Dana Operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Tahun 2022
Relevan terhadap
Dalam hal dana operasional yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak cukup untuk mendanai operasional penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan karena terdapat kebutuhan operasional baru atau inisiatif kegiatan baru, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dapat mengajukan usulan perubahan dana operasional kepada Menteri Keuangan.
Dalam hal penerimaan iuran dan hasil pengembangan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tidak tercapai sehingga nominal besaran dana operasional tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dapat mengajukan usulan perubahan persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Menteri Keuangan dengan tetap memperhatikan nominal besaran dana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pengajuan usulan perubahan dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan usulan perubahan persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan:
paling cepat minggu pertama bulan Juli 2022; dan
paling lambat minggu pertama bulan September 2022.
Dana Operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Tahun 2022
Relevan terhadap
Dalam hal dana operasional yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak cukup untuk mendanai operasional penyelenggaraan program jaminan sosial kesehatan karena terdapat kebutuhan operasional baru atau inisiatif kegiatan baru, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dapat mengajukan usulan perubahan dana operasional kepada Menteri Keuangan.
Dalam hal penerimaan iuran program Jaminan Kesehatan tidak tercapai sehingga nominal besaran dana operasional tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dapat mengajukan usulan perubahan persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Menteri Keuangan dengan tetap memperhatikan nominal besaran dana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pengajuan usulan perubahan dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan usulan perubahan persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan:
paling cepat minggu pertama bulan Juli 2022; dan
paling lambat minggu pertama bulan September 2022.
Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 terdiri atas:
pemantauan periodik; dan
pemantauan insidentil.
Pemantauan periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang atas Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, pengamanan, dan pemeliharaan BMN.
Pemantauan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh Pengguna Barang, Pembantu Pengguna Barang Eselon I, Pembantu Pengguna Barang Wilayah, dan Kuasa Pengguna Barang atas Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, pengamanan, dan pemeliharaan BMN.
Pemantauan periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan 1 (satu) kali setiap semester.
Pemantauan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sewaktu-waktu, dalam hal:
terdapat informasi tertulis, antara lain dari:
masyarakat;
media massa, baik cetak maupun elektronik;
laporan hasil audit/pengawasan APIP K/L atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
informasi antar unit kerja di lingkungan Pengguna Barang; dan/atau
informasi dari Pengelola Barang;
adanya inisiatif Kuasa Pengguna Barang untuk BMN yang berada dalam penguasaannya; dan/atau
adanya inisiatif Pembantu Pengguna Barang Wilayah/Pembantu Pengguna Barang Eselon I/Pengguna Barang.
Pemantauan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya informasi atau ditemukannya permasalahan pengelolaan BMN yang memunculkan inisiatif.
Pemantauan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja dan hasilnya dilaporkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah berita acara hasil pemantauan ditandatangani.
Pemantauan atas Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan BMN terdiri atas:
pemantauan periodik; dan
pemantauan insidentil.
Pemantauan periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan 1 (satu) kali setiap semester.
Pemantauan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sewaktu-waktu, dalam hal:
terdapat informasi tertulis, antara lain dari:
masyarakat;
media massa, baik cetak maupun elektronik;
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang lainnya;
laporan hasil audit/pengawasan APIP K/L atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan; dan/atau
antar unit kerja di lingkungan Pengelola Barang; dan/atau
adanya inisiatif Pengelola Barang.
Pemantauan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya informasi atau ditemukannya permasalahan pengelolaan BMN yang memunculkan inisiatif.
Kegiatan pemantauan insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja dan hasilnya dilaporkan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah berita acara hasil pemantauan ditandatangani.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan (peristiwa-peristiwa) yang berkaitan dengan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan BMN.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktur adalah pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN.
Direktorat Jenderal adalah unit organisasi eselon I pada Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
Kantor Pelayanan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan Lembaga.
Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Relevan terhadap
Ayat (1) Kerja sama dengan pihak ketiga tetap menempatkan Pemerintah Pu sat memegang kedudukan menentukan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 3J Cukup jelas. Pasal 3K Cukup jelas. Pasal 3L Cukup jelas. Angka 10 Cukup jelas. Angka 11 Pasal 3M Cukup jelas. Pasal 3N Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan sinkronisasi dan koordinasi serta pengendalian pelaksanaan urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi adalah paling rendah pejabat eselon I. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Dewan pengawas terdiri atas:
ketua merangkap anggota;
wakil ketua merangkap anggota: : c. perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan sinkronisasi dan koordinasi serta pengendalian pelaksanaan urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi sebagai anggota; dan
pejabat negara atau pihak lain sebagai anggota. (2) Ketua, wakil ketua, dan anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat ( l) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (3) Ketua, wakil ketua, dan anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 30 (1) Dewan pengawas bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Sadan yang dilakukan oleh badan pelaksana. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dewan pengawas atas persetujuan Presiden berwenang:
menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama yang diusulkan badan pelaksana;
melakukan evaluasi pencapa1an indikator kinerja utama;
menerima dan mengevaluasi laporan pertanggungjawaban dari badan pelaksana;
menyampaikan laporan perta.nggungjawaban dewan pengawas dan badan pelaksana kepada Presiden;
menetapkan remunerasi dewan pengawas dan badan pelaksana;
mengusulkan peningkatan dan/atau pengurangan modal Sadan kepada Presiden;
menyetujui laporan keuangan tahunan Sadan; dan
memberhentikan sementara anggota badan pelaksana. Pasal 3P Ketentuan lebih lanjut mengenai dewan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3N dan Pasal 30 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 3Q (1) Badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3M huruf b berasal dari unsur profesional. (2) Salah satu anggota badan pelaksana diangkat menjadi kepala badan pelaksana. (3) Seluruh anggota badan pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (4) Masa jabatan anggota badan pelaksana adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 3R (1) Untuk dapat diangkat sebagai anggota badan pelaksana, seseorang harus memenuhi persyaratan:
warga negara Indonesia;
mampu melakukan perbuatan hukum;
sehat jasmani dan rohani;
berusia paling tinggi 70 (tujuh puluh) tahun pada saat pengangkatan pertama;
bukan pengurus dan/ a tau anggota partai politik;
memiliki pengalaman bi dang investasi, perbankan, hukum, perusahaan; dan/atau keahlian di ekonomi, keuangan, dan/ a tau manajemen tidak pernah dipidana penJara karena melakukan tindak pidana; tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; dan
tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang investasi dan bidang lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Anggota badan pelaksana dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
anggota badan pelaksana yang lain;
anggota dewan pengawas;
pegawai Sadan;
Direksi Holding Investasi atau Holding Operasional; dan/atau
Dewan Komisaris Holding Investasi atau Holding Operasional.
Mekanisme Penggantian Pajak Pertambahan Nilai dan Biaya Lain-Lain pada Hibah Rumah Sakit Kardiologi Emirat-Indonesia ...
Relevan terhadap
DAN/ATAU KEPABEANAN (SKP2K) KOP SURAT KEMENTERIAN KESEHATAN KETETAPAN KPA……….(1) NOMOR……….(2) TENTANG PENGGANTIAN DI BIDANG PAJAK DAN/ATAU KEPABEANAN Membaca :
Dana Operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Tahun 2024
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG DANA OPERASIONAL BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TAHUN 2024. Pasal 1 Badan Penyelenggara J aminan Sosial Kesehatan dalam menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan memperoleh dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial Kesehatan, sebesar persentase tertentu dari iuran program Jaminan Kesehatan yang telah diterima. Pasal 2 (1) Besaran persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, untuk tahun 2024 paling banyak 3,66% (tiga koma enam enam persen). (2) Besaran nominal dana operasional yang diperoleh dari persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp5.770.454.000.000,00 (lima triliun tujuh ratus tujuh puluh miliar em pat ratus lima puluh em pat juta rupiah). (3) Penetapan besaran dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan penelaahan atas rancangan rencana kerja dan anggaran tahunan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dengan memperhatikan asas kelayakan dan kepatutan. Pasal 3 (1) Dalam hal dana operasional yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak cukup untuk mendanai operasional penyelenggaraan program jaminan sosial kesehatan karena terdapat kebutuhan operasional baru atau inisiatif kegiatan baru, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dapat mengajukan usulan perubahan dana operasional kepada Menteri Keuangan. (2) Dalam hal penerimaan iuran program Jaminan Kesehatan tidak tercapai sehingga nominal besaran dana operasional tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dapat mengajukan usulan perubahan persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Menteri Keuangan dengan tetap memperhatikan nominal besaran dana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). (3) Pengajuan usulan perubahan dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan usulan perubahan persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan:
paling cepat minggu pertama bulan Juli 2024; dan
paling lambat minggu pertama bulan September 2024. Pasal 4 (1) Menteri Keuangan melakukan monitoring penggunaan dana operasional dan pencapaian target kinerja paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali. (2) Dalam rangka monitoring penggunaan dana operasional dan pencapaian target kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan wajib menyampaikan laporan penggunaan dana operasional dan pencapaian target kinerja setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran. (3) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan Menteri Keuangan dalam rangka monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan besaran dana operasional tahun berikutnya. Pasal 5 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024.
Komite Pengawas Perpajakan
Relevan terhadap
Komposisi keanggotaan Komwasjak terdiri atas:
ketua merangkap anggota yang berasal dari luar Kementerian;
wakil ketua merangkap anggota yang berasal dari luar Kementerian;
anggota yang berasal dari luar Kementerian yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang pajak;
anggota yang berasal dari luar Kementerian yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang kepabeanan dan cukai;
anggota yang berasal dari luar Kementerian yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang hukum, ekonomi, dan/atau keuangan;
Sekretaris Jenderal; dan
Inspektur Jenderal.
Komposisi keanggotaan Komwasjak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup 3 (tiga) orang yang bukan pegawai negeri sipil.
Anggota Komwasjak selain Sekretaris Jenderal dan Inspektur Jenderal, ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat ditunjuk kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Menteri dapat memberhentikan anggota Komwasjak sebelum jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan ...
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa ...
Relevan terhadap
Tim Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, terdiri dari unsur instansi tingkat pusat, meliputi:
Kementerian Keuangan;
Kementerian Hukum;
Kementerian Pertahanan;
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah;
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi;
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
Badan Intelijen Negara;
Kejaksaan Agung; dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tim Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Direktur.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yang selanjutnya disingkat ABMA/T, adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/ 032/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T- 0403/G-5/5/66.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Direktur Jenderal adalah pejabat eselon I pada Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Direktur adalah pejabat eselon II pada Direktorat Jenderal yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan ABMA/T.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal di Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan di bawah Direktorat Jenderal di Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Tim Penyelesaian adalah Tim Penyelesaian ABMA/T Tingkat Pusat.
Tim Asistensi Daerah adalah Tim Asistensi Penyelesaian ABMA/T Tingkat Wilayah.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal penilaian.
Pihak Ketiga adalah pihak yang menempati/menghuni/menggunakan ABMA/T dan/atau telah memiliki sertipikat kepemilikan.
Pihak Lain adalah pihak yang memperoleh hak untuk menggantikan kedudukan Pihak Ketiga dalam rangka penyelesaian ABMA/T.
Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Tim Asistensi Daerah melakukan pengamanan ABMA/T yang meliputi:
pengamanan administrasi;
pengamanan fisik; dan
pengamanan hukum.
Pengamanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
kegiatan pencatatan aset; dan
pengadministrasian dokumen riwayat aset.
Pengamanan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dengan cara memberikan tanda/papan informasi status kepemilikan ABMA/T dengan memperhatikan situasi dan kondisi aset dimaksud.
Pengamanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:
mengajukan permohonan pencatatan penguasaan ABMA/T kepada instansi yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pertanahan; dan/atau
berkoordinasi dengan unit yang memiliki tugas mengoordinasikan dan melaksanakan advokasi hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan melalui Tim Penyelesaian.
Dalam rangka pengamanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Tim Asistensi Daerah dapat mengikutsertakan unit yang memiliki tugas dan fungsi di bidang advokasi hukum pada Direktorat Jenderal dan Kantor Wilayah.
Ketentuan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.06/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Piutang Pajak adalah piutang yang timbul akibat adanya pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administratif berupa bunga, denda, atau kenaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang belum dilunasi.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Hapus Buku Piutang Pajak adalah tindakan administratif untuk menyesuaikan nilai Piutang Pajak agar sesuai dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Hapus Tagih Piutang Pajak adalah tindakan administratif untuk menghapus Piutang Pajak yang tidak dapat ditagih lagi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dari Laporan Keuangan Kementerian Keuangan.
Laporan Keuangan Kementerian Keuangan adalah laporan keuangan yang disusun oleh Kementerian Keuangan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Atas Piutang Pajak yang tidak dapat ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Direktur Jenderal Pajak:
menyusun daftar usulan penghapusan Piutang Pajak berdasarkan Piutang Pajak yang tidak dapat ditagih lagi;
melakukan reviu atas konsep daftar usulan penghapusan Piutang Pajak;
menetapkan Piutang Pajak untuk dilakukan Hapus Buku Piutang Pajak;
melakukan Hapus Buku Piutang Pajak; dan
menyampaikan usulan penghapusan Piutang Pajak kepada Menteri berdasarkan daftar usulan penghapusan Piutang Pajak.
Direktur Jenderal Pajak dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Berdasarkan usulan penghapusan Piutang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, Menteri menerbitkan keputusan Menteri mengenai penghapusan Piutang Pajak.
Menteri dapat menugaskan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan untuk melakukan reviu atas usulan penghapusan Piutang Pajak sebelum menerbitkan keputusan Menteri mengenai penghapusan Piutang Pajak.
Dalam hal Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan memberikan pendapat yang berbeda dengan usulan penghapusan Piutang Pajak, Direktur Jenderal Pajak melakukan penyesuaian pada usulan penghapusan Piutang Pajak atau pada Laporan Keuangan Kementerian Keuangan.
Keputusan Menteri mengenai penghapusan Piutang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.