JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 664 hasil yang relevan dengan "dukungan pembiayaan untuk usaha kreatif "
Dalam 0.021 detik
Thumbnail
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA | TAHUN ANGGARAN 2015
UU 27 TAHUN 2014

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.

  • Ditetapkan: 14 Okt 2014
  • Diundangkan: 14 Okt 2014

Relevan terhadap

Pasal 22Tutup
(1)

Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat dipenuhi dari dana SAL, penerbitan SBN, atau penyesuaian Belanja Negara.

(2)

Pemerintah dapat menerbitkan SBN untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan APBN, apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara di awal tahun.

(3)

Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dan pengelolaan kas dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.

(4)

Pemerintah dapat melakukan percepatan pembayaran cicilan pokok utang dalam rangka pengelolaan portofolio utang melalui penerbitan SBN.

(5)

Dalam hal terdapat instrumen pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan, dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal.

(6)

Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau diperlukannya realokasi anggaran bunga utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi (realokasi) dari pembayaran bunga utang luar negeri ke pembayaran bunga utang dalam negeri atau sebaliknya tanpa menyebabkan perubahan pada total pembayaran bunga utang.

(7)

Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan.

(8)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) ditetapkan oleh Pemerintah dan dilaporkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2015 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2015.

Pasal 1Tutup

Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2.

Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.

3.

Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.

4.

Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pendapatan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.

5.

Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.

6.

Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang selanjutnya disingkat PNBP, adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, pendapatan bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PNBP lainnya, serta pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).

7.

Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

8.

Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

9.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

10.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BA-BUN, adalah bagian anggaran yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal.

11.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.

12.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil ( outcome ) tertentu pada Kementerian Negara/Lembaga.

13.

Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai kemampuan keuangan negara.

14.

Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan dana transfer lainnya.

15.

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan negara yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.

16.

Dana Bagi Hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan negara yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

17.

Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan negara yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

18.

Dana Alokasi Khusus, yang selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan negara yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

19.

Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

20.

Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

21.

Dana Transfer Lainnya adalah dana yang dialokasikan untuk membantu Daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

22.

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

23.

Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

24.

Pembiayaan Dalam Negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, saldo anggaran lebih, hasil pengelolaan aset, penerbitan surat berharga negara neto, pinjaman dalam negeri neto, dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan, yang meliputi alokasi untuk, penyertaan modal negara, dana bergulir, kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah, dan cadangan pembiayaan untuk dana pengembangan pendidikan nasional.

25.

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, yang selanjutnya disebut SiLPA, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan.

26.

Saldo Anggaran Lebih, yang selanjutnya disingkat SAL, adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA) tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.

27.

Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disingkat SBN, meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.

28.

Surat Utang Negara, yang selanjutnya disingkat SUN, adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.

29.

Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

30.

Surat Berharga Syariah Negara Berbasis Proyek ( Project Based Sukuk /PBS) yang selanjutnya disingkat SBSN PBS adalah sumber pendanaan melalui penerbitan SBSN untuk membiayai kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.

31.

Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya, yang selanjutnya disingkat BPYBDS, adalah bantuan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh BUMN berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga atau pada BUMN.

32.

Dana Investasi Pemerintah adalah alokasi dana investasi Pemerintah untuk Pusat Investasi Pemerintah, penyertaan modal negara, dan/atau dana bantuan perkuatan permodalan usaha yang sifat penyalurannya bergulir, yang dilakukan untuk menghasilkan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

33.

Penyertaan Modal Negara, yang selanjutnya disingkat PMN, adalah dana APBN yang dialokasikan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya dan dikelola secara korporasi, termasuk penyertaan modal kepada organisasi/lembaga keuangan internasional dan penyertaan modal negara lainnya.

34.

Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh BLU tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.

35.

Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.

36.

Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang secara potensial menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada BUMN dan/atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam hal BUMN dan/atau BUMD dimaksud tidak dapat membayar kewajibannya kepada kreditur sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian jual beli dalam proyek kerjasama Pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.

37.

Pembiayaan Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.

38.

Pinjaman Program adalah pinjaman luar negeri yang diterima dalam bentuk tunai dimana pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak yaitu Pemerintah dan Pemberi Pinjaman, seperti matrik kebijakan atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.

39.

Pinjaman Proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu Kementerian Negara/Lembaga, termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan/atau diterushibahkan kepada pemerintah daerah dan/atau BUMN.

40.

Penerusan Pinjaman adalah pinjaman luar negeri atau pinjaman dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau BUMN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

41.

Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.

42.

Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.

43.

Tahun Anggaran 2015 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.

Pasal 25Tutup
(1)

Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:

a.

percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara;

b.

pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah Pusat untuk percepatan penyediaan air minum; dan

c.

penjaminan infrastruktur dalam proyek kerjasama Pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha penjaminan infrastruktur, yang merupakan bagian dari Pembiayaan Dalam Negeri sebagaimana telah dialokasikan dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a.

(2)

Dalam hal anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dicairkan, diperhitungkan sebagai piutang/tagihan kepada entitas terjamin atau belanja Kementerian Negara/Lembaga.

(3)

Dalam hal terdapat anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah yang telah dialokasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak habis digunakan dalam tahun berjalan, anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah dimaksud dapat diakumulasikan dengan mekanisme pemindahbukuan ke dalam rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah yang dibuka di Bank Indonesia untuk pembayaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah pada tahun anggaran yang akan datang.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Thumbnail
Tidak Berlaku
BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN | HUKUM KEUANGAN NEGARA
121/PMK.07/2020

Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas Maks ...

  • Ditetapkan: 31 Agu 2020
  • Diundangkan: 01 Sep 2020

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.

Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah termasuk APBD Perubahan.

4.

Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD adalah jumlah maksimal defisit seluruh APBD dalam suatu tahun anggaran.

5.

Produk Domestik Bruto yang selanjutnya disingkat PDB adalah total nilai akhir seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di Indonesia dalam tahun tertentu yang dihitung menurut harga pasar.

6.

Defisit APBD adalah selisih kurang antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah pada tahun anggaran yang sama.

7.

Batas Maksimal Defisit APBD adalah jumlah maksimal defisit APBD masing-masing Daerah dalam suatu tahun anggaran.

8.

Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu.

9.

Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

10.

Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

11.

Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pinjaman PEN Daerah adalah dukungan pembiayaan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah berupa pinjaman untuk digunakan dalam rangka melakukan percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional.

12.

Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah adalah jumlah total pinjaman seluruh Daerah sampai dengan tahun anggaran tertentu.

Thumbnail
Tidak Berlaku
INFRASTRUKTUR Infrastruktur | BIDANG PENGELOLAAN PEMBIAYAAN RESIKO | TATACARA PEMBAYARAN
260/PMK.08/2016

Tata Cara Pembayaran Ketersediaan Layanan pada Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur. ...

  • Ditetapkan: 30 Des 2016
  • Diundangkan: 30 Des 2016

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2.

Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah selaku PJPK, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.

3.

Badan U saha adalah Badan U saha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi.

4.

Badan Usaha Pelaksana KPBU yang selanjutnya disebut Badan U saha Pelaksana adalah perseroan terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau badan usaha yang ditunjuk langsung.

5.

Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kelapa Daerah, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sebagai penyedia atau penyelenggara Infrastruktur berdasar kan peraturan perundang- undangan.

6.

Dana Pembayaran Ketersediaan Layanan adalah dana yang dialokasikan oleh PJPK sesuai dengan mekanisme anggaran yang berlaku pada masing-masing PJPK dalam rangka pelaksanaan Pembayaran Ketersediaan Layanan pada proyek KPBU.

7.

Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerin tah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek KPBU oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara.

8.

Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung Janngan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.

9.

Perjanjian KPBU adalah perJanJian antara PJPK dan Badan U saha Pelaksana dalam rangka Penyediaan Infrastruktur.

10.

Layanan Infrastruktur yang selanjutnya disebut Layanan adalah layanan publik yang disediakan oleh Badan U saha Pelaksana. kepada masyarakat selaku pengguna selama berlangsungnya masa pengoperas1an Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana berdasarkan Perjanjian KPBU.

11.

Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) adalah pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas clan/ atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU.

12.

Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden clan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

13.

Menteri/Kepala Lembaga adalah p1mp1nan kementerian/kepala lembaga atau didelegasikan untuk bertindak pihak yang mewakili kementerian/lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang ruang lingkup, tugas clan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang infrastruktur.

14.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara.

15.

Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang dilaksanakan berdasarkan perJanJian pen Jamman.

16.

Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun a tau meningkatkan kemampuan Infrastruktur clan/ atau kegiatan pengelolaan Infrastruktur dan/atau pemeliharaan Infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan Infrastruktur. 1 7. Masa Pengoperasian Infrastruktur adalah jangka waktu yang dihitung sejak dimulainya tanggal operasi komersial hingga berakhirnya Perjanjian KPBU.

18.

Komitmen P ^e iaksanaan Pembayaran Ketersediaan Layanan adalah surat yang berisi pernyataan mengenai komitmen Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK untuk melakukan pengalokasian anggaran Dana Pembayaran Ketersediaan Layanan secara berkala selama berlakunya kewajiban pembayaran atas Dana Pembayaran Ketersediaan Layanan sebagaimana ditentukan dalam Perj an j ian KPB U.

19.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

20.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

21.

Fasilitas Fiskal adalah fasilitas yang diberikan oleh Menteri Keuangan untuk proyek KPBU sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai KPBU. BAGIAN II RUANG LINGKUP

Thumbnail
EKONOMI | LINGKUNGAN HIDUP
PP 46 TAHUN 2017

Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

  • Ditetapkan: 10 Nov 2017
  • Diundangkan: 10 Nov 2017

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.

Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau Setiap Orang ke arah Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup.

2.

Pendanaan Lingkungan Hidup adalah suatu sistem dan mekanisme pengelolaan dana yang digunakan bagi pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

3.

Insentif adalah upaya memberikan dorongan atau daya tarik secara moneter dan/atau non moneter kepada Setiap Orang maupun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar melakukan kegiatan yang berdampak positif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup.

4.

Disinsentif adalah pengenaan beban atau ancaman secara moneter dan/atau non moneter kepada Setiap Orang maupun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup.

5.

Neraca Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Neraca SDA dan LH adalah gambaran mengenai cadangan/aset sumber daya alam dan lingkungan hidup serta perubahannya.

6.

Neraca Arus Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Neraca Arus SDA dan LH adalah gambaran aliran input alam dari lingkungan ke dalam ekonomi dan aliran limbah dari ekonomi ke lingkungan.

7.

Produk Domestik Bruto dan Produk Domestik Regional Bruto yang mencakup Penyusutan Sumber Daya Alam dan Kerusakan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut PDB dan PDRB LH adalah perhitungan alternatif dari produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang memperhitungkan penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup.

8.

Jasa Lingkungan Hidup adalah manfaat dari ekosistem dan lingkungan hidup bagi manusia dan keberlangsungan kehidupan yang diantaranya mencakup penyediaan sumber daya alam, pengaturan alam dan lingkungan hidup, penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya.

9.

Penyedia Jasa Lingkungan Hidup adalah Setiap Orang, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah yang menjaga dan/atau mengelola lingkungan hidup untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kualitas Jasa Lingkungan Hidup.

10.

Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup adalah Setiap Orang, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah yang menggunakan Jasa Lingkungan Hidup.

11.

Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah adalah pengalihan sejumlah uang dan/atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang antara Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup dengan Penyedia Jasa Lingkungan Hidup melalui perjanjian terikat berbasis kinerja untuk meningkatkan Jasa Lingkungan Hidup.

12.

Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup adalah pengalihan sejumlah uang dan/atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang antar orang atau kelompok masyarakat sebagai Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup dan Penyedia Jasa Lingkungan Hidup melalui perjanjian terikat berbasis kinerja untuk meningkatkan Jasa Lingkungan Hidup.

13.

Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup adalah dana yang disiapkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan untuk pemulihan kualitas lingkungan hidup yang rusak dan/atau cemar karena kegiatannya.

14.

Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup adalah dana yang disiapkan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah untuk menanggulangi dan memulihkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

15.

Dana Amanah/Bantuan Konservasi adalah dana yang berasal dari sumber hibah dan donasi untuk kepentingan konservasi lingkungan hidup.

16.

Pengadaan Barang dan Jasa Ramah Lingkungan Hidup adalah pengadaan barang dan jasa yang memprioritaskan barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup.

17.

Perdagangan Izin Pembuangan Limbah dan/atau Emisi adalah jual beli kuota limbah dan/atau emisi yang diizinkan untuk dibuang ke media lingkungan hidup antar penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan.

18.

Lembaga Keuangan dan Pasar Modal yang selanjutnya disebut Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

19.

Asuransi Lingkungan Hidup adalah produk asuransi yang memberikan perlindungan pada saat terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

20.

Label Ramah Lingkungan Hidup adalah pemberian tanda atau label pada produk yang ramah lingkungan hidup.

21.

Penghargaan Kinerja di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kegiatan untuk memberikan penghargaan terhadap kinerja dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

22.

Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

23.

Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

24.

Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

25.

Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup.

26.

Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

27.

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

28.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Thumbnail
Tidak Berlaku
COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | BIDANG PERBENDAHARAAN | HUKUM KEUANGAN NEGARA
70/PMK.05/2020

Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional

    Thumbnail
    PEDOMAN PENGELOLAAN | BADAN LAYANAN UMUM
    129/PMK.05/2020

    Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum

    • Ditetapkan: 18 Sep 2020
    • Diundangkan: 18 Sep 2020

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

    2.

    Praktik Bisnis yang Sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.

    3.

    Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat PPK-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan Praktik Bisnis yang Sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan keuangan BLU, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

    4.

    Pemerintah adalah pemerintah pusat.

    5.

    Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas bidang tugas BLU yang bersangkutan.

    6.

    Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertanggung jawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu BLU.

    7.

    Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut Satker adalah setiap kantor atau satuan kerja di lingkungan Pemerintah yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang atau kuasa pengguna anggaran/barang.

    8.

    Pejabat Pengelola BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Pengelola adalah pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil yang bertanggung jawab terhadap kinerja operasional dan keuangan BLU, yang terdiri dari pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis, yang sebutannya dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada BLU yang bersangkutan.

    9.

    Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola BLU dalam menjalankan pengelolaan BLU.

    10.

    Pemimpin BLU adalah Pejabat Pengelola BLU yang bertugas sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU.

    11.

    Pejabat Keuangan BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Keuangan adalah Pejabat Pengelola yang berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan BLU.

    12.

    Pejabat Teknis BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Teknis adalah Pejabat Pengelola yang berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing pada BLU.

    13.

    Sekretaris Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Sekretaris Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang diangkat untuk mendukung penyelenggaraan tugas Dewan Pengawas.

    14.

    Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengawas untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas.

    15.

    Pegawai BLU yang selanjutnya disebut Pegawai adalah pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil yang mendukung kinerja BLU sesuai dengan kebutuhan BLU.

    16.

    Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

    17.

    Rencana Strategis Bisnis BLU yang selanjutnya disingkat RSB adalah dokumen perencanaan lima tahunan yang disusun oleh Pemimpin BLU dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga.

    18.

    Rencana Bisnis dan Anggaran BLU yang selanjutnya disingkat RBA adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.

    19.

    RBA Definitif adalah RBA yang telah disesuaikan dengan RKA-K/L dan Peraturan Presiden mengenai Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang telah disahkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

    20.

    Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Petikan BLU yang selanjutnya disebut DIPA Petikan BLU adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran per Satker BLU yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan Satker BLU.

    21.

    Pola Anggaran Fleksibel adalah pola anggaran yang belanjanya dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.

    22.

    Persentase Ambang Batas adalah besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam DIPA Petikan BLU.

    23.

    Ikhtisar RBA adalah ringkasan RBA yang berisikan program, kegiatan dan sumber pendapatan, dan jenis belanja serta pembiayaan sesuai dengan format RKA-K/L dan format DIPA Petikan BLU.

    24.

    Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

    25.

    Rekening Operasional BLU adalah rekening lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan atau membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.

    26.

    Rekening Operasional Penerimaan BLU adalah Rekening Operasional BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.

    27.

    Rekening Operasional Pengeluaran BLU adalah Rekening Operasional BLU yang dipergunakan untuk membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.

    28.

    Rekening Pengelolaan Kas BLU adalah rekening lainnya milik BLU yang dapat berbentuk deposito pada Bank Umum dan/atau rekening pada bank kustodian untuk penempatan idle cash yang terkait dengan pengelolaan kas BLU.

    29.

    Rekening Dana Kelolaan BLU adalah rekening lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung dana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam Rekening Operasional BLU dan Rekening Pengelolaan Kas BLU pada Bank Umum, untuk menampung dana yang dapat berasal dari alokasi Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, salah satunya dana bergulir dan/atau dana yang belum menjadi hak BLU.

    30.

    Beauty Contest adalah metode pemilihan penyedia jasa lainnya dengan mengundang seseorang/pelaku usaha untuk melakukan peragaan/pemaparan profil perusahaan yang dilakukan karena alasan efektivitas dan efisiensi dengan berpedoman pada aturan yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU.

    31.

    Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah dan/atau hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

    32.

    Piutang BLU adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada BLU dan/atau hak BLU yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

    33.

    Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah Panitia yang bersifat interdepartemental dan bertugas mengurus Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.

    34.

    Penanggung Utang kepada BLU yang selanjutnya disebut Penanggung Utang adalah badan atau orang yang berutang kepada BLU menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun termasuk badan atau orang yang menjamin seluruh penyelesaian utang penanggung utang.

    35.

    PSBDT adalah Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih.

    36.

    Pinjaman BLU yang selanjutnya disebut Pinjaman adalah semua transaksi yang mengakibatkan BLU menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga BLU tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

    37.

    Perjanjian Pinjaman adalah naskah perjanjian atau naskah lain yang dipersamakan yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman antara BLU dengan pemberi Pinjaman.

    38.

    Aset BLU adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh BLU sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dalam satuan uang, dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

    39.

    Aset Lancar BLU adalah Aset BLU yang diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek yang diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca, dan/atau berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi, meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang usaha, piutang lain-lain, persediaan, uang muka, dan biaya dibayar di muka.

    40.

    Aset Tetap BLU adalah Aset BLU yang berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan Pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

    41.

    Aset Lainnya BLU adalah Aset BLU selain Aset Lancar BLU, investasi jangka panjang BLU, dan Aset Tetap BLU.

    42.

    Kerja Sama Operasional yang selanjutnya disingkat KSO adalah pendayagunaan Aset BLU dan/atau aset milik pihak lain dalam rangka tugas dan fungsi BLU, melalui kerja sama antara BLU dengan pihak lain yang dituangkan dalam naskah perjanjian.

    43.

    Kerja Sama Sumber Daya Manusia dan/atau Manajemen yang selanjutnya disebut KSM adalah pendayagunaan Aset BLU dan/atau aset milik pihak lain dengan mengikutsertakan sumber daya manusia dan/atau kemampuan manajerial dari BLU dan/atau pihak lain, dalam rangka mengembangkan kapasitas layanan dan meningkatkan daya guna, nilai tambah, dan manfaat ekonomi dari Aset BLU.

    44.

    Mitra KSO atau KSM yang selanjutnya disebut Mitra adalah pihak lain yang melakukan perikatan dengan BLU dalam rangka KSO atau KSM.

    45.

    Tugas dan Fungsi BLU adalah kegiatan/aktivitas yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola dan/atau Pegawai pada BLU dalam rangka memberikan dan/atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan struktur organisasi dan tata kerja pada BLU yang telah ditetapkan Menteri/Pimpinan Lembaga.

    46.

    KSO Tanah dan Bangunan adalah pendayagunaan atas tanah dan/atau gedung dan bangunan milik BLU untuk digunakan BLU dan/atau Mitra, sesuai dengan perjanjian.

    47.

    KSO Aset Selain Tanah dan/atau Bangunan adalah pendayagunaan atas aset selain tanah dan/atau bangunan yang dikuasai atau dimiliki oleh BLU untuk digunakan BLU dan/atau Mitra, sesuai dengan perjanjian.

    48.

    Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.

    49.

    Dana Kelolaan adalah dana yang dikelola oleh BLU yang bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Investasi Pemerintah.

    50.

    Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan Surat Perintah Membayar.

    51.

    Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.

    52.

    Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

    53.

    Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPPN yang menyatakan bahwa Surplus Anggaran dan/atau Dana Kelolaan telah disetor dan dibukukan KPPN.

    54.

    Tata Kelola yang Baik pada BLU yang selanjutnya disebut Tata Kelola yang Baik adalah suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan BLU berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran, untuk pencapaian penyelenggaraan kegiatan BLU yang memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan BLU, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan Praktik Bisnis yang Sehat.

    55.

    Nilai Omzet adalah jumlah seluruh pendapatan operasional yang diterima oleh BLU yang berasal dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, dalam satu tahun anggaran.

    56.

    Nilai Aset adalah jumlah aset yang tercantum dalam neraca BLU pada akhir suatu tahun buku tertentu.

    57.

    Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh Pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang- undangan.

    58.

    Pengawasan Intern adalah suatu kegiatan pemberian keyakinan dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional BLU, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola BLU.

    59.

    Satuan Pengawasan Intern BLU yang selanjutnya disingkat SPI adalah unit kerja BLU yang menjalankan fungsi Pengawasan Intern.

    60.

    Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

    61.

    Gaji adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap yang diterima oleh Pejabat Pengelola dan Pegawai setiap bulan.

    62.

    Honorarium adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap, yang diterima oleh Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Anggota Komite Audit setiap bulan.

    63.

    Tunjangan Tetap adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji, yang diterima oleh pimpinan BLU setiap bulan.

    64.

    Insentif adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji/Honorarium, yang diterima oleh Pejabat Pengelola, Pegawai, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Anggota Komite Audit.

    65.

    Hari Raya adalah Hari Raya Idul Fitri.

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    CUKAI HASIL TEMBAKAU | DANA BAGI HASIL
    206/PMK.07/2020

    Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

    • Ditetapkan: 17 Des 2020
    • Diundangkan: 18 Des 2020

    Relevan terhadap

    Pasal 5Tutup
    (1)

    Program peningkatan kualitas bahan baku untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:

    a.

    pelatihan peningkatan kualitas tembakau;

    b.

    penanganan panen dan pasca panen; dan/atau

    c.

    dukungan sarana dan prasarana usaha tani tembakau.

    (2)

    Program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 2 meliputi kegiatan:

    a.

    pemberian bantuan; dan

    b.

    peningkatan keterampilan kerja.

    (3)

    Kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

    a.

    bantuan langsung tunai kepada buruh tani tembakau dan/atau buruh pabrik rokok;

    b.

    bantuan pembayaran iuran jaminan perlindungan produksi tembakau bagi petani tembakau; dan/atau c. subsidi harga tembakau.

    (4)

    Kegiatan peningkatan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

    a.

    pelatihan keterampilan kerja kepada buruh tani dan/atau buruh pabrik rokok;

    b.

    bantuan modal usaha kepada buruh tani dan/atau buruh pabrik rokok yang akan beralih untuk menjalankan usaha; dan/atau

    c.

    bantuan bibit/benih/pupuk dan/atau sarana dan prasarana produksi kepada petani tembakau dalam rangka diversifikasi tanaman.

    (5)

    Penganggaran DBH CHT sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dengan ketentuan:

    a.

    15% (lima belas persen) untuk kegiatan peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kegiatan peningkatan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan

    b.

    35% (tiga puluh lima persen) untuk kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

    (6)

    Pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan bantuan bibit/benih/pupuk dan/atau sarana dan prasarana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.

    (7)

    Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah serta mempertimbangkan asas keadilan.

    (8)

    Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan langsung tunai kepada buruh tani tembakau dan/atau buruh pabrik rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, paling kurang dengan mempertimbangkan kriteria penerima bantuan, besaran bantuan, dan jangka waktu pemberian bantuan.

    (9)

    Dalam hal ketersediaan anggaran untuk kegiatan di bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) melebihi kebutuhan, kelebihan anggaran tersebut dialihkan dengan prioritas untuk kegiatan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 1.

    (10)

    Kegiatan di bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh seluruh Daerah penerima DBH CHT. Paragraf 2 Bidang Penegakan Hukum

    Thumbnail
    KepDJA 35/AG/2019

    Penyelenggaraan Pusat Layanan Terintegrasi Direktorat Jenderal Anggaran

      Relevan terhadap

      MemutuskanTutup

      KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN TENTANG PENYELENGGARA PUSAT LAYANAN TERINTEGRASI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN. Membentuk Penyelenggara Pusat Layanan Terintegrasi Direktorat Jenderal Anggaran, untuk selanjutnya disebut Penyelenggara i-Puslay DJA, yang terdiri atas.

      a.

      Koordinator Utama;

      b.

      Koordinator Unit Teknis;

      c.

      Koordinator Pelaksanaan;

      d.

      Koordinator Agen Teknis;

      e.

      Quality _Assurance; _ f. Koordinator Petugas i-Puslay DJA;

      g.

      Administrator KEDUA KETIGA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA g. Administrator Agen Unit Teknis;

      h.

      Petugas Call _Center; _ i. Petugas Front Deslc;

      j.

      Agen Unit Teknis. Menunjuk para pejabat/ pelaksana sebagai Penyelenggara i-Puslay DJA sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagiar1 tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Penyelenggara i-Puslay DJA sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA mempunyai tugas sebagai berikut:

      a.

      Koordinator Utama mempunyai tugas mengoordinasikan, memastikan, dan bertanggung jawab atas terselenggaranya layanan pada i-Puslay dengan baik;

      b.

      Koordinator Unit Telmis mempunyai tugas mengoordinasikan, memastikan, dan bertanggung jawab atas terselenggaranya fungsi agen unit teknis di unitnya masing-masing;

      c.

      Koordinator Pelalrnanaan mempunyai tugas mengoordinasikan penyiapan dan pemeliharaa11. sa1·ana, prasarana, sumber daya, serta kebijakan terkait penyelenggaraan layanan i-Puslay;

      d.

      Koordinator Agen Teknis mempunyai tugas mengoordinasikan penyiapan dan pemeliharaan sarana, prasarana, sumber daya, serta kebijakan terkait fungsi agen unit teknis di unitnya masing-masing;

      e.

      Quality Assurance mempunyai tugas memastikan substansi atas penanganan layanan dari pengguna layanan sesuai dengan ketentuan/kebijakan yang berlaku;

      f.

      Koordinator Petugas i-Puslay DJA mempunyai tugas mengoordinasikan penugasan dan pembagian kerja petugas serta bertanggungjawab atas operasional layanan i-Puslay;

      g.

      Administrator Agen Unit Teknis mempunyai tugas mengoordinasikan penugasan dan pembagian kerja petugas serta bertanggung jawab atas berjalannya fungsi agen unit teknis di unitnya masing-masing;

      h.

      Petugas Call Center mempunyai tugas memberikan layanan baik kepada pengguna laya11.an melalui saluran telepon, e-mail, web-chat, dan aplikasi media sosial;

      1.

      Petugas Front Deslc mempunyai tugas memberikan layanan kepada pengguna laya11.an yang datang secara langsung ke ruangan Front Deslc i-Puslay DJA (Petugas di ruangan i-Puslay); J. Agen Unit Teknis mempunyai tugas melaksanakan fungsi koordinasi penyelesaian atas eskalasi penanganan layanan dari petugas i-Puslay. KEEMPAT KELIMA KEENAM KETUJUH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Dalam hal pelaksanaan tugas dan tanggungjawab, Penye l enggara i-Puslay DJA sebagaimana dimaksud dalam Di ktum KEDUA berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal Anggaran Nomor KEP-17 /AG/ 2019 ten tang Pusat Layanan Terintegrasi Direktorat Jenderal Anggaran serta peraturan dan ketentuan terkait l ainnya yang berlaku. Penyelenggara i-Puslay DJA melaksanakan rapat monitoring berkala setiap bulan untuk memastikan kinerja penyelenggara serta penyelesaian tugas-tugas penyelenggara i- Puslay DJA dan melaporkan hasil rapat tersebut kepada Direktur Jenderal Anggaran. Penyelenggara i-Puslay DJA sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA bertanggungjawab dan melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya kepada Direktur Jenderal Anggaran secara berkala setiap semester maupun sewaktu-waktu sebagaimana diperlukan. Segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Anggaran ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Anggaran. KEDELAPAN Keputusan Direktur Jenderal Anggaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bila terdapat kesalahan/ kekeliruan dapat dilakukan perubahan seperlunya. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:

      1.

      Menteri Keuangan;

      2.

      Wakil Menteri Keuangan;

      3.

      Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;

      4.

      Sekretaris Direktorat Jenderal Anggaran;

      5.

      Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran; 6 . Yang bersangkutan untuk diketahui dan diindahkan. Salinan se suai aslinya Sekretaris Direktorat J enderal u . b. agian Umum, Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 3 Mei 2019 DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, Ttd, - ASKOLANI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR J ENDERA L ANGGARAN NOMOR KEP- /AG/2 019 TENTANG PENYELENGGARA PUSAT LA YANAN TERINTEGRASI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN SUSUNAN KEANGGOTAAN PENYELENGGARA PUSAT LAYANAN TERINTEGRASI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN I. Koordinator Utama Sekretaris Direktorat Jenderal Anggaran II. Koordinator Unit Teknis 1. Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

      2.

      Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman;

      3.

      Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;

      4.

      Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;

      5.

      Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak;

      6.

      Direktur Sistem Penganggaran; dan

      7.

      Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran. III. Koordinator Pelaksanaan Kepala Bagian Umum IV. Koordinator Agen Teknis 1. Para Kepala Subdit Data dan Dukungan Teknis;

      2.

      Kepala Subdit Evaluasi Kinerja Penganggaran; dan

      3.

      Kepala Subdit Harmonisasi Peraturan PNBP. V. Quality Assurance Kepala Subdit di masing-masing unit Teknis VI. Koordinator Petugas i-Puslay DJA Kepala Subbagian Layanan Anggaran dan Tata Usaha. VII. Administrator Agen Unit Teknis Kepala Subbagian Tata Usaha masing-masing unit teknis. VIII. Petugas Call Center 1. Anggun Putri Rahmawati , Pelaksana pada Bagian Umum.

      2.

      ljlal Mochamad Ready Noer, Pelaksana pada Bagian Umum. 3. Regita Triastika, Pelaksana pada Bagian Umum. IX. Petugas Front Desk 1. Jovita Be lla Pratiwi, Pelaksana pada Bagian Umum.

      2.

      Rasanti Febrian Saomi, Pelaksana pada Bagian Umum. 3. Ryan Satria Pratama, Pelaksana pada Bagian Umum. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA X. Agen Unit Teknis No Nama Sebagai Direktorat Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1. Sulaiman 2. Wayaning Apsari 3. Febrina Kurniawati 4. Muhendaryanto Apnipar 5. Yudhanto Eko Putro 6. Dahlia Agen Subdit Analisis Ekonomi Makro dan Pendapatan Negara Agen Subdit Penyusunan Anggaran Belanja Negara I Agen Subdit Pe nyusunan Anggaran Belanja Negara II Agen Subdit Penyusunan Anggaran Belanj a Negara III Agen Subdit Pembiayaan Anggaran dan Penganggaran Risiko Fiskal Agen Subdit Data dan Dukungan Teknis Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman 1. Danie Satrio Agen Subdit Anggaran Pertanian, Kelau tan, Kehutanan Bidang dan 2. Soegiarno Hesty Boedi Prabawa Agen Subdit Anggaran Bidang Peke1jaan Umum , Agraria, dan Tata Ruan g 3. Arip Rachmat 4. Readiyanto Eko Prasetyo 5. Ebo Sunandar Agen Subdit Anggaran Bidang Keuangan dan Ketenagakerjaan Agen Subdit Anggaran Bidang Energi, Perindustrian, dan Perdagangan Agen Subdit Anggaran Bidang Perhubungan, Kepariwisataan, d an Koperasi Dan U saha Kecil Menengah Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 1. Astrid Nastiti Handa yan i Agen Subdit Anggaran Bidang Pendidikan dan Kepemudaan 2 . Zeni Zaena l Agen Subdit Anggaran Bidang Kesejahteraan Sosial 3. Amin Hidayat Agen Subdit Anggaran Bidang Agama, Kepresidenan, dan LTN 4. Marini Wulandari Agen Subdit Anggaran Bidan g Riset, Teknologi, dan Dikti 5. Madaharsa Wicaksana Agen Subdit Anggaran Bidang Kesehatan No Nama Sebagai Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara 1. Gunawan 2. Ardi Artopo 3. Siti Padlah 4. Mohamad Djunedi 5. Ajie Chrispriyanto Wibowo 6. Fahrni Fadhli Azhari 7. Arfan Udi Winarsis 8. Dhias Pradopo Agen Subdit Anggaran Bidang Politik Agen Subdit Anggaran Bidang Hukum Agen Subdit Anggaran Bidang Pertahanan dan Keamanan Agen Subdit Mitra PPA BUN Agen Subdit PRA dan LK BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya Agen Subdit PRA dan LK BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya Agen Subdit PRA dan LK BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya Agen Subdit PRA dan LK BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak 1. Fahrudi Qamal Agen Subdit Penerimaan Laba BUMN 2. Rafli 3. Muhammad Rahmat 4. Hari Setiaji 5. Seprina Hasan Effendi 6. Eko Pandu Pranoto Direktorat Sistem Penganggaran 1. Hartanto 2. Gin ta Saka 3. Akhmad Nurkhayat 4. Andryan Puji Prapbono 5. Reni N ovian ti 6. Heri Yulianto Agen Subdit Penerimaan K/L I Agen Subdit Penerimaan K/ L II Agen Subdit Penerimaan K/L II Agen Subdit Penerimaan Min.yak dan Gas Bumi Agen Subdit Daduktek PNBP Agen Subdit Transformasi Sistem Penganggaran Agen Subdit Transformasi Sistem Penganggaran Agen Subdit Standar Biaya Agen Subdit Standar Biaya Agen Subdit Evaluasi Kinerja Penganggaran (Evaluasi Kinerja Anggaran K/L) Agen Subdit Evaluasi Kinerja Penganggaran (Evaluasi Kinerja Anggaran AIP) No Nama 7. Ayu Nuraini 8. Novita Aryani Sebagai Agen Subdit Evaluasi Kine1ja Penganggaran (Evaluasi Kinerja Anggaran BA BUN) Agen Subdit Teknologi Informasi Penganggaran Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran 1. Amin Rohmad Agen Subdit Peraturan PNBP Harmonisasi 2. Heru Ganes Santosa 3. Cahya Agusono 4. Grenada Salinan sesuai aslinya Sekretaris Direktorat Jenderal u.b . la . Bagian Umum, Arya B\ ·atha Agen Subdit Harmonisasi Penganggaran Remunerasi Agen Subdit Harmonisasi Peraturan K/ L Agen Subdit Harmonisasi Penganggaran Jamin.an Sosial DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, Ttd ,- ASKOLANI

      Thumbnail
      PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG | HUKUM KEUANGAN NEGARA
      34 P/HUM/2020

      Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Pengh ...

        Relevan terhadap

        Halaman 49Tutup

        ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 49 dari 111 halaman. Putusan Nomor 34 P/HUM/2020 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49

        Thumbnail
        PENILAI | PERUBAHAN
        56/PMK.01/2017

        Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/ 2014 tentang Penilai Publik.

        • Ditetapkan: 17 Apr 2017
        • Diundangkan: 17 Apr 2017

        Relevan terhadap

        Pasal 5Tutup
        (1)

        Bidang jasa Penilaian meliputi:

        a.

        Penilaian Properti Sederhana;

        b.

        Penilaian Properti;

        c.

        Penilaian Bisnis; dan

        d.

        Penilaian Personal Properti.

        (2)

        Bidang Jasa Penilaian Properti Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Penilaian:

        a.

        tanah kosong untuk permukiman paling luas 5.000 (lima ribu) meter persegi yang diperuntukkan untuk 1 (satu) unit rumah tinggal;

        b.

        1 (satu) unit apartemen, rumah tinggal, rumah toko, rumah kantor, atau kios;

        c.

        peralatan dan perlengkapan bangunan yang merupakan bagian yang terikat pada apartemen, rumah tinggal, rumah toko, rumah kantor, atau kios;

        d.

        1 (satu) unit mesin individual yang digunakan pada rumah tinggal, rumah toko, atau rumah kantor, termasuk pembangkit tenaga listrik (genset) dan pompa air; dan

        e.

        1 (satu) unit alat transportasi dengan klasifikasi mobil penumpang, mobil beban, dan sepeda motor, yang bukan merupakan suatu armada angkutan.

        (3)

        Bidang Jasa Penilaian Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Penilaian:

        a.

        tanah dan bangunan beserta kelengkapannya, serta pengembangan lainnya atas tanah;

        b.

        mesin dan peralatan termasuk instalasinya yang dirangkai dalam satu kesatuan dan/atau berdiri sendiri yang digunakan dalam proses produksi;

        c.

        alat transportasi, alat berat, alat komunikasi, alat kesehatan, alat laboratorium dan utilitas, peralatan dan perabotan kantor, dan peralatan militer;

        d.

        perangkat telekomunikasi termasuk peralatan pemancar dan penerima jaringan, satelit, dan stasiun bumi;

        e.

        pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan; dan

        f.

        pertambangan.

        (4)

        Bidang jasa Penilaian Bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Penilaian:

        a.

        entitas bisnis;

        b.

        penyertaan;

        c.

        surat berharga termasuk derivasinya;

        d.

        hak dan kewajiban perusahaan;

        e.

        aset takberwujud;

        f.

        kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa tertentu untuk mendukung berbagai tindakan korporasi atau atas transaksi material;

        g.

        opini kewajaran; dan

        h.

        instrumen keuangan.

        (4a) Bidang jasa Penilaian Personal Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi Penilaian:

        a.

        pabrik termasuk instalasinya yang merupakan satu kesatuan;

        b.

        mesin dan peralatan termasuk instalasinya yang dirangkai dalam satu kesatuan dan/atau berdiri sendiri yang digunakan dalam proses produksi;

        c.

        alat transportasi, alat berat, alat komunikasi, alat kesehatan, alat laboratorium dan utilitas, peralatan dan perabotan kantor, dan peralatan militer; dan

        d.

        perangkat telekomunikasi termasuk peralatan pemancar dan penerima jaringan, satelit, dan stasiun bumi.

        (5)

        Selain jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan Penilaian, meliputi:

        a.

        konsultasi pengembangan properti;

        b.

        desain sistem informasi aset;

        c.

        manajemen properti;

        d.

        studi kelayakan usaha;

        e.

        jasa agen properti;

        f.

        pengawasan pembiayaan proyek;

        g.

        studi penentuan sisa umur ekonomi;

        h.

        studi penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use); dan

        i.

        studi optimalisasi aset.

        (6)

        Selain jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Bisnis dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan Penilaian, meliputi:

        a.

        studi kelayakan usaha;

        b.

        penasihat keuangan korporasi; dan

        c.

        pengawasan pembiayaan proyek.

        3.

        Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

        • 1
        • ...
        • 28
        • 29
        • 30
        • ...
        • 67