Penetapan Jenis Satuan Barang Berupa Komoditas Expansible Polystyrene (EPS) dan Nylon Film yang Digunakan dalam Pemberitahuan Pabean Impor ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 9A ayat (1a) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean;
bahwa Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian melalui surat nomor B/434/IKFT/IND/XII/2024 tanggal 11 Desember 2024 hal Usulan Satuan Barang yang Digunakan dalam Pemberitahuan Pabean Impor, telah menyampaikan usulan jenis satuan barang berupa komoditas Nylon Film ; __ c. bahwa Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian melalui surat nomor B/438/IKFT/IND/XII/2024 tanggal 20 Desember 2024 hal Usulan Satuan Wajib Impor Produk EPS (Pos Tarif/Kode HS 3903.11.10), telah menyampaikan usulan jenis satuan barang berupa komoditas Expansible Polystyrene (EPS);
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21 Tahun 2025 tentang Pengenaan Bea Masuk Antidumping Terhadap Impor Produk Nylon Film dari Republik Rakyat Tiongkok, Thailand, dan Taiwan, mengatur satuan barang komoditas Nylon Film adalah Kilogram (KGM);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Jenis Satuan Barang Berupa Komoditas Expansible Polystyrene (EPS) dan Nylon Film yang Digunakan dalam Pemberitahuan Pabean Impor;
Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Menteri dan wakil menteri merupakan satu kesatuan unsur pemimpin dalam Kementerian. Pasal 5 Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Pasal 6 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Kementerian menyelenggarakan fungsi: a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang strategi ekonomi dan fiskal, penganggaran, penerimaan negara bukan pajak, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan negara, kekayaan negara, perimbangan keuangan, pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara, serta stabilitas dan pengembangan sektor keuangan; b. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; c. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian; d. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung ^jawab Kementerian; e. pengawasErn atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian; f. pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, serta pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan; g. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara, dan manajemen pengetahuan; h. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah; i. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian; dan j. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
PENGELOI,AAN SUMBER DAYA DAN PENDANAAN Pasal 87 Pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, perlengkapan, kearsipan, dokumentasi, dan persandian diselenggarakan oleh Kementerian dengan menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik dalam rangka mendukung transformasi digital. Pasal 88 Pendanaan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. BAB X PENATAAN ORGANISASI Pasal 89 (1) Penataan organisasi Kementerian ditetapkan dengan: a. Peraturan Presiden atas usul menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara untuk jabatan pimpinan tinggi madya atau ^jabatan struktural eselon I; dan b. Peraturan Menteri setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara untuk jabatan pimpinan tinggi pratama atau jabatan struktural eselon II ke bawah. (2) Penataan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada sistem akuntabilitas kinerja pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan proses bisnis antarunit organisasi di lingkungan Kementerian. Pasal 90 (1) Besaran organisasi Kementerian ditentukan berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja.
40 BABxI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 94 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, seluruh jabatan yang ada beserta pejabat yang memangku jabatan di lingkungan Kementerian tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dengan dibentuknya jabatan baru dan diangkat pejabat baru berdasarkan Peraturan Presiden ini. Pasal 95 Kementerian melakukan penyederhanaan struktur organisasi pada ^jabatan administrasi secara bertahap paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 96 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2O2O tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. Pasal 97 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2O2O tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 98 Peraturan Presiden diundangkan. ini mulai berlaku pada tanggal Agar
Efisiensi Beianja dalam Peiaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 ...
Relevan terhadap
KEEMPAT 4. Efisiensi dimaksud pada angka 1, diprioritaskan selain dari: a. Anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah. b. Rupiah Murni kecuali tidak dapat dilaksanakan sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2025. c. Anggaran yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Badan layanan Umum (PNBP-BLU] kecuali yang disetor ke kas negara Tahun Anggaran 2O25. d. Anggaran yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan menjadi underfuing asset dalam rangka penerbitan SBSN. 5. Menyampaikan hasil identifikasi rencana efrsiensi anggaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada mitra Komisi Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetqiuan. 6. Menyampaikan usul.an revisi anggaran berupa blokir anggaran sesuai besaran efisiensi anggaran masing- masing Kementerian/ kmbaga yang telah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada angka 5 kepada Menteri Keuangan paling lambat 14 Februari 2025. Gubernur dan Bupati/Wali Kota untuk:
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110 Tahun 2023 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Petunjuk Teknis Bagian Dana Alokasi Umum y ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melakukan penyesuaian rincian subkegiatan yang dapat didanai dari dana alokasi umum yang ditentukan penggunaannya bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum sesuai dengan usulan dari kementerian/lembaga terkait, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110 Tahun 2023 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Petunjuk Teknis Bagian Dana Alokasi Umum yang Ditentukan Penggunaannya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110 Tahun 2023 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Petunjuk Teknis Bagian Dana Alokasi Umum yang Ditentukan Penggunaannya;
Pedoman Pengawasan Kearsipan Internal di Lingkungan Kementerian Keuangan
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
Kementerian/lembaga menggunakan SBK dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga Tahun Anggaran 2025.
Penggunaan SBK bersifat batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui.
Dalam hal kementerian/lembaga membutuhkan besaran biaya yang melampaui besaran SBK yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini, harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
Pelampauan besaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disetujui dengan mempertimbangkan:
harga pasar;
prinsip ekonomis, efisien, dan efektif; dan/atau
perubahan tahapan.
Pelampauan besaran yang telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga dengan melakukan revisi anggaran.
Pengawasan atas penggunaan SBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah kementerian/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang riset dan inovasi. Tata cara pemenuhan output ditetapkan oleh pimpinan kementerian/lembaga.
Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Penggunaan, dan Pertanggungjawaban Dana Awal dan Akumulasi Iuran Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang selanjutnya disingkat JKP adalah jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Dana Awal Program JKP yang selanjutnya disebut Dana Awal adalah modal awal Pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pendanaan program JKP.
Iuran Peserta Program JKP yang selanjutnya disebut Iuran Peserta adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah dan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Akumulasi Iuran Program JKP yang selanjutnya disebut Akumulasi Iuran adalah akumulasi Iuran Peserta dan rekomposisi iuran program jaminan kecelakaan kerja.
Dana Program JKP yang selanjutnya disebut Dana Program adalah dana yang berasal dari Dana Awal, Akumulasi Iuran, dan hasil pengelolaan dana serta sumber lain yang sah.
Peserta Program JKP yang selanjutnya disebut Peserta adalah pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha dan telah terdaftar serta membayar iuran.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program JKP.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah subbagian anggaran BUN yang menampung belanja Pemerintah Pusat untuk keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain, yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program Bagian Anggaran BUN dan bertindak untuk menandatangani DIPA BUN.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi bendahara umum negara.
Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA BUN dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Percepatan Pembangunan lbu Kota Nusantara
Relevan terhadap
Pasal 1 1 (1) Otorita Ibu Kota Nusantara atau Kementerian/Lembaga dapat melaksanakan penghunia.n, pemanfaatan, dan/atau pengelolaan infrastruktur serta bangunan yang telah selesai dibangun oleh Kementerian/Lembaga dalam rangka kegiatan pembangunan di lbu Kota Nusantara sejak infrastruktur dan bangunan dapat dioperasionalkan atau dimanfaatkan. (21 Pengelolaan infrastruktur dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjaga fungsi dan keandalan infrastruktur dan bangunan, yang dituangkan dalam berita acara antara Kementerian/Lembaga dengan Otorita Ibu Kota Nusantara atau Kementerian/Lembaga lain sampai dengan penetapan dan/atau pengalihan status penggunaan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat(2) menjadi dasar pengalihan tanggung ^jawab yang berkaitan dengan keuangan negara atas infrastruktur dan bangunan dari KementerianlLernbaga kepada Otorita Ibu Kota Nusantara atau Kementerian/Lembaga lain yang menerima pengalihan tersebut.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan ...
Relevan terhadap
Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan dapat memberikan jasa layanan di bidang perkebunan kelapa sawit kepada pengguna layanan berdasarkan kebutuhan dari pengguna layanan melalui kontrak kerja sama.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus ...
Relevan terhadap
Pemberian beasiswa pendidikan oleh Pemerintah Daerah di wilayah Papua kepada mahasiswa Papua dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah di wilayah Papua membangun basis data (data base) mahasiswa Papua penerima beasiswa pendidikan dari Pemerintah Daerah di wilayah Papua.
Pemerintah Daerah di wilayah Papua menyampaikan basis data (data base) mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dalam bentuk pindai Format Dokumen Portabel (Portable Document Format/PDF) dan arsip data komputer (soft copy).
Penyampaian basis data (data base) mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara triwulanan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah periode triwulanan berakhir.
Dalam hal Pemerintah Daerah di wilayah Papua tidak menyampaikan basis data (data base) mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah di wilayah Papua dan kementerian/lembaga nonkementerian terkait.
Dalam rangka penyelesaian tunggakan pembayaran beasiswa pendidikan mahasiswa Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf j, Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah di wilayah Papua dan kementerian/lembaga nonkementerian terkait.
Dalam rangka koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah di wilayah Papua dan kementerian/lembaga nonkementerian terkait menyampaikan data dan/atau informasi terkait tunggakan pembayaran beasiswa pendidikan mahasiswa Papua kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian/verifikasi dan dapat berkoordinasi dengan instansi terkait.
Dalam hal berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hasil penilaian/verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh kesimpulan perlu dilakukan pemotongan penyaluran TKD, maka pemotongan penyaluran TKD tersebut dan penyetoran atas hasil pemotongan TKD ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Di antara Pasal 71B dan Pasal 72 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 71C yang berbunyi sebagai berikut:
Pemotongan penyaluran TKD dapat dilakukan dalam hal terdapat:
kelebihan penyaluran TKD, termasuk DBH CHT dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi yang tidak digunakan sesuai peruntukannya dan/atau tidak dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya;
tunggakan pembayaran pinjaman Daerah;
pembayaran kembali atas pokok dan pembayaran bunga atas Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah;
tidak dilaksanakannya hibah Daerah induk kepada Daerah otonomi baru;
Daerah tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan;
kebijakan pengamanan penerimaan negara;
pembebanan keuangan negara atas biaya yang timbul akibat adanya tuntutan hukum dan/atau putusan peradilan atas kasus/sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Daerah;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib dalam APBD paling sedikit sebesar yang diamanatkan dalam peraturan perundang- undangan;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah terkait dengan penyesuaian tarif dan pengawasan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemenuhan kewajiban penyelesaian tunggakan pembayaran beasiswa pendidikan mahasiswa Papua; dan/atau
pemenuhan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1a) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan dan/atau pemotongan penyaluran DAU atau DBH, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap memperhitungkan DAU atau DBH yang menjadi hak Daerah sebesar kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan dan/atau pemotongan DAU atau DBH.
(1b) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan penyaluran DBH triwulan IV, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap mengalokasikan DBH Triwulan IV sebesar kewajiban yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan penyaluran DBH triwulan IV.
Dalam hal suatu Daerah dikenakan lebih dari 1 (satu) pemotongan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran pemotongan penyaluran untuk setiap periode penyaluran dilaksanakan secara kumulatif paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD dalam hal terdapat Daerah tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyelesaian tunggakan iuran jaminan kesehatan Pemerintah Daerah melalui pemotongan DAU dan/atau DBH.
Kebijakan pengamanan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f antara lain berupa pemotongan pajak pusat pada saat penyaluran TKDD dari RKUN ke RKUD yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi:
Alokasi Dana Desa;
Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU;
belanja kesehatan;
belanja pendidikan; dan
belanja wajib lainnya yang besarannya ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DTU atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 59A yang berbunyi sebagai berikut: