Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 2 ayat (4), ayat (7) dan Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2021 ten ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 62 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 2) Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan, serta PP Nomor 75 Tahun 2015; Namun perlu dilakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis PNBP pada KKP dengan mengatur kembali jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada KKP dengan PP Nomor 85 Tahun 2021 ini; c. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, maka arah dan tujuan perumusan PP Nomor 85 Tahun 2021 adalah sesuai dengan arah dan tujuan UU Nomor 9 Tahun 2018 yaitu: 1) Mewujudkan peningkatan kemandirian bangsa dengan mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari PNBP guna memperkuat ketahanan fiskal serta mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan; 2) Mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, perbaikan distribusi pendapatan, dan pelestarian Iingkungan hidup untuk kesinambungan serta generasi dengan tetap mempertimbangkan aspek keadilan; 3) Mewujudkan pelayanan pemerintah yang bersih, profesional, transparan, dan akuntabel, untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat; 4) Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya dari kegiatan-kegiatan yang menghasilkan PNBP; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 45 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 Negara Bukan Pajak dimaksud, telah dilakukan kajian secara mendalam dengan metode observasi, wawancara berbasis kuisioner, wawancara mendalam serta studi pustaka oleh Tim Peneliti Departemen Perikanan Tangkap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro ( vide Bukti P-9); 2. Bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan Tim Peneliti dari Universitas Diponegoro mengenai Kajian Persepsi Nelayan Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 menyatakan Kesimpulan dan Rekomendasi sebagai berikut: Kesimpulan: 1) Telah terjadi penolakan oleh nelayan secara signifikan (98% responden) atas PP Nomor 85 Tahun 2021 dan Kepmen Nomor 86 Tahun 2021 mengenai PNBP Perikanan karena dinilai memberatkan; 2) Usaha perikanan tangkap di Indonesia merupakan sektor yang perlu didukung oleh pemerintah dengan fakta bahwa usaha perikanan tangkap di Indonesia didominasi oleh usaha perikanan artisanal yang dapat dikategorikan sebagai usaha mikro dan kecil. Kelompok lapangan pekerjaan perikanan juga tergolong penyumbang tingkat kemiskinan utama di Indonesia. Profesi nelayan merupakan pilihan yang bersifat “terpaksa” dan jumlah nelayan juga mengalami pertumbuhan negatif; 3) Kontribusi perikanan dalam pembangunan diantaranya berupa sumber pertumbuhan ekonomi, penguatan ketahanan pangan, penyerapan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan, walaupun kontribusi dari aspek PNBP dinilai masih rendah karena karakteristik industri perikanan yang memang kalah kompetitif dibanding jenis industri lainnya; 4) Nelayan sudah memiliki beban berbagai pungutan, baik pungutan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun pungutan lokal sehingga peningkatan tarif PNBP perikanan dapat meningkatkan beban nelayan, menurunkan tingkat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan yang Diajukan pada Tahun 2015 dan Tahun 2016. ...
Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
oleh karena itu para Pemohon menuntut aturan hukum yang konstitusional, sehingga anggaran yang salah satunya berasal dari pajak para Pemohon dikelola secara baik, transparan, dan tepat sasaran untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19 sesuai dengan program prioritas pemerintah selama ini yaitu percepatan penanganan covid 19 dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah carut marut akibat covid 19; 32. Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon sebagaimana diuraikan di atas, Pemohon telah secara spesifik menjelaskan hak konstitusionalnya yang potensial dirugikan dan potensi kerugian dimaksud menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, sehingga apabila UU IKN dinyatakan tidak memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, maka dapat dipastikan kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon tidak akan terjadi dikemudian hari. Oleh karenanya telah tampak adanya hubungan kausal ( causal-verband ) antara kerugian konstitusional yang didalilkan dan berlakunya UU IKN; 33. Pengakuan hak setiap warga negara Republik Indonesia untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 merupakan salah satu indikator kemajuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 merupakan manifestasi jaminan konstitusional terhadap pelaksanaan hak-hak dasar setiap warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan badan yudisial yang menjaga hak asasi manusia sebagai manifestasi peran the guardian of the constitution (pengawal konstitusi) dan the sole interpreter of the constitution (penafsir tunggal konstitusi); 34. Bahwa oleh karenanya, maka Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sebagai Pemohon pengujian undang-undang dalam perkara a quo karena telah memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi beserta Penjelasannya dan syarat kerugian hak konstitusional sebagaimana tertuang dalam PMK Pasal 4 ayat (2) PMK 2/2021 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 011/PUU-V/2007.
Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ...
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu ...
Relevan terhadap
bahwa untuk mendorong masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, dengan memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk jangka waktu tertentu, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil Dan/ atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang selanjutnya disebut PBB Migas adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam wilayah kerja atau sejenisnya terkait pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, selanjutnya disebut PPh WPOPDN adalah Pajak Penghasilan terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku kecuali Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBD selama satu periode pelaporan.
Posisi Kas adalah saldo kas dan setara kas daerah pada periode tertentu setelah dikurangi dengan SiLPA tahun lalu yang bersumber dari dana earmarked dan informasi lainnya tentang dana yang berkaitan.
Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran belanja untuk mendukung kegiatan rutin Pemerintah Daerah yang memberi manfaat dalam satu periode akuntansi.
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran belanja untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lainnya, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
Sistem Informasi Keuangan Daerah selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transfer Dana Perimbangan yang selanjutnya disebut KPA BUN Transfer Dana Perimbangan adalah satuan kerja Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara di Kementerian Negara/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan dana perimbangan.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPA BUN/Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SBN yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SBN.
Rekening Surat Berharga Pemerintah Daerah adalah rekening surat berharga yang dibuka oleh masing-masing Pemerintah Daerah pada Sub-Registry. 27. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah.
Hari Kerja adalah hari kerja instansi pemerintah dan operasional sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/ata ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi dan daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi/jasa pada saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS yang diperoleh Wajib Pajak.
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan, atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 4 berlaku untuk kerugian tahun pajak dicapainya pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 5 dapat dimanfaatkan sepanjang Wajib Pajak menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen):
paling lambat tahun pajak ke-2 (kedua) setelah Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
berlaku untuk tahun pajak diajukannya permohonan penetapan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian;
tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 6 butir a) berlaku untuk kerugian pada tahun pajak saat Wajib Pajak mencapai tambahan tenaga kerja Indonesia paling sedikit 300 (tiga ratus) orang dan dapat dimanfaatkan dalam hal Wajib Pajak mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun pajak berturut-turut;
tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 6 butir b) berlaku untuk kerugian pada tahun pajak saat Wajib Pajak mencapai tambahan tenaga kerja Indonesia paling sedikit 600 (enam ratus) orang dan dapat dimanfaatkan dalam hal Wajib Pajak mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun pajak berturut-turut;
tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 7 berlaku untuk kerugian tahun pajak saat dicapainya pengeluaran biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah realisasi Penanaman Modal, yang dipenuhi paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan/atau
tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 8 berlaku untuk tahun pajak dilakukannya ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan.
Wajib Pajak yang melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, penghitungan besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d sesuai dengan penghitungan berdasarkan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas.
Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d dihitung dengan rumus.
Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berupa:
pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah, yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun;
penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud: a) bukan bangunan Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus; b) bukan bangunan Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen); c) bukan bangunan Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen); d) bukan bangunan Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen); e) bangunan permanen, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen); f) bangunan tidak permanen, masa manfaat menjadi 5 (lima) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 20% (dua puluh persen).
untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud: a) Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus; b) Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen); c) Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen); d) Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen).
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan
kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
tambahan 1 (satu) tahun untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dilakukan Wajib Pajak;
tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat;
tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan pada bidang energi baru dan terbarukan;
tambahan 1 (satu) tahun apabila mengeluarkan biaya untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lokasi usaha paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
tambahan 1 (satu) tahun apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) paling lambat tahun pajak ke-2 (kedua);
tambahan 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun: a) tambahan 1 (satu) tahun apabila menambah paling sedikit 300 (tiga ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut; atau b) tambahan 2 (dua) tahun apabila menambah paling sedikit 600 (enam ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut;
tambahan 2 (dua) tahun apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah Penanaman Modal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau
tambahan 2 (dua) tahun apabila melakukan ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan dalam suatu tahun pajak, untuk Penanaman Modal pada bidang usaha yang diatur dalam Pasal 2 huruf a yang dilakukan di luar kawasan berikat.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada aktiva tetap berwujud, dan/atau aktiva tak berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama.
Dalam hal Wajib Pajak memenuhi sebagian atau seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Wajib Pajak dimaksud dapat memperoleh tambahan jangka waktu kompensasi kerugian paling lama untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean clan/ atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Penyelenggara PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Pusat Logistik Berikat.
Penyelenggara PLB sekaligus Pengusaha PLB yang selanjutnya disebut Pengusaha PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB.
Pengusaha di PLB merangkap Penyelenggara di PLB yang selanjutnya disebut PDPLB, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB yang berada di dalam PLB milik Penyelenggara PLB yang statusnya sebagai badan usaha yang berbeda.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan /a tau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur J enderal adalah Direktur J enderal Bea dan Cukai.
Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat dipenuhinya Jenderal Bea dan kewajiban pabean Cukai sesuai ketentuan Undang-Undang Kepabeanan. tern pat dengan 16. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Perdagangan secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-Commerce adalah perdagangan Barang yang dilakukan oleh pedagang dan konsumen melalui sistem elektronik.
PLB Industri Besar adalah PLB untuk menimbun barang terutama untuk tujuan didistribusikan kepada perusahaan industri.
PLB IKM adalah PLB untuk menimbun barang terutama untuk tujuan didistribusikan kepada perusahaan industri kecil dan menengah.
PLB Hub Cargo Udara adalah PLB untuk menimbun barang terutama untuk tujuan ekspor dan/atau transhipment.
PLB E-Commerce adalah PLB untuk menimbun barang yang penjualannya dilakukan melalui platform E-Commerce.
PLB Barang Jadi adalah PLB yang menimbun barang jadi terutama untuk tujuan distribusi selain kepada perusahaan industri.
PLB Bahan Pokok adalah PLB yang menimbun bahan pokok terutama untuk tujuan distribusi selain kepada perusahaan industri.
PLB Floating Storage adalah PLB untuk menimbun barang yang berlokasi di wilayah perairan.
PLB Ekspor Barang Komoditas adalah PLB untuk menimbun barang ekspor terutama untuk tujuan diperdagangkan di bursa komoditi dan/atau pasar lelang komoditas.
Platf orm E-Commerce adalah wadah berupa aplikasi, situs internet, layanan konten lainnya berbasis internet atau transmisi elektronik lainnya yang digunakan untuk transaksi dan/atau fasilitasi perdagangan melalui sistem elektronik.
Penyedia Platform E-Commerce adalah pihak baik individu, badan usaha, maupun badan hukum yang menyediakan Platf orm E-Commerce.
Di antara ayat (1) clan ayat (2) Pasal 2 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (la) clan ayat ( 1 b), serta ayat (2) diubah sehingga Pasal 2 berbuny:
sebagai berikut:
Pengusaha PLB dan PDPLB wajib:
memasang tanda nama perusahaan serta nomor dan tanggal izin sebagai Pengusaha PLB atau PDPLB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
mendayagunakan Sistem lnformasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
menyediakan saran a dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha PLB atau PDPLB yang diawasi oleh Kantor Pa bean yang menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE);
melakukan pencatatan secara realtime dan daring pada Sistem Informasi Persediaan Ber basis Komputer (IT Inventory) atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke PLB yang memiliki sistem penelusuran barang (traceability) dalam pengelolaan barang pada PLB;
memasang Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari Kantor Pabean secara realtime dan daring serta memiliki data rekaman paling singkat 7 (tujuh) hari sebelumnya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang; · f. memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun berupa Barang Kena Cukai (BKC) sesuai ketentuan yang mengatur tentang cukai;
melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang yang ditimbun di PLB, bersama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali pencacahan (stock opname) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
menyimpan dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam PLB secara tertib, yang dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta posisinya apabila dilakukan pencacahan (stock opname);
menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
mengajukan perubahan (update) data dalam hal terdapat data yang berubah terkait perizinan PLB;
memberikan akses terhadap data dan dokumen seluruh kegiatan PLB yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan PLB apabila dilakukan audit oleh Direktorat J enderal Bea dan Cukai;
menyampaikan laporan dampak ekonomi (economy impact) secara periodik, yang bentuknya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal;
menyampaikan laporan pencapaian target KPI (Key Performance Indicators) setiap tahun, yang bentuknya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal; dan
secara berkala menyampaikan salinan (copy) laporan keuangan tahunan yang disusun berdasarkan prinsip akutansi yang berlaku umum paling lambat pada akhir bulan ke-4 (empat) setelah akhir tahun pajak.
Dalam hal PLB merupakan PLB Industri Besar atau PLB E-commerce, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha PLB atau PDPLB juga wajib:
mengakomodir penimbunan barang untuk kepentingan industri kecil dan menengah bagi PLB Industri Besar; atau
mengakomodir penimbunan barang hasil industri kecil dan menengah untuk tujuan ekspor pad a P!atf orm E-Commerce bagi PLB E Commerce.
Di antara Pasal 28 dan Pasal 29 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 28A sehingga, berbunyi sebagai berikut:
Impor Sementara.
Relevan terhadap
Pemberitahuan Pabean impor yang disampaikan oleh importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 paling sedikit harus disertai dengan:
bukti penerimaan jaminan ke Kantor Pabean, dalam hal barang Impor Sementara mendapat pembebasan bea masuk; atau
bukti penerimaan jaminan dan bukti pembayaran bea masuk sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan atau bagian dari bulan dikalikan jumlah bulan jangka waktu Impor Sementara dikalikan jumlah bea masuk yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan/atau bukti pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ke Kantor Pabean, dalam hal barang Impor Sementara mendapat keringanan bea masuk.
Penyampaian Pemberitahuan Pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan terhadap:
barang pribadi penumpang dan barang pribadi awak sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf r berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean;
sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf u; atau
petikemas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf v.
Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai impor barang pribadi penumpang, barang pribadi awak sarana pengangkut, sarana pengangkut, dan petikemas.
Terhadap barang Impor Sementara dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik.
Dalam hal importir barang Impor Sementara merupakan importir yang mendapat pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat ( Authorized Economic Operator ) atau Mitra Utama Kepabeanan, pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persetujuan pengeluaran atas barang Impor Sementara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
Jangka waktu Impor Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat diperpanjang, sepanjang jangka waktu Impor Sementara secara keseluruhan tidak melebihi dari jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung mulai tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean impor.
Importir mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Impor Sementara kepada Kepala Kantor Pabean yang memberikan persetujuan pengeluaran barang Impor Sementara, sebelum jangka waktu Impor Sementara berakhir.
Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui Sistem Komputer Pelayanan.
Dalam hal Sistem Komputer Pelayanan belum diterapkan atau mengalami gangguan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan secara manual dengan menyampaikan tulisan di atas formulir, melalui media penyimpanan data elektronik, atau melalui surat elektronik.
Permohonan perpanjangan jangka waktu Impor Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan menyebutkan alasan dan dilampiri dengan bukti pendukung.
Dalam hal Impor Sementara yang diberikan keringanan bea masuk merupakan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, perpanjangan izin Impor Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan harus dilampiri dengan surat keterangan dari Direktorat Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa atas transaksi tersebut merupakan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
Dalam hal perpanjangan jangka waktu Impor Sementara tidak disertai dengan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), atas barang Impor Sementara dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas permohonan perpanjangan dan memastikan keberadaan barang Impor Sementara.
Dalam hal importir barang Impor Sementara merupakan importir yang mendapat pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat ( Authorized Economic Operator ) atau Mitra Utama Kepabeanan, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
Dalam hal permohonan disetujui, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perpanjangan jangka waktu izin Impor Sementara yang menjadi dasar bagi importir untuk melakukan penyesuaian jaminan dan/atau pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dalam hal permohonan ditolak, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan surat penolakan disertai alasan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perpanjangan jangka waktu izin Impor Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Keputusan Menteri Keuangan mengenai perpanjangan jangka waktu izin Impor Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (10) menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07 /2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus ...
Relevan terhadap
Pemotongan penyaluran TKD dapat dilakukan dalam hal terdapat:
kelebihan penyaluran TKD, termasuk DBH CHT dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi yang tidak digunakan sesuai peruntukannya dan/atau tidak dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya;
tunggakan pembayaran pinjaman Daerah;
pembayaran kembali atas pokok dan pembayaran bunga atas Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah;
tidak dilaksanakannya hibah Daerah induk kepada Daerah otonomi baru;
Daerah selaku pemberi kerja tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan;
kebijakan pengamanan penerimaan negara;
pembebanan keuangan negara atas biaya yang timbul akibat adanya tuntutan hukum dan/atau putusan peradilan atas kasus/sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Daerah;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib dalam APBD paling sedikit sebesar yang diamanatkan dalam peraturan perundang- undangan; dan/atau
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah terkait dengan penyesuaian tarif dan pengawasan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
pemenuhan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (1a) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan dan/atau pemotongan penyaluran DAU atau DBH, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap memperhitungkan DAU atau DBH yang menjadi hak Daerah sebesar kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan dan/atau pemotongan DAU atau DBH.
(1b) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan penyaluran DBH triwulan IV, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap mengalokasikan DBH Triwulan IV sebesar kewajiban yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan penyaluran DBH triwulan IV.
Dalam hal suatu Daerah dikenakan lebih dari 1 (satu) pemotongan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran pemotongan penyaluran untuk setiap periode penyaluran dilaksanakan secara kumulatif paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD dalam hal terdapat Daerah selaku pemberi kerja tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyelesaian tunggakan iuran jaminan kesehatan Pemerintah Daerah melalui pemotongan DAU dan/atau DBH.
Kebijakan pengamanan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e antara lain berupa pemotongan pajak pusat pada saat penyaluran TKDD dari RKUN ke RKUD yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:
Alokasi Dana Desa b. Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU;
belanja kesehatan;
belanja pendidikan; dan
belanja wajib lainnya yang besarannya ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DTU atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organisasi, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus.
Dana Transfer Umum yang selanjutnya disingkat DTU adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan Daerah guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu Daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus yang selanjutnya disebut DTI adalah dana tambahan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan usulan provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Dana Bagi Hasil Pajak yang selanjutnya disebut DBH Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.
Indikasi Kebutuhan Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa, yang selanjutnya disebut Indikasi Kebutuhan Dana TKDD adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan TKDD.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga nonkementerian yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kurang Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Kurang Bayar DBH adalah selisih kurang antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu.
Lembar Konfirmasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disebut LKT adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan TKDD oleh Daerah.
Lembar Rekapitulasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disebut LRT adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan TKDD oleh Daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Lebih Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Lebih Bayar DBH adalah selisih lebih antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan, kecuali Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang selanjutnya disebut PPh WPOPDN adalah Pajak Penghasilan terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku kecuali Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat PNBP SDA adalah bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, minyak bumi, gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah tahunan yang disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran BUN.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Surat Keputusan Penetapan Rincian Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat SKPRTD adalah surat keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran yang memuat rincian jumlah transfer setiap daerah menurut jenis transfer dalam periode tertentu.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/Pejabat Pembuat Komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Ruang Fiskal Daerah adalah besarnya pendapatan Daerah yang masih bebas digunakan untuk mendanai program/kegiatan sesuai kebutuhan Daerah yang dihitung dengan mengurangkan seluruh pendapatan Daerah dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya ( earmarked ) dan belanja wajib antara lain belanja pegawai dan belanja wajib lainnya.
Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU adalah belanja daerah yang bersumber dari DTU yang ditetapkan sesuai arah kebijakan penggunaan DTU dalam Undang-Undang mengenai APBN tahun anggaran berkenaan.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
Sistem Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas jabatan pemerintahan.
Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: