JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 223 hasil yang relevan dengan "investasi publik "
Dalam 0.027 detik
Thumbnail
ASET KRIPTO | DERIVATIF KEUANGAN
PP 49 TAHUN 2024

Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan ...

  • Ditetapkan: 31 Des 2024
  • Diundangkan: 31 Des 2024
Thumbnail
BATUBARA | MINERAL
PP 25 TAHUN 2024

Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ...

  • Ditetapkan: 30 Mei 2024
  • Diundangkan: 30 Mei 2024

Relevan terhadap

Pasal IiTutup

Peraturan Pemerintah ini diundangkan. mulai berlaku pada tanggal Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3O Mei 2024 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Mei 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 89 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2024 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA I. UMUM Bahwa pemberian kepastian investasi melalui deregulasi kebijakan dan debirokratisasi di sektor Mineral dan Batubara terus dilakukan dalam bentuk penyesuaian ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu bentuk debirokratisasi yang dilakukan adalah penyesuaian ketentuan batasan lingkup dan definisi dari RKAB yang diharapkan dapat mewujudkan penyederhanaan tata waktu dan pelaksanaan evaluasinya. Selain itu, sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam pelaksanaan program hilirisasi nasional yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan diperlukan suatu instrumen yang menjamin investasi hilirisasi yang telah dilakukan dalam bentuk pemberian ^jaminan kepastian ^jangka waktu kegiatan usaha di bidang pertambangan sesuai dengan parameter evaluasi yang harus terlebih dahulu dilakukan pemenuhan kriteria dan persyaratannya. Dengan pengaturan kembali substansi mengenai RKAB serta penyesuaian ketentuan IUPK yang telah diterbitkan sebelum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Peraturan Pemerintah ini, diharapkan dapat menjadi bentuk nyata upaya Pemerintah dalam penyempurnaan tata kelola di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran ralgrat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup ^jelas. Angka 2 Pasal 22 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "mendapat dukungan" antara lain dalam bentuk kerja sama atau dukungan teknis/operasional dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (a) Huruf a Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan publik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang saham. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Angka 3 Pasal 48 Ayat (1) Konservasi Mineral dan Batubara dilakukan melalui peningkatan status keyakinan data dan informasi geologi berupa sumber daya dan/atau cadangan termasuk penemuan cadangan baru pada WIUP Operasi Produksi. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas Ayat (5) Cukup ^jelas Ayat (6) Cukup ^jelas Angka 4 Pasal 54 Cukup ^jelas. Angka 5 Pasal 56 Ayat (1) Huruf a Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownef dengan pemegang IUP, minimal kepemilikan pemegang IUP 3O% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas. Huruf b Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownefl dengan pemegang IUP, minimal kepemilikan pemegang IUP 30% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas. Angka 3 Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas Angka 6 Pasal 79 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan "mendapat dukungan" antara lain dalam bentuk kerja sa.ma atau dukungan teknis/operasional dari perrrsahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan publik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang saham. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Angka 7 Cukup ^jelas. Angka 8 Pasal 83A Ayat (1) Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf ^j Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pemerintah Pusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara berwenang melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas. Penawaran WIUPK secara prioritas dimaksudkan guna memberikan kesempatan yang sama dan berkeadilan dalam pengelolaan kekayaan alam. Selain itu, implementasi kewenangan Pemerintah tersebut juga ditujukan guna pemberdayaan (empoweing) kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan. Yang dimaksud dengan "organisasi kemasyarakatan keagamaan" adalah organisasi kemasyarakatan keagamaan yang salah satu organnya menjalankan kegiatan ekonomi serta bertujuan pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat/ umat. Ayat (2) Cukup ^jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan "dipindahtangankan" adalah larangan untuk pemindahtanganan dalam hal izin telah diberikan. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Angka 9 Pasal 1O4 Cukup ^jelas. Angka 1O Pasal 1O9 Cukup ^jelas. Angka 11 Pasal 1 1 1 Ayat (1) Huruf a Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsungl adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownefl dengan pemegang IUPK, minimal kepemilikan pemegang IUPK 3O% (tiga puluh persen). Huruf b Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir lbeneficial ownefl dengan pemegang IUPK, minimal kepemilikan pemegang IUPK 3O% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas Angka 3 Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas. Angka 12 Pasal 12O Cukup ^jelas. Angka 13 Pasal 162 Cukup ^jelas. Angka 14 Pasal 177 Cukup ^jelas. Angka 15 Pasal 180 Cukup ^jelas. Angka 16 Pasal 183 Cukup ^jelas. Angka 17 Angka 17 Pasal 195A Yang dimaksud dengan "IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian" mengikuti ketentuan yang tercantum dalam surat keputusan IUPK Operasi Produksi dan termasuk perubahannya. Pasal 195El Cukup ^jelas Pasal II Cukup ^jelas.

Thumbnail
BIDANG KEKAYAAN NEGARA | PEMERINTAH
PP 63 TAHUN 2019

Investasi Pemerintah

  • Ditetapkan: 16 Sep 2019
  • Diundangkan: 12 Sep 2019

Relevan terhadap

Pasal 8Tutup

Pasal 9 Huruf a Cukup ^jelas Huruf b Huruf c Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Htruf a Cukup ^jelas. Huruf b Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "surat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh korporasi danlatau BHL" adalah semua jenis investasi dalam bentuk surat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh korporasi danlatau BHL, yang dijual secara luas kepada publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya surat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan/atau BHL yang dijual di luar negeri. Yang dimaksud dengan "kerja sama investasi" antara lain penyertaan saham (equity participation) non permanen, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quasi equity participation) non permanen, atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha Qtrofit/ reuenue sharingl.

Thumbnail
BMN BMN | BIDANG KEKAYAAN NEGARA | HUKUM KEUANGAN NEGARA
144/PMK.06/2020

Pengelolaan Barang Milik Negara oleh Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara

  • Ditetapkan: 01 Okt 2020
  • Diundangkan: 01 Okt 2020

Relevan terhadap

Pasal 59Tutup
(1)

Dalam pelaksanaan KSO, LMAN memperoleh imbal hasil.

(2)

Imbal hasil dapat berupa uang dan/atau selain uang.

(3)

Imbal hasil selain uang dilakukan dengan ketentuan:

a.

tidak dapat dilakukan atas keseluruhan pembayaran;

b.

telah disepakati dalam perjanjian KSO dan tidak dapat diubah selama masa KSO; dan

c.

besaran imbal hasil selain uang sesuai kesepakatan dalam perjanjian KSO dihitung dengan mempertimbangkan nilai keekonomian KSO atau kondisi keuangan Mitra KSO.

(4)

Perhitungan besaran imbal hasil selain uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan:

a.

nilai perolehan barang pengganti;

b.

nilai hasil konversi pada waktu tertentu;

c.

nilai kontrak;

d.

nilai investasi; atau

e.

nilai hasil Penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | SEKTOR KEUANGAN
UU 4 TAHUN 2023

Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

  • Ditetapkan: 12 Jan 2023
  • Diundangkan: 12 Jan 2023

Relevan terhadap 5 lainnya

Pasal 222Tutup
(1)

PUSK, emiten, dan perusahaan publik menerapkan Keuangan Berkelanjutan dalam kegiatan usahanya.

(2)

PUSK, emiten, dan perusahaan publik dalam rangka menerapkan Keuangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan:

a.

praktik bisnis dan strategi investasi yang mengintegrasikan aspek lingkungan hidup, sosial, dan tata kelola; dan

b.

pengembangan produk, transaksi, dan jasa pembiayaan kegiatan berkelanjutan dan pembiayaan transisi.

(3)

PUSK, emiten, dan perusahaan publik harus membangun kapasitas dalam rangka menerapkan Keuangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4)

PUSK, emiten, dan perusahaan publik menyusun laporan keberlanjutan sebagai bagian dari akuntabilitas kinerja penerapan Keuangan Berkelanjutan.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Keuangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur oleh otoritas sektor keuangan dan Menteri sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.

Pasal 86Tutup

Ayat (1) Oleh karena informasi mengenai Emiten atau Perusahaan Publik mempunyai peranan yang penting bagi pemodal atau investor, selain untuk efektivitas pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan, kewajiban untuk menyampaikan dan mengumumkan laporan bagi Emiten atau Perusahaan Publik dimaksudkan juga agar informasi mengenai jalannya usaha perusahaan tersebut selalu tersedia bagi masyarakat. Huruf a Laporan secara berkala tentang kegiatan usaha dan keadaan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik diperlukan oleh pemodal atau investor sebagai dasar pengambilan keputusan investasi atas Efek. Oleh karena itu, Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan berkala untuk setiap akhir periode tertentu kepada Otoritas Jasa Keuangan dan laporan tersebut terbuka untuk umum. Huruf b Selain tambahan dari laporan berkala, apabila terjadi peristiwa yang sifatnya material, Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan mengumumkannya kepada masyarakat sesegera mungkin setelah terjadinya peristiwa yang sifatnya material tersebut. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk menetapkan persyaratan tertentu bagi Emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif atau Perusahaan Publik menjadi tidak diwajibkan menyampaikan laporan. Persyaratan dimaksud, di antaranya berupa penentuan maksimal jumlah pemegang saham dan modal disetor Perusahaan Publik yang tidak diwajibkan untuk menyampaikan laporan. Ketentuan ini tidak berarti bahwa Emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif atau Perusahaan Publik menjadi tidak wajib menyampaikan laporan meskipun tidak memenuhi persyaratan sebagai Perusahaan Publik. Ayat (3) Perkembangan pasar yang dinamis membutuhkan informasi lebih cepat dari praktik penyampaian informasi saat ini yang menetapkan jangka waktu paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua). Otoritas Jasa Keuangan menentukan jangka waktu sesegera mungkin berdasarkan perkembangan dan kebutuhan pasarยท yang bergerak semakin cepat dan membutuhkan informasi lebih cepat. Angka 29

Pasal 1Tutup

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.

Afiliasi adalah:

a.

hubungan keluarga karena perkawinan sampai dengan derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal, yaitu hubungan seseorang dengan:

1.

suami atau istri;

2.

orang tua dari suami a tau istri dan suami atau istri dari anak;

3.

kakek dan nenek dari suami a tau istri dan suami atau istri dari cucu;

4.

saudara dari suami atau istri beserta suami a tau istrinya dari saudara yang bersangkutan; atau

5.

suami atau istri dari saudara orang yang bersangkutan.

b.

hubungan keluarga karena keturunan sampai dengan derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal, yaitu hubungan seseorang dengan:

1.

orang tua dan anak;

2.

kakek dan nenek serta cucu; a tau 3. saudara dari orang yang bersangkutan.

c.

hubungan antara pihak dengan karyawan, direktur, atau komisaris dari pihak tersebut;

d.

hubungan antara 2 (dua) atau lebih perusahaan dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi, pengurus, dewan komisaris, atau pengawas yang sama;

e.

hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan atau pihak tersebut dalam menentukan pengelolaan dan/ a tau kebijakan perusahaan atau pihak dimaksud;

2.
3.
4.
5.
6.
7.
f.

hubungan antara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun, dalam menentukan pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan oleh pihak yang sama; atau

g.

hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama yaitu pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki paling kurang 20% (dua puluh persen) saham yang mempunyai hak suara dari perusahaan tersebut. Anggota Bursa Efek adalah:

a.

perantara pedagang efek yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan; dan

b.

pihak lain yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan, yang mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan/ a tau sarana bursa efek sesuai dengan peraturan bursa efek. Biro Administrasi Efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten dan/atau penerbit efek melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek. Bursa Efek adalah penyelenggara pasar di pasar modal untuk transaksi bursa. Efek adalah surat berharga atau kontrak investasi baik dalam bentuk konvensional dan digital atau bentuk lain sesuai dengan perkembangan teknologi yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk secara langsung maupun tidak langsung memperoleh manfaat ekonomis dari penerbit atau dari pihak tertentu berdasarkan perjanjian dan setiap Derivatif atas Ef ek, yang dapat dialihkan dan / a tau diperdagangkan di Pasar Modal. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. Informasi a tau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat memengaruhi:

8.
9.
10.
11.
12.
a.

penilaian atas harga Efek pada penyelenggara pasar di Pasar Modal;

b.

penilaian atas harga Efek oleh pemodal atau investor, calon pemodal atau investor, atau pihak lain yang berkepentingan atas peristiwa, kejadian, a tau fakta terse but; dan/atau

c.

keputusan pemodal atau investor, calon pemodal a tau investor, a tau pihak lain yang berkepentingan atas peristiwa, kejadian, atau fakta tersebut. Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek, harta yang berkaitan dengan portofolio investasi kolektif, serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, serta mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan/atau penjaminan penyelesaian transaksi Efek yang dilakukan melalui penyelenggara pasar di Pasar Modal serta jasa lain yang dapat diterapkan untuk mendukung kegiatan antarpasar. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah pihakyang:

a.

menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi bank Kustodian, perusahaan Efek, dan pihak lainnya; dan

b.

memberikan jasa lain yang dapat diterapkan untuk mendukung kegiatan antarpasar. Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio Efek, portofolio investasi kolektif, dan/atau portofolio investasi lainnya untuk kepentingan sekelompok nasabah atau nasabah individual, kecuali Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Dana Pensiun, dan Bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasar Modal adalah bagian dari Sis tern Keuangan yang berkaitan dengan kegiatan:

a.

penawaran umum dan transaksi Efek;

13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
  • 215 - b.
c.

pengelolaan investasi; Emiten dan Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya; dan

d.

lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Penasihat Investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa. Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Penitipan Kolektif adalah jasa penitipan atas Efek dan/atau dana yang dimHiki bersama oleh lebih dari satu pihak yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian. Penjamin Emisi Efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk menjamin Penawaran Umum Efek Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual. Perantara Pedagang Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. Pemyataan Pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan oleh Emiten dalam rangka Penawaran Umum atau Perusahaan Publik. Perseroan adalah perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas. Perusahaan Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek atau Manajer Investasi. Perusahaan Publik adalah Perseroan dengan jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pihak adalah orang perseorangan, badan hukum, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.

23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
.

REPUBUK INDONESIA - 216 - Portofolio Efek adalah kumpulan Efek yang dimiliki oleh Pihak. Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-Undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal atau investor terhadap Efek dimaksud dan/atau harga dari Efek terse but. Prospektus adalah dokumen tertulis yang memuat informasi Emiten dan informasi lain sehubungan dengan Penawaran Umum dengan tujuan agar Pihak lain membeli Efek. Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal atau investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek, portofolio investasi kolektif, dan/ a tau instrumen keuangan lainnya oleh Manajer Investasi. Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Ef ek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek, atau kontrak lain mengenai Efek a tau harga Ef ek. Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif. Wali Amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek bersifat utang dan/atau sukuk. Transaksi Efek adalah setiap aktivitas atau kontrak dalam rangka memperoleh, melepaskan, atau menggunakan Efek yang mengakibatkan terjadinya peralihan kepemilikan atau tidak mengakibatkan terjadinya peralihan kepemilikan di Pasar Modal. Penyelenggara Pasar adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sis tern dan/atau sarana untuk mempertemukan Pihak yang melakukan transaksi atas Efek atau instrumen keuangan pada Pasar Modal atau pasar keuangan yang terorganisir.

2.
32.

Portofolio Investasi adalah kumpulan Efek dan/atau instrumen investasi selain Efek.

33.

Pemeringkat adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha pemeringkatan atas:

a.

suatu Efek; dan/atau

b.

Pihak tertentu yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal.

34.

Anggota Kliring adalah lembaga yang memenuhi ketentuan dan persyaratan Lembaga Kliring dan Penjaminan di Pasar Modal untuk memperoleh layanan jasa kliring dan/atau penjaminan penyelesaian transaksi Ef ek yang dilakukan melalui Penyelenggara Pasar di Pasar Modal.

35.

Kontrak Investasi Kolektif adalah kontrak antara Manajer Investasi dan bank Kustodian yang secara kolektif mengikat pemodal atau investor dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola Portofolio Investasi kolektif dan bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif.

36.

Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Thumbnail
OBLIGASI | DAERAH
PMK 87 TAHUN 2024

Tata Cara Penerbitan dan Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah oleh Pemerintah Daerah

  • Ditetapkan: 25 Okt 2024
  • Diundangkan: 06 Nov 2024

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1.

Obligasi Daerah adalah surat berharga berupa pengakuan utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.

2.

Sukuk Daerah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan aset Sukuk Daerah yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.

3.

Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah adalah kegiatan pembelian Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebelum jatuh tempo oleh pemerintah daerah di pasar sekunder.

4.

Aset Sukuk Daerah adalah objek pembiayaan Sukuk Daerah dan/atau barang milik daerah yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan Sukuk Daerah dijadikan sebagai dasar penerbitan Sukuk Daerah.

5.

Pembiayaan Utang Daerah adalah setiap penerimaan daerah yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

6.

Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

7.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.

8.

Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

9.

Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.

10.

Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. 11. Pasar Modal adalah bagian dari sistem keuangan yang berkaitan dengan kegiatan penawaran umum dan transaksi efek, pengelolaan investasi, emiten dan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, dan lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

12.

Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.

13.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

14.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

15.

Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

16.

Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

17.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

18.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.

19.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

20.

Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.

21.

Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan bupati/wali kota.

22.

Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.

23.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan pembangunan Daerah sebagai landasan dan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan 5 (lima) tahun.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN
PP 1 TAHUN 2024

Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional

  • Ditetapkan: 02 Jan 2024
  • Diundangkan: 02 Jan 2024

Relevan terhadap

Pasal 98Tutup

Ketentuan mengenai penilaian kesesuaian antara rancangan KUA dan rancangan PPAS dengan KEM PPKF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan mulai tahun 2024. Pasal 99 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada.tan ggaL 2 Januari 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG HARMONISASI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah meletakkan dasar-dasar penyempurnaan dan penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan bernegara. Upaya tersebut dimanifestasikan dalam berbagai redesain instrumen utama desentralisasi fiskal yang tidak hanya melalui TKD, pajak daerah, dan retribusi daerah, melainkan juga melalui sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk melaksanakan beberapa amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah khususnya mengenai sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Penggabungan beberapa muatan pengaturan tersebut sebagai upaya simplifikasi dan optimalisasi regulasi dalam suatu harmonisasi kebijakan fiskal nasional. Harmonisasi kebijakan fiskal nasional merupakan proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, dan/atau menyesuaikan kebijakan fiskal antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah di dalam pengelolaan dan pengaturan pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara dan Daerah untuk menjalankan fungsi alokasi dan distribusi dalam rangka menjaga stabilitas, pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mengoptimalkan pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, penyelenggaraan DAD, pelaksanaan Sinergi Pendanaan, dan penerapan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.

1.

Sinergi 1. Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Sinergi kebijakan fiskal nasional dilaksanakan melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defisit APBD dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi BAS. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut juga didukung dengan penyajian dan konsolidasi Informasi Keuangan Daerah secara nasional dan pemantauan serta evaluasi pendanaan desentralisasi yang dilaksanakan dalam suatu platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional. Pengaturan mengenai penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini menyempurnakan harmonisasi pengaturan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di tingkat pusat dan Daerah. Penyelarasan fiskal tersebut dilakukan antara lain melalui penyelarasan tahap perencanaan dan penganggaran seperti penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF, dan penyelarasan tahap pelaksanaan APBD. Penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF merupakan upaya peningkatan kualitas kebijakan fiskal Daerah yang selaras dengan kebijakan fiskal nasional. KEM PPKF yang berisi skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah dalam perumusan KUA dan PPAS. Upaya penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF tersebut diharapkan dapat meningkatkan sinergisitas kebijakan fiskal nasional yang antara lain berupa keselarasan target kinerja makro dan kinerja program, kepastian pendanaan program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib, serta keselarasan arah pelaksanaan anggaran. Penyelarasan fiskal nasional tersebut tentunya akan mengoptimalkan fungsi utama kebijakan fiskal yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam Peraturan Pemerintah ini selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal Daerah, juga diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam mendukung perbaikan kualitas keluaran (outputl dan dampak (outcomel layanan publik di Daerah. Peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan melalui penguatan belanja produktif di Daerah dan harmonisasi belanja pusat dan Belanja Daerah yang akan didukung melalui sinergi BAS. Dengan adanya sinergi BAS, Pemerintah Pemerintah dapat menyelaraskan program, kegiatan, dan keluaran agar kebijakan fiskal yang diambil lebih terukur dan meningkatkan keselarasan belanja pusat dan Belanja Daerah.

2.

Pembiayaan Utang Daerah dan Sinergi Pendanaan Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber-sumber Pembiayaan Utang Daerah baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Sebagai dasar pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur seluruh aspek mengenai Pembiayaan Utang Daerah, antara lain mulai dari prinsip umum, prosedur dan tahapan, pengelolaan, pertanggungiawaban dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi, hingga kewajiban dan sanksi atas pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah. Pengaturan tersebut menjadi dasar bagi Daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan Pembiayaan Utang Daerah. Selain itu, dengan terbatasnya pendanaan pembangunan Infrastruktur Daerah, melalui Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah juga mendorong Pemerintah Daerah untuk mewujudkan adanya sinergi antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, kerja sama antar-Daerah, dan kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha, sehingga diharapkan setiap program dan kegiatan pembangunan terlaksana secara tersinergi, sehingga alokasi sumber daya dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.

3.

DAD Peraturan Pemerintah ini memberikan ruang bagi Daerah yang memiliki kapasitas fiskal memadai dan telah memenuhi Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik, untuk dapat membentuk DAD. Pembentukan DAD diharapkan dapat memberikan berbagai manfaatyang bersifat lintas generasi. Selain itu, hasil pengelolaan DAD juga akan menambah penerimaan Daerah. DAD diharapkan dapat membantu Daerah mengoptimalkan kapasitas fiskal yang dimiliki, termasuk SiLPA yang tinggi, untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan lintas generasi di Daerah dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. REPUBUK INDONESIA -4- Dalam rangka memberikan dasar pelaksanaan pembentukan dan pengelolaan DAD bagi Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur pokok-pokok pengaturan pembentukan dan pengelolaan DAD, seperti mulai dari persiapan DAD hingga pemilihan instrumen investasi dan pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. Dengan mengelola DAD, diharapkan Daerah dapat memperbaiki kualitas perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di Daerah sehingga menghasilkan belanja yang berkualitas. IT. PASAL DEMI PASAL

Pasal 72Tutup

Daerah dapat membentuk DAD. Pembentukan DAD bagi Pemerintah Daerah bertujuan untuk:

a.

mengelola keuangan demi kemanfaatan dan keberlanjutan lintas generasi; dan

b.

memperbaiki kualitas pengelolaan Keuangan Daerah. Pembentukan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda. Pasal 73 (1) Daerah yang akan membentuk DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) harus memenuhi kriteria:

a.

memiliki kapasitas fiskal daerah yang tinggi atau sangat tinggi; dan

b.

kebutuhan Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik telah terpenuhi. (21 Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan Urusan Pemerintahan wajib yang digunakan dalam penghitungan alokasi DAU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 74 (1) Pembentukan DAD dilakukan dengan tahapan:

a.

persiapan;

b.

penilaian; dan

c.

penetapan. (21 Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a.

pen5rusunan rancangan Perda mengenai DAD;

b.

pencantuman sumber dan besaran dana yang akan digunakan untuk membentuk DAD pada KUA dan PPAS;

c.

penyiapan pengelola DAD; dan

d.

penyiapan sarana dan prasarana pengelola DAD. (3) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a memuat paling sedikit:

a.

sumber dan besaran dana yang akan digunakan untuk membentuk DAD;

b.

penempatan DAD;

c.

tahun penganggaran;

d.

pengelola DAD;

e.

pemanfaatan hasil pengelolaan DAD; dan

f.

pelaporan dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. (41 Dana untuk membentuk DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf b dapat bersumber dari:

a.

SiLPA yang belum ditentukan penggunaannya; dan/atau

b.

sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 75 (1) Tahap penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b merupakan proses yang dilakukan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dalam menilai permohonan pembentukan DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. (21 Dalam rangka memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan penilaian terhadap:

a.

kesesuaian kegiatan yang didanai dari hasil pengelolaan DAD dengan prioritas Daerah;

b.

kesesuaian program dan/atau kegiatan dengan dokumen perencanaan dan penganggaran Daerah; dan

c.

kesiapan unit dan tata kelola pengelola DAD. (3) Pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diberikan paling lambat 15 (lima belas) hari keda sejak diterimanya dokumen rencana pembentukan DAD secara lengkap dan benar. (41 Dalam hal pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri tidak diberikan sampai batas waktu 15 (lima belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusp.n Pemerintahan dalam negeri dianggap telah memberikan pertimbangan yang menyatakan kesesuaian usulan pembentukan DAD sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21. (5) Menteri dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan pembentukan DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 76 Tahap penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c terdiri atas:

a.

penetapan Perda mengenai DAD;

b.

pengalokasian DAD sebagai pengeluaran Pembiayaan dalam APBD, dalam hal Menteri telah memberikan persetujuan pembentukan DAD. Pasat TT (1) Pengelolaan DAD dilakukan oleh bendahara umum Daerah atau badan layanan umum Daerah. (21 Kepala Daerah menentukan unit pengelola DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan penrndang-undangan. Pasal 78 (1) Pengelola DAD memilih instrumen keuangan yang akan menjadi penempatan DAD. (21 Pengelolaan DAD dilakukan dalam investasi yang bebas dari risiko penurutnan nilai.

(3)

Pemilihan instrumen keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bebas dari risiko penurunan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2ljuga berdasarkan tingkat imbal hasil yang optimal. (4) Dalam memilih instrumen keuangan yang akan menjadi penempatan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola DAD harus melakukan analisis terhadap risiko. (5) Pengelola DAD dapat bekerja sama dengan pengelola dana abadi di Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain, dan latau LKBILKBB, dalam menempatkan atau memanfaatkan DAD. Pasal 79 (1) Hasil pengelolaan DAD dimanfaatkan untuk meningkatkan dan/atau memperluas pelayanan publik yang menjadi prioritas daerah. (21 Hasil pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:

a.

memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya yang ditetapkan sebelumnya;

b.

memberikan sumbangan kepada penerimaan daerah; dan

c.

menyelenggarakan kemanfaatan umum lintas generasi. (3) Dalam hal terdapat surplus hasil pengelolaan DAD, dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Surplus hasil pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan untuk:

a.

menambah pokok DAD; dan/atau

b.

pemanfaatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas Daerah, setelah terpenuhinya target dari tujuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) DAD dapat diperhitungkan sebagai bagian pemenuhan Belanja Wajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 80 (1) Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat membentuk DAD. (21 Pembentukan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kriteria pembentukan DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1). (3) Ketentuan pembentukan dan pengelolaan DAD, termasuk pengelolaan DAD dalam kondisi darurat, dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. Pasal 81 (1) Dalam hal Daerah mengalami kondisi darurat, Daerah dapat menarik pokok DAD. (21 Kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merrrpakan kondisi darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (3) Penarikan pokok DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Daerah mengajukan usulan penarikan pokok DAD dan mendapatkan persetujuan Menteri.

(4)

Dalam . P]TESIDEN REPUBUK INDONESIA (41 Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (5) Dalam rangka memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4l., menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan penilaian terhadap:

a.

kegiatan yang akan didanai dari hasil penarikan pokok DAD; dan

b.

keberlanjutan atas target dari tujuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (21. (6) Pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya dokumen rencana penarikan pokok DAD secara lengkap dan benar. (71 Dalam hal pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri tidak diberikan sampai batas waktu 15 (lima belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dianggap telah memberikan pertimbangan yang menyatakan kesesuaian usulan penarikan pokok DAD sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (8) Menteri dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan penarikan pokok DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. (9) Daerah wajib mengembalikan pokok DAD yang telah ditarik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berakhirnya kondisi darurat dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah. (10) Dalam hal Daerah tidak mengembalikan pokok DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Menteri dapat melakukan pemotongan DAU dan/atau dana bagi hasil.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:

1.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan Urrrsan Pemerintahan di bidang keuangan negara. 3. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah otonom provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah otonom kota. 4. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah otonom. 5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Ralryat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945. 6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan ralryat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

7.

Daerah 7. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negarayang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

10.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

11.

Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

12.

Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

13.

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. 14. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/ Kota.

15.

Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan bupati/wali kota.

16.

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut.

17.

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.

18.

Pembiayaan Utang Daerah adalah setiap penerimaan Daerah yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

19.

Pinjaman Daerah adalah Pembiayaan Utang Daerah yang diikat dalam suatu perjanjian pinjaman dan bukan dalam bentuk surat berharga, yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

20.

Bagan Akun Standar yang selanjutnya disingkat BAS adalah daftar kodefikasi dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan pelaporan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 21. Sistem lnformasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan Keuangan Daerah, data kinerja Daerah, dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan, serta sebagai bahan pengambilan keputusan dan kebijakan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.

22.

Informasi Keuangan Daerah adalah segala informasi yang berkaitan dengan Keuangan Daerah yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan SIKD. 23. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 24. Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang dimulai pada tanggal I Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember.

25.

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat KEM PPKF adalah dokumen negara yang memuat gambaran dan desain arah kebijakan ekonomi makro dan fiskal sebagai bahan pembicaraan pendahuluan bersama Dewan Perwakilan Ralryat dalam rangka pen5rusunan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. 26. Obligasi Daerah adalah surat berharga berupa pengakuan utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.

27.

Sukuk Daerah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan aset Sukuk Daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.

28.

Sinergi Pendanaan adalah sinergi sumber-sumber pendanaan dari APBD dan selain APBD dalam rangka pelaksanaan program prioritas nasional dan/atau Daerah.

29.

Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-Daerah.

30.

Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, danf atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. 31. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. 32. Lembaga Keuangan Bank yang selanjutnya disingkat LKB adalah lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara langsung, termasuk LKB yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. 33. Lembaga Keuangan Bukan Bank yang selanjutnya disingkat LKBB adalah lembaga atau badan Pembiayaan yang melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan cara mengeluarkan surat berharga dan menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi Pemerintah/Pemerintah Daerah atau swasta, termasuk LKBB yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

34.

Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

35.

Hak Manfaat adalah hak untuk memiliki dan mendapatkan hak penuh atas pemanfaatan suatu aset tanpa perlu dilakukan pendaftaran atas kepemilikan dan hak tersebut.

36.

Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.

37.

Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 38. Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik. 39. Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dihitung berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri untuk berbagai kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

40.

Dana Abadi Daerah yang selanjutnya disingkat DAD adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk Belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.

41.

Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 42. Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan Pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. 43. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah program prioritas dan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada perangkat Daerah untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam pen5rusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah.

44.

Rencana.

44.

Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 45. Belanja Wajib adalah Belanja Daerah untuk mendanai Urusan Pemerintahan Daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 2 Harmonisasi kebijakan fiskal nasional dalam rangka penyelarasan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi penyelenggaraan:

a.

sinergi kebijakan fiskal nasional;

b.

Pembiayaan Utang Daerah;

c.

Dana Abadi Daerah; dan

d.

Sinergi Pendanaan.

Thumbnail
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA | HUKUM KEUANGAN NEGARA
UU 19 TAHUN 2023

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024

  • Ditetapkan: 16 Okt 2023
  • Diundangkan: 16 Okt 2023

Relevan terhadap

Pasal 52Tutup

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. jdih.kemenkeu.go.id PRE SID.EN Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, Undang-Undang dalam Lembaran memerintahkan ini dengan Negara Republik Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2023 MENTER! SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 140 I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2023 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2024 Pemulihan perekonomian Indonesia semakin menguat dan berkualitas pada tahun 2023. Pemerintah secara resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada tanggal 30 Desember 2022, yang diikuti pencabutan status pandemi di Indonesia pada tanggal 21 Juni 2023. Pencabutan tersebut berdampak positif terhadap performa perekonomian domestik pada semester I tahun 2023 karena aktivitas perekonomian kembali berjalan seperti keadaan prapandemi. World Health Organization juga secara resmi mencabut status pandemi COVID-19 pada tanggal 5 Mei 2023 sehingga pemulihan ekonomi pascapandemi di harapkan akan lebih terakselerasi. Namun, berbagai risiko global masih tereskalasi. Tingkat inflasi di negara maju masih berada di atas target jangka menengah - panjang, sehingga tingkat suku bunga diperkirakan tetap berada di level tinggi untuk jangka waktu yang lama (higher for longery. Agresivitas pengetatan moneter terutama di negara maju berdampak pada volatilitas sektor keuangan, meningkatkan beban utang negara berkembang, serta menekan aktivitas ekonomi global. Kinerja pertumbuhan ekonomi beberapa negara pada triwulan II tahun 2023 cenderung menguat seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, meskipun Eropa masih menunjukan kontraksi. Sementara itu, beberapa indikator terkini menunjukkan situasi yang belum membaik, seperti Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur dan perdagangan intemasional yang tertahan di zona kontraksi. Meskipun terdapat risiko transmisi dari tekanan ekonomi global kepada perekonomian domestik, fundamental ekonomi makro Indonesia masih sehat dan berdaya tahan di tengah gejolak global yang tengah terjadi. Laju inflasi Indonesia masih jauh lebih moderat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Eropa, India, Australia, Filipina, dan Singapura. Indonesia mencatatkan laju pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% (lima persen) dalam 7 (tujuh) kuartal berturut-turut. Bahkan neraca perdagangan mencatatkan surplus selama 38 (tiga puluh delapan) bulan berturut-turut. Pencapaian ini berhasil menempatkan Indonesia kembali sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas yang sebelumnya dicapai di tahun 2020. Selain itu, Indonesia juga berhasil melakukan konsolidasi fiskal dengan kembali kepada defisit kurang dari 3% (tiga persen) Produk Domestik Bruto yang dapat dilakukan di tahun 2022 atau lebih cepat 1 (satu) tahun dari target semula di tahun 2023. Karena itu, arah dan strategi kebijakan APBN tahun 2024 didesain untuk mendorong reformasi struktural dalam rangka percepatan transformasi ekonomi. Dalam rangka mendukung transformasi tersebut, kebijakan APBN tahun 2024 didorong agar lebih sehat dan berkelanjutan melalui: (i) optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha; (ii) penguatan kualitas belanja negara yang efisien, fokus terhadap program prioritas, dan berorientasi pada output/ outcome (spending _bettery; _ dan (iii) mendorong pembiayaan yang prudent, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan berpijak pada kebijakan reformasi struktural dan transformasi ekonomi, serta memperhitungkan berbagai risiko ekonomi global dan potensi pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan, maka asumsi indikator ekonomi makro di tahun 2024 ditargetkan sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi tahun 2024 ditargetkan mencapai 5,2% (lima koma dua persen). Pertumbuhan ekonomi tahun depan akan ditopang oleh stabilitas perekonomian di tahun 2023 dan akselerasi transformasi ekonomi. Terjaganya konsumsi domestik serta kinerja perdagangan intemasional Indonesia diperkirakan akan menguat yang akan mendorong terjaganya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024. Daya beli masyarakat diharapkan tetap terjaga seiring dengan semakin terkendalinya laju inflasi domestik, sedangkan kinerja ekspor diharapkan menguat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi global serta kebijakan hilirisasi yang akan meningkatkan nilai tambah produk-produk eskpor Indonesia. Sementara itu, investasi diperkirakan tetap terjaga seiring dengan dukungan Pemerintah dalam mendukung sektor-sektor terkait termasuk kebijakan hilirisasi mineral. Stabilitas kondisi politik dan sosial di tengah gelaran Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 akan berperan krusial dalam mendorong aktivitas investasi. Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 2,8% (dua koma delapan persen), didukung oleh daya beli masyarakat yang kuat dan kebijakan pengelolaan energi dan pangan yang semakin efisien. Rupiah diperkirakan akan mencapai RplS.000,00 (lima belas ribu rupiah) per dollar Amerika Serikat, dan suku bunga Surat Berharga Negara 10 tahun ditargetkan sebesar 6,7% (enam koma tujuh persen), didukung oleh perbaikan kondisi ekonomi global dan domestik yang mendorong kepercayaan asing dan arus modal masuk ke Indonesia. Harga minyak mentah Indonesia diperkirakan akan mencapai 82 (delapan puluh dua) dollar Amerika Serikat per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 635.000 (enam ratus tiga puluh lima ribu) barel dan 1.033.000 (satu juta tiga puluh tiga ribu) barel setara minyak per hari. Pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan produksi hulu migas nasional. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 diposisikan untuk:

(1)

mencapai target-target pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, (2) menyukseskan rangkaian pemilihan umum tahun 2024, dan (3) menciptakan pembangunan yang lebih baik pada tahun akhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 sebagai fondasi yang kokoh dalam melanjutkan estafet pembangunan pada periode 2025-2029. Terna Rencana Kerja Pemerintah diarahkan untuk menjaga kesinambungan dan konsistensi pembangunan tahunan, serta sebagai upaya untuk membaurkan dinamika perubahan lingkungan yang terjadi secara tahunan ke dalam scenario pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah, dengan tetap memperhatikan koridor Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Pemerintah berkomitmen untuk mengembalikan trajectory pertumbuhan ekonomi dan indikator makro lainnya pada kondisi prapandemi COVID-19. Sebagai upaya mewujudkan hal tersebut, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 tetap mendorong transformasi ekonomi sebagai game changer menuju Indonesia Maju. Transformasi ekonomi berorientasi pada peningkatan produktivitas, terutama dalam peningkatan nilai tambah di dalam dan antarsektor ekonomi, dan pergeseran tenaga kerja dari sektor informal yang bernilai tambah relative rendah menuju sektor formal yang bernilai tambah tinggi sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan potensial jangka panjang. Peningkatan produktivitas juga diarahkan untuk menciptakan pembangunan inklusif dan berkelanjutan melalui pertumbuhan dan perkembangan ekonomi; pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan; dan perluasan akses dan kesempatan kerja. Penyusunan tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 dengan mempertimbangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, arahan Presiden, hasil evaluasi pembangunan tahun 2022, evaluasi kebijakan tahun 2023, forum konsultasi publik, kerangka ekonomi makro, agenda Pemilu Tahun 2024, dan dinamika ketidakpastian global serta isu strategis lainnya yang menjadi perhatian. Memperhatikan beberapa koridor tersebut maka tema pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 ditetapkan, yaitu "Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan". Berdasarkan tema dan sasaran pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024, ditetapkan delapan arah kebijakan pembangunan nasional tahun 2024, serta strategi yang melekat pada masing-masing arah kebijakan sebagai berikut:

1.

Pengurangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem, dilaksanakan melalui strategi: (a) memanfaatkan dan memutakhirkan data Registrasi Sosial Ekonomi untuk peningkatan akurasi program perlindungan sosial, (b) konvergensi pelaksanaan program-program perlindungan sosial, (c) intervensi kolaboratif untuk penanggulangan kemiskinan, (d) peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, dan (e) peningkatan kualitas konsumsi pangan;

2.

Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, dilaksanakan melalui strategi: (a) memperkuat penyelenggaraan tata kelola kependudukan, (b) reformasi sistem perlindungan sosial, (c) meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, (d) meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas, (e) meningkatkan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, dan (f) meningkatkan produktivitas dan daya saing;

3.

Revitalisasi industri dan penguatan riset terapan, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan daya saing dan kompleksitas industri yang didukung percepatan hilirisasi dan penguatan rantai pasok, serta (b) menyediakan iklim yang kondusif dalam penyusunan riset nasional;

4.

Penguatan daya saing usaha, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan kualitas teknologi informasi, (b) meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekonomi, (c) mewujudkan investasi yang berkualitas melalui penciptaan iklim investasi yang ramah dan kondusif, (d) meningkatkan daya saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Koperasi, serta (e) meningkatkan modernisasi dan penerapan korporasi untuk daya saing pertanian dan kelautan perikanan;

5.

Pembangunan rendah karbon dan transisi energi, dilaksanakan melalui strategi: (a) melaksanakan pembangunan rendah karbon di lima sektor prioritas (energi berkelanjutan, pengelolaan lahan berkelanjutan, industri hijau, pengelolaan limbah dan ekonomi sirkular, serta karbon biru dan pesisir); (b) konservasi lahan produktif; (c) menguatkan transisi energi melalui pemerataan akses energi berkeadilan; serta (d) meningkatkan layanan tenaga listrik yang merata, berkualitas, berkelanjutan dan berkeadilan, serta perluasan pemanfaatan;

6.

Percepatan pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan akses rumah tangga terhadap perumahan dan permukiman layak huni dan aman, dalam konteks pencegahan maupun pengentasan permukiman kumuh, (b) meningkatkan ketahanan air di tingkat wilayah sungai melalui penerapan pendekatan Simpan Air, Jaga Air, dan Hemat Air, (c) meningkatkan sinergi dan kolaborasi pengelolaan sumber daya air dengan berbagai agenda pembangunan ekonomi dan meningkatkan ketahanan kebencanaan di setiap wilayah, (d) meningkatkan SOM, sarana dan prasarana layanan keselamatan dan keamanan transportasi, dan (e) meningkatkan konektivitas untuk mendukung kegiatan ekonomi dan aksesibilitas menuju pusat pelayanan dasar dan daerah tertinggal, terluar, terdepan, dan perbatasan (3 TP);

7.

Percepatan pembangunan lbu Kota Nusantara, dilaksanakan melalui strategi: (a) membangun gedung pemerintahan dan hunian, dan (b) membangun infrastruktur utama; dan

8.

Pelaksanaan Pemilu tahun 2024, dilaksanakan melalui strategi: (a) mendorong terwujudnya tahapan pemilu/ pemilihan sesuai jadwal, (b) meningkatkan kualitas penyelenggaraan kepemiluan, (c) mengamankan penyelenggaraan Pemilu tahun 2024, dan (d) mendukung penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. Prioritas Nasional (PN) dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 adalah:

(1)

Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan;

(2)

Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan;

(3)

Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing;

(4)

Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan;

(5)

Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar;

(6)

Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim; serta (7) Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transforrnasi Pelayanan Publik. Prioritas Nasional ini dapat di jelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Prioritas Nasional 1, Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan diarahkan untuk mendorong peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pelaksanaannya difokuskan pada pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan energi baru terbarukan; peningkatan kuantitas/ketahanan air untuk mendukung pertumbuhan ekonomi; peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas konsumsi pangan; peningkatan pengelolaan kemaritiman, perikanan dan kelautan; penguatan kewirausahaan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan koperasi; peningkatan nilai tambah, lapangan kerja, dan investasi di sektor riil, dan industrialisasi; peningkatan ekspor bernilai tambah tinggi dan penguatan tingkat komponen dalam negeri; serta penguatan pilar pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Prioritas Nasional 2, Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan diarahkan untuk percepatan transformasi sosial dan ekonomi; penguatan rantai produksi dan rantai nilai di tingkat wilayah untuk meningkatkan .keunggulan kompetitif perekonomian wilayah; memperkuat integrasi perekonomian domestik dan meningkatkan kualitas pelayanan dasar untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah; serta meningkatkan sinergi pemanfaatan ruang wilayah melalui strategi pembangunan. Prioritas Nasional 3, Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing merupakan kunci peningkatan produktivitas untuk mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Prioritas Nasional 3 pada tahun 2024 akan diarahkan pada memperkuat penyelenggaraan tata kelola kependudukan; reformasi sistem perlindungan sosial, terutama untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem; meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta; meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas; meningkatkan kualitas anak, perempuan dan pemuda; mengentaskan kemiskinan, difokuskan pada penguatan akses penduduk miskin dan rentan terhadap aset produktif, pemberdayaan usaha, dan akses pembiayaan untuk mendukung akselerasi peningkatan ekonomi bagi penduduk miskin dan rentan; serta meningkatkan produktivitas dan daya saing. Prioritas Nasional 4, Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan memiliki kedudukan penting dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan negara-bangsa yang maju, modern, unggul, dan berdaya saing. Pelaksanaan Prioritas Nasional 4 akan difokuskan untuk: memperkuat pelaksanaan Gerakan Nasional Revolusi Mental dan pembinaan Ideologi Pancasila; memperkuat pemajuan kebudayaan untuk mengembangkan nilai luhur budaya bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat; mengembangkan moderasi beragama untuk memperkuat kerukunan dan harmoni sosial; serta mengembangkan budaya literasi, kreativitas, dan inovasi dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Prioritas Nasional 5, Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar difokuskan pada pemenuhan infrastruktur pelayanan dasar; peningkatan konektivitas untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi; mendukung pembangunan inklusif dan berkelanjutan terutama di wilayah tertinggal, terpencil, ยท terluar dan perbatasan, serta penyediaan layanan dan pembangunan infrastruktur konektivitas yang merata; peningkatan layanan infrastruktur perkotaan; pembangunan energi dan ketenagalistrikan dalam mendukung transisi energi untuk menuju sistem energi rendah karbon; dan pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, serta pendorong ( enablery teknologi informasi dan komunikasi dalam pertumbuhan ekonomi sebagai bagian dari transformasi digital. Prioritas Nasional 6, Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim difokuskan pada upaya menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk menopang produktivitas dan kualitas kehidupan masyarakat dalam rangka menuju transformasi ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan; serta pembangunan yang berorientasi pada pencegahan, pengurangan risiko, dan tangguh bencana. Pembangunan lingkungan hidup, ketahanan bencana, dan perubahan iklim diarahkan pada kebijakan pengurangan dan penanggulangan beban pencemaran untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, terutama penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun medis pascapandemi COVID-19; penguatan budaya dan kelembagaan yang bersifat antisipatif, responsif dan adaptif untuk membangun resiliensi berkelanjutan dalam menghadapi bencana; serta peningkatan capaian penurunan emisi dan intensitas emisi gas rumah kaca dengan fokus penurunan emisi gas rumah kaca di sektor lahan, industri, dan energi. Prioritas Nasional 7, Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik. Pembangunan bidang politik, hukum, pertahanan, dan keamanan diarahkan antara lain pada: pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan serentak tahun 2024 diarahkan pada penyelenggaraan pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan jadwal; pembangunan kebebasan dan kesetaraan serta kapasitas lembaga demokrasi yang substantial; peningkatan kualitas komunikasi publik; mendukung pelaksanaan pembangunan bidang hukum untuk mewujudkan supremasi hukum dan peningkatan akses terhadap keadilan; mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas, dilakukan perbaikan tata kelola dan birokra~i; serta pembangunan bidang pertahanan dan keamanan. Agar prioritas sasaran pembangunan nasional dan prioritas nasional lainnya tersebut dapat tercapai, Pemerintah perlu melakukan reformasi baik dari sisi pendapatan dan belanja, serta melakukan berbagai inovasi untuk pembiayaan defisit APBN Tahun Anggaran 2024. Oleh sebab itu, konsolidasi dan reformasi fiskal harus terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Dimulai dari penguatan sisi penerimaan negara, perbaikan sisi belanja dan pengelolaan pembiayaan yang prudent dan hati- hati, untuk mewujudkan pengelolaan fiskal yang lebih sehat, berdaya tahan, dan mampu menjaga stabilitas perekonomian ke depan. Reformasi fiskal di sisi penerimaan dijalankan melalui optimalisasi pendapatan yang ditempuh melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset serta inovasi layanan. Dengan demikian, rasio perpajakan dapat meningkat untuk penguatan ruang fiskal, dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta melindungi daya beli masyarakat. Di sisi belanja, reformasi dijalankan melalui penguatan belanja agar lebih berkualitas dengan penguatan spending better. Upaya yang ditempuh melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan multiplier effect yang kuat terhadap perekonomian serta efektif untuk mendukung program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inovasi di sisi pembiayaan difokuskan untuk mendorong pembiayaan yang kreatif dalam pembangunan infrastruktur dengan melibatkan partisipasi swasta melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha, penguatan peran Lembaga Pengelola Investasi, serta pendalaman pasar obligasi negara yang mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2024 dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 1169 /DPD RI/I/2023-2024, tanggal 7 September 2023. Pembahasan Undang-Undang ini dilaksanakan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014. II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1Tutup

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2.

Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.

3.

Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional.

4.

Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.

5.

Pendapatan Pajak Perdagangan Intemasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.

6.

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.

7.

Penerimaan Hi bah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. jdih.kemenkeu.go.id 8. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah.

9.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi kepemerintahan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.

10.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian/lembaga dan Bendahara Umum Negara.

11.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcome) tertentu pada Bagian Anggaran kementerian/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

12.

Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hid up orang banyak, dan/ a tau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara.

13.

Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

14.

Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.

15.

Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. jdih.kemenkeu.go.id 16. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKO yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.

17.

Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKO yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah.

18.

Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat OAK adalah bagian dari TKO yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah.

19.

Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKO yang dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.

20.

Dana Tambahan lnfrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarannya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang diberikan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan.

21.

Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKO yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta.

22.

Dana Desa adalah bagian dari TKO yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. jdih.kemenkeu.go.id 23. Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari APBN yang diberikan kepada Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja pemerintah daerah dapat berupa pengelolaan keuangan daerah, pelayanan um um pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/ a tau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.

24.

Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun- tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

25.

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan.

26.

Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, di tam bah/ dikurangi dengan koreksi pembukuan.

27.

Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.

28.

Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.

29.

Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. jdih.kemenkeu.go.id 30. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

31.

Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Badan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.

32.

Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar- besamya kemakmuran rakyat.

33.

Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.

34.

Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.

35.

Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dalam hal kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama.

36.

Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.

37.

Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. jdih.kemenkeu.go.id 38. Pinjaman Kegiatan adalah pmJaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.

39.

Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

40.

Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian/lembaga dan nonkementerian/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.

41.

Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara pada saat Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan.

42.

Tahun Anggaran 2024 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari 2024 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.

Thumbnail
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
32/PUU-XX/2022

Pengujian Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

    Relevan terhadap

    Halaman 64Tutup

    Pelarangan keikutsertaan lalu lintas pembayaran secara langsung mengakibatkan nasabah BPRS bukan nasabah yang berbasis layanan transaksi melainkan nasabah berbasis orientasi keuntungan margin/bagi hasil semata. Ini mengakibatkan BPRS tidak dapat mengumpulkan dana masyarakat dan menyalurkannya ke masyarakat kembali dalam bentuk pembiayaan (kredit dalam istilah konvensional) dengan ongkos yang terjangkau, akan menjadi selalu mahal. Ini tentu merugikan masyarakat pelosok Indonesia dalam mendapatkan sumber dana untuk usaha yang mudah dan terjangkau. 2. Larangan melakukan penawaran saham ke publik. Larangan melakukan penawaran saham ke publik merupakan penutupan pintu pintu BPR atas sumber investasinya. Pintu investasi dapat dari pendiri maupun masyarakat diluar pendiri. Pelarangan penawaran saham ke publik berakibat atas sulitnya BPRS mendapatkan modal secara cepat dan efisien. BPRS harus berkeliling ke berbagai pihak berkali-kali dan terus menerus dengan ongkos yang yang tidak terbatas untuk mendapatkan investor baru atau bahkan hanya untuk mengganti investornya. Pada akhirnya BPRS mengalami perlambatan pertumbuhan karena lambatnya pertambahan modalnya. Bagi Investor, larangan ini juga mengakibatkan investor tidak mudah untuk memindahkan kepemilikannya ke pihak lain saat investor membutuhkan dana investasinya. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip dasar investasi pada badan hukum Perseroan Terbatas yang menjamin kemudahan investor untuk masuk dan keluar dari investasinya. Larangan ini menyebabkan ketakutan tersendiri bagi investor untuk berinvestasi ke BPRS karena sulitnya investor untuk keluar atau berpindah. Ini menjadi entry dan exit barrier tersendiri pada industri BPRS di mana secara jangka panjang (perlahan dan pasti) tentu akan mematikan industri BPRS, padahal segmen pasarnya masyarakat non perkotaan dan usaha mikro tidak pernah menyusut dan hilang. Bursa Efek/Pasar Modal merupakan wadah yang diciptakan oleh negara dan industri bagi berbagai badan hukum Perseroan Terbatas telah hadir untuk menyelesaikan masalah diatas. BPR/BPRS tidak bisa dianggap kecil untuk dinilai tidak bisa masuk ke Bursa Efek karena banyak BPR dan BPRS lebih

    Thumbnail
    INFRASTRUKTUR Infrastruktur | BADAN USAHA | PEMBERIAN DUKUNGAN
    220/PMK.08/2022

    Dukungan Pemerintah untuk Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Serta Pembiayaan Kreatif Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Infrastruktur di Ibu Ko ...

    • Ditetapkan: 30 Des 2022
    • Diundangkan: 30 Des 2022

    Relevan terhadap

    Pasal 17Tutup
    (1)

    Permohonan penggunaan Fasilitas Pengembangan Proyek diajukan dalam bentuk surat oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK kepada Menteri.

    (2)

    Permohonan penggunaan Fasilitas Pengembangan Proyek yang diajukan oleh menteri atau kepala lembaga selaku PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu dikoordinasikan dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.

    (3)

    Permohonan penggunaan Fasilitas Pengembangan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen sebagai berikut:

    a.

    Dokumen Identifikasi yang memuat paling sedikit:

    1.

    kesesuaian dengan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara dengan memperhatikan analisis kebutuhan (need _analysis); _ 2. analisis manfaat yang mencakup diantaranya analisis nilai manfaat uang ( value for money ), analisis biaya manfaat dan sosial, serta analisis potensi pendapatan dan skema biaya proyek;

    3.

    hasil Konsultasi Publik dengan memperhatikan kebutuhan proyek; dan

    4.

    rekomendasi dan rencana tindak lanjut;

    b.

    dokumen rencana pengembalian investasi dengan prioritas bersumber dari Availability Payment ;

    c.

    dokumen indikasi Layanan;

    d.

    dokumen terbentuknya Panitia KPBU IKN yang terdiri atas pihak yang memiliki wewenang dan kapasitas untuk mengambil keputusan yang dibutuhkan dalam keberlangsungan Fasilitas Pengembangan Proyek sesuai dengan norma waktu; dan

    e.

    dokumen lokasi proyek. Paragraf 2 Ruang Lingkup Kegiatan Fasilitas

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    2.

    Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

    3.

    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

    4.

    Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

    5.

    Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu yang merupakan uraian lebih lanjut dari Rencana Induk lbu Kota Nusantara.

    6.

    Pembiayaan Kreatif ( creative financing ) adalah berbagai skema pembiayaan yang bersumber dari dana swasta maupun dana dari para pemangku kepentingan non pemerintah yang dapat dikombinasikan dengan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Barang Milik Negara.

    7.

    Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disebut PJPK adalah menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    8.

    Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam rangka pembiayaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut KPBU IKN adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dengan mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh PJPK, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.

    9.

    Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan/atau perangkat lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.

    10.

    Layanan Infrastruktur yang selanjutnya disebut Layanan adalah layanan publik yang disediakan oleh badan usaha pelaksana KPBU IKN kepada masyarakat selaku pengguna selama berlangsungnya masa pengoperasian Infrastruktur oleh badan usaha pelaksana KPBU IKN berdasarkan Perjanjian KPBU IKN.

    11.

    Penyediaan Infrastruktur Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disingkat Penyediaan Infrastruktur IKN adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan Infrastruktur IKN dan/atau kegiatan pengelolaan Infrastruktur IKN dan/atau pemeliharaan Infrastruktur IKN dalam rangka meningkatkan kemanfaatan Layanan Idi Ibu Kota Nusantara.

    12.

    Perjanjian Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur IKN yang selanjutnya disebut Perjanjian KPBU IKN adalah perjanjian antara PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka Penyediaan Infrastruktur IKN.

    13.

    Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri Keuangan, menteri, kepala lembaga, kepala daerah, direksi badan usaha milik negara, direksi badan usaha milik daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial dan efektivitas Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN dan Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).

    14.

    Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan adalah Dukungan Pemerintah yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka penyusunan dokumen penyiapan Penyediaan Infrastruktur IKN pada kawasan di Ibu Kota Nusantara.

    15.

    Fasilitas Pengembangan Proyek adalah Dukungan Pemerintah yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada PJPK dalam rangka penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk Penyediaan Infrastruktur IKN.

    16.

    Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek KPBU IKN oleh Menteri Keuangan.

    17.

    Pemanfaatan BMN adalah Dukungan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang diberikan untuk Penyediaan Infrastruktur IKN melalui KPBU IKN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

    18.

    Dokumen Identifikasi adalah kajian awal yang dilakukan oleh PJPK untuk memberikan gambaran mengenai perlunya penyediaan suatu Infrastruktur IKN kebutuhan tertentu serta manfaatnya, apabila dikerjasamakan dengan badan usaha pelaksana melalui KPBU IKN.

    19.

    Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

    20.

    Hasil Keluaran adalah seluruh kajian, dokumen, dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi, konstruksi, serta operasi proyek melalui skema KPBU IKN atau Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).

    21.

    Panitia KPBU IKN adalah tim atau unit yang dibentuk atau ditunjuk oleh menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, atau Kepala Otorita Ibu Kota Negara untuk membantu dalam pelaksanaan proses perencanaan, persiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjian kerja sama, serta perumusan kebijakan dan/atau koordinasi yang diperlukan.

    22.

    Badan Usaha Pelaksana KPBU IKN yang selanjutnya disebut dengan Badan Usaha Pelaksana adalah perseroan terbatas yang didirikan oleh badan usaha hasil pengadaan.

    23.

    Pengadaan Badan Usaha Pelaksana adalah rangkaian kegiatan dalam rangka mendapatkan mitra kerja sama bagi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU IKN melalui tender atau penunjukan langsung.

    24.

    Prastudi Kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU IKN.

    25.

    Studi Kelayakan ( Feasibility Study ) adalah kajian yang dilakukan oleh badan usaha calon pemrakarsa untuk KPBU IKN atas mekanisme prakarsa Badan Usaha untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh surat penetapan sebagai pemrakarsa dari PJPK.

    26.

    Tahap Pra Penyiapan adalah kegiatan pendampingan penelaahan permohonan atas dokumen Penyediaan Infrastruktur IKN dan/atau penyusunan kelengkapan dokumen terkait Penyediaan Infrastruktur IKN sebelum dilanjutkan dalam tahap penyiapan.

    27.

    Tahap Penyiapan adalah kegiatan penyusunan dokumen Prastudi Kelayakan, dokumen Dukungan Pemerintah, dokumen penetapan tata cara pengembalian investasi, dokumen ketersediaan tanah, dan dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi.

    28.

    Tahap Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan, untuk melaksanakan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, penandatanganan perjanjian, dan pemenuhan pembiayaan oleh Badan Usaha Pelaksana.

    29.

    Tahap Pelaksanaan Perjanjian adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Transaksi yang mencakup antara lain masa konstruksi dan masa penyediaan Layanan.

    30.

    Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri yang berisi persetujuan penggunaan atas penyediaan pemberian fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

    31.

    Kesepakatan Induk untuk Penyediaan dan Pelaksanaan Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan atau Fasilitas Pengembangan Proyek yang selanjutnya disebut Kesepakatan Induk adalah kesepakatan antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku pemberi fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sebagai penerima fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi, yang berisi prinsip dan ketentuan dasar mengenai penyediaan dan pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang harus ditaati oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sebagai konsekuensi dari disetujuinya permohonan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

    32.

    Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan wakil yang sah dari lembaga internasional sehubungan dengan kerja sama pelaksanaan Fasilitas Pengembangan Proyek.

    33.

    Perjanjian untuk penugasan yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang mengatur secara rinci mengenai hak dan kewajiban dari badan usaha milik negara tersebut sehubungan dengan pelaksanaan penugasan.

    34.

    Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang mengatur paling sedikit tentang hak dan kewajiban antara pelaksana fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sehubungan dengan pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

    35.

    Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas tenaga ahli, konsultan, dan penasehat, di bidang teknis, keuangan, hukum dan/atau regulasi, lingkungan dan/atau sektor jasa lainnya, baik berupa perorangan atau badan usaha atau lembaga yang bertugas untuk membantu pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

    36.

    Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri Keuangan yang berisi penugasan kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

    37.

    Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi antara PJPK dengan potensial investor dan/atau lenders untuk mengetahui minat, pendapat, dan/atau masukan mereka atas rancangan proyek KPBU IKN yang akan dikerjasamakan.

    38.

    Konsultasi Publik adalah proses interaksi antara PJPK dengan masyarakat termasuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan efektivitas KPBU IKN dan/atau Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).

    39.

    Penetapan Penggunaan Dukungan Pemerintah untuk Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Penetapan Dukungan Pemerintah IKN adalah rapat yang dilaksanakan untuk melakukan penelaahan format dan substansi Hasil Keluaran yang dapat berupa pertimbangan risiko bagi penyusunan struktur proyek, struktur pembiayaan, dan/atau struktur penjaminan, penetapan Hasil Keluaran, penetapan kebijakan penggunaan Dukungan Pemerintah berdasarkan Hasil Keluaran, dan/atau penyusunan rekomendasi atas penggunaan Dukungan Pemerintah.

    40.

    Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang ditimbulkan oleh risiko infrastruktur dan tertuang dalam Perjanjian KPBU IKN untuk dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan pemerintah.

    41.

    Penjaminan Pemerintah adalah Penjaminan Infrastruktur yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan bersama- sama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur.

    42.

    Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah badan usaha yang didirikan oleh pemerintah pusat dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Pemerintah serta telah diberikan modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    43.

    Perjanjian Penjaminan Pemerintah adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban Menteri Keuangan dengan BUPI yang bersama-sama bertindak selaku penjamin atas Risiko Infrastruktur berdasarkan jenis risiko yang sama atas pembagian nilai jaminan atau berdasarkan jenis risiko yang berbeda, dengan penerima jaminan, dalam rangka Penjaminan Pemerintah.

    44.

    Risiko Infrastruktur adalah peristiwa yang mungkin terjadi pada proyek kerja sama selama berlakunya Perjanjian KPBU IKN yang dapat memengaruhi secara negatif investasi Badan Usaha Pelaksana dan/atau badan usaha yang meliputi ekuitas dan pinjaman dari pihak ketiga.

    45.

    Penerima Jaminan adalah Badan Usaha Pelaksana yang menjadi pihak dalam Perjanjian KPBU IKN.

    46.

    Regres adalah hak penjamin untuk menagih PJPK atas apa yang telah dibayarkan kepada Penerima Jaminan dalam rangka memenuhi kewajiban finansial PJPK dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut ( time value of money ).

    47.

    Pembayaran Ketersediaan Layanan ( Availability Payment) yang selanjutnya disebut Availability Payment adalah pembayaran secara berkala oleh PJPK kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya Layanan yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU IKN.

    48.

    Dana Availability Payment adalah dana yang disediakan oleh PJPK sesuai dengan prinsip untuk tidak membagi risiko penerimaan proyek dengan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka pelaksanaan Availability Payment sesuai Perjanjian KPBU IKN.

    49.

    Komitmen Pelaksanaan Pembayaran Availability Payment adalah surat yang berisi pernyataan mengenai komitmen PJPK untuk memastikan tersedianya Dana Availability Payment selama berlakunya kewajiban pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU IKN.

    50.

    Penyedia Pembiayaan Infrastruktur adalah badan yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara di lingkungan Kementerian Keuangan dan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi.

    51.

    Menteri adalah Menteri Keuangan.

    • 1
    • 2
    • 3
    • 4
    • ...
    • 23