Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/a ...
Relevan terhadap
Pemberi Kerja Berstatus Pusat yang memiliki lokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat mengajukan permohonan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat.
Permohonan penetapan berlokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap lokasi usaha yang memenuhi kriteria daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
nama Pemberi Kerja Berstatus Pusat;
Nomor Pokok Wajib Pajak Pemberi Kerja Berstatus Pusat;
alamat kantor Pemberi Kerja Berstatus Pusat;
identitas perpajakan dari lokasi usaha yang diajukan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu;
alamat lokasi usaha yang diajukan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu; dan
titik koordinat lokasi usaha yang diajukan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu.
Pemberi Kerja Berstatus Pusat yang dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
telah menyampaikan:
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan/atau
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir, yang telah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
tidak mempunyai utang pajak atau mempunyai utang pajak tetapi atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yang berupa pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan dokumen persyaratan berupa salinan:
NIB yang diterbitkan oleh Lembaga OSS atau dokumen setara lainnya yang diterbitkan instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang- undangan;
peta lokasi; dan
pernyataan keadaan prasarana ekonomi dan transportasi umum di lokasi usaha.
Pernyataan keadaan prasarana ekonomi dan transportasi umum di lokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c minimal memuat:
alamat lokasi usaha yang diajukan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu;
titik koordinat lokasi usaha yang diajukan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu;
ketersediaan prasarana ekonomi dan transportasi umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) di lokasi usaha;
kondisi prasarana ekonomi dan transportasi umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) di lokasi usaha; dan
tanggal penentuan ketersediaan dan kondisi prasarana ekonomi dan transportasi umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3).
Bagi Pemberi Kerja Berstatus Pusat yang termasuk dalam pemberi kerja pemegang izin pertambangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), selain melampirkan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus melampirkan dokumen persyaratan berupa salinan:
kontrak karya, bagi pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a;
perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara, bagi pemegang perjanjian karya pertambangan batu bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b; atau
izin di bidang pertambangan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batu bara, bagi pemegang izin di bidang pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Relevan terhadap 1 lainnya
Pagu DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan 1 (satu) tahun sebelumnya. Pasal 111 (1) DBH terdiri atas:
DBH pajak; dan
DBH sumber daya alam. (2) DBH pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
Pajak Penghasilan;
Pajak Bumi dan Bangunan; dan
cukai hasil tembakau. (3) DBH sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
kehutanan;
mineral dan batu bara;
minyak bumi dan gas bumi;
panas bumi; dan
perikanan. Paragraf 2 DBH Pajak Pasal 112 (1) DBH Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf a merupakan Pajak Penghasilan Pasal 21 serta Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pajak Penghasilan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang dipungu.t oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) DBH Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar 2Oo/o (dua puluh persen) untuk Daerah, dibagikan kepada:
provinsi yang bersangkutan sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen);
kabupaten/kota penghasil sebesar 8,9% (delapan koma sembilan persen); dan
kabupaten dan kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 3,6%o (tiga koma enam persen).
Pendaftaran Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri. Pasal 113 (1) DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasa-l 111 ayat (2) huruf b ditetapkan sebesar 1007o (seratus persen) untuk Daerah.
DBH Pajak Bumi dan Bangunan untuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada:
provinsi yang bersangkutan sebesar 16,2%o (enam belas koma dua persen);
kabupaten/kota penghasil sebesar 73,8% (tujuh puluh tiga koma delapan persen); dan
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 10% (sepuluh persen). Pasal 114 (1) DBH cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 1 1 ayat (2) huruf c ditetapkan sebesar 37o (tiga persen) dari penerimaan cukai hasil tembakau dalam negeri.
DBH cukai hasil tembakau untuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Daerah penghasil cukai, penghasil tembakau, dan/atau Daerah lainnya yang meliputi: ' a. provinsi yang bersangkutan sebesar O,8Vo (nol koma delapan persen);
kabupaten/kota penghasil sebesar 1,27o (satu koma dua persen); dan
kabupaten dan kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 1% (satu persen).
DBH cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (21 digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 DBH Sumber Daya Alam Pasal 115 (1) DBH sumber daya alam kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) huruf a bersumber dari penerimaan:
iuran izin usaha pemanfaatan hutan;
provisi sumber daya hutan; dan
dana reboisasi. (2) DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari iuran izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebesar 807o (delapan puluh persen) untuk bagian Daerah, dibagikan kepada:
provinsi yang bersangkutan sebesar 32% (tiga puluh dua persen); dan
kabupaten/kota penghasil sebesar 48% (empat puluh delapan persen). (3) DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari provisi sumber daya hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan, ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen), dibagikan kepada:
provinsi yang bersangkutan sebesar 16% (enam belas persen);
kabupaten/kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 160/o (enam belas persen); dan
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 16% (enam belas persen).
DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari dana reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf c ditetapkan sebesar 4OVo (empat puluh persen) untuk provinsi penghasil.
DBH sumber daya alam kehutb.nan yang bersumber dari dana reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. Pasal 116 (1) DBH sumber daya alam mineral dan batu bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 1 1 ayat (3) huruf b bersumber dari penerimaan:
iuran tetap; dan
iuran produksi. (2) DBH sumber daya alam mineral dan batu bara yang bersumber dari iuran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang diperoleh dari wilayah darat dan wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai, ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah, dibagikan kepada:
provinsi yang bersangkutan sebesar 30% (tiga puluh persen); dan
kabupaten/kota penghasil sebesar 50% (lima puluh persen). (3) DBH sumber daya alam mineral dan batu bara yang bersumber dari iuran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa yang diperoleh dari wilayah laut di atas 4 (empat) mil dari garis pantai sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai, ditetapkan sebesar 80%o (delapan puluh persen) untuk provinsi penghasil. (4) DBH sumber daya alam mineral dan batu bara yang bersumber dari iuran produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang dihasilkan dari wilayah darat dan wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah, dibagikan kepada:
provinsi yang bersangkutan sebesar 16%o (enam belas persen);
kabupaten/kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar t2ok (dlua belas persen);
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar L2%o (d: ua belas persen); dan
kabupaten/kota pengolah sebesar 8% (delapan persen).
DBH sumber daya alam mineral dan batu bara yang bersumber dari iuran produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diperoleh dari wilayah laut di atas 4 (empat) mil dari garis pantai sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai ditetapkan sebesar 807o (delapan puluh persen), dibagikan kepada:
provinsi penghasil sebesar 26%o (dua puluh enam persen);
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 46%o (empat puluh enam persen); dan
kabupaten/kota pengolah sebesar *Vo (delapan persen).
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
terhadap hak dan kewajiban Wajib Pajak dan Wajib Retribusi yang belum diselesaikan sebelum Undang- Undang ini diundangkan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak dan Retribusi yang ditetapkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini;
Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;
khusus ketentuan mengenai Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor, dan bagi hasil Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dalam Perda yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku sampai dengan 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;
dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c tidak dapat dipenuhi, ketentuan mengenai Pajak dan Retribusi mengikuti ketentuan berdasarkan Undang-Undang ini;
penerapan DAU sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini tidak boleh mengakibatkan penurunan alokasi DAU per daerah paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya ketentuan mengenai alokasi DAU berdasarkan Undang-Undang ini; dan
ketentuan mengenai DBH sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2l tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, dinyatakan tetap berlaku selama tidak diatur lain dalam Undang-Undang ini.
Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 2 57o (dua puluh lima persen).
Tarif Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda. Pasal 64 (1) Besaran pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasai pengenaan Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dengan tarif Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (21.
Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat Reklame tersebut diselenggarakan. (3) Khusus untuk Reklame berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf e, Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat usaha penyelenggara Reklame terdaftar. Paragraf 12 PAT Pasal 65 (1) Objek PAT adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. (2) Yang dikecualikan dari objek. PAT adalah pengambilan untuk:
keperluan dasar rumah tangga;
pengairan pertanian ralgzat;
perikanan rakyat;
peternakan ralryat;
keperluan keagamaan; dan
kegiatan lainnya yang diatur dengan Perda. Pasal 66 (1) Subjek PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
Wajib PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Pasal 67 (1) Dasar pengenaan PAT adalah nilai perolehan Air Tanah. (2) Nilai perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hasil perkalian antara harga air baku dengan bobot Air Tanah. (3) Harga air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian sumber daya Air Tanah.
Bobot Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dalam koefisien yang didasarkan atas faktor- faktor berikut:
^jenis sumber air;
lokasi sumber air;
tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;
kualitas air; dan
tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air. Pasal 68 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan nilai perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) diatur dengan peraturan gubernur dengan berpedoman pada peraturan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. (2) Peraturan yang ditetapkan oleh menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan kebijakan kemudahan berinvestasi dan ditetapkan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Pasal 69 (1) Tarif PAT ditetapkan paling tinggi sebesar 2Oo/o (dua puluh persen).
Tarif PAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda. Pasal 70 (1) Besaran pokok PAT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) dengan tarif PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2). (2) PAT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. (3) Saat terutangnya PAT dihitung sejak pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Paragraf 13 Pajak MBLB Pasal 71 (1) Objek Pajak MBLB adalah kegiatan pengambilan MBLB yang meliputi:
asbes;
batu tulis;
batu setengah permata;
batu kapur;
batu apung;
batu permata;
bentonit;
dolomit;
feldspa4 j. garam batu (halite;
grafit;
granit/andesit;
gips;
kalsit;
kaolin;
leusit;
magnesit;
mika;
marmer;
nitrat;
obsidian;
oker;
pasir dan kerikil;
pasir kuarsa;
perlit;
fosfat;
aa. talk;
bb. tanah serap (fullers earth);
cc. tanah diatom;
dd. tanah liat;
ee. tawas (alum);
ff. tras ff. tras;
gg. yarosit;
hh. zeolit;
ii. basal; i,. ^trakhit;
kk. belerang;
MBLB ikutan dalam suatu pertambangan mineral; dan
mm. MBLB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan penrndang-undangan.
Yang dikecualikan dari objek Pajak MBLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengambilan MBLB:
untuk keperluan rumah tangga dan tidak diperjualbelikan/ dipindahtangankan;
untuk keperluan pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel, penanaman pipa, dan sejenisnya yang tidak mengubah fungsi permukaan tanah; dan
untuk keperluan lainnya yang ditetapkan dengan Perda. Pasal T2 (1) Subjek Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB. (2) Wajib Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB. Pasal 73 (1) Dasar pengenaan Pajak MBLB adalah nilai jual hasil pengambilan MBLB. (2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian volume/tonase pengambilan MBLB dengan harga patokan tiap-tiap jenis MBLB. (3) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan harga jual rata-rata tiap-tiap ^jenis MBLB pada mulut tambang yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.
Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batu bara. Pasal 74 (1) Tarif Pajak MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 2070 (dua puluh persen).
Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan Daerah provinsi yang tidak terbagi dalam Daerah kabupaten/kota otonom, tarif Pajak MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 25o/o (dua puluh lima persen).
Tarif Pajak MBLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Perda. Pasal 75 (1) Besaran pokok Pajak MBLB yang terutang dihituhg dengan cara mengalikan dasar pengenaan Pajak MBLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dengan tarif Pajak MBLB sebagaimana dimaksud dalam PasaL 74 ayat (3).
Pajak MBLB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat pengambilan MBLB. Paragraf 14 Pajak Sarang Burung Walet Pasal 76 (1) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. (2) Yang dikecualikan dari objek Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
pengambilan sarang Burung Walet yang telah dikenakan penerimaan negara bukan pajak; dan
kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet lainnya yang ditetapkan dengan Perda. Pasal 77 (1) Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang Burung Walet. (2) Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang Burung Walet. Pasal 78 (1) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah nilai jual sarang Burung Walet. (2) Nilai jual sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang Burung Walet yang berlaku di Daerah yang bersangkutan dengan volume sarang Burung Walet. Pasal 79 (1) Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan dengan Perda.
Pengelolaan Transfer ke Daerah
Relevan terhadap
Besaran pembagian DBH kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (21, ayal (3), dan ayat (41, DBH mineral dan batu bara, DBH minyak bumi dan gas bumi, DBH panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dan DBH Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pasal 15 Dalam hal wilayah Ibu Kota Nusantara ditetapkan sebagai daerah penghasil sumber daya alam kehutanan, mineral dan batu bara, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan/atau panas bumi, ketentuan bagi hasil untuk kabupaten/kota yang berbatasan dengan Ibu Kota Nusantara dan/atau pengolah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (l) Selain DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah Pusat dapat menetapkan ^jenis DBH lainnya. (21 DBH lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan negara yang dapat diidentifi kasi Daerah penghasilnya. (3) DBH lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mendanai kegiatan tertentu sesuai dengan kewenangan Daerah dan/atau prioritas nasional. (4) Penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dibagihasilkan paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan penerimaan setiap tahun anggaran secara berkelanjutan;
dialokasikan kepada Daerah dengan persentase tertentu mempertimbangkan kemampuan Keuangan Negara;
merupakan penerimaan yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan; dan
pelaksanaan pemungutan oleh Pemerintah Pusat dengan melibatkan Pemerintah Daerah. (5) Menteri melakukan penilaian atas pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Dalam hal berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Pusat menetapkan jenis DBH lainnya dalam Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan komisi yang membidangi keuangan pada Dewan Perwakilan Ral<yat. Bagian Kedua Pengalokasian Pasal 17 (l) Pagu DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan 1 (satu) tahun sebelumnya. (21 Dalam hal realisasi penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, dapat digunakan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan akhir tahun anggaran. (3) Data realisasi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan/atau perkiraan realisasi penerimaan sampai dengan akhir tahun anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari Kementerian dan/atau kementerian/ lembaga pemerintah terkait. Pasal 18 (1) Berdasarkan pagu DBH Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, alokasi DBH Pajak per Daerah provinsi/kabupaten/kota dihitung berdasarkan pembobotan sebagai berikut:
9Ooh (sembilan puluh persen) berdasarkan persentase bagi hasil dan penetapan Daerah penghasil; dan
loyo (sepuluh persen) berdasarkan kinerja Pemerintah Daerah. (21 Kinerja Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang menjadi dasar perhitungan DBH Pajak merupakan kineda dalam mendukung optimalisasi penerimaan negara dan dapat didukung kinerja lainnya. (3) Alokasi DBH Pajak berdasarkan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada Daerah penerima DBH Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang mencapai tingkat kine{a tertentu. (4) Menteri menetapkan indikator kine{a sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tingkat kinerja tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Data indikator atas kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari Kementerian dan/atau kementerian/ lembaga pemerintah terkait. Pasal 19 (1) Berdasarkan pagu DBH SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, alokasi DBH SDA per Daerah provinsi/kabupaten/kota dihitung berdasarkan pembobotan sebagai berikut:
9OVo (sembilan puluh persen) berdasarkan persentase bagi hasil dan penetapan Daerah penghasil; dan
lOV. (sepuluh persen) berdasarkan kinerja Pemerintah Daerah. (21 Kinerja Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang menjadi dasar perhitungan DBH SDA merupakan kinerja dalam pemeliharaan lingkungan dan dapat didukung kinerja lainnya. (3) Alokasi DBH SDA berdasarkan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada Daerah penerima DBH SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang mencapai tingkat kinerja tertentu.
Menteri menetapkan indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tingkat kine{a tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Data indikator atas kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari Kementerian dan/atau kementerian/ lembaga pemerintah terkait. (6) Dalam menetapkan indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri dapat berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga terkait. Pasal 20 (l) Kementerian melakukan penghitungan rincian alokasi DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ^per Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang- undangan. (21 Rincian alokasi DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Presiden yang mengatur mengenai rincian APBN.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat dengan TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah. 2 3 4 5. Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disingkat DAK Fisik adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik daerah dalam rangka mencapai prioritas nasional, mempercepat pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik, dan/atau mendorong pertumbuhan perekonomian daerah. 6. Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disingkat DAK Nonfisik adalah DAK yang dialokasikan untuk membantu operasionalisasi layanan publik daerah yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat. 7. Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang mengenai otonomi khusus. 8. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang mengenai keistimewaan Yoryakarta. 9. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 1 1. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 13. Dana Bagi Hasil Pajak yang selanjutnya disebut DBH Pajak adalah dana bagi hasil yang dihitung berdasarkan pendapatan Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, dan cukai hasil tembakau. 14. Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut DBH PPh adalah DBH Pajak yang berasal dari Pajak Penghasilan Pasal 2l , Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, termasuk dari Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang pemungutannya bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat DBH PBB adalah DBH Pajak yang berasal dari penerimaan pajak atas bumi dan/atau bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. 16. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah DBH Pajak yang berasal dari penerimaan cukai hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri. 17. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah dana bagi hasil yang dihitung berdasarkan penerimaan sumber daya alam kehutanan, mineral dan batu bara, minyak bumi dan gas bumi, panas bumi, dan perikanan.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 19. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 20. Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 21. Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara. 22. Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 23. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyej ahterakan masyarakat. 24. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 26. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah Pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 27. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. 28. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. 29. Daeral:
Istimewa Yoryakarta yang selanjutnya disingkat DIY adalah Daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 30. Dewan Perwakilan Ralqrat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan ra\rat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3 1. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. 33. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut. 34. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan ^prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 35. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah ^provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota. Pasal 2 (1) Kebijakan TKD mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah nasional dan peraturan perundang- undangan terkait, selaras dengan rencana kerja Pemerintah Pusat dan dituangkan dalam nota keuangan dan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. (21 Menteri mengoordinasikan perumusan kebijakan TKD bersama menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan ^pembangunan nasional, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan menteri/ lembaga terkait sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya.
Rumusan kebijakan TKD yang telah dikoordinasikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) dibahas lebih lanjut dalam forum dewan pertimbangan otonomi daerah sebelum penyampaian nota keuangan dan rancangan APBN ke Dewan Perwakilan Ralryat.
Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Tidak Dipungut atas Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis Berupa Anode S ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS BERUPA ANODE SLIME DAN/ATAU EMAS GRANULA DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG TELAH MENDAPAT FASILITAS TIDAK DIPUNGUT DAN DIPINDAHTANGANKAN SERTA PENGENAAN SANKSI ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpaj akan. 2. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. 3. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. 4. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai. 5. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan jasa kena pajak. 6. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 2 (1) Atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa:
anode _slime; _ dan/atau b. emas granula, kepada Pengusaha Kena Pajak tertentu, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. (2) Anode slime sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan lumpur anoda sebagai produk samping atau sisa hasil pemurnian komoditas tambang mineral logam tembaga, yang akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk utama berupa emas batangan. jdih.kemenkeu.go.id (3) Emas granula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan emas berbentuk butiran dengan ketentuan sebagai berikut:
memiliki ukuran diameter paling tinggi 7 (tujuh) milimeter;
memiliki kadar kemurnian 99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan sembilan persen) berdasarkan hasil uji menggunakan metode uji sesuai Standar Nasional Indonesia dan/atau terakreditasi London Bullion Market Association Good _Delivery; _ dan c. merupakan hasil produksi dan diserahkan oleh pemegang kontrak karya, pemegang izin usaha pertambangan, pemegang izin usaha pertambangan khusus, atau pemegang izin pertambangan rakyat kepada pengusaha yang akan memproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk utama berupa emas batangan dan/atau emas perhiasan. (4) Pengusaha Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena Pajak yang:
mengolah anode slime yang diperolehnya untuk menghasilkan produk utama berupa emas batangan; dan/atau
mengolah emas granula yang diperolehnya untuk menghasilkan produk utama berupa emas batangan dan/ a tau emas perhiasan. (5) Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas penyerahan anode slime dan/atau emas granula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tanpa menggunakan surat keterangan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 3 (1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan anode slime dan/atau emas granula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI DENGAN PP NOMOR 70 TAHUN 2021". Pasal 4 (1) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tertentu memindahtangankan anode slime dan/atau emas granula kepada pihak lain, Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan anode slime dan/atau emas granula yang sebelumnya tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) menjadi terutang pada saat dilakukannya pemindahtanganan dan wajib dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak tertentu yang melakukan pemindahtanganan terse but. (2) Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemindahtanganan dengan cara: jdih.kemenkeu.go.id a. penyerahan anode slime dan/atau emas granula di dalam daerah pabean; dan/atau
ekspor anode slime dan/atau emas granula. (3) Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sesuai bagian Pajak Pertambahan Nilai yang sebelumnya tidak dipungut atas perolehan anode slime dan/atau emas granula yang dipindahtangankan. (4) Pajak Pertambahan Nilai yang sebelumnya tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut sebagaimana tercantum dalam Faktur Pajak atas perolehan anode slime dan/atau emas granula yang dipindahtangankan. (5) Dalam hal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diketahui dengan pasti, Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebesar Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan anode slime dan/atau emas granula yang dipindahtangankan yang dihitung berdasarkan metode rata-rata persediaan atau metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (first-in first-out). (6) Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dikreditkan. (7) Pengusaha Kena Pajak tertentu yang melakukan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan dan/atau ekspor anode slime dan/atau emas granula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 5 (1) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dibayar ke kas negara dalamjangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak anode slime dan/atau emas granula dipindahtangankan kepada pihak lain. (2) Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dibayar melewatijangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat tagihan pajak untuk menagih sanksi administratif berupa bunga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (3) Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak atau kurang dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 6 (1) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dibayar ke kas negara dengan j/ jdih.kemenkeu.go.id menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. (2) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 7 Ketentuan mengenai:
contoh penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa anode slime dan/atau emas granula yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai;
contoh penghitungan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut atas perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa anode slime dan/atau emas granula yang dipindahtangankan kepada pihak lain; dan
contoh pengisian Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa anode slime dan/atau emas granula yang dipindahtangankan kepada pihak lain, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 8 Terhadap pemindahtanganan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa anode slime dan/atau emas granula yang telah mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut yang dilakukan sejak tanggal 28 Juli 2021 dan Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar atas pemindahtanganan tersebut tidak atau kurang dibayar, dan belum ditetapkan, mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 9 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Tidak Dipungut atas Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dan Tata Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Tidak Dipungut yang telah Diberikan serta Pengenaan Sanksi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 539), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 10 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. I jdih.kemenkeu.go.id
Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusan ...
Relevan terhadap
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf h mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan; dan
Tarif, yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Pasal 52 Pajak Barang dan Jasa Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf i mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu atas:
mal<anan dan/atau minuman;
tenaga listrik;
^jasa perhotelan;
jasa parkir; dan
^jasa kesenian dan hiburan;
Subjek, yaitu konsumen barang dan jasa tertentu;
Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu; dan
Tarif, yaitu:
ditetapkan paling tinggi sebesar lO% (sepuluh persen);
khusus untuk Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas ^jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4Oo/o (empat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen); dan khusus untuk Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas tenaga listrik untuk: a) konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling tinggi sebesar 3o/o (tiga persen); dan b) konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling tinggi 1,5% (satu koma lima persen). Pasal 53 Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf j mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu semua penyelenggaraan reklame;
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan reklame; 3 yang c, d. Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang reklame; dan Tarif, yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 25olo (dua puluh lima persen). Pasal 54 Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf k mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah;
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Aii Tanah;
Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah; dan
Tarif, yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 2Oo/o (dua puluh persen). Pasal 55 Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf I mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan;
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan;
Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan; dan
Tarit yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 25o/o (dua puluh lima persen).
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan negara dan perbendaharaan negErra beserta turunannya dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 19O Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap orang .penempatannya Indonesia. Peraturan Pemerintah ini dengan dalam lembaran Negara Republik memerintahkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Api1,2O22 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 April2O22 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR TO1 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2022 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN ANGGARAN DALAM RANGKA PERSIAPAN, PEMBANGUNAN, DAN PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA SERTA PEI{YELENGGARAAN PEMEzuNTAHAN DAERAH KHUSUS IBU KOTA NUSANTARA I. UMUM Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tenl.ang Ibu Kota Negara mengatur mengenai Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi kota berkelanjutan di dunia, penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, dan simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dibentuk Ibu Kota Nusantara sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat Kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Otorita Ibu Kota Nusantara berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang yang mengelola pendapatan dan belanja Ibu Kota Nusantara. Skema pendanaan Ibu Kota Nusantara dapat bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah antara lain berupa pemanfaatan BMN dan/atau pemanfaatan ADP, penggunaan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha, dan keikutsertaan pihak lain termasuk penugasan badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara, penguatan peran badan hukum milik negara, dan pembiayaan kreatif (creatiue financing). 2 Selain itu skema pendanaan ^juga dapat berasal dari sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain berupa skema pendanaan yang berasal dari kontribusi swasta, pembiayaan kreatif (creatiue financing), dan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN yang ditetapkan dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diperlukan pendanaan dengan memperhatikan kesinambungan fiskal. Pendanaan tersebut bersumber dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pengalokasian anggaran tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai APBN dan/atau sumber lain yang sah. Penatausahaan skema pendanaan yang berasal dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, dilakukan dengan memperhatikan tata kelola yang baik (good corporate gouemanel. Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk melaksanakan beberapa amanat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. 3 Pasal 3 Cukup ^jelas. 4 Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Pemberian dukungan untuk pembiayaan kreatif (creatiue financing) ^dilakukan ^secara ^selektif dengan ^memperhatikan antara lain kesinambungan fiskal. Ayat (9) Pemberian dukungan dilakukan antara lain dengan memperhatikan kesehatan keuangan badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara termasuk badan usaha milik negara. Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (11) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Otorita Ibu Kota Nusantara bertindak sebagai pihak terjamin dalam hal badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara termasuk badan usaha milik negara melakukan kerja sama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup ^jelas. 5 Ayat (2) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang- undangan" termasuk ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah yang berlal<u secara mutati.s mutandi.s antara lain persetujuan nilai bersih maksimal pembiayaan utang Otorita Ibu Kota Nusantara oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada saat pembahasan APBN. Pasal 6 Hurufa Yang dimaksud dengan "memperhatikan kesinambungan fiskal" antara lain adalah memperhatikan keuangan negara. Huruf b Yang dimaksud dengan ^uketentuan peraturan perundang- undangan terkait" antara lain ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai APBN. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan negara bukan pajalC adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manflaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah ^pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup ^jelas. 6 Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. Ayat (lo) Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal l0 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan permintaan tambahan *proyek/kegiatan baru" proyek/kegiatan yang adalah belum alokasi dalam APBN di tahun anggaran berjalan. Arahan Presiden tersebut dalam hal untuk persiapan, , ^dan ^pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah sepanjang sesuai dengan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. Ketentuan ini berlaku mutatis mutandis untuk sumber dana yang lain. Ayat (3) Cukup ^jelas. 7 Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal l1 Ayat (l) Ayat (2) pemerintahan di bidang keuangan negara. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "pendanaan daerah" adalah pendanaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah selain Ibu Kota Nusantara. Yang dimaksud dengan ^usumber dana lainnya" adalah seluruh sumber pendanaan yang dimungkinkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerusan SBSN dapat dilakukan secara langsung oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah melalui pinjaman daerah atau melalui pemberian pinjaman kepada badan usaha milik negara, atau melalui investasi Pemerintah yang dilakukan melalui badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh Menteri sebagai operator investasi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerusan SBSN kepada badan usaha milik negara termasuk kepada badan usaha milik negara yang pem binaannya dilakukan oleh Kementerian yang urusan 8 Pasal 12 Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Ketentuan dalam ayat ini diperlukan sejalan dengan ^pasal 36 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang mengatur terhitung sejak tahun 2023, kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Negara dapat dialihkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara atau tetap dilanjutkan oleh Kementerian dan/atau Lembaga. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. 9 Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 2l Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat l2l Nilai wajar konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana kepada PJPK merupakan transaksi pertukaran atas biaya konstruksi yang dikeluarkan oleh Badan Usaha Pelaksana dan biaya-biaya keuangan lainnya yang dapat dikapitalisasi selama masa konstruksi. Nilai wajar ini tercermin dari jenis kompensasi yang dipertukarkan antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 28 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "aset' adalah aset dari Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana dan jika ada BMN yang digunakan sebelumnya dalam penyediaan Infrastruktur. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Hurufa Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Bentuk lainnya dilaksanakan sesuai dengan tqjuan dan prinsip-prinsip KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah ini. Pengembalian investasi melalui skema bentuk lainnya dapat dilakukan dalam jangka panjang. Pasal 3O Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas. Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Studi kelayakan dan dokumen pendukung yang diserahkan oleh Badan Usaha pemrakarsa kepada PJpK sudah menjadi kewenangan PJPK. Dalam hal PJPK akan melakukan perubahan termasuk penambahan terhadap studi kelayakan dan/atau dokumen pendukung, tidak diperlukan persetqjuan dari Badan Usaha pemrakarsa. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 4O Cukup ^jelas. Pasal 4l Penyediaan pembiayaan infrastruktur dalam ketentuan ini termasuk skema lainnya selain Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU IKN. Pasal 42 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "mendapat persetqiuan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia" adalah mendapat persetqiuan dari alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang ditunjuk dan/atau diberi kewenangan untuk itu. Pasal 43 Hurufa Yang dimaksud dengan "Pajak Kendaraan Bermoto/ adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Yang dimaksud dengan "Kendaraan Bermotor' adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua ^jenis jalan darat atau kendaraan yang dioperasikan di air yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. REPUBUK INDONESIA Hurufb Yang dimaksud dengan "Bea Balik Nama Kendaraan BermotoC adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf c Yang dimaksud dengan "Pajak Alat Berat" adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Alat Berat' adalah alat yang diciptakan untuk membantu pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia, beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak melekat secara perrnanen serta beroperasi pada area tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Hurufd Yang dimaksud dengan "Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotorp adalah pajak atas penggunaan bahan bakar Kendaraan Bermotor dan Alat Berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan ^oBahan Balar Kendaraan Bermotor, adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk Kendaraan Bermotor dan Alat Berat. Huruf e Yang dimaksud dengan "Pajak Air Permukaan" adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Air Permukaan" adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Huruf f Yang dimaksud dengan "Pajak Rokok' adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Angka 2 Yang dimaksud dengan "Tenaga ListrilL adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik. Angka 3 Yang dimaksud dengan "Jasa Perhotelan" adalah jasa penyediaan akomodasi yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan malan dan minum, kegiatan hiburan, dan/atau fasilitas lainnya. Angka 4 Yang dimaksud dengan ^oJasa Parkir" adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan ^jalan dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan untuk ditempatkan di area parkir, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan Kendaraan Bermotor. Angka 5 Yang dimaksud dengan "Jasa Kesenian dan Hiburan" adalah ^jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati. Hurufj Yang dimaksud dengan 'Pajak Reklame" adalah pajak atas penyelenggaraan reklame sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Reklame' adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak regamnya dirancang untuk tu-juan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik perhatian umum terhadap sesuatu. Hurufk Yang dimaksud dengan "Pajak Air Tanah" adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Air Tanah" adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Hurufl Yang dimaksud dengan "Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan" adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Mineral Bukan Logam dan Batuan" adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara. Hurufm Yang dimalsud dengan "Pajak Sarang Burung Walef adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Burung Walet" adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu allocalia fuchliap haga, allocalia maxina, mllocalia esculanta, dan allocalia linchi. Pasal 44 Cukup ^jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 Cukup ^jelas. Pasal 48 Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup ^jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas. Pasal 51 Cukup ^jelas. Pasal 52 Cukup ^jelas. Pasal 53 Cukup ^jelas. Pasal 54 Cukup ^jelas. Hurufb Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Pasal 56 Cukup ^jelas. Pasal 57 Ayat (1) Mekanisme reviu oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah yang diberlakukan secara mutatis mutandis. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan "potensinya kurang memadai" adalah potensi penerimaan dari suatu jenis Pajak yang nilainya terlalu kecil sehingga biaya operasional pemungutannya lebih besar dibandingkan dengan hasil pungutannya. Huruf b Cukup ^jelas. Pasal 58 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pelayanan umum" adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara untuk tqjuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Huruf b Yang dimaksud dengan "penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa' adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara yang dapat bersifat mencari keuntungan karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Huruf c Yang dimaksud dengan "penzinan tertentu" adalah kegiatan tertentu Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 59 Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup ^jelas. Pasal 61 Ayat (l) Cukup ^jelas. 20 Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Materi pengaturan dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup ^jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Huruf a Penerimaan hibah meliputi penerimaan hibah yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri. Hibah dalam ketentuan ini merupakan hibah sebagaimana dimaksud pada peraturan mengenai tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah. Huruf b Pengadaan pinjaman meliputi pengadaan pinjaman yang berasal dari luar negeri dan/atau dalam negeri. Pinjaman dalam ketentuan ini merupakan pinjaman sebagaimana'dimaksud pada peraturan -"rrgen"i tat cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah serta tata cara pengadaan dan penerusan pinjaman dalam negeri oleh Pemerintah. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan mengenai tata cara pengadaan pinjaman iuar negeri dan penerimaan hibah serta tata cara pengadaan dan penerusan pinjaman dalam negeri oleh pemerintah. Pasal 66 Cukup ^jelas. Pasal 67 Cukup ^jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup ^jelas. Pasal 70 Cukup ^jelas. Pasal 71 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. 22 Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Keterlibatan aparat pengawas internal antara lain dilakukan untuk melakukan reviu rencana kerja dan anggarzrn Ibu Kota Nusantara dalam rangka meningkatkan kualitas rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara. Pasai 72 Pasal 73 Cukup ^jelas. Pasal T4 Cukup ^jelas. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Cukup ^jelas. Pasal TT Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan melalui penyelenggaraan pertemuan atau musyawarah. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Pelimpahan kewenangan dimaksud ditetapkan sekaligus dalam penunjukan KPA. Pasal 79 Cukup ^jelas. Pasal 80 Cukup ^jelas. Pasal 81 Cukup ^jelas.
Berdasarkan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat ^(1) dan/atau hasil identifrkasi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), PJPK menetapkan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat ^(2) huruf b. Pasal 21 (1) Hasil identifrkasi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dituangkan dalam dokumen identilikasi. (21 Penatausahaan dokumen hasil kegiatan perencanaan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dilakukan berbasis elektronik secara bertahap. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses/mekanisme perencanaan KPBU IKN termasuk tetapi tidak terbatas pada penetapan daftar rencana KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Paragraf 5 Penganggaran KPBU IKN Pasal 22 Penganggaran KPBU IKN sslag4imana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (21 huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
PJPK menganggarkan dana perencanaan, penyiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjian KPBU IKN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
PJPK menganggarkan dana pengembalian investasi kepada Badan Usaha Pelaksana dalam rangka KpBU IKN dalam APBN dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, kapasitas liskal nasional dan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 6 Penyiapan KPBU IKN Pasal 23 (1) Penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan oleh PJPK dengan menrusun dokumen yang memuat antara lain:
prastudi kelayakan;
rencana Dukungan Pemerintah dan jaminan Pemerintah;
penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; dan
ketersediaan tanah untuk KPBU IKN, dalam hal proyek Infrastruktur membutuhkan lahan. (2) Penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh Menteri atau badan usaha atau lembaga/organisasi internasional berdasarkan kesepakatan dengan Kepala Otorita lbu Kota Nusantara. (3) Penyiapan KPBU IKN yang difasilitasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan salah satu bentuk Dukungan Pemerintah. (4) Penyiapan KPBU IKN yang difasilitasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (21 perlu memperhatikan kesinambungan fiskal nasional. PasaL24 (1) Penatausahaan dokumen penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) dilakukan berbasis elektronik secara bertahap. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
b proses/mekanisme penyiapan KPBU IKN, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaa.n pembangunan nasional; dan tata cara pengadaan badan usaha atau lembaga/organisasi internasional dalam rangka pemberian fasilitas penyiapan KPBU IKN, diatur dalam peraturan Lembaga yang urusan pemerintahan di Pasal 25 (1) Transaksi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, dilakukan oleh PJPK dengan kegiatan paling sedikit:
pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
penandatanganan perjanjian KpBU IKN; dan
pemenuhan pembiayaan penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha ^pelaksana. (21 Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ay.at (l) huruf a, dilaksanakan setelah PJPK menyelesaikan penJrusunan dokumen kegiatan lingkungan hidup, penetapan lokasi dan pengadaan lahan, pengajuan penjaminan serta Duliungan Pemerintah dan izir: pemanfaatan BMN dan/atau BMD, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (3) Perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditandatangani oleh pJpK dengan Badan Usaha Pelaksana. bidang kebiiakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Paragraf 7 Transaksi KPBU IKN Pasal 26 (1) Pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
setelah Badan Usaha Pelaksana menandatangani perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Badan Usaha Pelaksana harus memperoleh pembiayaan untuk KPBU IKN paling lama 4 (empat) bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian KPBU IKN;
perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dinyatakan terpenuhi apabila: l) perjanjian pinjaman untuk membiayai KPBU IKN telah ditandatangani; dan 2l sebagian pinjaman sslagairnan4 dimaksud pada angka 1), telah dapat dicairkan untuk memulai pekerj aan konstruksi;
dalam hal perolehan pembiayaan untuk KPBU IKN terbagi dalam beberapa tahapan, perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dinyatakan terpenuhi apabila: l) perjanjian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan konstruksi Infrastruktur telah ditandangani; dan 2l sebagian pinjaman sebagaimana dimaksud pada angka l) telah dapat dicairkan untuk memulai pekerj aan konstruksi; (2t (3) d. dalam hal terlampauinya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a Badan Usaha Pelaksana belum memperoleh pembiayaan, Badan Usaha Pelaksana dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu kepada PJPK disertai dengan penambahan nilai jaminan;
perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf d, diberikan paling lama 2 (dua) bulan;
dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf e terlampaui dan Badan Usaha Pelalsana tidak memperoleh pembiayaan, perjanjian KPBU IKN dinyatakan berakhir; dan C. ^dalam ^hal ^perjanjian ^KPBU IKN ^berakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf f, PJPK dapat melaksanakan pengadaan ulang Badan Usaha Pelaksana. Dalam rangka mempercepat pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, Badan Usaha Pelaksana dapat menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan/atau lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai:
proses/mekanisme transaksi KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah rekomendasi dari Menteri; pengadaan untuk Badan Usaha Pelaksana diatur dalam peraturan Lembaga yang urusErn pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah; dan/atau b c Paragraf 8 Pelaksanaan Perjanjian KPBU IKN berkoordinasi dengan urusan perolehan pembiayaan dalam rangka KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah berkoordinasi dengan Lembaga yang urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 27 (l) Dalam hal perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c terpenuhi, Badan Usaha Pelaksana dan PJpK melaksanakan tahapan perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d. (21 Pada masa konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana, Badan Usaha pelaksana menyerahkan laporan hasil konstruksi penyediaan Infrastruktur yang paling sedikit memuat perkembangan dan informasi nilai wajar konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha pelaksana kepada PJPK setiap semester dan/atau saat diperlukan PJPK. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses/mekanisme pelaksanaan perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (l), diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah Lembaga pemerintahan yang di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, dan Menteri. setelah mendapat rekomendasi dari Pasal 28 (1) Dalam hal jangka waktu perjanjian KPBU IKN telah berakhir, Badan Usaha Pelaksana menyerahkan aset KPBU IKN kepada PJPK atau ditentukan lain berdasarkan Peraturan Menteri. (21 Penyerahan aset KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian KPBU IKN paling sedikit memuat:
kondisi aset yang dialihkan;
tata cara pengalihan aset;
status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada ^pJpK;
status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga; dan
pembebasan PJPK dari segala tuntutan hukum yang timbul setelah penyerahan aset sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tata kelola yang berlaku. Paragraf 9 Pengembalian Investasi Badan Usaha Pasal 29 (1) PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan yang wajar Badan Usaha pelaksana. (21 Pengembalian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Penyediaan Infrastruktur dapat dilakukan melalui skema:
pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif (user pagmentl;
Auailabilitg Pagment; dan/atau
bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 30 (1) Untuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana yang bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (21 huruf a, PJPK menetapkan tarif awal atas Penyediaan Infrastruktur. (2) Tarif awal dan penyesuaiannya ditetapkan untuk memastikan pengembalian investasi yang meliputi:
penutupan biaya modal;
biaya operasional; dan
keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu. Pasal 31 (1) Dalam hal berdasarkan pertimbangan PJPK, tarif awal dan penyesuaiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3O ayat (21 belum dapat ditetapkan untuk mengembalikan seluruh investasi Badan Usaha Pelaksana, tarif dapat ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna. (21 Untuk tarif yang ditentukan berdasarkan kemampuan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Pelaksana dapat diberikan Dukungan Pemerintah sehingga Badan Usaha Pelaksana dapat memperoleh investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Dalam hal KPBU IKN dengan skema pengembalian investasi bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif diprakarsai oleh PJPK, dapat diberikan Dukungan Pemerintah yang bersumber dari APBN dalam bentuk dukungan sebagian konstruksi, Dukungan Kelayakan, dan/atau dukungan penjaminan infrastruktur. Pasal 32 (1) Untuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana yang bersumber dari Auailabilitg Pagment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, PJPK menganggarkan dana Auailabilitg Pagment urftuk Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelaksana pada masa operasi selama jangka waktu yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama dengan memperhatikan kapasitas fiskal PJPK. (21 Penganggaran dana Auailabilitg Pagment sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhitungkan:
biaya modal;
biaya operasional; dan/atau
keuntungan yang wajar Badan Usaha Pelaksana. Pasal 33 (1) Dalam hal dibutuhkan untuk memastikan kelayakan proyek, proyek KPBU IKN dengan skema pengembalian investasi yang bersumber dari Auailabilitg Pagment, dapat diberikan dukungan yang bersumber dari APBN. (2) Bentuk dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk tetapi tidak terbatas pada penjaminan infrastruktur, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau Dukungan Kelayakan. Paragraf 10 Prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN Pasal 34 (1) PJPK melakukan pembayaran AuailabilitA PdAment kepada Badan Usaha Pelaksana apabila telah terpenuhinya kondisi sebagai berikut:
Infrastruktur yang dikerjasamakan telah dibangun dan dinyatakan siap beroperasi; dan
PJPK menyatakan bahwa Infrastruktur telah memenuhi indikator layanan Infrastruktur sebagaimana diatur dalam Perjanjian KPBU IKN. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Auailability Pagment diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 35 (1) PJPK memprakarsai Penyediaan Infrastruktur yang akan dengan badan usaha melalui (2t skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1), badan usaha dapat mengajukan prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN kepada PJPK. Penyediaan Infrastruktur yang dapat diprakarsai badan usaha yaitu yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
tercantum dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan/atau Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara;
layak secara ekonomi dan finansial; dan
c. badan usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. (4) Badan usaha pemrakarsa wajib menyusun studi kelayalan atas Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diusulkan. Pasal 36 (l) Badan usaha pemrakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN dapat diberikan alternatif kompensasi sebagai berikut:
pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen);
pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh badan usaha pemrakarsa terhadap penawar terbaik {right to matcfi; atau
pembelian prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh PJPK atau oleh pemenang proses pengadaan. l2l ^Pemberian ^kompensasi ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (l), dicantumkan dalam persetqluan PJPK. (3) Dalam hal badan usaha pemrakarsa telah mendapatkan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh studi kelayakan dan dokumen pendukungnya, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya beralih menjadi milik PJPK. (41 PJPK dapat mengubah atau melakukan terhadap studi kelayakan dan pendukungnya. dokumen PRES!OEN REPUELIK INDONES Pasal 37 (1) Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diprakarsai badan usaha dapat diberikan jaminan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. l2l ^Skema ^pengembalian ^investasi Badan Usaha Pelaksana untuk Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diprakarsai badan usaha dapat bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif atau bersumber dari Auailabilitg Payment sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 11 Dukungan Pemerintah Pasal 38 Dalam rangka mendukung KPBU IKN, Menteri, menteri, kepala kmbaga, kepala daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memberi Dukungan Pemerintah sesuai dengan kewenangan dan kebutuhan proyek. Pasal 39 Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 terdiri atas:
dukungan dari Kementerian, Lembaga, pemerintah daerah, dan/atau Otorita Ibu Kota Nusantara; dan/atau
dukungan dari Menteri dengan tetap memperhatikan kapasitas fiskal nasional, antara lain berupa:
fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi KPBU IKN;
Dukungan Kelayakan;
insentifperpajakan; 4l penjaminan Pemerintah; dan/atau
Pemanfaatan BMN. Pasal 40 (1) Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b angka 4) dilaksanakan melalui rangkaian proses penjaminan infrastruktur yang dilakukan dengan mekanisme satu pelaksana oleh badan usaha penjaminan infrastruktur (single uindow policAl. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a diatur oleh menteri, kepala Lembaga, kepala daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 41 (l) Dalam rangka mempercepat Penyediaan Infrastruktur di Ibu Kota Nusantara, perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan dapat bertindak sebagai penyedia pembiayaan infrastruktur. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan pembiayaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan nasional dan kmbaga yang urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Bagran EtrEIEtrN REPIIBLIK INDONESIA Bagian Ketujuh Pajak Khusus dan Pungutan Khusus IKN Pasal 42 (1) Dalam rangka pendanaan untuk Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. (21 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (3) Pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai Pajak Khusus IKN dan Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. (4) Dasar pelaksanaan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia. Paragraf 1 Pajak Khusus IKN Pasal 43 Jenis Pajak Khusus IKN yang dapat dipungut oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 terdiri atas:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Pajak Alat Berat;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan;
Pajak Rokok;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas:
Makanan dan/atau Minuman;
Tenaga Listrik;
Jasa Perhotelan;
Jasa Parkir; dan
Jasa Kesenian dan Hiburan. j. Pajak Reklame;
PajakAirTanah; L Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan
Pajak Sarang Burung Walet.
Mekanisme Penggantian atas Pembayaran Bonus Produksi Kepada Pengusaha Panas Bumi.
Relevan terhadap
Bonus Produksi yang telah dibayarkan oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan penggantian dari Setoran Bagian Pemerintah Pusat.
Penggantian dari Setoran Bagian Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Pengusaha membayar Setoran Bagian Pemerintah Pusat dan diterima dalam Rekening Panas Bumi.
Setoran Bagian Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih besar dari Bonus Produksi.
Penggantian atas pembayaran Bonus Produksi dilakukan dalam hal masih terdapat selisih lebih antara jumlah setoran bagian Pemerintah Pusat setelah dikurangkan dengan kewajiban pembayaran pajak-pajak dan pungutan-pungutan lain dan mempertimbangkan penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan pengusahaan panas bumi.
Kewajiban pembayaran pajak-pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa pembayaran kembali ( reimbursement ) pajak pertambahan nilai dan pembayaran pajak bumi dan bangunan.
Penggantian atas pembayaran Bonus Produksi sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya diberikan untuk masing-masing kegiatan pengusahaan sumber daya panas bumi yang telah menghasilkan dan telah menyetor bagian Pemerintah Pusat.
Penggantian besaran Bonus Produksi yang dibayarkan kepada Pengusaha sesuai dengan besaran Bonus Produksi yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Penetapan besaran Bonus Produksi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan secara tertulis oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran.
Rekening Minyak dan Gas Bumi
Relevan terhadap
Pembayaran PBB minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dilaksanakan untuk menyelesaikan kewajiban PBB yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Pembayaran Reimbursement PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a merupakan pengembalian PPN atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada KKKS atas PPN yang telah disetor ke kas negara sesuai dengan Kontrak Kerja Sama yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembayaran Pajak Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh KKKS yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang terdiri atas Pajak Air Tanah, Pajak Air Permukaan dan Pajak Penerangan Jalan.
Pembayaran DMO fee sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan imbalan yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada KKKS atas penyerahan minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pembayaran underlifting KKKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan kekurangan pengambilan minyak dan/atau gas bumi oleh KKKS dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu.
Pembayaran imbalan ( Fee ) penjualan minyak dan/atau gas bumi bagian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan imbalan ( fee ) kepada penjual minyak dan/atau gas bumi bagian negara yang dibebankan pada bagian negara dari penerimaan hasil penjualan minyak dan/atau gas bumi.
Pembayaran kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan kewajiban lainnya yang timbul sehubungan dengan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara
Relevan terhadap
Tindakan keperdataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a meliputi tidak memperoleh:
hak; atau
pelayanan, dari lembaga jasa keuangan.
Tidak memperoleh hak atau pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
dalam memperoleh kredit dan pembiayaan;
dalam membuka rekening tabungan, deposito dan giro;
mendirikan atau mendaftarkan perusahaan yang bergerak di sektor lembaga jasa keuangan;
menjadi pengurus, pengawas, direksi, komisaris, pemegang saham pengendali, dewan pengawas, dan pejabat eksekutif pada lembaga jasa keuangan;dan/atau e. melakukan transaksi efek.
Tindakan layanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b, dapat berupa:
penghentian layanan publik dalam bidang perizinan dapat berupa: jdih.kemenkeu.go.id 1. penzman di bidang perdagangan, perkebunan, kehutanan, kelautan, pertambangan minyak bumi, gas, batu hara, mineral dan tambang lainnya;
izin mendirikan bangunan;
pemberian status badan hukum atau badan usaha; dan / a tau 4. surat izin mengemudi.
penghentian layanan publik dalam bidang keimigrasian dapat berupa:
penerbitan, perpanjangan dan perubahan data paspor; dan / a tau 2. penerbitan kartu perjalanan bisnis berikut perpanJangannya.
penghentian layanan publik dalam bidang kependudukan dan layanan masyarakat dapat berupa:
penerbitan surat keterangan domisili/ domisili perusahaan; dan/atau
penerbitan surat keterangan berkelakuan baik atau surat keterangan catatan kepolisian.
penghentian layanan publik dalam bidang perpajakan, kekayaan negara dan barang milik negara, penerimaan negara bukan pajak, kepabeanan, dan cukai, meliputi:
layanan perpajakan dapat berupa: a) surat keterangan fiskal; b) pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; dan/atau c) tax holiday atau tax allowance. 2. keikutsertaan dalam pemanfaatan kekayaan negara dan barang milik negara; jdih.kemenkeu.go.id 3. keiku tsertaan dalam lelang yang diselenggarakan oleh kementerian keuangan dan balai lelang;
keikutsertaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penonaktifan akun dalam sistem pengadaan secara elektronik;
layanan penerimaan negara bukan pajak pada kementerian/lembaga; dan/atau
layanan kepabeanan dan cukai.
penghentian layanan publik dalam bidang keagrariaan dan tata ruang dapat berupa:
pendaftaran/ peralihan/ perpanjangan/ peningkatan hak atas tanah dan/atau tanah dan bangunan;
pendaftaran/peralihan hak tanggungan; dan/atau
Pemblokiran hak atas tanah dan/atau tanah dan bangunan.
Tindakan keperdataan dan/atau tindakan layanan publik dilakukan sampai dengan Piutang Negara:
lunas;
selesai; atau
tidak lagi diurus oleh PUPN.
Penetapan Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil pada Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PENETAPAN KURANG BAYAR DAN LEBIH BAYAR DANA BAGI HASIL PADA TAHUN 2023. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam 1 jdih.kemenkeu.go.id anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk Daerah ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. 3. Kurang Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Kurang Bayar DBH adalah selisih kurang antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu. 4. Lebih Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Lebih Bayar DBH adalah selisih lebih antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu. Pasal 2 Penetapan Kurang Bayar DBH dan Lebih Bayar DBH dalam Peraturan Menteri ini terdiri atas:
Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021;
Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2022;
Lebih Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021; dan
Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2022. Pasal 3 Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a sebesar Rp3.994.001.939.948,00 (tiga triliun sembilan ratus sembilan puluh empat miliar satu juta sembilan ratus tiga puluh sembilan ribu sembilan ratus empat puluh delapan rupiah), terdiri atas:
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp25.107.446.837,00 (dua puluh lima miliar seratus tujuh juta empat ratus empat puluh enam ribu delapan ratus tiga puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp8.256.857.155,00 (delapan miliar dua ratus lima puluh enam juta delapan ratus lima puluh tujuh ribu seratus lima puluh lima rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rpl6.850.589.682,00 (enam belas miliar delapan ratus lima puluh juta lima ratus delapan puluh sembilan ribu enam ratus delapan puluh dua rupiah);
Kurang Bayar DBH Pajak Penghasilan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 354.841.886.551,00 (tiga ratus lima puluh empat miliar delapan ratus empat puluh satu juta delapan ratus delapan puluh enam ribu lima ratus lima puluh satu rupiah), terdiri atas: 7 jdih.kemenkeu.go.id 1. DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp 31.117.098.252,00 (tiga puluh satu miliar seratus tujuh belas juta sembilan puluh delapan ribu dua ratus lima puluh dua rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp 323.724.788.299,00 (tiga ratus dua puluh tiga miliar tujuh ratus dua puluh empat juta tujuh ratus delapan puluh delapan ribu dua ratus sembilan puluh sembilan rupiah);
Kurang Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 18.707.057.988,00 (delapan belas miliar tujuh ratus tujuh juta lima puluh tujuh ribu sembilan ratus delapan puluh delapan rupiah), terdiri atas:
Bagi Rata sebesar Rp6.763.253.374,00 (enam miliar tujuh ratus enam puluh tiga juta dua ratus lima puluh tiga ribu tiga ratus tujuh puluh empat rupiah);
Bagian Daerah sebesar Rp9.998.947.004,00 (sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh delapan juta sembilan ratus empat puluh tt.tjuh ribu empat rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rpl.944.857.610,00 (satu miliar sembilan ratus empat puluh em pat juta delapan ratus lima puluh tujuh ribu enam ratus sepuluh rupiah);
Kurang Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp102.337.928.419,00 (seratus dua miliar tiga ratus tiga puluh tujuh juta sembilan ratus dua puluh delapan ribu empat ratus sembilan belas rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp682.980.897.511,00 (enam ratus delapan puluh dua miliar sembilan ratus delapan puluh juta delapan ratus sembilan puluh tujuh ribu lima ratus sebelas rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp301.806.432.627,00 (tiga ratus satu miliar delapan ratus enam juta empat ratus tiga puluh dua ribu enam ratus dua puluh tujuh rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp381.174.464.884,00 (tiga ratus delapan puluh satu miliar seratus tujuh puluh empat juta empat ratus enam puluh empat ribu delapan ratus delapan puluh empat rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp2.515.375.671.149,00 (dua triliun lima ratus lima belas miliar tiga ratus tujuh puluh lima juta enam ratus tujuh puluh satu ribu seratus empat puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (landrent) sebesar Rp3.234. 778.186,00 (tiga miliar dua ratus tiga puluh empatjuta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu seratus delapan puluh enam rupiah); dan
Royalti sebesar Rp2.512.140.892.963,00 (dua triliun lima ratus dua betas miliar seratus empat puluh juta delapan ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus enam puluh tiga rupiah); 1 jdih.kemenkeu.go.id g. Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp61.778.284.597,00 (enam puluh satu miliar tujuh ratus tujuh puluh delapanjuta dua ratus delapan puluh em pat ribu lima ratus sembilan puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rp59.180.899.782,00 (lima puluh sembilan miliar seratus delapan puluh juta delapan ratus sembilan puluh sembilan ribu tujuh ratus delapan puluh dua rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rpl.407.024.271,00 (satu miliar empat ratus tujuhjuta dua puluh empat ribu dua ratus tujuh puluh satu rupiah); dan
Iuran Produksi sebesar Rpl.190.360.544,00 (satu miliar seratus sembilan puluh juta tiga ratus enam puluh ribu lima ratus empat puluh empat rupiah); dan
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp232.872.766.896,00 (dua ratus tiga puluh dua miliar delapan ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus enam puluh enam ribu delapan ratus sembilan puluh enam rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rp37.977.003.117,00 (tiga puluh tujuh miliar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta tiga ribu seratus tujuh belas rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp120.888.959.086,00 (seratus dua puluh miliar delapan ratus delapan puluh delapan juta sembilan ratus lima puluh sembilan ribu delapan puluh enam rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp74.006.804.693,00 (tujuh puluh empat miliar enamjuta delapan ratus empat ribu enam ratus sembilan puluh tiga rupiah). Pasal 4 Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b sebesar Rp42.915.527.226.419,00 (empat puluh dua triliun sembilan ratus lima belas miliar lima ratus dua puluh tujuh juta dua ratus dua puluh enam ribu empat ratus sembilan belas rupiah), terdiri atas:
Kurang Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp4.854.730.187.079,00 (empat triliun delapan ratus lima puluh empat miliar tujuh ratus tiga puluh juta seratus delapan puluh tujuh ribu tujuh puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp4.380.647.942.115,00 (empat triliun tiga ratus delapan puluh miliar enam ratus empat puluh tujuh juta sembilan ratus empat puluh dua ribu seratus lima belas rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp474.082.244.964,00 (empat ratus tujuh puluh empat miliar delapan puluh dua juta dua ratus empat puluh empat ribu sembilan ratus enam puluh empat rupiah); jdih.kemenkeu.go.id b. Kurang Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp3.553.274.776.947,00 (tiga triliun lima ratus lima puluh tiga miliar dua ratus tujuh puluh empat juta tujuh ratus tujuh puluh enam ribu sembilan ratus empat puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Bagian Daerah sebesar Rp3.435.108.202.478,00 (tiga triliun empat ratus tiga puluh lima miliar seratus delapan juta dua ratus dua ribu empat ratus tujuh puluh delapan rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rpl 18.166.574.469,00 (seratus delapan belas miliar seratus enam puluh enam juta lima ratus tujuh puluh empat ribu empat ratus enam puluh sembilan rupiah);
Kurang Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp831,00 (delapan ratus tiga puluh satu rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp6.915.308.793.657,00 (enam triliun sembilan ratus lima belas miliar tiga ratus delapan juta tujuh ratus sembilan puluh tiga ribu enam ratus lima puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp3.132.144.397.555,00 (tiga triliun seratus tiga puluh dua miliar seratus empat puluh em pat juta tiga ratus sembilan puluh tujuh ribu lima ratus lima puluh lima rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp3.783.164.396.102,00 (tiga triliun tujuh ratus delapan puluh tiga miliar seratus enam puluh em pat juta tiga ratus sembilan puluh enam ribu seratus dua rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp26.912.011.970.479,00 (dua puluh enam triliun sembilan ratus dua belas miliar sebelas juta sembilan ratus tujuh puluh ribu empat ratus tujuh puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (landrent) sebesar Rp87.110.798.314,00 (delapan puluh tujuh miliar seratus sepuluh juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu tiga ratus empat belas rupiah); dan
Royalti sebesar Rp26.824.901.172.165,00 (dua puluh enam triliun delapan ratus dua puluh empat miliar sembilan ratus satu juta seratus tujuh puluh dua ribu seratus enam puluh lima rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar RpSl0.421.817.289,00 (lima ratus sepuluh miliar empat ratus dua puluh satujuta delapan ratus tujuh belas ribu dua ratus delapan puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rp504.746.551.170,00 (lima ratus empat miliar tujuh ratus empat puluh enam juta lima ratus lima puluh satu ribu seratus tujuh puluh rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rpl.757.931.756,00 (satu miliar tujuh ratus lima puluh tujuh juta sembilan ratus tiga puluh satu ribu tujuh ratus lima puluh enam rupiah); dan l jdih.kemenkeu.go.id 3. Iuran Produksi sebesar Rp3.917.334.363,00 (tiga miliar sembilan ratus tujuh belas juta tiga ratus tiga puluh empat ribu tiga ratus enam puluh tiga rupiah); dan
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp169.779.680.137,00 (seratus enam puluh sembilan miliar tujuh ratus tujuh puluh sembilan juta enam ratus delapan puluh ribu seratus tiga puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rp32.104.074.791,00 (tiga puluh dua miliar seratus empat juta tujuh puluh empat ribu tujuh ratus sembilan puluh satu rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp65.261.985.305,00 (enam puluh lima miliar dua ratus enam puluh satu juta sembilan ratus delapan puluh lima ribu tiga ratus lima rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp72.413.620.041,00 (tujuh puluh dua miliar em pat ratus tiga belas juta enam ratus dua puluh ribu empat puluh satu rupiah). Pasal 5 Lebih Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c sebesar RpS.132.245.291.744,00 (lima triliun seratus tiga puluh dua miliar dua ratus empat puluh lima juta dua ratus sembilan puluh satu ribu tujuh ratus empat puluh empat rupiah), terdiri atas:
Lebih Bayar DBH Pajak Penghasilan sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp155.428.710.612,00 (seratus lima puluh lima miliar empat ratus dua puluh delapanjuta tujuh ratus sepuluh ribu enam ratus dua belas rupiah), terdiri a tas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rpl 17.037.134.380,00 (seratus tujuh belas miliar tiga puluh tujuh juta seratus tiga puluh empat ribu tiga ratus delapan puluh rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp38.39 l.576.232,00 (tiga puluh delapan miliar tiga ratus sembilan puluh satu juta lima ratus tujuh puluh enam ribu dua ratus tiga puluh dua rupiah);
Lebih Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp54 l.275.376. l 73,00 (lima ratus empat puluh satu miliar dua ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh enam ribu seratus tujuh puluh tiga rupiah), terdiri atas:
Bagian Daerah sebesar Rp515.148.406.814,00 (lima ratus lima belas miliar seratus empat puluh delapan juta empat ratus enam ribu delapan ratus empat belas rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rp26.126.969.359,00 (dua puluh enam miliar seratus dua puluh enam juta sembilan ratus enam puluh sembilan ribu tiga ratus lima puluh sembilan rupiah); jdih.kemenkeu.go.id c. Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rpl.183.724.598.802,00 (satu triliun seratus delapan puluh tiga miliar tujuh ratus dua puluh empat juta lima ratus sembilan puluh delapan ribu delapan ratus dua rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp952.609.077.982,00 (sembilan ratus lima puluh dua miliar enam ratus sembilan juta tujuh puluh tujuh ribu sembilan ratus delapan puluh dua rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp231.115.520.820,00 (dua ratus tiga puluh satu miliar seratus lima belas juta lima ratus dua puluh ribu delapan ratus dua puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp2.512.673.942.020,00 (dua triliun lima ratus dua belas miliar enam ratus tujuh puluh tiga juta sembilan ratus empat puluh dua ribu dua puluh rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (landrent) sebesar Rp261.154.715.152,00 (dua ratus enam puluh satu miliar seratus lima puluh empat juta tujuh ratus lima belas ribu seratus lima puluh dua rupiah); dan
Royalti sebesar Rp2.251.519.226.868,00 (dua triliun dua ratus lima puluh satu miliar lima ratus sembilan belas juta dua ratus dua puluh enam ribu delapan ratus enam puluh delapan rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp42.055.885.349,00 (empat puluh dua miliar lima puluh limajuta delapan ratus delapan puluh lima ribu tiga ratus empat puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rp418.293.19,003 (empat ratus delapan belas juta dua ratus sembilan puluh tiga ribu seratus sembilan puluh tiga rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rp7.644.424.706,00 (tujuh miliar enam ratus empat puluh empat juta empat ratus dua puluh empat ribu tujuh ratus enam rupiah); dan
Iuran Produksi sebesar Rp33.993.167.450,00 (tiga puluh tiga miliar sembilan ratus sembilan puluh tiga juta seratus enam puluh tujuh ribu empat ratus lima puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp616.925.695,561,00 (enam ratus enam belas miliar sembilan ratus dua puluh lima juta enam ratus sembilan puluh lima ribu lima ratus enam puluh saturupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rpl 72.388.846.225,00 (seratus tujuh puluh dua miliar tiga ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus empat puluh enam ribu dua ratus dua puluh lima rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp259.675.892.676,00 (dua ratus lima puluh sembilan miliar enam ratus tujuh puluh lima juta delapan ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus tujuh puluh enam rupiah); dan 1 jdih.kemenkeu.go.id 3. Dana Reboisasi sebesar Rp184.860.956.660,00 (seratus delapan puluh empat miliar delapan ratus enam puluh juta sembilan ratus lima puluh enam ribu enam ratus enam puluh rupiah); dan
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar RpS0.161.083.227,00 (delapan puluh miliar seratus enam puluh satu juta delapan puluh tiga ribu dua ratus dua puluh tujuh rupiah). Pasal 6 Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d sebesar Rp7.199.004.312.652,00 (tujuh triliun seratus sembilan puluh sembilan miliar empat juta tiga ratus dua belas ribu enam ratus lima puluh dua rupiah), terdiri atas:
Lebih Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp199.981.049.473,00 (seratus sembilan puluh sembilan miliar sembilan ratus delapan puluh satujuta empat puluh sembilan ribu empat ratus tujuh puluh tiga rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp132.299.649.267,00 (seratus tiga puluh dua miliar dua ratus sembilan puluh sembilan juta enam ratus em pat puluh sembilan ribu dua ratus enam puluh tujuh rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp67.681.400.206,00 (enam puluh tujuh miliar enam ratus delapan puluh satu juta empat ratus ribu dua ratus enam rupiah);
Lebih Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp2.243.737.113.051,00 (dua triliun dua ratus empat puluh tiga miliar tujuh ratus tiga puluh tujuh juta seratus tiga belas ribu lima puluh satu rupiah), terdiri atas:
Bagi Rata sebesar Rp35.311.168.299,00 (tiga puluh lima miliar tiga ratus sebelas juta seratus enam puluh delapan ribu dua ratus sembilan puluh sembilan rupiah);
Bagian Daerah sebesar Rp2.135.563.567.421,00 (dua triliun seratus tiga puluh lima miliar lima ratus enam puluh tigajuta lima ratus enam puluh tujuh ribu empat ratus dua puluh satu rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rp72.862.377.331,00 (tujuh puluh dua miliar delapan ratus enam puluh dua juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu tiga ratus tiga puluh satu rupiah);
Lebih Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp142.926.479.517,00 (seratus empat puluh dua miliar sembilan ratus dua puluh enam juta empat ratus tujuh puluh sembilan ribu lima ratus tujuh belas rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp782.259.741.303,00 (tujuh ratus delapan puluh dua miliar dua ratus lima puluh sembilan juta tujuh ratus empat puluh satu ribu tiga ratus tiga rupiah), terdiri atas: jdih.kemenkeu.go.id 1. Minyak Bumi sebesar Rp24.284.708.796,00 (dua puluh empat miliar dua ratus delapan puluh empatjuta tujuh ratus delapan ribu tujuh ratus sembilan puluh enam rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp757.975.032.507,00 (tujuh ratus lima puluh tujuh miliar sembilan ratus tujuh puluh limajuta tiga puluh dua ribu lima ratus tujuh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp3.280.160.873.378,00 (tiga triliun dua ratus delapan puluh miliar seratus enam puluh juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu tiga ratus tujuh puluh delapan rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (landrent) sebesar Rp446.192. 703.318,00 (empat ratus empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh duajuta tujuh ratus tiga ribu tiga ratus delapan belas rupiah); dan
Royal ti sebesar Rp2.833. 968.170.060,00 (dua triliun delapan ratus tiga puluh tiga miliar sembilan ratus enam puluh delapan juta seratus tujuh puluh ribu enam puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp7.915.983.453,00 (tujuh miliar sembilan ratus lima belas juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu empat ratus lima puluh tiga rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rpl.636.932.049,00 (satu miliar enam ratus tiga puluh enam juta sembilan ratus tiga puluh dua ribu empat puluh sembilan rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rp4.41 l.872.318,00 (empat miliar em pat ratus sebelas juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu tiga ratus delapan belas rupiah); dan
Iuran Produksi sebesar Rpl.867.179.086,00 (satu miliar delapan ratus enam puluh tujuh juta seratus tujuh puluh sembilan ribu delapan puluh enam rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp391.735.434.743,00 (tiga ratus sembilan puluh satu miliar tujuh ratus tiga puluh lima juta empat ratus tiga puluh empat ribu tujuh ratus empat puluh tiga rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar RpS0.835.925.085,00 (lima puluh miliar delapan ratus tiga puluh limajuta sembilan ratus dua puluh lima ribu delapan puluh lima rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp212.569.636.825,00 (dua ratus dua belas miliar lima ratus enam puluh sembilan juta enam ratus tiga puluh enam ribu delapan ratus dua puluh lima rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp128.329.872.833,00 (seratus dua puluh delapan miliar tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu delapan ratus tiga puluh tiga rupiah); dan
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sebesar RplS0.287.637.734,00 (seratus lima puluh miliar dua ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus tiga puluh empat rupiah). 1 jdih.kemenkeu.go.id Pasal 7 (1) Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e tidak termasuk tambahan DBH Tahun Anggaran 2022 yang tidak dialokasikan per Daerah sebesar Rpl2.000.000.000.000,00 (dua belas triliun rupiah) yang diperhitungkan sebagai burden sharing atas realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan dari Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara Tahun Anggaran 2022. (2) Perhitungan Kurang Bayar DBH per Daerah yang diperhitungkan sebagai burden sharing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara proporsional untuk DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara. Pasal 8 (1) Penyaluran Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Daerah provinsi/kabupaten/kota dilakukan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. (2) Penyaluran Kurang Bayar DBH kepada Daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. Pasal 9 (1) Penyelesaian Lebih Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diperhitungkan dalam penyaluran Kurang Bayar DBH dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelesaian Lebih Bayar DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. Pasal 10 Rincian atas Kurang Bayar DBH dan Lebih Bayar DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menurut Daerah provinsi/kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 7 jdih.kemenkeu.go.id
Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral
Relevan terhadap 9 lainnya
Ayat (1) Penghasilan yang merupakan objek pajak bagi Usaha Pertambangan, meliputi penghasilan dari usaha pokoknya dan semua penghasilan dari luar usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, sepanjang tidak dikecualikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di bidang Usaha Pertambangan dapat berupa penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dan tidak final sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Penghasilan dari luar usaha antara lain berupa penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa kepelabuhanan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) PRES I DEN Publikasi harga mineral logam antara lain dapat mengacu pada:
London Metal _Exchange; _ b. London Bullion Market _Association; _ c. Asian _Metal; _ atau d. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia. Ayat (5) Publikasi harga mineral bukan logam dan/ a tau batuan dapat mengacu pada:
publikasi harga mineral bukan logam dan/ a tau batuan yang dikeluarkan oleh bursa komoditas internasional;
publikasi harga mineral bukan logam dan/atau batuan yang dikeluarkan oleh bursa komoditas nasional; atau
harga patokan mineral bukan logam dan/ a tau batuan yang ditetapkan untuk masing-masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi oleh gubernur. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
Usaha Pertambangan Mineral yang selanjutnya disebut Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemumian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. PRES I DEN 3. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat IUP adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan.
Izin Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat IPR adalah izin untuk melaksanakan U saha Pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
Izin Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya disingkat IUPK adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di wilayah izin Usaha Pertambangan khusus.
Kontrak Karya yang selanjutnya disingkat KK adalah perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan h ukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral.
Pajak Penghasilan Badan adalah Pajak Penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Sadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN/ATAU PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL.