Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 1 lainnya
Seksi Dampak Kebijakan Perpajakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan, koordinasi, dan perumusan kebijakan di bidang kepatuhan dan penerimaan, penyiapan, penelaahan, penyusunan, dan pendistribusian kajian dampak kebijakan perpajakan termasuk belanja perpajakan, inisiasi dan pelaksanaan kegiatan strategis berdasarkan hasil kajian perpajakan.
Seksi Dampak Kondisi Makro Ekonomi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan, koordinasi, dan perumusan kebijakan di bidang kepatuhan dan penerimaan, penyiapan, penelaahan, penyusunan, dan pendistribusian kajian dampak kondisi makro ekonomi dan keuangan terhadap perpajakan termasuk penghitungan kesenjangan pajak, inisiasi dan pelaksanaan kegiatan strategis berdasarkan hasil kajian perpajakan.
Seksi Dampak Kebijakan Umum mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan, koordinasi, dan perumusan kebijakan di bidang kepatuhan dan penerimaan, penyiapan, penelaahan, penyusunan, dan pendistribusian kajian dampak kebijakan umum terhadap perpajakan, inisiasi dan pelaksanaan kegiatan strategis berdasarkan hasil kajian perpajakan.
Seksi Perencanaan Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan, penyusunan, dan penelaahan kebijakan, prosedur, dan standar sistem informasi, dan perencanaan pengembangan dan keamanan sistem informasi, pengelolaan inovasi teknologi informasi dan komunikasi, serta pengelolaan penyedia jasa aplikasi perpajakan dan interoperabilitas pihak ketiga.
Seksi Arsitektur Sistem Informasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan, penyusunan standar teknis, penelaahan kebijakan, rekomendasi infrastruktur, inovasi, arsitektur, dan pengelolaan aset teknologi informasi dan komunikasi.
Seksi Pengendalian Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan, penyusunan, penelaahan, dan pelaksanaan pengendalian mutu pengembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Seksi Evaluasi Sistem Informasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan, penyusunan, penelaahan, dan evaluasi sistem informasi, pengelolaan risiko teknologi informasi dan komunikasi, serta melakukan pengawasan dan mengusulkan pengenaan sanksi terhadap penyedia jasa aplikasi perpajakan dan pihak ketiga pengguna layanan interoperabilitas.
Seksi Kajian Intelijen Stratejik mempunyai tugas melakukan kegiatan intelijen perpajakan dalam rangka analisis intelijen stratejik melalui penyusunan kajian untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka perumusan kebijakan, strategi Direktorat Jenderal dan pengambilan keputusan Direktur Jenderal serta melakukan pengawasan fenomena ekonomi dari media eksternal, melakukan penatausahaan dan pengelolaan dokumen dan data terkait kegiatan intelijen perpajakan dalam rangka analisis intelijen stratejik.
Seksi Penerimaan, Identifikasi, dan Distribusi Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan mempunyai tugas melakukan penerimaan, pengidentifikasian dan pendistribusian informasi, data, laporan, dan pengaduan dalam rangka kegiatan penggalian potensi atau penegakan hukum, serta melakukan pengumpulan bahan, pengoordinasian perencanaan, pemantauan dan evaluasi rencana kerja direktorat.
Seksi Pengumpulan, Pengolahan, dan Diseminasi Intelijen mempunyai tugas melakukan pelaksanaan pengumpulan, penatausahaan, distribusi, dan pemantauan pemanfaatan data dan/atau informasi hasil kegiatan intelijen perpajakan, melakukan pengembangan dan pemeliharaan aplikasi pendukung kegiatan intelijen dan mengawasi serta memelihara alat khusus intelijen serta melakukan pengoordinasian pengembangan sumber daya intelijen perpajakan.
Seksi Pengamanan dan Penggalangan mempunyai tugas melakukan kegiatan intelijen di lapangan dalam rangka pengamanan Very Important Person (VIP), kegiatan, dan fisik kantor, melakukan kerja sama dan koordinasi intelijen terhadap pihak eksternal dan internal, serta pembentukan dan pembinaan jaringan.
Penilaian Usulan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran Pengelolaan Investasi Pemerintah ...
Relevan terhadap
Ketentuan penilaian aspek urgensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian aspek urgensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a.
Penilaian atas aspek investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b paling sedikit dilakukan dengan menganalisis:
tujuan investasi;
tingkat risiko dan imbal hasil investasi; dan
alokasi aset/kebijakan portofolio investasi.
Dalam hal terdapat investasi yang telah diberikan, penilaian atas aspek investasi dilakukan pula dengan menganalisis kinerja investasi yang telah diberikan tersebut.
Ketentuan penilaian aspek ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan penilaian aspek fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penilaian aspek ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan aspek fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d.
Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak
Relevan terhadap
bahwa ketentuan mengenai tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan dan ketentuan mengenai kebijakan akuntansi penghapusbukuan piutang pajak yang telah daluwarsa telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2018 tentang Kebijakan Akuntansi Penghapusbukuan Piutang Pajak yang Telah Daluwarsa;
bahwa untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan penghapusan piutang pajak termasuk pelaksanaan reviu, penyesuaian ketentuan mengenai surat keputusan persetujuan bersama sebagai dasar penagihan pajak, serta simplifikasi pengaturan penghapusan piutang pajak, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara penghapusan piutang pajak;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta melaksanakan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak;
Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Relevan terhadap
Ayat (1) Penerusan SBSN tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kapasitas pendanaan Penerima Penerusan SBSN dalam mendukung percepatan pembangunan khususnya dalam penyediaan infrastruktur, mendukung pengembangan investasi dan kerja sama ekonomi, serta untuk penguatan terhadap pelaksanaan kebijakan strategis Pemerintah lainnya. Penggunaan dana APBN dalam Penerusan SBSN ini dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan yang dapat dilakukan paling banyak sebesar alokasi yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Margin dalam Penerusan SBSN tersebut merupakan tambahan kewajiban pembayaran, di luar pembayaran pokok/ nominal pembiayaan, yang dibebankan kepada Penerima Penerusan SBSN berdasarkan Perjanjian Penerusan SBSN. Tata cara pembayaran dan mekanisme perhitungan besaran margin tersebut dilakukan dengan mengikuti ketentuan kesesuaian syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Hurufb Yang dimaksud dengan "Proyek tidak dalam status bermasalah" yaitu tidak dalam status bermasalah baik secara hukum maupun teknis konstruksi. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "Proyek tidak dalam status bermasalah" yaitu tidak dalam status bermasalah baik secara hukum, teknis konstruksi, maupun teknis operasional pemanfaatannya. Huruf c Audit dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau pihak yang berwenang untuk memastikan nilai investasi dan status permasalahan Proyek baik terkait aspek hukum, teknis konstruksi, maupun operasional pemanfaatannya. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Penggunaan dana APBN dalam rangka Penerusan SBSN kepada BUMN melalui pemberian pmJaman dan/atau lnvestasi Pemerintah dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan yang merupakan sumber investasi yang dapat dilakukan paling banyak sebesar alokasi yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Investasi langsung dalam bentuk pemberian pmJaman, terbatas hanya dapat digunakan untuk melakukan pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Proyek/kegiatan pada BUMN itu sendiri. Hurufb Yang dimaksud dengan "kerja sama investasi" termasuk antara lain penyertaan pembiayaan berdasarkan pembagian atas basil usaha profit/ revenue sharing. Huruf c Bentuk investasi langsung lainnya merupakan investasi yang bersifat non permanen. Ayat (5) BUMN yang ditunjuk oleh Menteri sebagai operator investasi Pemerintah merupakan BUMN yang ditunjuk atau ditetapkan sebagai pelaksana fungsi operasional dari kegiatan Investasi Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Pena ...
Relevan terhadap
bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia ( World Health Organization ) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, serta kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat;
bahwa implikasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial ( social safety net ), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak;
bahwa implikasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik, sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi ( forward looking ) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c untuk mengatasi kegentingan yang memaksa, Presiden sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan pada tanggal 31 Maret 2020;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu membentuk Undang- Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang;
Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam r ...
Relevan terhadap
a. surat penetapan Nomor Register dibatalkan; b. pihak yang memanfaatkan fasilitas perpajakan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (5); dan/atau c. terdapat informasi dan/atau dokumen yang disampaikan dalam Pemberitahuan Kontraktor Utama, Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM, atau Permohonan Fasilitas PPh yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau ketentuan peraturan perundang-undangan. (9) Pencabutan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal diperoleh data dan/atau informasi bahwa Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hi bah dan/atau Pinjaman dihentikan. (10) Ketentuan dan/atau tata cara mengenai penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penerbitan pembatalan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (11) Pencabutan mengakibatkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku sampai dengan tanggal penghentian Proyek Pemerintah. (12) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan fasilitas di bi dang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dapat diberikan. BAB VIII PERTUKARAN DATA Pasal 26 (1) Direktur Jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara memberikan data dan/atau informasi registrasi Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktur Jenderal Pajak melalui sistem pertukaran data yang tersedia di lingkungan Kernen terian Keuangan un tuk dapat digunakan dalam mendukung pelaksanaan pemberian fasilitas perpajakan. (2) Penyampaian data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik. (1) BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 27 Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak telah memiliki sistem penyampaian secara elektronik, penyampaian: a. Pemberitahuan Kontraktor Utama; b. Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak; c. Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM; d. Permohonan Fasilitas PPh; I www.jdih.kemenkeu.go.id
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuang ...
Relevan terhadap
dialokasikan, dan Kinerja kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga selaku executing agency/implementing agency .
Agar penerapan PBK tersebut dapat dioperasionalkan, PBK menggunakan instrumen sebagai berikut: 1 ) Indikator Kinerja, merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur Kinerja suatu instansi Pemerintah. Dalam rangka sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional, indikator Kinerja dalam penyusunan RKA Satker BUN menggunakan indikator Kinerja yang disesuaikan dengan kebijakan Pemerintah; 2 ) Standar Biaya adalah satuan biaya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal ( chief financial officer ) yang digunakan sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran dalam penyusunan RKA dan pelaksanaan anggaran. 3 ) Evaluasi Kinerja, merupakan penilaian terhadap capaian sasaran Kinerja, konsistensi perencanaan dan implementasi, serta realisasi penyerapan anggaran. Berdasarkan landasan konseptual, tujuan penerapan PBK, dan instrumen yang digunakan PBK dapat disimpulkan bahwa secara operasional prinsip utama penerapan PBK adalah adanya keterkaitan yang jelas antara kebijakan Pemerintah dan/atau penugasan tertentu dengan tugas dan fungsi serta karakteristik masing-masing sub BA BUN. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) KPJM adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, dalam penerapan KPJM, Kementerian/Lembaga dan BUN menyusun Prakiraan Maju dalam periode 3 (tiga) tahun ke depan, dengan tahapan proses penyusunan meliputi: 1 ) penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka menengah; 2 ) penyusunan proyeksi/rencana/target-target fiskal (seperti tax rati o, defisit, dan rasio utang pemerintah) jangka menengah; 3 ) rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka menengah ( medium term budget framework ), yang menghasilkan pagu total belanja Pemerintah ( resources envelope ); 4 ) pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing sub BA BUN menjadi batas tertinggi. Indikasi pagu sub BA BUN dalam jangka menengah tersebut merupakan perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah; dan 5 ) penjabaran pengeluaran jangka menengah masing-masing sub BA BUN ke masing-masing Program dan Kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka menengah yang telah ditetapkan. Tahapan penyusunan proyeksi/rencana angka 1) sampai dengan angka 4) merupakan proses top down , sedangkan tahapan angka 5) merupakan kombinasi dari proses top down dengan proses bottom up . Sebagai catatan, penyusunan RKA-BUN dengan
Penerapan PBK yang mengubah penganggaran dari input base menjadi output base , bukan sesuatu yang mudah di Indonesia. Tantangan terbesar yang dihadapi dari awal penerapan hingga saat ini adalah berkaitan dengan rumusan Keluaran ( output ), kualitas Keluaran ( output ), dan hubungan Keluaran ( output ) dengan outcome . Selain itu, pengukuran Kinerja penganggaran juga menjadi isu krusial lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, dilakukan penyempurnaan terhadap penerapan PBK melalui Redesain Sistem Perencanaan dan Penganggaran BUN. Implikasi atas Redesain Sistem Perencanaan dan Penganggaran BUN adalah sebagai berikut:
Investasi Pemerintah dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Relevan terhadap
Calon Penerima Investasi berbentuk BUMN mengajukan permohonan Investasi Pemerintah PEN kepada Menteri BUMN.
Menteri BUMN melakukan kajian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Berdasarkan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri BUMN menyampaikan usulan dukungan Investasi Pemerintah PEN kepada Menteri.
Calon Penerima Investasi berbentuk Lembaga menyampaikan usulan dukungan Investasi Pemerintah PEN kepada Menteri.
Selain usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), usulan dukungan Investasi Pemerintah PEN kepada BUMN atau Lembaga dapat dilakukan antara lain berdasarkan:
keputusan Presiden;
keputusan sidang kabinet;
arahan Presiden;
keputusan rapat koordinasi antar menteri yang dipimpin oleh Menteri Koordinator; dan/atau
keputusan komite kebijakan Program PEN.
Dalam hal Investasi Pemerintah PEN dilakukan berdasarkan arahan atau keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri BUMN atau Lembaga menindaklanjuti dan menyampaikan usulan dukungan kepada Menteri.
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan/atau ayat (6) disertai dengan penjelasan yang paling sedikit memuat:
calon Penerima Investasi yang diusulkan untuk menerima dukungan Investasi Pemerintah PEN beserta perannya di dalam Program PEN;
urgensi pemberian dukungan Investasi Pemerintah PEN kepada calon Penerima Investasi;
usulan bentuk, nilai beserta rincian penggunaan dana dan skema Investasi Pemerintah PEN, termasuk jangka waktu investasi;
penjelasan atas dampak Covid-19 pada kinerja keuangan dan operasional calon Penerima Investasi;
kajian kelayakan ekonomi dan dampak ekonomi;
analisis keuangan dan operasional dengan dan tanpa pemberian Investasi Pemerintah PEN, yang mencakup analisis historis dan proyeksi bulanan dari kondisi keuangan dan operasional, analisis sensitivitas, dan rasio keuangan terkait;
hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan (jika ada);
rencana bisnis dan/atau rencana restrukturisasi pada aspek operasional dan finansial yang sedang dilakukan dan yang akan dilakukan calon Penerima Investasi setelah menerima dukungan Investasi Pemerintah PEN;
profil kewajiban dan jadwal pembayaran kewajiban;
rincian rencana penyelesaian Investasi Pemerintah PEN pada atau sebelum jatuh tempo;
informasi mengenai keperluan persetujuan pemegang saham dan/atau kreditur (jika ada), termasuk para pemegang saham publik apabila calon Penerima Investasi merupakan perusahaan terbuka disertai dengan rencana perolehan dan/atau bukti perolehan persetujuan tersebut;
informasi mengenai adanya pernyataan cidera janji dari kreditur atau permohonan pernyataan pailit yang diajukan kepada pengadilan setempat (jika ada) terhadap calon Penerima Investasi;
materi pendukung lainnya dan/atau klarifikasi yang diminta oleh Menteri, dan/atau pihak lainnya yang diberikan kewenangan oleh Menteri sehubungan dengan proses penilaian usulan.
Usulan dukungan Investasi Pemerintah PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan/atau ayat (6) wajib ditandatangani oleh Direksi/Pimpinan dari BUMN atau Lembaga calon Penerima Investasi.