Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus ...
Relevan terhadap
Pemotongan penyaluran TKD dapat dilakukan dalam hal terdapat:
kelebihan penyaluran TKD, termasuk DBH CHT dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi yang tidak digunakan sesuai peruntukannya dan/atau tidak dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya;
tunggakan pembayaran pinjaman Daerah;
pembayaran kembali atas pokok dan pembayaran bunga atas Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah;
tidak dilaksanakannya hibah Daerah induk kepada Daerah otonomi baru;
Daerah tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan;
kebijakan pengamanan penerimaan negara;
pembebanan keuangan negara atas biaya yang timbul akibat adanya tuntutan hukum dan/atau putusan peradilan atas kasus/sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Daerah;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib dalam APBD paling sedikit sebesar yang diamanatkan dalam peraturan perundang- undangan;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah terkait dengan penyesuaian tarif dan pengawasan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemenuhan kewajiban penyelesaian tunggakan pembayaran beasiswa pendidikan mahasiswa Papua;
j1. tidak terpenuhinya kewajiban rekonsiliasi bagi daerah yang masih memiliki sisa DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j2. pembebanan biaya kepada daerah induk atas penyelenggaraan fasilitas pelayanan umum milik provinsi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat Daerah baru, yang seharusnya dibebankan kepada Daerah baru.
j3. pembebanan belanja pegawai kepada daerah induk atas pembayaran belanja pegawai Daerah baru, yang seharusnya dibebankan kepada Daerah baru; dan/atau
pemenuhan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1a) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan dan/atau pemotongan penyaluran DAU atau DBH, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap memperhitungkan DAU atau DBH yang menjadi hak Daerah sebesar DAU atau DBH setelah memperhitungkan kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan dan/atau pemotongan DAU atau DBH.
(1b) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan penyaluran DBH triwulan IV, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap menyalurkan DBH triwulan IV sebesar DBH triwulan IV setelah memperhitungkan kewajiban yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan penyaluran DBH triwulan IV.
Dalam hal suatu Daerah dikenakan lebih dari 1 (satu) pemotongan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran pemotongan penyaluran untuk setiap periode penyaluran dilaksanakan secara kumulatif paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD dalam hal terdapat Daerah selaku pemberi kerja tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata tara penyelesaian tunggakan iuran jaminan kesehatan Pemerintah Daerah melalui pemotongan DBH dan/atau DAU.
Kebijakan pengamanan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi pemotongan pajak pusat pada saat penyaluran TKD dari RKUN ke RKUD yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi:
Alokasi Dana Desa; dan
belanja wajib lainnya yang besarannya ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DBH dan/atau DAU atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(6a) Kewajiban rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j1 dilaksanakan paling lambat hari kerja terakhir pada bulan Juli setiap tahunnya.
(6b) Dalam hal Daerah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j1 dan ayat (6a), dilakukan pemotongan penyaluran TKD dengan ketentuan sebagai berikut:
sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai penyaluran DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi triwulan IV untuk Provinsi; dan
sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai penyaluran DBH SDA Kehutanan provisi sumber daya hutan dan iuran izin usaha pemanfaatan hutan triwulan IV untuk kabupaten/kota.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DBH dan/atau DAU atas pembebanan biaya kepada daerah induk atas penyelenggaraan fasilitas pelayanan umum milik provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j2 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DBH dan/atau DAU atas pembebanan belanja pegawai kepada daerah induk atas pembayaran belanja pegawai Daerah baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j3 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan ayat (1) diubah, huruf h ayat (1) dihapus, di antara huruf j dan huruf k ayat (1) disisipkan 1 (satu) huruf, yakni huruf j1, ayat (2) diubah, ayat (3) dan ayat (4) dihapus, ayat (7) dan ayat (8) Pasal 60 diubah sehingga Pasal 60 berbunyi sebagai berikut:
Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral
Relevan terhadap
PRES I DEN Ayat (1) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan terkait bidang U saha Pertambangan. Dengan demikian, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, dan/atau untuk penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan, yang bersifat final, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "penyelidikan umum" merupakan tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. Huruf b Yang dimaksud dengan "eksplorasi" merupakan tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hid up. Huruf c Yang dimaksud dengan "studi kelayakan" merupakan tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang. Huruf d Biaya kegiatan Operasi Produksi antara lain berupa biaya perbaikan dan pemeliharaan, pembayaran sewa, biaya pengangkutan dan pengapalan, iuran produksi (royalti), dan biaya pengolahan dan/ a tau pemurnian mineral. Yang dimaksud dengan "biaya pengolahan dan/atau pemurnian mineral" merupakan biaya untuk meningkatkan mutu mineral serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan, termasuk biaya pemrosesan lainnya. Huruf e Yang dimaksud dengan "kegiatan pascatambang" merupakan kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan Usaha Pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Adapun biaya kegiatan pascatambang antara lain biaya kegiatan reklamasi. Huruf f Cakupan jenis-jenis harta berwujud yang dapat disusutkan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia sepanjang tidak diatur khusus dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Huruf g Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan pada dasarnya bukan merupakan objek pajak dan atas penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pemberi kerja. Namun demikian, dengan pertimbangan terdapat lokasi tambang Wajib Pajak yang terletak di daerah yang keadaan sarana dan prasarananya secara ekonomi kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara, sehingga penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, maka atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi penerimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Huruf h Yang dimaksud dengan "kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak" antara lain:
iuran tetap;
provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi; dan/atau
penggunaan kawasan hutan. Huruf i Yang dimaksud dengan "reklamasi" merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesua1 peruntukannya. Termasuk cadangan biaya reklamasi yaitu cadangan penutupan tambang yang disimpan dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf 1 Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Hurufn Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas.
Sistem Penerimaan Negara secara Elektronik
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara pada Bank Sentral.
Sub Rekening Kas Umum Negara Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut Sub RKUN adalah rekening tempat menampung pelimpahan penerimaan negara dari collecting agent yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada Bank Sentral.
Rekening Penerimaan Negara Terpusat adalah rekening BUN yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada bank persepsi dan bank persepsi Valuta Asing (Valas) untuk menampung penerimaan negara.
Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat adalah rekening yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada pos persepsi, lembaga persepsi lainnya, dan lembaga persepsi lainnya Valas untuk mencatat penerimaan negara melalui pos persepsi, lembaga persepsi lainnya, dan lembaga persepsi lainnya Valas.
Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penenmaan yang terdiri dari pajak dalam negen dan pajak perdagangan internasional.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing, diluar penerimaan perpajakan dan hibah yang dikelola dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penerimaan Hibah adalah setiap Penerimaan Negara dalam bentuk uang tunai yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
Penerimaan Pembiayaan adalah semua Penerimaan Negara untuk pemenuhan pembiayaan APBN yang berasal dari penerbitan surat berharga negara, penerimaan pinjaman tunai, dan hasil divestasi.
Penerimaan Pengembalian Belanja adalah semua Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
Dana Perhitungan Fihak Ketiga yang selanjutnya disebut Dana PFK adalah sejumlah dana yang diperoleh pemerintah pusat dari pungutan dan/atau hasil pemotongan gaji/upah/penghasilan tetap bulanan pejabat negara, pegawai negeri sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah, prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau pegawai pemerintah non pegawai negeri dan sejumlah dana yang disetorkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan pungutan atau potongan lainnya untuk dibayarkan kepada pihak ketiga atau pemerintah daerah.
Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penenmaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penenmaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampa1 dengan pelaporan yang berhubungan dengan Penerimaan Negara dan merupakan sistem yang terintegrasi dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia se bagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- 7 undangan yang mengatur mengena1 Otoritas Jasa Keuangan.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi Valas, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya Valas yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menenma setoran Penerimaan Negara.
PT Pos Indonesia (Persero) selanjutnya disebut Kantor Pos adalah Badan U saha Milik Negara yang mempunyai unit pelaksana teknis di daerah yaitu sentral giro/ sentral giro gabungan/ sentral giro gabungan khusus serta Kantor Pos dan giro.
Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Lembaga adalah badan hukum selain Bank Umum dan PT Pos Indonesia (Persero) yang memiliki kompetensi dan reputasi yang layak untuk melaksanakan fungsi penerimaan.
Lembaga Persepsi Lainnya adalah Lembaga yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menenma setoran Penerimaan Negara.
Bank Devisa adalah Bank Umum yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melaksanakan kegiatan usaha perbankan dalam mata uang as1ng.
Bank Persepsi Valas adalah Bank Devisa yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asmg dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
Lembaga Devisa adalah lembaga yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga berwenang lainnya untuk melaksanakan kegiatan usaha keuangan dalam mata uang asing.
Lembaga Persepsi Lainnya Valas adalah Lembaga Devisa yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Mitra Kerja Instansi Pengelola Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN Mitra Kerja adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang melayani wilayah tertentu dimana Instansi Pengelola Penerimaan Negara berada.
Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian diluar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, ( dinyatakan banjir, pemogokan umum, perang atau tidak dinyatakan), pemberontakan, r( revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah (baik wilayah, epidemik maupun endemik) dan diketahui secara luas sehingga kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Business Continuity Plan selanjutnya disingkat BCP adalah kumpulan prosedur dan informasi yang dikembangkan, dibangun, dan dijaga agar s1ap digunakan dalam keadaan kahar.
Disaster Recovery Plan selanjutnya disingkat DRP adalah dokumen yang berisikan rencana tindak lanjut untuk pemulihan layanan sistem Penerimaan Negara secara elektronik setelah keadaan kahar.
System Integration Testing yang selanjutnya disingkat SIT adalah pengujian yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem Penerimaan Negara pada:
Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya;
Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas; dan/atau c. Collecting Agent, dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat sebelum dilaksanakan UAT.
User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat atas proses bisnis, sistem, dan pelaporan penatausahaan Penerimaan Negara pada:
Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya;
Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas dan/atau; dan/atau
Collecting Agent, dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor unik tanda bukti pembayaran/ penyetoran ke Kas Negara yang diterbitkan sistem settlement terdiri dari kombinasi huruf dan angka.
Sistem Settlement adalah sistem Penerimaan Negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
Tanggal Bayar adalah tanggal pen ca ta tan transaksi berdasarkan saat dilakukannya pembayaran Penerimaan Negara pada sistem Collecting Agent sebagai pengakuan pelunasan kewajiban wajib pajak/ wajib bayar /wajib setor.
Tanggal Buku adalah tanggal pencatatan pada sistem settlement atas transaksi sebagai dasar pengakuan Penerimaan Negara oleh BUN, dan sebagai dasar penyusunan laporan dan pelimpahan oleh Collecting Agent. 42. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Bank Persepsi atau Bank Persepsi Valas.
Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan 44. Negara yang diterbitkan Pos Persepsi. Nomor Transaksi Lembaga Persepsi Lainnya yang selanjutnya disingkat NTL adalah nomor bukti transaksi pen ye to ran Penerimaan Negara yang diterbitkan Lembaga Persepsi Lainnya atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas. 7 45. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan NTPN dan NTB/NTP/NTL sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian Penerimaan Negara yang disiapkan oleh Collecting Agent dalam bentuk arsip data komputer.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri dan/atau luar negeri yang memiliki kewajiban membayar PNBP/Penerimaan Negara selain Perpajakan atau yang melakukan pemesanan pembelian surat berharga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan melakukan kewajiban menerima kemudian menyetorkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Collecting Agent Only selanjutnya disebut CA Only adalah Penerimaan Negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Collecting Agent, namun tidak tercatat di dalam Sistem Settlement. 51. Settlement Only adalah transaksi Penerimaan Negara yang tercatat pada Sistem Settlement yang dibuktikan dengan NTPN, namun tidak terdapat pada data Penerimaan Negara dari sistem Collecting Agent. 52. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi menyiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
Biller adalah unit eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing.
Portal Biller adalah portal yang dikelola oleh Biller yang memfasilitasi penerbitan kode billing yang merupakan subsistem dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik.
Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh Biller atas jenis pembayaran atau setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
Instansi Pengelola Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan IPPN adalah instansi, satuan kerja kementerian negara/lembaga atau satuan kerja pemerintah daerah yang menyelenggarakan pengelolaan Penerimaan Negara.
Portal Penerimaan Negara adalah portal yang mengintegrasikan sarana layanan pembuatan Kode Billing berbagai jenis Penerimaan Negara meliputi penerimaan Pajak, Bea dan Cukai, PNBP, Penerimaan Pembiayaan, Penerimaan Hibah, dan Penerimaan Negara lainnya sekaligus layanan pembayaran Penerimaan Negara yang menjadi bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik.
Cipta Kerja
Relevan terhadap 2 lainnya
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan insentif kepabeanan antara lain pemberian keringanan atau pembebasan bea masuk. Ayat (4) Pelaku usaha mikro perlu diberikan dukungan antara lain melalui pemberian insentif Pajak Penghasilan agar dapat meningkatkan kapasitas dan skala usahanya untuk berkembang. Pemberian dukungan dukungan insentif Pajak Penghasilan tersebut juga ditujukan sebagai sarana pembelajaran bagi pelaku usaha mikro agar dapat lebih memahami hak dan kewajiban perpajakan. Insentif Pajak Penghasilan diberikan kepada pelaku usaha mikro tertentu berdasarkan basis data tunggal usaha mikro, kecil, dan menengah agar insentif yang diberikan tepat sasaran. Cukup jelas
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa
Relevan terhadap
Penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c, dilakukan melalui pos komando penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) di tingkat Desa atau pos jaga di Desa.
Pos komando penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) atau pos jaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki fungsi:
pencegahan;
penanganan;
pembinaan; dan
pendukung pelaksanaan penanganan Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) di tingkat Desa.
Rincian kegiatan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) termasuk pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat mikro di Desa yang dilaksanakan oleh Desa berdasarkan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Gubernur dan bupati/wali kota penerima Dana Desa mendorong dan memantau pelaksanaan kegiatan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) yang didanai dari Dana Desa.
Pemerintah Desa dapat melakukan penyesuaian anggaran dukungan pendanaan penanganan Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c, dengan memperhatikan tingkat kasus Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) yang ditetapkan oleh satuan tugas Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) setempat paling cepat 3 (tiga) bulan setelah Pemerintah Desa menganggarkan dukungan pendanaan penanganan Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19).
(5a) Penyesuaian anggaran dukungan pendanaan penanganan Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) oleh pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilaksanakan berdasarkan surat bupati/wali kota kepada kepala Desa yang menyatakan Desa dapat melakukan penyesuaian dengan mekanisme penganggaran yang berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil penyesuaian anggaran dukungan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diprioritaskan untuk mendanai kegiatan pemulihan ekonomi di Desa, bidang kesehatan, dan/atau penguatan ketahanan pangan dan hewani.
BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a dapat diberikan kepada keluarga penerima manfaat yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
keluarga miskin atau tidak mampu yang berdomisili di Desa bersangkutan dan diprioritaskan untuk keluarga miskin yang termasuk dalam kategori kemiskinan ekstrem;
kehilangan mata pencaharian;
mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis;
keluarga miskin penerima jaring pengaman sosial dari APBN yang terhenti;
keluarga miskin yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) dan belum menerima bantuan; atau
rumah tangga dengan anggota rumah tangga tunggal lanjut usia.
(1a) Keluarga penerima manfaat BLT Desa dapat menerima bantuan sosial yang bersumber dari APBD.
Dalam hal keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan petani, BLT Desa dapat digunakan untuk kebutuhan pembelian pupuk.
Daftar keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala Desa atau keputusan kepala Desa.
Peraturan kepala Desa atau keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling kurang memuat:
nama dan alamat keluarga penerima manfaat;
rincian keluarga penerima manfaat berdasarkan jenis kelompok pekerjaan; dan
jumlah keluarga penerima manfaat.
Besaran BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) untuk bulan pertama sampai dengan bulan kedua belas per keluarga penerima manfaat.
Pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat dilaksanakan mulai bulan Januari dan dapat dibayarkan paling banyak untuk 3 (tiga) bulan secara sekaligus.
Dalam hal pembayaran BLT Desa bulan kedua sampai dengan bulan kedua belas lebih besar dari kebutuhan BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a angka 2, pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa bulan kedua sampai dengan bulan kedua belas menggunakan Dana Desa selain Dana Desa untuk BLT Desa setiap bulan.
Jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa bulan kedua sampai dengan bulan kedua belas tidak boleh lebih kecil dari jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa bulan kesatu.
Dalam hal keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) mengalami perubahan karena meninggal dunia atau tidak memenuhi kriteria keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa wajib mengganti dengan keluarga penerima manfaat yang baru.
(9a) Dalam hal tidak terdapat keluarga penerima manfaat yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (9), kepala Desa melakukan perubahan daftar keluarga penerima manfaat BLT Desa yang masih tersisa berdasarkan perekaman jumlah keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a angka 2 dengan menjelaskan penurunan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat.
(9b) Kepala Desa melakukan pembayaran BLT Desa sesuai dengan perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (9a).
(9c) Dana Desa untuk BLT Desa yang tidak dibayarkan kepada keluarga penerima manfaat akibat perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (9a), dapat digunakan untuk mendanai kegiatan pemulihan ekonomi di Desa, bidang kesehatan, dan/atau penguatan ketahanan pangan dan hewani.
(9d) Kepala Desa menyampaikan laporan penggunaan atas pendanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9c) kepada bupati/wali kota.
(9e) Bupati/wali kota melakukan perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa berdasarkan data realisasi yang disampaikan oleh kepala Desa disertai penjelasan perubahan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (9a) dan penggunaan sisa BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (9c) pada aplikasi online monitoring sistem perbendaharaan dan anggaran negara.
Dalam hal terdapat perubahan daftar keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan/atau penambahan jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dengan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perubahan dan/atau penambahan tersebut ditetapkan dalam peraturan kepala Desa atau keputusan kepala Desa setelah dilaksanakan musyawarah Desa khusus/musyawarah insidentil.
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak
Relevan terhadap
Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 huruf a merupakan pengangkatan untuk mengisi LKJF Pemeriksa Pajak yang telah ditetapkan melalui pengadaan dari calon PNS.
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berstatus PNS;
pangkat paling rendah Penata Muda, golongan ruang III/a;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah sarjana/diploma empat bidang ekonomi, keuangan, hukum, administrasi publik, komunikasi, teknik yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi, atau perpajakan;
Nilai Kinerja PNS paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan
tidak sedang dalam proses pemeriksaan atau menjalani hukuman disiplin.
Calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diangkat sebagai PNS paling lama 1 (satu) tahun wajib diangkat ke dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak.
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama 3 (tiga) tahun setelah diangkat ke dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak harus mengikuti dan lulus pelatihan fungsional Pemeriksa Pajak yang dibuktikan dengan sertifikat.
Pemeriksa Pajak yang belum dan/atau tidak lulus pelatihan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diberikan kenaikan jabatan.
Pangkat yang ditetapkan bagi PNS yang diangkat dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama sama dengan pangkat yang dimiliki.
Jenjang jabatan yang ditetapkan bagi PNS yang diangkat dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama dilaksanakan berdasarkan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Angka Kredit untuk pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama ditetapkan sebesar 0 (nol).
Berkas usulan pengangkatan pertama dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak terdiri atas:
fotokopi ijazah pendidikan formal terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e yang telah dilegalisasi dan/atau surat penetapan hasil penilaian ijazah pendidikan tinggi lulusan luar negeri yang telah dilegalisasi;
fotokopi surat ketetapan calon PNS;
fotokopi surat ketetapan PNS;
surat keterangan sehat yang dinyatakan oleh dokter pada instansi pemerintah;
fotokopi SKP 1 (satu) tahun terakhir; dan
fotokopi realisasi SKP 1 (satu) tahun terakhir.
Berkas usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan dalam format digital atau dalam dokumen tertulis.
Keputusan pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama disusun menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pengangkatan melalui perpindahan dari jabatan lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 huruf b merupakan pengangkatan PNS yang menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, atau jabatan fungsional lainnya ke dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak.
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak melalui perpindahan dari jabatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berstatus PNS;
pangkat paling rendah Penata Muda, golongan ruang III/a;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah sarjana/diploma empat bidang ekonomi, keuangan, hukum, administrasi publik, komunikasi, teknik, perpajakan, atau ilmu sosial untuk Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak Ahli Pertama sampai dengan Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak Ahli Madya;
memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang Pengujian Kepatuhan Perpajakan dan/atau Penegakan Hukum Perpajakan paling singkat 2 (dua) tahun;
Nilai Kinerja PNS paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
berusia paling tinggi:
53 (lima puluh tiga) tahun bagi yang akan menduduki Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak Ahli Pertama dan Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak Ahli Muda;
55 (lima puluh lima) tahun bagi yang akan menduduki Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak Ahli Madya; dan
60 (enam puluh) tahun bagi yang akan menduduki Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak Ahli Utama bagi PNS yang telah menduduki jabatan pimpinan tinggi;
tidak sedang dalam proses pemeriksaan atau menjalani hukuman disiplin;
tidak sedang menjalankan tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
tidak sedang menjalankan cuti di luar tanggungan negara; dan
mengikuti dan lulus Uji Kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural sesuai SKJ yang disusun oleh Instansi Pembina.
Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan LKJF Pemeriksa Pajak sesuai jenjang jabatan fungsional yang akan diduduki.
Pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang Pengujian Kepatuhan Perpajakan dan/atau Penegakan Hukum Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi:
tugas melakukan Pengujian Kepatuhan Perpajakan dan/atau Penegakan Hukum Perpajakan;
tugas di unit kerja yang berkaitan langsung dengan Pengujian Kepatuhan Perpajakan dan/atau Penegakan Hukum Perpajakan; dan/atau
tugas di unit kerja pendukung penerimaan pajak lainnya.
Pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diperoleh dan diperhitungkan secara kumulatif dalam hal dibuktikan dengan surat keterangan tertulis yang ditandatangani oleh paling rendah pejabat administrator.
Berkas usulan pengangkatan melalui perpindahan dari jabatan lain ke dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak paling sedikit terdiri atas:
fotokopi ijazah pendidikan formal terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e yang telah dilegalisasi dan/atau surat penetapan hasil penilaian ijazah pendidikan tinggi lulusan luar negeri yang telah dilegalisasi;
fotokopi surat keputusan kenaikan pangkat dan golongan terakhir;
rekomendasi hasil Uji Kompetensi dan Angka Kredit;
surat keterangan sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan oleh dokter pada instansi pemerintah;
pakta integritas;
surat pernyataan kesediaan melepaskan jabatan yang diduduki pada saat diangkat sebagai Pemeriksa Pajak;
surat keterangan pengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (5);
fotokopi penilaian prestasi kerja PNS 2 (dua) tahun terakhir; dan
fotokopi realisasi SKP 2 (dua) tahun terakhir.
Berkas usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dalam format digital atau dalam dokumen tertulis.
Pangkat yang ditetapkan bagi PNS yang diangkat dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak melalui perpindahan dari jabatan lain sama dengan pangkat yang dimiliki pada saat pengusulan pengangkatan ke dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak.
Jenjang jabatan yang ditetapkan bagi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai dengan Angka Kredit yang ditetapkan oleh Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit.
Angka Kredit untuk pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak melalui perpindahan dari jabatan lain ditetapkan sesuai Angka Kredit awal dan dapat ditambah dengan Angka Kredit yang diperoleh dari pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f.
Angka Kredit yang diperoleh dari pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling besar 50% (lima puluh persen) dari Angka Kredit Kumulatif untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi.
Ketentuan mengenai Angka Kredit awal sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Keputusan pengangkatan melalui perpindahan dari jabatan lain ke dalam Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak disusun menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2023 ...
Pengelolaan Barang Milik Negara oleh Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah Menteri Keuangan.
Pengguna Barang adalah Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertanggung jawab atas Penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Menteri Keuangan adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara yang selanjutnya disingkat LMAN adalah satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang melaksanakan tugas dan fungsi manajemen aset negara dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Aset Kelolaan Lembaga Manajemen Aset Negara yang selanjutnya disebut Aset Kelolaan adalah aset yang dikelola oleh LMAN yang dapat dijadikan sumber daya ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang dan memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial.
Aset Layanan Konsultasi yang selanjutnya disebut Aset Konsultasi adalah aset Mitra yang dikerjasamakan dengan LMAN dalam rangka meningkatkan nilai tambah aset.
Direktorat Jenderal adalah unit organisasi eselon I pada Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktur Utama adalah pemimpin LMAN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal.
Penilai adalah pihak yang melakukan Penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian berupa Aset Kelolaan pada saat tertentu.
Mitra adalah pihak yang melakukan perikatan dalam rangka Pemanfaatan Aset Kelolaan dengan LMAN.
Pihak Lain adalah pihak selain Menteri Keuangan, Direktur Jenderal, dan Direktur Utama.
Seleksi Pemilihan adalah bentuk pemilihan Mitra guna pengalokasian hak Pemanfaatan atas pengelolaan Aset Kelolaan melalui penawaran secara tertulis untuk memperoleh penawaran tertinggi.
Lelang Hak Menikmati Barang adalah bentuk pemilihan Mitra dengan lelang atas hak yang memberi wewenang untuk menikmati atau memanfaatkan Aset Kelolaan dalam jangka waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Aset Kelolaan yang dilakukan oleh LMAN, dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa Guna adalah Pemanfaatan Aset Kelolaan oleh Mitra dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang.
Kerja Sama Pendayagunaan yang selanjutnya disingkat KSPd adalah Pemanfaatan Aset Kelolaan melalui pembangunan aset baru pada Aset Kelolaan oleh Mitra, yang selanjutnya dilakukan pendayagunaan oleh Mitra dalam jangka waktu tertentu.
Kerja Sama Operasional yang selanjutnya disingkat KSO adalah Pemanfaatan Aset Kelolaan dengan pelaksanaan pengembangan bisnis atas Aset Kelolaan antara LMAN dan Mitra secara bersama-sama dalam jangka waktu tertentu.
Kerja Sama Sumber Daya Manusia dan/atau Manajemen yang selanjutnya disingkat KSM adalah Pemanfaatan Aset Kelolaan dengan mengikutsertakan sumber daya manusia dan/atau kemampuan manajerial dari Mitra, dalam rangka mengembangkan kapasitas layanan LMAN.
Pemakaian Sementara adalah Pemanfaatan sebagian Aset Kelolaan oleh Mitra dalam jangka waktu dan dengan kriteria tertentu tanpa dikenakan biaya Pemanfaatan.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Aset Kelolaan berupa BMN.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Aset Kelolaan berupa BMN kepada Pihak Lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Aset Kelolaan berupa BMN yang dilakukan antara LMAN dengan Pihak Lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan Aset Kelolaan kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian.
Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Aset Kelolaan berupa BMN.
Penghapusan adalah tindakan menghapus catatan Aset Kelolaan berupa BMN dari daftar BMN pada LMAN dengan menerbitkan keputusan Direktur Utama, untuk membebaskan LMAN dari tanggung jawab administratif dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Aset Kelolaan LMAN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Tarif Pemanfaatan adalah imbal hasil tetap/variabel, kompensasi, imbalan jasa ( fee ), pembagian pendapatan, pembagian keuntungan, dan/atau manfaat lain yang diterima atau didapatkan oleh LMAN dari hasil Pemanfaatan dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak yang telah ditentukan jumlah dan waktu pembayaran, dalam bentuk uang ataupun selain uang.
Faktor Penyesuai adalah besaran persentase atau indeks yang digunakan untuk menentukan besaran imbalan atas Pemanfaatan Aset Kelolaan.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 73 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang B ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 73 dari 113 halaman. Putusan Nomor 32 P/HUM/2021 (Bukti P-6, lihat Pasal 7 ayat (2) UU Pembendaharaan Negara); 4.12. Bahwa APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap Tahun dengan undang-undang, terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan; juga terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah; dimana belanja negara ini dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah; dan belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja; (Bukti P-5, Lihat Pasal 11 UU Keuangan Negara); Penjelasan Pasal 11 ayat (5) UU Keuangan Negara menyebutkan: Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat. Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain 4.13. Bahwa Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara, dan Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah; (Bukti P-6, Lihat Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) UU Pembendaharaan Negara): 4.14. Bahwa semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN; dan semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang ...
Relevan terhadap
bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak tersebut diperlukan pemberian akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan;
bahwa saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi otoritas perpajakan Indonesia untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan yang diatur dalam undang-undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya, yang dapat mengakibatkan kendala bagi otoritas perpajakan dalam penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak;
bahwa Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis ( Automatic Exchange of Financial Account Information ) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017;
bahwa apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis ( fail to meet its commitment ), yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, dan mengingat adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera memberikan akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan;