Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ...
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka percepatan pengembangan akses pembiayaan untuk meningkatkan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, perlu dilakukan perubahan pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
Ketentuan mengenai imbal jasa penjaminan, subsidi bunga, dan fasilitas lainnya untuk pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan.
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ...
Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan dan/atau Pe ...
Relevan terhadap
Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kecuali pengusaha kecil sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai batasan pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Instansi Pemerintah yang belum melewati batasan pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai batasan pengusaha kecil, dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Instansi Pemerintah dengan menyampaikan permohonan kepada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Instansi Pemerintah.
Dalam hal tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berada di wilayah kerja KPP yang sama, maka Instansi Pemerintah wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Instansi Pemerintah.
Direktur Jenderal Pajak dapat mengukuhkan Instansi Pemerintah sebagai PKP secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, apabila Instansi Pemerintah tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pengelolaan Insentif Fiskal
Relevan terhadap
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a digunakan antara lain untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah.
Insentif Fiskal yang digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
infrastruktur;
perlindungan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah; dan/atau
penciptaan lapangan kerja.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Per ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Industri Kecil dan Menengah, yang selanjutnya disingkat IKM adalah badan usaha yang memenuhi kriteria industri kecil atau industri menengah dan telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE IKM.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menenga11 yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pe111asukan Barang dan/atau Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau Penyerah . an Produksi IKM.
Barang dan/atau Bahan adalah barang dan/atau bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas, yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas KITE IKM untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain untuk menjadi Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
Hasil Produksi adalah basil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan/atau Bahan pada 0 barang lain.
Barang dan/atau Bahan Rusak adalah Barang dan/atau Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan standar mu tu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak men1enuhi kualitas/standar mutu.
Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalaini kerusakan dan/atau penun1nai1 kualitas/ standar mutu.
Penyeral1an Produksi IKM adalah kegiatan menyerahkan Hasil Produksi IKM.
Mesin adalah setiap mesin, permesinan, termasuk peralatan, atau perkakas, yang digunakan untuk proses produksi.
Barang Contoh adalah barang contoh untuk menunjang kegiatan proses produksi yang Hasil Produksinya untuk tujuan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM. j 10. Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, dan Bea Masuk Pembalasan.
Diolal1 adalah kegiatan pengolahan Barang dan/atau Bahan yang bertujuan untuk menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
Dirakit adalah kegiatan berupa merangkai dan/atau menyatukan beberapa Barang dan/atau Bahan sehingga menghasilkan Hasil Prod uksi yang mempunyai nilai tambal1.
Dipasang adalah kegiatan untuk memasang dan/atau melekatkan komponen Barang dan/atau Bahan pada bagian utama barang lain sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
Sentra industri kecil dan/atau menengah yang selanjutnya disebut Sentra adalah sekelompok industri kecil dan/atau menengal1 dalan1 wilayal1 yang sama, terdiri dari paling sedikit 5 (lima) u.nit usal1a yang menghasilkan produk sejenis, menggunakan Barang dan/atau Bahan sejenis, dan/atau melakukan proses produksi yang sama.
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tern pat, a tau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. 1 7. Gudang Berikat adalal1 Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa j t \ pengen1asan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Kawasan Berikat adalal1 Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daetal1 pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
Tern pat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalal1 Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam daeral1 pabean untuk dipamerkan.
Toko Bebas Bea adalal1 Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal daeral1 pabean untuk dijual kepada orang tertentu. 21 . Tempat Lelang Berikat adalal1 Tern pat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.
Pusat Logistik Berikat adalal1 Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daeral1 pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daeral1 pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalamjangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalal1 suatu kawasan yang berada dalam wilayal1 hukum Negar _ a Kesatuan Republik Indonesia yang terpisal1 dart daeral1 pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewal1, dan Cukai. t 24. Menteri adalah Mente1i Keuangan Republik Indonesia.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat J enderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean Undang-Undang Kepabeanan Undang Cukai. sesuai dengan dan Undang- 2. Ketentuan ayat (1). ayat (2). ayat (5). dan ayat (6) Pasal 2 diubah, ayat (3) Pasal 2 dihapus, dan diantara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5a), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Fasilitas KITE IKM dapat diberikan kepada:
badan usaha berskala industri kecil atau industri menengah;
badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM;
IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra; atau
koperasi, setelah ditetapkan sebagai IKM atau Konsorsium KITE.
IKM atau Konsorsium KITE yang diberikan fasililas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan fasilitas pembebasan Mesin dan/atau Barang Contoh.
Dihapus. t (4) Fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
Fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Mesin dengan ketentuan sebagai berikut:
Mesin digunakan dengan tujuan untuk pengembangan industri yang meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi alat-alat produksi untuk meningkatkan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi; dan
Mesin wajib digunakan untuk proses produksi dalamjangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor dan/atau pemasukan Mesin. (Sa) Fasilitas pembebasan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang Contoh dengan ketentuan sebagai berikut:
Barang Contoh digunakan dengan tuju~ untuk menunjang kegiatan proses produksi yang hasil produksinya untuk tujuan ekspor; j b. kriteria dan ketentuan lain terkait fasilitas pernbebasan Barang Contoh sesuai dengan peraturan perundang-undangan , yang rnengatur rnengenai , pernbebasan bea rnasuk untuk irnpor Barang Contoh; dan
ketentuan jurnlah Barang Contoh yang diberikan fasilitas pernbebasan dapat ditentukan lain oleh Kepala Kantor Pabean berdasarkan pertirnbangan rnanajernen risiko dan rnernperhatikan tingkat kewajaran.
Bea Masuk sebagairnana dirnaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (Sa), terrnasuk Bea Masuk Tarnbahan.
Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap
Pemasukan barang ke lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik, berasal dari:
luar Daerah Pabean;
Pelaku Usaha pada KEK Lain;
TPB;
Kawasan Bebas; dan/atau
TLDDP.
Pemasukan barang logistik ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
diberikan fasilitas penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; dan/atau
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai.
Pemasukan barang logistik ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, yang barangnya berasal dari:
luar Daerah Pabean, diberikan:
fasilitas penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; dan
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau b. TLDDP, dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Pemasukan barang logistik ke lokasi Pelaku Usaha Logistik dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Pemasukan barang dari TLDDP untuk ditimbun di lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dilakukan hanya terhadap:
barang untuk mendukung barang asal luar Daerah Pabean yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik;
barang yang secara lazim dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2);
barang yang berasal dari perusahaan Industri Kecil Menengah (IKM);
barang untuk tujuan ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor; dan/atau e. barang untuk tujuan khusus di TLDDP.
Tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e, yaitu untuk keperluan:
operasional perminyakan dan/atau gas bumi;
operasional pertambangan;
kegiatan industri tertentu;
dipamerkan;
mendukung kegiatan industri kecil dan menengah; dan/atau f. tujuan lainnya menurut kelaziman atau situasi bisnis, berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
Terhadap barang yang ditimbun di lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik wajib dilakukan pembongkaran ( stripping ) dari peti kemas, kecuali:
barang cair, gas, atau sejenisnya; dan/atau
barang lain berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan.
Pemasukan barang ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yang ditujukan untuk ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor, dianggap telah terjadi ekspor.
Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e.
Penangguhan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a angka 1, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.
Pelaku Usaha Pusat Logistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b merupakan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan menimbun barang logistik asal luar Daerah Pabean dan/atau dari TLDDP dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali, dan dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana.
Kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dapat berupa:
pengemasan atau pengemasan kembali;
penyortiran;
standardisasi ( quality control );
penggabungan ( kitting );
pengepakan;
penyetelan;
konsolidasi barang tujuan ekspor;
penyediaan barang tujuan ekspor;
pemasangan kembali dan/atau perbaikan;
maintenance pada industri yang bersifat strategis, termasuk pengecatan;
pembauran ( blending );
pemberian label berbahasa Indonesia;
pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya atas Barang Kena Cukai;
lelang barang modal;
pameran barang;
pemeriksaan dari lembaga atau instansi teknis terkait dalam rangka pemenuhan ketentuan pembatasan impor dan/atau ekspor;
pemeriksaan untuk penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) oleh instansi teknis terkait dalam rangka impor dan/atau ekspor; dan/atau
kegiatan sederhana lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pelaku Usaha Pusat Logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kegiatan penimbunan barang sesuai dengan jenis kegiatan usahanya.
Barang asal luar Daerah Pabean yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik ditujukan untuk:
mendukung kegiatan industri di KEK, TPB, dan/atau Kawasan Bebas;
mendukung kegiatan industri di TLDDP;
diekspor;
mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, keringanan bea masuk, dan/atau pengembalian bea masuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan barang-barang di dalam negeri untuk program pemerintah; dan/atau
mendukung kegiatan Industri Kecil Menengah (IKM) di KEK dan TLDDP.
Barang untuk mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan barang-barang tertentu di dalam negeri untuk program pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, yaitu:
barang keperluan industri yang tidak bisa diimpor langsung oleh perusahaan industri karena adanya ketentuan pembatasan impor, seperti bahan peledak untuk industri pertambangan;
barang yang secara nyata mempengaruhi biaya produksi bagi industri di dalam negeri, meskipun peredaran barang tersebut tidak semata-mata untuk perusahaan industri, yaitu:
bahan bakar minyak, listrik, atau gas;
barang untuk keperluan proyek pembangunan infrastruktur; dan
barang untuk keperluan industri pertambangan minyak dan gas;
barang yang importasinya mempengaruhi kegiatan ekonomi digital; dan/atau
barang yang importasinya dapat mempengaruhi kelangsungan industri dalam negeri, mempengaruhi hajat hidup orang banyak, berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional, dan/atau mempengaruhi stabilitas ekonomi dan keamanan nasional.
Barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik diberikan waktu untuk ditimbun paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pemasukan ke Pelaku Usaha Pusat Logistik.
Jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diperpanjang dalam hal barang yang ditimbun di Pelaku Usaha Pusat Logistik merupakan barang untuk keperluan:
operasional minyak dan/atau gas bumi;
pertambangan;
industri tertentu; atau
industri Iainnya dengan izin Kepala Kantor Pabean.
Dalam hal barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik melewati jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), barang tersebut harus:
diekspor kembali dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ekspor;
dikeluarkan ke Pelaku Usaha Pengolahan di KEK, TPB, dan/atau Kawasan Bebas; atau
dikeluarkan ke TLDDP dengan dilunasi bea masuk, cukai, dan/atau PDRI serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP.
Dalam hal Pelaku Usaha Pusat Logistik tidak melakukan penyelesaian barang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu 3 (tiga) tahun dan/atau jangka waktu perpanjangan terlewati, izin Pelaku Usaha Pusat Logistik dibekukan sampai dengan dilakukan penyelesaian atas barang dimaksud.
Barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dimiliki oleh:
Badan Usaha KEK atau Pelaku Usaha di KEK;
pemasok di luar Daerah Pabean; atau
importir atau eksportir di dalam Daerah Pabean.
Pelaku Usaha Logistik wajib melakukan penyimpanan dan penatausahaan barang secara tertib, yang dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta posisisnya apabila dilakukan pencacahan ( stock opname ).
Dalam hal Pelaku Usaha Pusat Logistik menimbun barang yang dimiliki oleh pemasok di luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b, penentuan status Pelaku Usaha sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) mengikuti ketentuan sesuai dengan:
persetujuan penghindaran pajak berganda, dalam hal negara/yurisdiksi pemasok ( supplier ) memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, dalam hal negara/yurisdiksi pemasok tidak memilki persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia. __
Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di lbu Kota Nusantara ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. FRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -20- Yang dimaksud dengan "Nomor Pokok Wajib Pajak" adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak Pusat atau Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang. Yang dimaksud dengan "identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha" adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha. Ayat (2) Ayat (21 Yang menjadi objek Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) dalam jangka waktu tertentu adalah penghasilan dari bagian peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.00O.00O.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara. Contoh: PT A mendirikan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara yang sudah memenuhi persyaratan untuk mendapat fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) sejak tahun pajak 2024 dan pada tahun pajak 2025 PT A memiliki peredaran bruto dari usaha yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Atas penghasilan dari usaha dimaksud dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen). Yang dimaksud dengan "penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.0O0.O0O.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah lbu Kota Nusantara" yaitu penghasilan dari kegiatan industri dan/atau penyerahan barang dan/atau ^jasa yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara. Huruf a Yang dimaksud dengan tasa sehubungan dengan pekerjaan bebas" adalah:
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, dan penari;
olahragawan;
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
agen iklan;
pengawas atau pengelola proyek;
perantara;
petugas penjaja barang dagangan;
agen asuransi; dan
distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya. Huruf b Contoh: T\ran A seorang konsultan pajak dan bersama T\ran B sesama konsultan pajak membentuk Firma AB dan Rekan. Firma tersebut menjalankan usaha memberikan jasa konsultan pajak. Mengingat jasa yang diberikan oleh firma tersebut sama dengan jasa yang diberikan T\ran A dan T\ran B sehubungan dengan pekerjaan bebas berupajasa konsultan pajak, maka penghasilan dari firma tersebut tidak termasuk penghasilan yang dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen). Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Penghasilan Wajib Pajak yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah yang memenuhi kriteria dan memiliki peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah dimaksud yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara, dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Contoh: PT AB mendirikan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara pada tahun 2025 yang kemudian pada tahun pajak 2025 PT AB memiliki peredaran bruto dari usaha sebagai berikut:
dari usaha sewa tanah dan/atau bangunan sebesar Rp500.0OO.O00,00 (lima ratus juta rupiah); dan
dari usaha peniualan bahan bangunan sebesar Rp1.000.000.000,OO (satu miliar rupiah). Atas penghasilan dimaksud, pengenaan Pajak Penghasilannya sebagai berikut:
atas penghasilan dari usaha persewaan tanah dan/atau bangunan sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Paiak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, sehingga tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. 2. walaupun Wajib Pajak memenuhi kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, atas penghasilan dari usaha peniualan bahan bangunan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Contoh: Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Ayat (6) Contoh: PT B bergerak di bidang industri, mendirikan usahanya dan bertempat kedudukan serta menjalankan usahanya di wilayah Ibu Kota Nusantara. PT B mendaftarkan usahanya dengan penanaman modal sebesar Rp8.0O0.000.OO0,00 (delapan miliar rupiah) pada tanggal 1 Juli 2025. PT B telah terdaftar sebagai Wajib Pajak pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara. PT B mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (no1 persen) pada tanggal 1 Agustus 2025 dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas pada tanggal 5 Agustus 2025. Karena PT B telah memenuhi kriteria penanaman modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan persyaratan tertentu, maka PT B berhak untuk mendapat fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp50.000.0OO.O00,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sampai dengan ^jangka waktu tertentu. Sesuai contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT B berhak untuk mendapat fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (nol persen) terhitung sejak tanggal persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sampai dengan akhir tahun 2035. Sesuai contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT B pada tahun 2027 membuka cabang usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara. Peredaran bruto dari usaha PT B pada Tahun Pajak 2027 sebagai berikut:
pada lokasi usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Penghasilan PT B yang berasal dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.O00.000,00 (lima puluh miliar rupiah) pada lokasi usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen). Untuk penghasilan yang berasal dari peredaran bruto usaha pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Ayat (9) Cukup ^jelas.
Ketentuan mengenai:
penerapan; dan
tata cara pengajuan permohonan, penerbitan, pembatalan atau pencabutan persetujlran, dan pelaporan, pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah dan bersifat linal diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Paragraf 10 Fasilitas Pajak Penghasilan Final O% (Nol Persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 56 (1) Wajib Pajak dalam negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap yang melakukan Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara dengan nilai kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan memenuhi persyaratan tertentu dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat Iinal dengan tarif sebesar 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf h dalam jangka waktu tertentu. (21 Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai atas penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp5O.000.000.0O0,00 (lima puluh miliar rr.rpiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah lbu Kota Nusantara, tidak termasuk penghasilan:
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
dari jasa yang dilakukan selain di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau dimanfaatkan oleh pengguna jasa yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan selain di wilayah lbu Kota Nusantara;
yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan. (3) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
bertempat tinggal atau bertempat kedudukan, dan/atau memiliki cabang di wilayah Ibu Kota Nusantara;
melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
terdaftar sebagai Wajib Pajak di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara atau memiliki identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
telah melakukan Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara, serta memiliki kualifikasi usaha mikro, kecil, dan menengah yang diterbitkan oleh instansi berwenang; dan
telah mengajukan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan sejak Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada huruf d dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a sampai dengan huruf e;
diterima atau diperoleh pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan/atau
diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara yang berasal dari peredaran bruto yang melebihi batasan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. (7) Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib:
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan; atau
melakukan pencatatan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan, antara penghasilan yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghasilan yang tidak mendapatkan fasilitas dimaksud. (8) Dalam hal terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghasilan yang tidak mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pembebanannya dialokasikan secara proporsional. (9) Ketentuanmengenai:
penerapan; dan
tata cara pengajuan permohonan, penerbitan, pembatalan atau pencabutan surat persetujuan, dan pelaporan, Pajak Penghasilan final 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu pada usaha mikro, kecil, dan menengah diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Paragraf 11 Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Pasal 57 (1) Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf i. (21 Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terutang.
subjek, bentuk fasilitas, dan kriteria untuk memperoleh;
prosedurpengajuan permohonan persetujuan;
prosedur pemberian keputusan persetujuan;
prosedur pengajuan permohonan pemanfaatan dan/atau penerbitan surat keterangan bebas;
prosedur pemberian keputusan pemanfaatan dan/atau penerbitan surat keterangan bebas;
kewajiban dan larangan bagi Wajib Pajak yang memperoleh; dan
kriteria pencabutan, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Bagian Ketiga Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pengecualian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pasal 58 (1) Kemudahan perpajakan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a angka 2 yang diberikan di Ibu Kota Nusantara berupa:
Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut; dan
pengecualian Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan barang kena pajak. (21 Kemudahan perpajakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a angka 2 yang diberikan di Daerah Mitra berupa ^pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut. Pasal 59 (1) Kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a di Ibu Kota Nusantara, diberikan atas:
penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis; dan/atau
impor barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis. (21 Barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
bangunan baru berupa rumah tapak, satuan rumah susun, kantor, toko/pusat perbelanjaan, dan/atau gudang bagi orang pribadi tertentu, badan tertentu, dan/atau kementerian/ lembaga tertentu;
kendaraan bermotor yang bernomor polisi terdaftar di Ibu Kota Nusantara, yang menggunakan teknologi battery electic uehicles yang diproduksi di dalam negeri bagi orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/ lembaga; dan
^jasa sewa rumah tapak, satuan rumah susun, kantor, toko/pusat perbelanjaan, dan/atau gudang yang diserahkan kepada orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/lembaga, yang berkegiatan usaha, bertugas, atau berkedudukan di Ibu Kota Nusantara;
jasa konstruksi untuk pembangunan jalan, jembatan, bendungan, instalasi pengolahan air bersih, pembangkit listrik tenaga energi barrr dan terbarukan, sistem penyediaan air minum, jaringan telekomunikasi, jaringan energi, jaringan air/irigasi, instalasi pengolahan sampah dan/atau limbah, rumah sakit/klinik, laboratorium kesehatan, sekolah atau perguruan tinggi, gedung pemerintahan, rumah tapak, rumah susun, kantor, toko, dan/atau gudang, bandar udara, pelabuhan, terminal, jaringan kereta api, atau infrastruktur sejenis lainnya yang dibangun di Ibu Kota Nusantara;
jasa pengolahan sampah dan/atau limbah atas sampah dan/atau limbah yang dihasilkan di Ibu Kota Nusantara; dan
jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis lainnya yang dibutuhkan dalam rangka persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara. (41 Kemudahan perpajakan berrrpa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b juga diberikan atas:
impor oleh; dan/atau
penyerahan kepada, pengusaha pengusaha kena pajak yang menghasilkan listrik tenaga energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara berrrpa mesin dan peralatan pabrik, baik mesin/peralatan utama maupun mesin/peralatan pendukung untuk menghasilkan listrik tenaga energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara. (5) Kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (21 diberikan atas penyerahan jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis berupa jasa konstruksi sehubungan dengan pembangunan di Daerah Mitra kepada Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), untuk bidang usaha:
pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan;
pembangunan dan pengoperasian jalan tol;
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut;
pembangunan dan pengoperasian bandar udara; dan
pembangunan dan penyediaan air bersih. (6) Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) dapat diberikan sampai dengan tahun 2035. (71 Pajak Pertambahan Nilai terutang atas impor dan/atau perolehan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) wajib dibayar dalam hal:
terhadap barang kena pajak yang telah mendapat kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (4) dalam jangka waktu 4 (empat) tahun:
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula;
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya; dan/atau
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula dalam ^jangka waktu 4 (empat) tahun; dan/atau
disewakan kembali kepada pihak lain selama periode sewa dalam hal jasa kena pajak berupa sewa. (8) Ketentuanmengenai:
batasan, subjek, dan kriteria barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang mendapatkan kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), ayat (4), dan ayat (5);
tata cara pemberian kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu dan/atau ^jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), ayat (41, dan ayat (5);
tata cara pembayaran Pajak Pertambahan Nilai barang kena pajak tertentu dan/atau ^jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang diberikan kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (71;
barang kena pajak tertentu dan/atau ^jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis lainnya yang diberikan kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf c dan ayat (3) huruf d; dan
barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis lainnya yang dibutuhkan dalam rangka persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang atas impornya diberikan kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 60 (1) Kemudahan perpajakan berupa pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf b diberikan atas penyerahan kelompok hunian mewah kepada orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/lembaga, yang berkegiatan usaha, bertugas, atau berkedudukan di Ibu Kota Nusantara. (21 Pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana ^'dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan sampai dengan tahun 2035. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan, adalah pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan barang dan bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian, adalah pengembalian Bea Masuk, yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah, yang selanjutnya disebut KITE IKM, kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan/ atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan produksi IKM.
Industri Kecil dan Menengah, yang selanjutnya disingkat IKM adalah badan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi produktif yang memenuhi kriteria usaha kecil atau usaha menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah.
Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan.
Perusahaan KITE Pengembalian adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pengembalian.
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Diseasae (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Diseasae (COVID-19). 9. Perusahaan KITE IKM adalah badan usaha yang memenuhi kriteria industri kecil atau industri menengah dan telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE IKM.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan undang- undang di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 _; _ 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6487);
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 91);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1769) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 848);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1367);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2018 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1669);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.04/2018 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1670);
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 18 Pendapatan dari Transaksi Nonpertukaran ...
Relevan terhadap
bukti yang tersedia pada saat pengakuan awal, yang meliputi namun tidak 1 terbatas pada pengungkapan peristiwa kena pajak oleh wajib pajak. 2 57. Dalam hal aset yang berasal dari transaksi perpajakan telah diakui 3 dan dicatat, namun terdapat pengembalian kelebihan pembayaran pajak 4 karena jumlah pajak yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak lebih kecil 5 dari jumlah pajak yang telah dibayarkan sebelumnya, maka pengembalian 6 atas kelebihan penerimaan perpajakan tersebut dikurangkan dari 7 pendapatan perpajakan pada periode terjadinya pengembalian. 8 58. Pajak memenuhi definisi sebagai transaksi nonpertukaran karena 9 wajib pajak mentransfer sumber daya kepada pemerintah tanpa menerima 10 imbalan secara langsung. Di sisi yang lain, wajib pajak mungkin menerima 11 manfaat dari kebijakan/program yang dijalankan pemerintah, namun 12 manfaat tersebut tidak ditujukan langsung sebagai imbalan dari pajak yang 13 dibayarkan oleh wajib pajak tersebut. 14 Peristiwa Kena Pajak 15 59. Suatu peristiwa dikategorikan sebagai peristiwa kena pajak jika 16 terpenuhi syarat adanya subjek pajak dan objek pajak berdasarkan peraturan 17 perundang-undangan. Kecuali diatur lain, peristiwa kena pajak untuk 18 masing-masing jenis pajak antara lain: 19 (a) Pajak Penghasilan adalah saat penghasilan kena pajak diperoleh oleh 20 wajib pajak selama periode perpajakannya; __ 21 (b) Pajak Pertambahan Nilai adalah saat barang kena pajak/jasa kena pajak 22 diserahkan atau diperoleh selama periode perpajakannya; __ 23 (c) Cukai adalah saat pungutan dikenakan atas barang yang mempunyai 24 sifat atau karakteristik tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang; __ 25 (d) Bea Masuk adalah saat pungutan dikenakan atas barang yang 26 dimasukkan ke dalam daerah pabean; 27 (e) Pajak atas Bumi dan Bangunan adalah saat tanggal pengenaan Pajak atas 28 Bumi dan Bangunan terlewati; __ 29 (f) Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah saat bea 30 perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan kepada orang 31 pribadi atau badan; __ 32 (g) Pajak atas Jasa Parkir adalah saat pajak parkir dikenakan kepada 33 penyelenggara tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan 34 berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu 35 usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor; __ 36 (h) Pajak atas Reklame adalah saat pajak atas seluruh benda, alat, 37 perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk 38 tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, 39 atau untuk menarik perhatian umum terhadap sesuatu dikenakan; dan __ 40 (i) Pajak atas Restoran adalah saat pajak atas seluruh penyediaan makanan 41 dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga 42
Belanja Wajib dalam rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Dalam rangka mendukung program penanganan dampak inflasi, Daerah menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial untuk periode bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Desember 2022.
Belanja wajib perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain digunakan untuk:
pemberian bantuan sosial, termasuk kepada ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan nelayan;
penciptaan lapangan kerja; dan/atau
pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a termasuk di dalamnya bantuan sosial tambahan.
Belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan sebesar 2% (dua persen) yang bersumber dari DTU sebagaimana ditetapkan dalam peraturan presiden mengenai rincian anggaran pendapatan dan belanja negara Tahun Anggaran 2022.
DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk DBH yang ditentukan penggunaannya.
Besaran DTU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan sebesar penyaluran DAU bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Desember 2022 dan penyaluran DBH triwulan IV Tahun Anggaran 2022.
Belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk belanja wajib 25% (dua puluh lima persen) dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2022.