Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Tempat Penimbunan Berikat
Relevan terhadap
pemasukan dan/atau pengeluaran ke dan dari TPB dengan dilakukan pemeriksaan fisik. 22. Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran dari TPB ke TLD DP dengan dilakukan pemeriksaan dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) TPB tanpa dilakukan pemeriksaan fisik kecuali dalam hal diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Fisik (SPPF) TPB. 23. Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pemasukan dan/ a tau pengeluaran ke dan dari TPB tan pa dilakukan pemeriksaan fisik kecuali dalam hal diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Fisik (SPPF) TPB. 24. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, a dalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah d ari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk , Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pe njual an Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai. BAB II PEMBERITAHUAN PABEAN Bagian Kesatu Pemb erit ahuan Pabean Pasal 2 (1) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPB diberitahukan dengan menggunakan Dokumen TPB. (2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan: a . barang yang mendapatkan fasilitas penangguhan Bea M as uk, pembebasan c ukai, tidak dipungut PDRI dan/ ata u tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM; dan/atau
dimaksud pada ayat (2) huruf a dan pengawasan pembongkaran dan pe nimbunan barang serta peme riksaa n fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b: a. sesuai, SKP menerbitkan SPPD TPB; atau b. tidak sesuai: 1) dalam hal kedapatan barang termasuk dalam persetujuan pengeluaran sementara, SPPD diterbitkan setelah dilakukan perubahan data pada Dokumen TPB sesuai hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan fisik; atau 2) dalam hal kedapatan barang termasuk dalam persetujuan pengeluaran sementara: a) SPPD TPB diterbitkan setelah dilakukan perubahan data pada Dokumen TPB sesuai hasil pengawasan dan/ ata u pem e rik saa n fisik; dan / at au b) Dokumen TPB dapat dib ata lk an berdasarkan kewen a ng a n Kepa la Kantor Pengawasan. Pasal 33 Barang impor yang dimasukkan ke TPB dapat dipergunakan setelah diterbitkan SPPD TPB kecuali Penyelenggara/Pengusaha TPB mendapat persetujuan penyampaian Dokumen TPB secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Pasal 34 Dalam hal pema su k an kemb ali barang dari tempat la in dalam daerah pabean ke TPB terdapat penyerahan baran g kena pajak ya ng baru selain yang tercantum dalam perjanjian/kontrak jasa kena pajak, Penyelenggara/Pengusaha TPB harus membuat Dokum en TPB untuk pem as uk an bar ang dari t em pat la in dalam daer ah ke pa b ean ke TPB dengan tata cara sesuai Per atura n D ir e ktur J e nder al ini.
Tata Cara Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disebut MP PNBP adalah batas tertinggi pencairan anggaran belanja negara yang sumber dananya berasal dari PNBP pada DIPA yang dapat digunakan, ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara ...
Relevan terhadap
Pengeluaran barang hasil Lelang barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean tidak dipungut bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor, dalam hal:
harga terendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan/atau ayat (2) telah memperhitungkan bea masuk dan cukai serta telah ditambahkan pajak dalam rangka impor setelah Lelang; atau
Nilai Wajar dalam penilaian barang yang menjadi milik negara __ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) menggunakan Nilai Wajar yang tersedia di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.
Biaya yang timbul dalam rangka penanganan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Peraturan Menteri ini, dibebankan kepada anggaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan dan/atau Pe ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Pengusaha Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat PKP, adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang PPh.
Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disingkat PPnBM, adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Instansi Pemerintah Pusat adalah satuan kerja pada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural, termasuk Badan Layanan Umum, selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
Instansi Pemerintah Daerah adalah satuan kerja perangkat daerah provinsi dan satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, termasuk Badan Layanan Umum Daerah, selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
Instansi Pemerintah Desa adalah unit organisasi penyelenggara pemerintahan desa selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya disingkat KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.
Bukti Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat BPN, adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara dan Nomor Transaksi Bank/Nomor Transaksi Pos sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, yang selanjutnya disebut PKP Rekanan Pemerintah, adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Instansi Pemerintah.
Pengusaha Kena Pajak Instansi Pemerintah, yang selanjutnya disebut PKP Instansi Pemerintah, adalah Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLU/BLUD adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, dengan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktek-praktek bisnis yang sehat.
PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Instansi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP Instansi Pemerintah karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak merupakan Pajak Masukan bagi PKP Instansi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dikreditkan bagi PKP Instansi Pemerintah yang menyediakan jasa dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi PKP Instansi Pemerintah yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD.
Pengkreditan Pajak Masukan bagi Instansi Pemerintah yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP Instansi Pemerintah selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP Instansi Pemerintah selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus disetor oleh PKP Instansi Pemerintah.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat diajukan permohonan pengembalian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Setiap Instansi Pemerintah wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan yang sebenarnya.
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
kepala Instansi Pemerintah Pusat, kuasa pengguna anggaran, atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Instansi Pemerintah Pusat, untuk Instansi Pemerintah Pusat;
kepala Instansi Pemerintah Daerah atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada satuan kerja perangkat daerah, untuk Instansi Pemerintah Daerah; atau
kepala desa atau perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala desa, untuk Instansi Pemerintah Desa.
Terhadap Instansi Pemerintah yang telah mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan NPWP di tempat kedudukan dan tidak terdapat NPWP cabang bagi Instansi Pemerintah.
NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, pejabat penandatangan surat perintah membayar, bendahara pengeluaran, bendahara penerimaan, dan/atau kepala urusan keuangan pemerintah desa dalam pelaksanaan hak dan kewajiban Instansi Pemerintah sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan NPWP secara jabatan terhadap Instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
Petunjuk Teknis Penyaluran Dana Desa pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Relevan terhadap
Supplier Desa. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b merupakan basil pendaftaran data RKD yang dilakukan oleh KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
Bupati/wali kota mengajukan surat permohonan pendaftaran data Supplier Desa kepada KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa, apabila terdapat Desa yang baru memperoleh alokasi Dana Desa.
Surat permohonan pendaftaran data Supplier Desa sebagaimana pada ayat (2), ditandatangani oleh pimpinan organisasi perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan daerah.
Surat permohonan pendaftaran data Supplier Desa sebagaimana pada ayat (2), dilampiri dengan:
asli rekening Koran atau fotocopy buku tabungan RKD; dan
data RKD yang memuat informasi mengenai: I) Kode Desa Nama Desa;
Nama kabupaten/kota;
Nama provinsi;
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pemerintah Desa 6) Nama bank tempat RKD dibuka; Detail nama cabang bank;
Nama rekening;
Nomor rekening;
Alamat bank; dan II) Kode pos.
KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melakukan penelitian surat permohonan pendaftaran data Supplier Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melakukan pendaftaran Data Supplier Desa, apabila basil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah memenuhi ketentuan.
Dalam hal basil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memenuhi ketentuan, KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa menolak dan mengembalikan permohonan pendaftaran data Supplier Desa.
Pendaftaran Data Supplier Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berpedoman pada peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan yang mengatur mengenai pengelolaan data supplier dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung, dan Balai Pendidikan dan Pelati ...
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa uang kuliah tunggal untuk mahasiswa umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b dapat ditetapkan sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
mahasiswa berprestasi;
mahasiswa tidak mampu; dan/atau
mahasiswa yang berasal dari daerah tertinggal, terluar, dan terdepan Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria pertimbangan tertentu dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ...
Relevan terhadap
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a pada Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh berupa data satelit, untuk:
instansi pemerintah;
pemerintah daerah; atau
mahasiswa, dikenakan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah).
PT SAKAI SALES AND SERVICES ASI
Relevan terhadap 5 lainnya
informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha; d) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 202/PMK.03/2015 Pasal 13 ayat (1) hurirF a Dalam proses penyelesaian keberatan, Direkfur Jenderal Pajak berwenang untuk meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi; Pasal 14 ayat (1) Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diminta pada saat pemeriksaan tetapi tidak diberikan oleh Wajib Pajak, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan; e) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167fl2MK.03/2018 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai seha Penggantian lmbalan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Keri.a Pasal 2 (1) Untuk menentukan besamya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekeriaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh pegawai seha penggantian Halaman 39 dari 111 halaman. Putusan Nomor PUT-007161.15/2023fl'P".XllB Tahun 2024 PT Sakai Sales And Services Asia
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan; (2) Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan brute pemberi keria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan; b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut; c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekeriaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya; Pasal 5 (1) Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekeriaan tersebut mengharuskannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c meliputi pemberian atau penyediaan: a. pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja; b. pakaian seragam petugas keamanan; c. sarana antarjemput pegawai; d. penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya; dan/atau e. kendaraan yang dimiliki dan djpergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekeriaannya; (2) Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkajtan dengan keamanan atau keselamatan pekeria yang diwajibkan oleh lnstansi Pemerintah yang membidangi urusan ketenagakerjaan; f) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang Periakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakajan Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan Halaman 40 dari 111 halaman. Putusan Nomor PUT-007161.15/202an3P".XllB Tahun 2024 PT Sakai Sales And Services Asia
pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan dalam tahun pajak yang bersangkutan; d) bahwa Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen yang membuktikan bahwa atas kendaraan tersebut digunakan untuk seluruh karyawan sebagai kendaraan operasional, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan; Taxes, License and Other fee sebesar Rp62.475.000 a) bahwa Terbanding melakukan koreksi sebesar 50% atas biaya pajak, balik nama BPKB kendaraan yang digunakan oleh pegawai tertentu karena jabatannya seha koreksi atas imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan; b) bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Pph mengatur besamya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha; c) bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf e UU Pph menyatakan bahwa untuk menentukan besamya Penghasilan Kena Pal.ak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekeriaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekeriaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; d) bahwa Pasal 3 ayat (2) KEP-220/PJ./2002 mengatur bahwa atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekeriaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 4. Halaman 44 dari 111 halaman. Putusan Nomor PUT-007161.15/2023flp".XIIB Tahun 2024 PT Sakai Sales And Services Asia
Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara
Relevan terhadap
Pembekuan operasional kegiatan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dicabut jika:
pengusaha TPS telah mengeluarkan barang selain barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean dari TPS;
pengusaha TPS telah memiliki sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di TPS, menyediakan media komunikasi data elektronik dan/atau sistem pintu otomatis ( autogate system ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
pengusaha TPS telah menyelenggarakan pembukuan dan menyerahkan dokumen yang diminta sehubungan dengan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
pengusaha TPS telah memenuhi kewajiban pelunasan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4);
pengusaha TPS telah memenuhi ketentuan yang menjadi dasar diterbitkannya peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
pengusaha TPS telah memenuhi ketentuan yang menjadi alasan dibuatnya rekomendasi untuk dibekukannya TPS oleh unit pengawasan; dan/atau
TPS berlokasi kembali dalam Kawasan Pabean.
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri melakukan pencabutan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan surat pemberitahuan pencabutan pembekuan atas operasional kegiatan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
Operasional kegiatan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dibekukan jika:
pengusaha TPS menimbun barang selain barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean di TPS;
Pengusaha TPS:
tidak menerapkan sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di TPS;
tidak menyediakan media komunikasi data elektronik, dan/atau 3. tidak menerapkan sistem pintu otomatis ( autogate system ), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
Pengusaha TPS tidak menyelenggarakan pembukuan dan/atau tidak menyerahkan dokumen dan pembukuan lainnya sehubungan dengan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
Pengusaha TPS tidak memenuhi kewajiban pelunasan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dalam jangka waktu yang ditetapkan;
Pengusaha TPS tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat peringatan;
TPS direkomendasikan oleh unit pengawasan untuk dibekukan; dan/atau
Keputusan Menteri mengenai penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean tempat lokasi TPS dicabut.
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri melakukan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan surat pemberitahuan pembekuan atas operasional kegiatan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
Untuk memperoleh penetapan sebagai TPS, Pengusaha tempat penimbunan mengajukan permohonan penetapan suatu bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang dipersamakan dengan itu sebagai TPS kepada Menteri melalui:
Kepala Kantor Wilayah melalui Kantor Pabean; atau
Kepala Kantor Pelayanan Utama.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit __ memuat data mengenai:
identitas penanggung jawab TPS;
badan usaha pengelola TPS;
lokasi tempat penimbunan; dan
ukuran luas dan/atau daya tampung ( volume ) serta batas-batas tempat penimbunan yang dimintakan penetapan sebagai TPS.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
salinan akte pendirian perusahaan sebagai badan hukum;
izin usaha penimbunan dan/atau pergudangan dari instansi pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah;
bukti kepemilikan atas tempat penimbunan atau penguasaan atas tempat penimbunan paling singkat 2 (dua) tahun;
rekomendasi dari Penyelenggara Pelabuhan Laut atau Penyelenggara Bandar Udara, dalam hal tempat penimbunan berada di Pelabuhan Laut atau di Bandar Udara, kecuali terminal khusus;
bukti pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali tempat penimbunan berada di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;
gambar denah lokasi dan tata ruang yang meliputi:
tempat penimbunan barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean;
tempat pemeriksaan fisik barang, 3. ruang kerja Pejabat Bea dan Cukai; dan/atau
tempat lain yang menunjang kegiatan pengelolaan TPS;
daftar peralatan dan fasilitas penunjang kegiatan usaha yang dimiliki dan surat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan peralatan dan fasilitas yang memadai yang disesuaikan dengan volume kegiatan;
data mengenai profil perusahaan;
surat pernyataan mengenai kesanggupan melunasi bea masuk dan/atau cukai, sanksi administrasi berupa denda, serta pajak dalam rangka impor, dalam hal terdapat kewajiban pelunasan oleh pengusaha TPS; dan
surat keterangan dari pengelola Kawasan Pabean tentang penggunaan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang dipersamakan dengan itu, dalam hal pengusaha tempat penimbunan bukan pengelola Kawasan Pabean.
Dalam hal tempat penimbunan berupa tangki penimbunan, selain harus melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan juga dilampiri dengan:
hasil peneraan atas tangki penimbunan dari instansi yang berwenang; dan
daftar alat ukur yang dimiliki disertai hasil peneraan atas alat ukur dari instansi yang berwenang atau surat pernyataan sanggup untuk menyediakan alat ukur yang memadai.
Dalam hal tempat penimbunan akan digunakan untuk menimbun barang curah, selain harus melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan juga dilampiri dengan daftar alat ukur yang dimiliki disertai hasil peneraan atas alat ukur dari instansi yang berwenang atau surat pernyataan sanggup untuk menyediakan alat ukur yang memadai.
Dalam hal pengelola Kawasan Pabean dan pengusaha TPS merupakan pihak yang sama, dan lokasi tempat penimbunan yang akan dimintakan penetapan sebagai TPS belum ditetapkan sebagai Kawasan Pabean, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digabung dalam 1 (satu) permohonan dengan permohonan penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dalam hal portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum tersedia atau mengalami gangguan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual. __
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. ...
Relevan terhadap
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak.
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah sesum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bad an U saha Milik N egara dan Badan U saha Milik Daerah;
Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator] sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenm Operator Ekonomi Bersertifikat _(Authorized Economic Operator]; _ e. pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi;
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d;
Pedagang Besar Farmasi yang memiliki:
Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi; dan
Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang peraturan mengatur mengenai cara distribusi obat yang baik;
Distributor Alat Kesehatan yang memiliki:
Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyalur alat kesehatan; dan
Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi alat kesehatan yang baik; a tau 1. perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham lebih dari 50% (lima puluh persen) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
penyerahan Barang Kena Pajak dan/ a tau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
Penyerahan Barang Kena Pajak danjatau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; danjatau e. ekspor Jasa Kena Pajak.
Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajakยท Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f;
Pengusaha Kena Pajak telah menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 12 (dua be las) bulan terakhir;
Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan d. Pengusaha Kena Pajak tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam j angka waktu 5 (lima) tah un terakhir.
Ketentuan ayat (2) Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: