Kepelabuhanan.
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEPELABUHANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan ditjen Peraturan Perundang-undangan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 2. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah. 3. Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan intra-dan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor lainnya. 4. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. 5. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. 6. Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. 7. Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai. ditjen Peraturan Perundang-undangan 8. Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau. 9. Penyelenggara Pelabuhan adalah otoritas pelabuhan atau unit penyelenggara pelabuhan. 10. Otoritas Pelabuhan ( Port Authority ) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. 11. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 12. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut. 13. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. 14. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. 15. Rencana Induk Pelabuhan Nasional adalah pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang memuat tentang kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan. 16. Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan 17. Daerah Lingkungan Kerja adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 18. Daerah Lingkungan Kepentingan adalah perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 19. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang. 20. Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. 21. Terminal untuk Kepentingan Sendiri adalah terminal yang terletak di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. 22. Pengelola Terminal Khusus adalah badan usaha tertentu sesuai dengan usaha pokoknya. 23. Kolam Sandar adalah perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan yang digunakan untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan kapal di dermaga. 24. Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal. 25. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 26. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. ditjen Peraturan Perundang-undangan 27. Hak Pengelolaan Atas Tanah adalah hak yang diberikan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan usaha milik negara yang dapat digunakan untuk kepentingan pihak lain. 28. Syahbandar adalah pejabat Pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. 29. Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 30. Konsesi adalah pemberian hak oleh penyelenggara pelabuhan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu. 31. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 32. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 33. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 34. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pelayaran. Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Tatanan Kepelabuhanan Nasional, Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, pembangunan dan pengoperasian pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri, dan sistem informasi pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan BAB II TATANAN KEPELABUHANAN NASIONAL Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Tatanan Kepelabuhanan Nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah yang ber-Wawasan Nusantara. (2) Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem kepelabuhanan secara nasional yang menggambarkan perencanaan kepelabuhanan berdasarkan kawasan ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif wilayah, serta kondisi alam. (3) Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
peran, fungsi, jenis, dan hierarki pelabuhan;
Rencana Induk Pelabuhan Nasional; dan
lokasi pelabuhan. Bagian Kedua Peran, Fungsi, Jenis dan Hierarki Pelabuhan Pasal 4 Pelabuhan memiliki peran sebagai:
simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
pintu gerbang kegiatan perekonomian;
tempat kegiatan alih moda transportasi;
penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 5 Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan:
pemerintahan; dan
pengusahaan. Pasal 6 (1) Jenis pelabuhan terdiri atas:
pelabuhan laut; dan
pelabuhan sungai dan danau. (2) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk melayani:
angkutan laut; dan/atau
angkutan penyeberangan. (3) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara hierarki terdiri atas:
pelabuhan utama;
pelabuhan pengumpul; dan
pelabuhan pengumpan. Bagian Ketiga Rencana Induk Pelabuhan Nasional Paragraf 1 Umum Pasal 7 (1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang merupakan perwujudan dari Tatanan Kepelabuhanan Nasional digunakan sebagai pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan. (2) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebijakan pengembangan pelabuhan secara nasional untuk jangka panjang. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 8 (1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat:
kebijakan pelabuhan nasional; dan
rencana lokasi dan hierarki pelabuhan. (2) Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. (3) Dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri terlebih dahulu berkoordinasi dengan menteri yang terkait dengan kepelabuhanan. (4) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (5) Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Paragraf 2 Kebijakan Pelabuhan Nasional Pasal 9 Kebijakan pelabuhan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a memuat arah pengembangan pelabuhan, baik pelabuhan yang sudah ada maupun arah pembangunan pelabuhan yang baru, agar penyelenggaraan pelabuhan dapat saling bersinergi dan saling menunjang antara satu dan lainnya. Paragraf 3 Rencana Lokasi dan Hierarki Pelabuhan Pasal 10 (1) Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun disusun dengan berpedoman pada kebijakan pelabuhan nasional. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun harus sesuai dengan:
rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
potensi sumber daya alam; dan
perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional. Pasal 11 (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional;
kedekatan dengan jalur pelayaran internasional;
memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan utama lainnya;
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu;
berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional; dan
volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu. (2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
jaringan jalan nasional; dan/atau
jaringan jalur kereta api nasional. Pasal 12 (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada: ditjen Peraturan Perundang-undangan a. kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah;
mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan pengumpul lainnya;
mempunyai jarak tertentu terhadap jalur/rute angkutan laut dalam negeri;
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan kawasan pertumbuhan nasional;
mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu; dan
volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu. (2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antarprovinsi dan/atau antarnegara selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
jaringan jalan nasional; dan/atau
jaringan jalur kereta api nasional. Pasal 13 (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan regional yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan antarprovinsi;
tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
pusat pertumbuhan ekonomi daerah;
jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya;
luas daratan dan perairan;
pelayanan penumpang dan barang antarkabupaten/kota dan/atau antarkecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan
kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan regional yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
jaringan jalan provinsi; dan/atau
jaringan jalur kereta api provinsi. Pasal 14 (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataan serta peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
pusat pertumbuhan ekonomi daerah;
jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya;
luas daratan dan perairan;
pelayanan penumpang dan barang antarkabupaten/kota dan/atau antarkecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan
kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal. (2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan dalam 1 (satu) kabupaten/kota selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
jaringan jalan kabupaten/kota; dan/atau
jaringan jalur kereta api kabupaten/kota. Pasal 15 Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b secara hierarki pelayanan angkutan sungai dan danau terdiri atas:
pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau; dan/atau
pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan penyeberangan:
antarprovinsi dan/atau antarnegara; ditjen Peraturan Perundang-undangan 2. antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan/atau
dalam 1 (satu) kabupaten/kota. Pasal 16 Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau dan/atau penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 disusun dengan berpedoman pada:
kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar nasional dan/atau internasional;
memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan lainnya;
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu;
berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional;
volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu;
jaringan jalan yang dihubungkan; dan/atau
jaringan jalur kereta api yang dihubungkan. Bagian Keempat Lokasi Pelabuhan Pasal 17 (1) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. (2) Lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. (3) Dalam penetapan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
titik koordinat geografis lokasi pelabuhan;
nama lokasi pelabuhan; dan
letak wilayah administratif. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 18 (1) Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi persyaratan yang terdiri atas:
Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
rencana tata ruang wilayah provinsi;
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
rencana Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
hasil studi kelayakan mengenai:
kelayakan teknis;
kelayakan ekonomi;
kelayakan lingkungan;
pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat;
keterpaduan intra-dan antarmoda;
adanya aksesibilitas terhadap hinterland ;
keamanan dan keselamatan pelayaran; dan
pertahanan dan keamanan. f. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan penelitian terhadap persyaratan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan. (4) Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menyampaikan penolakan secara tertulis disertai dengan alasan penolakan. Pasal 19 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan lokasi pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III RENCANA INDUK PELABUHAN, DAERAH LINGKUNGAN KERJA, DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN Bagian Kesatu Rencana Induk Pelabuhan Pasal 20 (1) Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh penyelenggara pelabuhan dengan berpedoman pada:
Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
rencana tata ruang wilayah provinsi;
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan;
kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan
keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal. (3) Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan meliputi:
jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 20 (dua puluh) tahun;
jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun; dan
jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun. Pasal 21 (1) Rencana Induk Pelabuhan laut dan Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan. (2) Rencana peruntukan wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. (3) Rencana peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. Pasal 22 (1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
dermaga;
gudang lini 1;
lapangan penumpukan lini 1;
terminal penumpang;
terminal peti kemas;
terminal ro-ro;
fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;
fasilitas bunker ;
fasilitas pemadam kebakaran;
fasilitas gudang untuk Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan
fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP). (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
kawasan perkantoran;
fasilitas pos dan telekomunikasi;
fasilitas pariwisata dan perhotelan;
instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
jaringan jalan dan rel kereta api;
jaringan air limbah, drainase, dan sampah;
areal pengembangan pelabuhan;
tempat tunggu kendaraan bermotor;
kawasan perdagangan;
kawasan industri; dan
fasilitas umum lainnya. Pasal 23 (1) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
alur-pelayaran;
perairan tempat labuh;
kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal; ditjen Peraturan Perundang-undangan d. perairan tempat alih muat kapal;
perairan untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3);
perairan untuk kegiatan karantina;
perairan alur penghubung intrapelabuhan;
perairan pandu; dan
perairan untuk kapal pemerintah. (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
perairan tempat kapal mati;
perairan untuk keperluan darurat; dan
perairan untuk kegiatan kepariwisataan dan perhotelan. Pasal 24 (1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
dermaga;
lapangan penumpukan;
terminal penumpang;
fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;
fasilitas bunker ;
fasilitas pemadam kebakaran; dan
fasilitas penanganan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3). (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
perkantoran;
fasilitas pos dan telekomunikasi;
fasilitas pariwisata; ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Fasilitas...
instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
jaringan jalan dan rel kereta api;
jaringan air limbah, drainase, dan sampah;
areal pengembangan pelabuhan;
tempat tunggu kendaraan bermotor;
kawasan perdagangan;
kawasan industri; dan
fasilitas umum lainnya. Pasal 25 (1) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
alur-pelayaran;
areal tempat labuh;
areal untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal;
areal untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan
areal untuk kapal pemerintah. (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
areal untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
areal untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
areal untuk keperluan darurat. Pasal 26 (1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Fasilitas...
Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
terminal penumpang;
penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang);
jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way );
perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa;
fasilitas bunker ;
instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
akses jalan dan/atau jalur kereta api;
fasilitas pemadam kebakaran; dan
tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.
Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan;
tempat penampungan limbah;
fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan;
areal pengembangan pelabuhan; dan
fasilitas umum lainnya. Pasal 27 (1) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok;
fasilitas penunjang. (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
alur-pelayaran;
fasilitas sandar kapal;
perairan tempat labuh; dan
kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
perairan untuk keperluan darurat; dan
perairan untuk kapal pemerintah. Pasal 28 (1) Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan oleh:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau
bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. (2) Menteri dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. (3) Gubernur dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota. Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan penilaian Rencana Induk Pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Pasal 30 (1) Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan terdiri atas:
wilayah daratan;
wilayah perairan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. (3) Wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan. Pasal 31 (1) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan. (2) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan;
keperluan keadaan darurat;
penempatan kapal mati;
percobaan berlayar;
kegiatan pemanduan kapal;
fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
pengembangan pelabuhan jangka panjang. Pasal 32 (1) Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan ditetapkan oleh:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau
bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. (2) Menteri dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Gubernur dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota. Pasal 33 Dalam penetapan batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) paling sedikit memuat:
luas lahan daratan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja;
luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
titik koordinat geografis sebagai batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. Pasal 34 (1) Daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh penyelenggara pelabuhan. (2) Pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang telah ditetapkan, diberikan hak pengelolaan atas tanah dan/atau penggunaan atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 35 (1) Berdasarkan penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan, penyelenggara pelabuhan mempunyai kewajiban:
memasang tanda batas sesuai dengan batas Daerah Lingkungan Kerja daratan yang telah ditetapkan;
memasang papan pengumuman yang memuat informasi mengenai batas Daerah Lingkungan Kerja daratan pelabuhan; ditjen Peraturan Perundang-undangan c. melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki;
menyelesaikan sertifikat hak pengelolaan atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
memasang tanda batas sesuai dengan batas Daerah Lingkungan Kerja perairan yang telah ditetapkan;
menginformasikan mengenai batas Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan kepada pelaku kegiatan kepelabuhanan;
menyediakan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
menyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur-pelayaran;
menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan; dan
melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki berupa fasilitas pelabuhan di perairan. (2) Berdasarkan penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), pada Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggara pelabuhan mempunyai kewajiban:
menjaga keamanan dan ketertiban;
menyediakan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
menyediakan dan memelihara alur-pelayaran;
memelihara kelestarian lingkungan; dan
melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan daerah pantai. Pasal 36 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan penilaian Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. ditjen Peraturan Perundang-undangan BAB IV PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI PELABUHAN Bagian Kesatu Kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan Paragraf 1 Umum Pasal 37 (1) Kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a paling sedikit meliputi fungsi:
pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan; dan
keselamatan dan keamanan pelayaran. (2) Selain kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pelabuhan dapat dilakukan fungsi:
kepabeanan;
keimigrasian;
kekarantinaan; dan/atau
kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap. Pasal 38 (1) Fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh penyelenggara pelabuhan. (2) Penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Otoritas Pelabuhan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial; dan
Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. (3) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat membawahi 1 (satu) atau beberapa pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 39 (1) Fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Syahbandar. (2) Syahbandar dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan, pengawasan, dan penegakan hukum di bidang angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan. (3) Selain melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Syahbandar membantu pelaksanaan pencarian dan penyelamatan di pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 40 (1) Untuk melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) dibentuk kelembagaan Syahbandar. (2) Kelembagaan Syahbandar terdiri atas:
Kepala Syahbandar;
unsur kelaiklautan kapal;
unsur kepelautan dan laik layar; dan
unsur ketertiban dan patroli. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja kelembagaan Syahbandar diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara. Pasal 41 Fungsi kepabeanan, keimigrasian, kekarantinaan, dan/atau kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Paragraf 2 Otoritas Pelabuhan Pasal 42 (1) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a dibentuk pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial. (2) Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas dan tanggung jawab:
menyediakan lahan di daratan dan di perairan pelabuhan;
menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;
menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
menjamin kelancaran arus barang. (3) Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. (4) Dalam kondisi tertentu pemeliharan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 43 Otoritas Pelabuhan membiayai kegiatan operasional pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Paragraf 3 Unit Penyelenggara Pelabuhan Pasal 44 (1) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b dibentuk pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. (2) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada:
Menteri untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah; dan
gubernur atau bupati/walikota untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan pemerintah daerah. (3) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, mempunyai tugas dan tanggung jawab:
menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran;
menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
menjamin kelancaran arus barang; dan
menyediakan fasilitas pelabuhan. (4) Dalam kondisi tertentu pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilaksanakan oleh pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 45 (1) Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan. (2) Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan setelah mendapat konsesi dari Unit Penyelenggara Pelabuhan. Paragraf 4 Aparat Penyelenggara Pelabuhan Pasal 46 Aparat penyelenggara pelabuhan terdiri atas:
aparat Otoritas Pelabuhan; dan
aparat Unit Penyelenggara Pelabuhan. Pasal 47 (1) Aparat Otoritas Pelabuhan dan aparat Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan Pegawai Negeri Sipil. (2) Aparat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. (3) Kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
manajemen kepelabuhanan di bidang:
perencanaan kepelabuhanan;
operasional pelabuhan; dan/atau
pemanduan. b. manajemen angkutan laut di bidang:
bongkar muat;
trayek kapal; dan/atau
operasional kapal. c. pengetahuan kontraktual/perjanjian. ditjen Peraturan Perundang-undangan (4) Kemampuan dan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dibuktikan dengan sertifikat keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepelabuhanan. Paragraf 5 Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggara Pelabuhan Pasal 48 (1) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang membawahi paling sedikit 3 (tiga) unsur, yaitu:
unsur perencanaan dan pembangunan;
unsur usaha kepelabuhanan; dan
unsur operasi dan pengawasan. (2) Otoritas Pelabuhan dibentuk untuk 1 (satu) atau beberapa pelabuhan. Pasal 49 (1) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang membawahi paling sedikit 3 (tiga) unsur, yaitu:
unsur perencanaan dan pembangunan;
unsur usaha kepelabuhanan; dan
unsur operasi dan pengawasan. (2) Unit Penyelenggara Pelabuhan dibentuk untuk 1 (satu) atau beberapa pelabuhan. Pasal 50 Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara. ditjen Peraturan Perundang-undangan Paragraf 6 Tugas dan Tanggung Jawab Penyelenggara Pelabuhan Pasal 51 (1) Penyediaan lahan di daratan dan di perairan dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan. (2) Lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara. (3) Dalam hal di atas lahan yang diperlukan untuk pelabuhan terdapat hak atas tanah, penyediaannya dilakukan dengan cara pengadaan tanah. (4) Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 52 Penyediaan lahan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilakukan sesuai kebutuhan operasional pelabuhan dan untuk menjamin keselamatan pelayaran. Pasal 53 (1) Penyediaan dan pemeliharaan penahan gelombang yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan agar arus dan ketinggian gelombang tidak mengganggu kegiatan di pelabuhan. (2) Penyediaan penahan gelombang dilakukan sesuai dengan kondisi perairan. (3) Pemeliharaan penahan gelombang dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 54 (1) Penyediaan dan pemeliharaan kolam pelabuhan yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan untuk kelancaran operasional atau olah gerak kapal. (2) Penyediaan kolam pelabuhan dilakukan melalui pembangunan kolam pelabuhan. (3) Pemeliharaan kolam pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pasal 55 (1) Penyediaan dan pemeliharaan alur-pelayaran yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan agar perjalanan kapal keluar dari atau masuk ke pelabuhan berlangsung dengan lancar. (2) Penyediaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan melalui pembangunan alur-pelayaran. (3) Pemeliharaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pasal 56 (1) Selain menyediakan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran, Otoritas Pelabuhan wajib menyediakan dan memelihara jaringan jalan di dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b. (2) Penyediaan dan pemeliharaan jaringan jalan di dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 57 Penyediaan dan pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran yang dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c dan Pasal 44 ayat (3) huruf b diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri. Pasal 58 (1) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan bertanggung jawab menjamin terwujudnya keamanan dan ketertiban di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d dan Pasal 44 ayat (3) huruf c. (2) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat membentuk unit keamanan dan ketertiban di pelabuhan. Pasal 59 Untuk menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e dan Pasal 44 ayat (3) huruf d, Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan. Pasal 60 Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf f dan Pasal 44 ayat (3) huruf e dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk setiap lokasi pelabuhan yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 61 (1) Pengusulan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan kepada Menteri untuk setiap pelayanan jasa kepelabuhanan yang diselenggarakannya. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Pengusulan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 62 Untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf h dan Pasal 44 ayat (3) huruf f, Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diwajibkan:
menyusun sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri;
memelihara kelancaran dan ketertiban pelayanan kapal dan barang serta kegiatan pihak lain sesuai dengan sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan yang telah ditetapkan;
melakukan pengawasan terhadap kegiatan bongkar muat barang;
menerapkan teknologi sistem informasi dan komunikasi terpadu untuk kelancaran arus barang; dan
melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk kelancaran arus barang. Pasal 63 (1) Penyediaan fasilitas pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf g pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan. (2) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan. (3) Dalam penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. (4) Fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan sandar dan tambat di pelabuhan termasuk penggunaan jenis peralatan yang akan digunakan di pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 64 (1) Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kapal angkutan laut pelayaran-rakyat, pelayaran-perintis, fasilitas umum, dan fasilitas sosial. Pasal 65 (1) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) berperan sebagai wakil Pemerintah untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian. (2) Hasil konsesi yang diperoleh Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendapatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan kegiatannya harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Pasal 66 (1) Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Otoritas Pelabuhan mempunyai wewenang:
mengatur dan mengawasi penggunaan lahan daratan dan perairan pelabuhan;
mengawasi penggunaan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
mengatur lalu lintas kapal ke luar masuk pelabuhan melalui pemanduan kapal; dan
menetapkan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Penetapan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dievaluasi setiap tahun. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan, pemeliharaan, standar, dan spesifikasi teknis penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, jaringan jalan, dan tata cara penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan Paragraf 1 Umum Pasal 68 Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas:
penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang; dan
jasa terkait dengan kepelabuhanan. Paragraf 2 Penyediaan Pelayanan Jasa Kapal, Penumpang, dan Barang Pasal 69 (1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf a terdiri atas:
penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;
penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas; ditjen Peraturan Perundang-undangan e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan ro-ro;
penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; dan/atau
penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan. Paragraf 3 Kegiatan Jasa Terkait Dengan Kepelabuhanan Pasal 70 (1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf b meliputi:
penyediaan fasilitas penampungan limbah;
penyediaan depo peti kemas;
penyediaan pergudangan;
jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor;
instalasi air bersih dan listrik;
pelayanan pengisian air tawar dan minyak;
penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa pelabuhan;
penyediaan fasilitas gudang pendingin;
perawatan dan perbaikan kapal _; _ j. pengemasan dan pelabelan;
fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer;
angkutan umum dari dan ke pelabuhan;
tempat tunggu kendaraan bermotor;
kegiatan industri tertentu;
kegiatan perdagangan;
kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi;
jasa periklanan; __ dan/atau r. perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan telekomunikasi. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha. Paragraf 4 Badan Usaha Pelabuhan Pasal 71 (1) Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dapat melakukan kegiatan pengusahaan pada 1 (satu) atau beberapa terminal dalam 1 (satu) pelabuhan. (2) Badan Usaha Pelabuhan dalam melakukan kegiatan usahanya wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh:
Menteri untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
gubernur untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pengumpan regional; dan
bupati/walikota untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pengumpan lokal. (3) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan:
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau perseroan terbatas yang khusus didirikan di bidang kepelabuhanan;
memiliki akte pendirian perusahaan; dan
memiliki keterangan domisili perusahaan. Pasal 72 Penetapan Badan Usaha Pelabuhan yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan pada pelabuhan yang berubah statusnya dari pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilakukan melalui pemberian konsesi dari Otoritas Pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 73 Dalam melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Badan Usaha Pelabuhan wajib:
menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;
memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada terminal dan fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;
ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan;
memelihara kelestarian lingkungan;
memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara nasional maupun internasional. Paragraf 5 Konsesi atau Bentuk Lainnya Pasal 74 (1) Konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. (2) Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Jangka waktu konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar. (4) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
lingkup pengusahaan;
masa konsesi pengusahaan;
tarif awal dan formula penyesuaian tarif; ditjen Peraturan Perundang-undangan d. hak dan kewajiban para pihak, termasuk resiko yang dipikul para pihak dimana alokasi resiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian resiko secara efisien dan seimbang;
standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;
sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian pengusahaan;
penyelesaian sengketa;
pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;
sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum Indonesia;
keadaan kahar; dan
perubahan-perubahan. Pasal 75 (1) Dalam hal masa konsesi telah berakhir, fasilitas pelabuhan hasil konsesi beralih atau diserahkan kembali kepada penyelenggara pelabuhan. (2) Fasilitas pelabuhan yang sudah beralih kepada penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengelolaannya diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang berdasarkan kerjasama pemanfaatan melalui mekanisme pelelangan. (3) Badan Usaha Pelabuhan yang telah ditetapkan melalui mekanisme pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan kegiatan pengusahaannya di pelabuhan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian kerjasama pemanfaatan ditandatangani. Pasal 76 (1) Dalam kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) penyelenggara pelabuhan dapat melakukan kerjasama dengan Badan Usaha Pelabuhan dan/atau orang perseorangan warga negara Indonesia. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
penyewaan lahan;
penyewaan gudang; dan/atau
penyewaan penumpukan. (3) Penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 77 Pendapatan konsesi dan kompensasi yang diterima oleh Otoritas Pelabuhan merupakan penerimaan negara yang penggunaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 78 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan pencabutan konsesi serta kerjasama diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PELABUHAN Bagian Kesatu Izin Pembangunan Pelabuhan Pasal 79 Pembangunan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. Pasal 80 (1) Pembangunan pelabuhan laut oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; ditjen Peraturan Perundang-undangan b. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal. (3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan. Pasal 81 (1) Pembangunan pelabuhan sungai dan danau oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada bupati/walikota. (3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan. Pasal 82 (1) Persyaratan teknis kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) meliputi:
studi kelayakan; dan
desain teknis. (2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
kelayakan teknis; dan
kelayakan ekonomis dan finansial. (3) Desain teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat mengenai:
kondisi tanah;
konstruksi;
kondisi hidrooceanografi;
topografi; dan
penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran, alur-pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 83 Persyaratan kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Pasal 84 Dalam mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) harus disertai dokumen yang terdiri atas:
Rencana Induk Pelabuhan;
dokumen kelayakan;
dokumen desain teknis; dan
dokumen lingkungan. Pasal 85 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 81 ayat (2), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan pelabuhan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 83 belum terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan. (3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan izin pembangunan pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 86 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin pembangunan pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan Pasal 87 (1) Pembangunan pelabuhan dilakukan oleh:
Otoritas Pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara komersial; dan
Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. (2) Pembangunan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan konsesi atau bentuk lainnya dari Otoritas Pelabuhan. (3) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam membangun pelabuhan wajib:
melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin pembangunan;
melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan yang telah ditetapkan;
melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan pelabuhan secara berkala kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; dan
bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang bersangkutan. Pasal 88 (1) Pembangunan fasilitas di sisi darat pelabuhan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh Izin Mendirikan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Dalam...
Pembangunan fasilitas di sisi perairan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh izin pembangunan dari Menteri. Bagian Ketiga Pengembangan Pelabuhan Pasal 89 Pengembangan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. Pasal 90 (1) Pengembangan pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Pasal 91 (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) diberikan berdasarkan permohonan dari penyelenggara pelabuhan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84.
Pembangunan terminal khusus dilakukan oleh pengelola berdasarkan izin dari Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan yang harus dilengkapi dengan persyaratan:
administrasi;
teknis kepelabuhanan;
keselamatan dan keamanan pelayaran; dan
kelestarian lingkungan. (3) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
akte pendirian perusahaan;
izin usaha pokok dari instansi terkait; ditjen Peraturan Perundang-undangan c. Nomor Pokok Wajib Pajak;
bukti penguasaan tanah;
bukti kemampuan finansial;
proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang; dan
rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat. (4) Persyaratan teknis kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
gambar hidrografi, topografi, dan ringkasan laporan hasil survei mengenai pasang surut dan arus;
tata letak dermaga;
perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok;
hasil survei kondisi tanah;
hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur- pelayaran dan kolam pelabuhan;
batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu; dan
kajian lingkungan. (5) Persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
alur-pelayaran;
kolam pelabuhan;
rencana penempatan Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran;
rencana arus kunjungan kapal. (6) Persyaratan kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Pasal 118 (1) Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan Terminal Khusus dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola untuk melengkapi persyaratan. (3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi. (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan izin pembangunan terminal khusus. Pasal 119 Dalam melaksanakan pembangunan terminal khusus, pengelola wajib:
melaksanakan pekerjaan pembangunan terminal khusus sesuai dengan jadwal yang ditetapkan;
bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan terminal khusus yang bersangkutan;
melaksanakan pekerjaan pembangunan paling lama 1 (satu) tahun sejak izin pembangunan diterbitkan;
melaporkan kegiatan pembangunan terminal khusus secara berkala kepada penyelenggara pelabuhan terdekat; dan
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 120 (1) Pengoperasian terminal khusus dilakukan setelah diperolehnya izin dari Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan dari pengelola setelah memenuhi persyaratan:
pembangunan terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1);
keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran;
laporan pelaksanaan kajian lingkungan;
memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 122...
tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan sertifikasi. Pasal 121 (1) Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pengoperasian terminal khusus dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola untuk melengkapi persyaratan. (3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi. (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan izin pengoperasian terminal khusus. Pasal 121 (1) Izin pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan Pasal 111.
Permohonan perpanjangan izin pengoperasian terminal khusus diajukan oleh pengelola kepada Menteri dengan melampirkan bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Menteri dapat memberikan atau menolak permohonan perpanjangan izin pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 122 Pengelola yang telah mendapatkan izin pengoperasian wajib:
bertanggung jawab sepenuhnya atas pengoperasian terminal khusus yang bersangkutan;
melaporkan kegiatan operasional setiap bulan kepada pemberi izin;
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran serta kelestarian lingkungan; dan
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya. Pasal 123 (1) Penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum tidak dapat dilakukan kecuali dalam keadaan darurat dengan izin Menteri. (2) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
terjadi bencana alam atau peristiwa alam lainnya sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya pelabuhan; atau
pada daerah yang bersangkutan tidak terdapat pelabuhan dan belum tersedia moda transportasi lain yang memadai atau pelabuhan terdekat tidak dapat melayani permintaan jasa kepelabuhanan oleh karena keterbatasan kemampuan fasilitas yang tersedia sehingga menghambat kelancaran arus barang. (3) Izin penggunaan terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila fasilitas yang terdapat di terminal khusus tersebut dapat menjamin keselamatan pelayaran dan pelaksanaan pelayanan jasa kepelabuhanan. (4) Penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum hanya bersifat sementara, dan apabila pelabuhan telah dapat berfungsi untuk melayani kepentingan umum, izin penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum dicabut. (5) Penggunaan terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan kerjasama antara penyelenggara pelabuhan dengan pengelola. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 124 (1) Pengoperasian terminal khusus dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. (2) Pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1(satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan. (3) Peningkatan pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang; dan
tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan laut. Pasal 125 (1) Menteri dapat menetapkan peningkatan pelayanan operasional terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (2) berdasarkan usulan dari pengelola. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan:
kesiapan kondisi alur;
kesiapan pelayanan pemanduan bagi perairan terminal khusus yang sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu;
kesiapan fasilitas terminal khusus;
kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar terminal khusus;
kesiapan keamanan dan ketertiban;
kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan;
kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang atau kendaraan;
kesiapan sarana transportasi darat; dan
rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 126 Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai dengan izin yang telah diberikan:
dapat diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota;
dikembalikan seperti keadaan semula;
diusulkan untuk perubahan status menjadi terminal khusus untuk menunjang usaha pokok yang lain; atau
dijadikan pelabuhan. Pasal 127 (1) Izin operasi terminal khusus hanya dapat dialihkan apabila usaha pokoknya dialihkan kepada pihak lain. (2) Pengalihan izin operasi terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Menteri. (3) Dalam hal terjadi perubahan data pada izin operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadinya perubahan wajib melaporkan kepada Menteri untuk dilakukan penyesuaian. Pasal 128 (1) Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a dapat berubah statusnya menjadi pelabuhan setelah memenuhi persyaratan:
sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
layak secara ekonomis dan teknis operasional;
membentuk atau mendirikan Badan Usaha Pelabuhan;
mendapat konsesi dari Otoritas Pelabuhan;
keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan
kelestarian lingkungan. (2) Dalam hal terminal khusus berubah status menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial, tanah daratan dan/atau perairan, fasilitas penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang dikuasai dan dimiliki oleh pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh Otoritas Pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Pemberian konsesi dan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara Otoritas Pelabuhan dan pengelola. Pasal 129 Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan. Pasal 130 (1) Izin pengoperasian terminal khusus dapat dicabut apabila pemegang izin:
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122; atau
menggunakan terminal khusus untuk melayani kepentingan umum tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1). (2) Pencabutan izin pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. (3) Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang izin terminal khusus tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, izin pengoperasian terminal khusus dicabut. Pasal 131 Izin pengoperasian terminal khusus dicabut tanpa melalui proses peringatan, apabila pengelola terminal khusus yang bersangkutan:
melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara; atau
memperoleh izin pengoperasian terminal khusus dengan cara tidak sah. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 132 (1) Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan operasional terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. (2) Fungsi keselamatan di terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. Pasal 133 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara penetapan lokasi, pemberian izin pembangunan dan izin operasi, penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum, peningkatan kemampuan pengoperasian, perubahan status menjadi pelabuhan, prosedur pencabutan izin terminal khusus, penyerahan terminal khusus diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Terminal Untuk Kepentingan Sendiri Pasal 134 (1) Untuk menunjang kegiatan tertentu di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan dapat dibangun terminal untuk kepentingan sendiri. (2) Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dilakukan sebagai satu kesatuan dalam penyelenggaraan pelabuhan. Pasal 135 (1) Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan pengelolaan dari:
Menteri bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan utama dan pengumpul;
gubernur bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan regional; dan ditjen Peraturan Perundang-undangan c. bupati/walikota bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan lokal. (2) Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setelah memenuhi persyaratan:
data perusahaan yang meliputi akte perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan izin usaha pokok;
bukti kerjasama dengan penyelenggara pelabuhan;
gambar tata letak lokasi terminal untuk kepentingan sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi dermaga, dan koordinat geografis letak dermaga untuk kepentingan sendiri;
bukti penguasaan tanah;
proposal terminal untuk kepentingan sendiri;
rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat;
berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis terpadu; dan
studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 136 (1) Untuk mendapatkan persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri, pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Persetujuan atau penolakan permohonan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri, gubenur, atau bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) __ hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. (3) Penolakan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai alasan penolakan. Pasal 137 Pengelola terminal untuk kepentingan sendiri wajib menyediakan ruangan dan sarana kerja yang memadai untuk kelancaran kegiatan pemerintahan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 138 (1) Terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat dioperasikan untuk kegiatan:
lalu lintas kapal atau naik turun penumpang atau bongkar muat barang berupa bahan baku, hasil produksi, dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri; dan
pemerintahan, penelitian, pendidikan dan pelatihan, dan sosial. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dibuktikan dengan dokumen penumpang dan/atau dokumen muatan barang. Pasal 139 (1) Penggunaan terminal untuk kepentingan sendiri selain untuk melayani kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (1) dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan umum setelah mendapat konsesi dari penyelenggara pelabuhan. (2) Konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan:
kemampuan dermaga dan fasilitas lainnya yang ada untuk memenuhi permintaan jasa kepelabuhanan;
rencana kegiatan yang dinilai dari segi keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayaran dengan rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat;
upaya peningkatan pelayanan kepada pengguna jasa kepelabuhanan;
pungutan tarif jasa kepelabuhan dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan yang bersangkutan; dan
memberlakukan ketentuan sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang bersangkutan. Pasal 140 Dalam hal terjadi bencana alam atau peristiwa lainnya yang mengakibatkan tidak berfungsinya terminal, pengelola terminal untuk kepentingan sendiri wajib memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan untuk kepentingan umum dengan ketentuan:
pengoperasian dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan; ditjen Peraturan Perundang-undangan b. hak dan kewajiban pengelola terminal untuk kepentingan sendiri harus terlindungi;
pelayanan jasa kepelabuhanan diberlakukan ketentuan pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan; dan
pungutan tarif jasa kepelabuhanan diberlakukan oleh penyelenggara pelabuhan. Pasal 141 Pengelola terminal untuk kepentingan sendiri dalam melaksanakan pengelolaan dermaga wajib:
bertanggung jawab sepenuhnya atas dampak yang ditimbulkan selama pembangunan dan pengoperasian terminal untuk kepentingan sendiri yang bersangkutan;
melaporkan kegiatan operasional terminal untuk kepentingan sendiri kepada penyelenggara pelabuhan laut secara berkala; dan
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepelabuhanan, lalu lintas angkutan di perairan, keselamatan pelayaran, pengerukan dan reklamasi, serta pengelolaan lingkungan; dan
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya. Pasal 142 (1) Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dicabut apabila pengelola:
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141;
menggunakan terminal untuk kepentingan sendiri untuk melayani kepentingan umum tanpa konsesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2). (2) Pencabutan persetujuan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. (3) Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengelola terminal untuk kepentingan sendiri tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dicabut. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 143 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII PENARIFAN Pasal 144 Setiap pelayanan jasa kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang diberikan. Pasal 145 Besaran tarif pelayanan jasa kepelabuhanan ditetapkan berdasarkan:
kepentingan pelayanan umum;
peningkatan mutu pelayanan jasa kepelabuhanan;
kepentingan pengguna jasa;
peningkatan kelancaran pelayanan jasa;
pengembalian biaya; dan
pengembangan usaha. Pasal 146 (1) Tarif penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan setelah dikonsultasikan dengan Menteri. (2) Tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Menteri dan merupakan pendapatan Badan Usaha Pelabuhan. (3) Tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan secara tidak komersial oleh Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. ditjen Peraturan Perundang-undangan (4) Tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah dan merupakan penerimaan daerah. Pasal 147 Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, struktur, dan golongan tarif jasa kepelabuhanan, mekanisme penetapan tarif yang terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan dan jasa kepelabuhanan serta tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII PELABUHAN DAN TERMINAL KHUSUS YANG TERBUKA BAGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI Pasal 148 (1) Untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri pelabuhan utama dan terminal khusus tertentu dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas pertimbangan:
pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional;
kepentingan perdagangan internasional;
kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional;
posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran internasional;
Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang diwujudkan dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
fasilitas pelabuhan;
keamanan dan kedaulatan negara; dan
kepentingan nasional lainnya. Pasal 149 (1) Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri atas usulan penyelenggara pelabuhan utama setelah memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi:
aspek ekonomi; ditjen Peraturan Perundang-undangan b. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;
aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;
fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan
jenis komoditas khusus. Pasal 150 (1) Terminal khusus tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri atas usulan penyelenggara pengelola terminal khusus setelah memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi:
aspek administrasi;
aspek ekonomi;
aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;
aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;
fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan
jenis komoditas khusus. Pasal 151 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 dan Pasal 150, Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan penetapan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan dan pengelola untuk melengkapi persyaratan. (3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. ditjen Peraturan Perundang-undangan (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri. Pasal 152 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IX SISTEM INFORMASI PELABUHAN Pasal 153 (1) Sistem informasi pelabuhan mencakup pengumpulan, pengelolaan, penganalisaan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data dan informasi pelabuhan untuk:
mendukung operasional pelabuhan;
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau publik; dan
mendukung perumusan kebijakan di bidang kepelabuhanan. (2) Sistem informasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh:
Menteri untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat nasional;
gubernur untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat provinsi; dan
bupati/walikota untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat kabupaten/kota. (3) Pemerintah daerah menyelenggarakan sistem informasi pelabuhan sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pedoman dan standar yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 154 Sistem informasi pelabuhan paling sedikit memuat:
kedalaman alur dan kolam pelabuhan;
kapasitas dan kondisi fasilitas pelabuhan;
arus peti kemas, barang, dan penumpang di pelabuhan;
arus lalu lintas kapal di pelabuhan;
kinerja pelabuhan; ditjen Peraturan Perundang-undangan f. operator terminal di pelabuhan;
tarif jasa kepelabuhanan; dan
Rencana Induk Pelabuhan dan/atau rencana pembangunan pelabuhan. Pasal 155 Badan Usaha Pelabuhan menyampaikan laporan bulanan kegiatan terminal kepada Otoritas Pelabuhan setiap bulan paling lambat pada tanggal 5 (lima) bulan berikutnya. Pasal 156 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 meliputi:
arus kunjungan kapal;
arus bongkar muat peti kemas dan barang;
arus penumpang;
kinerja operasional; dan
kinerja peralatan dan fasilitas. Pasal 157 Otoritas Pelabuhan mengevaluasi laporan bulanan yang disampaikan oleh Badan Usaha Pelabuhan untuk dijadikan sebagai bahan penyusunan sistem informasi pelabuhan dan disampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada gubernur. Pasal 158 Unit Penyelenggara Pelabuhan wajib menyampaikan informasi kepada Menteri yang memuat paling sedikit mengenai:
kedalaman kolam pelabuhan;
arus kunjungan kapal;
arus bongkar muat peti kemas dan barang;
arus penumpang;
kinerja operasional;
kinerja peralatan dan fasilitas;
kedalaman alur; dan
perkembangan jumlah Badan Usaha Pelabuhan yang mengoperasikan terminal. Pasal 159 Menteri berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 mengolah data dan informasi untuk dijadikan sebagai bahan informasi pelabuhan kepada masyarakat. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 160 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengolahan dan laporan serta penyusunan sistem informasi pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 161 Pengelola kawasan industri yang memerlukan fasilitas pelabuhan wajib menyediakan lahan yang dialokasikan untuk kegiatan kepelabuhanan. Pasal 162 (1) Penyelenggaraan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang diusahakan secara komersial harus memenuhi ketentuan:
kegiatan pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan;
kegiatan pemerintahan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Syahbandar; dan
kegiatan pengusahaan dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan yang mengusahakan pelabuhan laut untuk melayani angkutan penyeberangan. (2) Penyelenggara pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang belum diusahakan secara komersial dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pemerintah, Unit Pelaksana Teknis pemerintah provinsi, atau Unit Pelaksana Teknis pemerintah kabupaten/kota. Pasal 163 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan diatur dengan Peraturan Menteri. ditjen Peraturan Perundang-undangan BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 164 (1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, Pemerintah, pemerintah daerah, dan Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan pelabuhan tetap menyelenggarakan kegiatan pengusahaan di pelabuhan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (2) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kegiatan usaha pelabuhan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang telah diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dimaksud . BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 165 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Peraturan Pemerintah ini yang mengatur mengenai kepelabuhanan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 166 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 167 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. ditjen Peraturan Perundang-undangan ditjen Peraturan Perundang-undangan Untuk... P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN I. UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasasi oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan nasional, dan memperkukuh ketahanan nasional. Pembinaan pelabuhan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Aspek pengaturan mencakup perumusan dan penentuan kebijakan umum maupun teknis operasional. Aspek pengendalian mencakup pemberian pengarahan bimbingan dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan. Sedangkan aspek pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan kepelabuhanan. Pembinaan kepelabuhanan dilakukan dalam satu kesatuan Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang ditujukan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan pelayaran dalam pelayanan jasa kepelabuhanan, menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha, mendorong profesionalisme pelaku ekonomi di pelabuhan, mengakomodasi teknologi angkutan, serta meningkatkan mutu pelayanan dan daya saing dengan tetap mengutamakan pelayanan kepentingan umum. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaran pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional, penetapan lokasi, rencana induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaran kegiatan di pelabuhan, perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan atau terminal, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan sistem informasi pelabuhan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat lokasi pelabuhan yang sudah ada maupun lokasi pelabuhan yang direncanakan akan dibangun. Ayat (2) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (3) Menteri yang terkait dengan kepelabuhanan antara lain, menteri yang membidangi urusan lingkungan hidup, perikanan, perindustrian, pertambangan, dan perdagangan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana adalah berubahnya perencanaan pemanfaatan kawasan yang memerlukan fasilitas pelabuhan akibat bencana. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Letak wilayah administratif memuat nama desa/kelurahan atau sebutan lain, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri manufaktur yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki Izin Usaha Industri. Huruf k Fasilitas umum lainnya antara lain tempat peribadatan, tempat rekreasi, olah raga, jalur hijau, dan kesehatan. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas . Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Keadaan darurat antara lain kapal terbakar. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap antara lain kegiatan kehutanan dan pertambangan yang diselenggarakan oleh instansi yang berwenang dalam rangka mencegah pembalakan liar ( illegal logging ) dan penambangan liar ( illegal minning ) yang ke luar masuk melalui pelabuhan. Pasal 38 Ayat (1) Kegiatan pengaturan meliputi penetapan kebijakan di bidang kepelabuhanan. Kebijakan di bidang kepelabuhanan merupakan kebijakan umum dan teknis kepelabuhanan yang meliputi penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur serta perizinan di bidang kepelabuhanan. Kegiatan pembinaan dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan guna mewujudkan tatanan kepelabuhanan nasional yang diarahkan untuk:
memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, dan nyaman;
meningkatkan penyelenggaraan kegiatan kepelabuhanan;
mengembangkan kemampuan dan peranan kepelabuhanan serta keselamatan dan keamanan pelayaran dengan menjamin tersedianya alur-pelayaran, kolam pelabuhan, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang memadai;
mencegah dan menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kegiatan kepelabuhanan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf d... Kegiatan pengendalian meliputi pemberian arahan, bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan, pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi, dan perizinan di bidang kepelabuhanan serta petunjuk dalam melaksanakan pembangunan, operasional dan pengembangan pelabuhan. Kegiatan pengawasan meliputi:
pemantauan dan penilaian terhadap kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan; dan
tindakan korektif terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Jaringan jalan adalah jalan akses (acces road) ke terminal. Huruf c Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf d Keamanan dan ketertiban secara umum di pelabuhan dijamin oleh Otoritas Pelabuhan yang dilakukan secara terpadu dan untuk itu dapat dibentuk satuan pengaman oleh Otoritas Pelabuhan, namun untuk masing-masing terminal menjadi tanggung jawab Badan Usaha Pelabuhan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Kondisi tertentu adalah terjadinya sesuatu yang dapat menghambat pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan yang harus segera dilakukan pemulihan dan tidak dapat menunggu pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sehingga diperlukan tindakan yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola Terminal Untuk Kepentingan Sendiri seizin Otoritas Pelabuhan. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (4) Kondisi tertentu adalah anggaran pemerintah pada tahun anggaran berjalan tidak tersedia untuk pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Peraturan pemerintah tersendiri adalah peraturan pemerintah yang mengatur mengenai kenavigasian. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Jasa terkait dengan kepelabuhanan adalah kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan antara lain perkantoran, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi, jaringan air limbah dan sampah, pelayanan bunker, dan tempat tunggu kendaraan bermotor. __ Pasal 69 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Keikutsertaan Badan Usaha Pelabuhan menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan adalah hanya terbatas di tambatan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sanksi adalah pengakhiran perjanjian dalam hal Badan Usaha Pelabuhan tidak melaksanakan kewajibannya termasuk kewajiban memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan sesuai standar kinerja pelayanan yang ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kerjasama pemanfaatan adalah pengoperasian fasilitas pokok dan fasilitas penunjang pelabuhan oleh Badan Usaha Pelabuhan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 76 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penyewaan lahan, penyewaan gudang, dan/atau penyewaan penumpukan adalah pemanfaatan lahan tanah pelabuhan, fasilitas gudang dan fasilitas penumpukan oleh Badan Usaha Pelabuhan, Badan Usaha lainnya atau perorangan dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 98... Pasal 88 Ayat (1) Sisi darat antara lain berupa gudang, gedung, dan lapangan penumpukan. Ayat (2) Sisi perairan antara lain berupa dermaga, fasilitas tambat, reklamasi, dan talud. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Ayat (1) Pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan fasilitas dan sumber daya manusia operasional sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 98 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Kondisi alur antara lain kedalaman, pasang surut, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran . Huruf b Cukup jelas. Huruf c Fasilitas pelabuhan antara lain lampu penerangan, dermaga, gudang, dan lapangan penumpukan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yaitu petugas instansi pemerintah pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, kekarantinaan, kepabeanan dan keimigrasian. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Melaporkan kegiatan operasional dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi informasi . Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang perpajakan serta bea dan cukai. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Ayat (1) Kegiatan tertentu adalah kegiatan untuk menunjang kegiatan usaha pokok yang tidak terlayani oleh pelabuhan terdekat dengan kegiatan usahanya karena sifat barang atau kegiatannya memerlukan pelayanan khusus atau karena lokasinya jauh dari pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (2) Huruf a Ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat yaitu bahwa pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengoperasian terminal khusus dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan terdekat dan pengawasan serta pelaksanaan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 111 Huruf a Badan usaha adalah badan hukum Indonesia yang didirikan berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia, termasuk anak perusahaan sesuai dengan usaha pokok yang sejenis dan pemasok bahan baku dan peralatan penunjang produksi untuk keperluan badan usaha yang bersangkutan. Kegiatan usaha pokok antara lain pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta sosial. Huruf b Cukup jelas. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal 119 Cukup jelas. Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. __ Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, sosial, perpajakan, serta bea dan cukai. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Kondisi alur antara lain kedalaman perairan, pasang surut, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf b Cukup jelas. Huruf c Fasilitas terminal khusus antara lain lampu penerangan, dermaga, gudang, dan lapangan penumpukan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yaitu petugas instansi pemerintah pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, kekarantinaan, kepabeanan dan keimigrasian. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 132 Ayat (1) Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan operasional terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat dalam kaitan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengelola terminal khusus antara lain menyangkut penggunaan perairan, pelayanan pandu, pelayanan jasa kepelabuhanan yang dilakukan untuk melayani pihak ketiga karena kegiatan- kegiatan tersebut merupakan kewenangan dari Pemerintah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Ayat (1) Kegiatan tertentu meliputi pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta sosial. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 135 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Bukti kerjasama dapat berupa kerjasama pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 Cukup jelas. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Fasilitas lainnya antara lain peralatan bongkar muat, gudang, akses jalan masuk, dan sumber daya manusia yang menangani. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Pasal 140 Bencana alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. ditjen Peraturan Perundang-undangan Peristiwa lainnya dapat berupa bencana non-alam antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit serta berupa bencana sosial yang antara lain konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror. Pasal 141 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. __ Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, sosial, perpajakan, serta bea dan cukai. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup jelas. Pasal 144 Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas. Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 148 Ayat (1) Terminal khusus tertentu adalah terminal khusus yang dibangun dan dioperasikan untuk menunjang kegiatan usaha yang hasil produksinya untuk diekspor. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Cukup jelas. Pasal 155 Dalam menyampaikan laporan, Badan Usaha Pelabuhan dapat menggunakan teknologi informasi yang tersedia ( e-portnet ). Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157 Cukup jelas. Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 161 Cukup jelas. Pasal 162 Cukup jelas. Pasal 163 Cukup jelas. Pasal 164 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penentuan waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi Pemerintah merencanakan pengembangan pelabuhan dan Badan Usaha Milik Negara. Untuk keperluan pengembangan tersebut atas perintah Menteri dilakukan:
evaluasi aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan; dan
audit secara menyeluruh terhadap aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara” adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1991, dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991, tetap menyelenggarakan kegiatan usaha di pelabuhan yang meliputi:
kegiatan yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
penyediaan kolam pelabuhan sesuai dengan peruntukannya berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pelayanan jasa pemanduan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
penyediaan dan pengusahaan tanah sesuai kebutuhan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. ditjen Peraturan Perundang-undangan ditjen Peraturan Perundang-undangan
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan, dan Pelaksanaan Dafta ...
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Diponegoro pada Kementerian Riset, Teknologi, Dana Pendidikan Tinggi. ...
Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit.
Pengujian UU No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 t ...
Relevan terhadap
• KDK LPS Nomor KEP.019/DK/VII/2009 tanggal 21 Juli 2009 berjumlah sebesar Rp. 630.221.000.000,- (penyetoran dilakukan satu kali). Sehingga jumlah total yang dikucurkan LPS kepada Bank Century adalah sebesar Rp. 6.762 Triliun. Bahkan sebagian besar bailout tersebut terbukti dikucurkan setelah Perpu 4/2008 ditolak oleh DPR RI. Dengan demikian, secara hukum pengucuran dana talangan setelah Perpu 4/2008 ditolak oleh DPR RI, merupakan tindakan Pemerintah dan/atau pengambil kebijakan bailout terhadap Bank Century, sebagai tindakan yang tanpa didasari hukum dan dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan; 3.17. Bahwa pada tanggal 31 Agustus 2009 Wapres RI saat itu M.Yusuf Kalla memberikan keterangan sebagai berikut: ”soal Bank Century itu saya katakan bukan masalah krisis ekonomi tapi kriminal.Itu perampokan karena pemilik bank itu mengambil uang nasabah, termasuk obligasi bodong.Itulah kelemahan pengawasan Bank Indonesia” (dikutip dari http: /www.solopos.com/2009/ekonomi-bisnis/jk-kasus-bank-century) 3.18. Bahwa BPK telah melakukan audit investigasi terhadap Bank Century sesuai surat DPR RI Nomor PW/5487/DPR RI/IX/2009 tanggal 1 September 2009 dengan tujuan pemeriksaan meliputi : • Dasar hukum, kriteria,dan proses pengambilan keputusan yang digunakan pemerintah dalam menetapkan status Bank Century yang berdampak sistemik. • Jumlah dan penggunaan penyertaan modal sementara yang telah diberikan LPS untuk menyelamatkan Bank Century dan • Status dan dasar hukum pengucuran dana setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) ditolak DPR. 3.19. Bahwa salah satu point kesimpulan BPK adalah Bank Indonesia tidak memberikan informasi yang sesungguhnya, lengkap dan mutakhir mengenai kondisi Bank Century pada saat menyampaikan Bank Century sebagai bank gagal yang ditenggarai berdampak sistemik kepada KSSK melalui Surat Gubernur BI Nomor 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008. Informasi yang tidak diberikan seutuhnya adalah terkait
pengakuan kerugian (PPAP) atas SSB valas yang mengakibatkan penurunan ekuitas. Bank Indonesia baru menerapkan secara tegas ketentuan PPAP atas aktiva-aktiva produktif tersebut setelah Bank Century diserahkan penanganannya kepada LPS sehingga terjadi peningkatan biaya penanganan Bank Century dari semula diperkirakan sebesar Rp. 632 milyar menjadi Rp. 6,7 trilyun. 3.20. Bahwa kesimpulan lain BPK adalah dari semua ketentuan yang ada,menunjukkan pada saat penyerahan Bank Century dari Komite Koordinasi (KK) kepada LPS tanggal 21 Nopember 2008, kelembagaan Komite Koordinasi yang beranggotakan Menteri Keuangan (sebagai ketua), Gubernur BI (sebagai anggota) dan ketua dewan komisioner LPS (sebagai anggota) belum pernah dibentuk berdasarkan Undang-Undang sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, sehingga dapat mempengaruhi status hukum atas keberadaan lembaga Komite koordinasi dan penanganan bank century oleh LPS. 3.21. Bahwa demi kepastian hukum dan tegaknya Negara Hukum, maka pembentuk Undang-Undang harus mengambil kebijakan hukum dengan cara membentuk Undang-Undang yang mengatur syarat-syarat hukum untuk memperjelas atau mengkualifikasi suatu keadaan, baik di bidang ekonomi maupun di bidang lainnya sebagai suatu keadaan yang dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat, sistemik, atau krisis. Sehingga keadaan tersebut memiliki ukuran yang dapat dicek obyektifitasnya. Bahwa hal ini dimaksudkan pula untuk menghindarkan Pemerintah (Presiden) dari interpretasi subyektif, Karena pertimbangan- pertimbangan subyektif seseorang, sekalipun itu seorang Presiden, dapat saja keliru sehingga membuka kesempatan untuk menyalahgunakan kewenangan konstitusional yang dimilikinya sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang. 3.22. Bahwa norma dalam Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5) UU 6/2009 juncto UU 3/2004, selain tidak memberikan kepastian hukum, juga tidak
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Relevan terhadap
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4890 DAFTAR UJI PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH PENDAHULUAN Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan serta pertanggungjawaban kegiatan Instansi Pemerintah, pimpinan Instansi Pemerintah wajib menerapkan setiap unsur dari Sistem Pengendalian Intern. Untuk memastikan bahwa Sistem Pengendalian Intern tersebut sudah dirancang dan diimplementasikan dengan baik, dan secara memadai diperbaharui untuk memenuhi keadaan yang terus berubah perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus. Secara khusus, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah ini, pimpinan Instansi Pemerintah melakukan pemantauan antara lain melalui evaluasi terpisah atas Sistem Pengendalian Internnya masing- masing untuk mengetahui kinerja dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern serta cara meningkatkannya. Pemantauan juga berguna untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko utama seperti penggelapan, pemborosan, penyalahgunaan, dan salah-kelola ( mismanagement ). Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah dimaksudkan untuk membantu pimpinan Instansi Pemerintah dan evaluator dalam menentukan sampai seberapa jauh pengendalian intern suatu Instansi Pemerintah dirancang dan berfungsi serta, jika perlu, untuk membantu menentukan apa, bagian mana, dan bagaimana penyempurnaan dilakukan. Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari lima bagian sesuai dengan unsur Sistem Pengendalian Intern: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Masing-masing bagian berisi suatu daftar faktor utama yang harus dipertimbangkan saat mengevaluasi Sistem Pengendalian Intern terkait dengan masing-masing unsurnya. Faktor-faktor ini LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 60 TAHUN 2008 TANGGAL : 28 AGUSTUS 2008 menggambarkan isu atau hal penting dari setiap unsur Sistem Pengendalian Intern. Termasuk dalam masing-masing faktor tersebut adalah butir-butir yang harus dipertimbangkan oleh pengguna pada saat melakukan evaluasi. Butir-butir tersebut dimaksudkan untuk membantu pengguna mempertimbangkan hal-hal spesifik yang menunjukkan seberapa jauh Sistem Pengendalian Intern berfungsi. Pengguna harus mempertimbangkan butir-butir tersebut untuk menentukan:
kesesuaian penerapan butir tersebut dalam situasi tertentu, (2) kemampuan Instansi Pemerintah dalam menerapkan butir tersebut, (3) kelemahan pengendalian yang mungkin terjadi, dan (4) pengaruh butir tersebut terhadap kemampuan Instansi Pemerintah dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya. Pada setiap butir diberikan ruang kosong untuk mencatat komentar atau catatan mengenai situasi terkait butir tersebut. Komentar dan catatan biasanya tidak berupa ‘ya’ atau ‘tidak’, tetapi umumnya meliputi informasi mengenai bagaimana Instansi Pemerintah menangani masalah tersebut. Pengguna juga boleh menggunakan ruang kosong ini untuk mengindikasikan masalah yang ditemukan sebagai kelemahan pengendalian. Daftar uji ini juga dimaksudkan untuk membantu pengguna mengambil kesimpulan mengenai implementasi unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Instansi Pemerintah. Untuk itu, ruang kosong disediakan pada akhir setiap bagian untuk mencatat penilaian keseluruhan dan mengidentifikasi tindakan yang harus diambil atau dipertimbangkan. Ruang kosong tambahan juga disediakan untuk penilaian ringkas keseluruhan pada akhir daftar uji ini. Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah dapat dijadikan panduan bagi pimpinan Instansi Pemerintah dan evaluator. Daftar uji ini hanya merupakan referensi awal serta dapat disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan risiko masing-masing Instansi Pemerintah. Dalam menerapkan daftar uji ini perlu dipertimbangkan tujuan Instansi Pemerintah dan aspek biaya-manfaat. Pengguna harus mempertimbangkan butir-butir yang relevan serta menghilangkan atau menambah butir lainnya jika perlu sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi Instansi Pemerintah. Selain itu, pengguna dapat mengatur ulang atau menyusun kembali butir-butir tersebut untuk memenuhi kebutuhannya dengan tetap mengikuti format unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern. Daftar Uji Pengendalian Intern ini dikembangkan dengan menggunakan banyak sumber informasi dan ide-ide yang berbeda-beda. Sumber utamanya adalah Internal Control Management and Evaluation Tool dari General Accounting Office (GAO), ketentuan-ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam pasal-pasal dan penjelasan Peraturan Pemerintah ini, serta peraturan perundang-undangan lainnya. BAGIAN I LINGKUNGAN PENGENDALIAN Unsur sistem pengendalian intern yang pertama adalah lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian diwujudkan melalui:
penegakan integritas dan nilai etika;
komitmen terhadap kompetensi;
kepemimpinan yang kondusif;
pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;
perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai tercapai tidaknya suatu lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dan manajemen yang sehat. A. PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA KOMENTAR/CATATAN 1. Instansi Pemerintah telah menyusun dan menerapkan aturan perilaku serta kebijakan lain yang berisi tentang standar perilaku etis, praktik yang dapat diterima, dan praktik yang tidak dapat diterima termasuk benturan kepentingan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Aturan perilaku tersebut sifatnya menyeluruh dan langsung berkenaan dengan hal-hal seperti pembayaran yang tidak wajar, kelayakan penggunaan sumber daya, benturan kepentingan, kegiatan politik pegawai, gratifikasi, dan penerapan kecermatan profesional.
Secara berkala pegawai menandatangani pernyataan komitmen untuk menerapkan aturan perilaku tersebut.
Pegawai memperlihatkan bahwa yang bersangkutan mengetahui perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, hukuman yang akan dikenakan terhadap perilaku yang tidak dapat diterima dan tindakan yang harus dilakukan jika yang bersangkutan mengetahui adanya sikap perilaku yang tidak dapat diterima.
Suasana etis dibangun pada setiap tingkat pimpinan Instansi Pemerintah dan dikomunikasikan di lingkungan Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah membina serta mendorong terciptanya budaya yang menekankan pentingnya nilai-nilai integritas dan etika. Hal ini bisa dicapai melalui komunikasi lisan dalam rapat, diskusi, dan melalui keteladanan dalam kegiatan sehari- hari.
Pegawai memperlihatkan adanya dorongan sejawat untuk menerapkan sikap perilaku dan etika yang baik.
Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan tindakan yang cepat dan tepat segera setelah timbulnya gejala masalah.
Pekerjaan yang terkait dengan masyarakat, anggota badan legislatif, pegawai, rekanan, auditor, dan pihak lainnya dilaksanakan dengan tingkat etika yang tinggi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Laporan keuangan, anggaran, dan pelaksanaan program yang disampaikan kepada badan legislatif, Intansi Pemerintah, dan pihak yang berkepentingan disajikan dengan wajar dan akurat.
Pimpinan Instansi Pemerintah mengungkapkan masalah dalam instansi yang bersangkutan serta menerima komentar dan rekomendasi pada saat auditor dan evaluator melakukan tugasnya.
Atas kekurangan tagihan dari rekanan atau kelebihan pembayaran dari pengguna jasa segera dilakukan perbaikan.
Instansi Pemerintah memiliki proses penanganan tuntutan dan kepentingan pegawai secara cepat dan tepat.
Tindakan disiplin yang tepat dilakukan terhadap penyimpangan atas kebijakan dan prosedur atau atas pelanggaran aturan perilaku. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah mengambil tindakan atas pelanggaran kebijakan, prosedur, atau aturan perilaku.
Jenis sanksi dikomunikasikan kepada seluruh pegawai di lingkungan Instansi Pemerintah sehingga pegawai mengetahui konsekuensi dari penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan.
Pimpinan Instansi Pemerintah menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian atas pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Terdapat pedoman yang mengatur situasi, frekuensi, dan tingkat pimpinan yang diperkenankan melakukan intervensi dan pengabaian.
Intervensi atau pengabaian terhadap pengendalian intern didokumentasikan secara lengkap termasuk alasan dan tindakan khusus yang diambil.
Pengabaian pengendalian intern tidak boleh dilakukan oleh pimpinan Instansi Pemerintah tingkat bawah kecuali dalam keadaan darurat dan segera dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah yang lebih tinggi, serta didokumentasikan.
Pimpinan Instansi Pemerintah menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai dan tidak menekan pegawai untuk mencapai tujuan lain yang tidak realistis.
Pimpinan Instansi Pemerintah sesuai dengan kewenangannya memberikan penghargaan untuk meningkatkan penegakan integritas dan kepatuhan terhadap nilai-nilai etika.
Kompensasi dan kenaikan jabatan atau promosi didasarkan pada prestasi dan kinerja. B. KOMITMEN TERHADAP KOMPETENSI KOMENTAR/CATATAN 1. Pimpinan Instansi Pemerintah mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah menganalisis tugas yang perlu dilaksanakan atas suatu pekerjaan dan memberikan pertimbangan serta pengawasan yang diperlukan.
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan dan memutakhirkan uraian jabatan atau perangkat lain untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan tugas khusus.
Instansi Pemerintah menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan untuk setiap jabatan diidentifikasi dan diberitahukan kepada pegawai.
Terdapat proses untuk memastikan bahwa pegawai yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan telah memiliki pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan.
Instansi Pemerintah menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Terdapat program pelatihan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pegawai.
Instansi Pemerintah sudah menekankan perlunya pelatihan berkesinambungan dan memiliki mekanisme pengendalian untuk membantu memastikan bahwa seluruh pegawai sudah menerima pelatihan yang tepat.
Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki keahlian manajemen yang diperlukan dan sudah dilatih untuk memberikan pembimbingan yang efektif bagi peningkatan kinerja.
Penilaian kinerja didasarkan pada penilaian atas faktor penting pekerjaan dan dengan jelas mengidentifikasi pekerjaaan yang telah dilaksanakan dengan baik dan yang masih memerlukan peningkatan.
Pegawai mendapat pembimbingan yang obyektif dan konstruktif untuk peningkatan kinerja.
Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan Instansi Pemerintah. C. KEPEMIMPINAN YANG KONDUSIF KOMENTAR/CATATAN 1. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki sikap yang selalu mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan.
Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan manajemen berbasis kinerja.
Pimpinan Instansi Pemerintah mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP, antara lain pencatatan dan pelaporan keuangan, sistem manajemen informasi, pengelolaan pegawai, dan pengawasan baik intern maupun ekstern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah menyelenggarakan akuntansi dan anggaran untuk pengendalian kegiatan dan evaluasi kinerja.
penyelenggara akuntansi yang didesentralisasi memiliki tanggung jawab membuat laporan kepada pejabat keuangan pusat.
penyelenggaraan manajemen keuangan, akuntansi dan anggaran dikendalikan oleh pejabat pengelola keuangan sehingga terdapat sinkronisasi dengan barang milik negara.
Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan fungsi manajemen informasi untuk mendapatkan data operasional yang penting dan mendukung upaya penyempurnaan sistem informasi sesuai perkembangan teknologi informasi.
Pimpinan Instansi Pemerintah memberi perhatian yang besar pada pegawai operasional dan menekankan pentingnya pembinaan sumber daya manusia yang baik.
Pimpinan Instansi Pemerintah memandang penting dan merespon informasi hasil pengawasan.
Perlindungan atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah.
Interaksi yang intensif dengan pimpinan pada tingkatan yang lebih rendah.
Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki sikap yang positif dan responsif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah mengetahui dan ikut berperan dalam isu penting pada laporan keuangan serta mendukung penerapan prinsip- prinsip dan estimasi akuntansi yang konservatif.
Pimpinan Instansi Pemerintah mengungkapkan semua informasi keuangan, anggaran, dan program yang diperlukan agar kondisi kegiatan dan keuangan Instansi Pemerintah tersebut dapat dipahami sepenuhnya.
Pimpinan Instansi Pemerintah menghindari penekanan pada pencapaian hasil-hasil jangka pendek.
Pegawai tidak menyampaikan laporan pencapaian target yang tidak tepat atau tidak akurat.
Fakta tidak dibesar-besarkan dan estimasi anggaran tidak ditinggikan sehingga menjadi tidak wajar.
Tidak ada mutasi pegawai yang berlebihan di fungsi-fungsi kunci, seperti pengelolaan kegiatan operasional dan program, akuntansi atau pemeriksaan intern, yang mungkin menunjukkan adanya masalah dengan perhatian Instansi Pemerintah terhadap pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
tidak adanya mutasi pimpinan Instansi Pemerintah yang berlebihan yang berkaitan dengan masalah-masalah pengendalian intern.
pegawai yang menduduki posisi penting tidak keluar (mengundurkan diri) dengan alasan yang tidak terduga.
adanya tingkat perputaran ( turnover ) pegawai yang tinggi yang dapat melemahkan pengendalian intern.
perputaran pegawai yang tidak berpola yang mengindikasikan kurangnya perhatian pimpinan Instansi Pemerintah terhadap pengendalian intern. D. STRUKTUR ORGANISASI KOMENTAR/CATATAN 1. Struktur organisasi Instansi Pemerintah disesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Struktur organisasi mampu memfasilitasi arus informasi di dalam Instansi Pemerintah yang bersangkutan secara menyeluruh.
Pimpinan Instansi Pemerintah secara jelas menyatakan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan tingkat sentralisasi atau desentralisasi organisasi.
Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab atas kegiatan atau fungsi utama sepenuhnya menyadari tugas dan tanggung jawabnya.
Bagan organisasi yang tepat dan terbaru yang menunjukkan bidang tanggung jawab utama disampaikan kepada semua pegawai.
Pimpinan Instansi Pemerintah memahami pengendalian intern yang menjadi tanggung jawabnya dan memastikan bahwa pegawainya juga memahami tanggung jawab masing- masing.
Kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Hubungan dan jenjang pelaporan ditetapkan serta secara efektif memberikan informasi yang dibutuhkan pimpinan Instansi Pemerintah untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Pegawai memahami hubungan dan jenjang pelaporan yang telah ditetapkan.
Pimpinan Instansi Pemerintah dapat dengan mudah saling berkomunikasi.
Pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan evaluasi dan penyesuaian secara periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis.
Instansi Pemerintah menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Pegawai tidak boleh bekerja lembur secara berlebihan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Pimpinan Instansi Pemerintah tidak merangkap tugas dan tanggung jawab bawahannya lebih dari satu orang. E. PENDELEGASIAN WEWENANG DAN KOMENTAR/CATATAN TANGGUNG JAWAB 1. Wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
wewenang dan tanggung jawab ditetapkan dengan jelas di dalam Instansi Pemerintah dan dikomunikasikan kepada semua pegawai.
Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki tanggung jawab sesuai kewenangannya dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.
Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki prosedur yang efektif untuk memantau hasil kewenangan dan tanggung jawab yang didelegasikan.
Pegawai yang diberi wewenang memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diterimanya terkait dengan pihak lain dalam Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
uraian tugas secara jelas menunjukkan tingkat wewenang dan tanggung jawab yang didelegasikan pada jabatan yang bersangkutan.
uraian tugas dan evaluasi kinerja merujuk pada pengendalian intern terkait tugas, tanggung jawab, dan akuntabilitas.
Pegawai yang diberi wewenang memahami bahwa pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab terkait dengan penerapan SPIP. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pegawai, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, diberdayakan untuk mengatasi masalah atau melakukan perbaikan.
Untuk penyelesaian pekerjaan, terdapat keseimbangan antara pendelegasian kewenangan yang diterima dengan keterlibatan pimpinan yang lebih tinggi. F. KEBIJAKAN DAN PRAKTIK PEMBINAAN KOMENTAR/CATATAN SUMBER DAYA MANUSIA 1. Penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah mengkomunikasikan kepada pengelola pegawai mengenai kompetensi pegawai baru yang diperlukan atau berperan serta dalam proses penerimaan pegawai.
Instansi Pemerintah sudah memiliki standar atau kriteria rekrutmen dengan penekanan pada pendidikan, pengalaman, prestasi, dan perilaku etika.
uraian dan persyaratan jabatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
terdapat program orientasi bagi pegawai baru dan program pelatihan berkesinambungan untuk semua pegawai.
promosi, remunerasi, dan pemindahan pegawai didasarkan pada penilaian kinerja.
penilaian kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran dalam rencana strategis Instansi Pemerintah bersangkutan.
nilai integritas dan etika termasuk kriteria dalam penilaian kinerja.
pegawai diberikan umpan balik dan pembimbingan untuk meningkatkan kinerja serta diberikan saran perbaikan.
sanksi disiplin atau tindakan pembimbingan diberikan atas pelanggaran kebijakan atau kode etik.
pemberhentian pegawai dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.
Penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
calon pegawai yang sering berpindah pekerjaan diberi perhatian khusus.
standar penerimaan pegawai harus mensyaratkan adanya investigasi atas catatan kriminal calon pegawai.
referensi dan atasan calon pegawai di tempat kerja sebelumnya harus dikonfirmasi.
ijazah pendidikan dan sertifikasi profesi harus dikonfirmasi.
Supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan panduan, penilaian, dan pelatihan di tempat kerja kepada pegawai untuk memastikan ketepatan pelaksanaan pekerjaan, mengurangi kesalahpahaman, serta mendorong berkurangnya tindakan pelanggaran.
Pimpinan Instansi Pemerintah memastikan bahwa pegawai memahami dengan baik tugas, tanggung jawab, dan harapan pimpinan Instansi Pemerintah. G. PERWUJUDAN PERAN APARAT KOMENTAR/CATATAN PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH YANG EFEKTIF 1. Di dalam Instansi Pemerintah, terdapat mekanisme untuk memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
aparat pengawasan intern pemerintah, yang independen, melakukan pengawasan atas kegiatan Instansi Pemerintah.
aparat pengawasan intern pemerintah membuat laporan hasil pengawasan setelah melaksanakan tugas pengawasan.
untuk menjaga mutu hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat.
Di dalam Instansi Pemerintah terdapat mekanisme peringatan dini dan peningkatan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. __ 3. Di dalam Instansi Pemerintah, terdapat upaya memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan ( good governance ) tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah yang mengelola anggaran, akuntansi dan perbendaharaan sehingga tercipta mekanisme saling uji. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Instansi Pemerintah memiliki hubungan kerja yang baik dengan Intansi Pemerintah yang mengelola anggaran, akuntansi dan perbendaharaan, serta melakukan pembahasan secara berkala tentang pelaporan keuangan dan anggaran, pengendalian intern serta kinerja.
Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah yang melaksanakan tanggung jawab pengendalian yang bersifat lintas instansi. Bagian Ikhtisar Lingkungan Pengendalian Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini: BAGIAN II PENILAIAN RISIKO Unsur pengendalian intern yang kedua adalah penilaian risiko. Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun luar instansi. Terhadap risiko yang telah diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko. Pimpinan Instansi Pemerintah atau evaluator harus berkonsentrasi pada penetapan tujuan instansi, pengidentifikasian dan analisis risiko serta pengelolaan risiko pada saat terjadi perubahan. Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai efektivitas penilaian risiko yang dilaksanakan oleh pimpinan Instansi Pemerintah dalam rangka penerapan Sistem Pengendalian Intern. A. PENETAPAN TUJUAN INSTANSI SECARA KOMENTAR/CATATAN KESELURUHAN 1. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan Instansi Pemerintah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan dalam bentuk misi, tujuan dan sasaran, sebagaimana dituangkan dalam rencana strategis dan rencana kinerja tahunan.
Tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan disusun sesuai dengan persyaratan program yang ditetapkan dengan peraturan perundang- undangan.
Tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan harus cukup spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu.
Seluruh tujuan Instansi Pemerintah secara jelas dikomunikasikan pada semua pegawai sehingga pimpinan Instansi Pemerintah mendapatkan umpan balik, yang menandakan bahwa komunikasi tersebut berjalan secara efektif.
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan strategi operasional yang konsisten dengan rencana strategis Instansi Pemerintah dan rencana penilaian risiko. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Rencana strategis mendukung tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan.
Rencana strategis mencakup alokasi dan prioritas penggunaan sumber daya.
Rencana strategis dan anggaran dirancang secara rinci sesuai dengan tingkatan Instansi Pemerintah.
Asumsi yang mendasari rencana strategis dan anggaran Instansi Pemerintah, konsisten dengan kondisi yang terjadi sebelumnya dan kondisi saat ini.
Instansi Pemerintah memiliki rencana strategis yang terpadu dan penilaian risiko, yang mempertimbangkan tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan dan risiko yang berasal dari faktor intern dan ekstern, serta menetapkan suatu struktur pengendalian penanganan risiko. B. PENETAPAN TUJUAN PADA TINGKATAN KOMENTAR/CATATAN KEGIATAN 1. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan harus berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Semua kegiatan penting didasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah secara keseluruhan.
Tujuan pada tingkatan kegiatan dikaji ulang secara berkala untuk memastikan bahwa tujuan tersebut masih relevan dan berkesinambungan.
Tujuan pada tingkatan kegiatan saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya.
Tujuan pada tingkatan kegiatan relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Tujuan pada tingkatan kegiatan ditetapkan untuk semua kegiatan operasional penting dan kegiatan pendukung.
Tujuan pada tingkatan kegiatan konsisten dengan praktik dan kinerja sebelumnya yang efektif serta kinerja industri/bisnis yang mungkin dapat diterapkan pada kegiatan Instansi Pemerintah.
Tujuan pada tingkatan kegiatan mempunyai unsur kriteria pengukuran.
Tujuan pada tingkatan kegiatan didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan sudah diidentifikasi.
Jika tidak tersedia sumber daya yang cukup, pimpinan Instansi Pemerintah harus memiliki rencana untuk mendapatkannya.
Pimpinan Instansi Pemerintah mengidentifikasi tujuan pada tingkatan kegiatan yang penting terhadap keberhasilan tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah mengidentifikasi hal yang harus ada atau dilakukan agar tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan tercapai.
Tujuan pada tingkatan kegiatan yang penting harus mendapat perhatian dan direviu secara khusus serta capaian kinerjanya dipantau secara teratur oleh pimpinan Instansi Pemerintah.
Semua tingkatan pimpinan Instansi Pemerintah terlibat dalam proses penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan dan berkomitmen untuk mencapainya. C. IDENTIFIKASI RISIKO KOMENTAR/CATATAN 1. Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan metodologi identifikasi risiko yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Metode kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi risiko dan menentukan peringkat risiko relatif secara terjadwal dan berkala.
Cara suatu risiko diidentifikasi, diperingkat, dianalisis, dan diatasi telah dikomunikasikan kepada pegawai yang berkepentingan.
Pembahasan identifikasi risiko dilakukan pada rapat tingkat pimpinan Instansi Pemerintah.
Identifikasi risiko merupakan bagian dari prakiraan rencana jangka pendek dan jangka panjang, serta rencana strategis.
Identifikasi risiko merupakan hasil dari pertimbangan atas temuan audit, hasil evaluasi, dan penilaian lainnya.
Risiko yang diidentifikasi pada tingkat pegawai dan pimpinan tingkat menengah menjadi perhatian pimpinan Instansi Pemerintah yang lebih tinggi.
Risiko dari faktor eksternal dan internal diidentifikasi dengan menggunakan mekanisme yang memadai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Instansi Pemerintah mempertimbangkan risiko dari perkembangan teknologi.
Risiko yang timbul dari perubahan kebutuhan atau harapan badan legislatif, pimpinan Instansi Pemerintah, dan masyarakat sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari peraturan perundang-undangan baru sudah diidentifikasi.
Risiko yang timbul dari bencana alam, tindakan kejahatan, atau tindakan terorisme sudah dipertimbangkan.
Identifikasi risiko yang timbul dari perubahan kondisi usaha, politik, dan ekonomi sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari rekanan utama sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari interaksi dengan Instansi Pemerintah lainnya dan pihak di luar pemerintahan sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari pengurangan kegiatan dan pengurangan pegawai Instansi Pemerintah sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari rekayasa ulang proses bisnis ( business process reengineering ) atau perancangan ulang proses operasional sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari gangguan pemrosesan sistem informasi dan tidak tersedianya sistem cadangan sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari pelaksanaan program yang didesentralisasi sudah diidentifikasi.
Risiko yang timbul dari tidak terpenuhinya kualifikasi pegawai dan tidak adanya pelatihan pegawai sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari ketergantungan terhadap rekanan atau pihak lain dalam pelaksanaan kegiatan penting Instansi Pemerintah sudah diidentifikasi.
Risiko yang timbul dari perubahan besar dalam tanggung jawab pimpinan Instansi Pemerintah sudah diidentifikasi.
Risiko yang timbul dari akses pegawai yang tidak berwenang terhadap aset yang rawan sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari kelemahan pengelolaan pegawai.
Risiko yang timbul dari ketidaktersediaan dana untuk pembiayaan program baru atau program lanjutan sudah dipertimbangkan.
Penilaian atas faktor lain yang dapat meningkatkan risiko telah dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Risiko yang timbul dari kegagalan pencapaian misi, tujuan, dan sasaran masa lalu atau keterbatasan anggaran sudah dipertimbangkan.
Risiko yang timbul dari pembiayaan yang tidak memadai, pelanggaran penggunaan dana, atau ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di masa lalu sudah dipertimbangkan.
Risiko melekat pada misi Instansi Pemerintah, program yang komplek dan penting, serta kegiatan khusus lainnya sudah diidentifikasi.
Risiko Instansi Pemerintah secara keseluruhan dan pada setiap tingkatan kegiatan penting sudah diidentifikasi. D. ANALISIS RISIKO KOMENTAR/CATATAN 1. Analisis risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak risiko terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan proses formal dan informal untuk menganalisis risiko berdasarkan kegiatan sehari-hari.
Kriteria klasifikasi risiko rendah, menengah atau tinggi sudah ditetapkan.
Pimpinan dan pegawai Instansi Pemerintah yang berkepentingan diikutsertakan dalam kegiatan analisis risiko.
Risiko yang diidentifikasi dan dianalisis relevan dengan tujuan kegiatan.
Analisis risiko mencakup perkiraan seberapa penting risiko bersangkutan.
Analisis risiko mencakup perkiraan kemungkinan terjadinya setiap risiko dan menentukan tingkatannya.
Cara terbaik mengelola atau mengurangi risiko dan tindakan khusus yang harus dilaksanakan sudah ditetapkan.
Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pendekatan penentuan tingkat risiko yang dapat diterima bervariasi antar Instansi Pemerintah tergantung dari varian dan toleransi risiko.
Pendekatan yang diterapkan dirancang agar tingkat risiko yang dapat diterima tetap wajar dan pimpinan Instansi Pemerintah bertanggung jawab atas penetapannya.
Kegiatan pengendalian khusus untuk mengelola serta mengurangi risiko secara keseluruhan dan di setiap tingkatan kegiatan, sudah ditetapkan dan penerapannya selalu dipantau. E. MENGELOLA RISIKO SELAMA PERUBAHAN KOMENTAR/CATATAN 1. Instansi Pemerintah memiliki mekanisme untuk mengantisipasi, mengidentifikasi, dan bereaksi terhadap risiko yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam pemerintahan, ekonomi, industri, peraturan, operasional atau kondisi lain yang dapat mempengaruhi tercapainya maksud dan tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan atau maksud dan tujuan suatu kegiatan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Semua kegiatan di dalam Instansi Pemerintah yang mungkin akan sangat terpengaruh oleh perubahan sudah dipertimbangkan dalam prosesnya.
Perubahan rutin sudah ditangani melalui identifikasi risiko dan proses analisis yang ditetapkan.
Risiko yang diakibatkan oleh kondisi yang berubah-ubah secara signifikan sudah ditangani pada tingkat yang cukup tinggi di dalam Instansi Pemerintah sehingga dampaknya terhadap organisasi sudah dipertimbangkan dan tindakan yang layak sudah diambil.
Instansi Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap risiko yang ditimbulkan oleh perubahan yang mungkin memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap Instansi Pemerintah dan yang menuntut perhatian pimpinan tingkat atas. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Instansi Pemerintah secara khusus sudah memberikan perhatian terhadap risiko yang ditimbulkan akibat menerima pegawai baru untuk menempati posisi kunci atau akibat tingginya keluar-masuk pegawai di suatu bidang.
Sudah ada mekanisme untuk menentukan risiko yang terkandung akibat diperkenalkannya sistem informasi baru atau berubahnya sistem informasi dan risiko yang terlibat dalam pelatihan pegawai dalam menggunakan sistem baru ini dan menerima perubahan.
Pimpinan Instansi Pemerintah sudah memberikan pertimbangan khusus terhadap risiko yang diakibatkan oleh perkembangan dan ekspansi yang cepat atau penciutan yang cepat serta pengaruhnya terhadap kemampuan sistem dan perubahan rencana, maksud, dan tujuan strategis.
Sudah diberikan pertimbangan terhadap risiko yang terlibat saat memperkenalkan perkembangan dan penerapan teknologi baru yang penting serta pemanfaatannya dalam proses operasional.
Risiko sudah dianalisis secara menyeluruh saat Instansi Pemerintah akan memulai kegiatan untuk menyediakan suatu keluaran atau jasa baru.
Risiko yang diakibatkan oleh pelaksanaan kegiatan di suatu area geografis baru sudah ditetapkan. Bagian Ikhtisar Penilaian Risiko Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini: BAGIAN III KEGIATAN PENGENDALIAN Unsur sistem pengendalian intern yang ketiga adalah kegiatan pengendalian. Kegiatan pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur yang dapat membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai tercapai tidaknya suatu lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dan manajemen yang sehat. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah dapat berbeda dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan:
visi, misi, dan tujuan;
lingkungan dan cara beroperasi;
tingkat kerumitan organisasi;
sejarah atau latar belakang serta budaya; dan
risiko yang dihadapi. Kegiatan pengendalian terdiri atas:
reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
pembinaan sumber daya manusia;
pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
pengendalian fisik atas aset;
penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
pemisahan fungsi;
otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai apakah kegiatan pengendalian intern pada suatu Instansi Pemerintah sudah memadai. A. PENERAPAN UMUM KOMENTAR/CATATAN 1. Kebijakan dan prosedur yang ada berkaitan dengan kegiatan Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Semua tujuan yang relevan dan risikonya untuk masing-masing kegiatan penting sudah diidentifikasi pada saat pelaksanaan penilaian risiko.
Pimpinan Instansi Pemerintah telah mengidentifikasi tindakan dan kegiatan pengendalian yang diperlukan untuk menangani risiko tersebut dan memberikan arahan penerapannya.
Kegiatan pengendalian yang diidentifikasi sebagai hal yang diperlukan sudah diterapkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Kegiatan pengendalian yang diatur dalam pedoman pelaksanaan kebijakan dan prosedur sudah diterapkan dengan tepat dan memadai.
Pegawai dan atasannya memahami tujuan dari kegiatan pengendalian tersebut.
Petugas pengawas mereviu ber- fungsinya kegiatan pengendalian yang sudah ditetapkan dan selalu waspada terhadap adanya kegiatan pengendalian yang berlebihan.
Terhadap penyimpangan, masalah dalam penerapan, atau informasi yang membutuhkan tindak lanjut, telah diambil tindakan secara tepat waktu.
Kegiatan pengendalian secara berkala dievaluasi untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi sebagaimana diharapkan. B. REVIU ATAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH YANG BERSANGKUTAN __ 1. Reviu pada Tingkat Puncak – Pimpinan Instansi Pemerintah memantau pencapaian kinerja Instansi Pemerintah tersebut dibandingkan rencana sebagai tolok ukur kinerja. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah terlibat dalam penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan.
Pimpinan Instansi Pemerintah terlibat dalam pengukuran dan pelaporan hasil yang dicapai.
Pimpinan Instansi Pemerintah secara berkala mereviu kinerja dibandingkan rencana.
Inisiatif signifikan dari Instansi Pemerintah dipantau pencapaian targetnya dan tindak lanjut yang telah diambil.
Reviu Manajemen pada Tingkat Kegiatan – Pimpinan Instansi Pemerintah mereviu kinerja dibandingkan tolok ukur kinerja. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah pada setiap tingkatan kegiatan mereviu laporan kinerja, menganalisis kecenderungan, dan mengukur hasil dibandingkan target, anggaran, prakiraan, dan kinerja periode yang lalu.
Pejabat pengelola keuangan dan pejabat pelaksana tugas operasional mereviu serta membandingkan kinerja keuangan, anggaran, dan operasional dengan hasil yang direncanakan atau diharapkan.
Kegiatan pengendalian yang tepat telah dilaksanakan, antara lain seperti rekonsiliasi dan pengecekan ketepatan informasi. C. PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA __ __ KOMENTAR/CATATAN 1. Pemahaman bersama atas visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi Instansi Pemerintah telah tercermin dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, dan pedoman panduan kerja lainnya dan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten kepada seluruh pegawai.
Instansi Pemerintah memiliki strategi pembinaan sumber daya manusia yang utuh dalam bentuk rencana strategis, rencana kerja tahunan, dan dokumen perencanaan sumber daya manusia lainnya yang meliputi kebijakan, program, dan praktek pengelolaan pegawai yang akan menjadi panduan bagi Instansi Pemerintah tersebut.
Instansi Pemerintah memiliki strategi perencanaan sumber daya manusia yang spesifik dan eksplisit, yang dikaitkan dengan keseluruhan rencana strategis, dan yang memungkinkan dilakukannya identifikasi kebutuhan pegawai baik pada saat ini maupun di masa mendatang.
Instansi Pemerintah telah memiliki persyaratan jabatan dan menetapkan kinerja yang diharapkan untuk setiap posisi pimpinan.
Pimpinan Instansi Pemerintah membangun kerja sama tim, mendorong penerapan visi Instansi Pemerintah, dan mendorong adanya umpan balik dari pegawai.
Sistem manajemen kinerja Instansi Pemerintah mendapat prioritas tertinggi dari pimpinan Instansi Pemerintah yang dirancang sebagai panduan bagi pegawai dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.
Instansi Pemerintah telah memiliki prosedur untuk memastikan bahwa pegawai dengan kompetensi yang tepat yang direkrut dan dipertahankan.
Pegawai telah diberikan orientasi, pelatihan dan kelengkapan kerja untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab, meningkatkan kinerja, meningkatkan kemampuan, serta memenuhi tuntutan kebutuhan organisasi yang berubah-ubah.
Sistem kompensasi cukup memadai untuk mendapatkan, memotivasi, dan mempertahankan pegawai serta insentif dan penghargaan disediakan untuk mendorong pegawai melakukan tugas dengan kemampuan maksimal.
Instansi Pemerintah memiliki program kesejahteraan dan fasilitas untuk meningkatkan kepuasan dan komitmen pegawai.
Pengawasan atasan dilakukan secara berkesinambungan untuk memastikan bahwa tujuan pengendalian intern bisa dicapai.
Pegawai diberikan evaluasi kinerja dan umpan balik yang bermakna, jujur, dan konstruktif untuk membantu pegawai memahami hubungan antara kinerjanya dan pencapaian tujuan Instansi Pemerintah.
Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan kaderisasi untuk memastikan tersedianya pegawai dengan kompetensi yang diperlukan. D. PENGENDALIAN ATAS PENGELOLAAN KOMENTAR/CATATAN SISTEM INFORMASI Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi. Pengendalian dilakukan melalui pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.
Pengendalian Umum a. Pengamanan Sistem Informasi 1) Instansi Pemerintah secara berkala melaksanakan penilaian risiko secara periodik yang komprehensif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut: a) Penilaian risiko dilaksanakan dan didokumentasikan secara teratur dan pada saat sistem, fasilitas, atau kondisi lainnya berubah. b) Penilaian risiko tersebut sudah mempertimbangkan sensitivitas dan keandalan data. c) Penetapan risiko akhir dan persetujuan pimpinan Instansi Pemerintah didokumentasikan.
Pimpinan Instansi Pemerintah mengembangkan rencana yang secara jelas menggambarkan program pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya.
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola program pengamanan.
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan uraian tanggung jawab pengamanan secara jelas.
Instansi Pemerintah mengimplementasikan kebijakan yang efektif atas pegawai yang terkait dengan program pengamanan.
Instansi Pemerintah memantau efektivitas program pengamanan dan melakukan perubahan program pengamanan jika diperlukan. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut: a) Pimpinan Instansi Pemerintah secara berkala menilai kelayakan kebijakan pengamanan dan kepatuhan terhadap kebijakan tersebut. b) Tindakan korektif diterapkan dan diuji dengan segera dan efektif serta dipantau secara terus- menerus.
Pengendalian atas Akses 1) Instansi Pemerintah mengklasifikasikan sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan sensitivitasnya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut: a) Klasifikasi sumber daya dan kriteria terkait sudah ditetapkan dan dikomunikasikan kepada pemilik sumber daya. b) Pemilik sumber daya memilah- milah sumber daya informasi berdasarkan klasifikasi dan kriteria yang sudah ditetapkan dengan memperhatikan penetapan dan penilaian risiko serta mendokumentasikannya.
Pemilik sumber daya mengidentifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi secara formal.
Instansi Pemerintah menetapkan pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan mendeteksi akses yang tidak diotorisasi.
Instansi Pemerintah memantau akses ke sistem informasi, melakukan investigasi atas pelanggaran, dan mengambil tindakan perbaikan dan penegakan disiplin.
Pengendalian atas Pengembangan dan Perubahan Perangkat Lunak Aplikasi 1) Fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program diotorisasi.
Seluruh perangkat lunak yang baru dan yang dimutakhirkan sudah diuji dan disetujui.
Instansi Pemerintah telah menetapkan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak ( software libraries ) termasuk pemberian label, pembatasan akses, dan penggunaan kepustakaan perangkat lunak yang terpisah.
Pengendalian atas Perangkat Lunak Sistem 1) Instansi Pemerintah membatasi akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan otorisasi akses tersebut didokumentasikan.
Akses ke dan penggunaan perangkat lunak sistem dikendalikan dan dipantau.
Instansi Pemerintah mengendalikan perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak sistem.
Pemisahan Tugas 1) Tugas yang tidak dapat digabungkan sudah diidentifikasi dan kebijakan untuk memisahkan tugas tersebut sudah ditetapkan.
Pengendalian atas akses sudah ditetapkan untuk pelaksanaan pemisahan tugas.
Instansi Pemerintah melakukan pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur, supervisi, dan reviu.
Kontinuitas pelayanan 1) Instansi Pemerintah melakukan penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitif.
Instansi Pemerintah sudah mengambil langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi komputer antara lain melalui penggunaan prosedur back- up data dan program, penyimpanan back-up data di tempat lain, pengendalian atas lingkungan, pelatihan staf, serta pengelolaan dan pemeliharaan perangkat keras.
Pimpinan Instansi Pemerintah sudah mengembangkan dan mendokumentasikan rencana komprehensif untuk mengatasi kejadian tidak terduga ( contingency plan ), misalnya langkah pengamanan apabila terjadi bencana alam, sabotase, dan terorisme.
Instansi Pemerintah secara berkala menguji rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
Pengendalian Aplikasi a. Pengendalian Otorisasi 1) Instansi Pemerintah mengendalikan dokumen sumber. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut: a) Akses ke dokumen sumber yang masih kosong dibatasi. b) Dokumen sumber diberikan nomor urut tercetak ( prenumbered ).
Atas dokumen sumber dilakukan pengesahan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut: a) Dokumen sumber yang penting memerlukan tanda tangan otorisasi. b) Untuk sistem aplikasi batch , harus digunakan lembar kendali batch yang menyediakan informasi seperti tanggal, nomor kendali, jumlah dokumen, dan jumlah kendali ( control totals ) dari field kunci. c) Reviu independen terhadap data dilakukan sebelum data dientri ke dalam sistem aplikasi.
Akses ke terminal entri data dibatasi.
File induk dan laporan khusus digunakan untuk memastikan bahwa seluruh data yang diproses telah diotorisasi.
Pengendalian Kelengkapan 1) Transaksi yang dientri dan diproses ke dalam komputer adalah seluruh transaksi yang telah diotorisasi.
Rekonsiliasi data dilaksanakan untuk memverifikasi kelengkapan data.
Pengendalian Akurasi 1) Desain entri data digunakan untuk mendukung akurasi data.
Validasi data dan editing dilaksanakan untuk mengidentifikasi data yang salah.
Data yang salah dengan segera dicatat, dilaporkan, diinvestigasi, dan diperbaiki.
Laporan keluaran direviu untuk mempertahankan akurasi dan validitas data.
Pengendalian terhadap Keandalan Pemrosesan dan File Data 1) Terdapat prosedur untuk memastikan bahwa hanya program dan file data versi terkini yang digunakan selama pemrosesan.
Terdapat program yang memiliki prosedur untuk memverifikasi bahwa versi file komputer yang sesuai yang digunakan selama pemrosesan.
Terdapat program yang memiliki prosedur untuk mengecek internal file header labels sebelum pemrosesan.
Terdapat aplikasi yang mencegah perubahan file secara bersamaan. E. PENGENDALIAN FISIK ATAS ASET KOMENTAR/CATATAN 1. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik kepada seluruh pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik telah ditetapkan, diimplementasikan, dan dikomunikasikan ke seluruh pegawai.
Instansi pemerintah telah mengembangkan rencana untuk identifikasi dan pengamanan aset infrastruktur.
Aset yang berisiko hilang, dicuri, rusak, digunakan tanpa hak seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan, dan peralatan, secara fisik diamankan dan akses ke aset tersebut dikendalikan.
Aset seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan, dan peralatan secara periodik dihitung dan dibandingkan dengan catatan pengendalian; setiap perbedaan diperiksa secara teliti.
Uang tunai dan surat berharga yang dapat diuangkan dijaga dalam tempat terkunci dan akses ke aset tersebut secara ketat dikendalikan.
Formulir seperti blangko cek dan Surat Perintah Membayar, diberi nomor urut tercetak ( prenumbered ), secara fisik diamankan, dan akses ke formulir tersebut dikendalikan.
Penanda tangan cek mekanik dan stempel tanda tangan secara fisik dilindungi dan aksesnya dikendalikan dengan ketat.
Peralatan yang berisiko dicuri diamankan dengan dilekatkan atau dilindungi dengan cara lainnya.
Identitas aset dilekatkan pada meubelair, peralatan, dan inventaris kantor lainnya.
persediaan dan perlengkapan disimpan di tempat yang diamankan secara fisik dan dilindungi dari kerusakan.
Seluruh fasilitas dilindungi dari api dengan menggunakan alarm kebakaran dan sistem pemadaman kebakaran.
Akses ke gedung dan fasilitas dikendalikan dengan pagar, penjaga, atau pengendalian fisik lainnya.
Akses ke fasilitas di luar jam kerja dibatasi dan dikendalikan.
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan rencana pemulihan setelah bencana ( disaster recovery plan ) kepada seluruh pegawai. F. PENETAPAN DAN REVIU INDIKATOR DAN KOMENTAR/CATATAN UKURAN KINERJA 1. Ukuran dan indikator kinerja ditetapkan untuk tingkat Instansi Pemerintah, kegiatan, dan pegawai.
Instansi Pemerintah mereviu dan melakukan validasi secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja.
Faktor penilaian pengukuran kinerja dievaluasi untuk meyakinkan bahwa faktor tersebut seimbang dan terkait dengan misi, sasaran, dan tujuan serta mengatur insentif yang pantas untuk mencapai tujuan dengan tetap memperhatikan peraturan perundang- undangan.
Data capaian kinerja dibandingkan secara terus-menerus dengan sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut. G. PEMISAHAN FUNGSI KOMENTAR/CATATAN Pimpinan Instansi Pemerintah menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Tidak seorangpun diperbolehkan mengendalikan seluruh aspek utama transaksi atau kejadian.
Tanggung jawab dan tugas atas transaksi atau kejadian dipisahkan di antara pegawai berbeda yang terkait dengan otorisasi, persetujuan, pemrosesan dan pencatatan, pembayaran atau pemerimaan dana, reviu dan audit, serta fungsi-fungsi penyimpanan dan penanganan aset.
Tugas dilimpahkan secara sistematik ke sejumlah orang untuk memberikan keyakinan adanya checks and balances .
Jika memungkinkan, tidak seorangpun diperbolehkan menangani sendiri uang tunai, surat berharga, dan aset berisiko tinggi lainnya.
Saldo bank direkonsiliasi oleh pegawai yang tidak memiliki tanggung jawab atas penerimaan, pengeluaran, dan penyimpanan kas.
Pimpinan Instansi Pemerintah mengurangi kesempatan terjadinya kolusi karena adanya kesadaran bahwa kolusi mengakibatkan ketidakefektifan pemisahan fungsi. H. OTORISASI ATAS TRANSAKSI DAN KOMENTAR/CATATAN KEJADIAN YANG PENTING Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan dan mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi kepada pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Terdapat pengendalian untuk memberikan keyakinan bahwa hanya transaksi dan kejadian yang valid diproses dan dientri, sesuai dengan keputusan dan arahan pimpinan Instansi Pemerintah.
Terdapat pengendalian untuk memastikan bahwa hanya transaksi dan kejadian signifikan yang dientri adalah yang telah diotorisasi dan dilaksanakan hanya oleh pegawai sesuai lingkup otoritasnya.
Otorisasi yang secara spesifik memuat kondisi dan syarat otorisasi dikomunikasikan secara jelas kepada pimpinan dan pegawai Instansi Pemerintah.
Terdapat persyaratan otorisasi yang sejalan dengan arahan dan dalam batasan yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan pimpinan Instansi Pemerintah. I. PENCATATAN YANG AKURAT DAN TEPAT KOMENTAR/CATATAN WAKTU ATAS TRANSAKSI DAN KEJADIAN 1. Transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat dengan segera sehingga tetap relevan, bernilai, dan berguna bagi pimpinan Instansi Pemerintah dalam mengendalikan kegiatan dan dalam pengambilan keputusan.
Klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan untuk seluruh siklus transaksi atau kejadian yang mencakup otorisasi, pelaksanaan, pemrosesan, dan klasifikasi akhir dalam pencatatan ikhtisar. J. PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBER DAYA KOMENTAR/CATATAN DAN PENCATATANNYA Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Risiko penggunaan secara tidak sah atau kehilangan dikendalikan dengan membatasi akses ke sumber daya dan pencatatannya hanya kepada pegawai yang berwenang. __ 2. Penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara periodik direviu dan dipelihara.
Pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan faktor-faktor seperti nilai aset, kemudahan dipindahkan, kemudahan ditukarkan ketika menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat. K. AKUNTABILITAS TERHADAP SUMBER KOMENTAR/CATATAN DAYA DAN PENCATATANNYA Pimpinan Instansi Pemerintah menugaskan pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber daya dan pencatatannya serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pertanggungjawaban atas penyimpanan, penggunaan, dan pencatatan sumber daya ditugaskan pegawai khusus.
Penetapan pertanggungjawaban akses untuk penyimpanan sumber daya secara periodik direviu dan dipelihara.
Pembandingan berkala antara sumber daya dengan pencatatan akuntabilitas dilakukan untuk menentukan kesesuaiannya dan, jika tidak sesuai, dilakukan audit.
Pimpinan Instansi Pemerintah menginformasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab atas akuntabilitas sumber daya dan catatan kepada pegawai dalam organisasi dan meyakinkan bahwa petugas tersebut memahami tanggung jawabnya. L. DOKUMENTASI YANG BAIK ATAS SISTEM KOMENTAR/CATATAN PENGENDALIAN INTERN SERTA TRANSAKSI DAN KEJADIAN PENTING Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Terdapat dokumentasi tertulis yang mencakup Sistem Pengendalian Intern Instansi Pemerintah dan seluruh transaksi dan kejadian penting.
Dokumentasi tersedia setiap saat untuk diperiksa.
Dokumentasi atas Sistem Pengendalian Intern mencakup identifikasi, penerapan, dan evaluasi atas tujuan dan fungsi Instansi Pemerintah pada tingkatan kegiatan serta pengendaliannya yang tercermin dalam kebijakan administratif, pedoman akuntansi, dan pedoman lainnya.
Dokumentasi atas Sistem Pengendalian Intern mencakup dokumentasi yang menggambarkan sistem informasi otomatis, pengumpulan dan penanganan data, serta pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.
Terdapat dokumentasi atas transaksi dan kejadian penting yang lengkap dan akurat sehingga memudahkan penelusuran transaksi dan kejadian penting sejak otorisasi, inisiasi, pemrosesan, hingga penyelesaian.
Terdapat dokumentasi, baik dalam bentuk cetakan maupun elektronis, yang berguna bagi pimpinan Instansi Pemerintah dalam mengendalikan kegiatannya dan bagi pihak lain yang terlibat dalam evaluasi dan analisis kegiatan.
Seluruh dokumentasi dan catatan dikelola dan dipelihara secara baik serta dimutakhirkan secara berkala. Bagian Ikhtisar Kegiatan Pengendalian Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini: BAGIAN IV INFORMASI DAN KOMUNIKASI Unsur pengendalian intern keempat adalah informasi dan komunikasi. Instansi Pemerintah harus memiliki informasi yang relevan dan dapat diandalkan baik informasi keuangan maupun nonkeuangan, yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa eksternal serta internal. Informasi tersebut harus direkam dan dikomunikasikan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan lainnya di seluruh Instansi Pemerintah yang memerlukannya dalam bentuk serta dalam kerangka waktu, yang memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan pengendalian intern dan tanggung jawab operasional. Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai apakah Instansi Pemerintah telah menerapkan unsur informasi yang tepat dan komunikasi secara baik sehingga menunjang Sistem Pengendalian Intern dan manajemen yang sehat. A. INFORMASI KOMENTAR/CATATAN 1. Informasi dari sumber internal dan eksternal didapat dan disampaikan kepada pimpinan Instansi Pemerintah sebagai bagian dari pelaporan Instansi Pemerintah sehubungan dengan pencapaian kinerja operasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Informasi internal yang penting dalam mencapai tujuan Instansi Pemerintah, termasuk informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor keberhasilan yang kritis, sudah diidentifikasi dan secara teratur dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah.
Instansi Pemerintah sudah mendapatkan dan melaporkan kepada pimpinan semua informasi eksternal relevan, yang dapat mempengaruhi tercapainya misi, maksud, dan tujuan Instansi Pemerintah, terutama yang berkaitan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan serta perubahan politik dan ekonomis.
Pimpinan Instansi Pemerintah di semua tingkatan telah memperoleh informasi internal dan eksternal yang diperlukan.
Informasi terkait sudah diidentifikasi, diperoleh dan didistribusikan kepada pihak yang berhak dengan rincian yang memadai, bentuk, dan waktu yang tepat, sehingga memungkinkan mereka dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efisien dan efektif. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah sudah menerima informasi hasil analisis yang dapat membantu dalam mengidentifikasi tindakan khusus yang perlu dilaksanakan.
Informasi sudah disiapkan dalam bentuk rincian yang tepat sesuai dengan tingkatan pimpinan Instansi Pemerintah.
Informasi yang relevan diringkas dan disajikan secara memadai sehingga memungkinkan dilakukannya pengecekan secara rinci sesuai keperluan.
Informasi disediakan tepat waktu agar dapat dilaksanakannya pemantauan kejadian, kegiatan, dan transaksi sehingga memungkinkan dilakukannya tindakan korektif secara cepat.
Pimpinan yang bertanggung jawab terhadap suatu program sudah menerima informasi operasional dan keuangan untuk membantu mengukur dan menentukan pencapaian rencana kinerja strategis, tahunan dan target Instansi Pemerintah sehubungan dengan pertanggungjawaban penggunaan sumber daya.
Informasi operasional sudah disediakan bagi pimpinan Instansi Pemerintah sehingga mereka dapat menentukan apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Informasi keuangan dan anggaran yang memadai sudah disediakan guna mendukung penyusunan pelaporan keuangan internal dan eksternal. B. KOMUNIKASI KOMENTAR/CATATAN 1. Pimpinan Instansi Pemerintah harus memastikan terjalinnya komunikasi internal yang efektif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah sudah memberikan arahan yang jelas kepada seluruh tingkatan organisasi bahwa tanggung jawab pengendalian intern adalah masalah penting dan harus diperhatikan secara serius.
Tugas yang dibebankan kepada pegawai sudah dikomunikasikan dengan jelas dan sudah dimengerti aspek pengendalian internnya, peranan masing-masing pegawai, dan hubungan pekerjaan antar pegawai.
Pegawai sudah diinformasikan bahwa, jika ada hal yang tidak diharapkan terjadi dalam pelaksanaan tugas, perhatian harus diberikan bukan hanya kepada kejadian tersebut, tetapi juga pada penyebabnya, sehingga kelemahan potensial pengendalian intern bisa diidentifikasi dan diperbaiki sebelum kelemahan tersebut menimbulkan kerugian lebih lanjut terhadap Instansi Pemerintah.
Sikap perilaku yang bisa dan tidak bisa diterima serta konsekuensinya sudah dikomunikasikan secara jelas kepada pegawai.
Pegawai memiliki saluran komunikasi informasi ke atas selain melalui atasan langsungnya, dan ada keinginan yang tulus dari pimpinan Instansi Pemerintah untuk mendengar keluhan sebagai bagian dari proses manajemen.
Adanya mekanisme yang memungkinkan informasi mengalir ke seluruh bagian dengan lancar dan menjamin adanya komunikasi yang lancar antar kegiatan fungsional.
Pegawai mengetahui adanya saluran komunikasi informal atau terpisah yang bisa berfungsi apabila jalur informasi normal gagal digunakan.
Pegawai mengetahui adanya jaminan tidak akan ada tindakan ‘balas dendam’ ( reprisal ) jika melaporkan informasi yang negatif, perilaku yang tidak benar, atau penyimpangan.
Adanya mekanisme yang memungkinkan pegawai menyampaikan rekomendasi penyempurnaan kegiatan, dan pimpinan Instansi Pemerintah memberikan penghargaan terhadap rekomendasi yang baik berupa hadiah langsung atau bentuk penghargaan lainnya.
Pimpinan Instansi Pemerintah sering berkomunikasi dengan aparat pengawasan intern pemerintah, dan terus melaporkan kepada aparat pengawasan intern pemerintah mengenai kinerja, risiko, inisiatif penting, dan kejadian penting lainnya.
Pimpinan Instansi Pemerintah harus memastikan bahwa sudah terjalin komunikasi eksternal yang efektif yang memiliki dampak signifikan terhadap program, proyek, operasi dan kegiatan lain termasuk penganggaran dan pendanaannya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Adanya saluran komunikasi yang terbuka dan efektif dengan masyarakat, rekanan, konsultan, dan aparat pengawasan intern pemerintah serta kelompok lainnya yang bisa memberikan masukan yang signifikan terhadap kualitas pelayanan Instansi Pemerintah.
Semua pihak eksternal yang berhubungan dengan Instansi Pemerintah sudah diinformasikan mengenai kode etik yang berlaku dan juga sudah mengerti bahwa tindakan yang tidak benar, seperti pemberian komisi, tidak diperkenankan.
Komunikasi dengan eksternal sangat didorong untuk dapat mengetahui berfungsinya pengendalian intern.
Pengaduan, keluhan, dan pertanyaan mengenai layanan instansi pemerintah, ditindaklanjuti dengan baik karena dapat menunjukkan adanya permasalahan dalam pengendalian.
Pimpinan Instansi Pemerintah memastikan bahwa saran dan rekomendasi aparat pengawasan intern pemerintah, auditor, dan evaluator lainnya sudah dipertimbangkan sepenuhnya dan ditindaklanjuti dengan memperbaiki masalah atau kelemahan yang diidentifikasi.
Komunikasi dengan badan legislatif, Instansi Pemerintah pengelola anggaran dan perbendaharaan, Instansi Pemerintah lain, media, dan masyarakat harus berisi informasi sehingga misi, tujuan, risiko yang dihadapi Instansi Pemerintah lebih dapat dipahami. C. BENTUK DAN SARANA KOMUNIKASI KOMENTAR/CATATAN 1. Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan berbagai bentuk dan sarana dalam mengkomunikasikan informasi penting kepada pegawai dan lainnya. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah sudah menggunakan bentuk dan sarana komunikasi efektif, berupa buku pedoman kebijakan dan prosedur, surat edaran, memorandum, papan pengumuman, situs internet dan intranet, rekaman video, e-mail, dan arahan lisan.
Pimpinan telah melakukan komunikasi dalam bentuk tindakan positif saat berhubungan dengan pegawai di seluruh organisasi dan memperlihatkan dukungan terhadap pengendalian intern.
Instansi Pemerintah mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi untuk meningkatkan kegunaan dan keandalan komunikasi informasi secara terus menerus. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Manajemen sistem informasi dilaksanakan berdasarkan suatu rencana strategis sistem informasi yang merupakan bagian dari rencana strategis Instansi Pemerintah secara keseluruhan.
Adanya mekanisme untuk mengidentifikasi berkembangnya kebutuhan informasi.
Sebagai bagian dari manajemen informasi, Instansi Pemerintah telah memantau, menganalisis, mengevaluasi, dan memanfaatkan perkembangan dan kemajuan teknologi untuk dapat memberikan pelayanan lebih cepat dan efisien.
Pimpinan Instansi Pemerintah secara terus menerus memantau mutu informasi yang dikelola, diukur dari segi kelayakan isi, ketepatan waktu, keakuratan, dan kemudahan aksesnya.
Dukungan pimpinan Instansi Pemerintah terhadap pengembangan teknologi informasi ditunjukkan dengan komitmennya dalam menyediakan pegawai dan pendanaan yang memadai terhadap upaya pengembangan tersebut. Bagian Ikhtisar Informasi dan Komunikasi Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini: BAGIAN V PEMANTAUAN Pemantauan merupakan unsur pengendalian intern yang kelima atau terakhir. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan. Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai apakah Instansi Pemerintah telah menerapkan unsur pemantauan secara baik sehingga dapat menunjang Sistem Pengendalian Intern dan manajemen yang sehat. A. PEMANTAUAN BERKELANJUTAN KOMENTAR/CATATAN 1. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki strategi untuk meyakinkan bahwa pemantauan berkelanjutan efektif dan dapat memicu evaluasi terpisah pada saat persoalan teridentifikasi atau pada saat sistem berada dalam keadaan kritis, serta pada saat pengujian secara berkala diperlukan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Strategi pimpinan Instansi Pemerintah menyediakan umpan balik rutin, pemantauan kinerja, dan mengendalikan pencapaian tujuan.
Adanya strategi pemantauan yang meliputi metode untuk menekankan pimpinan program atau operasional bahwa mereka bertanggung jawab atas pengendalian intern dan pemantauan efektivitas kegiatan pengendalian sebagai bagian dari tugas mereka secara teratur dan setiap hari.
Adanya strategi pemantauan yang meliputi metode untuk menekankan pimpinan program bahwa mereka bertanggung jawab atas pengendalian intern dan bahwa tugas mereka adalah untuk memantau efektivitas kegiatan pengendalian secara teratur.
Adanya strategi pemantauan yang mencakup identifikasi kegiatan operasi penting dan sistem pendukung pencapaian misi yang memerlukan reviu dan evaluasi khusus.
Adanya strategi yang meliputi rencana untuk mengevaluasi secara berkala kegiatan pengendalian atas kegiatan operasi penting dan sistem pendukung pencapaian misi.
Dalam proses melaksanakan kegiatan rutin, pegawai Instansi Pemerintah mendapatkan informasi berfungsinya pengendalian intern secara efektif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Laporan operasional sudah terintegrasi atau direkonsiliasi dengan data laporan keuangan dan anggaran dan digunakan untuk mengelola operasional berkelanjutan, serta pimpinan Instansi Pemerintah memperhatikan adanya ketidakakuratan atau penyimpangan yang bisa mengindikasikan adanya masalah pengendalian intern.
Pimpinan yang bertanggung jawab atas kegiatan operasional membandingkan informasi kegiatan atau informasi operasional lainnya yang didapat dari kegiatan sehari-hari dengan informasi yang didapat dari sistem informasi dan menindaklanjuti semua ketidakakuratan atau masalah lain yang ditemukan.
Pegawai operasional harus menjamin keakuratan laporan keuangan unit dan bertanggung jawab jika ditemukan kesalahan.
Komunikasi dengan pihak eksternal harus dapat menguatkan data yang dihasilkan secara internal atau harus dapat mengindikasikan adanya masalah dalam pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pengaduan rekanan mengenai praktik tidak adil oleh Instansi Pemerintah harus diselidiki.
Badan legislatif dan badan pengawas mengkomunikasikan informasi kepada Instansi Pemerintah mengenai kepatuhan atau hal lain yang mencerminkan berfungsinya pengendalian intern dan pimpinan Instansi Pemerintah menindaklanjuti semua masalah yang ditemukan.
Kegiatan pengendalian yang gagal mencegah atau mendeteksi adanya masalah yang timbul harus direviu.
Struktur organisasi dan supervisi yang memadai dapat membantu mengawasi fungsi pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pengeditan dan pengecekan otomatis serta kegiatan penatausahaan digunakan untuk membantu dalam mengontrol keakuratan dan kelengkapan pemrosesan transaksi.
Pemisahan tugas dan tanggung jawab digunakan untuk membantu mencegah penyelewengan.
Aparat pengawasan intern pemerintah harus independen dan memiliki wewenang untuk melapor langsung ke pimpinan Instansi Pemerintah dan tidak melakukan tugas operasional apapun bagi kepentingan pimpinan Instansi Pemerintah.
Data yang tercatat dalam sistem informasi dan keuangan secara berkala dibandingkan dengan aset fisiknya dan, jika ada selisih, harus telusuri. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Tingkat persediaan barang, perlengkapan, dan aset lainnya sudah dicek secara berkala; selisih antara jumlah yang tercatat dengan jumlah aktual harus dikoreksi dan penyebab selisih tersebut harus dijelaskan.
Frekuensi pembandingan antara pencatatan dan fisik aktual didasarkan atas tingkat kerawanan aset.
Tanggung jawab untuk menyimpan, menjaga, dan melindungi aset dan sumber daya lain dibebankan kepada orang yang ditugaskan.
Pimpinan Instansi Pemerintah mengambil langkah untuk menindaklanjuti rekomendasi penyempurnaan pengendalian internal yang secara teratur diberikan oleh aparat pengawasan intern pemerintah, auditor, dan evaluator lainnya.
Rapat dengan pegawai digunakan untuk meminta masukan tentang efektivitas pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Masalah, informasi, dan masukan yang relevan berkaitan dengan pengendalian intern yang muncul pada saat pelatihan, seminar, rapat perencanaan, dan rapat lainnya diterima dan digunakan oleh pimpinan untuk mengatasi masalah atau untuk memperkuat sistem pengendalian intern.
Saran dari pegawai mengenai pengendalian intern harus dipertimbangkan dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Pimpinan Instansi Pemerintah mendorong pegawai untuk mengidentifikasi kelemahan pengendalian intern dan melaporkannya ke atasan langsungnya.
Pegawai secara berkala diminta untuk menyatakan secara tegas apakah mereka sudah mematuhi kode etik atau peraturan sejenis mengenai perilaku yang diharapkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pegawai secara berkala menyatakan kepatuhan mereka terhadap kode etik.
Tanda tangan diperlukan untuk membuktikan dilaksanakannya fungsi pengendalian intern penting, misalnya rekonsiliasi. B. EVALUASI TERPISAH KOMENTAR/CATATAN 1. Ruang lingkup dan frekuensi evaluasi pengendalian intern secara terpisah telah memadai bagi Instansi Pemerintah. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Hasil penilaian risiko dan efektivitas pemantauan yang berkelanjutan dipertimbangkan saat menentukan lingkup dan frekuensi evaluasi terpisah.
Kegiatan evaluasi terpisah seringkali diperlukan pada saat adanya kejadian misalnya perubahan besar dalam rencana atau strategi manajemen, pemekaran atau penciutan Instansi Pemerintah, atau perubahan operasional atau pemrosesan informasi keuangan dan anggaran.
Evaluasi secara berkala dilakukan terhadap bagian dari pengendalian intern secara memadai.
Evaluasi terpisah dilakukan oleh pegawai yang mempunyai keahlian tertentu yang disyaratkan dan dapat melibatkan aparat pengawasan intern pemerintah atau auditor eksternal.
Metodologi evaluasi pengendalian intern Instansi Pemerintah haruslah logis dan memadai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Metodologi yang dipergunakan telah mencakup self assessment dengan menggunakan daftar periksa ( check list ), daftar kuesioner, atau perangkat lainnya.
Evaluasi terpisah tersebut meliputi suatu reviu terhadap rancangan pengendalian intern dan pengujian langsung ( direct testing ) atas kegiatan pengendalian intern.
Dalam Instansi Pemerintah yang menggunakan sistem informasi berbasis komputer, evaluasi terpisah dilakukan dengan menggunakan teknik audit berbantuan komputer untuk mengidentifikasi indikator inefisiensi, pemborosan, atau penyalahgunaan.
Tim evaluasi terpisah menyusun suatu rencana evaluasi untuk meyakinkan terlaksananya kegiatan tersebut secara terkoordinasi.
Jika proses evaluasi terpisah dilakukan oleh pegawai Instansi Pemerintah, maka harus dipimpin oleh seorang pejabat dengan kewewenangan, kemampuan, dan pengalaman memadai.
Tim evaluasi terpisah harus memahami secara memadai mengenai visi, misi, dan tujuan Instansi Pemerintah serta kegiatannya.
Tim evaluasi terpisah sudah memahami bagaimana pengendalian intern Instansi Pemerintah seharusnya berkerja dan bagaimana implementasinya.
Tim evaluasi terpisah menganalisis hasil evaluasi dibandingkan dengan kriteria yang sudah ditetapkan.
Proses evaluasi didokumentasikan sebagaimana mestinya.
Jika evaluasi terpisah dilaksanakan oleh aparat pengawasan intern pemerintah, maka aparat pengawasan intern pemerintah tersebut harus memiliki sumber daya, kemampuan, dan independensi yang memadai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Aparat pengawasan intern pemerintah memiliki staf dengan tingkat kompetensi dan pengalaman yang cukup.
Aparat pengawasan intern pemerintah secara organisasi independen dan melapor langsung ke pimpinan tertinggi di dalam Instansi Pemerintah.
Tanggung jawab, lingkup kerja, dan rencana pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
Kelemahan yang ditemukan selama evaluasi terpisah segera diselesaikan. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Kelemahan yang ditemukan segera dikomunikasikan kepada orang yang bertanggung jawab atas fungsi tersebut dan atasan langsungnya.
Kelemahan dan masalah pengendalian intern yang serius segera dilaporkan ke pimpinan tertinggi Instansi Pemerintah. C. PENYELESAIAN AUDIT KOMENTAR/CATATAN 1. Instansi Pemerintah sudah memiliki mekanisme untuk meyakinkan ditindaklanjutinya temuan audit atau reviu lainnya dengan segera. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah segera mereviu dan mengevaluasi temuan audit, hasil penilaian, dan reviu lainnya yang menunjukkan adanya kelemahan dan yang mengidentifikasi perlunya perbaikan.
Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tindakan yang memadai untuk menindaklanjuti temuan dan rekomendasi.
Tindakan korektif untuk menyelesaikan masalah yang menarik perhatian pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Dalam hal terdapat ketidaksepakatan dengan temuan atau rekomendasi, pimpinan Instansi Pemerintah menyatakan bahwa temuan atau rekomendasi tersebut tidak tepat atau tidak perlu ditindaklanjuti.
Pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan konsultasi dengan auditor (seperti BPK, aparat pengawasan intern pemerintah, dan auditor eksternal lainnya) dan pereviu jika diyakini akan membantu dalam proses penyelesaian audit.
Pimpinan Instansi Pemerintah tanggap terhadap temuan dan rekomendasi audit dan reviu lainnya guna memperkuat pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Pimpinan Instansi Pemerintah yang berwenang mengevaluasi temuan dan rekomendasi dan memutuskan tindakan yang layak untuk memperbaiki atau meningkatkan pengendalian.
Tindakan pengendalian intern yang diperlukan, diikuti untuk memastikan penerapannya.
Instansi Pemerintah menindaklanjuti temuan dan rekomendasi audit dan reviu lainnya dengan tepat. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Masalah yang berkaitan dengan transaksi atau kejadian tertentu dikoreksi dengan segera.
Penyebab yang diungkapkan dalam temuan atau rekomendasi diteliti oleh pimpinan Instansi Pemerintah.
Tindakan diambil untuk memperbaiki kondisi atau mengatasi penyebab terjadinya temuan.
Pimpinan Instansi Pemerintah dan auditor memantau temuan audit dan reviu serta rekomendasinya untuk meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan.
Pimpinan Instansi Pemerintah secara berkala mendapat laporan status penyelesaian audit dan reviu sehingga pimpinan dapat meyakinkan kualitas dan ketepatan waktu penyelesaian setiap rekomendasi. Bagian Ikhtisar Pemantauan Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini: BAGIAN VI IKHTISAR PENGENDALIAN INTERN SECARA KESELURUHAN A. LINGKUNGAN PENGENDALIAN KOMENTAR/CATATAN Pimpinan dan pegawai Instansi Pemerintah memiliki sikap perilaku yang positif dan mendukung pengendalian intern dan manajemen bersih. Pimpinan Instansi Pemerintah harus menyampaikan pesan bahwa nilai-nilai integritas dan etis tidak boleh dikompromikan. Pimpinan Instansi Pemerintah menunjukkan suatu komitmen terhadap kompetensi / kemampuan pegawainya dan menggunakan kebijakan dan praktik pembinaan sumber daya manusia yang baik. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki kepemimpinan yang kondusif yang mendukung pengendalian intern yang efektif. Struktur organisasi Instansi Pemerintah dan metode pendelegasian wewenang dan tanggung jawab memberikan kontribusi terhadap efektivitas pengendalian intern. Instansi Pemerintah memiliki hubungan kerja yang baik dengan badan legislatif serta auditor internal dan eksternal. B. PENILAIAN RISIKO KOMENTAR/CATATAN Pimpinan Instansi Pemerintah sudah menetapkan tujuan keseluruhan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten serta tujuan tingkatan kegiatan yang mendukungnya. Pimpinan Instansi Pemerintah sudah melakukan identifikasi risiko secara menyeluruh, mulai dari sumber internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah dalam mencapai tujuannya. Analisis risiko sudah dilaksanakan, dan Instansi Pemerintah sudah mengembangkan pendekatan yang memadai untuk mengelola risiko. Selain itu, sudah ada mekanisme untuk mengidentifikasi perubahan yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah tersebut dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya. C. KEGIATAN PENGENDALIAN KOMENTAR/CATATAN Kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme pengendalian yang memadai sudah dikembangkan dan sudah diterapkan untuk memastikan adanya kepatuhan terhadap arahan yang sudah ditetapkan. Kegiatan pengendalian yang tepat sudah dikembangkan untuk setiap kegiatan Instansi Pemerintah dan diterapkan sebagaimana mestinya. D. INFORMASI DAN KOMUNIKASI KOMENTAR/CATATAN Sistem informasi untuk mengidentifikasi dan mencatat informasi operasional dan keuangan yang penting yang berhubungan dengan peristiwa internal dan eksternal telah ada dan diimplementasikan. Informasi tersebut dikomunikasikan kepada pimpinan dan pihak lain di lingkungan Instansi Pemerintah dalam bentuk yang memungkinkan pihak tersebut melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efisien dan efektif. Pimpinan Instansi Pemerintah memastikan bahwa komunikasi internal telah terjalin dengan efektif. Pimpinan Instansi Pemerintah juga harus memastikan bahwa komunikasi eksternal yang efektif juga terjalin dengan kelompok- kelompok yang dapat mempengaruhi pencapaian visi, misi, dan tujuan Instansi Pemerintah. Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan berbagai bentuk komunikasi yang sesuai dengan kebutuhannya serta mengelola, mengembangkan, dan memperbaiki sistem informasinya dalam upaya meningkatkan komunikasi secara berkesinambungan. E. PEMANTAUAN KOMENTAR/CATATAN Pemantauan pengendalian intern menilai kualitas kinerja pengendalian intern Instansi Pemerintah secara terus-menerus sebagai bagian dari proses pelaksanaan kegiatan sehari-hari. Selain itu, evaluasi terpisah terhadap pengendalian intern dilakukan secara berkala dan kelemahan yang ditemukan diteliti lebih lanjut. Sudah ada prosedur untuk memastikan bahwa seluruh temuan audit dan reviu lainnya segera dievaluasi, ditentukan tanggapan yang tepat, dan dilaksanakan tindakan perbaikannya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Pengujian UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 Tentang Cukai [Pasal 66 huruf a ayat (1)] ...
Relevan terhadap
demikian untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, sebagaimana diatur dalam Pasal 66A ayat (1), harus ditafsirkan untuk mendanai kegiatan pada tingkat petani penghasil tembakau yang membutuhkan pembinaan dan bimbingan petani, transfer teknologi, dan pengawalan teknologi di tingkat petani agar dapat menghasilkan bahan baku yang diharapkan. Terlebih lagi, kebijakan Pemerintah di bidang kesehatan dan lingkungan hidup akan berpengaruh terhadap pengenaan cukai hasil tembakau dan berakibat secara signifikan bagi berkurangnya produksi dan konsumsi tembakau, sehingga petani tembakau harus dipersiapkan untuk melakukan konversi dari tanaman tembakau ke budidaya pertanian lainnya di masa depan; [3.18] Menimbang, terhadap keterangan DPR bahwa bagi daerah penghasil tembakau telah diberikan kemudahan untuk pemberdayaan dengan fasilitas sumber pembiayaan atau permodalan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Mahkamah berpendapat bahwa penghasil tembakau dan masalah cukai hasil tembakau adalah suatu permasalahan tersendiri yang bersifat khusus yang tidak hanya dilihat dari masalah perkebunan pada umumnya, karena perkebunan tembakau dalam kaitan dengan cukai hasil tembakau mempunyai sifat atau karakterisitiknya sendiri; [3.19] Menimbang bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi pertentangan antara materi, tujuan, dan nama cukai dan penerapan Pasal 66A ayat (1) UU 39/2007 serta bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi, “ Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”, Mahkamah berpendapat sebagai berikut: a. bahwa salah satu tujuan pengembalian sebagian hasil cukai tembakau sebagaimana ditentukan dalam Pasal 66A ayat (1) UU 39/2007 adalah untuk membiayai peningkatan kualitas bahan baku di hulu oleh para petani penanam dan penghasil tembakau dan __ dimaksudkan untuk mengurangi bahan berbahaya dalam rokok yang dikonsumsi oleh masyarakat; __
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 219/KPTS/ KB.420/1986 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 651/KPTS/KB.420/1990 tentang Program Instensifikasi Tembakau Virginia, dan Keputusan Direktorat Jenderal Perkebunan Nomor 87/RC.220/SK.Djbun/1096 tentang Pengembangan Tembakau Virginia, Tembakau Rakyat; • Bahwa perusahaan-perusahaan yang menanam dan menggerakkan usaha perkebunan di Nusa Tenggara Barat, khususnya di bidang pertembakauan, selain diatur dengan kebijakan Pemerintah pusat, diatur pula oleh Keputusan Gubernur, Perda, Peraturan Gubernur, dan yang terakhir adalah Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Tembakau Virginia di Provinsi Nusa Tenggara Barat; • Keberhasilan usaha petani tembakau dengan pola kemitraan dapat digambarkan dari hasil penelitian terhadap aspek sosial ekonomi melalui kerja sama antara Universitas Mataram, Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan PT. BAT yang menunjukkan bahwa perusahaan tembakau virginia telah berhasil meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat petani tembakau di Lombok; • Sebagai indikator keberhasilan usaha tani tembakau tersebut, antara lain tampak dari kondisi fisik kehidupan keluarga seperti tempat tinggal, pemilihan aset, tingkat kesejahteraan, kemampuan menyekolahkan anak, kemampuan untuk melaksanakan ibadah, termasuk pelaksanaan ibadah haji karena sebagian besar masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat mayoritas adalah muslim; • Terkait dengan penyerapan tenaga kerja dalam bidang pertembakauan, jumlah pelaku usaha tani sebanyak 23 ribu orang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam perusahaan pengelolaan tembakau sekitar 154 ribu orang setiap musim tanam; • Dalam hal peningkatan mutu, pelaksanaan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan, belum dirasakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat; • Rujukan yang terkait dengan tembakau untuk pengaturan tembakau dan budi daya tembakau di Nusa Tenggara Barat yaitu Perda Nomor 4 Tahun 2006 yang mengatur tentang Usaha Budi Daya dan Kemitraan Perkebunan Tembakau Virginia di Nusa Tenggara Barat.
menyadari bahwa hal ini tidak termasuk di dalam permasalahan lingkungan pengujian konstitusionalitas dari persoalan dimaksud; Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Ketua/Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan pengujian Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Tentang Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Pemohon Berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan memperhatikan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang terdahulu, maka Pemerintah dalam permohonan a quo menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim Konstitusi untuk menilainya, apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Penjelasan Pemerintah Atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai Dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung untuk mengoptimalkan upaya pengawasan dan pengendalian serta memberdayakan peranan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan negara sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijakan Pemerintah. Oleh karenanya pada tanggal 15 Agustus 2007 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Pengenaan cukai terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang perlu diperluas batasan dan cakupannya sehingga dapat memberikan keluwesan dan kekuatan hukum dalam upaya menambah atau memperluas objek cukai dengan tetap memperhatikan aspirasi dan kemampuan masyarakat. Selain penegasan batasan
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya.
Rencana Kerja Pemerintah
Relevan terhadap
RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat rancangan kerangka ekonomi makro yang termasuk didalamnya arah kebijakan fiskal dan moneter, prioritas pembangunan, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Penyusunan rencana kerja dan pendanaannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menggunakan Renja-KL dan rancangan RKPD provinsi, kabupaten, dan kota sebagai bahan masukan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai format dan prosedur penyusunan RKP diatur oleh Menteri Perencanaan.