Rp94,2 triliun. Pemotongan / penghematan tersebut sekitar 11 pers en dari pagu awal (Rp856,9 triliun) sehingga pagu TKDD tahun 2020 menjadi Rp762, 7 triliun. Perkembangan TKDD dalam kurun waktu 5 tahun terjadi peningkatan sebesar 22,4 persen yaitu dari Rp623,1 triliun (2015) menjadi Rp762,7 triliun (2020) dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 3, 1 persen . Porsi terbesar dalam TKDD adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang bersifat block grant yaitu rata - rata 50 ,4 persen, diikuti Dana Transfer Khusus (DTK) rata-rata 23 ,9 persen , dan Dana Bagi Hasil (DBH) rata-rata 11,8 persen. DTK terdiri dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dengan porsi rata-rata 7, 1 persen dan DAK Nonfisik dengan porsi rata-rata 16,9 persen. Grafik 47 Perkembangan TKDD Tahun 2015-2020 (Rp Triliun) ■ DBH DAU ■ DAK Fisik ■ DAK Non Fisik ■ Dana lnsentif Daerah ■ Dana otsus & Dais DIY 811.1 742.0 757.8 762.7 710 .3 623.1 - - - - - 2015 2016 2017 2018 2019 2020 (Perpres (unaudited) 54/2020) Sumber : Kementerian Keuan g an Alokasi belanja TKDD te rdiri dari Transfer ke Daerah (TKD) y ang disalurkan kepada daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota , serta Dana Desa y ang disalurkan kepada desa melalui Kabupaten / Kota. TKDD merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dalam APBD y ang pada tahun 2015 rata-rata porsinya sebesar 53,7 persen dan meningkat menjadi 65,2 persen pada tahun 2019. Selain untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah, belanja TKDD juga harus mendukung pencapaian target pembangunan nasional. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Belanja prioritas Pemerintah yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sebagian disalurkan melalui TKDD. Anggaran pendidikan dengan mandatory spending se besar minimal 20 persen APBN, dialokasikan melalui TKDD sebesar lebih dari 60 persen dalam periode 2015-2020. Lebih dari 70 persen anggaran pendidikan melalui TKDD tahun 2020 digunakan untuk peningkatan kesejahteraan dan profesionalisme tenaga pendidik melalui belanja gaji tenaga pendidik , Tunjangan Profesi Guru (TPG) Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), Tambahan Penghasilan (Tamsil) bagi guru yang belum memperoleh TPG, dan Tunjangan Khusus Guru (TKG) di daerah khusus. Namun demikian, kualitas pendidikan nasional belum menunjukkan hasil yang maksimal dan masih terdapat ketimpangan antardaerah provinsi. Indikator pendidikan dapat dilihat dari rata-rata lama sekolah dan Angka Partisipasi Murid (APM) Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan salah satu indikator kualitas pendidikan secara nasional adalah pencapaian skor PISA yang pada tahun 2019 justru mengalami penurunan. Anggaran kesehatan dengan mandatory spending sebesar minimal 5 persen APBN yang dialokasikan melalui TKDD terus meningkat, dan dalam periode tahun 2015-2020 peningkatan rata- rata tiap tahun sebesar 42,9 persen. Di samping itu, terdapat mandatory spending APBD untuk mengalokasikan anggaran kesehatan minimal 10 persen yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di daerah, meskipun belum semua daerah dapat memenuhi mandatory tersebut. Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan anggaran kesehatan melalui TKDD antara lain adalah kesenjangan ketersediaan akses dan layanan kesehatan antardaerah terutama di Indonesia bagian timur dan daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), jumlah dan kualitas SOM bidang kesehatan yang masih perlu ditingkatkan, dan sinergi antara program kesehatan pusat dan daerah. Anggaran infrastruktur yang dialokasikan melalui TKDD juga menunjukkan peningkatan rata-rata 33,5 persen per tahun dalam periode tahun 2015-2020. Porsi tersebut termasuk memperhitungkan OAK Fisik untuk infrastruktur, mandatory spending belanja DTU untuk infrastruktur sebesar 25 persen, Dana Tambahan Infrastruktur Papua dan Papua Barat, serta perkiraan Dana Desa untuk infrastruktur. Pengalokasian anggaran infrastruktur melalui TKDD diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur daerah yang mendukung program pembangunan nasional sesuai dengan kebutuhan daerah. Tantangan dalam pembangunan infrastruktur antara lain adalah refocusing dan sinkronisasi penggunaan DTU, OAK, dan Dana Desa untuk pembangunan infrastruktur daerah, sinergi dan sinkronisasi antar K/L dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan infrastruktur jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (integrated funding) , serta pemanfaatan pembiayaan kreatif oleh pemerintah daerah sep e rti pinjaman daerah , penerbitan obligasi daerah dan / a tau KPBU. Selain itu, pemenuhan mandatory spending DTU untuk infrastruktur se besar 25 persen juga masih menjadi tantangan karena belum semua daerah dapat mem e nuhin y a. Pada tahun 2020 , kebijakan mandatory spending te rsebut direlaksasi dalam rangka mendukung penanggulangan pandemi COVID-19 , sehingga pemenuhan mandatory spending DTU menjadi tantangan bagi ketersediaan anggaran infrastruktur dan anggaran kesehatan. Tabel 7 Perkembangan lndikator Kesejahteraan Seluruh Provinsi lndikator Ras io G ini 5atuan lnd eks Terendah 0 ,280 2015 Tertinggi 0, 44 0 Deviasi 0, 04 2 Terendah 0,269 2019 Tertinggi 0,423 Deviasi 0,0 35 1PM l nd eks 57,25 78, 99 4, 17 60,84 80,76 3,91 La ma Se kolah Ta hun 5 ,99 10,70 0 ,95 6,65 11, 06 0 ,92 APM SMP Pe rsen 54,21 85,55 6,33 57, 19 8 6,75 6 ,1 0 T PT Persen 1,37 9, 05 2,04 1,19 7,73 1,5 8 Kern isk in an Pe rsen 6, 14 28,17 3,93 3 ,4 7 27 ,53 5,62 2015 2018 Sa nit asi Layak Per se n Te rend ah 8,68 Tertinggi 83,80 Deviasi 1 6,62 Terendah 15, 78 Tertinggi 85,53 Deviasi 15,46 PD RB per Ka pit a Juta Rupiah 14 . 867,16 195 .4 31,68 37.6 2 8,32 39.864,05 248.305,87 45 .761,23 Sumber : BPS , diolah Seiring dengan peningkatan TKDD dalam APBN dan juga pada porsi pendapatan daerah dalam APBD , kesejahteraan masyarakat mengalami peningkatan y ang ditunjukkan oleh perkembangan indikator kesejahteraan dan pelayanan publik di seluruh provinsi periode 2015-2019 yang semakin membaik. Meskipun demikian, masih terdapat ketimpangan yang cukup tinggi pada indikator- i ndikator kesejahteraan antardaerah provinsi. Oleh karena itu, diperlukan berbagai langkah kebijakan untuk mempercepat upaya mengatasi ketimpangan kesejahteraan antardaerah melalui peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah. Be berapa evaluasi pelaksanaan TKDD hingga tahun 2020 sebagaimana diuraikan di at a s, diketahui bahwa pelaksanaan TKDD dihadapkan pada be berap a ta ntangan utama antara lain : i) sinergitas ke bijakan dan program pe mbangunan antara be lanja TKDD dan belanja K/ L; ii) peningk a tan kualitas pendidikan dan ke sehatan mas y arakat; iii) per c epatan penyediaan infrastruktur daerah ; serta iv) peningkatan quality control TKDD melalui penguatan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan TKDD antar K/L dan unit terkait yang bertanggungjawab . Untuk menjawab tantangan tersebut dan dalam rangka memperkuat quality control atas pelaksanaan TKDD pada masa mendatang, maka perlu dilakukan reformasi TKDD yang secara konsisten juga diikuti dengan reformasi APBD. Secara umum, reformasi TKDD akan diarahkan untuk: (i) mendorong upaya peningkatan quality control atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari TKDD; (ii) mendorong Pemda dalam pelaksanaan pemulihan ekonomi, antara lain melalui pembangunan dan perbaikan fasilitas layanan sektor dengan karakteristik penciptaan lapangan kerja, dan pem berian dukungan in sen tif kepada daerah un tuk menarik investasi; (iii) sinergi pendanaan TKDD dengan pendanaan yang bersumber dari K/L dalam mendukung pembangunan human capital (Pendidikan dan Kesehatan), antara lain melalui penguatan mandatory spending DTU untuk Pendidikan dan Kesehatan, dukungan untuk program merdeka belajar, peningkatan kemampuan pelayanan RS dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) , dan penanganan _stunting; _ (iv) percepatan penyediaan infratsruuktur di daerah, antara lain melalui pembiayaan kreatif dan integrated funding dari berbagai sumber pendanaan dan pembiayaan; serta (v) mendorong redesain pengelolaan Dana Otonomi Khusus dengan memperhatikan perbaikan di sisi perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja , penguatan monitoring dan evaluasi , peningkatan akuntabilitas, serta dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat. Sementara itu, reformasi pengelolaan APBD dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi tata kelola pengelolaan keuangan daerah, akan dilakukan dengan:
Mengimplementasikan secara konsisten Perpres No 33 tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional. Terdapat 5 (lima) komponen yang diatur yaitu pengaturan mengenai honarorium, perjalanan dinas dalam negeri, rapat/pertemuan di dalam dan di luar kantor, pengadaan kendaraan dinas dan pemeliharaan sarana dan prasarana. Dengan pengaturan m1 diharapkan akan menghasilkan efisiensi sekitar 20-30 persen ;
Perbaikan dalam pengaturan Tambahan Penghasilan Pegawai di Daerah atau tunjangan kinerja daerah. Hal ini selain guna meningkatkan efisiensi belanja juga bertujuan untuk meminimalkan ketimpangan pendapatan PNSD antardaerah yang dapat berpotensi menimbulkan demotivasi bagi PNS antardaerah ;
Perbaikan dalam penyusunan program dan kegiatan pada Organisasi Perangkat Daerah melalui penyusunan Bagan Akun Standar. Hal ini selain dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran APBD, juga untuk memudahkan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK JNDONESIA sinergi perencanaan antara belanja pusat dan daerah karena akan menggunakan nomenklatur yang relatif sama, termasuk mempermudah penyusunan laporan keuangan antara Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. IV.2.6. Reformasi Penganggaran (Zero Based Budgeting) Secara nominal, belanja negara terus mengalami peningkatan, baik komponen belanja operasional maupun komponen belanja terkait program-program pembangunan , seperti pendidikan , ke sehatan, perlindungan sosial , pengentasan kemiskinan serta pe mbangunan infrastruktur. Meningkatnya frekuensi gejolak dan ketidakpasti a n ekonomi serta risiko terkait bencana alam juga meningkatkan kebutuhan fiscal buffer untuk upa ya antisipasi dan mitigasi dampak yang ditimbulkan . Menurunnya kinerja penerimaan pasca berakhirnya era commodity boom , di sisi lain juga menjadi tantangan te rsendiri bagi pendanaan program-progam prioritas y ang terus meningkat . Oleh karena itu , upaya penguatan efisiensi dan efektivitas belanja negara mutlak perlu dilakukan melalui reformasi penganggaran (budgeting). Grafik 48 Perkembangan Belanja Negara tahun 2004-2019 - Belanja Negara (%PDB) - Pertumbuhan Ekonomi (%) 25,00 Berpengaruh pada terbatasnya disk rest di sisi belanja 20.00 --~~ · 19 , 92 - - - - - - _ . - 25, 14 , 43 15,00 15,00 10,00 10.00 5,00 111111111 1 0,00 - --~ 5.00 5,06 ■ Belanja Pemef intah Pusat (%POB) Transfer ke Daerah (%PDB) 000 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber : Kementerian Keuangan Peningkatan belanja operasional (belanja barang dan pegawai) se mestinya masih dapat terus diupayakan untuk dikendalikan agar semakin efisien tanpa mengurangi kualitas pelayanan publik. Peningkatan alokasi anggaran pada berbagai belanja prioritas seperti pendidikan , kesehatan , pe ngentasan kemiskinan dan ketimpangan dan infrastruktur, juga seharusnya dapat diikuti dengan peningkatan output dan outcome y ang c ukup signifikan. Sebagai contoh , peningkatan anggaran pendidikan ternyata be lum diikuti dengan perbaikan signifikan pada skor PISA Indonesia. Skor HCI dan GCI Indonesia juga masih masih tertinggal dibandingkan dengan jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA beberapa negara di Kawasan ASEAN. Prevalensi stunting walaupun menurun, juga masih relatif tinggi. Sementara itu , pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagai instrumen desentralisasi fiskal belum sepenuhnya mampu mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional. Tren menurunnya kinerja penerimaan negara yang dibarengi dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan program-program pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19 serta program prioritas pembangunan lainnya menjadi momentum bagi Pemerintah untuk melakukan reformasi belanja negara dalam rangka penguatan efisiensi untuk belanja kebutuhan dasar , efektivitas belanja prioritas dengan penekanan pada pelaksanaan anggaran berbasis pada hasil (result based) serta penguatan kapasitas kebijakan countercyclical baik melalui penguatan automatic stabilizer maupun pencadangan belanja anticipatory. Reformasi pengelolaan belanja negara perlu dilakukan secara komprehensif dari hulu sampai hilir. Pada sisi hulu, pemerintah harus melakukan efisiensi pada belanja kebutuhan dasar, memfokuskan belanja prioritas, serta memperkuat sinkronisasi belanja pemerintah pusat dan belanja pemerintah daerah. Pada sisi hilir, pemantauan dan evaluasi harus diperkuat agar pelaksanaan anggaran berbasis hasil (result based execution). Ke depannya, belanja anticipatory juga perlu diperkuat sebaga i untuk mengantisipasi dan mitigasi dampak yang timbul apabila terjadi gejolak yang tidak diperkirakan sebelumnya. Hal ini diperlukan agar ketika adanya risiko perekonomian (krisis global, bencana alam atau wabah penyakit) dapat lebih cepat ditangani. Reformasi pengelolaan belanja negara dapat dilakukan melalui kerangka zero-based budgeting, yaitu perencanaan anggaran tiap tahunnya harus memulai dari awal (zero basis) tanpa mengacu pada rencana kegiatan atau hasil kegiatan di periode sebelumnya (incremental basis). Secara umum, kerangka zero-based budgeting adalah se bagai berikut: jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Bagan 6 Zero Based Budgeting FrscalSpace masrh terbatas 0 : REFORMASI: EFISIENSI, FOKUS, BERBASIS HASIL DAN ANTISIPATIF : ZERO BASED BUDGETING Performance Result Standardisas i Automatic based ba sed Buffer (harga & Kegiatan) Budgeting Execution stabilizer Pengalokasian anggaran melalui konsep zero - based budgeting dapat diusulkan menjadi tiga kelompok jenis belanja , y aitu basic spending, intervention (priority) spending dan anticipatory spending. Basic spending pada dasarnya adalah jenis belanja yang harus tersedi a pada setiap K/ L dalam mendukung operasional dan pemberian layanan kepada mas y arakat , antar a lain mencakup anggaran-anggaran operasional atau anggaran birokrasi. Pada basic spending, anggaran harus distandarisasi berdasarkan kegiatan, harga, serta wilayahnya. Bagi K/ L yang tidak memiliki fungs i intervensi, maka hanya akan dialokasikan anggaran basic spending. Selanjutnya , intervention spending merupakan belanja-belanja y an g bersifat intervensi y ang akan difokuskan untuk mendukun g program prioritas dalam rangka pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional. Jenis belanja ini akan dialokasikan pada BA BUN dan pengalokasikan ke masing-masing K/ L se rta evaluasinya a kan dilakukan ol eh Komite Penilai (reviewer committee) yang beranggotakan Kementerian Koordinator , Kemenkeu, serta Bappenas. Alokasi belanja internvensi berdasarkan proposal dari K/ L y ang berisikan r incian anggar a n , target output dan outcome, rencana aksi , indikator baku, serta manajemen risiko. Proses penganggaran menggunakan Performance Based Budgeting, y aitu Komite Penilai membuat indikator baku untuk penilaian agar alokasi sesuai kebutuhan , sesuai prioritas dan sinkron antara K/ L dan sinkron pula antara pusat dan da era h. Sedangkan proses pelaksanaan anggarannya menggunakan Result Based Execution , yaitu pelaksanaan anggaran be rb a sis hasil yang dicapai. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Terakhir, Anticipatory Spending, yakni belanja yang disiapkan sebagai buffer untuk menghadapi berbagai risiko gejolak seperti resesi ekonomi, bencana alam , serta penyebaran wabah penyakit. Mekanisme pelaksanaan Anticipatory Spending harus dibuat dengan menyesuaikan berbagai risiko tersebut. Sebagai contoh, ketika menghadapi resesi ekonomi yang menyebabkan banyak PHK atau adanya bencana alam/ sosial, alokasi Anticipatory Spending dapat berfungsi sebagai masyarakat. social safety net untuk menjaga daya beli IV.3.Reformasi Pendapatan Negara Tahun 2020 merupakan periode yang berat bagi perekonomian nasional. Pandemi COVID-19 yang di awal tahun 2020 masih berpusat di Tiongkok telah menyebar menjadi pandemi ke lebih dari 200 negara pada a khir Maret 2020, termasuk Indonesia. Terganggunya aktivitas ekonomi global akibat kebijakan lockdown di beberapa mitra dagang utama Indonesia membuat pasokan komponen penting bagi industri , seperti bahan mentah, bahan baku , dan barang modal dari luar negeri menjadi berkurang. Selain itu, meningkatnya nilai tukar Dolar Amerika membuat harga bahan impor menjadi lebih mahal. Akibatnya, beberapa industri nasional mengalami kesulitan untuk terus berproduksi, terutama industri yang bergantung pada bahan impor. Sebaliknya dari sisi konsumsi, dunia usaha dalam negeri juga mengalami tekanan. Langkah-langkah pencegahan yang relatif ketat untuk membatasi meluasnya penyebaran pandemi COVID-19 menyebabkan turunnya permintaan atas produk nasional. Dampak selanjutnya, banyak perusahaan yang mengalami kesulitan cash flow sehingga menurunkan kemampuan dalam membayar pajak. Akibatnya, penerimaan perpajakan seperti PPh Badan mengalami penurunan secara signifikan . Berkurangnya aktivitas perdagangan internasional secara signifikan juga mengakibatkan turunnya penerimaan pajak dari impor dan bea masuk. Selain itu, penerimaan perpajakan juga mengalami tekanan dari turunnya harga minyak dunia, bahan mineral, dan CPO yang merupakan komponen penting dalam menghitung PPh migas dan bea keluar. Kinerja penerimaan perpajakan diperkirakan akan melemah pada tahun 2020 dengan tax ratio berpotensi berada di bawah 9 persen, terendah dalam dua dekade terakhir. Menghadapi kondisi perekonomian dan pan demi COVID-19, ke bijakan dan strategi perpajakan jangka menengah ditujukan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi COVID-19 dan meningkatkan pendapatan negara. Di tengah ketidakpastian akan akhir jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dari pandemi COVID-19, dukungan terhadap dunia usaha mutlak diperlukan dalam rangka memitigasi dampak ekonomi yang timbul dan mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, langkah reformasi perpajakan yang pertama dilakukan adalah dengan memberikan relaksasi perpajakan kepada dunia usaha. Relaksasi perpajakan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi beban kegiatan usaha dan membantu meningkatkan kondisi cash flow perusahaan, khususnya selama dan pasca pendemi COVID-19. Perusahaan dapat menggunakan pengurangan atau pembebasan pajak untuk menutupi kenaikan harga bahan input maupun penurunan penjualan sehingga tetap beroperasi secara normal. Efek selanjutnya adalah perusahaan diharapkan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga karyawan mempunyai gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada gilirannya hal tersebut akan kembali menggairahkan perekonomian nasional, baik dari sisi produksi maupun sisi konsumsi. Melalui penurunan tarif PPh badan, pembebasan PPh impor dan bea masuk sektor tertentu, serta berbagai fasilitas perpajakan lainnya, Pemerintahjuga bermaksud meningkatkan daya saing guna mendorong aktivitas investasi sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam rangka meningkatkan pendapatan negara, khususnya penerimaan perpajakan, Pemerintah melakukan upaya perluasan basis pemajakan dan perbaikan administrasi perpajakan. Penambahan objek pajak baru, baik yang dipungut oleh DJP maupun DJBC, sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sebagai tahap awal , Pemerintah akan memungut pajak atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau yang lebih popular dengan sebutan e-commerce. Dalam beberapa tahun terakhir, transaksi online berkembang begitu cepat dan berpotensi menggantikan pasar konvensional. Untuk itu, pemajakan atas PMSE diharapkan mampu menjadi sumber penting pendapatan negara mengingat nilai transaksinya yang besar di masa yang akan datang. Selain itu, diperlukan juga sumber penerimaan lain yang berasal dari cukai. Selama ini cukai hanya dibebankan atas produk rokok , minuman beralkohol, dan ethyl alkohol. Meskipun demikian, ada banyak barang lain yang dapat dikenakan cukai seperti plastik, minuman berpemanis, dan bahan bakar minyak (BBM). Selain ditujukan untuk mengendalikan konsumsi mengingat dampaknya yang membahayakan lingkungan maupun kesehatan, pengenaaan cukai atas barang-barang tersebut tentu dapat menambah pendapatan negara yang pada gilirannya akan meningkatkan tax ratio. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Di sisi lain, upaya meningkatkan penerimaan perpajakan juga dapat dilakukan dari aspek subjek pajak . Upaya ini dilakukan dengan cara ekstensifikasi wajib pajak (WP) baru yang berbasis sektor dan kewilayahan, serta dengan cara meningkatkan kepatuhan sukarela WP melalui edukasi secara efektif dan peningkatan pelayanan, termasuk terhadap golongan High Net Worth Individual (HNWI) Tabet 8 Reformasi Perpajakan Indonesia ___ r _ uj_ u_ a_ n __ l 1 _ ___ R _ ef _ o _ r_ m _ a _ s· , _ __ I I _ _______ L _ a_ n_ gk a _ h _ - La _ n _ g _ k_ ah ______ _ 1. Mendoron g 1.1. Membe rikan insentif yang 1.1.1. Mengevaluasi insentif yang telah diberikan saat ini (tax expenditure) p ert umbu han ek on o mi nasional tepat sasaran 1.2. Mengurangi beban kegiatan usaha 1.1.2. Memberikan insentif baru secara selektif 1.2.1. Meningkat ka n EoDB 1.2.2. Meminimalisir pemajakan yang unfair 1.2.3. Membangun platform National Logistic Ecosystem (NL E) 2. M eningkatkan 2.1. Menambah objek pajak 2.1.1. Menambah objek PPN dan PPh penerimaan baru 2.1.2. Menambah objek Cukai (ekstensifikasi B KC) negara 2.2. Menambah subjek pajak baru 2.2.1. Melakukan ekstensifikasi WP baru (ber bas is sektor dan kewilayahan) 2.3. Meningkatkan kepatuhan sukarela WP 2.3.1. Meningkatkan pelayanan yang user friendly berbasis IT 2.3.2. Meningkatkan edukasi dan humas yang efektif 2.4.1. Mengoptimalkan pemanfaatan data dan risk management dalam 2.4. Menerapkan pengawasan pengawasan, pemeriksaan, dan penegakan hukum dan penegakan hukum yang berkeadilan 2.4.2. Mengembangan pemanfaatan Artificial Intelligence dan Smart Customs 2.5. Memperbaiki tata kelola 2.5.1. Mela kukan reformasi organisasi (Probis, IT, database, organisasi dan administrasi dan SOM) Selanjutnya, Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola dan administrasi perpajakan . Dengan semakin berkembangnya teknologi, penggunaan cara-cara baru yang lebih efisien dalam pelayanan perpajakan tentu harus segera dimula i. Untuk itu, perbaikan proses bisnis, teknologi informasi, database (core tax), organisasi, dan SDM merupakan bagian dari reformasi perpajakan da l am j angka pan j ang. Langkah- l angkah tersebut diharapkan mampu membawa perubahan terhadap peneri m aan perpajakan Indonesia ke arah yang lebih baik. Sementara itu, reformasi penge lol aan PNBP pada dasarnya diarahkan untuk menjamin penerimaan yang stabil, berke l anjutan serta memberikan manfaat jangka panjang terutama yang berasal dari pengeloaan sumber daya alam (SDA). Oleh karena itu, desain pengeloaan PNBP perlu mempertimbangkan mekanisme buffer . Mekanisme ini dapat memitigasi pada saat terjadi penurunan harga minyak mentah Indonesia. Adapun teknis penerapannya dapat didasarkan pada basis harga ICP atau basis penerimaan migas . Perbedaan keduanya terletak pada dasar penetapan buffer. Strategi pertama hanya didasarkan pada realisasi ICP dibandingkan dengan asumsi . Sedangkan mekanisme kedua telah memperhitungkan interaksi perubahan seluruh komponen/variabel yang mempengaruhi penerimaan PNBP SDA (migas) antara saat rea l isas i dengan saat penetapan target . jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA IV.4.Kebijakan Fiskal 2021 Dalam periode lima tahun terakhir, Pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif secara konsisten untuk menciptakan akselerasi pembangunan nasional sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi agar tumbuh tetap tinggi dan berkesinambungan. Pelaksanaan program pembangunan nasional yang didukung dengan pertumbuhan ekonomi tinggi menjadi modal penting bagi Pemerintah dalam mengupayakan pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan fiskal ekspansif sejatinya juga merupakan strategi yang dijalankan Pemerintah untuk menghindari opportunity loss sejalan dengan semakin tingginya pencapaian berbagai sasaran dan target pem bangunan nasional. Untuk mendukung implementasi kebijakan fiskal yang ekspansif yang terarah dan terukur, Pemerintah mengimplementasikan anggaran defisit yang didasari dengan penguatan pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan. Meskipun Pemerintah menerapkan kebijakan anggaran defisit, namun kebijakan ini tetap dilakukan dengan upaya pengendalian (risk treatments) atas berbagai risiko yang berpotensi menciptakan deviasi pada kinerja APBN. Upaya pengendalian risiko dalam APBN, tercermin dari perkembangan tingkat defisit yang diupayakan berada dalam tren yang terus menurun. Pada tahun 2015 misalnya, defisit ditetapkan sebesar 2,59 persen terhadap PDB dan terus menurun menjadi sebesar 1,76 persen terhadap PDB pada tahun 2020. Sejalan dengan tren penurunan angka defisit tersebut, pembiayaan anggaran dari tahun ke tahun juga diupayakan secara persentase terus mengalami penurunan. Meskipun defisit dan pembiayaan anggaran bergerak dalam tren yang semakin menurun sebagai upaya pengendalian, namun ini untuk diupayakan tanpa mengurangi pencapaian sasaran dan target pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Selain itu, untuk meningkatkan upaya mitigasi dan pengendalian terhadap berbagai risiko dalam APBN, Pemerintah pada tahun 2021 juga akan melakukan penguatan terhadap penerapan manajemen risiko fiskal yang berstandar internasional. Penguatan manajemen risiko fiskal ini dilakukan untuk mendukung perwujudan transparansi fiskal sekaligus meningkatkan efektivitas dalam kebijakan kesinambungan APBN. Praktik penguatan manajemen risiko fiskal akan dilakukan pada berbagai eksposur risiko baik yang menciptakan dampak langsung kepada APBN maupun dampak tidak langsung. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONES IA Kebijakan fiskal ekspansifyang diterapkan Pe merintah pada tahun 2021 juga akan dilakukan secara terarah dan terukur sebagai instrumen stimulus bagi perekonomian di tengah potensi masih tingginya dampak dan risiko pandemi COVID-19 bagi APBN, masyarakat dan perekonomian nasional. Selain itu, kebijakan fiskal ekspansif-konsolidatifjuga akan dijalankan untuk mendukung pencapaian berbagai sasaran dan target pembangunan n a sional dengan tetap mengedepankan pengelolaan fiskal yang fleksibel dan berkelanjutan . Hal tersebut akan ditempuh melalui beberapa langkah yaitu:
mengendalikan defisit anggaran pada kisaran 3 , 21-4, 1 7 persen, 2) menjaga rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) pada kisaran 36 , 67 - 37 , 97 persen dan 3) mendorong negatif keseimbangan primer (primary balance) menurun. Grafik 49 Keseimbangan Primer dan Defisit terhadap PDB 2020 2019 (Perpres 2015 2016 2017 2018 Unaudited 54/ 2020) 0.0 (100.0) I - I .. ^1~ ..
0.00 (1.00) (200.0) (1 .23) (1.01) (0.92) (300 .0 ) (2.00) C. a: : (400.0) C: : : I ~ (500.0) I (2.59) (2.49) . 8) (3.00) m C a. -c £ ~ 0 (600.0) - Keseimbangan Primer (Rp Triliun) (4.00) Defisit (Rp Triliun) (700.0) (5.00) . % Keseimbangan Primer thd PDB (RHS) (800. 0) (5. 07) - % Defisit thd PDB (RHS) (900.0) (6 .00) IV.4.1. Kebijakan Pendapatan Negara 2021 Pendapatan negara merupakan salah satu komponen utama dalam struktur APBN, selain belanja negara dan pembiayaan anggaran. Pendapatan negara, yang meliputi penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan penerimaan hibah menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan dan program- program Pemerintah. Untuk itu, Pemerintah terus berupaya agar pendapatan negara dapat dioptimalkan untuk mencapai tujuan nasional , termasuk meningkatkan produktivitas dan mendorong transformasi ekonomi nasional dalam rangka mencapa1 Visi Indonesia Maju 2045. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Optimalisasi pendapatan negara dilakukan baik dari sisi penerimaan perpajakan maupun PNBP. Dari sisi perpajakan, Pemerintah terus melakukan berbagai upaya perluasan basis pajak, dan perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio. Selain itu, penerapan Omnibus Law Perpajakan dan pemberian berbagai insentif fiskal diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, serta memacu transformasi ekonomi. Di sisi lain, optimalisasi PNBP juga terus dilakukan dengan memperhatikan daya dukung SDA, kualitas pelayanan publik, daya beli masyarakat, serta kondisi keuangan BUMN dan kinerja BLU. Pemerintah juga terus berupaya menyelesaikan regulasi turunan dari UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP. Regulasi tersebut antara lain mendorong kinerja PNBP di bidang pengawasan, pemeriksaan, serta penetapan dan penyederhanaan tarif. Penerapan seluruh regulasi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan optimalisasi dan tata kelola PNBP.
Kebijakan Penerimaan Perpajakan Tahun 2021 Secara umum, kinerja perpajakan di Indonesia memperlihatkan kecenderungan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Selama periode 2015-2019, indikator rasio perpajakan terhadap PDB (rasio perpajakan dalam arti sempit yang hanya membandingkan penerimaan dari pajak serta bea dan cukai terhadap PDB nominal, dan tidak memasukan penerimaan dari PNBP SDA Migas dan PNBP SDA Pertambangan Minerba) mengalami penurunan, yaitu dari 10,76 persen pada tahun 2015 menjadi sebesar 9,76 persen pada tahun 2019. Pada tahun 2018 rasio perpajakan Indonesia telah meningkat yang didorong oleh peningkatan penerimaan dari sektor pertambangan. Namun, pada tahun 2019 rasio perpajakan kembali turun akibat melemahnya perdagangan internasional dan menurunnya beberapa harga komoditas utama dunia. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 50 Perkembangan Rasio Perpajakan terhadap PDB 9.76 ., Rasio Perpajakan thd PDB •· •· · •· • • Linear (Rasio Perpajakan thd PDB) 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: Kementerian Keuangan Dibandingkan dengan negara-negara lain, rasio perpajakan di Indonesia masih relatif rendah. Hal terse but mengindikasikan bahwa masih terjadinya gap kebijakan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pemungutan perpajakan nasional. Relatif besarnya tax exemption dan insentif perpajakan yang tercermin dalam belanja perpajakan memengaruhi capaian tax ratio Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu , adanya penghindaran pajak dan kecenderungan aktivitas informal yang tinggi yang belum ditangkap dalam sistem perpajakan juga berkontribusi pada tidak optimalnya capaian rasio perpajakan . Dilihat dari pertumbuhannya dalam lima tahun terakhir, penerimaan perpajakan tumbuh rata-rata sebesar 6,2 persen per tahun . Selama periode tersebut, pertumbuhan perpajakan tertinggi terjadi pada tahun 2018 sebesar 13,0 persen seiring tingginya harga minyak dunia dan komoditas pertambangan lainnya. Pada tahun 2019, pertumbuhan perpajakan mengalami perlambatan cukup tajam , yaitu hanya mencapai 1,8 persen atau terendah selama lima tahun terakhir. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 51 Perkembangan Penerimaan Perpajakan 2,500 Rp triliun Persen 15 2,000 10 1,500 1,462.6 5 1,000 0 500 -5 0 -10 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Unaudited Perpres 54/2020 - Penerimaan Pajak Kepabenan dan Cukai - Growth Total Perpajakan Sumber: Kementerian Keuangan Kinerja perpajakan yang berfluktuatif terse but menunjukkan bahwa penerimaan perpajakan sangat dipengaruhi oleh perkembangan aktivitas ekonomi domestik dan kinerja perdagangan internasional. Dari sisi domestik , pertumbuhan sektor-sektor ekonomi tertentu yang menjadi tumpuan penerimaan perpajakan sangat menentukan capaian kinerja penerimaan perpajakan. Selain itu stabilitas konsumsi masyarakat juga turut mempengaruhi capaian penerimaan perpajakan, khususnya PPN. Sementara itu, dari sisi perdagangan internasional, kinerja penerimaan perpajakan sangat dipengaruhi oleh dinamika kegiatan impor dan ekspor barang dan jasa . Penerimaan perpajakan yang berbasis kegiatan impor cukup besar porsinya sehingga besarnya penerimaan perpajakan juga ditentukan juga oleh naik turunnya volume dan nilai impor, serta perkembangan perekonomian domestik dan internasional. Kinerja penerimaan perpajakan dalam beberapa tahun terakhir juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan perpajakan yang dilaksanakan oleh pemerintah . Beberapa kebijakan pajak yang berdampak signifikan terhadap penerimaan perpajakan antara lain: (i) kebijakan penurunan PTKP pada tahun 2015 dan 2016 ; (ii) kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) tahun 2017-2018; (iii) kebijakan penurunan tarif pajak final untuk wajib pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada tahun 2018; (iv) kebijakan tax holiday dan tax allowance pada tahun 2018 dan 2019; dan (v) kebijakan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau yang dilakukan setiap tahun, kecuali di tahun 2019. Selain itu, pada tahun 2020, Pemerintah menerapkan kebijakan ekstensifikasi Barang Kena jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Cukai (BKC) baru dan pengenaan cukai terhadap kantong plastik belanja sekali pakai dalam rangka mendukung perlindungan terhadap kelestarian lingkungan. U sulan yang sudah dilakukan sejak tahun 2016 melalui rapat pembahasan APBN antara Pemerintah dan DPR akhirnya berhasil disepakati dan disetujui pada awal tahun 2020. Grafik 52 Komposisi Penerimaan Perpajakan Tahun 2015 dan 2019 (%) 0.52 4.68 0.58 4.44 1.59 2019 • PPh Nonmlgas PPN dan PPnBM • PBB ■ PPh Nonmlgas PPN dan PPnBM • PBB Pajak lainnya PPh Mlgas Pajak lalnnva PPhMlgas Sumber : Kementerian Keuangan Kinerja administrasi perpajakan Juga secara langsung mempengaruhi keberhasilan pemungutan perpajakan di Indonesia. Perbaikan sistem administrasi dan penguatan database perpajakan sangat berpengaruh signifikan bagi pengawasan dan penegakan kepatuhan wajib pajak. Penerapan SPT elektronik, e-faktur, pelayanan mobile tax unit telah memberikan jangkauan pelayanan pajak yang lebih luas dan mudah sehingga mampu memberikan pengaruh positif bagi kepatuhan wajib pajak. Selain itu, percepatan layanan restitusi tahun 2018 dan 2019 telah membantu wajib pajak untuk menjaga kelancaran aktivitas usahanya. Dari sisi komponen pajak, selama lima tahun terakhir penerimaan pajak utamanya disumbang dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) non migas sebesar 52-54 persen dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) sekitar 40 persen. Di sisi lain, sumbangan PBB dan Pajak Lainnya relatif kecil masing-masing 2-3 persen dan 0,5-1,0 persen. Adapun , sumbangan PPh migas masih cukup signifikan sekitar 4-5 persen, namun berfluktuasi mengikuti perkembangan harga komoditas minyak bumi dan gas di dunia. Kontribusi penerimaan perpajakan dari sektor primer (pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, serta pertambangan dan penggalian) merupakan yang jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA paling kecil dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu berkisar antara 12-13 persen pada periode 2015-2019 . Meskipun komposisinya paling sedikit , penerimaan perpajakan dari sektor primer bersifat fluktuatif mengikuti perkembangan harga komoditas dunia. Sementara itu , kontribusi penerimaan perpajakan dari sektor sekunder (industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; dan konstruksi) terus menurun dari 39 persen tahun 2015 menjadi 37 persen tahun 2019. Di sisi lain, kontribusi penerimaan perpajakan dari sektor tersier (p erdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, real estate dan jasa perusahaan, dan jasa lainn ya) meningkat dari 48 persen (2015) menjadi 51 persen (2019). Grafik 53 Perkembangan Pertumbuhan Pajak Sektoral, 2009 2019 Index 2009=100 4 00 Tersier 350 300 Sekunder Primer 250 200 150 100 2009 20 10 2011 20 12 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Sumber: Kementerian Keuangan Secara umum , perkembangan pajak secara sektoral menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan sektor manufaktur dan peningkatan sektor jasa sebagai sumber utama penerimaan perpajakan. Fenomena ini sejalan dengan berkurangnya kontribusi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia sejak dua dekade terakhir (deindustrialisasi). Kondisi ini harus menjadi perhatian karena perlambatan sektor industri pengolahan akan berdampak besar terhadap menurunn ya penerimaan pajak. Hal terse but karena nilai tam bah sektor industri pengolahan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lainn ya sehingga pajak yang dapat dipungut dari sektor industri pengolahan juga relatif lebih banyak. Di sisi lain, pertumbuhan pesat sektor tersier menunjukkan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA bahwa aktivitas perekonomiaan telah beralih ke sektor perdagangan, transportasi, komunikasi, keuangan, hiburan, dan pariwisata. Tren tersebut diperkirakan akan terus berlanjut di masa yang akan datang mengikuti perubahan gaya hidup seiring meningkatnya pendapatan masyarakat. Oleh karena itu , Pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah proaktif agar perubahan struktur ekonomi dapat tetap mendorong pertumbuhan s1s1 penerimaan perpajakan. Langkah-langkah tersebut di antaranya perbaikan administrasi perpajakan dan penggalian sumber-sumber pajak baru . Selain itu, Pemerintah akan mendukung transformasi ekonomi dengan mendorong berkembangnya sektor industri pengolahan di dalam negeri melalui kebijakan pemberian insentif perpajakan untuk sektor-sektor tertentu dan berbagai fasilitas pajak lainnya. Boks 2 Insentif Belanja Perpajakan ( Tax Expenditure) Pemerintah terus berupaya me ndorong pertumbuhan ekonomi yang ti ngg i untuk mencapai Visi Indonesia Ma ju 2045, salah satunya melalui kebijakan khusus di bidang perpajakan antara lain pemberian fasilitas perpajakan. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan investasi , menjaga daya beli masyarakat, dan mendukung dunia usaha dan bisnis di tengah lesun ya perekonomian, sehingga kegiatan usaha dan aktivitas ekonomi dapat terus berkembang dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Tax holiday dan tax allowance adalah beberapa contoh perlakuan perpajakan khusus yang ditujukan untuk meningkatkan iklim investasi dan mendorong sisi produksi pelaku usaha. Pemer i ntah juga memiliki perlakuan perpajakan khusus berupa pengecualian pengenaan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan kesehatan . Kebijakan ini ditujukan un tuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan barang dan jasa dengan harga terjangkau, yang diharapkan mampu mendorong sisi konsumsi masyarakat. Fasilitas perpajakan dalam bentuk insentif dan berbagai kebijakan khusus di bidang perpajakan merupakan belanja non tunai pemerintah dalam bentuk pengurangan kewajiban perpajakan, atau lazim dikenal sebagai tax expenditure atau belanja perpajakan. Pada tahun pajak 2018 estimasi belanja perpajakan mencapai Rp221, 1 triliun, a tau 1, 49 per sen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jum l ah ini meningka t sebesar 12,35 persen dari tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar 1,47 persen PDB. Estimasi potensi pendapatan yang hilang (revenue forgone) atas suatu kebijakan belanja perpajakan, di dalam laporan Belanja Perpajakan 2018 dikelompokkan berdasarkan jenis pajak, sektor ekonomi penerima fasilitas, subjek penerima, tujuan kebijakan belan ja perpajakan, dan fungsi dari belanja pemerintah. Berdasarkan jenis pajaknya, estimasi belanja perpajakan tahun 2018 yang terbesar adalah belanja perpajakan PPN sebesar Rp145,62 triliun atau 0,98 persen PDB , PPh sebesar Rp63,27 triliun atau 0,43 persen PDB, Bea Masuk dan Cukai sebesar Rp 12, 17 triliun atau 0,08 persen PDB, dan belanja perpajakan terkecil yaitu PBB sebesar Rp72 ,0 triliun atau 0,0005 persen PDB. Dalam jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA mendukung pertumbuhan ekonomi secara sektoral, Pemerintah telah memberikan insentif yang berbentuk belanja perpajakan kepada sebelas spesifik sektor dan multi sektor dalam perekonomian Indonesia. Beberapa diantara spesifik sektor usaha penerimaan fasilitas belanja perpajakan yaitu sektor industri manufaktur, pertanian dan perikanan, dan perdagangan yang pada tahun 2018 menerima fasilitas sebesar Rp86,10 triliun atau 0,58 persen PDB. Selanjutnya dukungan bagi pelaku usaha dikategorikan berdasarkan subjek penerima manfaat belanja perpajakan. Pemerintah telah memberikan fasilitas belanja perpajakan pada tahun 2018 kepada dunia usaha yang meliputi multi skala dan UMKM, serta bagi rumah tangga . UMKM sebagai pelaku usaha dengan jumlah terbesar di Indonesia telah menerima belanja perpajakan sebesar Rp62,67 triliun atau 0,42 persen PDB. Berbagai data dan gambaran tersebut menunjukkan besaran dukungan Pemerintah dalam bentuk belanja perpajakan yang diselaraskan dengan kebijakan be l anja Pemerintah di APBN. Untuk anggaran pendidikan misalnya, selain alokasi anggaran 20 persen dari APBN, Pemerintah juga memiliki belanja perpajakan yang ditujukan untuk sektor pendidikan, berdasarkan fungsi belanja pemerintah, dengan nilai estimasi sekitar Rpl4,4 triliun atau 0, 10 persen PDB pada tahun pajak 2018. Nilai revenue forgone tidak dapat langsung direalisasikan menjadi pendapatan negara apabila suatu kebijakan belanja perpajakan dihilangkan, namun nilai estimasi tersebut dapat menjadi indikasi dalam pengelolaan belanja negara yang bersifat belanja non tunai. Fungsi belanja perpajakan untuk mendukung perkembangan dunia usaha, di satu sisi dinilai sangat bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Namun belanja perpajakan di sisi yang lain, dirasakan dapat menggerus potensi penerimaan dan basis perpajakan sehingga mengurangi daya dorong perpajakan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan. Du a hal yang terlihat saling bertentangan ini harus menjadi pertimbangan utama bagi Pemerintah dalam menjalankan kebijakan perpajakannya. Manfaat pemberian belanja perpajakan kepada sektor manufaktur akan berdampak pada penurunan biaya produksi. Dengan biaya produksi yang rendah, maka produsen dapat menghasilkan produk lebih maks i mal, sehingga hal ini mendorong sisi produksi atau supply barang. Di sisi lain, belanja perpajakan kepada sektor perdagangan dapat mendorong sisi konsumsi masyarakat karena harga barang yang menjadi lebih murah. Pemerintah telah sejak lama memberikan fasilitas insentif atau belanja perpajakan kepada perusahaan dan atau individu. Sisi produksi atau sisi konsumsi yang mendapatkan lebih banyak manfaat dari insen tif tersebut, serta siapa saja yang lebih membutuhkan fas i litas tersebut, selalu menjadi bahan perhatian Pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Dalam pengambilan kebijakan, Pemerintah juga mempertimbangkan besaran dampak belanja perpajakan bagi ekonomi, penyerapan tenaga kerja, penurunan kemiskinan, dan dampak sosial ekonomi lainnya dalam setiap pemberian belanja perpajakan. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kebijakan belanja perpajakan menjadi salah satu tahapan yang pen ting dalam rangka perbaikan kebijakan yang berkelanjutan (continuous improvemen~. Tantangan dalam melaksanakan evaluasi kebijakan adalah ketersediaan data, kompleksitas pengukuran, hingga koordinasi antarlembaga menjadi beberapa faktor teknis yang sering kali dijumpai tidak hanya di Indonesia, tetapi juga negara maju sekalipun. Namun demikian, Pemerintah telah dan terus akan melakukan evaluasi kebijakan dan berkomitmen untuk melakukan perba i kan jika diperlukan demi kesejahteraan masyarakat. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 139 - Sementara itu, Penerimaan Kepabeanan dan Cukai pada periode 2015-2019 menunjukkan tren yang meningkat . Pada tahun 2019, realisasi penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp213,52 triliun, a tau tumbuh 18,87 persen dari realisasi tahun 2015 yang mencapai Rpl 79,58 triliun. Penerimaan Kepabeanan dan Cukai didukung oleh penerimaan dari Cukai, Bea Masuk, dan Bea Keluar. Berdasarkan komponen penerimaannya, selama tahun 2015-2019 penerimaan cukai rata-rata tumbuh 8, 13 persen dan bea masuk (BM) tumbuh rata-rata 3,22 persen, sedangkan penerimaan bea keluar (BK) tumbuh negatif 6,62 persen akibat tren menurunnya harga komoditas . Meskipun telah mengeluarkan dan melaksanakan berbagai kebijakan, Pemerintah menyadari kinerja penerimaan perpajakan masih menghadapi beberapa tantangan di tahun 2021 , yaitu: (i) upaya meningkatkan kembali tax ratio Indonesia di tengah situasi pemulihan ekonomi selama dan pasca pandemi COVID-19; (ii) pergeseran struktur perekonomian yang dipicu perlambatan pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai nilai tambah tinggi seperti industri pengolahan mengakibatkan penerimaan perpajakan terus mengalami tekanan; (iii) seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita Indonesia, pertumbuhan kelas menengah juga semakin meningkat. Golongan ini mempunyai daya beli dan gaya hidup yang lebih tinggi sehingga menuntut adanya perbaikan pelayanan perpajakan yang sesuai dengan kemajuan zaman yang cepat , mudah dan berbasis IT; serta (iv) guna mengelola kekuatan sosial ekonomi baru tersebut diperlukan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, yang sekaligus sebagai upaya agar Indonesia bisa keluar dari middle income trap (MIT) . Perbaikan kualitas SDM dalam negeri mutlak menjadi prioritas Pemerintah melalui pemberian fasilitas insentif perpajakan yang tepat dan terukur. Boks 3 Stimulus Perpajakan Tahun 2020 dalam Rangka Menghadapi Pandemi COVID-19 Pajak merupakan instrumen penting dalam kebi jak an fiskal dalam rangka menghadapi pandemi globa l COVID-19. Dalam tahun 2020, Pemerintah mengeluarkan stimulus perpajakan untuk mencapai dua tujuan utama yai tu mempercepat penanganan kesehatan akibat dampak pandemi COVID-19 dan menjaga dunia usaha agar tetap bergerak sehingga roda perekonomian tetap berjalan. Oleh karena itu, kebijakan perpajakan yang ditempuh ol eh Pemerintah secara umum adalah melakukan relaksasi perpajakan dimana jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pemungutan perpajakan dilaksanakan dalam kerangka merespon dampak pan demi global COVID-19. Stimulus perpajakan tahun 2020 antara lain ditujukan untuk tiga bidang, yaitu:
Bidang Kesehatan untuk penanganan COVID-19 Stimulus ini pada dasarnya diberikan untuk melakukan upaya percepatan penanganan COVID-19 terutama untuk mendukung penyediaan alat ke sehatan, obat-obatan, dan tenaga medis. Stimulus perpajakan dalam bidang kesehatan ini diberikan dalam bentuk:
PPN tidak dipungut untuk Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak tertentu untuk penanganan COVID-19;
PPN DTP untuk penyediaan obat-obatan dan alat kesehatan;
Pembebasan PPh untuk honor tenaga medis tertentu. 2 . Bidang Perlindungan Sosial untuk mendukung Social Safety Net Dalam rangka mengurangi dampak bencana pandemi COVID-19 bagi masyarakat, Pemerintah menanggung Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) pasal 21. Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) ini diberikan kepada masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp200 juta setahun. Pemberian pajak DTP m1 diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mempertahankan daya belinya sehingga mampu menghadapi dampak pandemi COVID-19 tahun 2020. Stimulus ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung penciptaan social safety net yang pendanaannya dialokasikan dari Belanja Pemerintah.
Bidang Usaha untuk membantu dunia usaha yang terdampak COVID- 19 Untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dan dunia usaha dalam rangka menghadapi pandemi COVID-19, Pemerintah juga memberikan stimulus perpajakan kepada dunia usaha terutama kepada perusahaan yang terkena dampak negatif dari pandemi global ini. Stimulus pajak diberikan antara lain berupa pengurangan angsuran PPh 25, pembebasan PPh 22 impor, relaksasi restitusi, dan fasilitas BM DTP. Selain itu, Pemerintah juga melakukan percepatan penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen yang diimplementasikan pada tahun 2020 dan dilanjutkan t ahun 2021. Kebijakan ini setahun lebih cepat dari yang diusulkan dalam Omnibus Law Perpajakan. Kebijakan umum perpajakan tahun 2021 disusun dengan memperhatikan kinerja penerimaan perpajakan selama lima tahun terakhir, melihat kondisi ekonomi terkini dari dalam dan luar negeri, dan mempertimbangkan tantangan yang akan dihadapi tahun 202 1. Secara umum, kebijakan penerimaan perpajakan tahun 2021 diarahkan untuk mendukung upaya pemulihan dan transisi ekonomi pasca pandemi COVID-19 dengan tetap memberikan insentif perpajakan yang tepat dan terukur dalam rangka meningkatkan produktivitas, daya saing dan investasi, mendorong transformasi ekonomi, dan mengantisipasi perubahan ekonomi global. Kebijakan umum perpajakan tersebut ditempuh melalui (i) jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA memberikan insentif fiskal yang lebih tepat dan terukur; (ii) melakukan relaksasi prosedur untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional ; (iii) menyempurnakan peraturan perpajakan; (iv) mengoptimalkan penerimaan perpajakan melalui perluasan basis pajak , dengan cara peningkatan kepatuhan sukarela WP, pengawasan dan penegaan hukum yang berkeadilan, serta pelaksanaan lima pilar reformasi: organisasi, SDM, IT dan basis data , serta proses bisnis dan regulasi; (v) memberikan insentif untuk vokasi dan litbang, dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan; (vi) meningkatkan pelayanan kepabeanan; serta (vii) melakukan ekstensifikasi barang kena cukai. Sejalan dengan arah kebijakan umum perpajakan 2021 di atas , kebijakan teknis pajak yang akan diimplementasikan pada tahun 2021 dapat dikategorikan menjadi empat pilar kebijakan besar dengan rincian sebagai berikut:
Mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur:
Pemberian insentif perpajakan dalam rangka membantu likuiditas WP;
Pemberian insentif perpajakan untuk membantu penyediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat .
Memperkuat sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi, melalui:
Terobosan di bidang regulasi melalui Omnibus Law Perpajakan;
Fasilitas Perpajakan melalui pemberian insentif pajak yang lebih terarah; c . Proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT 3. Meningkatkan kualitas SDM dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan, melalui:
Pemberian insentif untuk kegiatan vokasi dan litbang; b . Pelayanan yang mudah dan berkualitas;
Regulasi yang berkepastian hukum;
Edukasi dan humas yang efektif. 4 . Mengoptimalkan penerimaan pajak melalui:
Pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE);
Ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan; jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA c. Pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang berbasis risiko dan berkeadilan; serta d. Meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, IT dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak. Boks 4 RUU Omnibus Law Perpajakan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau yang dikenal dengan Omnibus Law Perpajakan merupakan terobosan baru Pemerintah dimana dalam satu undang-undang terdapat berbagai aturan perpajakan, khususnya yang berkaitan dengan kemudahan berinvestasi dan berusaha. Omnibus Law Perpajakan dibuat berdasarkan kenyataan bahwa peraturan perpajakan seringkali justru menjadi disinsentif dalam melakukan investasi . Kebijakan tarif yang kurang kompetitif dengan negara lain, pengenaan pajak berganda, dan administrasi perpajakan yang kompleks pada akhirnya telah menciptakan tambahan biaya (cost of fund) yang ditanggung oleh investor. Selain itu, peraturan perpajakan yang kerap tidak harmonis dengan peraturan perpajakan di daerah menyebabkan iklim investasi di Indonesia menjadi kurang kondusif bagi dunia usaha. Untuk itu, kehadiran Omnibus Law Perpajakan diharapkan mampu menjadi terobosan yang menguntungkan bagi masyarakat melalui adanya investasi bagi sektor-sektor produktif yang banyak menyerap tenaga kerja maupun sektor-sektor dengan nilai tambah yang tinggi. Hal tersebut untuk selanjutnya diharapkan mampu mendorong perekonomian nasional. Penerapan Omnibus Law Perpajakan yang diperkirakan akan berlaku efektif pada tahun 2021 tentu saja akan berdampak pada sisi penerimaan negara, dalam hal ini penurunan penerimaan perpajakan. Sebagian ketentuan fasilitas dalam regulasi ini dipercepat pelaksanaannya tahun 2020 untuk antisipasi pandemi COVID-19 yang tertuang dalam Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Perpres No. 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Aturan dalam Omnibus Law Perpajakan yang menyangkut penurunan tarif pajak, pemberian fasilitas pajak, maupun pembebasan pajak pada akhirnya akan membawa konsekuensi pada berkurangnya pajak yang dapat dipungut oleh Pemerintah. Sebagai contoh, penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen pada tahun 2021 dan 2020, dan menjadi 20 persen pada tahun 2022 tentu akan berdampak langsung terhadap turunnya penerimaan PPh Badan. Selain itu, aturan dalam Omnibus Law Perpajakan seperti penghapusan PPh atas dividen yang diinvestasikan di dalam negeri dan penghapusan PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga diperkirakan juga mengakibatkan berkurangnya penerimaan perpajakan mulai tahun 2021. Di sisi lain, terdapat terobosan baru yaitu pemajakan transaksi elektronik yang diharapkan mampu meningkatkan basis pajak. Secara total, penerimaan perpajakan yang hilang akibat pemberlakuan Omnibus Law Perpajakan diperkirakan berkisar antara 0,5 persen hingga 0,6 persen terhadap PDB. Walaupun memberikan dampak nega tif pada sisi penerimaan negara, penerapan Omnibus Law Perpajakan diharapkan mampu berdampak positif kepada perekonomian secara makro melalui peningkatan investasi. Selain jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA itu, melalui rasionalisasi ketentuan pajak daerah dan pemberian fasilitas perpajakan diharapkan iklim investasi di Indonesia menjadi lebih kompe t itif sehingga lebih menarik untuk didatangi investor. Di tengah perubahan struktur ekonomi Indonesia dan fenomena deindustrialisasi pada dua dekade terakhir, adanya investasi yang masuk diharapkan mampu mengangkat sektor-sektor yang sebelumnya berkinerja lemah, seperti sektor industri pengolahan, menjadi l ebih bergairah. Hal ini menjadi penting guna menumbuhkan kembali industri-industri Indonesia yang dulu sempat merajalela, seperti tekstil, maupun merangsang industri-industri baru dengan nilai tambah yang tinggi seperti high-tech products. Sektor-sektor tersebut diharapkan mampu membawa Indonesia bangkit menuju Visi Indonesia Maju 2045. Sementara itu, kebijakan teknis kepabeanan dan cukai tahun 2021 difokuskan pada upaya untuk mendorong kemudahan logistik dan perlindungan masyarakat guna mendukung pemulihan ekonomi dan mendorong pendapatan negara, yaitu 1. Mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, melalui:
Relaksasi prosedur kepabeanan dan cukai untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional;
Pembebasan bea masuk untuk sektor-sektor yang terkena dampak .
Memperkuat sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi, melalui:
Perbaikan rasio neraca ekspor impor untuk penerima fasilitas kepabeanan;
Pengembangan fasilitas kepabeanan (Tempat Penimbunan Berikat/TPB, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor /KITE, dan Industri Kecil dan Menengah/IKM), kawasan khusus, dan reputable traders (Authorized Economic Operator/ AEO dan Mitra Utama/MITA);
Harmonisasi fasilitas fiskal lintas K/L;
Penguatan klinik ekspor/klinik Kementerian Keuangan untuk percepatan investasi dan daya saing.
Meningkatan kualitas SDM dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan, melalui:
Sinergi pemberantasan penyelundupan di laut, pelabuhan dan perbatasan;
Pengembangan Narcotic Targetting Center (NTC) untuk memperkuat upaya pemberantasan peredaran narkoba; jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA c. Pemberantasan dan penurunan peredaran Barang Kena Cukai (BKC) ilegal ;
Ekstensifikasi BKC baru untuk mengendalikan eksternalitas negatif. 4 . Menyempurnakan proses bisnis, melalui:
Pengembangan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) melalui Platform CEISA 4.0 Smart _Fraud Detection; _ b. Perluasan basis penerimaan;
Integrasi dan konektivitas pelayanan ekspor-impor dengan K/L ;
Pembangunan platform National Logistic Ecosystem (NLE).
Mengoptimalkan penerimaan, melalui : a . Relaksasi pelayanan; b . Penyempurnaan regulasi administrasi penenmaan , proses bisnis pemeriksaan, pengelolaan penerimaan, keberatan, dan peningkatan pemenangan sengketa di pengadilan pajak. 2 . Kebijakan PNBP Tahun 2021 Kinerja PNBP dilihat dar i rasio terhadap PDB menunjukkan angka yang bervariasi. Capaian kinerja berfluktuasi dari 2,2 persen (2 015), menjadi 2,6 persen (2019). Secara nominal, capaian kinerjanyajuga menunjukkan tren peningkatan dari Rp255,6 triliun (2015) menjad i Rp407, 1 triliun (2019) . Grafik di bawah menunjukkan perkembangan kinerja PNBP dalam periode 2015-2019. Ukuran kinerja lain dapat dilihat dengan membandingkan antara target dengan realisasi PNBP yang menunjukkan kecenderungan capaian yang positif (realisasi melebihi target), kecuali tahun 2015 yang realisasinya lebih rendah dari target. Perkembangan kinerja PNBP ini sangat dipengaruhi oleh kinerja PNBP SDA migas yang masih memiliki peran cukup penting. Faktor yang sangat signifikan salah satunya adalah perubahan harga komoditas minyak bumi (ICP). Dalam APBN 2020 yang telah disesuaikan dengan Perpres Nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur clan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020, PNBP ditargetkan sebesar Rp297,8 triliun (1,8 persen dari PDB) yang terdiri dari PNBP SDA Rp82,2 triliun, PNBP KND Rp65,0 triliun, PNBP Lainnya Rp94,7 triliun , dan pendapatan BLU Rp55,8 triliun. Pandemi COVID-19 diperkirakan akan berdampak cukup signifikan pada pencapaian target PNBP di tahun 2020, yang dipengaruhi oleh perubahan parameter dan kebijakan, jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 145 antara lain:
penurunan harga komoditas, terutama minyak mentah dan batubara serta perubahan kurs nilai tukar yang mempengaruhi PNBP SDA;
kebijakan pembatasan pelayanan dari K/L; dan
penurunan aktivitas ekonomi masyarakat . Perkiraan penurunan PNBP SDA pada 2020 terutama berasal dari perkiraan menurunnya harga minyak mentah dan batubara, dan penurunan lifting migas, serta kebijakan penurunan harga gas untuk industri tertentu. Grafik 54 Perkembangan Kinerja PNBP 2015-2019 (Rp Triliun) 409 .3 407.1 Ill II 311 .2 297.8 255.6 262.0 Ill 123 .3 ml - • I I 94 .7 81 .7 118 .0 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Unaudited Perpres No.54/2020 ■ PNBP SDA ■ PNBP dari KND PNBP Lainnya ■ Pendapatan BLU Sumber: Kementerian Keuangan Upaya pencapaian kinerja PNBP juga masih menemui tantangan yang signifikan pada tahun 2021. Selain karena dampak COVID-19 yang mungkin masih dirasakan, pada tahun 2021 juga masih menghadapi beberapa tantangan. Tantangan global dan domestik berkontribusi secara langsung dan tidak langsung dalam rangka pencapaian target PNBP. Pertama, perkembangan ekonomi dunia dan kondisi geopolitik sangat berpengaruh pada dinamika harga komoditas minyak dan gas serta minerba yang diperkirakan memberikan tekanan pada penurunan harga energi global yang akan berdampak negatif pada penerimaan PNBP SDA. Kedua, kecenderungan penurunan produksi migas (lifting migas) Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir, produksi migas Indonesia selalu mengalami penurunan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat temuan cadangan baru. Bahkan, dalam 10 tahun terakhir, tidak ada cadangan migas berkapasitas raksasa yang ditemukan . Ketiga, terkait dengan aspek compliance wajib bayar PNBP dalam memenuhi kewajibannya secara tepat jumlah dan tepat waktu, serta jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dari sisi pengawasan masih perlu diperkuat. Pada saat yang sama , idle asset yang dimiliki negara perlu untuk dioptimalkan sehingga dapat menjadi salah satu sumber utama PNBP. Dalam hal ini pemerintah perlu menyusun skema pemanfaatan asset yang tepat sehingga tidak hanya bermanfaat bagi perekonomian, namun juga menjadi buffer penerimaan PNBP. Sistem administrasi dan penggunaan teknologi informasi yang belum optimal perlu terus didorong sehingga PNBP dapat dikelola lebih transparan serta berkontribusi dalam mendorong investasi masuk kedalam negeri. Sistem administrasi dan penggunaan teknologi informasi juga perlu lebih dioptimalkan dan didorong agar PNBP dapat dikelola lebih transparan sehingga dapat berkontribusi dalam mendorong investasi masuk ke dalam negeri . Dalam menghadapi tantangan tersebut di atas, fokus kebijakan PNBP tahun 2021 adalah "inovasi kebijakan dan layanan serta penguatan tata kelola mendukung efektivitas dan efisiensi kegiatan usaha dan optimalisasi PNBP". Secara umum, kebijakan PNBP tahun 2021 mencakup: pengelolaan sumber daya alam secara optimal , peningkatan kinerja BUMN, peningkatan kualitas layanan PNBP, peningkatan inovasi dan penyempurnaan kebijakan serta optimalisasi aset dengan penerapan Highest and Best Use (HBU), peningkatan kinerja pelayanan BLU, serta penyempurnaan tata kelola. Kebijakan PNBP SDA Untuk kebijakan PNBP SDA tahun 2021 mencakup upaya: (i) mendukung pengelolaan SDA dari hulu ke hilir; (ii) upaya pencapaian optimalisasi produksi SDA antara lain melalui penyederhanaan dan kemudahan perizinan; (iii) penyempurnaan regulasi baik berupa peraturan maupun kontrak perjanjian pengusahaan; (iv) peningkatan monitoring, evaluasi , pengawasan , dan transparansi pemanfaatan SDA serta penggalian potensi; (v) menjalankan upaya peningkatan lifting migas antara lain mendorong penemuan cadangan migas baru dengan peningkatan iklim investasi sektor hulu migas ; (vi) pelaksanaan kontrak bagi hasil dan pengendalian biaya operasional kegiatan hulu migas yang lebih efektif dan efisien; dan (vii) penerapan kebijakan penetapan harga gas bumi tertentu berdasarkan paket kebijakan stimulus ekonomi untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri agar lebih kompetitif. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA a. Kebijakan PNBP SDA Migas Tahun 2021 yaitu:
Menjalankan upaya peningkatan lifting migas antara lain melalui penyederhanaan dan kemudahan perizinan untuk meningkatkan investasi bulu migas, baik pada kegiatan eksploitasi maupun eksplorasi. Strategi one door service policy yang sudah berjalan akan terus ditingkatkan dan diperluas implementasinya. Layanan ini memberikan kemudahan, kepastian, dan kecepatan penyelesaian perizinan pelaku usaba sebingga minat investasi juga dibarapkan meningkat;
Mendorong pelaksanaan kontrak bagi basil dan pengendalian biaya operasional kegiatan usaha hulu migas yang le bib efektif dan efisien . Skema bagi basil pengusahaan bulu migas yang ada saat ini didorong agar pelaku usaha dapat menjalankan usahanya secara lebib efektif dan efisien. Skema cost recovery dengan PP No. 27 Tahun 2017 ten tang Perubaban atas PP No. 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Pengbasilan di Bidang Usaba Hulu Migas, dan skema gross split dengan PP No. 53 Tabun 201 7 ten tang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaba Hulu Migas dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dibarapkan dapat memberikan piliban skema mana yang paling efektif dan efisien;
Menyempurnakan regulasi baik berupa peraturan maupun kontrak perjanjian. Penyempurnaan regulasi akan terus dilakukan baik berupa peraturan maupun kontrak perjanjian sebingga memberikan pedoman dan iklim investasi kondusif sebingga mendorong kegiatan usaba bulu migas;
Meningkatkan monitoring dan evaluasi, pengawasan, dan transparansi pemanfaatan serta penggalian potensi. Peningkatan pengawasan, termasuk di dalamnya monitoring dan evaluasi, akan dilaksanakan dengan lebih baik. Penggunaan teknologi dapat mempermudab pelaksanaan pengawasan serta monitoring dan evaluasi. Transparansi pengelolaan terus ditingkatkan, penggalian potensi yang masib dapat diusahakan akan terus dikembangkan;
Penerapan Kebijakan Penetapan Harga Gas Bumi Tertentu berdasarkan paket kebijakan stimulus ekonomi untuk mendorong Pertumbuban Industri Dalam Negeri sesuai Perpres No. 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Kebijakan ini akan tetap dilaksanakan tahun depan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA mengingat posisi strategis komoditas gas bumi sebagai sumber energi, bahan baku, maupun utilitas bagi industri. Kebijakan baik alokasi maupun harga diarahkan dapat menjadi stimulus perkembangan industri.
Kebijakan PNBP SDA Pertambangan Minerba Tahun 2021, yaitu:
Peningkatan kerja sama instansi terkait audit kewajiban, kebutuhan informasi data ekspor minerba, bimbingan dan pengawasan terhadap pemegang IUP, serta pembentukan task force atau gugus tugas pemantauan serta optimalisasi penerimaan (PNBP);
Pemberian sanksi bagi perusahaan yang mempunyai tunggakan;
Intensifikasi pelaksanaan kepatuhan wajib bayar;
Bimbingan teknis tata cara pemungutan, penghitungan, dan pembayaran; serta 5 . Perbaikan administrasi dengan mengoptimalkan penggunaan aplikasi e-PNBP Minerba.
Kebijakan PNBP SDA Kehutanan Tahun 2021 yaitu :
Penyempurnaan regulasi antara lain: (i) revisi PP jenis dan tarif PNBP pada KLHK; (ii) evaluasi berkala harga patokan untuk perhitungan PSDH; (iii) Revisi Permenlhk tentang juknis tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran PNBP SDA Kehutanan; dan (iv) percepatan proses perizinan secara online (OSS);
Optimalisasi produksi dan perbaikan harga antara lain: (i) Pencadangan areal untuk hutan tanaman (IUPHHK-HTI); (ii) peningkatan produktivitas hutan alam dan pengurangan emisi; dan (iii) optimalisasi pemanfaatan hasil hutan (HHBK dan J asling);
Penguatan kerjasama dan perbaikan administrasi antara lain: (i) peningkatan kegiatan lapangan audit kepatuhan wajib bayar; (ii) peningkatan kapasitas sistem pembayaran dan monitoring PNBP secara _online; _ dan (iii) optimalisasi penagihan PNBP terutang.
Kebijakan PNBP SDA Perikanan Tahun 2021, yaitu:
Pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang lebih optimal, bebas ilegal, tanpa pelaporan, dan tidak diatur (IUU Fishing) _; _ 2. Implementasi penzman usaha yang efisien dan bertanggungjawab; jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 3. Pengelolaan sumber daya ikan berbasis WPP; 4 . Peningkatan produktivitas armada perikanan tangkap yang berkelanjutan;
Peningkatan integrasi dan konektivitas infrastruktur perikanan tangkap ;
Ekstensifikasi tempat pemasukan dan pengeluaran ikan dengan pembukaan satuan kerja/wilayah kerja;
Optimalisasi penerimaan SDA perikanan melalui kajian perubahan formula perhitungan; dan
Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan kerjasama antarlembaga.
Kebijakan PNBP SDA Panas Bumi Tahun 2021, yaitu:
Perluasan penerapan perizinan online dan mendorong penyederhanaan perijinan di bidang kehutanan dan di Pemerintah Daerah;
Peningkatan tata kelola pengusahaan antara lain melalui perbaikan insentif Panas Bumi, percepatan lelang WKP, dan penyempurnaan regulasi pemanfaatan di zona konservasi;
Perbaikan data dan informasi antara lain melalui pemutakhiran data potensi, integrasi dan kolaborasi dalam sistem pengelolaan dan perbaikan tata kelola, serta pemanfaatan IT dalam monitoring dan evaluasi produksi; dan
Peningkatan efisiensi antara lain melalui mitigasi resiko kegiatan hulu panas bumi, update penggunaan teknologi untuk produksi yang efisien, dan kegiatan eksplorasi dengan menggunakan dana APBN. Kebijakan PNBP KND Dividen BUMN Tantangan utama pengelolaan dividen BUMN adalah kesehatan BUMN baik secara organisasi dan finansial. Identifikasi atas kemampuan BUMN dalam menjalankan program-program pemerintah, terutama bagi BUMN dengan kondisi finansial yang tidak sehat (ekuitas dan laba negatif) perlu untuk dilakukan kembali. Kondisi kesehatan BUMN yang tidak baik pada saatnya akan ditransmisikan kembali ke aspek fiskal dan pada gilirannya dapat menjadi contingent liabilities. Tantangan lain adalah mendorong proses bisnis BUMN untuk menjadi lebih efektif, kompetitif, dan transparan sehingga dapat meminimalkan risiko biaya dan mismanagement dikemudian hari. Langkah yang telah ditempuh kementerian BUMN salah satunya adalah melakukan perampingan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA beberapa anak usaha BUMN. Ini merupakan langkah strategis dalam mendorong efisiensi usaha, menarik investasi masuk, serta refocusing atas tujuan awal pembentukan BUMN tersebut. Langkah kebijakan yang ditempuh pada tahun 2021 antara lain: (i) menjaga profitabilitas dan likuiditas perusahaan dengan mempertimbangkan tingkat laba, kemampuan pendanaan , dan solvabilitas; (ii) menjaga persepsi investor yang dapat berpotensi menurunkan nilai pasar BUMN yang terdaftar di bursa saham; (iii) penyesuaian regulasi dan perjanjian (covenant) yang mengikat BUMN; dan (iv) penetapan dividen lebih selektif untuk menyeimbangkan antara kebutuhan APBN dengan pelaksanaan program dan kesinambungan usaha BUMN. PNBP Lainnya Pada tahun 2021, pengelolaan PNBP Lainnya juga menghadapi tantangan berupa penentuan besaran tarif yang dapat menjaga daya beli masyarakat dan dunia usaha, kapasitas dan kualitas pelayanan, dan meningkatkan nilai aset negara . Oleh karena itu, kebijakan PNBP pelayanan pada K/L dalam tahun 2021 secara umum diarahkan pada: (i) peningkatan kualitas pelayanan, penyederhanaan prosedur, penyederhanaan jenis dan/atau tarif , kecepatan layanan, pengoptimalan potensi dan inovasi layanan, perluasan sistem pembayaran berbasis cashless, peningkatan penggunaan teknologi dan informasi, dan peningkatan kapasitas sarana prasarana layanan; (ii) peningkatan penerimaan dari pengelolaan aset BMN, dan (iii) penyempurnaan tata kelola, yang antara lain dilakukan dengan memperluas akses terhadap layanan, pengenaan tarif Rp0 atau 0 persen dengan pertimbangan tertentu, memberikan keringanan PNBP dalam kondisi tertentu, dan peningkatan sinergi pengawasan dan penagihan PNBP secara lebih intensif. Kebijakan PNBP dari Kementerian/Lembaga dengan pelayanan terbesar, yaitu: Kementerian Komunikasi dan Infonnatika antara lain: intensifikasi penagihan secara periodik dan intensif, optimalisasi penggunaan aplikasi berbasis online, penguatan tata kelola PNBP (seperti kepatuhan wajib bayar dan penegakan hukum), serta penyederhanaan dan otomatisasi/ modernisasi/ pemutakhiran proses pelayanan perizinan. Kepolisian Negara Republik Indonesia antara lain: peningkatan kualitas layanan, pengembangan regident dan BPKB online, jdih.kemenkeu.go.id Q MENTER IKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA standarisasi sarana prasarana pelayanan SIM/BPKB, pengembangan Regional Traffic Management Center (RTMC) dan Traffic Management Center (TMC), pengembangan smart STNK, monitoring dan evaluasi melalui SBST online, dan penyempurnaan pembangunan dan pengembangan sistem data online. Kementerian Perhubungan antara lain: penerapan Elektronik Sertifikat Registrasi Uji Tipe (E-SRUT), peningkatan pelayanan melalui kerja sama dengan pihak badan usaha melalui skema KPBU dan KSP, penerapan teknologi/ aplikasi online bidang kenavigasian, perkapalan dan kepelautan serta angkutan laut, optimalisasi pendapatan dari Tersus/TUKS, penyesuaian jenis dan tarif serta penyederhanaan perizinan. Kementerian Hukum dan HAM antara lain: penambahan Unit Layanan Paspor (ULP), Unit Kerja Keimigrasian (UKK) dan perluasan layanan e-passport, simplifikasi pungutan tarif administrasi, pengembangan layanan administrasi hukum umum berbasis online, serta pengembangan teknologi informasi pelayanan kekayaan intelektual. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan antara lain: revisi PP Nomor 82 Tahun 2016 ten tang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kemendikbud, evaluasi dan perbaikan kebijakan uang kuliah tunggal (UKT) yang terjangkau, dan kerjasama/Kemitraan dengan pihak lain. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, antara lain: diversifikasi layanan informasi melalui tarif layanan berbasis digital, penyesuaian tarif dari hasil transparansi pelayanan analog ke pelayanan digital dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat berbasis teknologi informasi. Selain dari kegiatan pelayanan, PNBP lainnya dapat diperoleh dari pendapatan dari pemanfaatan pengelolaan barang milik negara (BMN)/kekayaan milik negara lainnya, seperti BMN dari KKKS, PKP2B, kekayaan negara yang berasal dari rampasan berdasarkan putusan pengadilan, dan kekayaan negara eks likuidasi perbankan. Kebijakan optimalisasi aset BMN tahun 2021, antara lain: (i) inovasi dan penyempurnaan kebijakan; (ii) penyelesaian tindak lanjut revaluasi BMN dan perluasan implementasi pengasuransian BMN pada K/L; (iii) optimalisasi pengelolaan BMN dari KKKS; dan (iv) penyempurnaan kebijakan pengelolaan BMN PKP2B. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONES1A Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang lebih baik, kebijakan BLU tahun 2021 antara lain: (i) mengutamakan peningkatan kualitas pelayanan yang affordable, available, dan _sustainable; _ (ii) meningkatkan tata kelola untuk mengawal peningkatan kinerja BLU; (iii) meningkatkan pemanfaatan idle fund melalui investasi kas BLU untuk meningkatkan kualitas layanan; dan (iv) modernisasi pengelolaan BLU melalui pemanfaatan informasi teknologi.
Kebijakan Penerimaan Hibah Tahun 2021 Sumber penerimaan hibah berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Dari dalam negeri berasal dari lembaga keuangan dalam negeri, lembaga non keuangan dalam negeri, pemerintah daerah, perusahaan asing yang melakukan kegiatan di wilayah Indonesia, lembaga lainnya dan perorangan. Sementara penerimaan hibah dari luar negeri berasal dari negara asing, l embaga di bawah PBB, lembaga multilateral, lembaga keuangan asing dan non asing, lembaga keuangan nasional yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Indonesia , dan perorangan. Dalam rangka mewujudkan tata kelola keuangan yang baik, kebijakan penerimaan hibah diarahkan sebagai berikut , yaitu (i) penerimaan hibah harus memenuhi prinsip transparan, akuntabel, efisien dan efektif, kehati-hatian, tidak disertai ikatan politik, dan tidak memiliki muatan yang dapat menganggu stabilitas keamanan negara; (ii) mengutamakan penerimaan hibah yang tidak memerlukan Rupiah Murni Pendamping (RMP); dan (iv) penerimaan hibah diutamakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas Kementerian/Lembaga dan memberikan nilai tambah dalam pembangunan nasional. IV.4.2. Kebijakan Belanja Negara Dalam kondisi tidak normal, peran belanja negara menjadi sangat krusial dalam merespons dampak pandemi COVID- 19 baik dari untuk mendukung upaya pemulihan dan reformasi pada berbagai bidang antara lain kesehatan, program perlindungan sosial, pendidikan serta dukungan pada dunia usaha. Langkah-langkah extraordinary perlu ditempuh agar rambatan pandemi dapat dimitigasi melalui bauran kebijakan baik pada sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan. Kebijakan belanja negara secara umum yang ditempuh Pemerintah jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA antara lain melakukan efisiensi, realokasi, dan refocusing untuk penanganan COVID-19 dan akselerasi pemulihan sosial-ekonomi. Dalam rangka penanganan COVID-19, kebijakan belanja negara tahun 2020 difokuskan untuk menjaga tingkat kesehatan masyarakat, memberi perlindungan terhadap masyarakat terutama kelompok miskin dan rentan, serta menjamin keberlangsungan dunia usaha , utamanya UMKM yang terdampak. Belanja negara tahun 2020 diperkirakan mencapai Rp2.613,8 triliun, terutama karena adanya tambahan belanja kesehatan Rp75 triliun untuk insentif tenaga kesehatan, alat kesehatan untuk penanganan COVID-19 dan pelayanan kesehatan . Tambahan untukjaring pengaman sosial naik Rpl 10 triliun , antara lain untuk tambahan manfaat kartu sembako, tambahan penyaluran PKH, kartu pra kerja, pembebasan tarif listrik bagi pelanggan 450 VA dan diskon 50 persen bagi pelanggan 900 VA , penanganan pangan dan logistik, serta bantuan sosial tunai. Sementara dukungan untuk dunia usaha dan UMKM sebesar Rp70, 1 triliun. Selain berbagai tambahan terse but, juga dilakukan penghematan belanja, baik belanja Kementerian/Lembaga maupun TKDD. Grafik 55 Perkembangan Belanja Negara (% PDB) 15.67 1 4.55 2015 2016 2017 2018 2019 Unaudited 2020 APBN (Perpres 54/ 2020) Sumber: Kementerian Keuangan Tahun 2021 diharapkan menjadi momentum transisi menuju normal pasca pandemi COVID-19 serta secara bertahap dapat menyelesaikan tantangan fundamental yang dihadapi Indonesia. Sebagai instrumen utama kebijakan fiskal, pengelolaan belanja negara didorong untuk lebih optima l dengan mulai menggunakan pendekatan spending better jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA yang fokus pada pelaksanaan program prioritas , berbasis hasil (result based), dan efisiensi kebutuhan dasar, serta antisipatif terhadap berbagai tekanan (automatic stabilizer}. Arah kebijakan belanja negara 2021 adalah:
Fokus belanja untuk peningkatan kualitas kesehatan, Janng pengaman sosial, dunia usaha dan UMKM;
Reformasi anggaran, antara lain melalui: • Fokus pada prioritas dan orientasi pada hasil (result based), serta value for money (efektif, efisien dan ekonomis); • Efisiensi biaya birokrasi pusat dan daerah, law enforcement yang konsisten dan objektif; • Antisipasi ketidakpastian (automatic stabilizer} . 3. Penajaman belanja barang (belanja operasional, non operasional, perjalanan dinas, dan belanja yang diserahkan ke masyarakat/ Pemda);
Penguatan belanja modal dan pemeliharaanya untuk BMN yang optimal;
Belanja modal untuk mendukung proyek yang tertunda 2020 serta menampung kebijakan inisiatif baru dan kegiatan prioritas tahun 2021;
Peningkatan efektivitas program perlindungan sosial untuk akselerasi pemulihan sosial: • Melanjutkan social safety net (kartu Sembako , kartu Pra Kerja dan PKH); • Integrasi PKH dan PIP; • Transformasi subsidi (listrik dan LPG) ke bansos (kartu Sembako); • Penguatan efektivitas PKH, kartu sembako , KIP kuliah; Kartu Prakerja; • Akurasi data , perbaikan mekanisme dan integrasi/ sinergi antarprogram.
Penguatan quality control TKKD untuk mendukung pemulihan sosial-ekonomi.
Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat Belanja Pegawai Belanja pegawai merupakan instrumen penting dalam mendorong produktivitas aparatur negara dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam penyediaan layanan publik. Sejalan dengan arah kebijakan belanja negara yang tetap fokus pada penguatan belanja jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA berkualitas, fungsi belanja pegawai terus diarahkan untuk mendukung efisiensi birokrasi dan peningkatan kualitas layanan publik. Birokrasi yang efisien serta layanan publik yang berkualitas merupakan cerminan dari pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, berintegritas, dan jauh dari praktik korupsi . Perkembangan belanja pegawai selama periode waktu 2015-2020 cenderung mengalami peningkatan, dari sebelumnya sebesar Rp281,1 triliun atau sekitar 2,4 persen PDB tahun 2015 meningkat menjadi Rp412,8 triliun atau sebesar 2,5 persen PDB pada tahun 2020. Dari sisi pertumbuhan , pada periode tersebut secara rata-rata belanja pegawai tumbuh sebesar 9 ,2 persen per tahun. Pertumbuhan tersebut diantaranya dipengaruhi adanya kebijakan kenaikan gaji dan pensiun pokok pada tahun 2015 serta pemberian gaji ke-13 dan tunjangan hari raya untuk aparatur negara dan pensiunan , serta perbaikan tunjangan kinerja pada K/L seiring dengan capaian reformasi birokrasi K/ L. Grafik 56 Perkembangan Belanja Pegawai 15 ,35 - Melalui KIL Melalui non-KIL ..._ Pertumbuhan (%) 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Unaudited APBN (Perpres 54 1 2020 ) Sumber: Kementeri an Keuan g an Tantangan besar dari kebijakan belanja pegawai adalah menJaga langkah reformasi institusional secara menyeluruh sebagai bagian dari reformasi birokrasi, yang diselaraskan dengan perkembangan di era revolusi industri 4,0. Harapannya adalah terwujudnya birokrasi yang efisien, pelayanan publik yang berkualitas, serta be bas korupsi merupakan syarat mutlak guna merespon perkembangan digitalisasi dan industrialisasi tersebut. Pada tahun 2021, Pemerintah akan terus berkomitmen untuk melanjutkan dukungan terhadap reformasi institusional dalam jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA upaya mendorong efektivitas birokrasi (to serve, to support , to help) dalam mencapai target pembangunan. Secara umum, kebijakan belanja pegawai tahun 2021 akan diarahkan untuk:
Menjaga tingkat kesejahteraan pegawai yang diselaraskan dengan capaian kinerjanya melalui penerapan reward dan punishment berbasis indikator kinerja, antara lain melalui upaya : • Menjaga kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13; • Mendorong birokrasi dan layanan publik yang agile, efektif, produktif, dan kompetitif melalui Reformasi Birokrasi ;
Peningkatan efektivitas dan efisiensi birokrasi sebagai kunci keberhasilan reformasi fiskal melalui simplifikasi aturan administrasi, penguatan birokrasi berbasis teknologi , serta delayering birokrasi kelembagaan;
Penguatan koordinasi kebijakan secara horizontal dan vertikal antara pemerintah pusat dan daerah;
Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi . Belanja Barang Selama periode tahun 2015 - 2020, realisasi belanja barang mengalami pertumbuhan rata - rata tahunan sebesar 9,83 persen. Rata - rata pertumbuhan terse but melampaui rata-rata pertumbuhan PDB nominal yang hanya mencapai 8,07 persen dalam kurun waktu yang sama. Pertumbuhan belanja barang tersebut antara lain dipengaruhi adanya kebijakan reklasifikasi jenis belanja dari belanja bantuan sosial menjadi belanja barang di tahun 2015. Reklasifikas i tersebut dilakukan sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan governance penyaluran ban tuan sosial. Pertumbuhan realisasi belanja barang juga dipengaruhi adanya pelaksanaan beberapa kegiatan strategis selama periode tahun 2015-2019, an tara lain seperti penyelenggaraan Asian Games dan Asian Para Games, IMF-World Bank Group Annual Meeting, serta pelaksanaan Pilkada serentak dan Pemilihan Presiden. Belanja barang tahun 2020 dialokasikan sebesar Rp294,0 triliun atau mengalami penurunan sebesar 12,09 persen. Penurunan tersebut antara lain dipengaruhi adanya kebijakan realokasi dan refocusing belanja yang diprioritaskan untuk mendukung penanganan pandemi COVID-19. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA Grafik 57 Perkembangan Belanja Barang 32.08 347.5 334.4 291.5 294.0 233.3 2015 2016 - TriliunRp Per 2017 2018 tumbuhan (%) 2019 Unaudited 2020 APBN (Perpres 54/ 2020) Sumb er: Kement e rian Keuangan Secara umum, arah kebijakan belanja barang di tahun 2021 difokuskan pada :
Melanjutkan efisiensi belanja non prioritas (antara lain perjalanan dinas , rapat , paket meeting, rapat dalam kantor, konsinyering, dan honorarium) ;
Penajaman belanja pemeliharaan dengan memperhitungkan penambahan aset tahun-tahun sebelumnya;
Pe najaman dan sinergitas antara Belanja Barang untuk Diserahkan kepada Masyarakat / Pemda se jalan dengan peningkatan bantuan sosial dan sumber pendanaan lain (antara lain belanja modal , DAK Fisik , Dana Desa, Dekonsentrasi / Tugas Pembantuan);
Pemberian dukungan bagi proyek yang menggunakan skema KPBU, antara lain memberikan fasilitas penyiapan proyek (PDF), memberikan dukungan kelayakan proyek (VGF), dan pembayaran ketersediaan layanan (AP) , dengan tetap memperhatikan peningkatan kualitas pelayanan, efisiensi dan capaian _output; _ 5) Pemberikan dukungan pada mitigasi bencana, rehabilitasi dan rekonstruksi. Belanja Modal Belanja modal menjadi salah satu instrumen utama Pemerintah untuk menggerakkan roda perekonomian . Untuk itu , belanja modal y ang berkualitas menjadi penting untuk menambah menambah aset sekaligus mendorong investasi pemerintah pe ndukung pertumbuhan ekonomi. Dalam period e tahun 2015-2019 , secara nominal belanja modal rata-rata tumbuh sebesar 6,23 persen per tahun. Namun demikian , jika dilihat berdasarkan persentase terhadap PDB, belanja modal menunjukkan tren yang menurun. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Alokasi belanja modal di tahun 2020 adalah sebesar 0,94 persen PDB, lebih rendah dari rata - rata realisasi belanja modal tahun 2015 2019 sebesar 1,42 persen PDB . Penurunan tersebut antara lain dipengaruhi adanya penundaan beberapa kegiatan pembangunan infrastruktur di tahun 2020 yang di-cany over untuk tahun berikutnya seiring dengan kebijakan belanja tahun 2020 difokuskan untuk penanganan pandemi COVID-19. Tabel 9 Perkembangan Belanja Modal Ra ta -r ata 2020 Belanja Modal 2015 2016 2017 2018 2019 2015-2019 Outlook (Triliun Rp) unaudit ed % o % hd o t y-o-y ^% ^hd o t Growth PDB Tr Rp (%) PDB Tanah 9,1 4,6 3,4 3,5 4,2 21,31 0, 04 3,90 (7,0) 0,02 Pera latan dan Mesin 70,1 68,2 89,6 61,4 57,1 4,30 0, 52 53,40 (6,4) 0,32 GedungdanBangunan 29,8 25,3 27,8 27,2 27,6 9,77 0,20 25,0 (9,3) 0,15 Ja lan, lrigasi dan Jaringan 98,6 64,0 80,4 84,4 74,5 6,82 0,60 67,0 (10,1) 0,40 Belanja Modal BLU 2,3 3,5 3,9 4,6 6,5 25,61 0,03 6,2 (4,6) 0,04 Modal Lainnya 5,6 4,0 3,4 3,1 4,9 13,64 0,03 2,5 (48,5) 0,01 otal Belanja Modal 215,4 169,5 208 ,7 184 ,1 174,7 6,23 1,42 158 ,0 (9,6) 0,94 Persen thd PDB 1,87 1,37 1 ,54 1, 24 1,10 Sumber: Kementerian Keuangan Rendahnya belanja modal menjadi tantangan bagi Pemerintah dalam upaya menutup infrastructure gap yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan peer countries (Realizing Indonesia's Economic Potential, IMF 2017) . Jika dilihat berdasarkan komponennya, porsi terbesar belanja modal selama periode tahun 2015-2019 didominasi untuk belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, yaitu berada di kisaran 0,60 persen PDB . Belanja modal untuk jalan, irigasi dan jaringan masih mendominasi alokasi total belanja modal di tahun 2020. Meskipun belanja modal terhadap PDB cenderung menurun namun investasi pemerintah termasuk investasi pemerintah daerah masih mengalami peningkatan meskipun sangat tipis. Hal ini salah satunya disebabkan adanya pergeseran belanja modal menjadi belanja barang berupa belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat/Pemerintah Daerah . Namun demikian, investasi pemerintah relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA lain di kawasan ASEAN. Hal ini perlu menjadi perh a tian bagi Pemerintah yang terus berupaya untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur . Rendahnya belanja modal menjadi tantangan bagi Pemerintah dalam upaya menutup infrastructure gap yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan peer countries (Realizing Indonesia's Economic Potential, IMF 2017). Jika dilihat berdasarkan komponennya , porsi terbesar belanja modal selama periode tahun 2015-2019 didom i nasi untuk belanja modal jalan , irigasi, dan jaringan, yaitu berada di kisaran 0,60 persen PDB. Belanja modal untuk jalan, irigasi dan jaringan masih mendominasi alokasi total belanja modal di tahun 2020 . Meskipun belanja modal terhadap PDB cenderung menurun namun investasi pemerintah termasuk investasi pemerintah daerah masih mengalami peningkatan meskipun sangat tipis. Hal ini salah satunya disebabkan adanya pergeseran belanja modal dari pemerintah ke transfer daerah melalui belanja barang yang diserahkan kepada Pemda. Namun demikian , investasi pemerintah relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah yang terus berupaya untuk mengakselerasi pem bangunan infrastruktur . Salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan belanja modal adalah meningkatkan efektivitas dan produktivitas belanja modal sehingga berdampak optimal. Penyerapan belanja modal juga dapat mengalami kendala antara lain proses pengadaan lahan dan kontruksi yang tertunda . Untuk itu, kebijakan belanja modal tahun 2021 diarahkan untuk mendukung:
Kelanjutan proyek yang tertunda di tahun 2020 secara selektif dan pendanaan proyek multi _years; _ b. Inisiatif baru dan kegiatan prioritas tahun 2021;
Fokus infrastruktur untuk mendukung transformasi ekonomi ; Belanja Bantuan Sosial (Bansos) Belanja bansos menjadi sangat penting sebagai salah satu instrumen fiskal dalam memberikanjaring pengaman sosial (social safety net) ditengah pandemi COVID-19. Belanja bansos secara esensi memiliki tujuan untuk memberikan stimulan kepada individu dan keluarga miskin agar dapat memenuhi kebutuhan dasar. Dalam lima tahun terakhir, alokasi anggaran bansos tumbuh positif yang disertai dengan perluasan cakupan peserta jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dan besaran manfaat. Serbagai terobosan kebijakan telah dilakukan untuk meningkatkan efektivitas program-program dalam menurunkan kemiskin a n dan kesenjangan. Serdasarkan studi - studi sebelumnya , program-program bansos di Indonesia telah berhasil menurunkan angka kemiskinan dan rasio Gi ni . Namun de mikian, perlambatan penurunan angka kemiskinan dan pen y empurnaan impl em e ntasi program-program peng e ntasan kemiskinan masih menjadi tantangan bagi Pemerintah. Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah akan terus memp e rbaiki e fektivitas bansos sebagai instrumen perlindungan sosial, investasi SDM , dan sumber pertumbuhan ekonomi jangk a p a nJang. Selanja bansos terus m e ningkat dalam lima t ahun terakhir disebabkan oleh peningkatan jumlah pes e rta dan nilai bantuan di berbagai program. Selama periode 2015-2020 , belanja bansos tumbuh rata-rata 7, 04 persen dengan porsi te rhadap PDS sebesar 0,62 persen. Hal ini tidak terlepas dari perluasan cakupan beberapa program pengentasan kemiskinan se perti Program Keluarga Harapan (PKH) , Sidik Misi , serta Penerima Santuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PSI JKN). Di samping itu, terdapat kenaikan iuran PSI JKN dan pe rubahan skema bantuan dan penambahan komponen eligibilitas PKH dalam lima tahun terakhir. Oleh karena itu, Pem e rintah mengalokasikan be lanja bansos lebih besar untuk mencakup lebih banyak peserta program dan meningkatkan besaran manfaat. Grafik 58 Perkembangan Belanja Bansos 2015-2020 1 29 .8 97.2 11.s/ 84.3 55.3 49.6 I 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Unaudited APBN - TriliunRp Pertumbuhan (%) (Perpres 54/ 2020) Sumber: Kementerian Keuan ga n jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Pemerintah melakukan berbagai terobosan pada PKH untuk mempercepat penurunan kemiskinan dan kesenjangan. Sejalan dengan hasil studi World Bank (2015), penelitian internal Kementerian Keuangan (2019) juga menunjukkan bahwa PKH merupakan program yang paling efektif dalam menurunkan kemiskinan dan kesenjangan. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah memperluas cakupan kepesertaan PKH secara signifikan dari 3,5 KPM pada tahun 2015 menjadi 10 juta KPM pada tahun 2018. Untuk mendukung perluasan tersebut, komponen eligibilitas program yang semula hanya meliputi ibu hamil, balita, dan anak sekolah SD hingga SMA kemudian ditambahkan komponen disabilitas dan lansia pada tahun 2016. Namun, keterbatasan anggaran pada saat itu mendorong Pemerintah untuk mengubah skema pembayaran menjadi _Ju: _ amount sejak 2016 hingga 2018 agar mampu mengimbangi besarnya lonjakan kepesertaan selama periode tersebut. Skema ini dikembalikan menjadi sesuai komponen kondisionalitasnya pada tahun 2019 dengan dukungan anggaran lebih besar.Terobosan lain untuk memperbaiki efektivitas bansos adalah dengan transformasi beras sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Belum sempurnanya implementasi Rastra di lapangan karena menghindari kecemburuan sosial menyebabkan efektivitas program ini belum optimal. Untuk itu, pemerintah secara bertahap mentransformasi Rastra menjadi BPNT untuk memperbaiki ketepatan sasaran. Peralihan yang dimulai pada tahun 2017 ini baru secara penuh dilakukan pada tahun 2019 karena mempertimbangkan kesiapan faktor pendukung seperti e- warong dan fasilitas layanan keuangan . Dengan jumlah penerima Rastra dan BPNT yang sama yaitu sebanyak 15 ,6 juta KPM, transformasi ini tidak menyebabkan perubahan anggaran karena nilai subsidi yang diterima KPM masih sama. Dalam merespon pandemi COVID- 19, program-program bansos di bidang kesehatan dan pendidikan yang mendukung mengalami perluasan dan peningkatan. Selain untuk memberikan layanan kesehatan dasar, bansos juga diberikan untuk menjaga penduduk miskin dan rentan terhindar dari bencana keuangan ketika sak i t. Kebijakan bantuan sosial tahun 2021 secara umum adalah:
Efektivitas Bansos (akurasi dan integrasi data, integrasi/ sinergi program) ; jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA b . Kelanjutan sebagian program perlindungan sosial pasca COVID-19 (kartu sembako, Kartu Pra Kerja, PKH); c . Integrasi PIP dan PKH;
Mendorong sinergi Program perlindungan sosial di bidang pendidikan (PKH, PIP, KIP Kuliah, Bidikmisi, dan LPDP) untuk mendukung sustainable education dalam memutus rantai kemiskinan jangka menengah-panjang;
Bansos yang adaptatif terhadap ketidakpastian (bencana/ resesi ekonomi) yang bersifat automatic stabilizer. Subsidi Subsidi merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang menjalankan fungsi distribusi dan stabilisasi. Tujuan dari pemberian subsidi adalah untuk menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan daya saing dan produktivitas dari sektor - sektor ekonomi, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang transportasi dan komunikasi. Dalam 2015-2019, belanja subsidi terus didorong untuk lebih efisien dan tepat sasaran, sehingga subsidi mencapai kisaran 1- 1,6 persen PDB, lebih rendah dibandingkan periode 2010-2014 sebesar 3-4 persen PDB. Penurunan tersebut dipengaruhi upaya perbaikan ketepatan sasaran dan kinerja nilai tukar rupiah maupun ICP . Namun dua tahun terakhir , realisasi subsidi meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan maupun ICP dan kurs, serta pemenuhan kewajiban pembayaran pemerintah. Pelaksanaan kebijakan subsidi dalam periode 2015 - 20 19 masih menghadapi beberapa tantangan, seperti fluktuasi harga minyak mentah dunia maupun depresiasi nilai tukar Rupiah, serta ketidaktepatan sasaran (inclusion and exclusion error) maupun arbitrase (kebocoran, penyelundupan, penyalahgunaan, dan lain- lain) . Hal ini menyebabkan beban subsidi yang ditanggung Pemerintah menjadi lebih besar dari manfaat yang diterima oleh perekonomian baik selaku konsumen maupun produsen. Berdasarkan evaluasi menggunakan data Susenas 2018, diketahui bahwa subsidi, terutama subsidi energi , masih banyak dinikmati oleh golongan masyarakat mampu yang semestinya tidak berhak menerima manfaat (inclusion error). jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA Grafik 59 Perkembangan Subsidi 2015-2020 (Rp Triliun) 201.80 185. 97 174 .23 166.40 63.36 64.93 157.29 66.88 67.44 68.76 59.88 I I 2015 2016 2017 2018 2019 (unaudited) 2020 (Perpres - Energi Non energi % thd PDB (RHS) 54/2020) Sumber: Kementerian Keuangan Memasuki tahun 2020, perekonomian global maupun domestik mengalami tekanan sangat berat dipengaruhi pandemi COVID-19 . Harga minyak mentah dunia mengalami perurunan tajam. Hal ini menyebabkan harga keekonomian energi juga mengalami penurunan . Untuk BBM jenis minyak solar dan LPG, harga keekonomian bergerak turun mendekati harga penetapan pemerintah, sedangkan BBM jenis premium penugasan (non subsidi) harga keekonomian sudah berada di bawah harga penetapan pemerintah. Pergerakan harga keekonomian dari beberapa jenis BBM ditampilkan pada grafik di bawah. Dengan tren penurunan harga tersebut, outlook belanja subsidi diperkirakan sebesar Rp157,3 triliun. Selain itu, turunnya harga keekonomian juga merupakan momentum tepat untuk melaksanakan relaksasi kebijakan penetapan harga oleh pemerintah , sehingga harga dapat dikembalikan sesuai dengan mekanisme harga pasar. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 60 Tren Perkembangan Barga Keekonomian DBM dan LPG, 2014-2020 12 ,134 6,514 6, 250 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 - Premium (Kekonomian) Solar (Keekonomian) - LPG (Patokan) Keterangan: Harga Penetapan: Solar: RpS.150 / liter Premium: Rp6.450 / liter LPG Tabung 3 Kg: Rp4.250 / kg _Catatan: _ Angka 2020 menggunakan outlook asumsi tahun 2020 (ICP 38 dan kurs Rpl 7.500/USD) Dengan mempertimbangkan realisasi dan tantangan yang ada, kebijakan subsidi tahun 2021 ditujukan untuk: (i) menjaga stabilitas harga maupun menjaga daya beli masyarakat , khususnya golongan miskin dan rentan miskin; (ii) mengurangi kemiskinan dan ketimpangan; (iii) meningkatkan produktivitas dan menjaga ketersediaan pasokan energi dan pangan dengan harga terjangkau; dan (iv) meningkatkan daya saing produksi , kualitas pelayanan publik, dan akses permodalan UMKM . Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pemerintah tetap menjaga kesinambungan kinerja keuangan BUMN penyedia barang bersubsidi. Untuk mengantisipasi tantangan terkait ketepatan sasaran, perlu dilakukan reformasi subsidi, terutama subsidi energi, melalui perubahan paradigma dari subsidi berbasis komoditas menjadi berbasis orang (direct personal subsidy) secara bertahap. Selain melakukan reformasi subsidi energi pada subsidi LPG tabung 3 Kg dan minyak tanah (mitan) serta subsidi listrik pada golongan rumah tangga, pemerintah tetap berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pada jenis belanja subsidi lainnya. Kebijakan subsidi yang akan dilakukan pada tahun 2021 adalah sebagai berikut.
Pemberian Subsidi Tetap untuk BBM jenis min yak solar , dengan mempertimbangkan perkembangan ICP maupun nilai tukar rupiah . Untuk efisensi subsidi solar, perlu didukung dengan peningkatan peranan BUMN maupun Pemerintah Daerah jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dalam pengendalian dan pengawasan konsumsi BBM bersubsidi melalui program digitalisasi atau pengawasan berbasis teknologi.
Pemberian Subsidi Bahan Bakar Nabati (BBN). Untuk menjaga ketahanan energi nasional, Pemerintah mengembangkan BBN yang bersumber dari kelapa sawit. Indonesia adalah produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia yang produksinya hampir setengah dari produksi dunia. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi aspek keberlanjutan, Pemerintah mendorong produksi minyak nabati dari kelapa sawit untuk program biodiesel B40 (pada akhir 2020) atau bahkan B50 (pada 2021). Kebijakan pengembangan mandatory B40 maupun B50 membutuhkan peningkatan supply biodiesel dan CPO. Untuk mandatory B30 dan B40 di tahun 2020 , dibutuhkan supply biodiesel sebanyak 9 , 95 juta kl dan 9,05 juta ton CPO. Sedangkan untuk B50 dibutuhkan peningkatan supply biodiesel sebanyak 15 , 98 juta kl dan 14,53 juta ton CPO untuk tahun 2021. Dengan meningkatnya pemanfaatan biodiesel akan berdampak pada peningkatan nilai manfaat BBN. Selain itu , akan mengurangi ketergantungan impor minyak, sehingga mampu memperbaiki defisit neraca perdagangan, mengurangi kerentanan volatilitas harga CPO global, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Di sisi lain, perlujuga diperhatikan kesiapan teknis dari mesin pengguna B40 dan B50 (baik sektor transportasi , industri, pertambangan , pembangkit listrik, dan lain-lain), kesiapan infrastruktur, sarana dan prasarana dari Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN). Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk melaksanakan mandatory B40 maupun B50 adalah: (i) menyediakan subsidi BBN dengan jumlah besaran yang tetap; (ii) meningkatkan kapasitas produksi dari BU BBN; (iii) memperbaiki spesifikasi biodiesel; dan (iv) memperhatikan ketersediaan in sen tif tarif yang selama ini di berikan Pemerin tah melalui Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Penyaluran Subsidi Bunga KUR, dilakukan melalui peningkatan alokasi KUR untuk sektor produksi menjadi minimal 60 persen dari total penyaluran KUR, pemerataan penyaluran KUR antarwilayah, dan dukungan suku bunga KUR sebesar 6 persen jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai upaya meningkatkan daya saing usaha melalui skema KUR Mikro, KUR Kecil, KUR Penempatan TKI, dan KUR Khusus. Batas maksimum per akad kredit adalah Rp25 juta untuk KUR TKI, Rp50 juta untuk KUR Mikro, Rp500 juta untuk KUR Khusus, sedangkan untuk KUR Kecil sebesar Rp50 juta-Rp500 juta.
Perbaikan ketepatan sasaran Subsidi Pupuk, dilakukan melalui : pertama , perbaikan data petani penerima pupuk bersubsidi dengan luas lahan maksimal 2 hektar yang diselaraskan dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara berkala. Selain itu perlu dilakukan penerapan keharusan memiliki bukti kepemilikan atau pengusahaan lahan maksimal 2 hektar, peningkatan kapasitas penyuluh oleh kementerian teknis, dan juga penerapan Subsidi Langsung Pupuk (SLP) melalui kartu tani se-Jawa dan Madura serta Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi secara bertahap. Penebusan pupuk bersubsidi menggunakan kartu tani perlu didukung dengan peraturan yang mewajibkan penggunaan kartu tani bagi daerah yang sudah mendapatkan kartu tani. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya dualisme penebusan pupuk bersubsidi, sehingga dapat meningkatkan ketepatan sasaran ( by name by address), serta efektivitas dan efisiensi dari subsidi pupuk. Kedua, penyesuaian Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk jenis pupuk urea dan NPK. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkecil gap antara Harga Pokok Produksi (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET), yang sejak tahun 2012 tidak mengalami perubahan .
Pemberian Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), disediakan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui skema SBUM, dan integrasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), maupun bentuk dukungan lainnya, yang dilakukan secara bertahap. Dengan adanya upaya pengintegrasian Tapera dan FLPP pada tahun 2021 diharapkan penyaluran rumah terjangkau dapat tetap optimal dan menyentuh kelompok masyarakat yang membutuhkan. Untuk itu perlu dilakukan diversifikasi program pembiayaan perumahan sesuai dengan target dan manfaatnya. Dari sisi fiskal, diperlukan desain kebijakan untuk dapat membangun program perumahan dengan be ban fiskal yang lebih rendah, sehingga sustainabilitas jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA program tetap terjaga dengan tanpa mengurangi target pemenuhan rumah terjangkau bagi MBR. Selain itu, pada tahun 2021 Pemerintah masih mengalokasikan anggaran Subsidi Bunga Perumahan untuk MBR atas kredit yang telah disalurkan pada tahun-tahun sebelumnya.
Penyediaan PSO untuk Transportasi dan Komunikasi . PSO untuk transportasi diberikan melalui PT Pelni dan PT KAI, dengan melakukan upaya perbaikan kualitas dan inovasi baik dari sisi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api dan laut maupun administrasi penyelenggaraan PSO yang mengarah ke sistem online, serta dukungan pada pengadaan infrastruktur kereta ringan. Sementara itu, PSO untuk komunikasi diberikan melalui LKBN Antara, disertai dengan upaya peningkatan kecepatan penyebaran informasi , dan pemenuhan kebutuhan warga negara terhadap informasi publik serta komunikasi publik Pemerintah yang bersifat memberdayakan masyarakat serta memperbaiki karakter masyarakat khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) untuk membentuk opini positif dan menjaga citra negara. Selain itu juga, melakukan diversifikasi produk dan digitalisasi yang sesuai dengan demand masyarakat seperti dalam bentuk vlog menjadi kunci penting dari keberhasilan penyebaran informasi publik.
Penyediaan Subsidi Bunga Air Bersih, sebagai upaya Pemerintah untuk mendukung Pemerintah Daerah dalam menyediakan akses pendanaan la in untuk pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dalam rangka pencapaian akses aman 100 persen air min um.
Pembayaran Subsidi Bunga Kredit Program, melanjutkan pembayaran bunga subsidi kr e dit program untuk Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Risk Sharing KKPE, dan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), dan lmbal Jasa Penjaminan (IJP) KUR. Untuk Skema Subsidi Resi Gudang (SSRG) masih dialokasikan anggaran untuk penerbitan baru.
Penyediaan Subsidi PPh Ditanggung Pemerintah (DTP), insentif ini ditujukan untuk menarik minat investor dan mendorong perkembangan sektor tertentu . PPh DTP diberikan dalam bentuk: (i) PPh DTP komoditas panas bumi; (ii) PPh DTP SBN Valas atas bunga imbal basil dan penghasilan pihak ketiga; (iii) jdih.kemenkeu.go.id Viability Gap Fund (VGF ) MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPh DTP PDAM atas penghasilan dari penghapusan secara mutlak piutang negara nonpokok ; (iv) dan PPh DTP recurrent cost SPAN. Bagan 7 Skema Dukungan Fiskal pada EBT • Disediakan oleh Pemerintah cq. Kementerian Keuangan untuk semua proyek infrastruktur, termasuk infrastruktur ET di sektor Skema KPBU ketenagalistrikan yang dilaksanakan dengan skema KPBU. • Pelaksanaan PDF ini dapat dilakukan me lalui kerjasama dengan Lembaga internasional • Disediakan oleh PT SMI kepada Pemda untuk proyek daerah yang Skema RIDF dibiayai melalui pinjaman daerah oleh PT SMI pada daerah. • Pemerintah memiliki fasilitas Dana PISP untuk mendukung penyiapan lelang wilayah panas bumi, yang pelaksanaannya dilakukan PT SMI. Skema PISP • Pelaksanaan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga internasional. • Diberikan oleh pemerintah untuk semua proyek infrastruktur termasuk SkemaKPBU infrastruktur ET di Sektor Ketenagalistrikan yang dilaksanakan de ngan skema KPBU (melalui PT PII) • Untuk semua infrastruktur, termasuk ketenagalistrikan, pemerintah Skema menyediakan Jaminan untuk pemblayaan la ngsung yang dilakukan non KPBU BUMN kepada lembaga keuangan intemaslonal • Khusus untuk ke tenagalistrikan, Pemerintah juga menyediakan jaminan kelayakan usaha PLN untuk mendukung pendanaan swasta dengan skema IPP non KPBU. • VGF diberikan oleh pemerintah untuk semua proyek infrastruktur, Skema KPBU termasuk infrastruktur Energi Terbarukan di Sektor Ketenagalistrikan yang dilaksanakan dengan skema KPBU Sumber: BKF,2019 Selain itu , untuk mendukung pengembangan EBT, Pemerintah telah menyiapkan dukungan fiskal baik dalam bentuk insentif perpajakan maupun dukungan dari sisi pembiayaan. Insentif perpajakan ditujukan untuk menarik minat investor karena dengan adanya insentif perpajakan dapat membantu menurunkan biaya-biaya pada tahap awal investasi maupun pada saat produksi . Berbagai insentif perpajakan yang sudah disiapkan adalah fasilitas tax allowance atau tax holiday, fasilitas impor berupa pembebasan bea masuk, PPN impor dan PPh pasal 22 Impor, dan keringanan/pembebasan PBB untuk sektor tert e ntu (panas bumi). Dari sisi dukungan pembiayaan , Pemerintah telah menyiapkan berbagai dukungan ya ng secara umum ditujukan untuk menurunkan risiko. Beberapa jenis jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dukungan yang ada adalah Project Development Fund (PDF), Credit Enhancement Facility (CEF), dan Viability Gap Fund (VGF) . Pemanfaatan dari berbagai fasilitas tersebut di l akukan melalui optima l isasi Special Mission Vehicles (SMV) Kementerian Keuangan, seperti PT SMI, PT PPI, PT Geodipa dan Sadan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Namun demikian, dari berbagai dukungan yang sudah disediakan tersebut, belum semuanya dapat dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan penguatan kembali atas dukungan-dukungan fiskal yang sudah ada, baik dari sisi penyempurnaan mekanisme, regulasi, maupun aspek pendanaan yang bersumber dari APBN. Belanja Pembayaran Bunga Utang Pembayaran bunga utang merupakan beban bunga atas utang pemerintah yang digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan . Kewajiban pembayaran bunga utang terse but selalu dilakukan secara tepat waktu dan tepat jumlah agar solvabil i tas dan kredibilitas Pemerintah tetap terjaga . Namun, kebijakan pembayaran bunga utang perlu menjadi pertimbangan dalam penge l olaan utang. Hal ini bertujuan agar risiko beban pembayaran bunga utang tetap terkendali sehingga keberlanjutan fiskal jangka pendek dan jangka panjang tidak terganggu. Tabel 10 Perkembangan Pembayaran Bunga Utang APBN Keterangan 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Pembayaran Bunga Utang (Rp Triliun) 156,01 182,76 216,57 257,95 275,52 335,16 Pertumbuhan (%, YoY) 16,91 17,15 18,50 19,11 6,81 2 1 ,64 % thd PDB 1,35 1,47 1,59 1,74 1,74 1,99 % thd Penerimaan Negara 10,43 11,81 13,09 13,38 14,11 19 , 04 Sum ber: Kernen terian Keuangan Perkembangan pembayaran bunga utang secara nominal cenderung meningkat sepanjang tahun. Dalam periode 2015 2020, rata - rata pembayaran bunga utang tumbuh sebesar 16,69 persen . Akan tetapi, pertumbuhan tersebut secara year jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA on-year menunjukkan tren perlambatan yaitu pada tahun 2019 pertumbuhan realisasi pembayaran bunga utang turun signifikan menjadi 6,81 persen. Untuk tahun 2020, pertumbuhan pembayaran bunga utang meningkat menjadi 21,64 persen yang antara lain dipengaruhi adanya penambahan utang untuk membiayai stimulus fiskal karena pandemi COVID-19. Perkembangan pembayaran bunga utang dapat dilihat dengan membandingkan pembayaran bunga dengan PDB dan penerimaan negara. Dalam periode 2015 - 2020, rasio pembayaran bunga utang terhadap PDB terus meningkat dari 1,35 persen di tahun 2015 menjadi 1,99 persen di tahun 2020. Peningkatan rasio tersebut salah satunya diakibatkan oleh pertumbuhan pembayaran bunga utang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDB. Akan tetapi, kenaikan rasio sebesar 0,64 persen dalam rentang waktu 5 tahun menunjukkan risiko atas pembayaran bunga utang tetap terjaga . Bila dilihat dari rasio pembayaran bunga utang dengan penerimaan dalam negeri, maka dapat terlihat tren peningkatan . Sepanjang 5 tahun terakhir , rasio ini meningkat dari 10,43 persen di tahun 2015 menjadi 19,04 persen di tahun 2020. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penerimaan dalam negeri mendanai pembayaran bunga utang sedik it berkurang . Berdasarkan perkembangan pembayaran bunga utang dan tantangan ke depan, maka kebijakan pembayaran bunga utang tahun 2021 diarahkan agar pembayaran bunga utang dilakukan secara tepat waktu dan tepatjumlah agar kredibilitas dan akuntabilitas Pemerintah tetap terjaga. Selain itu, kebijakan pengelolaan utang perlu memperhatikan aspek efisiensi biaya. Langkah efisiensi biaya utang yang dapat dilakukan adalah menjaga volatilitas yield SBN agar besaran yield dapat cenderung menurun. Hal ini dapat dilakukan dengan menjaga nilai tukar riil, defisit APBN dan transaksi berjalan, inflasi, dan likuiditas.
Kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Peningkatan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari tahun ke tahun merupakan wujud komitmen Pemerintah dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA daerah, serta dalam mendukung capaian priroitas nasional. Agar output dan outcome yang diharapkan dapat tercapai, peningkatan TKDD harus diikuti dengan peningkatan quality control terhadap pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan TKDD periode 2015-2020 masih ditemukan adanya permasalahan sekaligus tantangan yang dihadapi. Berikut ini adalah uraian permasalahan dan tantangan tersebut menurut jenis transfer yaitu Transfer ke Daerah (DTU, DTK, DID, Dana Otonomi Khusus dan DTI, serta Dana Keistimewaan DIY), dan Dana Desa. Dana Transfer Umum Dana Transfer Umum terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Perkembangan Dana Transfer Umum (DTU) dalam periode tahun 2015-2019 mengalami pertumbuhan sebesar 21,8 persen dari Rp430,9 triliun (2015) menjadi Rp525,0 triliun (2019). DAU meningkat sebesar 19,3 persen dari Rp352,9 triliun (2015) menjadi Rp427,1 triliun (2019), sedangkan DBH meningkat sebesar 33,2 persen dari Rp78,1 triliun (2015) menjadi Rp104,0 triliun (2019). Dalam rangka mendukung tercapainya target pembangunan nasional, pemerintah menerapkan kebijakan mandatory spending pada DTU yaitu 25 persen diarahkan untuk pembangunan infrastruktur dan 10 persen untuk Alokasi Dana Desa (ADD) melalui APBD. Namun dalam perkembangannya masih terdapat sebagian pemerintah daerah yang belum dapat memenuhi mandatory spending atas DTU tersebut. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan DTU antara lain yaitu: i) pemenuhan pelaksanaan mandatory spending oleh pemerintah daerah belum optimal, 25 persen Dana Transfer Umum (DTU) untuk infrastruktur, dan 10 persen DTU untuk Alokasi Dana Desa melalui APBD; ii) penyelesaian kurang bayar dan lebih bayar DBH tahun anggaran sebelumnya yang dapat yang menyebabkan ketidakpastian daerah dalam penggunaan anggaran; dan iii) potensi bertambahnya jenis DAU Tambahan yang dapat menyebabkan bertambahnya be ban belanja APBN dan cenderung mendistorsi sifat block grant dari DAU. DAU Tambahan yang dialokasikan pada tahun 2019 terdiri dari DAU Tambahan untuk bantuan pendanaan bagi kelurahan dan DAU Tambahan untuk bantuan pembayaran selisih perubahan iuran jaminan kesehatan. Alokasi DAU Tambahan tahun 2020 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA adalah untuk bantuan pendanaan bagi kelurahan, peny e taraan penghasilan tetap (siltap) perangkat desa dan penggajian Pe gawai · Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) . Dana Transfer Khusus Dana Transfer Khusus terdiri dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan DAK Nonfisik. Pada period e 2015 - 2019, DAK Fisik meningkat dari Rp58,8 triliun (2015) menjadi Rp69,3 triliun (2019) dengan rata - rata pertumbuhan per tahun sebesar 4 ,2 persen. Peningkatan alokasi DAK Fisik merupakan konsekuensi dari kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan penyediaan infrastruktur layanan publik di daerah. DAK Nonfisik pada periode 2015-2019 meningkat dari Rp102 ,7 triliun (2015) menjadi Rp131 ,0 triliun (2019) dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 6,3 persen. Peningkatan DAK Nonfisik merupakan wujud komitmen Pemerintah untuk memberikan kemudahan akses dan meningkatkan layanan dasar publik yang berkualitas terutama kesehatan dan pendidikan dalam rangka mendukung program prioritas nasional. Realisasi penyaluran Dana Transfer Khusus (DTK) periode 2015 2019 menunjukkan kinerja penyaluran DAK Fisik dan DAK Nonfisik secara umum membaik mulai tahun 2017 . Namun, penyaluran pada tahun 2019 sedikit menurun jika dibandingkan de ngan kinerja penyaluran tahun 2018. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan adanya perubahan kebijakan penyaluran berupa persyaratan reviu atas laporan realisasi penyerapan dan capaian output dari Inspektorat Daerah atau lembaga pemerintah yang berwenang melaksanakan pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penambahan persyaratan dalam mekanisme penyaluran tersebut merupakan upaya perbaikan untuk mendorong kinerja DAK Fisik yang lebih berkualitas . jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Grafik 61 Realisasi Penyaluran Dana Transfer Khusus (DTK) 94.6 91 .7 = ^=-; ; ,; ; ; ; ; ; i ^'"" ' ^93 ^.4 .- - == ~ •-· -= ~ 91 .8 - -~ · 73.1 2015 20 16 2017 2018 20 19 unaudited Sumber: Kementerian Keuangan , diolah Sejalan dengan evaluasi kebijakan yang terus dilakukan Pemerintah terhadap kebijakan Dana Transfer Khusus, Pemerintah terus berupaya menjaga keselarasan / sinergitas arah dan strategi kebijakan Dana Transfer Khusus terutama DAK Fisik dengan target pencapaian prioritas nasional antara lain dengan terus melakukan perbaikan pada proses perencanaan , penganggaran, dan pengalokasiari yang tersinkronisasi dengan kebijakan belanja K/L serta harus sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional dan daerah yang terdapat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), RKP Daerah, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sementara untuk evaluasi kebijakan DAK Non fisik, Pemerintah terus berupaya untuk menjaga ketercapaian tujuan penerima melalui penyempurnaan kualitas data target dan sasaran DAK Nonfisik, perbaikan perhitungan unit cost, dan perbaikan kualitas pengalokasian melalui penguatan koordinasi dengan Bappenas dan K/ L pengampu u ntuk melihat kesesuaian prioritas nasional dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, evaluas i pelaksanaan, serta penyerapan DAK Nonfisik tahun sebelumnya . Dalam rangka memastikan ketercapaian output di daerah , Pemerintah berupaya memperbaiki kinerja pelaksanaan penyaluran dengan mengedepankan penyaluran berbasis laporan dan mendorong penggunaan aplikasi pelaporan dari pemerintah daerah kepada Pemerintah Pusat. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Dana Insentif Daerah (DID) Dana Insentif Daerah (DID) TA 2020 dialokasikan sebesar Rp15 triliun atau sebesar 1,75 persen dari dana alokasi TKDD, namun dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, pagu DID TA 2020 mengalami perubahan menjadi Rp13,5 triliun. Dalam kurun waktu 2015-2020, DID mengalami peningkatan yang sangat signifikan sekitar 8 kali lipat yaitu dari sebesar Rpl,7 triliun (2015) menjadi Rp13,5 triliun (APBN-P 2020). Peningkatan DID tersebut untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam memberikan penghargaan kepada daerah yang mencapai kinerja baik dalam pengelolaan keuangan daerah, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan pencapaian peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan Dana Insentif Daerah (DID) yang paling signifikan terjadi pada tahun 2016 yang meningkat sebesar 200 , 38 persen dari Rpl,7 triliun (2015) menjadi Rp5,0 triliun (2016). Grafik 62 Perkembangan Dana Insentif Daerah (Rp Triliun) 1.8 2015 2016 2017 2018 2019 2020 (Perpres (unaudited) 54/2020) - DID (Rp Triliun) ..,._ % DID thd TKDD Sumber: Kementerian Keuangan Jumlah daerah yang menerima DID semakin meningkat se1nng dengan peningkatan alokasinya. Peningkatan jumlah daerah penerima DID terbesar adalah wilayah Maluku-Papua seban y ak 17 daerah penerima DID pada tahun 2019 meningkat menjadi 26 daerah pada tahun 2020 atau sebesar 53 persen , kemudian disusul dengan wilayah Kalimantan, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Jawa. Kenaikan penerima daerah DID di wilayah Jawa adalah yang paling kecil yaitu seban y ak 105 daerah pada tahun 2019 meningkat menjadi 111 daerah pada tahun 2020 atau sebesar 6 persen. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kriteria penilaian DID terus dipertajam secara antara lain dengan meningkatkan kemampuan daerah dalam mengekspor produk lokal dan penanganan pengelolaan sampah. Range DID yang diterima daerah semakin lebar namun rata-rata alokasi DID yang diterima daerah masih relatif rendah yaitu berkisar mendekati alokasi minimal. Hal ini mengindakasikan hanya sebagian kecil daerah yang dapat memenuhi seluruh kriteria penilaian dan terdapat ketimpangan pencapaian kinerja antardaerah. Penyaluran DID tahun 2019 belum tersalurkan sepenuhnya yang disebabkan oleh penyerapan tahap I kurang dari 70 persen dari dana yang telah disalurkan dan penyampaian laporan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Sedangkan DID tahun 2019 tahap II tidak disalurkan kepada 22 daerah yang tidak memenuhi syarat penyaluran tahap II, sehingga menyebabkan realisasi DID tahun 2019 sebesar 96,94 persen dari APBN 2019 atau sebesar Rp9,7 triliun. DID TA 2020 termasuk dalam kebijakan pemotongan anggaran sebesar 10 persen dari pagu awal sebesar Rp15 triliun menjadi Rp13,5 triliun atau sebesar 1,77 persen dari total alokasi TKDD. Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI), serta Dana Keistimewaan DI Yogyakarta Kinerja realisasi penyaluran Dana Otonomi Khusus dan DTI pada periode 2015-2019 cenderung mencapai 100 persen . N amun perbaikan penyaluran pada periode tersebut tidak diikuti dengan perbaikan pada proses perencanaan Dana Otonomi Khusus dan DTI yang berkeadilan yaitu formulasi pembagian porsi antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat belum menggunakan indikator yang terukur. Akuntabilitas pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan DTI masih minim sehingga tingkat efektivitas penggunaan Dana Otonomi Khusus dan DTI dalam meningkatkan output dan outcome terutama di Papua dan Papua Barat belum dapat diukur dengan akurat . Secara umum , implementasi kebijakan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) pada periode 2015 2019 menunjukkan beberapa permasalahan yang perlu segera ditindaklanjuti antara lain yaitu: (i) belum optimalnya capaian output dan outcome pemanfaatan Dana Otsus dan DTI; dan (ii) permasalahan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Otsus dan DTI dalam rangka Otsus. Secara spesifik, hasil evaluasi Dana Otsus Papua dan Papua Barat perlu menjadi perhatian jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Pemerintah mengingat bahwa peningkatan alokasi Dana Otsus walaupun dalam beberapa hal menunjukkan adanya perbaikan, namun percepatan perbaikan layanan publik terutama pendidikan dan kesehatan dirasakan belum cukup optimal sebagaimana yang diharapkan. Kinerja realisasi penyaluran Dana Keistimewaan DIY pada periode 2015-2019 mencapai 100 persen, namun capaian kinerja penyaluran tersebut belum diikuti dengan perbaikan pada proses perencanaan Dana Keistimewaan DIY yaitu belum adanya keselarasan antara RPJMD Provinsi DIY dengan program dan kegiatan pemerintah pusat. Selain itu, capaian output dan outcome yang berasal dari Dana Keistimewaan DIY belum dapat terukur seluruhnya. Sementara itu, realisasi penyaluran Dana Keistimewaan DIY pada tahun 2019 digunakan untuk mendanai kegiatan berdasarkan urusan sebagai berikut: (i) urusan kelembagaan pemerintah daerah sebesar Rp15,4 miliar (1,3 persen); (ii) urusan kebudayaan sebesar Rp554, 1 miliar (46,2 persen); (iii) urusan pertanahan sebesar Rp24,2 miliar (2,0 persen); dan (iv) urusan tata ruang sebesar Rp606,3 miliar (50,5 persen) . Implementasi kebijakan Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta telah mengalami penyesuaian seiring dinamika kebijakan yang berjalan pada periode 2015-2019 . Dalam rangka memberikan kepastian penyaluran dan meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan Dana Keistimewaan DIY, telah dilakukan perbaikan mekanisme penyaluran yaitu sebelum tahun 2018 tidak ada batasan waktu penyaluran tiap tahap, selanjutnya sejak tahun 2018 ada perbaikan pada penyaluran Dana Keistimewaan DIY yaitu penyaluran tahap I dilakukan paling cepat bulan Februari dan paling lambat bulan Maret. Dana Desa Dana Desa dalam APBN terus meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2020 telah mencapai 9 , 33 persen dari dana Transfer ke Daerah atau sebesar Rp71,2 triliun (APBN 2020). Peningkatan Dana Desa dari tahun 2015 hingga 2020 sebesar 242,3 persen atau total Dana Desa selama 6 tahun adalah Rp319 ,5 triliun. Realisasi penyaluran Dana Desa baik dari RKUN ke RKUD maupun RKUD ke RKD secara rata - rata sebesar 99 persen tiap tahunnya kecuali tahun 2015 hanya berkisar 93,78 persen (RKUN ke RKUD) dan 82 ,7 persen (RKUD ke RKDesa). Pada tahun 2019, realisasi Dana Desa mencapai jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA Rp69 ,8 triliun atau 99, 7 persen dari pagu APBN, sedangkan penyaluran dari RKUD ke RKDesa sebesar 91,5 persen. Dalam APBN 2016, alokasi Dana Desa mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu 126,0 persen dari sebesar Rp20,8 triliun (2015) menjadi Rp47,0 triliun (2016). Dana Desa tahun 2016 berhasil disalurkan ke desa melalui Kabupaten/Kota sebesar Rp46 ,7 triliun (99, 4 persen). Capaian penyaluran Dana Desa yang kurang dari 100 persen terutama disebabkan terdapat 3 wilayah Kabupaten/Kota yang tidak salur Dana Desa tahap II dan terdapat 1 wilayah kota yang tidak salur Dana Desa karena tidak memenuhi persyaratan penyaluran. Jumlah Desa yang memperoleh penyaluran Dana Desa juga meningkat dari 74.093 desa (2015) menjadi 74.954 desa (2020). Dalam pelaksanaan penyaluran Dana Desa masih ditemukan beberapa kendala sehingga dapat mempengaruhi time schedule pelaksanaan program desa . Kendala dalam penyaluran Dana Desa meliputi: (i) keterlambatan Perkada pembagian Dana Desa per Desa dan Peraturan Desa tentang APBDes; (ii) keterlambatan penyampaian laporan realisasi penyerapan dan capaian _output; _ (iii) adanya pergantian aparat desa sehingga menimbulkan kekhawatiran/ketakutan dalam menjalankan program; (iv) kurangnya pembinaan dari Pemerintah Daerah; dan (v) perbedaan datajumlah desa aktual dengan datajumlah desayang dianggarkan. Grafik 63 Perkembangan Dana Desa (Rp Triliun) - - 74,754 74 ,093 • ... Dana Desa (Rp Triliun) Jumlah Desa 74,954 • 74,958 • 74,953 • 74,954 • ■ 2015 2016 2017 Sumber: Kementerian Keuangan 2018 2019 (unaudited) 2020 (Perpres 54/2020) Pemerintah terus melakukan upaya perbaikan guna meningkatkan efektivitas pengalokasian, penyaluran , hingga pertanggungjawaban Dana Desa. Pada tahun 2019 dan 2020 dilakukan penyempurnaan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA formula dana desa yang lebih fokus pada pengentasan kemiskinan dan ketimpangan dengan memperhatikan aspek keadilan dan pemerataan, proses penyaluran dan pencairan menjadi 2 tahap bagi daerah yang memiliki kinerja baik, melanjutkan skema Padat Katya Tunai (PKT) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, dan peningkatan perekonomian desa melalui optimalisasi BUMDesa, produk unggulan desa dan akses permodalan. Implementasi kebijakan Dana Desa tentunya tidak lepas dari berbagai tantangan dan kendala diantaranya adalah peningkatan alokasi Dana Desa belum diiringi dengan peningkatan kesiapan desa dalam mengelola Dana Desa dan kurangnya pendampingan dari pemerintah daerah sehingga kinerja pelaksanaan Dana Desa belum optimal, keterlambatan penetapan Peraturan Kepala Daerah tentang tata cara perhitungan Dana Desa per desa maupun Peraturan Desa ten tang APBDesa. Selain itu, penggunaan Dana Desa hingga 2019 masih cenderung untuk bidang pembangunan sehingga peningkatan perekonomian desa melalui BUMDesa belum dapat dilakukan secara optimal. Sinergi dan koordinasi antar Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, aparatur desa, dan masyarakat juga tantangan yang perlu ditindaklanjuti terutama dalam hal sinkronisasi regulasi dan sinergi pengembangan desa melalui pola kemitraan dengan dunia usaha. Penanggulangan Pandemi COVID-19 Pada tahun 2020, Indonesia mendapatkan tantangan berat yaitu adanya pandemi COVID-19 yang berawal dari Tiongkok pada akhir 2019. Pandemi tersebut tidak hanya berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat namun juga merambat pada perekonomian, sektor keuangan, dan kesejahteraan masyarakat. Eskalasi penyebaran COVID- 19 yang telah mencapai hampir seluruh wilayah di Indonesia dengan DKI Jakarta sebagai epicentrumnya telah menimbulkan dampak yang sangat signifikan bagi pembangunan ekonomi di seluruh daerah. Keterbatasan mobilitas dan kebutuhan pendanaan yang sangat besar untuk penanganan COVID-19 telah mengakibatkan adanya realokasi anggaran yang cukup masif, baik di Pusat maupun Daerah. Kebijakan Pemerintah Pusat untuk melakukan berbagai langkah penghematan melalui pemotongan TKDD merupakan kebijakan realokasi anggaran untuk mendukung program nasional jdih.kemenkeu.go.id Q MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA penanganan pandemi COVID-19 , baik dari s1s1 penanganan kesehatan maupun pemberian stimulus untuk mengurangi dampak sosial ekonomi. Langkah pen ting yang perlu dilakukan dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19 dan upaya pemulihan ekonomi, an tara lain: a . Koordinasi dalam pelaksanaan program, baik dalam konteks sharing the burden pendanaanya, maupun dalam perencanaan dan eksekusinya; b . Penyiapan jaring pengaman sosial yang memadai untuk mendukung masyarakat berpenghasilan rendah yang sangat rentan dalam menghadapi krisis;
Mendorong efisiensi belanja-belanja yang tidak produktif, untuk selanjutnya dialihkan kepada belanja yang langsung bersentuhan dengan layanan publik ;
Membentuk dana cadangan yang mencukupi, yang dikelola dengan baik dan profesional, dalam rangka menghadapi berbagai bentuk krisis. Kebijakan TKDD 2021 Berdasarkan evaluasi perkembangan pelaksanaan TKDD dan adanya dampak pandemi COVID-19, maka kebijakan TKDD tahun 2021 diarahkan untuk pemulihan ekonomi dan pe ningkatan kualitas pelaksanaan guna mendukung peningkatan kinerjanya. Untuk itu, kebijakan TKDD tahun 2021, antara lain akan diarahkan untuk:
Pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19 a . Meneruskan program pemanfaatan DTU untuk pembangunan infrastruktur dan penyediaan layanan publik yang menyokong pembangunan ekonom i sesua1 karakteristik perekonomian lokal;
Mendukung sektor produksi yang mempunyai karakteristik penciptaan lapangan kerja , seperti sektor pariwisata, melalui pembangunan sarana prasarana fasilitas pendukung pariwisata secara terintegrasi, termasuk dukungan program pemasarannya;
Mendukung sektor produksi yang menjadi basis konsumsi masyarakat, seperti industri makanan dan ekonomi kreatif oleh UMKM melalui skema insentif maupun dukungan pengembangan kegiatan pendidikan nonformal/kursus ketrampilan dalam rangka penyiapan wirausaha baru; jdih.kemenkeu.go.id Q MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA d. Mendukung penguatan integrasi program Jaring Pengaman Sosial berdasarkan sistem pendataan yang terintegrasi;
Memberikan dukungan kepada daerah untuk menarik investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, antara lain melalui insentif yang berbasis kinerja investasi dan dukungan operasional sistem layanan investasi daerah;
Mendukung program ketahanan pangan melalui pembangunan sarana prasarana pertanian, seperti jalan pertanian dan pengairan tersier guna meningkatkan produksi hasil pertanian utamanya pada daerah - daerah yang menjadi lumbung pangan nasional, baik melalui transfer ke daerah maupun pemanfaatan Dana Desa;
Mendukung pembangunan dan/atau perbaikan jalan/jembatan/dermaga, termasuk penyediaan moda transportasinya, pada jalur penghubung utama arus distribusi logistik dan kawasan tertentu yang menjadi basis aktivitas ekonomi;
Mendukung penciptaan pekerjaan melalui program padat karya tunai desa yang dapat diarahkan pada sektor pariwisata dan industri kreatif, serta melakukan penguatan monitoring pemanfaatan Dana Desa.
Penajaman pemanfaatan mandatory spending oleh pemerintah daerah untuk pembangunan human capital melalui pendidikan, kesehatan , dan perlindungan sosial serta upaya pemulihan ekonomi. a . Enforcement kepada pemerintah daerah untuk pemenuhan belanja mandatory pendidikan sebesar 20 persen dari total belanja APBD, kesehatan sebesar 10 persen dari total belanja APBD di luar gaji , serta pemanfaatan belanja mandatory oleh daerah untuk penguatan akses dan layanan, termasuk kualitas SDM;
Mendukung program merdeka belajar, baik dari sisi penyedian sarpras pendidikan maupun operasionalisasi sekolah dan pemberian remunerasi guru yang berbasis kinerja melalui DAK Fisik maupun Non Fisik ;
Peningkatan kemampuan pelayanan RS dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk mendukung pencegahan dan penangan krisis kesehatan melalui penambahan fasilitas layanan, alat kesehatan, dan dukungan operasionalisasi layanan kesehatan, yang dapat dilakukan jdih.kemenkeu.go.id Q MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA melalui pemanfaatan DBH Cukai Hasil Tembakau, Dana Otsus, DAK Fisik maupun Non Fisik;
Meningkatkan upaya perlindungan sosial masyarakat khususnya kepada perempuan dan anak-anak antara lain melalui dukungan DAK Non Fisik.
Perbaikan desain kebijakan TKDD:
Mengarahkan kebijakan penyaluran DTU yang bersifat blockgrant berbasis kinerja tertentu untuk meningkatkan kualitas layanan dasar publik, termasuk peningkatan indikator kualitas pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lingkungan di daerah;
Mengarahkan kebijakan DTU untuk meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah;
Penetapan pagu DAU Nasional dalam APBN 2021 tidak final dan dimungkinkan secara dinamis untuk mengikuti perubahan Pendapatan Dalam Negeri dengan alokasi minimal 26 persen dari PDN Neto;
Percepatan penyaluran DBH dan penyelesaian Kurang Bayar DBH dalam rangka meningkatkan kinerja kas daerah ( cash flow) untuk mencegah terjadinya penumpukan dana daerah pada akhir tahun dengan tetap mempertimbangkan kondisi keuangan negara. Sementara itu, penyaluran DBH akan dilakukan dengan mempertimbangkan kinerja Pemda dalam mendukung optimalisasi penerimaan negara, pemeliharaan lingkungan, serta penanggulangan dampak COVID-19;
Redesign penyaluran DAU yang berbasis kinerja (performance based transfer) dalam rangka memperbaiki kualitas perencanaan dan penganggaran, serta capaian output dan outcome dari penggunaan DAU di daerah, yakni dengan menerapkan mekanisme penyaluran asimetris berdasar tingkat kebutuhan belanja daerah;
Peningkatan sinergi perencanaan DAK Fisik, terutama sinergi dengan anggaran belanja KL sehingga dapat saling terkoneksi dalam menyelesaikan program tertentu pada area-area prioritas. Khusus untuk DAK Fisik Penugasan akan dilakukan perencanaan dan penganggaran berbasis program yang bersifat multi bidang dan multi K/L Pengampu, seperti untuk program ketahanan pangan atau program penanganan stunting. Di samping itu, pengelolaan jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAK Fisik juga akan berbasis medium term planning , dilakukan simplifikasi bidang-bidang serta memperkuat koordinasi dalam monitoring output dengan belanja K/ L;
Perbaikan pengelolaan DAK Nonfisik diarahkan pada peningkatan pengawalan atas capaian output clan outcome. Hal ini terutama akan dilakukan melalui pengelolaan DAK Nonfisik yang berbasis kinerja, baik dari sisi perencanaan, penganggaran, maupun pelaksanaan clan pelaporannya. Di samping itu, akan terus dilakukan penguatan sinergi antara DAK Non Fisik dengan DAK Fisik maupun Belanja K/L. Khusus untuk pemantauan output dan outcome, akan dilakukan integrasi aplikasi pelaporan antarkementerian yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pengambilan kebijakan perencanaan tahun anggaran beriku tnya;
Penajaman kebijakan DID dalam bentuk penggunaan indikator yang selaras dengan pencapaian prioritas nasional. Beberapa indikator yang mendorong transformasi ekonomi dan peningkatan produktiv i tas perlu tetap dipertahankan dengan memperbaiki validitas clan akurasi data , seperti kemudahan berusaha, peningkatan ekspor, dan peningkatan investasi . Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk menambah indikator yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, seperti penciptaan lapangan kerja. Penggunaan DID juga diarahkan untuk penguatan layan a n kesehatan, jaminan sosial, dukungan terhadap UMKM dan pemulihan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja, sedangkan penyalurannya berdasarkan pencapa i an _output; _ 1. Kebijakan Dana Otonomi Khusus dan DTI diarahkan dalam rangka mendukung perbaikan fundamental jangka menengah yang dilakukan dalam bentuk penajaman penggunaan Dana Otonomi Khusus dan DTI. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ku a litas SDM, produktivitas, inovasi, dan daya saing masyarakat Aceh, Papua, clan Papua Barat melalui pembangunan di bidang pendidikan , kesehatan , infrastruktur, pemberdayaan ekonomi dan sosial, clan pengentasan kemiskinan. Pada masa pemulihan atau transisi pasca pandemi COVID-19 dilakukan kebijakan refocusing penggunaan Dana Otonomi Khusus dan DTI jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA untuk penguatan layanan kesehatan , jaminan sosial, serta dukungan UMKM; J. Kebijakan Dana Keistimewaan DIY diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan Dana Keistimewaan DIY dalam melaksanakan urusan keistimewaan DIY, khususnya membantu pemulihan ekonomi masyarakat; k . Penyempurnaan formula Dana Desa melalui penyesuaian porsi clan metode perhitungan yang mendorong kinerja desa, termasuk dalam rangka meningkatkan produktivitas dan mendorong transformasi ekonomi desa. Perbaikan mekanisme penyaluran Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan penyaluran dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD) pada tanggal dan waktu yang bersamaan, serta pemberian insentif penyaluran bagi Desa yang berstatus Mandiri. Penggunaan Dana Desa didorong untuk peningkatan produktivitas dan transformasi ekonomi desa melalui pengembangan potensi desa wisata, desa digital , produk unggulan desa, pengembangan kawasan perdesaan, dan peningkatan peran BUMDes;
Komponen dukungan pendanaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah juga dilakukan melalui instrumen Hibah dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kebijakan hibah daerah terutama meningkatkan sinkronisasi perencanaan hibah dengan Dana Transfer Khusus (DTK) dan belanja K/L, dalam mendukung penyediaan layanan dasar umum pada bidang perhubungan, pembangunan sarana air min um , pengelolaan air limbah, irigasi, sanitasi dan jalan daerah . Di samping itu, belajar dari pengalaman penanganan COVID - 19, akan dilakukan juga penguatan peran hibah dalam mendukung penangan kondisi bencana alam dan non-alam serta sebagai instrumen antisipatif atas perubahan kondisi perekonomian .
Mendorong pemanfaatan creative financing dan integrated funding untuk percepatan pembangunan infrastruktur di daerah. Ketersediaan infrastruktur merupakan faktor dominan dalam rangka meningkatkan daya saing investasi daerah. Namun jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA demikian, kemampuan APBN / APBD sangat terbatas dalam membiayai pembangunan infrastruktur di daerah. Untuk itu, diharapkan Pemerintah Daerah dapat melakukan terobosan dalam mencari sumber pembiayaan yang di luar APBN / APBD melalui pemanfaatan creative financing, seperti pinjaman daerah, penerbitan Obligasi Daerah, dan/atau KPBU. Selain itu, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama pembangunan antardaerah. Dalam rangka memberikan dukungan kepada daerah yang melakukan creative financing tersebut, TKDD dan Hibah Daerah dapat digunakan sebagai instrumen insentif melalui skema pendanaan terintegrasi ( integrated funding). IV.4.3. Pembiayaan Inovatif, Fleksibel dan Sustainable Sejalan dengan ditempuhnya kebijakan ekspansif-konsolidatif pada tahun 2021, maka arah kebijakan pembiayaan akan ditujukan untuk mendorong pengembangan pembiayaan inovatif dalam rangka mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi global virus COVID-19 di tahun 2020. Kondisi ini menjadi syarat penting dalam mendukung upaya recovery, stabilisasi sosial-ekonomi, sektor keuangan, dan perekonomian secara keseluruhan . Sejalan dengan itu, kebijakan pembiayaan tahun 2021 difokuskan an tar a lain un tuk:
Pengembangan pembiayaan inovatif untuk mendukung countercyclical dalam rangka pemulihan ekonomi ( an tara lain penguatan KPBU, SWF, SAL, BLU, dan stanby _loan); _ 2 . Mendukung restrukturisasi BUMN dan penguatan BLU serta SWF untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi pencapaian target; 3 . Meningkatkan akses pembiayaan bagi KUMKM, UMi dan perumahan yang layak huni dengan harga terjangkau bagi MBR;
Mendorong pendalaman pasar dan efisiensi cost of borrowing, (perluasan basis investor /kanal pembayaran SBN ritel serta mendorong penerbitan obligasi/sukuk daerah);
Efektivitas quasi fiscal untuk mengakselerasi penguatan kualitas daya saing SOM serta peningkatan ekspor;
Pemanfatan SAL untk antisipasi ketidakpastian. Struktur kebijakan pembiayaan dalam APBN terdiri dari dua komponen yaitu pembiayaan utang dan pembiayaan non-utang. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Instrumen kebijakan pembiayaan utang terbagi ke dalam penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Dari sisi besaran, nilai pembiayaan utang dalam APBN memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan target defisit karena pembiayaan utang selain digunakan untuk membiayai defisit anggaran, juga digunakan untuk membiayai kebijakan non- utang. Sedangkan, struktur kebijakan pembiayaan non-utang terdiri dari 4 (empat) klaster yaitu (i) pembiayaan investasi yang terbag i ke dalam investasi kepada BUMN, investasi kepada lembaga/badan lainnya, investasi kepada Badan Layanan Umum dan investasi kepada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional serta penerimaan kembali investasi; (ii) pemberian pinjaman baik kepada BUMN, Pemerintah Daerah, Lembaga atau Badan Lainnya; (iii) kewajiban penjaminan untuk berbagai proyek penugasan dari Pemerintah kepada BUMN; dan (iv) pembiayaan lainnya diantaranya dalam bentuk Saldo Anggaran Lebih (SAL). Selanjutnya, arah kebijakan pembiayaan tahun 2021 secara umum juga terbagi ke dalam kebijakan pembiayaan utang dan kebijakan pembiayaan non-utang. Arah kebijakan pembiayaan utang tahun 2021 diantaranya:
melakukan terobosan dalam emisi SBN agar required yield dan struktur biaya dalam setiap emisi SBN berada dalam tren yang terus menurun mulai tahun 2021 dan seterusnya;
melakukan perluasan basis investor terutama untuk mengakomodasi investor pada SBN ritel;
melakukan pengembangan pada varian dan fitur untuk instrumen SBN ritel;
memberikan dukungan kepada Pemerintah Daerah dalam melakukan emisi obligasi baik berbasis konvensional maupun syariah;
melakukan penguatan penerapan manajemen risiko pada kinerja utang terutama dalam proses pengendalian dan protokol mitigasinya; serta (6) kebijakan lain yang ditetapkan Pemerintah sesuai dinamika perekonomian. Sementara itu, arah kebijakan pembiayaan non-utang diantaranya:
kebijakan pembiayaan yang mendukung kemudahan akses kredit bagi UMKM, UMi dan masyarakat miskin lainnya;
kebijakan pembiayaan untuk penguatan peran BUMN dan BLU;
pembiayaan untuk penyediaan rumah bagi MBR;
pembiayaan kepada organisasi / lem baga keuangan in ternasional / badan usaha internasional;
pemberian pmJaman kepada BUMN / Pemda/ Lembaga/ Badan lainnya yang menerima penugasan program prioritas dan/atau menjalakan misi tertentu;
kewajiban penjaminan sebagai beban Pemerintah akibat pemberian jaminan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA kepada K/L, Pemda, BUMN dan BUMD; serta (7) pembiayaan lainnya terkait dengan pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebagai bantalan fiskal (fiscal buffer) untuk antisipasi ketidakpastian. Dalam konteks pendekatan makro fiskal pada tahun 2021, Pemerintah merencanakan besaran Pembiayaan Anggaran pada kisaran 2, 10 persen hingga 2,70 persen terhadap PDB yang akan terbagi ke dalam komponen Pembiayaan Utang (neto) dengan besaran 2,50 persen hingga 3 , 30 persen terhadap PDB dan Pembiayaan lnvestasi berkisar 0, 1 persen hingga 0,4 persen. Melalui perhitungan makro fiskal ini diharapkan dapat memberikan dukungan optimal terhadap pencapaian berbagai sasaran dalam pembangunan nasional dan memberikan momentum agar pertumbuhan ekonomi tetap bisa tumbuh tinggi.
Penguatan Pembiayaan Utang Sejalan dengan kebijakan ekspansi fiskal dan anggaran defisit yang diterapkan Pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi, Pemerintah membutuhkan sumber pembia y aan baik dari sumber pinjaman maupun penerbitan SBN melalui prinsip konvensional maupun berbasis syariah . Dalam menjalankan kebijakan pembiayaan utang ini, beberapa prinsip dasar yang dijalankan Pemerintah diantaranya prinsip kehati-hatian (prudent), dana hasil emisi akan dimanfaatkan untuk kegiatan produktif (productive), efisien dalam cost of funds ( efficiency) dan perlu juga mempertimbangkan keseimbangan makro (macro equilibrium). Selain itu, dalam melakukan pembiayaan utang yang komponennya terdiri dari pinjaman dan SBN , Pemerintah semaksimal mungkin tetap melakukan pengendalian risiko agar risiko utang dalam batasan aman dan tidak mengganggu sustainabilitas (going concerns) dari APBN. Salah satu upaya pengendalian yang dijalankan Pemerintah adalah dengan tetap memperhatikan rasio utang terhadap PDB agar tetap manageable dan memenuhi aspek compliance yaitu tidak melampaui batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen terhadap PDB serta tetap mempunyai daya saing jika dibandingkan negara-negara yang setara (peers countries). Selain itu, upaya pengendalian risiko atas utang juga akan dilakukan Pemerintah dengan menerapkan disiplin secara ketat pada penerbitan SBN yang akan diupayakan berada dalam jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 187 tren required yield yang terus menurun sejak tahun 2021 dan pada tahun-tahun selanjutnya. Dalam kont e ks good governance , Pemerintah juga akan m e lakukan penguatan dalam standar penerapan manaj emen risiko utang terutama dalam proses asesmen dan protokol mitigasi ketika d ev iasi dalam indikator kinerja utang mengalami pelebaran. Grafik 64 Perkembangan Pembiayaan Utang dan Non Utang 2015 - 2020 1,200.0 852.9 Non Utang ■ Utang 1,000 .0 800.0 600.0 400.0 200.0 -200.0 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Un aud i ted APBN (Perpres 54/ 2020) Sumber: Kementerian Keuangan Seiring masih tingginya volatilitas dan risiko ketidakpastian global , rasio utang terhadap PDB dalam beberapa tahun terakhir memang relatif me ngalami peningkatan y aitu dari dari level 24 , 68 persen pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 30,18 persen di tahun tahun 2019 . Sementara itu, sejalan dengan penambahan defisit di tahun 2020 yang diperkirakan mencapai sekitar 5 , 07 persen terhadap PDB , maka rasio utang diperkirakan akan meningkat menjadi 36,38 perse n terhadap PDB . Meskipun rasio utang terhadap PDB di tahun 2021 diperkirakan sedikit meningkat (berkisar 36 , 67-37,97 pe rsen PDB), namun Pemerintah tetap akan mencari sumber-sumber y ang murah dengan risiko terkendali. Pada tahun 2021, Pem e rintah berencana akan melakukan penguatan pada kebijak an pe mbiayaan utang yang diarahkan pada upaya pengendalian risiko fiskal serta pe ningkatan efisiensi dan produktivitas dalam emisi SBN melalui beberapa kebijak a n strategis diantaran ya (a) required yield dan struktur biaya dalam setiap emisi SBN akan diupayakan terus menurun sehingga mendukung efisiensi dalam penciptaan cost of funds yang ditanggung APBN; jdih.kemenkeu.go.id MENTER IKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (b) dilakukan perluasan basis investor domestik agar semakin luas segmentasi di masyarakat yang mampu berinvetasi dalam SBN; (c) dilakukan diversifikasi pada varian dan instrumen SBN terutama pada penerbitan SBN ritel agar bisa diterima oleh klaster investor domestik dengan pendapatan lebih kecil ; dan (d) penguatan infrastruktur yang mendukung pasar SBN termasuk perluasan jalur distribusi/kanal untuk pembayaran SBN ritel. Grafik 65 Pembiayaan Utang dan Pertumbuhannya - Pembiayaan Utang (Triliun Rp) Pertumbuhan (%) I 2015 201 6 2017 201 8 2019 2020 Unaud ite d ( Perpr es 54/ 2020) Sumber: Kementerian Keuangan Upaya penguatan pembiayaan utang sekaligus pengendalian risiko fiskal juga akan ditempuh Pemerintah melalui pendalaman pasar keuangan domestik. Tujuannya agar tercipta perluasan kluster dalam masyarakat dan semakin banyak kelompok masyarakat yang memiliki ketertarikan dan mampu berinvestasi pada instrumen SBN. Ini artinya, ketika semakin besar segmentasi masyarakat yang menjadi pemegang SBN, maka akan tercipta sentimen positifkarena eksposur risiko SBN yang mesti ditanggung APBN semakin rendah baik dari sisi risiko politik, risiko likuiditas, risiko nilai tukar maupun risiko makro ekonomi lainnya. Dalam rangka penguatan pendalaman pasar keuangan domestik ini, beberapa terobosan dan dukungan fiskal yang akan ditempuh Pemerintah di tahun 2021 diantaranya (1) melakukan pengembangan variansi dalam instrumen pembiayaan di pasar keuangan, (2) memberikan dukungan atas penerbitan instrumen derivatif dan pasar repo, serta (3) memberikan fasilitas dalam penerbitan obligasi oleh pemerintah daerah baik penerbitan secara konvensional maupun syariah. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2. Penguatan Pembiayaan Non Utang Secara substansi pembiayaan non utang selain sebagai intrumen untuk menutup defisit APBN, juga dap a t merupakan pembiayaan investasi dalam rangka penguatan peran quasi fiskal untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur, dan peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM, UMi, serta MBR . Sejalan dengan filosofi ini, ini menjadi tantangan besar bagi Pemerintah untuk senantiasa bisa meningkatkan value creation dari pembiayaan non-utang yakni agar dampak dan spillover effects yang dihasilkan dari alokasi pembiayaan non-utang diharapkan lebih besar dari cost of funds untuk pembiayaan penerbitan SBN yang merupakan sumber pembiayaan utama dalam APBN. Peningkatan value creation dalam pembiayaan non- utang di APBN diperlukan selain untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas APBN, juga sejalan dengan tren pembiayaan non-utang yang terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Secara statistik, pembiayaan non-utang dalam periode 2015-2020 tumbuh rata - rata 175,35 persen (yoy) dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 yang ditetapkan tumbuh sangat tinggi yakni 745 , 20 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan peningkatan signifikan dalam pembiayaan investasi yang dialokasikan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada sekitar 42 BUMN di tahun 2015 untuk mendukung program prioritas nasional terutama penugasan BUMN dalam program infrastruktur. Dalam konteks pembiayaan investasi yang merupakan komponen terbesar dalam pembiayaan non-utang, dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perubahan mendasar dalam struktur pembiayaan investasi yakni terjadi pembiayaan investasi dari sebelumnya yang terbesar adalah dalam bentuk PMN kepada BUMN, bergeser menjadi investasi kepada BLU. Sejalan dengan kebijakan ini, diperlukan penguatan pada kinerja BLU agar mampu menciptakan value creation yang semakin tinggi untuk masyarakat, APBN, bangsa , dan negara. Selain itu , BLU sebagai quasi sovereign juga perlu melakukan penguatan praktik good governance dan penerapan manajemen risiko yang berstandar in ternasional . Dari sisi makro fiskal, Pemerintah berencana mengalokasikan pembiayaan investasi tahun 2021 pada kisaran 0, 1 persen hingga jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 0,4 persen PDB . Perhitungan ini selain didasarkan pada kapasitas fiskal yang tersedia juga tetap berupaya agar pembiayaan investasi untuk penguatan peran quasi fiskal antara lain: BUMN, BLU, SWF dapat berjalan efektif untuk mengakselerasi pencapaian target pembangunan. Kebijakan penguatan pembiayaan investasi akan dilakukan dalam keseluruhan proses mana_Jemen mulai dari proses perencanaan, tahapan pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi dan monitoring. Dalam proses perencanaan misalnya, penguatan akan dilakukan melalui penguatan regulasi sebagai payung hukum yang mengatur asesmen dalam penyaluran pembiayaan investasi. Salah satu aspek yang membutuhkan penguatan adalah dalam kegiatan asesmen dimana perlu dilakukan perhitungan value for money dengan model tertentu dari entitas penerima PMN dan/atau Pemerintah. Selain itu , penguatan juga akan dilakukan dalam bentuk penerapan good governance yang lebih baik dan praktik manajemen risiko dalam penyaluran PMN baik kepada BUMN maupun BLU. Secara umum arah kebijakan pembiayaan non utang pada tahun 2021, antara lain (a) mendukung restrukturisasi BUMN dan penguatan BLU serta SWF untuk mendukung pemulihan ekonomi; (b) Pemberian PMN kepada BUMN dilakukan secara selektif untuk mendukung pemulihan dan akselerasi pencapaian target pembangunan; (c) peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM, UMi dan pembiayaan perumahan bagi MBR untuk memperoleh rumah layak huni dengan harga terjangkau; (d) pembiayaan Investasi kepada BUMN, investasi kepada lembaga/badan lainnya, investasi kepada Badan Layanan Umum dan investasi kepada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional; (e) pemberian pmJaman baik kepada BUMN, Pemerintah Daerah, Lembaga atau Badan Lainnya; (f) kewajiban Penjaminan untuk berbagai proyek penugasan dari Pemerintah; dan (g) pemanfaatan SAL untuk antisipasi ketidakpastian dan mendukung kebijakan countercyclical dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian . Pembiayaan Investasi Dari sisi program, karakteristik pembiayaan investasi tahun 2021 akan diarahkan untuk mendukung berbagai program prioritas Pemerintah dalam rangka restrukturisasi BUMN, BLU, SWF dalam jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pemulihan ekonomi dan mendukung pencapaian sasaran nasional diantaranya:
melakukan pembiayaan yang mendukung kemudahan akses kredit bagi UMKM, UMi dan masyarakat miskin lainnya;
melakukan penguatan peran BUMN, BLU, SWF dan SMF dalam setiap penugasan khususnya program infrastruktur;
melakukan pembiayaan yang mendukung penyediaan rumah bagi MBR;
pembiayaan untuk pengembangan instrumen berbasis teknologi finansial;
melakukan pembiayaan untuk mendukung keberlanjutan penguatan Neraca Transaksi Berjalan (NTB); dan
melakukan pembiayaan untuk berbagai penugasan lainnya yang ditetapkan Pemerintah. Selain itu, pembiayaan investasi pada tahun 2021 juga akan disalurkan untuk pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Internasional yang esensinya adalah untuk memenuhi kewajiban Indonesia sebagai anggota serta mempertahankan proporsi kepemilikan saham (shares) dan hak suara (voting rights). Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menjaga kepentingan Indonesia dan penguatan peran Indonesia pada forum internasional. Pembiayaan investasi tahun 2021 kepada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional di antaranya untuk Islamic Development Bank (IDB), The Islamic Corporation for the Development of the Private Sectors (ICD), International Fund for Agricultural Development (IFAD), International Development Association (IDA) dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) . Pembiayaan investasi juga akan diberikan kepada lembaga atau badan lainnya sebagai quasi sovereign yang menerima penugasan langsung dari Pemerintah. Dukungan PMN dari Pemerintah kepada lembaga/badan lainnya biasanya terkait dengan penugasan dalam rangka pembiayaan, penjaminan dan asuransi berorientasi ekspor untuk mendukung program ekspor nasional. Selain itu, investasi kepada lembaga/badan lainnya juga pernah diberikan Pemerintah dalam rangka penugasan yang terkait dengan pengelolaan dana perumahan dan dana jaminan sosial. Pemberian Pinjaman Dalam konteks pemberian pmJaman dari APBN di tahun 2021, beberapa kebijakan Pemerintah di antaranya pinjaman terutama akan diberikan kepada BUMN/Pemda/Lembaga/Badan lainnya yang menerima penugasan program prioritas atau menjalakan misi tertentu. Sejalan dengan praktik tata kelola yang baik dalam jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA pemberian pinjaman, Pemerintah akan melakukan penguatan pada proses asesmen kepada BUMN/Pemda/Lembaga/Badan lainnya yang akan menerima pinjaman seperti aspek value for money pemberian pmJaman, tingkat kesehatan dan kemampuan membayar kembali debitur, kemampuan leveraging debitur serta persiapan teknis proyek. Kewajiban Pinjaman Dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur, Pemerintah menyediakan skema penjaminan atas pinjaman yang diterima BUMN dari lembaga keuangan internasional dalam rangka pembiayaan proyek infrastruktur. Kewajiban penjaminan pada dasarnya merupakan kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada K/L, Pemda, BUMN dan BUMD dalam hal K/L, Pemda, BUMN dan BUMD tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. Pada tahun 2021, arah kebijakan Pemerintah terkait kewajiban penjaminan akan digunakan untuk beberapa program penjaminan diantaranya:
percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Batubara;
proyek KPBU y ang dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;
percepatan penyediaan air minum;
percepatan pembangunan Jalan Toi Trans Sumatra;
pembangunan infrastruktur melalui direct lending dari lembaga keuangan internasional kepada BUMN;
penyelenggaraan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek;
percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dan (8) berbagai program penjaminan lainnya yang ditetapkan Pemerintah. Pembiayaan Lainnya Sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian dan volatilitas global, Pemerintah mendorong agar Saldo Anggaran Lebih (SAL) dapat berfungsi sebagai bantalan fiskal (fiscal buffer, pada tahun 2021 untuk mengantisipasi berbagai ketidakpastian terutama dari sisi global. IV.5.Kebijakan Makro Fiskal 2021 dan Jangka Menengah 2020-2024 Dalam perumusan kebijakan makro fiskal, perlu merujuk pada Visi Indonesia Maju 2045 dan history pengelolaan fiskal pada tahun-tahun sebelumnya . Esensinya Visi Indonesia Maju 2045 merupakan tujuan yang (J jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Sementara itu, dinamika pengelolaan fiskal dalam tahun-tahun sebelumnya akan menjadi referensi yang menjadi dasar dalam penyusunan strategi kebijakan sehingga pengelolaan fiskal ke depan diharapkan mampu merespon dinamika perekonomian, serta mendukung pembangunan nasional secara ef ektif. Grafik 66 Perkembangan Indikator Makro Fiskal tahun 1998-2019 Penerimaan Perpajakan (% PDB) Defisit (% PDB) 25.00 20.00 0. 3) ( 0.50 ) 15.00 9_, ____ _ 12.00 (1. 00 ) 10.00 (1.5 0 ) ~ (1.8 2) 9.7 5.00 (2. 00 ) (1.0 1) ~ (2.50) (2.18) ( 2.4 9) (2.22) Keseimbangan Primer (% PDB) Rasio Utang (% PDB) 100.0 00.0 80 .0 3.0 70.0 80.0 2.0 50.0 10 40 .0 30.0 ~ --- 30.2 0.0 ~ J- -~-- L.--...,.,_ __ ~ -0.1 ...i_:
; : : ; : ,., I / 20.0 10.0 22.9 29.8 -1.0 -2,0 Sumber: Kementerian Keuangan , Tahun1998 - 2018 {LKPP), 2019 (unaudited) Perkembangan makro fiskal sejak tahun 1998 hingga 2019, menunjukan bahwa pene rimaan perpajakan mengalami fluktuasi selaras dengan dinamika makroekonomi. Penerimaan perpajakan mengalami penurunan y ang signifikan pada tahun 2000, sebelum meningkat secara konsisten sampai dengan tahun 2008. Namun, sejak berakhirnya era commodity boom, rasio penerimaan pajak terhadap PDB cenderung menurun . Hal ini utamanya dipengaruhi porsi penerimaan perpajakan yang berbasis SDA cukup besar. Tren pelemahan ini sejalan dengan dengan pelemahan harga komoditas dunia, terutama migas dan batubara. Khusus untuk tahun 2009 , penurunan yang cukup tajam pada rasio penerimaan perpajakan . Selain itu penurunan penerimaan perpajakan juga dipengaruhi adanya stimulus fiskal dalam merespon resesi ekonomi tahun 2008. Stimulus fiskal tersebut berupa pengurangan pajak (tax cut) yang berbentuk pemberlakuan tarif tunggal dan penurunan tarif PPh Badan, perubahan struktur tarif (tax bracket) PPh Orang Pribadi dan penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA penurunan tarif PPh Badan, perubahan struktur tarif (tax bracket) PPh Orang Pribadi dan penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Selain dikarenakan fluktuasi harga komoditas dan perubahan kebijakan , perubahan struktur perekonomian Juga mempengaruhi pencapaian penerimaaan perpajakan . Perubahan struktur ekonomi tersebut yang ditandai dengan tren melambatnya sektor manufaktur dan meningkatnya sektor jasa dalam dua dekade terakhir. Pelemahan sektor manufaktur berdampak negatif terhadap pencapaian penerimaan perpajakan, sementara itu penguatan sektor jasa ternyata kurang memberi kontribusi pada peningkatan penerimaan perpajakan, hal ini utamanya karena pelaku usaha pada sektor jasa didominasi sektor informal yang cenderung non-taxable. Pada sisi lain, dalam rangka mendorong daya saing, Pemerintah senantiasa memberikan insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis melalui belanja perpajakan (tax expenditures), yang juga berkontribusi pada pelemahan kinerja perpajakan selama beberapa tahun terakhir. Sebagai gambaran, estimasi belanja perpajakan tahun 2018 adalah sebesar Rp221,1 triliun (1,49 persen dari PDB tahun 2018), meningkatjika dibandingkan tahun 2017 yang sebesar Rp196,8 triliun (1,45 persen dari PDB tahun 2017) . Namun demikian, untuk menjaga defisit APBN dan rasio utang dalam batas aman ditengah capaian penerimaan perpajakan yang fluktuatif selama periode 1998-2019, maka besaran rasio belanja terhadap PDB semakin menurun. Hal ini berpotensi mengurangi kemampuan fiskal dalam melakukan countercyclical. Dalam rangka merespon kondisi tersebut Pemerintah terus berupaya secara konsisten untuk memperkuat penguatan pengelolaan fiskal antara lain dengan melakukan optimalisasi pendapatan negara melalui penguatan sistem perpajakan, penggalian potensi, peningkatan kepatuhan serta optimalisasi PNBP melalui inovasi layanan dan pengelolaan asset. Pada sisi belanja, Pemerintah juga melakukan upaya penguatan kualitas belanja dengan mendorong spending better yang esensinya mendorong agar belanja menjadi lebih efisien namun produktif, fokus pada program prioritas dan mengedepankan value for money, sehingga efektif untuk menstimulasi perekonomian dan peningkatan derajat kesejah teraan . Sebagai gambaran, perkembangan defisit berpengaruh pada perkembangan keseimbangan primer yang pada per i ode 1998-2018 menunjukkan tren yang menurun. Keseimbangan primer mulai negatif sejak tahun 2012 , namun dalam beberapa tahun terakhir diarahkan menuju positif. Pada tahun 2019, akibat tekanan ekonomi global membuat negatif jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA sedikit meningkat. Kenaikan rasio utang terse but sejalan dengan defisit fiskal yang cenderung melebar, utamanya untuk mendukung akselerasi pembangunan infrastruktur. Meskipun demikian, rasio utang masih dijaga pada kisaran 30 persen PDB, yang menunjukkan komitmen Pemerintah dalam mengelola utang dengan prinsip kehati-hatian (prudent). Selain perkembangan beberapa indikator APBN tersebut, risiko pelaksanaan APBN 2020 juga perlu menjadi perhatian karena APBN 2020 akan menjadi baseline kebijakan fiskal pada tahun 2021. Global pandemi COVID-19 bukan hanya mengancam keselamatan jiwa manusia, tetapi juga mengancam perekonomian dan stabilitas sistem keuangan. Dampak terhadap perekonomian antara lain berupa ketidakpastian yang berakibat pada penurunan ekspektasi pasar, penurunan permintaan global penurunan mobilitas barang dan orang sehingga berpengaruh pada perlambatan kinerja perdagangan dan pelemahan kinerja ekspor impor. Kombinasi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas dan penurunan aktivitas ekonomi yang akan mengganggu kinerja sektor riil dan sektor keuangan. Gambar 14 Dampak Pandemi COVID-19 ~ .. Penurunan Kesoh ■ tan Produktlvitas @ Ekspoktasl turun . fl • IG:
a& & Pna, \ '40.II. s AKTIVITAS T SEKTOR T SEKTOR EKONOMI Rill KEUANGAN t t Oomnnd Global & X~ • lntervensi Pemerintah mendukung Sektor riil & Kcuangan Pandemi harga komoditas r ~ melalui Kebljakan Keuangan Negara dalam IEUflOf· ~) COVID-19 • X PERPU 1/2020 STIMULUS FISKAL: Mobillt: is Orang/barang & "Akselerasl Penanganan COVID-19 dan harga komodltas (Tmr~1' . ... <Mt.1) Pemullhan Ekonom i" ii@& illl§I iil; ii: I !8! ■ Sumber: Kementerian Keuangan, 2020 Sejalan dengan upaya mitigasi dampak dan percepatan penanganan COVID-19 maka fleksibilitas pengelolaan fiskal perlu dilakukan antara lain:
pelebaran defisit dapat melebihi 3 persen PDB, agar ditengah ketidakpastian, masih tetap mampu menstimulasi perekonomian dan penanganan COVID-19 secara efekt if;
pergeseran anggaran antar unit organisasi, fungsi dan program;
pemotongan/penundaan dan refocusing untuk percepatan penanganan COVID-19;
dapat memanfaatkan SAL, dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan, dana yang dikelola BLU, dana jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA yang dikuasai negara , serta dapat Juga memanfaatkan pengurangan pembiayaan investasi kepada BUMN. Sebagai konsekuensi dari dampak pandemi COVID- 19 yang luar biasa tersebut serta memperhatikan berbagai langkah-langkah mitigasi dan upa ya percepatan penanganan COVID-19 , maka postur APBN 2020 mengalami perubahan yang sangat besar. Gambar 15 Perubahan Postur APBN 2020 ,- ----- -·---------- -- ----- -- -- -···· ··----- -- ------ -- -- ----------------- -- -- -------- : • Fokus untuk keseh ata n, soc/a/ safety net dan duku n ga n : • Perlambatan aktivitas ekonomi, : ! d un ia usa ha da n UMK M; i penurunan harga mi n yak dan i i komoditas j 0 0 ! • Penghematan belanja non prioritas (Rp190 T, refocusing : dan realokasi: Rp54,6 T) untuk mendukung penanganan ! • ln sant lf pa rp aj aka n u nt uk duni a j i COVID -1 9: Kesehatan Rp75T , SSN Rp 11 0T, Dukungan : lndus tri & UMKM : Rp70, 1T sehingga tambahan bel anja I_ --- ~; ; a~~; ; .; 1~; ; ; '.!'.~~!2~f; ~-~ - ~ -- - : ! _____ Rp255,1_ T _________________________________________________________________ _ Outlook APBN Pr oyek el Belanja Naik ·-~; , b ~~;
. ~ .. 7 I Proyekll Defll lt Melebar (545,8 T) ! • Penggunaan SAL Rp70T ! ! • Pembiayaan dukungan pemuiihan ekonomi ! ! nasional Rp 1 SOT ! : • Tambahan penerbitan SBN tujuan tertentu : t __ ___ untuk menutup _ financing gap ·----· ·- ·········· ·· 1 Ot.ll look Sumber: Kementerian Keuangan , 2020 IV.5.1. Postur Makro Fiskal Tahun 2021 Sejalan dengan berbagai reformasi yang akan dilaksanakan baik di s1s1 sektoral maupun di sisi fiskal, maka arah kebijakan fiskal tahun 2021 adalah ekspansif yang konsolidatif secara bertahap dalam jangka menengah. Arah kebijakan fiskal tersebut diharapkan dapat mengakselerasi proses pemulihan sosial ekonomi dan sekaligus memperkuat fondasi untuk mendukung transformasi ekonomi menuju Indonesia Maju 2045. Fokus kebijakan fiskal tahun 2021 adalah untuk pemulihan sosial ekonomi dan mempersiapkan fondasi untuk keluar dari Middle Income Trap (MIT), oleh karena itu langkah strategis y ang akan dilakukan Pemerintah adalah: (i) Optimalisasi pendapatan y ang inovatif dan mendukung dunia usaha untuk pemulihan ekonomi • Insentif fiskal mendukung pemulihan dunia usaha; • Reformasi perpajakan untuk merespon ekonomi digital ; jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA • Reformasi pe r pa j akan untuk merespon ekonomi digital; ■ In sentif fiskal mendukung pemulihan daya saing investasi dan ekspor; • Reformasi PNBP antara lain dengan pen i ngkatan pengelolaan SDA ; • Inovasi dalam pengelolaan aset dan kualitas pelayanan publik. (ii) Belanja negara yang fokus dan efektif (spending better) • Fokus belanja negara terhadap program prioritas (kesehatan program perlindungan sosial, pendidikan, dukungan dunia usaha dan UMKM); ■ Mendorong efisiensi dengan penajaman belanja barang, mengefektifkan bansos dan trasnformasi subsidi ke bansos; • Mendorong K/L proaktif mengembangkan skema KPBU secara lebih masif; • Mendorong pelaksanaan anggaran berbasis hasil ( result _based); _ ■ Penguatan qua l ity control pe l aksanaan TKDD . (iii) Pembiayaan ya n g inovatif, fleksibel dan sus t ainable • Pembiayaan kreat if dan inovatif da n fleks i bi l itas dalam menduk u ng countercyclical, menjaga momentum pertumb u han ekonomi dan pencapaian target pembangunan; • Rektrukturisasi BUMN, BLU dan SMV untuk mendukung pem u lihan ekonomi; ■ Meningkatkan akses pembiayaan bagi KUMKM, UMI dan MBR; • Penguatan efektivitas peran quasi fiscal sebagai agent development (BUMN dan BLU). Postur makro fiskal 2021 adalah sebagai ber i kut: Gambar 16 Postur Makro Fiskal Tahun 2021 Pendapatan Negara Belanja Negara Penerlmaan 9, 90 - 11, 00 13 , 11 -15 , 17 Perpajakan 10 , 46 15 , 53 8,25- 8,63 Primary Balance (1 , 24) - (2 , 07) (3 . 08) 8 . 69 Deflslt PNBP (3 , 21)-(4 ,1 7) (5 , 07) Pembiayaan Dana Desa Hlbah +««· ► IL 3, 21-4 , 17 4 , 30-4 , 85 ,.,.,.., . • ' '' 4 , 53 Keterangan: APBN 2020 (Perpres No.54/2020) 36 , 67 - 37 , 97 ± 36,4 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA IV.5.2. Arab dan Strategi Kebijakan Makro Fiskal Jangka Menengah 2020 2024 Mencermati kinerja perekonomian dalam lima tahun terakh ir dan perubahan mendasar di tahun 2020 sebagai dampak pandemi COVID-19 serta prospek perekonomian ke depan diperkirakan stabilitas perekonomian domestik masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan pada tahun 2020 akan mengalami tekanan yang luar biasa. Namun apabila berbagai upaya countercyclical yang ditempuh dapat berjalan efektif maka dalam jangka menengah, kinerja perekonomian akan kembali pulih menuju normal secara bertahap hingga mencapai rata-rata 6 persen dalam periode 2020 2024, laju inflasi walaupun menghadapi tekanan yang cukup kuat di tahun 2020 namun masih relatif terjaga pada level yang rendah berkisar 2,0-4,0 persen, sedangkan nilai tukar rupiah bergerak dinamis pada kisaran Rp14.900 hingga RplS . 500 per USO . Apabila upaya perbaikan kinerja perekonomian Indonesia dapat berjalan efektif maka diharapkan perekonomian akan segera pulih, dan sektor riil kembali bergerak, mendorong investasi serta menciptakan kesepatan kerja. Sementara itu harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ ICPJ masih relatif rendah seiring dengan masih lemahnya permintaan global. jdih.kemenkeu.go.id Q MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Tabel 11 Proyeksi lndikator Makro Ekonomi Jangka Menengah 2020-2024 lndlkator 2020 2021 2022 2023 2024 APBN Outlook a. Pertumbuh an ek ono ml ( '1. ,y oy) 5,3 (0,4)-2,3 4,5- 5,5 5,4 6,0 5,5 5,5 -6,5 6,3 b. l nf lasi ( '1., vov) 3, 1 2,0- 4,0 2.0- 4,0 2.0- 4,0 1.5 1,5 3,5 3,5 c. Tingkat bu nga SPN 3 bu lan ( '1, ) 5,4 4,5 Tlngkat su ku bunga SBN 1 0Y ( '1, ) 6,67 5,98 5,82 5,67 9,56 8,Q7 8,16 8,24 d. Ni lai tu kar (Rp/US$) 14.400 14.900 14.900 13.900 13.900 13.900 15.500 15.300 14.700 14.850 15.000 e. Ha rga mi nyak me ntah 63 30- 35 40- 50 60- 70 60- 60-70 (US$/ barel) 70 f. Lifting m in ya k ( ri bu barel per 755 705 677 - 737 636- 570- 534 - 722 ha ri) 735 735 g. Lifting gas (r lbu bar el se ta ra 1.191 992 1.085 1.232 1.224 1.228 mi n yak per harl) 1.173 1.341 1.336 1.324 Sumber : Kementerian Keuangan Secara umum , pengelolaan fiskal jangka menengah diarahkan untuk mendorong pengelolaan fiskal yang fleksibel untuk me lakukan countercyclical dengan tetap memelihara berkelanjutan dalam jangka menengah serta lebih fokus untuk mendukung pemulihan sekaligus se cara simultan melakukan reformasi untuk penguatan fondasi agar mampu ke luar dari middle income trap menuju Indonesia Maju di tahun 2045. Searah dengan kebijakan fiskal tahun 2021 tersebut , maka postur makro fiskal 2021 adalah sebagai be rikut: Tabel 12 Kerangka Fiskal Jangka Menengah Tahun 2020-2024 APBN 2020 Proyeksi Uraian (% PDB) (Perpres 54/2020) 2021 2022 2023 2024 Pendap a tan Negar a 10, 53 - 10 , 84 10 ,4 6 9, 90 - 11, 00 10, 32 - 11, 30 dan Hibah 11 , 69 12 , 15 Pener i maan 8 , 59 8, 69 8, 25 - 8,63 8 , 27 - 8, 70 8, 38 - 9, 09 Perpajakan 9 , 55 9, 64 Tax Ratio* ) 9, 14 9, 30 - 9, 68 9 ,32 - 9, 75 9, 43 - 10, 14 10,60 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Ke se im ban gan Pr ime r (3,08) (1,24) (2,07) (0,94) (1,70) (0,49 ) (0,87) (0,34) (0,66) Su rp l us / (De fisit ) (5 ,0 7 ) (3,21 ) (4,17) (2,79) (3,55) (2,35) (2,72) (2, 19) (2,51 ) Rasio Utang ~1 36,38 36, 6 7 - 37, 9 7 36,65 3 7 ,3 9 36, 45 37,36 36,08 37, 18 K eterang an: ·1 Tax ratio : Penerimaan perpaj akan + PN BP SDA Migas dan PNBP SDA P ertamb an gan Min erba " l B esar an rasio utang teru t ama di pengaruhi volati li tas nilai tukar d an keb u tuhan pembiaya an untuk pe nan ganan COV ID- 19 dan recovery ekonomi Su m ber : Kementerian K euangan Mempertimbangkan proyeksi makro ekonomi jangka m e nengah dan kinerja makro fiskal dalam lima tahun terakhir dan volatilitas tahun 2020 sebagai dampak pandemi COVID-19 maka kebijakan makro fiskal dalam jangka menengah diarahkan untuk " Percepa t an Pemulihan dan Mendorong Produkti v itas dan Daya Saing ". Sejalan dengan hal tersebut maka dalam rangka mendorong pengelolaan fiskal yang fleksibel dan berkelanjutan dalam jangka menengah maka langkah kebijakan yang perlu dilakukan sebagai be rikut. Pertama , tetap menempuh ke bijakan ekspansif - konsolidatif secara bertahap untuk mendukung pemulihan sosial-ekonomi dan meningkatkan kapasitas produksi dan da ya saing. Sejalan den g an hal tersebut, defisit anggaran lebih fleksibel namun tet ap konsolidatif dan kembali di bawah 3,0 persen pada tahun 2023. Hal ini dimaksudkan agar pe ran fiskal untuk m e ndukung pemulihan dapat dilakukan secara optimal. Kedua , untuk mengendalikan risiko utang ditempuh dengan meningkatkan inovasi dan fleksibilitas pembiayaan dengan tetap menjaga menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas aman dalam jangka menengah . Ketiga, mendorong ino v asi kebijakan dengan memanfaatkan momentum bonus demografi, dimana porsi penduduk didominasi oleh penduduk usi a produktif dengan komposisi masyarakat berpenghasilan menengah y ang tum b uh secara pesat . Optimalisasi penerimaan perpajak an ditempuh de ngan tetap pemb e rian insentif fiskal untuk daya saing dan in v estasi. Keempat, mendorong keseimbangan primer mulai menuju positif dalam jangka menengah. Melalui berbagai langkah tersebut, dalam jangka menengah diharapkan pendapatan negara akan kembali meningkat secara bertahap sesuai kapasitas p e rekonomian dan defisit akan kembali di bawah 3 ,0 persen PDB pada tahun 2023. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Dampak pandemi COVID-19 berpengaruh besar terhadap kinerja perekonomian domestik, sehingga berimplikasi pada postur APBN 2020. Hal ini selanjutnya menjadi baseline baru 2020, yang akan mempengaruhi perumusan kerangka fiskal jangka menengah 2020 2024. Seiring dengan pelemahan kinerja perekonomian maka outlook pendapatan negara dan hibah tahun 2020 adalah sebesar 10,46 persen PDB . Pada tahun 2021, pendapatan negara dan hibah diperkirakan berada pada kisaran 9,90-11 , 00 persen PDB dan pada tahun 2024 diperkirakan berkisar 10,84-12,15 persen PDB. Hal ini dipengaruhi kinerja perpajakan yang masih belum optimal, seiring dengan perekonomian yang masih dalam proses pemulihan. Sementara ini pada sisi belanja, pemerintah tetap berupaya mengakselerasi pemulihan sosial-ekonomi sekaligus melakukan reformasi untuk penguatan fondasi untuk mendukung transformasi ekonomi agar mampu keluar dari Middle Income Trap. Dalam jangka menengah arah kebijakan difokuskan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing serta memanfaatkan bonus demografi untuk mendukung transformasi ekonomi . Sementara itu, dalam jangka menengah belanja negara tahun 2021 diperkirakan berada pada kisaran 13, 11-15, 17 persen PDB dan pada tahun 2024 diperkirakan berkisar 13,03 - 14,66 persen PDB. Untuk menopang kebutuhan belanja negara, pendapatan negara dan hibah pada tahun 2021 ditargetkan mencapai 9,90 - 11,00 persen terhadap PDB. Besaran pendapatan negara dan hibah tahun 2021 tersebut antara lain bersumber dari penerimaan perpajakan dengan asumsi tax ratio dapat mencapai sebesar 9,30-9,68 persen PDB . Perhitungan tersebut mencakup penerimaan perpajakan, PNBP SDA Migas, dan PNBP SDA Pertambangan Minerba. Dengan porsi alokasi belanja negara yang lebih besar daripada pendapatan negara dan hibah, maka APBN masih akan mengalami defisit namun dengan besaran yang semakin menurun. Pada tahun 2024, defisit diperkirakan semakin mengecil berkisar 2, 19-2,51 persen terhadap PDB, jauh lebih rendah dari perkiraan defisit 2020 sebesar 5,07 persen PDB. Menurunnya defisit dalam jangka menengah akan berpengaruh pada negatif keseimbangan primer yang juga semakin menurun . Outlook keseimbangan primer tahun 2020 diperkirakan negatif 3,08 persen PDB, sedangkan keseimbangan primer pada tahun 2024 diharapkan bergerak lebih baik dengan negatif yang menurun hingga mencapai negatif 0,34 0,66 persen terhadap PDB . jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Di tengah keterbatasan kinerja pendapatan negara, diperlukan sumber pembiayaan lain untuk menopang kebijakan fiskal yang ekspansif konsolidatif baik yang berasal dari utang maupun nonutang. Sebagai komitmen untuk mewujudkan pengelolaan fiskal yang fleksibel dan sustainable, maka rasio utang senantiasa dijaga dalam batas aman dan pada tahun 2024 diperkirakan sebesar 36,08-37,18 persen terhadap PDB. V. RISIKO FISKAL Sasaran utama Pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka mendukung akselerasi pencapaian sasaran ini , Pemerintah menempuh berbagai strategi kebijakan di berbagai bidang termasuk di bidang fiskal. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk menstimulasi perekonomian agar ekonomi tumbuh optimal dan berkelanjutan yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan fiskal perlu didesain agar mampu merespon dinamika perekonomian global maupun domestik, menjawab tantangan dan mendukung target pembangunan secara optimal. Sejalan dengan hal tersebut maka APBN perlu didesain agar produktif, efisien, berdaya tahan agar mampu meredam berbagai ketidakpastian serta mengendalikan risiko jangka pendek, menengah, dan panjang. Hal ini sangat diperlukan agar dalam pelaksanaan APBN tetap mampu menopang program - program prioritas menuju tercapainya kesejaht e raan, walaupun ditengah risiko ketidakpastian. , Risiko fiskal secara umum dapat didefinisikan sebagai berbagai faktor yang dapat melemahkan peran kebijakan fiskal dalam menstimulasi perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan . Berbagai faktor tersebut tidak hanya membuat kebijakan fiskal gagal mencapai tujuan yang diharapkan, melainkan dapat pula menganggu kemampuan fiskal memenuhi kewajiban . Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan risiko fiskal menjadi penting dalam pelaksanaan kebijakan fiskal pada tahun berjalan. Maka dari itu , identifikasi sumber risiko fiskal perlu untuk dilakukan. Secara umum terdapat tiga sumber risiko fiskal, yaitu:
dinamika makroekonomi;
pelaksanaan APBN; dan
risiko fiskal tertentu. Risiko dinamika makroekonomi secara umum bersumber dari volatilitas berbagai indikator makroekonomi baik di level global maupun domestik. Risiko pelaksanaan APBN dapat bersumber dari belum sepenuhnya efektif kebijakan yang dijalankan baik pada kebijakan penerimaan, belanja, maupun pembiayaan. Pada risiko fiskal jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INOONESIA tertentu lainnya, risiko ini antara lain dapat bersumber dari kontingensi pemerintah maupun berbagai faktor di luar kendali seperti bencana alam. Upaya identifikasi, pengukuran, dan mitigasi berbagai risiko fiskal tersebut dapat membantu agar peran APBN dalam menstimulasi perekonomian dan mensejahterakan masyarakat dapat berjalan optimal. Pengelolaan risiko fiskal dilakukan dengan mengelompokkan sumber risiko ke dalam tiga kategori. Pertama, perubahan kondisi ekonomi baik bersifat global maupun domestik yang dapat mengubah potensi pendapatan dan belanja negara secara fundamental. Kedua, kebijakan/pelaksanaan APBN yang terdiri dari risiko Penerimaan Negara, Belanja Negara, dan Pembiayaan (utang dan non utang yang didalamnya termasuk kewajiban kontingensi); serta Ketiga, Risiko Fiskal Tertentu. Tujuan pengelolaan risiko fiskal adalah untuk menjaga APBN agar berkelanjutan dalam jangka panjang (sustainable), mampu memenuhi kewajiban yang jatuh tempo (solvable), dan memiliki fleksibilitas mendukung program pembangunan serta menstimulasi perekonomian untuk tumbuh dan berkelanjutan sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan dengan diiringi oleh peningkatan kesehatan neraca negara ( sovereign asset and liability) . Pengelolaan risiko fiskal yang selama ini telah berjalan dilakukan dengan mengidentifikasi suatu event sebagai sumber risiko fiskal, untuk kemudian dilakukan assessment seberapa besar kemungkinan event dimaksud terealisasi dan potensi dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan pembangunan, tekanan terhadap APBN, dan pengaruhnya terhadap neraca negara ( sovereign asset and liability). Dalam melakukan assessment, Pemerintah selalu menekankan sifat ketidakpastian dan dinamika kondisi yang dapat berubah dengan cepat . Untuk itu, kalkulasi kemungkinan terealisasinya suatu event (likelihood) dilakukan menggunakan berbagai metode yang terus diperbarui dan dieksplorasi. Dengan melakukan assessment dimaksud, dapat dipetakan kejadian atau tekanan spesifik yang berpotensi menyebabkan "realisasi fiskal semakin menjauh dari target APBN dan kerangka fiskal jangka menengah ke dalam peta risiko" (impact) . Peta risiko disusun setiap tahun fiskal dan dilakukan pemutakhiran secara berkala. Peta risiko yang menunjukkan likelihood dan impact atas setiap kejadian risiko. Klasifikasi level dampak pada peta risiko, dihitung berdasarkan prosentase terhadap nilai PDB dan ruang fiskal yang tersedia bagi Pemerintah. Peta dimaksud berfungsi sebagai early warning system serta sebagai dasar penyusunan langkah mitigasi risiko fiskal yang akan dimonitor secara berkala baik implementasi maupun efektivitas langkah mitigasi dimaksud. Dihadapkan dengan risiko fiskal, secara umum Pemerintah memiliki berbagai pilihan mitigasi yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, pilihan dimaksud tidak selalu dapat diambil untuk setiap risiko. Beberapa risiko dapat memiliki satu jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA atau dua pilihan mitigasi. Pertama, tolerate (kemungkinan dilakukan dengan menyediakan anggaran dana cadangan sebagai bantalan apabila risiko terjadi dan menyebabkan beban terhadap APBN; Kedua, reduce (mengurangi kemungkinan likelihood atau dampak akibat realisasi risiko; Ketiga, transfer kepada badan usaha (sebagai contoh asuransi pertanian dan transfer risiko penjaminan infrastruktur kepada PT PII); dan Keempat, tenninate melalui penghentian kegiatan atau program yang menciptakan risiko. Deng an pengelolaan risiko yang ef ektif, APBN dapat memiliki daya tahan dan kemampuan mendukung pembangunan di setiap level. Pada level fiskal, dapat menciptakan keuangan pemerintah yang berkelanjutan V.1. Risiko Ekonomi Volatilitas berbagai indikator makroekonomi baik pada perekonomian global maupun domestik sangat mempengaruhi kapasitas kebijakan fiskal dalam menstimulasi perekonomian dan mensejahterakan masyarakat . Fenomena pandemi COVID-19 di tahun 2020 berdampak negatif terhadap berbagai indikator makroekonomi global maupun domestik. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pelaksanaan APBN di tahun berjalan maupun di masa pemulihan ekonomi mendatang. Pandemi COVID-19 secara drastis merubah optimisme perbaikan ekonomi di tahun 2020. Sebelum pandemi terjadi, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2020 mencapai 3,3 persen. Proyeksi tersebut kemudian direvisi akibat dampak negatif pandemi terhadap perekonomian global. Economics Intelligence Unit (EIU) pada Q2 2020 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global terkoreksi 2,5 persen. Terkontraksinya pertumbuhan ekonomi diakibatkan oleh disrupsi pada sisi permintaan dan penawaran. Disrupsi tersebut berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat, penurunan konsumsi, peningkatan pengangguran, dan meningkatnya potensi kebangkrutan . Lebih lanjut, estimasi potensi PDB global yang hilang di tahun 2020-2021 dapat mencapai kurang lebih setara dengan gabungan PDB Jepang dan Jerman. Pandemi COVID-19 juga berdampak pada sektor keuangan global. Di tengah pandemi COVID-19, kecemasan para investor meningkat yang membuat volatilitas sektor keuangan meningkat cukup signifikan. Pasar keuangan global yang panik dan fluktuaktif ditandai dengan VIX Index yang telah menyentuh level tertinggi dalam sejarah. Selain itu, pasar keuangan global juga mengalami fenomena capital flight dari negara berkembang dimana para investor memilih untuk berpindah pada safe-haven assets. Pada periode jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Januari-Maret 2020, harga emas dan dollar index naik masing-masing 3 ,9 dan 3 persen. Kinerja pasar saham baik negara maju dan berkembang (MSCI) juga terdampak dimana kinerja melemah tajam. Pada periode Januari-Maret 2020, pergerakan indeks saham MSCI untuk negara maju terkoreksi 21,4 persen, sedangkan indeks untuk negara berkembang terkoreksi lebih dalam sebesar 23,9 persen. Pelemahan ekonomi global akibat pandemi COVID-19 jug a berdampak pada kinerja perekonomian domestik yang antara lain ditandai pelemahan pertumbuhan ekonomi, turunnya harga komoditas, pelemahan kinerja ekspor-impor , volatilitas likuditas dan penurunan aktivitas sektor riil dan potensi terganggunya stabilitas sektor keuangan. Pelemahan perekonomian domestik tersebut tentunya akan berdampak signifikan terhadap kinerja fiskal. Secara umum dinamika perekonomian tersebut akan mempengaruhi penerimaan negara berpotensi kurang optimal, sementara belanja diperlukan untuk melakukan countercyclical dalam rangka penanganan COVID-19 agar lebih optimal. Kondisi tersebut berdampak terjadinya pelebaran defisit yang dapat berpotensi lebih dari 3 persen pad a tahun 2020 . Dinamika pelaksanaan APBN 2020 akan menghadapi tantangan yang sangat berat yang selanjutnya akan menjadi baseline baru yang akan mewarnai perumusan kebijakan fiskal 2021 dan jangka menengah. Sejalan dengan hal tersebut maka mitigasi risiko fiskal yang bersumber dari pelemahan ekonomi global sangat diperlukan agar dampak pelemahan tersebut terhadap kapasitas fiskal dapat diminimalisir. Risiko dinamika perekonomian tersebut akan berpengaruh asumsi ekonomi makro yang akan digunakan sebagai acuan perhitungan APBN. Asumsi tersebut mencakup pertumbuhan ekonomi , tingkat inflasi, suku bunga SPN 3 bulan, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP), lifting minyak dan gas bumi. Indikator - indikator tersebut merupakan asums i dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran - besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Apabila terjadi deviasi pada variabel - variabel tersebut mempengaruhi baik pada sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan. Sejalan dengan hal tersebut maka identifikasi, pengukuran, dan mitigasi risiko fiskal yang tepat dapat memperkecil deviasi antara asumsi makro dengan realisasinya. Hal ini tentunya akan membuat APBN dapat secara optimal mencapai tujuan yang diharapkan. Deviasi asumsi ekonomi makro yang ditetapkan dengan realisasinya akan berdampak pada adanya perbedaan antara target pendapatan negara, belanja negara, defisit, dan pembiayaan anggaran dengan realisasinya. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Apabila realisasi defisit leb ih tinggi dari target defisit yang ditetapkan dalam APBN tahun 2021, maka hal tersebut merupakan risiko fiskal yang harus diantisipasi pemenuhan sumber pembiayaannya. V.2. Risiko Pelaksanaan APBN Sebagai salah satu sumber risiko fiskal, risiko dari pelaksanaan APBN perlu dimitigasi. Secara umum, risiko pelaksanaan APBN muncul pada tahap implementasi APBN baik dari sisi pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. V.2 .1. Risiko Pendapatan Negara (i) Risiko Penerimaan Perpajakan Tahun 2021 merupakan tahun pemulihan ekonomi sekaligus menjadi momentum reformasi fiskal . Penerimaan perpajakan masih akan menghadapai tantangan dalam pencapaian target. Hal ini dipengaruhi kinerja perekonomian yang masih berapa pada tahapan pemulihan, kinerja perdagangan yang masih lemah, harga komoditas yang masih rendah, serta aktivitas sektor riil dan belum sepenuhnya optimal. Pada sisi lain Pemerintah juga memberikan berbagai insentif perpajakan untuk mendukung pemulihan serta mulai bergesernya dari aktivitas perekonomian yang berbasis konvensional ke digital economic yang saat m1 belum sepenuhnya dapat tertangkap dalam sistem perpajakan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan risiko dalam upaya optimalisasi penerimaan perpajakan . Berbagai faktar yang dapat mempengaruhi pencapaian penerimaan perpajakan antara lain (i) kinerja perekonomian global maupun domestik yang masih dalam fase _recovery; _ (ii) volatilitas harga komoditas; (iii) aktivitas ekonomi yang berbasis ICT; (iv) kinerja ekspor-impor yang belum sepenuhnya pulih; serta (v) insentif fiskal untuk mendukung pemulihan pada sektor riil serta kebijakan Omnibus Law yang dalam jangka pendek diperkirakan berpotensi menimbulkan potential loss, walapun dalam jangka menengah - panjang diharapkan akan meningkatkan kapasitas perekonomian. Dinamika berbagai faktor tersebut perlu dicermati dan diwaspadai, dengan harapan apabila berpotensi menimbulkan risiko dapat segera dimitigasi. (ii) Risiko Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara umum PNBP juga akan menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama dipengaruhi rendahnya harga komoditas, penurunan harga minyak , lifting minyak yang masih belum optimal. Kondisi ini jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA berdampak pencapaian PNBP SDA kurang optimal. Selain itu, rencana kebijakan Pemerintah me nurunkan harga gas industrijuga berpotensi menurunkan PNBP SDA di tahun 2021. Untuk itu perlu dilakukan langkah mitigasi untuk menurunkan dampak kondisi dimaksud melalui perbaikan tata kelola dan diversifikasi PNBP. Beberapa yang dapat dilaksanakan adalah mendorong perbaikan tata kelol a Migas di Indonesia, untuk meningkatkan akuntabilitas dan mendorong eksplorasi. Selain itu Pemerintah sebagai pemegang saham BUMN dapat mendorong perbaikan tata kelola untuk meningkatkan penerimaan dividen khususnya BUMN sektor perbankan. Sumber lain PNBP yang sedang didorong Pemerintah adalah pemanfaatan aset negara melalui berbagai skema . Selain itu pemerintah juga berupaya melalukan optimalisasi PNBP non SDA dengan berbagai inovasi antara lain dalam pengelolaan asset dan inovasi layanan. V.2.2. Risiko Belanja Negara Secara umum belanja negara masih menghadapi beberapa tantangan antara lain ruang fiskal yang tersedia masih relatif terbatas , mandatory spending cukup besar , belanja barang masih berpotensi untuk diefisienkan, subsidi dan bansos belum sepenuhnya tepat sasaran, penyerapan belanja belum optimal dan terakumulasi pada kuartal IV, masih perlunya mendorong si nergi pusat dan daerah, peningkatan belanja belum sepenuhn ya diikuti output dan outcome yang optimal dan risiko ketidakpastian perekonomian global maupun domestic pasca pandem i COVID-19 yang masih tinggi. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu upaya mitigasi risiko yang ditempuh, antara lain (i) mendorong implementasi skema KPBU lebih masif di tengah ruang fiskal yang belum optimal; (ii) reformasi penganggaran yang esensinya mendorong agar belanja menjadi lebih efisien namun tetap produktif, fokus pada program prioritas, berorientasi pada hasil (result based), antisipatif terhadap ketidakpastian (automatic _stabilizer); _ (iii) penguatan quality control terhadap TKDD agar lebih sinergis dan berkualitas; serta (iv) transformasi subsidi ke bansos agar lebih e fektif dan tepat sasaran. V.2.3. Risiko Pembiayaan (i) Risiko Utang Utang Pemerintah Pusat adalah salah satu sumber risiko fiskal yang memiliki pengaruh cukup signifikan, oleh karena itu pengelolaan jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA risiko utang harus dilakukan dengan baik dan terukur. Dalam rangka akselerasi pemulihan ekonomi pasca pandemi, di tahun 2021 Pemerintah mengimplementasikan kebijakan ekspansif dengan pelebaran defisit melebihi 3,0 persen PDB. Risiko pada pelaksanaan kebijakan dimaksud mencakup risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, risiko refinancing, dan risiko shortage pembiayaan. Risiko tingkat bunga (interest rate risk) adalah potensi tambahan beban anggaran akibat perubahan tingkat bunga di pasar yang berpotensi meningkatkan biaya pemenuhan kewajiban utang Pemerintah . Indikator risiko tingkat bunga terdiri dari rasio variable rate (VR) dan refzxing rate terhadap total utang, serta Average Time to Re fix (ATR). Risiko nilai tukar (exchange rate risk) adalah potensi peningkatan beban kewajiban Pemerintah dalam memenuhi kewajiban utang akibat peningkatan kurs nilai tukar valuta asing terhadap mata uang Rupiah. Risiko refinancing merupakan potensi tingginya biaya utang pada saat melakukan pembiayaan kembali (refinancing} atau tidak dapat melakukan pembiayaan kembali . Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya beban pemerintah atau mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pembiayaan pemerintah . Pemerintah telah meminimalkan risiko refinancing dengan membagi struktur jatuh tempo yang seimbang setiap tahunnya sehingga tidak terdapat penumpukan jatuh tempo pada satu tahun tertentu. Dalam rangka pengelolaan fiskal yang berkesinambungan dan penuh kehati-hatian (prudent}, Pemerintah melakukan mitigasi risiko pembiayaan. Memperhatikan perkembangan dan proyeksi indikator risiko utang, Pemerintah mengambil beberapa kebijakan sebagai upaya mitigasi risiko pengelolaan utang pemerintah pusat. Kebijakan dan strategi yang akan ditempuh, antara lain:
mengoptimalkan sumber pendanaan utang dari dalam negeri dengan mengutamakan utang baru dalam mata uang rupiah dan mengendalikan porsi penerbitan SBN valas sebagaimana ditetapkan dalam Strategi Pembiayaan Tahunan dan Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah ;
memaksimalkan utang baru dengan tenor menengah- panjang dan tingkat bunga tetap;
melakukan manajemen utang ( liability management) melalui mekanisme pembelian kembali (buyback) dan/atau debt _switch; _ dan (4) memanfaatkan instrumen lindung nilai . jdih.kemenkeu.go.id Q MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Mitigasi risiko shortage pada pembiayaan melalui utang dilakukan melalui diversifikasi alternatif sumber pembiayaan, yaitu tidak hanya mengandalkan penerbitan SBN tetapi juga membuka peluang pembiayaan dari instrumen utang lain , seperti: (a) upaya optimalisasi penarikan pinjaman tunai; (b) perencanaan yang strategis atas rencana private placement beberapa institusi potensial; (c) penggunaan dana idle cash dari Badan Layanan Umum sebagai dana talangan, dan/atau melalui mekanisme private _placement; _ (d) penerbitan instrumen SBN yang mendorong pendalaman pasar dan perluasan basis investor, seperti penerbitan SBN ritel _online; _ (e) penerbitan SBN valas melalui mekanisme SEC shelf registered yang dipandang cukup efektif dalam mengakomodasi perubahan komposisi penerbitan pembiayaan dan cukup efisien dalam hal waktu penerbitan dan biaya utang; serta (f) pemanfaatan pinjaman tunai komersial. Namun demikian, alternatif - alternatif ini tetap harus memperhatikan level biaya dan risiko yang bersedia ditanggung oleh Pemerintah. Dalam perspektif yang lebih luas, mitigasi risiko melalui utang tercermin melalui pengelolaan utang dalam kerangka Asset Liabilities Management (ALM), yang berperan dalam memberikan alternatif kebijakan secara dini atas adanya risiko ketidakpastian di pasar keuangan global dan domestik. Selain itu, Pemerintah juga menyiapkan mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui stabilisasi surat berharga (Bond Stabilization Framework) dan protokol manajemen krisis (Crisis Management Protocoij dalam hal mengantis i pasi dampak krisis terhadap pasar SBN. (ii) Kewajiban Kontingensi Pemerintah Pusat Kewajiban kontingensi merupakan kewajiban potensial bagi Pemerintah yang timbul akibat adanya peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa (event), yang tidak sepenuhnya. berada dalam kendali Pemerintah. Kewajiban kontinjensi bersumber dari pemberian dukungan dan/atau jaminan pemerintah atas proyek - proyek infrastruktur; programjaminan sosial nasional; kewajiban Pemerintah untuk menambahkan modal jika modal lembaga keuangan, yaitu Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) , di bawahjumlah yang diatur dalam Undang-Undang; dan tuntutan hukum kepada Pemerintah. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Du.kungan dan/atau Jaminan Pemerintah pada Proyek Pembangunan Infrastruktur Besarnya proyek infrastruktur di tengah keterbatasan APBN membuat Pemerintah merasa perlu untuk mengembangkan alternatif pembiayaan yaitu dengan memberikan penugasan kepada BUMN maupun mengikutsertakan partisipasi badan usaha untuk membangun proyek infrastruktur. Untuk proyek infrastruktur yang pembiayaannya dilakukan oleh BUMN dan/ a tau badan usaha , Pemerintah memberikan dukungan dan/atau jaminan Pemerintah . Proyek-proyek yang telah mendapatkan dukungan dan/atau jaminan Pemerintah adalah:
Proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW Tahap I dan Tahap II;
Proyek percepatan pembangunan jalan tol Trans Sumatera (pinjaman dan obligasi);
Proyek percepatan penyediaan air min um;
Proyek dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU);
Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Badan Usaha Milik Negara; 6 . Penyediaan Pembiayaan Infrastruktur Daerah melalui Penugasan Kepada PT SMI (Persero);
Proyek percepatan penyelenggaraan kereta api ringan/ light rail transit (LRT) terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok , dan Bekasi Pemberian jaminan yang setiap tahunnya semakin meningkat seiring masifnya pembangunan infrastruktur, membawa konsekuensi fiskal dalam hal terjadi gagal bayar / default pihak terjamin akan menyebabkan peningkatan kewajiban kontinjensi Pemerintah dan Pemerintah harus menyelesaikan kewajiban kontinjensi dimaksud, maka kondisi ini kemudian dapat menjadi tambahan beban bagi APBN. Risiko lainnya yang perlu diwaspadai terkait penugasan BUMN dalam pembangunan infrastruktur adalah stuktur permodalan BUMN tersebut. Dalam hal BUMN yang menerima penugasan tidak memiliki cukup modal untuk melakukan investasi dalam jumlah besar, Pemerintah perlu memberikan PMN kepada BUMN atau dalam hal Pemerintah tidak dapat memberikan PMN, porsi pendanaan dilakukan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dengan menerbitkan obligasi perusahaan yang dapat berpotensi meningkatkan kerentanan di sektor keuangan. Sebagai salah satu bentuk mitigasi atas risiko fiskal terkait kewajiban kontinjensi yang timbul atas Jaminan Pemerintah, Pemerintah telah menetapkan batas maksimum penjaminan sebesar 6 persen dari PDB untuk periode 2018-2021, melakukan pemantauan atas proyek- proyek infrastruktur yang mendapatkan jaminan Pemerintah, menyediakan alokasi anggaran kewajiban penJamman sebagai konsekuesi atas pemberian jaminan Pemerintah dan meminimalkan risiko cross default, serta secara kontinyu menyampaikan laporan terkait posisi besaran jaminan Pemerintah. Dari sisi penjaminan proyek KPBU, Pemerintah telah mendirikan sebuah badan usaha untuk menjamin proyek-proyek infrastruktur yang menggunakan skema KPBU yaitu Pf PII. Fungsi Pf PII sebagai single window policy dalam melakukan penilaian dan pengelolaan jaminan. Pf PII didirikan untuk memberikan jaminan risiko politik untuk proyek infrastruktur KPBU, untuk meningkatkan kelayakan kredit dan kualitas proyek infrastruktur KPBU, meningkatkan tata kelola dan transparansi ketentuan jaminan serta untuk melindungi APBN dari eksposur jaminan (Ring-fencing). Risiko dari Badan Usaha Milik Negara Penugasan Peningkatan peran serta BUMN dalam pembangunan infrastruktur nasional memberikan banyak manfaat dalam hal mendanai besarnya kebutuhan pendanaan dimana kemampuan APBN sangat terbatas. Namun di lain sisi, hal tersebut menimbulkan risiko baik kepada keuangan BUMN itu sendiri, dunia usaha maupun bagi penyedia sumber pembiayaan dalam negeri yang pada akhirnya berdampak kepada APBN atau keuangan negara. Untuk itu, Pemerintah perlu mengelola dengan baik risiko yang berpotensi muncul agar manfaat tersebut dapat dicapai dengan optimal dengan risiko keuangan negara yang terukur. Optimalisasi sumber pendanaan eksternal terhadap proyek infrastruktur yang dilaksanakan oleh BUMN berpotensi menimbulkan risiko kepada APBN di kemudian hari clan perlu dikelola oleh Kementerian Keuangan dengan pertimbangan: • Tidak seluruh proyek memiliki kelayakan keuangan secara komersial. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA • Risiko terhadap pengembalian investasi proyek akan berdampak langsung kepada sumber dana eksternal termasuk perbankan dalam negeri. Risiko keuangan BUMN yang diukur mencakup aspek likuiditas, profitabilitas operasional, pendanaan, keterkaitan dengan BUMN lain. Keseluruh indikator dalam rasio keuangan yang dimiliki BUMN tersebut dibandingkan dengan standar perusahaan global clan emerging market untuk menentukan tingkat risiko dari masing-masing indikator keuangan clan dibandingkan. Penyajian tingkat risiko tersebut disusun berdasakan kinerja BUMN setiap triwulan. Peningkatan level risiko tiap BUMN akan menjadi early warning bagi Pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mencegah peningkatan risiko kea rah yang lebih tinggi sekaligus mencegah penjalaran kepada sektor keuangan. Program Jaminan Sosial Nasional Kewajiban kontingensi Pemerintah atas implementasi program jaminan sosial bersumber dari kewajiban Pemerintah dalam menjamin keberlangsungan dari program jaminan sosial dalam hal terjadi tambahan defisit yang disebabkan oleh variabel yang mempengaruhi ketidaksesuaian antara penerimaan iuran clan biaya pembayaran manfaat program. Variabel tersebut antara lain deviasi asumsi dalam perhitungan iuran, cakupan kepesertaan, faktor demografi , clan kondisi tertentu yang memberatkan perekonomian. Upaya mitigasi risiko yang sedang clan akan dilakukan Pemerintah untuk ketahanan dana program jaminan sosial adalah upaya bauran kebijakan yang diantaranya dengan peningkatan peran Pemda melalui kontribusi pajak rokok, perbaikan sistem rujukan, strategic purchasing, clan cost sharing moral hazard. Selanjutnya upaya dari operasional adalah ekstensifikasi cakupan kepesertaan program, menjaga tingkat kolektibilitas iuran serta efisiensi biaya manfaat serta melakukan monitoring clan evaluasi secara berkala dalam jangka pendek, menengah clan jangka panjang. Kewajiban Menjaga Modal Minimum Lembaga Keuangan Tertentu Kewajiban kontingensi Pemerintah pada lembaga keuangan terutama berasal dari kewajiban Pemerintah untuk menambah modal lembaga keuangan, yaitu Bank Indonesia (Bl), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), clan Lembaga Pembiayaan Ekspor jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Indonesia (LPEI), jika modal lembaga keuangan tersebut di bawah modal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Bank Indonesia Sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya Rp2 triliun. Dalam hal terjadi risiko atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang mengakibatkan modal Bank Indonesia menjadi berkurang dari Rp2 triliun, sebagian atau seluruh surplus tahun berjalan Bank Indonesia dialokasikan untuk Cadangan Umum guna menutup risiko dimaksud. Dalam hal setelah dilakukan upaya pengalokasian surplus tahun berjalan Bank Indonesia untuk Cadangan Umum jumlah modal Bank Indonesia masih kurang dari Rp2 triliun, Pemerintah wajib menutup kekurangan tersebut yang dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. b . Lembaga Penjamin Simpanan Berdasarkan Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang, fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah di bank dan turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya. Berdasaran ketentuan dalam Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, dalam hal modal LPS menjadi kurang dari modal awal, Pemerintah dengan persetujuan DPR menutup kekurangan tersebut. Modal awal LPS ditetapkan sekurang-kurangnya Rp4 triliun dan sebesar - besarnya Rp8 triliun c. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebelumnya bernama PT Bank Ekspor Indonesia (Persero), adalah lembaga keuangan nonbank yang berfungsi sebagai fiscal tool Pemerintah untuk mendukung program ekspor nasional melalui penyediaan pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan jasa konsultasi bagi para eksportir. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) Undang- undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, modal awal LPEI ditetapkan paling sedikit Rp4,0 triliun. Dalam hal modal LPEI menjadi berkurang dari Rp4,0 triliun, Pemerintah menutup kekurangan tersebut dari dana APBN berdasarkan mekanisme yang berlaku d. PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (Persero) PT PII didirikan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2016. Tujuan pendirian PT PII adalah untuk mendukung percepatan penyediaan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di tengah-tengah iklim dan dorongan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Melalui PT PII, penjaminan pemerintah disediakan dengan tujuan untuk meningkatkan kepastian dalam Perolehan Pembiayaan (Financial Close) proyek, sehingga ada peningkatan kelayakan kredit atau bankability dari proyek-proyek KPBU. Perubahan dalam PP No. 50 tahun 2016 yang berupa perluasan mandat PT PII sehingga dapat memberikan penjaminan di luar KPBU dengan skema penugasan Menteri Keuangan, berpotensi atas makin besarnya penjaminan oleh PT PII di masa depan . Selanjutnya , berdasarkan Perpres No. 78 tahun 2010, Dana Penjaminan Infrastruktur bersumber dari seluruh kekayaan BUPI, yang bersumber dari PMN. Selanjutnya, berdasarkan PMK Nomor 95/PMK.08/2017, Menteri Keuangan menjaga kapasitas penjaminan BUPI yang dilakukan melalui penambahan modal sesuai dengan mekanisme APBN serta berkewajiban untuk menetapkan ketentuan mengenai kecukupan modal dari BUPI dan meninjau kembali rasio kecukupan modal tersebut selambat- lambatnya setiap 2 tahun dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan program nasional percepatan penyediaan infrastruktur atau usulan BUPI. V.3. Risiko Fiskal Tertentu V. 3.1. Risiko Bencana Alam Risiko fiskal yang timbul dalam penanggulangan bencana adalah tidak mencukupinya berbagai instrumen pembiayaan bencana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana , baik pada tahap jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONES IA tanggap darurat maupun pasca - bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi). Letak geografis Indonesia di antara dua benua dan dua samudera menyebabkan Indonesia memiliki potensi perekonomian yang cukup bagus dan juga rawan dengan bencana . Lokasi geologis Indonesia yang terletak pada 3 (tiga) le mpeng aktif yaitu Lempeng Eurasia , Lempeng Indo-Australia dan Le mpeng Pasifik serta di lingkaran cincin api (ring of fire) selain membuat Indonesia kaya dengan cadangan mineral sekaligus memiliki ri s iko bencana alam geologis seperti gempa bumi , tsunami, gerakan tanah/longsor , dan erupsi gunung api karena jumlah gunung api aktif yang banyak. Selain itu, Indonesia juga terletak di pus a t e kuator yang menyebabkan Indonesia memiliki risiko bencana alam yang bersifat hidrometeorologis, seperti banjir , kekeringan , cuaca e kstrim , gelombang ekstrim, kebakaran hutan dan lahan . Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana , mengamanatkan tanggung jawab pada Pemerintah d a lam pe nyelenggaraan penanggulangan be ncana diantaranya perlindungan masyarakat dari dampak bencana, pemulihan kondisi dampak bencana, dan pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam APBN. Pada dasarnya sumber dana penanggulangan bencana berasal dari 3 pihak yaitu Pemerintah Pusat (APBN), Pemerintah Daerah (APBD) dan masyarakat (dalam negeri atau luar negeri, baik individu atau kelompok/organisasi) . Adapun instrumen pembiayaan yang tersedia atau lazim digunakan untuk pembiayaan bencana alam yaitu, pertama _: _ instrumen y ang bersifat reaktif (ex-post financing), seperti anggaran kontingensi, alokasi/realokasi anggaran, utang, bantuan dari lembaga donor; dan _kedua; _ instrumen yang bersifat pr e ventif (ex-ante financing) seperti dana cadangan, pinjaman siaga dan skema risk transfer (asuransi, catastrophe "cat" bond). Adapun instrumen pembiayaan y ang sudah diiimplementasikan antara lain adalah alokasi/realokasi anggaran, dana/ anggaran kontingensi bencana, dan asuransi (asuransi pertanian - asuransi usaha tanam padi dan asuransi BMN (baru regulasi saja yang telah diterbitkan) . Pada dasarnya alokasi anggaran untuk pembiayaan be ncana sudah terdapat di beberapa Kementerian/Lembaga, seperti Kementerian Sosial , Kementerian Kesehatan, dan lainnya dengan nama/ akun yang tidak seragam. Selain itu, apab i la terjadi bencana alam maka alokasi anggaran di beberapa Kementerian/Lembaga juga dapat direalokasi jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dalam rangka pembiayaan bencana alam. Selain anggaran/realokasi anggaran, juga terdapat dana cadangan/kontingensi untuk pembiayaan bencana yang pada umumnya digunakan untuk tanggap darurat yang sifatnya siap pakai ( on -calij dan pasca bencana. Dana kontinjensi untuk bencana alam besaran alokasinya didasarkan pada pengalaman historis kebutuhan Pemerintah untuk membantu daerah- daerah yang mengalami bencana alam namun dengan skala yang relatif kecil (seperti banjir, gempa bumi berkekuatan relatif kecil atau tanah longsor). Berkaca dari pengalaman kejadian bencana alam dalam skala besar beberapa tahun terakhir yang membutuhkan pembiayaan yang besar, khususnya untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana dan tren risiko kejadian bencana yang semakin meningkat maka pembiayaan tersebut tidak dapat dipenuhi hanya dari anggaran dana kontinjensi bencana alam saja, sehingga dibutuhkan alternatif pembiayaan lain. Selain itu, Pemerintah sudah mulai menerapkan skema risk transfer khususnya asuransi pertanian-usaha tanam padi yang penyebabnya antara lain adalah banjir dan kekeringan . Di sisi lain, untuk mengamankan BMN, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 247 /PMK.06/2016 sebagai landasan hukum bagi Kementerian/Lembaga yang akan mengasuransikan BMN yang dalam penguasaanya. V.3.2. Tuntutan Hukum kepada Pemerintah Potensi risiko fiskal timbul dari beberapa gugatan perdata yang ditujukan kepada kementerian/lembaga negara. Pada umumnya gugatan tersebut timbul karena kebijakan/keputusan yang diambil oleh kementerian/lembaga negara atau sikap dan tindakan pejabat publik yang dianggap merugikan pihak tertentu. Gugatan tersebut jika telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat menyebabkan timbulnya pengeluaran negara atau hilangnya kepemilikan aset tanah dan bangunan publik yang kepemilikannya di persengketakan. Tingkat kesadaran hukum yang makin tinggi dari masyarakat akan mendorong peningkatan jumlah dan nilai gugatan yang diajukan oleh masyarakat, oleh karena itu pengungkapan risiko fiskal tuntutan hukum diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan dalam setiap pengambilan keputusan. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA V.3.3. Risiko Program Pembiayaan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Potensi risiko fiskal dari program ini dapat bersumber dari kegagalan program antara lain ketidaktepatan sasaran pemberian KPR- FLPP (baik dalam proses seleksi, pemanfaatan rumah maupun kelengkapan bangunan rumah) dan ketidaksesuaian antara kebutuhan perumahan MBR dengan ketersediaan perumahan MBR pada masing-masing daerah , yang dapat mengakibatkan tambahan beban terhadap APBN baik langsung maupun tidak langsung. V.3.4 . Risiko Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) Potensi panas bumi di Indonesia sangat besar tetapi belum dimanfaatkan secara optimal karena eksplorasi terkendala pada besarnya risiko. Pemerintah telah menyediakan fasilitas de-risking untuk kegiatan eksplorasi panas bumi yang dilaksanakan oleh Pemerintah (government drilling) maupun oleh BUMN (SoE drilling) yang diatur pada PMK Nomor 62/PMK.08/2017 . Mitigasi risiko pengembangan EBT meliputi: • Optimalisasi pemanfaatan dana hibah clean technology fund (CTF) dari multilateral. • Penerapan teknologi survei geokimia lanjutan untuk meningkatkan akurasi pengukuran suhu penampungan (reservoir}. • Penerapan teknologi deep slim hole drilling untuk meningkatkan akurasi data bawah permukaan Pengambilan keputusan melalui mekanisme stop and go pada fase pengeboran sumur eksplorasi. Dengan demikian, likelihood risiko pengembangan EBT panas bumi diharapkan dapat diturunkan dari "Sangat Mungkin" menjadi "Mungkin". VI. PAGU INDIKATIF KEMENTERIAN /LEMBAGA TAHUN 2021 Pada prinsipnya kebijakan belanja negara diarahkan untuk penguatan belanja negara agar lebih berkualitas. Tujuannya adalah agar setiap belanja negara dapat menghasilkan output/ oucome yang berkualitas (quality), memberi manfaat yang optimal bagi perekonomian dan masyarakat (benefit), serta dapat memberi nilai tambah bagi perekonomian dan kesejahteraan (value added) . Belanja negara masih dihadapkan pada beberapa tantangan antara lain penanganan dampak COVID-19 terhadap sosial-ekonomi yang cukup signifikan, sehingga memerlukan akselerasi pemulihan. Di samping itu, ruang fiskal yang saat ini masih relatif terbatas, memerlukan strategi yang tepat agar anggaran yang tersedia dapat jdih.kemenkeu.go.id Cl MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA digunakan secara efektif dan efisien untuk menst i mulasi perekonomian dan peningkatan kesejahteraan . Secara umum, kebijakan belanja Kementerian/Lembaga merupakan bagian dari kebijakan belanja negara. Sejalan dengan hal tersebut maka arah kebijakan belanja K/L pada tahun 2021 difokuskan untuk mendukung percepatan pemulihan dan sekaligus penguatan reformasi. Selanjutnya, diharapkan dapat memperkokoh fondasi untuk mendukung transformasi ekonomi agar mampu keluar dari middle income trap. Hal ini selaras dengan tema kebijakan fiskal tahun 2021 yaitu Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi . Kebijakan fiskal 2021 difokuskan untuk akselerasi recovery dan reformasi pada sektor strategis antara lain sebagai berikut :
Reformasi Kesehatan untuk mendukung pemulihan dan penguatan sistem kesehatan nasional yang terintegrasi serta health security preparedness agar lebih siap dalam mengantisipasi dan merespon pandemi (wabah) di masa mendatang;
Reformasi Program Perlindungan Sosial dan Subsidi , difokuskan pada penguatan social safety net untuk pemulihan dan penguatan program bansos agar leb ih efekt if dan antisipatif serta adaptatif terhadap bencana/ resesi ekonomi (automatic stabilizer). Disamping itu , untuk meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial dan subsidi antara lain dilakukan dengan peningkatan akurasi data, perbaikan mekanisme , integrasi/ sinergi antarprogram serta transformasi subsidi ke bansos;
Reformasi Pendidikan melalui peningkatan kualitas SDM, Information and Communication Technology (JCT) , penelitian dan peng e mbangan, serta infrastruktur pendidikan menuju industri 4 ,0 (knowledge _economy); _ (4) Reformasi TKDD melalui penguatan quality controlTKDD dan mendorong peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam pemulihan ekonomi serta peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan;
Reformasi Penganggaran yang mendorong penganggaran untuk fokus pada program prioritas (zero based), berorientasi hasil (result based), meningkatkan efisiensi biaya birokrasi, serta antisipatif (automatic stabilizer}. VI. l .Kebijakan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Tahun 2021 Secara umum kebijakan belanja K/L diarahkan untuk melanjutkan upaya pemulihan sosial-ekonomi dan mendorong reformasi belanja dalam rangka penyehatan fiskal sekaligus penguatan efektivitas belanja dalam menstimulasi perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut maka arah kebijakan belanja K/L difokuskan untuk: jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 1) Pencapaian RPJMN 2020-2024 khususnya pada Major Project dengan mempertimbangkan dampak COVID- 19 terhadap pelaksanaan prioritas pembangunan;
Penekanan pembangunan dalam rangka pemulihan kondisi pasca pandemi COVID-19, dengan memperhatikan sektor terdampak (pariwisata, perdagangan, manufaktur, pertanian), melalui:
Pengembangan SDM dalam bentuk kegiatan pendukung industri dan pariwisata (Kemenaker dan Kemendikbud);
Pengembangan sektor unggulan, seperti:
pengembangan kawasan industri dan pariwisata (Kemenpar dan Kemenperin);
mendorong produk pertanian, tambak dan pelabuhan perikanan (Kementan dan KKP); serta (3) pengembangan usaha kecil menengah (KemenKUKM);
Dukungan Infastruktur dalam bentuk pembangunan jalan akses, bandara, dan pelabuhan (KemenPUPR dan Kemenhub);
Reformasi bidang kesehatan, program perlindungan sosial, pendidikan dan dukungan dunia usaha, serta UMKM untuk mendukung akselerasi pemulihan;
Reformasi penganggaran, antara lain melalui: a . Fokus pada prioritas dan orientasi pada hasil (result _based); _ b. Efisiensi belanja nonprioritas pusat berupa penghematan belanja barang non operasional antara lain perjalanan dinas, paket meeting, Rapat Dalam Kantor (RDK), konsinyering dan honorarium;
Countercyclical secara otomatis ( automatic stabilizer} melalui jaring pengaman sosial (Program Keluarga Harapan/PKH, Kartu Sembako, Kartu Prakerja); Sejalan dengan fokus belanja untuk mendukung pelaksanaan berbagai program pembangunan tahun 2021, kebijakan belanja K/ L difokuskan untuk melanjutkan upaya pemulihan ekonomi dan perlindungan kepada masyarakat dengan tetap memperkuat efisiensi. Uraian atas kebijakan belanja K/L per jenis belanja adalah sebagaimana penjelasan berikut. • Kebijakan Belanja Pegawai - Menjaga tingkat kesejahteraan aparatur negara melalui pemberian gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR); - Mendorong birokrasi dan layanan publik yang agile, efektif , produktif, dan kompetitif melalui Reformasi Birokrasi; jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Meningkatkan efektivitas dan efisiensi melalui penyederhanaan birokrasi (delayering). • Kebijakan Belanja Barang - Pengendalian belanja barang, utamanya perjalanan dinas, rapat, dan honorarium; - Kebijakan inovatif seperti penerapan work from home (WFH) dan open space ruang kerja; Penajaman belanja pemeliharaan sesuai penambahan aset; - Penajaman dan sinergitas antara Belanja Barang untuk diserahkan ke Masyarakat/ Pemda dengan sumber pendanaan lain dan sejalan dengan peningkatan bantuan sosial. • Kebijakan Belanja Modal Melanjutkan kegiatan yang tertunda tahun 2020 dan inisiatif baru/kebutuhan prioritas tahun 2021; Mendorong pemerataan pembangunan dalam rangka mengurangi ketim pang an an tarwilayah; Pengembangan infrastruktur dasar pada kawasan perbatasan , tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) serta pemukiman kumuh perkotaan. • Kebijakan Belanja Bantuan Sosial Melanjutkan program bantuan sosial seperti PKH, PIP, bantuan premi iuran PBI JKN, dan Kartu Sembako sebagai bagian dari program perlindungan sosial pasca pandemi COVID-19; - Integrasi dan sinergi antar program bantuan sosial, seperti integrasi dan sinergi PIP dengan PKH; Peningkatan bantuan pendidikan melalui program KIP Kuliah; Mendorong efektivitas program bantuan sosial dengan meningkatkan ketepatan sasaran melalui penyempurnaan dan updating Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menuju single data, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan penguatan monitoring dan evaluasi. Vl.2.Anggaran Belanja K/L Tahun 2021 Dampak ekonomi dan sosial yang luar biasa pada tahun 2020 akibat adanya pandemi COVID-19 diperkirakan masih akan dirasakan pada tahun 2021 . Dengan memperhatikan dampak tersebut, pagu indikatif belanja K/L tahun 2021 disusun antara lain dengan mempertimbangkan outlook tahun 2020 0 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK 1NDONESIA khususnya mengenai keberlanjutan penanganan dampak sosial dan ekonomi akibat COVID- 19, kinerja pelaksanaan tahun 2019, prioritas pembangunan nasional dalam RKP tahun 2021 , serta kebijakan fiskal tahun 2021. Pagu indikatif belanja K/L tahun 2021 direncanakan sebesar Rp894 ,9 triliun yang dialokasikan pada 86 K/L dengan komposisi sumber dana seperti yang disajikan pada tabel berikut . Tabel 13 Pagu Indikatif Belanja K/L Tahun 2021 menurut Sumber Dana (Miliar Rupiah) URAIAN 1. Rupiah Murni 2. Non Rupiah Murni - Rupiah Murni Pen damping dan Local Cost - Pagu Penggunaan PNBP - Pagu Penggunaan BLU - Pinjaman Luar N egeri - Pinjaman Dalam Negeri - Hibah Luar Negeri - SBSN PBS TOTAL BELANJA K/L Besaran pagu indikatif (i) kebijakan pemberian APBN 2020 780.274,3 129.346,5 6.476,3 27.079,9 42.848,7 22.182,7 2.974,1 432,4 27.352,3 909.620,8 PERUBAHAN APBN 2020 707.188,8 129.346,4 6.476,2 27 . 079 ,9 42 . 848,7 22.182,7 2.974,1 432,4 27.352,3 836.535,2 tahun 2021 tersebut PAGU INDIKATIF Selisih 2021 63.342,7 770.531,4 (4.932,2) 124 .414,2 (3.484,7) 2.991,5 1.230,5 28.310,4 1.381,1 44.229,8 (1.353,5) 20 . 829,3 (245,0) 2.729,1 254,6 687,0 (2.715,3) 24.637,0 58.410,4 894.945,6 telah memperhitungkan: THR dan gaji ke-13; (ii) tetap melanjutkan penghematan pada belanja barang non operasional, antara lain perjalanan dinas, paket meeting, rapat dalam kantor , konsinyering dan honorarium, melakukan penajaman dan sinergitas antara belanja barang untuk diserahkan kepada Masyarakat/P e mda dengan sumber pendanaan lain; (iii) kelanjutan proyek yang tertunda di tahun 2020 secara selektif dan pendanaan proyek multi years dan kegiatan prioritas tahun 2021; dan (iv) kelanjutan sebagian program perlindungan sosial pasca COVID- 19, serta penguatan program-program bansos dan ketepatan sasarannya. jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INOONESIA Alokasi belanja pada beberapa K/L yang melaksanakan fokus pembangunan tahun 2021, serta realisasi anggaran tahun 2019 (unaudited) dan alokasi anggaran tahun 2020 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, dijelaskan sebagai berikut. VI. 2. 1. Kernen terian Agama Realisasi belanja Kementerian Agama TA 2019 mencapai Rp63,9 triliun (103,0 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Agama antara lain:
bantuan operasional sekolah bagi 8,7 juta siswa, (2) Kartu Indonesia Pintar bagi 2, 17 juta siswa, (3) beasiswa bidikmisi bagi 32,4 ribu mahasiswa, (4) Guru Non PNS penerima tunjangan profesi sebanyak 278.626 orang, (5) Tunjangan Penyuluh Non PNS sebanyak 61.310 orang. Sementara itu, anggaran Kementerian Agama TA 2020 mencapai Rp62,4 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan - kegiatan prioritas antara lain:
pemberian BOS kepada 8,9 juta siswa, (2) Kartu Indonesia Pintar bagi 2,2 juta siswa, (3) KIP Kuliah kepada 20.135 mahasiswa, (4) Bidikmisi untuk 32 ribu mahasiswa, (5) Guru Non PNS penerima tunjangan profesi sebanyak 270.944 orang, (6) pemberian tunjangan penyuluh kepada 61.857 ribu penyuluh . Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Agama TA 2021 adalah sebesar Rp66, 7 triliun. Alokasi anggaran terse but antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp58,8 triliun (88,3 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp 1,8 triliun (2, 7 persen), Pagu Penggunaan BLU Rp2,0 triliun (3,0 persen), PLN Rp0,6 triliun ( 1,0 persen), RMP Rp0,01 triliun (0,03 persen) dan SBSN Rp3,3 triliun (5,0 persen). Anggaran tersebut dialokasikan untuk mendukung pencapaian berbagai target prioritas nasional di bidang pembangunan manusia melalui berbagai program seperti:
Program Kerukunan Umat dan Layanan Kehidupan Beragama;
Program Kualitas Pengajaran dan Pembelajaran;
Progam PAUD dan Wajib Belajar 12 Tahun ;
Program Pendidikan Tinggi; dan didukung oleh (5) Program Dukungan Manajemen. Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Agama pada tahun 2021 antara lain:
pemberian BOS kepada 8,9 juta siswa, (2) penyaluran KIP kepada 2,2 juta siswa, (3) KIP Kuliah kepada 20.135 mahasiswa, (4) Bidikmisi untuk 32.471 ribu mahasiswa;
Guru Non PNS penerima tunjangan profesi sebanyak 270.944 orang;
pemberian tunjangan penyuluh kepada 62 ribu penyuluh jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA VI.2.2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Realisasi belanja Kementerian Pendidikan clan Kebudayaan TA 2019 mencapai Rp36 ,5 triliun (101,4 persen) . Beberapa capaian output prioritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan antara lain:
Kartu Indonesia Pintar bagi 18,4 juta siswa;
sarana pendidikan dasar dan menengah sebanyak 18 . 649 unit;
TPG Non PNS sebanyak 201,8 ribu orang;
sertifikasi guru sebanyak 40,4 ribu orang;
Beasiswa Unggulan untuk 7.610 orang; clan (6) sarana Pendidikan Anak Usia Din i (PAUD) 925 lembaga . Sementara itu, anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan TA 2020 mencapai Rp70, 7 triliun. Jumlah anggaran tersebut telah memperhitungkan realokasi anggaran untuk mengakomodir pengalihan fungsi pendidikan tinggi dari Kernen terian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang sekarang berubah menjadi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset clan Inovasi Nasional (BRIN). Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan prioritas antara lain:
Kartu Indonesia Pintar bagi 17, 9 juta siswa;
sarana pendidikan dasar dan menengah sebanyak 7.991 unit;
TPG Non PNS sebanyak 222,6 ribu orang;
sertifikasi guru sebanyak 40 ribu orang;
Beasiswa Unggulan untuk 4.196 orang;
sarana PAUD 720 lembaga;
mahasiswa penerima KIP kuliah sebanyak 765 . 380 orang. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan TA 2021 adalah sebesar Rp75, 1 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp63,6 triliun (84,7 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp2,4 triliun (3,2 persen), Pagu Penggunaan BLU Rp6,6 triliun (8,8 persen), dan SBSN Rpl ,5 triliun (2,0 persen) . Anggaran tersebut dialokasikan untuk mendukung pencapaian berbagai target prioritas nasional di bidang pembangunan manusia (pengurangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar) dan peningkatan nilai tambah ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Pencapaian target prioritas nasional tersebut dilakukan melalui pelaksanaan berbagai program seperti:
Program Dukungan Manajemen;
Program PAUD clan Wajib Belajar 12 Tahun;
Program Kualitas Pengajaran dan Pembelajaran;
Program Pendidikan clan Pelatihan Vokasi;
Program Pendidikan Tinggi; dan
Program Pemajuan dan Pelestarian Bahasa clan Kebudayaan. Anggaran pada program-program tersebut akan dimanfaatkan untuk mereformasi sistem pendidikan nasional melalui: (a) transformasi kepemimpinan sekolah, yaitu kepala sekolah akan dipilih dari guru-guru terbaik dan pemanfataan BOS secara lebih otonom dan transparan; (b) transformasi pendidikan clan pelatihan guru untuk menghasilkan generasi guru baru, antara lain, melalui pemilihan dan penugasan kepada sekolah-sekolah terbaik untuk jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA menjadi sekolah penggerak dan sebagai katalis bagi sekolah lain ; (c) transformasi kurikulum dan pembelajaran sesuai kemampuan siswa; (d) transformasi sistem penilaian mengikuti standar penilaian global , dan (e) penguatan kemitraan dengan pemerintah daerah dan masyarakat sipil. Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2021 antara lain:
Kartu Indonesia Pintar bagi 17,9 juta siswa, (2) sarana pendidikan dasar dan menengah sebanyak 6.954 unit;
TPG Non PNS sebanyak 222,6 ribu orang;
sertifikasi guru sebanyak 40 ribu orang;
sarana PAUD 605 lembaga; dan Vl.2.3. Kementerian Kesehatan Realisasi belanja Kementerian Kesehatan TA 2019 mencapai Rp67,3 triliun (114,5 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Kesehatan antara lain :
cakupan penduduk yang menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI) melalui JKN /KIS sebanyak 96,5 juta jiwa, (2) penyediaan makanan tambahan bagi ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan balita kurus sebanyak 2,06 juta orang, (3) paket penyediaan obat dan perbekalan kesehatan program kesehatan ibu dan anak, dan pengendalian penyakit sebanyak 21 paket, (4) penugasan tenaga kesehatan secara team based dan secara individu. Sementara itu, anggaran Kementerian Kesehatan TA 2020 mencapai Rp76,5 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan prioritas antara lain:
target cakupan penduduk yang menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI) melalui JKN /KIS tetap sebanyak 96,8 juta jiwa , (2) penyediaan makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dan balita kurus sebanyak 1,3 juta orang, (3) paket penyediaan obat dan perbekalan kesehatan program kesehatan ibu dan anak, dan pengendalian penyakit sebanyak 26 paket , (4) penugasan tenaga kesehatan secara team based dan secara individu. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Kesehatan TA 2021 adalah sebesar Rp78, 7 triliun. Alokasi anggaran terse but antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp63,9 triliun (81,2 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp409,2 miliar (0,5 persen), Pagu Penggunaan BLU Rp13,9 triliun (17,7 persen), dan PLN Rp448,9 miliar (0,6 persen). Anggaran digunakan untuk mendukung pencapaian berbagai target prioritas nasional di bidang pembangunan manusia, bidang kesehatan, melalui program-program antara lain :
Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
Program Kesehatan Masyarakat;
Program Pelayanan Kesehatan dan JKN;
Program jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Riset, dan Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; dan
Progam Pendidikan dan Pelatihan Vokasi. Anggaran pada program-program tersebut akan dimanfaatkan untuk mereformasi sistem kesehatan nasional melalui : (a) percepatan pemulihan dari wabah COVID-19, antara lain melalui peningkatan sarana prasarana fasilitas kesehatan, fasilitas kekarantinaan, fasilitas laboratorium serta peningkatan ketersediaan, kualitas, dan distribusi tenaga kesehatan; (b) program generasi unggul, antara lain melalui penguatan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit , percepatan penurunan prevalensi stunting, dan angka kematian bayi ; (c) peningkatan kesiapan dan ketahanan bidang kesehatan nasional (national health security preparedness), antara lain melalui penyediaan obat dan vaksin (Imunisasi, HIV, TB, Malaria, Ibu dan Anak), serta buffer stock obat pen ting di seluruh provinsi, penyediaan buffer stock perlengkapan perlindungan diri dan bahan lainnya untuk meningkatkan kesiapan dan kecepatan tindakan respon cepat penanganan wabah , penyelenggaraan riset kesehatan nasional, serta penyediaan alat dan bahan deteksi dini faktor penyakit HIV, TB, dan Hepatitis (seperti reagen, rapid test, catridge TCM, viral load), transformasi sistem penilaian mengikuti standar penilaian global; (d) penguatan sinergi dengan pemerintah daerah; serta (e) penguatan sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) menuju Universal Health Coverage (UHC). Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Kesehatan pada tahun 2021 antara lain:
cakupan penduduk yang menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI) melalui JKN/KIS sebanyak 96,8 jutajiwa;
penyediaan makanan tambahan bagi ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan balita kurus sebanyak 578 ribu orang;
paket penyediaan obat dan perbekalan kesehatan program kesehatan ibu dan anak, dan pengendalian penyakit sebanyak 26 paket;
penugasan tenaga kesehatan secara team based dan secara individu se banyak 9. 101 orang. Vl.2.4. Kementerian Sosial Realisasi belanja Kementerian Sosial TA 2019 mencapai Rp57, 7 triliun (98,0 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Sosial antara lain:
keluarga miskin yang mendapat bantuan tunai bersyarat/PKH sebanyak 9 ,8 juta KPM;
bantuan pangan non tunai sebanyak 15,3 juta KPM;
keluarga yang memperoleh bantuan usaha ekonomi produktif/KUBE sebanyak 101.800 KK;
korban penyalahgunaan napza yang mendapatkan rehabilitasi dan perlindungan sosial sebanyak 19.270 orang;
pemberdayaan warga komunitas adat terpencil sebanyak 1.997 KK. Sementara itu, anggaran Kementerian Sosial TA 2020 mencapai Rp60, 7 triliun. Anggaran Kementerian Sosial digunakan untuk jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA - 226 - mendanai kegiatan-kegiatan prioritas a ntara lain:
keluarga miskin yang mendapat bantuan tunai bersyarat/PKH sebanyak 10 juta KPM;
penyelenggaraan kartu sembako sebanyak 15,2 juta KPM;
keluarga yang memperoleh bantuan usaha ekonomi produktif/KUBE sebanyak 29.629 KK;
korban penyalahgunaan napza yang mendapatkan rehabilitasi dan perlindungan sosial sebanyak 20.000 orang . Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Sosial TA 2021 adalah sebesar Rp62,0 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp62,0 triliun (99,98 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp6,9 miliar (0, 02 persen) . Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian berbagai target prioritas nasional di bidang perlindungan sosial melalui program-program sebagai berikut:
program keluarga harapan;
program kartu sembako;
rehabilitasi sosial; dan
pemberdayaan sosial. Di tahun 2021, anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam pemberian bantuan sosial , antara lain (a) perbaikan database by name by address dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS); (b) pemanfaatan teknologi keuangan financial inclusion technology (fintech); (c) integrasi atau sinkronisasi berbagai program bantuan sosial yang dilakukan melalui belanja K/L dan yang melalui beberapa subsidi; dan (d) kerjasama yang lebih baik dengan pemerintah daerah, masyarakat si pil, dan lembaga-lembaga filantropis agar seluruh upaya perlindungan sosial semakin tepat sasaran dan efektif. Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Sosial pada tahun 2021 antara lain:
keluarga miskin yang mendapat ban t uan tunai bersyarat/PKH sebanyak 10 juta KPM;
kartu sembako sebanyak 15 ,6 juta KPM;
keluarga yang memperoleh ban t uan usaha ekonomi produktif/KUBE sebanyak 4.000 KK;
korban penyalahgunaan napza yang mendapatkan rehabilitasi dan perlindungan sosial sebanyak 20.000 orang . VI.2.5. Kementerian Ketenagakerjaan Realisasi belanja Kementerian Ketenagakerjaan TA 2019 mencapai Rp5,3 triliun (91,4 persen) . Beberapa capaian output prioritas Kementerian Ketenagakerjaan antara lain:
penyediaan kesempatan kerja sebanyak 2 juta orang;
jumlah tenaga kerja yang mendapat pelatihan berbasis kompetensi sebanyak 487.344 orang;
jumlah tenaga kerja yang mendapat sertifikasi kompetensi sebanyak 526.189 orang . Sementara itu, anggaran Kementerian Ketenagakerjaan TA 2020 mencapai Rp5,5 triliun, termasuk anggaran untuk penanganan dampak sosial akibat COVID-19. Anggaran Kementerian Ketenagakerjaan digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA prioritas antara lain :
penyediaan kesempatan kerja sebanyak 2,1 juta orang, (2) jum l ah tenaga kerja yang mendapat pelatihan berbasis kompetensi sebanyak 228 . 820 orang, (3) jumlah tenaga kerja yang mendapat sertifikasi kompetensi sebanyak 382.083 orang, dan (4) Pengembangan BLK Komunitas sebanyak 1.000 BLK Komunitas. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Ketenagakerjaan TA 2021 adalah sebesar Rp4 ,5 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp3,7 triliun (83,7 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp0,64 triliun (14,5 persen), PLN Rp0,08 triliun (1,8 persen). Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas nasional di bidang pembangunan manusia melalui pelaksanaan program-program seperti:
Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi ;
Program Pembinaan Ketenagakerjaan;
Program Riset dan Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; dan
Program Dukungan Manajemen. Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun 2021 antara lain:
Penyediaan kesempatan kerja sebanyak 2,05 juta orang;
Tenaga kerja yang disertifikasi Kompetensi sebanyak 225.000 orang;
Pengembangan BLK Komunitas sebanyak 1.000 BLK Komunitas; dan
Tenaga kerja yang mendapat pelatihan Berbasis Kompetensi sebanyak 225.000 orang . Vl.2 . 6. Kementerian Perindustrian Realisasi belanja Kementerian Perindustrian TA 2019 mencapai Rp3,4 triliun (93,8 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Perindustrian antara lain :
penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI)/Standar Nasional Indonesia sebanyak 63 RSNI/SNI;
implementasi rencana aksi dalam rangka penerapan industri 4.0. sebanyak 5 rencana aksi;
wirausaha industri kecil dan menengah yang telah mendapatkan pelatihan kewirausahaan dan teknis produksi, bantuan start up capital sebanyak 3.035 IKM;
sentra IKM yang mendapatkan pelatihan manajemen dan teknis produksi , penguatan kelembagaan dan mesin/peralatan sebanyak 87 sentra;
jumlah siswa dan mahasiswa yang mendapatkan pendidikan berbasis kompetensi sebanyak 19.640 orang;
jumlah tenaga kerja industri yang mendapat pelatihan dan sertifkasi berbasis kompetensi sebanyak 90.965 orang. Sementara itu, anggaran Kementerian Perindustrian TA 2020 mencapai Rp2,4 triliun. Anggaran Kementerian Perindustrian digunakan untuk mendanai kegiatan - kegiatan prioritas antara lain:
penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) / Standar Nasional Indonesia sebanyak 43 RSNI/SNI ;
implementasi jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA rencana aksi dalam rangka penerapan industri 4.0 . sebanyak 3 rencana aksi ;
wirausaha industri kecil dan menengah yang telah mendapatkan pelatihan kewirausahaan dan teknis produksi, bantuan start up capital sebanyak 1.845 IKM;
sentra IKM yang mendapatkan pelatihan manajemen dan teknis produksi, penguatan kelembagaan dan mesin/peralatan sebanyak 49 sentra;
jumlah siswa dan mahasiswa yang mendapatkan pendid i kan berbasis kompetensi sebanyak 20.434 orang;
jumlah tenaga kerja industri yang mendapat pelatihan dan sertifkasi berbasis kompetensi sebanyak 28.000 orang. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Perindustrian TA 2021 adalah sebesar Rp2,6 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp2,4 triliun (90,9 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp141,7 miliar (5,5 persen), dan Pagu Penggunaan BLU Rp95,2 miliar (3,6 persen). Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas nasional di bidang pembangunan manusia melalui pelaksanaan program-program seperti:
Program Nilai Tambah dan Daya Saing Industri ;
Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi;
Program Riset dan Inovasi Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi , dan (4) Program Dukungan Manajemen. Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Perindustrian pada tahun 2021 antara lain:
penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI)/Standar Nasional Indonesia sebanyak 38 RSNI/SNI;
wirausaha industri kecil dan menengah yang telah mendapatkan pelatihan kewirausahaan dan teknis produksi, bantuan start up capital sebanyak 2 . 210 IKM;
sentra IKM yang mendapatkan pelatihan manajemen dan teknis produksi, penguatan kelembagaan dan mesin/peralatan sebanyak 65 sentra;
jumlah siswa dan mahasiswa yang mendapatkan pendidikan berbasis kompetensi sebanyak 21.228 orang; dan
jumlah tenaga kerja industri yang mendapat pelatihan dan sertifkasi berbasis kompetensi sebanyak 46.000 orang. VI.2.7. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Realisasi belanja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat TA 2019 mencapai Rpl00,5 triliun (90,8 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat antara lain:
jalan yang dibangun sepanjang 456 km;
jembatan yang dibangun sepanjang 16.939 m ;
rumah susun yang dibangun sebanyak 5.634 unit;
rumah khusus yang dibangun sebanyak 1.954 unit;
pembangunan/rehabilitasi sarpras pendidikan dasar , menengah, madrasah dan sekolah keagamaan sebanyak 13.710 ruang sekolah (penugasan kepada Kementerian PUPR mulai TA 2019 berdasarkan Perpres Nomor 43 Tahun 2019 ten tang Pembangunan, Rehabilitasi, a tau Renovasi jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA Pasar Rakyat, Prasarana Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, dan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah); dan
bendungan yang selesai dibangun sebanyak 4 bendungan. Sementara itu, anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat TA 2020 mencapai Rp95, 7 triliun. Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan prioritas antara lain:
pembangunan jalan sepanjang 486 km;
pembangunan jembatan sepanjang 19.014 m;
pembangunan rumah susun sebanyak 1.640 unit;
pembangunan rumah khusus sebanyak 1.013 unit; dan
pembangunan/rehabilitasi sarpras pendidikan dasar, menengah, madrasah dan sekolah keagamaan sebanyak 1.472 unit sekolah;
pembangunan bendungan sebanyak 49 bendungan. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat TA 2021 adalah sebesar Rpl 15,6 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp97,5 triliun (84,4 persen), Pagu Penggunaan PNBP sebesar Rp0,03 triliun (0,02 persen), Pagu Penggunaan BLU sebesar Rp0,07 triliun (0,06 persen), Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp5 ,4 triliun (4,69 persen), Hibah Luar Negeri sebesar Rp0,3 triliun (0,25 persen), dan SBSN sebesar Rp12,2 triliun (10,58 persen). Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas nasional di bidang infrastruktur dan pendidikan, melalui pelaksanaan program-program seperti:
Program Infrastruktur Konektivitas;
Program Perumahan Dan Kawasan Permukiman;
Program Pendidikan Dan Pelatihan Vokasi, dan (4) Program Ketahanan Sumber Daya Air. Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2021 antara lain:
jalan yang dibangun sepanjang 695 km;
jembatan yang dibangun sepanjang 13.144,8 m;
rumah susun yang dibangun sebanyak 6.600 unit;
rumah khusus yang dibangun sebanyak 1.570 unit;
pembangunan/rehabilitasi sarpras pendidikan dasar, menengah, madrasah dan sekolah keagamaan sebanyak 1.750 unit sekolah; dan
bendungan yang dibangun sebanyak 49 bendungan. VI.2.8 . Kementerian Perhubungan Realisasi belanja Kementerian Perhubungan TA 2019 mencapai Rp39,7 triliun (95,5 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Perhubungan antara lain:
pembangunanjalur kereta api sepanjang 320,27 km'sp;
pembangunan pelabuhan penyeberangan lanjutan sebanyak 11 lokasi;
penyelesaian pembangunan pelabuhan non komersil sebanyak 17 lokasi;
pembangunan 15 bandara baru sebanyak 4 lokasi. Sementara itu, anggaran Kementerian Perhubungan TA 2020 mencapai Rp37,0 triliun. Anggaran Kementerian Perhubungan jdih.kemenkeu.go.id I.) MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan prioritas antara lain:
pembangunan tahap awal dan penyelesaian jalur ka sepanjang 238,8 km'sp;
pembangunan pelabuhan penyeberangan lanjutan sebanyak 13 lokasi ;
penyelesaian pembangunan pelabuhan nonkomersil sebanyak 25 lokasi;
pembangunan 15 bandara baru sebanyak 3 lokasi. Selanjutnya , pagu indikatif Kementerian Perhubungan TA 2021 adalah sebesar Rp41,3 triliun. Alokasi anggaran ters e but antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp30,3 triliun (73,2 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp3,4 triliun (8, 1 persen), Pagu Penggunaan BLU Rpl,6 triliun (3,9 persen), SBSN Rp5,3 triliun (12,8 persen) . Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas nasional di bidang infrastruktur konnektivitas, melalui pelaksanaan program-program seperti:
Program Infrastruktur Konektivitas;
Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi;
Program Riset dan Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; dan
Program Dukungan Manajemen . Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Perhubungan pada tahun 2021 antara lain :
pembangunan tahap awal dan penyelesaian jalur ka sepanjang 318 km ' sp , (2) pembangunan pelabuhan baru sebanyak 10 lokasi, (3) penyelesaian pembangunan pelabuhan non komersil sebanyak 39 lokasi, (4) rehap fasilitas pelabuhan 38 lokasi (5) pembangunan bandara baru sebanyak 1 lokasi dan 8 pembangunan bandara lanjutan. VI. 2. 9. Kernen terian Pertanian Realisasi belanja Kementerian Pertanian TA 2019 mencapai Rp19,4 triliun (89,6 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Pertanian antara lain :
produksi kedelai 0,46 juta ton;
produksi padi 57 ,82 juta ton;
produksi jagung 25 ,8 juta ton;
produksi gula 2,45 juta ton ;
daging sapi 0,40 juta ton . Sementara itu, anggaran Kementerian Pertanian TA 2020 mencapai Rp 17 ,4 triliun. Anggaran Kementerian Pertanian digunakan untuk mendanai pencapaian target-target prioritas antara lain:
produksi kedelai 0,38 juta ton ;
produksi padi 59,15 juta ton;
produksi jagung 24,20 juta ton;
daging sapi/kerbau 0,42 juta ton. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Pertanian TA 2021 adalah sebesar Rp18,4 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rup i ah Murni Rp18 , 1 triliun (98,1 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp0,15 triliun (0,8 persen), Pagu Penggunaan BLU Rp0,04 triliun (0,2 persen), Pagu PLN Rp0,13 triliun (0,7 persen) dan SBSN Rp0,02 triliun (0, 1 persen) . Anggaran terse but digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas nasional di bidang ketahanan pangan, melalui pelaksanaan program-program seperti: jdih.kemenkeu.go.id ll MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (1) Program Ketersediaan, Akses dan Konsumsi Pangan Berkualitas;
Program Nilai Tambah dan Daya Saing Industri; dan
Program Riset dan Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Adapun beberapa sasaran output strategis Kem e nterian Pertanian pada tahun 2021 antara lain :
produksi kedelai 0,48juta ton;
produksi padi 63,50 juta ton;
produksi jagung 26,00 juta ton;
daging sapi/kerbau 0,46 juta ton . Vl.2 .10. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Realisasi belanja Kementerian ESDM TA 2019 mencapai Rp4,8 triliun (95,5 persen) . Beberapa capaian output prioritas Kementerian ESDM antara lain:
eksplorasi dan pelayanan air bersih di daerah sulit air untuk diserahterimakan kepada pemda setempat sebanyak 570 titik sumur;
sistem mitigasi bencana geologi yang dikembangkan sebanyak 2 sistem;
infrastruktur jaringan gas bumi untuk rumah tangga sebanyak 74.496 SR;
konversi BBM ke BBG untuk nelayan dan petani sebanyak 14.305 unit. Sementara itu, anggaran Kementerian ESDM TA 2020 setelah penghematan mencapai Rp7 ,5 triliun. Anggaran Kementerian ESDM digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan prioritas antara lain :
eksplorasi dan pelayanan air bersih di daerah sulit air untuk diserahterimakan kepada pemda setempat sebanyak 570 titik sumur ;
sistem mitigasi bencana geologi yang dikembangkan sebanyak 8 lokasi; dan
infrastruktur jaringan gas bumi untuk rumah tangga sebanyak 127.864 SR. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian ESDM TA 2021 adalah sebesar Rp6,8 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp5,8 triliun (85,4 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp0 ,5 triliun (7,7 persen), dan Pagu Penggunaan BLU Rp0 ,4 triliun (7,0 persen). Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas pembangunan nasional di bidang ketahanan energi melalui pelaksanaan program - program seperti:
Program Energi dan Ketenagalistrikan;
Program Pertambangan Mineral dan Batubara; dan
Program Mitigasi dan Pelayanan Geologi. Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian ESDM pada tahun 2021 antara lain:
eksplorasi dan pelayanan air bersih di daerah sulit air untuk diserahterimakan kepada pe mda se tempat sebanyak 570 titik sumur ;
sistem mitigasi bencana geologi yang dikembangkan sebanyak 8 lokasi;
infrastruktur jaringan gas bumi untuk rumah tangga sebanyak 100.000 SR;
konversi BBM ke BBG untuk nelayan dan petani sebanyak 50 . 000 unit. jdih.kemenkeu.go.id Q_ MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA VI. 2 .11. Kernen terian Pertahanan Realisasi belanja Kementerian Pertahanan TA 2019 mencapai Rp112,5 triliun (103,8 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Pertahanan antara lain:
dukungan pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) sebanyak 5 paket;
dukungan pengadaan munisi kaliber kecil sebanyak 235. 717 butir;
dukungan pengadaan/penggantian kendaraan tempur sebanyak 18 unit;
KRI, KAL, Alpung dan Ranpur/Rantis Matra Laut sebanyak 29 unit;
Dukungan pengadaan/penggantian pesawat udara dan lainnya sebanyak 7 unit. Sementara itu, anggaran Kementerian Pertahanan TA 2020 mencapai Rp122,4 triliun . Anggaran Kementerian Pertahanan digunakan untuk mendanai pencapaian target - target prioritas antara lain:
dukungan pengadaan alutsista sebanyak 5 paket;
dukungan pengadaan munisi kaliber kecil sebanyak 18 Kegiatan;
dukungan pengadaan/penggantian kendaraan tempur sebanyak 12 unit ;
KRI, KAL, Alpung dan Ranpur/Rantis Matra Laut sebanyak 14 unit, (5) Dukungan pengadaan/penggantian pesawat udara dan lainnya sebanyak 4 unit. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Pe rtahanan TA 2021 adalah sebesar Rp129,3 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rpl 13,1 triliun (87,5 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp2,1 triliun (1 ,6 persen), Pagu Penggunaan BLU Rp3,1 triliun (2,4 persen), dan SBSN Rp0,9 triliun (0,7 persen) . Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas pembangunan nasional bidang pertahanan, melalui pelaksanaan program-program seperti :
Program Penggunaan Kekuatan;
Program Modernisasi Alutsista dan Non Alutsista dan Sarana dan Prasarana Pertahanan;
Program Pembinaan Sumber Daya Pertahanan; dan
Program Profesionalisme dan Kesejahteraan Prajurit . Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Pertahanan pada tahun 2021 antara lain:
dukungan pengadaan alutsista sebanyak 5 paket;
dukungan pengadaan munisi kaliber kecil sebanyak 1 kegiatan;
dukungan pengadaan/penggantian kendaraan tempur sebanyak 12 unit;
KRI, KAL, Alpung dan Ranpur/Rantis Matra Laut sebanyak 14 unit;
Dukungan pengadaan/penggantian pesawat udara dan lainnya sebanyak 4 unit. Selain itu, alokasi rupiah murni juga ditujukan untuk penyelesaian proyek/kegiatan yang ditunda/terhambat akibat adanya pandemi COVID-19 di TA 2020. jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA VI. 2 .12. Kepolisian RI Realisasi belanja Kepolisian Negara RI (Polri) TA 2019 mencapai Rp97,9 triliun (113,6 persen). Beberapa capaian output prioritas Polri antara lain:
pemenuhan alat material khusus (almatsus) sebanyak 104.295 unit;
penanganan dan penyelesaian tindak pidana umum 82.250 kasus ;
penanganan dan penyelesaian tindak pidana narkoba 21.619 kasus;
layanan pengendalian operasi kepolisian 12 . 101 giat;
kesiapan kemampuan personil dalam penanggulangan gangguan dalam negeri berintensitas tinggi 77.501 personil. Sementara itu, anggaran Polri TA 2020 mencapai Rp96, 1 triliun. Anggaran Polri TA 2020 digunakan untuk mendanai pencapaian kegiatan - kegiatan prioritas antara lain:
pemenuhan almatsus sebanyak 33.046 unit;
penanganan dan penyelesaian tindak pidana umum 135.580 kasus;
penanganan dan penyelesaian tindak pidana narkoba 16 . 649 kasus;
layanan pengendalian operasi kepolisian 26.818 giat;
kesiapan kemampuan personil dalam penanggulangan gangguan dalam negeri berintensitas tinggi 161.193 personil. Selanjutnya, pagu indikatif Polri TA 2021 adalah sebesar Rpl00,5 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp86,7 triliun (86,2 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp8,7 triliun (8,6 persen), Pagu Penggunaan BLU Rp2,0 triliun (2,0 persen) dan SBSN Rp0,2 triliun (0,2 persen). Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas pembangunan nasional bidang keamanan dan ketertiban, melalui pelaksanaan program-program seperti:
Program Modernisasi Almatsus dan Sarana Prasarana Polri;
Program Pemeliharaan Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat;
Program Profesionalisme SDM Polri; dan
Program Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana. Pagu indikatif Polri TA 2021 sudah menampung sejumlah kegiatan yang ditunda di TA 2020 sebesar Rp9,6 triliun. Kegiatan tersebut antara lain: Pengembangan Peralatan Polri sebesar Rp9,0 triliun dan Pengembangan Fasilitas dan Konstruksi Polri sebesar Rp0,6 triliun. Adapun beberapa sasaran output strategis Polri pada tahun 2021 antara lain:
pemenuhan almatsus sebanyak 147.512 unit;
penanganan dan penyelesaian tindak pidana umum 91 . 696 kasus;
penanganan dan penyelesaian tindak pidana narkoba 20.540 kasus;
layanan pengendalian operasi kepolisian 12.801 giat;
kesiapan kemampuan personil dalam penanggulangan gangguan dalam negeri berintensitas tinggi 106 . 869 personil. jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA VI.2 .13. Kementerian Hukum dan HAM Realisasi belanja Kementerian Hukum dan HAM TA 2019 mencapai Rp13,8 triliun (103,5 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Hukum dan HAM antara lain:
bantuan hukum litigasi sebanyak 11 .478 orang;
bantuan hukum non litigasi 3 . 037 kegiatan;
diklat berbasis kompetensi di bidang pelatihan terpadu SPPA bagi aparat penegak hukum dan instansi teknis lainnya sebanyak 300 orang;
diklat berbasis kompetensi di bidang pembimbing kemasyarakatan 721 orang. Sementara itu, anggaran Kementerian Hukum dan HAM TA 2020 mencapai Rp13,4 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk mendanai pencapaian kegiatan-kegiatan prioritas antara lain :
bantuan hukum litigasi sebanyak 5 . 699 orang ;
bantuan hukum non litigasi 758 kegiatan;
diklat berbasis kompetensi di bidang pelatihan terpadu SPPA bagi aparat penegak hukum dan instansi teknis lainnya sebanyak 270 orang;
diklat berbasis kompetensi di bidang pembimbing kemasyarakatan 320 orang. Selanjutnya, pagu indikatif Kementerian Hukum dan HAM TA 2021 adalah sebesar Rp15,3 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari Rupiah Murni Rp12,1 triliun (78,9 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp3,2 triliun (21,1 persen). Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas pembangunan nasional bidang keamanan dan ketertiban, melalui pelaksanaan program-program seperti:
Program Pembentukan Regulasi;
Program Penegakan dan Pelayanan Hukum;
Program Pemajuan dan Penegakan HAM ; dan
Program Dukungan Manajemen. Adapun beberapa sasaran output strategis Kem e nterian Hukum dan HAM pada tahun 2021 antara lain :
bantuan hukum litigasi sebanyak 5.699 orang;
bantuan hukum non litigasi 758 kegiatan;
diklat berbasis kompetensi di bidang pelatihan terpadu SPPA bagi aparat penegak hukum dan instansi teknis lainnya sebanyak 270 orang;
diklat berbasis kompetensi di bidang pembimbing kemasyarakatan 320 orang. VI. 2 .14 . Kernen terian Dalam N egeri Realisasi belanja Kementerian Dalam Negeri TA 2019 mencapai Rp3,3 triliun ( 103,9 persen). Beberapa capaian output prioritas Kementerian Dalam Negeri antara lain:
penguatan demokrasi di daerah 15 Provinsi;
tim terpadu penanganan konflik sosial di daerah sebanyak 34 Provinsi;
tugas dan kewenangan yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dengan kinerja baik;
blanko KTP-El untuk daerah. jdih.kemenkeu.go.id () MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Sementara itu , anggaran Kementerian Dalam Negeri TA 2020 mencapai Rp2,7 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk mendanai penc a paian kegiatan kegiatan prioritas antara lain :
penguatan demokrasi di daerah 15 Provinsi, (2) tim terpadu penanganan konflik sosial di daerah sebanyak 34 Provinsi, (3) tugas dan · kewenangan yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dengan kinerja baik, 4) blanko KTP-El untuk daerah, dan (5) bantuan keuangan Partai Politik. Selanjutnya , pagu indikatif Kementerian Dalam Negeri TA 2021 adalah sebesar Rp3,2 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain ber sumber dari Rupiah Murni Rp3,0 triliun (95,3 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp32 ,6 miliar (1,0 persen), Pinjaman Luar Negeri Rp108,5 miliar (3,4 persen), dan Hibah Luar Negeri Rpl 1 miliar (0,3 persen). Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas pembangunan nasional bidang keamanan dan ketertiban, melalui pelaksanaan program-program seperti:
Program Dukungan Manajemen;
Program Pembinaan Kapasitas Pemerintahan Daerah dan Desa;
Program Tata Kelola Kependudukan; dan
Program Pembinaan Politik dan Pemerintahan Umum . Adapun beberapa sasaran output strategis Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2021 antara lain:
penguatan demokrasi di daerah 15 Provinsi, (2) tim terpadu penanganan konflik sos i al di daerah sebanyak 34 Provinsi , (3) tugas dan kewenangan yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dengan kinerja baik, (4) blanko KTP-El untuk Daerah; dan
bantuan keuangan Partai Politik. VI.2.15 . Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Realisasi belanja BNPB TA 2019 mencapai Rp8, 1 triliun ( 1.304,4 persen). Beberapa capaian output prioritas BNPB antara lain:
Pendidikan dan Pelatihan Teknis PB dan Simulasi PB di daerah di 6 lokasi;
desa tangguh bencana sebanyak 35 lokasi;
Layanan Pemulihan Pascabencana Bidang Sosial Ekonomi dan SDA di 4 lokasi ;
Bantuan kedaruratan di 20 lokasi. Sementara itu, anggaran BNPB TA 2020 mencapai Rp0,7 triliun . Anggaran tersebut digunakan untuk mendanai pencapaian kegiatan- kegiatan prioritas antara lain:
Layanan Pendampingan Pemulihan Pascabencana Bidang Fisik di 6 lokasi;
desa tangguh bencana sebanyak 120 lokasi;
Pendidikan dan Pelatihan Teknis PB dan Simulasi PB di daerah di 19 lokasi;
Layanan Pemulihan Pascabencana Bidang Sosial Ekonomi dan SDA di 18 lokasi;
Bantuan kedaruratan di 10 lokasi . jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Selanjutnya, Pagu Indikatif BNPB TA 2021 adalah sebesar Rp0 ,7 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain bersumb er dari Rupiah Murni Rp713,9 miliar (99,7 persen), Pagu Penggunaan PNBP Rp0,44 miliar , dan PLN Rpl,0 miliar. Anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian target priorit as pembangunan nasional bidang keamanan dan ket e rtiban, melalui pelaksana a n program- program seperti:
Program Ketah a nan Be ncana; dan
Program Dukungan Manaj emen. Adapun be berapa sasaran output strategis BNPB pa da tahun 2021 antara lain:
Layanan Pendampingan Pe mulihan Pascabencana Bidang Fisik di 6 lokasi ;
desa tangguh bencana sebanyak 120 lokasi;
Pe ndidikan dan Pelatihan Teknis PB dan Simulasi PB di daerah di 19 lokasi ;
Layanan Pemulihan Pascabencana Bidang Sosial Ekonom i dan SDA di 18 lokas i; dan
Bantuan kedaruratan di 10 lokasi. Pagu Indikatif masing-masing K/L beserta program-programnya pada tahun 2021 disajikan pada tabel be rikut. Tabet 14 Pagu Indikatif Belanja K/L Tahun 2021 (Rp Miliar) NO. BA KEMENTERIAN / LEMBAGA JUMLAH 1 001 MAJEUS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR} 635 ,5 - Program Dukungan Manajemen 162 ,7 - Program Penyelenggaraan Lembaga Legislatlf dan A lat 472,8 Kelengkaoan 2 002 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR} 5.145 , 9 - Program Dukungan Manajemen 1.255,9 - Program Penyelenggaraan Lembaga Legislatlf dan A lat 3.890 ,0 Kelengkapan 3 004 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 3.570,7 - Program Dukungan Manajemen 648 , 6 - Program Pemeriksaan Keuangan Negara 2.922 ,0 4 005 MAHKAMAHAGUNG 10.644,8 - Program Dukungan Manajemen 10.241,3 - Program Penegakan dan Pelayanan Hukum 403 ,6 5 006 KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 6.957 ,7 Program Dukungan Manajemen 6.551 ,4 Program Penegakan dan Pelayanan Hukum 406 ,3 6 007 SEKRETARIAT NEGARA 2.051 ,7 - Program Dukungan Manajem en 1.328,4 - Program Penyelenggaraan Layanan kepada Presiden dan 723 ,3 Wakil Presiden 7 010 KEMENTERIAN DAI.AM NEGERI 3 . 203,7 - Program Dukungan Manajem en 1.626,8 - Program Pembinaan Kapasitas Pemerintahan Daerah dan 618 ,4 Desa jdih.kemenkeu.go.id Q jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN NO . BA KEMENTERIAN / LEMBAGA JUMLAH Program Pembinaan Politik dan Pemerintahan Umum 176,0 - Program Tata Kelola Kependudukan 782,5 8 011 KEMENTERIAN LUAR NEGERI 8.157,2 - Program Diplomasi dan Kerja sama Internasional 446,1 - Program Dukungan Manajemen 6.479 , 7 - Program Penegakan Kedaulatan serta Hukum dan Perjanjian 11 , 5 Internasional - Program Peran dan Kepemimpinan Indonesia di bidang Kerja 978 ,5 sama Mulltilateral - Program Perlindungan WNI di Luar Negeri serta Pelayanan 241,4 Publik 9 012 KEMENTERIAN PERTAHANAN 129 . 272 , 6 - Program Dukungan Manajemen 82.853,3 - Program Kebijakan dan Regulasi Pertahanan 33 ,4 - Program Modernisasi Alutsista, Non Alutsista, dan Sarpras 19.588,6 Pertahanan - Program Pembinaan Sumber Daya Pertahanan 142,9 - Program Penggunaan Kekuatan 17.982,2 - Program Profesionalisme dan Kesejahteraan Prajurit 5.804 ,8 - Program Riset, Industri, dan Pendidikan Tinggi Pertahanan 2 . 867,3 10 013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI 15.316 ,2 - Program Dukungan Manajemen 5.015,3 - Program Pemajuan dan Penegakan HAM 46,6 - Program Pembentukan Regulasi 155,8 - Program Penegakan dan Pelayanan Hukum 10.098,6 11 015 KEMENTERIAN KEUANGAN 42.369 , 0 - Program Dukungan Manajemen 40.005 ,6 - Program Kebijakan Fiskal 60 , 1 - Program Pengelolaan Belanja Negara 32,6 - Program Pengelolaan Penerimaan Ne gara 2 . 089 , 9 - Program Pengelolaan Perbendaharaan , Kekayaan Negara dan 180 ,8 Risiko 12 018 KEMENTERIAN PERTANIAN 18.432 , 6 - Program Dukungan Manajemen 5 . 821,2 - Program Ketersediaan, Akses dan Konsumsi Pangan 10 . 528,3 Berkualitas - Program Nllai Tambah dan Daya Saing Industri 531 ,2 - Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 861,2 - Program Riset dan Inovasi llmu Pe ngetahuan dan Te knolog i 690 , 7 13 019 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2 . 596 ,4 . Program Dukungan Manajemen 1. 126,5 - Program Nllai Tambah dan Daya Saing Industri 752,7 - Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 501,5 - Program Riset dan Inovasi llmu Pengetahuan dan Teknolog i 215,6 14 020 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 6 . 838,4 - Program Dukungan Manajemen 1. 729,3 t,) MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INOONESIA NO. BA KEMENTERIAN / LEMBAGA JUMLAH - Program Energi dan Ketenagalistrikan 3. 062,3 - Program Mitigasi dan Pelayanan Geologi 709,5 - Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 525,0 - Program Pertambangan Mineral dan Batubara 423,7 Program Rbet dan Inovasl nmu Pengetahuan dan Teknologi 388,7 15 022 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 41 . 346,7 Program Dukungan Manajemen 1.135,9 Program Infrastruktur Konektivitas 36.295 ,4 Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 3.717,5 Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 198 ,0 16 023 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 75.094,5 Program Dukungan Manajemen 30.213,6 - Program Kualitas Pengajaran dan Pembelajaran 5.000 ,9 - Program PAUD dan Wajib Belajar 12 Tahun 10.616 , 7 - Program Pemajuan dan Pelestarian Bahasa dan Kebudayaan 771,0 - Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 4.911,7 - Program Pendidikan Tinggi 23.580,7 17 024 KEMENTERIAN KESEHATAN 78.700,4 - Program Dukungan Manajemen 7 .7 76,2 - Program Kesehatan Masyarakat 842,2 - Program Pelayanan Kesehatan dan JKN 64.348,5 - Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 3.722 ,3 Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 1.682 , 7 - Program Riset dan Inovasl nmu Pengetahuan dan Teknologi 328 ,4 18 025 KEMENTERIAN AGAMA 66 . 673 ,5 Program Dukungan Manajemen 35.577 ,0 - Program Kerukunan Umat dan Layanan Kehidupan Beragama 3. 271 ,6 - Program Kualitas Pengajaran dan Pembelajaran 6.911,1 - Program PAUD dan Wajib Belajar 12 Tahun 14.656 ,6 - Program Pendidikan Tinggi 6.257 ,1 19 026 KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN 4.467,3 - Program Dukungan Manajemen 224,6 - Program Pembinaan Ketenagake,jaan 953,7 - Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 3.242 ,2 - Program Rbet dan Inovasl nmu Pengetahuan dan Teknologi 46,8 20 027 KEMENTERIAN SOSIAL 62.024 ,3 - Program Dukungan Manajemen 1.432,9 - Program Perlindungan Sosial 60.591 ,4 21 029 KEMENTERIAN UNGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 7.562,5 - Program Dukungan Manajemen 3.290 ,1 - Program Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim 211,1 - Program Kualitas Lingkungan Hidup 2.537 ,0 jdih.kemenkeu.go.id jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN NO. BA KEMENTERIAN / LEMBAGA JUMLAH - Program Pendidikan dan Pelatihan Voka&i 183,7 - Program Pengelolaan Rutan Berkelanjutan 1.276,5 - Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 64,0 22 032 KEMENI'ERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 5.677,8 - Program Du.kungan Manajemen 3 . 242,4 - Program Kualitas Lingkungan Hidup 62,3 . Program Nilai Tambah dan Daya Saing Industri 190,4 . Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi 438,4 . Program Pengelolaan Perlkanan dan Kelautan 1.650,5 - Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 93,8 23 033 KEMENI'ERIAN PEKERJAAN UMVM DAN PERUMAHAN RAKYAT 115.577,3 Program Dukungan Manajemen 8.778,2 . Program Infrastruktur Konektivitas 36.020,0 . Program Pendidikan dan Pelatihan Voka&i 107,1 . Program Perumahan dan Kawasan Permukiman 28.346,9 . Program Ketahanan Sumber Daya Air 42.325,1 24 034 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK , HUKUM DAN 267,8 KEAMANAN . Program Dukungan Manajemen 148,4 . Program Koordina&i Pelaksanaan Kebijakan 119,3 25 035 KEMENI'ERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 393,3 . Program Dukungan Manajemen 207,3 . Program Koordina&i Pelaksanaan Kebijakan 186,0 26 036 KEMENI'ERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA 238,6 DAN KEBUDAYAAN . Program Dukungan Manajemen 142 , 7 . Program Koordina&i Pelaksanaan Kebijakan 95,9 27 040 KEMENI'ERIAN PARlWlSATA DAN EKONOMI KREATIF/ BADAN 4. 111,4 PARIWISATA DAN EKONOMI KERATIF . Program Dukungan Manajemen 558,3 . Program Keparlwisataan dan Ekonomi Kreatif 2.807,5 . Program Pendidikan dan Pelatihan Voka&i 745,6 28 041 KEMENI'ERIAN BADAN USAHA M1LlK NEGARA 244,8 . Program Dukungan Manajemen 158,3 . Program Pengembangan dan Pengawasan BUMN 86,6 29 042 KEMENI'ERIAN RISET DAN TEKNOLOGI/BRIN 2 . 787,2 . Program Dukungan Manajemen 615,9 . Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 2.171,2 30 044 KEMENI'ERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH 961,6 . Program Dukungan Manajemen 258,9 . Program Kewirausahaan, Usaha Miro, Kecil Menengah, dan 702,7 Kooerasi 31 047 KEMENI'ERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN 279,6 ANAK . Program Dukungan Manajemen 142,4 jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN NO. BA KEMENTERIAN / LEMBAGA JUMLAH . Program Kesetaraan Gender, Perlindungan Perempuan dan 137,2 Anak 32 048 KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN 277,7 REFORMASI BIROKRASI . Program Dukungan Manajemen 168,9 . Program Kebfjakan, Pembinaan Profesi, dan Tata Kelola ASN 108,8 33 050 BADAN INTEUJEN NEGARA 4.092,0 . Program Dukungan Manajemen 809 , 0 . Program Penyelidlkan, Pengamanan, dan Penggalangan 3.283 ,0 Keamanan Negara 34 051 SADAN SIBER DAN SANDI NEGARA 1. 716,6 . Program Dukungan Manajemen 960,2 . Program Keamanan clan Ketahanan Slber dan Sandi Negara 756,5 35 052 DEWAN KETAHANAN NASIONAL 50,4 . Program Dukungan Manajemen 42,4 . Program Kebljakan dan Strategl Ketahanan Nasional 8,0 36 054 SADAN PUSA T STA TISTIK 5.278,8 . Program Dukungan Manajemen 2.985,9 . Program Penyedlaan dan Pelayanan Informasi Statlstlk 2.292,9 37 055 SADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BAPPENAS 1.509,6 . Program Dukungan Manajemen 749,1 . Program Perencanaan Pembangunan Nasional 760,4 38 056 KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BPN 8.667,1 . Program Dukungan Manajemen 4.287,9 . Program Pengelolaan dan Pelayanan Pertanahan 4.031,6 . Program Penyelenggaraan Penataan Ruang 347,6 39 057 PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 650,1 Program Dukungan Manajemen 229,7 . Program Perpustakaan dan Llterasi 420 ,4 40 059 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 5.746,4 . Program Dukungan Manajemen 1.070 , 0 . Program Komunlkasi Publlk 165,2 . Program Pemanfaatan Teknologl Informasi dan Komunlkasi 468,7 (TIKI . Program Penataan Pengelolaan Pos dan Informatlka 381 ,0 . Program Penyedlaan Infrastruktur Teknologl Informasi dan 3 . 661,6 Komunlkasi (TIK} 41 060 KEPOUSIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 100 . 500,2 . Program Dukungan Manajemen 49.141,5 . Program Modernlsasi Almatsus dan Sarana Prasarana Polrl 27 . 398,3 . Program Pemeliharaan Keamanan dan Ketertlban Masyarakat 16.688,5 . Program Penyelidlkan dan Penyldlkan Tlndak Pldana 5 . 156 ,0 . Program Profeslonallsme SDM Polrl 2.115,8 42 063 SADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 1.954,7 . Program Dukungan Manajemen 1. 091,6 . Program Pengawasan Obat dan Makanan 863,2 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN NO. BA KEMENTERIAN / LEMBAGA JUMLAH 4 3 064 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 182 ,4 - Program Dukungan Manajemen 141 , 9 - Program Pemblnaan Ketahanan Nasional 40,4 44 065 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 439 ,5 - Program Dukungan Manajemen 257,9 - Program Penanaman Modal 181,6 45 066 BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN} 1.690,0 - Program Dukungan Manajemen 1. 200,7 . Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan 489 ,3 dan Peredaran Gelao Narkoba (P4GN} 46 067 KEMENI'ERIAN DESA , PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN 3.409 ,0 TRANSMIGRASI Program Daerah Tertlnggal, Kawasan Perbatasan , Perdesaan , 2.565 ,3 dan Transmiqra&i . Program Dukungan Manajemen 843,7 47 068 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL 3 . 386 ,8 IBKKBN} . Program Dukungan Manajemen 2.467 , 4 . Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan 919,4 Keluan,a Berencana 48 074 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA 100,2 Program Dukungan Manajemen 76,7 . Program Pemajuan dan Penegakan HAM 23 ,6 49 075 BADAN METEOROLOGI , KLIMA TOLOGI DAN GEOFISIKA 2 . 849 ,2 . Program Dukungan Manajemen 345 ,6 . Program Meteorologi, Klimatologi, dan Geoflsika 2 . 503 , 7 50 076 KOMISI PEMILIHAN UMUM 2 . 048 ,6 . Program Dukungan Manajemen 2 . 005 ,5 . Program Penyelenggaraan Pemilu dalam Proses Konsolida&i 43,1 Demokrasi 51 077 MAHKAMAH KONSTITUSI RI 266,8 . Program Dukungan Manajemen 160,6 . Program Penanganan Perkara Konstitusi 106,2 52 078 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN 22 4, 6 (PPATKJ . Program Dukungan Manajemen 183,2 . Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana 41 ,4 Pencucian Uanq (TPPU} dan Pendanaan Terorlsm e 53 079 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LJPIJ 1.869,2 Program Dukungan Manajemen 915,6 . Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 953 ,6 54 080 BADAN TENAGA NUKLIR. NASIONAL (BATAN} 815 ,8 Program Dukungan Manajemen 604 ,4 . Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 211,4 55 081 BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI (BPPT} 1.815,2 . Program Dukungan Manajemen 681,4 . Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 1 . 133 , 8 56 082 LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANI'ARIKSA NASIONAL (LAPAN} 833 ,6 jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN NO. BA KEMENTERIAN / LEMBAGA JUMLAH - Program Dukungan Manojemen 325 ,2 - Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 508 ,4 57 083 BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) 771,9 - Program Dukungan Manojemen 186 ,0 - Program Penyelenggaraan Informasi Geospasial 585 , 9 58 084 BADAN STANDARDISASI NASIONAL (BSN) 266,0 - Program Dukungan Manojemen 145,1 - Program Standardisa.si Nasional 120 , 9 59 085 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. (BAPETEN) 126,1 - Program Dukungan Manajemen 105 ,3 - Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 20 ,8 60 086 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 325,0 - Program Dukungan Manojemen 253,6 - Program Kebijakan, Pembinaan Pr ofesi, dan Tata Kelola ASN 71 , 4 61 087 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 204,0 - Program Dukungan Manojemen 160,0 - Program Penyelenggaraan Kearsipan Nasional 44 , 0 62 088 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 597 ,4 - Program Dukungan Manojemen 495 ,0 - Program Kebljakan , Pembinaan Profesi, dan Tata K e lola ASN 102 ,4 63 089 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) 1.675,2 - Program Dukungan Manojem en 1.420,3 - Program Pengawasan Pembangunan 254 , 9 64 090 KEMENrERIAN PERDAGANGAN 2.834 , 1 - Program Dukungan Manojemen 1.488,5 - Program Pe r dagangan Dalam Negerl. 1 . 023,4 - Program Perdagangan Lua r Negerl. 306,6 - Program Riset dan Inovasi nmu Pengetahuan dan Teknologi 15 ,6 65 092 KEMENTERIAN PEMUDA DAN O1..AHRAGA 2 . 000,3 - Program Dukungan Manojem en 315,4 - Program Keolahragaan 1.566 , 2 - Program Kepemudaan 118,7 66 093 KOMISI PEMBERANrASAN KORUPSI (KPK) 955,1 Program Dukungan Manojemen 816,0 - Program Pencegahan dan Penindakan Perkara Korupsi 139,0 67 095 DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) 934,6 Program Dukungan Manojemen 226 , 1 - Program Penyelenggaraan Lembaga Legislatif dan A lat 708 , 5 Kelengkaoan 68 100 KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA 109 , 4 - Program Dukungan Manajemen 93,7 - Program Penegakan Integrl.tas Hakim 15,7 69 103 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) 715 , 4 jdih.kemenkeu.go.id MENTERIKEUANGAN NO . BA KEMENTERIAN / LEMBAGA JUMLAH - Program Dukungan Manajemen 227 ,2 - Program Ketahanan Bencana 488 ,2 70 104 BADAN PEUNDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA (BP2MI) 381,8 Program Dukungan Manajemen 198,3 - Program Penempatan dan Pellndungan PMI 183,5 71 106 LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH 192 , 7 (LKPP) - Program Dukungan Manajemen 96 ,0 - Program Pengadaan Barang/Jasa Nasional 96 ,7 72 107 BADAN SAR NASIONAL 2 . 017,5 - Program Dukungan Manajemen 661 ,7 - Program Pencarian dan Pertolongan pada Kecelakaan dan 1.355,8 Bencana 73 108 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU} 108,7 - Program Dukungan Manajemen 53,0 . Program Pengawasan Per s alngan Usaha 55,7 74 109 BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURA.MADU (BPWS) 156,4 - Program Dukungan Manajemen 28 , 1 - Program Pengembangan Kawasan Strategis 128,3 75 110 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA 207,0 - Program Dukungan Manajemen 171,3 - Program Pengawasan Penyelenggaraan Pe layanan Publik 35 , 7 76 111 BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN (BNPP) 227 , 7 - Program Dukungan Manajemen 170,8 - Program Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan 57,0 Perbatasan 77 112 BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN 2.014,2 PELABUHAN BEBAS BATAM (BPKPB BATAMJ - Program Dukungan Manajemen 642,7 Program Pengembangan Kawasan Strategi s 1.371 ,5 78 113 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPTJ 515 , 9 - Program Dukungan Manajemen 187 ,6 . Program Penanggulangan Terorisme 328 , 3 79 114 SEKRETARIA T KABINET 300,1 Program Dukungan Manajemen 237,4 - Program Penyelenggaraan Layanan kepada Presiden dan 62 , 7 Wakil Presiden 80 115 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 1. 641 ,3 . Program Dukungan Manajemen 1.207 ,3 - Program Penyelenggaraan Pemilu dalam Proses Konsolldasi 434 ,0 Demokrasi 81 116 LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA 1. 284,1 . Program Dukungan Manajemen 1. 010 ,3 - Program Penyiaran Publlk 273,8 82 117 TELEVISI REPUBLIK INDONESIA 1.324 ,2 . Program Dukungan Manajemen 785 ,0 MENTE RIKEUAN GAN NO. BA KEMENTERIAN / LEMBAGA Program Penyiaran Publlk 83 118 BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABlmAN BEBAS SABANG fBPKPB SABANGJ - Program Dukungan Manajemen - Program Pengembangan Kawasan Strategis 84 119 BADAN KEAMANAN LAUT - Program Dukungan Manajemen - Program Keamanan dan Keselamatan di Wilayah Perairan Indonesia dan Wila: t1ah Yurisdiksi Indonesia 85 120 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN DAN INVESTASI - Program Dukungan Manajemen - Program Koordinasi Pelaksanaan Kebtjakan 86 122 BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA - Program Dukungan Manajemen - Program Pembinaan Ideologi Pancasila JUMLAH JUMLAH 539,2 95,0 37,9 57,1 515,5 256,4 259,1 264,6 193,9 70,7 208,8 117,7 91,2 894 . 945,6 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman
Relevan terhadap
Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (1) Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian ringkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Ayat (21 Huruf a Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya terdiri atas:
kawasan peruntukan hutan produksi; 2l kawasan peruntukan hutan ralryat;
kawasan peruntukan pertanian;
kawasan peruntukan perikanan;
kawasanperuntukanpertambangan;
kawasan peruntukan industri;
kawasan peruntukan pariwisata;
kawasan peruntukan permukiman; dan/atau
kawasan peruntukan lainnya. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidrpu.rt manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbargan antarkeduanya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (2) Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan bertuijuan agar fungsi kawisan ; "?; ; "" tetap terjaga dan tidak mengalami proses urbanisasi (pengkotaan). Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Huruf a Konektivitas fisik antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan diwujudkan dalam bentuk infrastruktur lisik, antara lain: jalan, trarr"po.tasi, penyediaan air minum, dan sebagainya. Huruf b Konektivitas fungsional antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdisaari diwujudkan dalam bentuk keterkaitan fungsi antara kawasan p"rtot"u. dengan kawasan perdesaan antara lain: ^'mobilitas penduduk, , interaksi sosial, teknologi, penyedia sumber daya alam dan pemanfaat sumber daya alam. Huruf c Konektivitas ekonomi antara ringkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan diwujudkan da-lam bentuk keterkaitan antara lain: produsen a""g"" p"""., produk dengan konsumen, aliran moddl, dan sebigain; r; Pasal 50 Ayat (i) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Huruf b Sistem pusat kegiatan merupakan bagian dari rencana struktur ruang yang berupa rencana pengembangan keterkaitan an tara pusat kegiatan satu denlan pu-sat kegiatan yang lainnya, yang se-ara berjenjang bJrdasarkan skala dan kapasitas pusit kegiatan- terdii aari Rrsat Kegiatan Nasional/pKN yang ditentukan oleh pemerintah, dan oleh pemerintah daerah mencakup pusat Kegiaian Wilayah/pl{W, ^pusat Kegiatan Lokal/pKl, pusat peh}anan Kawasan / ^ppK, dan pusat pelayanan Lingkungan/ppl." Sistem jaringan prasarana kawasan perkotaan menrpakan keterkaitan antara sistem prasarana persampahan, sumber air minum kota, jalur evakuasi b"rr"..r., dan sistem jaringan prasarana kabupaten lainnya aifembangkan untuk mengintegrasikan wilayah perkotaan dan uituk melayani kegiatan yang memiliki calupan wilayah layanan prasarana perkotaan. Huruf c Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukar, .u"n! dala* suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruan[ untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk funisi budi daya. Huruf d Yang dimaksud dengan interdependen antarwilayah administratif adalah saring bergantung/ saling terkait urri".^ I (satu) wilayah administratif dan wilayafi administratif yang lain. Huruf e Cukup jelas. Pasal 5l Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Keseimbangan antFra kepentingan publik dan kepentingan setiap orang) bertujuan untuli menjamin p"rry"f.rrgg"; i"" perumahan 1ll . k"*.-: 11 p"r-rki-arryu."g ^" *.?""t"p kepentingan publik dapat dilakukin selaras aenga"n k"p"ilil; " setiap orang. Kepentingan *=o,JrT,[t,'S5f;
r,o 12 Kepentingan,publik merupakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemlrintah-dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran ra$at. Kepentingan setiap orang merupakan kepentingan setiap warga negara yang dilindungi oleh negara dan terikat dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (l) Lembaga dapat berbentuk forum perumahan dan kawasan permukiman yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah administrasi di tingkat pusat, provinsi, dan/atau kabupaten/kota. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Huruf a Sumber daya adalah potensi ekonomi lokal termasuk kearifan lokal dan komoditas unggulan. Huruf b Cukup Jelas. Huruf c Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (s) Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 59 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kebutuhan lingkungan hunian adalah kebutuhan tentang alokasi ruang lingkungan hunian. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 6l Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a yang dimaksud dengan "efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan,, adalah upaya untuk me*irr.im"tfan penggunaan. sumber daya untuk menciptakan kondisi lingkungan hunian perkotaan secara lebih "pti;
i-; ; ; ; meningkatkan pelayanan perkotaan. Huruf b Yang dimaksud dengan ^.,peningkatan pelayaaan,, adalah upaya yang harus dilakukan melalui penyediaan pru"".r", sarana, dan utilitas umum """rr.i dlrg"" [.4; ; ; ; ; sehingga fungsi lingkungan hunian p.".t"t""" -arilt memadai. Huruf c Huruf c Peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perkotaan dimaksudkan untuk menciptakan fungsi, baik lingkungan hunian yang telah ada maupun lingkunfan hunian yang baru sehingga lebih baik aan aalat mendukung perikehidupan dan penghidupan ""ti.p penghuni dalam lingkungan hunian yang sihat, ama.r, serasi, dan berkelanjutan Huruf d Yang dimaksud dengan "pencegahan tumbuhnya perumahan- kumuh dan permukiman kumuh,, adalah upaya penetapan fungsi sesuai dengan tata ruang. Huruf e Yang dimaksud dengan ^.,lingkungan hunian yang tidak terencana dan teratu/, adalah perumahan di lokasi yang tidak direncanakan untuk perumahan atau fungsi lain akibat perkembangan lingkungan hunian perkotain yang tidak sesuai dengan tata ruang. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Ayat (1) Huruf a Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang. tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan uti.ljtas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skita bisar sesuai dengan rencana tata ruang. Huruf b Cukup jelas. Ayat (21 Ayat (2) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru yang dilakukan secara bertahap yaitu melalui beberapa peiioae pembangunan. Sebagai contoh: pembanguna., lirrgkungan hunian baru yang terdiri dari beberapa permukiman atau fi-ot<_ blok peruntukan pendukung fungsi peimukiman diselesaikan dalam tahap-tahap pembebasan lahan, pembangunan tahap I untuk hunian, kegiatan pendukung sosial dan ekonomi pada blok tertentu, pembangunan tahap II untuk hunian, kegiatan pendukung lainnya pada blok atau klaster yang lainnya, dan seterusnya. Ayat (s) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu yaitu pelaksanaan pembangunan yang dapat dilakukan dalam satu kali periode pembangunan, yaitu dalam satu kali tahap pembangunan telah terbangun hunian beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum permukimannya. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 7O Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "efisiensi hunian perdesaan, adalah upaya penggunaan sumber daya untuk perdesaan secara lebih optimal. Huruf b Cukup jelas. Humf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. potensi lingkungan untuk meminimalkan menciptakan kondisi Ayat (4) Ayat (4) Sinkronisasi program dan anggaran dalam pembangunan kawasan permukiman dimaksudkan untuk kebuiuhan pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang ditujukan untuk kepentingan umum. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota layak huni dilaksanakan melalui kegiatan antara lain peningkatan sistem transportasi perkotaan yang terintegerasi, pengelolaan air bersih perkotaan, pengelolaan sanitasi dan sistem drainase perkotaan, dan pengelolaan sampah perkotaan. Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota hijau dilaksanakan melalui kegiatan antara lain penyediaan ruang terbuka hijau, pembangunan bangunan hijau, pengembangan energi hijau (energi alternatif yang terbarukan), pengembangan infrastruktur yang berketahanan di kawasan permotaan yang rentan. Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota cerdas dilaksanakan melalui kegiatan antara lainkegiatan antara lain penggunaan TIK dalam sistem transportasi, perijinan, dan perekonomian perkotaan. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Huruf e Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. PasalTT Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan Rencana pembangunan yang disahkan dapat berupa Rencana Kawisan permukimai sebaeai penerjamahan atas Tata Ruang Wilayah. Dalam hal ; "; ; i; A; daerah belum mempunyai RKp, ik" ...r"".ra pembangunan dapat mengacu pada rencana tata ruang. Ayat (4) Mekanisme peral masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan dan - ^kawasan permukiman dil; kui<an ^T; il; " memberikan masukan melalui forum pengembangan p"_"Eun dan kawasan permukiman sesuai ^-ketentu]an 'p"; ; i; ; ; ; perundang-undangan. Ayat (5) Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Huruf a Pemberian insentif dimaksudkan untuk mendorong setiap orang agar memanfaatkan kawasan permukiman seiuai dengan fungsinya. Huruf b Pengenaan disinsentif dimaksudkan untuk mencegah pemanfaatan kawasan permukiman yang tidak sebagaimina mestinya oleh setiap orang. Huruf c Pengenaan sanksi dimaksudkan untuk mencegah dan melakukan tindakan sebagai akibat dari pemanfaatan" kaw"s.., permukiman yang tidak sebagaimana mestinya oteh setiap orang. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Ayat (1) Prasarana sekurang_kurangnya antara lain mencakup:
jaringan jalan;
sistem penyediaan air minum;
jaringan drainase;
sistem pengelolaan air limbah;
sistem pengelolaan persampahan; dan
sistem proteksi kebakaran. Sarana sekurang-kurangnya antara lain mencakup:
saranapemerintahan;
sarana pendidikan;
sarana kesehatan;
sarana peribadatan;
sarana perdagangan;
sarana kebudayaan dan rekreasi; dan
sarana ruang terbuka hijau. Utilitas umum sekurang_kurangnya antara lain mencakup:
^jaringan listrik;
jaringan telekomunikasi; dan
jaringan gas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 ; IYoNESTA Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ^.,penyelenggara pembangunan,, adalah setiap orang yang memiliki dan/atau membangun prasarana, sarana, dan utilitas umum. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 1O1 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup ^jelas. Pasal 1O5 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 1O7 Cukup jelas. Pasal 108 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) tt,q.) -*gya{ Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Huruf a Prasarana persampahan meliputi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, -reuse, recycle), tempat pengolahan sampah terpadu, dan tempat pemrosesan akhii. Huruf b Sistem. pengelolaan sampah adalah upaya yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan dalam plngurangan dan penanganan sampah. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal l lO Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Status penguasaan tanah dapat diidentifikasi melalui status kepemilikan maupun izin pemanfaatan tanah dari pemilik tanah. Huruf b Kesesuaian dengan rencana tata ruang dapat diidentifkasi melalui izin mendirikan bangunan. Ayat (s) Cukup jelas. Pasal 1l I Cukup jelas.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016. ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 65/PMK.02/2015 TENTANG STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016. Pasall Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 455), diubah sebagai berikut:
Angka 11 mengenai Honorarium Narasumber / Pembahas/Moderator/Pembawa Acara/Panita, angka 19 mengenai Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), angka 22 mengenai Satuan Biaya Uang Saku Rapat Di Dalam Kantor, dan angka 23 mengenai Satuan Biaya Uang Saku Pemeriksa Dalam Lokasi Perkantoran Yang Sama sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015, diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
HONORARIUM NARASUMBER/PEMBAHAS/ MODERATOR/PEMBAWA ACARA/PANITIA BIAYATA NO URAIAN SATUAN 2016 11 HONORARIUM NARASUMBER/ PEMBAHAS/ MODERATOR/ PEMBAWA ACARA/PANITIA 11.1 Honorarium Nasarumber / Pembahas a. Menteri/ Pejabat Setingkat OJ Rpl.700.000 Menteri/ Pejabat Negara Lainnya/yang disetarakan b. Pejabat Eselon OJ Rpl.400.000 I/yang disetarakan c. Pejabat Eselon OJ Rpl.000.000 II/yang disetarakan d. Pejabat Eselon III kebawah/ OJ Rp900.000 yang disetarakan 11 .. 2 Honorarium Orang/ Rp700.000 Moderator Kali 11.3 Honorarium Pembawa Acara OK Rp400.000 11.4 Honorarium Panitia a. Penangung OK Rp450.000 Jawab b. Ketua/Wakil OK Rp400.000 Ketua c. Sekretaris OK Rp300.000 d. Anggota OK Rp300.000 19. HONORARIUM PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) BIAYA TA NO URAIAN SATUAN 2016 19 HONORARIUM PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENDIDIKAN DAN . PELATIHAN (DIKLAT) 19. 1 Honorarium OJP Rp 1. 000. 000 Penceramah 19.2 Honorarium Pengajar yang OJP Rp300.000 berasal dari luar satker penyelenggara 19 .3 Honorarium OJP Rp200.000 Pengajar yang berasal dari dalam satker penyelenggara 19 .4 Honorarium Per RpS.000.000 Penyusunan Modul Modul Diklat 19.5 Honorarium Panitia Penyelenggaraan Kegiatan Diklat a. Lama Diklat s.d. 5 hari:
Penanggung OK Rp450.000 Jawab 2) Ketua/ OK Rp400.000 Wakil Ketua OK Rp300.000 3) Sekretaris OK Rp300.000 4) Anggota t. Afw BIAYA TA NO URAIAN SATUAN 2016 b. Lama Diklat 6 s.d. 30 hari:
Penanggung OK Rp675.000 Jawab 2) Ketua/ Wakil OK Rp600.000 Ketua 3) Sekretaris OK Rp450.000 4) Anggota OK Rp450.000 c. Lama Diklat lebih dari 30 hari:
Penanggung OK Rp900.000 Jawab 2) Ketua/ Wakil OK Rp800.000 Ketua 3) Sekretaris OK Rp600.000 4) Anggota OK Rp600.000 22. SATUAN BIAYA UANG SAKU RAPAT DI DALAM KANTOR BIAYA TA NO URAIAN SATUAN 2016 22 SATUAN BIAYA UANG SAKU RAPAT DI DALAM KANTOR 22. 1 Golongan I dan Orang/ Rp300.000 II Kali 22.2 Golongan III Orang/ Rp350.000 Kali 22.3 Golongan IV Orang/ Rp400.000 Kali 23. SATUAN BIAYA UANG SAKU PEMERIKSA DALAM LOKASIPERKANTORAN YANGSAMA NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2016 23 SATUAN BIAYA UANG SAKU PEMERIKSA OH Rp210.000 DALAM LOKASI PERKANTORAN YANG SAMA 2. Menambah 1 (satu) angka dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015, yakni angka 37 mengenai Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/Saksi Ahli dan Beracara sehingga berbunyi sebagai berikut:
HONORARIUM PEMBER! KETERANGAN AHLI/ SAKS! AHLI DAN BERACARA BIAYA TA NO URAIAN SATUAN 2016 37 HONORARIUM PEMBER! KETERANGAN AHLI/SAKS! AHLI DAN BERACARA 37.1 Honorarium Orang/ Rpl.800.000 Pemberi Kali Keterangan Ahli/ Saksi Ahli 37.2 Honorarium Orang/ Rpl.800.00 Beracara Kali 3. Angka 11 mengenai Honorarium. Narasumber / Pembahas/Moderator/Pembawa Acara/Panita, angka 12 mengenai Honorarium Penyuluh Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja, angka 15 mengenai Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan, angka 16 mengenai Honorarium Tim Penyusunan Jurnal/Buletin/Majalah/Pengelola Website, angka 1 7 mengenai Honorarium Penyelenggara Sidang/Konferensi Internasional-Konferensi Tingkat Menteri, Senior Official Meeting (Bilateral/Regional/ Multilateral), Workshop/ Seminar/ Sosialisasi / Sarasehan Berskala Internasional, angka 19 mengenai Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), angka 22 mengenai Satuan Biaya U ang Saku Rapat Di Dalam Kantor, angka 26 mengenai Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan clan Pramubakti, angka 30 mengenai Satuan Biaya Rapat/Pertemuan di Luar Kantor, clan angka 36 mengenai Satuan Biaya Pengadaan Pakaian Dinas dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016 yang Berfungsi Se bagai Batas Tertinggi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
Honorarium Narasumber/ Pembahas/Moderator/ Pembawa Acara/ Panitia 11.1 Honorarium Narasumber /Pembahas Honorarium yang diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang memberikan informasi/ pengetahuan dalam kegiatan Seminar/ Ra pat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Ra pat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis yang dilaksanakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/pelatihan. Catatan:
Satuan Jam yang digunakan dalam pemberian honorarium narasumber / pembahas adalah 60 (enam puluh) menit baik dilakukan secara panel maupun individual.
Honorarium narasumber / pembahas dapat diberikan dengan ketentuan:
narasumber / pembahas berasal dari luar unit organ1sas1 eselon I penyelenggara; dan/atau
narasumber / pembahas berasal dari dalam unit organisasi eselon I penyelenggara sepanJang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit organ1sas1 eselon I penyelenggara/ masyarakat.
2 Honorarium Moderator Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas sebagai moderator pada kegiatan Seminar/Rapat Koordinasi/ Sosialisasi / Diseminasi / Bimbingan Teknis / Workshop/Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/Lokakarya/ Focus Group yang Discussion/ Kegiatan Sejenis dilaksanakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/ pelatihan. Catatan: Honorarium Moderator dapat diberikan dengan ketentuan:
moderator berasal dari luar unit orgamsas1 eselon I penyelenggara; dan/atau moderator berasal dari dalam unit orgamsas1 eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit / t<_ ^6w orgamsas1 eselon I penyelenggara/ masyarakat.
3 Honorarium Pembawa Acara Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas memandu acara dalam kegiatan Seminar /Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis / W-orkshop/Rapat Kerja/Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis yang dihadiri oleh Menteri/Pejabat Setingkat dengan peserta kegiatan minimal 300 (tiga ratus) orang dan sepanjang dihadiri lintas unit eselon I/Kementerian Negara/Lembaga lainnya/ masyarakat.
4 Honorarium Panitia Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia atas pelaksanaan kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ W-orkshop/ Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis sepanJang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ Kementerian Negara/Lembaga lainnya/ masyarakat. Dalam hal pelaksanaan kegiatan Seminar/ Ra pat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ W-orkshop/ Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis memerlukan tambahan panitia yang J._ AfJW berasal dari non Pegawai Aparatur Sipil Negara harus dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgens1, dengan besaran honorarium mengacu pada be saran honorarium untuk anggota panitia. Jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 10% ( sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. Dalam hal jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang, jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling banyak 4 (empat) orang.
Honorarium Penyuluh Non Pegawai Negeri Sipil Honorarium diberikan sebagai pengganti upah kerja kepada Non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk melakukan penyuluhan berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Dalam hal ketentuan mengenai upah mm1mum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, satuan biaya ini dapat dilampaui dan mengacu pada peraturan yang mengatur tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan ketentuan:
Lulusan SLTA diberikan setinggi-tingginya sesuai UMP setempat.
Sarjana Muda/DI/DII/DIII diberikan setinggi tingginya 114% (seratus empat belas persen) dari UMP setempat.
Sarjana diberikan setinggi-tingginya 124% (seratus dua puluh empat persen) dari UMP setempat.
Master (S2) diberikan setinggi-tingginya 133% ( seratus tiga puluh tiga persen) dari UMP setempat.
Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 15.1 Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang berdasarkan Surat Keputusan Presiden/Menteri/Pejabat Setingkat Menteri/ Pejabat Eselon I/KPA diangkat dalam suatu tim pelaksana kegiatan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Ketentuan pembentukan tim yang dapat diberikan honorarium adalah sebagai berikut:
mempunya1 keluaran ( output) jelas dan terukur;
bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengikutsertakan Eselon I/ Kernen terian Negara/ Lem bag a/ Instansi Pemerin tah lainnya;
bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan;
merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara di samping tugas pokoknya sehari-hari; dan
dilakukan secara selektif, efektif, dan efisien. Terhadap tim pelaksana kegiatan yang dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan sumber pendanaan dari APBN maka besaran honorarium yang diberikan disetarakan dengan honorarium tim pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri.
2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas melaksanakan kegiatan administratif untuk menunjang kegiatan tim pelaksana kegiatan. Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan merupakan bagian tidak terpisahkan dari tim pelaksana kegiatan. Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya dapat dibentuk untuk menunjang tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden/Menteri. Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan diatur sebagai berikut:
paling banyak 10 (sepuluh) orang untuk tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden; atau
paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/Pejabat Setingkat Menteri. Catatan:
Dalam hal tim pelaksana kegiatan telah terbentuk selama 3 (tiga) tahun berturut turut, Kementerian Negara/Lembaga melakukan evaluasi terhadap urgensi dan efektifitas keberadaan tim dimaksud untuk dipertimbangkan menjadi tugas dan fungsi suatu unit organisasi.
Kementerian Negara/Lembaga dalam hal melaksanakan ketentuan Standar Biaya Masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran dengan melakukan pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan, dengan ketentuan sebagai berikut:
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/Lembaga. Pengaturan batasan jumlah tim yang dapat diberikan honorarium bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional pada tim dimaksud dilaksanakan dengan keten tuan sebagai berikut: Klasifikasi No Jabatan I II III 1. Pejabat Negara, Eselon I, dan 2 3 4 Eselon II 2. Pejabat Eselon 3 4 5 III 3. Pejabat Eselon IV, pelaksana, 5 6 dan pejabat fungsional Keterangan: Penjelasan mengenai klasifikasi pengaturan jumlah honorarium yang diterima sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut: Klasifikasi I Klasifikasi II Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerj a sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenm tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertinggi lebih besar atau sama dengan Rp40.000.000 (empat rupiah). puluh juta Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerj a pada kelas jabatan tertinggi lebih besar atau sama dengan Rp2 5. 000. 000 (dua puluh lima juta rupiah) dan kurang dari Rp40.000.000 (empat rupiah). puluh juta Klasifikasi III Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertinggi kurang dari Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) atau behim menerima tunjangan kinerja.
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kementerian Negara/Lembaga.
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kernen terian Negara/Lembaga yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I atau KPA. Pengaturan batasan jumlah tim yang dapat diberikan honorarium bagi Pejaba: t Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional pada tim dimaksud mengacu pada butir 2.a. di atas.
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kementerian Negara/ Lembaga yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Men teri / Pimp in an Lembaga. Penetapan tim oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dilaksanakan setelah pembentukan tim terse but mendapat persetujuan Menteri/ Pimpinan Lembaga. Pemberian honorarium bagi tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dikecualikan dari ketentuan butir 2.a. di atas.
Honorarium Tim Penyusunan Jurnal/Buletin/ Majalah/Pengelola Website 16.1 Honorarium Tim Penyusunan Jurnal Honorarium tim penyusunan jurnal dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI dan Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan jurnal berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Unsur sekretariat adalah pembantu umum, pelaksana dan yang sejenis, dan tidak berupa struktur organisasi tersendiri. Dalam hal diperlukan, dalam menyusun jurnal nasional/ internasional dapat diberikan honorarium kepada mitra bestari (peer review) sebesar Rpl.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
2 Honorarium Tim Penyusunan Buletin/Majalah Honorarium tim penyusunan buletin/majalah dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan buletin/majalah, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Majalah adalah terbitan berkala yang isinya berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca. Buletin adalah media cetak berupa sele baran atau majalah berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara periodik yang ditujukan untuk lembaga atau kelompok profesi tertentu.
3 Honorarium Tim Pengelola Website Honorarium tim pengelola website dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk mengelola website, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Website yang dimaksud disini adalah yang dikelola oleh unit eselon I/ setara. Dalam hal website yang dikelola oleh unit vertikal setingkat eselon II di daerah · maka kepada pengelola website tersebut dapat diberikan honorarium tim pengelola website. 1 7. Honorarium Penyelenggara Sidang/Konferensi lnternasional-Konferensi Tingkat Menteri, Senior Of ficial Meeting (Bilateral/Regional/Multilateral), Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional 1 7 .1 Honorarium Penyelenggara Sidang/ Konferensi Internasional, Konferensi Tingkat Menteri, Senior Official Meeting (Bilateral/Regional/Multilateral) Honorarium penyelenggara sidang/konferensi internasional, konferensi tingkat menteri, senior official meeting (bilateral/regional/multilateral) dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan sidang/konferensi yang dihadiri/pesertanya pejabat setingkat menteri atau senior official berdasarkan surat keputusan pej a bat berwenang. 1 7 .2 Honorarium Penyelenggara Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan In ternasional Workshop/ Berskala Honorarium penyelenggara workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala berdasarkan surat keputusan berwenang. Catatan: in ternasional, dari pejabat Kepada panitia/penyelenggara dapat diberikan uang harian perjalanan dinas dan/atau uang harian paket meeting sesuai surat perintah perjalanan dinas yang diterbitkan pejabat yang berwenang.
Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) 19 .1 Honorarium Penceramah Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing expenence sesuai dengan keahliannya kepada peserta diklat pada kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut:
berasal dari luar unit organisasi eselon I penyelenggara;
berasal dari dalam organisasi eselon I penyelenggara sepanjang peserta diklat yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit organisasi eselon I penyelenggara/ masyarakat; dan C. khusus untuk Negara/ Anggota Pegawai Aparatur Sipil Polri/TNI, honorarium tersebut digunakan untuk kegiatan pengajaran diklat yang materi diklatnya diam pu oleh Pej a bat Eselon II ke atas/ setara.
2 Honorarium Pengajar yang berasal dari luar satker penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengaJar yang berasal dari luar satker penyelenggara sepanjang kebutuhan pengajar tidak terpenuhi dari satker penyelenggara.
3 Honorarium Pengajar yang berasal dari dalam satker penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengaJar yang berasal dari dalam satker penyelenggara baik widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi widyaiswara, honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam tatap muka. Ketentuan jumlah minimal tatap muka mengacu pada ketentuan yang berlaku.
4 Honorarium Penyusunan Modul Diklat Honorarium penyusunan Modul Diklat dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun modul untuk pelaksanaan diklat berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Pemberian honorarium dimaksud berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Bagi widyaiswara, honorarium dimaksud diberikan atas kelebihan beban kerja wajib widyaiswara sesuai ketentuan yang berlaku.
Satuan biaya m1 diperuntukkan bagi penyusunan modul diklat baru atau penyempurnaan modul diklat lama dengan persentase penyempurnaan substansi modul diklat paling sedikit 20% (dua puluh persen) .
5 Honorarium Panitia Penyelenggaraan Kegiatan Diklat Honorarium dapat diberikan kepada panitia penyelenggara diklat yang melaksanakan fungsi tata usaha diklat, evaluator, dan fasilitator kunjungan serta hal-hal lain yang menunjang penyelenggaraan diklat berjalan dengan baik dengan ketentuan sebagai berikut:
merupakan tugas tambahan/perangkapan fungsi bagi yang bersangkutan;
dilakukan secara selektif mem pertim bangkan urgensinya; dan dengan c. jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan. Dalam hal jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang, maka jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling banyak 4 (empat) orang. Catatan: Jam pelaj aran yang digunakan un tuk kegiatan penyelenggaraan diklat adalah 45 (empat puluh lima) menit.
Satuan Biaya Uang Saku Rapat Di Dalam Kantor Uang saku rapat di dalam kantor merupakan kompensasi bagi seseorang yang melakukan kegiatan rapat yang dilaksanakan di dalam kantor di luar jam kerja pada hari kerja. Uang saku rapat di dalam kantor dapat dibayarkan sepanjang rapat di dalam kantor memenuhi ketentuan sebagai berikut:
dihadiri peserta dari eselon II lainnya/ eselon I lainnya/Kementerian Negara/Lembaga lainnya/ Instansi Pemerintah/masyarakat; dan
dilaksanakan minimal 3 (tiga) jam di luar jam kerja pada hari kerja. Catatan:
Satuan biaya uang saku rapat di dalam kantor belum termasuk konsumsi rapat.
Terhadap peserta rapat tidak diberikan uang lem bur dan uang makan lem bur.
Bagi peserta yang berasal dari luar . unit penyelenggara dapat diberikan uang transpor sepanJang kriteria pemberian uang transpor terpenuhi.
Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Honorarium yang diberikan hanya kepada non pegawai Aparatur Sipil Negara yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang/kontrak kerja. Catatan:
untuk satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti dengan melalui jasa pihak ketiga/ diborongkan alokasi honorarium dapat ditambah paling banyak sebesar 15% (lima belas persen) dari satuan biaya, besaran tersebut tidak termasuk seragam dan perlengkapan.
dalam satu tahun anggaran, dapat dialokasikan tambahan honorarium sebanyak 1 (satu) bulan sebagai tunjangan hari raya keagamaan.
dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah le bih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilarrtpaui mengacu pada ketentuan terse but.
Satuan Biaya Rapat/Pertemuan di Luar Kantor 30.1 Paket Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor Satuan biaya paket kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor merupakan satuan biaya · yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang perlu dilakukan secara intensif dan bersifat koordinatif yang sekurang kurangnya melibatkan peserta dari eselon I lainnya/ masyarakat. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut pesertanya terbagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat Menteri/ setingkat Menteri adalah kegiatan rapat/pertemuan yang melibatkan pejabat Menteri/ setingkat Menteri;
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat eselon I/ eselon II adalah kegiatan rapat/pertemuan yang melibatkan pejabat eselon I/ eselon II/yang disetarakan;
Kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor pejabat eselon III adalah kegiatan rapat/pertemuan yang melibatkan pejabat eselon III/yang disetarakan. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut lama penyelenggaraan terbagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu:
Paket Fullboard Satuan biaya paket fullboard disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor sehari penuh dan menginap.
Paket Fullday Satuan biaya paket fullday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa menginap.
Paket Halfday Satuan biaya paket half day disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 5 (lima) jam tanpa menginap. Catatan:
Akomodasi paket fullboard diatur sebagai berikut:
Untuk pejabat eselon II ke atas, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang.
Untuk pejabat eselon III ke bawah, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang.
Satuan biaya paket fullboard ini digunakan untuk penghitungan biaya paket rapat { ' fullboard per peserta dengan akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. Sedangkan besaran indeks satuan biaya paket fullboard untuk pejabat Eselon II ke atas sebagaimana dimaksud pada butir l .a. dapat diberikan sebesar 1,5 (satu setengah) kali dari satuan biaya paket fullboard sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri ini.
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang dilakukan secara intensif harus menggunakan satuan biaya ini.
Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/KPA agar selektif dalam melaksanakan rapat/pertemuan di luar kantor (fullboard, fullday, dan halfday) dan mengutamakan penggunaan fasilitas milik negara.
2 Uang Harian Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar kantor Uang Harian Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pengalokasian uang harian kegiatan fullboard di luar kota, kegiatan fullboard, dan kegiatan fullday / half day di dalam kota kepada peserta dan panitia kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor. Catatan: Kepada panitia (karena faktor transportasi dan/atau guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian pertanggungjawaban) dan kepada peserta (karena faktor transportasi) yang memerlukan waktu tambahan untuk berangkat/pulang di luar waktu pelaksanaan kegiatan, dapat dialokasikan biaya pengmapan dan uang harian perj alanan dinas sesuai ketentuan yang berlaku, untuk 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan kegiatan.
Satuan Biaya Pengadaan Pakaian Dinas Satuan biaya pengadaan pakaian dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan pakaian dinas termasuk ongkos jahit yang meliputi:
Satuan Biaya Pakaian Dinas Dokter Satuan biaya pakaian dinas dokter diperuntukan bagi dokter yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 1 (satu) potong jas per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Perawat Satuan biaya pakaian dinas perawat diperuntukan bagi perawat yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel pakaian per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Pegawai Satuan biaya pakaian dinas pegawai diperuntukan bagi pegawai dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut:
harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satker mengenai kewajiban penggunaan pakaian dinas pegawai; dan
dalam hal satker yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian dinas pegawai, biaya pakaian dinas pegawai dapat dialokasikan setelah memiliki ijin prinsip d. dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Satuan Biaya Pakaian Seragam Mahasiswa/Taruna Satuan biaya pakaian seragam mahasiswa / taruna di perun tukan bagi mahasiswa/ taruna pada pendidikan kedinasan di bawah Kementerian Negara/Lembaga tertentu dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut:
Satuan Biaya Pakaian Kerja Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Satuan biaya pakaian kerja pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti diperuntukan bagi pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti yang diangkat berdasarkan surat keputusan KPA, dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun.
Satuan Biaya Pakaian Kerja Satpam Satuan biaya pakaian kerja satpam diperuntukan bagi satpam, sudah termasuk perlengkapannya (sepatu, baju PDL, kopel, ikat pinggang, tali kurt dan peluit, kaos kaki, topi, kaos security, dan atribut lainnya) dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun.
Menambah 1 (satu) angka dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016 yang Berfungsi Sebagai Batas Tertinggi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015, yakni angka 37 mengenai Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/Saksi Ahli dan Beracara sehingga berbunyi sebagai berikut:
Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/Saksi Ahli dan Beracara 37 .1 Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/ Saksi Ahli Honorarium diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas menghadiri dan memberikan informasi/ keterangan sesuai dengan keahlian di bidang tugasnya yang diperlukan dalam tingkat penyidikan dan / a tau persidangan di pengadilan. Dalam hal instansi yang mengundang/ memanggil pemberi keterangan ahli/ saksi ahli tidak memberikan honorarium dimaksud, instansi pengirim pemberi keterangan ahli/ saksi ahli dapat memberikan honorarium dimaksud.
2 Honorarium Beracara Honorarium diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk beracara mewakili instansi pemerintah dalam persidangan pengadilan sepanjang merupakan tugas tambahan dan tidak duplikasi dengan pemberian gaJI dan tunjangan kinerja.
Angka 1 mengenai Satuan Biaya Uang Transpor Kegiatan Dalam Kabupaten/ Kota, angka 8 mengenai Honorarium N arasum ber / Pem bahas (Pakar / Praktisi/ Profesional), angka 10 mengenai Satuan Biaya Konsumsi Tahanan, dan angka 17 mengenai Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015, diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
SATUAN BIAYA UANG TRANSPOR KEGIATAN DALAM KABUPATEN/KOTA PERGI PULANG (PP) BIAYA NO URAIAN SATUAN TA 2016 1. SATUAN BIAYA UANG TRANSPOR KEGIATAN DALAM Orang/ KABUPATEN/ Kali Rp150.000 KOTA PERGI PULANG (PP) 8. HONORARIUM NARASUMBER/PEMBAHAS PAKAR/PRAKTISI/PROFESIONAL BIAYA NO URAIAN SATUAN TA 2016 8 HONORARIUM NARASUMBER/ PEMBAHAS PAKAR/PRAKTISI /PROFESIONAL 8. lKegiatan Di OJ Rpl.700.000 Dalam Negeri 8.2Kegiatan Di Luar Negeri a. Narasumber OH $330 Kelas A BIAYA NO URAIAN SATUAN TA 20 16 b. Narasumber OH $275 Kelas B C. Narasumber OH $220 Kelas c 10. SATUAN BIAYA KONSUMSI TAHANAN/DETENI (dalam rupiah) BIAYA TA NO PROVINS! SATUAN 20 16 1 . ACEH OH 43 .000 SUMATERA 2. OH 4 1 . 000 UTARA 3. R I A U OH 36 .000 4. KEPULAUAN RIAU OH 35.000 5. J A M B I OH 33.000 SUMATERA 6 . OH 39 . 000 BARAT SUMATERA 7. OH 39. 000 SELATAN 8. LAMPUNG OH 36.000 9. BENGKULU OH 39.000 BANGKA 1 0 . OH 36.000 BELITUNG 1 1 . B A N T E N OH 39.000 12. JAWA BARAT OH 40.000 13. D.K.I. JAKARTA OH 42. 000 14. JAWA TENGAH OH 33. 000 1 5 . D.I. YOGYAKARTA OH 32.000 1 6 . JAWA TIMUR OH 39.000 (dalam rupiah) BIAYA TA NO PROVINS! SATUAN 2016 17. B A L I OH 39 .000 NUSA TENGGARA 18. OH 37.000 BARAT NUSA TENGGARA 19. OH 37.000 TIMUR KALIMANTAN 20. OH 38 .000 BARAT KALIMANTAN 2 1 . OH 36.000 TENGAH KALIMANTAN 22. OH 40.000 SELATAN KALIMANTAN 23. OH 38.000 TIMUR KALIMANTAN 24. OH 38.000 UTARA 25. SULAWESI UTARA OH 39.000 26. GO RO NT ALO OH 38.000 27. SULAWESI BARAT OH 41.000 SULAWESI 28. OH 41.000 SELATAN SULAWESI 29. OH 36.000 TENGAH SULAWESI 30. OH 36.000 TENGGARA 31 . MALUKU OH 42.000 (dalam rupiah) BIAYA TA NO PROVINS! SATUAN 2016 32 . MALUKU UTARA OH 49 . 000 33. P A P U A OH 55.000 34. PAPUA BARAT OH 49 . 000 17. SATUAN BIAYA TAKSI PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI (dalam rupiah) BIAYA NO PROVINS! · SATUAN TA 2016 1 . Orang/ 1 20.000 ACEH Kali 2 . SUMATERA Orang/ Kali 232 .000 UTARA 3. Orang/ R I A U Kali 75.000 4. KEPULAUAN Orang/ Kali 1 20.000 RIAU 5. Orang/ J A M B I Kali 1 20.000 6 . SUMATERA Orang/ 1 90.000 BARAT Kali 7. SUMATERA Orang/ 125.000 SELATAN Kali 8. Orang/ 145.000 LAMPUNG Kali 9. Orang/ 95.000 BENGKULU Kali 1 0 . ^BANGKA Orang/ 90.000 BELITUNG Kali 1 1 . B A N T E N Orang/ 306.000 Kali 1 2 . Orang/ 140.000 JAWA BARAT Kali (dalam rupiah) BIAYA NO PROVINSI SATUAN TA 2016 1 3 . D.K.I. JAKARTA Orang/ 1 70.000 Kali 14. Orang/ 75.000 JAWA TENGAH Kali 1 5 . D.I. YOGYAKARTA Orang/ 94.000 Kali 1 6 . JAWA TIMUR Orang/ 1 48.000 Kali 1 7. Orang/ 1 50.000 B A L I Kali NUSA Orang/ 1 8 . TENGGARA 2 1 3 .000 Kali BARAT NUSA Orang/ 19. TENGGARA 80.000 Kali TIMUR KALIMANTAN Orang/ 1 07.000 20. BARAT Kali KALIMANTAN Orang/ 2 1 . TENGAH Kali 90.000 KALIMANTAN Orang/ 22. SELATAN Kali 1 00.000 KALIMANTAN Orang/ 40 1 .000 23. TIMUR Kali KALIMANTAN Orang/ 24. UTARA Kali 75.000 SULAWESI Orang/ 1 1 0.000 25. UTARA Kali 26 . GORONTALO Orang/ 200.000 Kali SULAWESI Orang/ 27. BARAT Kali 2 1 7.000 SULAWESI Orang/ 1 45.000 28. SELATAN Kali BIAYA NO PROVINS! SATUAN TA 20 16 SULAWESI Orang/ 29. TENGAH Kali 75.000 SULAWESI Orang/ 30. TENGGARA Kali 131.000 3 1 . MALUKU Orang/ 210.000 Kali 32. MALUKU UTARA Orang/ 174.000 Kali 33. P A P U A Orang/ 355.000 Kali 34. PAPUA BARAT Orang/ 145.000 Kali 6. Angka 1 mengenai Satuan Biaya Uang Transpor Kegiatan Dalam Kabupaten/Kota, angka 8 mengenai Honorarium N arasum ber / Pembahas (Pakar / Praktisi / Prof esional), angka 9.6 mengenai Pengadaan Bahan Makanan untuk Mahasiswa/ Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer / Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan, angka 10 mengenai Satuan Biaya Konsumsi Tahanan, angka 20 mengenai Satuan Biaya Penyelenggaraan Perwakilan RI di Luar Negeri dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016 yang Berfungsi Sebagai Estimasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/201 5 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
Satuan Biaya Uang Transpor Kegiatan Dalam Kabupaten/Kota Pergi Pulang (PP) Satuan biaya uang transpor kegiatan dalam kabupaten/kota Pergi Pulang (PP) merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan biaya transportasi Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain dalam melakukan . kegiatan/pekerjaan di luar kantor dalam batas wilayah suatu kabupaten/kota Pergi Pulang (PP) yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas kantor /instansi dengan ketentuan tidak menggunakan kendaraan dinas. Satuan biaya uang transpor kegiatan dalam kabupaten/kota Pergi Pulang (PP) tidak dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain yang melakukan kegiatan dalam komplek perkantoran yang sama. Catatan:
Untuk kegiatan dalam kabupaten/kota yang memerlukan biaya melebihi satuan biaya yang ditetapkan (termasuk moda transportasi udara dan/atau air) dapat diberikan secara at cost. b. Dalam hal instansi/unit penyelenggara tidak memberikan satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota, instansi/unit pengirim dapat memberikan satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota.
Khusus Provinsi DKI Jakarta, yang dimaksud kabupaten/kota adalah meliputi kesatuan wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan.
Honorarium Narasumber/ Pembahas Praktisi/ Profesional Pakar/ Merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan honorarium narasumber / pembahas pakar /praktisi/profesional yang mempunyai keahlian/profesionalisme dalam ilmu/ bi dang terten tu dalam kegiatan seminar/ rapat koordinasi/ sosialisasi/ diseminasi/ workshop/ rapat kerja/ sarasehan/ simposium/lokakarya/ Focus Group Discussion/kegiatan sejenis yang diselenggarakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk kegiatan yang diselenggarakan di luar negeri, narasum ber / pem bah as dikelom pokkan sebagai berikut: N arasum ber / Pembahas Kelas A Narasumber/ Pembahas Kelas B N arasum ber / Pembahas Kelas C Narasumber /Pembahas Pakar / Praktisi / Prof esional yang disetarakan dengan Menteri, ketua dan wakil ketua lem baga negara. N arasum ber / Pem bahas Pakar / Praktisi / Prof esional yang disetarakan dengan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, duta besar yang menjabat kepala perwakilan, pegawai negeri Gol. IV/ c ke atas, perwira tinggi Anggota Polri/TNI, dan anggota lem baga negara. Narasumber /Pembahas Pakar / Praktisi / Profesional yang disetarakan dengan pegawai negen Gol. III/ c sampai dengan IV /b dan perwira menengah Anggota Polri/TNI.
6 Pengadaan Bahan Makanan untuk Mahasiswa/Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer/Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan a. mahasiswa/ siswa sipil (seperti mahasiswa pada Sekolah Tinggi Perikanan, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial); dan
mahasiswa/ siswa militer / semi militer (seperti mahasiswa Akademi TNI / Akpol, mahasiswa Penerbangan, mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri). Catatan: Untuk Mahasiswa/Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer / Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan yang memiliki kualifikasi khusus dan dananya bersumber dari PNBP dapat diberikan estimasi untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan bahan makanan sebesar Rp55.000,00 (lima puluh lima ribu rupiah).
Satuan Biaya Konsumsi Tahanan/ Deteni Satuan biaya konsumsi tahanan/ deteni merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan paket makanan tahanan/ deteni, diberikan untuk tahanan/ deteni yang antara lain berada pada rumah tahanan Kejaksaan, Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Satuan Biaya Penyelenggaraan Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri Satuan biaya penyelenggaraan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penyelenggaraan operasional perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, berupa:
1 ATK, Langganan Koran/Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, Jamuan a. ATK merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan kebutuhan alat tulis (misal: kertas, ballpoint, dan am plop) yang alokasinya dikaitkan dengan jumlah pegawai.
Langganan koran/majalah merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan media cetak.
Lampu merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan penerangan di dalam gedung dan halaman kantor perwakilan.
Pengamanan sendiri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai tenaga kerja yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengamanan di kantor perwakilan dan wisma.
Kantong diplomatik merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengiriman dokumen diplomatik.
Jamuan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan jamuan tamu diplomatik yang dilaksanakan di luar kantor.
2 Pemeliharaan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian Sopir/Satpam, Sewa Kendaraan, dan Konsumsi Rapat a. Pemeliharaan kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar tetap dalam kondisi siap pakai sesuai dengan peruntukkannya, termasuk biaya bahan bakar. Catatan: Untuk negara yang mempunyai 4 (empat) musim, satuan biaya tersebut sudah termasuk biaya penggantian ban salju. Dalam hal terdapat peraturan dari negara setempat yang mewajibkan asuransi kendaraan, biaya asuransi kendaraan dapat dialokasikan sesuai kebutuhan riil dan dilengkapi dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pemeliharaan gedung merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin gedung/bangunan kantor /wisma perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dengan maksud untuk menjaga/ mem pertahankan gedung/ bangunan kantor /wisma perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen) . Satuan biaya pemeliharaan gedung/ bangunan Republik kantor /wisma perwakilan Indonesia di luar negeri dialokasikan untuk:
gedung/bangunan dan/atau milik negara;
gedung/bangunan milik pihak lain (selain pemerintah Republik Indonesia) yang disewa dan/atau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perJanJ1an diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Pemeliharaan halaman merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin halaman gedung/bangunan perwakilan Republik Indonesia di luar negen. Catatan: Untuk perwakilan Republik Indonesia di negara yang mempunyai 4 (empat) musim dapat dialokasikan biaya pemeliharaan tambahan di luar gedung untuk fasilitas umum apabila ada ketentuan pemeliharaan dari negara yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan riil dan dilengkapi oleh data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengadaan inventaris kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk mem biayai pengadaan meJ a dan kursi pegawai pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Pengalokasiannya maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah pegawai ( home sta f jJ , sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Pakaian sopir / satpam merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan pakaian din as harian sopir / satpam pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Sewa kendaraan sedan, bus, dan mobil box merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya sewa kendaraan sedan, bus dengan kapasitas 32 (tiga puluh dua) penumpang selama 8 (delapan) Jam, dan mobil box untuk kegiatan yang sifatnya insidentil dan dilakukan secara selektif serta efisien. Satuan biaya sewa tersebut sudah termasuk biaya bahan bakar dan pengemudi.
Konsumsi rapat merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya pengadaan konsumsi rapat biasa yang diselenggarakan di kantor, dimana di dalamnya sudah termasuk makan dan kudapan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53 /PMK.02 /2014 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2015. ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 53/ PMK.02 / 20 1 4 TENTANG STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 15. Pasall Beberapa ketentuan dalam Peraturan · Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02/20 1 4 · tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 20 1 5, diubah sebagai berikut: 1 . Angka 3 mengenai Honorarium Pengadaan Barang/ Jasa, angka 5 mengenai Honorarium Penerima Hasil Pekerjaan, angka 6 mengenai Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) , angka 1 8 mengenai Vakasi dan Honorarium Penyelenggara Ujian, angka 1 9 mengenai Honorarium Pengajar Diklat, angka 20 mengenai Satuan Biaya Uang Makan Pegawai Negeri Sipil dan angka 2 1 mengenai Satuan Biaya Uang Lembur dan Uang Makan Lembur sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK. 02 / 20 1 4, diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
HONORARIUM PENGADAAN BARANG/JASA NO URAl AN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 3 HONORARIUM PENGADAAN BARANG/JASA 3.1 Pejabat Pengadaan BarangfJasa OB Rp680.000 3.2 Panitia Pengadaan Barang dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan sampai dengan Per Paket Rp680.000 Rp200 juta b. Nilai pagu pengadaan di · atas O P Rp850.000 Rp200 juta s.d. RpSOO juta c. Nilai pagil pengadaan di atas OP Rpl.020.000 RpSOO juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas OP Rpl.270.000 Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. .Nilai pagu pengadaan di at as OP Rpl.520.000 Rp2,5 miliar s.d. RpS miliar f. Nilai pagu pengadaan di atas OP Rpl.780.000 RpS miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pengadaan di atas OP Rp2.120.000 RplO miliar s.d. Rp25 miliar NO (1} 3.3 MENTER! KEUANGAN - 3 - URAl AN (2} h. Nilai pagu pengadaan di Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pengadaan di Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pengadaan di Rp75 miliar s.d. RplOO miliar k. Nilai pagu pengadaan di RplOO miliar s.d. Rp250 miliar l. Nilai pagu pengadaan di Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nilai pagu pengadaan di Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar n. Nilai pagu pengadaan di Rp750 miliar s.d. Rpl triliun 0. Nilai pagu pengadaan di Rpl triliun atas atas atas atas · atas atas atas atas Panitia Pengadaan Barang dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan sampai dengan Rp200 juta b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp200 juta s.d. Rp500 juta c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pengadaan di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pengadaan di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu pengadaan di atas Rp25 miliar s.d. RpSO miliar i. Nilai pagu pengadaan di atas RpSO miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pengadaan di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar k. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar l. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. RpSOO miliar m. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar 11. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun 0. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl triliun SATUAN BIAYA TA 2015 (3} (4} OP Rp2.450.000 OP Rp2.790.000 OP Rp3.130.000 OP Rp3.580.000 OP Rp4.030.000 OP Rp4.490.000 OP Rp4.940.000 OP Rp5.560.000 Per Paket Rp760.000 OP Rp760.000 OP Rp920.000 OP Rpl.l40.000 OP Rpl.370.000 OP Rpl.600.000 or · Rp l.910.000 OP Rp2.210.000 OP Rp2.520.000 OP Rp2.820.000 OP Rp3.230.000 OP Rp3.640.000 OP Rp4.040.000 OP Rp4.450.000 OP RpS.OlO.OOO NO (1) 3.4 MENTER ! KEUANGAN REPUBLIK I NDOf\JESIA - 4 - URAl AN (2) Panitia Pengadaan Jasa dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi s.d RpSO juta b. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi di atas RpSO juta s.d. Rp100 juta c. Nilai pagu pengadaan jasa ·lainnya s.d. RplOO juta d. : Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi / j asa lainnya di atas Rp100 juta s.d. Rp250 juta e. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ j asa lainnya di at as Rp250 juta s.d. RpSOO juta f. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas RpSOO juta s.d. Rp1 miliar g. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ j as a lainnya di atas Rp1 miliar s.d. Rp2,5 miliar h. Nilai . pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp2,5 miliar s.d. RpS miliar i. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas RpS miliar s.d. Rp10 miliar j. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas Rp10 miliar s.d. Rp25 miliar k. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di at as Rp25 miliar s.d. RpSO miliar 1. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas RpSO miliar s.d. Rp75 miliar m. Niiai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp75 miliar s.d. Rp100 miliar 11. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas Rp100 miliar s.d. Rp250 miliar 0. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas Rp250 miliaT s.d. RpSOO miliar p. Nilai p a gu perigadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas RpSOO miliar s.d. Rp750 miliar q. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp750 miliar s.d. Rp1 triliun r. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp1 triliun SATUAN BIAYA TA 2015 (3) (4) Per Paket Rp450.000 OP Rp450.000 Per Paket Rp450.000 OP Rp480.000 OP Rp600.000 OP Rp720.000 OP Rp910.000 OP Rp 1.090.000 OP Rpl.270.000 OP Rp 1.510.000 OP Rpl.750.000 OP Rpl.990.000 OP Rp2.230.000 OP Rp2.560.000 OP Rp2.880.000 OP Rp3.200.000 OP Rp3.520.000 OP Rp3. 960.000 NO (1) 3.5 MENTER! KEUANGAN - 5 - URAl AN (2) Pengguna Anggaran 3.5.1 Pengadaan BarangjJasa (Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun e. Nilai pagu · pengadaan di atas Rpl triliun 3.5.2 Pengadaan Barang (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun e. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl triliun 3.5.3 Pengadaan Jasa (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar b. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar d. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar e. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar f. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar g. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar h. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun i. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp 1 triliun SATUAN BIAYA TA 2015 (3) (4) OP Rp3.580.000 OP Rp4.030.000 OP Rp4.490.000 OP Rp4.940.000 OP Rp5.560.000 OP Rp3.230.000 OP Rp3.640.000 OP Rp4.040.000 OP Rp4.450.000 OP Rp5.010.000 OP Rpl.510.000 OP Rpl.750.000 OP Rpl.990.000 OP Rp2.230.000 OP Rp2.560.000 OP Rp2.880.000 OP Rp3.200.000 OP Rp3.520.000 OP Rp3.960.000 MENT E R I KEUANGAN 5. HONORARIUM PENERIMA HASIL PEKERJAAN NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 5 HONORARIUM PENERIMA HASIL PEKERJAAN 5.1 Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan/ OB Rp 420.000 Pengadaan BarangfJasa 5.2 Panitia Penerima Hasil Pekerjaan/ Pengadaan BarangfJasa a. Nilai pagu pekerjaa.n/pengadaan s.d. Per Paket Rp420.000 Rp200 juta b. Nilai pagu pekeDaanfpengadaan OP Rp520.000 di atas Rp200 juta s.d. Rp500 juta c. Nilai pagu pekeaan/pengadaan OP Rp620.000 di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar d. Nilai pagu pekeaan/pengadaan OP Rp770.000 di atas Rp1 miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pekeaanlpengadaru1 OP Rp910.000 di atas Rp2,5 . miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pekeaanlpengadaan OP Rpl.060.000 di atas Rp5 miliar s.d. Rp10 miliar g. Nilai pagu pekerjaanlpengadaan OP Rpl.260.000 di ai: as Rp10 miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu pekeDaanlpengadaan OP Rp1.450.000 di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pekerjaanlpengadaan OP Rp 1.650.000 di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 i: niliar j. Nila.i pagu pekerj aru1 I pengadaan OP Rp 1.840.000 di atas Rp75 miliar s.d. Rp100 miliar k. Nilai pagu pekeaanlpengadaan OP Rp2.100.000 di atas Rp100 miliar s.d. Rp250 miliru· 1. Nila.i pagu pekerjaanlpengadaan OP Rp2.370.000 di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nila.i pagu pekerj aan I pengadaan OP Rp2.630.000 di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar n. Nilai pagu pekeaanlpengadaan OP Rp2.890.000 di atas Rp750 miliar S.d. Rp1 triliun 0. Nilai pagu pekerjaan I pengadaan di OP Rp3.250.000 atas Rp 1 triliun 6. HONORARIUM PENGELOLA . PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) NO URAl AN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 6 HONORARIUM PENGELOLA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) 6.1 Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara a tau Atasan Langsung Benda.hara a. Nilai pagu dana s.d. Rp100 juta OB Rp420.000 NO (1) 6.2 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 7 - URAl AN (2) b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. RpSOO juta d. Nilai pagu dana di atas RpSOO juta s.d. Rpl miliar e. Nilai pagu dana di atas Rp 1 miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. RpS miliar g. Nilai pagu dana di atas RpS miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. RpSO miliar j. Nilai pagu dana di atas RpSO miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar 1. Nilai pagu dana di atas Rp 100 miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. RpSOO miliar n. Nilai pagu dana di atas RpSOO miliar s.d. Rp750 miliar 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun Bendahara Penerimaan a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. RpSOO juta d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pa gu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. RpSO miliar SATUAN BIAYA TA 2015 (3) (4) OB Rp510.000 OB Rp610.000 OB Rp700.000 OB Rp890.000 OB Rp 1.070.000 OB Rp1.260.000 OB Rp 1. 540. 000 OB Rp1.820.000 OB Rp2.100.000 OB Rp2.380.000 OB Rp2.760.000 OB Rp3.130.000 OB Rp3.500.000 OB Rp3.880.000 OB Rp4.620.000 OB' Rp340.000 OB Rp420.000 OB RpSOO.OOO OB Rp570.000 OB Rp730.000 OB Rp880.000 OB Rp 1.030.000 OB Rp1.260.000 OB Rpl.490.000 NO ( ^1 ) 6.3 MENTER I KEUANGAN R EPUBLI K I NDON ESIA - 8 - URAIAN (2) j. Nilai pagu dana di atas RpSO miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. Rp100 miliar 1. Nilai pagu dana di atas Rp 1 00 miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar n. Nilai pagu dana di atas RpSOO miliar s.d. Rp750 miliar 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rp 1 triliun p. Nilai pagu dana di atas Rp 1 triliun Petugas Penerima PNBP atau Anggota a. Nilai pagu dana s.d. Rp100 juta b. Nilai pagu dana di atas Rp100 juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. RpSOO juta d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar e. Nilai pagu dana di atas Rp1 miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. Rp10 miliar h. Nilai pagu dana di atas Rp 10 miliax s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar 1. Nilai pagu dana di atas Rp100 miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. RpSOO miliar n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rp1 triliun p. Nilai pagu dana di atas Rp 1 triliun SATUAN BIAYA TA 2015 (3) (4) OB Rp l .720.000 OB Rpl.950.000 OB Rp2.260.000 OB Rp2.560.000 OB Rp2.870.000 OB Rp3.170.000 OB Rp3.790.000 OB Rp260.000 OB Rp310.000 OB . ^. Rp370.000 OB Rp430.000 OB -Rp540.000 OB Rp660.000 OB Rp770.000 OB Rp940.000 OB Rp 1.110.000 OB Rpl.280.000 OB Rp 1.450. 000 OB Rpl.680.000 OB Rpl.910.000 OB Rp2.140.000 OB Rp2.370.000 OB Rp2:
000 MENTERI KEUANGAN 18. VAKASI DAN HONORARIUM PENYELENGGARA UJIAN NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 1 ^8 VAKASI DAN HONORARIUM PENYELENGGARA UJIAN 18.1 Vakasi a. Pendidikan Dasar Pemeriksaan basil Ujian Siswa/ Rp5.000 Mata Ujian b. Pendidikan Menengah Pemeriksaan basil Ujian Siswa/ Rp7.500 Mata Ujian c. Pendidikan Tinggi 1) Diploma I/II/III/IV dan Strata 1 (S1) a) Penguji Ujian Keterampilan Peserta Rp75.000 pada Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri b) Pemeriksaan basil Ujian Mabasiswa/ Rp10.000 Mata Ujian c) Penguji Tugas Akbir / Skripsi Orang/ Rp150.000 Mahasiswa 2) Strata 2 (S2) a) Pemeriksaan basil Ujian Mahasiswa/ Rp15.000 Mata Ujian b) Penguji Tesis Orang/ Rp250.000 Mahasiswa 3) Strata 3 (S3) a) Pemeril{saan basil Ujian Mahasiswa/ Rp20.000 Mata Ujian. b) Penguji Disertasi Orang f. Rp350.000 Mahasiswa 18.2 Honorarium Penyelenggara Ujian a. Pendidikan Dasar 1) Penyusunan/pembuatan bahan Naskah/ Rp150.000 Ujian Pelajaran 2) Pengawas Ujian OH Rp240.000 b. Pendidikan Menengah 1) Penyusunanfpembuatan bahan Naskah/ Rp190.000 Ujian Pelajaran 2) Pengawas Ujian O H Rp270.000 c. Pendidikan Tinggi 1) Diploma I/II/III/IV dan Strata 1 (S1) a) Pengawas Ujian Masuk Mata Uji Rp290.000 Perguruan Tinggi Negeri NO ( ^1 ) MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 0 - URAl AN (2) b) Penyusunanfpembuatan bahan Ujian c) Pengawas Ujian 2) Strata 2 a) Penyusunanfpembuatan bahan Ujian b) Pengawas Ujian 3) Strata 3 (S3) a) Penyusunan/ pembuatan bahan Ujian b) Pengawas Ujian SATUAN (3) Naskah/ Mata Kuliah OH Naskah/ Mata Kuliah OH Naskah/ Mata Kuliah OH 19. HONORARIUM PENYELENGGARAAN DIKLAT NO URAIAN SATUAN (1) ( ^2 ) (3) 19 HONORARIUM PENYELENGGARAA N DIKLAT 19.1 Penceramah OJP 19.2 Pengajar yang berasal dari dalam satker OJP penyelenggara 19.3 Pengajar yang berasal dari luar satker OJP penyelenggara BIAYA TA 2015 (4) Rp250.000 Rp290.000 Rp260.000 Rp300.000 Rp280.000 Rp300.000 BIAYA TA 2015 (4) Rpl.OOO.OOO Rp200.000 Rp300.000 20. SATUAN BIAYA UANG MAKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 20 SATUAN BIAYA UANG MAKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL a. Golongan I dan II OH Rp3 0 . 000 b. Golongan III OH Rp32.000 c. Golongan IV OH Rp36.000 MENTERI I<EUANGAN REPUBLII< 11\JDONESIA - 1 1 - 21. SATUAN BIAYA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR URAIAN SATUAN BIAYA TA NO 2015 (11 (21 (31 (41 21 SATUAN BIAYA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR 21.1 Uang Lembur a. Golongan I OJ Rp10.000 b. Golohgan II OJ Rp13.000 c. Golongan III OJ Rpl7.000 d. Golongan IV OJ Rp20.000 21.2 Uang Makan Lembur a. Golongan I dan II OH Rp30.000 b. Golongan III OH Rp32.000 c. Golongan IV OH Rp36.000 2 . Menambah 1 (satu) angka dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02 / 20 1 4 yakni angka 36 mengenai Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri sehingga berbunyi sebagai berikut:
SATUAN BIAYA BANTUAN BIAYA PENDIDIKAN ANAK (BBPA) PADA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI NO URAl AN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 36 SATUAN BIAYA BANTUAN BIAYA PENDIDIKAN ANAK (BBPA ) PADA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI 36.1 Sekolah Dasar Per Tahun US$8,580 36. 2 Sekolah Menengah Pertama Per Tahun US$10,940 36.3 Sekolah Menengah Atas Per Tahun US$13,560 36.4 Perguruan Tinggi Per Tahun ·. US$14,840 MENTER! K E UANGAN R EPUBLIK INDONESIA - 1 2 - 3. Angka 1 mengenai Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan, angka 6 mengenai Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), angka 1 1 mengenai Honorarium N arasumber I Pembahas I Moderator I Pembawa AcaraiPanitia, angka 1 5 · mengenai Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan, angka 1 9 mengenai Honorarium Pengajar Diklat, angka 22 mengenai Satuan Biaya Uang Saku Rapat di Dalam Kantor, angka 25 mengena1 Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan dan Pramubakti, dan angka 29 mengenai Satuan Biaya RapatiPertemuan di Luar Kantor dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 20 1 5 yang Berfungsi Sebagai Batas Tertinggi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53I PMK.02 I 20 1 4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
H ^o norarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Honorarium yang diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan SPM, Bendahara Pengeluaran, dan Staf Pengelola KeuanganiBendahara Pengeluaran PembantuiPetugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai. Honorarium Pengelola Keuangan pada setiap satuan kerja, diberikan berdasarkan besaran pagu yang dikelola untuk setiap DIPA, dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepada Penanggungjawab Pengelola Keuangan yang mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA, dap<?-t diberikan honorarium sesuai dengan jumlah DIPA yang dikelola dengan besaran sesuai dengan pagu dana yang dikelola pada masing-masing DIPA. Honorarium tersebut dibebankan pada masing'"" masing DIPA.
Untuk membantu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan administrasi belanja pegawai di lingkungan satuan kerja, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat menunjuk Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) . Besaran honorarium PPABP diberikan mengacu pada honorarium Staf Pengelola Keuangan sesuai dengan pagu belanja pegawai yang dikelolanya.
Pengaturan Jumlah Staf Pengelola Keuangan (SPK) adalah sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN 1 ) Jumlah SPK yang membantu KPA: a) KPA yang merangkap sebagai PPK, jumlah SPK paling banyak 6 (enam) orang, termasuk PPABP. b) KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK, jumlah SPK paling banyak 3 (tiga) orang termasuk PPABP.
Jumlah Keseluruhan SPK yang membantu PPK dalam satu KPA tidak melebihi 2 (dua) kali dari jumlah PPK.
Jumlah SPK untuk PPK yang digabungkan di atur sebagai berikut: a) jumlah SPK tidak boleh melampaui sebelum penggabungan; b) . besaran honorarium SPK sesuai dengan jumlah pagu yang dikelola staf; dan c) dalam hal penggabungan PPK dilaksanakan tahun anggaran sebelumnya, maka jumlah SPK paling banyak sejumlah SPK tahun sebelumnya.
Jumlah keseluruhan alokasi dana untuk honorarium pengelola keuangan dalam 1 ( satu) tahun paling ban yak 1 0% ( sepuluh persen) dari pagu yang dikelola.
Dalam hal Bendahara Pengeluaran telah diberikan tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium. Catatan: Honorarium ini diperuntukkan juga bagi pengelola kegiatan yang secara langsung mengelola dan melaksanakan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) , dengan ketentuan bahwa alokasi honorarium untuk pengelola keuangan dimaksud berasal dari pagu RKA -K/ L Kementerian Negaraj Lembaga berkenaan.
Honorarium Pengelola. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil NegarajTNI/ Polri yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang untuk mengelola PNBP fungsional dengan ketentuan sebagai berikut:
Jumlah petugas penerima PNBP atau anggota paling banyak 5 (lima) orang; MENTER! KEUANGAN REPUBLII< INDONESIA - 14 - b. Jumlah alokasi dana untuk honorarium Pengelola PNBP dalam 1 (satu) tahun paling tinggi sebesar 1 0% ( sepuluh persen) dari target pagu · penerimaan PNBP fungsional; dan
Dalam hal bendahara penerimaan telah menerima tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium. II. Honorarium Narasumber /Pembahas/Moderator I Pembawa Acara/Panitia 1 1 .1 Honorarium Narasumber I Pembahas Honorarium narasumber j pembahas dapat diberikan kepada Aparatur Sipil NegarajTNI / Polri yang memberikan informasi/ pengetahuan kepada pegawai negeri lainnya/ masyarakat dalam kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshopj Rapat Kerjaj Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group DiscussionjKegiatan Sejenis, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/ pelatihan. Catatan:
Satuan jam yang digunakan untuk kegiatan Seminar/ Rap at Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Rapat Kerjaj Sarasehanj Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis adalah 60 (enam puluh) menit. 2 . Honorarium narasumberjpembahas dapat diberikan kepada narasumber j pembahas dengan ketentuan:
berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara; dan/atau
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran · utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 1 . 2 Honorarium Moderator Honorarium yang diberikan kepada seseorang · yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk · melaksanakan tugas sebagai moderator pada kegiatan Seminar I Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshopj Rapat Kerjaj Sarasehanj Simposiumj Lokakaryaj Focus Group DiscussionjKegiatan Sejenis. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 5 - Catatan: Honorarium Moderator dapat diberikan dengan ketentuan: 1 .. berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
atau 2 . berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 1 .3 Honorarium Pembawa Acara Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas memandu acara dalam kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Works h opj Rapat Kerj a/ Sarasehan I Sim posium / Lokakarya / Focus Group DiscussionjKegiatan Sejenis yang dihadiri oleh Menteri/ Pejabat Setingkat dengan ^. peserta kegiatan minimal 300 (tiga ratus) orang dan sepanjang dihadiri lintas unit eselon I/ Kementerian N egara/ Lembaga/ masyarakat. 1 1 .4 Honorarium Panitia Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia atas pelaksanaan kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi / Sosialisasi / Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ WorkshopjRapat Kerj a/ Sarasehan / Sim posium / Lokakarya / Focus Group Discussion sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. Dalam hal pelaksanaan kegiatan Seminar I Rapat Koordinasi / Sosialisasi / Diseminasi / Bim bing an Teknis/ WorkshopjRapat KerjajSarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion memerlukan tambahan panitia yang berasal dari non Pegawai Negeri Sipil harus dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgens1, dengan besaran honorarium mengacu pada besaran honorarium untuk anggota panitia. Jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. M ENTER I KEUANGAN REPUBLIK I NDON ESIA - 1 6 - 1 1 . 5 Narasumber Kegiatan di LU: ar Negeri Satuan biaya yang diberikan kepada narasumber WNI Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri untuk kegiatan Workshop I Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan yang diselenggarakan di luar negeri. Narasumber Kelas A Narasumber Kelas B Narasumber Kelas C Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri yang disetarakan dengan Menteri, ketua dan wakil ketua lembaga negara. Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri yang disetarakan dengan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, duta besar yang menjabat kepala perwakilan, pegawai negeri Gol IV/ c ke atas, perwira tinggi TNI/ Polri, anggota lembaga negara. Pegawai Sipil yang Narasumber Non Aparatur Negara/TNI/ Polri disetarakan dengan Gol III/ c IV/ b dan menengah . . pegawm negen sampai dengan perw1ra TNI/ Polri.
Honorarium Tim Pelaksana Kegia ^t an dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 1 5 . 1 Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang berdasarkan Surat Keputusan Presiden/ Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri/ Pejabat Eselon I/ KPA diangkat dalam suatu tim pelaksana kegiatan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Terhadap tim pelaksana kegiatan yang dibentuk ^. berdasarkan keputusan Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan sumber pendanaan dari APBN maka besaran honorarium yang diberikan disetarakan dengan honorarium tim pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri. MENTER ! KEUANGAN R EPUBLIK INDON ESIA - 1 7 - Ketentuan pembentukan tim adalah sebagai berikut:
mempunym keluaran (output) jelas dan terukur;
bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengiku tsertakan Kernen terian N egara / Lembaga Eselon I/ Lainnya;
bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan;
merupakan perangkapan fungsi . atau tugas tertentu kepada pejabat negara/ pegawai negeri disamping tugas pokoknya sehari-hari; dan
dilakukan secara selektif, efektif, dan efisien. 1 5.2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan administratif yang berfungsi untuk menunjang kegiatan tim pelaksana kegiatan. Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan merupakan bagian .tidak terpisahkan dari tim pelaksana kegiatan. Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya diperuntukkan untuk menunjang tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden/ Menteri. Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan sebagai berikut:
paling banyak 1 0 (sepuluh) orang untuk tim sekretariat yang mendukung tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden; dan
paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim sekretariat yang mendukung tirri pelaksana yang ditetapkan oleh Menteri/Pejabat Setingkat Menteri. Catatan:
Dalam hal tim telah terbentuk selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, Kementerian Negara/ Lembaga melakukan evaluasi terhadap urgensi dan efektifitas keberadaan tim untuk dipertimbangkan menjadi tugas dan fungsi suatu unit organisasi.
Kementerian Negara/ Lembaga dalam melaksanakan ketentuan Standar Biaya Masukan agar melakukan langkah -langkah efisiensi anggaran dengan mela: kukan pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 8 - a. Tim yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I/ KPA diperuntukkan bagi tim yang lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/ Lembaga. Pengaturan jumlah honorarium yang diterima bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional, dilaksanakan dengan keten tuan se bagai berikut: No Pejabat/ Pegawai · KLASIFIKASI 1 . 2 . 3 . Pejabat Negara, Eselon I , dan Eselon II Pejabat Eselort III Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional I 2 3 5 II III 3 4 4 5 6 7 Keterangan: 1 . Batasan klas ^l. fikasi pengaturan jumlah honorarium yang diterima sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut: Klasifikasi I Kementerian Negara/ Klasifikasi II Lembaga yang telah · menerima tunjangan kinerja sesum dengan peraturan perundang - undangan mengenm tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya lebih besar atau sama dengan Rp40.000. 000 (empat puluh juta rupiah) . Kementerian Negara/ Lem bag a yang telah menenma tunjangan kinerja sesum dengan peraturan perundang- undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya lebih besar atau sama MENTER! KEUANGAN - 1 9 - Klasifikasi III dengan Rp25.000 . 000 (dua puluh lima juta rupiah) dan kurang dari Rp40 . 000. 000 (empat puluh juta rupiah) . Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenm tunjangan kinerja dengC: m tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya kurang dari Rp25,000. 000 (dua puluh lima juta rupiah) atau belum menenma tunjangan kinerja.
Dalam hal tim yang lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/ Lembaga ditetapkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga, maka besaran honorarium yang diberikan tetap mengacu pada besaran honorarium tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I dan mengikuti ketentuan pembatasan sebagaimana angka 1 di atas.
Tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menter,ij Pimpinan Lembaga diperuntukkan bagi tim. yang lintas Kementerian Negara/ Lembaga. Penetapan tim oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dilaksanakan setelah pem ben tukan tim terse but mendapat persetujuan Menteri/ Pimpinan Lembaga. Pemberian honorarium bagi tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dikecualikan atas ketentuan huruf a di atas. MENTER ! K EUANGAN R EPUBLIK INDO N ESIA 19. Honorarium Penyelenggaraan Diklat 1 9 . 1 Penceramah Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri/Praktisi yang memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing ex perience sesuai dengan keahliannya kepada peserta diklat pada kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut:
berasal dari . luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat; dan
khusus untuk Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri, honorarium tersebut dipergunakan untuk kegiatan pengajaran diklat yang materi diklatnya diampu oleh Pejabat Eselon II ke atas/ setara. 1 9 . 2 Pengajar dari dalam unit satker penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari dalam unit satker penyelenggara baik widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi widyaiswara, honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam tatap muka. Ketentuan jumlah minimal tatap muka mengacu pada ketentuan yang berlaku. 1 9 . 3 Pengajar dari luar unit satker penyelengara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari luar unit satker penyelenggara. Unit satker penyelenggara diklat dapat mengundang pengajar dari luar unit satker penyelenggara sepanjang kebutuhan pengajar tidak terpenuhi dari unit satker penyelenggara. Catatan: 1 . Jam pelajaran yang digunakan untuk kegiatan penyelenggaran diklat adalah 45 (empat puluh lima) menit: 2 . Dalam hal diperlukan, kepanitiaan penyelenggaraan diklat dapat dibentuk dan diberikan honorarium dengan ketentuan sebagai berikut: {' pW www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI I<EUANGAN R EPUBLII< INDONES IA - 2 1 - a. kepanitiaan diperuntukkan dengan fungsi menatausahakan diklat, evaluator, dan fasilitator kunjungan serta hal-hal lain yang menunjang terselenggaranya diklat dengan baik;
merupakan tugas tambahanjperangkapan fungsi bagi yang bersangkutan;
dilakukan secara selektif dengan rriempertimbangkan urgensinya;
besaran honorarium mengacu pada satuan biaya honorarium panit1a sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I angka 1 1 .4; dan
jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% ( sepuluh per sen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. '22. Satuan Biaya Uang Saku Rapat di Dalam Kantor Uang saku rapat di dalam kantor merupakan kompensasi bagi seseorang yang melakukan kegiatan rapat yang dilaksanakan di dalam kantor sebagai pengganti atas pelaksanaan sebagian kegiatan rapatjpertemuan di luar kantor (fullboard) fullday) dan halfday). Uang saku rapat di dalam kantor dapat dibayarkan sepanjang · rapat di dalam kantor memenuhi ketentuan sebagai berikut:
dihadiri peserta dari eselon II lainnya/ eselon I Lainnya/ Kementerian Negara/ Lembaga Lainnya/ masyarakat;
dilaksanakan minimal 3 (tiga) jam di luar jam kerja pada hari kerja; dan
tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. Catatan:
Satuan biaya uang saku rapat di dalam kantor belum termasuk konsumsi rapat.
Bagi peserta yang berasal dari luar unit penyelenggara dapat diberikan uang transpor dalam kabupatenj kota sepanjang kriteria pemberian uang transpor dalam kabupatenjkota terpenuhi.
Dalarri rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/ KPA agar menempuh langkah-langkah untuk membatasi pelaksanaan rapatjpertemuan di luar kantor (fullboard) fullday) dan halfday) dengan cara mengalihkannya dengan rapat di dalam kantor. M ENTER ! KEUANGAN 25.Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Honorarium yang diberikan hanya kepada non pegawai negeri yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenangj kontrak kerja, dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk satpam, pengemudi, petugas . kebersihan, dan pramubakti dengan melalui jasa pihak ketigajdiborongkan, alokasi honorarium dapat ditambah paling banyak sebesar 1 5% (lima belas persen) dari satuan biaya, besaran tersebut tidak termasuk seragam dan perlengkapan.
dalam satu tahun anggaran, dapat dialokasikan tambahan honorarium sebanyak satu bulan sebagai tunjangan hari raya keagamaan.
dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut.
dalam rangka pelaksanaan kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuranj premi jaminan sosial, maka atas Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti/upah minimum di suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat ditambahkan iuranj premi jaminan sosial sesuai ketentuan yang berlaku.
Satuan Biaya Rapat/Pertemuan di Luar kantor 29. 1 Uang Harian Paket Fullboard di Luar Kota, Paket Fullboard dan Fulldayj Halfday di Dalam Kota Uang Harian Paket Fullboard di Luar Kota, Paket Fullboard dan Fulldayj Halfday di Dalam Kota merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pengalokasian Uang Harian Paket Fullboard di Luar Kota, Paket Fullboard dan Fulldayj Halfday di Dalam Kota kepada peserta dan panitia kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor sebagaimana dimaksud dalam satuan biaya paket kegiatan rapatjpertemuan paket fullboard di luar kota serta kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan ^· di luar kantor sebagaimana dimaksud dalam satuan biaya paket kegiatan rapatj pertemuan paket fullboard dan fullday/ halfday di dalam kota. M ENTER I KEUANGAN R E P UBLIK I N D O N ESIA Catatan: Dalam rangka perencanaan penganggaran, kepada panitia (karena faktor transportasi dan/atau guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian pertanggungjawaban) dan peserta (karena faktor transportasi) memerlukan waktu tambahan untuk berangkat/ pulang di luar waktu · pelaksanaan kegiatan dapat dialokasikan biaya penginapan dan uang harian perjalanan dinas sesuai ketentuan yang berlaku, untuk 1 ^· (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan kegiatan. 29 .2 Paket Kegiatan Rapatj Pertemuan di Luar Kantor Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor dalam rangka penyelesaian. pekerjaan yang perlu dilakukan secara intensif. Kegiatan rapatjpertemuan di luar kantor dapat dilaksanakan sepanjang pelaksanaan rapat membutuhkan koordinasi dengan unit/ instansi lainnya sekurang-kurangnya dihadiri peserta dari eselon I lainnya/ masyarakat. Satuan biaya paket kegiatan rapatj pertemuan di luar kantor menurut peserta kegiatan terbagi dalam 3 (tiga) jenis:
Kegiatan rapatj pertemuan pejabat Menteri/ setingkat kegiatan rapat/ pertemuan paling sedikit 1 (satu) Menteri/ setingkat Menteri; di luar kan tor Menteri adalah yang dihadiri orang pejabat b. Kegiatan rapatjpertemuan di luar kantor pejabat eselon I/ eselon II yang dihadiri paling sedikit 1 (satu) orang pejabat eselon I / eselon II;
Kegiatan rapatjpertemuan di luar kantOr pejabat eselon III yang dihadiri paling sedikit 1 (satu) orang pejabat eselon III. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut lama penyelenggaraan terbagi dalam 3 (tiga) jenis: MEI'JTERI KEUANGAN R E PUBLI K INDONES IA - 24 - a. Paket Fullboard Satuan biaya paket fullboard disediakan untuk paket · kegiatan rapat yang diselenggarakan di luar kantor sehari penuh dan bermalam/ menginap.
Paket Fullday Satuan biaya paket fullday disediakan untuk kegiatan rapatjpertemuan yang dilakukan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa mengmap.
Paket Halfday Satuan biaya paket halfday disediakan untuk paket kegiatan rapatj pertemuan yang dilakukan di luar kantor selama setengah sehari minimal 5 (lima) jam. Catatan:
Dalam hal rapatjpertemuan di luar kantor dilakukan secara bersama-sama, hotel untuk seluruh peserta rapat dapat menggunakan hotel yang sama.
Akomodasi paket fullboard diatur sebagai berikut: Pejabat eselon II ke atas Pejabat eselon III = ke bawah 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang c. Satuan biaya paket fullboard ini digunakan untuk penghitungan biaya pe; tket rapat fullboard per peserta dengan akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. Sedangkan besaran indeks satuan biaya paket fullboard untuk pejabat Eselon II ke atas sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat diberikan sebesar 1 , 5 (satu setengah) kali dari satuan biaya paket fullboard sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri ini .
Kegiatan yang diselenggarakan secara fullboard dapat dilaksanakan, baik di dalam kota maupun di luar kota 1 ) Kegiatan yang diselenggarakan di luar kota, alokasi pada RKA-K/ L terdiri atas: biaya transportasi yang diberikan secara at cost, indeks paket pertemuan fullboard, dan uang harian paket fullboard di luar kota. MENTER ! KEUANGAN R EP UBLIK I N D O N ES IA - 25 - 2) Pada kegiatah yang diselenggarakan di dalam kota, alokasi pada RKA-K/ L terdiri atas: indeks paket pertemuan (full board/ fullday/ halfday), uang saku dan biaya transportasi dalam kota.
Kegiatan rapatj pertemuan luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang dilakukan secara intensif harus menggunakan indeks satuan biaya tersebut di atas.
Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/ KPA agar melaksanakan rapatj pertemuan di luar kantor (f ullboard, fullday dan halfday) secara selektif dan apabila dimungkinkan kegiatan tersebut dapat dilaksanakan di dalam kantor.
Khusus untuk kegiatan rapat koordinasi internal eselon I yang harus dilaksanakan di luar kantor dan tidak me: inungkinkan untuk mengikutsertakan eselon I lain, maka kegiatan tersebut dapat menggunakan ketentuan satuan biaya ini sepanjang telah mendapat persetujuan dari Pejabat Eselon I pemegang portofolio program dan dilakukan secara selektif serta harus dapat dipertanggungjawabkan urgens1 pelaksanaannya.
Pelaksanaan kegiatan rapatj pertemuan di luar kantor hendaknya lebih mengutamakan fasilitas milik negara. 4 . Menambah 1 (satu) angka dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 20 1 5 Yang Berfungsi Sebagai Batas Tertinggi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53 / PMK.02 /20 1 4, yakni angka 36 mengenai Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri adalah satuan biaya untuk bantuan biaya pendidikan anak -anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri. M ENTER ! KEUANGAN R EPUBLIK INDONES IA - 26 - Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar N egeri dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1 . BBPA digunakan untuk membiayai tuition fee. 2 . Diberikan untuk anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri, yang bersekolah pada pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tidak termasuk program pasca sarj ana.
Diberikan untuk anak-anak yang termasuk dalam tunjangan keluarga dan bersekolah di lokasi yang sama dengan tempat bekerja orang tuanya (negara akreditasi-lokasi perwakilan RI di Luar Negeri tempat orang tuanya bertugas) .
Ketentuan se bagaimana dimaksud pad a angka 3 dikecualikan bagi:
anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri pada negara yang termasuk dalam perwakilan rawan dan/atau berbahaya; dan
anak..: anak dari Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan an tar perwakilan (cross posting) .
Perwakilan RI yang termasuk dalam daerah rawan dan/atau berbahaya dan Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Staf f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan antar perwakilan (cross posting) sebagaimana dimaksud pada angka 4. ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
Alokasi anggaran untuk BBPA sudah termasuk dalam pagu anggaran Kernen terian N egara/ Lembaga.
Penggunaan Satuan Biaya BBPA mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. 8 . Pemberian BBPA dilakukan dengan menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Angka 9.4.2 mengenai Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenɞvigasian, · Petugas Pabrik Gas Aga untuk Lampu Suar, PenJaga Menara Suar (PMS), Kelompok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran, Rescue Team dan angka 1 7 mengenai Satuan Biaya Taksi Pe1jalanan Dinas Dalam Negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02 /20 1 4, diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
I M E NTER I KEUANGAN R EP U BLIK I N D O N ES IA 9.4.2 Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenavigasian, Petugas Pabrik Gas Aga Untuk Lampu Suar, Penjaga Menara Suar (PMS), Keloinpok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran (dalam rupiah) PETUGAS PETUGAS KELOM POK BENGKEL DAN PABRIK PENJAGA TENAGA NO PROVINSI SATUAN GALANG AN GAS AGA M ENARA KESEHATA* UNTUK KAPAL LAM PU SUAR (PMS) KERJA KENAVIGASIAN SUAR PELAYARAN ( ^1 ) (2) (3) (4) (5) . (6) ( ^7 ) 1. ACEH OH 32.000 32.000 32.000 32.000 2. SUMATERA OH 32.000 32.000 32.000 32.000 UTARA 3. R I A U OH 32.000 32.000 32.000 32.000 4. KEPULAUAN OH 32.000 32.000 32.000 32.000 RIAU 5. J A M B I OH 32.000 32.000 32.000 32.000 6. SUMATERA OH 32.000 32.000 32.000 32.000 BARAT 7. SUMATERA OH 32.000 32.000 32.000 32.000 SELATAN 8. LAMPUNG OH 32.000 32.000 32.000 32.000 9. BENGKULU OH 32.000 32.000 32.000 32.000 10. BANGKA OH 32.000 32.000 32.000 32.000 BELITUNG 11. B A N T E N OH 30.000 30.000 30.000 30.000 12. JAWA BARAT OH 30.000 30.000 30.000 30.000 13. D.K.I. OH 30.000 30.000 30.000 30.000 JAKARTA 14. JAWA OH 30.000 30.000 3 0.000 30.000 TENGAH 15. D.I. OH 30.000 30.000 30.000 30.000 YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR OH 30.000 30.000 30.000 30.000 17. B A L I OH 38.000 38.000 38.000 38.000 NUSA 18. TENGGARA OH 38.000 38.000 38.000 38.000 BARAT NUSA 19. TENGGARA OH 38.000 38.000 38.000 38.000 TIMUR 20. KALIMANTAN OH 36.000 36.000 36.000 36.000 BARAT 21. KALIMANTAN OH 36.000 36.000 36.000 36.000 TENGAH NO (1) 22.
3 1 .
M ENTER I KEUANGAN R E P U B LII< INDONES IA - 28 - PROVINSI SATUAN (2) (3) KALIMANTAN OH SELATAN KALIMANTAN OH TIMUR KALIMANTAN OH UTARA SULAWESI OH UTARA GORONTALO OH SULAWESI OH BARAT SULAWESI OH SELATAN SULAWESI OH TENGAH SULAWESI OH TENGGARA MALUKU OH MALUKU OH UTARA P A P U A OH PAPUA BARAT OH PETUGAS BENGKEL DAN GALANG AN KAPAL KENAVIGASIAN (4) 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 PETUGAS KELOM POK PABRIK PENJAGA TENAGA GAS AGA M ENARA KESEHATA+ UNTUK LAM PU SUAR (PMS) KERJA SUAR PELAYARAN (5) (6) (7) 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 38.000 38.000 38.000 38.000 44.000 44.000 44.000 44.000 44.000 44.000 17. SATUAN BIAYA TAKSI PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI · (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN BIAYA TA 20 1 5 (1) (2) (3) (4) 1 . ACEH Orang/ Kali 120.000 2. SUMATERA UTARA Orang/ Kali 232. 000 3 . R I A U Orangj Kali 75. 000 4. KEPULAUAN RIAU Orang/ Kali 120.000 5. J A M B I Orang/ Kali 120. 000 6. SUMATERA BARAT Orangj Kali 190.000 7. SUMATERA SELATAN Orang/ Kali 125.000 8. LAMPUNG Orang/ Kali 145. 000 9. BENGKULU Orangj Kali 95.000 NO.
2 1 .
3 1 . 32 .
MENTER I KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 29 - PROVINSI ( ^2 ) BANGKA BELITUNG B A N T E N JAWA BARAT D.K.I. JAKARTA JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TA 20 1 5 (3) ( ^4 ^) Orang/ Kali 90.000 Orangj Kali 306 . 000 Orangj Kali 140. 000 Orang/ Kali 1 70. 000 Orangj Kali 75 .000 Orang/ Kali 94. 000 Orang/ Kali 1 48 . 000 Orangj Kali 1 50 . 000 Orang/ Kali 2 1 3 . 000 Orang/ Kali 80. 000 Orangj Kali 1 07. 000 Orang/ Kali 90.000 Orang/ Kali 1 00. 000 Orangj Kali 40 1 . 000 Orang/ Kali 75. 000 Orang/ Kali 1 1 0. 000 Orangj Kali 200. 000 Orangj Kali 2 1 7 . 000 Orang/ Kali 145.000 Orang/ Kali 75. 000 Orang/ Kali 1 3 1 . 000 Orang/ Kali 2 1 0.000 Orangj Kali 1 74 . 000 Orangj Kali 355.000 Orangj Kali 145.000 6. Catatan Umum dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 20 1 5 Yang Berfungsi Sebagai Estimasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02 / 20 1 4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: Catatan Umum: 1 ) Kementerian Negaraj Lembaga dalam melaksanakan ketentuan standar biaya masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran sebagai berikut: a) pembatasan dan pengendalian biaya perjalanan dinas; b) pembatasan dan pengendalian biaya rapat di luar kantor; I .. !VW www.jdih.kemenkeu.go.id M ENTE R I KEUANGAN c) penerapan sewa kendaraan operasional sebagai salah satu alternatif penyediaan kendaraan operasional; d) pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan; dan e) lebih mengutamakan penggunaan produk dalam negen.
Satuan biaya yang terdapat dalam. Peraturan Menteri ini sudah termasuk pajak.
Satuan biaya diklat pimpinan struktural dan diklat prajabatan mengacu pada · Peraturan Pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada lembaga administrasi negara.
Untuk satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas, pemeliharaan sarana kantor, penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris untuk pegawai baru, pengadaan bahan makanan, konsumsi rapat, pengadaan kendaraan operasional bus, sewa mesin fotokopi, sewa kendaraan dinas, pemeliharaan gedungj bangunan dalam negeri, sewa kendaraan, pengadaan kendaraan roda 2 (dua) dan operasional kantor dan/atau lapangan, pengadaan operasional kantor dan/atau lapangan (roda 4) , dan pengadaan pakaian dinas dan/atau kerja, pada beberapa kabupaten diberikan toleransi pengusulan satuan biaya melebihi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini sehingga menjadi sebagai berikut: No. Provinsi Kabupaten Toleransi 1 . Sumatera Toba Samosir 1 3 1 % dari Utara Samosir 1 37% Satuan . biaya Nias Utara 1 4 1 % Provinsi Labuan Batu 1 43% Sumut Selatan 2 . Sumatera Kep. 1 84% dari Bar at Mentawai Satuan biaya Provinsi Sum bar 3 . Kalimantan Ketapang 1 50% dari Bar at Satuan biaya Provinsi Kalbar No. 4 .
M ENTER I KEUANGAN R EPUBLU< INDONESIA - 3 1 - Provinsi Kabupaten Kalimantan Kutai Timur Kartanegara Tanah Tidung Maluku Seram Bagian Timur Maluku Tenggara Kep. Aru · Malukli Tenggara Bar at Buru Selatan Tual Maluku Barat Day a Papua Tolikara As mat Dogiyai Sarmi Jayawijaya Merauke Nduga Lanny Jaya Peg. Bintang Yalimo Puncak Jaya Intan Jaya Puncak Membrane Tengah Papua Barat May brat Fak-Fak Raja Ampat Tambraw Toleransi 1 38% dari Satuan 1 90% biaya Provinsi Kaltim 1 34% dari Satuan 1 42% biaya Provinsi 1 44% Maluku 1 58% 1 64% 1 68% 1 89% 23 1 % dari Satuan 1 3 1 % biaya 1 38% Provinsi Papua 144% 1 47% 1 48% 1 89% 2 1 3% 228% 230% 244% 258% 27 1 % 237% 1 5 1% Satuan 1 47% biaya Provinsi 1 47% Papua · Barat 1 75% ( www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 32 - Pengertian Istilah a. OJ Orang/Jam b. OH Orang/ Hari c . OB Orang/Bulan d. OT OrangjTahun e. OP Orang/ Paket f. OK Orang/ Kegiatan g. OR Orang/ Responde h. Oter Orang/ Ter bi tan 1 . OJP Orang/ Jam Pelajaran
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negar ...
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.02/2016 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2017. ...
Relevan terhadap
Peraturan Menteri m1 rnulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap . · orang mengetahuinya, memerin tahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Juni 201 7 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juni 2017 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 854 I ARIF BI@AR 0 YUWON fP 912199703100 / NO.
HONORARIUM TIM PENYUSUNAN JURNAL/BULETIN/MAJALAH/PENGELOLA WEBSITE 1.9. 1 H o no ra .r i u m Tim Penyusun.an .Jurnal a. Penanggung Jawab b. Reclaktur c. Penyunting/Editor cl. Desain Grafis e. Fotografer f. Sekret.ariat g ^. Pembuat artikel 19.2 Honorarium Tim Pcnyusunan Buletin/Majalah a. Pena.nggung Jawa.b b. R.cdak t u r c. Penyunting/Editor d. Desain Grafis e. Fot o graf e r f. Sekreta.ria.t.
Pembuat art. i ke l 19.3 H o no ra .r i u m Tim Pengelola Website a. Penanggung Jawab b. Redaktur c. Editor cl. WebAdmin e. Web Developer f. Pem bua.t. Art.i.kel 20. HONORARIUM PENYELENGGARA SlDANG/KONFEIĭENSJ lNTERNASIONAL/KONFERENSl TINGKAT MENTER!, SENIOR OFFICIAL MEETING (BlLATERAL/REGlONAL/MULTlLATERAL), WORKSHOP/ SEMINAR/ SOSIALISASI/ SARASEHAN BERSKALA INTERNASIONAL 20 . .1. Honorarium Penyelenggara Sidang/Konfercnsi lntcrnasional/Konferensi Tingkat M en te ri , Senior Official Meeting (Bilateral/Regional/Multilateral) a. Pengara.h b. Penanggung ,Jawab c. Ke t. u a /W a k i l Ket.ua.
Kctua Delegasi e. Tim Asistcnsi f. Anggota D el ega si Republik fndonesia g. Koordinator h. K e t ua Bidang i. Sekretaris j. Anggota Panitia.
Liaison Officer (LO) l. Staf Pendukung S A T U A N B ES AR A N (3) (4) OB Rp2 . .l00.000 OB Rp2.400.000 OB Rp2.600.000 OB Rp2.800.000 OB R p 3 20 . 00 0 OB Rp400.000 OB R p 4 80 . 0 00 OK Rp400.000 OB Rp2.500.000 OB Rp2.250.000 OB Rp2.000.000 OB Rpl.750.000 OB Rp l .500.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.250.000 OB Rpl..000.000 OB Rp850.000 OB Rp750.000 OB Rp750.000 OB Rp750.000 OB Rp700.000 OB Rp650.000 OB R p 6 00 . 0 0 0 OB RpS00.000 OB Rp500.000 OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB Rp400.000 OB Rp350.000 OB Rp300.000 OB R p 3 00. 0 00 OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB R p 2 5 0. 0 00 OB R p 220. 0 00 Oter Rp500.000 Oter Rp400.000 Oter Rp300.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl.80.000 O te r Rpl.50.000 Halaman Rp200.000 Oter Rp400.000 Oter Rp300.000 Oter Hp250.000 Oter Rp180.000 Ote1· Rp180.000 Of.er RplS0.000 Hal a.man Rpl00.000 OB RpS00.000 OB Rp450.000 OB Rp400.000 OB Rp350.000 OB Rp300.000 Hal am an RpI00.000 OK Rp2.600.000 O K Rp2.400.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.000.000 OK Rp2.000.000 OK Rpl .600.000 OK Rpl.600.000 O K Rp 1.400.000 OK Rpl.400.000 O K Rnl..200.000 URAIAN SATUAN BESARAN (2) (3) (4) 20.2 Honorarium Penyelenggara Worksh o p / Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional a. Pengarah OK Rp 1 . 1 00.000 b. Penanggung Jawab OK Rp l .000.000 c. Ketua/Wakil Ketua OK Rp900.000 d. Ketua Delegasi OK Rp900.000 e. Tim Asistensi OK Rp900.000 f. Anggota Delegasi Republik Indonesia OK RpB00.000 g. Koordinator OK Rp800.000 h. Ketua Bidang OK Rp600.000 i. Sekretaris OK Rp600.000 j. Anggota Panitia OK Rp500.000 k. Liaison Officer (LO) OK Rp500.000 1. Staf Pendukung OK Rp400.000 2 1 . HONORARIUM PENYELENGGARA UJIAN DAN VAKASI 2 1 . 1 Tingkat Pendidikan Dasar a. Penyusunan/pembuatan bahan ujian Naskah / Pelaj aran Rp 1 50.000 b. Pengawas ujian OH Rp240.000 c. Pemeriksaan hasil ujian Siswa/Mata Ujian Rp5.000 2 1 .2 Tingkat Pendidikan Menengah a. Penyusunan/pembuatan bahan u jian Naskah/Pelajaran Rpl90.000 b. Pengawas ujian OH Rp270.000 c. Pemeriksaan hasil u jian Siswa/Mata Ujian Rp7.500 2 1 .3 Tingkat Pendidikan Tinggi a. Diploma I/II/III/IV dan Strata 1 (Sl) 1) Penyusunan/pembuatan bahan u jian Naskah/Pelajaran Rp250.000 2) Pengawas ujian OH Rp290.000 3) Pemeriksaan Hasil U jian Mahasiswa/Mata Ujian Rp l0.000 4) Penguji Tugas Akhir/Skripsi Orang/Mahasiswa Rp250.000 5) Pengawas Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Orang/Mata Uji Rp290.000 6) Penguji Ujian Keterampilan pada Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Peserta Rp75.000 b. Strata 2 {S2) 1) Penyusunan/pembuatan bahan ujian Naskah/Pela jaran Rp260.000 2) Pengawas ujian OH Rp300.000 3) Pemeriksaan Hasil Uiian Mahasiswa/Mata Ujian Rp 1 5.000 4) Penguji Tesis Orang/Mahasiswa Rp350.000 c. Strata 3 (S3) 1) Penyusunan/pembuatan bahan ujian Naskah/Pela jaran Rp280.000 2) Pengawas ujian OH Rp300.000 3) Pemeriksaan Hasil Ujian Mahasiswa/Mata U jian Rp20.000 4) Penguji Disertasi Orang/Mahasiswa Rp500.000 22. HONORARIUM PENULISAN BUTIR SOAL TINGKAT NASIONAL 22. 1 Honorarium Penyusunan Butir Soal Tingkat Nasional Per Butir Soal Rpl 00.000 22.2 Honorarium Telaah Butir Soal Tingkat Nasional a. Telaah Materi Soal Per Butir Soal Rp45.000 b. Telaah Bahasa Soal Per Butir Soal Rp20.000 23. HONORARIUM PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) 23. 1 Honorarium Penceramah OJP Rp 1 .000.000 23.2 Honorarium Pengajar yang berasal dari luar satuan kerja penyelenggara OJP Rp300.000 23.3 Honorarium Pengajar yang berasal dari dalam satuan ker ja penyelenggara OJP Rp200.000 23.4 Honorarium Penyusunan Modul Dildat Per Modul Rp5.000.000 23.5 Honorarium Panitia Penyelenggara Kegiatan Diklat a. Lama Diklat s.d. 5 hari: l) Penanggung Jawab OK Rp450.000 2) Ketua/Wakil ketua OK Rp400.000 3) Sekretaris OK Rp300.000 4) Anggota OK Rp300.000 b. Lama Diklat 6 s.d. 30 hari:
Penanggung Jawab OK Rp675.000 2) Ketua/Wakil ketua OK Rp600.000 3) Sekretaris OK Rp450.000 4) Anggota OK Rp450.000 c. Lama Diklat lebih dari 30 hari: l) Penanggung Jawab OK Rp900.000 2) Ketua/Wakil ketua OK RpB00.000 3) Sekretaris OK Rp600.000 4) Anggota OK Rp600.000 24. ^SATUAN BIA YA UANG MAKAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA 24. 1 Golongan I dan II OH Rp35.000 24.2 Golongan III OH Rp37.000 24.3 Golongan IV OH Rp41 .000 25. ^SATUAN BIA YA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA 25. 1 Uang Lembur a. Golongan I OJ Rp l3.000 b. Golongan II OJ Rp l7.000 c. Golongan III OJ Rp20.000 d. Golongan IV OJ Rp25.000 f.1#1,/ NO. URA I A N SA TUAN BESA RAN f ^l) (2) (:
(4) 25.2 Ua.ng Ma.kan Lemlmr a. Golongan I clan II OH Rp35.000 b. Golongan ill OH Rp37.000 c. Golongan N OH Rp4 1 .000 26. SATUAN BlAYA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR BAGI PEGAWAI NON APARATUR SlP I L NEGARA, SATPAM, PENGEMUDI, PETUGAS KEBERSIHAN, DAN PRAMUBAKTI 26. l Pegawai Non Apani.tur Sipil Negara a. Uang Lembur O.J Rp20.000 b. Uang Makan Lembur OH Rp3 1 .000 26.2 Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti a. Uan g L e m b u r OJ Rpl.3.000 b. (Jang Makan Lembur OH Rp30.000 27. SATUAN BlAYA UANG SAKU RAPAT DI DALAM KANTOR 27. 1 Golongan l clan 11 Orang/Kali Rp300.000 27.2 Golongan lII Orang/Kali Rp350.000 27.3 Golongan IV Orang/Kali Rp400.000 28. SATUAN BIA YA UJ\NG SAKU PEMERIKSA DALAM LOKASI PERKANTORi\N YA N G SAMA OH Rp2 1 0.000 29. SATUAN BIAYA PENGEPAKAN DAN ANGKUTAN BARANG PERJALANAN DINAS PINDAH DALAM NEGERI 29. 1 Kereta api a. Pengepakan dan Penggudangan m ^a Rp75.000 b. Angkutan k m / m 3 Sesuai tarif berlaku 29.2 Truk a. Pengepakan clan Penggudangan m ^·l Rp60.000 b. Angkuta.r1 krn/m ^3 Rp•lOO 29.3 Angkutan Laut/Sungai a. Pengepakan dan Penggudangan 11 ^1·1 Rp60.000 b. Angkutan km/m ^3 Rp400 c. Angkutan Laut/Sungai m ^: i Sesuai tarif berlaku 30. SATUAN BIAYA BANTUAN BfAYA PENDID!KAN ANAK ( B B P A ) PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI 30.1 Sekolah Dasar Per Tahun $ 8,580 30.2 Sekolah Menengah Pert.ama Per Tahun $ 1 0,940 30.3 Sekolah Menengah Atas Per Tahun $ 13,560 30.4 Pcrguruan Ti n ggi Per Tahun $ 1 4 840 ¨· www.jdih.kemenkeu.go.id 3 1 . HONORARIUM SATPAM, PENGEMUDI, PETUGAS KEBERSIHAN, DAN PRAMUBAKTI NO. PROVINSI (1) (2) 1 . ACEH 2 . SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8 . LAMPUNG 9 . BENGKULU 1 0 . BANGI<A BELITUNG 1 1 . B A N T E N SATUAN ( ^3 ) SATPAM DAN PENGEMUDT (4) PETUGAS KEBERSIHAN DAN PRAMUBAKTI ( ^5 ) 0 B.... ...... .. ................ .. . ...........8P.. 1 . . :
4.?..9..:
9..9..Q........ ... . ........ ....... .. 8P.?..:
J.7..9..:
9.Q.Q. OB Rp2 . 2 1 6.000 Rp2.014.000 OB Rp2.340.000 Rp2. 130.000 OB OB OB OB OB Rp2.39 1 .000 Rp2. 170.000 Rp2.040.000 Rp2.427 .000 Rp2.000.000 Rp2 . 1 73.000 Rpl .970.000 Rp l .850.000 Rp2.206.000 Rp l .820.000 OB Rp l .900.000 Rp l .730.000 OB Rp2.568 .000 Rp2.334.000 OB Rp2.340.000 Rp2. 130.000 ,._ .......... ___ .... _ .•.. -.................. ...... -.... ··-······-··--··--········--··----··· ---··--··----··-··-··--··----··--··-··-.. ----·····-------··--- ....................... ...................... ---··--····-··-····-··---····----····-··-······················-.. ·· 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 17. B A L I 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BA.RAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KAL.l.MANTAN S.ELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTA.RA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BA.RAT.... ... . ........................... . ...... 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1. MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB Rp3.220.000 Rp3.390.000 Rp2.063.000 Rp 1 .870.000 Rp3.308.000 ····················-·····-······ Rp2. 100.000 Rp l . 870.000 Rp l . 870.000 Rp 1 .984.000 Rp2. 5 1 l .000 Rp2.35 1 .000 Rp2.483.000 Rp2.700.000 Rp2.62 6.000 Rp l .978.000 Rp2.090.000 Rp2.451 .000 Rp2 . 1 40.000 Rp2.03 1 .000 Rp2.028.000 Rp2 . 1 50.000 Rp2.650.000 Rp2.930.000 Rp3.080.000 Rp l .875.000 Rp l .700.000 Rp3.007.000 Rp l .9 1 0.000 Rp 1.700.000 Rp l . 700.000 Rp 1 .803.000 Rp2.282.000 Rp2. 137.000 Rp2.257.000 Rp2.450.000 Rp2.387.000 Rp l .798.000 Rp l .900.000 Rp2.228.000 Rp 1. .940.000 Rp l .846.000 Rp l .843.000 Rp l .950.000 Rp2.400.000 P(j; vl 32. SATUAN BIAYA UANG H ARIAN PERJALANAN DI.NAS DALAM NEGERI DAN UANG REPRESENTASI 32. 1 Uang Harian Pe1jalanan Dinas Dalam Negeri DALAM KOTA NO. PRO VIN SI SA TUAN LUAR KOTA LEBIH DARI 8 DlKLAT (1) 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR 17. B A L I . .. ......... ··························· · ············································-····· (2) 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR NO.
l.
2 Ua.ng Representa.si URAIAN (2) PEJABAT NEGARA , .......... . ........ . ..... 2. PEJABAT ESELON I 3. PEJABAT ESELON II (DELAPAN) JAM (3) (4) (5) OH Rp370.000 OH Rp370.000 OH Rp380.000 OH Rp380.000 OH Rp380.000 OH Rp380.000 OH Rp410.000 OH Rp370.000 ····················· ·······- OH Rp430.000 OH Rp530.000 OH Rp370.000.... ................. . ........... ..... w .... OH Rp420.000 OH Rp410.000 OH Rp480.000 ·········-········-·-···-····- ······-··-··· ·············· ··-·····-······-·-··--··-····-·--·····-······· - OH Rp440.000 OH OH OH OH OH OH OH ................................. OH OH OH OH SATUAN . . Rp430.000 Rp380.000 Rp360.000 ............ ............... ӂ .... Rp380.000 Rp430.000 Rp370.000 Rp380.000 ..................... Ӂ ...... ... Rp380.000 Rp430.000 Rp580.000 ............. '········· .. .. Rp480.000 LUAR KOTA Rp170.000 Rpl50.000 Rp150.000 Rp150.000 Rp170.000 Rp230.000 Rp190.000 DALAM KOTA LEBIH DARI 8 (DELAPAN) JAM (3) (4) ( ^5) OH Rp250.000 Rp.1.25.000 OH Rp200.000 Rp l00.000 OH Rpl50.000 Rp75.000 (6) 33. SATUAN BIAYA UANG HARIAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI NO. NEGARA (l) (2) AMERTKA UTARA ··-.. ·-··· A; : ; ; erTkᑭ .. sᑬ .. rii<a: t ·---.. ·····-.. ··-·· .. -·.--.. - kan: ada.... . ....... . .. · ........... µ··········""••¶········· ......············ A M E Rfi{i\ ··· s · E L A1 · A: N . ^........ . ···· 3: ·· A1 ¸ ge . 1 1 ti !i · a ····· .. · ····· 4 · : ·· ve11e: Z1ie.Ia .... . · !f . . ^. l3ra: Z'i: C .. · ^··· 6 ^· : ^·· ^·c11i: ff .. . . · ·· ·i ··· KoIOffi: l)ia .............. . ···· s · : ·· : reiu ····················· · ·· · 9. s1iil 1 a : n 1 e ·········· ·· ·· icf ·· E1U1 · a: a 0 1 : ····· - ···· · ....... Ӏ"'"" ................. . .. " . . /\ l\Hi' DllE A , TENGAH .. ff: ^. . Mexico · -: 1 2 · ·· Kuba ') : '' . : ' . · I P a nam a · Tf . . Xlisfria...... ·· · is · : ·· 13 · e; 1 g : ia: ······ · ·· · i <.; : · : reia: r1 · d 3 ········· ···· · · :
+r· · : r: ; ----i.:
r.!: i-:
JP.: "# ........ .. .... fSf" ·s·wi'SS.......... . . ^....... . ^. ·····--·········n·········· E. ^R ^0: ^P ^A ^.\ ^J ^1 ^' ^A ^R ^A ^'·········· . .. · · 2 cf · : 6 enma: rk ··· ·· ···· ·· ··· 2 · f.. F i 11 ia 11 dia: ····· ..... . . · 2 C Norwegia ··· 2 '3 ·· swedi'a. . . ················ ·· · 24. . . . 1.: J. . i: l: !.3:
. . ຆ.1.:
1?1?.r..i.*.3...... . ················· 'iil of>A' . . s'JfaATArᑸf....... . · ·· 2 · 5 · : ··· t.% ^Q .ri.i.'. ^: : H.i: iiY.Ei : : ^: : : ^: : : : : : : : ············ .. · ^·· 26: ·· 15..ᑮ:
ᑯ§l.ᑰᑯ ........27. Spanyol ··· i tL .. \Tun: a 11 c ····· · · . . 29 .. : ·· iiaiia ······· 30. Portugal ··· ff:
.. serbla ··············· ···· · EROPATIMUR · ^·· 3 ( 5 · : · · Ruma.nia · j · 7 · : ·· Rusia ... 33 · : · · siovaida: ·· · ·· · ··· · · · ... 3 · 9 · : ··· i5 1; : ; ; 1 n: ·a ·········· ···· ,..... . ............... ... . . AF'RIKA TIMUR ·· 42 · : ·· i.t..!.i.9. id .. -. . ^.. : ·· : -. : : ····· -. ··· : : · ··· 4 · i ^. ^. ^. . I.ᑱᑲ1.?Y.ᑳ . ^... . ^.. . . 44. Mᑴ:
g9.: ᑵ.ᑶᑳ1.ᑷ .... ^. . ··· 45 · : · . . Tanzania ··· 4<f . zi'mhabw · e ···· · · · · · ··· 4 · ; T . . iVi ( ; · a: ill bi· k ······· · ·· · ········ ................ AF RiKA ··· s ELATA f f .... ...... . · 48: ·· NailliGia ....... ·· 4 · 9 · : ·· 1\r d k a.... s . eia . ta · n: · ········· SATUAN A B (3) (4) (5) OH 578 OH 447 OH 534 OH 557 OH 4 ^36 OH 4 1 5 OH 436 OH 4 ^59 OH 398 OH 385 OH 493 OH 4 ^()6 OH 414 OH 504 OH 466 OH 5 1 2 OH 447 OH 463 OH 636 . .... ...... . .... .. .........ri .... OH 567 OH 453 OH 621 OH 466 OH 792 OH 456 OH 555 OH 457 GO LONGAN c (6) 513 440 404 368 402 351 388 344 341 291 3 16 270 323 276 347 320 295 252 273 242 366 324 305 26 1 342 306 453 3 18 4 1 9 282 464 382 4 1 5 285 4 16 272 570 403 491 343 409 354 559 389 436 342 774 583 420 334 506 406 413 287 (dalam US$) D (7) 382 307 349 343 241 222 254 276 207 24f' 323 22 1 27 1 317 281 381 285 271 401 301 3 3 386 341 582 333 405 286 OH . ...... ························· 4 fa .. ······································· 3 79 ·· ······················· ··········· 24?f l ······························································ I 241 OH ················· 7 · 6'.: f ' OH 425 OH 417 OH 406 OH 618 OH 485 OH 461 OH 416 OH 556 OH 437 OH 485 OH 361 OH 384 ··················· 6 fr .. ···································· · ·· 446 ··· 382 242 375 326 367 320 526 447 438 390 415 360 381 313 512 407 394 341 436 375 313 292 317 237 . . ········ ···· 08 ················· . ···············' 3 · 5 · 3 ·........ . ················' 29 '5 221 427 241 288 284 367 345 019 : r1 4( )6 ƫ\1)3 Β j 1 291 231 193 OH ·············· 3 g 4 ·· ................. . .. .. .. .............. . 3'1'7 . . , ......................................... 2 .'' .. 3 " .... 7 ., ... , ............................................... , .............. 1 225 181 218 OH 296 ......... .. 24 · 4 ·.. 182 . ··············· 0 1 !"··· .. ········ . .. ················ ························ ·3 ^5 ^()"' · ^···················· 29 ^0 .. ·· I ··· .........•.......•..•..•.............. 2 ····· 4 ···· 4 ········ l ········································· .. ··············:
:
... I OH ················· fa · s · ................... .................. 2 ^. sT · 248 247 · · ············ oi! ......... · .............. 3 ^99 ^·.. ·· ·········" 329..., .......................................... 2 ..... 6 ; . 5 264 OH 405 334 268 233 OH 380 313 253 251 NO. NEGARA 11\ (2) IAFRIKA UTARA ... 50: ^·· 1A11aza.ir ···5·f·· Mesir . ^. 52: ^·· Ma.roko --53·: · Tunisia ···54: ·· Sudan : : : .§.»$: ຂ L ^ibva f\s ^iX··: s·f\ii·; f"·· : : : ɾ.ɯ: ^:
^· -_ Ai.·i.FHʆ·l.i. ·: : : : : : : : : ···· . 57. Bahrain ····ss·ɰ·· t1ak........ · ······················ ............ ,.... . ...... . .. 5 ^. ɼ ^f· \T 0r: <l ^· ɱ1n: 1a:
k ^li: w· a ^: it: ^····· ··6··r Liha: n: c; ·il········ 62. ^oa: t: a: ; : : ··· · ... 6.; f· A: 1: a: b··s·t: [riah..... . .....64. ^Turid·····...^. . ^....65. r>; ; ; L ^· ·A: : r ^·ʀ1b·· E ^n.; ra: E ^···· · 66. ^Yaillɻ1····· · ···61: ·· »$: ɿ.: <lTXrabiɲ: : : : : ····· 68. .ŷŸesultana!.1...9..man 13. ^k01: ea: ··u: 1: a: : r·a: ·· ........... . ... . ... . . 1\s ^' I ^l\···sit1/\TAN ....... . ·· ··· ^:
. ·Ź I: ^· : : _.n : : ź d ^: : ii 1 ^.: · a ^·Ż ż J Ž ƀ· ^·--ž··: : . ^·: ·: · ^· . . ···· . ... 7K ..
.... , : F r F>aidsian ^· · ^··· ... 7·3·: ··· s·: rii anka ...... · ... 79 ^· : ^· ^Ii.an........ · ...... As'iX"r"iNGAlf···· 80. ·02he"ld8·t: a: ·;
.... . 81. k ^W: a: kh8·t: a: n: ··...... ^........ . ... . .............. . .. .
. ....... Xsi"kf>Xsifrik ..... . 92. A ^li.s"t"i: a: iia: ··· ... ···93·ɳ·· ·3·; ; ; ia: i1·2f1a: ··I3·a: r: t_1·········· ···9·4·: · "K; ,1fe.2fr»ilE"8ai: {l······ ·· ... 9ɽr_-_ .?ɷP.ii.. ·:
. r. ɴ E i . fi fɹ i..":
^-.· : ^····· : ^·· ^· ^·· ..... 96. [Fſii - 22 - (dalam US$) GOLONGAN SATUAN A B c D (3) (4) (5) (6) (7) 308 287 303 235 251 192 241 187 282 2.10 254 189 OH ....... 4.9..?. . .. ... . ...... . . ^. .
....
...... . .... .. .................. . ........ . .. 4$.: '.J.:
.. . .. . .. . ........ . .. .
. .......... . .... . ........ . .... . ........ . ...... . ກ .. $}3. . . 1 ........... . .. . . ^.. ^. ^. ^. ^.. ^.. .. ^. ^. . ^.. ^. ^. ^.. ^. ^. ^.. ^. ^. ^.. ^... ^3 .: : ... 6: : .4 . . :
... 1 OH 416 294...................................'..2 .'.2..?... 214 OH ·······················4·47··· .......... ·····················°3·2·5.. 253 1......... . ........... .. ....... ^. ...... . .. ...... 2 ... ^. . 3 ...... l ·····i OH . .. .................. .. . 406 ^. ..... ................ ... 292 ^··· 236 225 OH ·456··· . .. 325 296 ^i .............. . ...... . ............... . ...... : 2 : : : .: ):
4 .: : : .. . .. i . ^. .. 9.: ᑨ . .............. . .. . , ., . .......................... )357 ^" .. ^. ^. ^. ^. ^. ^...... ^.. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^..... 267 207 l 6 OH.................. . . 38.6.... . ........ .. ........ . ······ʁ2'76.. . .... ········: : ···: ·:
. : ·: · . . : : : : ·: ຄx: i ...................... .. ... ...... .. . .. ...... .. 1: : .. 9 : : .6 .: : ...i OH 358 257 200 196 0 H ··· ·+5.-·.- . . ^. ................. ^... . ^. ....... ʄfr ^· 4 ^·· . ^............ ^...... '.?. . ᑩ ^?.... 1 ... . ^. ^.. ^. . ^..... .. ^. ^. ^.... ^. ^.... . ^. . .. ^. ^.. ^. ^. ^.. ^. . ^..... 2 ... ^.. 5 :
... 3 ·' ^·· ·· I OH . ...... . .. ..... . ...... . .. ...... ........... . ...... '..i:
ᑫ.2... 323 302 .............................................. 3 ..... 0 ...... 1 ..... • ................... 6}: (..... ............... 35,3 241 197 196 ....... ····················0: r: r····· 4so ········"33T .................................. 259 ^···i .............................................. 2 ···· : ^· 5 '··· . ··1 ·······I OH ·············4iɺf ... . ........ ............. '.: 2 ^° 9 ^· '.: f ^. .................. .......... 2 ^· 4 ^· 9 ^.. 247 . ..................... 68 ... .. ·················aff ............................ 68 ..... . ·· ····················aif ... · · ········ ········air··· ' ..................... Oif'" OH OH 378 ^. 472 42 49< . . ......., .... , .......................... , .. ,., .................. 1 ·····················ɵfas .. ·············· ... ·· · · · ······ ·····261 ... · . .. , .................... -: 3 ^. 26 ^. .............. '., .. ............. 287 ^. 303 ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. , ...... ....................... '.fo ^. 2 ^"'.......................... -: : 3 ^. 26 ^" ... ^. ^.. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^... ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^... ^. ^.. ^.. ^. : i9T ^. 321 300 ' ............... , .. , ...... 385 ^··· 226 173 172 ' ........................ jj ^. g ^"· .. ^. ^"' 196 ^.... ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^... ..... ^. ^. ^. ^..... ^. ^..... ^. ^.. ^. i6 ^. 7 ^'"I················· .. ·································.·· 6 ·····6 ····· .. I .. ·············4: : : E i ^............................. 329 ^·· . ......... . ................ 327 ^· : 2s .... ·······················j· 4 3··· . .. ...................... 26 ^" 3 ^'" 182 i . .. ........ . .. ........ ...... . ... . ..... . .. . ... .. ... ҿ . ^. ^: 8 ^: : : , .. : 1 ^:
....i 380 ' ......................... 242 ^··· ............. . ················ 20 ' 9" .99 421 ' ' ................. ,."3i2" .............. ,., ..................... 2 ^· 43 ^···l···························"""'············· : ^······· 1 ··.·· 7 ·······I 392 352 287 254 456 420 334 333 ···-68 ···············-·-·······-···4 i ^" 2 ^" ···-········-·····-····-··-·····- · ·ilif ^. ······2·22.. . .................. "2.ᑪfi ... ········0i1 ··············-· -··-······ ···--···-···-·······-ɶfao.. ······-···--·--3·6x· ········---····--··-·-···· ·27·9.. ········216··· ..... ...................... cm 394 ·2·62··· ·············· ·····2i9" ··········2Tɸf ············oif ·· ·············-···--·······-·········-··- 392 ··ʅi1·s··· · 211 · ............... 2oi .. ... . ...... ·········off'...... 368 ·····················2·s0'.. .. 197 ............... i9K....... ··········oH ...................................... ..... j ^.ʂfr).. . 262............ . .. 2 ^. 62 ^·· ... . ................... ......... i96 .. ......... ........... 68'"" ......············383·· " . ' ..... ············2·65·· .......... , . ... ··················2·04·· . .................. i9 ^. 6 ^"' OH . .. . ....... . ......... . ... . .. OH OH ................. oif ... · ^· ········· ·········O'}i····· ......... .................... ow .. ····· ·······08 ......... . . OH ............... j74 ^··· .. . .. ···························25K·......... f9 ^· 7 ^... . 196 ' ^················ 296 ^·· .............. ············"'2·23·" 197 1 96 392 ··················j·5·if . ... , .......... 22 ^· Æ ^f .. ' .................. i96 ^". 636 ^·········· ^. ^.. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^........ ^. ^. ^.. ^. ^. ^. s ^i 3s ^·· .................................... 394 .. · 451 ^· ········ ·············3·6s ... · · ······· .. ··2·7·3·· ·· ................................................. 4 ··· . ^·· 2 ···· . · s ·······•· · · .......................... 387 ^: ·· · ^............ 2 ^. 76 ... ........ ·· · .. 520 . ......... . .. . ... . .... . .. . ^. .. . 47K ^. ... 319 363 329 221 ' ........... j ^. gj ^"' · ·········276" . ............. 2 ^· 24 ^··· ·······25Æf 179 34. SATUAN BIAYA PENGINAPAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGER.I NO. PROVlNSI (1) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A B I ........ , .. _, ........... -....... , ...... '?..:
.... . ǃ ^UMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG................................ - ........ . 9. BENGKULU 1 0. BANGKA BELITUNG ll. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA I······"·'"''""' ''''' '' 16. JAWA TIMUR 1 7. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN , .... 2ᑤi . ^. 'i(ALIMANTAN TIMUR , . . ^. . 2 · 4 · :
.. . KALIMANTAN UTARA "''25'ᑣ" SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN ,, . .... .. .......... . ...... 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TEN OGARA 31 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPD'A.... B'iij · AT ...... . '!'ARIF HOTEL PEJABAT PEJABAT PEJABAT NEGARA/ NEGARA ESELON III PEJABAT GOLONGAN . LAINNYA/ ESELON IV/ PEJABAT PEJABAT /GO LONGAN GOLONGAN III I/II ESELON I ESELON II IV SATUAN (3) (4 ^) (5 ^) (6) ( ^7) (8) OH . .. .............. . . B: P.'.: i:
:
'.: i: ?..9.:
9.9.9. .......... 1.3P.ᑟ.:
. ?.ᑞ.?..:
9.9.Q . .. ..... 13: P. .. 1. .. :
9.??..:
9.90 ... .......... 1.3P?...?.:
9.9..9 . .. ........ 1.3P?...?..:
9.9..9.. OH..... . .... . . gP.'i.: Ï.?._9.:
QQQ . ...... _ .. 8P...1. . . :
?. .. ! .. IJ.:
.9. .Q. . Rp87 . .. . .... .. .. .... J3: P.?.!.9..:
9.9..Q . .............. 8.P.?..!.9.:
9.Q.Q 0 H.... .. .. . gP. . . :
??..9 .:
9.9.9. ...... . B.PL.?..9.9.:
99.Q. 1.... .. .. . ϓ.ϔl: '..: ϕ . . :
9 '.. . '.: '. . : '. . :
........... ................ R P . ?. 9. . :
?. .?.. !?. :
9..9.9. ......... gP} . . :
.?.?.:
9.9.Q. .. . ..... J.3. P.. ?..1.:
9..:
9..9 .9. . ... ........... : J3: P?..-.?. .. :
9.9..9.... . .........gP?..-.?..:
9.9..9.. 0 H .... . . 1.3P..:
9..9 .9..: Q.QQ_ .......... B: P...1. .. :
?..Q9..:
9..9. .Q . ................. 8-Pᑠ.ᑡ.? .. : Q.<?.9..._ .. . .. . . ^....J.3: 1?.?Q.9..:
9..9..9.. .. ............. g l?.§.Q-9.:
9..9.Q OH........ . .....gP.§..:
'.??..?..:
9..9.Q.... . . 8PL?.?..9.:
9.9.9............13: 1? .. 1. . . :
.1.J.?..:
9..9.Q........ . ...... . 81?.?.'.?.9.:
.99..9 . .. ........ 1.31?.?.'.?..9.:
9.9..9.. OH................ 8P±.:
?..?..9.:
9..9............. R.: P...1. . . :
?..?.?..:
9..9 .9. . ................ gP.?.. ?..?.:
9..9.. 9 . .............. 8.P.!.Q.9.:
9..99. .. ......... 8.P.!.9..9 .:
9.9..9. OH....... .. 8.P.?. . . :
?. .. <5. .9. :
9.. Q.9. .......... 8£.!.:
?.8.?..:
Q_Q .... 8 1?..? .?. ?..:
9..9 .Q . ................ RP±.Q.9.:
9.9...Q ... RP±_Q.9..:
99.9. OH..... .... . ..... .RPÐ.: }.9.9..:
9.9..9 . ............... J3P.. 2.?.?..:
9..9.Q ................ 8PÏ.9.9.:
9.9.Q ............ gP . ?..?..9 . :
9 9 9. _........ . .. 8.P .?..<?.9. :
9 9 9. OH.......... . 8.P'.3..:
Ĺ.-.? .. :
9.9..9......... . 13P..J. .. . :
?.?.?..:
9.9..Q .......... 81?) .. :
9.?.-.:
9 .9. Q . .. ....... . . 13 .P. '.: 1:
. Q . :
?.?..?..:
9..9.Q...... .. . . 8P.L.?.. ?..?.:
9.Q9.. .. ........ 8P...1. . . :
9.9.9..:
9..9 .Q "" .......... 8P.?... 1. . . ?. .. :
99..9. " ........... RP.?...1. .. ?.:
9.9..9.. OH ....... . .. . .... . . BP?..:
.?..9.9..:
9.9..Q........ . l3P...1. . . :
?.. ?.9.. :
9..9 .9......... . .....8P.?..9.9..:
9.9.Q .............. B: P. ?. .?..9. . :
9 .9 .Q 0 H . ........... 8.P.?..:
!.?..9..:
9.9.Q ......... 8P.!.:
ij?..9.:
9.QQ. .. ............... 13: 1?.?..s.>.8.:
9.9.Q . ............... 8P?...1. .9. .. :
9.9..9.. ... .. ...... 8P.?...1...Q.:
9.9..Q . OH .. . ... . .... . RP±.:
. .?..9..:
99.9. . .......... gP...1. . . :
±.?9..:
9..9. .9. . ................. g_PĶ.±.?. .. :
9.9.Q . . 8.P.'.: 1: §.9.:
9.9.9. . ........... gP.±.?.. 9.:
9..9.9 OH..... B: P..:
?.9..9. .:
9..9.Q ......... BPL.?..?..?..:
9.9.Q . ......... 8.P..1. .. :
9..!.?.:
9..9. ^. 9. ................ RP?.?..?. .. :
99..9. ............. R P .?.. ?..?. . :
99..9.. OH.... . .... . 13.P.'.: i:
:
9...9. :
9..9.9. ......... 8P} .. : _?..?. 9.:
9.9.9. . ....... J.SP.}:
:
.9.£?.9..:
9..9..Q . .. . . 8P!?..?.?..:
9..9. Q .. ...... 8P!?.?..;
.:
9.9...9. o H .. . ... .....8P.:
?..?..9..:
.9.. .. ....... J3P...1. .. &.9.. :
9..9 9............. ... . ^. 1.SP.?..?.9.:
99.. 9.. .. ............. g_P.Ï).9.:
9..9.Q ............... 13P.ÏJ.9.:
9..9.9. OH Ro3.SOO.O.O.Q.... ... BP.!.:
Ï.Ï.±.:
99.Q . .......... J3: P. . . 1. .. :
9..9 .Q ................8 P. ?. .? 9. . . :
99..9. . OH oo........ l3P. .. L:
9..9. .Q ................. 1.3P?..-.?.:
99..Q . ................ B: P.? !?.. 9 . :
9 . 9 Q 0 H.... 8.P.?. .. :
'-1:
9.: 3-.?. .. ĴQQ.9. ... .. ....... RP?..-.?. .. :
9.9..9..... . . RP..1. .. :
9..99..... .. ...... .. . 8.P.§ .. !J. . 9. .:
9..9..Q . .. ......... ?..r.: i:
.. . ...... . .....8P.:
.9......... 1.3.P.?.. :
1:
.9. .9. :
9..9. .Q...... .. ... . . 8P?..9.:
9.9.Q ........... . . 13.P..§..9.:
.9.9.. o H.......g.P.± .. :
9..9 .:
. !.?..?.:
9.9.Q.... . .. . .. . 8P. . . 1. . . :
9..9 .9. ............... 1.3P.?..?.?. .. :
9.9..9 . ... .. ...... 8P.?..?.?.:
9.9..9.. OH ................ . 81?..:
Q9.Q ............... 8.J?.. ?..9..9.. : OH ...... ....... 8.P. ?. . . :
9..9. .Q .......... 1.3.P.!.:
?J..?..9.:
9..9..Q. ................ 13: P.. ?. . ?. ?. . :
9.9. .9............. . .. . 8P ?. . ?. .9. . :
9.9..9..... .... .. .. 1.SP ?. .?. .9. . :
?..?..9.:
99..Q .......... RP .. 1. . . :
9.<?.Q . ............... B: P.'.: i:
?.. ?. . :
9.9..9. ... ...... R P.9..9.. :
9..9. .Q .... .... .. g P . ?. .9. . :
9.9 . Q.... . 8 P?.. ?. .9. :
9.9..9. OH ...... : J3: P.. 8.:
9.9..9.......... 13P...1. . . :
9..9. .Q .. ..... 1.SP..! .. :
9.9..9. ..............ᑜ P . ? . ?. . 9 . :
9.. Q .Q 0 H.... ... . .. 8.P. . . :
9..9..9.. . .. ... BP.!.:
.9..9. Q ............... l.3:
9..9 ........... 8P.} . . :
'.?. . ?. . ᑝ . :
9..99.. .......... . 13: P . ?. ?. ?.. :
9..99. . ..... 8PL.?..Ò.9.:
9.9.9 . ................. 8P..?..?.9. .:
9..9..Q .. ...... . ...... . l.SP..?.9. .. :
9.9..9.. OH.... ... . . gPÒ.:
?..Ñ.9. .. '..9.Q.Q..........8P.ᑦ.:
9..ᑧ?.:
9.9.9. . ... . ... . ... . gP.§..?..9. .:
9..99. OH Rp2.750.000 Rpl .863.000 Rp950.000 Rp600.000 Rp600.000 35. SATUAN BIAYA RAPAT/PERTEMUAN DI LUAR KANTOR 35. 1 Paket Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor a. Mented dan Setingkat Menteri NO. PROVINSI (1) (2) 1. ACEH ·····2:
^.. ·sUtviAi'ERA··· ^ut A: RA··· . 3 . ^... ^. "1f ^f A ^·u · ^······ ·· ^· ···· ^4 ·: ^.... RE" ^f5tJ L ^AD AN ...... R ^IAlT"······ ······K .. .. SA""ivftfc···· . ·····rr···· ·suMATERA·····BARAT ....... ^. ········; f"""" ·suMATERA"····sELATAN········· ·······s·:
... LA: M?DN'cf ..... 9 . ^. ^. ^. ^. "!3ttN'dkDLU ................................................... . ..... iO": ···· "i3A: 'N.cfkA"····13"f.i: Lfi'DNcf········· ^. 1 1 . . i3 . . A .. N ^···r··E··· N ^"····· ......................... .
JAWA····BARAT····· . ......... . ........... .. . ... J?..:
. . . ^fi: -I<"I: ····JAkAR: i'iC .... .
^JAWA···i'Ei'-idAH ......... .. . ···T=c·· ·D": t: ··vooY: Ai<: i\R: t(···· ···· .. "iEC. JAWA····ri"MDif ....... . . ^. . ^. ii ^": ··· ^!fA""LT·· ···· .................... ............ .. """'is·:
N'tfsA "'f'ENd'CiJ\RA"'""'Eif\Rfi.: t""""" . """"i9·: ···· f,fiJsA"""f'E'N'd'df\RA"""""i'ftvfUR: """""" .. ····: 2'0':
. · · KAf.I 'MA: N'tl\N' · ···· B A: RA.'f" ............ 2T . RAIItviAffr: ; t;
If "°fEN.dA: H .......... ƄEi·:
kA: L't'MAI'Ytl\ff····sftLA'i'A"i'f ..... . SATUAN HALF DAY FULLDAY FULL BOARD {3) (4) 15) (6\ OP Rp340.000 Rp465.000 Rpl . 19 1.000 ................... ......................... oP····· ... : : : : : : : : .: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : gP.3: ?: ƃL99: 9 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Ji?Ź+.§: : 9: 99: : : : : : : : : : : : : : : : : : : 8P.I?.: §.9.:
: 9:
.. ..... ........................ Q ^p···· · Rp265.000.... .. .. .... . .......... .. f.3: P.: 1:
Q9..:
9..9.Q. .. Rp930.000 · ^· · ^. . ^. . ^.. . ^.. . ^. . ^... . ^.. . ^. · ·······or. ^.... ·: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : gP.3f9: : : 99:
..... .. ................. . 8P.. : I:
}.?..:
9..9.9. . .. . :
. :
:
^. : : : : : : : : : : : : ƅP.ź: ?9.:
9:
^9........... .......................... Qp...... . ......... ........................ gP.9.?.:
9..9. .9. ......... ............. I.3: P.. : 1: }.?..:
9..9..9............... I.3: PŊ.?..9.:
9..9. .Q . ... . ^. ·· ^···· · ^··· · ^·· ......... "Q'p"'""" ............ ........... ^. ............ gP.. ^9 .?.'..QQ.9. .......................... 8P.. ;
.7.?:
9.99. . .................... 8P.?.l.s.'.9..:
9..9..Q .. .............. ......................... O ^r...... . ........ ........................ ^g PŐ.?..7..:
9..9 .Q .......................... 8P.. ?.±;
.:
9.9..9. .. . ........... RP.l.:
:
. !.A±:
9.9..9.. ... .......................... Qp.......
........ - ·---··---·· · ·· g EŻ .?..9:
.9. .. Q.Q.... . ............ . .....ᑛP.. 4:
9..9.:
9-9..9. ........... . .. ...... ᑛP ?. . ᑧ .9. . :
9.9..9................ ·-··-····-·-·op .................... .......................... 8.P.7..9.. .:
9.9..9 ........ . .............. ŋP.; 3-9..9 .:
9.9.Q .................. .B.P.}:
:
9.4:
?..:
9.9.. .9. : ^· . . ·: ··:
:
i: ż·······-·· .. : gP..: 3,. ᑚ.?..:
9.9.Q . .......... . .... ^. .. .. ..... RP.?..Q.9.:
.9.9.. .9. . ................. .B.P}:
:
.?..9. .?..:
.9. 9..9 OP........ ...... ............. . .. . .. . ...... ... . : gP: t:
4:
?.:
.9.9..9. ........................ RP?..!..1.:
:
9..99. . .................. RP}:
:
9.. 4:
.:
.9.9..Q OP ........ .............. . .................... .8.P?..A.?..:
9..9.9. ....................... 8P.: 1:
?.?..:
9.9.9. . ................ 8.P}:
: }f>.9..:
.9 .9.Q . OP . .................... . ..................... : R: P.?.A.: 3, .. :
9.9..9. .......................... RP.Ō.4: X.:
9..99.. .. ............... RP?..J.9.. 9.:
.9 .99.. OP........ .. . ..... .. . . 8-Pō?..9.:
Q.9.9. ......................... RP.;
.?.?..:
.9.9................... RP.!.:
9.. Y9.:
9.9..9.
........................ ........................ Qp............. ...... ........................."3: P?..?..9..:
9..9 .9. ..... ..... ........ 8P: 1:
?.?..:
9.Q9. . ................ I.3:
PL.1..'.?.?.:
.9.99. .......... ........................ or····· ...... RPŽ.?.?..:
9.9..9. Rp470'.000 R p l.625 . 000 · · · · ·········· ^. ^. . ^. ^. ^...... ^. ^. . ^. ^. . ^. ^. ^. ^.. oF>······: : .:
.......... . ................ ..... I.3: P.?.}.9.:
9.9.Q · . . · . . :
· . . · . . · . . :
· . . · . . · . . · . ^. · . ^. :
· . · . . :
^· . . · . . · . . · . . · . . · . . · . . · . . · . . :
· _ R R : __ · · . . ·.·_P P . . ^. ^: · . ^. ·. · ƿ - ǀ - - . · : 9 s _ . _ . _ · ^· _ 0 5 : __ · ·. · . ^· .. '. ^. ^:
0 0 · _ . : _ · ^· _ ^. 0 0 . · . .
. :
0 0 · _ · _ · _ · · . . : ^: : : : ^: ^: : : .: : ^: ^: : : J ^P. I ^: ?z: ^q ^: ^: ^: 9 ^CJ.: ^9 . .............. ()p""'.... . ................... .. . ...... 8P.ǂ.7.9..:
9.9..9. .., R p l.090.000 ···· ·················· ^· ····o ^f5 .. ^. .. ·· Rp29o.ooo Rp45o.ooo : : : : : : : : : : : : : : : : : .: žP.LI3+: : 9.: 9:
. .. ............ ........................ O ^IJ"" .. ·.:
... ... .. . .................. . . ^..... . :
: ^gP.ſ §: 9: : : 9: ¢9 . . · . . · . . · . · . · . · . . :
· . · . _ : _ · . . · . :
· . · . . : _ ^: _ · . . ·._: _· . .
.
. .
. .
: _ ·...^§...
...
.
. . P P _.: ·.... ^..
ǁ _: _: _ · . . : 9 _7 _ ^: _: .- g _ ^: _ . ..
^.. .
.
:
·_g _ .
. . .
...^.. g _ .. _ .. _ ^.: g _ . . : _ ^· ^. .
.... ^. . ^. ^.. ^. ^..... ^. ^. ^. ^. ^.. 8P.<: l . §. .9.. . :
9.. .9.9. . .... ........................ Qi)"" ^" "' .............. .......................... R: ^P.Y .<;
9 ^.:
9 .9..9. .......................... 8P.2?.9..:
9.9..9 . .. .............. .......................... ()15'.....
.......... .......................... RP..??..:
9.9.Q ........................ "3: P1Y.?..:
9.9..Q ................... 8P..l. .. :
. 1..9..9. .:
9.9..9. . 23 . ^. kALIMAf: ff)\ ff"""'irfiVi ^u R· ^· ··· ^" ". . ^.... 2·4·:
kA: i: t'MAN.i'Aff.... t f f A R A ...... . 25 . . "suLAWEs'i"""'utJ\RA"'"'""""""'"" .............. . ........................ o: p·····................... ........ . .. ...... ... .. . 8P.: ?,.1..9.:
9.9..9 .......................... .8P1X.9..:
9.9..9. .. ....................... RP.A'.: !.9..:
99.9.. .. . ... . ... ·· ^· · ^· · ^· ·· ^· ·: : ···: : ·: : : : : : : : : : : : : : .. : : : : : : : : : : : : : ¢.>.!=>.: : : : : ·.... ........ .. ..................... }ŏp: ?,.Q.9.:
9.9..9 ........................ gP1X.9..:
9.9..9. .. .. ............... 8P.2?..9.:
99.9 . . ^.... '.2'6·: ··· d6R.'6"N'T'ALO .. ^.. . 27. ^suLAWitsf"""BARAt••••• ... ·····2·3·: · .. SULAWEsf""'skIAtAI'f""""' ..... 2·9·:
suLAWEsf""fE'N'dJ.Jf""""""'"' ... """""3'()': ^. "sULAWtt sr··TENGGARA' ^" '" ^" ... Xi':
MAW'Kff' ..... . ... "3·2·:
.. MA: LD'KU"...UfARA ........... · ····: fa . . :
i5 . . A...i3 .. 't ^T A . ^... ... ^. 34 .
i'>A ^r D ^A ... . "I3A ^RAY .... . OP...^..... ...... ....... ... . . ^..... ...... . . RP...9.:
9.9..9 . .......................... 8-P.1.1..?.'..9.Q.Q .................. 8P..1. .. :
. 1...9.:
99.9.............. . ......... OP ^....... .. ........................ RP?..?..?..:
9.9.9. . ......................... 8P.'.l:
9.9.:
9..9.9 .............. Rr.J .. : ^.9.?.. 9.:
9.QQ..... ^. .. ^. . . ^.. . ^....... . .... . ....... op ^···· ^. .. . .............. . .... . ...... ... . ...... . RP?..?..9 .:
9.QQ . ... .................. "3: P1?..Q.:
9.9.9 ...................... 81?..2.1..9.:
99..Q. . ................... ....................... OP ^.......
.. RP..9.:
9.99. .......................... "3: P1?..9.. .:
9.9..9. R p l . 453.000 ... ·: · ... : ^·· : : .. : ^· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ¢.>.?: : : : : : .... ................................ I.3:
9.99. .......................... "3: P.1?..9 .. :
9.9..9.. : : : : ·: : : ^· : : : : : : : : : ƀP.I: Ɓ3: $.: Ƃ:
9.9.9.. · . · . ·.·.·. ·.·.· . . ··.·.· . . ··.·.·.·.·.·.· . · .....· . . · . R R . ^· . ^· . ^· . · _ PP . ^..... 4 4 . ^· . · . ^- ^. . ; _ .. ·. ^· . ^5 . ^· . ^· . ^· . ^· . :
. .g .. _· . · . o . ^o . ^· . ^· . ^· . ^̨ . ^· . · . ^· . · Rp9,7,o.'..ooo .. . .......... ......................... OP ^..... . ........... .......................... I.3: P: ?,..1..9.:
9.9.9.. .: : : .: : .: : : : : : : : : : : JP.:
99.9:
........ ^. ............ OP ^··· : : : : : : ...... ........................... . ...... ^. 8P.. : ?,.?..9.:
9.9.Q .......................... 8.P.?...?.:
9.9..9. ... ^. ............... 1.SP..1. .. :
9.9..Q.... .... ....... . ....... OP..... ..... .. ........................ 8P.. ;
.}.9.:
9.9Q ....................... gP±?.9.:
99..9. ................. "P ^. .1. . . :
4:
99..9.. OP Rp31 0.000 Rn450.000 Rnl .275.000 b. Pᑹjabat Eselon I dan II NO. PROVINS! (1) (2) 1. ACEH ...... '.i: '" . ·: : 'fuMATERA····urARA······· .. · ^· ····"3 ^: ···· ^· · ^R: T ^A · ^u · ^· ··· ^. ·······4:
... kitfitJLAuAN'······RiAff···· ... ...... s·: ···· sA·"Ivf"Ifr··········· "ts·: ··· . ·sUMATERA·····BARA'f ········?": ······ sUKii' krERA·····s"EtATAN ...... ·······s·:
. ···· LAM: P0: Ncf··· . ······ɉ»: ······ .BENGK0Lff··· 1 o. ^.i3A: NdKA·····sitLIT0NG ......
..... U . ^: ^·i.3-·A·N···; 'fjfff····· 12 . ^.. J'A\VK····sARA: t······ .. : : : : : II ^. . t5J<: : r ^···· J'Ak ^AkT: i\ .......... . 14 . ^.. J ' ^AwA .... TENG"f"f'C ... ^. .... "i"S":
. t5: I .. V6d'YAI<AkfA" ........... . ······1K .... JAwA····fiMUR ...... 17 . ^. . ^tfAT: ·1··· ..... """"is·: ···· "i'msA"."fENGGARA"""8ARAT·······"·· ..... i9'ᑙ . 'i'HJSA·····rENGGARA'••··rnvraR ··················-·····-······-······ 20 . ^.. I< ^A.LfMA.NTAN······spJAT...... .. ···········-····-·······-·-·· ·····: : ff . .. kALfiVfANTAN .... 't'it"NdAff" .......... . 22. ^kALi'.M'Ai\iT.AN······s"i': tI'A'tA: i'f" ....... . 23. ^.KA Lf ^MANTAN····TI"rvftfif " ^•• " 24. K ^A Lf'.M ^'AN T ^A f ^f··u f ^A Ri ^f···· """2!5': " . ·suLAWE·scutARA····· ... . ····2"6":
d6R6NfAL6 ....... . .... ; 2/i:
SULAW'itsr··BAAAT······ .. .... ; i8': ^. SULAW'itsr···s: EIAiA ^f f"•• ·· .. 2 ^· 9 ^· : · suLAWitsr ^· ·,nrnaA1r ^· ·· . ^. · ^···· 3 ^· 0': ^. stJLA\VitsT"YE: : NddAfA" ^·· ·....... Xi": ^. iVfA: WRff ... - 25 - SATUAN HALFDAY FULLDA Y FULLBOARD OP Rp300.000 Rp400.000 Rpl.075.000 .. ········: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : g¦: : : : .. . ···· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : . :
:
ȶ R :
:
:
:
: . PP ȷ . :
2 . 2 2 :
:
:
: _ i 3 :
:
: _ :
:
ȸ o s _ : : . :
: _ :
:
:
:
g o : _ : _ : _ : _g o·. :
. :
: _ : _ g o :
:
:
:
. : . :
..
. . · . . · . . · : _ :
.
· .
· : : : : : : : : : : : : : ȹȺȻ: ɋȼ: : : §§§ : : : : : : : : : : : : : : : : : ·: : .:
ɏȽ: §§'.§§§ · · ········ ......................... 6r>...... . .. . .. . :
^. : ^: : ^: : ^: : : : : ^gI?.j: k 0 ^: : .uBi 9 ^: : : ........... : : : ^: : : ^: : ^: : E1?t.: l: cr: 0 ^:
C?.Q.Q ......... ^. . ............ 8P .. Ĉ.t?.Q:
9.99.. _ .......... .l.ĉP?.. ?.Q.:
9.9..Q .6P .... .. . .................. . ... . ... . .. .. . ......1.3-P.-.?.Ċ .. :
9.Q.9 .......................... 8P.?.!.9.:
Q.Q.9. o P................ . ...................... 3-P.-.ċ.?. .. :
9.9.9. OP .. ... ............. .. .. . .. . .. .. ...... .. .. l.3: P-.?..?.:
9..99..... ........ ·························6:
9.Q.9.... . .. . ... . .. . ........... RP?.??.:
9.99..... .. ....... . ...... . .... . RP§..7.; : i.:
Q.9.9. .. ^. .. ^. .. ^. ... ^. . ^.. .. ^. .. ^. .... ^. . ^. . ^.. . ^.. .. 6P ^.. . ............. .......................... l.3: P.?..9.?.:
9..9.9. 0 P.... . ... . ...... ............. .. ..... .. . .. l.3: P.?..?..?.:
9.Q.9 ......................... 8Pt: l: §.:
9..9.Q. ....... . ........ 8P?..§?.:
9.Q.Q .......................... 8P:
'.?Q.:
9..9.Q..... ................... . . I.SPm.'.?.Q.:
. 9.99.. . ......................................... 6P ^....... Rp433. ooo ... . .. ...... . .. . .........8P§..!.Q.:
.9 .99.. . ................................ 6fi ^···· .. : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : t,§; , n: ^j : o: : : 99: 9 . ..................... 8P?..9.m.:
. 9..9.9.. . ........ ........................ 6P.... ... . .. .... ... . ...... . .. . .......... ......... l.3: P?....9:
.9.Q.9......... .RP:
9..9.Q ....................... 8P9..?.?.:
99..9 ... ................... I.3P.:
9.9.Q ....................... RP.9..?.?.:
.9 .9.9. . . ^............................................... 6P ^...... . ........ ......................... l.3: : i . . : ^. 9 ^9..9. . ^........ I.3P.:
9..9..9. .................. RP..1.:
:
..9Q.:
9..99................. ·························6P....... .. ....... ··-···-················l.3: P .. ?..?.9.:
9..9. .9. ... . ..... I.3P...?..9. .:
9.9..9. . ................ I.3P..1.:
:
:
9..99.. . ^..... . ^... 6P ···- ^- · ... ^.. .. ^....... .. . ^.. _ .. vgP2?..9.:
9.9.9.. ................. RP..1.:
:
9..9 .9 . ................... : ·: Ⱦ ^· : ^· : ·ȿ¸: : : ·¸: ·9..P. . ....... . ...... .. .... . ....... . .. . .. .. ....... . ... l.3: P?..? ^. .9.. ^:
9.9.9.. OP . ....... . ........... . ... . ............. . ...... . l.3: P-.?.. .:
9.Q.9 .......................... 8P.i.9Ď.:
99.9. OP .. . .. .. ... . .. . .. ............. .. .. .. . J3: P.;
9Q.9 .......................... RP.?.?Q.:
9.9.9. ........................ BP.9..?.9.:
9.. 9. ^. 9.. OP.... . ... .. ........^... ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^... : B.: P?..?.?.:
9..9.Q ........................ RP?.?.?.:
.9.9 9. . .............. : ^: ·· : : : : ^: : : ^: ··: : : ^· : ^·····: ·: : '3?.}=>. ^: : : : ^: ·: · .B: P?..?..9.. :
.9.Q.9 ....................... RP.. ?.?.9.:
.9.9 9.. OP . . 1.<: Pp.!.?.:
9.99.. . .......... gP?..5.()'..Q().Q Rp870 . 000 ....... OP Rp215 . 000 ɀp315.000 : ·· : : -.·· : : : : : 8P.t: 9Ɏ: §: : : 99.9 . ............ .............. : : : : : : : : : : : g¡ . . : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Ɂ R : : : : ; ǎ ; 2 : : : ^: 4 +.ɂ s : : : : : . ^. : g o ^_ : : : : Ƀ o : : : g o : : : : ^·: Ʉ ^: : : ^: : : .. . :
: : : : : : : : : : : ¢£: ¤: g: : g¥: g· ^··· · ^· ······ ^··· · ^· ·R: !fɅɆ ^· ɇ ^· : ^· §gg . · ^· · ····· ·: ·: ^· ···: : ·: ····: ··: : : : : <>.Ɉ: : : : ·: ·fJ ........... . .. : : : : : : : : qr.rs: $.:
: 99: 9 ^· : ^: : : : ^: : ^: : : ^: : ^: : ^: : : : 8P. ^: : Ɍ: : : : 9x: ^: : 99: 9 ^:
.................. . ................ ..<?.!>....... : : : : : : : : : : ·: : : : ........ .. .. .. ... . ...... . . I.3: P.. p: : z: : : 99g· : : : : : : .................... 3-P.?..?..9.:
9.Q.9 . ....... . .. . .. . .. . .. 8P..§.Q.9.:
99..Q . OP ..........1.3:
9.Q.9........... ... .....RP..1. . . :
99..9. . ... "3"ɊX:
MJi.: WRff ... tffA R: A..... .. .... ɍ3"3·:
P".A . ^.. tt u ··A····· ... . 3 ^4 . ^. ^pfi: -J: iiJ: A: ᑘ.... . B A R ^. A T ........... ^. .. .... . ................... ^....o:
9.9.Q ......................... 3-P.4.?..9.: : .99..Q . ............. : : ^·· : : : ^···· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ^: : : ^···· : : : : : ^· ·: ^· : : : : : : <>.?.: : : ^:
9.Q .................. RP .. 1. .. :
9.?.. ? . :
9 9..Q OP Rp254.000 Ro385.000 Rn l .063.000 c. Pej abat Eselon III Kebawah NO. P ^RO VIN SI (1) (2\ SATUAN HALF DAY FULLDA Y FULLBOARD (3\ 1 ^4 \ (5) (6\ 1. ACEH OP Rp300.000 Rp330.000 Rp750.000 ······2:
... stfM'ATERA .... UTARA'·····........... . .. .. . . ^.
........^..................... . .. . . b'P . .. . .. ..... . ....... ^. .... ... .............. Rpf7·irooo ....................... Rp2 ^'7s · ^: · ^ooo .............. . ^. R ^p 5 ^.tfoj5 66 ...... 3' ^:
R ^TA ^.. U ^........ . .............. ......................... O ^P .... . · ^· ·············· ...................... Riii8'5':
666 .... ^. .................. R ^J) 2 ^4 5j' ^5 66 · ^· ·········· ^· ····· ^· ···R ^ps . ^ˢ 3 ^3: 666 ·······ʾ· : · . . : : : . : ¥.: : : Y.: A ..... kfAff.... ....... .. .. . .................... g ^. ʿ······· : : : : ƙƙ: : ƙ ·-·------˫P}.ˀ.ˁ:
... : : : : : : ˂: ˃˄ô: : : : : : : : ôˬ˥Ji˦: t - : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : g: : .g: gg ·······tc ·· ·su!VlA.tERA··-·i3A: RA'f ···········-····-·-···-·····- ········--·······-···--···-·--··--····--· .. ·op-·-···- Rpl73 ^.ooo Rp24o.ooo ···· · ··········-··-···· k iJ .. 6·63·: 060 ······ .. ; : ; -: ····· ·su!VlA.r'.ERA·····sktA1':
'.f'r·.... · · · ·· ·· ^·· · ^·· ··· ^· · · ^·· · ^·· · ^···· · · ^·6r ······················ ···················· ^· ·· ^· ·Rii2is·: 66o · . ^. :
· . ^. · . ^. · . . :
. ^. :
: ^_· .
· . ^. :
· . ^. · . ^. :
· .. · .
:
· . ^. · .
· . ^. · .
· . ^. :
· . ^. · .
RR : ^_· . ^. : _ ^:
^r P · ^· . ^. · .
:
^2 2 . ^. · . . · . . · . ^. · .
17 · . ^. . ^: · . ^. :
0 0 · .. · . ^.- . . ^. . ^. :
^. _ ^:
^00. : _:
·.-.. 0 0 : ^· . ^.-_ .-_.-.00 :
·.-.-.· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : RP.,: : rn: ; 9: 99 ...... 3·: ·· . LA: !Viru: Ncf···.... . .. ........................ or· ..................... ........................ R ^j) 2 ^i 6 ^:
... ....... . ........... . 1.3P.?..'±9..:
9.9.9 . ....... sf .. . trn: -r·GKDLff··· ............... : ·····: ·: : : : : : ·: ·: : : : : ···: : : : : ·: : : : : : ·: ··: : : ˪?.: ? ........................................ Rp'i9'4 .. 666 Rp260 000 Rp775 000 .... i6:
... . BA: Nd'KA ... 'IfEiITUNG........ OP : : : : : : ^· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : gpõ˅: §.: : : 99: 9 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 8P.º: : rn: \̧: ^9. ̬5.: ^. ^. ^. ^. ^.... ^.. ^. ^. ^. ^..
^...
. . ^.. Rp7'3ˆ{666 .. ^. ii .. ·13·'1"ffifjfff ^. . ^............................. ....................... OP . . .. . ..... . ....... . ..................... . . 8P#.?.. ? . :
99..9........... . .. . ........ . .. . F.P.G.'.?.9..:
9.9.9. : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 8P.7.: $.9:
: 99: ·····i2·: ·· JAwx····sARA: t . .....· .......... . ............... ..... . ......... ...................... ........ . : ·: ···: ·: : : : ·: : : ····: · : : : ··: : ··: ·: ···: : : ·· . . 3sy:
...... ....... . ... . ............. . .. . ....... gPH.G.9..:
99..9 Rp29 ^o.ooo ......... . ............. .. l.3P?..'.?. 9.:
9..9. 9 . ..... i ^3·:
. fi': KL . ^.. ^. Ji\kARTA ^.. . ^.. OP Rp30o.ooo .......................... R1); : f66j)'66 Rp764.000 .... i4·: ···· JAwx····r1fi·d'Afr ......... · · · · · ··· ···· ·························op.... ·.......... .. . .. ... ............. ....... .. kiJTS·1: 060 ··························R: µ2·63·: ·600 ......................... R: ])6·1·5: ·6a6 .... i'S':
. t5T."V6GYAKARTA..... .. . ............ ....................... o'J: i .. . . ·: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ·: : : : : : : : : ˇˈ; : ˉ: : : : gg: g : : ········"······•"••"R: l)3i6: ·6oo ················ . ^. . . ^. ^. ^. ^. Rp7'56: 6oo ·····ˊ·˩·: ···:
«75f.[.: : : frfyiutf....... ···· .: : ·.: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : g : ¬: : : : : . . ............................... RiJ: faO': ·oO'o ··· ············: ·: : : : : : g: : : g: gg : : : : : : : : : ·: : : : : : : : ˋ·˭ˌ: ˡˣ: : : §: gg ·····is·: · ^· ·· ^· Nus·x····11t'NGGARA .. 'BA.RAT ^.. . ^. . ^.... . ................ ......................... 6F.>.: : : ^· : : .:
..... ^. ......... ··- : ^: : : : : : : ˍ: : : ) R : : < : : : P P.: 2 õ : 4 ˎ : 09ˏ. ·: 09_ 00 ) 0 : : : : ... Rp426: ·6a6 .................. R: p7'55': 'Cfoo ·····i9·: ·· wusii· ····11rn88ARA·····rtiV1UR oP ··R: µ326: ·606 ^...... . ^.......... . ^.. Fi: r7·26: ·006 20 ^. ^·· R ^A.It'MANrAN····fixkf\r···············- ^·······································-······ op ···R: iJ2.s6ː6oo ·········-·-···-···-·R: : p2·66: -606' ···Fi: µ6·2<5:
. 006 ·····2i:
... RAU'MANTAN"'.ftt'Nt}Aff "'............. : : ·: : ·: ··: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ··: ·····9: ?: : : : : : ··: : .................... .....
...
. :
. ·.- .. :
ö _ .. .: _ ·.- _p P : : . ·.-.. :
2 _ 1 .
. . .. . ..
̦ . .
.. . ..
· ˑ . .. ...... . .. . :
.. . g......
..
..
g .: · . .. . .. .. g . .. . ·. : _· ........................... Rp3.46': ·ofo ········· .. ···········Fi'f)i7·s·: 6'66 ..... 22·: ··· RALi'MANTAN···'SELAfAN.......... OP .............................. -... : : : : : ^: : : : : : : : : : : : ^· : : : : : Jfr).˒§$.385.9 : : : : : : : : : : ····: : : : : : : : : : : Riiz: 99: : : 9: 99:
... 23 ^· : ^··· kALIMANTAN·····TfMU ^R. . ^.. . ^.. . .................. : ^· : : : ^: : ^: : : : ^: : ^: : ^: : ^· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 9.)3.: : : : : .......... . ......................... . .....gPH.9.9.:
99.9 ........................ ..8P;
.9.9.:
9.. QQ ......................... BP?..!?.9..:
9..9.9. .... 2 4·: ·· kALiMANTAN"•'UfARA····· OP..... .. . ... . .....^.... ^. ^. ^. ^... ^. ^.. ^.... ^. gP}.?..9.:
99.9. ... .................. RP.'.?.?.9.:
9.9.9 ........................ l.3P: ?..?.9..:
9.9.Q . .... 25·:
. sULAWifsftJ'tARA....... ................... . .. .... ..... 6P...... Rp183. ^ooo Rp ^2 7 ^o . ^ooo Rp737. ^ooo : : : : : : : .: ©&&WIf. ¯: RAt . .....·· .: : . .-: : .: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : .g˓· .. . .. .... . : : : : : : : : ·: : ·: : : : : : : : : : : : : : : : Ib: : : §g§ : : : : : : : : : : : : : : : : : ·: : : : : : ˔˕ˤ: ˖: g: : : gg§ : : : : : : : : : ·: : : ·: -.: : : : ·: : : I]g§ : : : : ˗l··: g: t1: l: : : : ³´1£JC : : ......
....... : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 0 §.rr: : : : · : · : · . ··· · · : : · · · .- · ·· . · .·.:
: : .. : : _:
. : : _ :
.
. : : .. :
. · .: _ .. . · . : : .·: · : ·· · : : .. :
. · .: : .. :
. . : : . . :
. . :
:
: : .. . : : .. . : ö R : : .. :
: _:
. · P˘ . :
. · .:
: 2 _·1 1 · ... :
. : : _. ˙9 · .• :
. :
.. . :
2 s 5 . :
· . :
. : : : .. g o .. : : _ : ···g o : : .. :
. -.: : o g .:
. : : ·· · · . : · . : ·_: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ˚ R : : : : : P g: ˛ 2 : : : s s. : : : : 0o ÷: : .: : o ÷0ot : o t : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : R R ˜r ˝ : ˞ 6 : : : : ˟ s : : : : ˠ s : : : : : : .: : 0ot g o : : : : go : : : : : ..... : fo: ^. 'S ^UtA\VEsT"·; i' E ^Nd.dARA . ^. .. ^................ . . ····3i':
MAIDRiT..................... ........... or: > Rp253.ooo ····················Rp3-˨fo: o66 ·······················Ri).769·: ·666 ..... 32·:
MALDkff··u'rARA.""' ... . ......... ···············0: r······ : : .. : : : : : : : . : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 8i?.I$..: : : . 9: Q9 .................. Ri)2'2K: '66o ··························Rp'66·9·: ·066' ···'3· ^3' : ··· ^t" A·· ^p ·· ^·a ·· ^x ··· ^· · ^· · ^· · ···· ·· ... · ................ ail ^······ Rp225. ooo : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : fi.: P.?.: º:
3B5.:
^. ^. ^.. ^.. ^. ^. ^. ^. ^.. ^.. ^...... ^. ^. ^.... ^kii ' ^if f ^i. 066 3 ^4 . r ^Aru: : a: or ·············· ·························'R]J˧fft'G566 Ro320.ooo ·········· ·············R: 1; ·75·0·: ·060 NO. 3 5.2 Uang Harian Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor PROVINS I SATUAN FULLBOARD DI LUAR KOTA FU LLBOARD DI DALAM KOTA FULLDAY / H ALFDAY DI DALAM KOTA (1) (2) ( ^3 ) ( ^4 ) (5) (6) 1. ACEH OH ......................... .. . gP .. ᑕ . . V .9.. :
.9..9.9.. .. ................... gP..W.9.9..:
.9..9.9.. Rp85. 000 .......... b · ^'$'tXM: AtÃM"'.'.'.I J. T.A... ... ^. ........................... ^.......... OH Rp130 000 RpllO 000 ............. ................... R ^p'9L : " ''666 ......... ?., .. ..
RIA.Y................................................. . .. . oH Rp1so̥ooo Rp100: 000 : : : = : JXJlYKg ... : : : : : : : : ; : ....... f ^Aň ·[ǓN ......R.IAU........... .. .. ........... gǁ .
...: : .: : .. : : : : : .. : : · : ·: : : : .: : : R ơ p Ƣ: : 1 f 2 ƣ: 0Ƥ:
ƥ ·o Ʀ: o g oƧ: · ................. ·: : .: ·: ƹ·{}g: : ggg. Rp95 ooo .......... '5....§.Y.M.ATJ.?.9 ...... J?. ARA: T.............. oH ·.....................R: r; Io6': ·6o6 ....................... . ..... . . R: r; ·ss· : ·66o · : : ^: : : : ^: { ^. ^2 ^X ^tf t v NJ : ^:
.... ?ᑾ. ^ᑗATAN............ g....'.' . ^. .'.'.'.'.'.'.'.'.'.':
: ^· : : ^: : : : : ·: ƴ.'.f§.'§.' ƶ.§§.§ ....................... _.ƿ{ǖ·'§.':
'.§ §§ •.•.•.• . ^.. . ^.. . ^. . ^. . ^:
. :
. •.•. :
. :
. ^.. . ^.
. :
. ^..
^.. . ^.
^. . .
. ^. . ^. . :
. ^•. :
. :
. ^. . ^. . . ^. . ^. . ^.. :
. :
. '.R R R .• - . ^.. .. ^. .. ^. •.: ƨ P · ····: ^· . ^: Ʃ9 · ^· ······: · . . ƪ s •.•.• . ^.. . :
. '....^... : ^o . o o : ^· ·· ^· : ····· · ·g o ·.···-· ^· ····· ^g o · . ^" · ·· ^· : · ··· ^· .......... 9..:
...... I3. . ᑖN Q.KY. 1 Y...... . ... . .. . ^. . ^....... .. 6if.... . . ^..... . .............. . . RiJI3· ^6 : · ^o t.8? .... .. .. .. . ......... . .. . .. .. .. . .. ... .. . .. 8 P.II.9. ·. :
·9.9·9_ ..... J.9.:
... . . BAN.9:
K.A ...... l?..ᑖ.J.'.f.Y.N.Q........... . OH . .......... .. ...... g.P .. [.?..9..:
.9.9. .9. .. RP}J..9..:
.99..9. Rp95.000 ...... J . . L.... I.?....h....N . . I...l.?....N........ .. .................................................... ... ................. Qtf.._ .. . ........ ,,_ .. . ....... . _ ....... RP.X.Y.9. .. :
.9..9-Q. __ , .. , .......... RP..!..9..9 .. :
.9.9 .9.. : '"'.... ... ...... . Rp·s·Ƶ: ro 6 6 it Z: i I iiir W·.... : g; : =: l!tig\·§ : : = l!U§: §E§ : : : : \l!HI&ii .... J.? . . :
..... ]) :
L .. .YQQY.AKAR.T.A......... . .. .. . ............... .9.: E: i ................ ........................ 8P } :
.4:
. . :
9..99 .. . .... . .............. ^. . 8P} ^. J.?. . . :
9..99. Rp 100. 000 ...... I6:
... JAWA. ... TIMY..R............ OH Rp140.000 Rpll5.000 : : : : : : : : : : .:
: : : .: : : : : .: : .: : .: 8P.Iq: 9: : : 9: 9: 9: 1 7. B A L.J . ................................... . .. .............. ..................... ^OH . ................ . .. . RpI6'6': 'C566 ........................ Rp'f3'5' : ·6o6 Rp 115. 000 ........ t.lj . . :
.... Ǐ.tt$.A"":
. .f ¢.·Nj.§.njAǍ . .... . .. . : !f&QI . .. . .. . .... . .
....
. ....
...: : ·"" " .:
: : ·: " : ": ": g .. ǀ . . """": ·:
. : : : : : .. : : .: : ·:
: : . . :
:
: : : : : : ·ķJ. 4:
: : .ggg .: : .... ·: : : : : : : .:
·: : : ·ƷJJ.$.: : ·ggg .. .. . ".: · · " · .. · " · "· ..... . .... .. . ·.": ·: ··· : ·· "· ··· : ·:
. :
.. :
. : · .
.. .. :
. · ." · "· ·ƫ ·· · " · " · "·" · R .Ƭ .· .. ·· ·: · ··: · .P J .. :
. · . .. · . o9 o .. · .. .. :
: ··· "o s s .· . : ·_ ": ··· "· - ƭ.· . . · . . oo o . . :
. · . .. .. :
. · . g o ·. ":
. · ."· . . :
. g o .·." · " · "·": · ... b. ^o · ^.. ^.. KA1IM.AN: T.AN ...... I.?.ARAT.. ........ . .. ... ..Qt!..... ....................... . ...... BP.E3.9.:
.9. 9..9. ...... b .. L.... .. KA.!M.A.:
.9.9. .9. Rp85.000 Ji !LllMNOf !PQ ^· -·· ·- ··V-[B W; ·-·: R-SiTtiUf llK -- ^· ƲƳ i!t! !: =: ": #$!%i&'() ....... ᑔ .. '? . . :
..... Q.QR.Q.NT.!.\19.................. .............. .9.!.i................. . .. ....... BP.! . . Z.9.:
.9..9..9 . ............ ...... gP.U..9.:
9..9.9 Rp9 5. 000 : _t:
. • i*U!Uti!i :
.... ·: : !=·: : ,=·: ·ii tlf! ·-·ltf : ; *; 11[+ ..9..9 .9.. Rp85.000 ....... ; ?.,2. MAI.: -.Y..I.<l.T. ...... Y..'.IAB!.. OH Rp 130.000 Rp 110.000 ......... . " " ........... Rp'9"fro60 ....... !: ®: Pcif iARAT .. .........g.......... . ... . .. .................... . ƮƯf ^· ư.g.: Ʊ·§g.... .. : : : : : : : : : : : : : : : RS: g: T: : : g: g§" ........................... RSH·T: : : §"g§" 36. SATUAN BIAYA TIKET PERJALANAN Dl.NAS PINDAH LUAR NEGERI (ONE W AY) NO. PERWAKILAN SATUAN (1) (2) (3\ JAKARTA - PERWAKILAN Pu.blished .Bu.si ness (4) (5) First (6\ fdalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA Pu.blL c; hed .Busi ness (7) (8) First (9) , .......... 1..... ·.... . ... . , .. A..... . b...u.... ·.... . . n ..... h . ... .. . a . .... b ...... i .. .. .... . ........ ................ . .. . ............. .............. . . ,9E¥!.1..!.¦'.'l: §i..... . ........... .....J>. . . ᐴ.?.9.. .................. ?. . . ᐹ.9. ?..9. 3,790 ............ J:
. ?.ļg............. . ... .. . ?...?..?..Q . ...... . .. . .. . ....... ?.:
?..?..Q. 2.... . . !.?ÂJ.¥........ . .. 9!.¨1.!.l.¦¨1.©........ 3 '4.2.2 · · ·- ............. ᐶ . .. . .'±.2..... ... ?. .. . '±.!.2..... .. ? . .'...2 . ................ . ... . ?. .. ᑁ.?..?. . ..................... ?. ... '± .. .2. 3. Ad dis Ababa........9.. Š1: 1: ?..Ū/.D1: 1:
:
..... ....... ........... Ũ.ũ.4-} .. ..................... .'.9. . . ?9............. ...... . .. '±.ĵ .. ?.?9. ................... J.!.?.?9.......... . ........... .!.?.?9. . ... ...... ...... '±.&?.9..
_ ...... 4.... · .. .. .. ..... _ .. 111 . .: : . A .... ;
:
l:
. ϑ . . 12: ϒ .....e :
. . : : . . r · ..... .
. ..
...
.. . · .. ·· ._ .. _ -......... .... . _ .. _ .. __________ .... __ 1_9.!.ᇏJ. !S.ᑇ1.!__ ··--- -L'!__Q . ·-- .. .. -'!LᑆQQ _ .. . .. . .. __ (: iL<!_ᑅ..?. ------ ?. . §.J:
Q..... . _ ....._ .. . ±1.?.?..9..... ........... __ (:
?.?7..§_ 5. Amman...... 9!.¨J?:
f.¦¥1.®......................... 1. . .. . ?.'±.9 . ........ . ...... .. . ... ?...?..?..2.............. . .. . b>..?..?....... ........... . . J....?.?..?. .................... Q>..?..0..9 . ...... .. . ...... ᑂ.>.2.?. .. . 6. 7. 8. , .. A.... . m.......s..... . t . . e . ... .. r . .. . <l.... a .. ... m .............. . ........... ... . ........................ . ....... . ..... . . 1.9.TūŴ?.g/.D51..i.... . ..................... .'.9..<?.9......... . ...... . . '±.>.?..7.9. .......... ....... ?..>..?.?9. . ....... ... . ......... ?....'.!. .?.9. .................... '±.'..!. .?.9. . ................... ?.* . .?..1..'±. Ankara ....... .9..!.:
: ?.. l.!.R1.L ... .................. .J.1.?. .. ?9................. ?..1.?9.9.. .............. .>.?9.9. .................. .J.&?.9. ..................... ?..&'?.9. . .................... .?.. Q.9.. Antananarivo ...... 9.!.¨!,1.g/¦¨1.©..................... . .... 5 .. . ?...9........ . ........ ?...?. . .9. . ...... . .. 7..!: ?.?..9. ..................... b.!.?. . . .9......... ........... . .. ?>.?.0..9.......... .. .. ... 7.. ! . ?. .? .9. , .......... 9.......·........ . ,A ...... s.... t.... an . .. .. . .. . a ........ . .. ........... .. . .. . .. .. . ........... . ........................................,.9.E.?..o/.!S.1.i...... . .. .. .... . ...... ... 7Lc . . '?.9. . .................. '±..?..?9. ................. ?.<??.9. . ..................... l: )?Q.......... . ...... . . '± . .. 1.. . .................. ?.?.?.9.. , ..... }.9. .. '...... f.._thena .... . .Q:
: 5?..g/.!S.51..i. .... . ..................... .' 8.'.?.9. . .............. . .. . '±.'.??9. ...................... ?..7J.Q9. ...................... ?..'.?..?9. . ...... .............. . .'J .. '?..9..................... +.?..L.9. . .... ..:
..:
. .:
......1?..ᐼ1.?..9.ᐼ1.ᐽ ... ᐾ-ᐿᑀ . . : 1?..<:
µ´: ¶´: 1: : 1 :
................9.E!.1.g./.¦º:
L.... 540 663 969 530 657 957 12. Baghdad ..... 9.!.¥1,!.g./.¦ª.1.©............... .........1. .. !7..9.. . .. . .. . ... .........}_,ggg . ................ ᑂ...?.?.9. . ............... J. .• ?. . ?.. ?. . ..................... ?!.9..9..9. . .............. . . 7>..?..0..9. , ..... ii.... . . si................. . 9. Ì 13.!:
g / . D i 1.i. ... .. ................. }.ᑌ.?..'±?.... . ..... . ... . ... . .'J..9.? . .. ...... .. .. '± .. }.?? ..................... ?.!.??.? .................... 6.!.'±Q.'±........ ... ...... . . '±.?.} .. ?.? .
.... ...1..'.±.:
... 1?..ᑍ?..gᑎᑏ?..ᑐ...... ........ 1. . . ?.:
..... .f.:
.c: _ij_i.?..L.......... 9£¥1: : 1: g/¦«¬........ 660 924 . . ...... .. . . } ·?.9.. 550 730........ ....... . } . .. . ᑃ.?.. ?. ...... 9.E.c; t,?g.f.¦ª-1.©......... . ......... . . c . . 9.+. - ................. ... +.+.?...... .. . .......... ?.!.9.?.. ? . .............. ..... 1. .... 2.'±.9..... . .......... . . ... +. .'±................ ?.! .. . ?. .9.. ..... J.?. . . :
..... ?ᑓiru.t.................................................... .9!.: i 1. :
. + / . 1.S 1. L ..... ..................... ..1.¥..'± .?9...... 2,890.... . ...... ... . !?. . .. 3..? .. 3. .. .. . .1.: LL?.Q ..................... . .. } . .Q.Q ......... '± . >. . ? .9..9. .. ....... E . . '..... ?4.?.6l3.:
...... . ...... .Q:
: R?.g/_1.Ķ.R1..i. ..... .................... 6.1.9..<2.? ..................... '±.1.?..?.?. ............... ..?.. 1 .. ?.?.1................. .......1 . . ?.?.? .................... '±1.?..?. '±............. ...... ?. . .. . . . ?.'.± 1.... . ... 1.... . s.... . · .......... B ..... e ...... r.... u..... n.... .. . .. .......... .. . ..... ...... .. . .. . .. ...... ....... ...... .... . ...... .... . ... ...... .. . . , 9.E¥£1.!.¦«®........ . . :
............... ?. . .. . ?. .. ?.9 . ..................... 7 . . 1.,.?..9 . ..................... 7..1.,.9.9. . ..................... 3. .. . ?..?..9. . ..................... ?_,.9.?..9...................... . ?. .> . ᑃ . .9. , ....... 1.... . . 9 .....·.... . . 1.B ...... e..... r . .. n ............................................................................................. 1 Q :
: A ? . $. / .D ᑍ 1. . G ..... ................. ?..?.3.9.9. ................... '±.? .. ?.?.Q . ............ . ... . ?..>.±.?9. .................... 6.'..?.?.9. .................. 5 . .. . ?.?.Q . .................. ?.!.'±.?.<?.. 2 o.... !.?.?..S.?..j.i---···........ . 9.lik1..g/.!S.'3.:
L .. .................... ?,.9.?..1. . ............... }}.'..?..4 .. ? . ........... . ...!..'±,?.?.? .. ........ .......... . . ?..1..9.?.?. .............. }.9, __ ?.?.Q . ............. . J .'± . .. . ?..?.1. ..
...... 3.: !.:
..... . 1?. E as ili a ....... 2..3.:
..... . I.?.1³atislava 23. Brussel 24. Bucharest 25.... . 1?.?²¥p³´.µ ..... , ....... ?..?..:
..... .J.3.uenos Aires 27. Cairo 28. Canberra............. .............. . ...... 29 . .. . Cape Town 30. Caracas 31.... _s;
¶!·.¼g.?. ..... ..
....... 7..:
. .. C<?.lombo , ...... . .:
.....P.alrnr ...... 9.E¹!.1.g./.!,»¨1.1........................... .... . . .9. . .................... 7. .. ..1.:
?..?.. .. ...... ...1..9..>.?.. .i. . ................... ? ... ?..?..?.. . ................ Ŭ.9..1.?. .'±. . .............. ..!..! .. !. .'±.?. .... 9.E¨?g/¦¨U 3..?..9..?.. . ..... ;
.. 1.!?.. .?. . .. ............... ?...7..9.9.. ................... ?..!.9.. 7..?. ... . .. . ...... . ......?.!.?.ᐰ?.......... ...... ?....7..9. .9.. ...... . 9.!ŭ13.: ?..g/.ů.5!.i... .. ..................... .1.?7.9.. . .. .............. ?..1.?'.±.'?.. .. ................... !..'.?.9. ...................... .'..?.<29.................... ?. ... ?'.±.?. ..................... ?. .... ?..1. . . 3. . ...... 9.E¥£1.g./.¦'.'1:
i....... . ................... 3. . .. . ,.? . . . . .................... i>.. .?..Q. .. . .............. ?.?..?..?..9.. ..................... 3..&.?.9.. ..................... ?...!. ?.9. .. . ............... .?..!.?..?..9.. ... 9!.¨?..!.¦½1.® . . 1..?..?..?9.. . .. ±.ᑊ.i.2. . ...... ?.:
.?..?..9.. . .. ····-··· .....3. . .. . ?..?..9. ...... . ........... ?.1.š9.9.. .!..!.0..?..9.. ....... .9.E.c.1: ?..+!..1.S.c.: l}................ . .........'...?..9..9. . ... ...... . ...........?.. ! . . ?.. 9. .9............... J.<2...?..9. 9..................... ?.ᑄ.?..9.9....................... 7..1.?..9.9............ J.?., .. § .9. .9 .9.!.l3.: ?..€.; /. !S1; 1:
L... . ................. ?.,?!...... ......i?.± .. ? ···- ...... .. '± ... . ?±.!....... ........... ?. . .. . Q..9 9. .............. ?.. 1.?.T?...... ........ '±.1 .. ?.9..Q ..... 9..£¥£1.g./¦«®.... . .. ................... 3. .... -.,.9. .. ............. 3. .. . ?. .. Ů.'±...... ..... ?. . . !.'±.?.9. . .................. ...1. .!.?..?.9...................... ? .. . ?.. .?.. ........ . .. . ........ . ?.?. . .?.. ?. . .9.:
: AJ1..B/.I.'3.:
L....................... '± . .. }.Ţ- .. .............. i.?.:
2.9............. ?..'.?.'±? ......... ........... .. ?.?? ..................... '± .. } .. ?} ............... . .. . ?. . .. . ?..?'± .... .9.:
: i?..g/.!S.i1.i.......................... '±....9. ..?.3....... ...... . ....... . .7..1.?. .. ?..ţ .................. 1. . . i.&.9..9...................... i.1.'±.1. . . ?. . .. ............ 1..9..?..1. . . ?.3.. . .............. .:
. . 4.1:
... ? 9. .Q ...... 9.E¨!.1.g.f.!¨1.®..... . .................... ?. . .. . '.!..?. . . !.. .............. ?. . .. . ?..'±.?.................... ?.>..ķ.'±.?.. .. ................... ?.2.?..6.?.. . .................... ?.>.?. . . .?.................. ?. ... ?. . ?. .9. .. .. 9..¯.£.l?,g/¦ª.1.®.... . .. . .......... J.?..9.?..9.......... . .. . ... . J.?..?.?..9.. .. . ...... 4 . .' . ?. . ?. .9 . .. 880 ..... . ............... L.?..9........ . ...... . . J. . . >.?....9_ ..... . 9.:
: 5?..$./.!S.'3.:
L........................ .'.Ű.?. . .<?..... .............. ?..'..?'±9. .................. .. . . ?.'..?.<?. ...................... ... .Q?.9. . ..................... ?..&?.9..................... ?. . .. . ?..<?..
....... ?'.±.:
..... .1.?¯·!llascus ...... 9E º : !.1.g/¦¥1.1........ ................. J . .. . !..i.9. .. . ........... ?..?...1.:
?.9.......... . .......... ..'±.>..1.:
?.9 . ....... . ...... . .. . . J . . 1.?...1. :
$./.ÎÏ!i. ...... ..................... 1..... P.?.... . .... . .....J.'.7.9.? .. .............. ?. . & ? . ? ... ... 971......... . .. . ...... . . . .. . ?9..... ............. 8.!..9 .. ?} .. , ....... 3.... . 1 .....· ....... . , .. D..... . a .... v .. .. . .. a.... o.... . ......... l . . t .. Y " . .......... ... . .. ................ . ...................... ...........,9.E¥?.: g/¦«i....... . 890 ....... ... . ......J. ... '±ű.9. .,700 860 . ....... .. . .....J. .. . . ?..?..9.. .. ... ....... J..!.?..?..9. ,. ..... ??.:
.... .P.ᐸ?. .. !.i.13.:
'3.: &........... . ..... 9.Eª.J?.:
/.¦¨g..... . .. .............. . .. .Q.?..9.. .. .. . ..... . ...... . ± .. . ?.. .2..... .. . ..........?..1.?..?..9. ..................... Ľ.!. ?.. ?..9. . ........ . ..... b .. - - - .9.......... . .. . .... !. ...?. . ± 39. D h a k a ...... . Q:
: AH?.$./.1.S:
1:
.G..... . . 830 ...... . . J...3. .. l.?..... .. . ...... . . J.ĸ .. ?. ? 9. 770 ................ . . J.'.3..:
.. ? . ................... J.>.'±.?..?. .
....... 4..... . . o.... . ·.... ..
. .
1 •• 6 ... . .. .. .
... . .
..................... . .. · . . · .. · . ................ . ...................... . ....... ...... .......... . .. .. ........... . ,.9.:
: '3.: ?.Jà/.!S.Ï1.L.... . ................. ?.,±3...9 .. ..................??..9. .................... .>J.Ų..9..... ............. .. ?..>.?.?.9. .................... ?.. &99...... .......... ... 9.9..9. . ...... 9.!.¨£1.&!.¦¨1.®..... . ....... ......... }.?..'±.?..9 . . 3' 131......... . .. . ±.!.?.?.9 . .. ............... 1. . .. . '±.?..9. . ................... .?.!.9. .. . ........... ?.!.?..?. .. . 41. Doha .• . n.... . .. u ...... b ...... a .. . . i.... . .............. .. . .......... . ....................... .. . ........... .. ............. . ,.9l: : J:
m1..g/.q.: : J:
L... . .. ....... . .... J..?..9. . .. ... ... ...... ະiji6...
............. ?.,±?..9. .. ............. ...1.,±?..9.. . .................. Ť.,.?.. ?.Q............ . ?.'..?.+ .. ?. . ..... .9.T.u: i:
g/..'3.:
L.... . .................... ?.$.?.±9.. . .................... ?.1.?.?..9. ...... . ...... .?..'?.?..9. ..................... ?.?.?.?..9....................... '±.1.?. .. ?.9.. . .. ................ ? ... ᑃ . . 1..9. 42. 43. Frankfurt ....... '.±.'±.:
..... .9.: i:
c.1: ?..+/1.:
?..0 ...... . 4.Ļ.... . . -¸¨¾¿?ÁE.g ...... 46. Hanoi ...... 9E¨r.: i:
/.!.¨1.1...... 990 .......... ......... } . .. .?.. ?.9 . .. ................ 3. .. . ?..9.9.. .. . .. ............... . ᐵ . .. .9.?.9.. . ................ L!.?. .?. .. . ..... 3. ... . ?..9. . ..... 9.!.¨1.!.g./¦ª.1.L... .. ................ ± . .. .:
. . 9.?. ...... . ... .... ? ... .?..?........... . .... .. . ?.!.? .. (-) . .................... ± .. . ?.?..?. . .................. ?.'. .?.?........... .... ?. .. ! . ?. . ?.. ?. . .. .... . 9..-,?..+!..!S.1.L..... . .. . .. 880 . .. ..................:
.. "?.?.?. . .......... ..... }.'.ᐺᐻ?....... 870 950 .................. ...1.:
.. 3. . ? 9. . , ........ 4 .. . . 7.... . . · ....... . . H ....... a.... r .....a . .. ... r . . e.... ...... . ................... ........... .. . .. . ...................... .............. . , 9.E¨r.: i:
/.¦¨1.L....................... ?. . . !.9 .. ?.9....... .. ...... ?. .. ?.9.9...... ............ ?.! 1. ?. .9. .................... 3..1.?..?.9...... ............. ?...?. ?..9. ........ . ...... <?..1.?...1.:
.?..?..9.. . ... 7. ... !.9..9........ ? .. . ?..9..9.. . .. 6,55 2 . ...............?. .. !.9..9.. , ....... ť.?..:
... . . ±.².lsinki ....... . 9.ľf3.: : 1:
./.1.S: RĹi. ...... ................... ?..> . . ?. ?...9 . ... .. . ......... '±.!.!..' ±.?.. .. . ............ .?..!..1. . . ?9....................... ? .... ?.:
..9. ..................... .!..?9.9. . ... ............ :
?. ... .:
..99.
........ 5 .....o.... . ·........ . . H ...... o.......c ... . . h ...... i . .. .. . . M..... . i .. n ...... h............. ............... . ............. . ................ . . ,S?.:
: i?..€.J.np-iI.i... ... 590 750 . ............... .:
.>. c . . ?9.. 660 840 . .............. .9. . ! ..9. . ,. ...... ?.! . . :
..... . ᑑ?..J: !.gᑒ?..1.!.&....... ······ 9..£¨1?: &.!.¦«©..... . 980.......J . . :
'± .. .9.... . ...........J . . !.?..6.9. . . 890.... ...... .. . .....J . . :
?..9..9. . ................. 3?. . . .?..9.. , ........ s .... 2.......· . .. . .. . .. H ...... o . .. . . u.... . s.... t .. . o ..... n.... .. . ...... ..... . .......... . ...... . .............. . .......... . .......... .....,.9..: 1: AJ1..B/.CA1..i.. ..... .................... @...9..1..9. .................... ' . ᑿ.9.. ± 9. . .. 8,530 ....... ...... .. . .. . J.>.?..?.9................... ?.>..1..?...9......... . ..... ?..'J . . ?.Q.
Islamabad .Q:
:
: ?..S./J..1.L... ..± . . 1.?.±9. ................ ?.>.??9.. ...... 3,070 ............. ....... J.1.??9. ...................... ?.1.7.Ŀ..9. . ....... ......... .?-..9..Q. 54. Istanbul .. . .. . 9.E¨!.1.&.!.!¨1.!........ .............. J.•?..?..? . .... ........... 4 . . !.?.?..'±. .. ........... 4. .. 1'1"4 .. ........... . .. . . J ... ?..: 1:
?. . ................. Ŧ.!. .?.9..................5.:
. . ?. . 9 . 5 5.... . .. r·: ·ii·--i..........
. .. .9.E¨?gL¦° l±- . .. . ___.... _ !2?.9 . ....... _ .. ___ ĺ?2.9. --Ҿ ....... .. ᑈ'±.? ᑉ °-· .. . ... -...... _J .... ?..0..9.. .. ............ -... 2.2.?.ZQ...--.. .. _...'± ... L?Q 56. Jenewa 57. Johor B a . hr u 58. Kaboul 59. Karachi ....... .9.E'3.: ?..g /.!S.ir.i... ... . ..... ?..' . . 1. . . '?.7..... . ... .. ........ 0. . .. 7.±9. .. ................ ?.....9?.9..... .. . ........... .. ... 1..7.Q . .................... 0. . .. . ?±.9.. ...... ........ ?.. .. 9..1...Q. ...... 9.E'.'l: !.1...l.: TS1: i:
!....... . . 326 628........ . l .... ?..i.?. . . 521 640 1 .718 ...... 9E¥?g/¦¨1.©...... . .................... 3. . . 1.ᑋ.?..9.. .. ............... 4 .... ?. .9.. ........... ?.!. ?..?.. .. ................... ... ?..'±.?...................... 3. .. !.?..9..9..... ............. ? . .....?..?.. ...... Q¢c.1!:
g/.£¤1..i.. .... ............... .J.1.3..?9.. ....... .. ....... ¡.'.'±7..9. . .. . ............ ?. ... 7.: , ........ 6.... o ...... . · .. . .....Kh...........a .....r ..... t.· . . o .... u ..... m ................................. ......................... .................,9.£¥J: 0 rang/ Kali.............. .....3. . . !.?.?...... . ...... ? . . !.i.?..+. .. . .. ............. ? .. . '±.?..?.. ..................... ?. .. !.?..9..?.. . ................... ? ... ?..9.. ?.. .. . ............ ?..!.ŧ.9.?. 61. Kiev 62. Kopenha!!en o-; ·; ; ·i'Kii"" 2,060 3,635 8,275 1.,980 4,599 6,720 NO. PERWAKILAN SATUAN 11) (2) 13) JAKARTA - PERWAKILAN Published Business 14) (5) First 16) ldalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA PubUshed Business (7) 18) First (9) 63. Kota Kinabalu . ...... . ...... 9.ÒÐlil: ?..g/.æ.13.: !L.. 450 684 828 420 684 948 ...... ?. .. 1.: _ !u ᑽ.'.3.:
..J.: 1: : : !.!: 1P1: : 1r ...... ... .. _ .. . ... ..... .. .........._ 9._ᒇ: !: ᒘlᐢ.liJ:
l.i... _. ·----·----- J · () _ <?. . 527.... .... ...... ......... . .. . '? .. ?..'?.. .................. 450 527 686 65.... . . ᒉ: l:
1: ᐧ?.ᐨ1: ?.K............ .9.!.Ç1: ?.&.f.:
<.: ÈÉ........ .. 530 890.... . ........... . .. .. . .. . ?. .9. .9.. ^. . 470 770................. .. } .. ! . . ?. .?.. 66. Ku wait . .. ............ . 9.:
Ïê1..g/..1.s.'3.:
.i... ......................... ..1..1 .. ??..9......... . ....... .. . ?..1.: ?'.9.. 3, 1 10 ....................... 1.:
:
.... ^Ēima ... ................ . 9.ÑÏ?.$/.1.5.Ï!L .. ...................... .?.?.?.?.. . .. .. .. ......... ?..1.T' .. ?.............. . . I . . ?..!.: ?} . . ?........ .......... . . 5.&?..?......... .............. I.?..9..?..9.............. . J.?..&.?. .
....... ?.?..:
... . . ^ėis ab on . ... . ...........<: ?.!.Ç1: ?.&./.:
<.: Çg .......... . ^. . ^. .. ...... . ..J . .. . !...9. . ........... ....... ?).?..?..9. .................... ?.? .. ! .. !........ .. . .. . .......} .... ?. . ^ᐗ .9............. .. . ..... ?. . > . .! . ?. .?.. .................. .. . ?. . ? . ?. . . ! . 69. London 9.á'3.: ?.&/.ä.'3.: ÞL.. . ............... .'.?.?..9. .................... ?..!.} .. ??............ 1 ^. .. 9..?.JJ.9. ............... ?..?..9..?.9. ................... '±.?..?..?..9. . .................... ?.?..9..K.9.. , ...... 7.9 .. :
.... ?..͚ ... !.\1:
1.g..1.͛.͚............................ . 9.Ñ'3.: ?.g/.é.l3.: ÞL.... .............. . } . . 1 . .?.. ? .?. . .................. !.§.?..?. ................ 5 . .. i: ?.? .................. ...! . .. §: ?.?.... . ........ .. . . . .. . ?.?..?......... .... . 1 ?} . ' . 71 . Mad.rid...... ...... .<?.!.Ç1: : 1: &/ÊÇ1.Ë..... .. ................. ? . . !.?..9..?.. .. .................. ' .. &1.:
'±...................... ?..f.'±..1.:
'±..... ...... . ........... ? . !.9. ?..9. , ....... ?..?..:
......r.vranama.... ..........<?.!.Ç!1.&./.:
<.: Ç1.Ë ...................... . } . .. .7..7.. 7.. .. . ... . ... .. ...... . ? . .. . ?..9..?. . ................... ?..>.?..?..?. . ................... 2 .. ?.. .?. ..................... : ?tK.9.. ?. ..................... ?. . q . ?. ?. . ?. . 7 ^3. Manila .9.Ò: Ï.g/.å.'3.: íi...... 670 1 ,240........ .......... . . J.1 .. ?: ?.9.. .. . 650.................. . J .. : ?.9.9. . .. .............. J.?.?.?..9.. I·.... . ?.: 1:
:
.... .!:
¯: P..1!.·?.. ......... ............. ?!.Ç?g/..J.<.: i=.':
Ë . ... . ................. ?..'..! .. !...................... s.>7'64..... . .......... ?..'.?..?..?...... ..... •.... ?.!..?..?.................. . cd.?..!.?.. .. ..... ... .... '?..!.'±.?.!. 7 5. Marseille................. .<'.?.!.'.3.:
g./.:
<.: '.3.:
Ë............. .. . .. . ...... : ?>. .. |.9..9 .................... i.x.9..?..?......... .............. ?.. >.7.9.9 . ..................... ?2.?..?..9 . ..................... i.x.9.?..?. . ................... ?. >. . ?. . ?. .9. 7 6. Melbourne .9.:
ÏÓÔ.g/.f.S: Ï1..i. .. ... .................... J . .. ?.?..9.. . .. ....... ?..1.?...9. .9. .. .................. .... .. ?.: ? .................... J.&?..9....................?..&:
.. :
.................... .' . . :
. . ?..?. .
..... .!.. ?...'..... ᐞᐟ.ᐠ!.ᐡ9....ᐥᐦ.f: Y............ .................. 9.Ñ13.: ?.€.; /1.5.Ï.i............................ ?.1.?.9.9.. .. . ...... ?..1.2 .. ?9. . .. ............... I.1 . . ??.?. . ............. .... L1: 1:
?..9. .................. ?..!.: 1: ?.9. ................. ?..1.: 1:
?.?.. 78. Moskow .. . .. .. . .. .<'.?.!.'.3.: 1?: &./.:
<.: ÈÉ......... . .................. . ? . . !. . . !..9................. . .. . .i ... ?..?..9.............. . ?.!.?..9..9. . ..................... ? . .. . ?..?..9. . ..................... i.?.?..9.9. . ...................... ?. ?. . ?. . ?. .9. ...... !.?. . . :
... D.r.?.. ?..AY.. ..... . .... ................ . 9.£'3.: Õ1..Ö/.1.Sc.1:
L. .. .. ................ ...1. ."?..9..9. ............. . ?..... ?..9..9. ... .............. 0..:
.?..9..9..... .......... .... ğ.!..?..9..9................. ?. .... ?. .9. .9............... . :
. ?. .9. .9. . 8 0. Muscat....................................... .. ..... . <: ?.£Ï?..gL.!S.1..i. ............. } . . ?.?..?9...... .......... .?.1.±.?...9..... .. .. .. '±1?...9. . ... ....... . _.... . ?..1. 9. .. ?..9...... ............... .1 .. J..9..................... . '± . .. . ?.?...9. .
....... ?: : .. :
..... . ᐝ. ^a iro b ^i . ...... . ...... ...... .9.EÇi:
1.&./.:
<.: Ç1.Ë.... . ........... .........}.>..?..?.9. . ..................... i?..?..9..9. . ...................... ?....}.?..?. . ..................... ?..... . !..9.. .................. 5 .> ..1.:
?. .9..................... . ?. .> . ?. .9. .9.
New Delhi .<?.!.ÇJ?: g/;
<.: Ç1.i..... . ........... . .. .. . 9 . . !.?.9..9. . ................... ᐍ . ...?. 9..9..... . .... . .......... . ? .. ?.9..9....... . ........ . J. .. ?.9..9. . ........ ... . 3. .. . ?..9..9. .. ............. ? . >. ?. .9. .9.. , ....... ?.. . . :
.... . ᐌ ew Yor ^k . .. .. . . 9.Ò: Ï.g/..1.Sl3.:
.i. . ....................... ?..1 . . ? ^Ė: ? . 7, 19 5 ............... . .. . ?..1..QT .. . ................. .?..:
i: ?.?. .. . .......... ...... . . ! . .. : ?.?.. ?................ . .. . . ?..!.} . . ?..?.
Noumea . ......... .<?.. Ó: 1: : .g./.1.Si=.':
i....................... ..J .. !.?..?..9..... ........... ' . . &9.?.. .. ................ 5.>.?...?.................... ..J . . !.?..?.?..................... ?.&9..?.. .. .................. ±.>.?. . . L.?.. 8 5 . Osaka. . ..... ................................ ... .. .... .<?.!.'.3.:
.g/;
<.: '.3.:
É....................... . .>.?..?.9.................... ᐍ . .>.9..±.9............ ? . .>.?.. ?..9.. .. ....... J . . !} . . ?.. 9.. 2, 1 49 .......... . . ᐍ .... ?. ?. . ?. . 86. Oslo 9.E×.g/.Î'3.: !i. .. . .. ....... . .. . .. . ....... .1.3.?.?. . ................... ?..& .. ? . ................ .....?. . .. . ?.TQ.................} .. ?: ?.9..... . .. . .. . .. . .. . . ?..&L? .................... ?. . :
&./.:
<.: Ç1.É........ . ...... . .........?.!.?..?. . . !.......... ...... ...... ?. ... .±.?......... . .. .. . . J.9. .. . .9..7.. . .. . ...... .. ..........?. . . !..?..?. . .............. .J..9..?.?..±.?. . .. . .......... . .J..w.x.?..?..: 1:
8 9 . Paramaribo.............9.:
Ï1.?..Ö/.1.13.:
L... .. ................... ?. . .. ' . . ?9. ..................... ?.1 . . ?.?..?............ ..1. . . ?..'..?.±.9. ..................... ?..:
?..? .?. ..................... !.?..?..?. .. ?. .. ............ J.?..'.3..?.9.. 9 0. Paris .................. . .. . 9.ÑÏ?.€.; /.1.5.Ï1.L.... . .....................?..1J .. ?..?. .................... .1.: ?.?..9..... ............ !.1.±.ᐋ .. ?......... ........... .. .?..?...: ?.?. . ..................... '±.r..9.7.. 9 . ..................... ?.r.'.3.. , ...... ?.} .. :
..... . : F.'.Ì.ÛÇ!:
Í........... 9E.E.l: 1?: &./.:
<.: Èi.... ... 460 613 7 ^34 436 613 734 92. Perth QÑ×.&./.1.s.Ø1.L...... 790...J. .. }..9.9. . ............. . .. ŷ ?.. ?. . ?.} 970 . .. . ......... ... . ..1 ^. .?.''.7.} . ...... .......... . . ᐤ.:
.?..?.9.. 93. Phnom Penh........ . .. .. <: ?.El3.: ?.gL.!5.Ï1.L... . 730 .. ................ J. . . J.?.9. ................ J.1.?.i.9.. 800............. .. J . .. 3..9.? . ................. J ?. i . ? .9 . 9 4.....?.?.1.:
!:
. D.?.1.:
EF?Y...... . .. ................. .<?.!.Ô: ?gl.: µ Ç1.i.......... .................... . . '.?..9..9. .................... : ?.>.'±..1.:
!. ..................... 3..,.?..?..!. .. .................. } . . .'±.?.?.. .. ................... 3 . . !.?..Ġ:
!................. . ?. . ! .9. . '±.9. 9 5. Praha .<?.!.Î&./.ÊÇ1.Ë..... . ................ ᐐ . .. . ?..9..9............. . ...... . .. §. . .. ±.9..9...... .J.? .. . ?..?..7. ................... ?. .. .9..±.?. . ........... .. ģ.2.?..!. ............. J .. ' >. . ?..9.. ᐤ . 9 6. Pretoria............ . . <: ?.Ò: Ï.€.; /.ÎÏ1..i.. ... . .................. ?. .. .?.' !... ?.................. . . ±.1.: ?.?..9. . .................... ?. ... : ?.?..?. ..................... ?..1.7.9.Ĥ........ . ...... .....5?.} .. ? }........ . .. .......... . ?. !. } ..9 ' .
...... ?..!..:
... . .l?Y.?.1.1.: â.Ø?.&....... . ... . ........ 2.1.: Ç?ll; /;
<.: Ç1.i....... .. .................. . .. . ?..?..9............... : ?.?.?..?..9. ................... i.1.9.±.9.. . .................... y.?..9..9.. . ............. .... ?.L.9.. ?. Q. ...... .............i . x ?..9. 9 . ....... ?.ᐘ.:
..... .9.: i: : t .i.ᐮ?............................. 2!.Ç1.Ö/.;
<.: Çg""" ...................... ?:
.9..?.': 1:
.. . ............ ?.!.?..3.9. . ............... J.ᐔ . .. . ': 1:
?..9 . ..................... ? :
.9.': 1:
9 . .................... ?.z.': 1:
': 1:
9.. 99. Rabat........ .<: ?.:
Ï1.Ô.g/.1 ^. S: Ï1..i. ..... ...................... ?..&?.9 ..................... .... ?3..9 ..................... ?. . .. 3..?..?...................... . ?..:
.?.}..9......... ........... . . ~.?..?.?.9 . ..................... ?..&?.9. 1 0 0. . . ƑY. 13.: x ? ......... . ................. 9.EÏ?.€.; /.: ES.Ï1..i........ . ...................... 1. . .1..?. ?..9 .................... ?..1.: 1:
?..9..... . ................ . ?. . .. ?.?..9. . ................. ... . . 1. .. 1.?.J.9. ................... ?..1..9 .?..9. .................... ?. . 1 . ?. ?. .9. . 1 0 1 . Roma......... ... . .9.!.Ç1: ?.&./.:
<.: '.3.:
É................ ...... . . ? . . !.?..9..9. . ..................... ?..,.9..9..9............. . ?. . . ,.?..Q.9. .................... ? .. ! . ?. .9. .9. .......... . .. . ...... .. ?. .>.9..9. .9...... . .. ........... . . ? .> . ?..9. .9.. 1 02. San Francisco 9.Ù.Ïê1..&./.Î'3.:
.i...... .. ................. ...1.:
1.§.±?.. .. . ......... .' . . ?.?.? . ..................... ?.>.?. .. ?.M.......................e.:
?.?.9. . ................... '± . .. : ?.?} .. .................... ?.:
.?.. . . ?. 1 03. . ^s c: tri. . l3.: '. . Ç .............. <: ?.:
ÏÒ:
f?./.1.S.l3.: !i ......... ................. J.&?.9 ....... 9-.! . .9..?.9 1.?. . .9 ........ ...1. .?..?. . . .9................ .. .. . .?.2.?.±.9 ...................... . r. ? i .9. . .. ...1.:
9.± . . :
.. . ?..Õ?.: !ËÇg.Ï)........ . .. ............ 9.!.Ç?g./.ÊÇ1.i...... . ................. '?..?..9..9. . ................... ?. .>.?..9..9. . ..................... !..'.9..!.9....................... .?.?.?..9. ..................... ?. ?..9..?..9. .... .............. ?..'.?..?..9. .
...!. .9.?. .. :
.. . ?.%aj$Y.?............. ....... .<?.!.Î&.!.:
<.: Ð.Y........ .............. . . b . . !?..±.9. . .................. ?....?..9..9..... .......... . ?. . .. ?..9..9. . .................. ?. .. !.7..9.9....... ........... ?2.9..?.. .. . ..... ᐏ ... ?. . ?. .9. 1 06. Seoul .9.EÏ?..g /.!S.c.i:
L ...... ....... ............1. .1..Q?.9.. ............. 1. .. •.?.?.± . .. ................ !....?.i?. . . 860.... . .. . .......... .J . .. ±.?.9................... J .... ? . ? .9. . l ^07. . ^? 1.:
Ç?!l;
!:
Ñ!...... . ............. .<?.!.Ç?&.!.:
<.: Ñ:
Ë ....... ................... } . .' .. Ħ.?..?.. .. .. .. ...... J . . ,.?.'±.±................... ? . . x.9. . . .?......... .. . ...... . J . .'.9 .. 1.:
9.. . ... ...... . ...... . . } .. !.?..'±.?.. .. .. .......... : ?.&ĥ.?.. 1 08. SinēapĔ!.ĕ........... .<?.!.ÇÒ1.f./.:
<.: '.3.:
i........ 322 5 ?. . . ·--·-·-··...-........ ?..=1-7 .......... ?.SO 534 647 1 og. ^· s ; · fiŶ ^· · gÒÌÏ?.g!.Îc.i: !i.......................... ...1. .1.??.9. .. .. ............ ?. . .. ?: i:
9.. .. .. ........ ?. . .. : ?}..9. ..................... ! ... ?..?.9. ............... . .!.i.?.9 . ........... .. ?. ... ġ . ?. . ? . ........ 1-..Q:
. .. .. ᐎ .. <: ?.ᐛ g ᐜ h .. I' ......... . - ....... .. -. .. ....... _ .. . ...... ...... .... . .... .9.!.ᐙ - ᐚs..L.!5.i . .... .. __ .. ______..... . ?2.. 12 .... -........ }.!.. 12 .. ! .. 9. .. . ... __ . ...1. . 1 . ᐑ - w .9 ____ . __ . .. . .. . . ᐯoo !.!.9..ᐯ.9 .......... _ . ... .! . . z.ᐑ .. 9..9 .. .. ...1. ..1. . .!. ^:
... ? ^t()ckholm . ...... .<?.!.'.3.: 1: ?.&./.:
<.: Ç1.É ... ............ . .. .. .. . .. . . ? .. !.?..±.9. . .. ............... i.!.'±.9.............. . . ?. . . !.?..7..9. . ..................... ?. . .>..?..9................... '.>.ħ.9.. . .................... ?.>.?..?..?.. 1 1 ^2. Suva........ 9.ÚÏë1..€.; /.1.Sc.i:
.i... . ...................... . . ?..'.?..?.9 ................... ±.'.!....9........ .. . .........?..'.9..?..9 ................ ?'.±.?.9. ...................... ±.'.?...9 .9. .. ................. ? . !. . ?± .9. . .. JJ.?.:
... .?.Y.1.͛Y... .... . .. . ......... . 9.ÑÏ?.t?.1.1.5.Ï1..i.. ................. ...1. . .. . ?.i.9. .. . .............. ?..' . . ?..?..9...... ........... ?..? .. ?.?..9 ...................... !.1: 1: ..9. . .. .................. ?..r.?.?. .. ? . .. . ................?..1.?....! .. . ....!. ..!.ᐗ . . :
. ^. }ashkent ............ .?.!.Ç1?: &.l.:
<.: Ç1.i......... ......... . ...... . . Á . . !.?..?.?................... .?..,.?..).9. . ....... ........ (.>.?..9..9. . .................... ' .. !.8.?..9. .. ................ ?. . .. . ?..?.):
... ......... . ?..2 .. ! .9. 1 1 5. Tawau ..?.ÑØ.1-1:
&/.1.s.Ø1.i..... 450 890 1 ,370 420 940 ................ ! .:
±. ?.9. . 1 1 6. Teheran......... .......... . <: ?.Û.Ï.g/.ã.Ï1.L.......... .... ..1. .. 1.?.9..9.................. . . L...?...9. .9 . ................. '±.1.3..9.9. .................... !..&9.9 ................... .!..?.9..9 .................... '±."±.9.9. l l 7. I.?.1.sY..?........... . ...................................... .. ........................ 2!.Õ!.1: Ù./.ÊÇ1.!............ , ... _.... '1..z.9.!.9.. . .......... _ .. .. .. (1.1..? .. !.9.. .. ... -........... ? . .>..1.:
9.. .. ....... '1. . .>..1.:
?..9. . .................... ?..?...1.:
'±.9. . .. .............. : ? . .. ?. .. ᐓ.Q. 1 18. Toronto .<?.EÎ&./.:
<.: ×ØÉ ... .. .................... J.>..?..'.!..9....................?.!...?. . .. ................ ?. .. . ?..7..9. . .. .............. .J . . !.?..?..9...... . .. . ...... .. . .. . ?.'.?..?..9. . .................... .7. 2. ': 1:
9.. 1 19 . . Ú1.): iP?.JÉ........... .. .......... . 9.ÒÜÏ.S./.ì13.: Ý.i. .... .. ................... ?.1.??..9................... ?..": ??..9.. .. .. ......... ?..&?9.......... ...... ...... . ?....i.?9. . ................. ..? . .. . ? . . 7.. 9................... .. .. . .. : 1: ±.9.. 12 0. Tunis 2!.Ç?&/}Èi. ...... .. ................ ?. . .>.9..?..?...... . ... ...... . ... M.N?..9.9. . .................... M.L.O.?..9.. ................... ?.. ! .9 . ?. .?.................. . ?. . ! .9 . . L . ?..... .......... . ... ?. . > . ?. . ? .9. , . . J . ?. .L'....Y.. ancouver .. .......... 2!.'.3.: !1.g/:
<.: '.3.:
É... ... .. ............... .J . . ,.?..?..9....... .......... : ?.!.'±.?..9..... .............. ± .. . ?. .. !..9.. .. ................ J .... ?..?..9. ................... ?..>.?..9.9. .................... '.! . . !.?.?.. . 1 22. V a nimo ... . <: ?.1.:
ÏÓ!.g/.f.S: Ï1..i... ... .. .............. 1.: ?...... . .. . .. ...... ?..1 .. ?.?.i . ................... ...1.:
1.?..9.: 1: ?. .. . .......... ?..&?c. , ... J.:
..^Y. 8: ^tican . .... . . 9.Ñ13.: ?.€.; /.: , .. }.?.᎙:
...^Yientiane ..........<?.!.ÇJ?: g/:
<.: Ç1.L...... 900.... .. . .....J . .>.?..?..9.................J).?..?..Q. ... 920...................J ... .9..?..!. .. ...... . .J. .! .?. .9. .9.. 1 25. Warsawa Orang/Kali ...... . .. . . 0.Ģ.i.9.?................. . .. . ..3..9..9 ..................... . .. . ?.9..9................... . .. . J..9..... .. . ...... . .. . . '.7 . .. .9.: J: N........ .. /!.} .. ?. 1 26. Washington 6; ͜;
.. 2,436 6,090 9,020 2,3 1 0 6, 143 7 ^,8 75 NO . PERWAKILAN SATUAN (1.) (2) (3) JAKARTA - PERWAKILAN Published Business (4) (5) First (6) ldalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA Published Business (7) (8) First (9) 1 2 7 . . JKL.1.M?.. NO?..1?.:
...... . ........... ....... . 9.Í: §l: ?._gl.î(: l: ßi........ 2' 130............. ....... 9.?.: ?..9. ........ .......... ?..?.7..7..9. . .. . ........ . ........ . ͝.' . . ?..?..9.. ········........ .. . ?..!.: 1:
?..9. .......... ......... ?.!.?..?..9.. 128. JPe..13-: ___ ·-····---·--·---·-·---- . ..... . ..... . ...... . ... . _ ^9ra E.ts .. L.1.S. ᒖi. ___ -·-·---Q.J.R .. 2-Q........ . _ 3. ^,2 QQ . . ________ .?..1 .. S_TQ. ---·---··-U.! .. ᑅ . . .9.. ·-·-·--·-·· .;
!..?..<.9.. .. . ... 5,92 . .9. . 1 2 9. Windhoek....<?.!.'.3.: ᐇ./.!.S'.3.:
ᐈ...... . .... ............... =.?.?..!?..?.. ...... . ......... ?..?.?. . . ͝.9.. . ... .. . .... ?.?.2.?..?.. . .................. =.?.;
?..>. . ..................... ?..?.; -@.2.................... ?..2.'.!?.. 1 3 o...Xᐉ!.!: ᐊ.?..?..10:
........... . ..... ....... Q1.1'1:
.+/.2i3.:
.i........ .. . 15o 9 50.......... ....... . . J.ᐆ .. ᐵ.9.9..... .. 150 9 50 . .......... ...... ...1.:
?.}.9.9.. 131. Z a gr e b Orang/Kali 4,344 6,750 7, 125 4,802 8,82 1 8,004 3 ^7. ^SATUAN BIAYA OPERASIONAL KHUSUS KEPALA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUARNEGERI NO. PERWAKILAN RI (l) ᐅ) AMERI.Ƹ UT !..Rf.\ D..A: N. ... J'N..G.A.H.. ....... . 1 . New York (Konsulat Jenderal Republik Indonesia 2 . Ottawa 3. New York (Perutusan Tetap Republik Indonesia) 4. San Fransisco.... .... . ...... ........... . ...................... . ..... . ........... . ... ..... .
................. 5..... . · ...............• : ".Y'.3.:
21.:
: !gg!?..1.?.:
............. .
................ 6.... .. ·...············ • *?.+ ... !\ 1.?.: g % · · ¼ · ᐃ ········ .. .
................ 1 . .... . ·......... . ....... . q?..<: 3-: g?. ..... . 8. Houston 9. Toronto • ····································· • 10. Vancouver 1 1 . Mexico lty AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA 1 2 . Buoenos Aires 1 3 .
. . ..... !Paramaribo 1 4. Brazilia 1 5 . I Caracas 1 6. Havana 1 7. ?..?. g?.!p .... . ... .. . . 1 8. . ....... "9.:
1: ?:
#$§l: g?. .... ͙.¼ ... s=.:
?. . ¼ ········· .......... . 19. Lima 20. ········ oຯT ··········· 2 1 . Panama ··············-······..... . EROPA TENGAH DAN TIMUR 22. .J?.¼gg§l:
͙ ....... . 23. Bucharest 2 4. . ....... . ?..: t?.: 9: &P%.?..' .......... . 25. Moskow 26. IPraha 27. Sofia 28. Wa.rsawa 29. 1i.K .. . ... i ... e ..... v ......................................................................................................................................................................... 1 3 ^0 . Bratislava 3 ^1 . ........ . 3.6g !: : 7.1?. ..... . 3 2....... . . & ຩJ. Y. ?. ..... . EROPABARAT 33. Stockholm 34. Helsinski 3 ^5. Roma 3 ^6. Vatikan 3 7. Frankurt 3 ^8. Bern 3 ^9. Berlin 40. Brussels 4 1 . .P. .. ᐄ1.?.:
.. !i.6§l: K .. . ... . ........... . 42. !Geneva SA TUAN (3 ^) OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT fdalam US$) BE SARAN (4) 60,000 . ........... o9.,..99..9.. 60,000 ..................... '±.§.,..Q.9..9..
. .............. ?.9.?..99..9. ................. ?.9.?.. 9. .9.Q ............. '±?..i.. 9. .9.Q. ............ : 1:
?..?.. 9. .9.9.. .... .......... 5.?..?.9.9.. 9. .
............................................................... '±?..,.Q.9.9. . .. .. .. . n.9.?..9..9.Q ... ............... o.9.?..9.9.9..
. . ... ............ ........... ...1.:
. ?..?.. 9. .99.. ................... o.9.?.. 9. .99.. 15,000 1 ., 100 . . ............... o.9.?.. 9. .9.9.. .............. J.?..?.. 9. .9.9....... . .. J .. ?..?..9.9.9.. 1 5,000 · ····· ············ is".'(5 . 00 ' ., 10 .................. Ƙ.?..?..9..99..... .. ...... .....J§?..9.QQ.
. .. . ... . . .9..1..9..99.. 17, 100 1 ., 10 .. ............. .'.?..:
.9.9 .9..
......... . ....... m.9.>..9.9. .9.
. ............... l .. § . ^, ..Q. 9 .9..
......... . ......... ... l .. ?. . .. 9...9.9.. . ............ .. ?..,..9.9 .9. OT ............. m .Q . , . 9.9 .9. . OT ................... . . m.Q'...9.9 .9. OT.... . .. . .... . ......... '±.§., . .9..Q.9. OT......... . . J.<.,. . Q.9..9. OT ................. '±.§.,..Q..9.9. OT ......................................... m .Q .' .9..9. .9. . OT............. ?..Q., . .9..Q.9.. OT....... ....... ?..9 ... 9.. 9..Q OT 60,000 oT · ·............ . ··· · ·· ioo · : oo6 ··--···-··--··-·--·---··--···---·-·---·· • ······-·-·-·-··-.. --·······--···-··--···-····-··"··· ........ . .. .. . ..... . ....... . ....................... .......... . .......... . . :
..... . ............, 43. !i.61.??: !?4.5K.............................. OT ·5,000 44. London 45 .
. . .... . !Paris 46. Vienna 4 7. . .... . S2.?.P¼.1: ?:
0.: §l: B.. ?. ................... . · ······ 4 · 3 · ··· Madrid OT OT OT OT OT . . ........... ?9.i..9.9.9 ................. .. ?9..?..9.Q.Q ............ ?9..?..9..9.9.. . ...... p..9.?..9..9.9. 3 ^0,000 NO.
Tananaravie 59. Dakkar 60. Nairobi 6 1 . Harare 62. Windhoek 63. Pretoria 64. Cape Town 6 5. .M..6P.1: : : 1: !.<?. ...... . ASIA SELATAN DAN TENGAH • ····································• 66. Mumbai 67. Colombo 68. Dhaka 69 . Islamabad 70. Kaboul 7 1 . Karachi 72. New Delhi 73. Teheran...................... . - . .....7 4. Tashkent 7 5.
....... 'ii ̣ ^1; ; : · ····· .... .
Astana ASIA TIMUR DAN PASIFIK 77. . !i? !Y?; ̤?.̭: : g ···· · ·· · .... . . 78. Osaka 79 · ........ . RY?..1.?: K.Y-!.1.: K ............ .. . 80. Seoul 8 1........ . ^!Tokyo 82. Phnom Penh.... . .. . .. . .......... . ..................83. p'-?.\·i·· (·gg ................................................................................................................................................ I •............ ^8 ...... 4 . . .. . .. · ............ • .9.: 1: : 1:
<: l: g๔ຶ?.๕................ . ...... 85. Canberra - 32 - SATUAN (3) OT OT OT ··········· ········· --0 r - · ·· OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT . ............... .. .............. . .. . .. . .. . .................. -.... . OT OT OT (dalam US$) BESARAN (4) .. ................. Z.9.!..9.9. .9.. .................. }.9}.9.9..9..
....... Ɨ.! . .'.99. .9.......... Z.9..1..9. .9.9. ............... X.9.,,.9..99. .. ........... Y.9.?..99.9.. .
....... J.?.?..9..9.9...... ...... . l . . ?...i .99..9. ...... . ............. ?..9..๘.9.9.9..
.......... J.?.?.9.9..Q . ................. J .. ?.. ?. 9.9..9. ..
........................ ?..9..?..999.. . .................... 1-.?..,,.Q.9.9. ..
. ........... 1. .. ?. 2 .9. .9. . 9................ ?..9.?..9.. 9. ^. 9. ............. Y.9.?..9.9.Q . . ....... 1. ... ?. . ? _ 9. . Q .Q . ....... . ...... ?..9 ?..9.9.9.......... . .. .. . ...................... . .....1- . . !?..?..9.Q.9.. . ............. L?..?..9.9. ^. 9..
. .. . .............. . ?..9..?..9..9..9..
........... .J.?..?..9 . 9..Q ........๖ .9.. ?..9.9 9.. .
............ ͘.9.. ?.9.9.9.. . ...... ͘.9.. ?.9.9..9. . ........... ๗.9.. ?..9..9.9.
. . .......... . } .. ?. ?..9. . Q .Q . .. . .. . . . 1 .?. 9 . Q .Q OT ..... ..... - 2 § ,..Q Q Q. OT............. . .. . .. §.9..;
.Q.9. Q. OT........ . J . . ?...'.Q.9. 9. OT .. ............ : J: ?. . -'..Q.9. 9. OT . ...... . §.9._1..Q.Q Q. OT . ...... -.Q.,..Q.99 . OT.......... .. . . : 1:
§..1..Q.Q Q. OT ............ ?. .9. . 1..Q Q .9. OT ............... § .9. . 1.9. 9 9 . 86. Noumea OT . .......... J . ?. 1..9.9. .9. . 8 7. . ..... . )Y9:
1.?:
*Y....... . . OT.... . . §.9.. .1..Q.Q .9.. 88. . .. . '.Y..*g+.1.?: g!?..1.?:
..................OT ....... - .9.. . 1..Q.Q .9. . 8 9 · .R.<?.E! ... M..<?.T ,.+.1?.Y..................... OT.......-.9.. .1..9.9. .9.. 90. Darwin ................... .. .......................... ^OT .......................................... ...... . .............. .. ... . .... . .................. . =1:
?._1..9. 9..9. . 9 1 . Melbourne OT......... =1:
?i..9.. 9.9. 92. Vanimo OT ......... . . J.H.1.. 9.9.. 9.. 93. !Perth OT 45,000 9 ^4 . ········ 1 ^Dnu · · · ················· or -··· · ··· ·········· · 36 : : : . .9.
........ 1.?..๚ຉ!: g๛?.: 97 ^. ^........ .P..Y.§1: ?. .... g,!Y.................. ... OT......... 1. . . ?.?..Q.Q.9.. 98. Hanoi OT........ . ...1. .?.?..99.9.. . 99. Kota Kinabalu OT ............... Ð .9. . ?. 9 .9. .9.. 1 00 . .. . .. ๒ 1: : : 1: §l!§.l . .. .: £: : i?.: ຫP.P.1: : : 1: ............... OT ........... ? .9. ?. .9. .9. .Q . 1 0 1 . Manila OT . ....... . : ': 1: : .?..?..9..9..9.. 1 02. Penamr OT 30,000 NO. PERWAKILAN RI (1) 1 03. "" ' :
๑1.!.g๏!: J:
...... . 1 0 ^4 . ..... . ?..์.; : i.gc: ,t: pํ£๎ ...... ... . """ 1 05. Vientiane 1 06. "" ' .1.?.่้๊็.<: ': !.:
. . . !- .. 1.?.§l: g/ §l: !1........... . 1 0 ^7 . Ho Chi Minh (dalam US$) SATUAN BESARAN (3) (4) OT . ............ ......... . ........ .. ................... . ....... .. . ...... .. . .. . .. .......... ...... . <.9..1..9.9 .9. OT . ... . .... . .. . .. . ..... . .. ?.Q.1..Q Q.9.. OT .. ..................................... . .. .......................................................... ..... J . ?.1..9..Q . 9 . OT .............. ........... ...... . ......... . .................. ............... ....................... . . : 1:
? . .. .9.9.9.
. . ....... ·········-······ ······· ·· .. ··-·· · ·················-··· ···········-······-·-·····-···-·-··- ···························--·······-··········- ·-··-·-······--· ^OT.... . . ___ ... ..... .. . __ .. .......... ...... ... . .... .. . ...... -...... . ......... .. ......... ?..9._1..9.9.9 . 1 08. " " .?.gJ: ?.: gຌ-๐-§1:
.....1 09. Johor Bahru 1 1 O . .. .. .1.9: : 1:
<; h: i!.1.: K . .. . .. 1 1 1..... . ?..l.?:
§-:
?:
gl.1.:
§lL... . 1 1 2 . .Tawau TIMUR TENGAH 1 13. Khartoum 1 1 ^4.... . . !._1.gi.-T+....... . 1 1 5. Tunisia 1 1 6 . Rabbat 1 1 7. .....IT.i.: P.?..!:
.. ..... " " 1 1 8. .J.?§: gJ:
:
9:
๋9:
..... 1 1 9. Cairo OT _..... . ............................ . ... . ...... . ...... . ............... . .. . ..... . .. . .......... . .. . ..... . .. . ..... . ......?..9.1..Q.Q.9. OT ..................... . . ?.9..1.9.9.9. OT . .................. .. ...... .. ...... ...... : 1:
?2..Q .Q.9.
. ...................................... . .. .................................. o.......^T ...................................... . .................... : t:
?2..Q .Q.9. OT 30,000 ----------------------------.. ------- 1 ................ --. ...... . ....... .. , ____ ,, .. . ,........... . .............. . ..................... . ... . ....... . ....... . . , . .. .. .. ............. .< ...... . ... . ........ . OT ........ . ..........J .. ?..?..9.99. OT . .. . ... . .. . ......... .J.?..?..9.9.9.. OT . ....... ..... ................... ..................... .. .. .... ............. ........ .. .......... =.?..i..9.9.9. OT ....... ........ .1.:
?..?..9.9..9.. OT . ............ ....... . . Ƙ .. ?..?..9.9.9.. OT.... . ...... .. ... . .. Ƙ .. ?..?..9.9.9.
... ................................................. ............ ........... .. .......................................................... .... .................... ........ OT . ....... . .............. . t: J:
?..'-.9.9.9.
Damascus 1 2 1 . Jeddah 122. Sana'a 123. Kuwait 1 2 ^4 . Abu Dhabi 1 25. Amman .. ^. ..... Ei6 · ᐁ · .. ^8iY§l: _g ີ- ..... . ......... Ez-7·ᐂ. ^. Beirut ...... T2'Ef...... . Doha 1 29. Dubai ........ i ' 3 · 6 ' :
....... Muscat 1 3 1 . Manama OT.... . ..... . ..... . ... . .................. . ................... .................... . ....... . ............... .. . .. . .. }..9.,..Q.Q_Q OT _......... ......... . .. .. . .. . .. . .............. . .. . .. . .. . ...................... . ................... . .. . .. ......... . ?..Q.?..Q. Q.Q. OT .. ..J . . ?..1..Q .Q.9. .......... ......... ......................... ..Q ^T .......... ............... . ....... ..... .............. . ........... ... . ; ?..91..QQQ OT ..... . . ?. . .9.1.Q.Q . 9.. OT ........ .. ......... B.92.Q.Q.9. OT ....i.?19..9.Q OT .................. . . J.?..1..9..9.Q . ... .QI...................... . ........ -.......................... . .......................................... .. ;
.9_1_QQQ_ OT ?9.19.QQ OT .. . ............. . }.92.QQ.Q. OT ........ . ... . ... . ... ........ . ...... . .. .. .................. ^.... . ... . .. . ...... . _ .......... ...... . ........ . .. . .. . ...... ... ; .- " www.jdih.kemenkeu.go.id 38. SATUAN BIAYA MAKANAN PENAMBAH DAYA TAHAN TUBUH NO. P ^R O ^VINS! (1) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU :
........... ..................5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG . ............ . ....... .. . .......... . ...... . 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG ...... . ................. . ....... 1 1 . B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA ..... .................. . ,........14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 17. B A L I 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 1 9. NUSA TENGGARA TIMUR SATUAN BE SARAN (3) (4) OH ... .. .......... . .. .. . ................ . ...... .. ....... . .. . ................................. 8.P..7.8 .. :
. 9.9.9.. OH .. ...... ...... ...... . .. . ....... ...... . .......... .. ...... ............................ ........... 1.31?...K.?..:
9.. .9..9.. 0 H . ....... ...... . ................... .. . ...... .. . .... . ...... . ...... ....... ..... ... . .. . .........1.31?...K.L .. :
9.9..Q OH..................... .. ................ .. .................. 8.1.?..7 .. ?.:
.9.9.. Q 0 H .............. ....... .......... ... . .......... .............. . .. . . 1.31?...K .. ?..:
99..9 . 0 H ...... ........................................ . .. .. . .. . ................ .. .. .................... . 8.1.?..7 .. ?..:
.9.9.Q. •...................................... o ....... . ^H . . ................. . .................... . ... ^. ^................... . .. . ............. . .. .. .. ...... ...... .. .....1.3P..! .. ?..:
99..Q. ·····-·····--····--·-····- ···-·-·-··-····--······-··-·· 2 . !i . . _..... . .. . .. . . -.... . ............................................... 8.P..7 .. ?..:
.9.9.9. OH ..... . .......... . ....... . .... . ...... ... . ... . ........... .. . .......... . ... . .... . ... . ...........OP..K . . ไ . . :
9.9.9.. o ^H.... .. . ........... . ...... . ...... .. . .. ....... . ...... )SP...K .. ?..:
9..9..9 OH...................... . ............. . .............. . ...... 8.1.?.}: ?.:
.9.9.Q. OH .......... ... . ....... .. . ........................ ...... . .. . .......... . .......... . .......... . .. OP} . . L .. :
9.9..9. 0 H ...... . ...... . ... ...... . .................... . .. .... .. ..........8.1.?..7.?..:
.9.9.. Q. OH ..... ................... . .. ......... . ..... . ... . ... . .... . . 1.3P..! .. L.:
9.9..Q. OH ................ .......... ....... .. .. . .. .............. .. .. ........... ................... . ... .. . 8.1.?..7 .. ?.:
.9.9.Q. 0 H ....... ...... .. .............. . ...... . ...... ... . .............. MP..K .. ?. .. :
9.. .9..Q. OH .. . ... . ....... . ... .................. . .... . ............... .................. .......... . .. . .. . . 8.P..7.8 .. :
.9.9.9. 0 H......... .. . .......... ............................ . .............. . .............. .............8.P..7.: --:
.9.9.Q. OH . ..... . .... ..... ........................... -.. ·······----··-·--·······---·-·-····--·-·-·---··--·---··-·-·-·--···- -··--···-·····--····--·······-··-·-·--····-·-··-·- ........................................... 1.3 1?.. .K.-L . . :
9.9.9.. 2 0. KALIMANTAN BARA T OH . .. . .. ............................................... .. . ...... . ...... .. ...... .............. . . 8.P..7.?..:
.9.9.9.. 2 1 . KALIMANTAN TENGAH OH ......... ............ . ...... .... . .......... . .. . .. .................... ....... . ........... . .. 1.31?...! .. ?. . . :
9.9.. .Q . ..... 3.3.:
... -ƉLIMANTAN SELATAN OH.... .. . ... .. . ... . .. ....... ........ . ........ .. . .. . .................. . ...... . .. . ...............8.1.?.L?.:
.9.9.Q . 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO •...................................... o........ ^H ............................................ •............................................................. 1.3P..K .. L .. :
9.9..9.. OH..... . .... . .. . ........ ..... .. . ...... .......... ....... . 8.P.} .. ?.:
.9.9.. Q. 0 H.... . ........... . .... . ... .. ... . ...... ...... . ...... ....... . 8.P..7.?..:
.9.9.9.. OH ................ . ..... . ....... ...... . ....... .. .. ......... . . MPLL.:
9..9 .9 .. 27. SULAWESI BARAT OH . ........... . ........... . .. . .......... . ....... .. .. . .......................................... 8.P..7 .. ?..:
.9.9.9.. . ๅๆ . . '. ... ^_?. ^ULAWESI SELATAN OH ...... . .. ...... ............. .............. ...... . ...... ............... . .. ...... ................ MP.. .! . . ?.1. .. :
9..9..9 . 29. SULAWESI TENGAH OH . . ....... . ........ .. . ...... .. . ...... ........................... .. . ........................... ;
P.} . . ? .. :
.9.9.9. 30. SULAWESI TENGGARA OH.... ... .. .......... . ... ........... . ...................... . .. ...... .. . ...... .. . .. . . MP...! .. L .. :
9..9. .9.. 3 1 . MALUKU OH..... . ......... ........ . .......... . ................ ... . 8.P.<..9 .:
.9.9.9.. 1 .... . . 3 . . .. 2 . .....· ······ ,M ....... A ....... L ..... . u . .. .... . K . ...... u ............... u.... . .. T ..... A ........ RA ....................................................................................................................................................................... . ...................................... o . .... . . H ..................... . .. . .. . .. ...... .............. . ................................ 8.P.9.9 .. :
.9.9.9.. 33. P A P U A OH ...... ................... ............ .. .. .. ... . .. .. . .. .. . .................. . ............. . . MP.. N.? .. :
9.. .9..Q. 34. PAPUA BARAT OH Rp25.000 Ai . (h]- www.jdih.kemenkeu.go.id 39. SATUAN BIAYA SEWA KENDARAAN 39. 1 Sewa Kendaraan ^P elaksanaan Kegiatan Ins ^i dent ^i l NO. PROVINS! SA TUAN RODA 4 RODA 6/BUS SEDANG RODA 6/BUS BES AR 1 1) l'J.I 13\ f4\ (5) (6\ , ......... 1..... .... . . 11 . . A..... ^c ... . ... E ....... H ................................................................................................................................................ , ....................... P ..... e ..... r ........ h .... a ...... r .... i ..... ...... . .. . .. ...................... . .. 13.P!.?..?.:
9.9.9. . .............. 13.P.'.?. .:
?.?..?. .. :
9.9.9. .............. 13: P.?..:
. ?.7..9..:
9.9.9. 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KE ^P ULAUAN RIAU 1 ......................5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAM ^P UNG Per hari .. ... . .. . ................... . .. . 81?.. ?.?..?..:
9..9.9 . ............. 13: P.Õ.:
?..?..9 .:
9.9.Q .. . ....... . 13P'.?. .. '..?.'.?..9 .. :
9..9..9. Per hari .. . .. . ............................. . .. . . 13: P.?..7..?..:
.9.9.9. . .......... 13: Pf.:
; ?.?..f.:
9.9.9 . .............. 8P; ?..:
g.?..?..:
9.9..9. Per hari.... . ........ . ............ .. . .. . . 13 .P?..89..:
9.9.Q ............ 13 .P?.. :
..1. .. §.9.:
9..9.9. . ...... .. . .. 13: P..:
?..?.9.:
9.9..9. Per hari . . .. ... . ................. .. . ......... . . 13.P?... Õ.9..:
9.9.Q . ............. 13.P?..:
. '±.Ô.?. .. :
9..9. Q .. . ..... . ..... J.3P . È.:
. '.?. . ?. .9 . :
.9 .9..9.. ........ -........ ฿-เแ . . hari .... !3: P.!..9. 9. _:
. :
?.9..9..:
. 9..Q.9 . ............. 13.P.. Ô . . :
9 .. ?.9..:
9.9..9. Per hari........ . .............. . .. . ... 13: P.?..?.. ?..:
9.9..9.. . ............ . 8PL.?..?..?.:
:
9..9.9 . .............. !3: PÂ .. :
7.. 9..9..:
9.9..9. Per hari .................. . ..................... 13.P.!.9.9..:
9.9..9. . .. ........ B.: P.?..:
?..9.9..:
9..9.9.. .. ........... :
3: P.?..:
. l?..?..9.. :
.9 .9..9. i .... . .. ^9 ...... ·.... .. . .. B ...... E ...... N ....... G ........ K .. . ... u.... . . ^L . .... . u..... . .. . .............. . ......... . ...... . .............. . ...... ............... ........... . ....................... ...... , ....................... P ...... e .... r ...... h ....... a ...... ri......................... 1 .... . ............. 8P T 1. . 9. . :
9 9..9............... 8 P ?. .. : . Â . . ?.:
9.9.9. .......... J3PÔ.:
!7.? .. :
9..9. 9. 1 . .... . ^1 ..... 0.... ^· . .......B ....... A .. .. . N .... . . u.... . .. KA .................. B ...... E ... . . 1 . .. .. . . 1 . ^T ...... u .... . .. ^N.... .. u..... ... . ....... ...... .. . ...... . ........... . ..... . ........... .. ........ ... . ...... ............... . .... .. .. . . ^P ...... e .... r ...... h ...... a ...... r .. i .. . .. . .......... .. . ..... . , ................... 8P?..'.?..?.:
.9.9.9. .............. 8Pf.:
9..?..9.:
9..9.9 . .............. 13: P?..}.?9..:
9.9..9. i .. . .. ^1 ..... 1 . . ... · .... i ,. ^B ......... A .......... N ....... T ......... E ......... N ................................................................................................................................................. P ..... e ..... r ....... h .... a ...... ri .. . ...... . ................. . .. ..... . .. . ..... .. 13.P.7..9.9..:
9.9.9.. .. ........... 13 ^. P?..:
.9.9.. ?>. .. :
9..9. Q ... ...... :
3: P..0. . :
.9 }..9 . :
.9 . 9 .9. 12 :
.. . ใ!: '! ! J : · . .. . - ^A R}\ !......... ... -.............. .. ............ -................... .. .................... ິ- . . ື: โ--- . . - ...... -·---...-.. !3: P _?.. .. '±.:
.9..QQ_.... -....... 1.3.P?...:
.?.9.. :
. 9..9.9 .. ......... .. 1.3P.?. . :
.9 . '.?.9.. :
9 .9 . Q 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGA ^H 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 1 7. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 1 ................... ......20. KALIMANTAN BARAT P ^e r ^hari ........ . ................ . .... . . 13: P.?..1...9. .:
.9.9.9. ...... . ...... 13: P . . 1. .. :
? . ?. .9. :
9.9..9 . Per hari . ................. . .. 8P.?.:
9.9.:
9.9..9. .............. 13: PL.?9..9.:
9.9.9.. .. .......... 1.3.P ? .. :
?? 9. :
9.9..9 . Per hari........ .......... ...... . ... . ... . . 1-3:
P.7.?..?.:
9.99. ............. 13P. .. Ã.:
?..?..9..:
9..9.Q . .......... . .. :
3: P.?..:
.. 1. . . ?..9..:
9.9..9. Per hari .. . .. . ..... . ......................... . .. . 13: P.?..9.9 .. :
9.9.9....... . .. . .. .. 13:
12.1. . . :
?..?..'±.:
. 9.9.9. ............. 1.3.Pf.:
h.f.9.:
9..99.. Per hari ......... ..... ... 13: PT?..9.:
.9.9.9. ............. 8P.f.:
?..79..:
.9.9.9. . ............ 13: 1?.?. .. :
9..9. Q . Per hari ............ _.... JP..'.!?.9..:
9.9..9........ . .. .. . .8P.'.?..:
. '.?..7.. 9. .. :
9.. 9..9..... .. .. .. . ... : I.3: P.. ?..:
.9. Ö.9 :
. 9 .9.9. Per hari .. . .......... ....... ............. 8PÅ.9.9..:
9.9.Q .............. g P.?.. :
?..?.9. .. :
9 .9. Q........ ... . 13: P..?. . :
f. . '± . 9 . :
9.9 .9. Per hari . ... .. ................... :
3: P.7.?..?.:
.9.9.9. . ............. 13: Pf.:
.!.9..9.:
9..9.9. . ............ 13 P. ?. .. :
;
.Ù.9..:
9.9.Q.
... ^2 ...... 1...... · ... 1 _ ^KA ........... L.... . 1 ... . M ....... A ...... N ...... T . .....A ..... . N ........... T ...... E ..... N ...... G ..... A ....... H ............................................ . ........ . ...... . ^.... . 1.... ....... . ...... . ... ^P ..... e ..... r . .....11 .. .....^a ..... r .... i ......... .......... 1 ...... ............. :
3: P?. . : i:
. :
.9.9. Q..... . . g P 9 . :
f §. .9 . :
.9 .9 Q........ . _ gp ?. . : 9.9 .:
9.9. .Q 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 1 ............. , . ... ., •••• . • • 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA Per hari ....... .. . ..........gP.Tl..9..:
9.9..9 . ............. gP.×.:
.?.!?..9 .. :
9.9. ............ :
3: P.?..:
.. 1. .. ? .9. :
.9 .9 .9.. Per hari ......... . 13: P..1.:
:
.9.!.:
? .. :
9..9..9. .......... 8 P . ᏽ . :
f.9 .9 . :
.9 .9.9............. . . 13. P ; ?. :
?. . ?. . 9. . :
.9 ..1. . . Ô.:
.9 .9..9. . ...... ...... . 8Pf.:
. 1. . . ?.9.:
.9.9.9 . .............. 8.P.. ?. .. :
?. .. '?.9..:
9.9..9.. Per hari ........ ...................... 13.P ?..9 9..:
9.9.9. . ... ......... g .P? . :
9 . ?. .9. .. :
9..9..9. .......... . ... 13: P.Ô.:
: 1: '?..9.:
9.9.9.
... ^2 ...... 6 ...... · . .. . . ^G ..... . . ^o . ...... R . .....o ... . .. ^N ...... T ..... A ...... L .. .. . . o .. . ..... . .. .. ... . .... . ............ . ... . ............... . .. . ...... . .... ....... .. ......................... . .. . .. . .... . , ........................ P ..... e .... r ...._ .. h _ .... a ...... r ^i .. . ...... . .............. . . , .... ............... !3: P?.. :
.9.:
9..99..... . ... . .....13 P . . ᏻ.:
?..§.9 .. :
9..9.9. .......... . . : I.3: P..Ô.:
9..Ö.9..:
.9 .9..9. 27.
SULAWESI BARAT Per hari .................. ...................... 8P7 .. 1. .. Q.:
9.9..9. . ............ GPH.:
'.?.?..?..:
9..9.9 . ...... . ...... . 1.3.P ?. .. :
Q.'.?.9..:
9.9..9. SULAWESI SELATAN Per hari .... . ... . ... . ....... . 13P.7.9.9..:
9.9..9. ..........gP.?..:
}99 . . :
.9 . '.?..9 :
.9 .9. 9 1 ................................................................................................................................................................... . 1 ....................................................................... ..... .
SULAWESI TENGA ^H 1 .. . ........ . ... 11.................. . ............................... . ... .................. . .. . .................. ... . ........................ . ........ . ......... . ........ . .. . .. . .. . , ....................... P ..... e .... r ...... h ...... a ^r ......... i .......... . .......... . , .............. . .. 8P.7.79..:
9.9..9 . .............. gP.Ä.:
?..?..9..:
9.9.Q .. . ..... 13: P.È.:
..1. .?..9.:
.9.9.9. 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. ^P A ^P U A 34. PAPUA BARAT Per hari ... . ......... ...................... l3: P. ?.. 7.9. :
.9.9. 9. .... . ...... . .. : I.3:
9..?.9.:
.9.9.9. ........... : gp; ?.J . . ?. .9.: Per hari......................... 13: P..?..?..9.. :
.9 .9.9............ . .. 8P.f.:
T9..9.:
Q.9.9. .. ............ 8P?. . . :
9.9..9. Per had ...... .......... ...................... !3:
.Æ .. 1..9. . . :
9 .9..9. ............ 13: P .Ô . :
. ?. . ?. .9 . :
.9 .9 .9. Per hari Per hari .... 1.3.P...! .:
9.Ç.?.:
9.9.Q ...... .. . ... 1.3.PÔ.:
9..9..9. ... ....... ÚP.: i:
:
9.9..9. Rp980.000 Rp3.240.000 Rp4.2 10.000 39.2 Sewa Kendaraan Operasional Pejabat NO. PRO VIN SI SATUAN BE SARAN (1) (2) (3) (4) 39.2. 1 PEJABAT ESELON I Per bulan Rp l 7.660.000 39.2.2 PEJABAT ESELON II 39.2.2. 1 ACEH Per bulan Rp14. 180.000 39.2.2.2 SUMATERA UTARA Per bulan Rpl3.880.000 39.2.2.3 R I A U Per bulan '.p 13. 730.000 39.2.2.4 KEPULAUAN RIAU Per bulan '.p 15.000.000 39.2.2.5 J A M B I Per bulan Ñp13.500.000 39.2.2.6 SUMATERA BARAT Per bulan .pl3.650.000 39.2.2.7 SUMATERA SELATAN Per bulan .p13.500.000 39.2.2.8 LAMPUNG Per bulan Rpl3.430.000 39.2.2.9 BENGKULU Per bulan Rpl3.500.000 39.2.2. 10 ^BANGKA BELITUNG Per bulan Rpl2.750.000 39.2.2. 1 1 ^. B A N T E N Per bulan Rpl3.950.000 39.2.2. 12 ^JAWA BARAT Per bulan Rp 13. 950.000 39.2.2. 13 ^D.K.I. JAKARTA Per bulan Rp13.250.000 39.2.2. 14 ^JAWA TENGAH Per bulan Rp 13. 950.000 39.2.2. 15 ^DJ. YOGYAKARTA Per bulan Rpl4.030.000 39.2.2. 16 ^JAWA TIMUR Per bulan Rp13.430.000 39.2.2. 17 ^B A L I Per bulan Rpl3.500.000 39.2.2. 18 ^NUSA TENGGARA BARAT Per bulan Rp13.650.000 39.2.2. 19 ^NUSA TENGGARA TIMUR Per bulan Òp14.850.000 39.2.2.20 ^KALIMANTAN BARAT Per bulan Rpl4.030.000 39.2.2.21 ^KALIMANTAN TENGAH Per bulan Rpl4. 140.000 39.2.2.22 ^KALIMANTAN SELATAN Per bulan Rp14.030.000 39.2.2.23 ^KALIMANTAN TIMUR Per bulan Rpl4.030.000 39.2.2.24 ^KALIMANTAN UTARA Per bulan Rp14.030.000 39.2.2.25 ^SULAWESI UTARA Per bulan Rp 5.000.000 39.2.2.26 ^GORONTALO Per bulan Óp 5.000.000 39.2.2.27 ^SULAWESI BARAT Per bulan Rpl3.580.000 39.2.2.28 ^SULAWESI SELATAN Per bulan Rpl3.580.000 39.2.2.29 ^SULAWESI TENGAH Per bulan Rp14.400.000 39.2.2.30 ^SULAWESI TENGGARA Per bulan Rpl4.030.000 39.2.2.31 ^MALUKU Per bulan Rp14.480.000 39.2.2.32 ^MALUKU UTARA Per bulan Rp14.400.000 39.2.2.33 ^P A P U A Per bulan Rp 14.850.000 39.2.2.34 ^PAPUA BARAT Per bulan Rp14.780.000 39.3 Sewa Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan NO. P ^R O VIN SI 1 . ACEH 2 . SUMATERA UTARA 3. R I A U . .. .. . .. . ..........................
KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT . . ........ . ........ . ....... . . 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 1 0. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N 1 2. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH SATUAN PICK UP M IN IBUS (31 (41 15) DOU BLE GARD AN Per bulan . .. ...... .. . . 1.3.P.?.:
. µ.9.2 .. :
.9.2.9. .. ..... 1.3.P.?. .. :
. ?..1.9..:
.2.9.. 9...... . !: 3P... ²...?. . . :
. ¨.?..2 .. :
.9.2.2 .. Per bulan.... . . J.3: P.'?. .. :
9.. ?. . 9 .. :
2..9 .9.... . 1.3.P} .. ?. . . :
2.?..9.:
9..9. .9. Per bulan .... . ....... . 1.3.P.? .. :
. ©.?..9.. .:
.9.2.2 ...... .....8.P .. ?..:
.2.9. 9.. .:
.9 .9..9. ...... 8P.}...? . . :
.9.9..9.. .:
.9.9..9.. Per bulan.... . .. ....... J.3: P.?. .. : J.?..9.:
9.. .9.2 ............ J.3: P . ?. .. :
.. ?.2.:
9.. .9.9 . .. . ... 8P . . F . . '?..:
. ª .. «.9.:
9.. .9.9. Per bulan ........ 1.3.P.?. .. :
. ?..?..9.. .:
.9.2.9........ .. . 1.3.P.?. .. :
. .?..9..:
.9.2.9 ......J.3P.J .. '±.:
. ?.. ?. .9. .:
.9. 9. 9 . . Per bulan . ...... J.3: P.?..:
¼.?..9.:
9...9 .9 ............ J.3: P.'?..:
. . ª .. ?..2.:
.2..9 .9.... ... I.3.P .. F . . ̖.:
.?. . . ?.9.:
.9..9. .9 . Per bulan ............ 1.3.P. : ?. .. :
. ?..?.9. .. :
.2.9.9.. . .... ...... 1.3.P .. ?.:
. ?.?.9..:
.9.9..9 ...... !3P... ².'±.:
?..?..9. .:
.2.9.9.. Per bulan......... .. . . 8P.?..:
7.?...2. :
9...9 .Q .... . . 8P.?..:
?. .. ?.2.:
9...9 .9. ^Rp 14. 780.000 Per bulan .. .... . .. .. . . : l3: P .. ? .. :
. ©.?..9. . . :
. 9.9.9.. ............ : l3: P..? . . :
. อ.?..9.. .:
.9.9.9.. .. ... 8P.} .. '±.:
. ?..?..9. .. :
.9.9.9.. Per bulan . ...... 8P.?..:
³.?..9.:
9.. .9.Q ... 8P.'?. . . · . . ·.?..2.:
9...9 .9. .. .... : l3: P .. F . . ?.: J . . ?.9 .. :
9.. .9.9. Per bulan.......... 8.P. : ?. .. :
. L.9..9. .. :
.9.2.9.. ........... 1.3.P.: ?. .. :
. '?..?..9.. .:
.9.9..9. ...... 8P. . . ² .. '±.:
. L.?..9. .. :
.9.0 0 Per bulan............ J.3: P.?..:
'±.9.9..:
9...9 .2 .. ..... J.3: P.?.:
. ?.?..9..:
9..9 .9..... . . 1.3.P . . F .. L . :
'±.? .9 . :
9.. .9 .2. Per bulan ....... . ....... 8.P.?. . . :
. ?..?...9 .:
.9. 2.9.......... 1.3.P .?. .:
. ?..?..2 .. :
.9.9.9.. . . J.3PJ .. '±.:
. ?..?...9 :
.9.9.. 9.. Per bulan........ 8P.?..:
??..2.:
9...9 .2. ........ J.3P.?. . . :
? .. ?.2.:
9..9 .9 ... . . 1.3: P..¶.º.:
. ?. . . ¨.2.:
2..9 .9 . ..... ̙.?.:
.. . ?. . ^I . ^Y OG YAKART A ... . . R.E . . ี ึ!.§1: 1: : 1............... 1.3.P.: ?. . . :
. '?..?..2 .. :
.9.2.9...... ...... . 8.P.: ?. . . :
?.?.9.. .:
.2.2.9.. .... !3P.².'±.:
?..³.9.. :
.2.9.9. --̘ .. ̗:
. .. !.!: : '!.!:
.... .. !.̚.̛̜̝-------------- .. ........ .. ... ........ . .... . .. . .......... . ..... . .. !CລE.... !? .. สห .. Ᏽ .. .. .......... . . ຮP..: ?..:
. ?ิ9.. :
.9 .. 9.9.. ..... .. ...... 812.?.: §. . . ะ..Q.:
.2..QQ.......8P.J.'± .. :
. ´¸.2 .. :
9.9..Q .. 1 7. B A L I ......... .. . ...... . ........ . ..... 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22 . KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 1 ...................... .... . 34. PAPUA BARAT .Rฮฯ . .. 1?.ู!ฺ. .. .... ....... 8P.?. . . :
L . . ·.9.:
9...9 .9 ........ 8P.'?..:
9...9 .9.:
9...9 9 .... . 'P . . F.า .. :
».·9.:
9.. .9.9. Per bulan .. .... ....... I.3.P . . ?.:
.9 . . ?...9. :
.9 .9..9 ... ....... 1.3.P . . ?..:
³.?...9.:
9.9..9...... . 1.3.P . . ª .. ? .:
.9.9 ..9 . . :
.9 .9...9 Per bulan.... .... 8P.?...J .?...9 . . :
9...9.9 . .. ...... . . J.3: P.7..:
?. .. ?..9. :
9...9.9 .. . ... 1.3.P ... F . . '?..:
. ª.?..9 .. :
9...9 . 9 . ... !'.!- 1?..!.......... . ..... ®P.?.:
?. .. 29..:
.9 .9.9.. ... .. ....... 1.3.P. .. ?.:
§.?..9.. :
.9 .9.9. ....... 8P.J...?. .. :
. ¨ . ?.. 9.. . :
.9.9. 9.. . Per bulan....... . ..... . J.3: P.?..:
?. .. ?.9.:
.9. .. Q.Q..... ...... . J.3: P.'?. . . '..?.?.9.:
9...9 .9 .. . .... 1.3.P .. F .. ?..:
. ?. .. «.9 .. :
9 .. 9.9. Per bulan ......... ..... 1.3.P.?.:
.2.9..9. ......... I.3.P.?. .. :
.9.9.9... ^Rp 1 5.380.000 .?..?...9. :
9..99 . .. ... gP. ?. .:
M..99.:
9.9.9 .... ... gP.ื .. ?.:
ุ.; ?..9 . . :
9.. 9..9. Per bulan . .. .. ...... 1.3: P. .. ?.. :
.9 .9..9. ........... . 1.3: P.7.:
. ³.9..9. .:
.9.9.9. . .. .. .. 1.3: P.J .. ? . . :
. ³.·..9.:
.9. 9..9.. Per bulan..............J.3:
?. .. ?.9.:
9..99 . ........... J.3:
. ?..99.:
9..9.9 ....... 1.3: .?..9 . . '..9.. .9.9. Per bulan .. . ...... . ..... : l3: P..7.:
. ?.?..9. .. :
.9 .9.9.. . Rp 7.43 0. 00 0.... . . 8 P... N.?. .. :
. ?.?. .9.. .: Per bulan . .. . .. . J.3: P.?. .. : J .. ?..9.:
.9...9 .9 ........... J.3: P.?. . . :
?.. ?..9.:
..99.9 . ...... 1.3: P. . . F .. ? .. :
.9 9. .9 Per bulan........... .. . 1.3.P.. ?.:
. ษ . . ?..9. .:
.9.9.9.. .... .... 1.3.P.?.:
??...9:
.9.?. .9. . . :
.9. 9..9 Per bulan . ....... ......J.3:
7.?.9.:
9...9 .2 ............ J.3:
?..?..9.:
9..9. 9.... . . 1.3.P.¹ .. ?. .. :
?.?.9.:
9...9 9. Per bulan..... ...... 1.3.P.. . . ?.:
. (.9..9 .:
.?.. ?..9. .:
.9.9..9....... 1.3: P.L?.:
. ¬.9..9. .:
?.. ;
ั . . ?.9. .. :
.9.9.9. Per bulan ........ ... .. . 1.3:
P..7.:
. ?..?..9. .. :
. 9.9 .9... Rp 6. 83 0. 00 0 .. . ... !3P. ^} .. ?.:
. ?..?. ^. 9. .. :
??.9.:
..9.9.:
9...9 .9.......1.3.P . . E.:
?.?..2.: Per bulan Rp8.480.000 Rp7. 130.000 Rpl 7.330.000 /ศ' 40. SATUAN BIAYA PENGADAAN KENDARAAN DINAS NO.
........ ·-·········· ··· · ········-··-····"····-······- ················--·· . . ··---······-····· . ........ ·--··-······-·· SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UT ARA ·--·---·-··-·-··--o .. p--··-q----·--·--r·--··-··--·--··-·------··----··-·-··----·s·-· . . ---[----·--·-- P ^A P ^U A P ^A P ^UA BARAT SATUAN (3) Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit -·····-- ·······-··-·······-·-·-··--·····-··-···--· Unit Unit Unit Unit . ........ _ ..... ............ . ,......... ...... . .. ...... ... . ...... ....... . Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit ···-"-··· .... ·--··- ················-···· ..... Unit Unit Unit .,_,,. __________ ·t·-··--·-------·--u- Unit Unit BE SARAN (4) .......................... )P?..9.*.:
. ?.'..?..9. :
9..9..9. Rp5 1 5.263.000 Rp5 13.709.000 Rp450. 790.000 Rp484.095.000 Rp47 1 .6 1 5.000 Rp482.074.000 Rp5 1 5.263.000 Rp500. 494. 000 Rp482.96 1 .000 Rp482.286.000 Rp462.063.000 Rp49 1 .745.000 Rp503.860.000 Rp444.496.000 ·-·-·······- ···-··-······-··-··-·-··········-···········-···-········-··-······· Rp488.645.000 Rp4 72.468. 000 Rp48 l .803.000 Rp488. 1 69.000 Rp5 19.889.000 Rp475.9 1 7.000 Rp526.588.000 Rp486.306.000 Rp523. 750.000 Rp523. 750.000 Rp478.289.000 Rp5 1 6.850.000 Rp428.632.000 Rp5 1 3.850.000 Rp526.400.000 ·····-········-................ . . _...,.... Rp48 1 .3 1 6.000 Rp449. 526.000 Rp449 . 526.000 ,, __ ,, __ ,.,,,]•••••"--·•-""''"'"'">'••••-•-•^•••""''"-"°'""'"'''""''-"'•-••»•., Rp537.9 13.000 Rp535.075.000 40.2 Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan Roda 4 (Empat) NO. PROVINS I SATUAN (1) (2) (3) PICK U P M I N IBUS (4) (5) DOU BLE G ARD AN (6) 1 . ACEH Unit . ... . .................. 13P?.?.?..:
?..7..?.. :
9.99. .......... 131?..9.7.} .. :
?..?3. .. '.9.9.Q . .... .....BP.!?. .. 1. .. ?. .. :
?.9.?.:
9.9..9. 2. S UMATERA UTARA Unit.... . ........... . ...... . . J.3: P.?.<?..!.:
.??.?..:
9..9. .Q.... . ...... ZP?..9. ?..:
9.. ?.9.:
9..9.9. . .......... : 13P: : : 1 : ?.. ?..:
.'?.9.:
9..9..9.
R I A u...... ................... . .......... . . Y. ^ni t .. .. 13P?.?..2.:
. U.?.:
?.99. ... # J ? .?.<?.T'.) . . ᑢL.9.99........... 1.3: 1?.. .?.. . . :
?3..9. .. '..99..9.. KEPULAUAN RIAU Unit . ...... .. . .. .. ....... . . J.3: P.??..? .. '..?..3..9. .:
9..9. .Q........... : 13P.Ꮺi.Ꮻ:
. 9..2.?..:
9..9.Q ... .... : 13P: 1:
?..:
ļ.?..9.:
9.9.Q. s. J.· .. 1:
. .. . ฤ .. ฦ--ว ............. - ... -.............. _........ . . - . .......... . ... . _____ ... ...... ·-·· · ·--·-··---· ·---··-··Y..ĽľĿ·-·- .. ___ .B.P.. ? _ ŀ.9.: !:
.Q.9.Q . .. . _ . .. . B.P.?..?..Ꮹ .. :
Ꮳ .. Ꮲ . .9.:
.9.9.Q .......... 131?..'.'.!.7..?.: '.?.Q:
.92.9.. , _ .. ล .. :
.... . Ł. ร ł .1:
._1. ࢇ - -- ย:
:
ม ·· · ·-- . . --·- .. ...... .. .. . .... -·-·---·-·----- --..._____ ._ .. . __ g2: Ʃt ... . . ... ._}3EᏲJ.Ᏻ _: §Q6..:
QOO .. . _: 13P._3. . . 3..?.:
i?..! . .: Q.9 _ Q . .. _ .. J3P: t- . . ?..Ᏸ:
±7..Ᏹ:
9..9 .Q ........ 7.... . · . .... . . s .....u ...... M .. ^...... A . ^.. . T ...... E . ^..... RA .............. . s . .. . . E ... .. . 1 . .. _ . . A _ ... T ..... A ....... N ............................................ .. ....................................................... . .... ............ Y.!.1.!! ^. . ^. . ........... 13P.'.?). ?..'. ?.?. :
9..9.9. . .. P.: ?,?.?.:
?..3..9.:
9.. 9..9.... . .. : 13 P. . '.1: ?.. ?.: ? . 3..9. .:
9 . 9Q 8. LAMPUNG Unit........................ J3P?J..?.. :
. C>..?..?..:
99.Q ........... J3P9?) .. :
. 1..Q9.: QQ.Q. ......... J3P.Ꮵ .?.. Ꮶ . . :
?.: ?,.Q.:
.9.9..9. . 9. BEN GKULU Un i . ! ...... ....... ........... !3.P.'.?.??..:
.. 1. J.?:
. ?..9.Q .$P?..?.9..:
?.??.:
9..9. 9......... 8J?: J-.!.?.:
?.9.9: Q.9.Q.
... . 1.... o .....· .....^. ^. . s .. . . ^A . ^. .... N ...... G ...... K ....... A .. ^. ...... B . .. ... E ..... 1 .. .. . . n.......u ....... N . .. . G .....' ............................................................................. ^. ........................... , .. ............ .Y..1.+.t........................... 8P?.9.?.:
ǡ.9.'.1:
:
9..9.9 . ...... . ... 13P9.9.9.:
??.9.:
.9.QQ ......... 13P'.'.!. 7.. .:
?.: ?,9..:
.99.Q 1 1. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. ,JAKARTA .14. JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 17. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1. KALIMANTAN TENGAH 22. KALJMANTAN SE LAT AN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GO RO NT ALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN ..................... ···················-··········· 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1. MALUKU 32. MALUKU UTARA . ... . .. .. ........... . . 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT 40.3 Kendaraan Operasional. Bus NO un ^i t.............. ........... !3.P.?..9..?.:
..?.?.. :
9..9. .9 .......... !3P?..?.!..:
} J .. .:
9.9.9 ....... !3P..Ᏼ6..9.: }.!..9.: 5?.9..9.. Unit...... .. ........ 13P?.?.?.:
?.?..? :
?.9.9. ............ 13P9.?..?..:
?.'.1: ?..:
9.9.2. .. ......... 13P.?..3.. :
. 1..?.2 .. :
9..9.9. un ^i t ................... . .. . BP.?...9.. :
3.. ?..'.'.!:
:
9..9 .9 . .......... !3P?.. 3.?.:
. ?..'.'.!..: 5?.9.9. ......... 8P.: 7: T!..:
'.'.!:
?..?..:
9.9.9. Unit............. . ... . 13P.?.9..?..:
? . . 1. . . ?.:
9..9.9. ........ BP.. ?.1..9.:
7..3. ? .. :
9.9.2 . ..... .. 13P.?.?..:
?.3..9. :
.9.9.9.. u ^ni t...... .. . ......... .P.. ?..1. .. ?:
.1.9..:
9.9.9. . ......... gP..3. T!.. :
?..?..9.: 5?.9..9 ......... 8P..?'.'.!:
?.:
?..?..7.. :
9.9..9 Unit.... . .. ...... . ......... 1.3: P? .. 1..?: ?..9.?..:
9..9..9. ........... 13P9 .. 1. . . 3..:
7.?.) .. :
99.Q. .......... 13P?..?.: ?..3.9..:
.99.9.. Unit.............. .. .. . .... J3P.?..9?..:
.. ?.9.. :
9.9.9 . .......... gP?.. ?5?.:
.'.'.!:
?.:
9.9.Q .......... : f3: P.'.±.7..?.:
3..?..9.:
9.9.Q. Unit . ........ .... . .......... 1.3: P?.?.?..:
.. 1. . . ?. .. :
9.<.?9. ............ 13P.. ?..9..?..:
Ń . . ?9.:
.Q9.9. . ......... 13P.'.'.1:
'.!..0. :
.?..?9..'..Q9.9. Unit.................. ... . .. . . . P.?.?.L.ǧ?.?. :
9..9 .9.... .. .....ŊP..0..?..?..:
9..?.?.:
9.9.9 .......... l.3: 1?.±?.. ?..:
0.0..9..:
9.9.9.. Unit..... ........ . .......... 1.3: P?.?.9..:
9..? ^. Q.:
9..<.?9. ............ 13 .P.. 9..'.'.1:
9 . . :
99.9.. .:
9..9. . ... . .. . ... 13 . P.. . ? Ꮽ .. :
?. .1. .9.. . :
9.9 . Un ^i t ......... . ...............13.P.'.?3..0. .. : iᏬ.?..:
9..9..Q ............ .f3: P3..Ꮷ?..:
! .. ?. . . 1. . . :
9.9.9 ......... P.± ?.l.. :
?. . !..9.:
9..9..9 Unit . .................... . .. 1.3: P.?.?.9.:
9.?.9.:
9.9.Q........ .. .. 13.P.. ?..'.'.1:
?.:
9..99..:
99..9. .......... 13.P.. '.'.1:
?.9 .. :
?..!:
9..'..99.9.. Unit.... . .. . .. .. ........... ... 13P.? ..9. :
9..?.9:
9.9..Q..... ...... .£3: 1?..3. .?.:
9..9 .9.:
9.9.9 .......... 1.3: 1?.: 7: ?..?.:
?..: ń . .9.:
9..9.Q. Unit . .. . .................... 1.3: P.?.'.?.9.:
9.?..Q.:
9.C?Q ............ 13.P.?..'.'.1: Ǥ .. :
9.'?.9.:
.Q.9.9........... . . Ꮾ.P.Ꮿ.?Ꮽ .. :
?..!:
9..'..9.9.9.. Un ^i t ...... . .......... ......... 13P.?.?..?. .. :
?.?.?.:
9..9. .9 ........... 1.3: P.0...Ǣ.:
?.?.?..:
9.9.9.... ...... 1.3:
P.±?..ᑡ.:
. ?. .. 1..9.:
9.9.Q. Unit ....... ..... . .......... 1.3: P.?.?.'.'.1:
:
9.?.9..:
9.9..9 ............ 13.P.?.?..?.:
?..7..?. :
.9..99. . .......... 13.P.[.?.±.:
?. .. ?9 .. '..9.. 9.Q. ··················-······ ··-···- ..... 1: !: !?:
Ņt····-····-· ...... -... .13.P.?.±: _ ņ_±L..Q. 9.9 . .. ...... .. .: !3J2.Ꮸ.?.?..:
. Ꮸ.?..? .:
9.9.-9 . ...... }sP.±?..?..:
?..?..9.:
9.99.. Unit ........... ····-······1.3: P?_!?.?Ň.?..ň.'!.:
.9.QQ .. -....... 13.P.?..7-7_:
?!?.9.. .:
9.9..Q. ........... 13 . P.'.± ?. ?. . :
?...9.. :
.9..9.9. . u n ^.i t .. . ....... . .......... .13.P.?.?.9..:
.9..9.ʼn.:
9..9.9............. 13 .P. Ꮴ . . ?..?.:
ǣ.?...:
9..9 .Q ........... Ō.P.: 7: ?..[.:
?..?..9 .:
9..9.9. Unit ............ . .......... 1.3: P?.1..?.:
·ǥ .. ?..?.. :
9.9.. Q. . .......... 8.P.?..'!: : : 1:
:
?.?9...:
9.. 9.9. ......... .13.P.'.'.1:
?.'i:
. :
?.?. 9 . :
9.. 9 . 9 . Unit . ............. . ... .... ... 13J?..?±?..:
9.?.?..:
9..9.Q . ........... 13P..0..!5..?..:
ŋ?.9.:
9..9.Q ......... ZP..?.9. ?..:
?.?..9.:
9..9 ^. Q unit.... . ........ . .......... 13 P?..:
:
:
?..9.?.:
.9..99. ............ 8.P.?.?.'.1:
:
?.'.1: ?.. .:
99..9. ........... 13.P!?.9.Ǧ .. :
?.0..9. .:
9.9.. Q . Unit .. . ....... ...... . ........ 13.P.. ?..<?.'.±.:
.0..?.. ?..:
9..9. Q ............ 1: 3: P.0. .. ?.?.. :
?...9.:
9.9Q .......... 1: 3: P?.?..'.'.1:
: }.?.1.9.:
9.9.9. Un ^i t Rp266.027.000 Rp386. 1 0 1 .000 Rp560.900.000 URAIAN SATUAN BESARAN (2) (3) (4) •............................. u .. .. .. n.... . i .. . t ..............................• ·········Rp.3.66ᐷ942: l566 •............................. u .. .. . n .. ... i...t...................... . .. . .. . . · ··· ··· · · ·R: iJ7is · : · ; is·: ; L·C5aO , .............. ^. .............. u . . :
.. n ___ ,_i __ t _, . .... . .. .......... .. . ...... . 1 · ภ-...P.I) . '. ຑ.-.'.:
?.?.§; '.B.'.C>.
4 Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan Roda 2 (Dua) NO. PROVINS! f l ) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3 . R I A U 4. KEPULAUAN RIAU . .......... ..... .. ... . .... .. . .. .. ,_, 5. J A M B I SA TUAN OPERASIONAL LAPAN GAN (3) (4) (5) Unit .. .. . .. . ........ . ... . ... ... . .. . ...... . .. 8P.Ꮰ.?:
;
.?.Q.:
.9.9Q . .. . ... . .. 8 PᏟ.?. .. :
Ꮯ.?. . . :
9.9..9.. Unit........ . ............... 13: Pฟ.?..:
77.?. . . :
9..9.9. .. . ......... 13: P.?..?.:
?..9.9..:
9..9..9. Unit............ . .. . ...... ...... . . gP.'.?..?..:
. ?..?.9.:
.9 .9.9 . ...... . ... . .. gP.¨.; ?..:
. :
.ã.9.:
.9.9..9.
. ··········.... ..... ························-··- ·········.... ......... .. Y.: E.!!..... . .. gP.©.ª.:
. ?. . . ä.; 3-.:
9.9..9. ... . ...... _gpé-ê.:
.9 .9.1. .. :
.9.9..9 . Unit . ........ . ...... ............. . ..... . .. 13: P®.?.:
¨ .. ?..9.. .:
9..9.9. .......... 13: P.?.?.:
?; ?..9.. .:
9..9..9. •········ ^6 ······ ··· ....•.. s.... . u ........ M ········· ^A ······ ^T ······ ^E ······ ^RA ·················· ^B ······· ^A ······ ^RA ············ ^T ·······································································································································l····························u ······ ^n ······· ^i ···· ^t ····························I.... ...... ......gP?..?.:
?..7.?..:
.9 9.9. . ....... .. ... gP.?..?..:
. ?.9.9.:
9..9.9. 7. SUMATE.RA SELATAN Unit.......... . .................. gP.© .. ?..:
. ?..?.9.:
.9.9...9 . ............. gp; ?.; ?:
.:
.ã.9.:
.9.9. .9. 8. LAMPUNG ···········-········-·--·····-···--·-·······--··-.... ...... . ....... ... . . -.. Y..? J! .. . . -................. ................... 13: P..å..!5-.:
æ§.9 .. :
9.. .9.Q ............... 13: P..ë-ç-.: ã4:
'2.: '2.9.9 . . 9 . BENGKULU Unit ...... ................... 13: P.°.!?.:
¨ . . ?.9..:
9..9.9.. .............. 13: P.;
.?.:
?..å.?.:
9..9.9. , .. J.?..:
.. ^_ ^1.3 ^ANGKA BELITUNG Unit............. . .. . ...... . ....... : RP.Ꮰ.?:
;
. . ?.9:
.9.9.Q .. ...... .... . : RP.Ꮱ.;
.. :
ã'.i.:
9..:
9.9..9. •..... 1 ...... 1..... · .... j l· ^B ········· ^A ·········· ^N ········· ^T ········ ^E ·········· ^N ··········································································································································································· 1····························u ······· ^n ······· 1 · .. t .............................•................... 8 Pè.ã.:
9..1.:
9.:
9..9..9 .............. 13: P.?.J .. :
è.?..9.:
9..9.9. . . 1. ^· . . ป :
... -!_ J: '!!.. 12 . ... . . f!>.f: พ..T.. ..... . ........................... .................................................... ......................................... Unit ... 13: P.บ:
.:
. Q . . 1. .. ¨ . . :
9.9.Q .13: P.?. .. ä.:
è.?. . 9..:
9 . 9.9.. 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 17. B A L I 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KA.LIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA . ... . .. . .. . .... . .... . .. . ............ . .. . .. ............ 25. SULAWESI UTARA.... . .......... . .. .. . . - .. . .....26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT Unit . ... .. . ............. gP.'.?.ª.:
. 9 .. 1..?..:
.9 .9..9 . ............ : RP.;
.?.:
.. 1..9..9.:
.9 .9.9. Unit...____ ..}3J?.? _ Ꮮ.:
. ?...!:
? .. :
9.9. .9 . ... _ ..... . . 8P.?.ธ..: น§ . .9..:
9_Q.Q. Unit ......... . .. .. . . 13: P.®.'.7..:
?..1 ^. . . ?. . . :
9..9.9. ............... 13: P.?..?..:
: i: ?... 1. .. :
:
. ?. .. 1..?..:
.9 9.9. . ........... gP.ฝ.?..:
. ?. 9 ?. . :
.9..9 .9. . Unit............... . .............. gP..© .. ?..:
.?..7.?..:
.9..9..9. . ............. gP.. ; ?.?..:
.?..9..9.:
.9. .9.. .9. Unit . ................ ............ Rp25.775.000 . .......... . ... J3: P..7.:
. 1. . . å.: ?.:
9..9.9.. Unit......... . .. gP.. Ꮰ.?.: ?.7..?. .:
.9 .9.9. .......... . gP.?.?..:
.?.?..:
.:
.9.9. .9. Unit ... .. .. . .... . ......... gP.© .. ?..:
. ?.è.?.:
.9 .9.9........... !3P.;
.'?..:
.?..7..9.:
.9 .9.9. Unit ........... . ............... . . gP.®.¯.:
?..©.¨ . . :
9..9.9.. .... Rp37.750.000 Unit Unit Unit Unit Unit ........ ................ _gpè?.:
?..å.? .. :
9.9.Q ............... 13: P.;
.?.:
?7.9..:
9..9.Q ................. gP.«.?..:
. ?«.?..:
.9..9.9 . ... ........ ¬P.¨ .. ?..:
.?..7.9. .:
.9..9.9.
............... 13: P.?. .. : ?è.?. .. :
9..9.9 ........... 13: P.?..?.:
?..?..9.. .:
9.9.9.
3: P..å.?.:
?..å.?. .. :
9..9..9.. ............... 13: P.?..?.:
?..7..'2.: ••••••••••••••• • • •• •••••••• !3P. « .7.. :
. ?.?..9:
.9 .9..9.. • H• •O g p ;
7.. :
.7. .: ?.9 . :
.9. 9. .9 Unit ............... J3: P®.¯.:
?.!: .:
9..9..9.. .... ...... 1.3P.?.}.: ?.??.© . . : Unit...... ...... . J3: P..'.i.:
:
?. .. ᏻ.ᏼ . . :
9..9.Q .............. J3: P.¨.«.:
4:
.9..9.9. .........g P. ;
.7. .:
.?.. ?.9.:
.9 .9..9. Unit . ........ . ...... .8P.Ꮰ7. .. :
?. . . ?..9:
.9. .9.... . ... . . 1.3: P.?..'.!. . . :
7.. : ?.9.: Unit..................... . ...... 8Pè.7.. :
?...9 .9.. .:
9..9.9. ............. 13: P.;
.?. .. :
?.?..9.: Unit . .................. . ... . 13: P.'.?..T:
?..9.9.:
.9..9...9..... . ....... gP.;
. ?..ì..9. :
. 9.9.9 . ... ........ gP.:
.©.:
9 . .7...9. .:
9..9.Q. Unit Rp28.388.000 Rp39.9 1 0.000 41. SATUAN BIAYA PENGADAAN PAKAIAN DINAS PAKAJAN D.!NAS SATUAN PAKAIAN DINAS PEGAWA1/ DOKTER PERA WAT NO. PROVINSl I l l (2) 131 ( ^4) (5) PAKAIAN SERAGAM MAHASISWA/ TAR UNA f6l PAKAIAN KERJA PENGEMUDI /PETUGAS KEBERS!HAN/ PRAMUBAKTI (7) PAKAIAN KERJA SATPAM (8) 1. ACEH Stel ....... ................. J.3P!..E.J .?..:
9.9..9. . ...... ........... J.3P?.?..9..:
9.9.9. ................... .. 8P?..9..:
9.9.9. . ..................... J.3P.f>..9..:
9..9. 9. ........... 8P..1. . . :
. ž.ſ..:
9..9..9.. 2. SUMATERA UTARA.... ..................... . §. Ώ.y !................ ..........JP.§.P.:
9.9..Q . .................. J<.P.!J..?..?..:
9.9.Q . ..... ......... ..J<.P..!:
9.:
9.9.Q ................. J<.P..9.:
9.9.Q . .. ....... . gP. .??.:
.9.9.
......3 . .. .. · ......1H.......1 ... . . A ·······U ··································································································i········· .?.t.i: !.1... ..................... 8P.?..1..?.:
9.9..9. ..................... BP.§.9.9..:
9.9..9. ...................... gP..?.?.:
9.9.9. ....................... ƎP..?.:
9..9. ....... J<P.1.:
?..ƀ.9..:
9.9.Q 4. KEPULAUAN RIAU . .................. ... .................... ............ §.!.<: !..... . ........ P .. ?..!.?..:
9.9..9.. ..P..6. .. ?.:
9..9. .9 . ....................... P.!5..f:
?..:
9.9..9..... .. . ............... . !3: P.§J.?..:
9.9.9. . ............ P..1. .. :
!.?.!5..:
9.9..9.
,J A M B I........ . ........ §.t./.J.. .......... .. .............. gP.?. .. 1..?.:
9.9.. 9. ....................... g.l?..?..?.!J..:
9.9..9. ....................... gP.§.?.?.:
9.9..9. ....................... gP.: : i.?..?.:
9.9..9. ............. gP .. 1..:
.1. ?..!'.i.:
9.9.Q.
SUMAT.ERA BA RAT . ..... . ....... . ...... . +!,!.... .... ............. .... !3: P..!..'.7. .?..:
9.9..9..................... 8P.0..?..?..:
99.9 ..................... 8P.0.'.?.?..:
9.. 9Q . .................. PP.0..1. .. p.:
9.99 ............. 8P..1. . . :
Ą.?..?..:
9..9.9. , ...... ?..:
... . . Ꮤ ^UMATERA SE LAT AN ............ .. . ...... : ':
),.L . ........................ . 8P..?§.9..:
9.9..9. . .... . ............ . .....8P..§.'.2.. ?..:
9..9..9......... . ........... 8P.?..??.:
9.9..9. . ....................... 8P.§.9..'.2.. .:
9..9..9...... . ...... . . 8P. . . l..:
9.9.9..:
99..9.
LAMPUNG Stel........... .. . .. . .. . . : ƁP.?.§9..:
9.9..9.. ............. f.SP!J..f:
?..:
9..9.9 . .. ................... !3: P: ?..f:
?..:
9.9.9. ............... !3P.§: '.3.f: i:
99.Q ... ... ƂPl ^. .:
ƃ}}.:
9..9..
... . . 9 . .. . . •.... . 1.B ..... E . . ' .. N . .. . .. o...' .. K . .. . . v .. · . .. . L .....u.................... .. .. . .......... . .............. . ...... ...... . .. ............ . . , ........... l?.!.yl....... . .. ..... J*P§.!.?..:
9.9..9 . .. ......... .. J+P?.?..?.:
9.9.9. . ......... .. . J*P.: ?.?.?..:
.9. .Q ... . .......... . . JP.'.1: ?..9. :
9.99......... . . J*P.t . . 1..'.2..!5..:
9.9.9.
BANG KA BELITUNG......... ..................§.t.i: !.l.... ...... . .. ....... . .........8 P.?..9.: ?..:
9.9.9. .. ............. BP..?..? . . ?..:
9.9.9. .. . ... . .. . ............ . 8P..§§?.:
9.9..9..... . .................BP..?. .. 1..?.:
:
.9.9. . .......... 8P..1..:
?..!:
9.:
9..9. 9.. 1 1 . B A N T E N . . ^...... . ^............ §.-: <: !..... . .... .. ......... PP.f:
f:
?..:
9.9..Q . .. . ............... . 8P?..?..?..:
9.9..9 . .. ....... ...... Ε1?.1 . .T§.:
9.9..Q ....................... 8.J?.1 .. !:
9.:
9..9.9.. . ........ P.}:
:
9.9..9. .:
9.9.Q 1 2 . JA WA BARAT.... . ...... . §.tΓ.l.. ...... . .............. ....... gP.§.?.: ?..:
9.9 . 9. . ........... . ... . .. . . gp_§.9.9.:
9.9.9. .. .. . ........ gP..?.§.:
9.9.9. ....................... g P..'.2.. ?. . :
.9 .9 . .. . ............. . .. R P.?J.7. !'.i . :
..... 1 . . ?..:
.. ^_D.K.I. JAKARTA .. . ............... ?!..!........ .................. 8P.f>.Ƅ.?.. :
9.9..Q ....................... PP.0.7..9. .:
99.Q ..................... 8P.0.0.9.:
9.9Q .. ................... RP.§.2.9..:
9..9. Q .. ......... 8P..l. . . :
?.9.9..:
9.9..9.
JAWA TENGAH...............§.*<: : .1.... . .. ..... ... ........ 8.P..§.9.9..:
9..9..9. . ....................... 13P.'.i:
?..?..:
9..9..9........ ....... ....... . gP...?..: ?.:
.9.9..9. . ... . ...................gP..?..?..?..:
.9.9. . ................. . . RP.?.9..9.:
9.9..9.. 1 .... . 1...s .....· . .. l·D ········r. ······y ·····o ·····G ····'··y ····A ·····KA ··········R ····T ·····A ··························································J...........ΐ!.yΑ......... . .. .... ..... l.SP.: ?..?..9..:
9.9..9 . ....................... l.SP.?..!.?..:
9.9.9 . ...................... !3Pq.?..:
9.9..9.... . .. ....... . .. ...!3P.9.:
9...<?.9..C>........ . . !: P..?..§.: ?..:
9.9..9. l 6. J A WA TIMUR............ . . ?!.!..... . .......... !3: P.!..? .?..:
9.9..9. . .............. . .. .....RP.'.±.?.9..:
9..9. .9..1 •••••••••••••• • ••••• R P. 9. .9. :
9.9.9. . ............ ,P.1. .. :
9..+? . . :
.9..Q 17. B A L I . ........... ........... ?.t..1... .... . ........ 8P.?...1. .9. .. Ί9.9.9..... . ... 13.P..':
?.9..ƅ().9.Q................. gP.'.i:
9.9..:
9..9.9. . .. ··········--··8.P..'.?.2 .9. .. · . . 0..9.9. . ..........gP. . . 1..:
9..f:
; i_:
9..9. 9.. 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT ................ ... . ......... §.!: !!. !........................ RP?.L?..:
9.9.Q ....................... RP.: ?..9.9.. :
9.9..9 . ...................... RP.?..9..:
9.9.9. . ....................... RPi.9.:
9..9. 9..... . ...... . . ĆP} .. J.?..: ?..:
.9.9. l·····l ····9 ···· ·····l·N ·····l ···J ···S ····A ········T ·····E ······N ·····G ·····G ·····A ·····R ·····A ········T ·····r . . M . .. . ... l . . m.... . .. ·..................... . .. . 1 ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^.. §.+,!l...................... J3P.!d: '1:
:
9.9.9. ....................... 13.P.?..d?..:
9..9..Q .................... J3P..?..?.?..: Q.9.. Q ...................... 13P.'1..9. .:
.9.9. ......... gP.}Jf.?..:
9.9Q.
KALIMANTAN BARAT ...... ... . .. . +!..!................ .. . .. . .. . .. . gP.?..!}.:
9.9..9. . ..................... RP.0.q.?..:
9.9.Q ....................... RP.?..6..?..:
9.9.9. . ....................... 8P.: ?..!.9..:
9..9. 9. . .......... gP..1. .. }. ? . ?. . :
.:
9.9..9.... . ........... . ... . . gP.?..?. ?. .:
.9..9. . .. ................. J3P..?..!5..:
9..9..Q ....................... J3P...': 1: Q.:
.9..9.. . ............... RP?.?..?..:
9.99.. ,._ ?. . Ꮣ .: , ᒝ.L.!Ꮪ.Ꮫ: T'.'.': Ꮬ ......Ã.ÇÈ!: Ä-·-··--·-···· ........... §..!.. ··- ....... ____ 8r..?..l"Ό.:
.0.9. .9. . . ... .. .. .... . .. ^. . . 8P.6 ^2 S.QQ .. Q --···-··-·······!5E§.?.9-:
9..9Q ··--···· .. ····ÅBE?..§.9.Æ0..9.9.. ...... . _.... 8P.l.:
. I.±.§.:
.._ ^KALIMANTAN TIMUR............ .. . . §.!/! ..... . .. ................ PP.?..!.?..:
9.9..9 . .. .................. RP..?..Ɔ.?..:
9.9.9. ............ ........ RP.!5..?.Ƈ.:
9.9.9. . ............... ....... !S: P.: '1: ?..p.:
9.9.Q .............. ąP.1 ^. .J?..!5..:
9.9.9.
... 2.... 4..... · .... i.K.... A.... . . L ... 1....rv.... . 1 . . A ······N ······T ·····A ······ N ·········U ······T ····A ·····RA ··················································l···········§.t.i: !.1...... . ................. 8P..?. . . 1..?.:
9.9..9......... ........... . . J3P..?..?.!5..:
9..9.9. .. . ... . .......... . . 8P.§.?.?.:
9.9.9. . ....................... gP.. .?..ƈ.:
9.9..9.. ........ .......... RP.29..9.:
9.9.9..
SULAWl.SI UTARA.... .. . ...... . ?0: f!.l ........ ...... ...... .........81?.TƉ}.:
9.Q.9. . ... ................ .RP.!5..T?..:
9.9.Q . ....................... RP.§.§..9..:
9.9..9. ....................... J.3P§q.?..:
9.99 . .. . ..... RP} .. J.?..9. .:
.9.9. , .... Ꮦ.?.:
. _ (_} ^ORONTALO.... .......... . §.1: ,:
1....... . ................. 8P.?..1..0.:
9..9..9. ....................... 8P.§..1..?..:
.9.9. .................... gP.. .§.9..:
9..9.9.. ....................... J3P..ć.9..:
.9.9. . ............ 8P).J'.??.:
9.9Q. 2 7. S ULAWESI BARA T........... . .............§Ꮭ.9.1........................ gP.!..<.?..:
9.9.9. . .. . .............. 8P.'.±.f:
?..:
9..9. .Q . .. ................ RP.: '1:
9..9..:
99.9. . ...................... 812.;
.;
9..:
9..9. 9..... .. ...... 8P.. l. . . :
9..?..1.:
9..9.Q .9..9.9. . .......... . . 13P..?..'.! :
9.9..9. ................ 13P..Ꮧ.?.. §:
9.9..9. .............. ... J3P..?.?..9 :
9..9..9. . ... ......... I.SeƋ.Ɗ}.:
S ULAWESI TENGAH................ . .. . . §t.i: !l........... ....... . f.5.P.. !.1..§.:
9..9.. Q ...................... gP...?.?.:
.9.9................... 13.P....9.:
9..YΎ.:
SULAWESI TENGGARA Ste!.... ......P.?..!.9.:
9.9. . .9............. . RP.:
9..9..9. ·-··- ... .. . ...... RP.: '1:
.9..9.:
9..9. . .9.......... RP?.5.J..9.: 3 1 . MALUKU.... . ............... . . §.t.0.f:
9.9.9. ....................... g P.. ?.. § .:
... 3.... 2..... . ·...I ·M ····· ^· ·A ····.L ·····u ······K ······u ·········u ·····T ······ A .. ·...R ······A ····························································I . ..... . ... ?.!i:
9.9.9 ... ....... RP.1. .. : ?..9.9. :
.9..9. 33. P A P U A.......... . ... . §.)-.l...... . .......... .13.P.2.;
9.Q.9. . ...... . .. ...... f.5.P.§..1.. ;
.:
9.9..9. . ... .... f.5.P.}.:
9.. 99.. 34. PAPUA BAR A T Ste! I<p875.000 I<p775.000 Rp603.000 I<p553. 000 Rp l .625.000 PENJELASAN STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2017 YANG BERFUNGSI SEBAGAI BATAS TERTINGGI 1. Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Honorarium diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar, Bendahara Pengeluaran, dan Staf Pengelola Keuangan/Bendahara Pengeluaran Pembantu/Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) selaku penanggung jawab pengelola keuangan. Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada setiap satuan kerja, diberikan berdasarkan besaran pagu yang dikelola Penanggung Jawab Pengelola Keuangan untuk setiap Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepada Penanggungjawab Pengelola Keuangan yang mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA, dapat diberikan honorarium dimaksud sesuai dengan jumlah DIPA yang dikelola dengan besaran didasarkan pagu dana yang dikelola pada masing-masing DIPA. Alokasi honorarium tersebut dibebankan pada masing-masing DIPA.
Untuk membantu PPK dalam pelaksanaan administrasi belanja pegawai di lingkungan satuan kerja, KPA dapat menunjuk PPABP. Besaran honorarium PPABP diberikan mengacu pada honorarium Staf Pengelola Keuangan sesuai dengan pagu belanja pegawai yang dikelolanya.
Ketentuan Jumlah Staf Pengelola Keuangan (SPK) diatur sebagai berikut: 1 ) Jumlah SPK yang membantu KPA: a) KPA yang merangkap sebagai PPK dan tan pa dibantu oleh PPK lainnya, jumlah SPK paling banyak 6 (enam) orang, termasuk PPABP. b) KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK, jumlah SPK paling banyak 3 (tiga) orang termasuk PPABP.
Jumlah Keseluruhan SPK yang membantu PPK dalam 1 (satu) KPA tidak melebihi 2 (dua) kali dari jumlah PPK.
Jumlah SPK untuk PPK yang digabungkan diatur sebagai berikut: a) jumlah SPK tidak boleh melampaui sebelum penggabungan; b) besaran honorarium SPK didasarkan pada jumlah pagu yang dikelola SPK; dan c) dalam hal penggabungan PPK dilaksanakan tahun anggaran sebelumnya, maka jumlah SPK paling banyak sejumlah SPK tahun sebelumnya.
Jumlah keseluruhan alokasi dana untuk honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dalam 1 (satu) tahun anggaran paling banyak 1 0% ( sepuluh persen) dari pagu yang dikelola.
Dalam hal Bendahara Pengeluaran telah diberikan tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium dimaksud. Cata tan: Honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dapat diberikan kepada pengelola kegiatan yang secara langsung mengelola dan melaksanakan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) dengan ketentuan alokasi honorarium dimaksud berasal dari pagu Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) berkenaan.
Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja yang Khusus Mengelola Belanja Pegawai Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) /Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ditunjuk untuk melakukan pengelolaan belanja pegawai pada Kementerian Negara/Lembaga/ satuan kerja sesuai surat keputusan pejabat yang berwenang. 3 . Honorarium Pengadaan Barang/Jasa a. Honorarium Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai Pejabat Pengadaan Barang/Jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa melalui penunjukkan langsung/pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b . Honorarium Panitia Pengadaan Barang/Jasa clan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh PA/ KPA menjadi Panitia Pengadaan Barang/Jasa atau Kelompok Kerja ULP untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c . Honorarium Pengguna Anggaran Honorarium diberikan kepada Pengguna Anggaran dalam hal: 1 ) melakukan penetapan pemenang atas pelelangan atau penyedia pada penunjukkan langsung untuk paket pengadaan barang/ konstruksi/jasa lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; a tau 2) menetapkan pemenang pada seleksi atau penyedia pada penunjukkan langsung untuk paket pengadaan jasa konsultansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Catatan: Dalam hal Pejabat Pengadaan Barang/Jasa atau anggota Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Kelompok Kerja ULP telah menerima tunjangan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa, maka tidak diberikan honorarium dimaksud. 4 . Honorarium Perangkat Unit Layanan Pengadaan (ULP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang diberi tugas tambahan sebagai perangkat pada ULP. Yang dimaksud dengan ULP adalah unit yang struktur organ1sasmya dilekatkan pada unit organisasi yang sudah ada. Dalam hal ULP sudah merupakan struktur organisasi tersendiri dan perangkat ULP telah diberikan remunerasi sesuai ketentuan yang berlaku, maka perangkat ULP tidak diberikan honorarium.
Honorarium Penerima Hasil Pekerjaan Honorarium diberikan kepada panitia/ pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang untuk mengelola PNBP fungsional dengari ketentuan sebagai berikut:
Jumlah petugas penerima PNBP atau anggota paling banyak 5 (lima) orang;
Jumlah alokasi dana untuk honorarium Pengelola PNBP dalam 1 (satu) tahun paling tinggi sebesar 1 0% (sepuluh persen) dari target pagu penerimaan PNBP fungsional; clan c. Dalam hal bendahara penerimaan telah menenma tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium dimaksud. 7 . Honorarium Pengelola Sistem Akuntansi Instansi (SAI) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas melakukan pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan unit akuntansi masing-masing, baik yang dikelola secara prosedur manual maupun terkomputerisasi. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan SIMAK-BMN (Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara) . Ketentuan mengenai jumlah pengelola SAI adalah sebagai berikut:
ditetapkan atas dasar Keputusan Menteri, paling banyak 7 (tujuh) orang; dan b . ditetapkan bukan atas dasar Keputusan Menteri, paling banyak 6 (enam) orang. Cata tan: Kementerian Negara/ Lembaga tidak diperkenankan memberlakukan satuan biaya Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dalam pengelolaan SAL 8 . Honorarium Pengurus/ Penyimpan Barang Milik Negara Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI di lingkungan Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang yang melaksanakan tugas rutin selaku pengurus/ penyimpan barang berdasarkan surat keputusan Pengguna Barang. Jumlah pejabat/pegawai yang dapat diberikan honorarium selaku pengurus/ penyimpan barang milik negara paling banyak 4 (empat) orang pada tingkat Pengguna Barang dan 2 (dua) orang pada tingkat Kuasa Pengguna Barang. 9 . Honorarium Kelebihan Jam Perekayasaan Honorarium atas kelebihan jam kerja yang diberikan kepada fungsional perekayasa yang diberi tugas berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang melakukan perekayasaan, paling banyak 4 (empat) jam sehari, dengan tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. 1 0. Honorarium Penunjang Penelitian/ Perekayasaan Honorarium diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan penelitian/perekayasaan yang dilakukan oleh fungsional peneliti/ perekayasa sebagai pembantu peneliti/ perekayasa, koordinator peneliti/ perekayasa, sekretariat peneliti/ perekayasa, pengolah data, petugas survei, pembantu lapangan berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang. Dalam hal pembantu peneliti/perekayasa berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka peneliti/perekayasa dimaksud tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. Cata tan:
Dalam hal penelitian/ perekayasaan dilakukan bersama-sama dengan Pegawai Negeri Sipil (non fungsional peneliti/ perekayasa) , kepada Pegawai Negeri Sipil (non fungsional peneliti/ perekayasa) atas penugasan penelitian yang dilakukan di luar jam kerja normal diberikan honorarium paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari honorarium kelebihan jam perekayasaan untuk perekayasa pertama serta tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur.
Khusus honorarium pembantu lapangan, dalam hal ketentuan mengenai upah harian minimum di suatu wilayah lebih tinggi daripada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut. 3 . Honorarium penunJang penelitian/perekayasaan diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektifitas. 1 1 . Honorarium Komite Penilaian dan/atau Reviewer Proposal dan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Keluaran Penelitian Honorarium diberikan kepada Komite Penilaian dan/atau Reviewer Proposal dan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Keluaran Penelitian yang dibentuk dan ditetapkan oleh Penyelenggara Penelitian sebelum tahapan pelaksanaan penilaian penelitian. Komite Penilaian dan/atau Reviewer Proposal dan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Keluaran Peneli tian memiliki mas a kerj a terten tu un tuk mem berikan penilaian pada penelitian yang bersifat khusus/penugasan dan/atau penelitian kompetisi. Cata tan: Ketentuan lebih lanjut terkait dengan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Proposal dan Ko mite Penilaian dan / a tau Reviewer Keluaran Penelitian berpedoman pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengenai Pedoman Pembentukan Komite Penilaian dan/atau Reviewer dan Tata Cara Pelaksanaan Penilaian Penelitian dengan Menggunakan Standar Biaya Keluaran. 1 2 . Honorarium N arasum ber / Pem bah as/ Moderator/ Pem ba wa Acara/ Panitia 1 2 . 1 Honorarium Narasumber / Pembahas Honorarium yang diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang memberikan informasi/pengetahuan dalam kegiatan Seminar/ Rapat/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis yang dilaksanakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/ pelatihan. Cata tan: 1 . Satuan Jam yang digunakan dalam pemberian honorarium narasumber/pembahas adalah 60 (enam puluh) menit baik dilakukan secara panel maupun individual. 2 . Honorarium narasumber/pembahas dapat diberikan dengan ketentuan:
narasumber / pembahas berasal dari luar unit organ1sas1 eselon I penyelenggara; dan/atau b . narasumber / pembahas berasal dari dalam unit organisasi eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit organisasi eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 2 .2 Honorarium Moderator Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas sebagai moderator pada kegiatan Seminar/ Ra pat/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshop/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis yang dilaksanakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/ pelatihan. Cata tan: Honorarium Moderator dapat diberikan dengan ketentuan: 1 . moderator berasal dari luar unit organ1sas1 eselon I penyelenggara; dan/atau 2 . moderator berasal dari dalam unit organisasi eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit organ1sas1 eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 2 . 3 Honorarium Pembawa Acara Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas memandu acara dalam kegiatan Seminar/ Ra pat/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis / Workshop/ Sarasehan / Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis yang dihadiri oleh Menteri/ Pejabat Setingkat dengan peserta kegiatan minimal 300 (tiga ratus) orang clan sepanJang dihadiri lintas unit eselon I /Kementerian Negara/Lembaga lainnya/ masyarakat. 1 2.4 Honorarium Panitia Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia atas pelaksanaan kegiatan Seminar/ Ra pat/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis / Workshop/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara / Kernen terian Negara/Lembaga lainnya/ masyarakat. Dalam hal pelaksanaan kegiatan Seminar / Rapat/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis / Workshop/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis memerlukan tambahan panitia yang berasal dari non Pegawai Aparatur Sipil Negara harus dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgensi, dengan besaran honorarium mengacu pada besaran honorarium untuk anggota panitia. Jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. Dalam hal jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang, jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling banyak 4 (empat) orang. 1 3 . Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/ Saksi Ahli dan Beracara a. Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/ Saksi Ahli Honorarium diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas menghadiri dan memberikan informasi/ keterangan sesuai dengan keahlian di bidang tugasnya yang diperlukan dalam tingkat penyidikan dan/atau persidangan di pengadilan. Dalam hal instansi yang mengundang/ memanggil pemberi keterangan ahli/ saksi ahli tidak memberikan honorarium dimaksud, instansi peng1nm pemberi keterangan ahli/ saksi ahli dapat memberikan honorarium dimaksud.
Honorarium Beracara Honorarium diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk beracara mewakili instansi pemerin tah dalam persidangan pengadilan sepan j ang merupakan tugas tambahan dan tidak duplikasi dengan pemberian gaji dan tunjangan kinerja. 1 4 . Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan Pada Lingkup Pendidikan Tinggi Honorarium yang diberikan untuk pelaksanaan tugas tambahan/ tugas khusus tertentu, penyelenggara kegiatan akademik dan kemahasiswaan serta penugasan lain dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada lingkup pendidikan tinggi. Penerapan pemberian honorarium dimaksud harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Sumber pembiayaan satuan biaya Kegiatan Pendidikan pada Perguruan Tinggi berasal dari PNBP.
Dalam hal terdapat kekhususan maka untuk keperluan dimaksud dapat menggunakan sumber pendanaan lain sesuai ketentuan yang berlaku.
Besaran satuan biaya dimaksud harus ditetapkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Pimpinan Perguruan Tinggi sesuai kemampuan keuangan perguruan tinggi bersangkutan.
Terhadap satuan biaya honorarium dosen/ pegawai yang diberi tugas tambahan/ tugas khusus tertentu sebagaimana dimaksud pada poin 14. 1 , jabatan dimaksud harus telah ditetapkan dalam struktur organisasi dan tata kerja oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam hal fakultas tidak memiliki jurusan, maka standar honorarium ketua dan sekretaris prodi dapat menggunakan standar honorarium ketua dan sekretaris jurusan sebagaimana dimaksud f. Terhadap satuan biaya honorarium dosen yang menyelenggarakan kegiatan akademik dan kemahasiswaan sebagaimana dimaksud pada poin 14.2, berlaku untuk penugasan yang melampaui perhitungan Beban Kerja Dosen (BKD) yang menjadi tugas wajib dosen tetap pada perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Terhadap satuan biaya lain-lain sebagaimana dimaksud pada poin 1 4 . 3 . a sampai dengan 14.3.f, berlaku bagi dosen dari luar perguruan tinggi yang bersangkutan atau non dosen.
HonorÚrium Pengembangan Bahan Ajar pada poin 14.3.p diberikan kepada Penyusun Rancangan Mata Kuliah dan Bahan Ajar serta Penelaah Bahan Ajar baik yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa asing pada perguruan tinggi negeri yang hanya menyelenggarakan pendidikan tinggi jarak jauh modus tunggal (sing le mode) . i . Khusus untuk Honorarium Penyusunan Rancangan Mata Kuliah dan Bahan Ajar pada poin 14.3 .p. 1 ) dan 14.3.p.2) di atas diperuntukkan bagi penyusunan rancangan mata kuliah baru atau penyempurnaan rancangan mata kuliah lama dengan persentase penyempurnaan substansi paling sedikit 20% ( dua puluh persen) . J . Honorarium Pengembangan dan Pelaksanaan Tutorial pada pom 14.3.q diberikan kepada penyusun/ penulis Garis Besar Program Media (GBPM) Tutorial, Naskah Tutorial melalui Media, dan Kit Tutorial Tatap Muka serta Tutor pada perguruan tinggi negeri yang hanya menyelenggarakan pendidikan tinggi jarak jauh modus tunggal (single mode) .
Honorarium Pengembangan Bahan Ujian dan Pelaksanaan Ujian pada poin 14.3.r diberikan kepada penyusun/ penulis Kisi-Kisi Soal, Soal Objektif dan Uraian Input Bank Soal, dan Soal Ujian Komprehensif (Tugas Akhir Program) , serta pelaksana ujian yang terdiri dari Pengawas Tempat Ujian Luar Negeri dan Penguji Tugas Akhir Program Magister pada perguruan tinggi negeri yang hanya menyelenggarakan pendidikan tinggi jarak jauh modus tunggal (sing le mode) .
Untuk pegajar non dosen, penyetaraannya diatur oleh masmg masing perguruan tinggi.
Penerapan satuan biaya dimaksud tidak diperkenankan adanya duplikasi dengan pembayaran gaji dan tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku.
Penerapan satuan biaya Kegiatan Pendidikan pada Perguruan Tinggi harus tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara, yaitu tertib, taat pada peraturan perundang undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 1 5. Honorarium Penyuluh Non Pegawai Negeri Sipil Honorarium diberikan sebagai pengganti upah kerja kepada Non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk melakukan penyuluhan berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, satuan biaya ini dapat dilampaui dan mengacu pada peraturan yang mengatur tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan ketentuan:
Lulusan SLTA diberikan setinggi-tingginya sesuai UMP setempat.
Sarjana Muda/DI/DII/ DIII diberikan setinggi-tingginya 1 14% (seratus empat belas persen) dari UMP setempat.
Sarjana diberikan setinggi-tingginya 1 24% (seratus dua puluh empat persen) dari UMP setempat.
Master (82) diberikan setinggi-tingginya 1 33% (seratus tiga puluh tiga persen) dari UMP setempat. 1 6 . Satuan Biaya Operasional Penyuluh Biaya Operasional Penyuluh (BOP) adalah satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya bantuan transportasi bagi para Pegawai Aparatur Sipil Negara sebagai penyuluh dalam rangka mengunjungi daerah binaannya sebagaimana dimaksud pada Undang Undang Nomor 1 6 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. 1 7 . Honorarium Rohaniwan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang ditugaskan oleh pejabat yang berwenang sebagai rohaniwan dalam pengambilan sumpah jabatan.
Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 18.1 Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang berdasarkan Surat Keputusan Presiden/ Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri/ Pejabat Eselon I/KPA diangkat dalam suatu tim pelaksana kegiatan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Ketentuan pembentukan tim yang dapat diberikan honorarium adalah sebagai berikut:
mempunyai keluaran (out put) jelas dan terukur;
bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengikutsertakan Eselon I/Kementerian Negara/Lembaga/ Instansi Pemerin tah lainnya;
bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan;
merupakan perangkapan fu ^ri gsi atau tugas tertentu kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara di samping tugas pokoknya sehari-hari; dan
dilakukan secara selektif, ef ektif, dan efisien. Terhadap tim pelaksana kegiatan yang dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan sumber pendanaan dari APBN maka besaran honorarium yang diberikan disetarakan dengan honorarium tim pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri.
2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas melaksanakan kegiatan administratif untuk menunjang kegiatan tim pelaksana kegiatan. Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan merupakan bagian tidak terpisahkan dari tim pelaksana kegiatan. Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya dapat dibentuk untuk menunjang tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden/ Menteri. Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan diatur sebagai berikut:
paling banyak 1 0 (sepuluh) orang untuk tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden; atau
paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri. Cata tan: 1 . Dalam hal tim pelaksana kegiatan telah terbentuk selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, Kementerian Negara/ Lembaga melakukan evaluasi terhadap urgensi dan efektifitas keberadaan tim dimaksud untuk dipertimbangkan menjadi tugas dan fungsi suatu unit organisasi.
Kementerian Negara/ Lembaga dalam hal melaksanakan ketentuan Standar Biaya Masukan agar melakukan langkah langkah efisiensi anggaran dengan melakukan pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan, dengan ketentuan sebagai berikut:
Tim yang keanggotaannya berasal dari lin tas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/Lembaga. Pengaturan batasan jumlah tim yang dapat diberikan honorarium bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional pada tim dimaksud dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: Klasifikasi No Jabatan I II III 1 . Pejabat Negara, Eselon I, 2 3 4 dan Eselon II 2 . Pejabat Eselon III 3 4 5 3 . Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat 5 6 7 fungsional Keterangan: Penjelasan mengenai klasifikasi pengaturan jumlah honorarium yang diterima sebagaimana dimaksud di atas adalah se bagai beriku t: Klasifikasi I Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertinggi lebih besar atau sama dengan Rp40 .000.000 (empat puluh juta rupiah) . Klasifikasi II Klasifikasi III Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas j abatan tertinggi le bih besar a tau sama dengan Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) Rp40 . 000. 000 rupiah) . dan (em pat kurang puluh dari ju ta Kementerian Negara/Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertinggi kurang dari Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) a tau belum menenma tunjangan kinerja.
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kementerian Negara/Lembaga. 1 ) Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kementerian Negara/ Lembaga yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I atau KPA. Pengaturan batasan jumlah tim yang dapat diberikan honorarium bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, clan pejabat fungsional pada tim dimaksud mengacu pada butir 2 . a. di atas.
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kementerian Negara/ Lembaga yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga. Penetapan tim oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dilaksanakan setelah pembentukan tim tersebut mendapat persetujuan Menteri/ Pimpinan Lembaga. Pemberian honorarium bagi tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dikecualikan dari ketentuan butir 2.a. di atas. 1 9 . Honorarium Tim Penyusunan Jurnal/Buletin/Majalah/ Pengelola Website 1 9 . 1 Honorarium Tim Penyusunan Jurnal Honorarium tim penyusunan jurnal dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI clan Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan jurnal berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Unsur sekretariat adalah pembantu umum, pelaksana clan yang sejenis, clan tidak berupa struktur organisasi tersendiri. Dalam hal diperlukan, dalam menyusun jurnal nasional/ internasional dapat diberikan honorarium kepada mitra bestari (peer review) sebesar Rp l .500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) . 1 9 . 2 Honorarium Tim Penyusunan Buletin/ Majalah Honorarium tim penyusunan buletin/ majalah dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan buletin/majalah, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Majalah adalah terbitan berkala yang isinya berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca. Buletin adalah media cetak berupa selebaran atau majalah berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara periodik yang ditujukan untuk lembaga atau kelompok profesi tertentu. 1 9 . 3 Honorarium Tim Pengelola Website Honorarium tim pengelola website dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk mengelola website, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Website yang dimaksud disini adalah yang dikelola oleh unit eselon I/ setara. Dalam hal website yang dikelola oleh unit vertikal setingkat eselon II di daerah maka kepada pengelola website tersebut dapat diberikan honorarium tim pengelola website.
Honorarium Penyelenggara Sidang/ Konferensi Internasional/ Konferensi Tingkat Menteri, Senior Of ficial Meeting (Bilateral/ Regional/ Multilateral), Berskala In ternasional Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan 20. 1 Honorarium Penyelenggara Konferensi Tingkat Menteri, Regional/ Multilateral) Sidang/ Konferensi Internasional/ Senior O f ficial Meeting (Bilateral/ Honorarium penyelenggara sidang/ko ^ri ferensi internasional, konferensi tingkat menteri, senwr of ficial meeting (bilateral/ regional/ multilateral) dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan sidang/konferensi yang dihadiri/ pesertanya pejabat setingkat menteri atau senwr of ficial berdasarkan surat keputusan pejabat berwenang.
2 Honorarium Penyelenggara Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional Honorarium penyelenggara workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional, berdasarkan surat keputusan dari pejabat berwenang. Cata tan: Kepada panitia/ penyelenggara dapat diberikan uang harian perjalanan dinas dan/atau uang harian paket meeting sesuai surat perintah perjalanan dinas yang diterbitkan pejabat yang berwenang. 2 1 . Honorarium Penyelenggara Ujian dan Vakasi Honorarium Penyelenggaraan Ujian dan Vakasi merupakan imbalan bagi penyusun naskah ujian, pengawas ujian, penguji atau pemeriksa hasil ujian pada pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Satuan biaya pengawas ujian sudah termasuk uang transpor. Pemberian honorarium penyusun naskah ujian, penguji atau pemeriksa hasil ujian kepada guru/ dosen diberikan atas kelebihan be ban kerja guru/ dosen dalam penyusunan naskah UJian, pengujian atau pemeriksaan hasil ujian yang ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, honorarium pemeriksaan hasil ujian tidak diberikan untuk penyelenggaraan ujian yang bersifat latihan dan ujian lokal. Sementara untuk tingkat pendidikan tinggi, honorarium pemeriksaan hasil ujian dapat diberikan untuk ujian masuk penerimaan mahasiswa baru, ujian tengah semester, ujian akhir semester, dan ujian akhir baik untuk ujian yang bersifat tertulis maupun praktik.
Honorarium Penulisan Butir Soal Tingkat Nasional 22. 1 Honorarium Penyusunan Butir Soal Tingkat Nasional Honorarium yang diberikan kepada guru, dosen atau pakar sesuai bidang yang dibutuhkan dengan kepakarannya (baik Pegawai Negeri Sipil maupun Non Pegawai Negeri Sipil) untuk proses penyusunan soal yang digunakan pada penilaian tingkat nasional, meliputi soal yang bersifat penilaian akademik, seperti soal ujian berstandar nasional, soal ujian nasional, soal yang mengukur literasi untuk survei nasional, soal tes kompetensi akademik guru, soal Calon Pegawai Negeri Sipil, dan soal untuk penilaian non akademik seperti soal tes bakat, tes minat, soal yang mengukur kecenderungan perilaku, soal tes kompetensi guru yang non akademik, soal tes asesmen pegawai, soal kompetensi managerial kepala sekolah. Honorarium Penyusunan Butir Soal Tingkat Nasional diberikan berdasarkan penugasan oleh unit kerja yang mempunyai tugas atau fungsi untuk melakukan penulisan soal tingkat nasional sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2 Honorarium Telaah Butir Soal Tingkat Nasional Honorarium yang diberikan kepada guru, dosen atau pakar sesuai bidang yang dibutuhkan dengan kepakarannya (baik Pegawai Negeri Sipil maupun Non Pegawai Negeri Sipil) untuk proses telaah soal yang digunakan pada penilaian tingkat nasional, meliputi soal yang bersifat penilaian akademik, seperti soal ujian berstandar nasional, soal ujian nasional, soal yang mengukur literasi untuk survei nasional, soal tes kompetensi akademik guru, soal akademik Calon Pegawai Negeri Sipil, dan soal untuk penilaian non akademik seperti soal tes bakat, tes minat, soal yang mengukur kecenderungan perilaku, soal tes kompetensi guru yang non akademik, soal tes asesmen pegawai, soal kompetensi managerial kepala sekolah, soal non akademik Calon Pegawai Negeri Sipil. Honorarium Telaah Butir Soal Tingkat Nasional diberikan berdasarkan penugasan oleh unit kerja yang mempunyai tugas atau fungsi untuk melakukan telaah soal tingkat nasional sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) 23. 1 Honorarium Penceramah Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing ex perience sesuai dengan keahliannya kepada peserta diklat pada kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut:
berasal dari luar unit organisasi eselon I penyelenggara;
berasal dari dalam organisasi eselon I penyelenggara sepanjang peserta diklat yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit organisasi eselon I penyelenggara/masyarakat; dan c. khusus untuk Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI, honorarium tersebut digunakan untuk kegiatan pengajaran diklat yang materi diklatnya diampu oleh Pejabat Eselon II ke atas / setara.
2 Honorarium Pengajar yang berasal dari luar satuan kerja penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari luar satuan kerja penyelenggara sepanjang kebutuhan penga J ar tidak terpenuhi dari satuan kerja penyelenggara. 23 . 3 Honorarium Pengajar yang berasal dari dalam satuan kerja penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari dalam satuan kerja penyelenggara baik widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi widyaiswara, honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam tatap muka. Ketentuan jumlah minimal tatap muka mengacu pada ketentuan yang berlaku.
4 Honorarium Penyusunan Modul Diklat Honorarium penyusunan Modul Diklat dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun modul untuk pelaksanaan diklat berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Pemberian honorarium dimaksud berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Bagi widyaiswara, honorarium dimaksud diberikan atas kelebihan beban kerja wajib widyaiswara sesuai ketentuan yang berlaku.
Satuan biaya ini cliperuntukkan bagi penyusunan moclul cliklat baru atau penyempurnaan moclul cliklat lama clengan persentase penyempurnaan substansi moclul cliklat paling seclikit 20% (clua puluh persen) .
5 Honorarium Panitia Penyelenggaraan Kegiatan Diklat Honorarium clapat cliberikan kepacla panitia penyelenggara cliklat yang melaksanakan fungsi tata usaha cliklat, evaluator, clan fasilitator kunjungan serta hal-hal lain yang menunJang penyelenggaraan cliklat berjalan clengan baik clengan ketentuan sebagai berikut:
merupakan tugas tambahan/ perangkapan fungsi bagi yang bersangkutan;
clilakukan secara selektif clengan mempertimbangkan urgensinya; clan c. jumlah panitia yang clapat cliberikan honorarium maksimal 1 0% ( sepuluh persen) clari jumlah peserta clengan mempertimbangkan efisiensi clan efektivitas pelaksanaan. Dalam hal jumlah peserta kurang clari 40 (empat puluh) orang, maka jumlah panitia yang clapat cliberikan honorarium paling banyak 4 (empat) orang. Catatan: Jam pelajaran yang cligunakan untuk kegiatan penyelenggaraan cliklat aclalah 45 (em pat puluh lima) menit.
Satuan Biaya Uang Makan Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara Satuan biaya uang makan Pegawai Aparatur Sipil Negara merupakan satuan biaya yang cligunakan untuk perencanaan kebutuhan uang makan pegawai yang clihitung berclasarkan jumlah hari kerja.
Satuan Biaya Uang Lembur clan Uang Makan Lembur bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara a. Uang Lembur Uang lembur merupakan kompensasi bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang melakukan kerja lembur berclasarkan surat perintah clari pejabat yang berwenang.
Uang Makan Lembur Uang makan lembur diperuntukan bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara setelah bekerja lembur paling kurang 2 (dua) jam secara berturut-turut dan diberikan maksimal 1 (satu) kali per hari.
Satuan Biaya Uang Lembur dan Uang Makan Lembur bagi Pegawai Non Aparatur Sipil Negara, Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti a. Uang Lembur Uang lembur merupakan kompensasi bagi Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang melaksanakan tugas rutin kementerian negara/ lembaga, Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti yang melakukan kerja lembur berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang.
Uang Makan Lembur Uang makan lembur diperuntukan bagi Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang melaksanakan tugas rutin kementerian negara/lembaga, Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti setelah bekerja lembur paling kurang 2 (dua) jam secara berturut-turut dan diberikan maksimal 1 (satu) kali per hari. Cata tan: Satuan Pengaman, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti sebagaimana dimaksud tidak termasuk Satuan Pengaman, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti yang melakukan perjanjian kerja/ kontrak dengan pihak penyedia tenaga alih daya (outsourcing) .
Satuan Biaya Uang Saku Rapat Di Dalam Kantor Uang saku rapat di dalam kantor merupakan kompensasi bagi seseorang yang melakukan kegiatan ,rapat yang dilaksanakan di dalam kantor di luar jam kerja pada hari kerja. Uang saku rapat di dalam kantor dapat dibayarkan sepanjang rapat di dalam kantor memenuhi ketentuan se bagai beriku t:
dihadiri peserta dari eselon II lainnya/ eselon I lainnya/ Kementerian Negara/ Lembaga lainnya/Instansi Pemerintah/ masyarakat; dan
dilaksanakan minimal 3 (tiga) jam di luar jam kerja pada hari kerja. Cata tan: 1 . Satuan biaya uang saku rapat di dalam kantor belum termasuk konsumsi rapat. 2 . Terhadap peserta rapat tidak diberikan uang lembur clan uang makan lembur. 3 . Bagi peserta yang berasal dari luar unit penyelenggara dapat diberikan uang transpor sepanjang kriteria pemberian uang transpor terpenuhi.
Satuan Biaya Uang Saku Pemeriksa Dalam Lokasi Perkantoran Yang Sama Satuan biaya uang saku pemeriksa dalam lokasi perkantoran yang sama merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kompensasi kepada aparat fungsional pemeriksa (auditor) berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan internal dalam lokasi perkantoran yang sama clan dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam. Terhadap aparat fungsional pemeriksa (auditor) tersebut tidak diberikan uang makan, uang lembur clan uang makan lembur. 29 . Satuan Biaya Pengepakan dan Angkutan Barang Perjalanan Dinas Pindah Dalam Negeri Satuan biaya pengepakan clan angkutan barang perjalanan dinas pindah dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengepakan clan angkutan barang pindahan yang diberikan kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara yang dipindahtugaskan berdasarkan Surat Keputusan pejabat yang berwenang. Satuan biaya ini merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada pejabat negara/ pegawai Aparatur Sipil Negara yang berkenaan. Satuan biaya ini sudah termasuk ongkos tukang, pengadaan bahan-bahan, biaya bongkar muat, clan biaya angkutan barang dari tempat asal sampai dengan tujuan.
Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri adalah satuan biaya untuk bantuan biaya pendidikan anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Staf f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri dilaksanakan dengan ketentuan se bagai beriku t: 1 . BBPA digunakan untuk membiayai biaya pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tidak termasuk program pasca sarJana. 2 . Diberikan untuk anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, yang bersekolah pada pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tidak termasuk program pasca sarjana. 3 . Diberikan untuk anak-anak yang termasuk dalam tunjangan keluarga dan bersekolah di lokasi yang sama dengan tempat bekerja orang tuanya (negara akreditasi-lokasi perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri tempat orang tuanya bertugas) .
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) dikecualikan bagi:
anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri pada negara yang termasuk dalam perwakilan rawan dan/atau berbahaya; dan
anak-anak dari Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan antar perwakilan (cross posting) . 5 . Perwakilan Republik Indonesia yang termasuk dalam daerah rawan dan/atau berbahaya dan Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis / Atase Pertahanan yang dimutasikan an tar perwakilan (cross posting) sebagaimana dimaksud pada angka 4 ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. 6 . Alokasi anggaran untuk BBPA sudah termasuk dalam pagu anggaran Kementerian Negara/ Lembaga. 7 . Penggunaan Satuan Biaya BBPA mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. 8 . Pemberian BBPA dilakukan dengan menerapkan pnns1p efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. 3 1 . Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Honorarium yang diberikan hanya kepada non pegawai Aparatur Sipil Negara yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang/ kon trak kerj a. Cata tan: 1 . untuk satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti dengan melalui jasa pihak ketiga/ diborongkan alokasi honorarium dapat ditambah paling banyak sebesar 1 5% (lima belas persen) dari satuan biaya, besaran tersebut tidak termasuk seragam dan perlengkapan.
dalam satu tahun anggaran, dapat dialokasikan tambahan honorarium sebanyak 1 (satu) bulan sebagai tunjangan hari raya keagamaan. 3 . dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut.
Satuan Biaya Uang Harian Perjalanan Dinas Dalam Negeri dan Uang Represen tasi Satuan biaya uang harian perjalanan dinas dalam negeri merupakan penggantian biaya keperluan sehari-hari Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ Pihak Lain dalam menjalankan perintah perjalanan dinas di dalam negeri. Uang representasi hanya diberikan kepada pejabat negara (ketua/wakil ketua dan anggota lembaga tinggi negara, Menteri serta setingkat Menteri), pejabat eselon I dan pejabat eselon II yang melaksanakan perjalanan dinas jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang rnelekat pada jabatan sebagairnana diatur dalarn Peraturan Menteri Keuangan rnengenai perjalanan dinas dalarn negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. Uang harian diklat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberikan tugas untuk rnengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di dalarn kota yang rnelebihi 8 (delapan) jarn atau diselenggarakan di luar kota.
Satuan Biaya Uang Harian Perjalanan Dinas Luar Negeri Satuan Biaya Uang Perjalanan Dinas Luar Negeri rnerupakan penggantian biaya keperluan sehari-hari Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ Pihak Lain dalarn rnenjalankan perintah perjalanan dinas di luar negeri yang dapat digunakan untuk uang rnakan, transpor lokal, uang saku, dan uang penginapan. Besaran uang harian untuk negara yang tidak tercanturn dalarn Larnpiran Peraturan Menteri ini, rnerujuk pada besaran uang harian pada negara dirnana Perwakilan Republik Indonesia bersangkutan berkedudukan. Contoh: Uang harian bagi pejabat/pegawai yang rnelaksanakan perjalanan dinas ke negara Uganda, besarannya rnerujuk pada uang harian negara Kenya.
Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya penginapan perjalanan dinas dalarn negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya menginap dalarn rangka pelaksanaan perj alanan dinas dalarn negeri. Dalarn pelaksanaannya, rnekanisrne pertanggungjawaban disesuaikan dengan bukti pengeluaran yang sah.
Satuan Biaya Rapat/Perternuan di Luar Kantor 35. l Paket Kegiatan Rapat/ Perternuan di Luar Kantor Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor dalarn rangka penyelesaian pekerjaan yang perlu dilakukan secara intensif dan bersifat koordinatif yang sekurang kurangnya melibatkan peserta dari eselon I lainnya/ masyarakat. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut pesertanya terbagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat Menteri/ setingkat Menteri adalah kegiatan rapat/ pertemuan yang melibatkan pejabat Menteri/ setingkat Menteri;
Kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor pejabat eselon I / eselon II adalah kegiatan rapat/ pertemuan yang melibatkan pejabat eselon I / eselon II/yang disetarakan;
Kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor pejabat eselon III adalah kegiatan rapat/pertemuan yang melibatkan pejabat eselon III/yang disetarakan. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut lama penyelenggaraan terbagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu:
Paket Fullboard Satuan biaya paket fullboard disediakan untuk paket kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor sehari penuh dan menginap.
Paket Fullday Satuan biaya paket fullday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa menginap.
Paket Half day Satuan biaya paket halfday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 5 (lima) jam tanpa menginap. Cata tan: 1 . Akomodasi paket fullboard diatur sebagai berikut:
Untuk pejabat eselon II ke atas, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang.
Untuk pejabat eselon III ke bawah, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. 2 . Satuan biaya paket fullboard m1 digunakan untuk penghitungan biaya paket rapat fullboard per peserta dengan akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. Sedangkan besaran indeks satuan biaya paket fullboard untuk pejabat Eselon II ke atas sebagaimana dimaksud pada butir l .a) dapat diberikan sebesar 1 ,5 (satu setengah) kali dari satuan biaya paket fullboard sebagaimana tercantum dalam Peraturan Men teri ini. 3 . Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerj aan yang dilakukan secara in tens if harus menggunakan satuan biaya ini.
Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/ KPA agar selektif dalam melaksanakan rapat/pertemuan di luar kantor (fullboard, fullday, dan half day) dan mengutamakan penggunaan fasilitas milik negara.
2 Uang Harian Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor Uang Harian Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pengalokasian uang harian kegiatan fullboard di luar kota, kegiatan fullboard dan kegiatan fullday / half day di dalam kota kepada peserta dan panitia kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor. Cata tan: Kepada pani tia (karena faktor transportasi dan / ata u guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian pertanggungjawaban) dan kepada peserta (karena faktor transportasi) yang memerlukan waktu tambahan untuk berangkat/ pulang di luar waktu pelaksanaan kegiatan, dapat dialokasikan biaya penginapan dan uang harian perjalanan dinas sesuai ketentuan yang berlaku, untuk 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan kegiatan.
Satuan Biaya Tiket Perjalanan Dinas Pindah Luar Negeri (One Way) Satuan biaya tiket perjalanan dinas pindah luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara perjalanan dinas pindah dan diberikan untuk satu kali jalan (one way) . Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk air port tax serta biaya retribusi lainnya. Satuan biaya ini diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI dan keluarga yang sah berdasarkan surat keputusan pindah dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk melaksanakan perintah pindah dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau se baliknya. Catatan: Un tuk biaya tiket perj alanan dinas pindah an tar perwakilan (cross-posting) mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1 . besaran biaya tiket perjalanan dinas pindah antar perwakilan (cross-posting) dapat dilakukan sesuai dengan informasi yang diperoleh dari perusahaan travel dan ditetapkan oleh KPA/PPK; 2 . penetapan be saran biaya tiket perj alanan dinas pindah an tar perwakilan (cross-posting) tersebut agar tetap memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi, efektifitas, dan kewajaran serta kemampuan keuangan negara.
Satuan Biaya Operasional Khusus Kepala Perwakilan Republik Indonesia Di Luar Negeri Satuan Biaya Operasional Khusus Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri adalah dana operasional yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan m1s1 khusus Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri dan bukan merupakan tambahan penghasilan.
Satuan Biaya Makanan Penambah Daya Tahan Tubuh Satuan biaya makanan penambah daya tahan tubuh merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan makanan/ minuman bergizi yang dapat menambah/ meningkatkan/ mempertahankan daya tahan tubuh Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas melaksanakan pekerjaan tugas dan fungsi kantor yang dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan pegawai dimaksud. 39 . Satuan Biaya Sewa Kendaraan a. Sewa Kendaraan Pelaksanaan Kegiatan Insidentil Satuan biaya sewa kendaraan pelaksanaan kegiatan insidentil merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa kendaraan roda 4 (empat) , roda 6 (enam) /bus sedang, clan roda 6 (enam) /bus besar untuk kegiatan yang sifatnya insidentil (tidak bersifat terus - menerus) . Satuan biaya ini diperuntukan bagi: 1 ) Pejabat Negara yang melakukan perjalanan dinas dalam negeri di tempat tujuan; atau
Pelaksanaan kegiatan yang membutuhkan mobilitas tinggi, berskala besar, clan tidak tersedia kendaraan dinas serta dilakukan secara selektif clan efisien. Satuan biaya sewa kendaraan sudah termasuk bahan bakar clan pengemudi.
Sewa Kendaraan Operasional Pejabat/ Operasional Kantor dan/atau Lapangan Satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor clan/ atau lapangan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa kendaraan roda 4 (empat) yang difungsikan sebagai kendaraan dinas kantor sebagai pengganti pengadaan kendaraan melalui pembelian. Dalam pelaksanaannya, sebelum melakukan perjanjian sewa, satuan kerja penyewa wajib melakukan pemeriksaan bahwa penyedia barang menjamin bahwa kondisi kendaraan yang disewa selalu siap pakai (termasuk pemeliharaan rutin clan menyediakan pengganti apabila kendaraan tidak berfungsi se bagaimana mestinya) , oleh karenanya atas kendaraan dimaksud tidak dapat dialokasikan biaya pemeliharaan. Cata tan: 1 . Penggunaan satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor clan/ atau lapangan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan langkah-langkah efektifitas penggunaan anggaran, sehingga fungsinya sebagai pengganti atas pengadaan kendaraan melalui pembelian, dengan tetap menjadi bagian dari rencana kebutuhan untuk penyecliaan pengaclaan kenclaraan pejabat/ operasional kantor.
Satuan biaya sewa kenclaraan operasional pejabat/ operasional kantor clan/ atau lapangan clapat cliperuntukan bagi satuan kerja yang belum memiliki kenclaraan pejabat/ operasional kantor clalam rangka menunjang pelaksanaan tugas fungsi.
Mekanisme sewa kenclaraan operasional pejabat/ operasional kantor clan/ atau lapangan mengikuti ketentuan pengaclaan barang/jasa yang berlaku.
Satuan Biaya Pengaclaan Kenclaraan Dinas Satuan biaya pengaclaan kenclaraan clinas merupakan satuan biaya yang cligunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengaclaan kenclaraan operasional bagi pejabat, operasional kantor, clan/ atau lapangan serta bus melalui pembelian guna menunjang pelaksanaan tugas clan fungsi Kementerian Negara/Lembaga. Bagi satuan kerja baru yang suclah acla ketetapan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pengadaan kenclaraan clinasnya clilakukan secara bertahap sesuai dana yang terseclia. Dalam hal kebutuhan kenclaraan operasional telah dipenuhi melalui mekanisme sewa kendaraan, maka pengadaan melalui pembelian tidak di per kenankan lagi. 4 1 . Satuan Biaya Pengaclaan Pakaian Dinas Satuan biaya pengaclaan pakaian clinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan pakaian dinas termasuk ongkos jahit yang meliputi:
Satuan Biaya Pakaian Dinas Dokter Satuan biaya pakaian clinas dokter diperuntukan bagi dokter yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 1 ( satu) potong jas per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Perawat Satuan biaya pakaian dinas perawat diperuntukan bagi perawat yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel pakaian per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Pegawai Satuan biaya pakaian dinas pegawai diperuntukan bagi pegawai dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut: 1 ) harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satuan kerja mengenai kewa jiban penggunaan pakaian dinas pegawai; dan
dalam hal satuan kerja yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian dinas pegawai, biaya pakaian dinas pegawai dapat dialokasikan setelah memiliki ijin prinsip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Satuan Biaya Pakaian Seragam Mahasiswa/Taruna Satuan biaya pakaian seragam mahasiswa/taruna diperuntukan bagi mahasiswa/ taruna pada pendidikan kedinasan di bawah Kementerian Negara/ Lembaga tertentu dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut: 1 ) harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satuan kerja mengenai kewajiban penggunaan pakaian seragam mahasiswa/ taruna; dan
dalam hal satuan kerja yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian seragam mahasiswa/ taruna, biaya pakaian seragam mahasiswa/ taruna dapat dialokasikan setelah memiliki IJm prinsip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Satuan Biaya Pakaian Kerja Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Satuan biaya pakaian kerja pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti diperuntukan bagi pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti yang diangkat berdasarkan surat keputusan KPA, dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun.
Satuan Biaya Pakaian Kerja Satpam Satuan biaya pakaian kerja satpam diperuntukan bagi satpam, sudah termasuk perlengkapannya (sepatu, baju PDL, kopel, ikat pinggang, tali kurt dan peluit, kaos kaki, topi, kaos security, dan atribut lainnya) dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN II PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 / PMK.02 / 20 1 7 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 33/ PMK.02 / 20 1 6 TENTANG STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 1 7 STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 1 7 YANG BERFUNGSI SEBAGAI ESTIMASI 1 . SATUAN BIAYA TRANSPORTASI DARAT DARI IBUKOTA PROVINS! KE KOTA/ KABUPATEN DALAM PROVINSI YANG SAMA (ONE W AY) NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA/KABUPATEN TUJUAN SA TUAN BE SARAN ACEH 1 Banda Aceh Kab. Aceh Barat Orang/Kali Rp275.000 2 Banda Aceh Kab. Aceh Barat Daya Orang/Kali Rp298.000 3 Banda Aceh Kab. Aceh Besar Orang/Kali Rp 183.000 4 Banda Aceh Kab. Aceh Jaya Orang/Kali Rp238.000 5 Banda Aceh Kab. Aceh Selatan Orang/Kali Rp325.000 6 Banda Aceh Kab. Aceh Singkil Orang/Kali Rp420.000 7 Banda Aceh Kab. Aceh Tamiang Orang/Kali Rp3 1 5.000 8 Banda Aceh Kab. Aceh Tengah Orang/Kali Rp293.000 9 Banda Aceh Kab. Aceh Tenggara Orang/Kali Rp460.000 1 0 Banda Aceh Kab. Aceh Timur Orang/Kali Rp289.000 1 1 Banda Aceh Kab. Aceh Utara Orang/Kali Rp270.000 12 Banda Aceh Kab. Bener Meriah OrangLKali Rp278.000 13 Banda Aceh Kab. Bireuen Orang/Kali Rp220.000 14 Banda Aceh Kab. Gayo Lues Orang/Kali Rp370.000 1 5 Banda Aceh Kab. Nagan Raya Orang/Kali Rp275.000 1 6 Banda Aceh Kab. Pidie Orang/Kali Rp 190.000 1 7 Banda Aceh Kab. Pi die J aya Orang/Kali Rp205.000 1 8 Banda Aceh Kota Langsa Orang/Kali Rp30 1 .000 19 Banda Aceh Kota Lhokseumawe Orang/Kali Rp240.000 20 Banda Aceh Kota Subulussalam OrangLKali Rp400.000 SUMATERA UTARA 2 1 l l\Jf ,,rl a..-. Kab. Asahan OrangLKali Rp259.000 22 l l\Jf,,, rlqn Kab. Batubara · Orang/ Kali Rp225.000 23 1 1\Jfprl a..-. Kab. Dairi OrangLKali Rp270.000 24 1 1!fprl a..-. Kab. Deli Serdang · Orang/ Kali Rp 186.000 25 1 1!f.: >rlqn Kab. Humbang Hasundutan OrangLKali Rp300.000 26 1 1\Jf,,, rlqn Kab. Karo Orang/Kali Rp200.000 27 1\Jf ,,,.: i .,. ..., Kab. Labuhan Batu Orang/Kali Rp287.000 28 l\Jfprl a ..-. Kab. Labuhan Batu Selatan Orang/Kali Rp360.000 29 l\Jfprla..-. Kab. Labuhan Batu Utara OrangLKali Rp300.000 30 1\Jf <>rla..-. Kab. Langkat Orang/Kali Rp 186.000 3 1 l\Jfprla..-. Kab. Mandailing Orang/Kali Rp420.000 32 Medan Kab. Mandailing Natal Orang/Kali Rp420.000 33 Medan Kab. Padang Lawas Orang/Kali Rp420.000 34 Medan Kab. Padang Lawas Utara Orane: /Kali Rp420.000 NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA/KABUPATEN TUJUAN SATUAN BE SARAN 3 ^5 Medan ··········3K······· MedϷa: n: ······· 37 ^····· ·Ѝx; ; cia: n················· 3 8 · ···· ·11"ecia: 11······· · 3 9 ······ ·rvredϸa11····· ··· · 40 ······ ·rvrc; a·an······· 41 ······ M: edail···· 42 Medan 43 Medan 44 Medan 45 ······ rvre.c: l"a11··········· 46 ······ Me.da: 11······ .......... '.47 . Medan • ............................•. -8.J..A ... V. ...... . 48 .P.13<.?.: P.:
l: : > .2.fl: : l:
........... . 49 Pekanbaru s ^o .: P.<: : .k?.: P.. 9..f3 ^. .JJ: J.:
.... 51 Pekanbaru 52 Pekanbaru · . · : : : .: : .. $ϓ: : : : : : : · :
P.ϼk.ϔD.ϕfii.}i": : · : ····· . 54 P... B.: §1: : 1:
.l.?.?.:
: : Y. ..... . ··········5·5 .......P.B.:
:
Ꮞ?:
l.?.?.!..l.:
.... . ··········5·6 ..... .P<: '!.i.f?.J.:
J: P.9.: J.J: ! ..... . Kab. Pakpak Bharat ····································-····-····.... . .. . .. ...... .. .9.F. J: : 1. g/.J.: <.:
1.L . . _ Rp300.000 ············· : Kah: ····saffio.si"r·- . . ···························........ . ............. .. . ...... ...... ........ . ....... .9.: t:
T . ^. !.1. ^g. l.. ^^. 13.: E · ·················· ········ ················R: µ33o-: -<5o"i5 · ············· " K a 1J ·····s·; ; r: a: a: n·; ; : ···13ecia·; ; : ai··········· . ^. . ^. ............. . ^..... ........... .9E ^.13.:
J: : i. g ^f . ^^.'3.: g_ ^········· ··············· · · · ···················: rʄJ? ·2·60ς·6ao ................. · .. · ... · . · . ^· . · .. · . ·· . · . · . ·:
-ƴik: ---ƵƶƷ Ƹ =ƹ ƺ 1 ƻ - Ƽ =; ƽ - ƾ ""."." . .. ."........ Orang/Kali ^........ ···········································Rp·2·6·4·: ·066 . ........................ ................................ ................................................................ . ... :
: : : .: : : gtǗ): ƲƳf .: : . :
:
. . :
: : : .: : .. : : .:
. : : : : : .: : .:
: : .... : : .. : : : : : : σp p · .: : τυ: ϳ: φ: ggg ... . ......· . ^· . · . · . ^·χ . · . · . ^· . · . ^· . ·:
. · . ^· . ^·· . ^ψ . · . ^· . ^· . ·· .. ·:
· . · . · . ·ω. · . ^r..... ·:
· . ^· . · . ·P P . . · . ^· . ·:
...... . n . ^i __ } __ ·. ·ϊ. · . ^·· . ^· .. ·.ϋ . ^· ^.. ...... ' . ^u _r _ ^. . · . ^· . ·e .. i .. n .a.r . · .. ·· .. g ... a . ·_a _ ^. _ ^· . ^·· · ^h · ^·· . ^· . . ·. ··········· .......... . ····· . · : : : : : : : .: 9 : ό:
ii./.Ϻ.ϻff . · · .. . · : · . · ._: __ :
: __ : _ .: __ · _: _:
_ · . · : _: _ .. _ ... __ : _.:
__ : _:
.. .. ..: _. __ . _.: __ : .: .: _: R R . _ .: _...P P . . _: _.33 . _: .: 3 0 ·.·. ·.· · .o o ..: .:
_.: .: o o .. . . · _ : _o o .·· .. : : _oo .: _: _:
Kab. Toba Samosir ..... . ......... . ........ . ...........9 ^. : t:
U ^. 1Vg.f: f5: aj ^i .. : !S.?.!.<3.:
..: 1:
. /.!..1.J 0.i........... ············-····-·····-······ ...... . ............ 923@!..1- .'ef?./..45!6 ......... ............................................ 8P. }:
!3...9 .:
.9.9.9.. Kota Pematang Siantar Orang/Kali Rp225.000 · ····· ··· ········································ I<oia: ···siba"ilia················································ ·· : : : ··· .: : : : : · : : : : : : : : : : : : ···· :
: : : : : : : : @: : 9_ABg/CAK: : ····· ······ ································_Rf>34"S": ·o"0 " 6 ....... :
.. _:
: _: : _: : _: .:
: _: _:
· . _: _: _: _: _: _: _: _ · _- _K K: _: : _ · .: _: _ · o o _: _:
: _: _t t . · . . : _ · a · .a .: _: _: _ · . . : _ · T ._1' _ . _: _: _: _e a : _ · .: _b:
ύ _: _: _ · _: 1 ._i .1 : _ώ _1 :
: i . . g i.1 _ · .: _T g _ · _ · _ · _ : _: _1 · _: _ s n . . · . . : _ : _: _: _ Ϗ _ :
g tϐ _ - 1 · . ϑ · . · · · i · : · . · . · . · . · . · . · . ·· . · . ········ . ....... .. .. .. . .................. ............ .9.: t:
?. ·!.1._g/Ѐ.9.:
ϒ .... .... : · .. · : : · : ·· .: ·······························Rj)28"S": "C56"6" - ϐ -............... . ...... .. . .. .9.i.()!.1. M . . : £5:
:
ᏉᏊ-.... . .. ··············· : ·····: : : : · : : : : 1.3P.: ϴ: ¢I: · 9 · 99 . .............. K?.-1?..:
.. . !.r.:
4.r.?.:
gi.ri..B.ili.r........ . ...................................... .............. .9.F. P:
gf. 1.i......... . .......... . .. ....... . .. : : ·· : : · : · : · : ·· }{i?.ϖ?·gj?.: 9·9:
.. ........................ : !S.'3.: ?..:
.. . 1..!..1. xŸżgŹi. .. . 1.: i1:
Ꮢ1:
.............. . ........... ..9<5B:
&./..!<.: ?: 7L.... Rp3 l 5. 000 .. ... .. .. ........... K.9.: 1?..:
.. K?..1.P. P.?.T.... . ..................... ......... .9.F. P: g/J.: <.:
li. ..... .. · : ·· : ·· : · : : : : : · : ··· : : : : ·· : · : · : : : : : · : · : · : : : ·· ϗi?.Ў·99: : : 99: 9 · : !S9:
:
.JS1: : 1 .# ; 9?. ... ?..i.!£s..i.!.1.ฏ..... . .. ··············· ... ... . ... .?.Ɩf:
ฐ?: ฑ/I<.ฒ!i... Rp300. 000 ...................... K?.:
? . . '. . .PᏏ.1§1:
,?.: '>Y.?.: P., ... . .... . ........ .. .9E!.1.gf..?: W.i..... ···· ·········· ····· .......... ···· ······ ··Rr)22·5·: ·006 . ........................ K?.:
? .. :
. B9.k?.:
.. tI.m.r... ........ . ...... .9.E.?:
/ g/: £5: ?:
1.! ... ^···· · .. · :
:
^· :
:
:
. :
... :
· : : ^· : : : : : : : : .: : .R J3 p P.: 3 Ϙ : 2 $: 29: _ :
o9: o § o q .... Kf: 1: P.:
. .R.9k: ?.!! .. .tI.Y.: !.1: : l _ ....._______________________ ..... . ..... ______ .9.!: ?:
J: : 1. g/.J.: <.: â-!.i. .. . .......... .. ···················- I<.?.: P.:
...§J.Ꮕ ·······-·····-·-···-···-·····-··-·-·-···-···- __ _.9._i: _² g/.J.: <.: ?.: ã.L . ············································Rp356: ·oo" c i .... ................... K2.t.?:
. P..g_i.: g_?: L. . .. ..................... ...9..: t:
?: !.1._g/..^.9.: !i........ . . ·······························: -· - _ ·: : .: · .··: -P..4.9.9.:
: : .9.ЌiQ. . • .............................•. li..P.. Y.ᏍA.V.A.N.... . RI..A.Y .......... . 57 Tanjung Pinang •·K ······a · ^····b ········· ···B ······ ^. i ···n ·······t···a ·····n ··········································································································l·············O ······· ^r ···a ·····n ······ g ····· ^/ ····· ^K ······a ····h ·········· ·········•··············· . .... . .... . .... 8.P.A.?.?..:
.9.9.9. J A M B I 58..... . "Jan1EC""""'""""" ... . .. ..... J5: ?.:
?.:
... ?.?:
6.?:
P:
gh.?: F.7...... ... . ..... . .... ... .9.. r..?:
8gl.!?.: 1-L . .... .... . ............. . ..... . ........ ..... Rpi7"S"": ·c i' o6 59 ...... "Jaill : i; r ^·. . ........... JS.c.i: P.:
. 1.?..XEJ ^. g<?. ^.. ... ^.......... ..O o......r r .. . a a .. ..J n ^Jg g / / . . . K K ..... a a } l .1 1 :
.... . ... ............................ :
. · :
. · .----- ^ _ R R ..... Pp ) 3 ^_. _ _"1 2 :
: : ^·0 5 .. · .ϙ .
. . oo _" ._o o . ··o o :
:
. . ...... 60 ······ Ja.mbi""·· ·· Kab. Kerinci 61 . .. Jaffib"C: · . .-.-.: · ............................ ····· .. .......... .. .. . .... .. . .. . - :
: · :
: · : : .: · .: : · .: · . · .-.-.-.: · · .I.5.E:
· _)0.. Є: iit.1. gb.: ϵ ················--·····-·--···-···-·········- . .. ............... .. . ........... "Orang/KaIC" ..... . ...... . .. . . Rp26i5: "666 62 Jambi Kab. Muaro Jambi ... . ...... .. . .. :
. : : : : : : : 9.: ຺ູ ?iZ: ถทH......... Rpl 70.o ^" OO 63 Jambi · · ·········· K ab····s· a: r 0 1 an: g: u: n····· · Orang/Kali.... . ... .................. ........ . ... Rp ^· 2 ^· ; : fr ^· 606 : : : : : : J: ưƱr: : : . :
· . ··· . · . · _: · _ · '.'.: _: _: _ · _: : _: : : _ . . K: K U a _: _ : _ : : b b Ζ : _ _ : _ :
_ : _ :
_ : _ , T T _: r _ . _: _ : __ : e ' _ :
_ : _ : _ : b n . 1 . '. 1 _ : _ : __ Ϛ 0 · . : _ . u _ u _:
_: _ :
_ :
_: 1 _ ϛ Љ_3Њ--k.: : : _ : ʐtF:
· _- _-····· . ··· .. · Ϝ-ϝ-: _: .: : : __ .. : _ : _: : _: _: _:
. : _: : : : §.t.: Ͼ-- Ђ: Ϟϟf :
. : _: · : · : _ · ·············· .. .... ·.: : .. : : : .. : · : ʎ I·Ϡ: : : : gg: ϶: ······ ··; s6 .... ·· Jaັnbi"" . ···· · . ....... . .... . .. .. . .... . .9t.9.: Pg ^l i<:
?.:
1t.. ·· ·: : .: : gP.: ?.: $І?.: : : 9.<i9 ........ ?.?.. .. . J ^_ ϯpϹl?.ϡ...... .. . ................................ l.S.<?.Ꮖ.?: -YZ-]g?.: [ .P.f: : ! !.VX ^. h ^. ... .............. .9..r.. .1.Ꮠ_g./: £5: §:
Ꮡ................... ............ .. . 8.P.?..9..?. . . '..9..9..9. 68 ?.99.: 9?..<....... . . 69 ͕ą-͖ą.?..ณ . .... . 70 ... . ͕ą - ͖ -- < ········ 7 1 ...... ?.'3.:
9:
'3.:
!.:
' ........ . . 72 ...... :
=>.'3.:
9 .'3.:
: Ϣ····· 73.......ź§l:
c.1: !.1..Ż ........ . 7 4 .'3.:
(.): 12$.. .. ....... . 75 Padang 76 tฌญฎl.i"i"."" . """" _" 77 Padang 78 : : : : : : i.=>.4.l.?i: : : .:
........ . 79..... P.?.: 9: ?.: P: K ..... . 8 ^0 Padang 81 : : : .: : · RļϣļЃ: ; : ; .: : : : : · : · : : : : ········ .. . 8 ^2 ..... . ?.?:
g ^_ §t.pg········ 8 ^3.......P13.:
<:
?:
K ......... . ......... ?1. . ......?§.9.?.: ᏇK .... .
................ Kab. Agam . ........ .9.: : .'3.: ?.ຎ.!.!S.'3.:
1.ช ...................... 8.1?..?..?..Ì.:
9..9.Q . .......... 1.1.: >. .. .?..1.: 1:
i: i: Ɩ:
i:
ą.ดƖາxi: i:
........... ........ . ........... .?.:
Ϥ_.: ,: _g; /..!S.i: i: !L. ..... ............... .................... 8.r..?..Ì.9.. .'..9..9.Q Kab. Lima Puluh Kota..... . ............... .9.E.ϰ: 1: _g; /.. !S.Ł ϱ---······ ........ . 8.P..? .?.§.:
9..9.Q ............... 4'.3.: !?..:
... P.585!1.> .. P.59: 5:
Il: 5!..1- . ................... . ·················· .. . ....... 9.. <=.1:
1..'ef?./..45!6............... . .... .......... 8.P.?.9.B.:
.99..9 Kab. Pasaman . .. . .............. . .?.E5!.1..'ef?.D5;
i......... . .. . ................. . .... . ...... ......... . 8.P.?.?..9.:
.9.9.9. Kab. Pasaman Barat......... .9E.1.1.: ຏ.!..ซ.1'!: : 1.i..... . ...... . ...... . .. ............... . .. . ...... . . 8.P..?..?..9. .. '..9.9..9. Kab Pesisir Selatan..... . .. ..9<5!1..'ef?./..45!6 . ...... . ....... . ....... . ........ . ...... . .. . . 8.J?.?..9 .?..:
. 9.9.9. Kab. Sijunjung Orang/Kali "Rp225.000 ·· · ·· Kah": ··s010i<···················· ··· · · · · · · · · ····· ········· ··· ··· ··· ··· ··· .... _ _ ..._. _. _. . ... · .: : ··: ··: : 9.:
ϥЁ.iZRL: ···· · · .................. .... .. . ..._ϦP.-?.I.9.:
. 9.9.9. Kab. Solok Selatan.......... . ... .9.1: : .4?,: g; /K:
498 Rp250.000 ···· · ················· kabϧ··ra:
f1.ai1.t5atar······ ·............. . ...... .................. .. ................. .. ^.9. E.?.: !.1.. g.f...'3.: !t. ^..... . ···· ············· ········RiJ·2: : fo·: 600 · ······················ : · : · : : : : : R9·tϲ: : i:
Ϩ1ff :
fogiic : ··· : ········ ···................ . .. .. .9..r..?:
^g f.I.S?: Ji. . . · · · · ·· : ·· :
3P.: ?I$: · : : ϽЋg9 Kota Padang Panjang............. .9.E9?.B./..!S.'3.: =L.... Rp210.000 · ······ ····· ko.ta .. r>.aria: m: ·a: n·· ................ . ...... ... . .... . ....... · o /Kal. ············ R ···2"0"6 .. 666 · · ································· ·k0"t"a: "I; · a: : Y a ^kli ffi ^1Jli"t1 ······· · ^· · · · ^·· · ^··· · ^·· · ^······· · ^······ ·· ^·· · ^··············-··· ·············· ^..r.. ?: !.g ···· ... . ....... . i. ········· ·························· · ············· · P ...... . ...... '. .............. · ................ ............... .. ... ................... .9.1.: §1:
1: g/.I,<:
ϩF ^_ .... ... . .......... .. .................... R .13: p l?.2Ϫ 2 1 ^····· 5 Ì .. :
0 9..0 Q.O Q ·············· 1<: aia sawahiu.nto . ··· .......... .. . ... . .. . .......... .. . 9.F. J: : 1. g/. 1.L. ·············· I<0ia:
. ·s010k········ .. . ......... .... . ......... . .... ...9.E?: !.1..g.l..(.13.: JL... ... ················ ·········· . . _. : : : : : : .: : ตv..I9.:
: : .9."9..9.:
...... ...... .......... ...... ........... . ...... .. . .................... . ................... . .. . .. . ............ . .. . .. ...... .. . SUMATERA SELATAN .. : : : : : : : · :
· . . : _: _.: : : : ..: _: _: 0 9 _: .: _: _r r : .: _ a a ϫ _: _: _: _: n_n : _ · _: _: _: _g g . "/ / : _ : . . _ K: K. . : .: _._a. a : .: _:
_ 1 1 ._: _ 1 1 ; _: _: _ : . : _: _ ...... · · ······ ······ · · ·························RpЈXcfaϬ666 ····· ········ · · ······· ···········Rr; sis·: ·000 ··········s·s ······ : Paieffihan: g ···················· ········································ I<a: h: ···13a: n: : y u·asi·i1·························· iV •••• i - : !=: =====-: ; : i!H "# $ % g: ===: == ........... . ^. .. .. ^. ......... .9E.?.: !.1.J?;
/. ).<3.: !L.. . ............ Ri)2.56: 666 ............ ..9T?.: !.g.!.!\13.:
i.. . .... Rp·2·3K.660 ........ 89.......P..Gl:
1.f: : : .1.1.?: 1?..?:
K.................... ............. ?.:
. M: i: : t. (i. . . l.3..13.:
1.?:
": l: : : >.i.!.1.:
... .. . 9 ^0 . ...... ?.?: lA!.!.1..1?.BCK....... Kah,.... MY.: (å---æa': Y.§1: (........... . ......... QF.§1:
: i: g/. 1.L................... ······. ··· .. ·· . · . ··. · . · . · . · .·. · . · .· · .-- . ·ϭ ··· · · · · . · . · ·P P . .. 3_2 .-.· _ - 2 3 _ .. _ . . _...... Ϯ .---· · . · . · .. .:
." _g _: _ · . .. _b _ .. _: • . .. g _ . . _ . . ..·.... .. ........................... .9.F. äg/. 1..L .. 9 1 Palembang Kab. Musi Rawas Utara Orang/Kali Rp325.000 NO. IBUKOTA PROVINS! 92 Palembang 93 ! PalPmh: : : in e; 94 Palembang 95 Palembang 96 Palembang 97 Palembang 98 Palembang 99 Palembang LAMPUNG 1 00 Bandar LamEung 1 0 1 Bandar Lampung 1 02 Bandar Lam2ung 1 03 Bandar Lampung 1 04 Bandar Lampung 1 05 Bandar Lam2ung 1 06 Bandar Lam2ung 1 07 Bandar Lam12ung 1 08 Bandar Lampung 1 09 Bandar LamEung 1 10 Bandar Lam2ung 1 1 1 Bandar Lampung 1 12 Bandar Lam12ung 1 13 Bandar Lam2ung IBENGKULU 1 14 ! Ro"' aln 1h 1 1 1 5 i Rpn rrln 1l11 1 16 ! Rpn aln 1l 1 17 ·. . 1 - 1 18 r-. )JϏ 1 1 1 1 1 1 9 Bengkulu 120 r-. Έ!.. 1 1 1 1 - 1 2 1 D Ή-1<. : h1 122 ,--. ; ; -l,.- , h 1 BANGKA BELITUNG 123 Pangkalpinang 124 Pangkalpinang 125 Pangkal2inang 126 Pangkalpinang BANTEN 127 erang 128 Serang 129 Serang 130 Serang 1 3 1 Serang 132 Serang !JAWA BARAT 133 Bandung 134 Bandung 135 Bandung 136 Bandung 137 Bandung 138 Bandung 139 Bandung 140 . ,.... . : : : . 141 ! R: : : in rl11 n P' 142 Bandung 143 Ran rl1 1 n a 144 R a n rl1 1 n a 145 Bandung 146 B <> n r h 1 n p- 147 Bandung - 76 - KOTA/KABUPATEN TUJUAN Kab. 0 gan Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Kab. Ogan Komering Ulu Selatan Kab. Ogan Komering Ulu Timur Kab. Pali Kota Lubuk Linggau Kota •agar Alam Kota Prabumulih Kab. LamEung Barat Kab. LamEung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. LamEung Timur Kab. Lampung Utara Kab. Mesuji Kab. Pesawaran Kab. Pesisir Barat Kab. Pringsewu Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Tulang Bawang Barat Kab. Way Kanan Kota Metro Kab. Bengkulu Selatan Kab. Bengkulu Tengah Kab. ^Rpn nlr11l1 1 Utara Kah. Kaur Kab l<pn: : : ih i: : : in a Kab. Lebong Kab. Mukomuko Kab. Rejang Lebong Kab. Seluma Kab. ^Ra n _: : : lra Kab. Bangka Barat Kab. Bangka Sela tan Kab. Bangka Tengah Kab. Lebak Kab. Fì 1 1 Cf - - Kab. ì - - Kota Cilegon Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kab. Bandung Kab. Bandung Barat Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab KllnlT c<>n Kab. Majalengka Kab. Pangadaran Kab Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya SA TUAN BE SARAN Orang/Kali Rp205.000 Orang/Kali Rp248.000 Orang/Kali Rp250.000 Orang/Kali Rp245.000 · Orang/ Kali Rp265.000 Orang/Kali Rp290.000 Orang/Kali Rp280.000 Orang/Kali Rp205.000 Orang/Kali Rp270.000 Orang/Kali Rp234.000 Orang[ Kali Rp246.000 Orang[ Kali Rp246.000 Orang/Kali Rp252.000 Orang/Kali Rp276.000 Orang/Kali Rp2 16.000 Orang/Kali Rp200.000 Orang/Kali Rp222.000 Orang/Kali Rp240.000 Orang[ Kali Rp252.000 Orang/Kali Rp267.000 Orang/Kali Rp270.000 Orang/Kali Rp234.000 Orang/Kali Rp275 .000 Orang/Kali Rp 185 000 Orang/Kali Rp250.000 . Orang/ Kali Rp308.000 Orang/Kali Rp238.000 Orang/Kali Rp300.000 Orang/Kali Rp338.000 Orang/Kali Rp250.000 Orang/Kali Rp225.000 Orang/Kali Rp250.000 Orang/Kali Rp275.000 Orang/Kali Rp275.000 Orang/Kali Rp250.000 Orang/Kali Rp 190.000 Orang/Kali Rp l 75.000 Orang/Kali Rp 180.000 Orang/Kali Rp l 70.000 Orang/Kali Rp2 1 5.000 Orang/Kali Rp230.000 Orang/Kali Rp 1 83.000 Orang/Kali Rp 1 83.000 . Orang/ Kali Rp245.000 Orang/Kali Rp2 15.000 Orang/Kali Rp243.000 Orang/Kali Rp275.000 Orang/Kali Rp248.000 Orang/Kali Rp275.000 Orang/Kali Rp235.000 Orang/Kali Rp283.000 Orang/Kali Rp2 18.000 Orang/Kali Rp208.000 Orang/Kali Rp245.000 Orang/Kali Rp230.000 Orang/Kali Rp245.000 NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA/KABUPATEN TUJUAN SATUAN BESARAN 14 ^8.... 1.?.9!.1..9: 1: : !?: g ...... . 149 .. . J.:
3..Ꮘr..1 .9:
i: : t. !.l: K ........ . 1 5 ^0 . .. . 1.?..': '.!.l:
9.\1.1.?K ... . 1 5 ^1..... E.3..Ꮒ.1!.9: \1.!?:
K .... . 1 5 ^2...Ç.': l:
1.àÈá.!.1.K .... . 1 5 ^3.... . !: ?.ƕ1.:
.9.: 1: : .1.?: ..... . 1 54.... !: ?.Æ!.1..?.:
É?: g_ ..... . 1 55 ^Semarang 1 56 .?.)?.: 1:
: : : : : 1:
?: , ........ . 15 7 ... . ? . !?. Æ !. : : 1: !.1......... . : ·: : : x§·s ... . ?.*!.!1.?.: !.+.i.: : K. .. . 1 59.... §`!.?: atbl?JL. 1 6 ^0 .... . ?. c . : t?.. ad. <=l: g····· 1 6 1 . .. . . ?..c.: t? ^. .ad.'3.: !.: 1K ... . 1 6 ^2 .?.): l!l: !: : : : : 1:
: 1:
, ..... . 1 6 ^3 ?..c.: t?..ad.c.i:
:
: g ...... . 1 64 . .. . . ?.Ꮌ.1.!1.ᎽE?.: : J: : l. g ........ . 1 65 .... - Ꮌ . 1.!.:
. E.'3.: : J: : l .g . .. .....1 66 ... ?.!.?.!.!.1.L . . 1 67 l?._m-ng 1 6 ^8...f?.*gi.,: r: : §l: -K. ... . 1 69.... . ?..: ?.: 1:
'3.: : 1:
;
?:
€L .. . 1 70 .§.c.!.1:
: eE.b.1.?: g ...... . . 1 71 ... .?..?.!..!!:
........ . .. ""__"""f.7..2.... §.$.1.!.1.?.: T.: : l: %?:
K ... . 1 7 3 .?.;
1.:
1..<:
1=>?.. ? .. ... . 1 7 4 .. . ?...1.?: ?: j!.8-: !?: g ..... . 175 .?.!.!.1: !: : 1.?:
........ . 176.... ?..: ?.: 1:
E; !l: >L ... . 1 77 ?.: 1!.1.T?. .... . . 1 7 ^8.... ?.: ?.?: §: : 1:
;
?: K .. . 1 79 ... . ?.. Ë!.1:
: a E Æ J:
JL . . 1 ^80 ?.. Ì!!.1..13.: : 1:
Æ1.?:
Ê ....... . 1 ^8 1 ^S e ^maxang .... .......... .. Ï?.t..Æ...f.?..t3.: !?: JᎺ.. Orang/Kali Rp283.000 . ... ........... .................... ........... .9.. !§:
..1.?.. 4!7.'3.:
i. . .............. ·······--·········-··-·····-······--·-····· : : ...... : : .. Η · Θ:
.. 9.:
i.fi.ZRL:
.............. ·· ·········...· .P.-?§$."3?.9.9................... /?..!.. .. J.:
3.?g?.E.. . .......... ................ . ......................... ......... .9.E'!.l: g/J.: <.: (1.&........ . .......... ............... }3P..?..?..?.:
.9..9. Kata ^C imahi . .............. .. . 9!.: §l: !.Sf.1.: \§l.Ꮅi.............................. ...... . ......... !3: P.].?.^.:
9..9.9. , .. K . ...... a.... . t ... a.......c.... . . i ... r .... e .... b.... . 0.... . 11.... . .. ....... ... ..................... .. ...... . .. . .. .. . .......................................... ...... . .. . , .......... ..9!.ãJ?:
!.Ïå-Ñ-Ð ............................................ .8.P?.7.. 9.:
9..9..9 : : : : .: · .:
: : · Ko ta Depok ............ ..2!.8-: : ΙΚ: g / Kag1. ............ ··········-···········- ...... .. .. .. .. dP..?.?..e . . '..9.9..9. . Kata Sukabumi . ........ ........... ..2E. ě Λ.?: g ./..χ-i.............. ............................... ...... . gP..'.?. .'.?..?. . . '..9.9.Q Kab. Banjarnegara Orang/ Kali........ 1.3P..'.?. .?.9..'..9.9.9.. ...................... ບ.i3.:
?..:
..l.:
3.: : 1: !!.Y.. Μ1.?.dΝ-······....... . .... ......... ..91.: : Æ1.: 1:
Ê/.ÏÆ!.i............................ .................. !3: 1?.'.?.?..?..:
9..9..9. Kab. Batang.... .. 9.. EÆ?.gDÆÑi. Rp240.000 ······························ kah: ··13i0ra············................. . ........ . 9E§.l.i.: : g/F. :
·· : ·· : · : · : : · : ·.·· : : · .:
· : : ···· : ·· : · : ···: : : : : r.ii Ξ?..93?.: 9:
....................... !SÆl.?..:
.. I.?..'?.Y?..1.Æ!L...... . . 9Tbk1.:
s.!.!Sc.i: : h1.. . ....... ᒊJ?.Ꮉ'.+.9.:
9..9.9.
^K ...... a ..... b.... . . · . .. .. B.... .. r . .. . e .... b ..... e ..... s..... . ................... .......... ........... . ........................................... . ..............^..... . ...... 9E.c.1: jkg/.1.S.ii................ !3: P.'.?..?.?. .. :
9 . 9 .9. ................ IKab Cilacao ·-··-··-..<?.E.c.i:
:
:
/.. 1.S.Ě-······· ........ gP. :
?. . ?. .9. . :
9 .9. 9. Kab. Demak . .... ......... ..9£Æ1.?:
&/.ÏÆ!: Ò..... . ................ : P.¢.£.9..:
9.9..9. . ............... -Ïç?..:
..9.E.?.?.?.g_d1.?:
............. .......... ..9E.l3.: ?.g./.. 1.S.i...... . ......... 13P..?... . .. ..9.9.Q . . ··············· .1-: \.1?..:
. . Ꮏ?.P.ᏀE...... . ... ............ .9.Ο.?.:
?: g/.1.S.13.: }Ě.......... . ... . ............... gP..?.'.+..9.. .'..9.9.9. . ............. 1.S?.:
1: ?.:
... /0E?.:
J: ?:
.J: ?: Y.. .E.......... . ............ . .......... 9.E<: l: ?.f$../.. <: l: }Ꮑ.... . ....... gP'.?..e.9.'..9.9.9. , . ^K ...... a ..... b . .....·.... . ^K ...... e ..... b ..... u . .....^n . ... 1...e.... . 1 . . 1 . ... .. . ........... ...... . .. . ........... ...................................... .. . .............. . . , .......... ..9ÓÆ1?: Þ/.Ïä}Ô.. . .. ......... ...................... 1312'.?.?..9.:
9.9..Q. Kab. Kendal Orang/Kali Rp230.000 1 1 _ K :
:
^a = 1 _b : : .. ·:
.... K : : .: : .:
^a =_ ^t : : .e : : .. n : : .:
................................... . ...... . ...... ......................................... . .... .... .. . . 1 . .. . ... . .. . . :
9i.·.iigZKL · .: · ··-· ··········· _ -··: ·:
Er_""$."9-ĺ_-9 ·9_9_ . ··········· Kab. Kudus .............9.. : 1:
¨: t?:
8.J.¤¨1.¥ . ......... ..................... . ................ 81?.'.?.?. .. ?. . :
9.9 .9 . ... ·················· ¸δ: Χ .. :
. :
v.1.. e : g Ꮄ . 1. Æ ?.g.... . Kab. Pati . ..... . . 9.. E.?.: J: ?:
/..bc_L.. .. . .131?..?. .'.+.9.. .:
9.9.9....... ........... 9.£Æ1?:
Ê/.ÏÆÑÕ.... Rp240. 000 . ........ .. ··········-·--··------_ ---·-· i.5̆_-: , ·5: >Π.J.. ƫ. fori.iP.." : ·· .· . . ··_-······· .......... . 9..Ꮋ?.: : r.: ig/J.S JL. . . · . ···"") Ρ P. + $. . . :
99·9_ . ..................... ຍ-.1?..:
... !!1.-1.: : ...................... ..2.C>?.. l.1.: D1..... . ..... . ... 1.3P¢.?..9.:
.9..9..9 .. ·············· ෴1.S.ມ1?. .. :
.. ?.t:
1.!!i?. .. &!3.:
.... . . ·-··---·······-·---·--·--······-······-··-··-· ····-···-.9.El3.: ς?: !./..1.SƢ ....... g P.'.?. . ?..9. . :
9 .9. Q........................... ÏÆ-1?.:
...?.J?.......... ...... ........ ..9.. !.ÆJ?:
&!.ÏÆ!L. . ......... . 8P.?.?..9:
9..9.Q ....... ..... .I.\f: l: ?.:
. !3: ß!?.?Æ!! ^. .&... . .... .. . ... . ........ ..9.. .ÖÆ: i: : _gf.!S: : : i: ×L..... 1.3: P.. ¢?..9.:
9 ^. 9.9 . ................ !S'.'1: ?.:
. . F;
1.?.:
G:
HI?? . ......... . ··········........ .?- -!!!S.1" . .................... . ... !3: P. ` ¦ .9 :
9..9. . 9 . ................. ... -<=?..:
?!.;
J: ?:
..... .......... . ... 9. : r: : ; Ζ:
g f . 1. L . ........................... . !3: P ¢ ?..9 :
9 .9..9................... ÏÆ?.:
... ?.ฉ.1.จ?.!:
.l3.: !.J?.......... ............. ......... ..9.. .1.*): i: : .g/J.: <.: c: i:
+............. 13 .P.'.? .. ?..9 :
9.9.9 .i: K .:
... ·.a ...... b . .. .. •.... . T ... . . e ... :
υg"" al ···················································································································•···········..9.. Σd!.1,g/.¸dαL.. . ...................... . ............... 8Pd .. ?.9.:
9..9.9. ··: ·: · 5·_·?·. ·: ·: · . · . ^$·π-i.-i.-!i..... . _ ^. _ ·: : : · ^············· ......................... -d?..:
... !).: t?..*.J: ?: S+1.!..g.................. ............ .9E.l3.: ?.BJ..1.S.ΤL.......... . ............. gP..'.?..: 1:
9..:
9.9..9. ........ ..... !SÆ?.:
.. !Y.. ?.?.?..gÝE!....... ........... . ..... g>@: r:
g!.A?-µ........ 13 .P§ .. ?. .9. . :
9.9. .9 . . }.?..... ?..`!.1:
:
ad.c.i: ?.g ..... . 1 ^8 4 .. . ?..c.f?:
: : : : 1 :
'3.: ?.JL. 1 ^8 5 ?.. !.?.!.1?: .. 1 ^8 6 ?.Ë!.1:
: Æ1.ÍÆ!.1..S. ....... . 1 ^8 7 . .. . ?.t: !1.?: : : l : Ꮎc.1: : 1?: S. .... . . 1 ^88 .?.; ?J.@: ALB ...... . Kab. Wonosobo.....................9.. !.6.1: 1?.:
/..1.Sbgi,............ ............................. !3: P.'.?..f9..:
99..9 . ..... ... 1.S?..Ꮈ: : : l:
. . Υěgγ!. c.i:
:
: tL..... .... . ...... ........... .9E.c.i:
:
: g ./..¸βΦ-········ . ....... . . 13P.?.. '.+..9. .:
9..9..9............... .... !S?.ØÆ ?..1.&1.?:
.......... . ............... .. ..9.. !.ÆJ?: _gDÆ!i.... . ....... 13.P`a?..:
9..9.9 . ...... .. . Ù.?!Æ ... ?.ÚÆ!æ.gÆ ....... . ........ 9.. !ÍÆ!J:
g/.Ïc: i: !L.. . ....... 131?.§.¦.?.:
9.9..9. ,. ^K.......^o.... ^t .... a..... . . s.... . i.:
..ff.......a.... . k.... . a .....r.... t .. . . a.... . .... . .............. . .......... .. ............... .. . . -................................. 1 . . •... .. 9..tb:
i1.S./.1.Sb:
h1..... . .. .... . ...... gJ?..'.?.'.+..?.:
99..9 Ko ta : gal . .?: 1'-1: K:
B/!SE.i............ !3: P § . ?. 9 :
9.9.9 . 19 ^0.... .X?.g: yÆÑÎÆ: r: : !Æ .... . ............ ..... . :
ri.d1?. . . :
. S:
â.J: : 1.: 1: : 1. J?: K.ÏÛÈ: 1: : 1. Ü........ . ..... .9.E.8-: !1._g./...c.i: !i. . ^............... . .............. hP.. .. !..9.:
9.99. 191.... Y..?. .l'.?.Y.. ຟ1.<.. :
:
t..c..t ............... ...... .... . ············· : Æ.1?..:
... 1: : 1: : !?..12 P. !: ?..g_<: }_ Orang/Kali . ........... 13.P.. eJ.9..:
9..9.9. 1 9 ^2 y ?͔͔.!: : i:
..... .. . 1_ ^K ······ ^a ····· ^b ··········...s.... . . 1 . .. e . .. . m . .....^· .. _ ^a ····· ^n ··················································'·······················································•·········...?..ฆ.<: 1: ພ1.: ง./.!': l!.L........ ................. hJ?..'.?. .9..!. . . '..9.9..9. Si\wA···r..tJ0.98.: : : : : : .:
: : : : ··----··--_-··············· . 19 ^3...§.Ꮓ.r..?.: P. .?.: Y ^Ꮔ .......... ················ kah: ····13·an: gf8Ii·11······· ..... "i94 ···· .$..t: : ᏄP.9.-Y".l . ....... . · · ^.. .":
: : ·""".": ·.-.-.-.: · · K Ψ · a ^f.. b Ω-Ϊ . ^'.: · :
" B $.o §.: njj}ri.: d _ ^. .. o ."jw _"iio .Ϋs .il o _"ii. ..... ... . 19 5 ?..i: : t. E: t?.ïY.. 13.:
......... . ..... "i9·6······ Surabaya · ·····"i97 ··· ·su·1: ·a: ha: Ya····· ··· :
: : ..: t:
: -- : : . : IJ tŸ ǟǠ: : : : · ··:
···· .. ..... · ··· ·· ·············· icaiJΰ··a: ; esiiζ·· · · ············· K: ah: ···J"embe·1: ······ · ..... :
. :
-:
: : · : : . : · : : : : : : : · - : : : : : t.- : ii . . : : · : : --: : : · ·: · · ·· . : ·· .. ········ . 200 .....?..i: : i: : r.: à1.?.ñY.<; l;
......... . ·············· : IS,Ꮘ1?...'. ... ᒈ: 1:
?:
: ᒆ5!3.:
0.: 8 ......... . .. . 20 1. Surabaya ·······ηfr52····· ·su: ά: ·a: ha: y: a: ········· · ....... .-.. Ưg: r:
· : _ : : : : : : : : g t ; ƫ Ƭ: f ƭ : ; l. F ·: : · · .
........ ...... ......_--····: ·.-: ··: : . .-.-.-.-.-.-.-- Ʈǐ8 - rggg orang/ Kali ·······································Rii"2.'.: is·: "Oo6 - R : iSTi[I!: - . ......... · . . ·· . · · •---!!!1- ggg . ....... 9..i: : .<3.:
1.1.: g/.J.: <.: aj_t__........ Rr2"t5T.666 . ..... ............ 9. : r: : §l . . Ά ? .. g f.: §l .. !L...... ........... ·······........ . .......... Rpฅis"3··: "6 66 .. ..9.i.: : gg/.J.: <.: JL ....... . . ·················· ··· · ···················Rr; 24·5·: ·00"0 Orang/Kali ···············Rp2"5°: : f o66 ···: ··: · : : : : ·: ·: : : : : : ·: : : : ·0 0: ·: : : : : r r : έa a : : : : n n : : : : . ή : / : z: K ga a ί: : . 1 ·f.1 1 : ; : : · : : · ··· · ·········································Rp-ρ2°8"5:
666 '!=.
........ . ....... .. R ^ili"43j566 NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA ^/ KABUPATEN TUJUAN SA TUAN BE SARAN 206 .... ?.ЛМт1.?.: : 1: Y.. у...... Kab. Pasurnan .............. . .... . .................... ...... ....... . ........ . .......... . ...... . .. . .. .9..ෲ: 1෯ຖ./..T.s. ෮:
........ Rp228.000 207 ... . ?. : i: : t E.E.l: ?..l: l: Y.,.................................... .I:
<: i: ?..:
. f..<?. !.1.<?.E<?. g<_: >................. . .................. ............. Q ^r.: ѐ.J?: g f.I. ^lL ... . _ ^, ^. ^. ^............... ^. ^.... ^.
............. Rp.'..i s's'Нci66 208 Surabaya Kab. Sampang Orang/Kali ....................................... Rp2:
=f?5': '6cfr5 ....... 209· :
·$.i.fr.' b..ђY..: -.:
·· · ....... · ... . .................. . .... . ...... . .... . ............... . .. kah: ···s1d0·ru: JO· ·....... ._ .....·.-.....
.. ._ .......... . '.'.'.
.. '..'.:
· . · . -.-. .. . . :
. ·:
·.·:
: : ·: ·:
... : : .·.: : .·: : .·: ·: : -.·:
·:
. ......-.-:
-:
ࢊ.i /෦ajL'.'........ ......................... ....... . .... : Rµ2їrn-: -c5a'6 ...... 2 i6 ... §ăr.: §1: 1: ??.J.?.:
. .... ·...^· ...... ......... · ......... kat·: ··sit: uhoilcio.... .. ........ ............ ^. 9E?.: !.1.gf.F.?.:
L . .......... . .................... .
^.... ^. ^. ^.. : Rp'.is·s·: O'oo ..... О ^· П ^· ч ^.... ^·²··: : : ... . ^· ..... · . ^. .. ·:
: : : .: : . : : ^· : : : ǘt: : : : ǔr.J: Ǜǜ .: : . . : . · : ^· .. ·· ... . ...... . ......... giР: С·kТl · · · ·· ^· ..
.
... ^.
.
.
.....
.
.
. ..
.
.
.
. .. ..
........
Ʃƪ·; Ǖ·.:
g·gg ...... ᒒff 3 : ·: ·§: ii: УÉ: Ź : цY ....... Kab. Tub an ......................................................... ....... : ·: : ·: ·: ·: : : : · : : .. : ·: : .. :
. 9iŸg/Фif .·. : · : · : ·: · · · : · " · ·· · · · ··: · : ·: · · · ··: · · · ·· · ·· · · ·· · : · : ···· · · : ·: · : · ··: · : ·· · : · ···· · · : · · · : ·· · · · · ·: · ······ · · · · R R ". · ·· · ·· ·P P ..
:
:
2 2 . . · . · .:
: 4 4 : · · · : ·: · : ·s 5 ··· ·• · ·· · .. :
:
· 0 o · : · : ·: · · · a 0 · ·: · · · · · : · 0 0 · .
.
•. · 214 .... . ХăT1: 'l.l.?.?.W.?.:
..... . .......................... . !s.1: 'l.1?..'. . . T.ᎭJ\l:
1.1_gᎩᎬ!.1K .. .. .. .... . .................. ....... . ............ . .. ^..... . ... ..... .. . 9.: t:
13-.1.: l g/JS.Ꮜl ^.Ꮚ 2 15...e: i: : t t.: §1:
?ᒑY....... Kota Batu........ ........9J: : .?.: PM.ᒙl: ll ! ... . .. . ...... ............. . ...... . .. . .. .. ..... ᎥP?ᎦᎧ.'..9.9..9. 21 6 ... . ?: i: : t.!:
<: l: ?. .l: l: Y....... Kota Blitar ............................................ ....... . ...... ... ..... ........... ..9T?.: P: ^gf . ^I ј}.i..... Rp255.000 21 7 ... . ?.: i: : tE.13.:
l? .13.: Y....... . .......... : ^· : : : ^· : : : : : ^· : : : : : : ^· : : : : : : : : ^· : : : ^· : : . K J.{0 ?._t i.: a É: : : SK : : : : : : e gj d ; : 9 1 ^.: r Ÿ ^1 : : Цgfrg Orang/ Kali .... .......................................... Rpżiѕii5': ' 660 21 s . .. . . §ю'.r.: .l.?.?.: Y.?.:
...... ·....... . ... . .. . .. ...... 'Orani/: KaiC ^. ^. ^.. ........ ^. ^. ^. ^. ^..... ^. ^. ^. ^. ^... ^. ^. ^.... ^. ^.......... : R r; 23· 5·: ·006 219 .... . §ăr.: §1: 1?.ыY....... . ·.... . ..... . ..... . ... . ........... . .. . ·k0ta .. M: adhiil ^.. . : ^· . ^· : : ... . .. : ^. : : : : : .: : ^· : : ^· : : ^: : : : : : ^: : : ^·: : .: : : : .: : : : . ^:
. ·: : : : ·:
.. ·:
... : : : : : .. : : : : : : : : : : : : : : ^· : : : : : : : : S?'i.: ·P.: iz: Rtr ^:
: · · ........ : RiJ ^· 24·5·: ·66 ^0 220 Surabaya ...... 'K: 0ta .. M ^a i ^a ng ^..... orang/Kali ·· ^.......................................... Rp.'.i żi s ^. : ^6 66 ... . 22 1 :
.' $µ ^· i.ÉFєi·: : ·· ^· ........... ^. .. . .. . ........ . .... . .. . .................. . ... . ... . : : .: : ^· :
?%i.:
M.?J?Js.&i.'2.: : : ............. . ...... .. .. . .....^. .. . ....................
. ............... : : .:
:
:
:
:
¢>.i.Ч·g/Ш0.C.:
... .. .......... ... . ...... .. . ·. ^· .·. · . .. . ·. ^· .·. · . ...... .. . · . ·.· .. · . .. . ^. :
:
. .. . :
.. : Щ · · · : · · ^·· · ·· · P f> . '.: · 2 · 2 · · · · · · · · · ; · · · · · : · Ъ ·· ·:
. .. : : . ^· .. g... · . :
·· · g · ^: · · . ^· . ^· . g . : : . ^. . :
. 222 . .. . ?*t+.1?.§l: Yt=.l............. ................................... ^Y .<?.Z§l .. P.: t:
9.l??.1.Ы!.1.-gg2. ............................................................................. . . ^.... .. ^9 1.: 1.?: £/.1.: <.: 1.L . B A L I 223....P.. DE1.P.?.:
E.c.1T..... ............. . ...... . ........ ·----:
-.-. · --:
-. ·gO'_:
'.' .' ?... R.ii.iJ;
s. · .. .. . .............. . ...................... . ... ....... . .. .. .... ........
....... .
'.'...'.' ....... Q:
: ͏J?:
gf.; £.͏.Y.
. ......... : Ri)is·s .. : ·666 224 . P.D.1.1.: P?.:
E.a.:
r.:
. .... . Kab. Bangli ... ................................................ ..................... ............ .91.: §l: : r.i: g/Êaj. ^Ь ......... ......................................... Rp ^ѓi'.is ·: ·oo ^6 ..... ·225 ... P..ф!.3: P..i: >.Э..... ... · ..................... . .... ........... . .. . .... .. ... . . :
. : : · _' 1 Ю 5a a · :
· :
·.b · Ź : : · '.·: : .B 0 ·: : ·.'.t 1-; i a ·. ) n Я1 Y .. а a ·: б r i i·: : : ·: : · . .. .. . ................................................................ ........... 9..r.: в:
: ig/ш.§1:
i . ......... ......................................... Rp26·s: ·oo6 226 .... P.&!3:
I?.<: : 1 : ?..(...... . .. ...... ............ 9t.?.: : r.:
g.f..Ꮛ.?.:
1.Ꮚ ^. ^. ^. ^. ^... ^. ^.... .. ^. ^. ^..... . ^. ^.. ^. .. ....... . ^.... j: p'.i: iёS: -66 ^6 221.... P..ᎰPP.£.l: : 3.Ꮁ:
:
..... · ^.. .............................. kab ' ^:
. 'Jeill 'h1: ·a: na:
........... .................... ..... ... ................ . ...... . ^c?.:
:
i: !Ꭾgl . ^Ꭿ§lJ! ^........ ^. ^. ^. ^... ^. ^... ^. ^.. ^. ^. ^. ^.... ^. ^. ^. ^.. ^. ^.. ^. ^.. ^. ^.... ^.. ^. : R ^r; 2·1 · ^0: e500 228 .. . PD.FP?.:
E.13.:
G........
. .... ...... .. .... : ^·:
: : .: : : : .:
.. :
: : : .: : : : : : : . љb. ^: : .: : .Ri.Érigњ ^· гi.!i ......................................... ^. . ... ................ ............. Qr.: §1:
?: g ^/ J.: <.: ^aj L: : ^· · .... .. . .. ... . ..... ... . . Rp263': oob' ...... '.?.'.?..?.>. ... P.DP.: P.?.:
13..13.:
: : . ....... ... . ....... .. . ... .. ...... ........... ................. .. . ... . .. . .. ... . .. .. . . , ^Ka b ^. Ta b ^anan .. . .. . .................... .... .............. ..... .... Q:
: .!1: g/. ^Ê ?.: 1L . .. .... : : ^· : ·: ^·· : : ... ^........ : : : ^· :
.. :
. : ^· : ^· дpźź ^· $.: ^· 99·9 ^· NUSA TENGGARA BARAT "' "........... . ....... . .... . 230 M_ata..1: §.l.!!1.. ............... . .. . .... .......... .. . Kab. Lombok Ba.rat.... . ^. . ^. ... . ......... ^. . .. . ^.. .. . .. .. _ .. . .. .. ......... ..9E.§.l_!?: g/.I,.-.i...J.3: P.'..?.9 .9.:
9.9.9.. 231 Mataram .. ..... :
. : : ^· :
. : : : ͓: : : : : : : : ෳ: : : : : ͓ : 1 е ^· a жb b ·: : : : .: : : : : L з o?, . i,n 1n : : : : : t b ·:
: : 0 ?.·и k <. : : : T ' f.'1 й m:
1.i . g u ^ r jj Orang ^/ Kali Rp2 10. 000 ...... '.2'3 ^2..... Mataram " - ...... . ....................... . .. _' ......... .. .. ..
.. .... . .......... 9..iෛນ.i.J.'J: {i .. . .. ..... . .... .... . .... ^..
. ...... . ........ ...... . .... : ^· : ^· : ^· : ^· : : : ·: ^· : f; J?..4.9.'_: _'.9.: ¢ _'¢ NUSA TENGGARA TIMUR , ........ 2 ..... 3 ..... 3 .
..
^.... ^.
.1: : 1. P.?.$........ .. . .. . ........ .. . .... ........... .. . [ . . K ..... a ..... b ........... B ..... e ....... l ^. u .................................................................................................................... .
. . ^·.: ·: : . ^: : «?iLMi./.NL!L:
^.. . ^..... 234 m'.L.=l.P..l!1.qL. .. . ..... .... ..... . mn.1?. . . :
.. ᒟ.Pᏺ: l?:
K...... . ................... ............. 9.E3g./..7.1/ ....... .. 235 .1.So.P.l1?: &..... Kab. Timor Tengah Selatan .. .. . ............... . ......... .9..6'.3-: ?.:
/..9./ ..... .. 236 ./ P._!: J:
....................... . . :
·.·.·.· .. . . ^........·.·.·:
·.·.·.· .. .. . .. . '.:
^'i<: t; .. . TiOP·Q ^· . . Tො·gෝh ... ut·ᎳᎲᎳ.. ............ . ......... .9.pl1?: q/.1.l!r ....... ..
1.: : 1. M.1.: \ .. Ꭰ Ꭱ I f.: ! Ꭲ L .. !?.-: L .. . _____ ., .....
..... _ ...... . -.... · .. -· . . ·-·---·-·-............ ·-----· ··-·-·-----к---·-·-·- .. ·· ---·-··· .............. -...... ...... . ... .. . ...... .. ..
... . ... ¯J?; ?.?.?.:
9.9..9............ !3P.. .. ?. . . :
9..9..9................. ᎥP.}.§ .. :
9..9.Q.... .............. J.3: P?7..?. .:
9..9. . 237 Pontianak .................. . !S.1?..'. . . ?.Ꭺ1.1.: gᎫ§l: YᎩ.!lK...... ....... . .. . ................ . .. ....... . ........... . .... . . 9.E.13.: !.˶.8./. щ.§:
.... Rp270.000 23 8 .c.: : .c: : . .. .. ...... .. . .. ......... . .... ... ...... .......... . .. .. ....... . ....... ... .. . ^....,. ^Ê <: : 1: 1?.:
.. 1.: <.:
?.: P: L.)?.I: (. J: : l .1:
.... . ................. ........ ..9r.: EIg./.H.1:
1.i.... . ... ...... · .............. · · . ^.. . ^.......... Rpss ^· 6л·666 239 Y.c.i: P..:
.. . Ꭳ.ᒐY9..J: ?K.Y. Ꭴ .c.i: : r.: ?.:
...... .... . ...... .................. . ................. . ... . .. . ......... . ... ..9:
: i: : i: 1: i: g /ÊF .... ..... ..................................... iir; ·ss·ci': cioo 240 Pontianak . ... . ......... ....... .. J.?.: !?..:
... 15&).?.: P§l:
1.1.: K....... .. ......... ............ Q ^E ^ьэ g/. ^J.: <.: ?.:
i .... ^···· .......... · .... ............. R p55(5: 'oo ^6 241 Pontianak Kab. Landak Orang/Kali .... .. .................................. Rp27cfo66 242 ^.... ·F>0·nt'i ^a n ^· a: 1< ^.......... · · · .......... ·kab .. :
^. ·rvieia; ; c ^... ··· ·........ . ... . .. a .. · ^: a: il i / ka: tc· .. ........................................ : Rp·4·3'6 ^': ·6 ^00 243 ^.... Pont'i ^a n ^. ai( ^..... .. Kab. Mempawah .. :
^· : : : ^:
. . : : : : : : : : : : ·.9. fa . !ig.Z: RX.L : : · · · · · ^.......... . : RJ).'.2'36: 666 244 ^... ·P'0 ^il ti'at1 ^a i( ^...... · · · ............................. kah: · ·saffita·s..... .... ...... orang/ Kali . . · .. ................. ................ . : Ri)3oojfo6 245 ^... : P011d'an ^a k ^.......... Kab. sanggau .... ........................... .... ...... ._ ^. : ·: : ·: : .:
. ·: ^: : ^· · ._ .. _.
.. . ..._..9i.എ g/K.. aif............................ : Ri): fo ^: foo'ci . ^..... 24 ^· 5 ^... ^. : P01i: ti ^a nak ^... . ............................. I<aiJ·: ··sei{aciali ...... .. . ............ .9.t: : ?.: : r.: ig l.G.1: 1:
n...... · .. ............ Rp34·3·: 000 24 7 Pontianak ............................................... . !s.?.: 1?:
.. §i.P.: м1.?: K............... ... ^. .. ...... . ^. 9..t.:
?.:
CDg/ F.?.Ji. . ^......... Rp·3 ^· 9'2·: ·60'6 248 Pontianak........... . ...... . .. . .. . ......I:
f9.. Z?.:
.. §Ż. ^· н?: gо?.: Y.1.. §l:
0.K.... .. ......... .Q:
: .пi. ^. g/.!5.§.lŻ .. . .. ......... .. ......... . .. . .. . ...... ... .. . .. . .. .. .... . .
.... .. . · . . : : ... 1.3.P ^· Q .. ේຸ{_'Q.Q.Q. KALIMANTAN TENGAH 249 . .. . 1.: >.(.1.)1: ?:
1.)*4Y3................ Kab. Barito Selatan.... . .. .. .. .........9.pl!.': 250 .: t=.'l1..s!.:
.1.<.: llY.l..... .. Kab. Barito Timur . .. . .. . .... . ............... . ..9.E8.:
45gf.1.s.aj/.... . .. .. : I.3: P.. Ą.Ą.Ą .. :
9..9. 251.... . 1.: >.t: : 1: ?:
uvlpw'.3-:
.......... . . Kab. Bari to Utara .......... .9.!: : l!.l: Z./.1-Sxy:
...... ... .. .. .. .................... 1.3: P.?.:
9.9..Q 2 52 . .. . : t=.'l1..13.: ? .1.<.: l:
".8.: : Y l..... ......... .. .................. . 1.s.lz.:
.. 9:
1.:
{!1..u ... ෩.8.:
෪.............. ............ .9..r..c.i:
r.J.1..1.S.c.i: !L...................... ෞP.Ą9.9. . . : 253 . .. . 1.: >.; ; :
!'.(1.)SY.+... . ... . +)l: : > .:
... : CS.13.:
P ^/ ; ; :
0......... . .. ......... Qpl!.':
l$./.r.<.:
l1.r................ 1.312. ͎ . ! . ? : , ... ?..?.4 Palangkaraya Kab. Katingan .. . ..................... . ... .. .9.El3:
1?: ъ./..IS'3.:
. i .. Rp250.000 2 55.... 1.: >.ข!: : 1: E1..l$.ฃƕกคƕ......... . .. . ...................... !.13.:
l: : > .:
... 1.s.?!.| ".:
l}i.?.: ~!.1?:
. . 1.?.l!.l..................... ..9l!1.q!.ml1.!.................. 1.3P.෧෨.?.:
9.?..9.. 256 ... 1.: >.'3.: !'.(*+:
,x.c.i:
... !S.?.!.'3.: ,):
-?./0 . . !.l!:
'?.: E...... ...... ............... ............ -9pl1?: &!.m.1..i......................................... &r.. !.".?.:
9.. .?.. 9. . 257 Palangkaraya Kab. Lamandau . ......... . . ?.1.: ෫͑1: : 1:
i?./.͒͑෬෭..... Rp525.000 258 12.i: l:
125!3.:
r; ; : : Y ).... . .... .................... 1 Ka.......1/23!5. ... ෟ.13:
. .. . .......... ......... 9..r.. 2/JS.aj/.... .. ...... P.. .͐.:
9..?..9 259 Palangkaraya Kab. Pulau Pisau .. . 9.рCl: я.Is./.r<.: х1с. . ' ^Rp250.000 260 ?..'3.:
1.'.(*+:
'."1X.'3.:
..... ........ .. ........ ............... +)l: : > .:
... F; E'?.: Y.. '3.:
1: ?:
................ ......... ..9pl!.1: Z./.1.Sl1..i. ......... ........................... ...... !<: P?..ෙ .. # .:
9.. .?..9.. , ........ 2..... . 6 . ... . 1 ............ p..... ai....... a .... n ...... g ..... k ..... a .. . .. 1...·.a .... . Y ...... a ..................................................................... ,Kab. Sukamara..... . ^. . .... . .. . .. ..?.: 1: ?..(/..r,<,: i:
.i....... . Rp525.000 NO. IBUKOTA PROVINS! KOTA/KABUPATEN TUJUAN SA TUAN BE SARAN KALIMANTAN SELATAN 262 J?jr.P...?..1.1 ....... ··················································· 1<:
iJ·: ·· l3aiailgan ··········orai1g/Kaic· ..... .........."iiJ? .2.3.o_·: -c5g_·o.· ....... .'?..!........ I.?E1.!.JEFi.P..?.:
?G.1?:
................................... :
. : : .:
:
. :
:
:
: : : .: : : : : : : : : . . JAI.: ; .: : J. .HJDi: : : : : : : : : .: : : : : : .: : ...................................... ............................................. ........... ..9E.'3.: P..gi. .. t<ສK.: : ........ . ...... . .. . ...... .. . ............ . ........ : 12} . . 7.9. .. :
_ .... .... - -.................... _ .... .. .. _.... ᐢ.c:
i: !=> ..:
. .E3ᒛrtᐣ.<? . .. ᒜᑺ!_.................. ....... .. -·-···-·--·--···· . .. . _ .... Qᎌ l3.: : l ᎍ glᎎᎏ . . L.... .. .. . .. ........ ,. ..................... RJ2.2.9.9..'.2().9. 2 65 . λ.?.:
1:
: J§.lE.1?: ?:
9.:
¹.ip ___ .. . .. . ......... ................. ................. K8: P.:
... :
I.: t:
1.1: J.: --ᎊᎋ1: ?.g'3.:
i . .. >.ç.1.?è§l:
1?:
..... . ............... C?..r.i.: i: g/K§ll.L........................ . ............ . I{P.2.9.0.:
.9..0.. 266 !3..?.:
1:
1: P.: J:
89j_p __ ............ .... . .................... J?: P.:
. f: I11: 1 . . S1: J.:
1.1.: gξ.T.ĜP.:
g13.: b:
......... . ......9!'a.J: lg/.; K,: §l!i..................... .........RP¶.1.2.:
0.90 ...... ..?.......I3.?.: !1l§T!!.1.El:
?4.1:
-. .......... ... . .. .. ...... ........... ......... ....... : I\El:
1.J. .. '. .. :
I.: U.\l . . >i:
t.1?: g§l} . ... Y..!f:
1᎖᎗-?.:
..... ................ .9Ea11g./. .13.-1.i ......... ................................. __ Rp2, 1_8 __ : _()Q_O ....... *.§.?..... .. . . J.?6p.j§!E!!.l.§.l: ?i..1.1.:
............................... . K§.l:
? .. '. .. .T.13.: P.13.: [9..1.1.: K... . .. ............ .9.t.13.:
J: l g/0.a.)i ........... ................................... .P.?./.: t .. '..9.9.9. 2.<5.9. ...... . J?..º.1.1.JτT.1?: ?.§l:
¹.i.!J:
-:
l?..:
. .IEl:
!:
. §1:
...I.?..: t:
᎑ bu.... ... ............. . .. . ... ................ ........ .. ...... .. . .. . .....9.:
: §.l.1.1.:
gf.!5.?.!.L...B.: P.;
.99.:
9.9.9 . ... . ¶.79. ...... ᎘.f: : l .1.:
i.ᑼ.1.:
P.:
13.: §liP....... . ..................... :
r5.8.l?..:
...!1: ?: ?!:
... I.:
aut ....... . ...........Q.r./g/.: !<,0!L. ......... ......................................... 1.3.P2.9..0..:
9.9..9 . ........ ᏽ.?...!. ........ . 1.?5J6.!.1.!:
?.:
: : J}.1.1.:
............................. ....... . 1.5.?.:
?....T..?.: P᐀!l...... . ..... 9E?.-P.g/..?.:
1i..... .... . ... . .. . .......... .. ..................... . .. . . ·l?...1. ?.?. .. :
9 . 9 .9.. '.2.7.'.?....... I.?61.!.l671.!:
?: ?.}.J: ?:
..... .. .. .. .. ... .......... .K9..t.?:
. l.?..?:
J?...i.?:
i: : .l?.».r.ĝ........ . .. ...... . ........... 9.1.:
?:
J?..g.f. +.?:
1.i................................................. 1.3P.?..?..?..:
.9.9.9. Kf..(i.MANtA.i.f:
ti.MːJ.: g: : : : : ···:
.. . kah: ···" K11t·ʱ ··Bara: E···· ······ · ··························· ····· · ··········: ·····: : : ·: : : : : : : : : ·: : : ·: : : ·C?i.ABfi/CA1L : : ·: : : : : ··: ·: : ··: : ····: : : ·: : ·: : ·: : : ·: : ˓wp: : ·: ·ʲgg: : g.gg 273 Samarinda 214 ··· ·saill ·aa11·d.·a·· ·· 21 s ·· · ·saffiad; 1<lʰ····· 276 Samarinda 211 ·· ·sa: ffia: 1: 111a·a: ·········· ........................ . K.1.?.. - -.t.i. .. §l: : t.:
9.: !.1..g.i: : .................................................. ........... ..9.r.9.:
ng./.If.1.i . .........Kab. Kutai Timur Orang/Kali ············ ······ ·········R····i : ·3g(f(i66 21 s ··· ·s·ail1a: 1: 1n: ·C: fa: ····· · · 2fi9 ···· s·a:
a: riiicia: ····· ·· ············· ˕!·: ····˟-aill···Pas·e·r···utar·a: ··············· · ........ · ..... .' ... .'.:
. · · : : · : : : · : · : : · : ·: · : g 0 : : : .. _. :
r r !: a a " n # : θ g .' j 1 : ·· .. k K . .. $ a a % t 1 : : 1 ; : ··· :
. .-.. . . ······················ ············· 3 ʳ-; g·: ·§g.g. ................................... ·.·.·.· ... ·.·.·. ·.·.·.·.·.·.·.·.··: 1<:
.!_ ·:
·13.˛Hii iJ_.P.-.g_... .. ............. ·························· · · ········· ············ ······ ······ ···············Rr.; s·so-: ·066 .................... . Kg.t.?.:
.. I.?..᎒!.1..᎓9.:
1.: K...........: : : : .:
: : .: 9: £iiii.ປ.# :
:
: : : : . . : : : .-.. : ·:
.... : ·:
: : . . :
·: : ·:
: : .:
·: : .:
'.P.: @: 99: : : AiQ.9. -·-······---.... ...... . ...... -...... ........... ....... .. .......... . .... ... ..... . _ .. ___________ ----· -·--------- ----·--···-·-------------·---· -·---- ----··----.............................. ... ,.... .... . ................. . ............. .. .. .. . .. . ... . ................ . . _ .. ___ , SULAWESI UTARA 2so ManοC: io . . ...... .......... . ......... I.5.a.:
ᎉ.:
. B.()l.86!1K.1.'1.Q!lgQ1: ?:
c.I«: >.:
............. . ................... : : : .: : .:
:
:
i.9.: Bg/}<Ai{·: -_ ·· ··· ······ ··················Ri)25o.cib"O" i . &: ·: ·.· ··· ........... ···························· -¸ˠʴ···ʵ-ʶ-˚: -¹--ʷ; -¹ʸʹʺʻ-; ···ˎf; -1:
:
....... :
. : : : .: : : : : : : .8.:
: : : g Ƨ.ƨ: : i1: : : .: : : : : .. · : : .. : : · :
. : : : : ._.: : : . . : · : · · : : : : : _. : : ·:
: : : . : .. : : : R · P P ¸: 3 l . o $: ·o ¹:
:
o º·o Á: o » 283 ··· Ma.ilact0········ · ···· ·--ʼ- --Д- ි-ී.'.$.'?.Iέ. ii.i._._I1..?i. i..ii..?..'.'.'.i lf.i·:
-:
............ C?. :
: 0 1.1.: gl . !5.ᒁ.:
i . 284 ··· ivian.acfO········ Kab. Minahasa orang/Kali ········· ··········································R"{)is6·: ·o66 285 ··· ·11 a: 1ˍa·C: l0······ ·········· kah: ····i\ii fi1ahasa··se.iata: : n···· ············0: rang/kaii ······ ···································: Rp.isO": oo6 286 ··· rv1a: ·11a: Ci0····· ···· · ····· ··········· ··········· ···· 1<: a: i: ; : ···: Mii1aEa·s·a: · i'e.ngg·a: : ra···· : : : -. .:
. : · .· .·.-: : .··: : .:
: : ·: : : : ·: : .:
: : .: : .: : 0 0 .. : : : r r . : : a a : : . : n 1 : · 1 __ : g g . / / K K . : : .: : a al _ j 1 1 : ; : : ·:
· · ·· · ·· · · · ····· ·· ·· · ····· ··· · ·R.iJ-ibo: ·o-00 2s1 ··· !iaila<la......... · ·························· K: ahʽ···11i; iaha·s·a·"lTtara················· ··· ......................................... R: i)Tis··: «5oo 288 · · M: an·a·cia····· · ·· ····: ····:
:
: · : ··.: : : !{: g ! . : : K.? .i Iil 9. #: !g" _ :
:
:
: : : · ·· · · ............ :
:
: : .. : : · .. :
.Éig/_¸?.: I.C:
.....· · · ··· ···· ·· · · ·· · ···Rp2 50 : ·ooo 2s9 ··· 11a: n·a: <l0············ !<ot.» .. .!9..1.!1.2!19..1.!...... . ........... 9.. .r.J?: g/J<.: <:
tl.i.. ··········: RiJI?g·: : 99·9_ .. ...................... ·G°oR°ONii\i6···· . . 2 90 ···· d·0: r0·nt.aio······ .. ·Ka.b. Boalemo. ····· .............................. ·-·······--·····-····-······........... ........... .9.T?.1.1.: g/ I.?.!i.
. . .. . ··· ··· ..................... ··············R: r4Iˑf666 ······29·T · "Gorontaio····· Kab. Gorontalo orang/Kali ···········································Rp.T9c fcio6 · ··· -˙2"92······ "G0·; 0n: tai0········ · ................................................................... 1.1 .<ab : ····r>ai1uwat: 0··········· ···· ··· ··· ···· · ······ ·· · ··· ·· ·········· ········ ·· ·· · · · · . ... ... .. ...9..¹ºJig/i.S. » 1. ( .. . . .... ·· . ....... . .ෑP. .6..1..$ _ : · _ 0 9.9 .. ... .... ·suL,1\wEsC .. i3A: Ri\T"····· . . 293 .M?.: ᎐.: i:
tJ': : 1 ...... . ................................... • . .13.: P.:
... M.î:
Je.!1..ì.... . ....... .9r.9.:
: ig/ I<.§l:
li. ........... R: j; )'.i4o: 606 ˝z-94······ .M§l!.P: 1: 1J\1......... Kab. Mamasa........Or.aJ?:
gf.K.?.:
i.... . .... :
. ··.·: ··: : ·.·:
: ·: : ·ʾP P ·:
ʿgS· : ·ˀˁg 29 5 .....M-.º.1Iι: σJ\1:
...... . .... ... . !5.E! - .1.? .. '. ... : M.º.l!:
: t: ljĝ .. T.íéêgh....................... .9.r.§l: ng . f..?-1.i ... . 296 Mamuju Kab. Mamuju utara Orang/Kali ············Rpi76": ·66o 291 ..._. · .TY: fo!P..i:
f . ..._ ......_..... ····· · .............. . . _..... _. -.?.;
-: ··· ?·0 1·ewaii···rvran<l.ar ............................................... ............ .... . ... _ ....¢.fr.¼_½_g/t<Jf_... _ ... _ ._ ................................._. _ .. _. ...) 3 .ii?. .. . §. . 9.: . 9._9..9 . SULAWESI SELATAN : Ƣ: : ƣƤƥ: $.: : Ʀ:
©: : : "E==: : =: : : ·: =: : : : : : : : : : : ===: : ==: R;
t: !#ii %=: : : : : : ==: : : ==: =: : : =: : : : : : ==: : : =: : =: =: : : : ='t.!: : 1: 2 ( : : : : : · : =: : : : : : : ·: : : : : =: : : : : .. ƞƟ: : x: Ơ; : ¢: 6-ơ ..... ..3.9.9 Mal<:
:
¹.κ_ar. ... . .................... i.<:
al?.:
:
9 . . ½.91 ···· ·Makassar ··· · . . .......... . .......... ..... . . : K.?:
1: >.:
. . I3: i:
!: i: kt: !.1.1.: !? ?.:
......... . .. ............... ... .. . ................... ........... .9r.. f:
J: ?: g/ l:
i: Iᎈ.......... .. RP¶.¼9.:
99 302 ··· ·Makas·s·a: r·· ··· . . ......... . .. -.1.?.:
. ᎔.r: : i .i: : .. Js?.: ᎕K.......... . .......... ..Qt.?.: !.1.g.f... c.i: E............ .................................. . 1.3P.¾5o. ooo 303 Makas.μ».r.................. . Kab. Gowa ................................................. Orang/Kali Rp 175.000 304 Maka ssar . ...... .... . .. . §I: ?.:
} ຐ.-ຜ.P.<?.1.1.:
t.?...... ...... . ......... . ....... .. .. . Qු-͍_g/i<͍.i.{ ຒ.... ..... .. . ........... .... · ................... ) .. ˂ p ·˞·· o.-: · 9-_9· 9 305 ···· Makas.sai: ······· ·· Kab. Luwu orang/Kali Rp35o.ooo 306 ··· ·11 a: 1<a8·˃·˔········· · ················ : Ka-s·: ··Lu˗1··riffi˘1: r· ··· ·········· orang/Kai1···· ·········R:
; 3is·: oo6 ... :
1g : r : : .· - /: : i: : )* : : : .: · · -¸˄i; -˅---ˢˣ;
Y..!.ˆra :
. .. ·: : : · ·: : ··: : ·: : .: : g: trt˒f 4r : : : ··: : · ········ ······ · ··: : : ·: ··: ··: : : : .. : : · : : : · 5 : f-: + : ˇ: : : g¢ˋ 309 Malrnssar................... §l:
1: >.:
. . .l?.i!J.FE!-.PK............ ...... ....... .. ................... .9.r.l: : li.1g /: K.ë.L. . ...... _Rp2_3<?.: 0()0 3J o ··· ·Makas·s·a: r········......... . .................§1:
1: >.:
--659.:
11.r..7J?..K.8.?.: PP?.: J?: K.... . ............. ............ 9.. i.: : ?.: J?: g/.¿?.:
1i. ......... ................ ........ ....... R.r.'.2.3.0.:
9.o.o. 3 1 1 ··· lViai<as·s·ar····· · ...... . . K.1.?.:
. . . S'.i.!.1..i. f: l: L. . .. ......... ............. 9!.?:
ng./.K:
i:
i.......... . .. R.: P..¾.3..5.:
9.9.9. 312 Makassar Kab. Soppeng Orang/Kali Rp235.000 3 13 ··· .M.aka·s-sar ···-·- ·i<a: s .. :
. ·-rai<a: 1a: r, ·-······-···--·-······ . . .....¾....¿... . ..._ÀÁ-Â.-.-.-Ã:
-·gi?.X$·9-: _-9.- 9:
C5. 314 ··· ·Makas·s·a: 1: ····· Kab. Tanatoraja Orang/Kali Rp35o.ooo ······ˈ·i·ˉ _ . .. -- : : 0: -( ···· · ˡ: ---: · · .. ..... ......... ._. g. 1 : , - ;
. ˏ: n·:
-.-.--.·. -·· . ......................... ....... ..... .... . ....... . .. .. .. .. . ...... ƙƚ-ƛ-Ɯg-.: -Ɲ g-g : ·: H$% i.: : : ---.... _ ................. . .. . : : : : : : : : ·: : : : : : : : . ·g9"f.ˌ)=?.J-P. ·o.: : : ·: : : : ·: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ·: : : ·: : : : : .... . -........................ ....... : : QiriiZ: ຳC . ........ ...... ...... ... . . · . . :
.. ···: ·: : ·.P.-3.}:
ˊ: QQ.(5 3_18 Malrnssar Kota ParĜ: : -.J?..νre.... .. . ......... 9.. .r.1.?: g/:
<<:
tl.L . .1.3P.1.'.??.: NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA ^/ KABUPATEN TUJUAN SA TUAN BE SARAN SULAWESI TENGAH .·:
·:
·.·· Ƙ· · . :
·: ··· .
. ...
. . .
...l u .. u ..
. . . ..
..
. . ..
..
..
..
....
.
..
.
.
. . . . ..
. . . ...
..
.
..
.....
.....
.
. . ..
. .....
. . ..
.
..
..
...
. ...
.
; ; : : .": e : ! .. : : : : ............................. ...... .............. .......... ........... ........ . . : : : : : : : : . . : : : : : : : : : .. : : : · : · : : : : : '§. tg: : i: : : ; {f : : : .: · : : : : .«»»«»»««««» .
.
: : : : ... : : : : ... :
. :
: : : .. : : : : : . . : : ǝǞ.r Ǒ: ǒ:
...... 3 ^. 2"1" . . Pa ^l u -!J ...:
}4.2!.: ': : : §l: IL . _____ . ____________________ ___ ..Q!.. gL፻.ᒔi.. .... _. --------- ... ....... ... .. }3J?.፼_QQQ5? --- 3 .. 22·- Palu 38.l?..:
. . M..<?.t.: <?.bc.i. ... Y.l.<: i: T.......... .91.: §1:
?: g/.35L........... . ... .. ....... ......... 8.P.;
.?9..:
9..9.9. 323 ^... Palu l.P.:
... !'. ?.?: : gLM..<: >.: i: -!9.J: ?:
... ..9.d§.l: gg/.e?.JL.... . ..
^. ^.. . ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. . .
. . . . .. . . 8.P. Ꭸ . . ?9..:
.99..9 . .. .. 3.24 .. . .
. Palu Kab. Poso...... ....... .9.!:
:
: ig/J: f?.:
Ž .
^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. .
. . ............
.. ...... .. . .. . . : 8P..: Z. .?..9..:
99.Q 325 ^.... Pa ^l u .ál'.l:
? . . '. ... §JgL...... Orang ^/ Kali Rp219.000 3 2 6 .... Palu .?.: P.:
..T.qi.<?..ᎁ.1?.?..: Y.:
.ᎀ . .. ...... .............. .................. ...... .. .
^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^..
ƞƟ-Ơ·: : ơ: ·: : : «.'.'.'Ƣ:
'9.i ƣ.: Ƥ. g /i.?.H.'.': : ··-:
:
: : ·:
·: ^:
«·: : «: : : ^: : : : .. ^. :
. : : : . ^: ··········· ^Rp·3 ·4·()'ƥ· ^6 6p 327 ^... Palu Kab. Toli-To ^l i.........
............... Qdfgg/.e§.IE.... .. .............. ᒅ.P.'.2J . . ©.:
9..9.9. SULAWESI TENGGARA 328 Kendari ·· ......................................... .....kab'፺...8offii; ^a : 11 ^a :
... . 329 ^. . ^. ·: K'eiid'a.ri..... · ^... ...... ......... ..... ka: h:
. ^. . I< ^0 1 ^a : 1<: a: · 330 ^. ^. ^. i< e ilCi' ^a ·1: c· ^- -. ^.......................................................... ka: h: --·'Koiaka .. r ^i ffi ^: ur· . ........... .. . .. . .... . ..
.. .. .
.
.... .
.... .
.
.
....... . ..............
. . . 331 Kendari Kab. Kolaka Utara 332 Kendari...Kab. Konawe · . ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. .
.. . .. ... . .. . ......
^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^...... . ....... 6rang/kaff·.... . .....
. Rp·3·s ^- sj566 .
. :
. : : : <><>«: <>:
. : ^<>: : . : ^: : ^. : ^: : .Qi.#g/k.aj{ . . ^.
. .
.
. . .
. . . . . . . . ..
...
. . .
.....
.
.... Rp371fo66 ......................................... .... .. ..9.d§l: gg ^f .e?.U . . ^.. ^.. ·: : : · ..................................... Rf)3ckf666 . ^. ............... ........... 9.i: : . :
: ig/I: f .?.: Jt... ^. ........................... .... Rr42s: ·oo6 333.... . keil<lari"" ...
. 334 ^. ^. ^. keilᒕiarf' ....· . ^. orang ^/ Kali · · "R: J).366: 666 · ...................... 'Ka: t; ·: ·--k0n: aƦe--·s·Ƨia·t·a·n ......... .... · · · ·· · · : : : : : : : : : : ·: : : : : .:
«: : . « ·: : : : . « ·: _ 9 .ii!J:
i. ZI <ƨ} I ... : : : .·: ---- ......................................... Rr·3·0K'660 .. . ............ .9!.f!.1.g/.ef1.L . ^... . ........................... : ·:
^. : ^- -: : : : : : 8.P.Ʃ9.¢.: : : 99 ^: 9: Kab. Konawe Utara M: 'AiUi{U .Tir/'i: A.. .
·B: : ·.C?.G$FE: : .. ƪ9ft.Kƫ: ·: · : ·: ^· : ·=-·: · : · : · Ƭ: ·=ƭ=ƾ Ʈ: ^· : : =·= = Kij; )i! !ii.h. i i3ilii £= == Ư = = +~ += ǀ=ƿ9i_ifi: ZœI : ·ư+: Ʊ =: ~: ·Ʋ: ·Ƴƴ+ +ƵƶƷ: ·Ƹ: : : : jf?: $EU2: 9ǁQ· 336 Sofifi .
^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^... .
..... . .
. .13.: P.:
. . . : Ei.ᎂᎃ.J: !l.?..1.?:
ᎄE.ᎂ .
.T4.J: ?: g§l.h................... ............ Q!.?.1,?: g/.ecL..... . ...... .......... .... .......... .. .. . 8.P..ª .. :
9.9.9..:
9..9.9. 33 7 Sofifi I.P:
. . : Ei?.J.!1.1.: §l.h:
er.ᎅ...'.U.J: !l----.... .. . ....... ............................... ^. .. .. ......... .9d?.P,g/.I.<,: ?.: F.......... . . ^.......... .
. . . . .. . .....
.
.
. 8.P.! . . :
¢.«.9.:
9..9.9. 338 Sofif ^i Kab. Halmahera Utara .. ... . .
... . .. . ....... . .. . .9E.:
: ig/..J:
?.: JL ....... ..................... ............... ¬P.. ®.9.9.:
.9.9..9. P A P U A................ .
..... . . 339 . .. ᎆ.ᎂYᎇP: t: : t Eᎂ ..... . 340 Ꮆ: §lY.'3.: P.: 1: : Ꮇ!. §l .... .. . 341.... '.: !?.Y..?.: P: µr.: ?. .... . PAPUA . . Eii\ R/\T ... ...
342 ^. ^.
·Ma: n: ·01a: d ... ^. 343 .
. i.1.t: an01; ; ; a: rr .. 344 Manokwari ... ^· .. .. . ... kቾ: -t; : . . · ^reiui .. ri ^·i 11f11·ilc.. . ................... : »: : : : ·: : : : ·: : ·: : : : : : : : : : : : : : : ^: Qi. !"iizg!n. ^: : : : : . . :
.. .. ... · · · ............... : ^· : : ^· : : .: : : : ·8.222: 9: : : 2: 9: 9· · . ^. · ^· . ^. .. ^. ..... ^. ...... I<a: h:
... M ^an: 0 ^: k: w a:
c ^s · e 1a· f ail.. ^.
. .......... ........... .9.*.:
: igf. I:
?.: J.L.. .. . Rp7 so. ooo ······: ·: : ·: ·: : : : : : : : : : : ·!'; : .: J.· gg!ii./ii.t.":
: : : #..... . .....-............................ ............. 9E.. ^g l.ћ-1.Ž : : : : .: : : : : : : : ·: ·: : : : : : : .: : J.P.-.D: @: $.:
: : : 9: §9..
SATUAN BIAYA TRANSPORTASI DARI DKI JAKARTA KE KOTA ^/ KABUPATEN SEKI.TAR NO. IBUKOTA PROVINS! KOTA ^/ KABUPATEN TUJUAN SATUAN BESARAN 1 Jakarta Kota Bekasi . ...... .9E..1.1.: g/..ᒂ.?J.. L Rp284.000 2 Jakarta . .. ................. .?.: PP§: !.P.:
..?..+.,?.: -L.... ...... . ................. ^. ..... ......... .9!.?.g: i: g/ecL.....^. . ^. R: p·2·s·4·: ·066 3 Jakarta...........
... I.?.: PP§l: !.: t?:
..?.9.g<?.!......... . ....... . ... ^. .. ^. .. ^. .. ^.. ............ 9d ^?.:
^i.: i: g ^f .e ^?.:
.L...
.....
....
......... .
..
. . .. . . Rp366: ·oo6 4 Jakarta Kot.a Bogor Orang/Kali ....
... R1): : fo6: ·006 . ^.............. 5 . ^.............. . ^. J.... . a .....1 . . <:
... a ...... r . .. . t .. a ...... .
^. ^.. ^. ^. ^. ^.. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.
. • : C?.:
$: : . . ......... _............................. : : : ƹ:
i ƺrifi.Z: ƻƽH: : : : : · . ^. · ^: : .. .................................. Rp·: : i7 ^' 5Ƽ666 6 3ai<art ^a : ^. . ^. .. Ko ta Tangerang Orang ^/ Kali · . ^... . Rp.'.2"8'6": ·666 9 J'akarta Kepulauan Seribu Orang ^/ Ka ^l i Rp428.000 NO. URAIAN SATUAN B E S A R AN (ll (2) (3) (4) 3 . SATUAN B IA Y A TRAN SPOR KE G I A TA N DALAM KABUPATEN/KOTA PERGJ PULANG (PP) Orang/Kali RplS0.000 4. SATUAN BlAYA PEMELIHARAAN SAlzANA KANTOR 4. 1 Inventaris Kantor Pegawai/Tahun Rp80.000 4.2 Personal Com puter / Notebook Unit/Tahun Rp730.000 4.3 Printer U n i t / T a hu n Rp690.000 4.4 AC S plit U ni t /T a hu n Rp61 0.000 4.5 Genset lebih kecil dari SO KV A Unit/Tahun .Rp7. l 90.000 4.6 Genset 75 KVA Uni t /T ahu n Rp8.640.000 4 . 7 Gens et 1 0 0 K V A Unit/Tahun Rpl0. 150.000 4.8 Genset 125 KVA Unit/Tahun Hp l 0 . 7 8 0 . 000 4.9 Genset 1 50 KVA Unit/Tahun Rp 1 3.260.000 4. 1 0 Genset 175 KVA Unit/Tahun Rp 14.81 0.000 4. 1 1 Genset 200 KVA U n i t / T ah u n Rp l S.850.000 4 . 1 2 Genset 250 KV A Unit/Tahun Rp 1 6.790.000 4. 1 3 Genset 275 KVA Unit/Ta.bun Rp l7.760.000 4. 1 4 Genset 300 KV A Unit/Ta.bun Rp20.960.000 4 . 1 5 Genset 3 5 0 KVA Unit/Tahun Rp22 .960.000 4. 1 6 Gensel 450 KVA Unit/Tahun Rp25.620.000 4. 1 7 Gensel 5 0 0 KVA Unit/Tahun Rp3 l. 770.000 5. SATUAN BIAYA PENERJEMAHAN DAN PENGETIKAN 5. 1 Dari Bahasa Asing ke Bahasa Indonesia atau Sebaliknya a. Bahasa fng gris Halaman .Jadi Rp l 52.000 b. Bahasa Jepang Halaman Jadi Rp238.000 c. Bahasa Mandarin HaJaman ,fa.di Rp238.000 d. Bahasa Belanda Halaman Jadi Rp238.000 e. Bahasa Francis Halaman Jadi Rp l 76.000 f. Bahasa Jerman Halaman Jadi Hp 1 76.000 g. Bahasa Asing Lainnya Halaman Jadi Rp238.000 5.2 Dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Daerah/Bahasa Lokal atau Sebaliknya Halaman Jadi Rp l 20.000 6. SATUAN BlAYA BANTUAN BEASISWA PROGRAM GELAR/NON GELAR DALAM NEGERf 6. 1 Program Diploma I, Ill, dan Diploma IV/Strata l a. Biaya Hidu p dan Biaya Opcrasional - Diploma I dan Diploma Ill OT Rp 1 6.070. 000 - Diploma IV dan Strata 1 OT Rp l 7.0 1 0.000 b. U a n g Buku cl a n Referensi - Diploma I OT Rp 1 .330.000 - Diploma III OT Rp l . 590.000 - Diploma IV dan Strata l OT Rp l .850.000 6.2 Program Strata 2/SP- 1 dan Strata 3/SP-2 a. Biaya Hidup dan Biaya Operasional - Strata 2 dan Spesialis 1 OT Rp20.690.000 - Strata 3 dan S p e sia li s 2 OT Rp2 1 .320.000 b. Uang Buku dan R eferen s i - Strata 2 dan S p es i alis 1 OT Rp2 . 120.000 - Strata 3 dan Spesialis 2 OT Rp2.380.000 7. SATUAN BIAYA SEWA MESIN FOTOKOPI 7. 1 Mesin Fotokopi Analog Unit/ Bulan Rp3.800.000 7.2 Mcsin Fotokopi Digital U n it / Bul a n RpS.000.000 8. HONORARAmUM NARASUMBER/PEMBAHAS PAKAR/PRAKTISI/PROFESIONAL 8. 1 Kegiatan Di Dalam Negeri OJ Rp 1 . 700.000 8.2 Kegiatan Di Luar Negerl a. ^Narasumber Kelas A OH $ 330 b. ^Narasumber ^Kelas ^B OH $ 275 c. ^Narasumber Kelas ^C OH $ 220 9. SATUAN BIAYA PENGADAAN BAHAN MAKANAN 9. 1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana NO. PRO VIN SI ( ^1 ) ( ^2 ) RAYON I 1 B A N T E N ................... ¼f.. W ^A BARAT 3 D.K.l. JAKARTA ..... ፸ .. . .. . . ¼J:
v-f A TENGAH ........ ?. ...... . p.I. YOGYAKARTA 6 JAWA TIMUR ,. .... .?. . .... . . ŭ.J.\ ^MPUNG DAERAH KHUSUS RAYON I RAYON II 8 ACEH 9 SUMATERA UTARA 1 0 _ R I A U 1 l. KEPULAUAN RIAU 1 2 . I J A M B I .. ^. J} ......?..Y.MATERA BARA T 1 4 SUMATERA SELATAN 1 5 BENGKULU 1 6 BANGI<A BELITUNG 1 7 . B A L I 1 8 NUSA TENGGARA BARAT 19 NUSA TENGGARA TIMUR 20 KALIMANTAN BARAT 2 1 KALIMANTAN TENGAH 22 I<ALIMANTAN SELATAN 23 KALIMANTAN TIMUR ... '..?. . ^ᐗ .... ^!<ALIMANTAN UTARA DAERAH KHUSUS RAYON II RAYON III 25 GORONTALO 26 SULAW.: ESI .lJ'.fAR.:
i:
... ... . 27 SULAWESI BARAT 28 SULAWESI SELATAN 29 SULAWESI TENGAH , ..... ; ?..9. . ^. ^.. ^§.YLAWESI TENGGARA 3 1 MALUKU 32 MALUKU UTARA 33 .. P A P U A 34 PAPUA BARAT........................ ^. . . DAERAH KHUSUS RAYON III SATUAN BESARAN (3) (4) OH Rp14.000 0 H .. . ...... ............... . . 8.P..± .. '!..:
99..Q . 0 H . .. .. ................... . ..... ............. . .............. .J3: P..! .'!..:
9..9.Q. OH...... . .. ..... . . !3: P..µ.'.±.:
9.9.Q .
........................................... 0 . .. . 1 •• H..................... ... ............... .. .....^.......... . .. ...... ...... . .. . .. . .. , .................................... ' ................. 8.P..1. . . '.± .. :
99..9 . OH ....... .. .. . 8.P..µ'!..:
9..Q OH.... ....... . ... ......... ........... ..... .............................. .. .. . ......... ... . ............... 8.P..µ.'!..:
99..9. OH........ . .....g.P..² .. ?..:
.9 .9.Q OH........... 8.P²?..:
9.9. , ........................................... 0 .. .. 1 . . H ............................................... ............ .. ................ ......... ..... .. 8.P..± .. ³.:
9.9..Q OH ... . .... !3: P..± .. ?. . . :
9.9..Q . . ............... ............... .. ·•······································-· O ····· iH ·················································• .. . .. . . !3: P .. ± .. § .. :
99..Q. OH........ .J3: P..1 ^. .?.:
9.9..9. OH . .......... ................ !3: P..± .. ?. .. :
9.9Q . OH ....... . ......... .. . 8P.².?:
9..9.9. 0 H ... . .. .. .. . . 8.P.´.?. .. :
9.9..Q.
..... ............................ • .. ... .. .. ....... . .............. ......... . ... o .....H ................................................. . ..................................... . ... . ........... ........... 8PJ.?..:
.9.9..9. OH ......... .....8.P.µ.?..:
9..9. .9. OH .8.P.µ.?. .. :
9..9. Q OH . .. .. gP.².?..:
9.9.9. 0 H .......... ............... . . gPJ .. ?..:
9.9.9. OH........ .... . g.P}-..?..:
.9 .9..9. . OH . ...... JSPJ . . ?..:
.9.9.9. OH . ...... . ....... . ...... ........ ..........g.PJ .. ?..:
.9.9.9. OH ...... .... 1.3: P.².?..:
.9 .9..9. OH.................... . 1-3:
P.²¶.:
9.9..9. OH OH OH .............................................................................. o..... . ^H ............................................... .. OH OH OH OH OH H OH . . .1.3: P. . . µ.7.. .:
9..9.9 ... .. . gp_².7..:
.9.9.9.
.... ' ' ....... g.P.}:
7..:
.9.9.
........... g.P.. .1:
.?. :
.9.99. ' . .. 8.P..1.:
7.:
9.9.9.
...... g.P.E.: ' ........ 13.P.፹.?.:
.......... . ............ .1.3:
... .......... . .......... Rp l 7.000 .. ............ g.P..E.:
9..9.9. Rp22.000 9.2 Pengadaan Bahan Makanan untuk Operasi Pasukan/Latihan Pra Tugas/Latihan Pasukan Lainnya Bagi Anggota Polri/TNI, Dikma/Taruna/Karbol/Kadet Bagi Anggota Polri/TNI, Diklat Lainnya Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TN!, Anggota yang Sakit Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI, Tahanan Anggota Polri/TNI, dan Jaga Kawa! Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI NO. PROVINS! (2) 1. ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U SA TUAN OH OPERAS! PASUICAN/LATIHAN PRA TUGAS/ LATIHAN PASUKAN LAINNYA Rp83.000 DIKMA TARUNA/ DIKLAT LAINNYA ANGGOTA TAHANAN JAGA KAWAL KARBOL/ YANG SAKIT !CADET 7 Rp83.000 Rp87.000 Rp32.000 NO.
3 . 4 .
-- 6.
-- 8. -- 9 . 1 0. 1 1 .
1 5 . 1 6 .
1 8.
20 . 2 1 .
3 1 .
33 .
3 4. 5 . 6 .
8 . 9 . 1 0 . 1 1 . 1 2 . 1 3 .
1 5 . 1 6. 1 7 1 8 . 1 9 . 2 0 . 2 1 .
3 1 .
1 .
6 Pengadaan Bahan Makanan untuk Mahasiswa/Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer/ Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan PRO VIN SI ( ^2) ACEH SATUAN ( ^3) MAHASISWA/ SISWA SIPIL DI LINGKUP MAHASISWA MILITER/ SEMI MILITER DI SEKOLAH LINGKUP SEKOLAH KEDINASAN KEDINASAN (4) 15) 0 H ...... . ....... . ............................ . ......... 8.P...:
.9..9. .9...... . ......... . ..... . ...................... 8.P.?.7.:
.9..9. .Q. 2 . SUMATERA UTARA •·····················• ··································································································································· ····································································•·························· Q ······· H ·······························t ·· . ....... . ................. . 8P.9.. .. :
9..9..9._ ............................................. 8P..7..:
9..9..9. 3 . IR I A U , .................................................................. . .................... . ........... . ................................................................................................... , .. . ........................ o ... . . > . . ^H ... . .. ................ . ........ , .................................... 8P.?. .. :
9..9.Q . .................................................. 8P.. ?.7..:
KEPULAUAN RIAU . • ^........................................................................................................................................................................................................... , ........................... 0 ....... H .... .. . ... . ........ . .......... . . , ...... . ..... .......... .8P.Ú'..?.:
.9.9..9. ............................... ...... ...... J3: P: '?.7.:
9..9..9. 5 . J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 1 0. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N 1 2 . JAWA BARAT OH ... . .. ...... .... . ...................... ...... .8P.Ú.Û:
.9.9 .9. ........................................... à.P..7..:
.9.9 .9.. 0 H .. .. ....... ...... . .... . ... . ....... 8P.?. .. :
9..9..9. ............................................... 8P.?7..:
9..9.9.. OH . . ............ ................................. .81?..Ú.'..?.:
.9..9.Q ... ... ............... ............ .8P: '?..7..:
9..9.9. 0 H . ............... . ............. . .. .81?..ÚÛ.:
.9..9.9. . .............................. .............. .8P?..7..:
.9.9. .9.. 0 H ....... . .. . .... ................................. 8P.?. .. :
9..9.9.. .............................................. 8P.. ?7...:
9.9..9. 0 ^H ... . .... ........... . .............................8P.Ú?..:
.9..9.9. ....................................... . . 0.P/.7..:
.9..9 .9.. 0 H . . .. .. .. ...... . ... ....... . .......... : P.Ú.9.:
.9..9..9. ... . ........ .8P.Ú.=1:
:
. 9.. .9.9. 0 H .. .. . .. . .... . ...... . .. . .. 8P.?.9.. .:
.9.9..9.. . .......... .................... . .......... . ...... . . 8P. . . ± . . :
9.9.9.. 1 3 . D . K.I. JAKARTA • ...... ....... . ..... . . ^. ....... ...... . .. ............................ . .... ... ...... .................................. . ...... . .......... . .......... . ........ . ..... . ... . ..... . .... . .. .. . ... . .... . ........ . ..................... . ... .. 1.... ........... . .. . .... . .... 0 . . .. . .. H .. .. .. ... . ............ . .... . .. . 1 ... . .. ... ........... .... .. . .... 13: P. Þ..9 :
99..9 .........ᒍP . =1: : .9. .9 .9. . 14 . JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 1 7 . B A L I 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT 1 9 . NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 0 H . ............ . .. . .. . ....... . .8P.Ú..9.:
.9..9...9. ........................................ .. . .8P. / . =1:
:
.9..9 .9. . 0 H ...... .... . .. . .. . ...... ... . . 8P.?9.:
.9.9.9.. .. . ...... . ............ . ... . ... . ............... . . 8P.?.±:
..9.9.. .9. 0 H ..... .......... ... ........8P.Ú..9.:
.99...9 . ... ... . ................... ....... .81?.. '!:
9..9.Q 0 H . ... . .. . .. . ...................... .8P.Ú.?..:
99..9.... . ...... . ... . ···········.... . .. . .... .8P.'.±.Û.:
.9.9 .9. 0 H............... ............ 8P.9..?..:
.99.9. . ................................ ............... 8P.±Û .. :
9.9..9. . ....... g͌............. . ...................... 8P.. ? .:
.9.9.9 .... . ........ . ... .. . .............. ... . 8.P'.±.Û:
.99..9 o H................. ............ .8P.Ú.?..:
.9.9..9 . ............................. ............... .8P.'.±.L..9..9.9.. . 0 H ..... ... . ... . ....... . ...... .. . 8P.9.?..:
.9.9.9.. .. ................................. ....... 8P.± . . ! . . :
9.9.9.. 22. KALIMANTAN SELATAN 1 ................. . . 11 . ........ . .. ............. ... .. .. . . --···· .. -···-- .. ····-·-····-·············-· ···· .... ·-······ ... -· ......................................... ........... , ................... ැ͌ ----·····---···· ... .. .... . .. .. ... _ ............ .. 81?..Ú .. f?..:
.9.9.Q Rp 1 . 000 23 . KALIMANTAN TIMUR . . ............. . .. ... . . ^.. .. . o ........ H ..... ............ . .. . .. ....... .. . ......... . ....... . .. ...... .. ...... .8P.Ú.?..:
.9.. 9..9. ... . ........ .8P'.±.} .. :
.9.9 .9.. . 24. KALIMANTAN UTARA . . ............. ....................... ......................... ා . ຊ- --·········..... . ...... .. . ......... 81?.9..?..:
.9.9.9.. ............ .. . .. . ... . ..................... . .. 8P± . . ! .. :
9.9..9. 25. SULAWESI UTARA OH .. . ............. ....... 8P??. :
9.9.9.. Rp4 1 .000 1 . .. • ......•. 11 . .. ............ . .. . .. . ..................... . ..... . .. . ....... . ..................... . .... .... .... .. ...... . .... . ..... . .. . ........... . ........ . .. .... . .................................. . .. . .................. . ... . ...... .......... . ........ ..................................
GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT · ·····················-··· .. ···- ........... ,_ ....... . ...... . OH OH OH OH OH OH OH OH ·····-···········-··--·-··--······-·-···-·-·-·· OH . . ..... ... .. ..... .8P.Ú?..:
.9..9.9. .. . ....... .8PÝ ^. L..9..9. 9..
................... B.P.?.? .. :
.9.9.9.. ... .. ........ 8P.. ± .. ! . . :
9.9...9.
..... 8P.?.?:
9..9.9..1 . ..... . .. . ............................ . ....... . . R .. . .. ΅. ,,, P...^4 ....... 1 .... . ·...^0 ..... 0 ....... 0 .....• . . .............................. 81?..Ú .. ?..:
.9.9...9. . .... ....................... ........... .8P.±L..9.9.9.
................ 81?...? .?..:
.9.9.9.. . .. . ............................. ..... 8P± .. !.:
.9.9..9 .
............... ............... 8P?.?.:
9.9..9.. ....... ... ......... . .......... 8P±. .. :
9.9.. .9 ..9.9..9. . .. Rp<!..'.±.: _000 Rp44.000 .......... .8PÝ ^. Û.:
.9.9. 9.. .
....... ............ B.P±.?. .. :
9.9.9. Rp48.000 NO .
9.7 Pengadaan Bahan Makanan untuk Rescue Team PRO VIN SI SATUAN ( ^2 ) (3) BE SARAN (4) 1 . ACEH OH .......... . ... . ...... . ...... . .. .............. . ....... . ... . ... . .. . ......... . ... . .. . .. . .. . 8P.?.7..:
9..9.9. 2 . SUMATERA UTARA OH Rp37.000 --- ̐ - ̑ .. :
..... 8. ... . ... .. .. _ .. ...... .. . _ .. ___ ^_ ____ ········-····--···---·····-· .. _ ___ _ .. . ... . .. .... .. ..... -·-·-···-.. ·---······ ··-···-··-·-- ......... . ...... .. ........._. . ........... ·-·····-·····QH .... -·-····-···-···-··· :
... : · .. · _:
. ·· - ̒ - · .. : : : ..... :
· ... .. ̓.̔--̕---.. -.... :
. Ų r · $ :
ų t.Ŵ.Q.Q . . Q 4. KEPULAUAN RIAU OH . .. . ........ . ........................... . .... . ... ... . gP.? . .7.. :
.9.9 .9..
SUMATERA SELATAN OH...... . ... . .. . ... . .. . .......... ·········································· ............... gP.?..7. .. :
.9.9..Q 8. LAMPUNG 0 H ······························· ................... . .................. . .. . ............ . .. . ... 81??.7..:
.9..9..9. 9. BENGKULU 0 H ............ . .... . .. . ............. . ......... . .................. . ... . .. ... .. . ...... . ...... .. gP.? . . 7.. .:
9.9..9.. 0 H ······························· ........ . .................... .. . ... . ........ . .......... . . _gl?..!..:
9..9.9. 1 0 . BANGKA BELITUNG ,....... . ...... . ... . ........ ....... q---uv-------------------------------------r----- O _ H _______ ΄ __ ______ .. gpi:
9.Q 1 1 . B A N T E N 1 2 . 1 3 . 1 4. 1 5. 1 6. JAWA BARAT 1····································································································································································································································· ····· i····································O ········H ············································i························································· _gP.?.'±:
.9..9.. D.K.I. JAKARTA JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR 0 H .. . ..... . ....... . ........ . .. . ................ . ....... . .... . .............. . ........... . gP .. S.±:
9..9..9.. 0 H ... . .......... ... . ..... . ............. . ................. gP.? .. '± . . :
9..9..Q. 0 H . ..... . ... . ... . ............. . .. ...... .. ... .. . ............... . ......... . ......... ... ..... ... gP.?.±.:
9.9..9.. 0 H . ...................... . ........ .. .............. . ..... . ... gP. ? .'± . . :
9.9.. 9 l ^·········· · ^······ · ^·· ll ^······························· · ^························· · ^········································· · ^················· · ^····················· · ^·········· · ^················· · ^··················· · ^·········································· r ^······ · ^······················· · ^·· · ^··· · ^········· · ^···················· · ^················ 1 17. , . ...... .. . .. .. . ..... . .. .. 18. 1 9. B A L I '"'" . NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR 0 H ..... .. .. . .......................... . ... . ..... . ........ . ................. . ... . ......... . gP.±.T .. :
9.9..9.. 0 H ................................ ............................................................. gP. ± s . . :
9..9.Q. 1 ••••••••••••••••••••• 11 ........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ... .
KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22 . KALIMANTAN SELATAN OH tp4 1 .000 0 H ........... . ..... . .. . ......... . .......................................................... gP.± .. .. . :
.9..9..9. OH ............ . ... . .. . ...... . .............. ...... . .. . . gl?±.W .. :
99..9. ••.•••.•••••••••••••••• 11 ........................................................................................................................................................................................................................................ . .............................................................................. .. , i ............... . ... . ..... 11................ . ..... . ....... . ................ . .. . .. . .. . ........... . .. . .............. . ............... . .. . ......... . ............. .. ..... . .............................................................................. . ...... . ·········t·····································O ········H ········································1 . ............ ... .... .............. . .. . gP.± .. !...:
.9..9.Q 23. KALIMANTAN TIMUR •·······················I'················································································································································································································································ • ····································O ········H ·································· . ...... , ... ... .. ... ... ............. . ...... gP..'± .. W.:
9..9..9.. 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 0 H ·························· ..... ..... . ............. . .......... . ................... . .. . ...... ຘ.P.±. . . :
9.9..9.. 0 H . .. . .............. . ........ . ... ... . .. . ................... . .................... . ..... . .. . ... gP.± .. W.:
9.9..9.. 26. GO RO NT ALO : .............. . .. . .......... . 27. SULAWESI BARAT OH . ....... . ......... . ......... . ............ . .. . .. . _gP.±.!.:
9..9..9. l ^-··································································· · ^········ · ^···································································· · ^·················································································· ·11· ··· ········· .. ······················································· ·····1 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH OH Rp4 1 .000 0 H . ............ . ................... . ............... . .. . ......... . .. . ........ . ... . .. .. ........8P.± .. W .. :
9..9.9.. 30. SULAWESI TENGGARA •················································································································································································································································1t····································O ·········H ··········································1 . .... . .......... . ..... . ............... . .. . ... .. . gP.± .. ! ... :
.9..9..9. 3 1 . MALUKU 0 H .... . ....... . ..... . ...... . ................... . ........... . ... . ...... .. ................. . .... gP.±.X .. : i ...................... 11.............................................................................................................................................................................................................................. ·1·····································0 ·········H ······························· · 1 ·•··•·••·••·•··•························ ................. gP. ± . :
9.9. .9. 32. MALUKU UTARA 0 H ................ .......... . .... ........................ . .. .. ........ . .. . .. . .. .. .. . ......... . gl?.'±.?.. :
.9.. .Q.9.. 33. P A P U A 1 .......................... ..... 34. PAPUA BARAT OH Rp48.000 Mfwf 10. SATUAN BIAYA KONSUMSI TAHANAN/DETENI NO. P ^R O ^VINS! (1) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA SATUAN BE SARAN (3) (4) OH ........... . ............ . .. ... ............... . .. . ...... . . 8.P±.; ?.:
.9. 9..9.. 0 ^H...... . .................. . ........ ... . ....... .......... .... . ...... . 8.P±} .. :
. 9.9..9. 3. R I A U.................. ... . ...... .. ..... . .. . .. . ....... . ... . ............. . . _ ...... ...... ....... ....... . .. .. . ... .................. .......... .. .. ....... .. . .. . . ̌.̍ .... .......... . ............... .. .......... . .. ... . ............... .. ... .. .................... 8.P?. .. ?.:
.9 .9..9. 0 ^H . ........... . .. . .. . ..... . ...... .. . ......... ........ ............ ......... . .....8.P? ^. .. ?..:
.9 .9..9. 4. KEPULAUAN RIAU I•·• .................... .... . . 5. J A M B I ...................................... ......................... 0 ^H .. .. ..... . .. . .......... ................... .. ......................................... 8.P.; ?.; ?.:
.9 .9.9.
....... ^6 ....... · ......... ^ . . s ......u ....... . M ......... A ..... T ....... E ....... RA ...................... B ........ A ........ RA ............. T .................. .................... . .... . ...... ............ ....... . .... . .... . .... ...... . ........ . ... . .. . ....... . .. ................. . ......... . ... . .. . .. . . ,, ............................... o ...... . . ^H . .... . ........... . ................ . I . ........ ................ .......... . ······· · ·· · . .P.?.?.:
9...9..9 ..
^........ B....... · . .. . .... ^. . .. L ..... A ........ M .......... P .. .. .... u ....... N...... . . G ........................................................................................................................................................................................................... .
................................ o.......H ... . ..................... . ........... .. ........ ...... ....... . ............ . ............ . ............. . .. 8.P: ?. .. ?. .. :
9.9..9.
........ 9...... · .. . .... . ^. ^B ........ E ....... N ........ G ........ K . ... . .. . u . ...... ^L ... . .. u..................... . ..... . .... . .. . .. . ... .. .................................................. . ........................ . .... . ............ . ................... . ..................... . ...... . ...... ... . . , ................................ o ....... ^H ....... . ..... . ..... . ................. , ................................. ............... ...... .P.?.? .. :
9...9.9. ..
BANGKA BELITUNG OH......... . ... . ...... . ... . ....... . ...... . ............. . .... . . l<: P.9.?..:
9...9. .Q 1 1 . B A N T E N ................................. o........ ^H . .. . ... . ....... . .. . ..... . ............ . ......... . ... . .......... . ..... . .. . ............ . ........... ... 8.P.; ?.?.:
.9..9.9. 12. JAWA BARAT , ................................ o.... .... H .. .. .. . ... . ..... . ..... ............. . ....... . ..... . ........... . ................ ........ . .......... 8.P±.9.:
9.9.9.. 13. D.K.I. JAKARTA OH ............ ... .......... ..... . ........... . ........... . ...... .. . ...... ............ ........ 8.P±; ? .. :
.9.9.9.. 14. JAWA TENGAH OH ............. . ............. ............................ ........ . . 8.P.?. .. ?. :
. 9 . 9 9. . 15. D.I. YOGYAKARTA OH .... ............... . ............... .. ... .P.?./.:
.් . . :
9..9.9 ..
B A L I OH . .......... . .. . .... . .. . .... . ... . ................... . .. .. ..................... RP.9..? .. :
.9. . 9.9.. 1 8. NUSA TENGGARA B.A ̩!. ...... ................................ . ........................... ... ..................... -̎.̏............................ .. ............................ l<:
P; ?. ?... :
.9..9 .9. ..
..... ^1 ..... 9...... ·..... ^1 .. ^N . . ..... u ....... s ... . .. ^A .............. T ...... E ...... N ......... G ....... G ........ A ...... RA ..................... T ..... r .. . .. M...... . . u.... .....^R ....... . ...... . ......................... . ........ . .. . ...... ...... .. ... . ... . ............................ .. ....................... . .... . .. . .. . .. . ..... . .... o .......... ^H ........... . .. ................ . .. . ... . ... . .. . ............. ....... . .............. . ....... ... QE?.?...:
.9..9.9 20. KALIMANTAN BARAT OH .................. . ..... ....................... ....... . .. . .. . .. . .. . ..... . . 8.P.?. . . ?..:
.9..9..9. 2 1 . KALIMANTAN TENGAH OH . . .. . ... . ..................... .. . .... ... . ... ....... . ....... 8.P?..?.:
9.9..9.. 1........ ...... . 11 .. ...... ........ . ... . .. . ............ . ................. . ....... . .. . ...... . .. .. ....... . ..... . ............. ........... ...... . .. . .......... . ................ . .. . .. . .. . ... . ............... .. . ...... ................. . .. . . ll .... . ................................ ... .............. . .....
KALIMANTAN SELATAN OH ..... . ..... .. . .. ..... .......... . ... ...... ........ .. ................... J.3: P±.9.:
9.9.Q. 23. KALIMANTAN TIMUR OH . .. . .......... . .. . .. . ............ . ............................... 8.P.?..?..:
9.Q.9.. 24. KALIMANTAN UTARA OH ... . .... . ...... .. P.P?. ?. .. :
9..9.9. 25. SULAWESI UTARA ....... . ........ ................. . . 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 1- ...................... •••• ••••• 34. PAPUA BARAT OH Rp39.000 1............ .... . .. . ...... . .....0 .. ....... H . . ...... . .. . .. . ..... . ...............1......... .. .. . ......... ..................... ........ PE?..? .. :
.9..9.9. 0 ^H.... ........... . ....... . .... . ......... . .......... .. . ... .. . .. . .. .P.: J:
?. .. :
9..9. .. Q. OH ...... .. ............ . 8.P.?..9. .:
.9.9.9.. OH OH OH OH OH OH ..... .......................... 8.P. n .. ?. . :
. . .. ........ ........... 8.P?.. ?:
... ...................... 8.P±; ?.:
. .. .. ................... 8.P.o.o.:
.... ......... . ............................................. .E0.?. .. :
9.9..9. . Rp56.000 1 1 . SATUAN BIAYA KONSUMSI RAPAT· NO. PROVINS! (1) (2) 1 1 . 1 RAPAT KOORDINASI TINGKAT MENTERI/ESELON I/SETARA 1 1 .2 RAPAT BIASA 1 1 ACEH 1 1 .2.2 SUMATERA UTARA 1 1 .2.3 R I A U 1 1 .2.4 KEPULAUAN RIAU 1 1 .2.5 J A M B I 1 1 .2.6 SUMATERA BARAT 1 1 .2.7 SUMATERA SELATAN 1 1 .2.8 LAMPUNG 1 1 .2.9 BENGKULU 1 1 .2. 1 0 ^BANGKA BELITUNG 1 1 . 2. 1 1 ^B A N T E N 1 1 .2. 1 2 ^JAWA BARAT 1 1 . 2. 1 3 ^D.K.I. JAKARTA 1 1 .2. 14 ^JAWA' TENGAH 1 1 .2. 1 5 ^D.I. YOGYAKARTA 1 1 .2. 1 6 ^JAWA TIMUR 1 1 .2. 1 7 ^B A L I 1 1 .2. 1 8 ^NUSA TENGGARA BARAT 1 1 .2. 19 ^NUSA TENGGARA TIMUR 1 1 .2.20 ^KALIMANTAN BARAT 1 1 .2 . 2 1 ^KALIMANTAN TENGAH 1 1 .2.22 ^KALIMANTAN SELATAN 1 1 .2.23 ^KALIMANTAN TIMUR 1 1 .2.24 ^KALIMANTAN UTARA 1 1 .2.25 ^SULAWESI UTARA 1 1 .2.26 ^GO RO NT ALO 1 1 .2.27 ^SULAWESI BARAT 1 1 .2.28 ^SULAWESI SELATAN 1 1 .2.29 ^SULAWESI TENGAH 1 1 .2.30 ^SULAWESI TENGGARA 1 1 .2.3 1 ^MALUKU 1 1 .2.32 ^MALUKU UTARA 1 1 .2.33 ^P A P U A 1 1 .2.34 ^PAPUA BARAT - 90 - SATUAN MAKAN KUDAPAN (SNACK) (3) (4) (5) Orang/Kali Rp l l0.000 Rp49.000 Orang/Kali Rp48.000 Rp l 5.000 Orang/Kali Rp46.000 Rp l3.000 Orang/Kali Rp40.000 Rp l 5.000 Orang/Kali Rp4 1 .000 Rp25.000 Orang/Kali Rp39.000 Rp 17.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp 1 6.000 Orang/Kali Rp46.000 Rp l 7.000 Orang/Kali Rp40.000 Rp20.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp l 6.000 Orang/Kali Rp40.000 Rp l8.000 Orang/Kali Rp48.000 Rp 19.000 Orang/Kali Rp45.000 Rp 18.000 Orang/Kali Rp47.000 Ro2 1 .000 Orang/Kali Rp38.000 Rp l 5.000 Orang/Kali Rp36.000 Rp l4.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp l8.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp l7.000 Orang/Kali Rp4 1 . 000 Rp l 7.000 Orang/Kali Rp4 1 .000 Rp2 1 .000 Orang/Kali Rp42.000 Rp l 6.000 Orang/Kali Rp40.000 Rp lS.000 Orang/Kali Rp45.000 Rp 1 5.000 Orang/Kali Rp42.000 Rp20.000 Orang/Kali Rp42.000 Rp 1 6.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp2 1 .000 Orang/Kali Rp44.000 Rp 14.000 Orang/Kali Rp47.000 Rp20.000 Orang/Kali Rp48.000 Rp l9.000 Orang/Kali Rp4 1 .000 Rp l 7.000 Orang/Kali Rp42.000 Rp20.000 Orang/Kali Rp47.000 Rp l 9.000 Orang/Kali Rp63.000 Rp23.000 Orang/Kali Rp60.000 Rp3 1 . 000 Orang/Kali Rp62.000 Rp25.000 12. SATUAN BIAYA KEPERLUAN SEHARI-HARI PERKANTORAN DI DALAM NEGERI NO. PROVINS I !I 1. ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELA.TAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N 12. JAWA BARAT . ............ ......... .
D.K.l. JAKARTA MEMILIKI SAMPAI DENGAN 40 PEGAWAI SATUAN BESARAN (3) (4) Satker/Tahun Rp60.870.000 SatŽe¯/Tahun. .. ............. : R.: P?..9 .:
'.?..9.. :
.9..9..9. Satker /Tahun .. ... . ...... . .. . .. .....: R.: P .. ?..9.:
9.9.9..... හළ.ຨJ.!ah1:
ෆ: 1:
... .. . ............. . gP.f?.." : ?}.9.:
Satker /Ta.hun ... ....................... g.P.?..?..:
. ?..9.9.:
9.9..Q Satker /Ta ^h un . ....... ......... . ...... . .. : R.: P.?9..:
9.'.?..9. .. :
9..9.9. Satker/Tahun ........ ... . .. gP.. ?..9.:
9..u.9.:
9.9..9.......Satker /Tahun .. .......... .. . ...... . 13: P.?.?.} .. ?.Q.:
9.9.9. Satker /Ta ^h un.......... . .. .. . : R.: P?.9. .. :
9.'.?..9. :
9.9.9. Satker/Tahun........... . J.3: P.?..?. . . :
?.9.9.:
9 .9.. Q ... ž.y®.r ^. !.T.ſ. ^h un . ......................13:
P..f?..9..:
. ?..7..9.:
9...9. .. 9.. Satker /Tahun ....................... . . : R.: P?.9..:
: : !. '.± .Q.:
9.9..9.. Satker/Tahun............ . .. ..... . . 13: P.§.9..:
'.±'.±.9.:
9.9.9. . .. . 14. JAWA TENGAH Satker/Tahun.... . ....... .......... J3: P.f?..9.:
?..7.. Q.:
9.9.Q . . 15. D.I. YOGYAKARTA Satker/Tahun .. .
....... . ......... ......£3.P?.9..:
: ±.: ±.9. .. :
9..9..9 . ..
. ... ! .. ?. . :
..^!.ƀWA TIMUR Satker /Tahun............ . .. . ... ...... 1.3: P.§9.:
'.±.'.1:
Q.:
9.9.Q . .. , ...... 1 .. 7 ...... ·.... ,. ^B ,. ...... A ......... L . .....1 ....................................................................... ........................................................... 1 ...... ^?. Ƌ ^ƌy -Ɓ.J: ^/! Ɖ ^ƍ Ǝ?. ........... ........... . . 1.3: P .. f?..!.:
፶፷..Q: -99..Q 18. NUSA TENGGARA BARAT Satker/Tahun ...... . .. . ......... ..... J.: 3: P?9..:
'.±.'.±.9. .. :
9..9.Q 19. NUSA TENGGARA TIMUR Satker/Tahun........ .. . ...... . ...... 13:
P.§.9.: '.±.y. Q .:
9.9.Q . .. 20. KALIMANTAN BARAT Satker /Tahun.... ......... . J.: 3: P?.9.: : ±'.±9. . . :
9..9.Q ... ?..ස:
:
... ^: ƊƂ - ^ƃ : ^!ƈA . ^NTAN TENGAH .. ....................... . ........... . ^Ƅ -Ɛ!: ^ƒ ƅ¯ ^/! Ɣ ^Ə Ɔ-n.... ....... .. ... ... . ....... J.: 3: P.?..s.1..:
. ? ..9.. Q .:
9.9.Q 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. 3: 0if\w ^lisT"; rENGGAI{A"""' 31. MALUKU 32. MALUKU UTARA Satker /Tahun........ . ........... . .. 13: J?..?.9..:
9.?..9..:
9.9..Q ... Satker /Tahun.... .... . .... . ..........: R.: P?.9..: : : .1:
: ± .9 .. :
9..9.9.. .. Satker /Tahun.... . .. . ..............1: 3: P?9..:
: : !.: ±9..:
9.9. Satker /Tahun . ............... .. . .. . g ^. P.?.v. :
.1.:
. Ľ.9.:
9..9. .9...... Satker /Tahun ...................... . .. .1: 3: P?.9.:
.?..?.. 9. .. :
9..9.9.... . . Satker/Tahun........ .. . ....... gP.ľ.7. :
9.. ?. .9. .. :
9.9.9. . .. ... . Satker /Ta.hun.................... . ... . g.P.. ?..9. :
. ?..?..9..:
.9. .9.. .Q Satker /Tahun.......... .. .. . ...... : R.: P?.9.:
9.. '.?..9.. :
.9..9..9.. Satker/Tahun . ... . ........ . . gP.?..9.. :
'.±.'.1:
9..:
9.9.Q . .. .............................. ..... S..Ƈy®.:
.f.T.Ɠun .... g.P.f?.: !.:
'± .?...9 .:
9.9..Q Satker /Tahun ......... . ... . .... . ..... . : R.: Pf?.'±.:
: ±?.9. .. :
9..9..9.. MEMILIKI LEBIH DARI 40 PEGAWAI SATUAN BESARAN 151 r6l OT Rpl.530.000 OT ............. . . gP..1. .. :
. ?.x . .9.:
99.Q OT........... . ... . ...... . ..... . ............. . 1.3: P. . . Ä.:
. ? .. 1 ^. ..9..:
.9 9.Q OT . ..... .....gp!..:
??.9:
9..9. Q OT .. . ...... ....... J.: 3: P..1.:
. :
: : .1:
፲.9. . . :
9.9.Q. OT . ................ . J3: E.1. . . :
. ? .. 1...9.. .:
99.9. . . OT............... . .. .. . ........... .1: 3: P1. ·?.J.9.:
9.9..Q OT............... : R.: P.= .. :
'.±.?.9. . . :
9..9. .9.. OT.... .. ...... . gP}.:
. ? x ..9:
9.9.Q OT............. J.: 3: E.1..:
ᐐ.?.9:
9..9.9.
..... QI.......................................... .8P .. L?..?..9. .. :
9.9.9.. OT.... . .. .... . ... . .f3: J?.} .. :
. ?.?.. 9 .:
9.9..Q. OT.... . .. . ... . ..........................1: 3: PL.?..'.?..9.:
9.9.9.. OT . .......... .... ...... . ..... gP}.: ?.;
.9 . . :
9..9..9.. OT...... gP..1. .. :
. ?.?..9.:
.9.. 9..Q OT.... . ........... . ...............f3: P.".:
?..'.?..9. .. :
9..9..9.. OT t.9ŀ99..Q. OT......... . ..... J3: P.. 1. .. :
. ?.v.9.:
9.9..Q OT ........ ........ ....... . ............ .. .8P.= .. :
?..፵.9 .. :
9..9. Q . OT .. ............ gp} :
99.9.. OT.... .. . g.l?. . . Ä.:
.9.9.Q OT .. . ........... . .... .. ................ .f3: PJ. .. :
?.} . .9. .. : OT.............. .. . .. . ...... . .. gP.} .. :
?.u.9.:
9.9.Q OT....... .. ...... g.P.1 ^. .:
. ?Ń.9.:
9.9.Q OT ... .. . .. .. .. . .. ................ ፱: PJ. . . :
?..? .9. .. :
?.ń ^. 9.:
9...9. .Q. OT.... . .. .. . ........... ............ . J3: P} :
. '.1:
w.9.: OT.... ....... . ..... . J.: 3: P . . 1. . . :
. f?.9..9. .. :
. ?.1... 9 .:
9.9.Q. OT........ .. . .. . : R.: PL:
?.'.?..9. :
9.9.9.. OT.... ................ ....... . ....... J3P.= .. :
?..'.?..9. .. : OT ....... . .. . .. . gJ?.):
. ?..?..9.:
9.99.. 33. P A P U A Satker /Tahun . .. ................. J.: 3: P.7.'.. w:
Ŀ.7..9. .:
9..9.. .Q,.... . ............ ...... .... . ^. o.... .. T.... .......... ................ . 1 . ........ . ... . J.: 3: P.= .. :
?..?..9. .. :
9..9.9. 34. PAPUA BARAT Satker /Tahun Rp67.630.000 OT Rp 1. 700.000 1 3 . SATUAN BIAYA PENGGANTIAN INVENTARIS LAMA DAN/ATAU PEMBELIAN INVENTARIS UNTUK PEGAWAI BARU NO . PRO VIN SI SATUAN BE SARAN (1) (2) (3) (4) 1 . ACEH Pegawai/Tahun Rp l . 7 5 5 . 00 0 2 . SUMATERA UTARA Pegawai/Tahun Rp l . 66 0 . 000 3 . R I A U Pegawai/Tahun RJ2 1 . 67 1 . 00 0 4 . KEPULAUAN RIAU Pegawai/Tahun Rp l . 65 0 . 000 5 . J A M B I Pegawai/Tahun Rp l . 702 . 000 6. SUMATERA BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 692. 000 7 . SUMATERA SELATAN Pegawai/Tahun Rp l . 67 1 . 00 0 8 . LAM PUNG Pegawai/Tahun Rp l . 67 1 . 00 0 -- 9 . BENGKULU Pegawai/Tahun Rp l . 66 0 . 000 1 0 . BANGKA BELITUNG Pegawai/Tahun Rp l . 63 9 . 000 1 1 . B A N T E N Pegawai/Tahun Rp l . 67 1 . 00 0 1 2 . JAWA BARAT Pegawai/Tahun Rp 1 . 6 6 0 . 000 -- 1 3 . D . K. I . JAKARTA Pegawai/Tahun Rp l . 692 . 00 0 1 4 . JAWA TENGAH Pegawai/Tahun Rp l . 75 5 . 000 1 5 . D .I . YOGYAKARTA Pegawai/Tahun Rp l . 745 . 000 1 6 . JAWA TIMUR Pegawai/Tahun Rp l . 67 1 . 000 1 7. B A L I Pegawai/Tahun Rp l . 755 . 000 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 692 . 000 1 9 . NUSA TENGGARA TIMUR Pegawai/Tahun Rp l . 6 1 8 . 00 0 2 0 . KALIMANTAN BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 65 0 . 00 0 2 1 . KALIMANTAN TENGAH Pegawai/Tahun Rp l . 734. 000 22 . KALIMANTAN SELATAN Pegawai/Tahun Rp l . 660. 000 23 . KALIMANTAN TIMUR Pegawai/Tahun Rp l . 63 9 . 000 24. KALIMANTAN UTARA Pegawai/Tahun Rp 1 . 639 . 000 2 5 . SULAWESI UTARA Pegawai/Tahun Rp l . 62 8 . 00 0 2 6 . G O RO NT ALO Pegawai/Tahun Rp l . 607. 000 27. SULAWESI BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 565 . 00 0 2 8 . SULAWESI SELATAN Pegawai/Tahun Rp l . 702 . 000 29. SULAWESI TENGAH Pegawai/Tahun Rp l . 62 8 . 000 30. SULAWESI TENGGARA Pegawai/Tahun Rp l . 724. 000 3 1 . MALUKU Pegawai/Tahun Rp l . 798 . 00 0 3 2 . MALUKU UTARA Pegawai/Tahun Rp l . 85 0 . 000 33. P A P U A Pegawai/Tahun Rp2 . 072 . 00 0 34. PAPUA BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 9 5 6 . 00 0 14. SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN DAN OPERASIONAL KENDARAAN DINAS 14. 1 Kendaraan Dinas Pejabat NO P ^R O VIN SI SATUAN BE SARAN (1) (2) (3) (4) .... 1 ...... 4 ....... ^. .... 1 .......· .. ^1 ............................. , P ^EJABAT NE G ^ARA .... . .... .. .. .......... . .. ... . ........................... . .... . ..... . 1!..1.:
: _!./..!_1hu, n .. . ............ . ... . ... . . J.3. P.͗.ำ.:
?..9...9. .:
9..9...9. .
... 1 ...... 4 ...... . · .. . i . .. . .. ... .. 2 .................................. P ...... EJ . ........... A .... . ... B ....... A ....... T .......... E ....... s ..... . . E ........ L . . .... o ....... N .......... . . r .... . .. . .......... .. ... . ......... .. ....... . ... . ....... ..... . ................ . .... . ........ .. ... . ............................L1.:
: Q.Y!M1.:
?.!1 ....... ................... . .......... !3E=1:
.9..9..9 .. :
.9.. 9..9.. 14. 1 .3 P ^EJABAT ESEL O ^N II , .... 1 .... 4 ...... .. · . . ^1 . ......... 3 ... . .... ·...1 .. . .. . .
..
......
. .
.
...
. , 1 . ^A ............... Ƈ ^E ........ H.... . .. . ...... . ........ . .. . .............. . ... . ... . .. . ... . .. . .......... . .. . .. . ............ . ................. . .. ................. . ............... . ... . .... .. .... ........... . .............. .. .. , ............ Y..t../. T.. ව.hශෂ....... . : : : : ·: ···: : ·: : ·.:
: : : ·: : : : ·: : : .: : : .: ··"P.#·$: : '.?: §: 9: : .9: 9: 9:
.... 1 .... 4 ....... ^. ... 1 . ........... 3 .. . ... · .. ^2 .. ......................s ....... u....... . M ......... A ........ T ....... E ........ RA.................... u.... . .. . T ..... A ......... RA ..... . ..................... . ............. .. ....... . .. . .... .. . ..... . ............ . .. . ............... . ........................ . ........ . ..... . . Y . .!.?:
R.Y!Tl11: : 11. ...... . ....... ......................... . .. .. . gP. ? .? .. :
L . . 9. . . :
.9..99.
.... 1 .... 4 ....... · . .. . i . ......... 3 ....... · .. ^3 ......................... R . ........r ....... ^A .. ..... . .. . . u............. . .......... . ......... . ............. . ............ . ..... . .... . ... .. .... . ... .. .. . .. ...... . .. ............. . ....... .. . ...... . ... . ........... .. .. . ............. . ... . .... . ........ .. ..... . . !: !.!.?: N.Y!M1:
: S!1 ............. ..................... ...... 1.31?.?.? ^. :
. !?.?.9. .. :
.9..9..9.. 14. 1 . 3. 4 KE P ^U LAU AN RIA U .. . ............ 1!..1.:
: c ( ! Ā hun.... ........ . .............. . ........... . gP. .. ?..:
; ?.. .9 .. :
9...9. .9.. 14. 1 . 3. 5 J A M B I .. . ......... . ............ .. ........... !: !.!.1.: Y!.hun .............. ............................ 8P .. ? . :
; ?. . ͗ .9 . :
9...9.9. .
.... 1 .... 4 .. . ..... · ... i . ... . .. .. .. ^3 . .. . ... ·.... ^6 ......................s ....... u ..... .. M ......... A ......... T ........ E ...... RA .................... B ........ A ........ RA ............ T .... . ...... . ............ . .. . ....... . ....... .. ....... . ....... .. . .. . .......... .. . ................ . ........ . .. . .... . .................Y..1.:
: ±.Y!²1.2°³1.:
... ............................ J.3P.?.?. .. :
.. .2.9 .. :
.9..9.9..
.... 1 .... 4 ....... ^. ... 1 . .......... 3 . . .....· .. 1.... ........ . ........... s ...... . u....... ^M ......... A ....... T ....... E ........ RA ............. . ... . ... s ...... ^E ..... . .. L ..... A ....... T ...... A ......... N .. . ...... . ........... . ............... . ... . ............. . ... . .... . ...................... .. ................... .. . ... . . Y..1.:
: ®.Y!¯1.:
ª?. .............. ................. .... ..... l.3P. ? .? .. :
. ?.?..9.. .:
.9.. 9..9..
.... 1 .... 4 ...... · ... . . i . ... .. .. ^3..... . . · . .. s .. .. . .......... .. ....... L ..... A ........ M ......... P ... . . u . ........ N ....... G.... .......... .. . .................. ...... . .. . ........ . ... . .................. . ........ ....... ........ . .. . ... . ........... . .... . ............ . .. .. ................ .......... ... . .... L?.PY!MJ: i:
i? ............. . ....... ... . .. . 1.3P?«. 6 7 0. 000 .... 1 ...... 4 . . .....· ... ^1 ..... . . · .. 3 . . .... . · . . 9 ........................ B ....... E ....... N ......... G ...... K........u . .. . ..... L ..... u .... . .. . ... .. . .. . .. ........ . ... . .. ................ . ...... . ........... . .... . ....... . ......... . .. . .................. . .... . ................ . ...... .................... .............. !: !..1.:
: _YTf.g.1.:
:
....... . ................................. gP; ?. . . ?..:
?..9..:
9..9.. 9. .
... 1 ..... 4 .. . ... . . · ... ^1 . ... . .. · .. 3 ....... ^. .... 1 ..... 0 ................. B ....... A ....... N ....... G ......... K ^A ..................... B ......... E ........ L .. .. . . n ..... . .. .. u........ ^N ........ G ................................................................................................................ , . ... ....... lJ1.:
: ƈ!/.!.Āh ^un . ........ ................ . ............. . 1.3.P..1 .. ?. . : ? ?..9. . :
9..9...9. . 14 . 1 . 3 . 1 1 B A N T E N.......... ...................... ...... ..Y..1.:
:
®Y.!´1.:
ª³1.:
... .. ....... ............. 1.3P.9..? .. :
.'±.ฬ..9. . . :
.9..9..9..
... 1 ..... 4 ....... · ..... i . ....... 3 . ...... · ... . ^1 ..... 2 ................ J ...... A ..... . . w ... . ....... A .............. B ....... A ...... RA ................ T ... . .... . ... . ........... . ........ . ..................................... .. . ............................ . .. . ........ . ........... .. ....... . ....... . , ............ Y.. !.1:
PU/.!MV?,!.1:
.. . ....... . ......... .. ....... .. . .. gl?.?.?.:
. ??.9. .. :
.9.. 9..9..
.. 1 ...... 4 ....... ^. ... 1 . ........ 3 ...... . · . .. . . 1 .... 3.... ............ n......... · . ... K ............ L.......... . .. J . .... . A ....... KA ............. R ....... T ........ A . .. . ..... . .. . .................. .......... ...... . .. . .............. .... . ........... ... . ...... . ........ . .... . ...... . ........... . .. . ..... , . ........ ... !: !.1.?.: dY.!..'.":
:
.1.:
:
. . .. ...................... ..... .. . ..... . . gP.; ?..?._]}9..:
9.9...9. 14. 1 .3. 14 JAWA TENGAH . ........... . .......... ... ....... . .............. ... . ... . ... .. . .......... .. . .......... .... . ...... . ..... !: !..1.:
: _!/!.`?:
1.:
:
............ .............................. gP.1.?.:
. ?..?.9.. .:
. 9. .9...9. . • .. ^1 ..... 4 ....... · .. .. 1 ....... ^. ... 3 .... . .. ·..... 1 ...... s..... . ...... . .. D ........ .I ....... · . ... . . Y ... . .. .. o ....... ^G ........ Y ....... A....... KA .. . ... . .... . ... R ...... T ...... A ................................................................................................................................ ........... lJ re_! !.!.`h UJ:
....... ..... . .. ... . 1.3P.; ?. . . ?.:
?. .. ?..9..:
9..9.. 9.
1 .3 . 1 6 JAWA TIMUR . _un..¬.!/!¯hun ............. . .......................... gP.? ? .. :
. ?.}..9. :
.9..9..9. 14. 1 .3 . 17 B A L I . . .. ...... Y. !.1:
̊. ! .!. ! ` h. ?.?. . ...... . ............................... 1.3:
P..?.?. .. :
. ?..?..9 .. :
.9. 9..9.. ..... ...... !: !..r.:
_Y!..fh?.............. gp; ?.?.:
.9.. .9:
9.9...9............ ................................................ .................................................................................................................................................................................................................. . , 14. 1 .3. 1 8 NUSA TENGGARA BARAT ... 1 ...... 4 ........... 1 ...... · . . 3 ............. 1 .... 9 ................. N ....... u . ...... . . s . .. .. .. A ............ T ....... E ....... N ......... G ....... G ......... A ..... RA ..................... T ....... I ... M .......... u.... ..... R ............ . ... .. .. . ........................ . ...... . ... . .. . ..... . .. . ...... .. . ... . .. . .. ..... . !: !..r.:
_Y!.`i.1.:
:
...... . ......... .......... gP.; ?. .. 7..:
.?.?..9..:
.9..9.. .9.
1 .3.20 KALIMANTAN BARAT Uni!JT13.hun ............................. . 1.3.p38.750.000 ..... 1 ..... 4 ....... · .. ^1 ....... · .. ^3 .. . .. . . · . . 2 ......... 1 ................ KA ............. L ....... 1 .. ^M ......... A ........ N ....... T ...... A ....... N ............... T ...... E ........ N ........ G ....... A ......... H ..... . .......... .. ...... . .... . .......................................... . ..... . .......... . ....... , . ............ L!.?:
i..!/.!M?.: ?.!.1-:
.......... .. .. ......... ............ 1.31?.; ?..?.:
. ?..?..9. .. :
.9. .9.9.. 14. 1 . 3 .2 2 KALIMANT AN SELA TAN ...... "lJ.1?: ර. /.!Ɔh ^u J: ?:
.............. ..................... ... gl?.?.?.:
¦ .. ?..9. .. :
.9..9.9.. .. 1 ̇ .. :
.. ̈ . . . . ̉ .:
:
.... .. . ... .................. ...... . .. . ... . .... J.3.P..?. . . ?..:
. ?. . . f?...9. . :
.9.9..9. .
1 . 3. 24 KALIMANT AN UT ARA.... . ...... . !: !.?._!./.!.`f-.1.:
:
.. .. .... .. .. . gP.?. .. ?.:
.?.?. . .9.:
.9. . .9.Q.... .................. . ............................ . .. . ............... .... .. .. . ............... . ... . ............... . .................. . .... . .. . ...... . .............. . .. . ..... . ....... . .......... . ........ . ............. .. ............. .................. .... .. ........ . . , ..... 1 ..... 4 ..... . · ... ^1 ...... · .. . . 3 ....... · . . 2 ...... . s .... . .. . ........ s . .... u .. . .....^L ....... A ....... w ........ . . E .. . ... s ....... ^I . .. . ...... u ........ T ...... A ........ RA . . .. . .. ... . ... . ............. .............. . ......... ........................... . ...... .............. . .. ............ . .............. .... . ... L?.. i..!./!M1.:
?.!.1-:
................................. !31?.?.?.: '±.? ^. 9.. .:
.9..9..9.. 14. 1 .3.26 GO ^R O ^NTAL O ...... : cJ..!.?:
i.Y. !§ª!.1.:
...... ................................ 1.31?.9.?.:
.. ?..9 .. :
.9..9.Q. 14. 1 .3.27 SULAWESI BARAT ..... "lJ1.:
:
N.O/..!M9.: 1'.1: !.1.:
................ ..... J3: P.?7. .. :
. .?.9. .. :
1 .3.28 SULAWESI SELATAN....... . ...... ... .............. . . !: !..1.?.: _!./.!.`fh.1.:
:
.... ................. ............. J.3P?. .. ?.:
?.. ; ?...9. :
9..9.. .9. 14. 1 .3.29 SULAWESI TENGAH.... . ....... .... ....... . ....... . ... . ....... . ..... . . !: !.!.1.: _.Y.!.`.1.2.1.:
:
......... . .. ... ........... I3: P. .. ?.:
. 9...9. .9.. 14. 1 .3.30 SULAWESI TENGGARA ..... .. . : cJ.!.?:
P!/.!M1.:
?.!.1.:
..... .. . ....................... !31?.?.¨ .. :
. ?. . '± .9. .. :
1 . 3 . 3 1 MALUKU . . Y 1.:
:
i.Y .!M1.:
?.!.?:
©.'±.9. .. :
.9..9.9.. 14. 1 .3.32 MALUKU .UTARA Un . N !J ^T M h ^u J: l . ........... .................. ... . !3:
.?.?.9. . . :
9..9.9.. 14. 1 . 3. 3 3 p A p u A .... . ............ ............. !: !..1.:
: _Y!..ab.1.?.:
.9.9..9. . 14. 1 .3.34 P ^A P ^UA BARAT Unit/Tahun Rp38.840.000 14.2 Kendaraan Dinas Operasional NO. PROVINS I (1) (2) 13. D.K.I. JAKARTA 1 4. JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 19. NUSA TENGGARA TIMUR 2 1. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR t ········ ............ .......24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT [ ... ... .. . ....... .... .. , ... ,.,,,..... ............... . · ···········-····.... . . -...... .. ..... . . ,...,. .. ,, .. ........ .. 28. SULAWESI SELA TAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A . .. . ................ . . ,, . . , .......... . 34. PAPUA BARAT - 94 - SATUAN RODA EMPAT (3) (4) DOU BLE GARD AN (5) RODA DUA (6) 1.4.3 Operasional dalam Lingkungan Kantor, Roda 6, Roda 6 Khusus Tahanan Kejaksaan, dan S peed Boat NO. URAIAN SA TUAN BES ARAN (1) (2) (3) (4) , ....... L...... 0r..?. : : .4.0.i.?.: : 1..l: l: 5 .... 6.45-71.? . .. : 8-1.1.: ; 1.1: : : : : : ¥f.c; l: ?....͒.f: l: ?..!?:
... .... . ....... . ............................... ......... Y..%".!f.T#J: : .$.3: ?:
..... . .... ... gP.?. :
.?..§.9.:
9.9.9.. •...... : 2 . .... . · .... . .. 1.R ....... o . ... ct .... . a ... . · .... 6 ............................................................................................................................................................................................................................................................................................... , ....... . Y. ].!YT.<: 1: !1:
a!:
..... ...... _ g p Ô _ T :
. !.፰.9..:
99.9. I .... . .. 3 : : .. : · ...... . i:
1 R ... :
o .Ų .. ct.... :
:
..... 6 ..•..... K:
. :
.. h ..... u...... . s .. . . u . .. .. . . s .. ' .......... = ... . . · .. J. ··· a. ····· u ······ a. · .• · . . u . ·.- ....... v ፯ .. . e . . 1 · 1 __ 1: '.8.=_ : s . . ᒗl-ᒋL . . 1:
..... . .............. ..... . .................... .. ................................. . .. . .... . .... . ............................................. . ... . .... . ........... 1 . .. . Y.].i.^./T._!.1:
9.9.9.. 4. Speed Boat Unit/Tahun Rp20.240.000 NO.
1 4.4 Kendaraan Dinas Operasional Patroli Jalan Raya (PJR) PRO VIN SI SA TUAN (2) (3) PJR RODA EMPAT ^PJR RODA DUA PJR RODA DUA (s 250 CC) (፤ 750 CC) (4) (5) (6) l . I A CEH .......... Y..1:
:
!./.!.u?. 1: : 1. .1:
:
. ......................... 8P.?.?. .. '..?.?.. Q.:
9.. 9.Q .......... :
P..!.9 .. :
?..?..9.: 9-.9..9.. . ......... 8P.: '±.?.:
9.. ?..9. :
.9.9.9. , ....... ፦.:
..... _ ?, UMATERA UTARA ................... . .. . .. . ................. . .. . ........... . ...................... .. . .. : r!.ƛ?.ƖY!.ƜƝ?.: i: 1: !.1. ......... .................... 8P!..? .:
'.?.9.. .'..Q.Q.Q . ......... gP.! .. ?..:
. ፡ . . ?9..:
9.9.9. . ........ !3: 1?..: 't..;
.:
.?..: 't..9..:
9..9.9. , ...... ?.:
.....13. ^I A U ... . ........ . ........ . ... . .............. . ...... . ......... . ... . .. . ........................ . ... : r!.?..i.Y.!i?..1: : 1. q?. ....... .. . ........... . 8P. .?..?..:
9.. 9.9.. .:
9.9..9 . ...... 8P..1. .. ?..:
?.?.9.:
9..9.9. ........ ƨ.P.: 't...:
.: : 5. . . 1...9.:
9.9..9 4. KEPULAUAN RIAU Unit/Tahun .. . ........... ...... .. .. J3P.!..?.:
?. ?..9. .'..Q.Q.Q . .......... 8P.! .. ?..:
. ?..?..9..:
9.9.9. . ...... .. . . 8.P.L.9.:
.?.. ?..9.:
9..9. .Q , ....... ?.:
. .. .. : ! .. ^A M B ^I .. . ....... . .. .. . ...... . ... .. ... ....... . .......... . ............ . .. . ............... ................. . .............. . .. . : r!.1:
: !%/.T&: i: : t .1:
:
.... ................... 8: P. ?. 7.:
' . .9 . :
999 R 19.3 10.000.... ^gP: '± . ^'±:
^¬} .9 ^..:
9..9.9 6. SUMATERA BARAT ........ . : r!..1:
:
w./.!.u-1: : 1. ... .. .......... ........ x.P'.!.7.:
.'.?.?.9.:
999.. 0.000.... . ... . . J3: P.'±.f?..:
?.?..9..:
9.9.Q 7. SUMATERA SELATAN .....Y..?.i..Y!.x1: : 1. ?. ..... ... ... . . !3: P ?. ? . :
! . r .9 . :
9.. 9 Q 80.000.... . ... :
P..©.ª:
±?.9.. .:
9.9.Q 8. LAMPUN G .... ....... ......... ................ ........... ............. .... ...... ......... : r!.!.1.jn/.!.?..1: : 1. !.1............... ........... . .. J3P !.. '?. .:
;
.: 't..9. .. :
9.9.Q . ...... . ... 8.P..J.. .. ?. :
? ?9 . :
9 .9.9...... . ..... 8P. : '! . . :
. .9 .9 . :
9..9. 9 9. BEN G KULU..... .. .. : r!.!.1.j!f.!.: i: 1:
?:
..... ........... . ... . ...... 8P?..?..J.?.9.:
.9.9.9..... ...... 8P..1. .. ?. . :
?..9. 9.. :
9 . 9 .9. . .. . ......1.3 P.± . ᑻ. :
. ? .?..Q . :
9..9. 9. 1.0. BANG KA BELITUNG.... ............ ... . ......... . .. ........................ .. . .......... . .. . .. ...... . : Y..1: 1v-wl.!.u:
: '..1.: 1:
..... ... ... _!3: P.7.?..:
?..v.9.:
9..9. .Q .........}P..!.?. .. :
7..9.9.:
.9.9.Q. -···-····8P.: '±.! .. :
'.±.'.?.9..:
9.9.9. 1 1 . B A N T E N........ . . Y..1: : 1 .i..Y!.u 1: : 1. .1: : 1. ..... ................... . 8.P'.!.?..:
.?.. a.9.:
9..9. 9. . .......... :
P..! .. ?.:
?..?..9.:
.9 .9..9. . ... ..... 8P.: '±.9..:
?...9..:
9.9.9 .
^. . }.፨.:
.. ! AW A BARA T................... . ...... . ......... . .. . .. .................... . ..... .. ...... . ... . .... ... . .. : r!.k?.j!f.!.ir?.1: : 1. k?. ..... ............ .... 8P!..?.:
?..?..9.:
9.9.9. . .......... 8P..1..?.:
??..9.:
9..9..9. ......... !3: P.L.9...:
?.'±.9..:
9..9.Q 13. D. K.I. JAKARTA .... . .. . : r!.!.1.j!/!.i?..1:
!.1. ...... . ... . ..... . .... . .. . . 8P!..'?..:
?9.. 9.:
9.9..9....... 8P..1. .. ?..:
?..9.9.:
9..9..9. . ..... ¯.P. : '! . . :
.9. . ?. . 9 :
9..9. .Q . 14. JAWA TENGAH ........ l.: t?.i.!nom?1.?:
..... .............. .8P.!..?. : =}. 9. .'..Q.Q.Q ...... J.3P.1..=.: !.?.9..:
9..9..9. .... .. 13P. '.± ?.. :
?!°5. .9 :
99 .Q 15. D .I. ^YOGYAKART A .. . .. ....... . ..... . ......... .. .... . .. . ..... . .............. . ... . .. ........ : r!..1.:
v..f.!: : 3.: x-1:
:
....... ............... . .. . . ƤP.?..?..:
: '±a.9..:
9.9..9. .. . ....... 13.PJ.?. .. :
?..1 ^. . .9..:
.9 .9..Q .......... J3: P: '±.?..:
?..9.. 9.:
9.9..9. 1 6. JAW A TIM UR .........Y..1:
:
i..Y!.u.1: : 1. ..... .................... !3: P.7..?..:
. ! .. .9.:
9..9. Q ....... . . !3: P..!.?..:
?..9..9..:
.9 .9..Q . .........8P.: '±.ƞ.:
9.?..9. .:
9.9.9. 1 ^7. B A L I . ....... . . : r!.!.1.ය: !: !..! 13.:
1?..1: : 1. !.1. .................... . .. . .. 8P.?..:
?..9..9. .:
9.9.9. . .......... 8.P.ơ.9.:
.. ? .9. . :
9..9. .9. . 18. NU SA TEN GGARA BARA T........ .. .. ...... .......... : r!.?.j!/!.i?.?1.?:
....... . .................... .J3P7..'.!.. :
. !.?. .9. .. :
9.9.9 . .......... 8P..1....:
.9.9..9. .......... : f3: P.L.?..:
...9.:
9..9. Q. 1 9. NUSA TENGGARA TIMUR . .... .. : Y.1: : 1.!(.f.!&)-1:
:
.... . ..... . .. . .. . .. . .. J.3: P.7.?.:
.'.?..J.. .Q.:
9.. 9Q ......... 8P..!? . . :
?. . . !.9.. :
.9.99........... gP.'±..J...: ?.'...f?. Q.:
9.9.9. 20. KALIMANTAN BARAT . ....... . : Y..1:
vY.!ux~-1: : 1 . ........ ..................... ᒄ.P?..?...'..፴.፳.9.:
9.. 9.9 ......... ᒌP.}?.l . . :
. 1 ^. .. ±.9.:
.9 .9.9. . .. ...... 8.P: '±: '±.:
?.?..9. .:
9.9.9.. 2 1 . KALIMANTAN TENG AH ..... . Y..y: 1-Y.Tux: i: : t z{---··· .. ......I3: P.s.9.:
?..t.9.:
9.. 9.9. ...... !3: P.w.9.. :
r.7..9.:
9.. .9.9 ...... l3: P.፭.፮.:
9.?..9.. :
9.9.Q 22. KALIMANTAN SELA TAN . . .. .. . .. . : r!.!.1.jn/.!.i1.:
.1: : 1. !.1. .. ...... . ... . .. . ..... . ...... J3P.?!..:
?.. : 't..9. .:
9..9.9 . .......... !3.P..1:
. ?..:
« .. ?9..:
9..9..9 . .. . .. . .. . . !3.P..: '!.?..:
.?..?..9..:
9..9.9. . 23. KALIMANT AN TIMUR .. . ...... : c: !.?.jY!.?.?1.?:
..... .. . ... . ........ . ..... 8P7.7..:
9.?..9.:
.9.9.9 . ......... 8P.! . . ?..:
?..?.Q:
.9.9.9. ........ I3: P.'.±.፧.:
. ?...9.:
9..9.Q. ···-Ɵ-Ɨ.:
... ƥƦ1\Ƙ.IƧ-ƣ!.'1.T.Ƣ---···Ʃ: LT.ƙ RA.... .. .. ·······················-·······- .: Y..|i..tf..T.u1.: 1~?....... ···················-·13: P.. 7.?..:
. ። . .!.. 9.:
9..9. .9......... _.8P..!.?. .. :
7...9.:
.9 .9..9. . ........ .8P.±.'.?.: ƚ?.. 9. .. :
9.9..9. 25. SULAWESI UTARA....... ..: r!.1: : 1.i. .Y.!.ux~-1:
:
..... ..................... 8.P.7.. ?..:
.?...9..:
9..9. 9......... !3: P..!.?..:
?..?..9.:
.9..9.Q . ....... . .J3P: '±.Ơ .. :
9 .. l?.9. .. :
9..9..9.. 2 6. GO RO NT ALO.......: r!.k?.j!./.!.is: 1: : 1 .t?................ . ...... .8.P!..? :
?.?.9.. .:
9..9.Q . ....... .8.P.! .. ?..:
?.?...9 :
9..9.9.. . ..... . . !3: P.L.;
.. :
'.??..9..:
9.. 9.Q. 2 7. SULAWESI BARA T .. . ..... : r!.!.1.j!/!.i?..1: : 1. ?........ . .................. 8P .'.!.. :
?.. ?..9..:
9..9..9. . ....... 8P..1. . .7..:
?!..9.:
9.9.9. ......... 13: P.?. ?. . '. . ?.?. .9 :
9..Q.Q ... . .8p}?..:
.7..7..9.:
9...9 .Q. 13:
P.: 1}.:
?.?..Q .:
9..9.9. , .... ፦.?..:
... - ᐾ ULA WESI TEN GAH.... ..... .. . : Y..1:
v.w./.!ux-1:
:
....... ...................... ®.P.7..?..:
.9.9.9.:
9.. 99. ........... 13.P.} . . ?.l .. :
'.± .. ፣ . .9..:
9..9..9. . ........ J3: P: '±.?..:
: 't ^. .'.?.9.. .:
9..9..9.. ፥.9:
? . 1J LA WESI TENGGARA........... . ......... . .. . Y . .1: : 1 .i..Y!.ux1: : 1. .y} ..... ..................... 8P.?.. ?.:
a; ?..Q.:
9..9. .Q ......... .8P.!.?. .. :
?..1..9.:
9..9..9. ......... 8P.: J:
?..:
'.?..9. .9. .. '..9..9..9. 3 1 . MALUKU....... .......... : r!.!.1.pYT.13.: h?..1: : 1. !.1.. .. . .. . .................... l3: P .?.?. .:
.9..9..:
9.9.9. . ......... : 1:
P . . 1. . . ?..:
?.. .!.9..:
9.9.9. . ......... 13: P.. '.±.?...'. .9..?..9..:
9.9..9. 32. MALUKU UT ARA ...... . .. . .. .......... : r!.?.j!f.!.l3.: J.:
: i: 1: !.1.......... . ........ . ...... . 8P.7..?..:
?. .. 1..9.:
.9.9.9. . ........ 8.P.! . . ?..:
. ! .. ?.9..:
9..9..9. ......... .8P.±.?..:
..±.9.:
9.. .9.Q 33. p A p u A ...... .. . : r!..J?: vYT.ux1: : 1. .1.?..... . .... . ............ . B1J..?..?. .:
. ?.2.9.:
9..9.9. ......... 8P..1..?. .. :
2.9.9.:
.9..9..9...... .....8.P: '±.?.:
9.. 9.9.. .:
9..9..9. 34. PAPUA BARAT Unit/Tahun Rp77.690.000 Rp l 9.640.000 Rp46.680.000 14.5 Operasional Kendaraan Dinas Untuk Pengadaan Dari Sewa NO. URAIAN SATUAN BES ARAN (1) (2) (3) (4) i.... . .. . 1 : : .: · ...... . , I P ...... e .. j: : '.. a ...... b .... . a ..... t ..... E ...... s . .. .. e ... . 1...0 . ... n ........ r .......................................................................................................................................................................................................................................................... 1 . ........ Y..!.1..፩!/T፫፪!.1.............. . ... gP.?.9.. :
9.. .9..9. 2. ^_ _ I Pejabat Eselon II ....... . .. Y!.1.i!IT1'1: !?: ፬1.!.1......... .. . ... I3: P..?.:
.9.9.9.:
9.. .99. 3. Operasional Kantor dan/atau Lapangan Unit/Tahun Rp25.000.000 15. SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN GEDUNG / BANGUNAN DALAM NEGERI HALAMAN NO. PROV.INS.I SA TUAN GED UNG GEDUNG TIDAK GEDUNG / BERTINGKAT BERTINGKAT BANGUNAN KANTO.R (1) (2) (3) (4) ( ^5 ) (6) .......... 1 ... . . · .......•. A ........ c ...... ^E .. . ^.... H .............................. ^. .................................................... ^......................................................................... • ^m 2 /tah ^un ................... 8P .. 1. . .7.9..:
9..9..9............. .......... ~P. .. 1. . . ! . .. 1..:
.9 .?.9. . .... .. ......... ..... i.:
P.. . . 1...9...:
9..9. .?.. . .. ······· ······ . ················ ·---"/.! ¸-¹ -:
..................... +P..,.7..? .. :
9..9.9.. ........ ...... . .. . 1.3.P|.}?. .. :
9..9..9. .. .... . ' .. ....... 1.3P.. |.9..:
9.9..9. . 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U ·· ^·· ·· ^·· · ^· ·······-·--······ ^· ·· m2 ^/tahun .. . ........... .... . .. . . !3: 1?.. .፟.፠.?..:
9.9.9.....1.31.2..|.=1:
9.. .:
9..9.?. ' ^.p 1 .000 •........ 4.... . . · ........•. K ....... E . ^..... P ... . . u.......^L ...... A..... . . u.... .... A ....... N . . .......... . ^R . ...... 1 ... . ^A . ... .. . u .......... . ...... .............. ......... .. .. .. . ....... . .. .......... . .. .... .. .... . .. . ...... ^· . ^· . ^· . ^· .·.- ... · .• ··; ?/"t̪--.... ....... .. ...... 8P.~.9.. .:
. 9.99. . .......................... P..1 ^. . . ?.?..:
9.9..?.. ........... ~P. . .. | .. :
.9.9. .Q . ........................ +.P.}_Q . . :
9..Q .. C2 : p 1 .000 ................... 1.3P..ෘJ.͎ .. :
.9.9................. 1.3P...|.9.:
9.9..2 . .. ........................ 13.P..ම?..:
.9..9..?.. . ......... E. . .9..:
9..?..9.. . Àp 1 5.000 Rp 1 .000 ........ ...... ..................................... 1-3.E_l:
๓.?.:
2.9..9.. Rp 0. 000 JAWA BARAT . ....... ...... ...... . ...... 1.3Pඹ.?..:
.9..9.Q . ............................ ~P.. ...9. .:
9.. .9..9_ 13. D.K.I. JAKARTA ... .. .......................................... ..13.P..|-.?. .. :
9..9..9._ . ....... 13P. . . |J.:
.9..9..Q. 14. JAWA TENGAH . ....... ··; ̄27t: ; h̰........ Rp 15-s.6"6o Rp87.000 Rp l0.000 -: - Q · · _`: o a: RTA -· : : ===-=-=: == · - = m D 1 ; 1t t ¤ : a = J h = u & : 1 : 1 · : = · =: = K - Ɨ R = P P L i 1 . . M 7 7 N = 3 7 = - . - - 6 0 = 0 o O 0 o °: : =: : I : ----]^- l= > 1 7. B A L I............ . ... .... 1.3P . . 1.. .. | . . :
.9. 2..?...... ........... ~P.. ...9. .:
9..9..9..
iE: bc: N FX: Y Z · : : : : : : : m C I B / ^: t ^A ru a ^@ h ? ^P u >: n ^= < . : : = ; = R ^: ; P · 9 2 f Ɩ 0 ^8 4 ^7 : : .0 ° i 0 ° i6 o · •: • · ; : : J: GHI .••.
: : `^la 2 1. KALIMANTAN TENGAH Rp134.0.9.0 . .......... .... . J.3P.. .|.L.9..Q_?._ 22. KALIMANTAN SELA TAN . . ^. ^.. . ^. ^. ^. ^. ^.. . ^. 1 m · ^: ¥¦ -/ /t t · ^: : a §h h ·: ·_: ·u u : : : : ··n· ¨-- ··: ·····: ·: ·: ···: -.-.··8P.i"7: ©-.·Q·Q: Q . ....... . ......:
. 1.3.P. ..9..: _9._9.Q : : J ^. 0 1 . . 0 0 0 0 0 0 23. KALIMANTAN TIMUR.......... .............8P..1..?.:
.Q.Q.Q .............. ....... P.. ..!..7. :
9.. 9. ^. 9. .•.............................. ' .... .. ' .. P ..................................... • 24. KALIMANTAN UTARA ·························· ··; 2/t=lf; ·.......... . ...... . .. . .. :
3: 1?...,.§.?. .. :
99.9. . ................ . ....... 1.3.P.. .| . .!..!..:
.9._?..... . ..... ..... . ........ . . J.3P... 1...Q.:
9..9.9.. · ^···2 · ^5 ·· ^: · ^· · ^· ^.S U LAWESI UT ARA ... ^. ... ^. .. · · ຢ; ; · 2/t ඳh : ; ; . ............. : .P .. ፝ . . '.!7.:
.9..99. . ...... . ...... ... . .. . ...... J.3P...1. .. | . . ?..:
.9.. 9..?. . ............................. P....9. .:
9..9..9..
GORONTALO ....... . ··; 2/t¶ª; ·· . .
........... . 8P..ᏸ.?.ᏹ.:
.9.9..Q. Rp 1 1.000 ........ ...... පP.ඵ.බ.:
9.. .9._9. 27 ^. SULAWESI BA R AT ·; ; ; 2/t=h̃¹ . .
.... ........... :
3: P./.. 9.?..:
.9..9.9.. ........ . .. . ......... . .. : J3P..?..?..:
9..9.Q Rp1 1..000 28. SULAWESI SELA TAN ··; ·2"/t; h®« ^- ........... .. . ... . .. . .8P..1..?.፞.:
.9.9 .Q . .. ........... .. . .......... J.3P..1. .. | .. ?..:
.9. 9..Q..... ......... ອP. . . .9.. .:
9.. .9..9._ , .... 2 ^. s»: ^· ·· ^· ·suiA WESI TENG AH . . .... ··; 2; -t: ·¬hª; · ..... . ... .. . ...... . : 8: P..1..... --. - -:
9..9.9. . ...... . ........... PJ.ූ.?.:
9.. .9..9.. ...... .......... 1.3P.. L| .. :
.9 .9..Q. ·· ^···fr)·: ··· ^. ^S ^ULAWESI TEN GGARA . ^. ..... ···· ^· ···· ^· · ^··· ·· ^· · ·-̆2/t; h-̅-............. ....... . :
3: P..භ.?J:
9.9..9. . .. .. .. ........... . .....1.3.P.J..?:
9.9._?........... . J.3PJ..Q.:
. 9.?.9. 3 1. • MAL U KU ·; ; ; 2"/t iµ®; ; ^..................... 8P..9.. . :
.9 .9 9 ... ................ P...1....1.-.. :
.9. 2..9................... i.:
P..1.:
͐ . . :
?.9..9_ , . ^.. . ^. 3 .2°:
... . MA LUKU UTARA ···························· ··; 2/t=hf¹ ....... .... . .....: I.3: P.1.. 9.. .. :
9.9.9. . .. . ................ . 1.3.P. .. | .. }.7..:
9..9..9.. ......... J.3P... |..:
9..9..9. . l····3·i A ^p u A . . ii?-¯/i.°±²-i³. ^· :
............. J3.P.!.".2.:
.9.9 .9..... .. . ....... . ...... . . 1.3P....?.:
.9.9. 9. .............. ~E.1. . .7... :
9..9.9.. 34. PAPUA BARAT m ´ /tahun Rp514.000 Rp38 l.OOO Rp23.000 1 6. SATUAN BIAYA SEWA GEDUNG PERTEMUAN NO. PROVINS! (1) (2) SATUAN BESARAN (3) (4) ............ 1 ..... · .. . .....^. . . A .. . ... c ....... ^E ........ H ................................................................................... ^. ..................................................................................................................................................... P ..... e ..... r ....... h ........ a .... r ..... i ................ ....... . .. . ^. .......... . ................ . ... . ...... . . MP..N .. ?.: ?.ඪ?'.9..99.. 2. SUMA TERA UT ARA Per hari ... . ........................... . ..... . ........... .. . ....... . ... .. . .. .. ]P.e.f .. :
7..?.9.:
999 3. R I A U Per hari Rp9 . 1 18.000 .......... 4 ......· ..... . ... ^. ^ . . K.... .. . E..... . ... P . .... u........ . L ..... A ...... . u..... . . ^A ...... N ................ R ....... I ... A ..... . . u.... . ...... . ...... . .. . ... . ..... . ... . ..................... ...... .. .. . ...... ...... .. ...... . ........ . .. . ...... . ........................... . .. ^. f . ^....... . ^. . ^. . ^..... . . ^. . ^. ^. ^.. ^P ...... e ..... r ......... h ..... a ...... r ..... i ....... . ...... ...... . ..... ^. . ...... ... . ... . .. ........... .. ......... .. .. . ....... . ... . . ]P ?. .:
. ?=1:
g. :
9.9..9.. 5 . J A M B I Per hari Rp 1 .250.000 6. ථ.Y.ද.ງ!.ධ.න .. 13.!.\ຈ!................................................................................... ............................ .. .. ?.˿̀·-·́̂ .. .. .. .... ....... . ............... ...... . .. . ..... . ............... ... . .. .. . E.!. .. 7.. :
. ?..?.9. .. :
9..9. .. 9. .
......... 1 . ....... · ....... . .. s ....... u.... ... ^M ........ A ....... T ....... E ...... RA . ...... . ... . ..... . ... s .... . .. E ....... L ...... A ..... T ....... A ....... N .......................................................................................................................... ll""""""'""""""'' ^p "'"' ^e """ r .. . ... . . h ...... ar ......... i ................ ........... . .......... . ................... . .......... . .......... . ຬP.J .. O:
?..O.?.:
9..99.. , ... _ .. s _ . _ 9 . .. L _ A _ M P _ U __ N G ______ ... ___________________ ... ______ ώ _____ P __ er __ h _ a _ r _ i __ ...... _ : ----- .. . ----.. ɺɻo.þ9þ.000 9. BENGKULU Per hari.... ....... ............ . .. . .. . .. . .. . ......... . .. . .... . ͊P.?. .. :
Ɠ . . ?.9.:
9.9..Q. . ... ... ඩ.9. .. :
.... . 1.:
3..ඬ!.'!.0..ත .....1-?...!.: ජ.!.Y.ඣ.0.......................... ................. .. ...................... ........................ ^Per hari.... . ........... .......... .... ]P.?. .. : } .. ඨ .. ?..:
.?..9..^ 1 1 . B A N T E N 1 2. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH Per hari : p l 0.450.000 Per hari . ....... .. . ...... ........... ...... . ............... . ... . ........... . .. . .... . !3.P.. O.?..:
P.?..L.:
9..9.9. Per hari . .. . .. ......................... . .. . ..... . ............... . MP..Q.?..:
?..P.S.:
9..9..9. Per hari . . ...... . ........ ........ .... . .................. ..................... .. ]P . . Ɣ.ට .. :
.. Ɣ . Ɠ . ?. . :
9 .9.? . 1 5 . D J . YOGYAKARTA , ............................................................................................................................................................................................................................................................ , ........................... P ....... e .... r ......... h ...... a ...... r .... i . ................ . .. . ...... , .................................................... ]P. .. ඥ.?.. :
. ?.=1:
?.. :
9.9..?.. 1 6. JAWA TIMUR Per hari Rp l2.625.000 ......................... ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. . ............................................ " ' ' ' . .... . ... . ............ .. ................ . 17. B A L I 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20 . KALIMANTAN BARAT . ... . .. . ... . ....... . ..... ..... 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24 . KALIMANTAN UTARA Per hari ɼp 5.000.000 Per hari ...... .. . .... . ............... . ..... ...... .. .................. ........ . ...... ... I.3.P?..:
O.?.9. . . :
9.9.. 9.. Per hari . .. ... . .................. . ................... . ..........]P.?..:
. ?..9.?..:
9.9..9.. Per hari .. . ............... ...... ........... . ... . ........................ . ... ͊P.ඦ.9.. .:
. ?..?. . . ?..:
.?. ?..9.. Per hari . ........ . ........... . .. . ........... . ......... .. . ...... ... . ..... . ]P?..: ?. . .?.. ?.. :
99.9.. Per hari ...... .... ...... . .. .. ................................................. I.3.P..!...9.:
?. . . !. .. 9..:
9..9 9.. Per hari........ . ................ . .......................... . . ວE.!. . .9..:
?..?..R .. '.ggg Per hari Rp9.625.000 . ...... .. ...... . ......... . .. . ......... . ......... . .......... . .. .. ........... . ........ . .......... . ................. . ..... .. ....... . .. . .............. . .................................. . .. . ........... . ......... . .... . .. . ... . ....... . .............................. . ............ . ....... . .... . .............. . ....... . ........... . ... . ........... . .. . .. . , . ....... . ................... .... . .. . ..... .. ... .. . .... . .. ........ . .. . ... . ... . ....... . ............ . ........... . .. . . 25. SULAWESI UTARA Per hari . .... ............ . ........... . ......... ............ . .... . ........ ]P .. Ɣ . . ?. .. :
. _.9.?..:
.?..9..9.. 26. GORONTALO , ........................ , ......................................................................................................................................................... ^. ............................................................................ , ........................... P ....... e.... ^r .. . ... . .. . h ..... a ...... r ..... i .. .. .... ... . ...... . .. . .... , .......................................................... `P.?. .. :
. Ɠ.?. .. ?. :
.9 .9..9..
SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN .. ,,......... . ............... . 29. SULAWESI TENGAH • .... . ...... .. ............ .. P ... ^. .... e ... r . ........ h ..... ar .......... i ... .. .. . ....... . ............... ......... .. .. .. ... . ............... . ................. . .. . TET:
. ?.9.. 9. .. :
.9..9.. Per hari .. . ...... .. .... . ........ . .. . ... . .................. . UP.!...9.:
L9. .. ඤ . . :
.9.9.. Per hari .. .. . .. . .. . .. . .. . .. ....... .... ........ aP.bc-.. c=1: =1:
:
9.9.?.
SULAWESI TENGGARA Per hari ɽp 1 .2 50.000 3 1 . MA ඡ: L.1. . චY. ............ .. .. .. ........................... ................................... .. .. ...................... }Cණ!. .. . ຝ._ ^ri ....... . ...... . .. .. . .. . ....... . ... . .. . ........ ...... .. .. .. . .... . .................. ]P.d_:
99.9 .. :
. 9..9..9. .
...... 3 ....... 2 ... . ... · .... . ^ ... M ....... A ........ L ..... u ..... . .. . K.... . . u .............. u.......^T ...... A ........ RA ........................... ^. ............................................................................................................................... , ............................. P ....... e .... ^r ....... h ...... ar .......... i .. .. .... . ... . ............... , ........................................................ TEL.:
9..9..9. .. :
9.. 9..9.. 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT .9..9..9. .. :
9.9..?. Per hari Rp 18.350.000 1 7 . SATUAN BIAYA TAKSI PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI NO. PROVINSI SATUAN BE SARAN (1) (2) 1 . ACEH 2 . SUMATERA UTARA (3) (4) .......... .2.; <!1.. g./..=.!.> ....... .. ........................................................ '.; ; ; P..... . ^1 ... ^. .. 2..... . .. 3.... . . · .. .. .. ^0 ...... 0 ........ 0 ...... .
................... ....... 01.: ?.:
$. ^/ Kali Rp232 . 000 1.......... .. 3 .. .
.... · . ........ . ^. . . R . ^......
.... r . ... . .. . A...... ...... u . ^.... ................ ^. ....... ^. ... ^.. ............ ^. .. ^... .... ^. ........... ^. . ^. ....... ^. ... ^. ....... ^....... ... ^......... .... ^.. .................... ^.................... ........ ^. .. ^. ........ ^.. .. ^. ... ^.................. .... 1 .... .. .... ^.Q E ^§l: <g/..F.?:
. . .... . ^. . .....
..
. . .. ^.
....... .. .. ... .
. ...... .......... ^81?. . ^? .=. ^'. ..9..Q.Q 4 . KEPULAUAN RIAU 5 . J A M B I 6. SUMATERA BARAT ................................................ ............................................. .. ..... 9.E?: Rg./...P[-!Q ... . .. ................ ....... . : gP...!}.!..:
9.9..9.
................... ^. .. ......... .«2. ^= E-<g/..?.?:
.> ^..... .. .. ...... . .. .......... .. . .. . ........ . .. 8 1?.
. 2 .. =.?... :
.9.9.Q ..................... ............ .2E><g./... =!.?.... . .. .................. . .. . ................. .. . . 3.P. .. 2 . . ?. . 9. .. '.. . 9. . 9..9.. 7. SUMATERA SELATAN ...................... ............. 9.. A-><.€.l.B.?: !L.... .. . .............................................. . 3E.2 .. ?. . ?. . '. ..9. 9 .9. . 8 . LAMPUNG 9 . BENGKULU 1 0 . BANGKA BELITUNG ···············-·············· · ..................... .............. «2E9: Rg[P?.: !Q ..... . .. . ...... . ......... . ...... . .. . ............. . .. . . 8P . . ! . . ?..!.:
9.9..9. .
............. 9.E><-g/..B.=!.?........ . ................ 3E.4..9.?. . . :
.9.9..Q. .......................................................................................... ... ...... 2E§: Rg.!._S_TJ .. i...... -.. ... .. .............................. 8P..1 .9 . . :
Q . Q.Q .. · ... ^.. .. ^. . 1 ........ 1 ...... • ...... 1 ^_ _ ^B .... ^. .. ^. ... A .. ^. .. ^. .. ^.. ... N .. ^. ... ^. ..... T .... ^.. ..... E ... .. ... . .. . N .. ^.
.
. ....
. . .
.
. . . . . ..
..
...
. . ..
.....
.. . .
. ..
..
..
. . . .
.....
.
..
. ......
.
..
. ^. ..
. . . . .... . .
.
..
. . ...
. . ...
.
.....
..
. . . ..
. . .......
....
.. . .
. . . .. ..
...
...
....
.. ...Q=9: <g/..?9:
. ... . ........... ˾E?.?.?.'.Q9Q.
........ 1 ....... 2 ..... . · ...... . 1 .. J..... . A.... ... w .. . .. . .. . .. ^A ................. B ......... A ........ RA .............. T.................. . .............. .. ........... . .. . ........ . .............. . ..... . .... . ... . ... .. ........ . .. . .. . ............. . .. . ... . ...... . ............ . .. ...... . ........ .. .. .....QE.9: Rg/K?.: !U ..... . ..................... .. .. ...... .... 8P...! .. 4: Q.:
9.Q.Q. 1 ......... . 1.... . 3......... · .. . ... ^1...D.... ...... · . . K.... . ... .r.... . .. . . ·........ . . J.... . A ......... KA ................. R ....... T ...... A............. . ... . ..... ................ . ..... . ......... . ... . ......... . .......... . ...... . .............. ......... ....................... . ....... .. ..... . . 1 ...... . ..... QE.9: <g/..??:
1..>.....
.............. +E?.}.?.:
. 9.9..9. 1 4 . JAWA TENGAH . ....... . .. QE.9: <g/..?:
. ^. . ... . .......... .. . ............ ...... . .... ...... . 8P..7.?..:
.9..Q.Q_ 1 5 . D . I . YOG YAKART A . ... . ......... ... . ...... ......... Qt.?.: P.: g/.K.?.JL..... . .. ............ 8..P.JJ.? . . :
. 9.9.9. 1 6. JAW A TIMUR..... . ........ . ............... . 2T>!.:
.8../.. =! L ,.... . ........ .... 1-3:
P...2 . . ?..?. . . '...Q.Q.Q. 1 7 . 1 . . B ............ A ............. L........ . . r ................ . ................ ........................... . ...... . .. . .. . ................................ . ....... . ............ ^. .......................... ............ . .......... . .. .. ..... . ..... . ^...... . 1 ...... . ... . .. 9.E<.1.?:
8../..?E!.@ ...... ......... . ........... ............. . ...... . . 'P....˺ . .. !? . . ˹ . . ˻.9..9..9. .. 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT....... . .... QE<: r?:
g./..=_lG......... .. .............. (P..) .. *+ . . '.. _9._9 ^0 ......... 1.......9.... . .. . . ·.......
. ^N .......... u ......... s.... . . A ................ T ....... E ......... N .. . ..... a .......... a........ ^A ......... RA ........................ T........ r . .. . M .... . .....u ....... . . ^R............ . ... . .......... .. . ... . ..... . ............. . ............... . .. . ..................... . ...... ..2E9: Ag./..?EBC ...... .......................... . .............. 3P....5 9. .. 9 . :
. !}}...:
9.9.Q.
..... ^. .. 2 ....... 1.... .. . · ..........KA ................ L ...... . r .. . M ............ A ........ N . .. . .. . r . ......^A ........ N ................. T ...... E ........ N .......... a.... . .. . A ........ H.... ............... . .............................. ..................... ......... ......... ...... . ^.............. ^..... . . QE<: r?:
g[=_ID...... .......................... . .......... 'P...*.9,.'.. ggg 2 2 . KALIMANTAN SELA TAN............... . .............. . ...9TVRg./..K?:
1.L.... .. ............... 8. P... ! .. ?. . . ˸ . . :
9.9..9. l ........ 2 .... ^. .. 3..... . ·..........^KA ................. L . .... . 1.... M......... . . A........N .. ...... T ...... A . ....... . . N ..... . .. . .. .. . T.... . .. . . 1 .. . . M ........... u .. ... . .. .. . R.... . . ^......... . ....... .................. . ....... . ....... . .. .................. .. . ........ .. . .... . ...... .. . .. . .. . .. .. .. . . 1 . .. .. . ... . Q!.: §: !.?: g/W§:
!X ................................... ....... - P!.34. 000 24 . KALIMANTAN UTARA .2.!:
F!l.: _g./..??:
!@......... . ^...... . .... . .................... ^.
. . J3J?.?.˼.:
Q.Q.Q 2 5 . SULAWESI UT ARA ...... . .... QE.§: Rg./.. .PT1.Y........ . ... ..... : gP. __ !} . . ?. .. :
9.Q..9.
........ 2 ....... 6 .. . ... ·........ .. a ......... o ...... . .. R........ o ...... ... N ......... T ...... A . ........ L .. . .. . . o.... . ^. .. .. .. . ...... ....... ..... .. .. ....... . .................. . ............ ... . ..... . ...... .............. .. . ... ..................... . .. . ... . .. . ...... ................ ....... 1......... 2E<: r?:
g.!..=.!.D............ . .. ...... . .................... . (P..).og'.. gqo 1 ...... ^2........ 1 . ...... · .. . .... ^1 . . . s . .... . u......... . L ...... A .. .. .. . ... w .. .. ...... . E . .... . .. s........ 1.... . .. . .. . B ......... A ......... RA ................. T . .... . ........... .. .. . .. . .......... . ..... . ...... . .... ... . .. . ....... ........... .. . ... .. ... . ...... . ... . ................. . ....... . .. . ................ ...9t.§: Rg.l.PZ!Y .......... . ............ . .. . ...... . ....... . ... 8P?.?..?..:
9.9.Q. 1 . ....... 2...... . s.......· ......... . s.... ... u....... . . L ...... A ... . ......w.... . .....^E . .. . ...... s.... . . r . ... . ...... . s......... E ......... L ....... A ...... . . r..... . ^A ......... N............................................ . ............ . .. . ... . ............. . .. ....... . .. . ..... . ...... . ................. . ... ..9.E.<g/..F.@1..>......... . .............. >E.?.=.?. .. :
.9..9.Q. 1 ..... . . ^2 .. . .. . .. 9.... .....·........ . s........ u ........ 1 .... . . ^A........ . . w . .... . ... . E .... . .. . .. s.... . . 1 . ........... T ........ E ........ N . .... .. .. . o.... . . ^. .. A ........ H ... . .. . ..... . .. . .. . .. . ... . ................. .. . .............. . .. . ....... ..... . ................... .......... . ................. . ^........... . . 2E>!.:
.8.l.=!.?........ . ..................... 1-3:
P.?..˽.:
9.9..9.
....... 3 ....... . o .. . .....· .........s . ...... . u.......... 1.... . . A........ w............ ^E........ s.... . .. . 1 . ...... .. . .. . T ........ E ....... N.... .. . .. o .......... o........A ........ RA .......... ...... . .. ................ ... . .......... . ...................... ..... . .. . ............................... . ...... .. .......9E?:
<gl.?:
.A....... . ............ . 8.P. . . ! . . ?.? . . :
9.9.9. 3 1 . MAL UKU......... . . 9.E.>!.:
g/.@?:
.? ..... ...................... ....... @.1.?.?..=.9 . . :
.9. . 9..Q 3 2 . MALUKU UTARA ... . ...... . ......... .............9.E.V.: t?:
/..KTg........ .. .............. 8P ... ! .. . ?. .. ?. . . :
^...... 3 ......... 3 .. . .. .. ·.... ...... P .......... A ........... P . .. . ....... . u......... ... A........ ............. . .. . ........... . ....................... ^.
... . ........ . ..... . . ^........... .. .. ....... . ... .. .......... .. .. . .. .. .. . .... . ..... ..Q.BC<g/.D?:
.A ..... .............................. ... . .. 8.P..'.± }}:
PAPUA BARAT Orang/Kali Rp 1 82 . 000 18. SATUAN BIAYA TIKET PESAWAT PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI PERGI PULANG (PP) KOTA SATUAN BIAYA TIKET N0. 1-- ASAL TU JUAN BISNIS EKONOMI (1) (2) (3) (4) (5) 1 . JAKARTA AMBON........ ...... ...... . .......... .. . .RPI.; ?. .. '..; ?.?.?.:
.9.Q...... . ........................ . RP7..:
9?.L.QQQ 2 . JAKARTA BALIKPAPAN . .......... BP.7:
ඟJ..:
99.Q........................8.PÕ:
7..9.7..:
.9.9.Q 3. JAKARTA BANDA ACEH................. gP'.!..:
.?.!-.:
9.9.Q . ..............................gP1.:
49.ඞ.:
.9 . 9.Q 4. JAKARTA ... ... ............ ..... .J?ANDAR LAMPUNG Rp2.407. () 00 ............................... R. P ^l ^ :
?. } . :
9.9. Q 5 . JAKARTA B.ANJAR.MA.SIN .
.
.. · . . :
.. ·:
R.p: $: ; ·j.$..j.J?.:
Q . .............................BP.'.?..:
.99..?. .. :
9 .9. Q . 6. JAKARTA BA TAM . .. . .. .. .......... 8.P.4.:
.§.§.7...:
9.9.. Q.... . .......... . ............... .. . . 8.P; ? .. :
§.§.§.:
.9.9.9. 7 . JAKARTA BENGKULU.... .. . .. ... . ... . .RP.1 .. : }.§.'! .. :
9.9.Q.................. . .. ........... BPî .. :
. f: ?./.L..Q.9.9.
JAKARTA BIAK ............................... . ...... ..................................... .. ........ ...... . R: PX4:
.?..:
9.9.Q . .. . ........... ...... . ........... .. RP.7..:
.?..19.:
.9.9.9. 9. JAKARTA DENPASAR............. ............... .. .........................RP.?..: ; ?..9.?..:
9.9.9..... .. ........... .. . .......... . RP?. . . : / .. '?a . . :
.99.. Q 1 O . JAKARTA .............
. . . G6R.Oi\i,TA˶Q.... .............................. . .................. .. . ..........R.P.7...:
×.0.J.:
9.9.9. .................................. RP1J3.. '.?.4.:
.9.9Q 1 1 .
......... JAKARTA... ............ . :
!h..M l?..L........................ . ......................... .............. ............... BP.4.:
.99..!=? .. :
.9.9.9 . .. . ............ ...... ....... BP.Ö.:
19.9.:
.9.9.Q. 1 2 . JAKARTA JAYAPURA.... ........... . .. . ...... .. .
. ...... . ..............BP.H .. :
. ?. . 9. . ? . :
.9 . 9 . 9..................... . .. . ...... RP. ? . :
J.. 9. ; ?. . :
JAKARTA YOGYAKAʅTA........ . ...... .. . ....... ..........................RE'! .. JQ.7..:
.9.9.Q............. . .....................BP.'.? .. :
'.? .. §? .. :
.9.9.9. 14. JAKARTA KENDARI . .................. . .. . .......... . .............. .. . . B.P7..:
?..?..§:
.9 .9Q ............................... 8.P.'!.:
. % . . §Ɨ.:
9..9.Q 1 5 . JAKARTA KU PANG.......BP9. .. :
. 4J}.:
.9.9.Q . .............. .. . ...... . ...... . . B.P.?..:
.9.§ .. LQ.9.9. 1 6. JAKARTA MAKASSAR . .............. . ... ........... . ...... .. . .. .....B.P.7.:
.1.'!.'! .. :
9.9.Q. .............. ............. !3:
P?. . . :
? .. '.?.9. .. :
.9.9.9. 1 7. JAKARTA MALANG........ ............... ...... . ............ .. RP.'!.'. .. ?.9.. 9.. :
9..9.Q ........................... . .....BP.'.?.:
. 9.2?..:
. 9 . 9 .9 . 1 8 . JAKARTA MA ^MU ʃ.Y........ .. ........... BP.7.. .:
. '.? .. 2.?..:
. 9.9.9 . ... ......................... ..RP.1.:
.?.?.7.:
9.9.Q. 1 9 . JAKARTA MANADO..... . ...... . .. ........................ .. . .. . B.P..! .. 9:
. ?.Ɨ.1 . . :
9.9.Q ................................. RP. § . . J .9. ,. :
^. 9 .9.9 . .. . / 9.:
.... :
: : : : : ˷.J.: f.'i{ARTA...... . . MANOJS..Y.!.A.RL ....................................... ... Rp !. 6. 22 6 .g9_o.... ...... BP. ... !.9 .. :
. ?. . . '.?.1..:
.9.9 ^. 9. 2 .1 . JAKARTA MATARAM........................ . ...... .......... ..RP.?.: }J..9.:
.9 .9.9 . .............................. 8P.; ?. .. '..; ?.; ?..9 .. '..9.QQ 22. JAKARTA............. ........ M.: E: P.h.N................. . ....................... ...... ...... . ... ... BP7:
'.? .. ?..Ø.:
. 9.9.9................. . .. . . BP; ?.:
. §.9.$..:
9.9.9 23. JAKARTA PADANG................ ..................... B.P.?..:
?}.9 .. :
9.9 ^. 9................. .. . .... ....... . . RP; ? . . :
. 9..?. . . '.?.:
.9.9.9.
JAKARTA PALANG KARA YA........ . ....................... . .....................8P4.:
2.? .. 4.:
.9 .9.9. ... .. . ...... ........ 8.P.'.?..:
.9..?.4.:
9.9.9 2 5. JAKARTA PALEM..b.N:
Q.......-......................... . ............................... B: P .. i . . :
. ?§J .. :
.9 .9.9.................. . ..... . .... 8.P.'.?. :
. ×.§.$. .. '. . 9. Q . 9 . 2 6. JAKARTA PALU.... .. BP.9..:
; ?..1.?.:
9.9.9. .......... ... .............. 8 .P?.J J .. i.:
.9.9.Q ...... '.?.?..:
. . ... . .. _...:
J. ^AKARTA............ . ... _ .. .................. _ . .. · ^· · ^·- · ·- . .. . .. . J!: .N.Q .- . . : P!R'!Atr.9 ___ . .. . . -. ····----····--·-·- .R P.. ; ? .=. 1.J..( _ :
9.Q ·-· · ···· · ·· · ·- · ·····--- R P ; ? . :
..J..;
. . 2.:
.9.9.9. 2 8. JAKARTA PEKANBARU . .. ...... BP.?.:
. ?..?.?..:
.9 .9.9. ...... ... _......... . 8.P.; ?..:
.9J..§.:
9.9.9. 29. . ....... 'JAKARTA"""".... .. . .. PONTIANAK ............ B.P'!.:
0..?..0. .. '..9.9.9. ............... .. . .. . ...... . BP./ .. :
.7...§ .L..9.9..9. 30. JAKARTA SEMARANG Rp3.86 1 .000 Rp2 . 1 82 .000 3 1 . JAKARTA . .... .................... ....... ........ ... . ^SOLO ........................ .......... ^. ..... ^. . ^. ..... ._ ..... . RP .. . ˳_- ˴ -.f{§ . .. f':
·c>.̱i.9 '' .-.-...- .. · . .-.. --..- . .............. . RP.+-_-; · ) -. 4* . . 35·9·).
JAKARTA SURABAYA Rp5.466.000 Rp2.674.000 3 3 .
......... . JAKARTA............ . . TERNATE............ .......... .. . ...... : : .. :
: ˵P..El. .. 3?.9I: : k: ik: i 9 . .............................. :
8P.§.: : : : §..§4..: : .n?: 9: 9 34. JAKARTA TIMIKA Rp l3.830.000 Rp7.487. 000 35. AMBON DENPASAK.. ... . ..... . ....... . .. .. ·· ^· : ^· : : : : : : .: : _RP.?.: _: 9: l:
Ji9: 9:
^: : ^· .· ^: ^· ^: : . ^: : : · : : : : · : · : : .. _: : ·: : : : 8.P.{ . 4fI; : 9: 9: 9: 3 6. AMBO N JAYAPURA................ .8.P.'!..:
±; ?..'!.:
9.9.9..................... ...... .. BP.1 . . J . . 9.ඝ . . :
.9.9.9. 37. AMBON KENDARI.....RP4:
?'.?.4.:
.9 .9Q ......... .. . ... 81?'.?..:
?..?.§.:
9.9.9. 3 8. AM BON MAKA § .. §.A.R..... . ........... RP.9..:
.9.'.?..'.?..:
.9. 9.9. ... ..... . ........ ..8.P.0.. :
.'!.? .. ? . . :
9.9.9. 39. AMBON MANOKW.f!3:
... ....... ...... B.P.?..J..7. 7..:
9.9.Q.... ........... R.P0. .. :
9 .. '.?.7:
.9.9.Q.
AMBON ...................................^PALU.... . . R.P§.'. .. 1..'!. 9:
9.9.9..... . .. . .. . .. . ................. BPï.:
. ?...9 ?.:
.9.9.9. 4 1 . AMBO N SORO N..G:
....... ..... ..RP?. . . :
. 9..; ?.7.:
. 9.9.Q. ......... ....................... B.P. '.?. . :
. '.?.? .7.. :
. 9 . 9 . Q 42. AMBON SURABAYA RpS.803.000 Rp4.845.000 : : ±Er°APAN""" ^. ^.
.
. . fusxTfc · E}f ······ . . · ^- · ^·""" . . .. . ...... . . _. .. . :
: : .·ǂǃDŽ{Dž: _.: : .dž:
LJ:
Lj . . ƕ . ^.
)-*: §. : : : ...... :
...... : : ..... :
:
. : : : : : : .+.,---: : .±.../:
: '..:
§.§ ...
BALIKPJ.\PAN. .. . BATAM ........ ...... RPJ9.:
; ?.?..4:
.9 .9.9. .......... . ........ R: P?. :
?. 9 . § '.. Q .9. Q 46. BALI KP APAN D ENPASAR..... . .... BP.J..9 .:
7..; ?._2 . . '..9.9 ^. 9 .. .... .. . ................... RP? .. :
. §.±§ .. :
.9.9.Q. 47. BALIKPAPAN JAYAPURA Rp l9.07 1 .000 Rp l 0.086.000 48. BALIKPAPAN _ .... . .....X.9.QY.A.Kl\B: T.A.. . .. ^. .. ^. .... ^... .. ^. .. . ^....... ..... ^. : ·: : : : .. : : : : : RP2.m:
§: §: 2: : .: 9:
:
: : : .: : : : : .: : : : : : : : _: : : 'f.{p{: z: 4: 2: ; : 9: 9: 9:
BALIKPAPAN MAKASSAR.... . ........ B.P..! . . '.?. . . '..2.2.'! .. :
9.9.9............ ........... !3:
P§.J ... ?..9.:
.9.9.9. 50. BALIKPAPAN .............................. MANADQ.................. ......... RPJ..§:
79.b.:
99...... .8.P.7.:
/.9.?:
.9.9.Q 5 1 . BALIKf.'.J.\PAN............. ....... MEDAN........ . .................. ....... . 8.PJ.a.:
. 1.2.; ?.:
.9.9.9................ .................. ..R.P.§.J .. ±.9.:
9.9.9. 52. BALIKPAPAN PADANG..... .......... B.P..J.9 .. :
9..1'.? . . :
9.9.Q..... .. ..... !3:
P.? . . : }.§.2 .. :
^. 9.9 ^. 9. 53. BALII.<.; : P!.\PAN........... .... .... PALEMBAN.9.......B.P.9. . . :
'!'!.§ . . :
9.9.9........................ .....R.P±.:
7.'!.9. .. :
.9.9.Q 54. BALIK. f> !,\PAN... . ........... . . PEKANBARY..... . ...... . RPJ . ..9.:
. 9. .. 2.2.:
. 9.9.Q............. .. . .........BP?.:
'.?; ?..:
.9.9.9. 55. BAL{?.APA.: N.......... ......... SEMARANG.... . .. BP.2.:
±.4§:
.9 .9.. .9 .. . ................ .. 8.P.4 :
§.7.4: : .9. 9 9 . 5 6. BALI KP AP AN SO LO . ..................... . ... .. .................... B.P..9..'..'!.±.? . . :
9.9.9. ...... .......... . ... RP±.:
?J; ?. .. :
.9.9 ^. 9. 5 7. BALI KP AP AN .. ........ ........... §.Y.RA)?._AY.1-. _........ .. . ....... . .. . .... . .... .. . .. . ...... . ............ BP J .QJ? .. ?.9..:
. 9.9.9. ..RP.?.:
JJ . . ; ?._ .. ..9.9.9. 58. BALIKPAPAN.... TIMIKA.... ...... . BPf. .. $:
. 4.9.?..:
. 9.9.9................. . ...... BP.9..:
±?.:
.9.9.Q. 59. BAN.. P..A...AG$B............ . .. . .. . DENPASAR............. . ............... ............. .. B P.J..9.:
§.; ?..? .. :
9.9.9. ...... . ..................BP.? .. :
. '.?.7.2 .. :
.9.9.9. 60. BANDA ACEH JAYAPURA Rp l9. 1 67.000 Rp l 0.7 1 7.000 6 1 . BANDA ACEH '"' ' ' 'Y o ' GYAKARTA' "" ' "' ' " . ............ . ................ .............'io'9: "76s·: ·ooo .. . ............ . ...... ...... . .. Rp · 5: · 33 '()" 666 KOTA SATUAN BIAYA TIKET NO. 1-- TU JUAN BISNIS EKONOMI ASAL (1) (2) (3) (4) (5) 62. BANDA ACEH MAKASSAR................ .. ............ ............ ... B.: PL . . :
. 7.§.9.:
.9.9.9. ... .. ......... BP.'?..:
.7.? .. % . . :
.9.9.9. 63. BA N P.. A...A.9ƒ!.: I... ............. MAN ADO . ................. ......... ............ B P L ?. . :
. 7 . 2 . ? . :
.9 . 9 . 9 . .......... . R.P. 7 . :
. ?.1. . ` . ? . : 99 . 9 . .... 9.4...:
.... . .. 1?.AN.P..A...A.G.ග.H............... PQ NT.JAN.AK...... .. " .R.P.9..:
.9..9..9:
9.9. ... .. ....... B P?..:
§.4..9:
9.9.9 65. BANDA ACEH SEMARANG.... RP.9. .. :
. ?.?.9:
9.9.9 ........ ...... .. . . 'P?.: (9?.:
99.9. 66. BANDA ACEH SOLO.......BP. 2 .. :
. ?.0..9.:
.9 .9.9. ... . ...... .B.P.?..:
.4.4.4.:
.9.9.Q. 67. BANDA ACEH SURABAYA Rp l 0.985.000...........BP.?. .. :
7.4.4..:
.9.9.9. 68. BANDA ACEH TIMIKA ·: : ... . ·: : . .. : : ·: : .. : ·: · :
-: : . .. . :
:
. : ·: : : : : "fiJ?.: : =: : § .. : ·$.: >?.: 4: : .'Q.Q.<i' · : ..
......
..... ..R.P.J.9:
9.7..9 . . :
9..9.9 ..
BANDAR LAMPUNG BALIKPAPAN........ . R: P.?.:
J'.?..2.:
. 9.9.9...........
.... . ...... . ..........8.P.4.:
. . L'.? . ?.J. . :
. '""" "iiA: i\iD'A'rfi: : A'J\1 'ii u f: : fo '""" BANDA ACEH .
....B.P.? . . :
5.5?..:
9..9.9 ............ BP.1:
7.<?..9.:
.9.9.9 7 1 . BANDAR LAMPUNG BANJARMASIN.... .. . ..8.P.? . . : J.9..?. .. :
9.9. ..... . .. .......... 8 .P; ?..:
. : l J . . '.? . . :
.9.9.9. 72. BANDAR LAMP..Y.. N.9........ . . BATAM..... .BP. ?. .. :
. §.4..9.:
. 9.9.9..... . ........ .BP.?..:
. 0...f:
. ?.:
9.9.9. 73. BANDAR LAMP,Y.N.9.:
...... . BIAK . ...... ...... . ............... .. ..........BP .. HJ...ፚ . . 9. . . :
. 9.9.9.... . ......... BP.7.:
. 4 . § 7 . :
.9. Q. 74. BANDAR LAMf>.Q.N..9.:
...... DENPASAR ....... B.P.?.:
.?.?..9 . . :
9..9..9. .. .................... .......... .BP; ?. .. :
. ?.4.7 .. :
.9.9.9. 7 5 . BANDAR LAM PUNG JAYAPURA.......................... . ................. . . BPJ.4..:
. ?. .. ?. . ? . :
.9 .9.9................B.P. ? . :
.9. 9. . 7 . :
. 9.9. Q. 7 6............ . BANIS ' ; ,\R .. 'LAM,:
f,'.Qf.{Q.: : : : Y Q.Q.YA.,RTA. . ........ . .. . ...... ...... ...... ... . _.... . . _.... . ..... F.: P.?. . . J . . ?.?.:
.9.9.9 ....... .. ........... B.P.: ?..:
.7. ?.9.:
.9.9..9. .
. .
...
. . · -; : ; ; ; · 7 · ····· · 7 8 ..
.
.
· . . · · . · . · . . · . . .
· . · . · .
.......BANDAR LAMP.TJ..N..9.:
.......... KENDARI........RP.§.:
.?..§.4 .. :
9..9.9.. .. .....BP.4 .. :
4.§.'.? .. :
.9.9.Q · r , BANDAR LAM,P,V,,NQ .... . MAKASSAR .. . .. . B.: P.§.J§J.:
9..99..... .. ......... 8 .P.1 J . . ?..L .. 9 QQ 79 . BANDAR LAMPUNG MALANG.......BP.?. .. :
. ?.2.4.:
.9 .9.9. ... .. ......... 8.P.0..:
L; ?..4.:
.9.. 99. 80 . .......... . . BANiil'i .... L AM·P·uN 'G ............... .. ... MAN ADO.... ......................... . ... ...... ...... . .R: PJJ . . J . . 9..9. .. :
.9..9.9 .... .. .. ...... .BP.?. .. :
?...9.?. .. :
. 9..9.9. 8 1 . BANDAR LAMPUNG MATABA.M __ ._ ... _... .. .... . ...... ....................... Rp6.246.000 . .. . BP; ?. .. :
. ?. .. '.? .. ?..:
.9.9.9. 8 2............ BANfiAR"'i=1\MPD'Nd""'" MEDAN ..... ·: j5 { P. .. 7:
3˫-79' '3?..99' ' .ˬ:
....... . .BP.4J .. ?..9.:
.9.9.9. 83. BANDAR LAMPUNG PADANG Rp6.439.000........ 8.P? . . }.(3,.Q.-. .9.9.9. 84.......... EfAN'iSAR.LA.MPUN.G .............. PALANGKARA YA ....
............ ... . .... . ...... . . : : : : .: : .tfrJ..$' 3J..4 . zj?.: Q.Q. :
:
. . · . . ....... .BP.$ .. :
4..9.L .. 9..9.9.
BANDAR LAMPUNG PALEMBANG . ...... . BP1 .. :
. 9 . . ?. . .. L.9.9.9. ... .. ....... .BP.`.:
.7.<?..9.:
.9.9.9. 86. BANDAR LAMPUNG PEKANBARU..... . .BP.?..:
. 1 .?. .. :
.9.9.9. ... . ...... . .B .P. 0. . :
. 4 . ; ?. . ; ?. . :
.9. .9.9. 8 7. BANDAR LAMPU..N.9.:
. ..... . . PO_l'fl'J.A.NA.1.5.......... ..... B.P.?..:
.; 3,.§9 .. :
9.. 9.9.. ......... . ....... BP.$.:
. '.?. .'.?...9 .:
. 9.9.9 88. BANDAR LAMPUNG SEMARANG ......BP4.:
?.t.9.9.9. .......... RP.:
.?.§.$.:
.9.9.9. 89 . .. .. .... . . BAND ' AR . 'LAMPUN 'd ' "" " ' SOLO.... . RP.1 . . :
. 9 .. ? . . LQ.9.9........ . ...... . ... ...... . ...... . .R.P. a .. :
. ?.`4.:
9.9.9. 9 0. BAND AR LAMPY..N..9.:
.............. .. ..... 2-.V . .R.!..!?. .A.Y..A. ............... . . ..................................... 8.P.§.: ; 3,4§:
9.9..9...... .. . BP.; 3, . . : J.... ;
. . :
.9..9 .9. 9 1 . BANDAR LAMPUNG TIMIKA . ............................ .. ....... . ..B.: PJ.9. . . :
99 .. ? .. :
9.9 . . 9..... . .... .. ....... BP.7..:
4..?..?..:
.9.9.9 92. BANDUNG BATAM ....... .. R: P.?..:
. ă .. ?.2.:
. 9.9.9.................. . . BP . 9. . :
? . ? . ?. .. :
9.. 9. .9. 93. BANDUNG DENPASAR . .. . . B.P.?..:
?.59.:
9..9. .9 .. . ......... RP; ?..:
.. ?.ĝ.:
.9.9.9 94. BANDUNG JAKARTA ...... . . R: P.` . . :
9.. 9.1 .. :
9..9. 9.. ... . ........ .BP.L.4.7..? .:
.9.9.9. 9 5. BANDUNG J AMBI .. ....... . ............................. .. . ....... ...R. P.?..:
.9.9.'?..:
. 9.9.9.............B.P. ` . :
1.'?..2 . :
. J
. 2 : 9 . 9 9 . 97. BANDUNG PADANG...... . .R.P.§.J .. 5.9. .. :.9.9.9.. ... .. ........ BP.; ?. .. :
. ?...9 §.:
. 9.9.9 98. BANDUNG PALEMBANG Rp4.385.000 Rp2. 63 l .OOO 99. BANDUNG PAN.Q.ÿ.1' .. . P.I.NA_tf..Q_ ................. .... - .............. .. Rf.)4: ˭9·9:
....... ...... RJ?.: ˰.z: ˱: $.: ˲9: ̮?.: ¢J.: 1 00. BANDUNG PEKANBARU.........8.P.§.: §.?.§ .. :
9.9..9.. . ...... ......... .8.P.;
. . :
.7..9.1.. . . :
.9.9.9. 1 O 1 . BAND UNG SEMARANG........... .B.: P.9. .. :
9.?.7.:
9.9.9..... ........ BPL9 .. ?..7 . :
.9 .9...9 . 1 02 . BANDUNG SOLO........BP?. .. :
. §.4..7..:
.9.9.9...... ......... BP; ? ... :
: ?.. 9. . ? . :
9 . 9 .9.. 1 03. BANDUNG SURABAYA..... .. B.P.4.:
?.5.1.:
9.9..9. .... .. . .... .RP.; ?.:
?. .. ?..?.:
.9.9.9. 1 04. BANDUNG . . T.!.: \N.Y.. ඛ9...PA..12!.: ... ...RP.1 . . :
1.9..9. . . :
9.. 9. ........ ..RP .. :
. ?. .. ?..?. . . :
.9.9.9. 105. BANJARMASIN BANDA ACEH............ . ....................... . ... . . BP .. 1... 9.:
.7.9..Ġ.:
. 9.99. ......... .. .. . .B.P.'?..:
9..
.:
.9.. 9.9. 1 06. BANJARMASIN . . BATAM . Rp8.407.000..... -.-........ BP.1.:
. ?. . 7. ?.:
. 9. 9 . Q . 1 07.......... BANJAR'iVI".Asi'N ' " __.... .,. __ , __ --B'IA K . . -·-·-·--·--....................... -... .
.
... ..
.. :
-.-.= .. .....
_: -..-..-6:
-.-.7.8.8.l?I§:
:
: §.?'9r.-9.-9: 9·.... ........ .BP.? .. :
7.4.9. . . :
9.9.9 . .. 'i'bEL.... .....BANJARMASIN .. DENPASAR..... . .BP.?.:
. 7.9. .:
.9. 9.9. ..............B.P. 4 .:
2 . ` . 9 . :
9.9.9. 1 09. BANJARMASIN.. JAYAPURA .. . ...... . .. . ...... . ....................... . .BP.E.:
. . ፚ . . ?.?.:
. 9.9.9. ... .. .......... .R..P.2.:
. ? . ?. 9. . :
9 .9.. 9.. 1 1 0. BANJARMASIN YOGYA.: £<!.R.I.!..............B.P.7.:
.7.`? . . :
9..99..... .. .. ....... .BP.1.:
9.'.?. .. '.?..:
.9.9.9. 1 1 1 . BANJARMASIN MEDAN Rp l0.546.000 .. . .. . . BP.?.:
'! J ..'.?..:
9.9..9.. 1 12. . . B A NJA RMASIN PADANG ...... .. ....... ...... ........ ............ .. .......... ................ Rp9.: 66t: L666 ...... . .. ......... B.P.1.:
?.1.'.?.:
.9.9.9. 1 1 3. BANJARMASiff"" . . PAijirJi'BANG .... . .. . .... . :
8.P..'?.> +.. 9. . . $. . .. : : ·9: 9'?.'. ...... ....... .BP.4.:
9 .. .. . . :
. 9.9 .. 9 .. 1 14. BANJ ARMA SUɾ.......... PEKAJ{l3!..R.Y.......... . ...... ...B.: P. 2 .. :
4.9. .. :
9.9.9. ...... .. .... .BP.1 .. :
. §.9.f?.:
9.9.9. 1 1 6. BANJARMASi1\f' .. SOLO . .. _ ....'8p_?':
. 4 ^· ɿ·§ ^· _ : '9'g · Q. · ....... ........ .BP1.:
. ?..§ .. ?. . . : 1 1 8 . BANJARMAS I N . .. . .... . -. .... : ---_· .. TIMIKA . .. .......... . ........ . .. . ................... . .... gJ?.I:
§..ˮ_ '_4°.Z: _' _-: : .9: 9 .9:
...... ....... B.P.?.:
.. E.:
9.9.9. 1 19. BATAM BANDA ACEH .......... . .......... . .. ...... . ............ .BP.) .. .9 .. :
4.Ğ.9 .. :
2.?..§ . . :
. 9.9.Q. 1 2 1 . BA TAM . . JAYAPURA . .............. .............. .. ........... . . gp· I_ g?.'_: _'7.' § .. ˯': : .·9·99.· ... ... .. . ......... .R.P.9.:
.9.9..9.. 12 2. BAT AM.......................................... ........ . Y.Q.9.: Y.A. , .R. T.A..... ... .. ............... _..... . ... . ... ... ...... . ....... . . BP . . ? .. :
. ?. .. 7.9 .. :
. 2 . ; ?. . ?. . :
. 9 .9..9.. 1 2 3 . BATAM ... MAKAE)Sf..R........ ...... .. ................... ........................ .B.PJ .. 9.:
.:
9.9.. 9........................8.P.?.:
ğ}.7 . . :
.9.9.9. 1 24. BATAM MANADO Rp 13.4 13 .000.... .BP?.:
1 . . § . '..?. :
.9 .9.9 .
BATAM MEDAN .......... . .................. ...... . .. ........ RoT6f'i9': : Rn5.3 1 6.000 KOTA SATUAN BIA YA TIKET N0. 1-- TU JUAN BISNIS EKONOMI ASAL (1) (2) (3) (4) (5) 126. BATAM PADANG......................... ...... ......................... .. .. .. . .......... . BP.§.:
. 9..?.?.:
.9 .9.Q.... . .......... . ...... ........ ...... .RP.1.: §.1.9.:
9.9.9.. 1 27. BATAM PALEMBANG ....... ... . .......... ...................... ......BP!.. .J .. 1.!?..:
.9.9.9 . ................................. .R.P.?.:
. 9..; ?..9.:
9.9.9.. 1 28. BATAM.... PƒIY\Nl.?.!..8Y....................... ... . .. . ........... . .. . .. ....... . .. . .. .RP.§].9.. 7..:
9.. 99.... .................... . BP.4:
. !?.9.. 2 .. :
.9.9.9 1 29 . BATAM PONTIANAK ........ BP?.:
. ?9.1:
999 .............................. .RP.1.: ; 3..?J..f?.:
9.9.9 130. BATAM SEMARANG................. . ............ ................... . ...... ......8P7... J . . 1.?.:
.9 .9Q . ...... ...........................8P.0 .. :
. ?.3..9 . . L.9.9.9.
J.; ?.J .. :
. ..... . BATAM SO LO......... ... ........... ............... R.P.7.:
. 1.1.? .. :
9.9.9. ................................. BP1 .. :
.9.9.9..:
.9.9..9. 1 3 2 . BAT AM S. URAJ?.A.Y.A... ......... ..................... .. ...... ... ... .RP.?.3. .. :
9.9.9.:
.99..9 ................................. .8.P.4.: ?...9 9.:
.9.9.9 13 3. BAT AM TI.JVIIM........... ............................................ ........................... .8P..1 . . ?.:
.. 1.J..9. . . :
.9 .9Q .. . ....... .. ........ .... . .........RP.?.:
?.; ?J...'..9.9..9.. 1 34. BENGKULU PALEMBANG ................................. ........................... RP:
§99. .. :
.99.Q ................................. BP.ı . . :
?.9.; ?. .. :
.9 .9.9. 1 3 5 . BIAK BALIKPAPAN............. . .. .. . .................. .........................RPI.?.3. .. :
?... .. :
.99.Q ................................. .8.P9. .. :
.9. .9.9 . 136. BIAK BANDA ACEH.............................................. .. . .8P.J§.:
.7.J..§..:
.9 .9.9.... ........... ..............B.P..1...9. : J:
.9. t9.9.Q 1 37. BIAK · · · · · · · - · · ···.... BATAM.... ....... ................................ .......... .. ..................... .BP. .. 1. .. ?.:
. ? .? : ?.: 9 .9 . 9.... .. ... . ...................... . .8 P . ? & 9 . 1 :
9.. 9. Q 13 8 . BIAK D ENPASAR.... . .. . ...... .. . .. .... .......... ... . .............. ............... BEJ.? .. :
7.. ; ?.9. .. :
9.99................... ............ .. .. BP.? .. :
. 9. .. 9. . . !?..:
.9..9.9. 1 3 9 . BIAK JAYAPURA................. .................... .....BP; ?. . . :
. ?. . . 1. . . ?..:
.9.9.9 . ................... .......... . .BP..: ?..L.9.9.9. 140. BIAK ..Y.Q.QY.A.M.13-T.A................ . ...... .R: PL !?. .. : _9..1.§..:
.9.9.9. .RP.§.: J . .9.L9.9.. Q 1 4 1 . BIAK MANADO.... .. ............... . .. ............ ...... . . RE.! ... ! . . :
7.}1.:
9.9..9. ............................... .R.P.?..: }.!?.}.:
.9.9.Q 1 4 2. BIAK MEDAN..................... .. . ........ . .......... . . RPJ..?. .. :
1.7.. ; ?.:
.99.Q. ......... ................. .BP.9..:
4..9..? .. :
.9.9.Q 1 43 . BIAK PADANG . .. . ........... ...... . ...... . .......... .. . .8P.1 .. ?.:
. 9. .?.'.?..:
.9 9Q . ................................. .8.P.?..:
.7.§.:
9.9.9. 144. BIAK PALEMBANG Rp l S.424.000..... . ............. . ...... ...... ... .R: P.? .. :
.. 1. . .9..§.:
.9..9.9. 145. BIJ!.f....................................... .. . . PE Kf.\ . N . 1.? . A .R. Q ... .......... . .....: : . : : : : : : : : : : : : : : : . : : : : : . : : : : . : : . :
: : : : : . .-: · · · : : : : : 8J?.I{: L §. }3.j.{i9:
........ . .........................BP.§ . . :
7 . . ፘU . . :
.9.9.9.. 146. BIAK PONTIANAK.... . .. . ....... . .... .......... .... ..........BP..L!?..:
. ?..7..? :
Q................. .. ........... ... . RP.§.:
. ?.?..?..:
9.9.9. 1 4 7. BIAK SURABAYA Rp 12. 7 82. 000 ...... . .. . ....... ...... B: P.7..:
.9..?..L..9.Q.9. 148. BIAK TI.MIR.A......· . . : : ··: : : : : : .-: : : : ·: : : .:
. . :
: : .:
.. : : : : : : : .. : : : : : .-.: : .:
. 8J?.: ?L§.: ¢J.. §:
. : QQ.Q . ......................... . .BP.9 .. :
4.4.4..:
.9..9.9. 149 . DENPASAR JAYAPURA..................... ...... .. . .. . . BP .. 1..L . . §§.9.:
99.9 ................................. R.P.?.:
?.1.9 .. :
9.9.9. 1 50. DENPASAR KUPANG . .............. . .... . . BP?.:
.9..2.L.9.9.9 . .... ......... .......... .B.P..:
2.?. .. :
9.99. 1 5 1 . DENPASAR MAKASSAR...
.............................. .......... .. . .R.P.'.±.: J..§; ? .. :
.99..9......... . ................. .BP.F .. :
. ?.'.?. ... LQQQ. 1 52 . DENPASAR MANADO . ...... . ........... . .. ...... . .. . BP!.. .:
.??..1..:
9.9.Q . ................................ .-8.P.1: ??:
9.9.Q. 1 53. DENPASAR MATARAM...... . .. .. .f.SP .. L.?4..9.:
.9.9.9 . ................................. B.P.1...:
.; ?..9..9.:
9.9.9. 1 54. D ENPAS!.\R ..... .... .................. .. .. . ..................... . .M.ƒP.AJ\t..._ . ... . .... . .. . .... . ............. .BEJ.9.:
§.2.:
9..99. . .8.P?. .. :
. ?.!?. .. §.:
.9.9.9 1 5 5 . D ENPASAR PADANG......... ... . .. . ....... ...................... . ..RP.9..:
9.1.2 .. :
9.9..9...................... . ......... .BP.'.± .. :
. ?.? .. ?.:
.9.9.9. 1 5 6. D ENP ASAR PALAN G KA.RAY f.\ .. . ........ .. . ........................ . ...... ....... .8P.§..:
. ?.?..7 . :
.9.9.9 . ............................. BP.1.:
9..9.9..:
9.9.9. 1 5 7. D ENP ASAR PALEMBANG............. ... . ...... . .. ........ . J.SP.7..: §1J..:
9..9 9............. . ........ ...... . BP.4..:
. '.?.7 § :
.9..9.Q 1 5 8. D ENPASAR PEKANBARU........ .R P .9..:
9.9..; ?.:
9.9.Q. .. .. ...................... .BP.1 .. :
9.. 4..'.? .. :
.9.9.9. 1 5 9 . D E N.: PA.§.AR-...... .... .... . PQN'I'.I.. A: N: AK....... . ................. ........................... BP.'.L.9..9..9.:
.9.9.9 . .... ............................. R P. 1:
7.. ; ? .? . :
9.9.9. 1 60. DENPASAR TIMIKA ...... . ...................BP .. 1...9.:
..1.49:
.9.9.9 . ..... .................. .BP.§J . . .9. . . :
9.9.9. 1 6 1 . JAMBI BALIÿ: P!..RAN................ ........... R.P.7..:
7.; ?..9 . . :
9..9.9. . .... ..................... .BP.1.:
4.9.7... :
.9.9.9 1 62 . JAMBI BANJARMASIN.... ....... .. .......... . .............BP.7.:
. ?.9..9.:
.9.9.Q ..... .......... .......... BP'!.: J.9.; ?..:
9.9.9. 1 63. J AMBI D EN f'. A §. A. 8....... -............. . ................ .............................. .BP.7... :
.7.?. .. ?. .. :
.9.9.9. . ....... BP.1.:
1.; ?..9..:
9.9.9. 1 64. JAMBI YOGYAKARTA ........ .....BP.?..:
?..§.9. . . :
.99.Q .... ......................... B: P.9. .. :
. !?. . . ?. . .. 1...:
.9.QQ. 1 6 5. ... ʀ!.\MJ.?L. KUPAN G............ . .RPJJ..:
; ?.1 .. :
.999..........................8.P.9 .. :
.9.7..?.:
.9..9.9. 1 66. JAMBI MAKASSAR.... ....... .. .. l.3:
P.9..:
. ?..?..9. .. :
.9..9 . 9. ... . ....... BP.1.:
9..?..:
9.9.9. 1 6 7. J AMBI MALAN G ............ .B.P.7..:
9.9.J .. :
9..9 9.. ... . ... ................ B: P.; ?. .. :
.9.9.Q 1 68. JAMBI MANADO.........RPI. .. :
7.9. 7..:
9.9.9......... . BP.9 .. :
9..9..7.. :
.9.9.9. 169. JAMBI PALANGKARAY.: !.. ... . ... .. . ....... 8.. P.7... :
11.1:
999......... .............R: P.1.J..9..; ?..:
9.9.Q 1 70. JAMBI PONTIANAK ···-····-· . . -·········l --" · -··--· · B . E §. ..: §. 7. . ̯LQ 9 . 9 . -···"·-- · ··...........RP.: J: '.9.J..t.9.Q-9.
. .. i · 7 - 1 · · ˪ ^, ·-·- . .. . ʁiAʄ/iBI __ . . .,, . .....,. __ .,,···-,,··- .. -····· m .. -- SEMAAA· N·G N--n--o· ....... . ... . . R.P.?..IJ.ij..--Ĵ.9.9.9.. . .............. ................. . . 8.-P.Ñ .. :
i.7..9 . . ύ . .9..9.Q. 172. JAMBI SOLO............ . . BP?.:
4..'.? . . § . . : ?.:
9.9.9. 1 73. JAMBI SURABAYA........ . ... . .. . . BP.7.. .:
. § .. § . . ?.:
. 99.9 . ....... ......... BP.; ?:
.9.J.. ? .. :
9.9.Q 1 74....J: !.\Y.APY.J3A........ ................ . .. .. ..... . YOG YAK.A.RT!................ . .. . ..... BPJ.; ?.:
.7.1.:
9......... . ...... . ...........RP.7.:
9.9...9.:
.9.9.9 1 75 . JAYAPURA MANADO............BP'.?.$.:
J.9.9.:
.9 .9.9 . ... .................... RP} ".: #.E?.?.:
. 9..?. .. ă . . :
.9.9.9. ... . .......... .R.P..1... 9:
9.9 . 9. 1 77. JAY AP URA PADANG......... ...RP.I.7.:
; ?..§J.:
9.9.Q................ .......... ...... . .8.P?.J. . . :
. ?. .. ă . .7.. :
.9 .9.9. 1 78. JAYAPURA P A%.MJ.?.AN.9.... .................... ...RP.J.?.&7.9. . . :
9..99. ..... .. . .......... BP§ . . :
?J. .7. :
.9.9.9 1 79 . JAY A.: R.Q.B: !.................. .. .. . .... .. .... PEKANBARU......... .BP..1..7.. .:
4..?.?.:
.9 .9.9.... .................. .....BP.2:
; ?..§.9.:
9.. 9.9. 1 80. J A YAPlf.: RA.... PONTIANJ.ʂ........... .. . ........... .8PJ.§'.9.͉.͉ . . :
9.9Q. ... .........R:
9.9.9 1 8 1 . JAYAPURA TIMIKA............RP.; ?. . . :
f?. . . !..? . . :
9.9.Q. ............. ........ ..BP.Ò .. : Ò .. ?.9. .. :
.9.9.9. 182. YOG Y A, ) <:
A R'J'b.. ......................... . ... D ENP ASAR.... BP.?. . . :
.9.9.9 . ... .......................... BP..:
1.§J.: ?..§.:
.9.9.9. .... . .................... .8P.;
.. :
9.9Q 1 84. YOG YAKART A M A . N .!.\P. . Q......... . ....... BEI.9.: ?..? .. :
9.9.9.. .... . .. ............... .BP..? . . :
7... '.?. . . '.?. . . :
.9.9..9. 185. YOGYAKARTA MEDAN......... BP.2.:
.9. 9.Q .................................. .8P.1:
.7.. 7.9.:
. 9 .. §9.:
.9 .9.9..... ................ R.P.1.:
.9.9.9 .. :
9.9.9. 1 8 7. YOG Y ;
'.±.?..9..'..9.9.9.......................... .. R.P.9. . . : }.?.9.:
.9.9.9 18 8 . YOG YA.19\R.I!........................ ..... . PEKANBAR: Y............ .. .. . .RP.§.:
9. .. :
.99.9........... . ................. 8.. P.1 .. :
99.Q 189. YOGYAKARTA PONTIANAK Rn6.9 10.000 Rn3.840.000 KOTA ASAL TU JUAN (1) (2) (3) (4) (5) 190. Y 0 G Y AKART A TIMI: KA........... ........ . ........ ........... ............. R.P..1 .. L.?. 9. .4..:
.9 .9.9 .............................. .R: P.7..:
.9.; ?..§.:
9.9.9. 191. KENDARI BANDA ACEH Rp12.953.000 Rp7.102.000 19 2. KEN DARI BATAM ·.···.···.··········.-: ·.·.·········: ·····.·: : : ·······.: ··: : ···.·.······.·.···.·.: ·· . .. ·: ··.-: ·.-: ·.-·····.·.: ·.:
-·····_R.P..I.9: : ··$. . . §.§.:
··vB:
...Q.· · ... .. . :
.. . .. .. . : : ·.·: ·.···:
. RJ?.·$·w.-§$ . itx-i.°Q·Q· 193. KENDARI DENPASAR.......... ........ . ........................... . .. . ... .. .. R.P.?:
4.?..?.:
999........ .......... . gP.ń: 7; ?:
99.9. 194. KE ND ARI Y OGYAKART A . ...... .......... . .......... .......................... .1.3: P.?. .. : J . . '.? . . 9 . . :
.9 .9.Q . .. . ............................ . .8.P.4..:
.7. 9.?.:
9.9.9. 195. KENDARI PADANG .. .................... ..... ...... . .. . ....... .8.P.g...LJ .. ?.?..:
9.9..9..... ..................... BP.!?..:
7..'.?.'.? .. :
.9.9..Q 196. KENDARI PALEMBANG . ............................. . ... RP.. 2.'. .. Ei.?.9..:
9..9.Q . ..............BP? .. J..9] .. :
.9.9.Q 197. KENDARI ...... . fÍÎJ'IBARU . ....................... ... ....................... .......... ..I3: P.1 . . L .. '.? . . '.?..9.:
.9..9.9 . ... ............................ .8.P. ?. :
7.7. § . :
9..9. . 9 . 198. KENDARI SEMARANG . ........ 8.P.9..: ??..9..:
9.9.Q........ . ......... ............ .. RP!?. .. :
9..]7.:
.9.9.Q. 199. KENDARI SQL.Q.... ....................................................... . ............. RP.9. . . '. .. ? . .?.9. . . :
.9.. 9.9. ....... . ....... .. .. . ............... . 1-S: P. .?.:
..l.'?.'?.:
.9. 9 .Q . 200. KENDARI SURABAYA.... . ........................... .. ...... .......... . BP.J..LJ.9.?.:
9.9.9 . .. ................. .......... 8.P.?. . :
. 4.. § . §. :
. 9 . 9..9.. 201. KENDARI TIMIKA .. ....... ................. ........ . ........ . ...... . ....... . ............ BP.l .. ?..:
9.?.?.:
.9.9.Q........ . .......... . ...... . .. B.P.Ņ:
.7.. 9.§:
9.9.. 202. KUPANG JAYAPURA . .. . ................................. ................ ............. . . 8.P.J . . 4..: ).§§.:
9.9.9. .......................... ...... .8.P.§ .. : J.9.?.:
.9..9. .9. 2 0 3. KUPAN G Y OG YAKARTA . ... . .. .............. .. .......... ............. . .......... 13:
P.7.. :
. ?.4..§.:
9.9.Q ... ..... . ............. .8.P.4. .. J.§. .. :
9.9.9. 2 04. KU PANG . .... . .............. ^. ................ ..... ^M i.?-I&.ÏÏ!\1.3:
..... . .. . .......... .................. ........ BP.?.. .:
. 9..?.7..:
.9 .9.9 . ........... .............. B.P.4..:
?JJ. .. :
9.9..9. 205. KUPANG MANADO.... ...8.P JJ. .. :
?.4..§ .. :
9.99. .. ...... ................ . R.P.§J.19.:
.99.Q 206. KUPANG SURABAYA . ............ . ................BP.§:
74.9. .. :
9.9..Q . ........ ................... R.P.y .. :
.T'.? .. Û.:
.9.9.Q 207. MAK.AS SAR BIAK............ . .. . .......... ............ BP?. .. :
1.2.?.:
.9.9.9..... . .... ......... . .............B.P.4..:
2.?.L.9.9.9. 208. MAKASSAR JAYAPURA......... . ....... . ... ........... . ..........................8.P.J..9.: J.9.}.:
9.9.Q.... . ......... . ...... BP!?. .. :
7?7:
.9.9.9. 209. MAK.f.$.?.A.R.................. KENP..AR..I. . .......... . ................ . ...... . ............... . .. .. ...... .. .. ................... . .RP..:
. ? .. ?.ұ .. :
9...9. 9. . ......... .B: P.J..:
7?. . . 9..:
.9.9.9 2 .1.0. MAKASSAR MANADO........ .. . .......... .. .............. ............. . ........... BP.?.:
. ?..7.:
. 9.9.9. ... ..... . ......... .RP..:
9..9.9. .. :
9.9.9. 211. MAKASSAR TIMIKA . .. . ........... . ............... . .............. . J.3: PJJ.:
7ņ-:
.9. Q ................................. F.: P.Ei: ?.§7.:
.QQQ 212. MALANG BALIKPAPAN............... 8.P..g..9..: J.9.§ .. :
.9.9.9. RpS.134.000 213. MALANG BANDA ACEH . ...... .. ................ .. . .......... ..... ... .......... . .. BP.J..9 .:
.9..9.9. :
:
-.:
-.:
: : ..... . ... . .... : ·.·.: : ·.:
.. 8.P_ . $._; : z.§ . . $..·;
MALANG BANJARMASIN........ . .. . ........ . ..... . .. BP.?.J .. §l .. :
.9.9.9.... . ...... ...... . .. . .... . . BP.4.:
4..9.7.:
.9.9.9. 215. M.AL.Al'l"Q BATAM ............... . ... .. . .. . ...... . ............. ... . ........ ...................BP.7:
.9.9. ............ .................. RP4 .. : }.LL..Q.9..9 216. MALAN G BIAK............ . .. . ... ....... . ... . .. . .. .. . . B.P..1.§.:
9§7.:
.9.99.. ................................. RP.Es.: 4§_:
9.9.9. 217. MALANG JAYAPURA......... . .BP.l.9.:
?..?§.:
9.9.. .. :
9..9.9. 2 18. MA1: : tA N.9............................... . .... .......... Ҷҹ-NP.!.R-1...... .. ..... .............................. ...................... B.P . J..9.: ?_; ? __ :
9 .9. 9 ................. .............. RP? .. :
1.?..7. .:
.9.9..9.. . 219. MALANG MAKASSAR . .. . .BPJ.9.:
9.9.Q ... . ............... . . BP.?.:
.. l.?..§.:
.9.9.9.......... .......... . ...... . . -8.P.§ .. })J. . . :
9..?.§:
9.9.Q . ....... .. . ....... ........ . . BP.§J:
.9.9.9. 222. MALANG PADANG....... . ....... . ............ . .. . .................... . ........... ....... .. ........ BP.§ . . :
: lJ . . § .. :
9.9. ................ ......... BP.4.:
. : ?..? .. ?:
. 9.9.9 . ............................. l.3:
4..9.7.:
.7.§?..'.9.9.9. 22 5. MALf\N.Q PÐ!V.Bf.\RQ.. . ....... ............... ........... .............. .. ........... .8.P.§ .. :
1 ?. . 9. . . :
.9..9..9.. . 226. MALANG TIMIKA.... ...... ... . .... . ........ ............ . .. . ........ . ....... . ...... .... . ..........l.3: P..1? . . :
. ?...T? .:
.99.9 .............................. RP.? . . :
4..?.L.9.9.9. 2..Ӏ..7 .:
......MAN!\P.9 .. IYI..ҷ l?AN.................. . .... ............................... . ....... ........................ .1.3:
. ?..?...:
9.9.9..... ....... ... . .................B.P.7.: _ ; ?. J .?. . . :
9.J.'.? .. :
9.9.9. ....................... .. . .. . RP.9 .. :
9.9.Q 229 . . ^M,ANAP.9. . ^..... . .................. ............ P.AEMBANG.... .. ....... . ............................... . ...... l.3: PJ.:
99.Q . .............. .. ..RP.?.:
9..Ā . .?.:
..9. 9...9. 231. MAN ADO PONTIANAK.......... . ....... . .... . .. ....................... . ...........8.P.J..C.:
?..§.; ?. . . :
9.9..9. . ................................ RP..§ .. :
?..9. . . § .. :
9 ^. 9. ^. 9.. . 23 2. MAN ADO......... ............................ . ....... $.__MAR.A!': T G.... .RPJ.:
?..Q.4. .. :
.9.9.9........RP.?. . . :
? .. ?...l .. :
.9..9. Q . 233. MANADO SOLO ........... .8PJ.'.? . . : ?. .9.4. .:
.9.9.9 . .............. .............. B P . ?. . : 9 . 9 9. : 9 9 .9.. 2 3 4. . ........ .MANAJ?.9 . ...... . . --- ·· ··· · ·- ·· - · ·- · --- · ·- · ·· · · · ·- · ._ ...... ?Y . MJ? .. AY.A................ _ ....... . ...... B.P.2:
. 9..?.: 7 ... : .2 . . :
9.. .9.. 235. MAN,_AP.. Q . . TIMIKA . .....RPJ .. ? . . : J§.ҳ.:
9.9..9. ........................ ..RP? . . :
.9.9.9. 237. MATARAM BANP.f\ A.PE.I.:
........... . .... . ...... . ...... ........ ..........BPI.9.:
§.4..§.:
.9.9.9 . ........ ................ BP.9.: '.?4..? . . :
9 .9.9. 238. MATARAM BANJA,RM,AS_IN ............. .... .. .BP.§: §.9; ?. .. :
99.Q .................. .........BP.4.:
§.$§:
9.9.. Q 2 3 9. MAT ARAM BAT AM.....J.: 3:
P.§:
. 4..§.L: Q.9.9............ .......... .... . . l.<P4.:
:
?..9.?.:
9.9..9. 240. MATA,Rf.\M ..... BIAK ....... . ............................. BP.1..1 .. :
. ? .. ?. . . '.?.:
.99.9 ................... ... RP. ?:
§4..9 .. :
9.. 9. .9. 241 . MATARAM JAY AP URA.................R.P.1.} .. :
9.?.. h . . :
.9.9.Q . ......................... .BP.7.. .:
.9..9.Q 242. MATf\RA.M ..... Y ^OG Y ^AKARTA ........ . ... . .............. . ................ . .......... . BP.4. .. :
4..E .. :
9.9.9. ..... . ...... ...... .. . ....... . .. . . BP.Ă .. :
7.?.J.:
.9..99. 2 43. MAT ҴҵM........ MAK1\SS!\R.... . ..... ............. .BP1.:
. 9.9.9.:
.9.. 9.9. 244. MATARAM MANADO . .. . ........ .. . . 8.P.§.:
7J7.:
9.9.Q .. ............................ R.P'!:
7.: '.?.?:
.9.9..9. 245. ^. ....... MATRAiJ(_: : : ··············· MEDAN .. . .... . .............. . R.P.I..9 .. :
9.9..9. .. · · ^· · ^···· ·...........JP..?. .. :
. <?..yE.:
9..9..9. . 246. MATARAM PADANG ....... .......... .. .. ... .. ........... . ... . ....... .. . .. ...... BP.9. .. :
.9.9.9. ....... ..................B.P. 1 . :
§. . § . 7. :
.9. 9 .9. 2 4 7. M,A 'IAR!.: \M..... . . ^. . . P ALEM,BA,N Q.... ... .BP.7.:
. ?..?..LQQQ ... .. . ..... . .RP.4.: .4.§.:
9..9.9. 2 4 8. MAT A.RA.M. .................... PE.Kl.l'JJ?!\R.Y.. ........ . .......... R.P.9 . . J.9. .. :
9.9.9.. . .......... . ........... ..RP.4. .. :
9...9. 9. .. :
.9..9.9.. . 249. MATARAM PONTIANAK ... . .......... . ....... BP.§.:
.9.9J:
.9 .9Q ....... . ............R P.1 :
?' .9. ? . :
P..-:
.?.'.? . . 9. . . :
9.Q.Q....... . .. . ............. .8.P.'.? .. :
. ?. . J . :
.9. 9.9. 251. ME.PAN..... BAND.A-A9E.. B.. ........... ......................... ....... ........... B.P.;
.9..9. .9.. . ................ ...... .. . .. . . R.P.'.? .. J . . 9. . . Ň.: 2 5 2. M.EI?.AN...... . .. . .. MAK!? $.AҸ........ . ..... ...................... .RP.J..'.? .. :
9.9.9....... . .......... .RP.?. .. :
. ă.7] .. :
.9.9..9.. . 253. MEDAN PONTIANAK Rp9.733.000 RPS.230.000 KOTA S ^A T ^UAN BIA Y ^A T ^IKET ASAL T ^U J ^UAN BISNIS EKONOMI (1) (2) (3) (4) (5) 2 54. MEDAN SEMARANG . .. . ........ . .. . .......... . .................... ...... ...... . .. . ...... . .. . .. . ....... J.3: P..9. .. :
. '.?§.1.:
.9.9.9 .................................. .R.P.1 . :
. ? . 9.. ? . :
. 9.9.Q. 255. MEDAN SOLO..... ................ ............. .. .. .. . .. . .. . ..................... . ... ............ . .. . .... . ...... . .......... . B P.. 9. .. :
. '.? . . ?..4.:
.9 .9.Q .................................. .R.P.1:
.$.?.§ .. :
9.9.9. . . . ?.<?. .. :
... MEDAN ......................... .. . .. . .. . ... . ....... . .. . ... ....... f.? Y. RA.l.?..AY.b.... . .. ...... . .. . ........... . .. . .. . ........... . ................... . . R.P.J.9..'..799.:
99 ... .......... ...... ....... . . R.P.?J.'.?..4.:
9.9.9 . b.?.?..:
...... M%.Q ^A. I: '!.............. . .. . TIMIKA .. .. ..... .................................. ...... . .. ............ ... ......................RP.J?.:
8?.?:
.9 99..... . .......... . .. . ........... . RP.9..'..1.e?.:
9.9.9. 258. PADANG MAKASSAR.... . ......... . .. . .............. . ... ...... ........ . .. .. .. . ......... .....RP. . . Ö..9.:
. 27..1.:
.9.9.9 . ................................... .8.P. §. :
. 1 .9. b . :
9 . 9.9. 2 5 9. PADANG....... ....................... .......... P.9.J'i'.I!A.NA.: E<:
... . ....... ......... . ............... ............. .. . .. . .. .. .................. . . 8.P.§..:
J.9..; ?. .. :
9.9.9. . .. . .. ...... . ...... . .. .......... BP.: 1±.:
4.09.:
.9.9..9. 260. PADANG .. . ............ ....... . ............... .. . ....... $%.MA.1.3: !\N.9......... . .. . .. . ..... .. ... . .......... . .............................. . ...... . .. .. .RP.7.:
.7..4..4. .. :
9.9.9. .......... .. . ....... . .RP.Ù .. :
.. '.? .. ?..:
.9.9.9 2 61. PADANG SO LO ................................................................................ ................................. .R P. 7 . :
.7..1.1.:
.9.9.9 . .................................. BP..4.:
.9.?.?..:
.9.9.9. 262. PADANG SURABAYA.................................. . .. . ........................ . J.3:
P.9..:
J.9.9..:
9..9. ........ ................. .RP.1.:
?.f: ?.4..:
.9.9.Q. 263. PADANG T ^I M ^IKA ...... . .................... 8P..IJ .. ? .. :
7...! . . $ . . :
9.9.Q....... .. . .. ...... .. . .. . ....... . . BP§ .. :
. f: ?..?..?.:
.9.9.9. 264 . ..... . .. . .?..Al: ANQJ9.\RA.Y.1. BANDA ACEH .. . .. ...... . ................... .. .. .......... . ...... .....BPJ9.:
. ?..1.<?..:
.9.9Q.... . .. ............... . .. .. . B.P.9..:
9.&.&-:
.9.9.9 265. PALANG KARA Y ^A BATAM ...................................................................... ..... ... ......... . B P ? :
J. § . L. 9 .9 . 9..................................8.P . 1 :
. ?. .7. § :
.9. 9 . Q 2 66. PALAN G KARA YA .......................... ........ .Y..9..Q.X.A.MRT A ........... . ... . .. . ..... . .. . .. . ........... . ........... . .............. B.P.7...:
4..7..7.. .:
9.9.9..... . .....................BP.4. .. :
.9.'.? .. '.?.:
.9.9..Q. 2 6 7. P ALANG KARA Y ^A MATARAM.......... . .................. . .. . ..... . ........ . .. . .. ...... ...... ............. ...... BP.?..:
. ?..?..7..:
.9.9.9. . ............ ............ B.P.1.:
.?.$.$.:
.9.9.Q 2 68. P ALAN G KARA YA. . .......... . ....... .......... . ..... . M%.QA. ^N ........ .......................... ......................... . ... ..R: P..Ö.9.:
. 0.9 ^. 9.:
.9 .9.9 ................... 8.P.?..:
. 4.J .. & . :
. 9. 9. . 9. 2 69. P ALAN G KARA YA PADANG . .......................................... . .. ...... ...... ... . .. . .. . ............... .. B.P.$.:
.7..§.9..:
9.9.9. . .............. . ........ .BP.4. .. :
. f: ?.4.'.? . . :
.9.9..9. 2 7 o......... .P.A1A.N..QMR.A.Y.A ........................... ....... PA.1.MJ.?.A.NG.......... . .. . ...... . ...................... . ............ ..... .RP.7.:
&.!?&.:
9.9.9 .. ........................... .RP.1 . . :
.9 Ý.Ú .. :
.9.9.9. 2 71. . ......... P.Al: A.I.':
.Q.J.A) YA........ . PEKANBARU . ...... ......... . .. . ..................... ...... ... . ....................... BP..? .. :
. ?.9..?..:
.9 .9.9 . ................................... l.3:
P.4..:
.9.9..9.:
.9.9.9. 272. PALANGKARAYA SEMARANG................... ...... ............. .. .. . .. ........ . ................. . ...... . ...8.P. 7.:
.; ?.!?.; ? . . :
9.. .9.9..... .. . ....................... .BP.; ?. .. :
. 9..4..7.. :
.9.9.Q. 2 73. PALANGKARJ\X!.. .......... . ........... ....... . .. ... .. .. §Q!.: '.Q...................... .... .. ........... . ...... ... . ...... .......... .. . .........Rp7_:
Ñ_§_2. 000.... .... . ...... . ... . ...............BP.4. .. :
9.?..0.:
.9..9.Q. 27 4. PALANG KARA Y ^A SURA BAY A..... ...... . .. .. . .. .............. .................... . ...............................RP.?.:
. 2.2 .. §.:
.9.QQ . ....... ....... . ............. . .... . 8 P .4. . :
. '.? .$ . ?. . :
.9.9Q 275. PALEMBANG BALIKPAPAN ............ . ........ .. ...... . ........................... . ...... .. . . 8.P.9..:
?9..1:
9.9.Q........ . ................. . . RP?..:
).'.?..9 :
9..9.Q 276. PALEMBANG M A . Kf\ § . S. A R .... ................... .................... ................................ l.3:
P.9. .. :
4..9.9 .. :
9.99 ................................ BP.1.:
.7..?J. . :
.9 . 9 . 9 . 277. PALEMBANG PONTIANAK . .. . ............... ........................ . ............... . .......... . .. .....B.P.9.:
. 9..?.?..:
.9.9.9 .................................. B.P.?.:
.$.4..9.:
.9.9.9. 278. PALEMBANG SEMARANG.... .... . ..................... . .. . .................... .. . .. .. . .............. BP.9..:
. '.? . . ?.§.:
.9 .99 ... ..................... B.P.?.:
. ?.9.§ .. :
QQ. 279. PALEMBANG SOLO......................... ... . ............... . ........ ...... . .. .............. . ................... 1.3:
P.9.: &; ?.?.:
9.9.Q............ .. . . BP}.:
4..4..:
.9.9.9 280. PALEMBANG SURABAYA ....... .. .... .. ............ . .... ...... ...... ...... . .. . ............. . .. . BP..7.. .:
. §.2.9.:
.9 .9.Q......... . .... .. .. . .... . .. . ...... ij.P.Ĵ:
74.4:
.9.9.9. 281. PALEMBANG TIMIKA.... .................. ...... . ................................. . ..................... .......BP..4 .. ?. . . :
. × . . rn.:
.9 .9.9 . ............................ .... 8.P.?..:
.9.7.. 9 .. :
9.9.9. 282. PALU.... ............ . .. . .........M.A.Me.$.A.B_........ . ....... ..... . .. .... . ........ .. .. ..... ................... . ........ .. B.P_'± .. :
&.?.?.:
.9.9.Q .... BP.× . . :
. ?. . .7...?..:
. 9. ^. 9.9. · · |is ' 3· · : ·· · !.... . ... ppj)j...... POSO ........ . .. . ...... .. .... ... . .. . .. . .. ............... ...... . ...... ...... . ...... . ... .. . ... .. .. . ...... ...... . .l.SPJ. .. :
9.9.9. ........ ....... ... . ............BP.L.4..Ҳ .. Ø.:
PALU SORO ^NG ...... .......... ........................... . ... . .... . ....... .. .......... .......... ... ... . .. BP?.:
. ?.7.?:
. 9.9.9 .. . .. ....... . .......... . .. .....B.P.?:
.?.?..? .. :
9.9.9. 285. PALU S ^U R ^ABA Y ^A ...... ..... . .. .. ... ...... ........ . ... .. ..... ............ . ......... ........ . . B.P.§:
.??..$.:
9.9.Q........ ........ . .. . ......... . . BP}.:
. ?..§ .. ? .. :
9..9.9. 286. PALU TO ^LI -TO ^LI.... . ...... ... . .......... . ...... .................. . ................. . .......... .RP.; ?.:
9..4..LQ.9.9. . ...... .. . ... . ........ . . BP.J.:
9.J.?.:
.9..9.9. 28 7. PANG KAL PIN ANG Bf\J.rn: pA.f>.A.N . ........................................... ............................... 8P.9. . . :
.9.?. . . ?. . . :
.9.?J . . :
. 9 . 9 . 9 . 288. PANGKAL PINANQ:
.9.. 2 J.. :
.9.9.9 . ............................... B.P.?:
. 9.J..!?. .. :
9.9. 9. 289. PANGKAL PINANG BATAM .................. . .. .. .. . .......... ...... .. .... . ....... ... . .............. ....................... .. . B.P.? .. :
?.. ?.9. .. :
9.9.9. .. . ...... .. .. .. ........ . .. .... .. BP( . . :
.9.9.9.. 290. PANGKAL PINANG YO ^G Y ^AKA RT ^A ... . ........ . .. . .. . ... . .......... . .. . ........... .......... .. .....RP.?.:
.9.9.9.... . .. ...... .. . .. .. . .. . .. 8.P.?.:
.&.§'.? .. :
?.?.? .. :
9.9.9. .. ; ?.9.. .. :
. . PANG KAL PIN ANG....... M ^AN ADO................ ... ............. ....... . ............... . .. ...... ...... ................ ..8.P.J..&.:
9.9..7...'..9.9.9 . ............. ......... . ....... . .. JS.P..§ .. :
PANGKAL PINAl\J.9:
...... .. MEDAN........ ............................................ . .. ........... . .RP.$ .. :
?..$$.:
.9.9.Q. .......... ..... .... BP.4.:
. §..!?. .. :
. :
.9..9.9. ... '.?.9.1.:
.. ..... ^P . ^A N.QK!. .. .?.J.I.':
. ? .. ; ?..7.:
. 9.9.9 .................................. B.P.?.:
?..$.?.:
9.9.9. . .............................. B.P.? . . :
. '.? .. 0.'.? .. :
.9. ^. 9..9.. 2 9 6. p ANQ.KAL Pil\IA.N.9:
. P.ķĵ.N.ĶA.R.Y ................................................ ............... ..R.P.7.. .:
; ?..9. . . L:
9.Q.9. ............................... ..BP.? .. :
. Ҭ .. ;
..PANGKAL PINAN.G:
.. . . PONTIANAK . .. .................... . .................. . ................... . . BP§.:
'.?.7.. 9.:
.9 .9.9........ . .. . ........ ...8.P.?.:
7..??.:
9.9.Q ... b2?.:
.. . ........ . Pb-N.9.KA.1 .. EJ.NA.NQ ______________ ...... §zMA.J.3: !{9: -... ··-···- .. -·-- .......... _ . .. __ . .. .. -........ _ .. _.8P.§J3-.f_2.:
9.Q.Q ........... .RP: '.? .. :
PANGKAL PINAN.9:
........ SO ^L O.......... ... . ............... ... . .. . .. . .. . ........ . ........ .. . .. . ... . .. .. . ....................... .. ...... . ... .RP.?.:
?..Ү.9. .. :
9.9.Q ... ......... ... . ............ BP}:
. ү.'.?. . . 9.:
. 9.9.9 . .. ...................... . ....... B.P.;
.?..'.?.?.:
.9.9.9. 301. PEKANBARU PONTIANAK............ ....................... ............................... .BP..?.:
.9.9.9.... .. .................. .. . .... B.P.4.:
9.9.9. .. .. . .. . ....... ........... ....._Bp: ?, . . :
.9 ^. 9..9.. 303. PEKANBARU SO ^L O................................................................................ ....... . .. ........ .RP..7.:
9.9.9 . .............................. R.P.4 J .. 1..Ұ .. '..9.9.9. 3 04. PEKANBARU S.U.:
RA.ҽ.A.YA....... . ................................................................ BP.9.:
. '.? . . 4.I.:
.9.9.9............ . .... . .......... .. ......8.P.4.:
9.9.9. 3 0 5. PEKANBARU T ^IMIKA............ ... . ........................ ........ ..8.P.J.§.:
7.. 7..L.9.9.9. ................................ BP.§ .. :
.7.?.9. .. :
.9.9..9.. 306. POùJ!ANA.I< . M ^AKA SS ^A R . .. . ....... . ......................... . ...... . ....... .. ... . ........ . ......... .RP.9.:
9.J..?. .. :
9.9.9......... . ... . ............... ... . . BP.?. .. : Ü.4J:
.9..9..9. . ... 0.9.7.. :
.. .. . . ^P O NT_L'..N. AK.... S.. *M.A.8!..N..9:
.9.9.9 . ................................... 8 .P . ? . :
.7.. ?. . ? . :
9 ^. 9.Q ................................ .BP}.:
9..9. 1.:
9.9.9. ................................. BP.4.:
'.?..9.4.:
.?.9..? .. :
9.9.9. 3 11. S ^E M ^A R ^ANG MAKAS .$.AR... ............................................. ... ............BP.9.. :
1.9..§.:
.9.9.Q.... ........ . .................... 8.P.1.:
.7..9.§:
.9.9.9. 312. so LO MA.M?.$.A.R................ . ....... ... . .. ... .... .. . ................................. ... . . 8.P.9. .. :
4..§.§ .. '..9.9.9. .. ...................... .....BP.1J?.4..?. .. :
.9.9..9.. 313. S ^U R ^ABA Y ^A DENPASAR.... ... . .......................... . ....... .. . ......... ... . ....... .. . . BP?. . . J . . 2.?.:
.9..9.Q Rpl.979.000 314. S ^U R ^ABA Y ^A J ^A Y ^APU R ^A ..... . .. . ............ .......... .. . ................ . ....... . .... . .. .. ..... .BP...!.× .. :
9..7..?.:
. 9..9.9.. ·· · ········· ^· ········Rp7: ·23_f666 315. S ^U R ^ABA Y ^A M ^AKA SS ^A R.... ... . .. . .... . .......... . .. . ............. . .......... . ...... . .. ............. . .B.P.? . . : ?. .. f?. .. :
9.9.9..... .. ....... . ............ ...... . BP?. .. :
4..Ø .. Ø.:
S ^U RA ^BA Y ^A T ^I M ^IKA R nl 1.295.000 Rn6.589.000 19. SATUAN BIAYA TIKET PESAWAT PERJALANA N DINAS LUAR NEGERI PERGI PULAN G (PP) NO. KOTA (1) (2) ........................................ A MERIKA UTARA 1........ . .. . ,s; ,1.:
:
Ҟ.ľg.? .......... . 2. H ouston 3 · .Ҕ?..ҕ .. . !\1.'.!.Bt.1..ŀ.Ł ................ . 4. New York 5. Ottawa 6. San Fransisco 7. Toronto 8. Vancouver 9. . ..... . Y.'.'.§.: Ł.1.:
: ҥ i.: !.g!.?.i.: !. .............. . A MERI KA SELATA N........ . ........... ....... .. .. ...... . .. . (dalam US$) BESARAN EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (3) (4) (5) . .......... .?.' .. !..?.?.... .. . ................ ............... .. .... . ..... ?..&?..*... ................. ..................... ? . '. . ? . ? ? .. ........ }.Ҿ..' . . '?..?....... . .. ................... . ........... '?..'.'.±.?.!........ ............. . ?.t??. ..
... .............. ... . .. . .. . .. . .......... .. . .. . 1 ..... 1 ..... :
' .. 4 ............. 1 .. .....1.... .......... . ... . ...... .....? . .. . ?...?.... ...... .. .. ........ ?.:
. ¢.'.±. ... . '101 '179..... . ......... }'..?.?..?................... ) . . ?..'.¢ .. '?..?..... ........ ..... ........ . .............. ?..'..?..?.'.±.... . .. . .......................... =1:
,..Q.?? .. . ......... # . . ?..i..=1:
?..?.... ' 13 8........ ... ...... .. ................... .... . ?.? .. ?..?.?.:
.......... J . . ) . . :
. 7.!?..9.. ......... .. ............ ?.' .. ?.'?..=1:
. . ...................... ?. . . ' .. ?..9. . . ) .. . . 10' 902 ...... ................ . ........... .7.i.=1: ?.?. . ... ................................. ҏ.? . . ? ?... !... .. .. """"'i5'6i5'6' .. .. ...................................... ?. . .. . . ? .. ?..Һ............................. ?.:
. ?..?.9 .. . .
: J?.sig?..!ҫ..................I.?.. ,_?.?.?....... ................. ... ?,,.'.±?..?............ ... ... ?'..?..I?. .. 11. Brazilia...... . .. . . *.?.>..?.? .. ғ... 1 , 18......... ...... .... . ?..?. .. ?.!...'? .. 12. Boenos Aires . ... ....... .. . ?.?..?..9.9.9 .... ....... ......................... # ..§.,?,.9..9. .............................. .. #..Q ,, .=1:
9..9...13. Caracas.......... ..................... .. .. ................................ ..... ....................... 3,128 ....... .. ...... }.3,8_? . . ?.... .......... . . ?.?..?...?. ... . 14. R.§1: ҍ .. ҩҪ!: t}?.?...................... . ........................... ........ ...... .............................. .. . ................................. }.!?.1..9. J,.. .. ......... . ........ .. .... .. .. .............. ...... ?..i.=1:
. ļ=1:
.......... .T,_??.: ?. 1 s......... һ.§.:
'.!.!.Җ.§l: g?. .. . . Ҧ.£ . .. . g.1.: ?: gŀ. ................................. ..... .... .. ................................... ¢J.l3.Z.=1:
....... .. ... . ...... .. .. .. ........ . ... .......... .....L?..?..?.?.?..... s, 900 16. .QҤ.ң.!.?......... . .. .. .... . ...................... $.?..,.?.%.?......... .. ........................... ) .. '?..' .. ?..?.?. .............. ........ .......... .. ...... . .. """i'2"j"2'7"" 17. Lima . ... . ... ...... .. ............... . ................. ?..?..?.?..?.... ......................... .. .... . . ?. . ?. . ? . ?.. ?.............. .. . .............. .......... ?. ..i. .9. . ? . ? .. . . • .... . .. .. .. , . ...... .. .. . _ . ........... ...... .. .. .. ................ . ....... .. . ....... ...... .. .................. . .. . .. . _ .. ........... . -........ -...... . .............. -................... - ................... -.......................... ______ , ................ _ . .. . , _ ...... ........ . _.... _ .................................. ...................... . .................................................. -................................. 1 A MERIKA TENGAH 18..... M: җxi'c;
..c.it: Y .................
. ....... f>¡1¡Ҙ¡ . .. Citv ........... . EROPA BARAT . ........ ..! . . Ҋ...ҝ.?..Ľ.Ľ... .... . ... ............ .. ............. T.Қ?.?.. L....... ........ '.?.?..?..?.? .. . .................................. ...*.: i:
, .. ?..Q.Ҽ..... ...) .. ҉ . .'.?.?.?. . ............... . ............................. ?.. '..?..?. . . ?. ... .. ..... J .. ҈!...?. S?..Ļ...................... 5.ґ .. Ҍ9. .. ?_ '19 5 21. Vief1.:
:
................................ ... . ...... . ................... .................. .. ............... !.9.? .. ?..Ҝ.9..... 4, 177 . ..... . .............. .... . : ?, .1_; ?._§.7. .. . 22. Brussels 10,713 5,994 3,870 .......... 2-3 . . :
.......... ·Niar.seilies........ ............... ... .. .. . ......... . .. .. . ........ ---------.. -·..... . _______ - --- .. -------.=I-.?-.?<?.=• --=>-·-----··--·----.=-.-.-.$-; 9•?.•4".·• .. _ ............ .... .. ...... ., .. -.-.---.=-.-.-.-; §.iL ............ 2.ӂi':
...... . . Paris........ . . }..9 .... 7..?.=1:
... ....... .. ................................. ?.i..9.. ? . . ?..... . .. ..... ?..:
'.?'.?} .. .. 25. Berlin . .. .. . .....: Ғ9 .. '.Ļ.7..7.... , 126 ...... . ..... . .. . .. ?..?..?. .. ?..?? .... . 26. Bern 27. Bonn 28. H amburg 29. Geneva 30. Amsterdam 31. Den Haag 32. Frankfurt EROPA UTARA .............. 3 ...... 3 .. . ... . . · ....... . ...... . s;
?.P.£.ҧJ.: ?:
Ҩg-£i.: !. ............ . 34. H elsinki...... . .. .......... ...... .............. . .
Stockholm 36. London 37. Oslo EROPA SELATA N 3 8. .?.ľҟ-ҢJĿY.? .... . 39 . ....... Ҡ§l: gҡĿ? ........ . 40. Athens 41. Lisbon 4 2. ·...·Ma'dricf .......... ..
....... . ....... J}.:
'.±.7.?...... . ..... . ...... .. ..... ?.i.?T?.. . .. . ... . =1:
?.?..?. .. ? .. ......... J..9? . . ?..=1:
?........... .. ......... ??..9.?.?.... . ... . ................ ?...7.?.? .. .. 9,938 7,639 ,108 ..................................................... 8 ...... , ..... 1 .... 6 ......... 6 ................................. ?. ?. . ?.. 7..9............. . .. . ... . . '.± .'.. ? .'.?.'.?.... ... ........ ?.i..} . . ?....... .......... . ....... . ... ?.&?..?... ....... . .. . ..... .... . .. .. ?.,,.?.?.L.
............... ? .. '..Ҏ . .. ) . . '?..... . .. . ... . ................................. ?. .. ?.?. . . ? . . ?..... .......................?.?.. ?. . ?..L.............. ?..:
.?..?.9..... ......... . ................ . ....... '.±.i.9..?. . .7.......... }.i..9.?..қ .. .
................. .?..?.. .. ?..... . .. .. ........................... =1:
'.. .9... .. .
............ }.9. .. '.9. .. ?..?..... .. . .... . .. ............. ?..' .. ? . . ?. . . ).... . .
...... .. ...................... .'..?.1. .. $.?..... .... . ............... .. .. ............ Ґ.i. .. ? .9.. ?......... ........ #...ҙ.'.=1: }.9.... .......... . ...... ...... . .. .. .. . ...... T i. . ? ? .................. ļ.?. . . ?.?.'?.... .... . .. . ....... '.±.2.7.?. .....
............ . .. . ... ...... ?..?..'.±.?.?. .. . . ,153 . ... .......... =1:
?..9..=1:
. ҋ.
....... $$ .. , 7..7.? ... , ............................................................... o' . .. . 1 .... 2 ........ 9........ t .............. ... ? i. 9.. ?.?..... ......... # . . ?.?..?..?..=1:
.................................................................. :
. ........... *.±.'..+ .. $ .. L. ... .............. ..?...'. . . ?.?. .. ?......... ............ J.?.9.=1:
. * ......................... .'..?..9. .................... =1:
?.. =1:
?....................... 9 . . &?.?. .. . 10,393 4,767 3,631 (dalam US$) BESARAN NO. KOTA EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (1) (2) (3) (4) (5) 86. Dubai 4,207 ' 1, ASIA TENGAH 87. Tashkent ' ^17 ' 3 ' 88. Astana 13,661 12,089 ' 89. Baku 13,234 8,556 ,281 ASIA TIMUR 90. 'RP111nP' ,, 9 2,140 1,623 91. Hongkong 3,028 ' 1,25 92. Osaka 3,204 2,686 1, 93. Tokyo 3,734 ' ' 94. Pyongyang 4,040 2,220 1, 95. Seoul 3,233 2,966 1, 3 96. Shanghai ,122 2, 49 ' 97. Guangzhou ,122 2,749 1, ASIA SELATAN 98. Kaboul 6,307 ,90 ' 99. Teheran 5,800 4,600 ' 100. Colombo 3,119 2, 1, 101. haka 3,063 ' 1, 102. Islamabad 5,482 ' ' 1 103. Karachi 4,226 ' ' 1 104. New Delhi 3,500 2,500 1,500 105. Mumbai 3,063 ' 1, ASIA TENGGARA 106. Bandar Seri Bagawan 1,628 1,147 919 107. R: : ino-1.rnlr ' 1,155 823 108. Davao .ty ' ' ' 1 109. Dilli 747 491 350 110. Hanoi 1, 1, ,3 1, 111. H Chi Minh 1,6 1, 1,2 112. J Bahru ,195 911 525 113. Kata Kinabalu 1,894 1,427 694 114. Kuala Lumpur ,158 659 585 115. K11r: h1no- 2,659 1, 00 364 116. M: : inil& 2,453 1, 14 1,150 117. Penang 918 766 545 118. Phnom Penh 2,202 ,9 1 1, ___Ll.9 ---'- ^Singapore 991 673 40: 1 120. Vientiane 2,274 2,025 1,420 121. IYangon 1,468 1,212 1,053 122. Tawau 1, 1, 694 123 Songkhla 2,344 1, 155 823 (dalam US$) BESARAN NO. KOTA EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (1) (2) (3) (4) (5) ASIA PASIFIK 12!-" ..........g _?.: !l:
1?..¡Era ............................. .. . .. ....... §.1 .. ;
..9.i... 6,30 ............................. ʋ?. .. ? . .9..9. .. . 12 4. Darwin ..... . ........... . ........ . ............. . ..... .. <?..1.?.?.?..... .. . .......................... ................ : 1:
1 .. ?..9.9.... . ............... ................ . ...... . ......... 9-.?..ʎ .. ?i. .. . 125. Melbourne ....... . ............... . .. . .......... ....... '.±1?. . . ?..? ... ............................................. $-'.?..% .. '+... . ................................ ; ?. . . !?..ʍ ... . 129. • .. s .. .. ... u .. . ... . v .. . .. a ......................................................................................................................................................... • ..................................... ...... &.; ?.1?.?.§.... . ............................ ............ 11 .. 1.?I... . .................................... ʌ.?. . . ?.?.Q .. . 13 0. ..... : ; y L֮ucy . .. . ... . ............... . ............ ........ . .... : J:
1..?..B.2... . .. ............................... : J:
1.B_}.7__.................................. B.?..§.?..'.!.. .. . 13 1 . V animo................... . ... . .. . .... . .... . ..... ... ..... ; ?..1.9. . . ʊ . . ?.... . ............................................. B.1..7.. '.±.9......... . ... .......... ............. . B . ?. . ; ?. . ?. . 9 . .. . 132. Wellington 11,750 9 ^, 8 ^30 4,120 20. SATUAN BlAYA P: ENYELENGGARAAN PERWAKILAN REPUB: LlK INDONESIA Dl LU.AR NEGKRI 20.1 ATK, Langganan Koran/Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, Jamuan (dalam US$) NO. KOTA ATK (OT} Langganan Koran/ Majalah (Ekslempar/ Bulan) Lampu (Buah) Pengamanan Sendiri (OB) Kan tong Diplomatik (kg} Jamuan (OH) (1) (2) 1.... . ... . .......... . .. ... .. ... . ,AMERIKA UTARA 1 . ........9..1:
-.8.P ..... . . 2. Houston.......... ........... . , 3. ....... . . !: '..<?.֣ .. . . 1.\ִ:
gl'.:
1.ů.֫...... ... ..
1 4 ) (5) ............ !:
. !.|.?..?........... J.1.H.H.9 ...•................................. · . · . · . · . · . · . · . · . - .. - ... 3 ^· . · . · . Ț . · . ^1 .. · . · . · . · . · .• . ......... J2yz?. ... 1 .•..•..•.........•...•..•..................... 3 ..... 8 ....... • (6) (7) 1 8........ '.?.2 .. ?.?.: 2-.... . ...................................... 9 6 18............ . .......... . . H.1.?..?.L. .. . 94 1 8 ...................... °'.: ±֥.?... .. 96 1 8 ) 4 . New York (Konsulat Jenderal l,299 20 2,30 8 101 91 89 91 96 Republik Indonesia) 5 New York (Perutusa .n Tetap Republik Indonesia) .1,299 2,30 8 0 96 , ............... 6 ... · .. · ... .. ........., ^Ottawa 1 ^•......•..•. 7 ......· .. . ........... s.§.n x/11 ^. .l3..i0-?. ............... . 8 ^. Toronto . .......................... ..... . : ·· · ... i . ; "3 ^· 07 ^·· 1 ^. . ^.. . . ^. . .. ... ..... .. . ... .. ........ . .. .. ....... 4 .. _ ...... .. .. .. .. . .. . .. .. .. .. .. .... H9..... ..... . .J.1.?.I.?..?..... 10 6 ....... . .. l 00 .............. ^. ............................................ J..t?..?û... 4 0 . ! . . ֝ ... ········-······ .. . ........ . . H.?.I .. ֨.?3-.... 101 . 96 . ........... ֞ .. &C?.?... 4 2 . 2 0.... . ... . ......... . . N.'.°.?. .. ū... . l 0 6 1 00 9. Vancouver..........J. .. . ?. .9..7.. ... 4 ^2 20..... ........ . ........ . .... 8.? . . ?..?.ŭ.......10 6 100 ........... 1-.9.:
. ... .....W.\ : ; ; .hi!:
ge2.1]-···-···-·-···· · - · · · · · · - ·- ·· ·- · ·· - -· - - - · - ·- -·- · - ___ ....1.1..:
?.3 42 1 8 ···-···^1._z`.... . . ·· · ^··· · ······ ··········· 9 · 9· ^··· ·· :
....... . -................ '.?.;
. AMERIKA SELATAN 11. ^· · ^·· · · 1 i3·ʅgʆ.tʇ··· .. ·· ....
...... Brnzilia 13. Boenos Aires 1 4 . Caracas 1 5 . Paramaribo 1 6 . ...... . . §.a.1.1..b.i..cg2...֬1.ů ... 9.. !1..i..1.֭....... .... ... . .. . .. . 3 ........... !.>.1..?.? .............................................................. . 1 8 4 ^7 22 4 0 ·· is ............... : ֡ .. ?.: '.': 7§. .. . J ..........................................................• ....... J . .. . ?..9.9. ................................................................ . 5 ^6 ........... 8 . .. . 1..7..? ............................................................. . 27 33 ......... } .. . ?..L?.. 9.......... ........... .. . ............. ..................... . .. . ... 1 1 6 37 .......... .J. .. 1 .. 1.?.. H .................................................................. . 1 8 ,1 5 0 96 91 2,.195 1 65 1 88 2,200 1 5 0 200 .. .. . ....................... ;
. ?֦.9.Ŭ ... 1 42 134 .............................. J . . !.: & .. ?. .9 . .. 85 8 0 1, 777 ^·································· · ^···9·5· .. 90 17 . Quito 1 8...... Lima 32 15 1,1 0 81 7 7 ............ 8....<?.9..1. ....•.............................................................. 1.................... . ....... . .. . ... . . 1 .................. ......................... :
................. . ........................................................ . ............................................ 1 35 1 7 1,262 89 85 ........ J.1.9.?.J?. .. , ......... ...... .. ...... ... . ........... ............. . ......... , ..................................... 1.... .... . .... . ...... ............ . ...... ... .< •••• c .... c •...• c ... 1 ............................................. :
. Ƈ..... . 1 ........ . .. .. . ..... .. . ...... . ... . . ƈ .. . '.: '. ... I AMERIKA TENG.AH 19 . ...... . M.d?:
.'?.? . . 9!Y. ... . 20. Havana 2 .1 · .. ?.§ln.': 1:
1?:
.': 1:
.. g}: !Y. EROPA BARAT l··········2·····2····· . ··········· v ^1· ț · ££Ȝ: ······· 23 .
..... Brw: ; sel 24 . 1\11 Ɖ IP 2 5 .
..... Paris 35 .. ........... 1.?..?:
?:
.?:
.9. .. 1 ................................................................................................ . 33 1 6 . ...!:
. r.9.: ?.§_ . ..... .. . .......... . ... .. ....... . .... .. ...... . ....... .. .. .. 1• . .. ...... . .. .. .................. . ... . .. 1 ............ !.?.??..?..
.....1.?..2±7 ... 2,022 .................... ʂ.;
C: iʃʄ .. ^.- . ······ .
..... ..1..>z.1..9. .. 264 259 269 269 2 54 22 22 23 23 22 ........... ........ ?.!.??..'.!.. .. 90 . ......................... !.?..?.?1. .... 88...··· ^· · ^· ^· ^·· ·-·· · ··· - · · · ֜. & ֛ . ?....1 56 ·· · ^······-·······-·····-······ . ............... ?-.. .. .'.!..?. ?. .. 132 . ....................... }.l,?:
.Q 129 ······ ..................... ?:
.? .. N?.ŭ . . 134 ......................... '.?. .• .9..7.?. ... 134 . .................. ??.?.?..?. . . 127 . . . 26 . ······ Berlin 2 7 . Bern 28 .
.....i3 · Ȥ£; ········· ............. ................... ..... .... H .. . ?..9.. ?. ... ..................................... . ^334 33 5 ,ü . . ?..§. ... 1 66 29...... . . ֩l'-1:
1: !1.: 1?.1?.:
r.: g ......... . 30. Geneva 31. AP.J.ý.t.þr: <:
i.9.: : 1:
.......3 2. Frankfurt 33 . .. .....P.Ů1.?:
.. l.i'.3.: ֶK ....... . EROPA UTARA •································• 34..... . 9..?P.Ů1.?: !1..§l: S.֪.ֳ:
......... . 35. Helsinski . ... } 6. Stockh()ȝ.1.!1 ..................... ........... ^. ........................ . 37 . London 38. ······ 6Ȟiȥ· · · · · ········· .
.......... 1..1.?}..9 .. . 25 4 22 . ...................... '.?.&2.9 ... 127 2 5 7 ........... 1. .. '.z.?:
.z............ . ......... . ... . ............... . ..... . ...... . .. . .. . 22 . ............ H.i..?.1.?. 1 8 334 28 . .................... ...... ?:
.. ?.. ?.. ?..?. ... 1 66................... ?:
.!.?..9..?. .... 1 . .. . ...... . ..... . .. . .. ....... . .. . .......................... 1 254 ............ 1..?.?.1..9.. ................................................................ . 22 ................... ?.i.֧.2.9 ... 127 2 54 22 ................ . ... ?:
. ?. ?. ?. . ?. . .. 127 · · ····· ........ .J..>.?. . . 1..9............... ..... . ........... . .. . .. ........... . ........ .. ... . 2 54 ........ J .. !.?. . . 1...9 .. 1 ............................................................• 22 . ............ ?:
.?..??1..9. 127 ........... ?:
.! .. 1. .. 1..?. .. 28 1 24................... '.?..'.?.: '.':
.?.0.: ±9. .. . 259 22............. . ....... ... ?:
.. . ?..?.?.... . 213 . ..................... .?.?._: !:
. . ·-····-·····-····-??:
... ........................... ....... ;
1.?.l.Z?.... 209 28 0 25 . .. ............. ...... ?.?.?±?... 250 . ······· · ^·········· · ^·"3 ii .. 2 6............ .. . .. . ...... N .•. ?..?.. ?... 2 5 6 85 83 79 103 101 105 10 5 99 130 99 100 130 99 99 99 110 101 99 259 1 2 1 1 ... .... . ....... . ............· .. ·. ·· . i.iE?..Rȟ: o': !,.P!:
: ': 'A...'.': cȑ."'i.: Ȓ .: : T '.: : tJ.ȓ- ''T'.L!}.i: l.T · · ···· - · - ·· -· · · · ··-- · -··- ·· - ···· ·· - · · · · ' ·· · -- ·- · · ....................... ··--·-·-···-·-·· .... ·--· ^- .. ···-··········-·•-----·--·-············· ........................... 11-····-······-·········- ... . .. . .. . .... . .. .. . ........... _ .. .. . ........ . ...... ............... 1 39.... . .. ?..cE.JfY.?....... . ........... 1..?..1 ^. .. ?.?.. 1 4 5 1 8 2,232 108 ....... 59:
....... . : Z.:
9.: gȧȦ·Ƞ·······....... ...!:
.. _.?..?.... 4 09 20 2.232 11 7 1 5 0 4 1 . Athens .....J . .. . ?:
?-.. 9... 158 20................... . ....... ?:
. .. .?.7.. .?. .. 1 . .. . ..... . .. . .. . ... ............ . .. . ... . 1 ...... 1_ .. 8 ..... .. 1 ...... .. . ..... .. ................. .. 9 ....... 1 .......• 4 ^2. Lisabon . .... ... . ....... .. ....... .. . ..... : !.?.. .?:
.9 ... i........ .. ......... . .. .......... . .. . .. . .... 1 ...... 6 ...... 1 .. .. .. 1 20 . .... . ........... ?:
.. . 7.. °.?:
............................................ 1 ... 2 ...... 1 ......................................... 9 .... 3 . ....... 1 4 ^3. Madrid . .. . ......J. .. . _.7..9.... 1 65 · 21 .. . ....... . .. . . ?:
.?.?; ?.?:
.... 1...... . ......... ...... .. .............. . . 1 ...... 2 .. :
. 3 .......................................... 9 ..... 5.,..... . 44 . Rome 1,45 0 200 45 ........ . .. ...... .....?-.. .!?..9..9 .. . ........ ..... ....... . .................. 1 ... 5 ... ' .. 0 ................................... 1 ..... 2 ..... 5.... .. . 1 45..... . ?ȡ.?gtȢȣ· · ······· ····· . · . : : : .: : : : .: x;
ʈ: $..?.: : . 1 51 2 o ·.......... . ...... J...7..֢.?...... . ................... .. ...... .. ....... . . ^1 ..... 1 . ... 8 ......................................... 9 ..... o ....... , 4 ^6. Vatican ... .. ... . ....! . .. . ?._.9... 177 22 ..
. . .. . .. ........... ..... ?:
/±?? .... , ............................................. 8 .. . · . . 6 ....... , ............................ 1 .... 0 ...... 2 ....... , EROPA TIMU R 4 ^7. Bratislava ·········· 4 · s · : ···· ··· "I3liC: ilare · ; ; ; · E ........ .. · · · ........... ..1...!.?:
.?: 1 9 1,86 7 96 . 99 86 NO. K O T A ATK (OT) Langganan Koran/ Majalah (Ekslempar / Bulan) Lampu (Bu ah) Pengamanan Se n d i r i (OB) Kan tong Diplomatik (kg) dalam US$) J a m u a n (OH) Ill Ȍ ral (4) (5) (6) 49 . .......... K ...... i .. e.... v ....................................................................................................................... . ........... 8 . ?. . ւ . ? N .. . .. 169 22............ .. . .. ! . . ?.?..?..?. .. . 50. M""Ɖ·Ɗm ........ . . !.?..'.±.'.±.Ŭ... . .. . ... 247 25 ..... . .... ........ . .. .. .. .... . .'.?.1.'.!._99.... .. . .. ... . .......... . ........... . ... ................. . , ......... si.... . .. . Prague .... J . . "pp9... .. 148 19........ .. . ..................+2§.9.1 ...................................................... 1 52.... Sofia.......J.?.??.Q..................... 48..... 19 ................. ? ' 9 . ?. . ?..... .... . .... . ................. . ...... ...... ...... ...... .. ,1 . ...... . ............... ..... . .... .. . ...... . . 1 53 . Warsaw ......... 1. . . ?.'.'.1:
'.'.1:
?. . .. , ........................................... 1 .... 7 .. ' .. 4 . ... . .. . , · 19 . .. .......... . .. . .. . ֤.1.;
§N.... 1.... . ................. ................ . ......... . ...... . 11.... ... .. ...... ...... .. . .. . ... . ............. . 1 ......... 54· : · ..... ·u·:
. · : ť·; ; ·: : : : · : : : · · .. :
.. . .. _____ : 3±և .. '±... 292 ʁ-------- Q .. .. .. ___________ 1 .. ֆ.?.J .... 1 . . ___ .......... .. ... . -.... cc...:
......... 11.... _,,,, ______ ,, .. ƈ .... Ƈ ... 1 IAFRIKA BARAT 55. lnȍ,1r1n: n· 56 ... : : .. IAbuia ................................. AFRIKA TIMUR 57 Addis Ababa..... . .. ........... . .. . . 58. Nairobi 59. Antanana.rive.... . .. ,......... ....... .. ...... ....... . " 60. Dar Es Salaam 61 . ·Ŧ.· . .. ii֗Ū: Ū: """' ..
. . AFRIKA SELATAN . ............ ............................. ........ . ..................... . .. . 62. Windhoek 63 . .......9ֱ.P.ֈ...T.s֑i-֒ .............. . . 64 ·.... . . 29.P.3P.: 456: t?7EK...... . 65.... . .. . -ַP\l.!9. .......... . 66. Pretoria ...... ..!.?.?.79 ... . ........... !.2.?!?.J.. .. . . 148 6.................. . .. . ... ?.!.'.=1:
1 ............................. . . J.i .. ֊......... ...... . . 12 ... .. ... ?. .. !.?..?..?. ... ,..... . ......... .. .. . ...... ............. . ..... ......... . , . ................ .. . .......... . ................
.......................... -.... .. ........ ?..1..Q .. ?..։ . ...... . ... .. ....... ... . .. . ...... .. ...... ...... 1 .... 3 .. . . · 2 ........ , .............................. 5..... . . 1.... . ............ ... ũ.!9.7.9. .... , ...................................................... 11 ................................. :
..:
... .. .
. ...... <.?..=9..9.... 5................. . .......... ?..1.'?.?i., .................................................................................................... .
......... ?..?..9.. ?.?... 5 .... . ...... .. .. . .. J.'..?..?..?....1............. . .. . ............. .. ... . .................. . 11 ...... . ..................... ............. .. . 1 ......... ..!.?..?.'?.?.. ... 128 5.... . ..............J . . !.?..?..9 ... 1...... . .... . .......... ....... . ........ . ...............11 .... . .. . .. .. . .............. .... . .............1 .. ........ ?. . . ! .9.. ?. . ?. ... 136 s............... . ........ .. . .. } .. 1 . ?.?....................... . ......... . .. ...... . .. . .. . .......... . ,f ...................................... :
.....
. ........ ?. . .. . =.'-1:
L....139 1 . ......... . .. . .... . ... . .. . ... . s...... 1 .................... ?. ?. . ? . փ 9...., ....................................................... 11 ............................................. .
......... ?..!..'.±.!?..֖ .. ...... ...... -........................ 1.. 60 6 ,,,,,,_,, ,,.... ...... ...... ...... . .? . . t??.9 . .. + .. .. .... . ... ................ .......... ......... .............. ....................... . ... . .. .. . ......
. ...... ?..1.k.?.?.... .. 150 1 ........................... 1 ... 0 . ......1..................k!..l9.9. . ................................................................................................... .
........ ?. . .. ?..9.. ?.... 149 6 ......... ...... . .... . 1. .. 1.?m.? ... 1 .. .. ...... . ......... . .............. . ............... ..... 11........ ........ . .... . ........ .......... ..... 1 ......... ?..?..'.?.?..?.. .. 150 10.... . ...... ........ ?.?..9..9..9. ... , ...................................................... 11 .. .. ........ . ....... . .. . ...... .. . .. . ....... . . 1 , ............................. 111 A ...... F ..... R .... I .. . . K . .. .. . A ....... . .. U..... . T ... ' . . A.... .. R...... A ......................................................................... ,.............. . .. ...... ...... .. .. .. . ...... .. .. .............. .. .. .... .. .............. .. ...... ...... .... . ... ............ ................. . .. .. .... . ....... .......... ............... . ............................ .....f .......................................... .
........ . 6: : : ' .. 7:
..:
......... ,l: A ... : : .k.Q.i:
e: -: : : rs: : . . : : : ...................................................................................................... 1 ........ . =.?..<;
9.... 140 6 1 .,815 68. Cairo . . J.֙.֚.??.... . 7.... . .... ..........} . .1 . . ?.?..?...i ........................................... . . 69 ... : : .. IKharcvurn........J . . '.?..?..9. ... .. 151 1..... .. .. . .. . .... . .. . .. . .. . .. 7 . .. .. .. J ...... . ...... ........ ..... . .. . ......֓.?.ŨŨ.֔ .. . . 1......................... .. . ...... . ......... .. .. .........11.......................... . .... . ........... . 1 70. Rabbat.... . .. . . 8.,֟?..9. .. .. 138 6.......... . J..!?..?..7. . . 1........ . .. . .. ... . .................... .. . .......... . . 11 .. . ........ .... . ................. . ...... . .. . 1 11 .
. .. . .. rʔ: i; ʀii... . ... J.?..?..?..9.... 132 6 ...... . ................ . . ?.,.!.?L .. 1 ...... .......... . ...... . ..................... ...... . . 1 72 .
.... . 1Tu1rn·m.1 ...... . J .. !. ?. . ?. . ?. ... 130........... ...... .. ... . .. .. . ... ... . .. .. . .. . .. .. }.?.: ?..!.ũ ............................................ : : : ...... . :
....., !ASIA BARAT 73 .Man8: 1t1._a.... ...... J . .. . ?..9p... 423 5 1.278 194 52 74. B a ghda d ...... ..J.?..?.."9.... 421 5.... ...... . .. . .. . 4:
..; ?.9.9... 194 51 75 .
. .. . . ·4 .. ; ·ŧŨũ: ; : ; "Ū'""'"'"" 1, 170 5 928 ....................................... 1""7 """7"""1'""""""""""''"'"'"" "","7"""'1 76 .
. .. . !Kuwait :
. : : : "): : : : : : i.fʕJ.:
' .. : : ..... 363........ ............... . ...... . s....... 1,469 1...... . .......... . ........ . ...... . ... 1 ...... 6 . ... . 1.......11.... .............................4 ...... 4.... . . 1 77 .
... . . 1 Be i ru t ....... J.1.;
@.9.......399 s . . ...... . · .. i: 574·· . 183 48 78 .
.. . ... I Doha.... . .. . ... 1. . .> . . 8.?..9... ........385 5 .. . ..............!.1..?.l .. ? . .. . .. ........... . .............. . ... .
.
.
.
.......i ...
.
. 77 ..
. .
....
.
.
.
. . .
· _ · 1 ..
. . :
. . ........... :
. .......... :
........ ɿ . .
. : ": "4""" · "7. """": : 79 .
.....
8n>.·§·LI?.: §L.13..9. 0............. .. .......... .. . .................. ... ....... .... . ....... . ........ . ...... l ....... ! .. .. ?..?..9.... ...... . 381 5 ·......... . . 1.?..7.. ?..... , ...................................... 1...1.... . s . ...... , ............................... 4 ..... 6 ....... , 80. ······ AnJ,.. ..,rn . ... . J.?..?.'.?9.... . . 399 5.... ................ : ?..t?..'.!..!.. . . , ...................................... 1.... . s..... 3..... . ,f............ .... . .. . .... . ...... 4 ...... 8 . ... . . 1 81 .
..... 1Abu Dhabi.... . . J .. 1}.7..9.. .. 408 5 ·..... . ...... . .. . .. J . . 1օ . . ?.9. . .. 1............ . ...... . .................... . 1 ... 8 ...... 1 . .....1..... . ..... . .. .. .............. . .. 4...· .. 9 ....... 1 ......... 32·:
. . .. . . Sana· a ....... .....!..!.. EQ_ ·---·--·-- . . -֎..'!-֏... 5 ___ ,. .... -.... -.... ֍/: l: ?..: 1'.L.1. __.... .. . ........................1..... 1 . . · .. 1 ...... 1...... _ .......... . _ ...... .. 4.· 5 ....... , 83. T..> rlrl: : ih . . .... J . .. . '.?.?9.......376 5 ........ . ...... . .. }..!.?.; ?.'.±........... . ................... . ........ . 1.... . 1 ......3 ....................................... 4.... · .. 6 ....... .
IM,,NȎȏȐ ...... . .. 1. . . !.E.9.. .. .. . 394 6.... ................. ք . . ?..'.l: ?.?. . . , ...................................... 1 ...... 8 ... :
. 1 ................... . ............ .. . .....s ..... o ....... .
... . .. IRivadh .. . ..!?.7'.?..<?.. . . 376 7 ........... ....... ! . . }7.. ?. . . 1.............. .. ...... .......... .. . . 1 .... 7.' ... 3 ...... 1 ............................... 4 ... . ·...6.... . 1 86. ······· r<'Ƌ""""',,1 ....... . J . .. k-n.9.. ... 399 5 · .... . .. ?..?.?..'.!..?....... .. . .................. . ................ 1 .. . . s . .. . . 3 .................................... . .. 4 ..... 8 ........ , 87. -ū· Dubai.......1. . . 1.E.9. . 408 s .... . .. . ..................... J,.'.??9.., ...................................... 1.... s.:
. • . . 1.... . ....... . .. . ....................... 4 .... 9:
..... , ................. !ASIA TENGAH 88. l'l'ac-h kPnt 89.... . !Astana 90..... . lBaku !ASIA TIMUR 91.
.... . i Beiiing 92. 1T-lAn"1'"'1nO' 93...... Osaka 94. : ·: : : · iTokvo 9 5........ . 1.Y.?.?..ֲ:
.1:
1.: Jt......... . 96. Seoul 97. . ..... ֕.1:
.9.:
:
gl.1.: §l. ..... 9 8. . .... 9.: ʐ.': 1: !.1.g,z.; _1:
.ʑ>.i:
..... . ASIA SE LATAN 99. Kab֘; tir··· ..
....... J.?..?..o.9... ... 381 1 ...... . ...... ....... . ...... . . 5 . ... .. . . 1 ........... . ....... . ....... ........... 2 ..... ,' .. 2 .... 4 ..... 4 ....... 1· ........... . ...... .. 2: ·2·44· :
. ·.·: : Ŭ: : .· .. ··: "·.-ŭ: : .·:
··Ů.-.-.·: : ů4.··: ··6·"""·. '.
....... }.:
.?..89. ...... . ......................... . ....... ... . . 4 ....... 1 .... 2 ...... i . ........... . ........ . .........5...... 1 ........ . ...... .. ...1. ?. . . 1. . . ?..9. .. . , .............................. 1.... ·...1 . .... s ..... o . ... . . , ................................ 4 ....... 6 ...... , ....... J.?.;
?..9. ... .. ............... ... . .......... . ...... . ... . 4 .... 3.... • .. . 9 ..................................... 6.......1 · .1..J..Q. 35 1 ............................... 1 ....... 0 ..... 3 ...... s....... 6 ....... .J.?..?..?.9.... ....... 346.... .
.
. .
..
.
.
..... · ......
....
.
. ...... .
. ..
..... 6 .. ... .. . .. .. ....................................... 2 ..... : L,2 .. :
. 3c.. Ű .. 3 ................................................. 4 ..... ·. 7 . . .....J..... . ... . .. . .. .... . ........... . 4 ...... 4 ...... .
..... ...! .. 1.֠.7.9.... ....... 346 6 .. . ...... ... . ...... . ...... . .. ?..1..! .. ??..... 1 . ........ ...... . .......... . ...... . .......... 4 . .. . . ·. 1 . .... . . 1 . .... .. ......... ............. . .. . 4 ...... s.... .. 1 .... >.?.? .. 79........... .. . .. ........ . -.............. 3 79 6 . . -............... -............... ?....9..?..?. . .. . .. . .. . ... . ........ .. ............. . ...... ... .. s.... . 1 ...... +....... ... . .. . .. . ..... . ...... .. 4 ...... 8 ...... 1 1.1.? . . ?9... 379 6 .; ?i.'.!..?..9. . . , ............................................. s:
... 1 ...... , ............................... 4.... ·.s ........ .
........ .! . .'.?.ְ.?.... . . 365 6.................. . J.?. .'.±..., ........................................... 4.... · .. 9 ........................................ 4 ...... 7 ...... .
........ !.1..'.?.79.... .. 361 6.................... : ?..!.?..$.'.!. . .. 1 ............................................ 4 ..... 9.... . . jf .. . .. . ... . ... . ... . .............. 4...· . . 6 ....... , ....... J.?..?. "9.. .... 346 6.................. .!.!.; ?,; ? . . 1 ........................................... 4 . .. · . . 7 .. .... 1......... . ... ........... . .. ... .. 4 .... 4........ 1 .. ..... ..1.:
?.?..?..9........ . 346 6 .................. ?..?..?ű.?. ................................................ 4.... . 1 .............. . ......... . ...............4 ...... 4 ...... 1 1 ,120 50 6 ......... i}jֹi's· 65 89 1dalam. US$) NO. K OTA (1) (2) ATK (OT) (3) Langganan Koran/ Majalah (Ekslempar / Bulan) (4) Lampu (Buah) (5) Pengamanan Sendiri (OB) (6) Kan tong Diplomatik (kg) (7) Jamuan (OH) (8) 8 0 110 100 . Teheran 1, 64 0 , .............................................. 6.... a....... . , .............................. 1 ....... 1 . .. ...... .. . .. . .. .... . ..... . . ŧ.&?.9...1 .. .. . ...... . .................... . ............ ......... , ............................................ 1 1o1. ^···· c010ƌh0············ · ·········· ······ . . .-. -.-.-.-.-.-.-.I.5.?..9 :
-. 44 5 . ................. . .. . .... . ...... .. ն . . 1. ± 2 . ?. . . 1 ....................................................... 1 .............................................• 5 ^7 78 5 ^8 79 10 2 . Dhaka .... . .... 1. .. !.E.9... 45 5 ....... . .. . ....... .. . . 1..i .. ?..?.չ . .. 1 ..................................................... ,, ............................................ 1 10 3 . Islamabad ...... .. . !.,,.'.??.9.... 45 5 .
. . ..... . .................... . . "! .. 1..'.1: } .. 5 ^8 79 5 ^8 79 10 4 ^. Karachi .....J . . 1.?..'.?..9. ... 45 5 ^·........ . ........ ^. ........ . .. . .. : ո .. i .. ?.± ^?. .. •····· ^· ················································•i···· ....................................... ^. 1 5 ^9 8 1 10 5 ^. New Delhi 1,1 7 0 4 ^6 5 . ···--·-·----ƛ1}ƍ .. ?_1 . .. ........ .. ............ ... _ .. .. .... ............... 1 ..... ........................ - ..... .. .... , 10 6. rvruպac .............. _ ....................... _________________ --#-$%-&TT?.-.<?.:
4 ^6 s.... ... . ..............Ɯ&?..?J. ... , ......................................................• , ............................................ 1 5 ^9 81 ASIA TENGGARA 75 8 3 l 01. : : : ?Ǝ: : Ɵ: Ƣ; T.:
: §: ƣl.I: : f.: 3-Ơ: Ə ^ƤƐơ: : : : : : . ^: : : ····· ····· ·· · ..... J.?..1..ֵ?.9....t···......... ...... .... .. ..................... . . 4 . ... 1.·.... ... , .............................. s .. . .. . . 1 . ^.. . ^..... .. . ^. . .. ... . ^. . .. . ...... . .... ^. .. . 1 .... ,,. 3 ..... s .... ' .. o..... . . 1 ...... ................................................. +·····················-·····················I 75 83 108 . ... !?.վ.Si.<.:
?.!........... .J..!.1.7.9. . . , .............................................. 4 ...... 1 . ...... 1 .. . .... . .. . .......... . .. . .... s ....... 1 ...... . .. .. . ........ . 1./:
!?.9. .. , ...................................................... 1, . ... . .... . ....... . .... .. .. . ... . ............ .. 1 75 83 10 9.... 1.?.ָY.1: 1: ?. ... g.i.սY.......... ..... ŧ . . !1..7..9. 4 ^7 5 982 ,........ ......... . .. . ..................... .. .. . .... ... ....... ....... .. . .............. . .. . ........ 73 8 1 l l 0. Hanoi .. .....} . . ?.} . .?.9..... 4 ^6 5.................. . ............ }..t.1..7..?J. . .. -1 .........••..• .••••.••.••.•.......•.............•..•.•.. . , ...•...........•..••....•••.•.•..•..••..•••.. 1 111. ^···· 1i; ···cb: T ^. M ^iili1·········· .. ··· ·· . .... . . J._, __ E.9... 4 ^6 s .... . .. . .. . ... . .... . ........... . . i..?..?.: ?.?. .. . 65 8 1 6 0 66 11 2 . ····· JoiƝ0·1: ··i3·; ; ; : hƑƒ ^············· ···· ... . .J.,,. _.?.9.... 37 971 ^·······················································ll············································I l.1 3 . Kota Kinabalu.... . J.?.}:
.?9..... 37 4 . ... . ........................ . . ŦJ..9.?..?! .. . 6 0 66 62 68 11 4 ^. Kuala Lumpur.... . . J.!.? . . 1..9.... 38 4 ·.... ....... . ... . ... ..... J.i .. '.?..?.ռ . .. i· ^················ · ^·····································•i············································• 11 s ^. . ... ·M¬; ; -iiƓ···...................... . .......... .. .. . ........ 1..,,} . .?9... 4 1 s..................... ..!:
. '.9..?..?. .. • ....................................................... • · 5 6 0 l l 6. .... .1.'..տ?..֯.1.1.JL....... . ......... 1..1..!:
7..9. .. 3 7 4...... ·······........ . 1.i.1..?.. ?. ........................... ····························I 62 83 66 69 . ........ . 117. Phnom Penh ....... .J..! . . 1..7 9.... 39 4 .
............... . ............. '.?..i.9.? . . ?. .. , ....................................................... 1 11 8. SingȨpore........ ... . 1.-'} . .?9..... 4 ^9 5 . . ....... ?. . . >.?! . . շ . .Z. .. -1······-······················-····-·······-·-····,•·······-····································• 78 87 75 11 9 . Vientiane .. J.!..?!9. 4 ^7 5.... ................ Ŧ!..?.?..?. . . , ................ . ....... . ................ .. .. . . 83 74 1 2 0 . Yangon ....... .. ) . .>.! <?.... 46 5 98 1 •·······················································• 1 2 1 . · :
: -. ɽ-.?.. ɾikFE...--____.... . ..!..?.... ?.9.... 4 ^7 s .... . .. . ..................... . ...1.:
1.«.?..9. ... , ...................................................... • 82....... . .. .. . .. 75 83 . . 6 0 1 22 ^. Kuching . .. . ... .. .. . !.1.. !.?...9. .. 37 4 .... .... . ...... . .. . .. .. ........ ....1. J..?.?. . .1-... , ....................................................... , ...... 123': ·ɹɺ- f: ; a......................................... ................................................................ . .... . } . ^• J?..9... 37 4 .... . .. .. . ...... ...... ........ ...... !.!..H.'.?..!. .. , ........................................................• 66 ASIA PASIFIK .124 . Canberra. 1 25 . ^····· i5¬1: ; fn······ ···· 1 26. Melbourne 1 27. Noumea 1. 28 . Perth 6 0 66.... . 1 23 92 ....... .J. . .. ?..?..9... 6 0 ...... 2 9 ............................ ?..1 . . 1. . . ?.Ɣ·-·1························································1············································1 ............................................ 1. . . !.'.?..'.?.9. .. . , .............................................. 5 .... a .........• · 6 .......... ջ.?..?. ^? ? . .. . , .....................................................•............................................• 1 23 92 1 23 92 ... J.1.'.?.?9. . . , ............................................... s .... 2....... . , .· ... · . ^· . · . · .............. ...... . .. 6.... .. . 1 ..... . ................. . ...... ?.!?..?..?. ..•.................................................... , ........................................... ^• 1 33 67 12 3 9 ù ......... }.1..?.?.9... 5 5 ,ú 6 . .. . .. . ... . .................. . ... ƕ.!.?..«.Ɩ····t··································"··················t············································I 1, 22 0 'L. 6 2 ,568 - ^. -.- ^. -ր.·.12.2.·; _ ^·ց. - ^.-.-. - ^. rorf'Moresbv . .. . ...... . ...... ^.. .. ^. ^. ^. ^. . ········ · · 1 3 o. . ...
§ Y. ^4..ii- ^ʒ)L ^.: : : .... ._ ................ ^. ... ^. ... ^. . ^.. .. . b ...................... Ɨ-- ^- Ƙƙ.'.'.'.'.].'.;
2.2.'!I° . ^· 5 ^0 t ··································T; Mz·•········· .............................. , ...•• :
;
.. .,, . .. ...... . ............. ......... . ; , ... ƅ:
... , ........ ..!.1..!..9... 5 ^2 E . ......... ...... ........... . ........ j'J()(j" 1 3 1 . Vanimo ········1'3·2·ƚ· --- \v.Ii..foi.!. · ʓ----............. . .. . .. ....... i."3.3: Suva ······T34·: ······· biiiC............... . . r , , I ȋ I 1, 22 0 5 ^0 E ........ . .... . ............ 6.ij>i·t······································: : .:
. :
:
... ii ................................ :
.. : : : : . ... , ' 2 3 ' )...... . .. .. . . ......--I;
.ɻɼL s 2 ........_.L?..+cL, . ... .. ............. . .... . ............ . : : - .. Ɔ:
: : . ... 11 ........•.................•.... : c· . . : : : : .... 1 ............ ·· .................. ······· . -.· : : : - . ·: 3:
^: -.1.-$.. ƞ.: : · : :
._: ^: : ^: : : ^:
^: : : ^: : : · . ^: : . ^: : : . ^: : ^: : : ^: : : 1: -.t.4.i :
: ^l······················································ll·············································I 1 4 86 7 88 20.2 Pemeliln1raan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian Sopir/Satpam, Sewa Ke n d a r aan , dan Konsumsi Rapat Pemeliharaan NO. K 0 T A Kendaraan 8,528 ·· 3 · ; "3 · s x· · ···················s·; ·520·· · ^· · ^·········· · ^····· · ^··· . ^: ^··· . · .- . · .. · . ^. ·.·.·.··.:
. .-. ^· .:
^· .·.-. ^· .· ..
^.
^:
.... ^.. . ^.. ^.. ^.. ..
^:
.. .. .. ... ^. . . ɳ.-;
?..s.i. :
.-.-.- 9,408 . . ................... . .... . .
.
. .. .
^. .. . ^. . .. .. .. . .
.. . · . · .- . . հ .. . · . .. .. . .. . .... . .. .. ............... .. ?; · 9_0,_:
"_" .. 9,408 ... ^. ................................................... ........... ^.. ............................ ·?.; +@: ^:
· .. ..... .............. ...................... E?.!.?.. ?.: L ................... Atv1,J3: R.. l>fl:
. S..!LȘA,Tf.J\l .... Gcdung (m2/Tahun) 10.... . . :
.?.g?.Ȉ.a.. ...... 8,529 63 11. .. .. B r.azilia..... .................. i"6)5: : i9.. . ........ ······················· ifa .. 1 ^2. 13.<>.Ȁ.'1.(lȁ .. '.\ɮ-ɯ<l .............................................................. • . ·..... ... .. .. .. .. ^.. . .... ^. .. )).o .9.." ....... ..1..3..:
..... Caracas.............. . ... . ... 9..?.'1-9.. ^6 .. 7,562 1 ^5 . ... .. .. .. . . s.·ɰii..ɲg.".".<: I.".".<: : : h 1.ɱ· . .-. .... .. ^. ^. ^. . ...... . . կ . .. . ^. .. . .... .. .. . .. . .. . .. .. .... . ձ..." .. 13."; ·ճ-ղ . .- . , .. · .............................. . 16. 9: t: i: ǷǸ?. ................................... .!?.?..1.9. .. ... Fl..:
. . . _L ^i .1l1.8:
.. .
. .......... ......... J!:
f: <.9.J.: fl:
J?.'.\gǶ T ........ Ȕ..1. .. :
... Y.. i.i:
Ȇȇ!.l.1:
... 13,692 22.....J?.r.uȉ.Ȋ.<: 1:
.... . .... ·· . ...... .......... .. . . i.3">i3·4·· 23. M arseilles ····································· : : : : : · : · : : : : · : · :
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : ·.: : : : ·ɷ?ɸ?.sX: : ·· 24. Paris ........ '.2..ǵ.: Berlin 26. 27. 28. 29. 30. 31. Frankfurt ............. ...... . .. .. . .. ..3.?:
...D ^e _n . . Ha.a.: g .... EROPA UTAR.A ...... . .... . ... ..................... . .... . ........... ............ 3..? .'..... . C ^o pe,r: ih,a.g ^n .... 34 . ......t!.l i,1-····· 35. Stockholm "' " . '.................... ..... 36.:
. ^_Lo11.c!on . . 37. O ^sl o .... .... .......... hǹC>?.1.\ ... ǺhL.!\Tt\ǻ ... 3 ^8...... մ-"յ:
£0.SY.O. .... . ....... Ǽ.9..:
....1: 1 gȂ: șl:
.... . ...... Ǵ9 ...... . . 1..t.1:
Ȗ.1.1.13 ..... . 41. Lisbon ··· · ·4·2: ·· ··· : i-.1adricC. 43. Rome 44. : sɴ·ɵgi; ʖr: : : ······· 45 . ... .Y. ȃȄ!.i.ȅ1: 1:
1:
.. EFWPATIMUR 46. ^. . B; : ; _{ ^. ti·la ................ ......... . .. . . 4 7. Bucharest.... . .... . ... . ...... ...... 4.8:
.. 49. Mo ^s cow.................. . ............ !5.9.'...... 1'.: r: ǽ{Ǿǿ .... .... . 5L...Sofia ........ ?.2.:
13,434 ...... ................. Tf ^i"76 ...
.. . ........ "jj )fr · 3 ·· .. .. .............. . ......... : : : : .: : x§_; x±t.:
63 Pengadaan Inventaris Kantor (OT) dalam USS Sewa Kendaraan Pakaian (hari) So p ir I i- --- ....- -'- ....., ....- -- --1 Konsumsi S a tparn R a p a t (Stel) Sedan Bus Mobil (OK) Box 361 . ...... ····3·45· · · · · ··· ·· · ·· · · 3 · 6 T 361 336 9 327 · · ^·· · ·· · · · · · ^··2 6 ^· 4 ·· 350 418 46 . ........... <)""".... . .. .. . . ·····- ···· 3c; 7 ··· ··············· ·; i{iT 500 s oo · · · · · · ·· · · · · ·· · · 5 0 0 · · ............. ··········· 5 · 3 · .. 15 ^. . .. . .. .. .... .. ^.. ^ . ^+ ^- ^.- . ^, ^.-- · . ^: _so " b _" " . .. ....... 5"00" ............. s o o.
"86o"" . ····· . . " ^"""6oci........ .. .... ..... io . 12 775 ·· · · · · ·· · ·· 4 5(5 " .............. "39i" " ... . ......... 466"" ... ······519·· 69 9 616............. . . 29'0" 250 ........ . ...... ȗ: frfr)'' 370 ^.. ^. ^. ^.. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^... ^... 4'1"'' 9 9 . .. .. · ···32 4 · ..... ·······26 "( ······ · ·······3·5o" 413 .. · · · · · 4 · ('>""" 755 695 ·· · ···· · · · ·· · ·· · 5 · -32· · · 702.... . ...... . . 835 ···················7ɶfr· 353 781 330 ......................... 63i"" . 309 ··················· ..... 53·1 .. · · · · · · · ··· · · · · · "3 · 0 9 ·· 631 309 ·· · · · · · ·· · · ····· · · ··· · ···c·S"Sf ·············337·· ... . ···············"3"1"5"" 259 223 318.... . ......., . 293 ········· ·· ······ 300 "· ··· .. ··. 300 352 242 262 265 287 250 314 472 275 275 596 3 ^87 275 ............ "3.sa·· 353 .6. ^4 .s...876 596 ············ao6·· 585 791 · ·· · · · · · · · ··· ··50 2 · · 814 717 ····959 . .. · · · ··· 5 · 13 5 ··· 510 577 654 505 ················5·05··· . . . 800 · · · · · ·· · ·· · · ··5 /i"(; · · .............. 663"" ................ 6.ifo""" 710 54 50 49 50 . ......... ..... .. 6 ^o """ ·············································+-·····················-·······+ ········· ifs ·· · · · ·· 2 · 52 · · · 250 663 ! · · ·· · · · · ·· ··· · · · · · · · · · · ··· ··· ··· · ! ................. """3"1"5"" ·············; 2"59·· .•..................................•............. ....... 304_ 251 ·············7"io · . . ····· 5.fr; "" Pemeliharaan Pengadaan Pakaian Sewa Kendarnan (hari) dala.rn USS NO. K 0 TA Kendaraan dinas (Unit/ lnventaris Sopir/ i--------' ^Konsumsi Ra pat (OK) (l) ( ' ) . ... ƌ13.IƝ<.!....13-.ǣl.: ǤI/...Ǣ .......... ..
...... 9..L.... . . YJ.: Ɨ1:
9.b.<: >.l':
ls ..... . 62 . .....Qi;
P.^ .. Tc.>DZY!.1. ........................ . ...... 63':
... . 0..0..1.ǭ8.:
1.!1.Ǯ13..ǯ.l!ǰK ... . ........ <?.Ƌ.:
... . ¥. . H P.: ti:
<: > ...... . ....... ?.Ɖ ...... . . ?.r.^.t.9.r..i .8.:
...... . Gedung (nl/Tahun) Kantor Satpam (OT) (St el) Sedan 500 . . """""'3'50" .. . .. . ............. ƈ . . 1..0. .. 304 ' ^""""" 2 ' 5 ' 1 ' Bus .. /.: -ii Rii<'A . . u'f.i-\R.A ... . ..
. . ........... . §.'9,': · :
^· : : : 'i.J.iii.'i.i.' ^. '.'.'.'.'".' ^. '.'' 67. Cairo .. """"""ii5; 7'6'6"' ............................... · .......... T2·; ·09i' ................................................... ... 342 ^. ^.. ^. ^.. ^.. ^... ^. ^. ^. 2.i3'T ^.
....... '329"' . .. .... "; i"i i'. .......... j5-: ^ ......
.. . · fSf.t ^a r,t9tƕƖ1.1. ... . ........ §?..:
. . .. . -ƒƓ1?.1?.a.: Ɣ .... .......................... .. . 70. : ri:
ro.H .. ..... ^. ..... ^. . ... ?...:
.... ?.\ǩ1.1..iǪ.i.'3.:
....
.. : : : fr Manama 73 ^.
... ·safih<la<l .... . . ·7; : r .... p; ; 11i: n ^· ǥǦ ........... . . : : : : : .: ?.: Ĩ: ĩ. ···· "Ku·ǡit . .. ........... .. . ................................... . ^. ....... 7 0 . ^. ^. ^. ^. ^. ^s· e1: ; ; 1:
. ...... ·ff ^. ^. ^. ^. ^. ooha.... . .... ............ "78·:
.... Da ^m ascus ........ ,7'9·:
.... . x1; ; : a .........
...... ^. Ɗ ^9.:
.. . .. p; l)·; ; . . 611 ^i.·i: ; -r ......... s 1.... . . · sa - Ia ^; a .. ^................ ifa·:
... · Jecicia11 ........ ..
Muscat ........ 34 ^· : ^..... · R: iY: a ^. cii ^...... ^.......... 8 ^. iC.... . i's.'tĪi; b..L.''_' .... .'.'.''.'.'.'.?.. ^Ħ·: ^.. ^. ^. ^. ^Dubai . /..ƍ.! 0. . .. ±ġ. Ģ .Q.f.( ..... ^. ......... ^. ...
. .. ^..... . iff:
^. .
T ^a.Ƙ . ^!1.1.ƙ .ƚ-1ƛ!.... . . ^. .... 8·s·:
^.... A ^st ana : : : : .: : : ĥ?.:
... . ƎƏ1.ƐƑl ........
...................... .-.f8·: ·!........ .. ·.................................. .. . ..... . ·· ······'io·; is·4·· ............................................... ... .. ................. i.'9.A. 1..'.?. .' ..... ^. .. ^. ... ^. .......................................... .
. · ...... . ... .
. . i' ^i ): ; 60 ..
. . ............................................. . .................................. 1 '"'""'3()'1' 248 .. ......... """'2137'" . ""'""'23'6"' """""'"'"" ''.2' 75 " . "'"'284. .. ..... "'2'34'' ................................ ?!.:
$" . 503 . . '""""566" 404 401 275.... ""ii)fo'O'' ... ................................................ .................................. . " ^" "'""""" 1"6 ) 5 ' 22 " . . 3'67" .. . .. ..
.. ....
..
.. .
. .. .-... ·.-2·50.·.- "' """ ^9 ǧ 9 ^i 6 ^' , .. ' ..... · . . · .................................... , ................................. 1. 346 275 · · . ...... .....io',s.8 ^9............................. 474 . . · · ·.... 3so.. · · · ... . .. . . 2.7"5". .. .. ^.... ........... . ^. ^.................. . ^... .' . ! § ;
. ģ- Ĥ - ^? -.....
. ................. 4.fa" . . "'"'""' '3 ' 67 " ...... .. ...... . ...... .... ....
.... ??.if .......... '.2'8'5'" 10,399 453 363 275 350 . : ^· : : : .... . .. : : j"C5,; _ħ$.9.": ^·.... ...... . . "'"'; i'74" 3 ^8 0 ^.. ^. .. ... ^. '""'27'5'. . "'"3'50" .
. ...... ..1.).1..1..0..Ǭ... 4 ^' 84 ^"' ^. 38 ^9.............. . 275" """""'""35'6' ] 0' 154 442 '"""'"'354'" .... "'"""'.2'5'6.... . '"""""' 30 0 " ......... ...'.'.'.'.'.'.'.'.'5"9 .;
?.?.I...........44-7" 35 ^9 . .. . ... . ... . . ,ifs...... . ...... '3sc5' 10, 766 . .. ....... . .. . ...... .. . .. . Dzi(jg"' .. ...... . .. . .. . 3 ^. 7 ^' 6 ^" . .. ^... ^. ^.. ^. ^"" i ^ii" 35Ci" .............. : 1'0; 27·7" ^· "" ^2 ' ^; 7'5' " 534 . ...... .. ... .-.x . ĭ_; _s..?.9.' " . """"'""'.2 75 " "'" 35 ( )" 11,133 2.7.?. .................. ?.. ^5 . ^0 ............ A.S..It.TI.r.v.1.Y.l/ ............................................................. , 90. Beijing .. ·9i.......8; ; ; .; : gk.o.Ǩg ....... .. · ..... . 9. '.2': ' . .. .. . ·osaic ........ ...... . ....... 93·:
... Tokyo ........ ..
.... . b ī ' ?.'Ĭ&5;
b..ii. ' .'.'.'.'.'.' ^"" ................. A'SiA...sF.iLl'f.f\i\i .... ........ Ɯ)8': "'"' .K:
iJ.9'Z .r.-.-.-..
. ...... . .. .. . .. ..
...... 9 · 9 · :
......T ^ehcr an ..... io'if . .. . c0T0dz'G'0 ..... ...... i ^oi ':
.. ^. oh: ai(a...· · ·...io2'... 1si; ; ; : r!; ǫ1J'aci"" · .. ..... .. 55· 97 63 72 .. . ............. 72" .. .. ""''"'28i ""'2'8i """""9'"' 287 134 """]'3'4.' 63 63 """' 9 ' ""'" 29"i- ' ................... 9 .. ........... . """'.2'9'4" 137 137 ........ : fo'i'" 1 40 301 301 . . "'"'"'2'9'4" . .. """"'"""'" 2 9 4 " . ^.. '""""'i'ii'i' ' . ........... . ....... . ...... ...... ... 240 . . " ''i"i2'' ............... . ...... .. . ...... .. . .
...... . ....... . . 2 ^4 6 ^" ^'''""'""' ] ^" i: 2' ^" 240 112 3 J 4 J 46 '"'"'5' ^ifa"' · · .. . .. . . '3'o'i'.. .. ........ "140 ·..... .......... . · s3·9 · .. "'""2i;
^. . ^. ^. . ^... ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^....... ^..... . . • ^.. .. .................. 3 ^. oi. ^.. ^· ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^'i"fr>............ ·5·3·9 .. . ....... .. ""': i4'(>".... . ... i i'2 . .....""43o' 112 430 Mobil Box (11 Pcmeliharaan NO. K 0 TA Kendaraan G ed un g Halaman dinas (Unit/ (m 2 /Tahun) (m ^2 / Tahunl Ta ^h un) (1) (2) (0) {4) {!: >) ASIA PASIFIK Pengadaan Pakaian lnventaris S opir / Kantor Satpam (OT) (Ste!) (b) ( /) dalarn USS) Sewa Kendarnan (hari) i----.--.---f Konsumsi Sedan Bus (8) (9) Mobil Box (10) Rap at (OK) ( J l) ..... 'i2s·: ^·· canbe ^· i: r; : ^······ · ·················· ·····················9)535· 12 ) 334 ^·············2·cfo··· ··················c; 00"· ·:
· . · . · . ^· . ^:
· . · . · . ^- . ^"3Ņļ"3·· · . ^: : : ·: ·.-.-·; ,·?Ofi.."." 29 12 ^4 . ^... "j)Ľľ-ĿŇň"j"; ; ···· . ......... .. .. ^......... ..... ... . .. .. ..... .. .. ^. . ... ?." ;
"$.." ? .: ŀ ^· . .-•····································7····2······•················· .. ···········)····•························ ·334 .. ·············i"s·6·· ... ............ 6 ^66 923·· 2,883 :
. ..... . ......... : · . · .-.-.............
. . 2 ... .... 9 _ """ ... : ······i2s·: ····· TY.reiG·01: 1·Ł; 1·; : ; ····· 9,585 12 334 156 600 923 ·········2·; ·sa: 3"· 29 ·····126·: ·· Nou; nea······ · · · ·· · ·· ················ ················"1"0·; "3"59· 12 ················ ······"36T ·· ·······"iess·· ·················c; 43 ··············99f · .........łJT.:
: ·····························4····s······· 121. ^··· P ^e rt h............ ... . ..... ........ .. . ......... .... . ........... ...... .. .. _ . .. . . .. . ^.... _ ....._ . . . _ .. _ . ^ . ^ ... _ . ^. . ^ ?..";
"?..." §.·: : ; 3 334 ^··············i"s K ^········ ·········efo· o ^.. 92 ^3 2,88 ^3 •............................ 2.... 9 ...... ^• ······i2tc: : .. ??.Ǘǘ...fyl.?.Ǟǟ-Ǡ-?.Y....... . .................... ?..i.?..<?.<: >... 3 2 ^1 149 51 s ············· s"B "s·· : : : : : : : : : : ?.: ; : zĠt.: : •............................ 2 ... . s ......• ....... i29ǖ . .. . ǚYǛ.·ǜǝY........ . ................. ?.?..?.?..!?... ; 9 ·························334·· ················is·6· ················600· 92 ^3 .. ... .. ^'.?&?. .? .. ^. , ............................ 2 ... 9 ..... ^. , 13 ^0 . Vanimo 9,197 A 321 149 575 923 2 , 7 6 7 +···························2 . ... s ...... , : : : : : ^: ?. ^I: : : ^Wi.fffrj ii.t.9: Ń: : : : : ^····· · · · · ...................... ^. <i; ^·5· 3 ^5·· : ; 334..... . ... ... .. J..!'&.
. .. 600 ^"· 92"3 ... .......... ; ; x; · 33 3 ^·· 132. Suva ·····3·; ·907·· '· . .. . .. . .......... . .... .. : fiT 145 ··················5w· : : : : : : : : : : : : : : : §: $?.: : ········2; 679·· •.......................... ,2., .. 1..... . 1 : . ··.·xʼnI .:
P.mc: : ···· .. . .. ·: : . ···: : : · .: ·· ... :
. :
:
: : : .: : : : .... .: <=E:
F5.T:
7B 9 : ·: : : . ^: : : .: : · :
· .. : : : : : · .?xņ · . ^........................... Ef . ................... . ........ . · .-ń?.: : ................ ?.??. . ^....... . ^.... . .... Ǚ;
........................... . 2 . .. . 1 ..... ^• PENJELASAN STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2017 YANG BERFUNGSI SEBAGAI ESTIMASI 1. Satuan Biaya Transportasi Darat dari Ibukota Provinsi ke Kota/Kabupaten dalam Provinsi yang Sama (One Way) Satuan Biaya Transportasi Darat dari Ibukota Provinsi ke Kota/Kabupaten dalam Provinsi yang Sama merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan biaya transportasi darat bagi Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain dari tempat kedudukan di Ibukota Provinsi ke tempat tujuan di Kota/Kabupaten tujuan dalam satu Provinsi yang sama atau sebaliknya dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri. Cata tan: Dalam hal Satuan Biaya Transportasi Darat dari Ibukota Provinsi ke suatu Kota/Kabupaten dalam Provinsi yang Sama belum tercantum dalam Lampiran Peraturan dimaksud mengacu pada mempertimbangkan prms1p kegiatan. Menteri ini, harga pasar efisiensi dan maka biaya transportasi (at cost) dengan tetap ef ektifi tas pelaksanaan 2. Satuan Biaya Transportasi dari DKI Jakarta ke Kota/Kabupaten Sekitar (One Way) Satuan Biaya Transportasi dari DKI Jakarta ke Kota/Kabupaten Sekitar merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan biaya transportasi bagi Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain dari tempat kedudukan di DKI Jakarta ke tempat tujuan di Kota/Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota/Kabupaten Bekasi, Kota/Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kepulauan Seribu atau sebaliknya dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri.
Satuan Biaya Transpor Kegiatan Dalam Kabupaten/Kota Pergi Pulang (PP) Satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan biaya transportasi Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain dalam melakukan kegiatan/pekerjaan di luar kantor dalam batas wilayah suatu kabupaten/kota (pergi pulang) yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas kantor/instansi dengan ketentuan tidak menggunakan kendaraan dinas. Satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota tidak dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain yang melakukan kegiatan dalam komplek perkantoran yang sama. Cata tan:
Untuk kegiatan dalam kabupaten/kota yang memerlukan biaya melebihi satuan biaya yang ditetapkan (termasuk moda transportasi udara dan/atau air) dapat diberikan secara at cost.
Dalam hal instansi/unit penyelenggara tidak memberikan satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota, instansi/unit pengirim dapat memberikan satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota.
Khusus Provinsi DKI Jakarta, yang dimaksud kabupaten/kota adalah meliputi kesatuan wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan.
Satuan Biaya Pemeliharaan Sarana Kantor Satuan biaya pemeliharaan sarana kantor merupakan satuan biaya pemeliharaan yang digunakan untuk mempertahankan barang inventaris kantor (yang digunakan langsung oleh pegawai, khususnya meja dan kursi), personal computer/ notebook) printer) AC split) dan genset agar berada dalam kondisi normal (beroperasi dengan baik). Un tuk biaya pemeliharaan genset belum termasuk kebutuhan bahan bakar minyak.
Satuan Biaya Penerjemahan dan Pengetikan Satuan biaya penerjemahan dan pengetikan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penerjemahan dan pengetikan dari naskah asli ke dalam bahasa yang diinginkan.
Satuan Biaya Bantuan Beasiswa Program Gelar/Non Gelar Dalam Negeri Satuan biaya bantuan beasiswa program gelar/non gelar dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya bantuan mahasiswa program gelar/non gelar dalam negeri bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditugaskan untuk melanjutkan pendidikan Diploma I, Diploma III, Diploma IV atau Strata 1 (S 1), dan pendidikan Pasca Sarjana (Strata 2 (S2) atau Strata 3 (S3)) yang terdiri dari biaya hidup dan operasional, uang buku dan referensi. Biaya pelaksanaan pendidikan ditanggung oleh Pemerintah secara at cost sedangkan untuk biaya riset program dapat dialokasikan bantuan biaya riset sesuai kemampuan keuangan Kementerian Negara/Lembaga . . mas1ng-masmg.
Satuan Biaya Sewa Mesin Fotokopi Satuan biaya sewa mesin fotokopi merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa mesin fotokopi analog dan/atau mesin fotokopi digital, untuk menunjang pelaksanaan operasional kantor. Satuan biaya ini sudah termasuk toner dan biaya perawatan untuk pencetakan sampai dengan 6.000 (enam ribu) lem bar/ bulan.
Honorarium Narasumber /Pembahas Pakar /Praktisi/Profesional Merupakan kebutuhan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan honorarium narasumber / pembahas pakar / praktisi/ prof esional yang mem punyai keahlian / profesionalisme dalam ilmu/ bidang tertentu dalam kegiatan seminar/ rapat/ sosialisasi/ diseminasi/ workshop/ sarasehan/ simposium/lokakarya/ focus group discussion /kegiatan sejenis yang diselenggarakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk kegiatan yang diselenggarakan di luar negeri, narasumber / pembahas dikelompokkan sebagai berikut: Narasumber /Pembahas Narasumber /Pembahas Pakar /Praktisi/ Kelas A N arasumber / Pembahas Kelas B Profesional yang disetarakan dengan Menteri, ketua dan wakil ketua lembaga negara. Narasumber /Pembahas Pakar /Praktisi/ Profesional yang disetarakan dengan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, duta besar yang menjabat kepala perwakilan, pegawai negeri Gal. IV/ c ke atas, perwira N arasumber / Pembahas Kelas C - 117 - tinggi Anggota Polri/TNI, dan anggota lembaga negara. N arasum ber / Pem bah as Pakar / Praktisi / Prof esional yang disetarakan dengan pegawai negeri Gol. III/ c sampai dengan IV / b dan perwira menengah Anggota Polri/TNI.
Satuan Biaya Pengadaan Bahan Makanan Satuan biaya pengadaan bahan makanan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan bahan makanan dan diberikan untuk:
1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana Satuan biaya pengadaan bahan makanan diberikan pada Narapidana. Pengaturan daerah khusus untuk pengadaan bahan makanan narapidana pada masing-masing rayon mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2 Pengadaan Bahan Makanan untuk Operasi Pasukan/Latihan Pra Tugas/Latihan Pasukan Lainnya Bagi Anggota Polri/TNI, Dikma Taruna/Karbol/Kadet Bagi Anggota Polri/TNI, Diklat Lainnya Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI, Anggota yang Sakit Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI, Tahanan Anggota Polri/TNI, dan Jaga Kawal Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI a. Operasi pasukan adalah kegiatan terencana yang dilaksanakan oleh satuan Polri/TNI dengan sasaran, waktu, tempat dan dukungan logistik yang telah ditetapkan sebelumnya melalui perencanan terinci dalam rangka melaksanakan tugas Operasi Militer Perang/ Operasi Militer Selain Perang untuk mempertahankan serta melindungi wilayah negara dan bangsa serta kepentingan lainnya dari berbagai bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari dalam maupun luar negeri. Latihan pra tugas / latihan pasukan lainnya adalah kegiatan terencana dalam rangka kesiapan pelaksanaan operasi berupa latihan yang terdiri dari teori dan praktek dengan sasaran, waktu, ternpat dan dukungan logistik yang telah ditetapkan sebelurnnya rnelalui perencanan terinci.
Dikrna/Taruna/Karbol/Kadet ad al ah pendidikan untuk rnernbentuk prajurit siswa rnenjadi prajurit, yang diternpuh rnelalui pendidikan dasar golongan pangkat, dengan tujuan agar rnerniliki tingkat kepribadian, kernarnpuan intelektual, dan jasrnani sesuai dengan peranan dan golongan pangkatnya Perwira.
Diklat lainnya bagi Kernhan/ Anggota Polri/TNI adalah adalah pendidikan untuk rnernbentuk prajurit siswa/pelajar rnenjadi prajurit, yang diternpuh rnelalui pendidikan dasar golongan pangkat, dengan tujuan agar rnerniliki tingkat kepribadian, kernarnpuan intelektual, dan jasrnani sesuai dengan peranan dan golongan pangkatnya Bintara/Tarntarna serta pendidikan yang dilakukan untuk rneningkatkan kernarnpuan/ketrarnpilan anggota.
Anggota yang sakit adalah Kernhan/ Anggota Polri/TNI dan keluarganya yang dirawat/ sakit (pasien).
Tahanan adalah Anggota Polri/TNI yang ditahan karena pelanggaran disiplin.
Jaga kawal adalah adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk rnenJaga kesatrian/ satuan secara terus rnenerus dengan kekuatan dan ternpat tertentu sesuai dengan kebutuhan di rnasing-kesatrian/ satuan.
3 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Pasien Rurnah Sakit dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) a. Pengadaan Bahan Makanan Pasien Rurnah Sakit adalah pengadaan bahan rnakanan yang diberikan kepada pasien rurnah sakit pernerintah.
Pengadaan Bahan Makanan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalarn Panti Sosial/ Rurnah Perlindungan Sosial adalah pengadaan bahan rnakanan yang diberikan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang rnendapatkan pelayanan/ perlindungan/ rehabilitasi sosial di dalarn Panti Sosial/Rurnah Perlindungan Sosial.
4 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS), Petugas Pengamatan Laut, ABK Cadangan pada Kapal Negara, ABK Aktif pada Kapal Negara, clan Petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) clan Vessel Traffic Information Service (VTIS) a. Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS) adalah keluarga petugas penjaga menara suar yang ikut serta mendampingi petugas penjaga menara suar di lokasi tempat bertugas. Satuan biaya pengadaan bahan makanan untuk keluarga penjaga menara suar diberikan kepada istri/ suami dan anak (maksimal 2 anak) petugas penjaga menara suar.
Petugas pengamatan laut adalah petugas yang melaksanakan survey hidrografi pada alur pelayaran serta melakukan evaluasi alur dan perlintasan serta memonitoring pelaksanaan Sarana Bantuan Navigasi Pelayaran (SBNP).
ABK Cadangan pada Kapal Negara adalah awak kapal negara kenavigasian yang siaga untuk ditempatkan pada kapal negara kenavigasian pada saat sandar dan bertolak serta bongkar muat.
ABK Aktif pada Kapal Negara adalah awak kapal negara kenavigasian yang ditempatkan dan bekerja di kapal negara kenavigasian pada posisi tertentu pada saat berlayar.
Petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Vessel Traffic Information Service (VTIS) adalah petugas yang mengoperasikan peralatan di SROP dan VTIS.
5 Pengadaan Bahan Makanan untuk Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenavigasian, Petugas Pabrik Gas Aga untuk Lampu Suar, Penjaga Menara Suar (PMS), clan Kelompok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran a. Petugas bengkel dan galangan kapal kenavigasian adalah petugas yang memperbaiki dan merawat sarana prasarana kenavigasian di bengkel navigasi dan memperbaiki serta merawat kapal negara kena vigasian di galangan navigasi.
Petugas pabrik gas aga untuk lampu suar adalah petugas yang bekerja di pabrik gas aga di Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP), gas aga digunakan sebagai bahan bakar bagi lampu-lampu menara suar.
Penjaga Menara Suar (PMS) adalah petugas yang menjaga dan merawat menara suar agar dapat berfungsi dengan baik.
Kelompok tenaga kesehatan kerja pelayaran adalah petugas kesehatan yang bertugas memeriksa kondisi kesehatan para awak kapal pada saat pengurusan sertifikasi kepelautan.
6 Pengadaan Bahan Makanan untuk Mahasiswa/Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer / Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan a. mahasiswa/ siswa · sipil ( seperti mahasiswa pada Sekolah Tinggi Perikanan, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial); dan
mahasiswa/ siswa militer /semi militer (seperti mahasiswa Akademi TNI/ Akpol, mahasiswa Penerbangan, mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri). Cata tan: Untuk Mahasiswa/ Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer / Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan yang memiliki kualifikasi khusus dan dananya bersumber dari PNBP dapat diberikan estimasi untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan bahan makanan sebesar Rp55.000,00 (lima puluh lima ribu rupiah).
7 Pengadaan Bahan Makanan untuk Rescue Team Pengadaan Bahan Makanan untuk Rescue Team adalah pengadaan bahan makanan yang diberikan kepada Rescue Team pada saat melaksanakan tugasnya (misal: penanganan bencana).
Satuan Biaya Konsumsi Tahanan/Deteni Satuan biaya konsumsi tahanan/ deteni merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan paket makanan tahanan/ deteni, diberikan untuk tahanan/ deteni yang antara lain berada pada rumah tahanan Kejaksaan, Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Satuan Biaya Konsumsi Rapat Satuan biaya konsumsi rapat merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan makan dan kudapan termasuk minuman untuk rapat/pertemuan baik untuk rapat koordinasi tingkat menteri/ eselon I/ setara maupun untuk rapat biasa. Rapat koordinasi tingkat menteri/ eselon I/ setara adalah rapat koordinasi yang pesertanya menteri/ eselon I/pejabat yang setara.
Satuan Biaya Keperluan Sehari-hari Perkantoran di Dalam Negeri Satuan biaya keperluan sehari-hari perkantoran di dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya keperluan sehari-hari perkantoran berupa barang habis pakai yang secara langsung menunjang penyelenggaraan operasional dan untuk memenuhi kebutuhan minimal agar suatu kantor dapat memberikan pelayanan secara optimal, terdiri atas: alat tulis kantor (ATK), barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat kabar/berita/majalah, dan air minum pegawai.
Satuan Biaya Penggantian Inventaris Lama dan/atau Pembelian Inventaris untuk Pegawai Baru Satuan biaya penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris untuk pegawai baru merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris bagi pegawai baru. Penggantian inventaris lama digunakan untuk penggantian meja dan kursi pegawai, pengalokasiannya maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah pegawai, sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Satuan Biaya Pemeliharaan dan Operasional Kendaraan Dinas Satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas agar tetap dalam kondisi normal dan siap pakai sesuai dengan peruntukkannya. Satuan biaya terse but sudah termasuk biaya bahan bakar namun belum termasuk biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang besarannya mengacu pada ketentuan yang berlaku. Cata tan:
Yang dimaksud kendaraan operasional dalam lingkungan kantor adalah kendaraan yang digunakan hanya terbatas dalam lingkungan kantor. Contoh: Golf car/ sej enisnya yang digunakan untuk mengantar tamu kenegaraan.
Khusus untuk kendaraan dinas yang pengadaannya bersumber dari sewa, satuan biaya operasional tersebut hanya diperuntukkan untuk bahan bakar.
Satuan biaya ini tidak diperuntukkan bagi:
kendaraan yang rusak berat yang memerlukan biaya pemeliharaan besar dan untuk selanjutnya harus dihapuskan dari daftar inventaris; dan/atau
pemeliharaan kendaraan yang bersifat rekondisi dan/atau overhaul.
Satuan Biaya Pemeliharaan Gedung/Bangunan Dalam Negeri Satuan biaya pemeliharaan gedung/bangunan dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan rutin gedung/bangunan di dalam negeri dengan maksud menjaga/mempertahankan gedung dan bangunan kantor di dalam negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen), tidak termasuk untuk pemeliharaan gedung/ bangunan di dalam negeri yang memiliki spesifikasi khusus berdasarkan ketentuan yang berlaku. Satuan biaya pemeliharaan gedung/bangunan dalam negeri dialokasikan untuk:
gedung/bangunan milik negara; dan/atau
gedung/ bangunan milik pihak lain yang disewa dan/atau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Satuan Biaya Sewa Gedung Pertemuan Satuan biaya sewa gedung pertemuan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa gedung pertemuan untuk pelaksanaan kegiatan di luar kantor antara lain rapat koordinasi, sosialisasi, seleksi/ ujian masuk pegawm, dan kegiatan lain sejenis. Gedung pertemuan adalah gedung yang biasa digunakan untuk pertemuan dengan kapasitas lebih dari 300 (tiga ratus) orang, sudah termasuk sewa meja, kursi, sound system, dan fasilitas gedung pertemuan lainnya.
Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya taksi perjalanan dinas dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya satu kali perjalanan taksi dari kantor tempat kedudukan menUJU bandara/pelabuhan/terminal/ stasiun keberangkatan atau dari bandara/ pelabuhan/ terminal/ stasiun kedatangan menu Ju tempat tujuan di kota bandara/ pelabuhan/ terminal/ stasiun kedatangan dan se baliknya. Contoh penghitungan alokasi biaya taksi: Seorang pejabat/pegawai negeri melakukan perjalanan dinas jabatan dari Jakarta ke Medan, maka alokasi biaya taksinya sebagai berikut:
Berangkat 1) satuan biaya taksi dari tempat kedudukan di Jakarta ke Bandara Soekarno-Hatta; dan
satuan biaya taksi dari Bandara Kualanamu (Sumut) ke tempat tujuan (hotel/penginapan/kantor) di Medan.
Kembali 1) satuan biaya taksi dari hotel/penginapan (Medan) ke Bandara Kualanamu (Sumut); dan
satuan biaya taksi dari Bandara Soekarno-Hatta ke tempat kedudukan (Jakarta).
Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Dalam Negeri Pergi Pulang (PP) Satuan biaya tiket pesawat perj alanan dinas dalam negeri adalah satuan biaya untuk pembelian tiket pesawat udara pergi pulang (PP) dari bandara keberangkatan suatu kota ke bandara kota tujuan dalam perencanaan anggaran. Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk airport tax dan biaya retribusi lainnya. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas dalam negeri menggunakan metode at cost ( sesuai pengeluaran).
Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Luar Negeri Pergi Pulang (PP) Satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas luar negeri pergi pulang (PP) merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara dari bandara di Jakarta ke berbagai bandara kota tujuan di luar negeri pergi pulang (PP). Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk airport tax clan biaya retribusi lainnya. Perjalanan dinas luar negeri dengan lama perjalanan melebihi 8 (delapan) jam penerbangan (tidak termasuk waktu transit), bagi pejabat Eselon III ke atas/fungsional yang setara dapat menggunakan kelas bisnis. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas luar negeri menggunakan metode at cost ( sesuai pengeluaran).
Satuan Biaya Penyelenggaraan Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri Satuan biaya penyelenggaraan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penyelenggaraan operasional perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, berupa:
1 ATK, Langganan Koran/Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, Jamuan a. ATK merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan kebutuhan alat tulis (misal: kertas, ballpoint, clan amplop) yang alokasinya dikaitkan dengan jumlah pegawai.
Langganan koran/majalah merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan media cetak.
Lampu merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan penerangan di dalam gedung clan halaman kantor perwakilan.
Pengamanan sendiri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai tenaga kerja yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengamanan di kantor perwakilan clan wisma.
Kantong diplomatik merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengiriman dokumen diplomatik.
Jamuan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan jamuan tamu diplomatik yang dilaksanakan di luar kantor.
2 Pemeliharaan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian Sopir / Satpam, Sewa Kendaraan, dan Konsumsi Rapat a. Pemeliharaan kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar tetap dalam kondisi siap pakai sesuai dengan peruntukkannya, termasuk biaya bahan bakar. Catatan: Untuk negara yang mempunyai 4 (empat) musim, satuan biaya tersebut sudah termasuk biaya penggantian ban salju. Dalam hal terdapat peraturan dari negara setempat yang mewajibkan asuransi kendaraan, biaya asuransi kendaraan dapat dialokasikan sesuai kebutuhan riil dan dilengkapi dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pemeliharaan gedung merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin gedung/bangunan kantor/wisma perwakilan Republik Indonesia di luar negen dengan maksuduuntuk menjaga/mempertahankan gedung/bangunan kantor / wisma perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen). Satuan biaya pemeliharaan gedung/bangunan kantor/wisma perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dialokasikan untuk:
gedung/bangunan milik negara; dan/atau
gedung/bangunan milik pihak lain (selain pemerintah Republik Indonesia) yang disewa dan/atau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Pemeliharaan halaman merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin halaman gedung/bangunan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Cata tan: Untuk perwakilan Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) musim dapat di negara dialokasikan yang biaya pemeliharaan tambahan di luar gedung untuk fasilitas umum apabila ada ketentuan pemeliharaan dari negara yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan riil clan dilengkapi oleh data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengadaan inventaris kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan meja dan kursi pegawai pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Pengalokasiannya maksimal 10% ( sepuluh persen) dari jumlah pegawai (home stafjJ, sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Pakaian sopir / satpam merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan pakaian dinas harian sopir / satpam pada perwakilan Republik Indonesia di luar negen.
Sewa kendaraan sedan, bus, dan mobil box merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya sewa kendaraan sedan, bus dengan kapasitas 32 (tiga puluh dua) penumpang selama 8 (delapan) jam, dan mobil box untuk kegiatan yang sifatnya insidentil dan dilakukan secara selektif serta efisien. Satuan biaya sewa tersebut sudah termasuk biaya bahan bakar dan pengemudi.
Konsumsi rapat merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya pengadaan konsumsi rapat biasa yang diselenggarakan di kantor, dimana di dalamnya sudah termasuk makan dan kudapan. Catatan Umum:
Kementerian Negara/Lembaga dalam melaksanakan ketentuan standar biaya masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran sebagai berikut: a) pembatasan dan pengendalian biaya perjalanan dinas; b) pembatasan dan pengendalian biaya rapat di luar kantor; c) penerapan sewa kendaraan operasional sebagai salah satu alternatif penyediaan kendaraan operasional; d) pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan; dan e) lebih mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.
Untuk satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas, pemeliharaan sarana kan tor, penggan tian inven taris lama dan / ata u pembelian inventaris untuk pegawai baru, pengadaan bahan makanan, konsumsi rapat, pengadaan kendaraan operasional bus, sewa mesm fotokopi, sewa komputer perkantoran, sewa kendaraan dinas, pemeliharaan gedung/bangunan dalam negeri, sewa kendaraan, pengadaan kendaraan operasional kantor dan/atau lapangan roda 2 (dua), pengadaan operasional kantor dan/atau lapangan roda 4 (empat), dan pengadaan pakaian dinas, pada beberapa kabupaten diberikan toleransi pengusulan satuan biaya melebihi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini sehingga menjadi sebagai berikut: No.
Provinsi Sumatera Utara Sumatera Barat Kepulauan Riau Ka bu paten Toba Samosir Samo sir Nias Utara Labuhan Batu Sela tan Kep. Mentawai Na tuna Kep. Anambas 132% 141% 141% 143% 184% 133% 146% Toleransi dari Satuan biaya Provinsi Sumut dari Satuan biaya Provinsi Sum bar dari Satuan biaya Provinsi Kepulauan Riau No Provinsi Kabupaten Toleransi 4. Kalimantan Ke ta pang 150% dari Satuan Barat biaya Provinsi Kalbar 5. Kalimantan Kutai 138% dari Satuan Timur Kartanegara biaya Provinsi Kaltim 6. Kalimantan Tana Tidung 190% dari Satuan Utara biaya Provinsi Kaltara 7. Maluku Maluku 142% dari Satuan Tenggara biaya Provinsi Kep. Aru 144% Maluku Maluku 158% Tenggara Barat Buru Selatan 164% Tu al 168% Maluku Barat 189% Daya 8. Papua Tolikara 231% dari Satuan Asmat 131% biaya Dogiyai 138% Provinsi Papua Sarmi 144% Jayawijaya 147% Merauke 148% Nduga 189% Lanny Jaya 213% Peg. Bintang 228% Yalimo 230% Puncak Jaya 244% Intan Jaya 258% Puncak 271% Membrano 237% Tengah 9. Papua Barat May brat 153% dari Satuan Fak-Fak 151% biaya Provinsi Raja Ampat 147% Papua Barat Tambraw 175% Pengertian Istilah:
OJ b. OH c. OB d. OT e. OP f. OK g. OR h. Oter 1. OJP - 129 - Orang/Jam Orang/ Hari Orang/Bulan Orang/Tahun Orang/ Paket Orang/ Kegiatan Orang/ Responden Orang/ Terbitan Orang/Jam Pelajaran MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI ,i) www.jdih.kemenkeu.go.id
Uji Materi Pasal 77 UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN terhadap UUD 1945
Relevan terhadap
1. Terhadap materi, muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dalam Undang- _Undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan kembali; _ 2. Terlepas dari ketentuan ayat (1) di atas, permohonan pengujian UU terhadap muatan ayat, pasal dan/atau bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat dimohonkan pengujian kembali dengan syarat-syarat konstitusionalitasnya yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda. 13. Bahwa sebelumnya terhadap Pasal 77 UU BUMN 19/2003 pernah diajukan Uji Materiil yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008. Berdasarkan hal tersebut, maka Pemohon terlebih dahulu akan menguraikan apakah materi, muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dalam undang-undang Pasal 77 UU BUMN 19/2003 telah diperiksa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 dan Pemohon akan menjelaskan perbedaan Uji Materiil 6 Pemohon dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 sebagai berikut: Permohonan Uji Materiil dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 Bahwa Pemohon dalam Permohonan Nomor 58/PUU-VI/2008 meminta: “ Menyatakan bahwa materi muatan Pasal 1 angka 11 angka 12 serta bagian BAB VII Restrukturisasi dan Privatisasi yang terdiri dari Pasal 72 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 73, Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 80 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 86 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297) bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Alasan Pemohon dalam Permohonan Nomor 58/PUU-VI/2008 menyatakan Pasal 77 bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang- _Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pokoknya menyatakan: _ “Pemohon menolak privatisasi dan ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 ini adalah ketentuan pemanis dan penggembira saja karena kelak ketentuan peraturan perundang-undangan mengizinkan dilakukan privatisasi” Bahwa Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008, Mahkamah Konstitusi menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima; Bahwa dengan Permohonan Pemohon Nomor 58/PUU-VI/2008 dinyatakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi, maka materi, muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dalam Pasal 77 UU BUMN 19/2003 belum pernah diperiksa dan di putus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. Bahwa berdasarkan hal tersebut maka Pasal 77 UU BUMN 19/2003 dapat dimohonkan kembali untuk dilakukan uji materiil pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui Permohonan a quo ; Bahwa selanjutnya dalam permohonan a quo, Pemohon hanya melakukan pengujian terhadap norma Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003; Bahwa dalam permohonan a quo, Pemohon memiliki legal standing untuk mengajukan uji materiil Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 terhadap Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 7 sebagaimana akan dijabarkan oleh Pemohon di bawah pada bagian Legal Standing Pemohon; Bahwa Pemohon dalam Permohonan a quo memiliki alasan-alasan hukum yang berbeda, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN inkonstitusional dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang __ larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero. Bahwa pada dasarnya Pemohon tidak menolak privatisasi sebagaimana didalilkan Pemohon sebelumnya dalam Permohonan Nomor 58/PUU-VI/2008. Bahwa dalam permohonan a quo yang dipermasalahkan pemohon adalah dapat tidaknya dilakukan privatisasi terhadap “ Persero dan Perusahaan Milik Persero/Anak Perusahaan Persero” yang bergerak disektor tertentu yang berkaitan dengan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c UU BUMN 19/2003 dan bergerak di bidang usaha sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf d UU BUMN 19/2003; __ 14. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka materi, muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dalam Pasal 77 UU BUMN 19/2003 belum pernah diperiksa dan di putus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga permohonan a quo tidaklah bersifat ne bis in idem terhadap permohonan sebelumnya (Permohonan Nomor 58/PUU-VI/2008). Bahwa selain tidak bersifat ne bis in idem, dalam Permohonan a quo baik Pemohonnya, alasan, subtansi maupun pokok permohonan (petitum) berbeda, dengan demikian permohonan a quo sudah sepatutnya diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. II. KEDUDUKAN HUKUM DAN KEPENTINGAN HUKUM PEMOHON 1. Bahwa dalam hukum acara perdata yang berlaku, dinyatakan hanya orang yang mempunyai kepentingan hukum saja, yaitu orang yang merasa hak- haknya dilanggar oleh orang lain, yang dapat mengajukan gugatan (asas tiada gugatan tanpa kepentingan hukum atau zonder belang geen rechttingen ), artinya “hanya orang yang mempunyai kepentingan hukum saja”, yaitu orang yang merasa hak-haknya dilanggar oleh orang lain, yang dapat mengajukan gugatan, termasuk juga permohonan; 8 2. Bahwa dalam perkembangannya, ternyata ketentuan dan atau asas tersebut tidak berlaku mutlak berkaitan dengan diakuinya hak orang atau lembaga tertentu untuk mengajukan gugatan, termasuk juga permohonan, dengan mengatasnamakan kepentingan publik, yang dalam doktrin hukum universal dikenal sebagai Organization Standing (Legal Standing) ;
Doktrin Organization Standing ( Legal Standing ) ternyata tidak hanya dikenal dalam doktrin akan tetapi juga telah diadopsi dalam peraturan perundangan di Indonesia, seperti Undang-Undang Mahkamah Agung RI, Undang- Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Kehutanan, Undang-undang Jasa Konstruksi dan doktrin Organization Standing ( Legal Standing ) juga telah menjadi preseden tetap dalam praktek peradilan di Indonesia;
Bahwa walaupun begitu, tidak semua organisasi dapat bertindak mewakili kepentingan umum/publik. Akan tetapi, hanya organisasi yang memenuhi persyaratan tertentu, sebagaimana ditentukan dalam berbagai peraturan perundangan maupun yurisprudensi, yaitu berbentuk badan hukum atau kelompok masyarakat dan organisasi tersebut telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU- III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah Konstitusi telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu: a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945. b. bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh undang-undang yang diuji. c. bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar (logis) dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. b. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan tersebut maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan tidak lagi terjadi. 9 6. Bahwa Pemohon adalah Serikat Pekerja yang telah tercatat di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta Pusat dengan Bukti Pencatatan Nomor 260/I/N/IV/2003, tertanggal 9 April 2003; ( Vide Bukti P-1);
Bahwa Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (selanjutnya disebut FSPPB) diwakili oleh Arie Gumilar selaku Presiden FSPPB berdasarkan Surat Keputusan Musyawarah Nasional Nomor Kpts-06MUNAS- VI/FSPPB/2018. Bahwa Presiden FSPPB memiliki kewenangan untuk mewakili Organisasi dalam beracara di Pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Anggaran Dasar Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). ( Vide Bukti P-2 ) yang menyatakan: Pasal 18 ayat (3) “Presiden FSPPB memiliki kewenangan untuk mewakili Organisasi dalam beracara di Pengadilan” 8. Bahwa Pemohon merupakan perwakilan dari Lembaga atau Badan atau Organisasi yang mempunyai kepedulian perlindungan terhadap para Pekerja PT Pertamina (Persero) dan oleh karenanya bertindak untuk kepentingan pekerja PT Pertamina (Persero);
Bahwa bentuk dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu dalam Pasal 3 Anggaran Dasar Pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Perubahan ke 6 tanggal 16 Januari 2015 disebutkan: “ FSPBB berbentuk FEDERASI yang menghimpun dan terbuka bagi serikat pekerja-serikat pekerja di lingkungan PERTAMINA termasuk Anak Perusahaan yang memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. 10. Bahwa tugas dan peranan Pemohon dalam melaksanakan kegiatan- kegiatan penegakan hak-hak pekerja sangat jelas dapat dilihat dalam tugas pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Anggaran Dasar Pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Perubahan ke 6 tanggal 16 Januari 2015, yaitu: 1) Untuk memperjuangkan, melindungi, membela hak dan kepentingan _anggota beserta keluarganya; _ 10 2) Meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja beserta _keluarganya; dan _ 3) Menjaga kelangsungan Bisnis dan eksistensi perusahaan. 4) Memperjuangkan kedaulatan Energi Nasional. 11. Bahwa dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN 19/2003) hanya mengatur secara tegas mengenai larangan Perusahaan Persero untuk di Privatisasi yaitu Perusahaan Persero yang bidang usahanya disebutkan dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003;
Bahwa faktanya Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut hanya berbentuk Perseroan Terbatas biasa, sehingga tidak terikat pada ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003. Hal tersebut tentunya membuka peluang/berpotensi dapat diprivatisasinya Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut, padahal Anak Perusahaan tersebut memiliki kegiatan di bidang usaha yang berkaitan dengan bidang usaha Induk Perusahaannya yang notabene Induk Perusahaannya dilarang diprivatisasi karena bidang usahanya termasuk yang disebutkan dalam Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003;
Bahwa PT Pertamina (Persero) merupakan Perusahaan Persero sebagaimana dimaksud dalam UU BUMN 19/2003. Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri BUMN selaku RUPS tanggal 24 November 2016 tentang Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina yang dinyatakan pada akta No. 27 tanggal 19 Desember 2016 dinyatakan, bahwa PT Pertamina Persero memiliki kegiatan usaha di bidang penyelenggaraan usaha energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi baru dan terbarukan, serta kegiatan lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi baru dan terbarukan tersebut serta pengembangan optimalisasi sumber daya yang dimiliki perusahaan;
Bahwa dengan demikian PT Pertamina Persero termasuk dalam Perusahaan Persero yang dilarang untuk diprivatisasi berdasarkan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003 yaitu: 11 c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang _berkaitan dengan kepentingan masyarakat; dan _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. 15. Bahwa saat ini PT Pertamina Persero telah memiliki Anak-Anak Perusahaan yang menunjang kegiatan usaha PT Pertamina Persero sebagai induk Perusahaannya di bidang energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi baru dan terbarukan;
Bahwa akibat tidak diaturnya anak perusahaan persero/perusahaan milik Persero dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 menyebabkan celah hukum dan ketidakpastian hukum untuk dilakukannya privatisasi/pelepasan seluruh saham ke pihak perorangan/swasta terhadap Perusahaan Milik Persero/Anak Perusahaan Persero yang bergerak di bidang usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d sehingga Pemohon dirugikan Hak Konstitusionalnya yaitu:
Negara berpotensi nyata kehilangan hak menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara, menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam termasuk sumber daya alam minyak dan gasnya sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa dalam hal ini kedaulatan Energi Nasional menjadi terancam sehingga hak konstitusional Pemohon sangat berpotensi nyata dirugikan dan harus diperjuangkan oleh Pemohon sebagaimana telah di atur dalam anggaran dasar FSPPB.
Berpotensi nyata Sumber Daya Alam tidak ditujukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat termasuk namun tidak terbatas pada para pekerja Pertamina sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 karena Negara kehilangan hak menguasai sumber daya alam akibat diperbolehkannya pelepasan seluruh saham kepada pihak swasta/perorangan anak perusahaan BUMN yang mengelola sumber daya alam.
Menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis dan eksistensi dari PT. Pertamina Persero maupun Anak-Anak Perusahaannya akibat potensi nyata terjadinya privatisasi dan/atau pelepasan seluruh saham anak- 12 anak perusahaan ke pihak perorangan/swasta. Bahwa seharusnya anak perusahaan persero yang bergerak di bidang usaha pengelolaan sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan Masyarakat dilarang untuk di privatisasi.
Berpotensi nyata para pekerja pada anak-anak perusahaan Pertamina kehilangan statusnya sebagai pekerja BUMN dan menjadi pekerja swasta biasa akibat pelepasan seluruh saham anak perusahan PT. Pertamina Persero kepada pihak swasta/perorangan.
Kualitas hidup dan kesejahteraan para pekerja pada Perusahaan Grup PT. Pertamina Persero dan/atau BUMN beserta keluarganya akan tidak terjamin apabila anak-anak perusahaan PT. Pertamina Persero/BUMN tidak dikontrol dengan baik oleh Negara.
Berpotensi dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja terhadap para pekerja anak-anak perusahaan Pertamina akibat pelepasan seluruh saham/sebagian besar saham anak-anak perusahaan Pertamina kepada Pihak Swasta/Perorangan, hal ini sangat beralasan mengingat dalam pasal 163 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memungkinkan perusahaan/ pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja karena adanya perubahan kepemilikan saham perusahaan. Bahwa hal tersebut di atas tentunya merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab bagi Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) untuk memperjuangkan, melindungi, membela hak dan kepentingan anggota dan atau pekerja, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya, menjaga kelangsungan bisnis dan eksistensi Perusahaan dan memperjuangkan kedaulatan Energi Nasional sebagaimana dinyatakan dalam Anggaran Dasar Pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB);
Bahwa terkait dengan tujuan pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 angka (3) Anggaran Dasar Pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Perubahan ke-Lima Tahun 2011, maka Pemohon sangat berkepentingan untuk mengajukan Uji Materil ke Mahkamah Konstitusi 13 sebagai akibat dari adanya ketidakpastian hukum dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara;
Bahwa selama ini secara nyata, Pemohon telah pula memperjuangkan kepentingan hukumnya sebagaimana dinyatakan dalam AD/ART baik itu melalui gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial terkait hak dan kepentingan para Pekerja yang menjadi anggotanya, termasuk pula telah pernah mengajukan gugatan Judicial Review tentang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 37/PUU-IX/2011 dan gugatan Judicial Review Tentang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 65/PUU-X/2012;
Bahwa berdasarkan uraian di atas, jelas Pemohon telah memenuhi kualitas maupun kapasitas sebagai Pemohon pengujian Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. III. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN Bahwa Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara inkonstitusional dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero. A. Pasal 77 huruf c dan huruf d Bertentangan Dengan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero. 14 1. Bahwa Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan: 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 2. Bahwa sesuai dengan konsep Penguasaan Negara di dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi perkara Undang- Undang Minyak dan Gas dan Undang-Undang Ketenagalistrikan menafsirkan mengenai “hak menguasai negara/HMN” bukan dalam makna negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa negara merumuskan kebijakan (beleid) , melakukan pengaturan (regelendaad) , melakukan pengurusan (bestuurdaad) , melakukan pengelolaan (beheersdaad) , dan melakukan pengawasan (toezichthoudendaad) yang semuanya ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat;
Bahwa salah satu fungsi dari Hak Menguasai Negara adalah pengelolaan, yang mana fungsi pengelolaan tersebut dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, hal tersebut sesuai dengan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 3/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa: “ Fungsi pengelolaan dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham dan/atau melalui keterlibatan langsung badan usaha milik negara, termasuk di dalamnya badan usaha milik daerah atau badan hukum milik negara/daerah sebagai instrumen kelembagaan di mana pemerintah mendayagunakan kekuasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara dilakukan oleh negara c.q. pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas kekayaan alam atas bumi, air, dan kekayaan alam benar-benar digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; ” 4. Bahwa sebagai bentuk implementasi Hak Menguasai Negara untuk mengelola cabang-cabang produksi yang penting dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, maka pada tanggal 19 Juni 2003 15 Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Nomor Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang tercatat dalam Lembaran Negara Nomor 70 Tahun 2003;
Bahwa filosofi dibentuknya Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003 adalah menjaga supaya Negara tidak kehilangan “hak menguasai negara/HMN” dalam melakukan pengelolaan (beheersdaad) terhadap Cabang-Cabang Produksi yang penting bagi Negara, menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam yang semuanya ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat;
Bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN yang tercantum dalam Pasal 2 UU BUMN 19/2003 adalah:
Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional b. Mengejar keuntungan;
Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Bahwa di dalam Pasal 77 UU BUMN 19/2003 Negara telah mengatur mengenai Persero yang tidak dapat di privatisasi yaitu: a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan _perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; _ b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan _pertahanan dan keamanan negara; _ c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang _berkaitan dengan kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. 8. Bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut Persero berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU BUMN 19/2003 adalah: 16 “ BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.” 9. Bahwa selanjutnya yang dimaksud dengan Privatisasi berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU BUMN 19/2003 adalah: “penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya , kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.” 10. Bahwa sejalan dengan berjalannya waktu, persaingan usaha dalam bidang perekonomian global semakin ketat, untuk itu Pemerintah Republik Indonesia memiliki strategi untuk menguatkan daya saing, peningkatan nilai, perluasan jaringan usaha dan kemandirian pengelolaan Badan Usaha Milik Negara yaitu dengan membentuk perusahaan induk BUMN/Perusahaan Grup/ Holding Company . Bahwa dengan demikian saat ini Persero yang dilarang untuk di privatisasi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003 telah berkembang menjadi sebuah Perusahaan Grup/ Holding Company bukan hanya sekedar sebuah Perusahaan Perseroan tunggal, Perusahaan-Perusahaan Persero pada saat ini telah memiliki anak-anak perusahaan bahkan cucu perusahaan (Perusahaan milik PT. Persero) ; __ 11. Bahwa Perusahaan Grup/ Holding Company menurut pendapat ahli dapat diartikan sebagai berikut: Menurut Raajimakers, perusahaan kelompok atau group company secara umum dapat diberi pengertian sebagai suatu susunan dari perusahaan- perusahaan yang secara yuridis tetap mandiri dan yang satu dengan yang lain merupakan suatu kesatuan ekonomi yang dipimpin oleh suatu perusahaan induk. Menurut Prof. Emmy Pangaribuan, S.H. perusahaan grup/konsern adalah suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan dari suatu perusahaan induk sebagai sentral. Menurut Ray August, holding company adalah perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan yang bertugas untuk mengawasi, mengoordinasi, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya. __ 17 12. Bahwa berdasarkan pengertian mengenai Perusahaan Grup dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, perusahaan grup/ holding company /konsern merupakan suatu gabungan dari perusahaan- perusahaan yang masing- masing mandiri secara yuridis, memiliki hubungan yang erat, memiliki hubungan ekonomi antara yang satu dengan yang lain, dimana induk perusahaan mengawasi, mengoordinasi, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya;
Bahwa pengertian Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-03/MBU/2012 Tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara yaitu: “ Anak Perusahaan BUMN, yang selanjutnya disebut Anak Perusahaan adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.” Bahwa dengan demikian Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut bukanlah suatu Perusahaan Persero, melainkan Perseroan Terbatas biasa;
Bahwa apabila melihat penjelasan dalam Pasal 2A ayat (7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas disebutkan bahwa: “ Anak Perusahaan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) _diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal sebagai berikut: _ a. Mendapatkan penugasan Pemerintah atau melaksanakan _pelayanan umum; dan/atau _ b. Mendapatkan kebijakan khusus negara dan/atau Pemerintah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN. __ __ __ 18 Penjelasan Pasal 2A ayat (7) Yang termasuk dalam perlakukan yang sama dalam kebijakan khusus negara da/atau pemerintah antara lain terkait dengan proses dan bentuk perizinan, hak untuk memperoleh HPL, kegiatan perluasan lahan dan/atau keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan kenegaraan atau pemerintah yang melibatkan BUMN. __ 15. Bahwa untuk memberi gambaran kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pemohon akan memberikan ilustrasi mengenai pembentukan holding dan subholding yang terjadi pada PT. Pertamina Persero dengan uraian-uraian sebagai berikut:
1 Bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina, menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SK- 198/MBU/06/2020 tanggal 12 Juni 2020 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas, dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina. Melalui SK tersebut diatas ditetapkan beberapa hal yakni; Mengubah nomenklatur jabatan anggota- anggota Direksi Perusahaan Perseroan Persero) PT Pertamina. Delapan direktur dalam organisasi pertamina sebelumnya dibubarkan, selanjutnya digabungkan ke dalam tiga direktorat yakni direktur penunjang bisnis, Direktur Logistik dan lnfrastruktur, serta Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha 2.1 Bahwa Kebijakan Menteri BUMN tersebut ditindaklanjuti berdasarkan SK Direktur Utama Pertamina nomor Kpts- 18/C00000/2020-S0 yang salah satu keputusanya adalah membentuk dan menetapkan sub Holding anak perusahaan PT pertamina Persero yang terdiri dari 1) sub holding upstream ; yang akan digambarkan sebagai berikut: 19 atau lebih sederhananya seperti bagian di bawah ini 3.1 Bahwa Dari dua bagan di atas terlihat bahwa yang dijadikan Sub Holding adalah Seluruh Bisnis Inti Pertamina dari Hulu ke Hilir, dari Eksplorasi hingga Pemasaran, jadi core business Pertamina menjadi Anak Perusahaan Pertamina. Bahwa saat ini struktur Perusahaan Grup PT. Pertamina (Persero) dapat digambarkan sebagai berikut sebagai berikut. 20 21 4.1 Bahwa apabila melihat Struktur Perusahaan Grup PT Pertamina (PERSERO), anak-anak perusahaan PT Pertamina (PERSERO) yaitu PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi, PT. Pertamina Geothermal Energy, PT Pertamina Drilling, PT PGN, dsb melakukan pengelolaan sumber daya alam, dimana kegiatan usaha tersebut merupakan kegiatan usaha yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003.
Bahwa berdasarkan ilustrasi pada PT Pertamina (Persero) tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa anak-anak perusahaan dari perusahaan persero yang berbentuk Perseroan Terbatas biasa oleh Pemerintah Republik Indonesia terbukti diberikan izin untuk melaksanakan pelayanan umum dan/atau pengelolaan sumber daya alam, dimana kegiatan usaha tersebut merupakan kegiatan usaha yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 yaitu:
Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu _yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; dan _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dilarang untuk diprivatisasi 17. Bahwa pembentukan Perusahaan Grup/ Holding Company pada dasarnya dilakukan sebagai strategi untuk menguatkan daya saing, peningkatan nilai, perluasan jaringan usaha dan kemandirian pengelolaan Badan Usaha Milik Negara;
Bahwa hal tersebut di atas hanya dapat dilakukan apabila Induk Perusahaan yaitu PT Persero menguasai seluruh/sebagian besar saham dari anak-anak perusahaannya/Perusahaan milik PT Persero tersebut, sehingga Induk Perusahaan yaitu PT Persero sebagai implementasi Negara mampu untuk melakukan pengelolaan terhadap Anak-Anak Perusahaan/Perusahaan milik Persero yang bidang usahanya mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara;
Bahwa Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 secara limitatif hanya mengatur secara tegas Persero yang tidak dapat di privatisasi, namun tidak mengatur secara tegas mengenai Perusahaan Milik 22 Persero/Anak Perusahaan Persero yang memiliki kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 UU BUMN 19/2003;
Bahwa apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, maka akan berpotensi terjadinya Privatisasi bahkan hilangnya eksistensi terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan dari Persero, karena Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut bukanlah suatu Perusahaan Persero, melainkan Perseroan Terbatas biasa. Anak Perusahaan persero tidak diatur pada UU BUMN 19/2003;
Bahwa privatisasi PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaanya dengan terlebih dahulu membentuk sub holding dan mengalihkan core business /bisnis inti pertamina dari hulu ke hilir kepada sub holding akan menghambat usaha PT Pertamina persero untuk mendapatkan prioritas dalam memperoleh usaha kerja sesuai Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menyatakan ayat 4 Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT. Pertamina (Persero) sepanjang saham PT. Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh Negara. ayat 5 PT Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dapat mengajukan permohonan untuk wilayah kerja yang telah ditawarkan. 22. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PT Pertamina (Persero) seharusnya tidak diperbolehkan untuk melepaskan saham ke publik/swasta/perorangan, sebab apabila sahamnya tidak seratus persen milik negara maka PT. 23 Pertamina Persero tidak akan bisa lagi untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka tertentu;
Bahwa ketentuan dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang menyatakan bahwa PT Pertamina (Persero) hanya dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan wilayah kerja apabila sahamnya masih 100% dimiliki negara merupakan bentuk pelaksanaan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan cabang- cabang produksi yang penting dan sumber daya alam harus dikuasai oleh negara sepenuhnya, tidak dibagi-bagi dengan swasta/perorangan, dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bahwa hal tersebut telah sejalan dengan pendapat Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dalam putusannya yang menyatakan:
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 36/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa Wilayah Kerja-Wilayah Kerja migas hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara. Hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi. Mahkamah Konstitusi menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN.
Putusan Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 69 P/HUM/2018 yang menyatakan bahwa pemberian pengelolaan wilayah kerja Migas yang akan berakhir kontrak kerjasamanya, BUMN sebagai perwujudan penguasaan negara in casu PT Pertamina (Persero) harus didahulukan ( voorerecht ) sepenuhnya untuk mengelola sumber daya energi Migas tersebut;
Bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan diantaranya yaitu: 24 a. Bagian menimbang huruf b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan : “ bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan _kemakmuran dan kesejahteraan rakyat; _ b. Daftar Lampiran Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Bidang Usaha yang terbuka dan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal disebutkan bahwa “Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral masuk dalam kategori terbuka dengan persyaratan” bukan bidang usaha yang terbuka. Bahwa minyak dan gas bumi merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dalam peraturan perundang-undangan telah dikuatkan dengan penafsiran dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 36/PUU-X/2012 tersebut di atas;
Bahwa dengan demikian seharusnya PT Pertamina Persero maupun anak-anak perusahaan/perusahaan milik PT Pertamina (Persero) tidak dapat di privatisasi karena mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak yaitu minyak dan gas;
Bahwa sebagaimana telah Pemohon jelaskan sebelumnya di atas, saat ini seluruh Bisnis Inti (core business) Pertamina dari Hulu ke Hilir, dari Eksplorasi hingga Pemasaran telah dilimpahkan kepada Sub Holding/ anak perusahaan dari PT Pertamina Persero yang notabene anak perusahaan PT Pertamina Persero tersebut hanya berbentu Perseroan Terbatas biasa, bukan PT Persero, selain itu dapat disimpulkan pula bahwa Bisnis Inti (core bisnis) PT Pertamina tersebut telah dilakukan secara terpisah/tidak terintegrasi oleh badan usaha yang berbeda yang tentunya ini adalah UNBUNDLING PERTAMINA. Dengan terpecahnya sistem integrasi Pertamina karena sektor intinya menjadi 25 Anak Perusahaan maka berpotensi menyebabkan masalah-masalah yang akan timbul dari tidak terintegrasinya pengelolaan minyak dan gas bumi;
Bahwa masalah-masalah yang akan timbul dengan dilakukannya unbundling pada Badan Usaha Milik Negara/Persero yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak diantaranya adalah:
Potensi nyata untuk dilakukan pelepasan seluruh atau sebagai besar saham anak-anak perusahaan BUMN/Persero yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak kepada pihak swasta/perorangan (Privatisasi). Bahwa hal tersebut tentunya berpotensi menghilangkan Hak Menguasai Negara untuk melakukan pengelolaan langsung terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara.
Potensi nyata menjadi persaingan bisnis antar sektor usaha pada badan usaha yang berbeda. Bahwa masalah-masalah tersebut tentunya akan membuat BUMN/Persero yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi terpuruk dan sangat berpotensi menyebabkan Negara Kehilangan Hak Menguasai yaitu kewenangan untuk melakukan pengelolaan _(beheersdaad); _ __ 28. Bahwa sebenarnya Mahkamah Konstitusi pernah memutus perkara yang berkaitan dengan pilihan bundling ataukah unbundling dalam penyediaan listrik di Indonesia. Pada Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, bertanggal 15 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan bahwa Sistem unbundling dalam restrukturisasi usaha listrik justru tidak menguntungkan dan tidak selalu efisien dan malah menjadi beban berat bagi negara, sehingga oleh karenanya Mahkamah berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945;
Bahwa selain itu Pembentukan sub holding anak perusahaan persero maupun unbundling inilah yang mejadi celah hukum dan tidak adanya kepastian hukum untuk anak-anak perusahaan Persero termasuk namun 26 tidak terbatas pada anak-anak perusahaan PT Pertamina Persero untuk dilakukan privatisasi, karena dengan terbentuknya sub holding dan/atau unbundling maka terbukalah peluang dari anak-anak perusahaan/perusahaan milik Persero untuk melantai di bursa, sebagaimana yang telah terjadi dengan Perusahaan Gas Negara (PGN);
Bukan tanpa dasar, terbukti dengan secara terbuka Menteri Badan Usaha Milik Negara (Erick Thohir) melalui berbagai media menyatakan target khusus yang dibebankan pada jajaran direksi baru Pertamina yakni satu atau dua anak usaha Pertamina harus mampu melakukan Initial Public Offering (IPO) dalam dua tahun ke depan;
Bahwa pelepasan saham anak perusahaan PT Pertamian persero sama halnya dengan perdagangan organ tubuh manusia. Bahwa bila di ilustrasikan dengan utuh terhadap Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 ibarat seekor sapi betina yang dilarang di jual untuk menjaga dan menjamin pasokan susu bagi pemiliknya, tentunya sapi itu harus sehat dan utuh agar bisa menghasilkan susu dan sapi itu haruslah tetap milik si empunya sapi agar susunya bisa dinikmati yang punya sapi. Namun bila dikaitkan dengan pembentukan sub hoding PT Pertamina, si sapi itu di potong-potong di mana sebagian organ tubuhnya di jual ke orang lain;
Bahwa siasat pelepasan saham kepada swasta/perorangan terhadap anak-anak perusahaan PT Pertamina Persero dapat diibaratkan halnya dengan pencuri sepeda motor yang kemudian menjual terpisah bagian- bagian dari motor tersebut kepada orang lain. Bahwa mencuri dan menjual motor curian kepada orang lain merupakan tindak pidana, namun untuk menyiasatinya agar tidak ketahuan maka pencuri tersebut menjual terpisah bagian-bagian dari sepeda motor tersebut hingga habis tidak tersisa;
Bahwa menurut hemat Pemohon anak-anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero seharusnya diperlakukan sama dengan Induk Perusahaannya yaitu PT Persero, sebab antara Induk Perusahaannya yaitu PT Persero dengan anak-anak perusahaannya/Perusahaan milik Persero sama-sama memiliki keterkaitan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 27 sehingga seharusnya baik Induk Perusahaan (PT Persero) maupun anak-anak perusahaanya/Perusahaan milik PT Persero tidak dapat diprivatisasi;
Bahwa dengan demikian akibat seluruh dan/atau sebagian besar saham Anak-Anak Perusahaan/perusahaan milik PT Persero dimiliki oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Anak Perusahaan Perseroan akan menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon dan Negara yaitu, berpotensi nyata menyebabkan Negara tidak lagi memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan (beheersdaad) terhadap anak perusahaan/perusahaan milik Persero yang memiliki bidang usaha mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara, hal tersebut disebabkan karena sebagian besar saham/seluruh saham Anak-Anak Perusahaan/Perusahaan Persero telah dimiliki oleh swasta dan/atau perorangan;
Bahwa yang menjadi keberatan Pemohon sehingga Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan diberlakukannya Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero adalah apabila anak-anak Perusahaan/Perusahaan milik PT Persero yang dilarang untuk diprivatisasi berdasarkan Pasal 77 huruf c dan d dapat di privatisasi dengan melepas saham ke publik/swasta/perorangan;
Bahwa dengan demikian apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero , maka __ tidak menutup kemungkinan Anak Perusahaan Perseroan/Perusahaan milik Persero tersebut seluruh dan/atau sebagian besar sahamnya dapat dikuasai oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Anak Perusahaan Perseroan;
Bahwa terhadap penerapan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik berpotensi 28 menyebabkan kerugian yang nyata bagi rakyat dan Negara apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero akan menyebabkan Negara kehilangan “hak menguasai negara/HMN” dalam melakukan pengelolaan (beheersdaad) yang menyebabkan pihak swasta dan/atau perorangan dapat menguasai dan/atau mengelola c abang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang . Hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan amanat Konstitusi dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; B. Pasal 77 huruf c dan huruf d Bertentangan Dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero.
Bahwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan: 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 39. Bahwa prinsip sebesar-besarnya kemakmuran rakyat telah mendapatkan penafsiran dari Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 3/PUU- VIII/2010 tentang uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, telah membuat tolak ukur pengelolaan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, antara lain: _1. Kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat; _ _2. Tingkat kemerataan sumber daya alam bagi rakyat; _ 3. Tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya _alam; _ 4. Penghormatan terhadap hak rakyat yang bersifat turun-temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam. 40. Bahwa tujuan utama dibentuknya BUMN adalah untuk mencari keuntungan dan menyediakan barang dan jasa yang bermutu tinggi bagi 29 sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana tersirat dalam Pasal 2 UU BUMN 19/2003;
Bahwa selain itu tujuan awal dibentuknya PT. Pertamina Persero dapat dilihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Negara yaitu: Pasal 5 “Tudjuan Perusahaan adalah membangun dan melaksanakan pengusahaan minjak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnja untuk sebesar-besar kemakmuran Rakjat dan Negara serta mentjiptakan Ketahanan Nasional.” 42. Bahwa selain itu berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi menyatakan; “dalam rangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” .
Bahwa untuk memberi gambaran kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pemohon akan memberikan ilustrasi mengenai proses bisnis Pertamina yakni pengolahan energy utamanya Migas dari hulu ke hilir hingga dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang selama ini dilaksanakan oleh Perusahaan Grup/ Holding PT. Pertamina Persero sebagai berikut: A. Bisnis pertamina terintegrasi hulu ke hilir 30 Secara sederhana, proses bisnis Pertamina dapat dilihat pada gambar berikut: Kedudukan/bisnis Pertamina yang secara terintegrasi dapat menjamin security of supply dalam penyediaan pemenuhan energy negeri yang menopang ketahanan energy. Dengan integrasi bisnis hulu ke hilir, maka jalur koordinasi perusahaan menjadi sangat jelas dan gamblang dalam satu kesatuan PT Pertamina (Persero) sebagai representative Negara. Kedudukan/bisnis Pertamina yang secara terintegrasi dapat menjamin security of supply dalam penyediaan pemenuhan energi negeri yang menopang ketahanan energi. Dengan integrasi bisnis hulu ke hilir, maka jalur koordinasi perusahaan menjadi sangat jelas dan gamblang dalam satu kesatuan PT Pertamina (Persero) sebagai representative Negara. Adapun secara ringkas beginilah penjesalan masing-masing proses bisnis tersebut: 31 a. Hulu / Eksplorasi / Upstream Proses penyediaan energi terutama migas dimulai dari penyediaan minyak mentah yang akan diolah menjadi produk jadi maupun antara. Minyak mentah tersebut menjadi bahan baku dalam penyediaan produk tersebut. Proses penyediaan minyak mentah dalam perut bumi Indonesia dimulai dengan tahapan eksplorasi. Tahapan ini adalah pencarian minyak Bumi melalui suatu kajian panjang yang melibatkan beberapa bidang kajian kebumian dan ilmu eksak. Untuk kajian dasar, riset dilakukan oleh para geologis, yaitu orang-orang yang menguasai ilmu kebumian yang mencari lokasi hidrokarbon/minyak dan gas yang dapat diproduksi. Tahapan-tahapannya adalah: • Survey – Penilaian – Development : Menemukan volume hidrokarbon baru dengan demikian menggantikan volume yang sedang diproduksi atau dengan kata lain adalah proses penemuan ladang minyak baru hingga tahapan layak dan dapat diproduksi termasuk penyediaan sarana dan fasilitas produksi (pompa angguk, pemisahan impurities dan air, pipanisasi dan pertangkian). • Produksi: Setelah sebuah area yang sudah dinyatakan layak produksi dari hasil survey dan kajian. Dalam proses produksi tersebut, minyak dalam perut bumi “diangkat” dari sumur ke permukaan melalui fasilitas pengangkatan yang kemudian melalui proses pemisahan dari impurities dan air sehingga didapatkan minyak bumi yang sesuai spesifikasi migas yang ditampung ke dalam Tangki. • Distribusi Migas Setelah tahapan penyimpanan dalam tangki tersebut, maka dilakukan pendistribusian minyak mentah tersebut ke proses pengolahan melalu media transportasi. Adapun media pendistribusian ke kilang/pengolahan dapat melalui pipanisasi dan atau kapal tangker. Lokasi dari ekplorasi dan produksi minyak mentah dapat di daratan ( onshore ) atau laut lepas ( offshore ). Adapun pemenuhan minyak mentah Indonesia berasal dari Domestik maupun impor. Gambaran porsi produksi Minyak Mentah domestik sbb: 32 o 56.7% produksi Pertamina menjadi porsi perusahaan o 52.55% dari total produksi hulu diolah di kilang Pertamina b. Pengolahan/Kilang/ Refinery Kilang minyak adalah pabrik/fasilitas industri yang mengolah minyak mentah menjadi produk petroleum yang bisa langsung digunakan maupun produk-produk lain yang menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Adapun kebutuhan pengolahan Minyak mentah yang diolah di Kilang Pertamina berasal dari Domestik (baik Penugasan Pemerintah atau 3 ^rd Party) sebesar 56% dan Import sebesar 44%. (data tahun 2016) PT Pertamina (Persero) memiliki terdapat 6 kilang/Refinery Minyak dan Petrokimia yaitu:
Refinery Unit – II Dumai 2) Refinery Unit – III Plaju 3) Refinery Unit – IV Cilacap 33 4) Refinery Unit – V Balikpapan 5) Refinery Unit – VI Balongan 6) Refinery Unit – VII Sorong Serta beberapa kilang lain yaitu Cepu, Mundu, dan TPPI Tuban. Setelah melalui tahapan eksplorasi di Upstream, minyak __ mentah disalurkan baik via pipa maupun kapal tangker ke kilang-kilang yang dimiliki Pertamina. Minyak mentah tersebut diolah melalui beberapa tahapan yaitu pemisahan berdasarkan titik didih, pemisahaan secara konversi, dan pemisahan terhadap impurities sehingga dihasilkan produk jadi yang bisa langsung dipakai atau produk antara yang menjadi bahan baku industry petrokimia. Adapun produk tersebut diantaranya Solar, Premium, Pertamax, Pertalite, Dexlite, avtur, kerosene, LPG, serta produk Petrokimia seperti Propylene, Aspal, Lube Base (pelumas), Paraxylene, Benzene, dsb. Semua produk tersebut akan ditampung terlebih dahulu dalam tangki sebelum disalurkan ke costumer (baik Industri maupun end user /masyarakat).
Pemasaran/ Marketing & Trading Proses bisnis integrasi Pertamina selanjutnya adalah Pemasaran/ Marketing & Trading . Setelah minyak mentah/ crude oil diolah menjadi produk jadi di kilang Pertamina, maka dilakukan tahapan selanjutnya yaitu penyaluran kepada pelanggan baik industry maupun masyarakat. Proses tersebut dilakukan oleh fungsi Pemasaran. Produk dari kilang akan disalurkan ke Pemasaran melalui Depot BBM dan LPG atau langsung ke Industri melalui perpipaan maupun kapal tangker. Produk jadi tersebut akan ditambung di depot-depot seluruh seantero Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 34 ALUR DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) DAN LPG Berdasarkan alur distribusi BBM dan LPG tersebut Pertamina memastikan ketersediaan BBM dan LPG seluruh Indonesia via darat, laut, dan udara. Adapun total kebutuhan produk BBM dan LPG secara konsolidasi sebesar 60% berasal dari Kilang Sendiri dan 40% berasal dari impor. (data tahun 2016).
Distribusi/Transportasi & Perkapalan Proses bisnis Pertamina yang tidak kalah penting adalah jaminan tersampainya minyak mentah dari Eksplorasi & Produksi maupun Impor menuju Kilang Pertamina serta tersalurkannya produk kilang ke Pemasaran yang kemudian didistribusikan ke Industri dan end user . Keunggulannya proses integrasi bisnis Pertamina dari Hulu ke Hilir adalah jaminan tersebut dikelola oleh Negara yang diwakili oleh Pertamina termasuk proses distribusinya. Peran perkapalan/ shipping Pertamina inilah yang sangat penting. Dengan geografis Indonesia yang 70%nya adalah perairan, maka peran perkapalan sangat besar dalam proses distribusi. Shipping sangat berperan dalam supply chain Pertamina. Peran kapal dalam menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya sangat berdampak besar terhadap aktivitas perekonomian Indonesia. Hal yang tidak kalah penting, kapal berperan menstimulus pertumbuhan ekonomi 35 daerah tertinggal sehingga mampu memperkecil adanya gap antara kawasan berkembang dengan kawasan tertinggal Seperti yang tergambar pada gambar di atas terlihat bahwa transportasi via kapal dimulai dari proses hulu/ upstream sampai dengan ke depot- depot Pertamina. Sejatinya lingkup kerja Shipping sangatlah kompleks, namun apabila disederhanakan dapat mencakup beberapa aspek sebagai berikut: o Luasnya wilayah operasi distribusi energi yang dilayani terbentang dari Sabang sampai Merauke. Bahkan sejak 2015, Shipping mendapat amanah dalam pengangkutan kargo impor FOB dari wilayah Regional maupun Internasional. o Kapal yang dioperasikan cukup banyak dan beragam ukuran. Sampai dengan akhir 2015, Shipping mengoperasikan lebih dari 200 kapal mulai dari ukuran 1000 DWT sampai dengan 300.000 DWT. o Karakteristik pelabuhan yang berbeda sehingga beragam kendala dan hambatan yang dihadapi akan berbeda untuk masing-masing pelabuhan. Tercatat saat ini terdapat lebih dari 100 pelabuhan khusus 36 (pelsus) yang terletak di ratusan pulau di seluruh pelosok tanah air baik di kilang, depot, maupun sumur minyak. o Besarnya volum dan jenis kargo yang diangkut, dimana setiap kargo memiliki karakteristik dan penanganan yang berbeda. Kargo yang diangkut meliputi: minyak mentah, premium, kerosene, solar, avtur, avigas, pertamax, pertamax plus, LPG, lube base, paraxylene, asphalt, fame, sampai minyak bakar. o Kondisi perairan yang meliputi laut dan sungai. Seringkali pengangkutan yang melewati sungai tidak bisa diprediksi karena adanya luapan, banjir, maupun surut yang mengharuskan kapal menunggu agar bisa kembali berlayar. Selain itu terdapat beberapa rute dengan berbagi peringatan karena adanya indikasi perompakan, pencurian sampai separatism. o Tuntutan operasional akibat minimnya infrastruktur yang mengakibatkan kapal harus dapat dioperasikan sebagai tanki timbun atau floating storage serta kegiatan Ship to Ship transfer. Selain dengan kapal, pendistribusian produk BBM dan LPG di daratan melalui perpipaan dan mobil-mobil tangki yang menghubungkan tiap-tiap wilayah Indonesia mulai dari kota sampai daerah terpencil.
Bahwa sebelumnya seluruh Bisnis Inti Pertamina dari Hulu ke Hilir, dari Eksplorasi hingga Pemasaran sebagaimana disebutkan di atas dikelola langsung oleh PT Pertamina Persero sebagai Holding sedangkan anak- anak perusahaan berperan membantu proses bisnis tersebut, namun saat ini seluruh Bisnis Inti Pertamina dari Hulu ke Hilir, dari Eksplorasi hingga Pemasaran telah dilakukan secara terpisah ( Unbundling ) oleh badan usaha yang berbeda dengan membentuk Sub Holding;
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya mengenai undbundling Mahkamah Konstitusi pernah memutus perkara yang berkaitan dengan pilihan bundling ataukah unbundling dalam penyediaan listrik di Indonesia. Pada Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, bertanggal 15 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan secara keseluruhan. Pokok permohonan para Pemohon dalam perkara tersebut pada 37 dasarnya menyangkut kompetisi dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan yang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dilakukan secara terpisah ( unbundling ) oleh badan usaha yang berbeda. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 yang memerintahkan sistem pemisahan/pemecahan usaha ketenagalistrikan ( unbundling system ) dengan pelaku usaha yang berbeda akan semakin membuat terpuruk BUMN yang akan bermuara kepada tidak terjaminnya pasokan listrik kepada semua lapisan masyarakat, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial. Dengan demikian akan merugikan masyarakat, bangsa dan negara. Sistem unbundling dalam restrukturisasi usaha listrik justru tidak menguntungkan dan tidak selalu efisien dan malah menjadi beban berat bagi negara, sehingga oleh karenanya Mahkamah berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945;
Bahwa selain itu dengan dibentuknya Perusahaan Grup BUMN/ Holding BUMN dan/atau unbundling tidak menutup kemungkinan Anak Perusahaan Perseroan/Perusahaan milik Persero yang bidang usahanya mengelola sumber daya alam tersebut, seluruh dan/atau sebagian besar sahamnya dapat dikuasai oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Anak Perusahaan Perseroan, apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero;
Bahwa sama seperti halnya dalam ketenagalistrikan, PT Pertamina Persero yang mengelola sumber daya alam minyak dan gas bumi cepat atau lambat akan berbagi kekuasaan dengan swasta dalam seluruh rantai usaha mereka. Mulai dari hulu, pengolahan, ritel, hingga pasar keuangan. Bahwa Hal tersebut jelas sangat berdampak bagi masyarakat luas, yang mana apabila Pertamina menjadi perusahaan go public dengan mekanisme IPO, maka berpotensi dikuasainya asset negara oleh Swasta (Swastanisasi). Dampak secara gamblang, apakah penentuan harga BBM dan LPG akan seperti sekarang dimana penentuannya murni untuk kepentingan Negara? Tentu berpotensi juga mendengarkan suara 38 sang pemilik saham lainnya dalam Perusahaan nantinya yang menuntut Perusahaan untuk untung-seuntungnya tanpa memikirkan kemampuan daya beli masyarakat. Harga berpotensi naik dan tentunya berdampak pada sektor kehidupan lainnya;
Bahwa selain itu seharusnya seluruh keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero dari hasil mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam Negara diberikan seluruhnya kepada Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, namun akibat adanya potensi dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero maka keuntungan dari anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero menjadi tidak sepenuhnya diberikan kepada Negara tetapi diberikan juga untuk pihak swasta/perorangan yang memiliki saham pada anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero;
Bahkan yang paling mengkhawatirkan akibat potensi dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara adalah seluruh saham milik anak perusahaan tersebut dilepas seluruhnya kepada pihak swasta/perorangan, sehingga hasil pengelolaan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara tersebut hanya dinikmati oleh pihak swasta dan/atau perorangan;
Bahwa seharusnya Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 seharusnya “DIKUASAI OLEH NEGARA” untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” __ 51. Bahwa c abang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak boleh dikuasai dan/atau dikelola oleh pihak swasta maupun perorangan untuk keuntungan dan _kemakmuran pihak swasta maupun orang perorangan; _ 52. Bahwa logika sederhana terhadap penerapan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik 39 Negara adalah adanya potensi kerugian yang nyata bagi rakyat dan Negara apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, akan menyebabkan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya __ bukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang tentunya sangat bertentangan dengan amanat Konstitusi dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. IV. PETITUM Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan bahwa Bahwa Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara Bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero karena berpotensi mengakibatkan negara kehilangan hak menguasai negara yaitu mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam diperuntukan tidak sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat; DALAM POKOK PERKARA 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
Menyatakan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero;
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. [2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalilnya, para Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan dan video yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-39 sebagai berikut: 40 1. Bukti P-1 : Fotokopi Tanda Bukti Pencatatan Nomor 260/I/N/IV/2003 tanggal 9 April 2003; ,2. Bukti P-2 : Fotokopi Keputusan Musyawarah Nasional Nomor: Kpts- 04/MUNAS-VI/FSPPB/2018 tentang Perubahan Ke-Tujuh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB);
Bukti P-3 : Fotokopi Keputusan Musyawarah Nasional Nomor Kpts- 06/MUNAS-VI/FSPPB/2018 tentang Penetapan Presiden FSPPB Periode 2018-2021;
Bukti P-4 : Fotokopi Surat Keputusan Nomor 001/KU.FSPPB/IV/2018 Tentang Susunan Pengurus Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Periode 2018 – 2021;
Bukti P-5 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen I sampai dengan Amandemen IV);
Bukti P-6 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;
Bukti P-7 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara;
Bukti P-8 : Fotokopi Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara;
Bukti P-9 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dam Perseroan Terbatas;
Bukti P-10 : Fotokopi Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Nomor SK- 198/MBU/06/2020 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina, tanggal 12 Juni 2020;
Bukti P-11 : Fotokopi Surat Keputusan Direksi Pertamina (PERSERO) Nomor Kpts-18/C00000/2020-SO tentang Struktur Organisasi Dasar PT. Pertamina (PERSERO), tanggal 12 Juni 2020; 41 12. Bukti P-12 : Fotokopi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU- VI/2008;
Bukti P-13 : Hasil cetak berita dengan judul “Dirut Pertamina Bantah Soal Isu Privatisasi Lewat Subholding Migas.” https: //tirto.id/dirut-pertamina-bantah-soal-isu-privatisasi- lewat-subholding-migas-fMhi diunduh pada tanggal 13 Juli 2020;
Bukti P-14 : Hasil cetak berita dengan judul “Rencana Dan Target IPO Anak Usaha Pertamina Yang Ditolak DPR.” https: //katadata.co.id/berita/2020/06/30/rencana-dan- target-ipo-anak-usaha-pertamina-yang-ditolak-dpr diunduh pada tanggal 13 Juli 2020;
Bukti P-15 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
Bukri P-16 : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 69 P/HUM/2018 mengenai Permohonan Hak Uji Materiil terhadap: “Pasal 2 Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi Yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya”;
Bukti P-17 : Fotokopi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
Bukti P-18 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
Bukti P-19 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi;
Bukti P-20 : Fotokopi Kajian Hukum terhadap Rencana Restrukturisasi Pertamina dan IPO oleh Sub-Holding Pertamina tanggal 16 Juni 2020 yang dibuat oleh Melli Darsa & Co.;
Bukti P-21 : Hasil cetak berita pada halaman Tribun News dengan judul “Fraksi PKS DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang IPO Subholding Pertamina”; 42 Sumber: https: //www.tribunnews.com/nasional/2020/08/06/fraksi- pks-dpr-minta-pemerintah-kaji-ulang-ipo-subholding- pertamina Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-22 : Hasil cetak berita pada halaman Kompas.com dengan judul “Soal IPO Anak Perusahaan, Ini Alasannya Kata Dirut Pertamina”. Sumber: https: //money.kompas.com/read/2020/07/27/090800226/s oal-ipo-anak-perusahaan-ini-alasannya-kata-dirut- pertamina Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-23 : Hasil cetak berita pada halaman CNBC Indonesia dengan judul “Erick Minta IPO 2 Anak Usaha, Begini Bocoran Pertamina”. Sumber: https: //www.cnbcindonesia.com/market/20200630071548 -17-168927/erick-minta-ipo-2-anak-usaha-begini- bocoran-pertamina Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-24 : Hasil cetak berita pada halaman iNews.id dengan judul: “Pertamina akan Privatisasi 2 Anak Usaha” Sumber: https: //www.inews.id/finance/bisnis/pertamina-akan- privatisasi-2-anak-usaha Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-25 : Hasil cetak berita pada halaman Opini Indonesia dengan judul: “Melawan Rencana Initial Public Offering (IPO) Anak Usaha Pertamina (1)”Sumber: https: //opiniindonesia.com/2020/07/09/melawan-rencana- ipo-anak-usaha-pertamina-1/ Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-26 : Hasil cetak berita pada halaman Kontan.co.id dengan judul: “Pengamat: IPO Pertamina Bakal Berdampak Pada Kemampuan Subsidi dan Inti Bisnis” 43 Sumber: https: //industri.kontan.co.id/news/pengamat-ipo- pertamina-bakal-berdampak-pada-kemampuan-subsidi- dan-inti-bisnis Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2020;
Bukti P-27 : Hasil cetak berita pada halaman Republika.co.id dengan judul: “Serikat Pekerja dan Pengamat Tanggapi Rencana IPO Pertamina” Sumber: https: //republika.co.id/berita/qf63qo320/serikat-pekerja- dan-pengamat-tanggapi-rencana-ipo-pertamina Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-28 : Hasil cetak berita pada halaman Sindo News dengan judul: “Rocky Gerung: IPO Subholding Pertamina Ibarat Perdagangan Organ Tubuh” Sumber: https: //nasional.sindonews.com/read/135408/12/rocky- gerung-ipo-subholding-pertamina-ibarat-perdagangan- organ-tubuh-1597594124 Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-29A : Video dari Akun YouTube “Bensin Kita”, dipublikasi pada tanggal 13 Juni 2020 dengan judul: “Target Menteri BUMN Usai Merombak Struktur Direksi PT. Pertamina”. Sumber: https: //www.youtube.com/watch?v=fvag6W__ms0 Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020; Bukti P-29B : Video dari Akun Youtube CNN Indonesia yang dipublikasikan Pada 10 Maret 2019 dengan judul: “IPO 9 Anak Usaha BUMN”. Sumber: https: //www.youtube.com/watch?v=ILk6OcAZ-Rs Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-30 : Hasil cetak Berita pada halaman Tribun News dengan judul: “Pengamat Nilai IPO Pertamina Berpengaruh pada Kemampuan Subsidi dan Inti Bisnis” 44 Sumber: https: //www.tribunnews.com/bisnis/2020/08/16/pengamat -nilai-ipo-pertamina-berpengaruh-pada-kemampuan- subsidi-dan-inti-bisnis?page=2 Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-31 : Fotokopi Surat Keputusan No. Kpts-29/C00000/2016-S0 tentang Proses Bisnis Pertamina, tertanggal 2 Agustus 2016;
Bukti P-32 : Hasil cetak Berita pada halaman Tirto.id dengan judul: “Kemelut Saham Garuda Indonesia yang Masih Terpuruk Sejak IPO”. Sumber: https: //tirto.id/kemelut-saham-garuda-indonesia-yang- masih-terpuruk-sejak-ipo-em51 Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2020;
Bukti P-33 : Hasil cetak Berita pada halaman Bisnis.com dengan judul: “Usai PHK 677 Karyawan, Saham Indosat (ISAT) Anjlok”. Sumber: https: //market.bisnis.com/read/20200217/7/1202260/usai- phk-677-karyawan-saham-indosat-isat- anjlok#: ~: text=Saham%20Indosat%20sempat%20jeblos %205,level%20Rp1.985%20per%20saham.&text=Bisnis. com%2C%20JAKARTA%20%2D%20Saham,17%2F2%2 F2020 ). Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2020;
Bukti P-34 : Hasil cetak Berita pada halaman website Bigalpha.id dengan judul: “Saham KRAS, Kian Jauh Tinggalkan Harga IPO”. Sumber: https: //bigalpha.id/news/saham-kras-kian-jauh-tinggalkan- harga-ipo Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2020;
Bukti P-35 : Hasil cetak Artikel pada halaman Hukum Online dengan judul: “MK: Praktik Unbundling Penyediaan Listrik Harus Dikontrol Negara”. 45 Sumber: https: //www.hukumonline.com/berita/baca/lt58523f42c82 60/mk--praktik-iunbundling-i-penyediaan-listrik-harus- dikontrol-negara/ Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-36 : Fotokopi Jurnal Konstitusi dengan judul “Inkonstitusional Sistem Unbundling dalam Usaha Penyediaan Listrik” yang dituliskan oleh Jefri Porkonanta Tarigan Sumber: https: //media.neliti.com/media/publications/238262- inkonstitusionalitas-sistem-unbundling-d-450a4d64.pdf Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020.
Bukti P-37 : Hasil cetak Berita pada halaman Berita Satu dengan judul: “PGN: Kebijakan “Unbundling” Dorong Kenaikan Harga Gas”. https: //www.beritasatu.com/ekonomi/138872-pgn- kebijakan-unbundling-dorong-kenaikan-harga-gas Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-38 : Fotokopi Keterangan Ahli Gunawan dalam Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Miik Negara di Mahkamah Konstitusi;
Bukti P-39 : Fotokopi Keterangan Ahli Marwan Batubara tentang Menyoal Rencana IPO Sub-Holding Pertamina. Selain itu untuk mendukung permohonannya Pemohon juga mengajukan dua orang ahli bernama Prof. Dr. Juajir Sumardi, S.H., M.H., dan Dr. Kurtubi, S.E., M.Sp., M.Sc. yang masing-masing didengarkan keterangannya dalam persidangan Mahkamah tanggal 23 November 2020 dan 14 Desember 2020, serta saksi bernama drg. Ugan Gandar yang didengarkan keterangannya dalam persidangan Mahkamah tanggal 22 April 2021. Pemohon juga menyampaikan keterangan tertulis ahli Gunawan dan Dr. Marwan Batubara yang dijadikan bukti (bukti P-38 dan bukti P-39) dan keterangan tertulis saksi Ir. Faisal Yusra SH., MM., QIA., CFrA yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: 46 Ahli Pemohon 1. Prof. Dr. Juajir Sumardi, S.H., M.H. A. DASAR HUKUM 1. Surat dari Advokat dan Asisten Advokat Janses E. Sihaloho, S.H., dan Imelda, S.H., berkantor pada SIHALOHO & CO. LAW FIRM yang berkedudukan hukum (domisili) di Gedung Menara Hijau, 5 ^th __ Floor Suite 501B, Jalan M.T. Haryono __ Kav. 33 Jakarta Selatan 12770, selaku kuasa hukum Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), tanggal surat 06 Oktober 2020 Perihal Daftar Pertanyaan Terkait dengan Pengujian Materiil Pasal 77 huruf c dan d Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terhadap UUD 1945. 2. Surat Penugasan Ketua Pusat Studi Hukum Ekonomi dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Nomor 017/PUSHEP-FHUH/X/22020 Tertanggal 14 Oktober 2020. __ B. PETA KASUS Bahwa berdasarkan surat dari Advokat dan Asisten Advokat Janses E. Sihaloho, S.H., dan Imelda, S.H., berkantor pada SIHALOHO & CO. LAW FIRM yang berkedudukan hukum (domisili) di Gedung Menara Hijau, 5 ^th Floor Suite 501B, Jalan M.T. Haryono Kav. 33 Jakarta Selatan 12770, selaku kuasa hukum Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), tanggal surat 06 Oktober 2020 Perihal Daftar Pertanyaan Terkait dengan Pengujian Materiil Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terhadap UUD 1945, maka dapat dikemukakan garis besar peta kasus dalam kaitannya dengan Uji Materi Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terhadap UUD-1945 adalah sebagai berikut:
Bahwa pada tanggal 12 Juni 2020 Pertamina melakukan restrukturisasi Holding dengan disertai pembentukan subholding-subholding.
Bahwa sebelum pembentukan subholding pada tanggal 12 Juni 2020, Struktur Organisasi perusahaan PT. Pertamina (Persero) terdiri dari 10 Direktorat yaitu:
Direktorat Hulu;
Direktorat Pengolahan; 47 c. Direktorat Pemasaran Korporat;
Direktorat Pemasaran Retail;
Direktorat Keuangan;
Direktorat SDM;
Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur;
Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia;
Direktorat Perancanaan Investasi dan Manajemen Risiko;
Direktorat Manajemen Aset. Dengan demikian, sebelum pembentukan Sub-holding pada tanggal 12 Juni 2020 maka Struktur Direksi yang berada dalam lingkup PT. Pertamina (Persero) adalah sebanyak 11 orang, termasuk Direktur Utama.
Dengan dilakukannya restrukturisasi Organisasi dan/kelembagaan PT. Pertamina (Persero) menjadi Holding Pertamina yang disertai dengan pembentukan Subholding-Subholding pada tanggal 12 Juni 2020, maka struktur Organisasi/Kelembagaan Badan Hukum PT. Pertamina (Persero) sejak terbentuknya Holding Pertamina telah berkonsekuensi terjadinya perubahan struktur Direktorat yang ada pada PT. Pertamina (Persero) yang semula terdiriri dari 10 Direktorat diperkecil menjadi 5 Direktorat saja yaitu:
Direktorat Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha.
Direktorat Keuangan.
Direktorat Sumber Daya Manusia.
Direktorat Logistik & Infrastruktur.
Direktorat Penunjang Bisnis. Dengan demikian, setelah dibentuknya Holding Pertamina maka jumlah Direksi yang berada dalam lingkup PT. Pertamina (Persero) menjadi 6 orang termasuk Direktur Utama.
Adapun Subholding-Subholding baru yang dibentuk bersamaan dengan dilakukannya restrukturisasi Holding Pertamina adalah sebagai berikut:
PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Hulu (Upstream). PHE akan menjadi induk dari PT. Pertamina EP (PEP), PT. Pertamina EP Cepu (PEPC), PT. Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dan PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR). 48 b. PT. Patra Niaga (Patra Niaga) sebagai Subholding Pemasaran ( Commercial & Trading ). Patra Niaga akan menjalankan bisnis yang dulunya dijalankan oleh 3 __ Direktorat di Holding lama ( Direktorat Pemasaran Korporat, Direktorat Pemasaran Retail, Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur).
PT. Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai Subholding Kilang dan Petrokimia ( Refinery & Petrochemical ). KPI akan menjalankan bisnis yang dulunya dijalankan oleh 2 Direktorat di Holding Pertamina sebelumnya yaitu Direktorat Pengolahan dan Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia.
PT. Pertamina Power Indonesia (PPI) sebagai subholding Listrik dan Energi Baru & Terbarukan ( Power & New and Renewable Energy ). Yang akan masuk menjadi anak perusahaan dari PPI adalah PT. Pertamina Geothermal Energi (PGE).
PT. Perusahaan Gas Negara sebagai Subholding Gas ( ikut diumumkan sebagai Subholding Gas meskipun lebih dahulu sudah terbentuk sebagai Subholding Gas ). Bahwa pembentukan Subholding-Subholding menurut pertimbangan pihak Pemerintah dan Direksi PT. Pertamina (Persero) dimaksudkan untuk tujuan yang sebagai berikut:
Membangun organisasi yang lean, agile and efficient (ramping, lincah dan efisien).
Meningkatkan o perational excellence , meningkatkan daya saing, mengembangkan kapabilitas best-in-class dalam industrinya.
Mempercepat pengembangan bisnis saat ini dan bisnis baru.
Meningkatkan fleksibilitas partnership dan pendanaan.
Memperbaharui organisasi, talenta dan mindset selaras dengan sebuah perusahaan energi world-class .
Memenuhi mandat lokomotif pengembangan sosial guna mencapai kedaulatan energi. Praktis dengan struktur organisasi Holding Pertamina yang baru ini maka PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami perubahan sangat fundamental dari Operation Holding menjadi Investment Holding yang sama sekali tanpa melakukan kegiatan operasi apapun. 49 Konsultan yang dipercaya oleh PT. Pertamina (Persero) dalam proses pendirian Holding Pertamina dan pembentukan Subholding-Subholding yang berada dalam struktur Holding Pertamina adalah PricewaterhouseCoopers (PwC), sebuah Konsultan Management/Akuntan Publik Amerika. Untuk pembuatan kajian hukum maka kajian tersebut dibuat oleh Melli Darsa & Co., Advocates and Legal Consultants Indonesia yang berafiliasi dengan PwC. PwC terlibat sejak persiapan hingga proses pembentukan subholding, bahkan masih terlibat dalam proses sosialiasi dan pengorganisasian subholding hingga sekarang ini. C. ISU HUKUM Berdasarkan peta kasus serta akibat hukum dan bisnis yang dimungkinkan dari pembentukan Subholding-Subholding Pertamina sebagaimana diuraikan diatas, maka issu hukum yang perlu untuk dicermati dalam kaitannya dengan uji materi Pasal 77 huruf c dan huruf d dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dapat dikemukakan sebagai berikut:
Bagaimanakah hakikat dan prinsip “Dikuasai Negara” yang terdapat di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 apabila dikaitkan dengan tujuan PT Pertamina (Persero) sebagai Perusahaan BUMN? 2. Apakah hakikat yang mendasari diberlakukannya ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara bila dikaitkan dengan kedudukan PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mengelola sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk sebesar-besarnya kemamumaran rakyat sebagaimana yang diamanahkan di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 4. Apakah pembentukan subholding-subholding yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) tersebut sesuai dan sejalan dengan amanah UUD 1945 yang terkandung di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945? 50 D. PENDAPAT HUKUM/KETERANGAN AHLI D.1 Hakikat Prinsip “Dikuasai Negara” yang terdapat di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dikaitkan dengan tujuan PT Pertamina (Persero) sebagai Perusahaan BUMN Tafsir terhadap prinsip “penguasaan oleh negara” dalam Pasal 33 UUD 1945 pertama kali dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK 001-021- 022/PUU-I/2003 tentang Pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap Undang-Undang Dasar. Dalam putusan a quo , frasa “dikuasai oleh negara” diterjemahkan melalui uraian sebagai berikut: “Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah hukum negara pada hakikatnya adalah milik publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkan kepada negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Karena itu, Pasal 33 ayat (3) menentukan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Bahwa jika pengertian “dikuasai oleh negara” hanya diartikan sebagai pemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, yang dengan demikian berarti amanat untuk “memajukan kesejahteraan umum” dan “mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam Pembukaan UUD 1945 tidak mungkin diwujudkan. Namun demikian, konsepsi kepemilikan perdata itu sendiri harus diakui sebagai salah satu konsekuensi logis penguasaan oleh negara yang mencakup juga pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Pengertian “dikuasai oleh negara” juga tidak dapat diartikan hanya sebatas sebagai hak untuk mengatur, karena hal demikian sudah dengan sendirinya melekat dalam fungsi-fungsi negara tanpa harus disebut secara khusus dalam undang undang dasar. Sekiranya pun Pasal 33 tidak tercantum dalam UUD 1945, sebagaimana lazimnya di banyak negara yang menganut paham ekonomi liberal yang tidak mengatur norma-norma dasar perekonomian dalam konstitusinya, sudah dengan 51 sendirinya negara berwenang melakukan fungsi pengaturan. Karena itu, pengertian “dikuasai oleh negara” tidak mungkin direduksi menjadi hanya kewenangan negara untuk mengatur perekonomian saja. Dengan demikian, baik pandangan yang mengartikan penguasaan oleh negara identik dengan pemilikan dalam konsepsi perdata maupun pandangan yang menafsirkan pengertian penguasaan oleh negara itu hanya sebatas kewenangan pengaturan oleh negara, keduanya ditolak oleh Mahkamah. Argumentasi tersebut menunjukkan bahwa pengertian dalam frasa “penguasaan oleh negara” merupakan konsepsi hukum publik. Konsepsi ini terkait dengan prinsip daulat rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Bila, pengertian “dikuasai oleh negara” hanya dimaknai sebagai kepemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, terlebih lagi “memajukan kesejahteraan umum” dan “mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Atas dasar tersebut, Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran terhadap frasa ini. Lebih lanjut, berikut penjelasan MK terhadap prinsip penguasaan oleh negara. Bahwa berdasarkan uraian tersebut, pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan Tindakan pengurusan (bestuursdaad),pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad),dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk __ tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Perkembangan selanjutnya terkait dengan prinsip “penguasaan oleh negara” dapat dilihat dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap Undang-Undang Dasar. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi merumuskan bahwa untuk mewujudkan tujuan penguasaan negara yaitu “sebesar- besarya kemakmuran rakyat”, jika keempat bentuk penguasaan oleh negara tidak dimaknai sebagai satu kesatuan tindakan, maka harus dimaknai secara bertingkat berdasarkan efektifitasnya untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 52 Menurut Mahkamah Konstitusi, bentuk “penguasaan oleh negara” diberi peringkat berdasarkan kemampuan negara menghadirkan kemakmuran rakyat. Peringkat pertama dan yang paling penting dari bentuk penguasaan oleh negara adalah melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam. Penguasaan negara pada peringkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan pengurusan guna mencapai tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun peringkat terakhir dari bentuk penguasaan negara adalah negara melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan. Dari konstruksi pemaknaan secara berjenjang tersebut, memperlihatkan upaya Mahkamah Konstitusi menafsirkan Pasal 33 UUD 1945 secara komprehensif, sehingga tujuan penguasaan negara, “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dapat termanifestasikan dengan baik. Dalam kaitannya dengan tujuan PT. Pertamina (Persero) sebagai perusahaan BUMN, maka dapat dikatakan bahwa prinsip “penguasaan negara” dalam peringkat pertama yaitu melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam minyak dan gas bumi (serta sumber daya energi lainnya) dilakukan dan/atau diwakili oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara. Agar pengelolaan minyak dan gas bumi serta sumber daya energi lainnya dapat memberikan konstribusi bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana yang diamanahkan di dalam UUD-1945 dan sesuai dengan tafsir prinsip “penguasaan negara” atas sumber daya alam yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, maka pengelolaan minyak dan gas bumi serta sumber daya energi lainnya yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai wakil negara dalam kapasitas negara sebagai Iure Gestionis (negara sebagai entrepreneur ) haruslah diarahkan untuk memberikan pendapatan yang optimal bagi negara dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu mengupayakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Pada hakikatnya pendirian PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara secara konstitusional merupakan perwujudan dari pelaksanaan fungsi negara dalam pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, dalam operasionalisasi pengelolaan sumber daya alam di bidang minyak dan gas bumi serta sumber energi lainnya, maka PT. Pertamina (Persero) harus dapat menjadi “ agent of development” di satu sisi, dan di sisi lain 53 juga harus menjadi “ agent of profit ” bagi negara. Hal ini sesuai dengan tujuan pendirian badan usaha milik negara dalam bentuk persero yang di atur di dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yang menegaskan sebagai berikut: _Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah: _ a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing _kuat; _ b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara dalam bentuk Persero sebagaimana yang ditegaskan di dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, maka sebagai konsekuensi logis adalah PT. Pertamina (Persero) dituntut untuk dapat memberikan konstribusi keuntungan yang maksimal sebagai salah satu sumber pendapatan Negara. Untuk itu, setiap kebijakan yang dilakukan oleh Direksi PT. Pertamina (Persero) yang berpotensi untuk mengurangi dan/atau menghilangkan keuntungan yang dapat diperoleh PT. Pertamina (Persero) sebagai BUMN merupakan kebijakan yang bertentangan dengan amanah konstitusi (UUD-1945) dan melanggar prinsip “penguasaan negara” atas sumber daya alam sesuai dengan tafsir yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Demikian pula kebijakan Direksi PT. Pertamina (Persero) yang menghilangkan dan/atau mengurangi otoritas dan/atau posisi dominan negara dalam menentukan arah kebijakan dalam proses pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi serta sumber daya energi lainnya merupakan suatu kebijakan yang bertentangan dengan UUD-1945. D.2 Hakikat yang Terkandung di dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara bila dikaitkan dengan kedudukan PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara Pasal 77 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara mengatur sebagai berikut: _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan _perundang- undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; _ b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan _dan keamanan negara; _ 54 c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan _kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. Hakikat yang terkandung di dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang- Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dikemukakan di atas menurut pendapat ahli merupakan pelembagaan kembali adanya kehendak negara untuk menjabarkan prinsip “dikuasai negara” yang terdapat pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD-1945 terhadap pengelolaan negara atas sumber daya alam. Dalam kaitan ini, negara menyadari bahwa Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, serta Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, sejatinya merupakan penjabaran dari adanya fungsi dan peran negara untuk merealisasikan prinsip “penguasaan negara” terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta terhadap sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana yang diamanahkan di dalam UUD-1945. Untuk itulah BUMN dalam bentuk Persero yang menjalankan kegiatan yang termasuk dalam muatan Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dilarang untuk diprivatisasi, karena negara hendak menjalankan amanah untuk mewujudkan prinsip “penguasaan negara” demi untuk mencapai sebesar- besar kemakmuran rakyat. Adanya larangan untuk melakukan privatisasi terhadap Persero tertentu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, menurut pendapat ahli mengandung maksud agar Persero yang menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN tersebut dapat melakukan pengelolaan sumber daya alam sepenunya secara optimal agar dapat memberikan konstribusi sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, Persero tersebut dituntut untuk melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya alam secara efisien dan efektif untuk memperoleh keuntungan optimal yang dimungkinkan dalam pengelolaan sumber daya alam yang pada analisis akhir akan berkonstribusi untuk meningkatkan pendapatan negara. 55 PT. Pertamina (Persero) yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) yang menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, secara mutatis mutandis merupakan Persero yang tidak dapat dilakukan privatisasi. Oleh karena itu, dalam menjalankan kegiatannya dituntut untuk mendapatkan keuntungan sehingga kebijakan yang dilakukan oleh Direksi haruslah diarahkan pada kebijakan yang mendorong terjadinya maksimalisasi produksi untuk meningkatkan keuntungan perusahaan yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Sebagai konsekuensi dari adanya tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan sebagaimana yang diatur di __ dalam Pasal 12 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, maka kebijakan Direksi PT. Pertamina (Persero) yang membangun dan/atau mendirikan Subholding-Subholding Pertamina dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) yang secara kelembagaan menjadi badan hukum yang terpisah dari PT. Pertamina (Persero) sebagai BUMN, maka kebijakan tersebut berpotensi mengurangi dan/atau menghilangkan keuntungan bagi PT. Pertamina (Persero) sebagai representasi negara dalam menjalankan fungsi pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat, dan sekaligus mengurangi posisi “penguasaan negara” atas pengelolaan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. D.3 Perlindungan Hukum terhadap PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara yang Mengelola Sumber Daya Alam yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak Di dalam Pembukaan UUD-1945 ditegaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukan Negara Republik Indonesia adalah “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum” . Tujuan ini mengharuskan negara yang diwakili oleh __ pemerintah harus menyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat serta melakukan penguasaan terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang. 56 Oleh karena minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka cabang produksi minyak dan gas bumi merupakan cabang produksi yang penting bagi negara. Untuk itu, pengelolaan minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara menjadi sangat krusial dan strategis, sehingga negara wajib untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi yang diselenggarakan oleh PT. Pertamina (Persero). Kedudukan PT. Pertamina (Persero) dalam pengusahaan dan/atau pengelolaan minyak dan gas bumi pada hakikatnya adalah perwujudan dari adanya peran negara sebagai “entrepreneur” yang menjalankan fungsi pengelolaan sumber daya alam untuk mewujudkan tujuan negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, berdasarkan tafsir tentang prinsip “penguasaan negara” yang terdapat di dalam Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD-1945 yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, maka makna penguasaan negara tersebut harus lebih diutamakan pada Tindakan negara dalam melakukan pengelolaan untuk mewujudkan kemakmuran dan/atau kesejahteraan rakyat. Bung Hatta dalam beberapa buku dan pidatonya mengemukakan bahwa bangunan ekonomi Indonesia diformasikan seperti Piramida yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) pelaku utama ekonomi Indonesia yaitu: Negara, Swasta, dan Koperasi. Menurutnya, Negara membangun dari atas ke bawah, Koperasi membangun dari bawah ke atas, sedangkan Swasta melakukan pembangunan di medan pertengahan. Negara dalam melakukan pembangunan ekonomi dapat diwakilkan kepada BUMN dan BUMD dan melakukan pembangunan untuk bidang- bidang ekonomi yang besar-besar, khususnya yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena kedudukan BUMN merupakan wakil negara dalam kapasitasnya sebagai “ Iure Gestionis ” atau negara sebagai pelaku bisnis (sesuai dengan fungsi dan peran negara sebagai “ entrepreneur” berdasarkan Mix Economic Theory yang dikemukakan oleh Wolfgang Friedman), maka kedudukan PT. Pertamina (Persero) sebagai salah satu BUMN yang menyelenggarakan pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi wajib untuk mendapat perlakuan khusus dari pemerintah. Perlakuan khusus tersebut termanifestasikan dalam bentuk ketentuan hukum tentang adanya larangan untuk melakukan privatisasi terhadap Persero yang mengelola sumber daya alam tertentu. 57 Perlakuan khusus ( special treatment ) Pemerintah atas PT. Pertamina (Persero) merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh Pemerintah agar cabang produksi yang dikelola dan/atau dijalankan oleh PT. Pertamina (Persero) dapat secara maksimal memberikan konstribusi pendapat yang optimal bagi negara sehingga Pemerintah dapat merealisasikan amanat untuk mensejahterakan rakyat sesuai dengan UUD-1945. Untuk itu, negara harus mempertahankan posisi dominan yang dimilikinya dalam mengarahkan kebijakan direksi PT. Pertamina (Persero). Menurut pandangan ahli, salah satu wujud dari upaya mempertahankan posisi dominan negara sesuai dengan prinsip “penguasaan negara atas sumber daya alam” berdasarkan UUD-1945 adalah menjaga dan mempertahankan keutuhan pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi secara terintegrasi yang selama ini dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero), serta mencegah terjadinya praktik pemecahan/pemisahan pengelolaan minyak dan gas bumi ( unbundling ) sehingga pengelolaan minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) tidak lagi secara terintegrasi dan membuka ruang bagi timbulnya kerugian dan/atau berkurangnya pendapatan negara yang diperoleh dari keuntungan PT. Pertamina (Persero). D.4 Pembentukan Subhold ing-Subholding yang Dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) Tidak Sejalan dengan Amanah UUD 1945 dan Hakikat Prinsip Penguasaan Negara yang terkandung di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD-1945 Jimly Asshiddiqie menjelaskan terdapat 12 prinsip pokok negara hukum, yang salah satunya adalah negara hukum berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Kesejahteraan (Welfare Rechtsstaat ), sebagaimana dikemukakan sebagai berikut: “Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita- cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalaui gagasan negara hukum (nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Negara Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak akan terjebak menjadi sekedar „rule-driven‟, melainkan tetap „mission driven‟, tetapi „mission driven‟ yang tetap didasarkan atas aturan.” 58 (sumber: http: //www.jimly.com/pemikiran/view/11 ) Berkaitan dengan Negara Kesejahteraan, maka menurut Bagir Manan selain menjaga keamanan dan ketertiban juga sebagai pemikul utama tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan ciri Negara hukum kesejahteraan menurut Bachsan Mustafa adalah:
Corak Negara adalah Welfare State yaitu Negara yang mengutamakan kepentingan rakyat;
Negara ikut campur dalam semua lapangan kehidupan masyarakat;
Ekonomi liberal telah diganti dengan sistem ekonomi yang lebih dipimpin oleh pemerintah pusat tugas dari welfare state yaitu menyelenggarakan kepentingan umum;
Tugas Negara adalah menjaga keamanan dalam arti luas, yaitu keamanan di segala lapangan kehidupan masyarakat Jika kita melihat substansi yang terkandung di dalam Pembukaan UUD-1945 dan Batang Tubuhnya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia telah menegaskan dirinya sebagai Negara Hukum yang bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan negara dalam memajukan kesejahteraan umum, maka menurut hukum internasional negara memiliki kedaulatan permanen terhadap sumber daya alamnya ( permanent sovereignty over natural resources ). Masyarakat Internasional mengakui bahwa setiap negara memiliki kedaulatan permanen terhadap sumberdaya alamnya. Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Nomor 1803 (XVII) tanggal 14 Desember 1962, secara tegas memberikan kedaulatan permanen terhadap negara atas sumberdaya alamnya. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diamanatkan di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Oleh karena kedudukan “pengelolaan minyak dan gas bumi” sebagai wujud dari peran negara dalam pengusahaan atas sumber daya alam, maka hal tersebut 59 menjadi salah satu atribut kedaulatan negara ( permanent sovereignty over natural resources ), maka secara mutatis mutandis sesuai dengan hakikat dari suatu __ kedaulatan negara, pengelolaan minyak dan gas bumi tersebut menjadi bersifat tunggal, asli, dan tidak dapat dibagi-bagi . Sehingga pengelolaannya __ oleh PT. Pertamina (Persero) harus dilakukan secara terintegrasi mulai dari sector hulu hingga hilir agar hakikat kedaulatan negara terhadap sumber daya alamnya tetap terjaga dan negara dapat dengan mudah mengarahkan kebijakan BUMN kearah penguasaan negara atas sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. Kebijakan Direksi yang telah melakukan pembentukan Subholding Hulu yaitu dengan memposisikan PT PHE menjadi Holding (Induk Perusahaan) dari PT. Pertamina EP (PEP), PT Pertamina EP Cepu (PEPC), PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), yang selama ini posisi PEP, PEPC, PHI dan PHR langsung dibawah Direktur Hulu Pertamina sehingga secara langsung berada dalam pengendalian langsung dari PT Pertamina (Persero), kini pembentukan Sub-Holding PT PHE telah memutus posisi dominan dan/atau pengendalian secara langsung PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN terhadap PT Pertamina EP (PEP), PT Pertamina EP Cepu (PEPC), PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang telah menjadi anak perusahaan dari PT PHE. Struktur Subholding PHE seperti ini membuka peluang terjadinya go public ( initial public offering-IPO ) atas anak-anak perusahaan tersebut. Praktik pembentukan Subholding ini jelas menjadi strategi untuk menghindarkan larangan privatisasi PT. Pertamina (Persero) sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Demikian pula pembentukan Subholding Refinery & Petrochemical PT. Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan Subholding Pemasaran PT Pertamina Patra Niaga (Patra Niaga), telah mendudukan PT KPI sebagai Subholding Kilang dan PT Patra Niaga sebagai Subholding pemasaran dan trading yang dulunya dijalankan oleh Direktorat Pengolahan dan Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia dari PT Pertamina (Persero). Hal ini berpotensi menimbulkan kerawanan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi yang diamanahkan negara kepada PT. Pertamina (Persero) sebagai representasi negara dalam menjalankan fungsi negara sebagai “ enterpreneur ” untuk melaksanakan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD-1945. 60 Pembentukan Patra Niaga sebagai Subholding Pemasaran ( Commercial & Trading ) yang menjalankan bisnis yang dulunya dijalankan oleh 3 Direktorat __ dalam struktur organisasi PT Pertamina (Persero) yaitu Direktorat Pemasaran Korporat, Direktorat Pemasaran Retail, Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur, yang sebelumnya berasal dari 1 Direktorat yang bernama Direktorat Pemasaran & Niaga secara praktis telah menghilangkan fungsi “penguasaan negara” atas pengelolaan sektor hilir minyak dan gas bumi yang selama ini berada dalam struktur PT. Pertamina (Persero) sebagai BUMN sehingga negara masih dapat melakukan kontrol secara langsung terhadap kebijakan bisnis retail atas minyak dan gas bumi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Potensi kerawanan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi yang dapat menimbulkan kesulitan bagi negara ke depannya dapat dikemukakan contoh sebagai berikut: Subholding Refinery & Petrochemical (KPI) menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Subholding Commercial & Trading/Pemasaran yaitu PT Patra Niaga yang tentunya harus menjual BBM dengan harga pasar. Oleh karena PT KPI dikenakan pajak penjualan maka tidak mungkin PT KPI menjual produk dibawah harga keekonomian sehingga akan berpengaruh juga pada harga jual BBM yang dijual oleh PT Patra Niaga kepada masyarakat sebagai konsekuensi bisnis yang harus mengambil keuntungan. Kondisi tersebut membuka peluang bagi PT Patra Niaga untuk melakukan Impor BBM supaya dapat harga lebih murah, dari pada membeli ke PT KPI dengan harga mahal. Demikian pula jika harga crude oil produk Subholding Hulu (PT PHE) mahal maka PT KPI tidak akan membeli crude oil ke PT PHE atau anak perusahaannya, cukup impor saja crude yang lebih murah yang dapat mengakibatkan kilang milik PT KPI yang jadi asset terbesar PT Pertamina (Persero) selama ini menjadi nganggur dan tidak dapat berproduksi. Selain itu, PT KPI terbebani pembangunan proyek kilang yang luar biasa besarnya (cost center) sehingga berkonsekuensi pada kinerja keuangan PT KPI yang dapat dipastikan mengalami kesulitan sehingga keinginan untuk membangun kemitraan dan/atau kerja sama dalam pembangunan kilang akan mengalami hambatan. Sangat berbeda jikalau produksi dan pemasaran masih berada dalam satu body/entitas seperti dulu di Holding PT Pertamina (Persero) maka akan lebih mudah untuk mencari mitra kerja sama dalam proses pembangunan kilang. Dengan demikian pembentukan subholding Pertamina ini sangat jelas mempermainkan masa depan 61 PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang berada dalam pengendalian langsung oleh negara. Sehubungan dengan substansi Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang menegaskan hanya Perusahaan Persero saja yang tidak dapat privatisasi (dalam hal ini hanya PT. Pertamina (Persero) saja yang tidak dapat diprivatisasi), sedangkan pasal tersebut tidak mengatur larangan privatisasi terhadap anak perusahaan (subholding- subholding Pertamina yang berbentuk Perseroan Terbatas dan bukan BUMN Persero) maka jelaslah pembentukan Subholding-Subholding yang dilakukan oleh Direksi PT. Pertamina (Persero) dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
Negara kehilangan status BUMN pada Subholding dan anak perusahaannya yang tidak berstatus sebagai Persero atau BUMN sehingga membuka peluang untuk melakukan initial public offering ( go public ) karena tidak dilarang berdasarkan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Dengan status hukum bukan sebagai Persero (BUMN) karena sahamnya tidak lagi dimiliki oleh Negara, maka Subholding dan anak-anak perusahaan yang dibentuk tidak lagi berada dalam kekuasaan dan kontrol negara secara langsung, sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi kehilangan kompetensinya untuk melakukan pemeriksaan terhadap Subholding dan anak- anak perusahaannya yang tidak berstatus sebagai BUMN.
Dengan tidak adanya saham negara pada Subholding dan anak-anak perusahaannya yang dibentuk maka pengelolaan minyak dan gas bumi sebagai cabang produksi yang penting bagi negara menjadi tidak sepenuhnya berada dalam kekuasaan negara (negara kehilangan control langsung). Hal ini tidak sesuai dengan amanat yang terkandung di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, dan menjadikan kedaulatan energi nasional menjadi terancam.
Pembentukan Subholding dan anak-anak perusahaan menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis dan eksistensi dari PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN, karena Subholding dan Anak-Anak Perusahaan yang dibentuk sebenarnya merupakan praktik “Unbundling” terhadap PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang secara konstitusional diamanahkan untuk menjalankan 62 fungsi “enterpreneur” dari negara dalam kapasitas sebagai negara hukum yang bertanaggungjawab untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Dengan adanya pembentukan Subholding dan anak-anak perusahaan maka berkonsekuensi pada kualitas hidup dan kesejahteraan bagi Pegawai atau karyawan PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN beserta keluarganya akan tidak terjamin karena negara menjadi kehilangan kontrol langsung atas Subholding dan anak-anak perusahannya sebagai konsekuensi negara tidak lagi sebagai pemegang saham pada Subholding dan anak-anak perusahaannya.
Sumber daya minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam yang strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat berpotensi tidak terwujud, karena dengan pembentukan Subholding beserta anak-anak perusahaan dari Subholding Pertamina maka minyak dan gas bumi menjadi dikelola oleh Subholding dan anak-anak perusahaan yang tidak berstatus sebagai Persero (BUMN). Hal ini telah meniadakan penguasaan oleh negara c.q. Pemerintah sebagai penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak. 7. Bahwa penerapan Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara berpotensi meniadakan penguasaan oleh negara c.q. Pemerintah sebagai penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak, __ serta berpotensi menimbulkan kerugian __ yang nyata bagi rakyat dan Negara apabila frasa “ Persero” tidak diartikan sebagai keseluruhan entity perusahaan yaitu “Persero beserta Anak Perusahaan Persero” sehingga dapat menyebabkan Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya __ bukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat __ yang tentunya sangat bertentangan dengan amanat Konstitusi dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. E . PENUTUP Demikian pokok-pokok pikiran ini dibuat untuk memenuhi permintaan kuasa hukum pemohon uji materi Pasal 77 hurut c dan huruf d Undang-Undang 63 Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terhadap Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Semoga pokok-pokok pikiran ini dapat menjadi bahan bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara yang diajukan kepadanya. Semoha Tuhan Yang Maha Esa memberikan keberkahan dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk menegakkan amanah UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dr. Kurtubi, S.E., M.Sp., M.Sc. Acuan konstitusi dari tata kelola migas berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dari sisi hulu bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipakai untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya cadangan minyak dan gas yang ada di perut bumi harus dikuasai negara dan dipakai untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan dari sisi hilir, cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Ahli berpendapat sektor migas ini sangat penting, sehingga diatur oleh Konstitusi dari hulu sampai hilir, karena kekayaan alam lainnya tidak ada yang diatur dari hulu sampai hilir. Karena itu struktur pengelolaannya harus dalam struktur teori ekonomi mikro sebagai bentuk monopoli alamiah. Monopoli alamiah jauh lebih efisien daripada bentuk struktur persaingan pasar. Hal ini karena yang hendak dipenuhi adalah adalah kebutuhan bahan bakar minyak seluruh rakyat Indonesia, sehingga skalanya sangat besar. Berbeda dengan air yang bersifat renewable , tapi minyak nonrenewable , sehingga harus dikuasai negara dari hulu ke hilir. Selain itu juga harus ada pengaturan mengenai cadangan minyak di perut bumi yang dimiliki oleh negara. Sektor hulu artinya mencari dan menghasilkan minyak mendah, mengeksplorasi, dan eksploitasi. Lalu minyak mentah dialirkan ke kilang minyak, untuk diubah menyadi BBM, untuk selanjutnya dialirkan dan diangkut sampai ke SPBU, sampai ke konsumen akhir. Oleh karena itu makna Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) ini harus terintegrasi, menyatu di bawah satu perusahaan dari hulu sampai hilir, sehingga memperkecil biaya. Jika penguasaan minyak dalam satu perusahaan dari hulu ke hilir maka akan mudah untuk melakukan proses dari hulu ke hilir. Sedangkan jika perusahaan minya unbundling , berbeda perusahaan, dari hulu sampai ke hilir maka dari hulu ke hilir 64 harus ada trust action cost , atau biaya antar segmen, berapa harga minyak mentah dan sebagainya. Dengan perusahaan minyak yang terintegrasi maka tidak ada biaya segmen hulu dan hilir, sehingga perusahaan negara yang mengelola migas statusnya menjadi natural monopoly . Di mana natural monopoly sangat efisien sehingga memaksimumkan pengelolaan migas sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam rangka menglola migas bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, negara harus membentuk perusahaan negara, sehingga penguasaan migas ada di tangan pemerintah. Pertamina yang terintegrasi secara vertical dan economies of skill sangat besar, apapun statusnya holding, subholdinng, atau cucu perusahaan, tetapi mengelola hulu-hilir sesuai amanah konstitusi sehingga menjadi natural monopoly . Konsep monopoli demikian bukan berarti perusahaan asing dan nasional tidak boleh masuk berinvestasi dan berkontrak dengan pertamina. Namun Pertamina mewakili negara memegang kuasa pertambangan. Dengan konsep ini seluruh Indonesia yang berhak menambang migas hanya negara. Investor bisa datang membawa dana untuk mencari minyak tapi dia berkontrak dengan perusahan negara yaitu Pertamina. Diakui di dunia bahwa Indonesia sebagai negara paling efisien dalam menarik investasi migas dan ditiru oleh banyak negara. Namun sejak UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas disahkan atas desakan IMF, sistem yang telah ada menjadi rusak. Kuasa pertambangan dari Pertamina dipindahkan ke pemerintah/ESDM. Lalu pemerintah yang berkontrak dengan investor. Pemerintah menjadi sejajar menempatkan diri dengan perusahaan asing dan swasta nasional. Punya hak dankewajiban yang sama dalam kontrak. Izin untuk implementasi dan contradicted sharing contract oleh para kontraktor izinnya diurus sendiri-sendiri. Akibatnya setelah UU Migas disahkan, investasi eksplorasi anjlok, tidak ada penimbun cadangan baru. Produksi hanya mengandalkan lapangan tua dari gudang ke gudang. UU Migas selama 20 tahun telah menyebabkan industry migas nasional menjadi terpuruk. Pertamina tidak lagi dihargai di dunia migas internasional. Sebelum UU Migas disahkan Pertamina yang memegang kuasa pertambangan tidak membutuhkan uang satu sen pun dari APBN, pembiayaan untuk membangun LNG Plant di Arun dan LNG Plant di Bontang dibiayai oleh bank karena memang pertamina dipercaya. 65 Pertamina meskipun dalam bentuk PT (Persero) tetap diberikan tugas oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional. Namun menurut ahli alasan privatisasi agar Pertamina bisa mendapat sumber pendanaan adalah alasan yang tidak tepat karena Pertamina bisa membuat sumber pendanaan dengan dana mulus dari bank-bank internasional jika pertamina memegang kuasa pertambangan. Privatisasi anak perusahaan Pertamina adalah salah Langkah, karena walaupun statusnya subholding namun tetap dia mencari dan memproduksi minyak mentah kekayaan perut bumi yang seharusnya dikuasai negara untuk memenuhi kebutuhan BBM. Jika ada kepemilikan saham oleh siapa pun dalam bentuk anak perusahaan tetapi substansinya adalah mengusahakan hulu sampai hilir migas maka berpotensi mengurangi penerimaan negara yang berasal dari keuntungan perusahaan minyak sehingga menyebabkan tidak tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jadi natural monopoly akan dirusak jika Pertamina substansi pekerjaan usahanya diprivatisasi baik hulu, tengah maupun hilir. Hal ini menyebabkan tidak terpenuhinya Pertamina sebagai natural monopoly . Karena itu status monopoli alamiah Pertamina dalam mengelola kekayaan hulu sampai ke cabang produksi penting BBM tidak boleh dijual tidak boleh diprivatisasi. Ahli menghimbau pemerintah untuk tidak menjual asset negara dalam bentuk saham-saham yang perusasahaan yang mengelola kekayaan migas dari hulu sampai hilir. Larangan terhadap privatisasi untuk perusahaan yang mengurus migas nasional, larangan dua-duanya, baik dalam status sebagai PT Persero ataupun sebagai anak perusahaan atau sebagau induk persudahaan. Ahli melihat pemerintah memiliki strategi untuk meloloskan privatisasinya dengan mengubah PT Persero yang ada itu, dengan anak perusahaan, jadi holding menjadi subholding. Menurut ahli hal ini tidak benar karena pada akhirnya akan memprivatisasi kegiatan dari hulu sampai ke hilir industry migas nasional yang menurut Konstitusi seharusnya dikuasai oleh negara. Menurut Ahli jika Pertamina diprivatisasi siapa yang akan memenuhi keutuhan BBM masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Jika Pertamina diprivatisasi maka stakeholder pemilik perusahaan akan keberatan jika ada kerugian yang terjadi seperti BBM satu harga seperti yang saat ini diterapkan. Monopoli alami yang terjadi sebelum UU migas di sektor hulu adalah dengan tetap mengundang investor, namun tetap melalui Pertamina sebagai pemegang 66 kuasa pertambangan. Sedangkan di sisi hilir pemerintah mengeluarkan kebijakan harga meskipun siapapun bisa membuka SPBU. Harga BBM adalah kewenangan pemerintah bukan Pertamina. Jika ada perbaikan UU, Ahli menyarankan agar dihidupkan lagi kuasa pertambangan, karena sistem perijinan tidak perlu berbelit-belit. Kembalikan kuasa pertambangan ke tangan Pertamina, BP Migas yang sekarang menjadi SKK Migas. Ahli setuju dilakukan IPO sepanjang niatnya baik, jadi perusahaan tidak dijual tapi IPO, tetap ada kewajiban-kewajiban perusahaan IPO yang harus dilakukan, mengeluarkan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan pasar modal. Hal ini justru bisa menghindari Pertamina dari ajang korupsi.
Gunawan Pertamina (Persero) adalah perwujudan dari pengertian pengelolaan secara langsung dari penguasaan negara dalam cabang produksi minyak dan gas sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi. Disebutkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 36/PUU-X/2012 bahwa: Di dalam pengertian penguasaan itu tercakup pula pengertian kepemilikan perdata sebagai instrumen untuk mempertahankan tingkat penguasaan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam pengelolaan cabang-cabang produksi minyak dan gas bumi. Dengan demikian, konsepsi kepemilikan privat oleh negara atas saham dalam badan-badan usaha yang menyangkut cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak tidak dapat didikotomikan atau dialternatifkan dengan konsepsi pengaturan oleh negara. Keduanya bersifat kumulatif dan tercakup dalam pengertian penguasaan oleh negara. Oleh sebab itu, negara tidak berwenang mengatur atau menentukan aturan yang melarang dirinya sendiri untuk memiliki saham dalam suatu badan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagai instrumen atau cara negara mempertahankan penguasaan atas sumber-sumber kekayaan dimaksud untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menimbang bahwa dalam rangka mencapai tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat, kelima peranan negara/pemerintah dalam pengertian penguasaan negara, jika tidak dimaknai sebagai satu kesatuan tindakan, harus dimaknai secara bertingkat berdasarkan efektifitasnya untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mahkamah, bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam, sehingga negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Penguasaan negara pada peringkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan pengurusan, dan fungsi negara dalam peringkat ketiga adalah fungsi pengaturan dan pengawasan. 67 Sepanjang negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan manajemen dalam mengelola sumber daya alam maka negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam. Dengan pengelolaan secara langsung, dipastikan seluruh hasil dan keuntungan yang diperoleh akan masuk menjadi keuntungan negara yang secara tidak langsung akan membawa manfaat lebih besar bagi rakyat. Pengelolaan langsung yang dimaksud di sini, baik dalam bentuk pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara. Pada sisi lain, jika negara menyerahkan pengelolaan sumber daya alam untuk dikelola oleh perusahaan swasta atau badan hukum lain di luar negara, keuntungan bagi negara akan terbagi sehingga manfaat bagi rakyat juga akan berkurang. Dari pengertian pengelolaan secara langsung sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, yang perlu digarisbawahi yaitu: Pertama , tercakup pula pengertian kepemilikan perdata sebagai __ instrumen untuk mempertahankan tingkat penguasaan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam pengelolaan cabang-cabang produksi minyak dan gas bumi. Kedua . Kepemilikan saham dalam suatu badan usaha yang menyangkut __ cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagai instrumen atau cara negara mempertahankan penguasaan atas sumber-sumber kekayaan dimaksud untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketiga . bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling __ penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam, sehingga negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Keempat . Dengan pengelolaan secara langsung, dipastikan seluruh hasil __ dan keuntungan yang diperoleh akan masuk menjadi keuntungan negara yang secara tidak langsung akan membawa manfaat lebih besar bagi rakyat. Pada sisi lain, jika negara menyerahkan pengelolaan sumber daya alam untuk dikelola oleh perusahaan swasta atau badan hukum lain di luar negara, keuntungan bagi negara akan terbagi sehingga manfaat bagi rakyat juga akan berkurang. PT Pertamina (Persero) adalah bentuk dari pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi sebagaimana tersebut di atas dalam pengelolaan cabang produksi minyak dan gas bumi PT Pertamina (Persero) dalam kenyataan sejarah dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, bergerak dalam 68 usaha minyak dan gas bumi sejak eksplorasi, dan eksploitasi, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, hingga penjualan atau niaga. Pertamina dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1968 tentang Pendirian Perusahaan Negara Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Nasional (P.N. Pertamina). Pertamina merupakan peleburan dari Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia dan Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 kemudian memberikan landasan kerja baru guna meningkatkan kemampuan dan menjamin usaha-usaha lebih lanjut bagi Pertamina. Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina menjadi Perseroan. Berdasarkan Pasal 72 (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), restrukturisasi perusahaan BUMN dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional. Adapun salah satu tujuan restrukturisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 72 (2) d UU BUMN adalah memudahkan pelaksanaan privatisasi. Pasal 77 UU BUMN telah memberikan batasan BUMN yang tidak dapat diprivatisasi. Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:
Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN;
Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;
Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi Pertamina (Persero) adalah BUMN yang memenuhi kriteria tidak dapat diprivatisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UU BUMN. Pertama , Pertamina (Persero), bergerak di sektor usaha minyak dan gas bumi __ yang memiliki kaitan dengan pertahanan dan keamanan negara; 69 Kedua , Pertamina (Persero) bergerak di sektor tertentu yaitu minyak dan gas __ bumi, yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan pertambangan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat yaitu jaminan dari pemerintah dalam hal ketersediaan dan jaminan harga minyak dan gas bumi yang tidak berdasarkan mekanisme pasar; Ketiga , Pertamina (Persero) bergerak di bidang usaha sumber daya alam __ minyak dan gas bumi yang secara tegas berdasarkan UU Migas harus di bawah Penguasaan Negara melalui pengelolaan secara langsung. Pertamina (Persero) bergerak dari hulu dan hilir usaha minyak dan gas bumi secara terintegrasi. Oleh karenanya pembatasan privatisasi tidak hanya di BUMN Persero, tapi juga di anak perusahaan persero yang bergerak di hulu dan hilir usaha minyak dan gas bumi. Sebagai BUMN, Pertamina (Persero), bergerak secara terintegrasi dari hulu ke hilir usaha minyak dan gas bumi, hal tersebut mempersyaratkan bahwa pembentukan holding dan sub holding Pertamina (Persero) tidak boleh menjadikan usaha minyak dan gas bumi yang dilakukan Pertamina (Persero) menjadi sistem usaha minyak dan gas bumi yang terpisah sehingga potensial menghambat tujuan dari penguasaan negara atas minyak dan gas bumi. Oleh karenanya pembatasan privatisasi tidak hanya di BUMN Persero, tapi juga di anak perusahaan persero. Mahkamah Konstitusi dalam putusan Undang-Undang Ketenagalistrikan (Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dalam pengujian UU No. 20 Tahun 2002 dan Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dalam pengujian UU No. 30 Tahun 2009) menolak sistem unbundling dalam usaha ketenagalistrikan dan kaitannya dengan Perusahaan Listrik Negara (Pesero) sebagai BUMN. Dalam kasus usaha minyak dan gas bumi, serta kaitannya dengan Pertamina (Persero), bahwa upaya restrukturisasi Pertamina (Persero) melalui pembentukan holding dan subholding haruslah dicegah menjadi praktik unbundling dalam usaha minyak dan gas bumi. Pertamina lahir sebagai perusahaan negara dari peleburan perusahan-perusahan minyak nasional, sehingga menjadi ironi sejarah bila restrukturisasi Pertamina (Persero) justru malah melemahkan peran negara dan memecah Pertamina. 70 4. Dr. Marwan Batubara Pada prinsipnya kami mendukung upaya FSPPB melakukan JR terhadap Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No.19/2003 kepada MK. JR terhadap ketentuan UU tersebut perlu dan mendesak dilakukan terutama karena Pasal 77 huruf c dan UU BUMN No.19/2003 tidak cukup komprehensif menjelaskan bahwa anak-anak dan cucu perusahaan Pertamina termasuk dalam kategori badan usaha dalam lingkup sebuah BUMN yang dilarang diprivatisasi sesuai konstitusi. Di sisi lain, rencana privatsiasi anak-anak usaha Pertamina telah dinyatakan secara terbuka, baik oleh Menteri BUMN Erick Thohir maupun Dirut Pertamina Nicke Widyawati (12/6/2020). Rencana tesebut akan dijalankan oleh pemerintah dengan sangat confident, terutama karena yakin dapat memanfaatkan celah hukum yang “tersedia” dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No.19/2003. Keyakinan bahkan semakin bertambah dengan menjadikan privatisasi PGN dan Elnusa sebagai rujukan. Padahal menurut hemat kami baik induk, anak maupun cucu perusahaan sebuah BUMN yang menjalankan fungsi penguasaan negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai Pasal 33 UUD 1945, merupakan satu kesatuan usaha yang tidak boleh diprivatisasi. Karena itu, upaya optimal perlu dilakukan agar ketentuan Pasal 77 huruf c dan d tersebut dapat diperjelas dan dirubah sedemikian rupa oleh MK, sehingga tidak menjadi multi tafsir dan diselewengkan oleh penyelenggara negara yang sangat bernafsu melakukan privatisasi anak-anak usaha Pertamina. MK perlu segera membuat keputusan agar rencana IPO oleh pemerintah yang melanggar konstitusi dan merugikan rakyat tersebut dapat segera dicegah dan dihentikan. Hal-hal yang menjadi argumentasi kita sebagai anak bangsa untuk menghambat rencana privatisasi tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam tulisan berikut.
Ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No.19/2003 Dikaitkan dengan PT Pertamina Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No.19/2003 berbunyi sebagai berikut: _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ 71 (c). Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan _kepentingan masyarakat; _ (d). Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi . Menurut Pasal 33 UUD 1945 Pertamina merupakan BUMN yang mendapat mandat dari negara untuk menjalankan fungsi pengelolaan sumber daya alam (SDA), termasuk minyak, gas dan panas bumi, guna memperoleh manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dua aspek penting dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal 33 UUD 1945 adalah:
penguasaan negara, dan dengan penguasaan negara tersebut akan dicapai:
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sejak berdirinya Pertamina pada Agustus 1968 dan diperkuat pula dengan dibentuknya UU No. 8/1971, bangsa dan pemerintah Indonesia sudah mengenal fungsi dan peran Pertamina sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang mengelola bisnis sektor hilir minyak dan gas (migas) guna melayani kebutuhan publik atau masyarakat. Pada saat yang sama, Pertamina menjalankan pula fungsi dan peran sisi hulu migas guna mengeksploitasi SDA migas milik negara, agar bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sesuai fungsi dan peran sebagai pengelola usaha hilir migas, maka tak dapat disangkal Pertamina merupakan organ negara berupa BUMN yang bertugas melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, sesuai Pasal 77 huruf c di atas, sangat jelas ditetapkan bahwa Pertamina tidak dapat diprivatisasi karena fungsinya menjalankan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, yakni kepentingan untuk memenuhi kebutuhan minyak/BBM dan gas. Pada sisi hulu, Pertamina berperan pula mengelola bisnis berupa kegiatan eksploitasi SDA migas negara. Tujuannya adalah agar dengan pengelolaan tersebut diperoleh manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 77 huruf (d) UU BUMN No.19/2003 dengan gamblang menyatakan BUMN-lah yang menjalankan kegiatan usaha di bidang SDA tersebut dan dilarang untuk diprivatisasi. Ada dua aspek konstitusional yang sangat penting dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN No.19/2003 yang mendesak diklarifikasi, yaitu kegiatan berkaitan 72 dengan a) kepentingan masyarakat dan b) kegiatan usaha SDA. Kedua aspek usaha tersebut memperoleh jaminan dan perlindungan khusus dalam konstitusi untuk dijalankan secara khusus pula tanpa boleh diprivatisasi. Artinya, sepanjang menyangkut kegiatan kepentingan masyarakat dan kegiatan pengelolaan SDA, maka hanya BUMN yang 100% sahamnya dimiliki negara-lah yang berhak melakukannya. Sepanjang objek dalam kedua kegiatan usaha di atas masih utuh berada dalam satu kesatuan usaha Pertamina sebagai induk, maka kami meyakini Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN No.19/2003 tidak bermasalah secara konstitusional. Namun jika sebagian dari objek kegiatan tersebut dipisahkan dari Pertamina untuk dijalankan oleh subjek badan usaha lain, maka Pasal 77 huruf c dan d harus dilengkapi dengan penjelasan atau dirubah sedemikian rupa agar tidak terjadi multi tafsir yang berujung pada pelanggaran terhadap konstitusi. Orientasi dan objek penting yang mendapat jaminan konstitusi untuk dikelola 100% oleh BUMN (artinya tidak boleh diprivatisasi) sebagai subjek adalah kegiatan kepentingan masyarakat dan kegiatan eksploitasi SDA. Subjek pengelola dan kedua objek kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Sepanjang menyangkut dua kegiatan kepentingan masyarakat dan eksploitasi SDA, maka pengelolanya hanyalah BUMN yang 100% sahamnya dimiliki nagara. Jika salah satu dari objek kegiatan tersebut melibatkan subjek yang bukan BUMN, maka dapat dinyatakan telah terjadi pelanggaran terhadap konstitusi, Pasal 33 UUD 1945. Sejalan dengan hal-hal yang diuraikan di atas, demi optimasi dan efektivitas manajemen pengelolaan bisnis, Pertamina bisa saja melakukan perubahan organisasi, termasuk membentuk sejumlah sub-holding atau anak-anak usaha. Selama ini pun Pertamina telah memiliki puluhan anak-anak dan cucu-cucu usaha. Namun, perubahan dan pembentukan sub-holding tersebut harusnya bukan direkayasa dan dimaksudkan untuk memuluskan jalan bagi terlaksananya rencana privatisasi. Apalagi jika hal tersebut dijalankan karena adanya motif perburuan rente dan dominasi oligarki pengusas-pengusaha. Karena itu, dapat dirangkum 2 hal penting. Pertama berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BMUN No. 19/2003 yang berlaku saat ini, karena subjek pelaku dan objek kegiatan dijamin oleh konstitusi sebagai satu kesatuan yang utuh, maka privatisasi anak atau cucu usaha tidak boleh dilakukan, karena 73 melanggar konstitusi. Kedua, guna mencegah moral hazard dan terjadinya privatisasi melalui IPO anak atau cucu usaha, maka MK dituntut untuk segera merubah atau memberi penjelasan tambahan atas Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No. 19/2003, guna melidungi dan mengamankan kepentingan rakyat memperoleh manfaat tersbesar dari kegiatan usaha yang dikelola oleh Pertamina.
Pembentukan Holding dan Subholding untuk Privatisasi Seperti diuraikan di atas, guna mencapai efisiensi, optimasi dan efektivitas sebagai induk Holding BUMN Migas, Pertamina dapat saja melakukan perubahan organisasi dan aksi-aksi korporasi, termasuk melakukan konsolidasi bisnis, divestasi, sinergi, strategic partnership , dan lain-lain. Dalam hal ini, langkah pembentukan sub-holding dan privatisasi dapat saja perlu dilakukan. Namun, sepanjang menyangkut core business yang merupakan bagian utama dari rantai bisnis Pertamina, aksi-aksi korporasi tersebut tetap dan harus berpegang kepada konstitusi. Pembentukan berbagai sub-holding dapat didukung guna mencapai target-target manajemen korporasi, tapi tidak untuk memenuhi kepentingan segelintir orang atau kelompok yang ingin mendapat keuntungan bisnis dari rantai bisnis Pertamina melalui proses privatisasi atau IPO. Jika tujuan pembentukan sub-holding dilakukan untuk melapangkan jalan bagi terjadinya privatisasi anak-anak usaha Pertamina, terutama pada sektor kegiatan yang menyangkut kepentingan publik dan pengelolaan SDA, maka kami menyatakan penolakan. Alasan terpenting penolakan karena migas adalah sektor strategis menyangkut hidup rayat yang harus dikuasai negara melalui pengelolaan oleh BUMN seperti diuraikan pada Bagian 1 di atas. Hal ini bukan saja telah menjadi tekad dan amanat pendiri bangsa, terutama Bung Karno dan Bung Hatta, tetapi juga telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/2012 dan No. 85/2013. Alasan lain adalah bahwa para investor asing dan pengusaha liberal-kapitalis sangat berminat memperoleh manfaat besar dari sejumlah mata rantai bisnis sektor migas yang menguntungkan. Untuk itu, bekerjasama dengan oknum-oknum penguasa oligarkis, mereka biasanya menyiapkan kebijakan, aturan dan upaya sedemikian rupa, sehingga sebagian saham dari mata rantai bisnis yang menguntungkan tersebut dapat dikuasai. Caranya adalah melalui skema IPO seperti telah dicanangkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk dapat terwujud dalam 2 tahun ke depan. 74 Kesimpulannya, sepanjang dilakukan untuk perbaikan pengeloaan dan peningkatan kinerja bisnis korporasi, kami dapat menerima pembentukan sub- holding oleh Pertamina. Namun, jika pembentukan sub-holding tersebut terutama dimaksudkan untuk membuka jalan bagi terwujudnya privatisasi anak-anak usaha yang eksistensinya diatur dan dijamin oleh Pasal 33 UUD 1945, maka kami dengan tegas menyatakan penolakan.
Perlindungan hukum terhadap Pertamina dalam Mengelola SDA Sesuai Pasal 33 UDD 1945 Pengaruh dan intervensi penguasa dan pihak asing sangat menentukan dalam pengelolaan sektor migas dan energi di Indonesia. Hal ini salah satunya dapat ditelusuri dari pembentukan perundang-undangan sektor tersebut sejak Indonesia merdeka hingga sekarang. Pengaruh tersebut tentu saja dirasakan dampaknya oleh Pertamina. Padahal agar Pertamina dapat mengelola sektor migas sesuai konstitusi, maka UU Migas baru harus segera ditetapkan. Salah satu peraturan yang dapat dianggap konsisten dengan Pasal 33 UUD 1945 adalah UU No. 8/1971 tentang Pertambangan Migas Negara. Namun karena adanya penyelewengan oleh oknum-oknum penyelenggara negara pada era orde baru, UU yang sudah baik tersebut tidak berjalan optimal. Di sisi lain, karena kuatnya kepentingan asing untuk dapat mengambil manfaat dari sektor migas nasional, UU No. 8/1971 merupakan salah satu dari sejumlah UU yang harus direvisi sebagai syarat dikucurkannya pinjaman IMF dan BD kepada pemerintah Indonesia menghadapi krisis moneter 1997-1998. Maka lahirlah UU Migas No. 22/2001 yang berisi ketentuan liberal dan pro swasta/asing dan tidak sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945. Setelah Indonesia bebas dari kewajiban utang kepada IMF dan BD, terbuka kesempatan untuk melakukan revisi terhadap UU Migas No. 22/2001. Revisi ini menjadi semakin mendesak setelah ditetapkannya Putusan MK No. 36/2012 atas Judicial Review UU Migas No. 22/2001 pada awal 2012. Di sisi lain, sebelumnya sebagai salah satu rekomendasi Pansus BBM DPR RI (periode 2004-2009) adalah UU Migas pun harus direvisi. Karena itu, DPR pun telah menyiapkan draft RUU Migas pada tahun 2009. Ternyata setelah lebih dari 10 tahun, UU Migas baru pengganti UU No. 22/2001 tak kunjung ditetapkan. DPR sebagai initiator RUU Migas dan juga pemerintah, tidak 75 merasa penting untuk segera menyelesaikan RUU tersebut. Penyelenggara negara merasa telah cukup nyaman untuk tetap menggunakan UU Migas yang merupakan produk pro swasta/asing dan pro oligarki tersebut. Penyelenggara negara pun tidak merasa penting untuk melindungi Pertamina sebagai pengemban tugas konstitusional pengelolaan migas nasional melalui pembentukan UU Migas baru tersebut. Artinya, sebagai salah satu landasan hukum yang akan melindungi Pertamina menjalankan pengelolaan migas sesuai Pasal 33 UUD 1945 tampaknya justru terkendala oleh sikap DPR dan pemerintah yang lebih memilih kondisi status quo . Dengan demikian, agenda-agenda oligarkis yang bernuansa moral hazard dapat berjalan seperti biasa tanpa hambatan. Cara atau mekanisme lain yang dapat dilakukan untuk melindungi Pertamina mengemban tugas konstitusionalnya adalah dengan melakukan perbaikan dan meningkatkan penerapan prinsip good corporate governance (GCG). Seperti disampaikan oleh Erick Thohir pada 12 Juni 2020, IPO diperlukan untuk meraih governance yang lebih baik. Kata Erick, Pertamina perlu IPO-kan 1-2 sub-holding sebagai bagian dari transparansi dan kejelasan akuntabilitas. Namun kami yakin IPO bukan satu-satunya jalan untuk meraih GCG. Banyak cara meningkatkan GCG di Pertamina tanpa harus IPO. Salah satu yang terpenting adalah menjadikan Pertamina sebagai non-listed public company (NLPC). NPLC adalah pola dimana Pertamina menjadi perusahan terdaftar di bursa (BEI), namun tidak ada (1% pun) saham yang dijual. Dengan terdaftar di BEI, Pertamina menjadi perusahaan terbuka yang diawasi publik, namun pemilikan negara di Pertamina tetap 100%. Sehingga, BUMN dapat dikelola sesuai konstitusi, saham 100% milik negara, dan tanpa prospek negara menjadi minoritas seperti halnya terjadi pada privatisasi PT Indosat. Salah satu aspek penting dalam GCG adalah bagaimana mengendalikan dan mencegah intervensi pejabat pemerintah terhadap BUMN sebagaimana terjadi selama ini. Faktanya, selama ini Pertamina telah menjadi korban kebijakan pemerintah yang merugikan keuangan korporasi, misalnya terkait harga untuk kebijakan harga crude domestic , penerapan signature bonus Blok Rokan, kebijakan harga BBM, kebijakan subsids LPG 3kg, dan lain-lain. Terkait crude domestik, signature bonus dan lapangan migas luar negeri, Pertamina harus mengeluarkan dana bernilai triliun Rp, sebagai beban biaya operasi 76 “tambahan”. Sedangkan terkait harga BBM, sejak April 2017 hingga Desember 2019, Pertamina harus menanggung beban public service obligation (PSO) lebih dahulu sekitar Rp 95 triliun yang hingga Mei 2020 belum dilunasi. Akibat beban PSO, kondisi keuangan dan cash flow perusahaan terganggu, sehingga Pertamina harus menerbitkan obligasi. Akibat kebijakan pemerintah yang melanggar UU dan prinsip GCG di atas, minimal Pertamina harus menanggung beban:
biaya “tambahan” puluhan triliun Rp dan, (2) beban bunga obligasi akibat tugas PSO yang nilainya juga puluhan triliun Rp. Beban kerugian tersebut bisa bertambah jika credit rating Pertamina turun akibat pemerintah melanggar GCG. Bahkan Pertamina bisa mengalami gagal bayar atau default atas utang jatuh tempo tahun 2020 ini, jika pemerintah tidak segera melunasi piutang Pertamina tersebut. Artinya, yang lebih mendesak dilakukan adalah penegakan GCG oleh pajabat pemerintah dibanding IPO untuk perbaikan GCG. Terbukti, karena pejabat pemerintah bermasalah, meskipun telah menjadi perusahaan terbuka (telah IPO), GCG tetap dilanggar seperti pada kasus Laporan Keuangan Garuda 2018-2019, kasus Krakatau Steel atau kasus Jiwasraya. Seperti diungkap manajemen Pertamina pada RDPU dengan Komisi VII DPR (29/6/2020), Pertamina perlu melakukan IPO karena membutuhkan dana yang sangat besar. Namun di sisi lain, uraian di atas menunjukkan bahwa keuangan Pertamina bermasalah akibat kebijakan intervensi dan kesewenang-wenangan pemerintah. Artinya, jika akhirnya IPO terlaksana, maka salah sebab tergadainya sebagian saham milik negara di Pertamina adalah sikap pemerintah yang menjadikan Pertamina sebagai sapi perah, serta sekaligus melanggar UU yang berlaku dan prinsip-prinsip GCG. Jika kita kembali merujuk pernyataan Erick Thohir, maka IPO bukanlah cara yang tepat untuk meraih transparansi dan akuntabilitas. Bahkan melakukan IPO saja seperti diuraikan pada Bagian 1 dan Bagian 2 di atas, sudah merupakan pelanggaran konstitusi. Tetapi yang paling relevan dan mendesak untuk perbaikan GCG adalah menertibkan dan mengendalikan pejabat tertinggi di istana negara dan sejumlah menteri di beberapa kementrian yang justru membuat kebijakan bermasalah dan melanggar aturan, sehingga secara faktual telah merugikan negara 77 dan keuangan korporasi. Sejalan dengan itu, Erick pun perlu segera menjadikan Pertamina (juga PLN) sebagai non-listed public company . Sebagai rangkuman dapat dinyatakan bahwa guna melindungi Pertamina menjalankan tugas-tugasnya mengelola sektor migas nasional sesuai Pasal 33 UUD 1945, maka langkah terpenting dan mendesak adalah meminta pemerintah membuat kebijakan terhadap Pertamina yang pro rakyat, konsisten dengan peraturan, mematuhi prinsip-prinsip GCG, dan menghilangkan sikap otoriter semau gue yang menjadikan Pertamina sebagai sapi perah bagi kepentingan politik dan oligarki kekuasaan. Selanjutnya, DPR dan Pemerintah harus segera menuntaskan pembentukan UU Migas baru yang telah direncanakan sejak 2009 yang lalu, dimana salah aspek penting dalam UU baru tersebut adalah jaminan pengelolaan migas harus sesuai prinsip penguasaan negara sesuai konstitusi. Dalam hal ini UU Migas baru tersebut harus bersifat khusus, lex specialist terhadap Pertamina. Terakhir, karena mendesaknya aspek GCG, pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan khusus tentang peran dan fungsi Pertamina sebagai non-listed public company (NLPC). Prinsip-prinsip NPLC tersebut, kelak dapat pula dituangkan dalam UU Migas baru.
Rencana Unbundling Bisnis Pertamina Kami memahami secara umum ada beberapa tujuan sebuah perusahaan melakukan IPO, seperti: a) mendapatkan akses pendanaan murah, b) akses dana jangka panjang, c) memperoleh citra yang baik, d) meningkatkan nilai perusahaan dan e) memperoleh insentif pajak. Namun untuk itu, mata rantai dalam rantai bisnis atau anak usaha yang paling menguntungkanlah ( cream de la cream ) yang biasanya dijual terlebih dahulu. Jika dilihat dari sisi lain, seandainya profitabiitas dan prospek bisnis anak usaha yang akan dijual tersebut tidak jelas, tentu tidak akan ada investor yang berminat. Sebaliknya, dengan melepas atau “mempreteli” satu per satu mata rantai bisnis yang menguntungkan dari BUMN/Pertamina sesuai skenario kapitalis-liberal, atau dikenal juga dengan istilah unbundling, maka lambat laun sebagian besar anak-anak usaha Pertamina yang profitable akan terjual. Sehingga Pertamina kelak hanya akan “menikmati” bisnis ampas yang kurang menguntungkan atau malah merugikan. Sedangkan keuntungan terbesar dari mata rantai bisnisnya kelak akan lebih dinikmati asing atau para pengusaha kapitalis-liberal. 78 Padahal jika semua mata rantai dalam lini bisnisnya berjalan utuh secara “bundled”, maka seluruh keuntungan bisnis Pertamina akan dinikmati semua rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945. Selain itu, Pertamina dapat pula melakukan fungsi- fungsi strategis negara secara optimal, terutama melakukan fungsi cross-subsidy antar wilayah dan antar konsumen. Dalam hal ini Pertamina dapat membangun infrastruktur dan menyediakan pelayanan ke seluruh wilayah negara guna mengurangi kesenjangan menuju pemerataan berkeadilan. Salah satu contoh ironis yang dilakukan pemerintahan pro-asing pro-kapitalis- liberal saat ini adalah membiarkan SPBU-SPBU asing/swasta berbisnis di kota-kota besar di Indonesia, sementara Pertamina wajib menyediakan BBM hingga pelosok negeri dengan beban biaya sangat besar. Dengan bisnisnya dibiarkan digerogoti asing, maka kemampuan Pertamina melakukan cross subsidy semakin berkurang, sehingga sebagian dana untuk penyediaan pelayanan tersebut malah harus ditanggung APBN. Kami tidak anti modal asing dan dapat saja menerima skema IPO agar BUMN dapat memperoleh dana/modal. Namun jika modal dan citra diperoleh dengan melanggar konstitusi, serta mengorbankan kedaulatan dan prinsip-prinsip strategis negara yang bernilai “kualitatif”, maka hal tersebut harus ditolak. Selain itu, jika aspek moral hazard dan nuansa perburuan rente seputar IPO dan proses IPO ikut diperhitungkan, maka keuntungan “kuantitatif” akses dana murah dan dana jangka yang diperoleh melalui skema IPO pun justru akan sirna. Tegaknya kedaulatan, berjalannya konstitusi, terjaganya ketahanan energi dan meratanya pembangunan melalui cross-subsidy oleh BUMN yang dikelola tanpa IPO, tidak layak diperbandingkan dengan keuntungan akses dana murah yang diperoleh dari melakukan IPO. Keuntungan nilai dana murah yang diperoleh dari IPO sangat minim jika dibandingkan dengan besarnya manfaat strategis yang diperoleh jika BUMN dikelola sesuai konstitusi tanpa IPO. Salah faktor yang sangat merugikan adalah bahwa dengan IPO, profit yang dapat diraih akan berkurang sesuai berapa persen besar saham yang dijual. Faktor lain, sebagai pelaksana tugas perintisan dan pembangunan daerah, lambat laun BUMN akan kehilangan kemampuan cross-subsidy karena anak-anak usaha yang menguntungkan ( cream de la cream ) akan segera dijual, sehingga menyisakan anak-anak usaha yang kurang profitable . 79 Saksi Pemohon 1. drg. Ugan Gandar Bahwa PT. Pertamina (Persero) mendapatkan keistimewaan dari Negara untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka tertentu melalui penunjukan langsung. Bahwa syarat untuk mendapatkan wilayah kerja tersebut, salah satunya yang terpenting adalah saham PT. Pertamina ( Persero) harus 100% dimiliki oleh Negara. Bahwa apabila saham PT. Pertamina (Persero) tidak lagi 100% dimiliki oleh negara karena dilakukan Initial Public Offering (IPO), maka akan menghambat usaha PT Pertamina (Persero) untuk memperoleh wilayah kerja terbuka tertentu, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menyatakan: Ayat 4 Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT. Pertamina (Persero) sepanjang saham PT. Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh Negara. __ Ayat 5 PT. Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dapat mengajukan permohonan untuk wilayah kerja yang telah ditawarkan. __ Bahwa dengan PT. Pertamina ( Persero) menjadi prioritas untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka tertentu karena sahamnya 100% dimiliki oleh Negara, maka sudah seharusnya anak perusahaan PT. Pertamina Persero/Perusahaan Milik PT. Pertamina ( Persero ) yang ditunjuk Pertamina untuk mengelola wilayah kerja terbuka tertentu tersebut sahamnya harus 100% milik PT. Pertamina ( Persero) atau dengan kata lain harus tetap 100% dikuasai oleh Negara. Bahwa sudah sepatutnya Negara mengontrol 100% wilayah kerja yang dikelola oleh PT. Pertamina ( Persero ) maupun anak perusahaan/perusahaan milik PT. Pertamina ( Persero ) hasil dari penunjukkan langsung pada wilayah kerja tersebut. Bahwa hal tersebut tentunya berbeda apabila yang dijual hanyalah Participating Interest (PI) atas suatu ladang minyak dan gas hasil tunjuk langsung ke Pertamina, hal tersebut diperbolehkan dan sudah lazim dilakukan karena yang berkurang hanya 80 Partisipasing Interest-nya saja, bukan porsi kepemilikan saham dalam PT. Pertamina (Persero) maupun anak perusahaan milik PT. Pertamina Persero. Bahwa Saham perusahaan pengelola wilayah kerja hulu migas yang boleh dijual ke bursa itu hanya perusahaan yang mendapatkan wilayah kerja dari BP Migas / SKK Migas melalui prinsip-prinsip komersial /persaingan bebas.
KENAPA BISNIS PERTAMINA HARUS TERINTEGRASI Pertamina (Persero) adalah Perusahaan saat ini bisnisnya meliputi usahan minyak dari hulu sampai ke Hilir. Ada beberapa hal pentingnya kenapa Bisnis Pertamina ini harus terintegrasi dan tidak terpecah pecah. Antara lain:
Jika suatu saat ada krisis yang mengakibatkan harga minyak mentah jatuh maka jika pertamina ini menjadi satu kesatuan utuh maka akan sangat membantu untuk saling menutupi kerugian yang terjadi antar lini bisnis. Bisnis hulu rugi tetapi bisnis hilir untung sehingga saling menutupi.
Begitupun juga sebaliknya jika harga Crude naik dan karena kebijakan pemerintah yang tidak ingin rakyat indonesia semakin terbebani sehingga harga BBM harus ditahan tidak boleh naik maka Bisnis Hilir yang rugi tetapi bisnis Hulu yang untung. Sehingga bisa saling menutupi.
Akan sangat merugikan keuangan negara karena potensi jika Harga ICP lebih tinggi dibandingkan harga MOPS maka Refinery Pertamina (jika sudah IPO) tentunya akan memilih membeli Produk yang lebih murah.
Jika semua lini bisnis terpecah pecah seperti Hulu, Shipping, Pengolahan dan Pemasaran terpecah pecah dan saham sudah dikuasi oleh Swasta. Maka yang terjadi adalah setiap entitas tidak peduli dengan entitas lain. Hal ini akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan penyaluran energi ke pelosok negeri. Karena semuanya akan berusaha mengambil profit Contoh :
Dari Pemasaran akan berusaha hanya akan melayani daerah daerah yang dianggap profitable. Untuk daerah 3T yang secara feasibility tidak masuk tidak akan dilayani. Sehingga rawan mengakibatkan kerusuhan karena langkanya BBM. Atau tersedia BBM dengan harga yang cukup tinggi 2. Dari pemasaran hanya akan mengambil supply BBM dari supplier yang murah. Jika harga COGS Refinery yang sudah IPO lebih mahal dari 81 harga MOPS untuk landed Cost nya maka tentu produk Refinery akan ditinggalkan oleh Pertamina. Dan hal ini bisa mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi Refinery. Bisa Collaps. Dan Chain efeknya tentu akan sangat Besar. Bisnis Kilang Tutup, PHK Masal, Rekanan Bangkrut, dan Pengangguran massive akan terjadi.
Dari sisi refinery tentunya juga akan begitu hanya akan mencari Supplier Crude yang murah dan menguntungkan. Jika harga ICP lebih mahal dibandingkan harga Crude di pasaran luar negeri dan perhitungan landed cost sampai di Refinery lebih murah tentunya Crude Dalam negeri jadi tidak terserap dan pendapatan negara menjadi berkurang.
Dari sisi Perkapalan. Jika lini ini terpisah dan berdiri sendiri maka tentunya akan berusaha sebesar besarnya dan kurang mau take risk. Di cuaca yang sangat buruk dan diujung negeri ada lokasi yang BBM kritis karena Sense of Nasionalitynya sudah berkurang maka Bisnis Perkapalan hanya akan mementingkan dirinya sendiri. Jadi bodo amat sama krisis energi di Ujung negeri. Yang penting bisnis lancar.
Dan yang paling paling bahaya adalah seperti chart berikut : Dengan kondisi diatas maka Hulu akan ambil Profit , Shipping ambil Profit, Refinery ambil Profit Maka yang terjadi adalah harga BBM dari Customer akan sangat mahal, Belum lagi adanya Tax disetiap Transaksi BBM karena sudah beda entitas. Yang akan terjadi nanti bisa seperti ini Dengan kondisi diatas sudah terlihat siapa yang diuntungkan dan siapa yang akan dirugikan sehingga implementasi dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar tidak dapat direalisasikan dan hanya konteks semata. Singapore (minyak jadi) Minyak jadi Shippin g Pemasaran Hulu Pengolahan Shippin g Shippin g Pemasaran 82 2. PERTAMINA TIDAK TERINTEGRASI APAKAH BERDAMPAK DENGANIMPLEMENTASI DARI PASAL 33 UNDANG – UNDANG DASAR 1945 Atas apa yang telah diuraikan diatas maka secara langsung dan tidak langsung akan berdampak kepada tujuan dari implementasi Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 dimana salah satu isi dari pasal tersebut yaitu cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan Bumi, air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tidak akan pernah tercapai sehingga cita-cita dari “the Founding Fathers” akan menjadi mimpi dan tidak pernah terealisasi. Dilain sisi dengan dibentuknya Pertamina sebagai salah satu BUMN memiliki tujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan memperhatikan dari perkembangan zaman dimana pelayanan (service) serta kemajuan tekhnologi Informasi yang serba digital harus diselaraskan dan diimplementasi guna bisa bersaing 3. PERTAMINA (HOLDING DAN SUBHOLDING) BERENCANA AKAN DIMILIKI OLEH SWASTA BAGAIMANA DENGAN KEDAULATAN DAN KETAHANAN ENERGI Kedaulatan dan ketahanan merupakan kunci penting dalam sebuah negara. Kemampuan bangsa untuk menetapkan kebijakan, mengawasi pelaksanaan serta memastikan jaminan ketersediaan energi merupakan arti dari kedaulatan dan selaras dengan tujuan berdirinya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimana kepemilikan saham masih dimiliki oleh negara yaitu Pertamina. Bilamana kepemilikan atas saham dari holding maupun sub holding Pertamina dialihkan atau dimiliki oleh swasta maka patut diduga kemampuan negara yang diwakili oleh Kementerian BUMN atau ESDM sebagai pemegang saham dalam membuat sebuah kebijakan akan tidak semata – mata berorientasi untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat tetapi akan berpotensi terjadinya intervensi dari pemegang saham lain atau swasta.Seperti diketahui bersama kebijakan 1 harga BBM yang saat ini terjadi karena kepemilikan sahamnya masih 100% negara dan belum dibentuknya holding dan subholding Pertamina. Dibentuknya holding dan subholding Pertamina bisa kemungkinan kebijakan 1 harga BBM akan ditiadakan atau dicabut dimana pemilik saham bukan seluruhnya negara melainkan ada kepemilikan swasta , sedangkan kita ketahui bersama bila kepemilikan saham 83 dimiliki pihak swasta atas saham subholding Pertamina patut diduga hanya menginginkan keuntungan semata, sehingga yang dirugikan adalah rakyat.
Ir. Faisal Yusra SH., MM., QIA., CFrA Minyak dan Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat maupun fasa gas, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. Di dalam definisi ini terkandung makna Minyak dan Gas Bumi (Migas) adalah proses yang menyeluruh mencakup kegiatan hulu dan hilir secara terintegrasi untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal. Dalam konteks Indonesia, optimalisasi pengelolaan migas akan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sehingga wajib dikuasai oleh negara sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3). Pengelolaan bisnis migas yang seimbang antara pengelolaan sektor hulu dan hilir migas menjadi kebijakan strategis yang diimplementasikan oleh berbagai perusahaan migas besar dunia. Merger/penggabungan perusahaan migas dunia seperti BP dan AMOCO, Total, Fina dan Elf, Exxon dengan Mobil, maupun Conoco dan Philips adalah dalam rangka mencapai tujuan optimalisasi keuntungan bisnis dengan menyeimbangkan volume/kapasitas bisnis Hulu dan Hilir Perusahaan. Dalam hal harga minyak mentah dunia turun, maka sektor hilirnya dioptimalkan produksinya sebagai sektor yang menghasilkan kentungan perusahaan. Pada situasi ini, akan menimbulkan permasalahan kinerja bagi perusahaan yang hanya bergerak di sektor hulu saja. Demikian pula sebaliknya, ketika harga minyak mentah naik tinggi, maka perusahaan akan bertahan karena sektor hulu akan menjadi tulang punggung dalam menghasilkan revenue maupun keuntungan. Pada situasi ini, akan menimbulkan permasalahan kinerja bagi perusahaan yang hanya bergerak di sektor hilir saja. Dengan penguasaan dan pengelolaan hulu migas Pertamina sekitar 200 – 300 ribu barrel per hari yang amat timpang dengan penguasaan dan pengelolaan sektor hilir sekitar 1.6 – 1.7 juta barrel per hari, maka pemisahan (unbundling) 84 pengelolaan sektor hulu dan hilir Pertamina menjadi entitas bisnis perusahaan yang berdiri sendiri maka akan menimbulkan potensi masalah kinerja bisnis bagi Pertamina, dan pada gilirannya akan mengganggu kontribusinya sebagai penghasil devisa strategis bagi negara. Ketika harga minyak mentah dunia naik sangat tinggi, biaya operasi perusahaan sektor hilir akan mengalami tekanan karena adanya berbagai situasi seperti kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga atau menetapkan harga tidak dengan nilai keekonomian, sementara sektor hulu tidak dapat membantu dalam bentuk subsidi silang karena sudah menjadi entitas bisnis yang terpisah dan berdiri sendiri. Karakteristik bisnis yang terintegrasi (bundling) sektor hulu dan hilir telah disusun menjadi suatu proses bisnis yang dijadikan pedoman pengelolaan bisnis dengan menegaskan di dalam SK Direksi Pertamina Nomor Kpts.-29/C00000/2016- S0 tanggl 2 Agustus 2016 bahwa pengelolaan sektor hulu (explore, exploit, and produce hydrocarbone, and geothermal) dan sektor hilir (refine and produce fuel, nonfuel, an new & renewable energi, market dan sell produce and service) adalah bisnis inti (core processes) yang tentunya wajib dikelola sendiri dalam satu entitas bisnis. Di dalam surat keputusan tersebut juga diatur tentang kegiatan penunjang (support) yang dikategorikan dalam dua fungsi proses yaitu proses kritikal dan proses pendukung. Penyusunan proses bisnis disusun dengan memperhatikan best practise dari American Productivity and Quality Center (APQC) dan disesuaikan dengan karateristik bisnis Pertamina yang mencakup bisnis minyak, gas, geothermal serta energi baru dan terbarukan. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Konsep penguasaan dimaksud dimaknai dengan dimiliki atau dikuasai, dikelola dan dikendalikan secara oleh negara melalui perusahaan milik negara yakni Pertamina sehingga negara dapat memberikan penugasan apapun termasuk pelayanan penyediaan BBM dengan harga terjangkau dalam rangka memberikan kemakmuran bagi rakyat. Dengan adanya penugasan tersebut dan Pertamina yang 100% sahamnya dimiliki negara maka negara memberikan keistimewaan (privilage) seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Pasal 5 ayat (4) yang 85 berbunyi: Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemarnpuan teknis dan keuangan PT Pertamina (Persero) dan sepanjang saham PT Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh Negara. Dalam hal perusahaan pengelolaan migas Pertamina tidak lagi 100% milik negara maka keistimewaan yang ada akan dicabut maka semua proses akan berjalan sebagai bisnis swasta murni dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian bisnis. Demikian pula dalam hal pengelolaan bisnis migas Indonesia diselenggarakan oleh entitas bisnis yang terpisah-pisah (hulu dan hilir) dalam bentuk masing-masing perseroan terbatas maka akan menimbulkan kesulitan dalam pengaturan penyediaan BBM dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat karena tidak adanya mekanisme subsidi silang seperti yang dapat dilakukan oleh perusahaan yang terintegrasi. Program BBM Satu Harga dulunya diawali dengan adanya keuntungan Pertamina yang didominasi oleh keuntungan sektor hulu yang disisihkan dan menjadi kompensasi harga BBM di daerah terdepan, terpencil dan tertinggal yang disamakan dengan Pulau Jawa. Oleh karena sektor hulu dan hilir Pertamina di dalam satu pengelolaan keuangan di PT Pertamina (Persero) tentunya pengurangan pendapatan akibat BBM Satu Harga tidak menjadikan kondisi keuangan perusahaan menjadi buruk. Lain halnya apabila setiap bisnis migas Pertamina dalam bentuk perusahaan yang berdiri sendiri dan tidak 100% milik negara tentunya kebijakan subsidi silang dimaksud tidak dapat dilakukan dan perusahaan yang mengelolanya (Pemasaran/Ritail/Sektor Hilir) tidak akan bersedia menanggung kerugian sebagai kinerja perusahaan. Dengan demikian, program BBM Satu Harga tentunya akan terganggu. Bila hal ini terjadi, maka amanat penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan bagi rakyat Indonesia tidak akan tercapai. [2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat telah menyampaikan keterangan bertanggal 8 Juni 2021 86 yang diterima Kepaniteraan Mahkamah pada 10 Juni 2021 yang pada pokoknya sebagai berikut: I. KETENTUAN UU BUMN YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN TERHADAP UUD NRI TAHUN 1945 Dalam permohonan a quo , Pemohon __ mengajukan pengujian materiil terhadap Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN yang berketentuan sebagai berikut: Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan _dengan kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. Pemohon mengemukakan bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN dianggap bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945 yang berketentuan sebagai berikut: Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemohon menyatakan kerugian konstitusionalnya yang pada intinya adalah:
Bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN membuka peluang/berpotensi dapat diprivatisasinya anak perusahaan dari perusahaan persero tersebut yang hanya berbentuk perseroan terbatas biasa, padahal anak perusahaan tersebut memiliki kegiatan di bidang usaha yang berkaitan dengan bidang usaha induk perusahaannya yang notabene induk perusahaannya dilarang diprivatisasi karena bidang usahanya termasuk yang disebutkan dalam Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN ( vide Perbaikan Permohonan hal. 9).
Bahwa akibat tidak diaturnya anak perusahaan persero/perusahaan milik persero dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN. Pemohon dirugikan hak konstitusionalnya yaitu ( vide Perbaikan Permohonan hal. 11): 87 a. Negara berpotensi nyata kehilangan hak menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara, menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam termasuk sumber daya alam minyak dan gasnya sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Bahwa dalam hal ini kedaulatan energi nasional menjadi terancam sehingga hak konstitusional Pemohon sangat berpotensi nyata dirugikan dan harus diperjuangkan oleh Pemohon sebagaimana telah diatur dalam anggaran dasar FSPPB.
Berpotensi nyata sumber daya alam tidak ditujukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat termasuk namun tidak terbatas pada para pekerja pertamina sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 karena negara kehilangan hak menguasai sumber daya alam akibat diperbolehkannya swasta/perorangan anak perusahaan BUMN yang mengelola sumber daya alam.
Menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis dan eksistensi dari PT. Pertamina Persero maupun anak-anak perusahaannya akibat potensi terjadinya privatisasi, yang seharusnya dilarang untuk di privatisasi karena bergerak di bidang usaha pengelolaan sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan masyarakat.
Berpotensi nyata para pekerja pada anak-anak perusahaan Pertamina kehilangan statusnya sebagai pekerja BUMN dan menjadi pekerja swasta biasa akibat pelepasan seluruh saham anak perusahaan PT Pertamina Persero kepada pihak swasta/perorangan.
Kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai perusahaan grup PT Pertamina Persero/BUMN beserta keluarganya akan tidak terjamin apabila anak-anak perusahaan PT Pertamina Persero/BUMN tidak dikontrol dengan baik oleh negara.
Berpotensi dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja terhadap para pekerja anak-anak perusahaan Pertamina akibat pelepasan seluruh saham/sebagian besar saham anak-anak perusahaan Pertamina kepada pihak swasta/perorangan, hal ini sangat beralasan mengingat dalam Pasal 163 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memungkinkan perusahaan/pengusaha 88 melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap peekrja karena adanya perubahan kepemilikan saham perusahaan. Bahwa Pemohon dalam petitumnya memohon sebagai berikut:
Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
Menyatakan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Persero;
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Jika yang mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia memiliki pandangan lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). II. KETERANGAN DPR A. KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) PEMOHON Terhadap kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon, DPR berpandangan berdasarkan 5 (lima) batasan kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang sebagaimana dinyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-V/2007 sebagai berikut:
Terkait adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945 Bahwa Pemohon mendalilkan memiliki hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. DPR menerangkan bahwa Pasal a quo justru telah mencerminkan pemenuhan kewajiban negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 karena adanya larangan bagi persero untuk dapat diprivatisasi, salah satunya adalah persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam. Larangan tersebut menunjukkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran 89 rakyat. Selain itu ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 tidak mengatur terkait dengan hak konstitusional, melainkan mengatur mengenai kewajiban negara dalam menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan untuk cabang-cabang produksi yang penting tersebut dikuasai oleh negara. Oleh karena itu tidak terdapat hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dan tidak tepat untuk dijadikan batu uji dalam Permohonan a quo .
Terkait adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang Terkait dengan doktrin organizational legal standing yang didalilkan oleh Pemohon, DPR berpandangan bahwa tidak semua organisasi dapat bertindak mewakili kepentingan anggotanya untuk beracara di pengadilan, khususnya di pengadilan Mahkamah Konstitusi. Bahwa ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyatakan bahwa Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya dan ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh menyatakan bahwa Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial. Berdasarkan ketentuan- ketentuan tersebut, maka organizational legal standing yang diberikan kepada Pemohon sebagai federasi serikat pekerja adalah terkait dengan penyelesaian perselisihan industrial, termasuk untuk beracara di pengadilan hubungan industrial, dan bukan untuk mengajukan Permohonan a quo di Mahkamah Konstitusi yang sama sekali tidak berkaitan dengan perselisihan hubungan industrial. Selain itu DPR menerangkan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terkait dengan anak 90 perusahaan BUMN memang tidak tunduk pada ketentuan dalam UU BUMN melainkan tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hal tersebut dikarenakan saham untuk anak perusahaan BUMN merupakan milik BUMN dan bukan milik negara karena pada hakekatnya penyertaan modal tersebut merupakan kekayaan negara yang sudah dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, berbeda dengan induk perusahaannya yang merupakan BUMN. Berdasarkan uraian tersebut, maka ketentuan Pasal UU a quo sama sekali tidak melanggar hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon.
Terkait adanya kerugian hak konstitusional yang bersifat spesifik dan aktual, atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi Bahwa Pemohon mendalilkan mengalami kerugian yang pada intinya ketentuan Pasal a quo yang tidak mengatur terkait dengan anak perusahaan persero membuka peluang bagi anak perusahaan untuk diprivatisasi sehingga akan menghilangkan kekuasaan negara untuk menguasai sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Terhadap dalil Pemohon tersebut, DPR menerangkan bahwa Pemohon adalah federasi serikat pekerja yang mempunyai kepedulian perlindungan terhadap para pekerja PT Pertamina (Persero) dan oleh karenanya bertindak untuk kepentingan pekerja PT Pertamina (Persero) ( vide Perbaikan Permohonan hal. 9). Oleh karenanya seharusnya Pemohon dalam Permohonan a quo menguraikan adanya kerugian konstitusional yang dialami langsung oleh pekerja PT Pertamina (Persero) untuk kemudian menjadi dasar diajukannya Permohonan a quo . Namun dalam permohonannya, Pemohon hanya menguraikan kekhawatirannya terhadap hilangnya hak menguasai negara dalam melakukan pengelolaan yang menyebabkan pihak swasta dan/atau perorangan dapat menguasai dan/atau mengelola anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tanpa mencerminkan adanya kerugian yang ditimbulkan dari berlakunya Pasal a quo terhadap kesejahteraan pekerja. 91 Oleh karena tidak ada pertautan langsung antara kerugian yang didalilkan oleh Pemohon dengan tugas dan peranan Pemohon untuk melaksanakan kegiatan penegakan hak-hak pekerja PT Pertamina (Persero), maka sudah dapat dipastikan tidak ada satupun kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.
Terkait adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian hak konstitusional dengan undang-undang yang dimohonkan pengujian Bahwa sebagaimana telah dikemukakan pada angka 1, 2, dan 3, berlakunya ketentuan Pasal a quo sama sekali tidak menimbulkan kerugian terhadap hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang bersifat spesifik, aktual, maupun potensial. Kerugian yang didalilkan oleh Pemohon tidak memiliki hubungan sebab-akibat dengan ketentuan Pasal a quo UU BUMN.
Terkait adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi Bahwa karena tidak ada hubungan sebab akibat ( causal verband ) maka sudah dapat dipastikan bahwa pengujian a quo tidak akan berdampak apa pun pada Pemohon. Dengan demikian menjadi tidak relevan lagi bagi Mahkamah Konsitusi untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo , karena Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sehingga sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi tidak mempertimbangkan pokok perkara. Bahwa terkait dengan kepentingan hukum Pemohon, DPR memberikan pandangan senada dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU- XIV/2016 yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari tanggal 15 Juni 2016, yang pada pertimbangan hukum [3.5.2] Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa menurut Mahkamah: 92 ...Dalam asas hukum dikenal ketentuan umum bahwa tiada kepentingan maka tiada gugatan yang dalam bahasa Perancis dikenal dengan point d’interest, point d’action dan dalam bahasa Belanda dikenal dengan zonder belang geen rechtsingang. Hal tersebut sama dengan prinsip yang terdapat dalam Reglement op de Rechtsvordering (Rv) khususnya Pasal 102 yang menganut ketentuan bahwa “tiada gugatan tanpa hubungan hukum“ (no action without legal connection). __ Berdasarkan pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut DPR berpandangan bahwa Pemohon secara keseluruhan tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi dan penjelasannya, serta tidak memenuhi persyaratan kerugian konstitusional yang ditentukan dalam putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Selain itu, Pemohon dalam permohonan a quo tidak menguraikan secara konkrit mengenai hak dan/atau kewenangan konstitusionaInya yang dianggap dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, sehingga sudah sepatutnya Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok perkara karenanya permohonan Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, terhadap kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU- III/2005 dan Putusan perkara Nomor 011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional. B. PANDANGAN UMUM DPR 1. Sesuai dengan angka IV Penjelasan Umum UU BUMN yang menyatakan: “ Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran 93 sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik. Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. ” 2. Bahwa memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang diatur lebih rinci dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 merupakan tugas konstitusional bagi seluruh komponen bangsa. Khususnya ayat (2) dan ayat (3) yang membangun logika bernegara yaitu negara melakukan penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehingga berdasarkan hal tersebut dirasa perlu untuk meningkatkan penguasaan seluruh kekuatan ekonomi nasional baik melalui regulasi sektoral maupun kepemilikan negara terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Bahwa konsepsi “dikuasai oleh negara” sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 telah ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 01- 021-022/PUU-I/2003 mengenai pengujian UU Nomor 20 Tahun 2002 dan 02/PUU-I/2003 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi, tanggal 1 Desember 2004, yang memaknai bahwa penguasaan negara tersebut adalah sesuatu yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata.
Salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui pembentukan holding BUMN, yaitu mengalihkan kepemilikan negara pada satu atau beberapa BUMN menjadi tambahan modal saham negara pada satu BUMN lainnya, sehingga BUMN tersebut menjadi 94 holding (induk). Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 yang pada intinya menyatakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga oleh karenanya menurut pasal 33 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus tetap dikuasai oleh negara, dalam arti harus dikelola oleh negara melalui perusahaan negara yang didanai oleh pemerintah (negara) atau dengan kemitraan bersama swasta nasional atau asing yang menyertakan dana pinjaman dari dalam dan luar negeri atau dengan melibatkan modal swasta nasional/asing dengan sistem kemitraan yang baik dan saling menguntungkan dan demi efisiensi BUMN sebagai holding company dapat berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD. Oleh karenanya __ pembentukan holding company adalah salah satu bentuk penguatan BUMN dengan bersinergi dengan BUMN lainnya, sehingga tidak lagi membebani APBN. Namun demikian, pembentukan holding tetap harus ditetapkan dengan peraturan pemerintah ( vide Pasal 2A jo. Pasal 3 PP 44/2005 jo. PP 72/2016) C. KETERANGAN DPR TERHADAP POKOK PERMOHONAN 1. Dalam permohonannya Pemohon mendalilkan bahwa anak-anak perusahaan/perusahaan milik PT. Persero seharusnya diperlakukan sama dengan Induk Perusahaannya yaitu PT. Persero, sebab antara induk perusahaannya dengan anak-anak perusahaannya/perusahaan milik Persero sama-sama memiliki keterkaitan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal a quo sehingga seharusnya sama- sama tidak dapat diprivatisasi ( vide Perbaikan Permohonan hal. 25 poin 33). Terhadap dalil tersebut DPR menerangkan sebagai berikut:
Bahwa merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UU BUMN yang mendefinisikan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya Pasal 1 angka 2 UU BUMN mendefinisikan Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu 95 persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Sedangkan definisi anak perusahaan BUMN dapat dilihat dalam Keputusan Presiden Nomor 122 Tahun 2011 tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN dan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per- 03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara. Dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.
Terlebih lagi dalam Pasal 4 ayat (2) UU BUMN menyatakan bahwa setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sedangkan pendirian anak perusahaan BUMN yang merupakan perseroan terbatas tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) dan tidak ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat perbedaan fundamental terkait dengan kepemilikan saham, kendali perseroan, dan pendirian perseroan antara BUMN dengan anak perusahaan BUMN. Oleh karena itu jelas terlihat bahwa BUMN dan anak perusahaan BUMN tidak dapat dipersamakan dan dalil Pemohon yang menyatakan seharusnya baik induk perusahaan maupun anak perusahan yang memiliki keterkaitan bidang usaha sebagaimana diatur dalam Pasal a quo harus diperlakukan sama adalah tidak beralasan menurut hukum.
In casu dalam Perkara a quo, saham PT Pertamina (Persero) dimiliki oleh Negara, sedangkan saham Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) merupakan saham milik PT Pertamina (Persero). Perbedaan subyek pemilik saham tersebut mengakibatkan perbedaan pemberlakuan hukum antara BUMN 96 Persero (dalam hal ini PT Pertamina (Persero)) dengan Anak Perusahaannya, yaitu untuk Persero berlaku ketentuan mengenai BUMN dan Perseroan Terbatas sedangkan untuk Anak Perusahaannya berlaku ketentuan mengenai Perseroan Terbatas.
Penegasan bahwa anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN juga terlihat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan permohonan uji materril Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019, dimana dalam pertimbangan hukum Majelis halaman 1936 menyatakan sebagai berikut: “Bahwa modal atau saham Bank BNI Syariah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT BNI Life Insurance (bukti PT-20). Adapun komposisi pemegang saham Bank Syariah Mandiri adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Mandiri Sekuritas (bukti PT-21). Dengan demikian, oleh karena tidak ada modal atau saham dari negara yang bersifat langsung yang jumlahnya sebagian besar dimiliki oleh negara maka kedua bank tersebut tidak dapat didefinisikan sebagai BUMN, melainkan berstatus anak perusahaan BUMN karena didirikan melalui penyertaan saham yang dimiliki oleh BUMN atau dengan kata lain modal atau saham kedua bank tersebut sebagian besar dimiliki oleh BUMN.” 2. Terhadap dalil Pemohon yang mengutip ketentuan Pasal 2A ayat (7) PP 72/2016) dan menyimpulkan bahwa anak-anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) yang meskipun berbentuk perseroan terbatas, namun diberikan izin untuk melaksanakan pelayanan umum dan/atau pengelolaan sumber daya alam, sehingga anak perusahaan BUMN tersebut dapat diperlakukan sama dengan BUMN ( vide Perbaikan Permohonan hal. 20), DPR memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan Penjelasan Umum UU BUMN menyatakan peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN harus dilakukan melalui restrukturisasi dan privatisasi. Salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui pembentukan holding BUMN, yaitu mengalihkan kepemilikan negara pada satu atau beberapa BUMN menjadi tambahan modal saham negara pada satu BUMN lainnya, sehingga BUMN tersebut menjadi holding (induk).
Bahwa PP 72/2016 merupakan ketentuan untuk mendukung salah satu strategi Pemerintah dalam pembentukan perusahaan induk 97 BUMN, yaitu dengan melakukan Penyertaan Modal Negara yang bersumber dari pergeseran saham milik negara pada BUMN dan/atau Perseroan Terbatas tertentu kepada BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya.
Pada sektor migas, pembentukan holding dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina (selanjutnya disebut PP 6/2018) dimana Negara melakukan pengalihan ( inbreng ) saham dari PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk. ke PT. Pertamina (Persero). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka status PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. berubah dari persero menjadi perseroan terbatas yang tunduk sepenuhnya pada UU PT ( vide Pasal 4 huruf a PP 6/2018).
Dengan terjadinya pengalihan ( inbreng ) saham tersebut, PT. Pertamina (Persero) melakukan restrukturisasi anak perusahaan dengan pengelompokan anak perusahaan ( sub-holding ) pada enam bidang, yaitu:
PT Pertamina Hulu Energi sebegai Sub-Holding Upstream ;
PT Kilang Pertamina Internasional sebagai Sub-Holding Refinery & Petrochemical ;
PT Pertamina Patra Niaga sebagai Sub-Holding Commercial & Trading ;
PT Pertamina Power Indonesia sebagai Sub-Holding Power, New & Renewable Energy ;
PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. sebagai Sub-Holding Gas; dan 6) PT Pertamina International Shipping sebagai Shipping Company .
Setelah dilakukannya restrukturisasi tersebut maka PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk. yang sebelumnya merupakan BUMN berubah menjadi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan memiliki kedudukan yang sejajar dengan perusahaan sub-holding atau anak perusahaan lainnya. Namun meskipun demikian, PT Perusahaan 98 Gas Negara, Tbk. memilki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan sub-holding lainnya berdasarkan PP 6/2018 jo . PP 72/2016, yaitu:
Negara melakukan kontrol terhadap PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. dengan kepemilikan saham Seri A Dwi Warna (Pasal 3 PP 6/2018) dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar ( vide Pasal 2A ayat (2) dan Penjelasannya PP 72/2016).
PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. sebagai anak perusahaan BUMN diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal sebagai berikut: (Pasal 2A ayat (7) dan Penjelasannya PP 72/2016) a) mendapatkan penugasan Pemerintah atau melaksanakan pelayanan umum; dan/atau b) mendapatkan kebijakan khusus negara dan/atau Pemerintah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN, antara lain terkait dengan proses dan bentuk perizinan, hak untuk memperoleh HPL, kegiatan perluasan lahan dan/atau keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan kenegaraan atau pemerintahan yang melibatkan BUMN.
Berdasarkan uraian di atas, maka dari keenam anak perusahaan atau sub-holding PT Pertamina (Persero), perlakuan yang sama dengan BUMN hanya diberikan kepada PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. dan perlakuan yang sama tersebut tidak termasuk larangan privatisasi sebagaimana diatur dalam Pasal a quo . Oleh karena itu Pemohon tidak dapat menjadikan ketentuan Pasal 2A ayat (7) PP 72/2016 dan Penjelasannya sebagai dasar bahwa seluruh anak perusahaan Persero diperlakukan sama dengan Persero terkait dengan larangan privatisasi dalam ketentuan Pasal a quo . Menyamakan hal yang berbeda dan membedakan hal yang sama adalah sama saja dengan ketidakadilan. Mengutip pendapat Bagir Manan yang menyatakan bahwa: “ Ada adagium lama yang diketahui oleh setiap ahli hukum yang mengatakan, “Menyamakan sesuatu yang berbeda atau tidak sama, sama tidak adilnya dengan membedakan yang sama.” 99 Dengan bahasa yang lebih mudah, dalam keadaan tertentu membedakan atau unequal treatment itu, justru merupakan syarat dan cara mewujudkan keadilan, sebaliknya dalam keadaan tertentu membuat segala sesuatu serba sama sedangkan didapati berbagai perbedaan juga akan menimbulkan dan melukai rasa keadilan. Kalau demikian, apakah ada syarat objektif agar suatu perbedaan atau unequal itu menjadi syarat untuk mewujudkan keadilan. (Vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-X/2012: hlm.57). 3. Terkait dalil Pemohon yang pada intinya menyatakan bahwa pembentukan sub-holding anak perusahaan persero merupakan celah hukum dan tidak adanya kepastian hukum untuk anak-anak perusahaan persero termasuk namun tidak terbatas pada anak-anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) untuk dilakukan privatisasi melalui initial public offering (IPO) ( vide Perbaikan Permohonan hal. 24), DPR menerangkan sebagai berikut:
Privatisasi dalam praktiknya memang dimungkinkan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap memperhatikan persyaratan-persyaratan tertentu untuk dapat melakukan privatisasi. Privatisasi sendiri bertujuan untuk dapat mengoptimalkan produktifitas dan efisiensi dari suatu BUMN. Namun peraturan perundang-undangan juga mengatur pengecualian terhadap persero yang tidak dapat diprivatisasi, dan cara serta prosedur privatisasi. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa anak perusahaan BUMN tidaklah tunduk pada ketentuan dalam UU BUMN, sehingga memang privatisasi terhadap anak perusahaan BUMN dimungkinkan terjadi karena pada prinsipnya bisnis inti perusahaan yang bergerak di sektor sumber daya alam harus tetap berada pada induknya dan tidak dikendalikan oleh anak perusahaan. Sehingga anggapan Pemohon yang menyatakan apabila anak perusahaan PT Pertamina (Persero) akan menjadi perusahaan go public melalui mekanisme IPO maka akan berpotensi dikuasainya aset negara oleh swasta adalah tidak tepat. Karena peraturan perundang-undangan sudah mengatur secara jelas terkait dengan persero yang dapat dan tidak dapat diprivatisasi. 100 b. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR pada tanggal 22 Juni 2020 yang menyampaikan bahwa rencana pelepasan sebagian saham anak usaha melalui mekanisme IPO bukan upaya privatisasi. Hal itu karena IPO dilakukan oleh anak perusahaan Pertamina sehingga hanya berdampak pada pengelolaan aset. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa pengelolaan aset yang dimaksud adalah aset dalam Wilayah Kerja (WK) minyak dan gas tetap dimiliki oleh negara namun yang diserahkan adalah hak pengelolaan. Setelah jangka waktu pengelolaan WK yang disepakati selesai, aset itu akan dikembalikan ke negara.
Bahwa kepemilikan negara di Pertamina tidak akan berkurang dalam IPO tersebut. Hal itu karena yang menggelar IPO adalah anak usaha atau sub-holding . Rencana IPO sub-holding , dinilai tidak melanggar aturan, karena yang diatur dalam UU BUMN adalah Pertamina sebagai induknya, begitu juga di UU PT bahwa aksi korporasi IPO adalah hal wajar dan jamak dilakukan oleh badan usaha, termasuk BUMN, misalnya PT Waskita Beton serta PT Presisi yang juga go public . Beberapa anak perusahaan Pertamina pun sudah go public sejak lama, seperti PT Elnusa, Tbk., PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia, Tbk., bahkan salah satu sub- holding Pertamina yaitu PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. sudah go public . Rencana IPO sub-holding Pertamina justru sesuai dengan kebutuhan Pertamina sebagai holding , karena BUMN itu harus mengembangkan perusahaan.
Adapun terkait dengan rencana PT Pertamina (Persero) untuk melakukan divestasi saham pada 2 (dua) anak perusahaannya melalui IPO, hal tersebut tentu bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Terlebih dalam peraturan perundang-undangan tidak ada ketentuan yang melarang BUMN untuk melakukan divestasi saham pada anak perusahaan BUMN. 101 e. Bahwa IPO akan mendatangkan keuntungan yaitu adanya transparansi dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk ikut membeli saham BUMN, termasuk investor asing. Pihak manajemen perusahaan harus melakukan full disclosure atas kinerja yang telah dilakukannya agar masyarakat mengetahui dan dapat mengambil kebijakan berkaitan dengan kepemilikannya atas perusahaan tersebut dan nantinya akan berpengaruh terhadap harga saham yang bersangkutan. ( vide Indra Bastian. 2002. Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi . Jakarta, hal.172- 173) 4. Terhadap dalil Pemohon yang menganggap penerapan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN akan menyebabkan Negara kehilangan “hak menguasai negara/HMN” dalam melakukan pengelolaan ( beheersdaad ) karena menyebabkan pihak swasta dan/atau perorangan dapat menguasai dan/atau mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak ( vide Perbaikan Permohonan hal. 26), DPR memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa konsepsi “dikuasai oleh negara” sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 telah ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan sesuatu yang lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata, dimana tercakup pula pengertian kepemilikan publik rakyat secara kolektif. Dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa: “...pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 UUD 1945 mengandung pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik dibidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian tersebut, tercakup pula pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif.” 102 b. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi menguraikan bahwa kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD NRI Tahun 1945 dengan memberikan mandat kepada negara untuk melakukan 5 (lima) hal, yaitu:
mengadakan kebijakan ( beleid );
tindakan pengurusan ( bestuursdaad ) dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan, lisensi, dan konsesi;
pengaturan ( regelendaad ) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah;
pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham dan/atau keterlibatan langsung dalam manajemen BUMN; dan
pengawasan ( toezichthoudensdaad ) dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar- besarnya kemakmuran seluruh rakyat.
Berdasarkan uraian mengenai konsepsi “dikuasai oleh negara” di atas, maka meskipun pemaknaan Pasal a quo tidak mencakup anak perusahaan Persero, hal tersebut tidak mengurangi kelima fungsi negara dalam menguasai cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak. Terlebih dalam fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) yang dikhawatirkan Pemohon akan hilang dengan dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan Persero, perlu DPR tegaskan bahwa jikapun terdapat penjualan saham anak perusahaan Persero, maka saham yang dijual tersebut merupakan milik Persero dan bukan milik Negara. Sedangkan Mahkamah Konstitusi telah menguraikan bahwa fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham di dalam BUMN, bukan saham di dalam anak perusahaan BUMN. Oleh karena itu pemaknaan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 103 yang tidak mencakup anak perusahaan Persero tidak akan menyebabkan Negara kehilangan “hak menguasai negara/HMN”.
Jikapun Pemohon merujuk anak perusahaan Persero kepada PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. yang sebelumnya merupakan BUMN, DPR menjelaskan bahwa Negara masih memiliki saham dwiwarna dengan hak istimewa yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Hak istimewa tersebut menyebabkan Negara masih memiliki kontrol terhadap PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. meskipun telah tidak lagi berstatus sebagai BUMN ( vide Pasal 3 PP 6/2018). Hal ini selaras dengan pendapat Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa penguasaan negara dalam arti privat tidak mutlak selalu harus 100% asalkan Negara tetap menjadi penentu kebijakan dalam dalam badan usaha yang bersangkutan. Dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa: “...penguasaan dalam arti pemilikan privat itu juga harus dipahami bersifat relatif dalam arti tidak mutlak selalu harus 100%, asalkan penguasaan oleh negara c.q. Pemerintah atas pengelolaan sumber-sumber kekayaan dimaksud tetap terpelihara sebagaimana mestinya. Meskipun Pemerintah hanya memiliki saham mayoritas relatif, asalkan tetap menentukan dalam proses pengambilan keputusan atas penentuan kebijakan dalam badan usaha yang bersangkutan, maka divestasi ataupun privatisasi atas kepemilikan saham Pemerintah dalam badan usaha milik negara yang bersangkutan tidak dapat dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat, ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tidaklah menolak privatisasi, sepanjang privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan negara c.q Pemerintah, untuk menjadi penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak” 5. Terkait dengan dalil Pemohon yang menyatakan bahwa anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tidak dapat diprivatisasi, DPR menerangkan sebagai berikut:
Bahwa definisi dari privatisasi berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 UU BUMN adalah “Penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai dari perusahaan, memperbesar manfaat bagi 104 negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat”. Adapun maksud privatisasi adalah memperluas kepemilikan masyarakat atas persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan persero yang berdaya saing dan menumbuhkan iklim usaha ekonomi makro dan kapasitas pasar. Bahwa tujuan dari privatisasi itu sendiri adalah dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
Bahwa BUMN merupakan kepanjangan tangan dari negara dalam menjalankan sebagian dari fungsi negara untuk mencapai tujuan negara, salah satunya yaitu memajukan kesejahteraan umum. Dari perspektif permodalan, sebagian atau seluruh modal BUMN berasal dari keuangan negara maka BUMN tidak dapat sepenuhnya dianggap sebagai badan hukum privat. Sedangkan arti dari privatisasi itu sendiri dapat dimaknai sebagai suatu proses pengalihan kepemilikan yang semula milik umum (publik) menjadi milik pribadi (privat). Berdasarkan hal tersebut maka yang diprivatisasi adalah yang semula perusahaan publik, yaitu BUMN, menjadi privat atau dimiliki sebagian oleh swasta.
Bahwa istilah privatisasi tidak dapat digunakan untuk pengalihan kepemilikan saham anak perusahaan BUMN karena anak perusahan BUMN sejak semula sudah bersifat privat dengan modal yang tidak berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melainkan berasal dari kekayaan BUMN induknya. Sehingga jika Pemohon mendalilkan untuk anak perusahaan BUMN dimasukan pemaknaannya ke dalam Pasal a quo adalah tidak tepat karena pasal tersebut memang ditujukan untuk perusahaan publik yaitu BUMN, dan bukan ditujukan untuk anak perusahaan BUMN yang berstatus sebagai perseroan terbatas (perusahaan privat). 105 d. Bahwa ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN menyatakan bahwa persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria industri/sektor usahanya kompetitif yang kemudian dijelaskan bahwa sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa kegiatan usaha hulu (yang mencakup eksplorasi dan eksploitasi) dan kegiatan usaha hilir (yang mencakup pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga) dapat dilaksanakan oleh BUMN, BUMD, koperasi usaha kecil, dan badan usaha swasta. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sektor kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN dan bahkan terbuka untuk dilaksanakan oleh badan usaha swasta.
Bahwa hal tersebut juga diperkuat oleh pertimbangan Mahkamah Konstitusi atas pengujian UU Migas pada halaman 110 dan halaman 111 butir 3.17 Putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012 yang pada intinya menurut Mahkamah __ Pasal 9 UU Migas dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional baik Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, usaha kecil, badan usaha swasta untuk berpartispasi dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 76 ayat (2) UU BUMN, terhadap BUMN/Persero yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan untuk dipertahankan dan BUMN/Persero yang melaksanakan penugasan Pemerintah, tetap dapat melakukan pemisahan sebagian asetnya untuk dijadikan anak perusahaan, dan selanjutnya anak perusahaan tersebut dapat dilakukan penjualan sahamnya. Jelas bahwa UU BUMN telah membolehkan BUMN Persero yang bergerak di bidang usaha yang penting bagi Negara, untuk membentuk anak perusahaan yang selanjutnya saham dapat dijual. Bagaimana nilai suatu anak perusahaan bagi induknya, merupakan suatu hal yang dari waktu ke waktu berpotensi berubah, sesuai dengan kajian usaha terhadap anak perusahaan. Sehingga, sangat tidak logis apabila suatu 106 BUMN yang mengemban peran Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 wajib mempertahankan seluruh anak perusahaannya, apabila berdasarkan perkembangan zaman perlu melakukan restrukturisasi anak-anak perusahaannya termasuk dengan penjualan saham anak-anak perusahaan.
Meskipun dalam permohonannya Pemohon menyatakan terdapat perbedaan uji materiil yang diajukan oleh Pemohon dengan uji materiil yang telah diputus sebelumnya oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana dapat dilihat dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 sehingga tidak bersifat nebis in idem , DPR menerangkan bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 tersebut tegas bahwa Mahkamah menyatakan ketentuan dalam Pasal 77 tidaklah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, dimana privatisasi itu sendiri memang tidak dilarang sepanjang berkesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan hal tersebut. Terlebih lagi ketentuan dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 tidaklah menolak privatisasi sepanjang privatisasi tersebut tidak meniadakan penguasaan negara c.q Pemerintah, oleh karena itu maka Mahkamah tidak boleh terjebak dengan menerima dan mengabulkan pengujian norma dari sebuah undang-undang apabila akan berakibat berubahnya pendirian Mahkamah dalam putusan sebelumnya tanpa adanya argumen yang kuat untuk mengubah pendirian mahkamah.
Bahwa terkait dengan uraian argumentasi Pemohon (Posita), Pemohon tidak konsisten dalam memberikan dasar uraian kerugian yang sedang dialami atau kerugian yang berpotensi dialami oleh Pemohon. Dalam awal uraian permohonannya, Pemohon menguraikan mengenai adanya potensi pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja pada anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero), tetapi uraian tersebut tidak diperkuat dengan argumentasi yang dibangun lebih lanjut, sedangkan dalam uraian selanjutnya Pemohon malah lebih banyak menguraikan mengenai potensi hilangnya hak menguasai negara yang sama sekali tidak dikaitkan dengan potensi pemutusan hubungan kerja, berkurangnya kualitas hidup, dan kesejahteraan pekerja pada anak 107 perusahaan PT Pertamina (Persero) yang sedang diperjuangkan oleh Pemohon sebagai federasi serikat pekerja. C. RISALAH UU BUMN 1. Keterangan Menteri Badan Usaha Milik Negara Mewakili Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Usaha Milik Negara (Jakarta, 2 Juli 2002) (pdf. hlm. 143. Page 121) ..... Untuk kedepan, program privatisasi perlu diarahkan dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham BUMN dan perlu dilandaskan pada suatu Undang-Undang yaitu dimasukan dalam Undang-Undang BUMN. Privatisasi juga dilaksanakan dengan pertimbangan strategis bahwa asas kemanfaatan lebih diutamakan dari pada asas kepemilikan. Dalam kenyataannya, Persero yang telah diprivatisasi memberikan manfaat yang jauh lebih besar daripada Persero yang belum diprivatisasi, baik dalam bentuk pembayaran pajak kepada negara, deviden maupun dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan dilakukan privatisasi Persero, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara menjadi berkurang atau hilang, negara tetap memegang kendali melalui regulasi sektoral. __ Sidang Dewan yang terhormat, __ Dalam Undang-Undang ini tidak dilakukan pembahasan khusus mengenai makna Pasal 33 UUD 1945 dimana ditentukan antara lain adanya penguasaan kekayaan alam yang akan dimanfaarkan setinggi- tingginya untuk kemakmuran rakyat. Walaupun penguasaan tidak harus selalu berarti hanya sebagai pemilikan, tetapi juga termasuk di dalamnya penguasaan melalui regulasi. Pada dasarnya kegiatan BUMN maupun badan usaha milik swasta adalah sama yaitu dalam upaya mengoptimalkan manfaat sumber daya yang kita miliki bagi kepentingan rakyat banyak. Namun demikian penafsiran terhadap Pasal 33 UUD 1945 tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan MPR. 2. Jawaban Pemerintah Atas Pemandangan Umum DPR-RI Mengenai Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Usaha Milik Negara, Tanggal 18 November 2002 (pdf hlm 273, Page 212) .......... 14. menanggapi pertanyaan mengenai program dan kebijakan pemerintah agar masyarakat dalam negeri memperoleh kesempatan lebih besar untuk memiliki saham BUMN dan syarat-syarat apa saja yang ditentukan dan harus dijamin perusahaan asing pembeli saham BUMN bagi terciptanya peningkatan kinerja, nilai tambah dan peningkatan manfaat BUMN tanpa adanya PHK dan kenaikan harga _barang dan jasa dikemudian hari, kiranya dapat kami sampaikan bahwa: _ 108 a. kami sependapat bahwa masyarakat/invenstor dalam negeri harus diberikan kesempatan yang lebih besar untuk ikut serta dalam kepemilikan saham BUMN. Namun karena IPO bersifat terbuka, maka siapa saja termasuk investor asing dapat membeli saham BUMN. Disamping itu, apabila kapasitas pasar dalam negeri tidak dapat menampung, maka diundanglah invenstor asing, karena selain alasan daya serap pasar, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional yang terikat dalam berbagai kesepakatan seperti GATT, WTO, dan AFTA, tidak dapat melakukan proteksi atau diskriminasi terhadap invenstor asing. b. sebagaimana telah kami kemukan bahwa privatisasi BUMN, baik melaui IPO maupun Strategic Sales dilaksanakan secara terbuka. Dalam hal privatisasi melalui strategic sales dilakukan melaui tender terbuka (open bidding) disertai dengan persyaratan tertentu yang harus dimiliki/dipenuhi oleh strategic partner, seperti modal, teknologi dan expertise. Dalam kenyataannya, hal-hal yang stategis tersebut yang diperlukan oleh perusahaan, kebetulan dimiliki oleh investor asing. __ Disamping itu, dalam rangka mengamankan kepentingan Pemerintah di masa yang akan datang. Maka untuk itu perlu dilakukan hal-hal yang sifatnya melindungi kepentingan pemerintah (ring fencing). Pemerintah harus tetap juga memperhatikan perlindungan terhadap kepentingan karyawan dan stakeholders lainnya maupun hal-hal yang berkaitan dengan transfer of technology. Hal-hal tersebut biasanya dicantumkan dalam shareholders agreement dan atau share and purchase agreement. Dengan privatisasi terbukti bahwa kinerja perusahaan meningkat, kontribusi perusahaan terhadap negara seperti pajak dan dividen pun meningkat, demikiran pula kesejahteraan karyawan, daya serap terhadap terhadap tenaga kerja meningkat setelah diprivatisasi. Peningkatan kinerja tersebut karena perusahaan dikelola secara efisien dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance benar-benar diterapkan sehingga dengan demikian, privatisasi dapat dirasakan manfaat oleh seluruh masyarakat. 3. Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pakar Ekonomi Prof. Dr. Didik J. Rachbini, Drs. Revrisond Baswir SE. MBA, dan Faisal Basri, SE, MA. Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang tanggal 13 Juni 2002 (Pdf hlm 568, Page 426) Pakar (Revrison Baswir) ........ Bagi saya memang begini kalau saya mencoba belajar yang saya gali habis-habisan itu adalah antara lain tulisan-tulisannya Bung Hatta, sebagaimana beliau dulu mencoba menjabarkan Pasal 33 ayat 1,2,3 109 dan seterusnya gitu, dan memang dari penjelasan-penjelasan Bung Hatta dan hampir semua artikel Beliau. Beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidak berarti negara itu sendiri berusaha, berkali-kali di tegaskan, tidak berarti negara itu sendiri terjun ke dalam dunia bisnis tidak gitu, yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara itu adalah negara mengatur, adapun operasi kegiatannya dapat diserahkan kepada badan lain, bisa berbentuk swasta bisa berbentuk BUMN, jadi BUMN itu hanya soal kepemilikan saham bukan soal apakah itu negara yang berbisnis gitu, ga harus begitu. Jadi, sahamnya di miliki seperti tadi dijelaskan oleh Mas Didik ya, sahamnya di miliki oleh negara tetapi dia di pisahkan dari pemerintahan ya, dipisahkan dari pemerintahan lalu di kelola secara independen bahkan dalam satu BUMN pun yang itu bisa dilakukan gitu, andaikata misalnya dilakukan kontrakting out dalam pengelolaan manajemen, manajemennya di serahkan ke swasta sahamnya tetap di miliki oleh negara gitu, dan saya sebeneranya kalau bicara mengenai pengelolaan BUMN dalam konteks Undang-Undang BUMN mungkin tidak secara langsung berkaitan dengan usulan privatisasi ya tapi BUMN secara keseluruhan. 4. Rapat Kerja Senin 14 April 2003 Pukul 11.10 Anggota Fraksi Reformasi (Ir.Afni Achmad) (hal. 804 pdf, hal. 217 file rapat) “Saya mendukung pernyataan Pak Barliana tadi, tetapi saya ingatkan bahwa inipun terkait nanti kepada proses Privatisasi Pak. Jadi Kalimat- kalimat “menguasai dan dimiliki” itu nanti akan turun di dalam proses pembahasan tentang Privatisasi. Apa artinya, artinya berarti kita sudah sepakat yang kita katakana BUMN adalah yang dimiliki secara penuh atau yang sebagaian besar kita miliki. Oleh sebab itu berarti yang hanya pemilikan kita kecil itu sama sekali tidak berkuasa dalam konteks kepemilikan. Oleh sebab itu mari kita hubugan dengan Pasal 33 “menguasai hajat hidup orang banyak”ini proses Pak di dalam Privatisasi tadi. Jadi ini hati- hati konteks kepemilikan dan penguasaan di dalam saham dan konteks semangat Pasal 33 soal hajat hidup orang banyak.” 5. Rapat Panja Selasa 15 April 2003 Pukul 11.10 Anggota Fraksi Partai Golkar (H. Ariady Achmad, B.Ac) (hal. 1062 pdf, hal. 476 file rapat) “F-PG ini ada tiga poin yang secara substansi sampaikan perubahannya itu pada.” __ __ __ 110 _“Persero yang tidak boleh diprivatisasi adalah: _ a. Persero yang bergerak dalam industry pengolahan sumber daya alam yang produknya merupakan hajat hidup orang banyak dan terkait langsung dengan perekonomian nasional b. Persero yang dinyatakan sehat dan berkinerja baik serta sedang memberikan kontribusi yang nyata pada penerimaan negara.” III. PETITUM DPR Bahwa berdasarkan keterangan tersebut di atas, DPR memohon agar kiranya, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut:
Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ) sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard );
Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya;
Menerima keterangan DPR secara keseluruhan;
Menyatakan bahwa Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Apabila Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). [2.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Presiden telah memberikan keterangan dalam persidangan tanggal 14 Oktober 2020 yang dilengkapi dengan keterangan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 12 Oktober 2020, serta tambahan keterangan tertulis bertanggal yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 11 Desember 2020 yang pada pokoknya sebagai berikut: I. POKOK PERMOHONAN PEMOHON Bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN menurut Pemohon bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d hanya 111 diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero dengan alasan sebagai berikut:
Apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, maka akan berpotensi terjadinya privatisasi bahkan hilangnya eksistensi terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, karena Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut bukanlah suatu Perusahaan Persero melainkan Perseroan Terbatas biasa. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero tersebut seluruh dan/atau sebagian besar sahamnya dapat dikuasai oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero.
Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut PP 35/2004), yang menyatakan bahwa PT Pertamina (Persero) hanya dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan wilayah kerja apabila sahamnya masih 100% (seratus persen) dimiliki negara merupakan bentuk pelaksanaan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam harus dikuasai oleh negara sepenuhnya, tidak dibagi-bagi dengan swasta/ perorangan, dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Telah terjadi unbundling Pertamina karena seluruh bisnis inti ( core business ) dari hulu ke hilir, dari eksplorasi hingga pemasaran, telah dilakukan secara terpisah/tidak terintegrasi oleh sub holding /anak perusahaan yang berbeda- beda dari PT Pertamina (Persero) yang merupakan Perseroan Terbatas Biasa. Unbundling pada BUMN yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak berpotensi untuk dilakukan pelepasan seluruh atau sebagian besar saham anak-anak perusahaan BUMN tersebut kepada swasta/perorangan (privatisasi) di mana hal tersebut berpotensi menghilangkan hak menguasai negara. Selain itu, berpotensi juga menjadi persaingan bisnis antar sektor usaha badan usaha yang berbeda. 112 II. KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) PEMOHON Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK telah jelas mengatur Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yang meliputi:
Perorangan Warga Negara Indonesia;
Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
Badan hukum publik atau privat; atau
Lembaga Negara. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, agar Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan suatu permohonan uji materiil Undang-Undang terhadap UUD 1945, maka harus dibuktikan bahwa:
Pemohon memenuhi kualifikasi untuk mengajukan permohonan sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK; dan
Hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon dirugikan akibat berlakunya Undang-Undang yang diuji. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 010/PUU-III/2005 telah berpendapat bahwa kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang menurut Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat kumulatif, yaitu:
Adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
Adanya hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;
Kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
Adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji; dan
Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Dalam perkara a quo ini, ijinkan Pemerintah memberikan tanggapan terhadap kedudukan hukum ( legal standing) Pemohon yaitu bahwa menurut Pemerintah, 113 Pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak- tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN dengan alasan sebagai berikut:
Tidak ada hak konstitusional Pemohon yang dirugikan atas berlakunya ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN dengan alasan sebagai berikut:
Pemohon mempunyai hak konstitusional sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945, bahwa Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 pada intinya mengatur hak menguasai negara atas cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan hak menguasai negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
Tetapi Pemohon dalam permohonan a quo mendalilkan bahwa kerugian hak konstitusional Pemohon karena keberlakuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN bahwa perusahaan Pemohon yang merupakan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero (BUMN) yang bergerak di usaha pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi (selanjutnya disebut migas) terancam diprivatisasi. Sedangkan Pemohon berharap dengan dimasukkannya perusahaan Pemohon yang merupakan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero ke dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN akan mengakibatkan perusahaan Pemohon tidak dapat dilakukan privatisasi.
Bentuk penguasaan negara dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 diamanatkan agar dilakukan melalui penguasaan negara secara langsung atau dengan cara membentuk BUMN. Sedangkan Pemohon dalam permohonannya justru berusaha menambah norma yang pada intinya menjadikan perusahaan Pemohon yang merupakan Perseroan Terbatas (karena merupakan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero) menjadi diperlakukan sama dengan BUMN dalam hal tidak dapat diprivatisasi. Hal ini menunjukkan bahwa fokus atau kekhawatiran utama yang didalilkan oleh Pemohon adalah “agar Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero tidak 114 dapat diprivatisasi” dan bukan pada usaha melindungi hak menguasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945.
Antara kerugian yang didalilkan oleh Pemohon dengan keberlakuan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN tidak mempunyai hubungan sebab akibat ( causal verband ) karena ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 mengamanatkan hak menguasai ada di tangan negara yang kemudian diimplementasikan ke dalam pembentukan BUMN, sedangkan perusahaan Pemohon bukanlah BUMN karena merupakan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero yang tunduk pada pengaturan mengenai Perseroan Terbatas.
Kerugian konstitusional yang didalilkan oleh Pemohon tidak bersifat spesifik dengan alasan bahwa di satu sisi Pemohon menggunakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 dalam mendasarkan hak konstitusionalnya dirugikan karena ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN yang dianggap akan meniadakan hak menguasai negara, namun dalam permohonannya berulang kali Pemohon menyampaikan bahwa dirinya khawatir perusahaan tempat dirinya bekerja diprivatisasi. Sehingga patut dipertanyakan apakah kerugian Pemohon terkait dengan potensi ketiadaan hak menguasai negara atau kekhawatiran perusahaan Pemohon akan diprivatisasi? 4. Terkait dengan kerugian Pemohon dalam mendapatkan kualitas hidup dan kesejahteraan Pemohon atas berlakunya ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN, hal tersebut hanyalah merupakan dalil kerugian Pemohon yang tidak berdasar, dengan alasan sebagai berikut:
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 tidak diperuntukkan untuk menjamin kualitas hidup dan kesejahteraan Pemohon. Bahwa Pemohon tidak menjadikan sebagai batu uji Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”, sehingga tidak relevan keberlakuan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN menyebabkan kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai Perusahaan Grup PT Pertamina (Persero)/BUMN beserta keluarganya akan tidak 115 terjamin apabila anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero)/BUMN tidak dikontrol dengan baik oleh Negara.
Penjualan saham anak perusahaan kepada pihak lain bukan merupakan privatisasi, karena yang dijual adalah saham anak perusahaan, bukan saham Persero. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 12 UU BUMN yang menyatakan: “ Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat ”.
Kelangsungan bisnis dan eksistensi PT Pertamina (Persero) tidak terancam. Penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero) harus didasarkan pada perhitungan/kajian bisnis yang bertujuan meningkatkan kemampuan/kinerja dan nilai perusahaan, dalam hal ini anak perusahaan, yang pada akhirnya mendukung kinerja PT Pertamina (Persero). Penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero) harus dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perseroan terbatas dan peraturan perundang- undangan lainnya termasuk di bidang ketenagakerjaan.
Penjualan saham anak perusahaan tidak menyebabkan kemakmuran hanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran swasta/perorangan. Kemakmuran harus diartikan secara luas, tidak terbatas pada keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam hal ini Anak Perusahaan dan PT Pertamina (Persero) saja, namun kemakmuran yang dirasakan oleh masyarakat melalui antara lain penerimaan pajak, ketersediaan barang dan jasa di bidang migas. Seandainya dilakukan penjualan saham anak perusahaan yang telah melalui perhitungan/kajian bisnis yang bertujuan meningkatkan kemampuan/kinerja dan nilai anak perusahaan serta mendukung kinerja PT Pertamina (Persero), maka kegiatan PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaannya secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kemakmuran bagi karyawan dan masyarakat, bukan hanya swasta atau perorangan. 116 5. Dalam menguraikan kerugian terhadap hak konstitusionalnya di atas, Pemohon hanya mendasarinya dengan kekhawatiran dan asumsi yang tidak berdasar. Meskipun Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 010/PUU-III/2005 telah berpendapat bahwa kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang menurut Pasal 51 ayat (1) UU MK salah satunya adalah “ kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi ”, namun bukan berarti syarat kerugian tersebut dapat terpenuhi dengan mendasarkannya hanya pada kekhawatiran dan asumsi yang tak berdasar. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah berpendapat Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu ( vide Putusan Nomor: 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007). Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat dan beralasan dan sudah sepatutnyalah jika Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). __ Namun demikian Pemerintah dalam hal ini menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa perkara a quo untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) atau tidak. III. KETERANGAN PEMERINTAH ATAS MATERI PERMOHONAN YANG DIMOHONKAN UNTUK DIUJI Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait norma materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan landasan filosofis UU BUMN sebagai berikut: 117 Sesuai dengan angka IV Penjelasan Umum UU BUMN yang menyatakan: “ Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata- mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik. Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. ” Berdasarkan angka IV Penjelasan Umum UU BUMN tersebut di atas, sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas BUMN, dapat dilakukan restrukturisasi dan privatisasi. Salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui pembentukan holding BUMN, yaitu mengalihkan kepemilikan negara pada satu atau beberapa BUMN menjadi tambahan modal saham negara pada satu BUMN lainnya, sehingga BUMN tersebut menjadi holding (induk). Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 yang menyatakan sebagai berikut: “ Menimbang bahwa Mahkamah berpendapat pembuat undang-undang juga menilai bahwa tenaga listrik hingga saat ini masih merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga oleh karenanya menurut Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 harus tetap dikuasai oleh negara, dalam arti harus dikelola oleh negara melalui perusahaan negara yang didanai oleh pemerintah (negara) atau dengan kemitraan bersama swasta nasional atau asing yang menyertakan dana pinjaman dari dalam dan luar negeri atau dengan melibatkan modal swasta nasional/asing dengan sistem kemitraan yang baik dan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa hanya BUMN yang boleh mengelola 118 usaha tenaga listrik, sedangkan perusahaan swasta nasional atau asing hanya ikut serta apabila diajak kerjasama oleh BUMN, baik dengan kemitraan, penyertaan saham, pinjaman modal dan lain-lain. Persoalannya adalah apakah yang dimaksud dengan perusahaan negara pengelola tenaga listrik hanyalah BUMN, dalam hal ini PLN, ataukah bisa dibagi dengan perusahaan negara yang lain, bahkan dengan perusahaan daerah (BUMD) sesuai dengan semangat otonomi daerah? Mahkamah berpendapat, jika PLN memang masih mampu dan bisa lebih efisien, tidak ada salahnya jika tugas itu tetap diberikan kepada PLN, tetapi jika tidak, dapat juga berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD dengan PLN sebagai “holding company”. ” Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, maka pembentukan holding company adalah salah satu bentuk penguatan BUMN, khususnya dalam rangka melaksanakan penugasan yang diberikan oleh Pemerintah kepada BUMN selaku agen pembangunan ( agent of development), dimana penguatan BUMN tersebut dapat mempergunakan potensi BUMN lain dengan bersinergi, sehingga tidak lagi membebani APBN. Mengingat untuk pembentukan holding merupakan pengalihan saham milik negara pada BUMN lain (kekayaan negara yang sudah dipisahkan), sehingga tidak lagi membebani APBN atau tidak ada lagi pemisahan kekayaan negara dari APBN, maka untuk melakukan pembentukan holding tidak lagi dilakukan melalui mekanisme APBN. Namun demikian, pembentukan holding tetap harus melalui kajian Pemerintah dan ditetapkan melalui PP (Pasal 2A, Pasal 3 PP 44/2005 jo . PP 72/2016). Sedangkan privatisasi semata-mata bukan dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan alat dan cara pembenahan BUMN dengan kepesertaan modal mitra strategis atau investor lainnya, termasuk investor finansial, manajemen dan/atau karyawan BUMN. Namun demikian tidak semua BUMN dapat diprivatisasi. Privatisasi menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) (selanjutnya disebut PP 33/2005) diartikan sebagai penjualan saham persero baik sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi masyarakat serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. 119 BUMN yang akan diprivatisasi haruslah dipastikan tidak termasuk dalam BUMN yang dilarang privatisasinya oleh ketentuan peraturan perundangan-undangan sektoral, (yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUMN yang bersangkutan). Peraturan perundang- undangan sektoral tersebut tentunya ditetapkan berdasarkan kewenangan Pemerintah (Menteri Teknis/Sektoral dalam hal berbentuk PP atau Peraturan Menteri), atau berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR selaku pembuat Undang-Undang. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Menteri BUMN tidak dapat dengan semena-mena menetapkan privatisasi suatu BUMN. Pasal 77 UU BUMN mengatur bahwa: “ _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan _perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; _ b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan _pertahanan dan keamanan negara; _ c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang _berkaitan dengan kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. ” Sehubungan dengan dalil Pemohon dalam permohonannya, Pemerintah memberikan tanggapan sebagai berikut:
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, maka akan berpotensi terjadinya privatisasi bahkan hilangnya eksistensi terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, karena Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut bukanlah suatu Perusahaan Persero melainkan Perseroan Terbatas biasa. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero tersebut seluruh dan/atau sebagian besar sahamnya dapat dikuasai oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut: 120 Privatisasi Tidak Dilakukan Terhadap Anak Perusahaan a. Penjualan saham anak perusahaan kepada pihak lain bukan merupakan privatisasi, karena yang dijual adalah saham anak perusahaan, bukan saham Persero . Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 12 UU BUMN yang menyatakan: “ Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat ”. Mengenai definisi dari Persero dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 2 UU BUMN yang menyatakan: “ Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan .” Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dipahami bahwa PT Pertamina (Persero) merupakan BUMN Persero karena seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara, sedangkan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) bukanlah BUMN Persero, karena paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya tidak dimiliki oleh Negara. Saham PT Pertamina (Persero) dimiliki oleh Negara, sedangkan saham Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) merupakan saham milik PT Pertamina (Persero). Perbedaan subyek pemilik saham tersebut mengakibatkan perbedaan pemberlakuan hukum antara BUMN Persero (dalam hal ini PT Pertamina (Persero)) dengan Anak Perusahaannya, yaitu untuk Persero berlaku ketentuan mengenai BUMN dan Perseroan Terbatas sedangkan untuk Anak Perusahaannya berlaku ketentuan mengenai Perseroan Terbatas. Pemohon juga telah menyadari bahwa anak perusahaan PT Pertamina (Persero) bukanlah BUMN Persero. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa penjualan saham BUMN Persero disebut privatisasi yang tunduk dalam ketentuan UU BUMN dan 121 Perseroan Terbatas, sedangkan penjualan saham anak perusahaannya tunduk pada ketentuan di bidang perseroan terbatas. Penegasan bahwa anak perusahaan BUMN bukan merupakan BUMN juga dapat dilihat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan permohonan uji materiil Nomor 01/PHPU- PRES/XVII/2019, dimana dalam pertimbangan hukum Majelis halaman 1936 menyatakan sebagai berikut: Bahwa Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) mendefinisikan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Berdasarkan definisi tersebut maka untuk dapat mengetahui apakah Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri merupakan BUMN atau bukan salah satunya adalah dengan cara mengetahui komposisi modal _atau saham dari kedua bank tersebut; _ Bahwa modal atau saham Bank BNI Syariah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT BNI Life Insurance (bukti PT-20). Adapun komposisi pemegang saham Bank Syariah Mandiri adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Mandiri Sekuritas (bukti PT-21). Dengan demikian, oleh karena tidak ada modal atau saham dari negara yang bersifat langsung yang jumlahnya sebagian besar dimiliki oleh negara maka kedua bank tersebut tidak dapat didefinisikan sebagai BUMN, melainkan berstatus anak perusahaan BUMN karena didirikan melalui penyertaan saham yang dimiliki oleh BUMN atau dengan kata lain modal atau saham kedua bank tersebut sebagian besar dimiliki _oleh BUMN; _ Pelaksanaan Penguasaan Negara Tidak Dilakukan oleh Anak Perusahaan BUMN/Persero a. Penguasaan negara terhadap cabang-cabang yang penting oleh negara dilakukan oleh negara dan/atau BUMN, bukan oleh anak perusahaan .
Penguasaan cabang-cabang yang penting oleh Negara, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut UU Migas) yang pada intinya menyatakan bahwa sektor migas sebagai sumber daya alam strategis dikuasasi oleh negara, diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan dengan membentuk Badan Pelaksana. 122 Konstitusionalitas ketentuan dimaksud juga telah dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui pertimbangan majelis pada halaman 223 dan 224 butir 2 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU- I/2003 yang menyatakan: “ Pemohon mendalilkan bahwa pengertian Kuasa Pertambangan dalam Pasal 1 angka 5 undang-undang a quo yang hanya mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sementara kegiatan pemurnian/pengilangan, pengangkutan, dan penjualan bahan bakar minyak tidak termasuk di dalamnya, bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Menurut Pemohon, ketentuan Pasal 1 angka 5 tersebut telah meniadakan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Terhadap dalil Pemohon ini, Mahkamah berpendapat, untuk menilai ada tidaknya penguasaan oleh negara, pasal dimaksud tidak dapat dinilai secara berdiri sendiri melainkan harus dihubungkan dengan pasal-pasal lain secara sistematis. Pasal 1 angka 5 undang- undang a quo yang berbunyi, “Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi”, hanyalah memberikan pengertian tentang Kuasa Pertambangan dan sama sekali belum menggambarkan implementasi pengertian “dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 UUD 1945. Lagipula, dalam hubungannya dengan minyak dan gas bumi, yang juga harus dinilai adalah bahwa tujuan penguasaan oleh negara itu, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bukanlah untuk penguasaan an sich melainkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, dalam memeriksa dalil Pemohon ini, Mahkamah harus mempertimbangkan secara sistematis konteks pengertian Kuasa Pertambangan dimaksud tatkala diimplementasikan dalam pasal- pasal lain dari undang-undang a quo. Jika pengertian Kuasa Pertambangan dimaksud dihubungkan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1), (2), (3), Pasal 6 ayat (1), (2), dan Pasal 7 ayat (1) _tampak jelas hal-hal sebagai berikut: _ - _bahwa minyak dan gas bumi dikuasai oleh negara; _ - penyelenggara penguasaan oleh negara dimaksud adalah _Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan; _ - Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana, yaitu suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha _Hulu di bidang minyak dan gas bumi (Pasal 1 angka 23); _ - Pelaksanaan kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi (Kegiatan Usaha Hulu) dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama, yaitu Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan 123 hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran _rakyat (Pasal 1 angka 19); _ - Kontrak Kerja Sama dimaksud, paling sedikit harus memuat persyaratan: (a) kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan (yaitu titik penjualan minyak atau gas bumi); (b) pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana; (c) modal dan risiko ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Yang dimaksud “pengendalian manajemen operasi” menurut Penjelasan Pasal 6 ayat (2) adalah pemberian persetujuan atas rencana kerja dan anggaran, rencana pengembangan lapangan, serta pengawasan _terhadap realisasi dari rencana tersebut; _ - Pelaksanaan kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga (Kegiatan Usaha Hilir) dilaksanakan _dengan Izin Usaha; _ Uraian di atas menunjukkan bahwa semua unsur yang terkandung dalam pengertian “penguasaan oleh negara”, yaitu mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), mengelola (beheeren), dan mengawasi (toezichthouden) masih tetap berada di tangan Pemerintah, sebagai penyelenggara “penguasaan oleh negara” dimaksud, atau badan-badan yang dibentuk untuk tujuan itu. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon harus dinyatakan tidak beralasan dan karenanya harus ditolak .” 2) Penguasaan cabang-cabang yang penting oleh BUMN, hal ini sesuai dengan Pertimbangan Majelis Hakim halaman 110 dan 111 butir 3.17 pada Nomor 36/PUU-X/2012 “Posisi BUMN [3.17] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan Pasal 9 UU Migas sepanjang kata “dapat” bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut menunjukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya menjadi salah satu pemain saja dalam pengelolaan Migas, dan BUMN harus bersaing di negaranya sendiri untuk dapat mengelola Migas. Menurut Mahkamah Pasal 9 UU Migas a quo dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional baik Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, usaha kecil, badan usaha swasta untuk berpartispasi dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Mahkamah dalam putusan Nomor 002/PUU-I/2003, tanggal 21 Desember 2004 telah mempertimbangkan, antara lain, “.... harus mendahulukan (voorrecht) Badan Usaha Milik Negara. Karena itu, Mahkamah menyarankan agar jaminan hak mendahulukan dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana mestinya”. Lagi pula dengan dinyatakan bahwa semua ketentuan mengenai BP Migas dalam Undang-Undang a quo bertentangan 124 dengan konstitusi sebagaimana dipertimbangan dalam paragraf [3.13.1] sampai dengan paragraf [3.13.5], maka posisi BUMN menjadi sangat strategis karena akan mendapatkan hak pengelolaan dari Pemerintah dalam bentuk izin pengelolaan atau bentuk lainnya dalam usaha hulu Migas. Dengan demikian, anggapan Pemohon bahwa BUMN harus bersaing di negaranya sendiri merupakan dalil yang tidak tepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil _Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum;
”_ BUMN/Persero Yang Dapat Diprivatisasi dan BUMN/Persero Yang Tidak Dapat Diprivatisasi a. Bahwa salah satu titik berat permohonan Pemohon menurut Pemerintah adalah pada dapat atau tidaknya suatu BUMN diprivatisasi. Untuk memahami dan membedakan mana BUMN yang dapat diprivatisasi dan mana BUMN yang tidak dapat diprivatisasi, Pemerintah merasa perlu untuk menjelaskan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 77 UU BUMN yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 76 (1) Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya _memenuhi kriteria: _ _a. industri/sektor usahanya kompetitif; atau _ b. industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah. (2) Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi. Penjelasan ayat (1) Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha kompetitif adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha yang unsur teknologi cepat berubah adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya. __ 125 Pasal 77 _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh _BUMN; _ b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan _pertahanan dan keamanan negara; _ c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu _yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dilarang untuk diprivatisasi. b. Dari ketentuan tersebut, maka sangat jelas bahwa UU BUMN telah memahami pentingnya penguasaan negara melalui BUMN untuk melaksanakan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan: Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. c. Untuk itu, BUMN/Persero yang dapat diprivatisasi haruslah BUMN/Persero yang industri/sektor usahanya kompetitif atau industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah. Industri/sektor usaha kompetitif adalah yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta, atau dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha yang unsur teknologi cepat berubah adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya. 126 d. Penafsiran atas sektor mana yang wajib untuk mempertahankan keberadaan BUMN di dalamnya, diserahkan kepada peraturan perundang-undangan sektoral itu sendiri. Hal itu didasari pemahaman bahwa tidak semua sektor usaha merupakan sektor yang strategis untuk dikuasai oleh Negara melalui BUMN, dan dari waktu ke waktu senantiasa terjadi perubahan. Di samping itu, dipahami pula kepentingan negara untuk mempertahankan BUMN yang melaksanakan penugasan Pemerintah. Hal ini terlihat sangat tegas diatur dalam Pasal 77 UU BUMN e. Bahwa karena Pasal 76 ayat (1) UU BUMN merujuk kepada Undang- Undang sektoral, maka Pemerintah dalam hal ini akan merujuk pada UU Migas sesuai dengan sektor usaha dari perusahaan Pemohon bekerja. Berikut ini ketentuan UU Migas yang menjadi rujukan Pemerintah: Pasal 1 angka 17 dan angka 18 UU Migas _Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: _ 17. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara _Kesatuan Republik Indonesia; _ 18. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan _perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia; _ Pasal 5 UU Migas _Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas: _ _1. Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup: _ _a. Eksplorasi; _ b. Eksploitasi. _2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup: _ _a. Pengolahan; _ _b. Pengangkutan; _ _c. Penyimpanan; _ d. Niaga. 127 Pasal 9 UU Migas (1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan _oleh: _ _a. badan usaha milik negara; _ _b. badan usaha milik daerah; _ _c. koperasi; _ d. badan usaha swasta. (2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu. f. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 dan Pasal 9 UU Migas di atas, kegiatan usaha migas bukan merupakan sektor usaha yang semata-mata dikhususkan untuk BUMN saja, sehingga sektor usaha migas termasuk ke dalam sektor usaha kompetitif sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN beserta penjelasannya, karena ada badan usaha lainnya yang dapat ikut serta melaksanakannya.
Bahwa hal tersebut juga diperkuat oleh pertimbangan Mahkamah Konstitusi atas pengujian UU Migas pada halaman 110 dan halaman 111 butir 3.17 Putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012 sebagai berikut: [3.17] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan Pasal 9 UU Migas sepanjang kata “dapat” bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut menunjukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya menjadi salah satu pemain saja dalam pengelolaan Migas, dan BUMN harus bersaing di negaranya sendiri untuk dapat mengelola Migas. Menurut Mahkamah Pasal 9 UU Migas a quo dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional baik Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, usaha kecil, badan usaha swasta untuk berpartispasi dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Mahkamah dalam putusan Nomor 002/PUU-I/2003, tanggal 21 Desember 2004 telah mempertimbangkan, antara lain, “.... harus mendahulukan (voorrecht) Badan Usaha Milik Negara. Karena itu, Mahkamah menyarankan agar jaminan hak mendahulukan dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana mestinya”. Lagi pula dengan dinyatakan bahwa semua ketentuan mengenai BP Migas dalam Undang-Undang a quo bertentangan dengan konstitusi sebagaimana dipertimbangan dalam paragraf [3.13.1] sampai dengan paragraf [3.13.5], maka posisi BUMN menjadi sangat strategis karena akan mendapatkan hak pengelolaan dari Pemerintah dalam bentuk izin pengelolaan atau bentuk lainnya dalam usaha hulu Migas. Dengan demikian, anggapan Pemohon 128 bahwa BUMN harus bersaing di negaranya sendiri merupakan dalil yang tidak tepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum. Terhadap anak perusahaan BUMN/Persero dapat dilakukan penjualan saham h. Sesuai dengan ketentuan Pasal 76 ayat (2) UU BUMN, terhadap BUMN/Persero yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan untuk dipertahankan dan BUMN/Persero yang melaksanakan penugasan Pemerintah, tetap dapat melakukan pemisahan sebagian asetnya untuk dijadikan anak perusahaan, dan selanjutnya anak perusahaan tersebut dapat dilakukan penjualan sahamnya. Jelas bahwa UU BUMN telah membolehkan BUMN Persero yang bergerak di bidang usaha yang penting bagi Negara, untuk membentuk anak perusahaan yang selanjutnya saham dapat dijual. Selanjutnya, dapat kami sampaikan pula bahwa PT Pertamina (Persero) memiliki anak perusahaan yang sebelumnya merupakan BUMN, yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk (“PT PGN Tbk”). Negara masih memiliki saham seri A dwiwarna pada PT PGN Tbk. Berdasarkan Pasal 2A ayat (7) PP No.72 Tahun 2016, terhadap PT PGN Tbk masih terdapat perlakuan khusus, yaitu masih dapat diberikan penugasan oleh pemerintah dan mengelola sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN. Di samping itu, PT Pertamina (Persero) memiliki anak perusahaan:
yang berasal dari pemisahan unit/aset PT Pertamina (Persero), 2) yang didirikan untuk melaksanakan tugas yang berdasarkan ketentuan harus dilaksanakan oleh entitas usaha tersendiri.
yang merupakan perusahaan baru lainnya yang didirikan untuk mendukung usaha PT Pertamina (Persero). Bagaimana nilai suatu anak perusahaan bagi induknya, merupakan suatu hal yang dari waktu ke waktu berpotensi berubah, sesuai dengan kajian usaha terhadap anak perusahaan . Sehingga, sangat tidak logis apabila suatu BUMN yang mengemban peran Pasal 33 UUD 1945 wajib 129 mempertahankan seluruh anak perusahaannya, apabila berdasarkan perkembangan zaman perlu melakukan restrukturisasi anak-anak perusahaannya termasuk dengan penjualan saham anak-anak perusahaan. Dalam sejarahnya, PT Pertamina (Persero) pernah melakukan penjualan saham anak perusahaannya, yaitu PT Elnusa, pada tahun 2008 melalui IPO. Setelah melakukan IPO terjadi peningkatan revenue selama 3 tahun berturut-turut sampai tahun 2011. Kemudian pada periode tahun 2011 – 2019 Elnusa tetap mampu membukukan pertumbuhan pendapatan dari Rp. 4.7 trilliun hingga Rp. 8.3 Trilliun dengan Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (Compound Annual Growth Rate/CAGR) sebesar 7.5%. Bahkan dalam situasi ekonomi makro yang tidak stabil akibat pandemi di tahun 2020, PT Elnusa, Tbk masih mampu membagikan deviden kepada pemegang saham.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa BUMN/Persero yang merupakan induk dari perusahaan tempat Pemohon bekerja pada dasarnya merupakan BUMN yang bergerak dalam industri/usaha yang kompetitif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN. Sehingga menjadi tidak relevan lagi ketika Pemohon menginginkan tambahan norma ke dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN namun pada kenyataannya dirinya masuk dalam cakupan ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN. Dengan demikian, dapat Pemerintah simpulkan bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN tidak dapat dan tidak diperlukan untuk diberlakukan terhadap penjualan saham anak perusahaan.
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut PP 35/2004), yang menyatakan bahwa PT Pertamina (Persero) hanya dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan wilayah kerja apabila sahamnya masih 100% (seratus persen) dimiliki negara merupakan bentuk pelaksanaan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam harus dikuasai oleh negara 130 sepenuhnya, tidak dibagi-bagi dengan swasta/perorangan, dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
PT Pertamina (Persero) adalah BUMN yang 100% (seratus persen) sahamnya dimiliki oleh Negara. Apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) PP 35/2004, maka tidak terdapat kendala dari sudut kepemilikan negara pada PT Pertamina (Persero) untuk mengajukan permohonan wilayah kerja kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Ketidakberlakuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tidak ada sangkut pautnya dengan syarat yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) PP 35/2004.
Bahwa apabila PT Pertamina (Persero) mendapatkan wilayah kerja berdasarkan Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) PP 35/2004, dan dalam perjalanannya PT Pertamina (Persero) melakukan penjualan saham anak perusahaannya, hal ini tidak dapat dikatakan mengabaikan Pasal 33 UUD 1945, sehingga tidak boleh dibagi-bagi kepada swasta/perorangan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Penguasaan terhadap usaha migas dilakukan oleh Negara secara langsung dan dilakukan melalui BUMN, dalam hal ini PT Pertamina (Persero). Selanjutnya, Pasal 9 UU Migas dan Pertimbangan Majelis Hakim halaman 110 dan 111 butir 3.17 pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 pada intinya menyatakan bahwa dalam bidang minyak dan gas bumi terbuka kesempatan bagi BUMN, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta. PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN mendapat perlakuan diutamakan sebagai wujud penguasaan Negara dalam bidang migas. Di samping itu, apabila dilakukan penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero), maka harus dilakukan berdasarkan kajian untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kinerja PT Pertamina (Persero). Berdasarkan penjelasan tersebut Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN tidak dapat diberlakukan terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dengan maksud menghalangi partisipasi swasta/perorangan. UU BUMN 131 menyerahkan sepenuhnya pengaturan mengenai partisipasi masyarakat dalam suatu bidang usaha untuk diatur dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur bidang usaha tersebut.
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi unbundling Pertamina karena seluruh bisnis inti ( core business ) dari hulu ke hilir, dari eksplorasi hingga pemasaran, telah dilakukan secara terpisah/tidak terintegrasi oleh sub holding /anak perusahaan yang berbeda-beda dari PT Pertamina (Persero) yang merupakan Perseroan Terbatas Biasa. Unbundling pada BUMN yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak berpotensi untuk dilakukan pelepasan seluruh atau sebagian besar saham anak-anak perusahaan BUMN tersebut kepada swasta/perorangan (privatisasi) dimana hal tersebut berpotensi menghilangkan hak menguasai negara. Selain itu, berpotensi juga menjadi persaingan bisnis antar sektor usaha badan usaha yang berbeda, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
Pemerintah memahami konsepsi penguasaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945, dan telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003, khususnya dalam Pertimbangan Majelis Hakim butir 2 halaman 223 dan 224 yang telah kami sampaikan di atas, yang pada intinya menyatakan “ bahwa semua unsur yang terkandung dalam pengertian “penguasaan oleh negara”, yaitu mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), mengelola (beheeren), dan mengawasi (toezichthouden) masih tetap berada di tangan Pemerintah, sebagai penyelenggara “penguasaan oleh negara” dimaksud, atau badan-badan yang dibentuk untuk tujuan itu ”.
Bahwa yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) adalah melakukan restrukturisasi melalui pembentukan anak perusahaan sebagai sub holding , yaitu: Gas Subholding (PT PGN Tbk), Upstream Subholding (PT Pertamina Hulu Energi), Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina International), Power & NRE Subholding (PT Pertamina Power Indonesia), dan Commercial & Trading Subholding (PT Patra Niaga). Di samping itu, bisnis perkapalan akan dijalankan PT Pertamina International Shipping. Restrukturisasi ini bertujuan menjadi untuk meningkatkan efektivitas perusahaan. 132 PT Pertamina (Persero) apabila melakukan penjualan saham pada anak perusahaan, dalam hal ini subholding yang merupakan pendukung core business -nya, maka harus dilakukan berdasarkan kajian untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kinerja PT Pertamina (Persero) dalam pelaksanaan kegiatan usaha pengelolaan migas.
Bahwa mengenai penguasaan Negara di bidang migas, kembali kami menegaskan bahwa hal tersebut dilakukan secara langsung oleh Negara dan dilakukan oleh Negara melalui BUMN, dalam hal ini oleh PT Pertamina (Persero), bukan dilakukan melalui anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa Pasal 9 UU Migas dan Pertimbangan Majelis Hakim halaman 110 dan 111 butir 3.17 pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 pada intinya menyatakan bahwa dalam bidang minyak dan gas bumi terbuka kesempatan bagi BUMN, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta. PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN mendapat perlakuan diutamakan sebagai wujud penguasaan Negara dalam bidang migas. Berdasarkan penjelasan tersebut, Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN tidak dapat diberlakukan terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dengan maksud menghalangi partisipasi swasta/perorangan. UU BUMN menyerahkan sepenuhnya pengaturan mengenai partisipasi masyarakat atau penguasaan negara dalam suatu bidang usaha untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang usaha tersebut. IV. PETITUM Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan pengujian ( constitusional review ) ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN terhadap UUD 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut: __ 1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ); 133 2. Menolak permohonan pengujian Pemohon untuk seluruhnya atau setidak- tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima ( niet onvankelijk verklaard );
Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan;
Menyatakan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, atau dalam hal Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). KETERANGAN TAMBAHAN PRESIDEN I. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Dr. Suhartoyo, S.H., M.H.
Terkait dengan salah satu kriteria Persero yang dapat diprivatisasi yaitu “industri atau sektor usahanya kompetitif” dan keterangan Pemerintah yang menyatakan Pemohon bekerja pada Perseroan yang kompetitif, mohon dijelaskan apakah sisi kompetitinya ada di induk perusahaan atau di anak perusahaan? Karena Pemohon dalam permohonannya mewakili pederasi. Penjelasan/Tanggapan:
Mengenai Pasal 76 ayat (1) huruf a UU BUMN yang menyatakan Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria industri/sektor usahanya kompetitif, dapat kami sampaikan bahwa sesuai dengan Penjelasan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN dinyatakan: “Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha kompetitif adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perunsang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha yang unsur teknologi cepat berubah adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya.” b. Selanjutnya, Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut UU Migas) menyatakan: 134 “(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasl 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:
Badan usaha milik negara;
Badan udaha milik daerah;
Koperasi;
Badan usaha swasta.” Berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (1) huruf a UU BUMN dan Pasal 9 ayat (1) UU Migas, maka sisi kompetitifnya berada baik pada induk perusahaan maupun anak perusahaan, karena dalam industri/sektor usaha tersebut undang-undang sektoral telah membuka kesempatan kepada badan usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha bersama-sama dengan BUMN. Namun demikian, Pasal 76 ayat (1) huruf a UU BUMN merupakan ketentuan yang hanya berlaku terhadap Persero.
Mengenai Federasi, mohon dijelaskan federasi apakah di level serikat yang mewakili setiap anak perusahaan atau di level sekumpulan anak perusahaan yang membentuk serikat yang kemudian di atasnya ada federasi? Penjelasan/Tanggapan: Federasi Serikar Pekerja Pertamina Bersatu pada dasarnya bukanlah wadah organisasi yang secara langsung menaungi pekerja PT Pertamina (Persero) dan perusahaan milik/anak perusahaan PT Pertamina (Persero), melainkan wadah yang menaungi serikat-serikat para pekerja, sehingga tidak memiliki hubungan hukum secara langsung dengan para pekerja. Para pekerja memiliki hubungan hukum secara langsung dengan serikat pekerja (yang merupakan anggota FSPPB/Pemohon) bukan dengan FSPPB itu sendiri. Selain itu, dalam perkara ini Pemohon menyampaikan permohonan uji materiil terhadap Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN yang tidak berlaku bagi anak perusahaan, sehingga timbul kekhawatiran anak perusahaan PT Pertamina (Persero) diprivatisasi. Dengan demikian, menurut Pemerintah Pemohon mencoba mengklaim mewakili kepentingan pekerja dari perusahaan milik/anak perusahaan PT Pertamina (Persero), yaitu adanya kekhawatiran terjadinya privatisasi terhadap anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Mengenai legal standing Pemohon, seperti telah kami sampaikan dalam Keterangan Presiden dalam siding tanggal 14 Oktober 2020 bahwa kerugian 135 konstitusional yang didalilkan oleh Pemohon menggunakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 dalam mendasarkan hak konstitusionalnya dirugikan karena ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN yang dianggap akan meniadakan hak menguasai negara, namun dalam permohonannya berulang kali Pemohon menyampaikan bahwa dirinya khawatir anak perusahaan PT Pertamina (Persero) diprivatisasi. Sehingga patut dipertanyakan apakah kerugian Pemohon terkait dengan potensi ketiadaan hak menguasai negara atau kekhawatiran anak perusahaan PT Pertamina (Persero) akan diprivatisasi. Apabila kekhawatiran privatisasi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dalam perkara ini dimohonkan bukan oleh pegawai/karyawan anak perusahaan yang bersangkutan atau yang mewakilinya, maka legal standing Pemohon sudah seharusnya dipertanyakan, Selanjutnya, terkait hal ini kami menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk mempertimbangkan dan memutuskan. II. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Arief Hidayat, S.H., M.S. Ada perbedaan penguasaan negara kepada perusahaan induk dan penguasaan negara terhadap anak perusahaan. Mohon dijelaskan dalam kasus-kasus atau dalam contoh-contoh bagaimana negara menguasai anak-anak perusahaan yang ada pada BUMN di Indonesia. Penjelasan/Tanggapan Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 001- 021-022/PUU-I/2003 halaman 334 menyatakan: “Menimbang bahwa berdasarkan rangkaian pendapat dan uraian di atas, maka dengan demikian, perkataan “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan Tindakan pengurusan ( bestuurdaad ), pengaturan ( regelendaad ), pengelolaan ( beheersdaad ) dan pengawasan ( toezichthoundensdaad ) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan ( bestuursdaad ) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut 136 fasilitas perizinan ( vergunning ), lisensi ( licentie ), dan konsesi ( concessie ). Fungsi pengaturan oleh negara ( regelendaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham ( share-holding ) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara ( toezichthoudensdaad ) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat.” Berdasarkan pertimbangan tersebut:
Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan ( vergunning ), lisensi ( licentie ), dan konsesi ( concessive );
Fungsi pengaturan oleh negara ( regelendaad ) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah;
Fungsi regulasi oleh Pemerintah (eksekutif);
Fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham ( share-holding ) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrument kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; dan
Fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasasi hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dapat disimpulkan bahwa terhadap anak perusahaan BUMN, penguasaan negara dalam sektor usaha tetap dilakukan oleh negara melalui fungsi pengurusan ( bestuursdaad ), fungsi pengaturan ( regelandaad ), fungsi regulasi, dan fungsi pengawasan ( toezichthodensdaad ). Fungsi-fungsi ini dilakukan antara lain melalui peraturan perundang-undangan, perizinan dan pengawasan langsung oleh Lembaga dan/atau otoritas negara. Hal ini juga telah disampaikan 137 oleh Pihak Terkait, PT Pertamina (Persero) dalam keterangannya tanggal 9 November 2020 pada angka 37 yaitu bahwa dalam sektor penguasaan migas, SKK MIgas melakukan regulasi dan pengawasan pengelolaan usaha migas walaupun badan usaha regulasi dan pengawasan pengelolaan usaha migas walaupun badan usaha yang melakukan usaha di bidang migas adalah BUMN, anak perusahaan BUMN, BUMD, koperasi, dan badan usaha swasta, sehingga penguasaan negara tetap dapat dilakukan. Bahwa fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham ( share-holding ) tidak dapat dilakukan secara langsung oleh negara kepada anak perusahaan PT Pertaminan (Persero), mengingat pemilikan saham pada anak perusahaan dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) secara langsung, bukan oleh negara. Terhadap anak perusahaan BUMN, kepentingan Pemerintah dilakukan melalui BUMN induknya yang dilakukan dengan tunduk sepenuhnya pada mekanisme hukum korporasi. Sesuai dengan mekanisme korporasi, Menteri BUMN sebagai wakil Pemerintah selaku RUPS/Pemegang Saham BUMN Persero, memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap rencana Direksi BUMN Persero untuk melakukan restrukturisasi anak perusahaan BUMN Persero. Kewenangan tersebut diatur dalam anggaran dasar BUMN Persero yang mewajibkan adanya persetujuan RUPS antara lain terhadap tindakan:
Mendirikan anak perusahaan;
Melakukan penyertaan modal pada perseroan lain;
Melepaskan penyertaan pada anak perusahaan;
Melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan dan pembubaran anak perusahaan. Di samping itu, terhadap BUMN yang dijadikan anak perusahaan BUMN lain (misalnya PT PGN Tbk., PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukti Asam Tbk, PT Timah Tbk, PT Perkebunan Nusantara I, II, IV s.d. XIV), Pemerintah masih melakukan penguasaan secara langsung atas saham minoritas yang memiliki hak istimewa (dalam anggaran dasar disebut saham minoritas yang memiliki hak istimewa (dalam anggaran dasar disebut saham seri A dwi warna). Hak istimewa tersebut 138 diatur dalam anggaran dasar anak perusahaan eks BUMN tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Pasal 2A ayat (2) dan Penjelasannya yang menyatakan:
Dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga Sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar. Penjelasan Pasal 2A ayat (2): “Yang dimaksud dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar antara lain hak untuk menyetujui:
Pengangkatan anggota Direksi dan anggota Komisaris;
Perubahan anggaran dasar;
Perubahan struktur kepemilikan saham;
Penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran, serta pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.” Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016, khususnya Pasal 2A tersebut di atas, Mahkamah Agung telah memberikan Putusan Nomor 21P/HUM/2017 atas permohonan judicial review yang diajukan oleh Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Yayasan Re-Ide Indonesia, Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H., Dr. Suparji, S.H., M.H., dan Dr. M. Alfan Alfian, M. Dalam Putusannya tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa holdingisasi tidaklah sama dengan privatisasi karena privatisasi bertujuan salah satunya adalah memperluas kepemilikan masyarakat, namun dalam holdingisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (2) kepemilikan saham mayoritas masih di tangan negara melalui BUMN induk dan dalam prakteknya holdingisasi beberapa BUMN pernah dilakukan pemerintah terhadap beberapa BUMN yang sejenis. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat kami tegaskan bahwa terhadap anak perusahaan BUMN, penguasaan negara dalam sektor usaha tetap dilakukan oleh Negara melalui fungsi pengurusan ( bestuursdaad ), fungsi pengaturan ( regelendaad ), fungsi regulasi, dan fungsi pengawasan ( toezichthoudensdaad ). Sedangkan penguasaan melalui pengelolaan ( beheersdaad ) terhadap anak 139 perusahaan BUMN tidak lagi dilakukan secara mutlak, namun dilakukan melalui mekanisme korporasi, tang tetap memperhatikan eksistensi anak perusahaan tersebut. III. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA.
Apa kriteria sebuah anak perusahaan yang karena perkembangan jaman perlu dilakukan restrukturisasi atau perlu melakukan langkah lain? 2. Apakah di anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero) telah diklasifikasikan menurut cabang-cabang produksi yang penting? Sehingga berdasarkan pengklasifikasian tersebut dapat dipilih pilihan kebijakan yang dapat diambil. Penjelasan/Tanggapan: Sebagaimana telah disampaikan dalam keterangan sebelumnya, pada saat ini PT Pertamina (Persero) melakukan restrukturisasi melalui pembentukan anak perusahaan sebagai subholding , yaitu: Gas Subholding (PT PGN Tbk), Upstream Subholding (PT Pertamina Hulu Energi), Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina International), Power & NRE Subholding (PT Pertamina Power Indonesia), dan Commercial & Trading Subholding (PT Patra Niaga). Di samping itu, pembentukan subholding tersebut juga dilakukan untuk memfokuskan pengelolaan terhadap perusahaan-perusahaan yang didirikan khusus untuk memenuhi amanah peraturan perundang-undangan di bidang migas yang mengatur kegiatan tertentu harus dilakukan oleh suatu entitas usaha tersendiri. Bahwa PT Pertamina (Persero) berkepentingan untuk menjaga eksistensi anak- anak perusahaannya. Seiring dengan perkembangan dalam kegiatan usaha masing-masing subholding sebagai anak perusahaan PT Pertamina (Persero), tidak tertutup kemungkinan diperlukan restrukturisasi perusahaan. Restrukturisasi tersebut harus dilandaskan pada kajian bahwa restrukturisasi dilakukan untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan. Dengan peningjatan kinerja anak perusahaan tersebut, diharapkan pada akhirnya meningkatkan kinerja PT Pertamina (Persero) dalam pelaksanaan kegiatan usaha pengelolaan migas. Restrukturusisasi ini dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang 140 Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Beberapa hal yang tentunya menjadi pertimbangan sebuah perusahaan melakukan restrukturisasi antara lain dikarenakan adanya tujuan untuk pemenuhan terhadap kewajiban sesuai undang-undang (misalnya restrukturisasi anak perusahaan yang bergerak pada kegiatan usaha hulu yang diwajibkan oleh undang-undang); penambahan modal/pendanaan untuk ekspansi bisnis baik pendanaan jangka Panjang ataupun jangka pendek, meningkatkan/memperbaiki citra perusahaan/anak perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan/anak perusahaan secara keseluruhan, kepentingan insentif pajak, dan sebagainya. Dapat kami tambahkan bahwa berdasarkan ketentuan anggaran dasar PT Pertamina (Persero), penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero) harus dimuat dalam RKAP yang disahkan oleh Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan demikian, restrukturisasi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tersebut didasarkan atas kajian bisnis yang matang yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kinerja PT Pertamina (Persero). Dapat kami tambahkan juga bahwa Kementerian BUMN mengelompokkan BUMN berdasarkan kegiatan usahanya. Selanjutnya, masing-masing BUMN memiliki anak-anak perusahaan yang kegiatan usahanya mendukung BUMN induknya. Sebagai contoh, pada tahun 2011 PT Pelayaran Bahtera Adhiguna direstrukturisasi menjadi anak perusahaan PT PLN (Persero). Hal ini dimaksudkan untuk mendukung kinerja PT PLN (Persero) melalui transportasi batubara sebagai salah satu sumber energi yang digunakan oleh PT PLN (Persero) serta sekaligus mempertahankan kelangsungan bisnis PT Pelayaran Bahtera Adhiguna. IV. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., DFM. Agar dapat disediakan data akurat mengenai apakah ada anak Persero atau anak perusahaan yang sahamnya 100% (serratus persen) atau lebih dari 50% (lima puluh persen) dimiliki oleh swasta? Apabila Pertamina saja harus 100% 141 (seratus persen) sahamnya dimiliki oleh negara untuk mendapatkan penambahan wilayah kerja berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) PP 35/2004, bagaimana dengan anak perusahaan? Penjelasan/Tanggapan: Sebagaimana telah kami sampaikan dalam Keterangan Presiden sebelumnya, bahwa terhadap PT Elnusa, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), telah dilakukan penjualan saham. Dapat kami informasikan bahwa saat ini PT Pertamina (Persero) memiliki saham sebesar 41,10% dan Dana Pensiun Pertamina memiliki 14,9% dan sisanya sebesar 44% dimiliki oleh publik. PT Elnusa bergerak di bidang jasa hulu migas dan melakukan investasi saham pada anak perusahaan dan perusahaan joint venture baik di industri migas hulu maupun hilir. PT Elnusa Tbk berdasarkan laporan keuangan 3 tahun terakhir yang telah diaudit memperoleh keuntungan dan memberikan deviden kepada PT Pertamina (Persero) (pemilik 41,1% saham) sebagai berikut: TB 2017 TB 2018 TB 2019 Dividen ELSA (juta IDR) 37.701 69.078 89.119 Laba Bersih ELSA (juta IDR) 247.140 276.314 356.474 Dividen Payout Ratio 15% 25% 25% Dividen yang diterima Pertamina (saham 41,1%) (dalam juta IDR) 15.236 28.391 36.628 Beberapa data mengenai anak perusahaan BUMN lain yang dilakukan penjualan saham: PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), penjualan (divestasi) sahamnya dimulai tahun 2001. Saat ini kepemilikan sahamnya adalah PT Telkom (Persero) sebesar 65% dan Singtel sebesar 35%. 142 TB 2015 (Rp miliar) TB 2016 (Rp miliar) TB 2017 (Rp miliar) TB 2018 (Rp miliar) TB 2019 (Rp miliar) Laba 22.338 28.194 30.395 25.536 25.798 Dividen 20.104 26.785 28.875 24.259 25.153 PT Wika Beton Tbk., penjualan sahamnya melalui pasar modal (IPO) dilakukan bulan April 2014. Saat ini susunan kepemilikan sahamnya adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., sebesar 60%, Koperasi Karya Mitra Satya (KKMS) sebesar 5,9%, Yayasan Wijaya Karya sebesar 0,99%, dan publik sebesar 33,11%. (Rp miliar) TB 2011 TB 2012 TB 2013 TB 2014 TB 2015 TB 2016 TB 2018 TB 2019 TB 2020 Laba 144,42 179,37 241,21 322,4 171,78 282,15 340,46 486,64 510,71 Dividen 36,83 50,55 62,63 20 98,56 52,19 81,72 101,14 145,92 PT PP Properti, Tbk, penjualan sahamnya melalui pasar modal (IPO) dilakukan semester I 2015. Saat ini susunan kepemilikan sahamnya adalah PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk sebesar 64,96%, YKPP sebesar 0,06%, dan publik sebesar 34,98%. TB 2014 TB 2015 TB 2016 TB 2017 TB 2018 TB 2019 Laba 106.120 300.325 365.382 444.679 471.257 342.695 Dividen - 60.065 73.076 88.935 94.251 34.269 Mengenai penguasaan negara terhadap cabang-cabang yang penting bagi negara, dapat kami sampaikan Kembali bahwa penguasaan negara melalui fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham negara pada BUMN atau Badan Hukum Milik Negara, bukan pemilikan saham BUMN pada anak perusahaan. Hal ini sesuai dengan Pertimbangan 143 Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 001-021-022/PUU- I/2003 halaman 334 yang menyatakan: “… fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham ( share-holding ) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrument kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat…” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anak perusahaan bukan salah satu bentuk penguasaan negara dalam fungsi pengelolaan ( beheersdaad ). Penguasaan negara terhadap cabang-cabang yang penting bagi negara tertap dilakukan melalui fungsi regulasi, dan fungsi pengawasan ( toezichthoudensdaad ). Namun demikian, Pemerintah tetap berusaha melakukan penguasaan terhadap anak-anak perusahaan BUMN melalui mekanisme korporasi, yaitu berdasarkan ketentuan anggaran dasar BUMN induknya dan anggaran dasar anak perusahaan yang terdapat saham seri A dwiwarna, termasuk memperhatikan eksistensi anak-anak perusahaan tersebut. Terhadap anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero) restrukturisasi akan dilakukan apabila berdasarkan kajian terdapat tujuan untuk pemenuhan terhadap kewajiban sesuai undang-undang (misalnya restrukturisasi anak perusahaan yang bergerak pada kegiatan usaha hulu yang diwajibkan oleh undang-undang); penambahan modal/pendanaan untuk ekspansi bisnis baik pendanaan jangka Panjang ataupun jangka pendek, meningkatkan/memperbaiki citra perusahaan/anak perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan/anak perusahaan secara keseluruhan, kepentingan insentif pajak, dan sebagainnya. Pemerintah tetap akan memperhatikan kelangsungan anak-anak perusahaan melalui mekanisme korporasi sebagaimana telah kami sampaikan di atas, yaitu:
Berdasarkan ketentuan anggaran dasar BUMN induknya yang antara lain mengatur kewajiban mendapatkan persetujuan RUPS untuk melakukan:
Mendirikan anak perusahaan;
Melakukan penyertaan modal pada perseroan lain; 144 3) Melepaskan penyertaan pada anak perusahaan;
Melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan dan pembubaran anak perusahaan.
Anggaran dasar anak perusahaan yang terdapat seri A dwiwarna, yang mengatur hak istimewa Pemegang Saham seri A dwiwarna untuk menyetujui:
Pengangkatan anggota Direksi dan anggota Komisaris;
Perubahan anggaran dasar;
Perubahan struktur kepemilikan saham;
Penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran, serta pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.” Mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut PP 35/2004), khususnya Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5);
Penawaran Wilayah Kerja kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dilakukan oleh Menteri.
Dalam pelaksanaan penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana.
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat mengajukan permohona kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja.
Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permojhonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT Pertamina (Persero) dan sepanjang saham PT Pertamina (Persero) 100% (seratur per serratus) dimiliki oleh negara.
PT Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak dapat mengajukan permohonan untuk wilayah kerja yang telah ditawarkan.” Pada dasarnya proses penunjukan untuk wilayah kerja dilakukan melalui seleksi/pelelangan yang terbuka bagi seluruh badan usaha migas. Namun demikian, berdasarkan ketentuan PP 35/2004, diatur perlakuan khusus bagi PT Pertamina (Persero) untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka melalui penunjukan langsung. Ketentuan khusus tersebut tidak berlaku terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero), sehingga dalam mendapatkan wilayah kerja, anak 145 perusahaan tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan badan usaha lainnya (BUMD, koperasi dan swasta). Apabila dilakukan penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero), hal tersebut tidak mengubah mekanisme perolehan wilayah kerja oleh anak perusahaan yang bersangkutan. V. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Dr. Wahiduddin Adams., S.H., M.A. Mohon agar ditambahkan dalam keterangan tambahan mengenai petitum yang dimonta oleh Pemohon yaitu ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d diberi persyaratan mengikat sepanjanng larangan provatisasi diberlakukan secara limitative terhadap Persero dan tidak diberlakukan terhadap perusahaan milik persero. Dalam positanya Pemohon menyatakan kekhawatiran akibat potensi dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan, artinya perusahaan milik PT (persero) yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara adalah seluruh saham milik anak perusahaan tersebut dilepas secara seluruhnya kepada pihak swasta/perorangan, sehingga hasil pengelolaan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara tersebut hanya dinikmati oleh pihak swasta dan/atau perseorangan. Penjelasan/Tanggapan:
Mengenai kekhawatiran akibat potensi dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan, artinya perusahaan milik PT Pertamina (Persero) yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara adalah seluruh saham milik anak perusahaan tersebut dilepas secara seluruhnya kepada pihak swasta/perorangan: Dapat kami sampaikan Kembali bahwa sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 001-021-022/PUU- I/2003 halaman 334, pada intinya menyatakan penguasaan negara terhadap cabang-cabang yang penting bagi negara dilakukan melalui pemilikan saham pada BUMN/BHMN sebagai fungsi pengelolaan ( beheersdaad ), melalui fungsi pengurusan ( bestuursdaad ), pengaturan ( regelendaad ), dan/atau pengawasan ( toezichthoudensdaad ). Dalam hal migas sebagaimana diatur dalam UU Migas, penguasaan negara dalam bidang migas dilakukan melalui: 146 - Penyelenggaraan oleh Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambahan sesuai Pasal 4 ayat (2) UU MIgas. - Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM sesuai Pasal 8 ayat (4) UU Migas. - Pengusahaan oleh badan usaha milik negara bersama-sama dengan badan usaha lainnya sesuai Pasal 9 UU Migas. Dapat kami sampaikan Kembali bahwa terhdap anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero), restrukturisasi akan dilakukan apabila berdasarkan kajina terdapat tujuan untuk pemenuhan terhadap kewajiban sesuai undang- undang (misalnya restrukturisasi anak perusahana yang bergerak pada kegiatan usaha hulu yang diwajibkan oleh undang-undang); penambahan modal/pendanaan untuk ekspansi bisnis baik pendanaan jangka Panjang ataupun jangka pendek, meningkatkan/memperbaiki citra perusahaan/anak perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan/anak perusahaan secara keseluruhan, kepentingan insentif pajak, dan sebagainya. Dengan demikian, walaupun terhadap anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tidak lagi memenuhi kriteria definisi penguasaan negara )beheersdaad) sebagaimana dimaksud dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 halaman 334, namun demikian Pemerintah tetap melakukan penguasaan melalui mekasnisme korporasi, dan apabila dilakukan restrukturisasi maka harus berdasarkan kajian untuk meningkatkan konerja anak peprusahaan itu sendiri dan/atau PT Pertamina (Persero).
Mengenai kekhawatiran hasil pengelolaan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara tersebut hanya dinikmati oleh pihak swasta dan/atau perorangan: Bahwa kinerja anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dimaksudkan untuk menunjang kinerja PT Pertamina (Persero). Apabila suatu saat terjadi restrukturisasi anak perusahaan, maka restrukturusisasi tersebut harus memberikan kontribusi bagi anak perusahaan itu sendiri, dan juga bagi PT Pertamina (Persero). Bahwa apabila suatu saat restrukturisasi dilakukan melalui penjualan saham anak perusahaan, maka penjualan saham anak 147 perusahaan tersebut juga harus berdasarkan kajian bahwa penjualan saham itu akan meningkatkan kinerja anak perusahaan dan kinerja PT Pertamina (Persero) meningkat, maka pengelolaan usaha-usaha tersebut akan dinikmati oleh negara, PT Pertamina (Persero), anak perusahaan itu sendiri, karyawan, investor/mitra, swasta, dan seluruh pihak yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut, serta masyarakat yang menikmati barang/jasanya. Sebagaimana telah kami sampaikan mengenai kinerja PT Elnusa Tbk., berdasarkan laporan keuangan 3 tahun terakhir telah memperoleh keuntungan dan memberikan dividen kepada PT Pertamina (Persero) (pemilik 41,1% saham) sebagai berikut: TB 2017 TB 2018 TB 2019 Dividen ELSA (juta IDR) 37.701 69.078 89.119 Laba Bersih ELSA (juta IDR) 247.140 276.314 356.474 Dividen Payout Ratio 15% 25% 25% Dividen yang diterima Pertamina (saham 41,1%) (dalam juta IDR) 15.236 28.391 36.628 Dengan demikian, apabila dilakukan restrukturisasi anak-anak perusahaan, hasilnya diharapkan untuk dapat dinikmati oleh negara, PT Pertamina (Persero), anak perusahaan itu sendiri, karyawan, investor/mitra, swasta, dan seluruh pihak yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut, serta masyarakat yang menikmati barang/jasanya. VI. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum.
Mohon agar diperjelas apa yang dimaksud dengan Persero yang bergerak di sektor tertentu? Apakah kriterianya? Sektor-sektor mana yang dimaksud dengan sektor tertentu itu? Apakah itu terkait dengan penguasaaan sebesar- 148 besarnya tadi atau ada kriteria lain yang kemudian oleh pemerintah diberi tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu pula di situ? Penjelasan/Tanggapan: Pasal 77 huruf c UU BUMN menyatakan: “Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:
Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertenti yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; ” Bahwa salah satu maksud dan tujuan Persero adalah mengejar keuntungan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU BUMN. Namun demikian, dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU BUMN dinyatakan: “Meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.” Persero yang diberi tugas sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1), yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, inilah yang tidak dapat diprivatisasi berdasarkan Pasal 77 huruf c UU BUMN. Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) (selanjutnya disebut PP 33/2005) dalam Pasal 9 huruf c dan Penjelasannya dinyatakan: