Peraturan Lalu Lintas Devisa
Relevan terhadap
Bank devisa yang telah membeli valuta asing seperti termaksud dalam pasal 9 ayat (2) dan pasal 10 ayat (3) berkewajiban untuk menyerahkannya kepada Bank Indonesia.
Penggantian nilai lawan dalam Rupiah untuk devisa yang diserahkan kepada Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI. IMPOR BARANG DAN PENERIMAAN JASA DARI LUAR NEGERI ATAS BEBAN DANA DEVISA. Pasal 12. Impor barang dari luar negeri atas beban Dana Devisa hanya boleh diadakan jikalau untuk itu telah dikeluarkan izin umum atau khusus oleh Pimpinan Biro dengan syarat yang ditentukan olehnya. Pasal 13.
Barangsiapa telah mendapat izin untuk impor seperti dimaksud dalam pasal 12 berkewajiban untuk menutup kontrak-valuta dengan bank devisa untuk jumlah yang disediakan oleh Biro untuk impor barang tersebut dan harus berbunyi dalam valuta yang sama jenisnya serta menyebutkan jangka waktu pembayaran seperti telah ditentukan oleh Biro.
Pada waktu pemasukan barang dari luar negeri importir diwajibkan untuk menyampaikan kepada pejabat Bea dan Cukai setempat di mana barang impor akan dimasukkan suatu pemberitahuan tentang pemasukan barang yang bentuknya ditetapkan oleh Biro. Pemberitahuan itu harus disusun sesederhana mungkin dan disampaikan dengan disertai izin sebagaimana termaksud dalam ayat (1). Pasal 14.
Pengeluaran devisa lainnya daripada yang termaksud dalam pasal 12 atas beban Dana Devisa Negara hanya boleh dilakukan berdasarkan izin umum atau khusus yang dikeluarkan oleh Biro.
Perjanjian-perjanjian yang akan mengakibatkan beban atas Dana Devisa harus disetujui lebih dahulu oleh Menteri Urusan Bank Sentral/Gubernur Bank Indonesia. Jika persetujuan tidak diberikan kewajiban membayar hanya dapat dipenuhi dari devisa yang dimaksudkan dalam Bab VII. BAB VII. PENGUASAAN DEVISA YANG TIDAK DIHARUSKAN UNTUK LANGSUNG DISERAHKAN KEPADA DANA DEVISA. Pasal 15. Segala sesuatu yang bertalian dengan penggunaan, pembebanan dan pemindahan hak atas devisa yang tidak diharuskan untuk langsung diserahkan kepada Dana Devisa menurut pasal 11 diatur berdasarkan rencana penggunaan devisa dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII. KEWAJIBAN MENDAFTAR DAN MENYIMPAN EFFEK. Pasal 16.
Warga-negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berkewajiban untuk menyimpan dalam simpanan terbuka effek yang berbunyi dalam mata uang lain daripada Rupiah, yang dimilikinya pada waktu peraturan ini mulai berlaku dan yang diperolehnya sesudah waktu itu, pada bank devisa Pemerintah atau pada korespondennya di luar negeri atas nama bank devisa Pemerintah bersangkutan. Penyimpanan ini harus dilakukan dalam batas waktu enam bulan sesudah peraturan ini berlaku atau tiga bulan sesudah effek diperolehnya.
Kewajiban tersebut dalam ayat (1) berlaku pula untuk warga- negara asing dan badan hukum asing untuk:
effek yang berbunyi dalam mata uang Rupiah;
effek yang berbunyi dalam mata uang lain daripada Rupiah, sekedar dimiliki sebelum Undang-undang ini berlaku.
Bank tersebut dalam ayat (1) berkewajiban untuk mendaftarkan effek yang disimpan padanya menurut petunjuk Pimpinan Biro, dengan ketentuan bahwa effek yang diajukan untuk disimpan setelah lewatnya jangka waktu yang ditetapkan diatas, hanya dapat didaftarkan dengan izin Biro.
Dalam menjalankan ketentuan dalam ayat (1) ditentukan bahwa effek yang dikeluarkan sebelum 29 Desember 1949 oleh badan hukum di Indonesia baik yang berwarga-negara Indonesia maupun asing, dianggap sebagai effek yang harus disimpan dalam simpanan terbuka.
Biro berwenang untuk menentukan bilamana effek yang telah disimpan dapat dikembalikan kepada yang berhak. BAB IX. LARANGAN. Pasal 17.
Impor dan ekspor mata uang Rupiah dilarang terkecuali dengan izin Pimpinan Biro.
Ekspor dari benda yang berikut: emas uang kertas asing, effek yang berbunyi dalam mata uang Rupiah, dilarang terkecuali dengan izin umum atau khusus dari Biro.
Pimpinan Biro dengan mengingat petunjuk-petunjuk Dewan dapat membatasi jumlah uang kertas asing yang dapat diimpor.
Effek yang berbunyi dalam mata uang lain daripada rupiah dilarang diekspor oleh warga-negara Indonesia, terkecuali dengan izin umum atau khusus dari Biro. Warga-negara asing atau badan hukum asing, dilarang untuk membeli dan memperoleh dengan cara dan dalam bentuk apapun juga effek yang berbunyi dalam mata uang Rupiah, terkecuali dengan izin umum atau khusus dari Biro.
Warga-negara asing atau badan hukum asing dilarang untuk mengekspor effek termaksud dalam pasal 16 sub (2) (b), terkecuali dengan izin dari Biro.
Pimpinan Biro mengingat petunjuk-petunjuk Dewan dapat menentukan, bahwa warga-negara asing atau badan hukum asing tertentu dilarang untuk memperoleh kredit dari bank atau mengadakan pinjaman, termasuk mengeluarkan obligasi, saham, tanda pinjaman jangka panjang lainnya dan tanda pinjaman jangka pendek yang berbunyi dalam mata uang rupiah. BAB X. KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA DEVISA DAN HUKUM ACARA PIDANA DEVISA. Pasal 18. Terkecuali jika suatu perbuatan dengan nyata dalam Undang- undang ini disebut kejahatan atau pelanggaran pidana, semua perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya dipandang sebagai pelanggaran administratip, yang hanya dikenakan denda administratip atau pidana administratip lain menurut ketentuan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Biro mengingat petunjuk-petunjuk Dewan. Denda ini setinggi-tingginya berjumlah dua puluh lima juta rupiah. Pasal 19.
Dewan mempunyai hak interpretasi yang tertinggi tentang Undang-undang ini dan tentang peraturan yang didasarkan atasnya.
Dewan berwenang mengusulkan kepada Menteri/Jaksa Agung agar terhadap sesuatu tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini tidak akan dilakukan penuntutan. Usul tersebut disertai dengan alasan-alasan.
Jaksa dan Hakim dalam menjalankan tugas kewajibannya berdasarkan Undang-undang Pokok Kejaksaan dan Undang- undang Pokok Kekuasaan Kehakiman wajib mengingat pada ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2). Pasal 20.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam ayat (6) maka pelanggaran pasal, 7, 8, 9, 10, 11, 16 dan 17 yang dibuat dengan sengaja dan dapat berakibat kerugian untuk negara yang meliputi jumlah yang besarnya lebih dari nilai lawan 88,8671 gram emas murni dalam valuta asing untuk tiap perbuatan, dinyatakan sebagai kejahatan.
Jika kerugian termaksud dalam ayat (1) besarnya tidak melebihi nilai lawan 8886,71 gram emas murni dalam valuta asing, maka pelanggar itu dikenakan pidana penjara selama-lamanya lima tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.
Jika kerugian termaksud dalam ayat (1) besarnya melebihi nilai lawan 8886,71 gram emas murni dalam valuta asing maka pelanggar itu diberi pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya seratusjuta rupiah.
Barang terhadap mana perbuatan tersebut dalam ayat (2) dan (3) dilakukan dapat dirampas untuk Negara.
Jika kerugian yang tersebut dalam ayat (1) tidak melampaui nilai lawan 88,8671 gram emas murni dalam valuta asing, maka perbuatan itu dinyatakan pelanggaran administratip.
Jikalau pelanggaran pasal 7, 8, dan 9 berupa tidak melaksanakan ekspor sebagian atau seluruhnya ataupun bersifat tidak mentaati jangka waktu yang ditetapkan untuk suatu perbuatan dalam penyelenggaraan ekspor, maka pelanggaran itu dipandang pelanggaran administratip.
Jika tindak pidana dilakukan tidak dengan sengaja, maka pidana tertingginya ditetapkan sepertiga dari pidana tertinggi apabila dengan sengaja. Pasal 21. Pelanggaran pasal 12 dan 13 dinyatakan sebagai pelanggaran administratip. Pasal 22.
Barangsiapa setelah mendapat perintah seperti termaksud dalam pasal 6 sub a dengan sengaja tidak memenuhi perintah itu tanpa alasan yang sah ataupun dengan sengaja menyampaikan keterangan yang tidak benar dalam memenuhi perintah itu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya satu juta rupiah.
Perbuatan ini merupakan kejahatan. Pasal 23.
Barangsiapa karena jabatannya atau pekerjaannya tersangkut dalam penyelenggaraan Undang-undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya wajib merahasiakan semua yang diketahuinya karena jabatan atau pekerjaan itu, kecuali jika ia harus memberikan keterangan justru karena jabatan atau pekerjaan itu terhadap pihak ketiga.
Kewajiban ini berlaku pula untuk para ahli yang berhubung dengan penyelenggaraan Undang-undang dan peraturan yang didasarkan atasnya diminta memberikan nasehatnya atau yang diserahi melakukan sesuatu pekerjaan. Pasal 24.
Barangsiapa dengan sengaja melanggar kewajiban untuk merahasiakan sebagaimana termaksud dalam pasal 23 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya satu juta rupiah.
Perbuatan tersebut di atas merupakan kejahatan. Pasal 25.
Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata-tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua-duanya.
Suatu tindak pidana dilakukan juga oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, jika tindak pidana itu dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu tak perduli apakah orang-orang itu masing-masing tersendiri melakukan tindak pidana itu atau pada mereka bersama ada anasir-anasir tindak pidana tersebut.
Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau yayasan, maka badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu pada waktu penuntutan itu diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus, oleh salah seorang dari mereka itu. Wakil dapat diwakili oleh orang lain. Hakim dapat memerintahkan supaya seorang pengurus menghadap sendiri dipengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus itu dibawa kemuka hakim.
Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, maka segala panggilan untuk menghadap dan segala penyerahan surat-surat panggilan itu akan dilakukan kepada kepala pengurus atau di tempat tinggal kepala pengurus itu atau di tempat pengurus bersidang atau berkantor. Pasal 26.
Untuk penyidikan tindak pidana yang tersebut dalam Undang- undang ini disamping pegawai-pegawai yang pada umumnya diberi tugas menyidik tindak pidana, ditunjuk pula:
pegawai Bea dan Cukai, b. pegawai Biro yang ditunjuk oleh Dewan.
Pegawai penyidik tersebut di atas sewaktu-waktu berwenang untuk melakukan penyitaan, begitu juga untuk menuntut penyerahan supaya dapat disita daripada segala barang yang dapat dipakai untuk mendapatkan kebenaran atau yang dapat diperintahkan untuk dirampas, dimusnahkan atau dirusakkan supaya tidak dapat dipakai lagi.
Mereka sewaktu-waktu berwenang untuk menuntut pemeriksaan segala surat yang dianggap perlu untuk diperiksa guna melakukan tugasnya sebagaimana mestinya.
Mereka sewaktu-waktu berwenang untuk memasuki semua tempat yang dianggap perlu guna melakukan tugasnya sebagaimana mestinya. Mereka berkuasa untuk menyuruh agar dikawani oleh orang-orang tertentu yang mereka tunjuk. Jika dianggap perlu mereka memasuki tempat-tempat tersebut dengan bantuan polisi. Pasal 27.
Biro berwenang untuk memerintahkan penyerahan barang atau effek, yang diperoleh dengan jalan melanggar Undang-undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya atau dengan mana, ataupun tentang mana perbuatan itu telah dilakukan, atau yang merupakan pokok perbuatan sedemikian, dari yang melanggar, baik perseorangan maupun badan hukum.
Perintah ini dalam hal tindak pidana hanya dapat diberikan, jikalau diputuskan bahwa tidak akan diadakan tuntutan. Perintah termaksud diberikan dengan surat perintah tercatat.
Jikalau dalam batas waktu tiga bulan perintah ini tidak dipenuhi, maka Biro dapat menetapkan jumlah paksaan dalam mata uang rupiah yang harus dibayarkan kepadanya dalam batas waktu yang ditetapkan olehnya.
Jumlah paksaan yang tersebut dalam ayat (3) di atas dan denda administratip yang tersebut dalam pasal 18 dapat dipungut dengan surat paksa, yang dikeluarkan atas nama Pimpinan Biro dan dapat dilaksanakan menurut ketentuan mengenai surat paksa dalam Peraturan Pajak Berkohir. BAB XI. KETENTUAN LAIN. Pasal 28. Tiap perjanjian yang diadakan dengan melanggar Undang- undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya adalah batal dalam arti yang dipakai dalam Kitab Undang-undang Perdata. Pasal 29.
Dewan berwenang untuk mengeluarkan peraturan mengenai hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini yang dianggapnya perlu untuk mencapai maksud dan tujuan Undang-undang ini. Peraturan termaksud dalam ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. Pasal 30. Dalam menjalankan Undang-undang ini, Pimpinan Biro dengan mengingat petunjuk- petunjuk Dewan dapat:
mengeluarkan peraturan khusus untuk Perwakilan diplomatik dan konsuler asing dan Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Badan-badan International semacam itu berikut pegawai-pegawainya yang berstatus diplomatik atau konsuler.
mewajibkan warga-negara asing dan badan hukum asing tertentu yang diizinkan untuk berusaha di Indonesia untuk menyerahkan valuta asing ke dalam "Dana Devisa Negara" dalam menjalankan usahanya. Pasal 31.
Surat permohonan untuk mendapat izin berdasarkan Undang- undang ini atau peraturan pelaksanaannya dan juga surat izinnya adalah bebas dari ber meterai.
Kalau satu dari dua pihak dalam melakukan sesuatu perbuatan telah mendapat izin atau pembebasan, maka pihak yang kedua tidak perlu meminta lagi izin atau pembebasan.
Dari semua ketentuan Undang-undang ini Dewan dapat memberikan pembebasan secara khusus atau umum dan dalam kedua hal dapat dietapkan syarat-syarat tertentu.
Dewan dapat mendelegasikan wewenang ini kepada Ketua Dewan atau salah seorang anggotanya. Pasal 32. PERATURAN PERALIHAN.
Pada hari mulai berlakunya Undang-undang ini:
Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri dilebur sebagai badan hukum dan segala aktiva dan pasivanya beralih kepada Biro;
Segala aktiva dan pasiva "Dana Devisen" dijadikan Dana Devisa. Hubungan kerja antara Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri dan para pegawainya diambil-alih oleh Biro.
Jikalau untuk sesuatu hal menurut Undang-undang ini diharuskan adanya suatu izin atau dari sesuatu kewajiban dapat diberikan pembebasan, maka izin atau pembebasan yang telah diberikan berdasarkan Deviezen-verordening 1940 dianggap sebagai berdasarkan Undang-undang ini.
Segala peraturan pelaksanaan dari Deviezen-ordonnantie 1940 dan Deviezen-verordening 1940 sekedar mengatur lebih lanjut hal-hal yang ditentukan dalam Undang-undang ini tetap berlaku pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, sampai ditarik kembali.
Penggunaan, pembebasan dan pemindahan hak atas valuta asing termaksud dalam Pengumuman Pimpinan L.A.A. P.L.N. No. 3 tanggal 27 Mei 1963 dan S.K.B. Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan dan Urusan Bank Sentral No. No. IE/IU/KB/32/12/SKB jo Kep. 26/UBS/64 dan Kep. 35/UBS/ No. Kep. 21/UBS/64 64 diperkenankan sampai pengumuman dan peraturan ini ditarik kembali.
Terhadap perbuatan-perbuatan yang menurut Devizen- ordonnantie 1940 dan Deviezen-verordening 1940 merupakan tindak pidana dan tidak lagi demikian halnya menurut Undang- undang ini, berlaku peraturan yang tersebut terakhir.
Bank Swasta yang telah ditunjuk sebagai bank devisa menjalankan funksinya selama masa peralihan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 33.
Pasal 1 ayat 1e sub f dari Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi (Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955) dihapuskan dan diganti hingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 7, 8 dan 9 dari Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang "Peraturan Lalu-Lintas Devisa 1964", terkecuali jikalau pelanggaran itu berupa tidak melaksanakan ekspor sebagian atau seluruhnya ataupun tidak mentaati jangka waktu yang ditetapkan untuk suatu perbuatan dalam penyelenggaraan ekspor".
Undang-undang No. 4 Prp tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 91). dan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1964 (Lembaran-Negara tahun 1964 No. 2) ditarik kembali. Pasal 34. PERATURAN PENUTUP. Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Devisa 1964 dan mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUKARNO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 1964. SEKRETARIS NEGARA, MOHD. ICHSAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN LALU-LINTAS DEVISA. I. UMUM.
Rezim devisa yang hingga kini berlaku di tanah air kita mulai diadakan pada pertengahan tahun 1940 oleh Pemerintah Hindia Belanda, dengan dikeluarkannya Deviezen-Ordonantie 1940 (Staatsblad 1940 No. 205, sebagaimana telah dirobah dan ditambah) serta Deviezen-Verordening 1940 (Staatsblad 1940 No. 291, sebagaimana telah dirobah dan ditambah), pengalaman selama lebih dari 20 tahun menunjukkan bahwa kedua peraturan ini merupakan suatu sumber rintangan-rintangan terhadap kelancaran dan perkembangan lalu-lintas perdagangan dan lalu-lintas pembayaran antara Indonesia dan luar negeri yang sangat merugikan dan menghambat pembangunan Negara.
Deviezen-Ordonantie dan Deviezen-Verordening pada hakekatnya menetapkan cara dan sistim untuk menguasai seluruh penghasilan devisa serta seluruh kekayaan devisa dari pada penduduk devisa. Cara dan sistim ini memuncak pada pengusaaan dari segala usaha, segala kegiatan dan segla hubungan disegala lapangan. yang dapat menimbulkan konsekwensi-konsekwensi finansiil terhadap luar negeri, dalam segala bentuknya dan segala detailnya.
Meskipun cita-cita untuk menguasai seluruh penghasilan devisa untuk Negara pada hakekatnya dan pada akhirnya sesuai dengan cita-cita Sosialisme Indonesia, namun sistim dan cara dari pada Deviezen-ordonantie dan Deviezen- verordening, yang bersifat tidak konkrit dan berbelit-belit, telah menciptakan, khususnya bagi masyarakat yang bergerak di lapangan perdagangan internasional, suatu suasana yang penuh dengan perasaan takut dan kekhawatiran. Jelaslah bahwa suasana demikian melemahkan penggerakan potensi dan kekuatan Rakyat, khususnya mematikan inisiatip dari pihak produsen-produsen dan pengusaha-pengusaha kita dari kegiatan-kegiatan yang justru merupakan sumber-sumber bagi Negara untuk memupuk kekayaan devisa.
Salah satu tekhinik yang dipakai dalam Deviezen-ordonantie dan Deviezen- verordening yang tidak dapat dipertahankan adalah pembagian masyarakat Indonesia dalam dua golongan, yaitu: - golongan "penduduk-devisa" dan - golongan "bukan penduduk-devisa". Oleh karena penarikan garis oleh Diviezen-ordonantie dan Deviezen- verordening dilakukan dengan tidak memandang kebangsaan atau kewarganegaraan, maka sesama warganegara, baik Indonesia maupun asing, dapat digolongkan sebagai "penduduk devisa" dan "bukan penduduk devisa". Dengan demikian "Deviezen-ordonnnatie menjalankan penguasaan terhadap segala hubungan-hubungan keuangan antara "penduduk devisa" dan "bukan penduduk devisa", sehingga juga untuk transaksi-transaksi yang semata-mata bergerak di dalam negeri dan tidak menyangkut soal-soal devisa biarpun dilakukan antara warga negara Indonesia harus dimintakan izin terlebih dahulu dari pembesar-pembesar devisa, jika salah satu pihak merupakan "bukan penduduk devisa". Pembagian masyarakat Indonesia dalam dua golongan, yaitu golongan "penduduk-devisa" dan golongan "bukan penduduk Devisa" sudah terang merupakan rintangan untuk menciptakan ekonomi nasional yang sehat. Oleh karena itu dalam kehendak kita untuk menyusun ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis perlu pembagian masyarakat Indonesia dalam dua golongan dihapuskan. Untuk mencapai maksud itu perlu diambil kewarganegaraan sebagai kriterium, agar supaya kepentingan nasional dapat diperhatikan sepenuhnya dalam lalu-lintas perdagangan dengan luar negeri.
Selanjutnya sifat yang amat kaku dari Deviezen-ordonantie dan Deviezen- verordening sangat menghambat kelancaran dalam melaksanakan hubungan finansiil antara Indonesia dan luar negeri. Sifat yang amat kaku ini yang pada hakekatnya melarang segala- galanya, terkecuali jika diizinkan secara khusus atau umum, telah menimbulkan keharusan penetapan peraturan-peraturan penyelenggaraan yang jumlahnya demikian besarnya, sehingga keseluruhan ketetapan-ketetapan yang dikenal sebagai "peraturan-peraturan devisa" menjadi sangat kompleks dan sangat ruwet. Banyaknya dan berbelit-belitnya peraturan devisa itu dan kesimpangsiuran dalam interpretasi daripada peraturan-peraturan itu telah merupakan sumber rintangan-rintangan yang sangat menghambat kelancaran dalam pembangunan Negara dibidang perekonomian.
Dalam menghadapi masalah ekonomi, kita sadar bahwa sisa-sisa kelonial dan sisa feodal dan demikian pula sifat-sifat hubungan ekonomi dan perdagangan dengan dunia luar masih juga memberikan rintangan dalam pertumbuhan kearah sosialisme Indonesia. Dalam Deklarasi Ekonomi secara jelas dikemukakan hal-hal sebagai berikut: Dalam melanjutkan pertumbuhan-pertumbuhan di bidang sosial dan ekonomi, maka kita harus bertitik-pangkal pada modal yang sudah kita miliki ialah:
Aktivitas ekonomi Indonesia dewasa ini kurang lebih 80% sudah berada di tangan bangsa Indonesia. Dalam tahun 1950 boleh dikatakan aktivitas ekonomi di Indonesia sebagian terbesar masih dikuasai oleh bangsa asing, sehingga baik Pemerintah maupun rakyat, tidak dapat mengadakan perencanaan secara pokok bagi pertumbuhan ekonomi secara revolusioner.
Pada waktu-waktu belakangan ini Pemerintah sudah mulai dapat secara aktif aktivitas ekonominya dalam arti konsepsionil, organisatoris dan strukturil.
Meskipun demikian kita belum dapat berkembang secara mendalam oleh karena perhatian Pemerintah dan kekuatan rakyat masih dititik-beratkan kepada penyusunan alat-alat Revolusi yang baru pada waktu sekarang ini dapat dikatakan lengkap. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa baru sekarang kita dapat menggerakkan segala usaha dan perhatian rakyat dan Pemerintah untuk menanggulangi persoalan ekonomi secara konsepsionil, organisatoris dan strukturil dalam arti keseluruhannya.
Oleh karena itu maka diperlukan suatu approach yang lebih realistis dan ketentuan-ketentuan yang tegas dan sederhana dalam mengatur lalu-lintas devisa antara Indonesia dan luar negeri, dengan memegang teguh pada prinsip- prinsip reasionalisasi selaras pula dengan prinsip-prinsip demokrasi nasional. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa di samping pengusaan devisa dengan jalan mengharuskan penytorannya dalam Dana Devisa dapat juga dipakai pengusasaan dengan menetapkan cara pemakaiannya, suatu cara yang dalam keadaan tertentu dapat berjalan dengan lebih effisen.
Rasionalisasi berarti pula bahwa pengawasan harus ditujukan kepada sumber devisa yang terpenting. Bagi Negara kita, lalu-lintas perdagangan merupakan komponen yang terpenting; lebih dari 90% dari volume lalu-lintas pembayaran dengan luar negeri merupakan lalu-lintas perdagangan. Berhubung dengan itu pengawasan lalu-lintas pembayaran berarti terutama pengawasan terhadap lalu-lintas perdagangan dengan luar negeri. Dalam hubungan ini harus diawasi bahwa penerimaan devisa dari ekspor yang harus diterima oleh Negara. memang mengalir ke dalam kas Negara untuk merupakan Dana Devisa. Jumlah yang harus diterima ini harus ditentukan secara konkrit oleh Negara, supaya baik yang berwajib menyerahkan devisa (eksportir) maupun badan-badan pengawasa Pemerintah yang bersangkutan secara mudah dan secara mutlak dapat mengetahui tentang pemenuhan kewajiban itu. Syak- wasangka dari pihak badan-badan pengawas di atas atapun perasaan khawatir akan menyalahi peraturan-peraturan dari pihak ekspotir, dengan demikian dapat ditiadakan.
Pengeluaran devisa atas beban Dana Devisa untuk impor hanya dapat dilakukan menurut cara dan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam hubungan ini baik Pemerintah maupun badan Pemerintah yang ditugaskan harus menetapkan secara konkrit nilai yang dipandang layak olehnya bagi barang-barang yang diizinkan untuk dibeli dari luar negari.
Pengawasan terhadap penerimaan devisa dibidang jasa dapat dibatasi pada pos-pos yang terpenting saja. Pada umumnya dapat ditentukan bahwa devisa yang diterima dibidang jasa harus diserahkan kepada Negara, jika penerimaan devisa itu secara langsung dimungkinkan karena adanya peralatan atau fasilitas-fasilitas yang dimiliki atau dikurangi oleh perusahaan perkapalan asing. Penerimaan devisa oleh perseorangan berdasarkan jasa individual tidak perlu diawasi.
Pengawasan harus dilakukan terhadap pengeluaran devisa untuk jasa atas beban Dana Devisa, karena layak atau tidak layak pengeluaran itu seperti juga hanya dengan impor barang harus dipertimbangkan oleh Pemerintah dengan mengingat keperluan akan jasa itu dalam rangka kepentingan Negara dipelbagai bidang.
Pengawasan terhadap lalu-lintas modal perlu diadakan untuk menghindarkan pemindahan (pelarian) modal keluar negeri. Pemindahan modal keluar negeri dapat dilakukan dalam bentuk investasi dana-dana di luar negeri oleh warganegara Indonesia.
Pendirian bahwa penerimaan devisa Negara meliputi jumlah-jumlah yang memang secara konkrit diwajibkan oleh Pemerintah untuk diserahkan kepada Dana Devisa, berarti bahwa pemilikan devisa tidak lagi terbatas pada Negara saja. Di samping devisa yang merupakan Dana Devisa terdapat pula devisa yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia, baik warga-negara Indonesia maupun warganegara asing, yang tidak diharuskan untuk diserahkan langsung kepada Dana Devisa. Dalam pada itu perlu pula diadakan penertiban tentang cara penggunaan devisa yang termaksud dan penguasaannya oleh Negara letak pada cara pemakaiannya seperti telah dinyatakan di atas sub 7.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa perinsip- prinsip yang dianut dalam Undang-undang ini fundamental sangat berlainan dengan prinsip-prinsip yang diletakkan dalam Deviezen- ordonnatie dan Deviezen-verordening. Sebagai konsekwensi yang logis pada pertentangan ini maka banyak hal-hal yang dalam Deviezen-ordonnantie dan Deviezen-verordening merupakan larangan kini harus ditinggalkan. Dengan demikian, dalam sistim lalu-lintas devisa baru banyak perbuatan yang dengan sengaja tidak dilarang atau diharuskan memakai izin, misalnya: memiliki devisa, memiliki emas, mewakili warganegara Indonesia yang tidak menjadi "penduduk-devisa", mempunyai rekening bank di luar negeri, mengadakan perjanjian dengan "bukan penduduk-devisa", menerima undangan dari "bukan penduduk-devisa" untuk berkunjung ke luar negeri.
Berhubung dengan uraian di atas berbagai perbuatan yang dahulu semuanya merupakan tindak pidana kini untuk sebagian dapat dikesampingkan, hal mana akan menciptakan suatu suasana yang sehat guna perkembangan ekonomi nasional kita. Sebagian lain dari perbuatan yang dahulu dipandang bersifat pidana kini dianggap sebagai pelanggaran administratip, terkecuali jika pelanggaran itu dengan nyata mengakibatkan kerugian terhadap Negara.
Perlu ditegaskan, bahwa peraturan ini mewujudkan struktur dari pada lalu- lintas devisa antara Indonesia dengan luar negeri, yang merupakan suatu landasan untuk suatu politik devisa Pemerintah.
Akhirnya perlu dijelaskan bahwa ketentuan dalam Undang- undang ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan termaktub dalam perjanjian karya antara perusahan-perusahaan minyak Negara dan perusahaan-perusahaan minyak asing, yang telah disahkan dengan Undang-undang. II.PASAL DEMI PASAL Pasal 1 sub 1 dan 2. Cukup jelas. Pasal 1 sub 3. Yang dimaksudkan dengan mata uang emas ialah mata uang emas yang menurut Undang-undang Keuangan yang berlaku di negara yang bersangkutan merupakan uang emas yang sah; Jika tidak, maka barang yang berupa mata uang emas masuk golongan barang pakai atau barang perhiasan. Pasal 1 sub 4. Dengan sengaja bermacam-macam uang asing yang tidak dipakai untuk pembayaran internasional tidak dipandang devisa seperti juga halnya dengan mata uang asing logam bukan emas. Pasal 1 sub 5 s/d 8. Cukup jelas. Pasal 1 sub 9. Arti ekspor dalam kalimat kesatu diperluas dalam kalimat kedua. Pemerintah akan mengadakan tindakan-tindakan agar pengluasan ini tidak menimbulkan ekses-ekses dalam pelaksanaannya. Pasal 2. Yang dapat dikuasai oleh Negara Republik Indonesia dengan sendirinya hanya devisa yang ada hubungannya dengan Negara atau rakyat kita. Jadi misalnya uang US. $ yang dipegang oleh orang Amerika di negaranya dari usahanya di sana, atau uang US. $ yang merupakan hasil ekspor dari Sudan, adalah di luar penguasaan negara kita. Inilah yang dimaksudkan dengan perumusan "yang berasal dari kekayaan alam dan usaha Indonesia". Siapa yang mengusahakan, bangsa asing atau bangsa Indonesia, untuk ini tidak dibedakan. Ke dalam batas-batasnya mana yang dikuasai dirumuskan dengan lebih teliti dalam pasal-pasal selanjutnya. Harus diinsafi, bahwa "penguasaan" tidak perlu senantiasa bersifat "pemilikan". Bahkan dalam banyak hal penguasaan secara pengaturan pemakaiannya adalah lebih efisien dari pada pemilikan, dengan effek sosial yang sama. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Dianggap perlu, bahwa pemupukan devisa negara yang diperlukan guna pemeliharaan ekonomi masyarakat, peninggian tingkat hidup rakyat serta pembangunan Negara ditugaskan kepada instansi yang tinggi. Dalam hal ini tugas itu diberikan kepada Dewan yang terdiri dari Menteri-menteri, diketuai oleh Perdana Menteri/Wakil-wakil Perdana Menteri dan Menteri Koordinator Kompartemen Keuangan sebagai Wakil- Ketua. Pada permulaan dalam masa transisi ini barangkali belum mungkin untuk menetapkan dan mentaati suatu Anggaran Devisa yang rigid, akan tetapi kita harus berusaha keras untuk mencapai taraf itu. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Jika terhadap suatu bank diperintahkan diadakannya penyelidikan oleh satu atau beberapa orang ahli atau badan, maka diindahkan ketentuan dalam Undang-undang No. 23 Prp tahun 1960. Pasal 7 ayat (1) dan (2). Dengan pasal ini ditentukan secara konkrit harga yang dikehendaki oleh Negara dalam ekspor barang dari Indonesia. Dengan penetapan demikian eksportir dapat mengetahui dengan jelas berapa besarnya jumlah devisa yang ia harus serahkan kepada Dana Devisa, sebaliknya Pemerintah secara mudah dan secara mutlak dapat mengetahui tentang pemenuhan kewajiban eksportir. Dengan cara penetapan harga demikian eskpor akan diperlancar karena tidak tergantung lagi pada perumusan yang abstrak "de ter plaatse van levering geldende marktwaarde" seperti ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) dari Deviezen-verordening dahulu. Pasal 8. Cukup jelas. Pasal 9. Dokumen-dokumen yang dimaksudkan di sini adalah antara lain: Konosemen, wesel, paktur. Pasal 10. Lihat penjelasan Umum. Pasal 11. Cukup jelas. Pasal 12. Pelaksanaan impor atas beban Dana Devisa diatur menurut rencana impor yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan ekonomi yang urgent dalam rangka penetapan Anggaran Devisa untuk melaksanakan prinsip berdiri di atas kaki sendiri dibidang ekonomi. Pasal 13. Cukup jelas. Pasal 14. Cukup jelas. Pasal 15. Dalam Peraturan Pemerintah diatur cara-cara penguasaan yang lain dari pemasukan dalam Dana Devisa. Penguasaan ditujukan pada pemakaiannya dan meliputi juga overprice, discount, komisi dan sebagainya. Pasal 16. Kewajiban ini telah ada dalam Devizen-verordening 1940. Barangsiapa telah memenuhi kewajiban ini berdasarkan peraturan lama tidak perlu mengulanginya. Pasal 17. Izin ini dapat berupa peraturan umum yang memperkenankan impor dan ekspor Rupiah dalam batas-batas tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu, misalnya untuk memungkinkan melakukan pembayaran-pembayaran pada waktu masuk diwilayah Indonesia. Izin ini dapat bersifat khusus atau insidentil. Pasal 18. Ini yang disebut suatu "Banket-norm". Sebelum dirumuskan persis apa perbuatannya yang terlarang atau diharuskan, telah dinyatakan dapat dipidana. Tidak dibedakan juga apakah peraturan-peraturan itu bersifat penting dan essensiil ataukah hanya bersifat detail dan administratip saja, misalnya berapa lembar dari suatu formulir harus dibuat dan sebagainya. Semua itu dapat dipindana. Dalam sistim baru dinyatakan dengan jelas tindak mana yang diancam dengan pidana dan dipandang "strafwaardig". Jika tidak dinyatakan bahwa suatu tindak bersifat pidana, maka tindak itu masuk lapangan hukum administratip cq perdata. Pasal 19. Sebagian besar dari hukum devisa merupakan hukum administratip yang dilaksanakan di luar pengadilan pidana dan perdata. Dalam keadaan demikian dirasakan perlu bahwa interpretasi tertinggi dalam soal-soal devisa berada di tangan Dewan yang mempunyai tanggung-jawab dalam bidang tersebut dan juga berada dalam posisi yang terbaik untuk mempertimbangkan seluruh aspek finansiil, moneter dan ekonomi dari perundang- undangan devisa. Ada kemungkinan bahwa suatu tindak pidana dalam lapangan devisa oleh fihak kejaksaan diberi arti yang berlebih-lebihan, jauh di luar proporsi kalau ditinjau dalam hubungan neraca pembayaran dan lalu-lintas pembayaran luar negeri seluruhnya. Dewan dan alat-alatnya berada dalam posisi untuk meninjau hubungan dan "scope" ini dengan lebih saksama. Juga ada kemungkinan bahwa dengan dihukumnya suatu perbuatan timbul akibat-akibat lain dalam masyarakat (perdagangan) yang lebih merugikan bagi devisa Negara, sehingga menuntut berarti lebih merugikan dari pada tidak menuntut. Oleh karena itu kepada Dewan diberi wewenang untuk dalam hal-hal yang demikian mengusulkan kepada Menteri/Jaksa Agung untuk tidak menuntut. Pasal 20. Sesuai dengan sistim yang dijelaskan di atas mengenai pasal 18 maka dalam pasal 20 s/d 24 ditetapkan dengan teliti tindak mana yang dipandang tindak pidana, yaitu tindak yang paling merugikan saja untuk Negara dan masyarakat. Yang terpenting ialah yang biasa disebut smokkel (penyelundupan) dalam ekspor. Yaitu mengangkut barang keluar Indonesia dari peredaran dengan tidak menghiraukan pasal-pasal 7, 8, dan 9 sehingga hasil devisanya sama sekali tidak dapat dikuasai oleh Negara. Kalau ini dilakukan dengan sengaja sedang kerugian yang dapat diderita oleh Negara besarnya melebihi suatu jumlah valuta asing yang merupakan nilai lawan 8886.71 gram emas murni, yaitu pada dewasa ini misalnya US$ 10.000, DM. 40.000 atau pada umumnya Nilai Transaksi Rupiah (devisa) 2.500.000,-, pidana penjara 10 tahun, atau denda Rp. 100.juta. Kalau jumlahnya sama dengan nilai lawan 88,8671 gram emas murni (devisa ini Nilai Trasaksi Rupiah 25.000,-) ke bawah, maka tindaknya dipandang administratip. Jika semua peraturan ekspor ditaati tetapi ekspornya sebagian atau seluruhnya tidak dilangsungkan atau suatu jangka waktu tidak ditepati, tindak ini hanya merupakan pelanggaran administratip oleh karena barang ekspornya tidak hilang dan masih tersedia untuk diekspor lagi. Pelanggaran dalam pemberian jasa ke luar negeri, hanya mungkin kalau Dewan telah menetapkan jasa-jasa mana yang taripnya harus dibayar dalam devisa dan sampai mana hasilnya harus diserahkan kepada Dana Devisa. Dalam hal ini dapat dicatat bahwa industri jasa-jasa kita belum begitu berkembang sehingga dapat menghasilkan jumlah- jumlah devisa yang besar. Pasal 21. Dalam hal impor, soalnya adalah berlainan. Kalau ekspor smokkel yang berhasil berarti kehilangan devisa untuk Negara, maka impor secara selundup tidak membebani Dana Devisa, sebab tanpa izin tidak mungkin (diam-diam) devisa dikeluarkan dari Dana Devisa. Maka dari itu pelanggaran pasal 12 hanya merupakan pelanggaran administratip. Jika peraturan-peraturan Bea dan Cukai yang diselundupi dalam peraturan-peraturan itu sendiri telah cukup peraturan- peraturan pidana yang menjaganya. Pasal 22. Cukup jelas. Pasal 23. Cukup jelas. Pasal 24. Cukup jelas. Pasal 25. Peraturan-peraturan ini mengenai soal pertanggungan-jawab jika suatu tindak dilakukan oleh suatu badan hukum. Pada umumnya peraturan-peraturan ini sesuai dengan peraturan-peraturan dalam Undang-undang tindak pidana ekonomi (Undang- undang No. 7 Drt tahun 1955). Pasal 26. Cukup jelas. Pasal 27. Cukup jelas. Pasal 28. Mengadakan perjanjian atau membuat kontrak yang tidak atau belum disetujui oleh Menteri Urusan Bank Sentral cq Biro cq. Bank Indonesia tidak dengan sendirinya merupakan tindak pidana. Akibatnya bahwa dalam perkara perdata perjanjian itu akan diabaikan oleh hakim dan juga bahwa Dana Devisa dan Negara tidak terikat oleh Perjanjian semacam itu. Pasal 29. Cukup jelas. Pasal 30. Cukup jelas. Pasal 31. Ayat 1 : Cukup jelas. Ayat 2 : Cukup jelas. Selainnya dari itu perlu dicatat bahwa perbuatan-perbuatan yang membutuhkan izin adalah jauh lebih sedikit dari pada menurut Deviezen- ordonantie. Ayat 3: Pembebasan umum dapat berbentuk peraturan khusus yang menyimpang dari Undang-undang ini. Misalnya untuk pengeluaran atau pemasukan barang pindahan, barang hadiah dan sebagainya. Sekalipun formilnya juga merupakan ekspor dan impor Dewan dapat mengeluarkan peraturan khusus yang merupakan pembebasan- pembebasan. Ayat 4. Dalam prakteknya delegasi ini akan dilakukan kepada Menteri Urusan Bank Sentral yang dapat mendelegasikan lagi kepada Bank Indonesia dan/atau Biro. Pasal 32 s/d 34. Cukup jelas. Mengetahui : Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN.
Peraturan Lalu Lintas Devisa.
Relevan terhadap
Bank devisa yang telah membeli valuta asing seperti termaksud dalam pasal 9 ayat (2) dan pasal 10 ayat (3) berkewajiban untuk menyerahkannya kepada Bank Indonesia.
Penggantian nilai lawan dalam Rupiah untuk devisa yang diserahkan kepada Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI. IMPOR BARANG DAN PENERIMAAN JASA DARI LUAR NEGERI ATAS BEBAN DANA DEVISA. Pasal 12. Impor barang dari luar negeri atas beban Dana Devisa hanya boleh diadakan jikalau untuk itu telah dikeluarkan izin umum atau khusus oleh Pimpinan Biro dengan syarat yang ditentukan olehnya. Pasal 13.
Barangsiapa telah mendapat izin untuk impor seperti dimaksud dalam pasal 12 berkewajiban untuk menutup kontrak-valuta dengan bank devisa untuk jumlah yang disediakan oleh Biro untuk impor barang tersebut dan harus berbunyi dalam valuta yang sama jenisnya serta menyebutkan jangka waktu pembayaran seperti telah ditentukan oleh Biro.
Pada waktu pemasukan barang dari luar negeri importir diwajibkan untuk menyampaikan kepada pejabat Bea dan Cukai setempat di mana barang impor akan dimasukkan suatu pemberitahuan tentang pemasukan barang yang bentuknya ditetapkan oleh Biro. Pemberitahuan itu harus disusun sesederhana mungkin dan disampaikan dengan disertai izin sebagaimana termaksud dalam ayat (1). Pasal 14.
Pengeluaran devisa lainnya daripada yang termaksud dalam pasal 12 atas beban Dana Devisa Negara hanya boleh dilakukan berdasarkan izin umum atau khusus yang dikeluarkan oleh Biro.
Perjanjian-perjanjian yang akan mengakibatkan beban atas Dana Devisa harus disetujui lebih dahulu oleh Menteri Urusan Bank Sentral/Gubernur Bank Indonesia. Jika persetujuan tidak diberikan kewajiban membayar hanya dapat dipenuhi dari devisa yang dimaksudkan dalam Bab VII. BAB VII. PENGUASAAN DEVISA YANG TIDAK DIHARUSKAN UNTUK LANGSUNG DISERAHKAN KEPADA DANA DEVISA. Pasal 15. Segala sesuatu yang bertalian dengan penggunaan, pembebanan dan pemindahan hak atas devisa yang tidak diharuskan untuk langsung diserahkan kepada Dana Devisa menurut pasal 11 diatur berdasarkan rencana penggunaan devisa dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII. KEWAJIBAN MENDAFTAR DAN MENYIMPAN EFFEK. Pasal 16.
Warga-negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berkewajiban untuk menyimpan dalam simpanan terbuka effek yang berbunyi dalam mata uang lain daripada Rupiah, yang dimilikinya pada waktu peraturan ini mulai berlaku dan yang diperolehnya sesudah waktu itu, pada bank devisa Pemerintah atau pada korespondennya di luar negeri atas nama bank devisa Pemerintah bersangkutan. Penyimpanan ini harus dilakukan dalam batas waktu enam bulan sesudah peraturan ini berlaku atau tiga bulan sesudah effek diperolehnya.
Kewajiban tersebut dalam ayat (1) berlaku pula untuk warga- negara asing dan badan hukum asing untuk:
effek yang berbunyi dalam mata uang Rupiah;
effek yang berbunyi dalam mata uang lain daripada Rupiah, sekedar dimiliki sebelum Undang-undang ini berlaku.
Bank tersebut dalam ayat (1) berkewajiban untuk mendaftarkan effek yang disimpan padanya menurut petunjuk Pimpinan Biro, dengan ketentuan bahwa effek yang diajukan untuk disimpan setelah lewatnya jangka waktu yang ditetapkan diatas, hanya dapat didaftarkan dengan izin Biro.
Dalam menjalankan ketentuan dalam ayat (1) ditentukan bahwa effek yang dikeluarkan sebelum 29 Desember 1949 oleh badan hukum di Indonesia baik yang berwarga-negara Indonesia maupun asing, dianggap sebagai effek yang harus disimpan dalam simpanan terbuka.
Biro berwenang untuk menentukan bilamana effek yang telah disimpan dapat dikembalikan kepada yang berhak. BAB IX. LARANGAN. Pasal 17.
Impor dan ekspor mata uang Rupiah dilarang terkecuali dengan izin Pimpinan Biro.
Ekspor dari benda yang berikut: emas uang kertas asing, effek yang berbunyi dalam mata uang Rupiah, dilarang terkecuali dengan izin umum atau khusus dari Biro.
Pimpinan Biro dengan mengingat petunjuk-petunjuk Dewan dapat membatasi jumlah uang kertas asing yang dapat diimpor.
Effek yang berbunyi dalam mata uang lain daripada rupiah dilarang diekspor oleh warga-negara Indonesia, terkecuali dengan izin umum atau khusus dari Biro. Warga-negara asing atau badan hukum asing, dilarang untuk membeli dan memperoleh dengan cara dan dalam bentuk apapun juga effek yang berbunyi dalam mata uang Rupiah, terkecuali dengan izin umum atau khusus dari Biro.
Warga-negara asing atau badan hukum asing dilarang untuk mengekspor effek termaksud dalam pasal 16 sub (2) (b), terkecuali dengan izin dari Biro.
Pimpinan Biro mengingat petunjuk-petunjuk Dewan dapat menentukan, bahwa warga-negara asing atau badan hukum asing tertentu dilarang untuk memperoleh kredit dari bank atau mengadakan pinjaman, termasuk mengeluarkan obligasi, saham, tanda pinjaman jangka panjang lainnya dan tanda pinjaman jangka pendek yang berbunyi dalam mata uang rupiah. BAB X. KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA DEVISA DAN HUKUM ACARA PIDANA DEVISA. Pasal 18. Terkecuali jika suatu perbuatan dengan nyata dalam Undang- undang ini disebut kejahatan atau pelanggaran pidana, semua perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya dipandang sebagai pelanggaran administratip, yang hanya dikenakan denda administratip atau pidana administratip lain menurut ketentuan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Biro mengingat petunjuk-petunjuk Dewan. Denda ini setinggi-tingginya berjumlah dua puluh lima juta rupiah. Pasal 19.
Dewan mempunyai hak interpretasi yang tertinggi tentang Undang-undang ini dan tentang peraturan yang didasarkan atasnya.
Dewan berwenang mengusulkan kepada Menteri/Jaksa Agung agar terhadap sesuatu tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini tidak akan dilakukan penuntutan. Usul tersebut disertai dengan alasan-alasan.
Jaksa dan Hakim dalam menjalankan tugas kewajibannya berdasarkan Undang-undang Pokok Kejaksaan dan Undang- undang Pokok Kekuasaan Kehakiman wajib mengingat pada ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2). Pasal 20.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam ayat (6) maka pelanggaran pasal, 7, 8, 9, 10, 11, 16 dan 17 yang dibuat dengan sengaja dan dapat berakibat kerugian untuk negara yang meliputi jumlah yang besarnya lebih dari nilai lawan 88,8671 gram emas murni dalam valuta asing untuk tiap perbuatan, dinyatakan sebagai kejahatan.
Jika kerugian termaksud dalam ayat (1) besarnya tidak melebihi nilai lawan 8886,71 gram emas murni dalam valuta asing, maka pelanggar itu dikenakan pidana penjara selama-lamanya lima tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.
Jika kerugian termaksud dalam ayat (1) besarnya melebihi nilai lawan 8886,71 gram emas murni dalam valuta asing maka pelanggar itu diberi pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya seratusjuta rupiah.
Barang terhadap mana perbuatan tersebut dalam ayat (2) dan (3) dilakukan dapat dirampas untuk Negara.
Jika kerugian yang tersebut dalam ayat (1) tidak melampaui nilai lawan 88,8671 gram emas murni dalam valuta asing, maka perbuatan itu dinyatakan pelanggaran administratip.
Jikalau pelanggaran pasal 7, 8, dan 9 berupa tidak melaksanakan ekspor sebagian atau seluruhnya ataupun bersifat tidak mentaati jangka waktu yang ditetapkan untuk suatu perbuatan dalam penyelenggaraan ekspor, maka pelanggaran itu dipandang pelanggaran administratip.
Jika tindak pidana dilakukan tidak dengan sengaja, maka pidana tertingginya ditetapkan sepertiga dari pidana tertinggi apabila dengan sengaja. Pasal 21. Pelanggaran pasal 12 dan 13 dinyatakan sebagai pelanggaran administratip. Pasal 22.
Barangsiapa setelah mendapat perintah seperti termaksud dalam pasal 6 sub a dengan sengaja tidak memenuhi perintah itu tanpa alasan yang sah ataupun dengan sengaja menyampaikan keterangan yang tidak benar dalam memenuhi perintah itu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya satu juta rupiah.
Perbuatan ini merupakan kejahatan. Pasal 23.
Barangsiapa karena jabatannya atau pekerjaannya tersangkut dalam penyelenggaraan Undang-undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya wajib merahasiakan semua yang diketahuinya karena jabatan atau pekerjaan itu, kecuali jika ia harus memberikan keterangan justru karena jabatan atau pekerjaan itu terhadap pihak ketiga.
Kewajiban ini berlaku pula untuk para ahli yang berhubung dengan penyelenggaraan Undang-undang dan peraturan yang didasarkan atasnya diminta memberikan nasehatnya atau yang diserahi melakukan sesuatu pekerjaan. Pasal 24.
Barangsiapa dengan sengaja melanggar kewajiban untuk merahasiakan sebagaimana termaksud dalam pasal 23 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya satu juta rupiah.
Perbuatan tersebut di atas merupakan kejahatan. Pasal 25.
Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata-tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua-duanya.
Suatu tindak pidana dilakukan juga oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, jika tindak pidana itu dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu tak perduli apakah orang-orang itu masing-masing tersendiri melakukan tindak pidana itu atau pada mereka bersama ada anasir-anasir tindak pidana tersebut.
Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau yayasan, maka badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu pada waktu penuntutan itu diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus, oleh salah seorang dari mereka itu. Wakil dapat diwakili oleh orang lain. Hakim dapat memerintahkan supaya seorang pengurus menghadap sendiri dipengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus itu dibawa kemuka hakim.
Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, maka segala panggilan untuk menghadap dan segala penyerahan surat-surat panggilan itu akan dilakukan kepada kepala pengurus atau di tempat tinggal kepala pengurus itu atau di tempat pengurus bersidang atau berkantor. Pasal 26.
Untuk penyidikan tindak pidana yang tersebut dalam Undang- undang ini disamping pegawai-pegawai yang pada umumnya diberi tugas menyidik tindak pidana, ditunjuk pula:
pegawai Bea dan Cukai, b. pegawai Biro yang ditunjuk oleh Dewan.
Pegawai penyidik tersebut di atas sewaktu-waktu berwenang untuk melakukan penyitaan, begitu juga untuk menuntut penyerahan supaya dapat disita daripada segala barang yang dapat dipakai untuk mendapatkan kebenaran atau yang dapat diperintahkan untuk dirampas, dimusnahkan atau dirusakkan supaya tidak dapat dipakai lagi.
Mereka sewaktu-waktu berwenang untuk menuntut pemeriksaan segala surat yang dianggap perlu untuk diperiksa guna melakukan tugasnya sebagaimana mestinya.
Mereka sewaktu-waktu berwenang untuk memasuki semua tempat yang dianggap perlu guna melakukan tugasnya sebagaimana mestinya. Mereka berkuasa untuk menyuruh agar dikawani oleh orang-orang tertentu yang mereka tunjuk. Jika dianggap perlu mereka memasuki tempat-tempat tersebut dengan bantuan polisi. Pasal 27.
Biro berwenang untuk memerintahkan penyerahan barang atau effek, yang diperoleh dengan jalan melanggar Undang-undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya atau dengan mana, ataupun tentang mana perbuatan itu telah dilakukan, atau yang merupakan pokok perbuatan sedemikian, dari yang melanggar, baik perseorangan maupun badan hukum.
Perintah ini dalam hal tindak pidana hanya dapat diberikan, jikalau diputuskan bahwa tidak akan diadakan tuntutan. Perintah termaksud diberikan dengan surat perintah tercatat.
Jikalau dalam batas waktu tiga bulan perintah ini tidak dipenuhi, maka Biro dapat menetapkan jumlah paksaan dalam mata uang rupiah yang harus dibayarkan kepadanya dalam batas waktu yang ditetapkan olehnya.
Jumlah paksaan yang tersebut dalam ayat (3) di atas dan denda administratip yang tersebut dalam pasal 18 dapat dipungut dengan surat paksa, yang dikeluarkan atas nama Pimpinan Biro dan dapat dilaksanakan menurut ketentuan mengenai surat paksa dalam Peraturan Pajak Berkohir. BAB XI. KETENTUAN LAIN. Pasal 28. Tiap perjanjian yang diadakan dengan melanggar Undang- undang ini dan peraturan yang didasarkan atasnya adalah batal dalam arti yang dipakai dalam Kitab Undang-undang Perdata. Pasal 29.
Dewan berwenang untuk mengeluarkan peraturan mengenai hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini yang dianggapnya perlu untuk mencapai maksud dan tujuan Undang-undang ini. Peraturan termaksud dalam ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. Pasal 30. Dalam menjalankan Undang-undang ini, Pimpinan Biro dengan mengingat petunjuk- petunjuk Dewan dapat:
mengeluarkan peraturan khusus untuk Perwakilan diplomatik dan konsuler asing dan Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Badan-badan International semacam itu berikut pegawai-pegawainya yang berstatus diplomatik atau konsuler.
mewajibkan warga-negara asing dan badan hukum asing tertentu yang diizinkan untuk berusaha di Indonesia untuk menyerahkan valuta asing ke dalam "Dana Devisa Negara" dalam menjalankan usahanya. Pasal 31.
Surat permohonan untuk mendapat izin berdasarkan Undang- undang ini atau peraturan pelaksanaannya dan juga surat izinnya adalah bebas dari ber meterai.
Kalau satu dari dua pihak dalam melakukan sesuatu perbuatan telah mendapat izin atau pembebasan, maka pihak yang kedua tidak perlu meminta lagi izin atau pembebasan.
Dari semua ketentuan Undang-undang ini Dewan dapat memberikan pembebasan secara khusus atau umum dan dalam kedua hal dapat dietapkan syarat-syarat tertentu.
Dewan dapat mendelegasikan wewenang ini kepada Ketua Dewan atau salah seorang anggotanya. Pasal 32. PERATURAN PERALIHAN.
Pada hari mulai berlakunya Undang-undang ini:
Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri dilebur sebagai badan hukum dan segala aktiva dan pasivanya beralih kepada Biro;
Segala aktiva dan pasiva "Dana Devisen" dijadikan Dana Devisa. Hubungan kerja antara Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri dan para pegawainya diambil-alih oleh Biro.
Jikalau untuk sesuatu hal menurut Undang-undang ini diharuskan adanya suatu izin atau dari sesuatu kewajiban dapat diberikan pembebasan, maka izin atau pembebasan yang telah diberikan berdasarkan Deviezen-verordening 1940 dianggap sebagai berdasarkan Undang-undang ini.
Segala peraturan pelaksanaan dari Deviezen-ordonnantie 1940 dan Deviezen-verordening 1940 sekedar mengatur lebih lanjut hal-hal yang ditentukan dalam Undang-undang ini tetap berlaku pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, sampai ditarik kembali.
Penggunaan, pembebasan dan pemindahan hak atas valuta asing termaksud dalam Pengumuman Pimpinan L.A.A. P.L.N. No. 3 tanggal 27 Mei 1963 dan S.K.B. Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan dan Urusan Bank Sentral No. No. IE/IU/KB/32/12/SKB jo Kep. 26/UBS/64 dan Kep. 35/UBS/ No. Kep. 21/UBS/64 64 diperkenankan sampai pengumuman dan peraturan ini ditarik kembali.
Terhadap perbuatan-perbuatan yang menurut Devizen- ordonnantie 1940 dan Deviezen-verordening 1940 merupakan tindak pidana dan tidak lagi demikian halnya menurut Undang- undang ini, berlaku peraturan yang tersebut terakhir.
Bank Swasta yang telah ditunjuk sebagai bank devisa menjalankan funksinya selama masa peralihan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 33.
Pasal 1 ayat 1e sub f dari Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi (Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955) dihapuskan dan diganti hingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 7, 8 dan 9 dari Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang "Peraturan Lalu-Lintas Devisa 1964", terkecuali jikalau pelanggaran itu berupa tidak melaksanakan ekspor sebagian atau seluruhnya ataupun tidak mentaati jangka waktu yang ditetapkan untuk suatu perbuatan dalam penyelenggaraan ekspor".
Undang-undang No. 4 Prp tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 91). dan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1964 (Lembaran-Negara tahun 1964 No. 2) ditarik kembali. Pasal 34. PERATURAN PENUTUP. Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Devisa 1964 dan mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUKARNO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 1964. SEKRETARIS NEGARA, MOHD. ICHSAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN LALU-LINTAS DEVISA. I. UMUM.
Rezim devisa yang hingga kini berlaku di tanah air kita mulai diadakan pada pertengahan tahun 1940 oleh Pemerintah Hindia Belanda, dengan dikeluarkannya Deviezen-Ordonantie 1940 (Staatsblad 1940 No. 205, sebagaimana telah dirobah dan ditambah) serta Deviezen-Verordening 1940 (Staatsblad 1940 No. 291, sebagaimana telah dirobah dan ditambah), pengalaman selama lebih dari 20 tahun menunjukkan bahwa kedua peraturan ini merupakan suatu sumber rintangan-rintangan terhadap kelancaran dan perkembangan lalu-lintas perdagangan dan lalu-lintas pembayaran antara Indonesia dan luar negeri yang sangat merugikan dan menghambat pembangunan Negara.
Deviezen-Ordonantie dan Deviezen-Verordening pada hakekatnya menetapkan cara dan sistim untuk menguasai seluruh penghasilan devisa serta seluruh kekayaan devisa dari pada penduduk devisa. Cara dan sistim ini memuncak pada pengusaaan dari segala usaha, segala kegiatan dan segla hubungan disegala lapangan. yang dapat menimbulkan konsekwensi-konsekwensi finansiil terhadap luar negeri, dalam segala bentuknya dan segala detailnya.
Meskipun cita-cita untuk menguasai seluruh penghasilan devisa untuk Negara pada hakekatnya dan pada akhirnya sesuai dengan cita-cita Sosialisme Indonesia, namun sistim dan cara dari pada Deviezen-ordonantie dan Deviezen- verordening, yang bersifat tidak konkrit dan berbelit-belit, telah menciptakan, khususnya bagi masyarakat yang bergerak di lapangan perdagangan internasional, suatu suasana yang penuh dengan perasaan takut dan kekhawatiran. Jelaslah bahwa suasana demikian melemahkan penggerakan potensi dan kekuatan Rakyat, khususnya mematikan inisiatip dari pihak produsen-produsen dan pengusaha-pengusaha kita dari kegiatan-kegiatan yang justru merupakan sumber-sumber bagi Negara untuk memupuk kekayaan devisa.
Salah satu tekhinik yang dipakai dalam Deviezen-ordonantie dan Deviezen- verordening yang tidak dapat dipertahankan adalah pembagian masyarakat Indonesia dalam dua golongan, yaitu: - golongan "penduduk-devisa" dan - golongan "bukan penduduk-devisa". Oleh karena penarikan garis oleh Diviezen-ordonantie dan Deviezen- verordening dilakukan dengan tidak memandang kebangsaan atau kewarganegaraan, maka sesama warganegara, baik Indonesia maupun asing, dapat digolongkan sebagai "penduduk devisa" dan "bukan penduduk devisa". Dengan demikian "Deviezen-ordonnnatie menjalankan penguasaan terhadap segala hubungan-hubungan keuangan antara "penduduk devisa" dan "bukan penduduk devisa", sehingga juga untuk transaksi-transaksi yang semata-mata bergerak di dalam negeri dan tidak menyangkut soal-soal devisa biarpun dilakukan antara warga negara Indonesia harus dimintakan izin terlebih dahulu dari pembesar-pembesar devisa, jika salah satu pihak merupakan "bukan penduduk devisa". Pembagian masyarakat Indonesia dalam dua golongan, yaitu golongan "penduduk-devisa" dan golongan "bukan penduduk Devisa" sudah terang merupakan rintangan untuk menciptakan ekonomi nasional yang sehat. Oleh karena itu dalam kehendak kita untuk menyusun ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis perlu pembagian masyarakat Indonesia dalam dua golongan dihapuskan. Untuk mencapai maksud itu perlu diambil kewarganegaraan sebagai kriterium, agar supaya kepentingan nasional dapat diperhatikan sepenuhnya dalam lalu-lintas perdagangan dengan luar negeri.
Selanjutnya sifat yang amat kaku dari Deviezen-ordonantie dan Deviezen- verordening sangat menghambat kelancaran dalam melaksanakan hubungan finansiil antara Indonesia dan luar negeri. Sifat yang amat kaku ini yang pada hakekatnya melarang segala- galanya, terkecuali jika diizinkan secara khusus atau umum, telah menimbulkan keharusan penetapan peraturan-peraturan penyelenggaraan yang jumlahnya demikian besarnya, sehingga keseluruhan ketetapan-ketetapan yang dikenal sebagai "peraturan-peraturan devisa" menjadi sangat kompleks dan sangat ruwet. Banyaknya dan berbelit-belitnya peraturan devisa itu dan kesimpangsiuran dalam interpretasi daripada peraturan-peraturan itu telah merupakan sumber rintangan-rintangan yang sangat menghambat kelancaran dalam pembangunan Negara dibidang perekonomian.
Dalam menghadapi masalah ekonomi, kita sadar bahwa sisa-sisa kelonial dan sisa feodal dan demikian pula sifat-sifat hubungan ekonomi dan perdagangan dengan dunia luar masih juga memberikan rintangan dalam pertumbuhan kearah sosialisme Indonesia. Dalam Deklarasi Ekonomi secara jelas dikemukakan hal-hal sebagai berikut: Dalam melanjutkan pertumbuhan-pertumbuhan di bidang sosial dan ekonomi, maka kita harus bertitik-pangkal pada modal yang sudah kita miliki ialah:
Aktivitas ekonomi Indonesia dewasa ini kurang lebih 80% sudah berada di tangan bangsa Indonesia. Dalam tahun 1950 boleh dikatakan aktivitas ekonomi di Indonesia sebagian terbesar masih dikuasai oleh bangsa asing, sehingga baik Pemerintah maupun rakyat, tidak dapat mengadakan perencanaan secara pokok bagi pertumbuhan ekonomi secara revolusioner.
Pada waktu-waktu belakangan ini Pemerintah sudah mulai dapat secara aktif aktivitas ekonominya dalam arti konsepsionil, organisatoris dan strukturil.
Meskipun demikian kita belum dapat berkembang secara mendalam oleh karena perhatian Pemerintah dan kekuatan rakyat masih dititik-beratkan kepada penyusunan alat-alat Revolusi yang baru pada waktu sekarang ini dapat dikatakan lengkap. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa baru sekarang kita dapat menggerakkan segala usaha dan perhatian rakyat dan Pemerintah untuk menanggulangi persoalan ekonomi secara konsepsionil, organisatoris dan strukturil dalam arti keseluruhannya.
Oleh karena itu maka diperlukan suatu approach yang lebih realistis dan ketentuan-ketentuan yang tegas dan sederhana dalam mengatur lalu-lintas devisa antara Indonesia dan luar negeri, dengan memegang teguh pada prinsip- prinsip reasionalisasi selaras pula dengan prinsip-prinsip demokrasi nasional. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa di samping pengusaan devisa dengan jalan mengharuskan penytorannya dalam Dana Devisa dapat juga dipakai pengusasaan dengan menetapkan cara pemakaiannya, suatu cara yang dalam keadaan tertentu dapat berjalan dengan lebih effisen.
Rasionalisasi berarti pula bahwa pengawasan harus ditujukan kepada sumber devisa yang terpenting. Bagi Negara kita, lalu-lintas perdagangan merupakan komponen yang terpenting; lebih dari 90% dari volume lalu-lintas pembayaran dengan luar negeri merupakan lalu-lintas perdagangan. Berhubung dengan itu pengawasan lalu-lintas pembayaran berarti terutama pengawasan terhadap lalu-lintas perdagangan dengan luar negeri. Dalam hubungan ini harus diawasi bahwa penerimaan devisa dari ekspor yang harus diterima oleh Negara. memang mengalir ke dalam kas Negara untuk merupakan Dana Devisa. Jumlah yang harus diterima ini harus ditentukan secara konkrit oleh Negara, supaya baik yang berwajib menyerahkan devisa (eksportir) maupun badan-badan pengawasa Pemerintah yang bersangkutan secara mudah dan secara mutlak dapat mengetahui tentang pemenuhan kewajiban itu. Syak- wasangka dari pihak badan-badan pengawas di atas atapun perasaan khawatir akan menyalahi peraturan-peraturan dari pihak ekspotir, dengan demikian dapat ditiadakan.
Pengeluaran devisa atas beban Dana Devisa untuk impor hanya dapat dilakukan menurut cara dan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam hubungan ini baik Pemerintah maupun badan Pemerintah yang ditugaskan harus menetapkan secara konkrit nilai yang dipandang layak olehnya bagi barang-barang yang diizinkan untuk dibeli dari luar negari.
Pengawasan terhadap penerimaan devisa dibidang jasa dapat dibatasi pada pos-pos yang terpenting saja. Pada umumnya dapat ditentukan bahwa devisa yang diterima dibidang jasa harus diserahkan kepada Negara, jika penerimaan devisa itu secara langsung dimungkinkan karena adanya peralatan atau fasilitas-fasilitas yang dimiliki atau dikurangi oleh perusahaan perkapalan asing. Penerimaan devisa oleh perseorangan berdasarkan jasa individual tidak perlu diawasi.
Pengawasan harus dilakukan terhadap pengeluaran devisa untuk jasa atas beban Dana Devisa, karena layak atau tidak layak pengeluaran itu seperti juga hanya dengan impor barang harus dipertimbangkan oleh Pemerintah dengan mengingat keperluan akan jasa itu dalam rangka kepentingan Negara dipelbagai bidang.
Pengawasan terhadap lalu-lintas modal perlu diadakan untuk menghindarkan pemindahan (pelarian) modal keluar negeri. Pemindahan modal keluar negeri dapat dilakukan dalam bentuk investasi dana-dana di luar negeri oleh warganegara Indonesia.
Pendirian bahwa penerimaan devisa Negara meliputi jumlah-jumlah yang memang secara konkrit diwajibkan oleh Pemerintah untuk diserahkan kepada Dana Devisa, berarti bahwa pemilikan devisa tidak lagi terbatas pada Negara saja. Di samping devisa yang merupakan Dana Devisa terdapat pula devisa yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia, baik warga-negara Indonesia maupun warganegara asing, yang tidak diharuskan untuk diserahkan langsung kepada Dana Devisa. Dalam pada itu perlu pula diadakan penertiban tentang cara penggunaan devisa yang termaksud dan penguasaannya oleh Negara letak pada cara pemakaiannya seperti telah dinyatakan di atas sub 7.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa perinsip- prinsip yang dianut dalam Undang-undang ini fundamental sangat berlainan dengan prinsip-prinsip yang diletakkan dalam Deviezen- ordonnatie dan Deviezen-verordening. Sebagai konsekwensi yang logis pada pertentangan ini maka banyak hal-hal yang dalam Deviezen-ordonnantie dan Deviezen-verordening merupakan larangan kini harus ditinggalkan. Dengan demikian, dalam sistim lalu-lintas devisa baru banyak perbuatan yang dengan sengaja tidak dilarang atau diharuskan memakai izin, misalnya: memiliki devisa, memiliki emas, mewakili warganegara Indonesia yang tidak menjadi "penduduk-devisa", mempunyai rekening bank di luar negeri, mengadakan perjanjian dengan "bukan penduduk-devisa", menerima undangan dari "bukan penduduk-devisa" untuk berkunjung ke luar negeri.
Berhubung dengan uraian di atas berbagai perbuatan yang dahulu semuanya merupakan tindak pidana kini untuk sebagian dapat dikesampingkan, hal mana akan menciptakan suatu suasana yang sehat guna perkembangan ekonomi nasional kita. Sebagian lain dari perbuatan yang dahulu dipandang bersifat pidana kini dianggap sebagai pelanggaran administratip, terkecuali jika pelanggaran itu dengan nyata mengakibatkan kerugian terhadap Negara.
Perlu ditegaskan, bahwa peraturan ini mewujudkan struktur dari pada lalu- lintas devisa antara Indonesia dengan luar negeri, yang merupakan suatu landasan untuk suatu politik devisa Pemerintah.
Akhirnya perlu dijelaskan bahwa ketentuan dalam Undang- undang ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan termaktub dalam perjanjian karya antara perusahan-perusahaan minyak Negara dan perusahaan-perusahaan minyak asing, yang telah disahkan dengan Undang-undang. II.PASAL DEMI PASAL Pasal 1 sub 1 dan 2. Cukup jelas. Pasal 1 sub 3. Yang dimaksudkan dengan mata uang emas ialah mata uang emas yang menurut Undang-undang Keuangan yang berlaku di negara yang bersangkutan merupakan uang emas yang sah; Jika tidak, maka barang yang berupa mata uang emas masuk golongan barang pakai atau barang perhiasan. Pasal 1 sub 4. Dengan sengaja bermacam-macam uang asing yang tidak dipakai untuk pembayaran internasional tidak dipandang devisa seperti juga halnya dengan mata uang asing logam bukan emas. Pasal 1 sub 5 s/d 8. Cukup jelas. Pasal 1 sub 9. Arti ekspor dalam kalimat kesatu diperluas dalam kalimat kedua. Pemerintah akan mengadakan tindakan-tindakan agar pengluasan ini tidak menimbulkan ekses-ekses dalam pelaksanaannya. Pasal 2. Yang dapat dikuasai oleh Negara Republik Indonesia dengan sendirinya hanya devisa yang ada hubungannya dengan Negara atau rakyat kita. Jadi misalnya uang US. $ yang dipegang oleh orang Amerika di negaranya dari usahanya di sana, atau uang US. $ yang merupakan hasil ekspor dari Sudan, adalah di luar penguasaan negara kita. Inilah yang dimaksudkan dengan perumusan "yang berasal dari kekayaan alam dan usaha Indonesia". Siapa yang mengusahakan, bangsa asing atau bangsa Indonesia, untuk ini tidak dibedakan. Ke dalam batas-batasnya mana yang dikuasai dirumuskan dengan lebih teliti dalam pasal-pasal selanjutnya. Harus diinsafi, bahwa "penguasaan" tidak perlu senantiasa bersifat "pemilikan". Bahkan dalam banyak hal penguasaan secara pengaturan pemakaiannya adalah lebih efisien dari pada pemilikan, dengan effek sosial yang sama. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Dianggap perlu, bahwa pemupukan devisa negara yang diperlukan guna pemeliharaan ekonomi masyarakat, peninggian tingkat hidup rakyat serta pembangunan Negara ditugaskan kepada instansi yang tinggi. Dalam hal ini tugas itu diberikan kepada Dewan yang terdiri dari Menteri-menteri, diketuai oleh Perdana Menteri/Wakil-wakil Perdana Menteri dan Menteri Koordinator Kompartemen Keuangan sebagai Wakil- Ketua. Pada permulaan dalam masa transisi ini barangkali belum mungkin untuk menetapkan dan mentaati suatu Anggaran Devisa yang rigid, akan tetapi kita harus berusaha keras untuk mencapai taraf itu. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Jika terhadap suatu bank diperintahkan diadakannya penyelidikan oleh satu atau beberapa orang ahli atau badan, maka diindahkan ketentuan dalam Undang-undang No. 23 Prp tahun 1960. Pasal 7 ayat (1) dan (2). Dengan pasal ini ditentukan secara konkrit harga yang dikehendaki oleh Negara dalam ekspor barang dari Indonesia. Dengan penetapan demikian eksportir dapat mengetahui dengan jelas berapa besarnya jumlah devisa yang ia harus serahkan kepada Dana Devisa, sebaliknya Pemerintah secara mudah dan secara mutlak dapat mengetahui tentang pemenuhan kewajiban eksportir. Dengan cara penetapan harga demikian eskpor akan diperlancar karena tidak tergantung lagi pada perumusan yang abstrak "de ter plaatse van levering geldende marktwaarde" seperti ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) dari Deviezen-verordening dahulu. Pasal 8. Cukup jelas. Pasal 9. Dokumen-dokumen yang dimaksudkan di sini adalah antara lain: Konosemen, wesel, paktur. Pasal 10. Lihat penjelasan Umum. Pasal 11. Cukup jelas. Pasal 12. Pelaksanaan impor atas beban Dana Devisa diatur menurut rencana impor yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan ekonomi yang urgent dalam rangka penetapan Anggaran Devisa untuk melaksanakan prinsip berdiri di atas kaki sendiri dibidang ekonomi. Pasal 13. Cukup jelas. Pasal 14. Cukup jelas. Pasal 15. Dalam Peraturan Pemerintah diatur cara-cara penguasaan yang lain dari pemasukan dalam Dana Devisa. Penguasaan ditujukan pada pemakaiannya dan meliputi juga overprice, discount, komisi dan sebagainya. Pasal 16. Kewajiban ini telah ada dalam Devizen-verordening 1940. Barangsiapa telah memenuhi kewajiban ini berdasarkan peraturan lama tidak perlu mengulanginya. Pasal 17. Izin ini dapat berupa peraturan umum yang memperkenankan impor dan ekspor Rupiah dalam batas-batas tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu, misalnya untuk memungkinkan melakukan pembayaran-pembayaran pada waktu masuk diwilayah Indonesia. Izin ini dapat bersifat khusus atau insidentil. Pasal 18. Ini yang disebut suatu "Banket-norm". Sebelum dirumuskan persis apa perbuatannya yang terlarang atau diharuskan, telah dinyatakan dapat dipidana. Tidak dibedakan juga apakah peraturan-peraturan itu bersifat penting dan essensiil ataukah hanya bersifat detail dan administratip saja, misalnya berapa lembar dari suatu formulir harus dibuat dan sebagainya. Semua itu dapat dipindana. Dalam sistim baru dinyatakan dengan jelas tindak mana yang diancam dengan pidana dan dipandang "strafwaardig". Jika tidak dinyatakan bahwa suatu tindak bersifat pidana, maka tindak itu masuk lapangan hukum administratip cq perdata. Pasal 19. Sebagian besar dari hukum devisa merupakan hukum administratip yang dilaksanakan di luar pengadilan pidana dan perdata. Dalam keadaan demikian dirasakan perlu bahwa interpretasi tertinggi dalam soal-soal devisa berada di tangan Dewan yang mempunyai tanggung-jawab dalam bidang tersebut dan juga berada dalam posisi yang terbaik untuk mempertimbangkan seluruh aspek finansiil, moneter dan ekonomi dari perundang- undangan devisa. Ada kemungkinan bahwa suatu tindak pidana dalam lapangan devisa oleh fihak kejaksaan diberi arti yang berlebih-lebihan, jauh di luar proporsi kalau ditinjau dalam hubungan neraca pembayaran dan lalu-lintas pembayaran luar negeri seluruhnya. Dewan dan alat-alatnya berada dalam posisi untuk meninjau hubungan dan "scope" ini dengan lebih saksama. Juga ada kemungkinan bahwa dengan dihukumnya suatu perbuatan timbul akibat-akibat lain dalam masyarakat (perdagangan) yang lebih merugikan bagi devisa Negara, sehingga menuntut berarti lebih merugikan dari pada tidak menuntut. Oleh karena itu kepada Dewan diberi wewenang untuk dalam hal-hal yang demikian mengusulkan kepada Menteri/Jaksa Agung untuk tidak menuntut. Pasal 20. Sesuai dengan sistim yang dijelaskan di atas mengenai pasal 18 maka dalam pasal 20 s/d 24 ditetapkan dengan teliti tindak mana yang dipandang tindak pidana, yaitu tindak yang paling merugikan saja untuk Negara dan masyarakat. Yang terpenting ialah yang biasa disebut smokkel (penyelundupan) dalam ekspor. Yaitu mengangkut barang keluar Indonesia dari peredaran dengan tidak menghiraukan pasal-pasal 7, 8, dan 9 sehingga hasil devisanya sama sekali tidak dapat dikuasai oleh Negara. Kalau ini dilakukan dengan sengaja sedang kerugian yang dapat diderita oleh Negara besarnya melebihi suatu jumlah valuta asing yang merupakan nilai lawan 8886.71 gram emas murni, yaitu pada dewasa ini misalnya US$ 10.000, DM. 40.000 atau pada umumnya Nilai Transaksi Rupiah (devisa) 2.500.000,-, pidana penjara 10 tahun, atau denda Rp. 100.juta. Kalau jumlahnya sama dengan nilai lawan 88,8671 gram emas murni (devisa ini Nilai Trasaksi Rupiah 25.000,-) ke bawah, maka tindaknya dipandang administratip. Jika semua peraturan ekspor ditaati tetapi ekspornya sebagian atau seluruhnya tidak dilangsungkan atau suatu jangka waktu tidak ditepati, tindak ini hanya merupakan pelanggaran administratip oleh karena barang ekspornya tidak hilang dan masih tersedia untuk diekspor lagi. Pelanggaran dalam pemberian jasa ke luar negeri, hanya mungkin kalau Dewan telah menetapkan jasa-jasa mana yang taripnya harus dibayar dalam devisa dan sampai mana hasilnya harus diserahkan kepada Dana Devisa. Dalam hal ini dapat dicatat bahwa industri jasa-jasa kita belum begitu berkembang sehingga dapat menghasilkan jumlah- jumlah devisa yang besar. Pasal 21. Dalam hal impor, soalnya adalah berlainan. Kalau ekspor smokkel yang berhasil berarti kehilangan devisa untuk Negara, maka impor secara selundup tidak membebani Dana Devisa, sebab tanpa izin tidak mungkin (diam-diam) devisa dikeluarkan dari Dana Devisa. Maka dari itu pelanggaran pasal 12 hanya merupakan pelanggaran administratip. Jika peraturan-peraturan Bea dan Cukai yang diselundupi dalam peraturan-peraturan itu sendiri telah cukup peraturan- peraturan pidana yang menjaganya. Pasal 22. Cukup jelas. Pasal 23. Cukup jelas. Pasal 24. Cukup jelas. Pasal 25. Peraturan-peraturan ini mengenai soal pertanggungan-jawab jika suatu tindak dilakukan oleh suatu badan hukum. Pada umumnya peraturan-peraturan ini sesuai dengan peraturan-peraturan dalam Undang-undang tindak pidana ekonomi (Undang- undang No. 7 Drt tahun 1955). Pasal 26. Cukup jelas. Pasal 27. Cukup jelas. Pasal 28. Mengadakan perjanjian atau membuat kontrak yang tidak atau belum disetujui oleh Menteri Urusan Bank Sentral cq Biro cq. Bank Indonesia tidak dengan sendirinya merupakan tindak pidana. Akibatnya bahwa dalam perkara perdata perjanjian itu akan diabaikan oleh hakim dan juga bahwa Dana Devisa dan Negara tidak terikat oleh Perjanjian semacam itu. Pasal 29. Cukup jelas. Pasal 30. Cukup jelas. Pasal 31. Ayat 1 : Cukup jelas. Ayat 2 : Cukup jelas. Selainnya dari itu perlu dicatat bahwa perbuatan-perbuatan yang membutuhkan izin adalah jauh lebih sedikit dari pada menurut Deviezen- ordonantie. Ayat 3: Pembebasan umum dapat berbentuk peraturan khusus yang menyimpang dari Undang-undang ini. Misalnya untuk pengeluaran atau pemasukan barang pindahan, barang hadiah dan sebagainya. Sekalipun formilnya juga merupakan ekspor dan impor Dewan dapat mengeluarkan peraturan khusus yang merupakan pembebasan- pembebasan. Ayat 4. Dalam prakteknya delegasi ini akan dilakukan kepada Menteri Urusan Bank Sentral yang dapat mendelegasikan lagi kepada Bank Indonesia dan/atau Biro. Pasal 32 s/d 34. Cukup jelas. Mengetahui : Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 1 lainnya
berupa peningkatan aktivitas perekonomian dapat dirasakan dalam jangka waktu menengah dan panjang. Dalam kesempatan berbeda, Direktur Riset CORE, Piter Abdullah Redjalam menilai wajar langkah pemerintah memberikan insentif fiskal untuk menopang target pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk ekspor dan investasi sebagai penyumbang terbesar kedua dan ketiga PDB nasional. Apalagi pada saat yang bersamaan, dalam dua tahun terakhir kinerja ekspor dan investasi tak begitu menggembirakan. Namun demikian, Piter menekankan perlunya menempatkan insentif fiskal dalam konteks strategi besar untuk memperbaiki struktur ekonomi agar tidak lagi bergantung pada komoditas. “Karena sifat reformasi struktural jangka panjang, arah kita pasti jangka panjang. Saya kira dalam kurun waktu lima tahun sudah bisa terlihat hasilnya,” ujarnya. Paradigma baru Insentif fiskal yang diberikan pemerintah beragam jenisnya. Secara garis besar, terang Rofyanto, insentif tersebut terbagi menjadi dua bagian. Pertama, fasilitas yang bersifat sektoral, antara lain tax holiday, tax allowance, investment allowance, fasilitas PPN tidak dipungut, dan pembebasan bea masuk. Fasilitas ini ditargetkan untuk sektor- sektor tertentu, misalnya tax bersama seirama. Berbenah butuh keuletan dan kesabaran. Apalagi jika banyak persoalan menumpuk sekian lama, mulai dari sisi perizinan, prosedur, hingga implementasi di lapangan. Beragam regulasi yang menghambat harus segera dirapikan. Untuk memancing masuknya investasi baru dan mendorong aktivitas dunia usaha, pemerintah memasang strategi pemberian insentif fiskal. Insentif fiskal memang akan berpengaruh negatif bagi penerimaan perpajakan karena memunculkan belanja perpajakan ( tax loss ). Akan tetapi, pemberian insentif diharapkan dapat melambungkan penerimaan perpajakan karena basis perpajakan yang semakin besar akibat peningkatan aktivitas perekonomian. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Rofyanto menuturkan, sejak tahun 2018 Kementerian Keuangan telah melaporkan besarnya belanja perpajakan sebagai bentuk transparansi fiskal. Pada tahun itu, diestimasi besar belanja perpajakan mencapai Rp221,1 triliun atau sekitar 1,49 persen Produk Domestik Bruto (PDB). “Perlu disadari bahwa dampak langsung dan dampak tidak langsung dari insentif perpajakan memiliki perbedaan waktu atau time lag ,” jelas Rofyanto. Dampak langsung dapat dirasakan pada sistem perpajakan berupa penurunan pajak yang dikumpulkan, holiday untuk penanaman modal industri pionir. Kedua, fasilitas yang bersifat spatial (kawasan), misalnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan tempat penimbunan berikat. Di dalam kawasan tersebut, sarana dan prasarana untuk pengembangan industri diintegrasikan, termasuk pemberian fasilitas perpajakan. Pemberian fasilitas spasial ini diharapkan mampu menciptakan kantong-kantong ekonomi baru. “Dalam tahun 2019, pemerintah juga memperkenalkan jenis insentif baru, yaitu fasilitas super deduction tax yang merupakan activity-based incentive dan banyak diadopsi oleh negara-negara maju,” tambah Rofyanto. Insentif ini diberikan terhadap kegiatan vokasi dan R&D oleh Wajib Pajak (WP). Swasta didorong untuk turut aktif T iga puluh tiga perusahaan hengkang dari Tiongkok akibat perang dagang. Tiada satu pun berlabuh di Indonesia. Mereka lebih melirik negeri tetangga: Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Mengapa? Rumput tetangga lebih hijau bukan fatamorgana. Nyatanya, kita memang perlu berbenah diri. Namun, memacu investasi tak seringan membalik telapak tangan. Pembenahan tata kelola investasi perlu sinergi serta menyeluruh. Pusat dan daerah harus bergerak 13 MediaKeuangan 12 VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020 Laporan Utama “Karena sifat reformasi struktural jangka panjang, arah kita pasti jangka panjang. Saya kira dalam kurun waktu lima tahun sudah bisa terlihat hasilnya" Piter Abdullah Redjalam Direktur Riset Center of Reform on Economic CORE Indonesia Teks Reni Saptati D.I, Laporan Utama Foto Anas Nur Huda Pemerintah memberikan insentif fiskal untuk menopang target pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk ekspor dan investasi. Berbenah Pacu Investasi
Rahmat Widiana, Pemimpin Redaksi Media Keuangan Dari Lapangan Banteng Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @galuhmafela Pembangunan infrastruktur, meski hasilnya belum bisa dinikmati sekarang jika belum dilakukan berkesinambungan. @nurhafsahasanb Indonesia terlalu kaya SDA sampai dilirik banyak negara. Yang lain saja peka dengan SDA kita, masa kita tidak? Yok sadar, yok! @atri.widi Perbaikan birokrasi yg memudahkan investasi, misal penanaman modal 1 pintu. Investor tidak merasa ribet lagi untuk investasi, selain mengurangi cost penanaman modal Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Dari beberapa faktor ini, mana yang paling besar mendorong investasi? a. Potensi demografi b. Melimpahnya SDA c. Perbaikan birokrasi d. Pembangunan Infrastruktur Mengungkit Pertumbuhan MENARIK INVESTASI dalam pengalokasiannya. Kemudahan- kemudahan tersebut semata-mata dimaksudkan untuk menggenjot investasi dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Tentunya, tanggung jawab untuk mendorong investasi menjadi pekerjaan bersama antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, khususnya dalam mendukung kemudahan berinvestasi dan memperkuat daya saing daerah. Dalam edisi ini, berbagai hal tentang usaha dan tantangan akselerasi investasi dalam negeri akan disajikan. Selamat membaca! A wal tahun 2020, kondisi global masih diwarnai dengan ketidakpastian. Mulai dari deadlock perundingan perdagangan AS dan China, rencana Brexit, hingga wabah virus Corona di beberapa negara. Semua kejadian tersebut berpotensi mengganggu perekonomian global dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Asia, termasuk Indonesia. Meskipun 2020 dipenuhi dengan dinamika gejolak global, pengalaman di 2019 memberikan sinyal bahwa Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya. Angka kemiskinan berkurang, pengangguran menurun, indeks gini ratio pun juga menurun. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki modal besar untuk menumbuhkan iklim investasi yang baik. Menghadapi berbagai tantangan tersebut, Indonesia telah menyiapkan berbagai kebijakan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional termasuk strategi mengurangi defisit neraca perdagangan. Salah satu kunci mengurangi defisit tersebut adalah dengan menumbuhkan investasi dalam negeri. Perhatian pemerintah terhadap upaya peningkatan iklim investasi di Indonesia sangatlah serius. Berbagai insentif fiskal telah disiapkan pemerintah, seperti tax allowance , super deduction , hingga tax holiday . Tak berhenti di situ, mulai tahun 2020 pemberian Dana Insentif Daerah (DID) menggunakan indikator peningkatan investasi dan ekspor Ralat: Redaksi memohon maaf atas kesalahan pencantuman foto narasumber atas nama Suminto, Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan dalam artikel "Menghelat Program Kaya Manfaat" pada edisi "Mewujudkan Perlindungan Memadai" Volume XV/No. 149/Februari 2020.
Tantangan dan hambatan dalam mendorong investasi di sektor riil Foto Resha Aditya Pemerintah Daerah turut berpartisipasi menjalankan beberapa program untuk mendorong ekspor dari industri kecil dan menengah. MediaKeuangan 10 Dari total proyek terkendala perizinan dan rekomendasi Dari total proyek terkendala lahan Dari total proyek terkendala regulasi Dari total proyek terkendala insentif fiskal Dari total proyek terkendala isu lainnya saja akan merintangi laju pertumbuhan ekonomi. Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P. Roeslani, sektor konsumsi perlu dijaga sebab mendominasi postur pertumbuhan ekonomi nasional. “Memang kita harus tetap menjaga terutama konsumsi domestik kita yang memiliki kontribusi 55-56 persen dari total pertumbuhan kita,” tutur Rosan. Dengan demikian, meningkatkan pertumbuhan konsumsi domestik menjadi jalan penyelamatan. Lalu bagaimana cara untuk mendorong pertumbuhan konsumsi domestik? Akselerasi investasi adalah jawabannya. Menurut Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi adalah pahlawan yang menjaga kedaulatan ekonomi bangsa. “Ketika membicarakan konsumsi, tentu saja berhubungan dengan daya beli. Daya beli ini tidak terlepas dari soal kepastian pendapatan. Kepastian pendapatan bisa terwujud jika tersedia lapangan pekerjaan. Nah, investasi menjadi satu-satunya jalan untuk menciptakan lapangan pekerjaan,” terang Bahlil. Hal senada juga diungkapkan oleh Rosan P. Roeslani, Ketua Umum Kadin Indonesia. Menurutnya, investasi memegang peranan besar dalam menekan defisit transaksi berjalan hanya saja belum berjalan optimal. “Jika kita lihat, investasi meningkat dari tahun ke tahun tapi belum optimal. Kadin melihat perlunya meningkatkan peran investasi terutama investasi yang berorientasi ekspor,” ujar Rosan. Saat ditanyakan strategi BKPM dalam mendukung pemerintah menekan defisit transaksi berjalan, Bahlil mengungkapkan ada tiga langkah yang akan dilakukan. Pertama, menarik investasi untuk produk-produk substitusi impor. Kedua, mendorong investasi yang memiliki output produk ekspor. Ketiga, memanfaatkan investasi agar mampu menciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya. “Saat ini kita sedang mendorong investasi di sektor-sektor produktif, manufaktur, padat karya yang mampu banyak menciptakan lapangan pekerjaan, yang banyak melahirkan substitusi impor dan yang berorientasi ekspor,” ungkap pria kelahiran Banda ini. Namun demikian, masih ada beberapa aspek yang menghambat masuknya investasi ke Indonesia. Untuk itu, pembenahan internal terutama birokrasi yang berbelit menjadi fokus BKPM. “Pengusaha itu butuh kepastian, kemudahan, dan efisiensi, jika tiga itu sudah didapatkan selesai sudah urusan. Maka dari itu, melalui Inpres Nomor 7 Tahun 2019, seluruh kewenangan terkait perizinan yang ada pada 22 Kementerian dan Lembaga didelegasikan ke BKPM. Harapannya adalah memotong mata rantai birokrasi yang terlalu panjang,” tegasnya. Bahlil menambahkan bahwa persepsi investasi tidak hanya dari pengusaha kelas kakap saja namun juga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). “BKPM tidak hanya memfasilitasi pengusaha kelas besar namun juga selama usaha tersebut bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam menyediakan lapangan pekerjaan,” jelasnya. Orientasi Ekspor Harus Berubah Selain investasi, strategi lain yang perlu dilakukan dalam mengatasi defisit transaksi berjalan adalah melalui peningkatan kinerja ekspor. Rosan berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan inisiatif yang dapat mendorong ekspor dan berimplikasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. “Pada tahun 2019, current account deficit kita membaik sedikit. Namun, itu bukan karena ekspor yang meningkat tapi ekspor turun dan impor turunnya lebih banyak lagi. Jadi kita harus melihat dari semua sisi dan diharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan inisiatif yang mencoba untuk meningkatkan pertumbuhan kita ke depan,” jelasnya. Menurut pria yang juga merupakan chairman Recapital Group ini, sebagai salah satu ujung tombak dalam pertumbuhan ekonomi, kinerja ekspor Indonesia harus dioptimalkan dengan cara mengubah orientasi ekspor, melakukan diversifikasi negara, dan juga diversifikasi produk. “Kita harus aktif membuka pasar-pasar baru yang berpotensi seperti pasar di Timur Tengah, pasar-pasar di Afrika yang memang mulai digarap oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, bukan hanya pasar-pasar tradisional seperti Jepang, Korea, US, Eropa. Kita harus melakukan diversifikasi negara dan juga diversifikasi produk. Itu yang harus kita lakukan ke depannya,” ujarnya. Bahlil juga mengungkapkan bahwa sejak masa VOC hingga tahun 2018, komoditas ekspor Indonesia tidak banyak mengalami perubahan yakni barang mentah. “Pola ini harus diubah. Maka dari itu, sekarang pemerintah menggiring semua sumber daya alamnya itu untuk dilakukan hilirisasi. Sebagai contoh, ketika sawit kita di- banned oleh Eropa beberapa waktu lalu. Namun, karena kreativitas kita dapat melahirkan B20 dan B30. Bagi petani hal ini mendatangkan keuntungan karena harga sawit menjadi tinggi dan bagi negara juga mendapat keuntungan karena impor berkurang,” pungkasnya. Energi Terbarukan adalah Keniscayaan Tingginya impor bahan bakar migas menjadi penyumbang terbesar dalam defisit transaksi berjalan. Oleh sebab itu, pengembangan energi terbarukan (EBT) menjadi salah satu solusi agar defisit teratasi. Pilihan jatuh kepada minyak sawit mentah (CPO). “Sawit kita cukup banyak, CPO nya juga berlimpah. Industri sawit sudah berkembang bisnisnya dan supply chain nya sudah tertata baik. Selain itu, kita juga menguasai teknologinya, sehingga untuk hilirisasi sawit, CPO diolah menjadi biodiesel yang dapat digunakan sebagai bahan bakar complimentary solar,” terang Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Peningkatan kemandirian energi dan penyediaan energi ramah lingkungan merupakan tujuan utama dari pemanfaatan biodiesel sebagai bagian dari energi baru terbarukan. “Saat ini rata-rata penggunaan BBM solar kurang lebih 33 juta kiloliter per tahun. Mengacu kepada Kebijakan Energi Nasional, harapannya di tahun 2025 nanti sekitar 13,8 juta kiloliter bahan bakar kita berasal dari bahan bakar nabati. Dengan adanya perkembangan teknologi seperti co-processing dan stand alone untuk green refinery , tidak menutup kemungkinan pemanfaatan bahan bakar nabati bisa melebihi target yang ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional,” ungkap Feby. Upaya untuk meningkatkan kemandirian energi terus berlanjut. Pekerjaan rumah yang masih menanti adalah mencari pengganti gasolin. Hal ini disebabkan impor gasolin menjadi masalah impor migas terbesar saat ini. “Untuk solar sebenarnya kita sudah bisa dikatakan selesai. Pekerjaan rumah kita saat ini ada di gasolin yang masih impor sebesar 60 persen. Jadi, nantinya CPO juga akan dikembangkan untuk pembuatan green gasolin dan juga green avtur,” jelasnya.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 8 lainnya
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian Nota Keuangan pada tanggal 17 Agustus 2020 menyebutkan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional, reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing, percepatan transformasi ekonomi menuju era digital, dan pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi. Seperti apa detail pokok-pokok kebijakan RAPBN 2021? Pertumbuhan Ekonomi dapat tumbuh 4,5% - 5,3% Inflasi terkendali di kisaran 3,0% Nilai Tukar Rupiah (per USD) berada di Rp14.600 Suku Bunga SPN 10 Tahun diperkirakan 7,29 % Harga Minyak Mentah rata-rata per hari USD45 Lifting Minyak diperkirakan 705 ribu barelbarel Lifting Gas setara minyak per hari 1.007 ribu barel PERCEPATAN PEMULIHAN EKONOMI DAN PENGUATAN REFORMASI Outlook 2020 RAPBN 2021 Pendapatan Negara Rp1.776,4 T Hibah Rp 0,9 T Belanja Negara Rp2.747,5 T Belanja Pemerintah Pusat Rp 1.951,3 T Transfer ke Daerah Rp 796,3 T Pembiayaan Anggaran Rp971,2 T Penerimaan Perpajakan Rp 1.418,9 T PNBP Rp 293,5 T Pembiayaan Investasi Rp(169,1) T ASUMSI MAKRO *) Suku bunga SBN 10 tahun menggantikan suku bunga SPN 3 bulan di tahun 2021 PENDAPATAN NEGARA Outlook 2020 RAPBN 2021 BELANJA NEGARA Outlook 2020 RAPBN 2021 Rp1.669,9 T Rp1.776,4 T Rp2.747,5 T Rp2.739,2 T Rp971,2 T Rp1.039,2T PEMBIAYAAN NEGARA Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020
dan produktif dengan fokus pada sektor informal, UMKM, petani, nelayan, sektor korporasi, dan BUMN yang memiliki peran strategis bagi masyarakat,” ujar Ubaidi. Langkah lain yang akan diterapkan yakni menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan efektivitas perlindungan sosial, memperkuat kebijakan dalam pengendalian impor khususnya pangan, serta meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN). Empat pilar kebijakan teknis perpajakan Terjadinya perlambatan aktivitas ekonomi menjadi tantangan bagi pendapatan negara. Kinerja ekspor dan impor melemah, begitu pula dengan konsumsi dan investasi yang turut menurun. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan, pada tahun 2021, pemerintahan akan melakukan optimalisasi pendapatan yang inovatif dan mendukung dunia usaha untuk pemulihan ekonomi. “Dari sisi perpajakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya perluasan basis pajak, dan perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio ,” tutur Ihsan. Lanjutnya, penerapan Omnibus Law Perpajakan dan pemberian berbagai insentif fiskal juga diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, serta memacu transformasi ekonomi. “Kebijakan teknis pajak yang akan diimplementasikan pada tahun 2021 dapat dikategorikan menjadi empat pilar kebijakan besar,” ungkap Ihsan. Pertama, mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur. Kedua, memperkuat sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi antara lain melalui terobosan regulasi, pemberian insentif pajak yang lebih terarah, dan proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT. Pilar ketiga ialah meningkatkan kualitas SDM dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan. Sementara, pilar terakhir ialah mengoptimalkan penerimaan pajak. Langkah ini akan diimplementasikan dalam bentuk pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), serta ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Selain itu, pemerintah juga akan meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, dan IT. Menurut Ihsan, selama ini sektor industri pengolahan dan perdagangan menjadi penyumbang utama penerimaan pajak. Terkait dengan basis pajak baru, ia menerangkan, dari sisi aspek subjek pajak, pendekatan kewilayahan menjadi fokus utama DJP. “Adapun dari aspek objek pajak, salah satunya adalah dengan meng- capture objek pajak dari aktivitas PMSE yang semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini,” pungkasnya. Pembiayaan fleksibel dan responsif Penyusunan RAPBN 2021 masih belum terlepas dari situasi pandemi. Oleh sebab itu, sektor pembiayaan harus tetap antisipatif terhadap kebutuhan APBN dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi. Hal tersebut disampaikan Direktur Strategi dan Portofolio Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Riko Amir, dalam kesempatan wawancara dengan Media Keuangan. “Untuk arah kebijakan pembiayaan tahun depan, pembiayaan tetap fleksibel dan responsif terhadap kondisi pasar keuangan, tetapi juga tetap prudent dan memperhatikan kesinambungan fiskal,” terang Riko. Pihaknya juga terus berupaya mengembangkan skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Nah, yang paling penting, pada 2021 juga harus ada efisiensi terhadap biaya utang itu sendiri,” kata Riko yang merupakan alumnus Univesity of Groningen tersebut. Untuk tahun depan, pihaknya akan mendorong biaya bunga utang bisa makin efisien, seiring dengan pendalaman pasar keuangan, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur Surat Berharga Negara (SBN) itu sendiri, serta diversifikasi pembiayaan. “Indonesia tidak bisa mengelak dari pandemi ini. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan counter cyclical di mana ketika pertumbuhan ekonominya menurun, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membantu boosting ekonomi,” ujar Riko. Di sisi lain, Riko mengungkapkan sejumlah lembaga pemeringkat utang melihat Indonesia telah melakukan kebijakan on the right track dan mampu menjaga stabilitas makroekonominya. Pada bulan Agustus lalu, salah satu lembaga pemeringkat utang yaitu Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stable . Fitch mengapresiasi pemerintah lantaran telah merespons krisis dengan cepat. Mereka menilai pemerintah telah mengambil beberapa tindakan sementara yang luar biasa, meliputi penangguhan tiga tahun dari plafon defisit 3 persen dari PDB dan pembiayaan bank sentral langsung pada defisit. “Penilaian tersebut menjadikan pemerintah lebih confidence dalam menjalankan peran untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemi ini,” pungkas Riko Amir. Dengarkan serunya wawancara bersama para narasumber pilihan Media Keuangan
Opini Teks Rahma Aziza Fitriana, pegawai Balai Diklat Keuangan Denpasar *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Kebijakan New Normal yang Dipilih Pemerintah MENGATASI KESALAHPAHAMAN K ebijakan new normal yang dipilih pemerintah menuai pro kontra. Banyak pihak beranggapan bahwa kebijakan ini diambil terlalu dini mengingat jumlah kasus penderita virus COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Masyarakat beranggapan bahwa kebijakan new normal tidak berpihak pada keselamatan masyarakat. Lantas, benarkah hal tersebut? Dalam penulisan opini ini, penulis membagikan kuisioner sebagai penilitan awal kepada 40 responden. Responden tersebut merupakan WNI yang tersebar di berbagai daerah. Sebanyak 57,5% responden berusia 18-25 tahun dan sisanya diatas 25 tahun. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa 77,5% responden beranggapan kebijakan new normal yang dilakukan pemerintah lebih berpihak pada aspek ekonomi ketimbang keselamatan jiwa. Hasil ini sesuai dengan isu yang beredar di masyarakat bahwasanya pemerintah lebih mementingkan sisi ekonomi yang mengalami krisis akibat pandemi ketimbang keselamatan masyarakat. Proyeksi pertumbuhan ekonomi sebelum COVID-19 berada di angka 5,3%. Akan tetapi, setelah terjadi pandemi, proyeksi itu ada di angka 2,3% untuk skenario berat dan -0,4% untuk skenario sangat berat. Pertumbuhan ekonomi yang turun drastis menjadi penyebab pemutusan hubungan kerja besar-besaran dan meningkatnya jumlah pengangguran. Akibatnya, jumlah masyarakat miskin semakin bertambah. Potensi dampak sosial yang terjadi akibat COVID-19 menunjukkan angka yang fantastis. Diperkirakan jumlah kemiskinan akan bertambah sebesar 1,89 juta orang pada skenario berat dan 4,86 juta orang pada skenario sangat berat. Jumlah penganguran pun akan naik sebesar 2,92 juta orang pada skenario berat dan 5,23 juta orang pada skenario sangat berat. Pemerintah selaku pembuat kebijakan melakukan langkah extraordinary untuk menangani pandemi ini. Dana sebesar Rp 695,2 triliun yang dilokasikan untuk mengatasi COVID-19 adalah bukti keseriusan pemerintah. Dana tersebut didistribusikan melalui kebijakan kesehatan, social safety net, dukungan industri, dan Program Pemulihan Ekonomi (PEN). Kita telah melihat berbagai upaya pemerintah untuk mengatasi pandemi ini baik dari segi kesehatan maupun dari segi perekonomian. Akan tetapi, apakah data-data terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi, kenaikan jumlah pengangguran dan kemiskinan, serta dana yang dikeluarkan pemerintah untuk berbagai aspek sampai ke masyarakat? Sebanyak 62,5% responden tidak mengetahui jumlah kenaikan angka pengangguran dan kemiskinan yang terjadi akibat COVID-19. Artinya, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui berapa angka pasti kenaikan jumlah pengangguran dan kemiskinan. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui berapa jumlah orang miskin baru yang timbul akibat pandemi ini. Hal tersebut mendorong terjadinya penyepelean masalah ekonomi dalam benak masyarakat. Sebanyak 72,5% responden tidak mengetahui nominal yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi pandemi COVID-19. Ketidaktahuan masyarakat mendorong terjadinya asumsi bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani masalah ini. Padahal, jika kita cermati data-data di atas, pemerintah telah mengeluarkan nominal yang tidak sedikit untuk berbagai aspek. Timbul pertanyaan, mengapa data-data di atas tidak sampai ke masyarakat? Apakah pemerintah tidak mensosialisasikan kebijakan- kebijakan yang dilakukan selama pandemi? Sebanyak 80% responden beranggapan bahwa pemerintah tidak memberikan informasi yang jelas terkait kebijakan-kebijakan yang dilakukan selama pandemi. Padahal, apabila kita cermati bersama, pemerintah telah menginformasikan kebijakan-kebijakan yang dilakukan melalui berbagai media, utamanya media sosial instagram. Melalui akun media sosial @ kemenkeuri, pemerintah telah membuka data-data di atas. Mulai dari proyeksi pertumbuhan ekonomi, jumlah kenaikan pengangguran dan kemiskinan, belanja dan pendapatan negara, sampai program-program yang pemerintah canangkan untuk mengatasi pandemi ini. Kebijakan new normal yang dipilih pemerintah pun tidak serta merta membebaskan kegiatan masyarakat secara keseluruhan. Ada tahapan atau fase-fase yang disesuaikan dengan tingkat kesiapan dalam mematuhi syarat yang dikedepankan. Evaluasi terhadap pelaksanaan new normal pada setiap fase juga dilakukan. Hal ini merupakan bukti bahwa pemerintah mengutamakan aspek keselamatan jiwa dan aspek ekonomi secara berdampingan. Tidak bisa dipungkiri, ada pelonjakan jumlah kasus COVID-19 saat pemerintah melakukan kebijakan new normal di sebagian daerah. Hal ini menjadi masukan bagi pemerintah agar secara aktif melibatkan masyarakat untuk mengutamakan aspek keselamatan jiwa dan ekonomi secara berdampingan. Pemerintah diharapkan tidak bosan memberikan informasi keadaan real yang terjadi agar masyarakat teredukasi dengan baik. Demikian halnya masyarakat diharapkan dapat berinisiatif mencari data dan fakta yang telah dibuka oleh pemerintah guna mengetahui keadaan real yang tengah dihadapi negara ini. Masyarakat juga diharapkan dapat menyaring informasi dengan baik sehingga mampu mengambil kesimpulan secara bijak. Ilustrasi A. Wirananda
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
perpajakan yang dikeluarkan. Pelaporan angka tersebut secara berkala dapat memudahkan Pemerintah dalam mengevaluasi dan memantau efektivitas insentif perpajakan. Dengan demikian, kebijakan insentif perpajakan dapat dinyatakan efektif atau tidak efektif. Berkaca pada pengalaman Belgia dalam program “ Notional Interest Program ” yang dilakukan pada tahun 2006, evaluasi kebijakan insentif perpajakan harus menjadi perhatian. Sebelum program tersebut dilakukan, Belgia memperkirakan akan kehilangan penerimaan perpajakannya senilai X. Setelah program berjalan, Belgia melakukan evaluasi dan menemukan bahwa penerimaan perpajakannya hilang 3X atau tiga kali lebih besar dari perkiraan. Hal ini memperlihatkan bahwa cost yang dihasilkan lebih besar dibandingkan benefit -nya, sehingga Belgia pun melakukan amandemen atas peraturan tersebut. Selain mengetahui efisiensi suatu kebijakan, evaluasi atas kebijakan perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas kebijakan tersebut. Jika Belgia menghadapi inefisiensi pada Opini LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN UNTUK Transparansi Fiskal dan Evaluasi Insentif P enerimaan pajak menjadi sumber utama untuk membiayai APBN. Pada tahun 2019, penerimaan pajak menyumbang 82 persen dari total penerimaan negara dan ditargetkan naik menjadi 83 persen di tahun 2020. Meskipun bergantung pada penerimaan pajak, sejumlah insentif perpajakan tetap diberikan Pemerintah sebagai bentuk komitmen dalam mendukung dunia usaha. Dari tahun ke tahun insentif perpajakan meningkat dari sebesar Rp192,6 triliun pada 2016 menjadi Rp196,8 triliun pada 2017 dan kemudian meningkat signifikan pada 2018 sebesar Rp221,1 triliun. Di Indonesia, insentif perpajakan masuk dalam kategori belanja perpajakan pada laporan belanja perpajakan. Belanja perpajakan didefinisikan sebagai pendapatan pajak yang tidak dapat dikumpulkan atau yang berkurang sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ) yang diberikan kepada subjek dan objek pajak yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Ketentuan khusus tersebut dapat berupa pembebasan jenis pajak ( tax exemption ), pengurangan pajak yang harus dibayar ( tax allowance ), maupun penurunan tarif pajak ( rate relief ), dan lainnya. Dalam definisi belanja perpajakan disebutkan adanya perbedaan antara ketentuan khusus dan ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ). Konsekuensinya adalah Pemerintah harus menentukan ketentuan umum perpajakannya dengan tepat. Dalam laporan belanja perpajakan, Pemerintah telah menentukan kategori ketentuan umum perpajakan untuk masing-masing jenis pajak dan juga membuat positive list berisi deviasi-deviasi dari ketentuan umum perpajakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai belanja perpajakan. Selain menentukan ketentuan umum perpajakan, langkah selanjutnya yang dilakukan untuk menghitung besarnya belanja perpajakan adalah melihat ketentuan khusus apa saja yang menjadi belanja perpajakan. Apabila telah memenuhi kriteria, perhitungan belanja perpajakannya dapat dilakukan. Angka-angka yang disajikan dalam laporan belanja perpajakan membuat Pemerintah dapat memperhitungkan cost-benefit dalam kebijakan insentif kebijakannya, Indonesia menghadapi kenyataan bahwa kebijakan yang ditawarkan kurang menarik, seperti kebijakan tax holiday melalui PMK Nomor 103/PMK.010/2016. Kompleksitas administrasi dan ketidakpastian atas hasil pengajuannya meski bidang usaha tersebut memenuhi kriteria menjadikan kebijakan tersebut tidak menarik. Pemerintah pun menerbitkan peraturan baru tentang tax holiday melalui PMK Nomor 35/PMK.010/2018. Peraturan ini mengubah paradigma dalam pemberian tax holiday dari sebelumnya ‘verify before trust’ menjadi ‘ trust and verify ’. Efek positif dari penyederhanaan sistem dan kepastian pemberian fasilitas ini terbukti menghasilkan investasi sembilan kali lebih besar (per Juli 2019) dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut mencerminkan pentingnya laporan belanja perpajakan dan diharapkan laporan tersebut dapat mempermudah Pemerintah mengevaluasi kebijakan insentif perpajakan lainnya, seperti Kawasan Ekonomi Khusus. Penerbitan laporan belanja perpajakan juga menunjukkan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan good governanc e dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, penerbitan laporan juga sejalan dengan rekomendasi BPK untuk menjalankan transparansi fiskal yang merujuk pada IMF’s Fiscal Transparency Code . Meskipun transparansi fiskal merupakan komitmen global, namun tak banyak negara yang melaporkannya secara berkala. Di ASEAN, hanya Indonesia dan Filipina yang melakukannya. Melalui transparansi fiskal, Pemerintah Indonesia dapat meningkatkan akuntabilitasnya dan pada saat yang bersamaan rakyat dan Ilustrasi M. Fitrah Teks M. Rifqy Nurfauzan Abdillah & Ulfa Anggraini Analis pada Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. pemerintah dapat menilai cost dan benefit kebijakan insentif. Laporan Belanja Perpajakan merupakan laporan kedua yang berhasil diterbitkan. Berbagai perbaikan diupayakan Pemerintah. Salah satunya adalah perluasan cakupan pajak dari yang sebelumnya hanya tiga jenis yakni PPN, PPh, dan Bea Masuk dan Cukai menjadi empat jenis pajak yaitu ditambah PBB sektor P3. Semoga kedepannya perhitungan laporan belanja perpajakan dapat terus disempurnakan. Dengan demikian, evaluasi terhadap kebijakan insentif perpajakan dapat dilakukan dengan lebih baik. MEDIAKEUANGAN 36
A da hal menarik dari rilis terbaru Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tentang data kejadian bencana selama kurun 2019 kemarin. Meski terus dirundung petaka, namun intensitas bencana 2019 mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017 tercatat kejadian bencana mengalami puncaknya sebanyak 2.869 kejadian, disusul 2018 sebanyak 2.573 kejadian. Tahun 2019 sendiri bencana yang terjadi sebanyak 1.315 kejadian, lebih sedikit dibandingkan tahun 2015 sebanyak 1.694 kejadian. Meski mengalami penurunan dari sisi intensitas kejadian, hal yang tak boleh dilupakan adalah skala bencana yang harus dapat dimitigasi luasannya. Yang juga wajib diwaspadai adalah dominasi jenis bencana hidrometeorologi, mengingat posisi Indonesia yang masuk di wilayah tropis antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Jenis bencana tersebut akan berpengaruh terhadap perubahan kondisi iklim, cuaca, serta musim di berbagai wilayah di nusantara. dan alam berada di jalur yang tidak tepat. Laporan terbaru oleh BioScience , jurnal ilmiah peer review menguatkan statemen ini. Di level implementasi, banyak hal yang mengindikasikan dunia darurat iklim. Berulangnya bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla), betul-betul menimbulkan keprihatinan yang luar biasa. Banjir bandang Jabodetabek di awal tahun 2020 menjadi indikasi lainnya. Secara ekonomi, beberapa pengamat memperkirakan dampak kerugian mencapai Rp135 miliar per hari di samping dampak kerugian nonekonomi lainnya. Terlepas dari besarnya dampak kerugian ekonomi yang ditimbulkan, peristiwa ini juga memberikan tekanan yang besar bagi upaya mengatasi dampak perubahan iklim. Indonesia, sejatinya menjadi salah satu pemain utama dalam isu mengatasi dampak perubahan iklim ini. Tak heran jika banyak pihak menuntut agar penanganan karhutla dipimpin langsung oleh Presiden, demi mencegah berbagai tarikan kepentingan antarsektor yang terkadang justru menjadi penghambat solusi penanganan. Berubah atau Punah Besarnya dampak destruksi yang ditimbulkan, mendesak munculnya sebuah upaya kolektif bersama seluruh pemangku kepentingan global untuk mengambil langkah-langkah revolusioner. Jargon yang diusung adalah gerakan dekarbonisasi laju pertumbuhan ekonomi. Perlu disadari bahwa pendekatan konvensional dengan menempatkan target pertumbuhan ekonomi sebagai indikator utama keberhasilan bangsa, menimbulkan sifat kompetisi yang mengarah pada aspek kanibalisme antarnegara. Semua negara berlomba-lomba saling mengalahkan laju ekonomi negara lainnya tanpa mempertimbangkan praktek-praktek yang dijalankan justru menembus daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dari seluruh penjelasan ini, terlihat betapa sentralnya peran negara dalam mewujudkan tujuan mengatasi dampak perubahan iklim. Negara dengan segala pranata dan kelengkapannya mampu dan memiliki kapasitas menjadi garda terdepan kelangsungan ekologi demi keberlanjutan antargenerasi. Namun demikian, segala upaya menjadi sia-sia jika pemangku kepentingan lainnya tidak mendukung apa yang dijalankan pemerintah. Ingat bahwa dunia sedang darurat iklim dan dampaknya tidak dapat diatasi hanya dengan berdiskusi atau berwacana, melainkan butuh solusi nyata. Opini Perubahan Iklim dan Bencana Hidrometeorologi Ancaman ini perlu ditanggapi secara serius oleh pemerintah mengingat potensi kerusakan yang bersifat masif di berbagai sektor ditambah lagi hal ini sudah menjadi keprihatinan bersama di dunia. Economist Intelligence Unit (EIU) saja misalnya, baru merilis Indeks Ketahanan Perubahan Iklim ( Climate Change Resilience Index ) global. Hasil estimasi menunjukkan bahwa perubahan iklim di seluruh dunia secara langsung dapat menelan biaya ekonomi hingga US$ 7,9 triliun per 2050 akibat konektivitas ragam bencana yang dihasilkan baik kekeringan, banjir, gagal panen, serta jenis lainnya. Dimensi kebencanaan inilah yang dikhawatirkan akan membawa dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan infrastruktur di seluruh dunia. Indeks juga menyebutkan bahwa berdasarkan tren yang ada saat ini, potensi pemanasan global dapat menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) di setiap negara hingga kisaran 3 persen pada periode 2050. Meski demikian, dampak akan semakin besar di negara berkembang dimana Benua Afrika akan mengalami penurunan terbesar mencapai 4,7 persen PDB. Angola diperkirakan menjadi yang paling rentan sekitar 6,1 persen PDB nya akan tergerus, disusul Nigeria sebesar 5,9 persenPDB, Mesir mencapai 5,5 persen PDB, Bangladesh sekitar 5,4 persen PDB serta Venezuela mencapai 5,1 persen PDB. Karenanya dibutuhkan aksi nyata saat ini dan juga nanti sebagai bentuk upaya mengurangi potensi dampak yang dihasilkan. Kegiatan nyata pun tidak akan cukup jika dikerjakan dengan pola Bussiness As Usual (BAU) semata. Sebelumnya, lebih dari 11 ribu ilmuwan di 156 negara dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, juga sepakat menyebutkan bahwa dunia sedang darurat iklim. Mereka juga mengamati berbagai potensi dampak buruk yang ditimbulkan apabila manusia tidak mengubah pola perilakunya. Jika dirunut, hal tersebut bukan yang pertama kalinya karena sebelumnya tahun 2017, sekitar 16 ribu ilmuwan dari 184 negara turut serta dalam sebuah publikasi yang meyakini bahwa manusia Ilustrasi A. Wirananda *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Joko Tri Haryanto Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MEDIAKEUANGAN 40
T erletak di perbatasan provinsi Sumatera Barat dan Riau, Jembatan Kelok 9 membentang meliuk-liuk menyusuri dua dinding bukit terjal dengan tinggi tiang-tiang beton bervariasi mencapai 58 meter. Jembatan yang membentang sepanjang 2,5 km ini dibangun pada 2003 dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2013. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan jembatan ini berasal dari APBN sebesar Rp602,55 miliar dan pengerjaannya ditangani dalam dua tahapan pembangunan. Dengan menggunakan konsep pembangunan ' Nature and Engineering in Harmony', jembatan ini sangat unik karena menyatu serta melengkapi kelestarian lingkungan cagar alam. Konstruksinya dirancang bisa menahan beban vertikal dan gempa. Berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Bina Marga, dengan dioperasikannya Kelok 9 akan bisa menekan biaya operasional kendaraan dan penumpang hingga Rp 134,5 milar per tahun. Keberadaan Jembatan Layang Kelok 9 ini berdampak positif mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Dengan lancarnya transportasi, maka akan mempermudah akses lintas barat dengan lintas timur Sumatera. Uang Kita Buat Apa Foto dan Teks Resha Aditya P MEDIAKEUANGAN 38
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 4 lainnya
Kesehatan masyarakat dan kesehatan ekonomi bagaikan dua sisi mata uang. Kesehatan masyarakat berperan vital dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Itulah sebabnya, kesehatan masyarakat menjadi elemen utama dalam indeks pembangunan manusia. Sebuah negara yang memiliki perkembangan ekonomi yang baik sudah barang tentu memiliki sumber daya manusia yang sehat dan produktif. KESEHATAN PRIORITAS UTAMA 9 MEDIAKEUANGAN 8 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 8 P andemi COVID-19 menjadi momentum pengingat bahwa kesehatan masyarakat dan kesehatan ekonomi seperti mata rantai yang saling berpaut pada sebuah gir yang menggerakkan roda kehidupan. Tak dapat dipungkiri bahwa pandemi ini layaknya bungee jumping yang telah membawa ekonomi terjun bebas. Beberapa negara yang memiliki angka kasus COVID-19 yang tinggi, perekonomiannya pun ikut terperosok. Dua Sisi Saling Mempengaruhi Dalam situasi ini, pemerintah seolah dihadapkan pada situasi untuk memilih mana yang ingin diselamatkan, apakah kesehatan masyarakat atau kesehatan ekonomi? Namun sejatinya, keduanya adalah prioritas. Hal ini terlihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan dan sejumlah anggaran yang dialokasikan. Keduanya menunjukkan semangat pemerintah meniadakan dikotomi antara kesehatan masyarakat ataupun kesehatan ekonomi. “Sebagai pemerintah, terutama di Kemenkeu, kita memastikan anggaran untuk kesehatan masyarakat tersedia dan meminimalisir penyebaran melalui berbagai kebijakan. Hal ini disebabkan penyebaran dan lamanya ini sangat mempengaruhi pemulihan ekonomi. Sekilas memang terlihat ada trade off antara ekonomi dan kesehatan. Namun, sebenarnya dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah jelas terlihat bahwa Pandemi COVID-19 menjadi momentum pengingat bahwa kesehatan masyarakat dan kesehatan ekonomi seperti mata rantai yang saling berpaut pada sebuah gir yang menggerakkan roda kehidupan Foto Ginanjar Rah Widodo
Opini Pembasmi Pandemi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Riza Almanfaluthi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda INSENTIF PAJAK B ermula dari Wuhan pada akhir Desember 2019, Corona Virus Disease (COVID-19) menyebar ke seluruh penjuru mata angin dan belum usai sampai ditulisnya artikel ini pada awal Mei 2020. Lebih dari 3,7 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dan tak kurang dari 258 ribu orang di antaranya meninggal dunia. Tentu saja wabah global ini memukul pertumbuhan ekonomi dunia. IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. The Economist Intelligence Unit memperkirakan skenario terburuk sampai pada -2,2persen. Indonesia pun tidak luput dari bencana global ini, yang apabila dampaknya tidak ditangani dengan serius akan mengakibatkan kerusakan sangat parah di setiap lini kehidupan, terutama untuk masyarakat miskin dan rentan miskin yang kehilangan penghasilannya. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta (Senin, 20/04/2020) sampai mengutarakan kemendesakan situasi dan tindakan yang harus dilakukan oleh Kementerian terkait seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Keuangan. Intinya, Presiden meminta agar bantuan sosial harus segera turun pada pekan ketiga April 2020 tersebut. Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam bantuan sosial itu tak lepas dari perannya sebagai bendahara negara yang mengalokasikasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk mencegah krisis ekonomi dan keuangan. Angka tersebut antara lain digunakan untuk intervensi penanggulangan melalui insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan sebesar Rp75 triliun, program jaring pengaman sosial masyarakat sebesar Rp110 triliun, sektor industri melalui insentif perpajakan dan stimulus Kredit usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp70,1 triliun, dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun. Cahaya di ujung terowongan Yang menarik dari senarai di atas adalah dinamika insentif pajak yang secara beruntun diterbitkan oleh Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/ PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona dan PMK Nomor 28/ PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019. Bahkan kebijakan terkini adalah PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang memberikan perluasan insentif pajak dan mencabut PMK Nomor 23/PMK.03/2020 karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan. Ketiga PMK ini sejatinya merupakan bentuk respons cepat Kementerian Keuangan atas telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) __ dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. PMK 44/2020 menyebutkan ada lima fasilitas pajak yang disediakan pemerintah selama 6 bulan berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja berpenghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta, PPh Final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30persen, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat. PMK 44/2020 ini memperbanyak sektor usaha yang mendapatkan insentif. Contohnya insentif PPh Pasal 21 DTP yang pemberiannya diperluas kepada 1062 sektor usaha. Masyarakat mengakses situs web pajak.go.id untuk mendapatkan insentif itu secara daring. Kelima insentif pajak ini bisa diibaratkan seperti cahaya di ujung terowongan. Kita ingin daya beli masyarakat dapat dipertahankan melalui tambahan penghasilan bagi para pekerja dan UMKM, laju impor ajeg buat industri karena adanya stimulus, stabilitas ekonomi dalam negeri dapat terjaga, ekspor dapat meningkat, dan manajemen kas lebih optimal. Memperkuat garis depan Dibandingkan PMK 44/2020 yang insentif pajaknya lebih menitikberatkan pada pemulihan sektor terdampak, maka insentif pajak dalam PMK 28/2020 lebih difokuskan untuk memperkuat garis depan di medan juang pembasmian COVID-19. Hakikinya agar barang dan jasa yang dibutuhkan dalam penanganan wabah mudah diperoleh dan tersedia dengan cepat. Kita sadari bahwa pemenuhannya berkejaran dengan waktu. Tidak boleh main-main dan lambat karena ini menyangkut nyawa 270 juta rakyat Indonesia. Barang- barang itu seperti obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien. Sedangkan jasa seperti jasa konstruksi, konsultasi, teknik, manajemen, persewaan, dan jasa pendukung lainnya. Insentif pajak dalam PMK 28/2020 ini juga lebih variatif, yaitu PPN Tidak Dipungut atas impor barang, PPN DTP atas jasa dari luar daerah pabean, PPN DTP atas penyerahan barang di dalam daerah pabean, dan pembebasan PPN atas impor barang yang digunakan untuk pemanfaatan jasa. Yang lainnya adalah insentif pajak berupa pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor serta pembebasan pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Insentif ini diberikan selama 6 (enam) masa pajak mulai April sampai dengan September 2020. Tidak perlu lama karena kita semua juga ingin wabah ini segera berakhir agar kita bisa membangun dan menata kembali negeri ini.
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 Pandemi global Covid-19 yang juga melanda Indonesia tidak saja menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga membawa implikasi bagi perekonomian nasional. Langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat dan upaya penyebaran pandemi, sekaligus penyelematan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan telah dilakukan Pemerintah. Seberapa besar dampak pandemi COVID -19 terhadap ekonomi dan apa yang telah dilakukan pemerintah? KESEHATAN MASYARAKAT SEBAGAI P i l a r E k o n o m i N a s i o n a l India 1,9% tiongkok 1,2% 1,2% indonesia 0,5% 2,5% korea selatan -1,2% 0,8% singapura -3,5% 10,9% Malaysia 10% australia 10,9% amerika serikat -6,1% 10,5% brazil -5,3% kanada 6,0% inggris -6,5% jerman -7% spanyol -8% 0,7% arab saudi 2,7% italia 1,4% perancis 2% Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Akibat COVID -19 (Beberapa Negara) Dukungan Fiskal Negara-Negara di Dunia untuk Penanganan Covid-19 (Beberapa Negara) keterangan Kebijakan Stimulus RI dalam menangani dampak pandemi Covid-19 Stimulus 1: Belanja untuk memperkuat perekonomian domestik melalui program: Percepatan pencairan belanja modal Percepatan pencairan belanja Bantuan Sosial Transfer ke daerah dan dana desa Perluasan kartu sembako Insentif sektor pariwisata Stimulus 2: Menjaga Daya Beli Masyarakat dan Kemudahan ekspor impor PPh pasal 21 pekerja sektor industri pengolahan yang penghasilan maks Rp200 juta ditanggung pemerintah 100% PPh pasal 22 impor 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM Pengurangan PPh pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM Non fiskal: berbagai fasilitas keluar masuk barang supaya lebih mudah Stimulus lanjutan: Sektor Kesehatan: intervensi untuk penanganan COVID-19 dan subsidi iuran BPJS Tambahan Jaring Pengaman Sosial: penambahan penyaluran PKH, Bansos, Kartu Pra Kerja, subsisid tarif listrik, program jaring pengaman sosial lainnya Dukungan industri berupa perluasan insentif pajak untuk PPh 21, PPh 22 Impor, PPN, bea masuk DTP, stimulus KUR Dukungan untuk dunia usaha berupa pembiayaan untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional termasuk untuk Ultra Mikro 4 pokok kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam rangka pencegahan/penanganan pencegahan/penanganan Covid-19: Penyesuaian Alokasi TKDD Refocusing TKDD agar digunakan untuk penanganan COVID-19 Relaksasi penyaluran TKDD Refocusing belanja APBD agar fokus pada penanganan COVID-19 Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
ndonesia baru-baru ini telah menjadi negara ekonomi kelas menengah, dengan jumlah populasi kelas menengahnya mencapai 16% pada tahun 2014 dari hanya 5% pada tahun 1993 (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Indonesia juga berhasil menjadi salah satu negara dengan pengentasan kemiskinan tercepat di dunia. Namun demikian, sekitar 26 juta orang Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan 77,4 juta orang atau setara dengan 29,1% dari populasi masih menjadi bagian kemiskinan atau rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah penduduk Indonesia yang masih rentan terhadap guncangan ekonomi walaupun ada kemajuan yang signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu, penting untuk menemukan solusi yang efektif guna mengubah masyarakat miskin Indonesia menjadi masyarakat berpenghasilan menengah. Rumah tangga berpendapatan menengah merupakan kontributor konsumsi dan sumber suara sosial serta politik yang signifikan dalam membentuk kebijakan pembangunan. Solusi yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia, antara lain dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan terutama dalam penyediaan keterampilan khusus yang dibutuhkan oleh lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas kesehatan dan peluang kehidupan bagi anak- anak di daerah pedesaan. Semua hal tersebut membutuhkan sejumlah besar pembiayaan di tengah tekanan global, rasio pajak yang rendah, dan rencana pemerintah untuk mengurangi pajak penghasilan. Langkah awal yang dapat dilakukan yakni dengan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak. Apabila jumlah “calon kelas menengah” dan “kelas menengah” dapat meningkat secara proporsional, maka dengan basis subjek pajak yang substansial itu, Indonesia dapat menerapkan rezim pajak penghasilan progresif, di mana mereka yang memiliki pendapatan berlebih harus membayar lebih banyak pajak. Dengan terhimpunnya dana pajak tersebut, Indonesia kemudian dapat membangun skema perlindungan sosial yang kuat. Tantangan berikutnya adalah bagaimana membuat pembelanjaan kelas menengah agar menjadi lebih produktif, karena jika pengeluaran kelas menengah tersebut tidak produktif, maka risiko jatuh ke dalam middle income trap akan lebih besar. Dari segi ketenagakerjaan dan produktivitas tenaga kerja, terlepas dari upah yang kecil, produktivitas yang rendah telah menghasilkan total biaya output yang lebih tinggi. Di samping itu, pada tataran global, Indonesia masih berada di peringkat ke-2 terkait kekakuan kontrak kerja terutama dalam hal pemutusan hubungan kerja, sedangkan tingkat kepatuhannya hanya sebesar 49%. Pengangguran usia muda mencapai tujuh kali lebih banyak dari pengangguran orang dewasa, sementara sebanyak dua dari tiga perempuan Indonesia termasuk di antara mereka yang menganggur. Di lain sisi, sehubungan dengan tingkat pelatihan, hanya sekitar 8% dari perusahaan yang ada di Indonesia yang benar-benar memberikan pelatihan untuk karyawan mereka, padahal pemerintah telah memberikan insentif pajak berupa pengurangan hingga Rp300 juta ( super deduction ) bagi perusahaan yang memberikan pelatihan bagi karyawannya. Dari segi pembangunan pendidikan, meskipun telah ada upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan mendasar, namun outcome dari upaya ini masih belum optimal. Pencapaian rata-rata pengetahuan siswa dengan lama pendidikan 12 tahun sebenarnya hanya sama dengan 7,9 tahun mengenyam pendidikan. Hal ini menunjukkan ketidakefektifan dalam proses pembelajaran, baik dari sisi kurikulum dan kapasitas guru, dan/ atau terbatasnya fasilitas pendidikan yang ada. Beberapa ide muncul sebagai solusi dari tantangan dimaksud, salah satunya dengan mengembangkan dan memperluas industri pendidikan anak usia dini. Hal ini dianggap mendesak karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa return pendidikan satu tahun pada anak usia dini lebih besar daripada return pendidikan pada perguruan tinggi dengan durasi yang sama. Sayangnya, hanya sekitar 1% anak Indonesia yang saat ini dapat menikmati pendidikan anak usia dini. Dari segi kualitas kesehatan, 27% anak Indonesia masih mengalami hambatan pertumbuhan ( stunting ) sehingga Indonesia berada pada peringkat stunting ke-5 di dunia. Sementara itu, dari 74% wanita Indonesia yang telah mendapat pemeriksaan kehamilan, hanya 37% yang mampu memberikan ASI dan hanya 58% yang telah menerima suntikan imunisasi untuk bayinya. Oleh sebab itu, efektivitas sistem perlindungan kesehatan nasional harus ditingkatkan, antara lain melalui pembetulan alokasi subsidi, mengingat saat ini sebanyak 40% rumah tangga kelas menengah masih menerima subsidi pemerintah, dan peningkatan kepatuhan pembayaran iuran jaminan sosial kesehatan. Pada akhirnya, meskipun kombinasi dari tantangan pembangunan, demokrasi, dan desentralisasi cenderung memperumit masalah dan penanganannya, namun pemerintah harus mampu merancang kebijakan yang tidak hanya layak berdasarkan standar yang diterima, tetapi juga sesuai untuk Indonesia yang kaya akan keberagaman. Pemerintah harus dapat mengimplementasikan kebijakan yang memastikan keberlanjutan dan produktivitas pembiayaan pembangunan, meskipun setiap kebijakan yang diambil tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. 41 MEDIAKEUANGAN 40 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Opini MENJADI CALON SOSIALITA, Memakmurkan Indonesia *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Bramantya Saputro Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MEDIAKEUANGAN 40
T erletak di perbatasan provinsi Sumatera Barat dan Riau, Jembatan Kelok 9 membentang meliuk-liuk menyusuri dua dinding bukit terjal dengan tinggi tiang-tiang beton bervariasi mencapai 58 meter. Jembatan yang membentang sepanjang 2,5 km ini dibangun pada 2003 dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2013. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan jembatan ini berasal dari APBN sebesar Rp602,55 miliar dan pengerjaannya ditangani dalam dua tahapan pembangunan. Dengan menggunakan konsep pembangunan ' Nature and Engineering in Harmony', jembatan ini sangat unik karena menyatu serta melengkapi kelestarian lingkungan cagar alam. Konstruksinya dirancang bisa menahan beban vertikal dan gempa. Berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Bina Marga, dengan dioperasikannya Kelok 9 akan bisa menekan biaya operasional kendaraan dan penumpang hingga Rp 134,5 milar per tahun. Keberadaan Jembatan Layang Kelok 9 ini berdampak positif mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Dengan lancarnya transportasi, maka akan mempermudah akses lintas barat dengan lintas timur Sumatera. Uang Kita Buat Apa Foto dan Teks Resha Aditya P MEDIAKEUANGAN 38 Foto dan Teks Resha Aditya P
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap 30 lainnya
Fokus 1 Analis Kebijakan Muda Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal 2 Peneliti Ahli Muda Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Dukungan Regulasi Fintech untuk Sektor Keuangan Millennia Aulia Susanti ^1 & ^ Tri Achya Ngasuko ^2 Pandemi COVID-19 sepertinya belum berakhir dalam waktu dekat. Data Worldometers November 2020 menyebutkan terdapat 50,72 juta kasus kumulatif di dunia dan 1,2 juta jiwa diantaranya telah meninggal dunia. Di Indonesia, tercatat sekitar 56 ribu kasus yang mengakibatkan 14 ribu jiwa meninggal dunia. COVID-19 juga menghajar perekonomian dunia dimana IMF, OECD, dan World Bank memproyeksikan ekonomi tumbuh negatif berturut-turut di angka 4,4%, 4,5%, dan 5,5%. Meskipun demikian, ketiga lembaga tersebut optimis di 2021 ekonomi akan tumbuh positif berturut-turut di angka 5,2%, 5%, dan 4,2%. Mereka memandang optimis perekonomian dikarenakan sudah mulainya berbagai perusahaan farmasi dunia yang mengklaim telah menemukan dan akan menyediakan vaksin COVID-19 di tahun 2021. Untuk Indonesia, Perekonomian yang lesu direspon dengan kebijakan counter cyclical melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang di dalamnya berisi stimulus ekonomi maupun program-program lain sejenis social safety net berupa PKH, Bantuan Tunai Langsung, dan lain-lain. Buku APBN Kita edisi Desember 2020 menyebutkan bahwa sampai dengan 14 Desember 2020, realisasi program penanganan COVID-19 dan PEN telah mencapai Rp483,62 triliun atau 69,6 persen dari pagu. Di sektor kesehatan, Program PEN telah terealisasi sebanyak Rp47,05 triliun untuk insentif kesehatan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan, penyaluran untuk gugus tugas penanganan COVID-19, dan insentif BM dan PPN Kesehatan. Kementerian Keuangan optimis pada tahun 2021 ekonomi akan tumbuh dan bangkit dari keterpurukan yang diakibatkan oleh COVID-19. Paling tidak, hal ini terlihat dari asumsi makro dalam RAPBN 2021 yang menempatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,4% sampai dengan 5,5%.
10 8 6 4 -4 2 -2 0 2015 2016 Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi 2017 2018 2019 Q1 2020 Q2 2020 Q3 2020 3.49 -5.32 9.78 2.97 9.22 5.02 9.66 5.17 10.12 5.07 10.7 5.03 11.13 4.88 36 Edisi #6/ 2020 Warta Fiskal Fokus ekonomi, dan ancaman nyata terhadap potensi resesi. Pada Kuartal 1 (Q1) tahun 2020, pertumbuhan ekonomi melambat 2,97 persen, dan Q2 minus -5,32 persen, dan Q3 meski meningkat menjadi 3,49 persen namun masih lebih lambat dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 5,02 persen. Kontraksi pertumbuhan ekonomi mengancam peningkatan kemiskinan, dimana pada Q1 tahun 2020 sudah memberikan sinyal peningkatan yakni sebesar 9,78 persen. Selain itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga menunjukkan tren peningkatan. Pada Q1 tahun 2020, TPT sebesar 7,7 persen, yang pada tahun 2019 masih terkendali pada angka 5,28 persen. Sementara untuk Q2 tahun 2020, TPT sedikit mengalami penurunan menjadi 7,07 persen. Penurunan tersebut diyakini dampak positif dari penerapan New Normal untuk mengungkit aktivitas ekonomi. Rilisan BPS pada tanggal 05 November 2020 menyebutkan bahwa penduduk usia kerja yang Grafik 1: Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Sumber: BPS (Diolah) terdampak COVID-19 mencapai 29,12 juta orang. Rinciannya adalah: (i) jumlah pengangguran karena COVID-19 mencapai 2,56 juta orang; (ii) bukan angkatan kerja karena COVID-19 sebesar 0,76 juta orang; (iii) sementara tidak bekerja karena COVID-19 sebesar 1,77 juta orang; dan (iv) bekerja dengan pengurangan jam kerja atau shorter hours karena COVID-19 sebesar 24,03 juta orang.
Fokus Peta Jalan Penguatan Daya Tahan Sektor Keuangan: Belajar dari Pandemi COVID-19 Lokot Zein Nasution ^1 1 Peneliti Ahli Utama Badan Kebijakan Fiskal Sektor keuangan merupakan rangkaian transaksi- transaksi yang terjadi dari lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara ( intermediary ) dalam penyaluran tabungan ( saving ) dan investasi ( investment ) (Dewi et. al, 2014). Ragam aktivitas tersebut sangat menentukan percepatan pembangunan ekonomi. Kualitas pembangunan ekonomi diwujudkan dari akses keuangan yang mampu menciptakan kemungkinan produktivitas bagi pelaku ekonomi yang membutuhkan dana, termasuk kelompok miskin. Kunci dari aktivitas tersebut terletak pada fungsi sektor keuangan yang mampu memobilisasi dana antara permintaan dan penawaran uang, sehingga menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut Jones & Buckley (2017), pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sektor keuangan mempunyai hubungan jangka panjang dengan penurunan tingkat kemiskinan. Lembaga keuangan mempunyai peran krusial dalam meningkatkan pemerataan pendapatan yang diciptakan melalui mekanisme diseminasi dan inklusivitas sektor keuangan yang mampu menyasar semua golongan dan setiap pelosok wilayah (Kirana & Nurwadono, 2019). Selain itu, sektor keuangan mampu meningkatkan investasi melalui dana pihak ketiga dan menumbuhkan pembiayaan melalui penyaluran dana kepada masyarakat (Asmawati & Ahmad, 2015). Kemampuan tersebut sangat diperlukan bagi perbaikan perekonomian, termasuk dalam kasus adanya krisis, baik krisis yang disebabkan oleh variabel ekonomi maupun non-ekonomi. Kedua jenis penyebab krisis tersebut sama- sama menimbulkan guncangan perekonomian secara makro, dan menjadikan kinerja pembangunan kurang berjalan optimal. Ketika terjadi krisis, sektor keuangan diharapkan mampu meningkatkan
Pribadi
Relevan terhadap
1 Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN HIGHER FOR LONGER THE FED TERHADAP ARUS MODAL DI INDONESIA Penulis: Cahyaning Tyas Anggorowati Pengolah Data Hukum Perjanjian Senior, Biro Hukum (Pegawai Tugas Belajar Program Magister di Universitas Indonesia) A. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, kebijakan suatu negara akan berpengaruh terhadap kebijakan negara lain di dunia. Salah satunya adalah kebijakan terkait suku bunga the Fed . Kebijakan the Fed dalam menaikkan the federal funds rate tentunya akan mendapatkan perhatian dari berbagai bank sentral di negara lain di dunia. Bank sentral di berbagai dunia akan bereaksi dengan menyesuaikan kebijakan moneter di masing-masing negaranya. Fenomena Higher for Longer the Fed saat ini menjadi topik diskusi bagi banyak ekonom di dunia, termasuk di Indonesia. Fenomena Higher for Longer the Fed terjadi ketika the Fed menaikkan the federal funds rate , hal tersebut kemudian berdampak pada kenaikan suku bunga secara keseluruhan, sehingga individu maupun industri akan menghadapi biaya pinjaman yang mahal dalam menjalankan operasional bisnis. Namun demikian suku bunga yang tinggi juga akan mendorong peningkatan dalam tabungan suatu negara. Suku bunga yang tinggi akan dipandang baik ketika mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sebaliknya, akan dipandang buruk pada saat terjadi inflasi. Fenomena Higher for Longer juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik yang terus berlangsung sehingga menyebabkan berlanjutnya kenaikan harga pangan dan energi (inflasi global). Kenaikan suku bunga yang berlangsung lama tentunya akan berdampak pada banyak pelaku usaha, baik bisnis, pemerintah, maupun ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak dari kenaikan suku bunga pinjaman adalah terjadinya risiko downside atas investasi di Indonesia. Indonesia saat ini sedang menghadapi kebutuhan modal yang tinggi untuk membiayai berbagai macam proyek infrastruktur yang telah direncanakan oleh pemerintah dalam cakupan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembiayaan PSN tersebut dapat berasal dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha, maupun pendanaan pihak ketiga (swasta). Hal ini tentunya membutuhkan analisis mendalam atas kebijakan suku bunga yang akan berdampak pada minat investor dalam menanamkan modal ke Indonesia.
Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 2. Penelitian Terdahulu Penelitian (Mukhlis et al., 2020) memberikan gambaran bahwa FFR berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar dan Indeks harga konsumen, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap suku Bunga BI 7 days Repo , jumlah uang beredar, dan Produk Domestik Bruto (PDB). Hasil dari tes Impulse Response Function (IRF) menunjukkan bahwa terdapat variasi positif dan negatif dari kebijakan FFR terhadap suku Bunga BI 7 days Repo , jumlah uang beredar, dan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disebabkan karena variasi dari FFR. Swanson & Williams, 2014 menemukan bahwa keputusan pelaku usaha dalam melakukan bisnis juga akan bergantung pada suku bunga jangka pendek di masa mendatang. Suku bunga satu tahun atau lebih akan bereaksi secara responsif terhadap rencana perubahan suku bunga FFR dalam rentang 2008 sampai 2010. Hal ini berimplikasi bahwa pembuat kebijakan masih mempunya ruang untuk mempengaruhi suku bunga jangka menengah dan jangka panjang. Krisis ekonomi di suatu negara dapat dengan cepat merambat ke ekonomi global akibat adanya interaksi dan dependensi antar negara. Ekonomi Amerika dapat membawa efek perambatan internasional yang dapat memberikan tekanan kepada pasar keuangan dan ketidakpastikan kebijakan dari setiap negara (Liow et al., 2018). Fluktuasi moneter di pasar keuangan Amerika yang direspon melalui FFR akan berdampak pada stabilitas ekonomi di beberapa negara. Keterbukaan ekonomi telah menyebabkan ketergantungan antar negara. Peran kebijakan moneter akan sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Transmisi kebijakan moneter dapat dilakukan melalui dua mekanisme. Pertama, perubahan kebijakan moneter akan berdampak pada pasar uang sehingga akan berpengaruh langsung terhadap konsumsi individu maupun perusahaan. Suku bunga pasar uang jangka pendek akan mempengaruhi suku bunga obligasi dan suku bunga kredit. Selanjutnya kebijakan moneter akan berpengaruh terhadap ekonomi riil melalui sistem keuangan. Pada tahap ini, fluktuasi kebijakan ekonomi akan berdampak pada produksi dan harga agregat (Pétursson, 2001). Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan dampak dari fenomena higher for longer FFR terhadap arus modal di Indonesia. Koepke & Paetzold, 2020 menggambarkan ketersediaan data aliran modal internasional sebagai berikut:
Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 B. STUDI LITERATUR 1. Federal Funds Rate (FFR) Federal Funds Rate (FFR) adalah suku bunga antarbank sebagai biaya pinjam- meminjam cadangan bank ( bank reserves ) yang ditempatkan oleh perbankan umum pada bank sentral Amerika dalam durasi semalam ( overnight ). Proses pinjam-meminjam ini dilakukan tanpa agunan ( non-collateralized ). Biasanya, lembaga keuangan dengan saldo berlebih (surplus) meminjamkan saldo rekening mereka kepada lembaga yang kekurangan ( deficit ). Disamping untuk memaksimalkan employment dan mengendalikan inflasi, the Fed menggunakan FFR sebagai instrumen untuk mengendalikan pertumbuhan ekonomi. Makin rendah FFR, maka makin longgar likuiditas, sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat diakselerasi dengan suku bunga rendah ini. Sektor perbankan Amerika menggunakan FFR sebagai acuan bagi semua suku bunga jangka pendek. Selain itu, London Interbank Offer Rate (LIBOR) menjadikan FFR sebagai anchor bagi suku bunga antarbank satu bulanan, tiga bulanan, enam bulanan, satu tahunan pinjaman, dan suku bunga prime rate (suku bunga kepada pelanggan prioritas). FFR juga mempengaruhi tingkat bunga deposito, kredit, kartu kredit, dan suku bunga hipotik. Makin tinggi FFR, maka makin tinggi pula semua jenis bunga perbankan di Amerika, demikian pula sebaliknya (Adams, Michael & Katzeff, Paul., 2024). The Federal Reserve saat ini menjalankan dua mandat, yaitu mengelola kestabilan harga dalam perekonomian melalui pengendalian inflasi serta mendorong tingkat ketenagakerjaan yang tinggi. Selain itu, the Fed juga diharapkan mampu mengelola suku bunga jangka menengah dan panjang serta menjaga sistem keuangan yang stabil. Ketika The Fed menaikkan suku bunganya, maka hal ini bertujuan agar terdapat kenaikan biaya pinjaman jangka pendek dalam perekonomian. Hal ini tentunaya akan mengurangi supply kredit serta mengakibatkan pinjaman menjadi lebih mahal bagi semua orang. Hal ini akan mampu meredam inflasi dengan pengurangan jumlah uang beredar. Perubahan FFR juga akan berdampak pada pasar modal, ketika the Fed menurunkan FFR maka pasar modal akan mengalami kenaikan akibat biaya pinjaman yang murah sehingga perusahaan mampu melakukan ekspansi dan menghasilkan laba. Hal sebaliknya akan terjadi bila FFR mengalami kenaikan sehingga mengakibatkan biaya pinjaman menjadi mahal sehingga menurunkan minat investasi dan pinjaman. The Fed - Federal Open Market Committee (The FOMC) menyelenggarakan 8 kali pertemuan setiap tahun untuk melihat kondisi ekonomi dan melakukan voting terkait kemungkinan mempertahankan FFR atau melakukan perubahan FFR. Selama hampir 50
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 5 lainnya
Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 12 Program PEN memberikan stimulus secara komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Foto Resha Aditya P MEDIAKEUANGAN 12 J ika pemerintah tak lekas bertindak, kesulitan yang dihadapi masyarakat semakin berat. Dampak pandemi COVID-19 terhadap ekonomi nasional sudah terasa sangat besar. Laju ekonomi kuartal I 2020 tercatat 2,97 persen atau terkontraksi 2,41 persen dibanding kuartal IV 2019. Kontraksi mendalam juga dihadapi negara-negara lain di dunia. IMF memprediksi kontraksi ekonomi global hingga -4,9 persen. Bank Dunia mematok angka lebih rendah di kisaran -5,2 persen. “Saat ini yang terkena itu masyarakat juga, tidak hanya sektor keuangan,” ungkap Plt. Kepala Kebijakan Pusat Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Adi Budiarso. “ Hit -nya double , di supply dan demand . Darimana demand ? Karena kita harus lockdown , bahkan ada beberapa yang tidak boleh kerja. Artinya mereka akan menurunkan konsumsi. Lalu pada saat yang sama, produksi juga berhenti. Artinya apa? Pressure terhadap supply juga luar biasa besar,” tambahnya. Tak hanya menekan angka pertumbuhan, pandemi berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Penduduk miskin bisa bertambah antara 3,02 hinga 5,71 juta orang. Angka pengangguran dapat naik jumlah hingga jutaan. Langkah extraordinary dalam Program PEN menjadi upaya mengatasi kondisi tak menyenangkan ini. “Supaya tidak terpuruk terlalu dalam dan memakan banyak korban, standar kesehatan harus tinggi, tetapi dari sisi ekonomi, kita memitigasi risikonya juga harus kuat,” tegas pria yang meraih gelar Doctor dari Universitas of Canberra tersebut. Pendekatan demand dan supply Pendekatan dalam program PEN memberikan stimulus secara komprehensif baik dari sisi demand maupun supply . Dari sisi demand , stimulus bertujuan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Bentuknya berupa program perlindungan sosial baik yang bersifat perluasan dari program existing maupun program- program baru. Program existing meliputi Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan Kartu Pra Kerja. Sementara itu, program-program baru terdiri atas Bantuan Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai Non Jabodetak, BLT Dana Desa, dan diskon listrik. “Pertama adalah menyelamatkan kehidupan. Kalau tidak ada penerimaan, mereka tidak bisa makan. Makanya pemerintah jor-joran ke situ,” terang Adi. Dari sisi supply , pemberian insentif perpajakan dan dukungan untuk dunia usaha ditujukan untuk mempertahankan aktivitas usaha sekaligus meningkatkan produksi nasional. “Yang menarik, insentif perpajakan ini juga kita dorong untuk kebijakan yang lebih green . Misalnya, investasi baru yang menggunakan energi terbarukan kita kasih support dengan tax holiday ,” ujar Adi yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF. Rentang stimulus yang diberikan mempertimbangkan waktu pandemi COVID-19, dari survival mode hingga recovery mode . Dengan akses bantuan yang luas dan terbuka, diharapkan penanganan efektif dapat dipercepat sehingga ekonomi nasional dapat terhindar dari krisis lebih dalam. Krisis ekonomi pernah melanda negeri ini. Tahun 1998 dan 2008, krisis menerjang sektor keuangan. Nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam. Kala itu, UMKM berperan besar menjadi penyangga perekonomian. Roda ekonomi nasional pun terus berputar. Kali ini, kondisinya jauh berbeda. Aktivitas masyarakat turun, sektor riil terpukul. Untuk mengatasi, pemerintah mengambil langkah cepat dan extraordinary. Terbungkus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). SIAPKAN SKENARIO PULIHKAN EKONOMI Teks Reni Saptati D.I
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF
“Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Ekonomi pandemi T ak ada satupun negara di dunia yang siap berhadapan dengan pandemi. Beragam strategi diterapkan masing-masing negara untuk bertahan melewati krisis, termasuk Indonesia. Beragam kebijakan diterbitkan demi menyelamatkan berbagai lini terdampak pandemi. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, “Saya bilang ini ekonomi pandemi. Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Tak semata kesehatan, namun juga dampak- dampak lain yang mengikutinya. “Kalau kesehatan kena, (lantas) tidak tertangani dengan baik akan menciptakan dampak sosial. Dampak sosial yang eskalasinya meninggi, tidak bisa diatasi akan menimbulkan dampak ekonomi, krisis. Ketika krisis terjadi, dampak sosial akan lebih besar lagi, lalu kolaps secara ekonomi nasional,” tuturnya. Kondisi semacam itu kemudian menjadi dasar bagi pemerintah dalam bersikap. Yustinus mengatakan bahwa kebijakan PEN ini bukan menjadikan ekonomi sebagai panglima. Alih- alih demikian, kebijakan ini justru mendudukkan kembali ekonomi pada perspektif asalnya, yakni ihwal kelangsungan hidup. “Ekonomi itu ya soal survival. Soal hidup orang. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa berjualan lagi, itulah ekonomi. Soal bagaimana orang yang di-PHK itu bisa makan, itu adalah ekonomi,” tutur alumni pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini. Karena itu, program PEN setidaknya mencakup tiga hal utama yakni penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus ekonomi bagi pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat bahwa program PEN sudah mengakomodasi agenda untuk mitigasi risiko resesi. “Secara umum sebenarnya sudah menangkap beberapa agenda mengantisipasi mitigasi risiko resesi, baik untuk bantuan sosial, penanganan kesehatan hingga ekonomi,” katanya melalui keterangan tertulis. Namun demikian, menurutnya masih terdapat beberapa hal yang masih perlu dievaluasi, antara lain ihwal mekanisme bantuan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM. Tauhid menyarakan adanya evaluasi bentuk bantuan sosial. “Pertama, bentuk non-tunai hanya menguntungkan pada rantai nilai yang dimiliki sebagian kecil pengusaha. Ini terjadi karena lembaga usaha yang dilibatkan dalam bantuan sembako sangat terbatas,” katanya. “Kedua, karena diberikan dalam bentuk non tunai (sembako, minyak, sarden, gula, dsb) maka yang berputar kebutuhan hanya pada komoditas tersebut sehingga tidak dapat menggerakkan UMKM kebutuhan lainnya,” paparnya melalui keterangan tertulis. Sedangkan terkait stimulus bagi pelaku UMKM, Tauhid mengkhawatirkan keberadaan pelaku UMKM di luar jangkauan perbankan berpotensi menurunkan tingkat efektivitas kebijakan ini. Sebab menurutnya, beragam program stimulus yang ada saat ini belum dapat menjangkau kelompok yang berada di luar jangkauan perbankan tersebut. Dari kekhawatiran itu, Tauhid menyarankan beberapa hal untuk mendorong efektivitas PEN. Bagi pelaku UMKM, Tauhid berpendapat perlunya skema khusus untuk menjangkau para pelaku UMKM yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan. Sementara itu, H.M. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengatakan bahwa PEN adalah langkah yang tepat untuk dilakukan pemerintah. “Prinsipnya saya melihat dari sisi desain, PEN sebagai jurus untuk memulihkan ekonomi kita sudah sangat benar. Namun dari sisi realisasi ini yang kita harus hati-hati. Disiplin pada target, sehingga rencana di atas kertas bisa ditransformasikan menjadi intervensi lapangan yang berdampak,” paparnya melalui keterangan tertulis. Pria kelahiran Sumenep ini mengatakan bahwa saat ini realisasi program-program yang ada masih terbilang rendah. “Sektor kesehatan, misalnya, serapannya baru 5,12 persen. Padahal sektor ini adalah episentrum masalah,” paparnya. Ia khawatir, realisasi yang rendah ini tatkala diburu target realisasi tinggi dapat berakibat eksekusi yang kurang akurat. Situasi demikian menurutnya akan mempengaruhi efektivitas program. Senada dengan Tauhid Ahmad, Said juga berpendapat bahwa momentum adalah faktor penting dalam keberhasilan program PEN. Integrasi Data Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak luput dari perkara data. Misalnya, terkait skema khusus bagi pelaku UMKM yang tidak terjangkau perbankan yang sebelumnya ia sampaikan, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa kondisi itu tidak serta merta dapat dicapai tanpa pendataan yang memadai. “Ini tentu dengan proses pendataan yang memadai dan sebagai langkah awal dapat menggunakan data Sensus Ekonomi BPS Tahun 2016/2017 yang memuat cukup detail dengan tambahannya adanya update tahun 2020,” papar Tauhid. Lantas terkait bantuan sosial, ia beranggapan bahwa data yang dijadikan basis pendistribusian yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tak lagi relevan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, Tauhid menyarankan pemerintah perlu memperkuat integrasi bantuan untuk pelaku UMKM dalam “satu pintu” dengan menggabungkan dan verifikasi data yang ada di perbankan, data perpajakan, serta data pembinaan di Kementerian Koperasi dan UKM. “Ini memperkuat daya dorong UMKM lebih cepat pulih,” paparnya. Perihal data, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, “Datanya tidak sempurna sudah pasti, tapi itu memang data terbaik yang kita punya. Dan, kita ingin melakukan program ini secepat mungkin. Kalaupun dia ada inclusion-exclusion error secara relatif harusnya bisa dipahami,” ujarnya. Febrio juga menambahkan bahwa perbaikan data yang dijadikan acuan terus dilakukan pemerintah. Data yang andal, menurutnya, akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. “Tapi sementara ini kita memang butuh gerak cepat. Ada inclusion-exclusion error itu kita tolerir, sepanjang ini programnya memang arahnya ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya. Hal ini kembali pada salah satu orientasi semula program PEN yakni menyelamatkan sisi rumah tangga. “Bagaimana rumah tangga masyarakat yang paling rentan ini ditolong dulu,” jelasnya. Kendati tak alpa dari kendala, pemerintah terus berupaya memperbaiki implementasi program PEN melalui monitoring dan evaluasi. “Nah inilah tiap minggu dilakukan monev di Kemenkeu untuk mengevaluasi semua program ini. Mana yang jalan, mana yang kurang jalan. Yang kurang jalan, siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat, atau diganti programnya, dan sebagainya,” pungkas Kepala BKF. Tantangan PEN tidak luput dari perkara data, data yang andal akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. Foto Anas Nur Huda Menjaga Momentum Pemulihan ekonomi nasional ibarat perjalanan panjang yang melintasi berbagai jalan terjal. Kendaraan yang mutakhir serta pengemudi yang mumpuni tak serta merta jadi faktor utama. Kendati risiko telah dipotret dan diantisipasi dengan baik, tidak lantas PEN jadi bersih dari catatan. Tauhid Ahmad menuturkan apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, program PEN sudah hampir sejajar. Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis