JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 633 hasil yang relevan dengan "pengawasan anggaran "
Dalam 0.026 detik
Thumbnail
BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN | INDEKS FISKAL
PMK 43 TAHUN 2024

Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun Anggaran 2024 untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan

  • Ditetapkan: 21 Jun 2024
  • Diundangkan: 02 Jul 2024
Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
113/PMK.02/2021

Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ...

  • Ditetapkan: 25 Agu 2021
  • Diundangkan: 26 Agu 2021

Relevan terhadap

Pasal 55Tutup
(1)

Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Menteri melakukan evaluasi atas pelaksanaan jenis dan tarif atas jenis PNBP secara berkala paling sedikit setiap 2 (dua) tahun sekali atau sesuai kebutuhan.

(2)

Evaluasi atas pelaksanaan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kerangka pengawasan, paling sedikit melalui:

a.

pengujian kembali dasar pertimbangan penyusunan tarif atas jenis PNBP;

b.

pengujian kembali dasar pertimbangan tertentu pemberian tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen);

c.

penyederhanaan jenis dan tarif atas jenis PNBP; dan/atau d. pengujian komponen pembentuk tarif atas jenis PNBP yang bersifat volatil.

(3)

Evaluasi atas pelaksanaan jenis dan tarif atas jenis PNBP oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang bertanggung jawab kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP.

(4)

Evaluasi atas pelaksanaan jenis dan tarif atas jenis PNBP oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal Anggaran.

Pasal 56Tutup

Berdasarkan hasil evaluasi atas pelaksanaan jenis dan tarif atas jenis PNBP oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dan/atau oleh Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dapat melakukan tindak lanjut berupa:

a.

penyusunan dan penyampaian usulan perubahan jenis dan tarif atas jenis PNBP;

b.

penyusunan perubahan Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga yang mengatur tarif atas jenis PNBP setelah mendapat persetujuan Menteri; atau

c.

penyusunan perubahan Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif atas jenis PNBP sampai dengan Rp0,00 (noI rupiah) atau 0% (nol persen) dengan pertimbangan tertentu setelah mendapat persetujuan Menteri.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG UMUM
PMK 132 TAHUN 2023

Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara

  • Ditetapkan: 07 Des 2023
  • Diundangkan: 11 Des 2023

Relevan terhadap

MemutuskanTutup

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN PETUNJUK TEKNIS JABATAN FUNGSIONAL DI BIDANG KEUANGAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. 2. Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil clan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan. 3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. jdih.kemenkeu.go.id 4. Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi clan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian clan keterampilan tertentu. 5. Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara yang selanjutnya disingkat JF di Bidang Keuangan Negara adalah sekelompok Jabatan Fungsional yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan pengelolaan keuangan negara. 6. Jabatan Fungsional Analis Keuangan Negara yang selanjutnya disingkat JF AKN adalah jabatan yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan analisis keuangan negara yang meliputi fiskal clan sektor keuangan, perencanaan clan penganggaran, pajak, kepabeanan clan cukai, penerimaan negara bukan pajak, perbendaharaan, kekayaan negara, penilaian, lelang, hubungan keuangan pusat clan daerah, pembiayaan clan risiko keuangan, pembinaan profesi keuangan, atau investasi pemerintah clan pengelolaan dana. 7. Jabatan Fungsional Pengawas Keuangan Negara yang selanjutnya disingkat JF PKN adalah jabatan yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan pelayanan, pengawasan, clan/ a tau pemeriksaan di bidang pajak, kepabeanan clan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, hubungan keuangan pusat clan daerah, pembiayaan, pengawasan pengelolaan bagian anggaran bendahara umum negara serta badan usaha milik negara clan lembaga nonbadan usaha milik negara, atau advokasi clan penyuluhan di bidang keuangan negara. 8. Jabatan Fungsional Penilai yang selanjutnya disingkat JF Penilai adalah jabatan yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan penilaian clan/ atau pemetaan kekayaan negara clan pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. 9. Jabatan Fungsional Pelelang yang selanjutnya disingkat JF Pelelang adalah jabatan yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan lelang clan penggalian potensi lelang. 10. Pejabat Fungsional Analis Keuangan Negara yang selanjutnya disebut AKN adalah PNS yang diberikan tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan analisis keuangan negara yang meliputi fiskal clan sektor keuangan, perencanaan clan penganggaran, pajak, kepabeanan clan cukai, penerimaan negara bukan pajak, perbendaharaan, kekayaan negara, penilaian, lelang, hubungan keuangan pusat clan daerah, pembiayaan clan risiko keuangan, pembinaan profesi keuangan, atau investasi pemerintah clan pengelolaan dana. 11. Pejabat Fungsional Pengawas Keuangan Negara yang selanjutnya disebut PKN adalah PNS yang diberikan tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan pelayanan, pengawasan, clan/ atau pemeriksaan di bidang pajak, kepabeanan clan cukai, perbendaharaan, kekayaan jdih.kemenkeu.go.id negara, hubungan keuangan pusat dan daerah, pembiayaan, pengawasan pengelolaan bagian anggaran bendahara umum negara serta badan usaha milik negara dan lembaga nonbadan usaha milik negara, atau advokasi dan penyuluhan di bidang keuangan negara. 12. Pejabat Fungsional Penilai yang selanjutnya disebut Penilai adalah PNS yang diberikan tugas dan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan penilaian dan/ a tau pemetaan kekayaan negara, dan pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. 13. Pejabat Fungsional Pelelang yang selanjutnya disebut Pelelang adalah PNS yang diberikan tugas dan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan lelang dan penggalian potensi lelang. 14. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 15. Pejabat yang Berwenang yang selanjutnya disingkat PyB adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 1 7. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah. 18. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural. 19. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. 20. Unit Organisasi adalah bagian dari struktur organisasi yang dapat dipimpin oleh pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, pejabat pengawas, atau pejabat fungsional yang diangkat untuk memimpin suatu unit kerja mandiri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 21. Sasaran Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah adalah ekspektasi kinerja yang akan dicapai oleh Pegawai setiap tahun. 22. Ekspektasi Kinerja yang selanjutnya disebut Ekspektasi adalah harapan atas hasil kerja dan perilaku kerja Pegawai ASN. 23. Angka Kredit adalah nilai kuantitatif dari hasil kerja AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang. jdih.kemenkeu.go.id 24. Angka Kredit Kumulatif adalah akumulasi nilai Angka Kredit yang harus dicapai oleh AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat dan jabatan. 25. Tim Penilai Kinerja PNS adalah tim yang dibentuk oleh PyB untuk memberikan pertimbangan kepada PPK atas usulan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam jabatan, pengembangan kompetensi, serta pemberian penghargaan bagi PNS. 26. Kebutuhan JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang yang selanjutnya disebut KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang adalah jumlah dan susunan JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang yang diperlukan oleh Instansi Pusat dan Instansi Daerah untuk dapat melaksanakan tugas pokok di bidang pengelolaan Keuangan Negara dengan baik, efektif, dan efisien dalam jangka waktu lima tahun. 27. Kompetensi adalah karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan sesuai tugas dan/ a tau fungsi jabatan. 28. Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. 29. Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi. 30. Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi, dan jabatan. 31. Standar Kompetensi JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang yang selanjutnya disebut SKJ AKN, SKJ PKN, SKJ Penilai, dan SKJ Pelelang adalah deskripsi Kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang yang meliputi Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural. 32. Uji Kompetensi AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang yang selanjutnya disebut Uji Kompetensi adalah proses pengujian dan penilaian terhadap Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural dari seorang ASN untuk pemenuhan Standar Kompetensi pada setiap jenjang JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang. 33. Analisis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara yang selanjutnya disebut Analisis Jabatan Fungsional adalah proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan dan penyusunan data JF di Bidang Keuangan Negara. jdih.kemenkeu.go.id 34. Uraian Jabatan adalah uraian terperinci dan lengkap terkait jabatan. 35. Instansi Pembina JF di Bidang Keuangan Negara yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara. 36. Instansi Pengguna JF di Bidang Keuangan Negara yang selanjutnya disebut Instansi Pengguna adalah Instansi Pusat dan Instansi Daerah yang menggunakan JF AKN, JF PKN, dan JF Penilai. BAB II JENIS, KATEGORI, JENJANG, KARAKTERISTIK, KEDUDUKAN, DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Jenis Pasal 2 JF di Bidang Keuangan Negara terdiri atas:

a.

JF AKN;

b.

JF PKN;

c.

JF Penilai; dan

d.

JF Pelelang. Bagian Kedua Kategori Pasal 3 JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang merupakan JF kategori keahlian dan keterampilan. Bagian Ketiga Jenjang Pasal 4 (1) Jenjang JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang kategori keahlian dan keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:

a.

kategori keterampilan:

1.

Jenjang Terampil;

2.

Jenjang Mahir; dan

3.

Jenjang Penyelia; dan

b.

kategori keahlian:

1.

Jenjang Ahli Pertama;

2.

Jenjang Ahli Muda;

3.

Jenjang Ahli Madya; dan

4.

Jenjang Ahli Utama. (2) Jenjang pada JF AKN, JF PKN, JF Penilai dan JF Pelelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan bidang tugas dalam Lampiran huruf A, hurufB, dan huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Keempat Karakteristik Pasal 5 (1) Karakteristik JF di Bidang Keuangan Negara terdiri atas:

a.

terbuka, untuk bidang tugas tertentu dapat berkedudukan pada Instansi Pembina clan/ atau Instansi Pengguna; clan b. tertutup, hanya berkedudukan pada lingkup Instansi Pembina. (2) JF di Bidang Keuangan Negara dengan karakteristik terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a.

JF AKN;

b.

JF PKN; clan c. JF Penilai. (3) JF di Bidang Keuangan Negara dengan karakteristik tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu JF Pelelang. Bagian Kelima Kedudukan clan Tanggung Jawab Pasal 6 (1) Kedudukan AKN, PKN, clan Penilai sebagai pelaksana teknis di Bidang Keuangan Negara pada Instansi Pembina clan/ atau Instansi Pengguna. (2) Kedudukan Pelelang sebagai pelaksana teknis di Bidang Keuangan Negara pada Instansi Pembina. (3) AKN, PKN, clan Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) clan Pelelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkedudukan di bawah clan bertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF di Bidang Keuangan Negara. (4) Dalam hal Unit Organisasi dipimpin oleh pejabat fungsional maka AKN, PKN, Penilai, clan Pelelang dapat berkedudukan di bawah clan bertanggung jawab secara langsung kepada pejabat fungsional yang memimpin Unit Organisasi. (5) Pemetaan kedudukan pejabat fungsional mempertimbangkan kesesuaian tugas clan fungsi serta kesetaraan kelas jabatan antara atasan AKN, PKN, Penilai, clan Pelelang dengan AKN, PKN, Penilai, clan Pelelang berkedudukan. (6) Kedudukan AKN, PKN, Penilai, clan Pelelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam peta jabatan berdasarkan analisis jabatan clan analisis beban kerja yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) JF AKN, JF PKN, JF Penilai, clan JF Pelelang merupakan jabatan karier PNS. jdih.kemenkeu.go.id BAB III BIDANG TUGAS, RUANG LINGKUP KEGIATAN, DAN CAKUPAN KEGIATAN Pasal 7 (1) Bidang tugas merupakan tugas yang dapat dilaksanakan oleh pejabat fungsional di Bidang Keuangan Negara berdasarkan fungsi dan peran pengelolaan Keuangan Negara. (2) Ruang lingkup kegiatan merupakan penjelasan rinci dari bidang tugas JF di Bidang Keuangan Negara. (3) Ruang lingkup merupakan penjelasan kompleksitas ruang lingkup kegiatan dari masing-masing jenjang jabatan. (4) Cakupan kegiatan merupakan penjelasan lebih lanjut dari ruang lingkup JF di Bidang Keuangan Negara. (5) Rincian bidang tugas, ruang lingkup kegiatan, ruang lingkup, dan cakupan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) yaitu:

a.

untuk unit kerja di lingkungan Instansi Pembina yang menjalankan fungsi bendahara umum negara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A;

b.

untuk unit kerja di lingkungan Instansi Pengguna pada Instansi Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B; dan

c.

untuk unit kerja di lingkungan Instansi Pengguna pada Instansi Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (6) Perluasan cakupan kegiatan yang akan dijadikan rujukan dalam penyusunan SKP untuk mencapai tujuan organisasi, dapat dilakukan oleh pimpinan unit kerja JF di Bidang Keuangan Negara berkedudukan dengan memperhatikan kesesuaian bidang tugas dan kompetensi JF. (7) Perluasan cakupan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan paling rendah oleh pejabat pimpinan tinggi pratama. (8) Penggunaan bidang tugas JF pada Instansi Pengguna selain yang tercantum dalam Lampiran hurufB dan huruf C dapat dilakukan oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pengguna dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pembina. (9) Instansi Pembina dapat melakukan perluasan/penyesuaian ruang lingkup kegiatan dan ruang lingkup setiap jenjang jabatan dengan mempertimbangkan dinamika pengelolaan Keuangan Negara. (10) Dalam hal terdapat tugas fungsi baru di bidang pengelolaan Keuangan Negara yang tidak tercakup dalam salah satu bidang tugas pada JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jdih.kemenkeu.go.id Instansi Pembina dapat melakukan penyesuaian tanpa membentuk JF baru. (11) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan izin kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. BAB IV PENGELOLAAN KINERJA PEJABAT FUNGSIONAL Pasal 8 (1) Pengelolaan kinerja pejabat fungsional terdiri atas:

a.

perencanaan kinerja yang meliputi penetapan dan klarifikasi Ekspektasi;

b.

pelaksanaan, pemantauan, dan pembinaan kinerja yang meliputi pendokumentasian kinerja, pemberian umpan balik berkelanjutan, dan pengembangan kinerja pejabat fungsional;

c.

penilaian kinerja pejabat fungsional yang meliputi evaluasi kinerja pejabat fungsional; dan

d.

tindak lanjut hasil evaluasi kinerja pejabat fungsional yang meliputi pemberian penghargaan dan sanksi. (2) Pengelolaan kinerja pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berorientasi pada:

a.

pengembangan kinerja pejabat fungsional;

b.

pemenuhan Ekspektasi pimpinan;

c.

dialog kinerja yang intens antara p1mp1nan dan pejabat fungsional;

d.

pencapaian kinerja organisasi; dan

e.

hasil kerja dan perilaku kerja pejabat fungsional. (3) Pengelolaan kinerja pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan kinerja Pegawai ASN. Pasal 9 (1) Evaluasi kinerja pejabat fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dilaksanakan secara periodik maupun tahunan. (2) Evaluasi kinerja periodik pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan ditetapkan dalam predikat kinerja periodik pejabat fungsional. (3) Evaluasi kinerja tahunan pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam predikat kinerja tahunan pejabat fungsional. (4) Predikat kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdiri atas:

a.

sangat baik;

b.

baik;

c.

cukup/butuh perbaikan;

d.

kurang; atau

e.

sangat kurang. (5) Penetapan predikat kinerja dilakukan oleh pejabat penilai kinerja. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 10 (1) Predikat kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dikonversikan ke dalam perolehan Angka Kredit tahunan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

sangat baik, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;

b.

baik, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 100% (seratus persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;

c.

cukup/butuh perbaikan, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;

d.

kurang, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 50% (lima puluh persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF; dan

e.

sangat kurang, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF. (2) Dalam hal pejabat fungsional memperoleh ijazah pendidikan formal yang lebih tinggi dan telah diakui secara kedinasan, diberikan tambahan Angka Kredit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat sesuai jenjangnya untuk 1 (satu) kali penilaian. (3) Selama pejabat fungsional melaksanakan tugas di daerah terpencil, berbahaya, rawan, dan/ a tau konflik, dapat diberikan tambahan Angka Kredit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat sesuai jenjangnya untuk setiap kenaikan pangkat. (4) Penetapan daerah terpencil, berbahaya, rawan, dan/atau konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (5) Tambahan Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) hanya diberikan bagi pejabat fungsional dengan predikat kinerja paling rendah baik. (6) Dalam hal predikat kinerja diperoleh melalui evaluasi kinerja yang dilaksanakan secara periodik maupun tahunan, konversi predikat kinerja ke dalam Angka Kredit dapat dihitung secara proporsional berdasarkan periode penilaian yang berjalan sepanjang terpenuhi Ekspektasi. (7) Konversi predikat kinerja ke dalam Angka Kredit dan penetapan Angka Kredit dilakukan oleh pejabat penilai kinerja dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 (1) Penetapan Angka Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) bagi JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dilakukan berdasarkan konversi predikat kinerja yang diperoleh secara kumulatif pada satu periode kenaikan pangkat dan/atau jenjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Dalam hal terdapat kebutuhan tertentu, penetapan Angka Kredit bagi JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dapat dilakukan di luar periode kenaikan pangkat dan/atau jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Angka Kredit hasil konversi predikat kinerja ditetapkan oleh atasan langsung atau pejabat lain yang diberikan pendelegasian kewenangan. (2) Dalam ha! atasan langsung selaku pejabat penilai kinerja berhalangan tetap, maka penetapan Angka Kredit hasil konversi predikat kinerja dilakukan oleh atasan dari pejabat penilai kinerja secara berjenjang. (3) Atasan dari pejabat penilai kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mendelegasikan kewenangan evaluasi kinerja pegawai kepada pelaksana tugas atau pelaksana harian. BABV SERTIFIKASI, KEBUTUHAN JABATAN FUNGSIONAL, PENGANGKATAN, KENAIKAN PANGKAT, KENAIKAN JENJANG, PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN KEMBALI, TIM PENILAI KINERJA PNS SERTA PELANTIKAN DAN PENGAMBILAN SUMPAH/JANJI Bagian Kesatu Sertifikasi Pasal 13 Dalam hal pelaksanaan tugas JF di Bidang Keuangan Negara mensyaratkan adanya sertifikat dan/ a tau surat keputusan dari PyB, sertifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Kebutuhan Jabatan Fungsional Pasal 14 (1) KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang ditetapkan berdasarkan jenis JF pada Unit Organisasi Instansi Pembina dan/atau Instansi Pengguna. (2) Perhitungan, pengusulan, dan penetapan KJF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pengangkatan Pasal 15 (1) Pengangkatan PNS dalam JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dilakukan melalui:

a.

pengangkatan pertama;

b.

perpindahan dari jabatan lain;

c.

penyesuaian; dan

d.

promos1. jdih.kemenkeu.go.id (2) Pengangkatan PNS ke dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta mempertimbangkan kebutuhan organisasi dan ketersediaan anggaran. (3) Perpindahan dari kategori keterampilan ke kategori keahlian dalam JF yang sama, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Perpindahan antar kelompok JF dari JF di luar JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang ke dalam JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pembina untuk dan atas nama Menteri Keuangan. Pasal 16 (1) Perpindahan dalam JF di Bidang Keuangan Negara, terdiri atas:

a.

perpindahan antar JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dalam bidang tugas yang sama;

b.

perpindahan antar JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dalam bidang tugas yang berbeda; dan

c.

perpindahan antar bidang tugas dalam satu JF yang sama. (2) Perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam keputusan PyB. (3) Perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan memperhatikan ketentuan terkait pola karir dan mutasi yang berlaku pada masing- masing Instansi Pembina dan/ a tau Instansi Pengguna. Bagian Keempat Kenaikan Pangkat Pasal 17 (1) Kenaikan pangkat bagi AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang dapat dipertimbangkan apabila capaian Angka Kredit telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif yang dipersyaratkan. (2) Dalam ha! AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif untuk kenaikan pangkat bersamaan dengan kenaikan jenjang, namun belum tersedia lowongan KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang pada jenjang jabatan yang akan diduduki, AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang dapat diberikan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi setelah mengikuti dan lulus Uji Kompetensi. (3) Ketersediaan lowongan KJF sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang pada 1 (satu) Instansi Pembina dan/atau Instansi Pengguna. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kelima Kenaikan Jenjang Pasal 18 (1) Kenaikan jenjang JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kenaikanjenjang JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari promosi jabatan. Bagian Keenam Pemberhentian dan Pengangkatan Kembali Pasal 19 Pemberhentian dan pengangkatan kembali dalam JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketujuh Tim Penilai Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pasal 20 (1) Untuk membantu pelaksanaan tugas PyB, dibentuk Tim Penilai Kinerja PNS. (2) Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk forum koordinasi/pembahasan rencana jabatan target. (3) Ketentuan terkait Tim Penilai Kinerja PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedelapan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji Pasal 21 (1) Setiap PNS yang diangkat menjadi AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang wajib dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang MahaEsa. (2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI ANALISIS JABATAN FUNGSIONAL Pasal 22 (1) Untuk keperluan Analisis Jabatan Fungsional, Instansi Pengguna dapat menyusun uraian jabatan dengan merujuk kepada ruang lingkup kegiatan maupun cakupan kegiatan JF berkenaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B dan huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Analisis Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id BAB VII UJI KOMPETENSI Pasal 23 (1) Uji Kompetensi terdiri atas:

a.

Manajerial;

b.

Sosial kultural; dan

c.

Teknis. (2) Uji Kompetensi bertujuan untuk menilai kesesuaian kompetensi yang dimiliki pegawai dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan. (3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk pengangkatan JF melalui perpindahan dari jabatan lain dan promosi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Uji Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan untuk pengangkatan JF melalui perpindahan dalam JF di Bidang Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan paling sedikit melalui penilaian portofolio oleh Instansi Pengguna, dengan mempertimbangkan kebutuhan organisasi. (5) Pengangkatan JF melalui perpindahan dalam JF di Bidang Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c dilakukan tanpa Uji Kompetensi. Pasal 24 (1) Penyelenggaraan Uji Kompetensi Teknis pengangkatan JF melalui:

a.

promos1; untuk b. perpindahan antar kelompok JF dari JF di luar JF di Bidang Keuangan Negara ke dalam JF di Bidang Keuangan Negara; dan

c.

perpindahan dari jabatan pimpinan tinggi dan/atau jabatan administrasi ke dalam JF di Bidang Keuangan Negara, dikoordinasikan oleh unit organisasi pada Instansi Pembina yang ditunjuk menjalankan fungsi pembinaan teknis JF dan pengembangan kompetensi JF di Bidang Keuangan Negara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola penyelenggaraan Uji Kompetensi Teknis JF di Bidang Keuangan Negara ditetapkan oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi fungsi pembinaan teknis JF dan pengembangan kompetensi JF di Bidang Keuangan Negara untuk dan atas nama Menteri Keuangan. BAB VIII PENGELOLAAN DAN PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL Pasal 25 Fungsi pengelolaan dan pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara minimal terdiri atas:

a.

perencanaan JF;

b.

pembinaan JF; dan

c.

pemantauan dan evaluasi JF. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 26 (1) Perencanaan JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a merupakan kegiatan analisis kebutuhan penggunaan JF di Bidang Keuangan Negara dalam suatu Unit Organisasi dengan mempertimbangkan arah pengembangan organisasi dan kesesuaian ruang lingkup tugas JF di Bidang Keuangan Negara dengan tugas dan fungsi Unit Organisasi. (2) Pembinaan JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b merupakan kegiatan untuk menjamin terwujudnya standar kualitas dan profesionalitas JF di Bidang Keuangan Negara, serta mengoptimalkan kualitas pengelolaan JF di Bidang Keuangan Negara, yang dilaksanakan oleh:

a.

unit yang melaksanakan fungsi koordinasi pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara;

b.

unit yang melaksanakan fungsi pembinaan teknis JF dan pengembangan kompetensi JF di Bidang Keuangan Negara;

c.

unit yang melaksanakan fungsi pembinaan kepegawaian JF; dan

d.

unit yang melaksanakan fungsi konsultansi teknis berdasarkan kepakaran (subject matter expert) dalam pelaksanaan tugas JF di Bidang Keuangan Negara, di lingkungan Kementerian Keuangan. (3) Pemantauan dan evaluasi JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c merupakan kegiatan terpadu yang dilakukan secara berkala dalam rangka memastikan bahwa implementasi JF di Bidang Keuangan Negara dan pelaksanaan tugas pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 Dalam melaksanakan pengelolaan dan pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara di lingkungan Instansi Pengguna, Instansi Pengguna dapat berkoordinasi dengan unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2). Pasal 28 Ketentuan mengenai pengelolaan dan pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara di lingkungan Instansi Pembina ditetapkan oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan untuk dan atas nama Menteri Keuangan. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a.

PPK melakukan penyesuaian nomenklatur JF dengan ketentuan sebagai berikut:

1.

JF AKN Ahli Pertama untuk PNS yang menduduki JF: a) Analis Anggaran Ahli Pertama; b) Pemeriksa Pajak Ahli Pertama; c) Penilai Pajak Ahli Pertama; jdih.kemenkeu.go.id d) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Pertama; e) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Pertama; f) Penilai Pemerintah Ahli Pertama; g) Pelelang Ahli Pertama; h) Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Pertama; i) Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan Ahli Pertama; dan j) Pembina Profesi Keuangan Ahli Pertama;

2.

JF AKN Ahli Muda untuk PNS yang menduduki JF: a) Analis Anggaran Ahli Muda; b) Pemeriksa Pajak Ahli Muda; c) Penilai Pajak Ahli Muda; d) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Muda; e) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Muda; f) Penilai Pemerintah Ahli Muda; g) Pelelang Ahli Muda; h) Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda; i) Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan Ahli Muda; dan j) Pembina Profesi Keuangan Ahli Muda;

3.

JF AKN Ahli Madya untuk PNS yang menduduki JF: a) Analis Anggaran Ahli Madya; b) Pemeriksa Pajak Ahli Madya; c) Penilai Pajak Ahli Madya; d) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Madya; e) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Madya; f) Penilai Pemerintah Ahli Madya; g) Pelelang Ahli Madya; h) Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Madya; i) Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan Ahli Madya; dan j) Pembina Profesi Keuangan Ahli Madya;

4.

JF AKN Ahli Utama untuk PNS yang menduduki JF: a) Analis Anggaran Ahli Utama; b) Pemeriksa Pajak Ahli Utama; c) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Utama; d) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Utama; e) Penilai Pemerintah Ahli Utama; f) Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Utama; g) Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan Ahli Utama; dan h) Pembina Profesi Keuangan Ahli Utama;

5.

JF PKN Ahli Pertama untuk PNS yang menduduki JF: a) Pemeriksa Pajak Ahli Pertama; b) Penyuluh Pajak Ahli Pertama; c) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Pertama; d) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Pertama; dan e) Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ahli Pertama;

6.

JF PKN Ahli Muda untuk PNS yang menduduki JF: a) Pemeriksa Pajak Ahli Muda; b) Penyuluh Pajak Ahli Muda; c) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Muda; d) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Muda; dan e) Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ahli Muda; jdih.kemenkeu.go.id 7. JF PKN Ahli Madya untuk PNS yang menduduki JF: a) Pemeriksa Pajak Ahli Madya; b) Penyuluh Pajak Ahli Madya; c) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Madya; d) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Madya; dan e) Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ahli Madya;

8.

JF Penilai Ahli Pertama untuk PNS yang menduduki JF: a) Penilai Pajak Ahli Pertama; dan b) Penilai Pemerintah Ahli Pertama;

9.

JF Penilai Ahli Muda untuk PNS yang menduduki JF: a) Penilai Pajak Ahli Muda; dan b) Penilai Pemerintah Ahli Muda;

10.

JF Penilai Ahli Madya untuk PNS yang menduduki JF: a) Penilai Pajak Ahli Madya; dan b) Penilai Pemerintah Ahli Madya;

11.

JF Penilai Ahli Utama untuk PNS yang menduduki JF Penilai Pemerintah Ahli Utama;

12.

JF AKN Terampil untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Terampil/Pemeriksa Pajak Terampil; dan b) Asisten Pembina Profesi Keuangan Terampil;

13.

JF AKN Mahir untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Mahir/Pemeriksa Pajak Mahir; dan b) Asisten Pembina Profesi Keuangan Mahir;

14.

JF AKN Penyelia untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Penyelia/Pemeriksa Pajak Penyelia; dan b) Asisten Pembina Profesi Keuangan Penyelia;

15.

JF PKN Terampil untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Terampil/Pemeriksa Pajak Terampil; b) Asisten Penyuluh Pajak Terampil; c) Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai Terampil/Pemeriksa Bea dan Cukai Terampil; d) Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Terampil; e) Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Terampil; dan f) Penata Laksana Barang Terampil;

16.

JF PKN Mahir untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Mahir/Pemeriksa Pajak Mahir; b) Asisten Penyuluh Pajak Mahir; c) Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai Mahir / Pemeriksa Bea dan Cukai Mahir; d) Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Mahir; e) Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Mahir; dan f) Penata Laksana Barang Mahir;

17.

JF PKN Penyelia untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Penyelia/Pemeriksa Pajak Penyelia; b) Asisten Penyuluh Pajak Penyelia; jdih.kemenkeu.go.id c) Asisten Pemeriksa Bea clan Cukai Penyelia/ Pemeriksa Bea clan Cukai Penyelia; d) Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Penyelia; e) Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara Penyelia; clan f) Penata Laksana Barang Penyelia;

18.

JF Penilai Terampil untuk PNS yang menduduki JF Asisten Penilai Pajak Terampil;

19.

JF Penilai Mahir untuk PNS yang menduduki JF Asisten Penilai Pajak Mahir; clan 20. JF Penilai Penyelia untuk PNS yang menduduki JF Asisten Penilai Pajak Penyelia, paling lambat tanggal 7 Agustus 2025;

b.

dalam hal terdapat kebutuhan Instansi Pengguna untuk melakukan perubahan nomenklatur selain sebagaimana ditentukan pada huruf a, pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pengguna mengajukan pengusulan perubahan nomenklatur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

c.

pengusulan sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pembina;

d.

pelaksanaan penyesuaian nomenklatur baru JF di Bidang Keuangan Negara sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan dengan keputusan pengangkatan dengan mencantumkan Angka Kredit yang telah diperoleh dari JF sebelumnya;

e.

Instansi Pengguna yang telah melaksanakan penyesuaian nomenklatur sebagaimana dimaksud pada huruf d harus menyampaikan laporan hasil penyesuaian nomenklatur dengan melampirkan surat keputusan pengangkatan ke dalam JF di Bidang Keuangan Negara kepada Instansi Pembina paling lambat 1 (satu) bulan sejak dilakukan penyesuaian nomenklatur;

f.

dalam ha! Instansi Pembina dan/atau Instansi Pengguna telah memiliki persetujuan kebutuhan dengan nomenklatur JF Analis Anggaran, JF Analis Keuangan Pusat clan Daerah, JF Analis Pembiayaan clan Risiko Keuangan, JF Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara, JF Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara, JF Penata Laksana Barang, JF Penilai Pemerintah, JF Penilai Pajak, JF Asisten Penilai Pajak, JF Penyuluh Pajak, JF Asisten Penyuluh Pajak, JF Pelelang, JF Pemeriksa Pajak, JF Asisten Pemeriksa Pajak/Pemeriksa Pajak kategori keterampilan, JF Pemeriksa Bea clan Cukai, JF Asisten Pemeriksa Bea clan Cukai/ Pemeriksa Bea clan Cukai kategori keterampilan, JF Analis Perbendaharaan Negara, JF Pembina Teknis Perbendaharaan, JF Pembina Profesi Keuangan, clan JF Asisten Pembina Profesi Keuangan, maka Instansi Pembina clan/ a tau Instansi Pengguna tetap dapat melaksanakan pengangkatan dalam JF sesuai dengan nomenklatur berdasarkan persetujuan yang telah jdih.kemenkeu.go.id diberikan, dengan mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan paling lambat tanggal 7 Agustus 2025;

g.

kebutuhan JF Analis Anggaran, JF Analis Keuangan Pusat dan Daerah, JF Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan, JF Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Penata Laksana Barang, JF Penilai Pemerintah, JF Penilai Pajak, JF sisten Penilai Pajak, JF Penyuluh Pajak, JF Asisten Penyuluh Pajak, JF Pelelang, JF Pemeriksa Pajak, JF Asisten Pemeriksa Pajak/Pemeriksa Pajak kategori keterampilan, Jabatan Fungsional Pemeriksa Bea dan Cukai, JF Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai/ Pemeriksa Bea dan Cukai kategori keterampilan, JF Analis Perbendaharaan Negara, JF Pembina Teknis Perbendaharaan, JF Pembina Profesi Keuangan, dan JF Asisten Pembina Profesi Keuangan yang telah mendapatkan persetujuan dari menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, dinyatakan tetap berlaku paling lambat tanggal 7 Agustus 2025;

h.

kebutuhan JF sebagaimana dimaksud pada huruf g ditetapkan sebagai KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan rekomendasi kepada Instansi Pembina;

1.

Uji Kompetensi dapat dilaksanakan dengan mengacu kepada standar kompetensi JF Analis Anggaran, JF Analis Keuangan Pusat dan Daerah, JF Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan, JF Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Penata Laksana Barang, JF Penilai Pemerintah, JF Penilai Pajak, JF Asisten Penilai Pajak, JF Penyuluh Pajak, JF Asisten Penyuluh Pajak, JF Pelelang, JF Pemeriksa Pajak, JF Asisten Pemeriksa Pajak/Pemeriksa Pajak kategori keterampilan, JF Pemeriksa Bea dan Cukai, JF Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai/ Pemeriksa Bea dan Cukai kategori keterampilan, JF Analis Perbendaharaan Negara, JF Pembina Teknis Perbendaharaan, JF Pembina Profesi Keuangan, dan JF Asisten Pembina Profesi Keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya, paling lambat tanggal 7 Agustus 2025; J- dalam hal terdapat PNS yang telah melaksanakan Uji Kompetensi dan/ a tau telah mendapatkan rekomendasi hasil Uji Kompetensi dengan nomenklatur JF Analis Anggaran, JF Analis Keuangan Pusat dan Daerah JF Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan, JF Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Penata Laksana Barang, JF Penilai Pemerintah, JF Penilai Pajak, JF Asisten Penilai Pajak, JF Penyuluh Pajak, JF Asisten Penyuluh Pajak, JF Pelelang, jdih.kemenkeu.go.id JF Pemeriksa Pajak, JF Asisten Pemeriksa Pajak/Pemeriksa Pajak kategori keterampilan, JF Pemeriksa Bea dan Cukai, JF Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai/Pemeriksa Bea clan Cukai kategori keterampilan, JF Analis Perbendaharaan Negara, JF Pembina Teknis Perbendaharaan, JF Pembina Profesi Keuangan, clan JF Asisten Pembina Profesi Keuangan, tetap dapat dilakukan pengangkatan berdasarkan nomenklatur JF sesua1 rekomendasi basil Uji Kompetensi;

k.

PNS yang menduduki JF sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan pendidikan di bawah kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan tetap dapat melaksanakan tugas JF yang diduduki sesuai jenjang jabatannya; I. PNS sebagaimana dimaksud dalam huruf k harus memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan syarat jabatan paling lama tanggal 7 Agustus 2027; clan m. dalam ha! PNS sebagaimana dimaksud dalam huruf k tidak memenuhi kualifikasi pendidikan sampai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf I, PNS terse but diberhentikan dari JF. BABX KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.01/2014 tentang Pedoman Pembentukan clan Penggunaan Jabatan Fungsional Tertentu di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 172);

b.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.06/2017 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pelelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 375) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.06/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.06/2017 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pelelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 8);

c.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Anggaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 688);

d.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.07/2019 Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat clan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 369);

e.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.06/2019 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penata Laksana Barang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 498);

f.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147 /PMK.03/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penilai Pajak jdih.kemenkeu.go.id dan Asisten Penilai Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1250);

g.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pembina Teknis Perbendaharaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1225);

h.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Perbendaharaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1226);

1.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Pengelolaan Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1227) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Pengelolaan Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1142); J. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1228) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1140);

k.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.03/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 639);

1.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.03/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Asisten Penyuluh Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 640);

m.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.06/2021 ten tang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1394);

n.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.03/2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 898); dan

o.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.03/2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 899), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 31 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PERBENDAHARAAN
229/PMK.05/2022

Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah

  • Ditetapkan: 30 Des 2022
  • Diundangkan: 30 Des 2022

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat SATD adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan atas transaksi transfer ke daerah.

2.

Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

3.

Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.

4.

Bagian Anggaran BUN yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

5.

Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran BUN yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat satuan kerja di lingkup BUN.

6.

Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran BUN Penyaluran TKD yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan tingkat UAKPA BUN penyaluran TKD yang berada langsung di bawahnya.

7.

Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN yang selanjutnya disingkat UAPBUN adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN.

8.

Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BUN yang selanjutnya disingkat UABUN adalah unit akuntansi pada Kementerian Keuangan, yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat UAPBUN dan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAPBUN.

9.

Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.

10.

Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.

11.

Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam satu periode pelaporan.

12.

Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

13.

Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, laporan arus kas, LO, LPE, laporan perubahan saldo anggaran lebih dalam rangka pengungkapan yang memadai.

14.

Reviu adalah penelaahan atas penyelenggaraan akuntansi dan penyajian laporan keuangan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.

15.

Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | CADANGAN PANGAN PEMERINTAH
PMK 144 TAHUN 2023

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Cad ...

  • Ditetapkan: 15 Des 2023
  • Diundangkan: 19 Des 2023
Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
100/PMK.02/2020

Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Pemberian Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum ...

  • Ditetapkan: 04 Agu 2020
  • Diundangkan: 05 Agu 2020

Relevan terhadap

Pasal 3Tutup
(1)

Usulan kebutuhan alokasi Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum dituangkan oleh unit eselon I selaku penanggungjawab program dalam bentuk rencana kerja dan anggaran setiap tahun dalam dokumen rencana kerja, RKA-K/L pagu anggaran, dan/atau RKA-K/L alokasi anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama.

(2)

Alokasi Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh unit eselon I selaku penanggungjawab program kepada:

a.

Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama untuk diteliti; dan

b.

Aparat Pengawasan Internal Pemerintah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama untuk direviu.

(3)

Tata cara pencantuman alokasi Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum pada RKA-K/L dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran.

Thumbnail
BIDANG UMUM | HUKUM KEUANGAN NEGARA
79/PMK.01/2022

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan ...

  • Ditetapkan: 18 Apr 2022
  • Diundangkan: 19 Apr 2022

Relevan terhadap

Pasal 6Tutup
(1)

Seksi Penyelenggaraan Pembelajaran mempunyai tugas melakukan penyelenggaraan pembelajaran terkait keuangan negara, fasilitasi implementasi sistem pembelajaran, dan fasilitasi dukungan teknis pelaksanaan analisis kebutuhan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, sertifikasi, dan uji kompetensi, serta penyelenggaraan layanan asistensi penerapan proses manajemen pengetahuan dan organisasi pembelajar di wilayah kerja Balai Diklat Keuangan.

(2)

Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana kerja dan anggaran, urusan tata persuratan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga, pemeliharaan sarana dan prasarana, pengelolaan perpustakaan, fasilitasi dukungan teknis layanan pembelajaran, penerapan proses manajemen pengetahuan dan organisasi pembelajar, pengelolaan komunikasi publik, pengelolaan data dan informasi, kinerja dan risiko, pelaksanaan penjaminan mutu layanan pembelajaran, pemantauan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, serta pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan dan pemberian rekomendasi perbaikan proses bisnis di lingkungan Balai Diklat Keuangan.

Pasal 11Tutup
(1)

Seksi Pengembangan dan Penyelenggaraan Pembelajaran mempunyai tugas melakukan dukungan teknis pelaksanaan analisis kebutuhan pembelajaran, perencanaan dan pengembangan program, desain, media, dan materi pembelajaran, penyiapan dan dukungan administrasi tenaga pengajar, penyiapan peserta pembelajaran, penyelenggaraan layanan pembelajaran dan fasilitasi implementasi sistem pembelajaran di bidang kepemimpinan serta pelaksanaan asistensi penerapan proses manajemen pengetahuan di bidang kepemimpinan di lingkungan Kementerian Keuangan.

(2)

Seksi Evaluasi Pembelajaran mempunyai tugas melakukan evaluasi, pemantauan, pelaporan penyelenggaraan, dan penjaminan mutu layanan pembelajaran, pemberian dukungan teknis pelaksanaan sertifikasi dan uji kompetensi di bidang kepemimpinan, serta penerapan proses manajemen pengetahuan dan organisasi pembelajar di lingkungan Balai Diklat Kepemimpinan.

(3)

Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana kerja dan anggaran, urusan tata persuratan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga, pemeliharaan sarana dan prasarana, pengelolaan perpustakaan, pengelolaan komunikasi publik, pengelolaan data dan informasi, kinerja dan risiko, pemantauan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, serta pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan dan pemberian rekomendasi perbaikan proses bisnis di lingkungan Balai Diklat Kepemimpinan.

Pasal 4Tutup

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Balai Diklat Keuangan menyelenggarakan fungsi:

a.

pemberian dukungan teknis pelaksanaan analisis kebutuhan pembelajaran di wilayah kerja Balai Diklat Keuangan;

b.

penyelenggaraan pembelajaran dan fasilitasi implementasi sistem pembelajaran di bidang keuangan negara;

c.

pemberian dukungan teknis pelaksanaan evaluasi pembelajaran di bidang keuangan negara di wilayah kerja Balai Diklat Keuangan;

d.

pemberian dukungan teknis pelaksanaan sertifikasi dan uji kompetensi;

e.

penerapan proses manajemen pengetahuan dan organisasi pembelajar di lingkungan Balai Diklat Keuangan;

f.

pelaksanaan asistensi penerapan proses manajemen pengetahuan dan organisasi pembelajar di wilayah kerja Balai Diklat Keuangan;

g.

penyusunan rencana kerja dan anggaran Balai Diklat Keuangan;

h.

pengelolaan data dan informasi, kinerja dan risiko di lingkungan Balai Diklat Keuangan;

i.

pengelolaan komunikasi publik di lingkungan Balai Diklat Keuangan;

j.

pelaksanaan penjaminan mutu pembelajaran di lingkungan Balai Diklat Keuangan;

k.

pemantauan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin di lingkungan Balai Diklat Keuangan;

l.

pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan dan pemberian rekomendasi perbaikan proses bisnis di lingkungan Balai Diklat Keuangan;

m.

pengembangan sumber daya manusia Balai Diklat Keuangan; dan

n.

pelaksanaan administrasi Balai Diklat Keuangan.

Thumbnail
KONTRIBUSI IURAN | PESERTA PEKERJA
78/PMK.02/2020

Pelaksanaan Pembayaran Kontribusi Iuran Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, Iuran Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan ...

  • Ditetapkan: 30 Jun 2020
  • Diundangkan: 30 Jun 2020

Relevan terhadap

Pasal 20Tutup
(1)

APIP melakukan pengawasan atas pembayaran Bantuan Iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:

a.

Menteri Keuangan;

b.

Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN BA 999.08; dan

c.

KPA BUN.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Jaminan Kesehatan adalah jaminan kesehatan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar mran Jamman kesehatan kesehatannya dibayar oleh pemerintah daerah. a tau 1uran Jam1nan pemerintah pusat atau 2. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran Jaminan Kesehatan.

3.

Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Iuran adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk program Jaminan Kesehatan.

4.

Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.

5.

Pekerja Bukan Penerima Upah yang selanjutnya disingkat PBPU adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas resiko sendiri.

6.

Bukan Pekerja yang selanjutnya disingkat BP adalah setiap orang yang bukan termasuk kelompok Pekerja Penerima Upah, PBPU, PBI Jaminan Kesehatan, dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah.

7.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.

8.

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

9.

Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

10.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan undang-undang.

11.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

12.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah subbagian anggaran Bendahara Umum Negara yang menampung belanja Pemerintah Pusat untuk keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain, yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

13.

Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program bagian anggaran bendahara umum negara dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.

14.

Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

15.

Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/ kuasa pengguna anggaran untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.

16.

Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.

17.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.

18.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.

19.

Kontribusi Pemerintah Daerah dalam Membayar Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Kontribusi Iuran Peserta PBI adalah pembayaran Pemerintah Provinsi kepada BPJS Kesehatan atas sebagian Iuran Peserta PBI Jaminan Kesehatan.

20.

Bantuan Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan Manfaat Pelayanan di Ruang Perawatan Kelas III yang selanjutnya disebut Bantuan Iuran adalah pembayaran Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah kepada BPJS Kesehatan atas selisih Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan perawatan kelas III manfaat pelayanan di ruang se bagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden mengenai jaminan kesehatan.

21.

Peserta Aktif adalah Peserta yang telah membayar Iuran sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

22.

Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.

23.

Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu.

24.

Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

25.

Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tententu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

26.

Tunggakan Kewajiban Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Tunggakan adalah kewajiban pembayaran Kontribusi Iuran Peserta PBI, Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan Bantuan Iuran yang belum dibayarkan oleh Pemerintah Daerah kepada BPJS.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
PMK 94 TAHUN 2023

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.03/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Bersama atas Pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil den ...

  • Ditetapkan: 15 Sep 2023
  • Diundangkan: 18 Sep 2023

Relevan terhadap

Pasal 28Tutup
(1)

LHPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 digunakan sebagai dasar untuk:

a.

menghitung kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas terutang atas temuan yang sudah disetujui oleh Kontraktor dalam Pemeriksaan Bersama;

b.

menindaklanjuti temuan hasil Pemeriksaan Bersama; dan

c.

menerbitkan surat ketetapan pajak PPh Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6).

(2)

Berita acara Pemutakhiran Temuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan/atau LHPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, diadministrasikan oleh:

a.

ketua sekretariat pada Satgas Pemeriksaan Bersama I; atau

b.

ketua sekretariat pada Satgas Pemeriksaan Bersama II.

(3)

Salinan berita acara Pemutakhiran Temuan dan/atau LHPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2):

a.

untuk Satgas Pemeriksaan Bersama I, disampaikan kepada Kontraktor, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Anggaran; atau

b.

untuk Satgas Pemeriksaan Bersama II, disampaikan kepada Kontraktor, Gubernur Aceh, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Anggaran, paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal berita acara Pemutakhiran Temuan atau LHPB diterbitkan.

13.

Setelah Bagian Ketujuh Belas Bab III ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni bagian Kedelapan Belas sehingga berbunyi sebagai berikut: Bagian Kedelapan Belas Sistem Informasi Pemeriksaan Bersama 14. Di antara Pasal 30 dan Pasal 31 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 30A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8Tutup

Standar pelaksanaan Pemeriksaan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi hal sebagai berikut:

a.

pelaksanaan Pemeriksaan Bersama harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan Pemeriksaan Bersama, paling sedikit berupa kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Kontraktor, menyusun rencana pemeriksaan ( audit plan ), dan menyusun program pemeriksaan ( audit program ), serta mendapat pengawasan yang saksama;

b.

Pemeriksaan Bersama dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik pemeriksaan sesuai dengan program pemeriksaan ( audit program );

c.

temuan hasil Pemeriksaan Bersama harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan kriteria Pemeriksaan Bersama;

d.

Pemeriksaan Bersama dilakukan oleh tim Pemeriksa yang merupakan bagian dari unit pelaksana Pemeriksaan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3);

e.

tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari instansi, lembaga pemerintah yang terkait dan/atau Auditor Independen anggota Satgas Pemeriksaan Bersama, maupun yang berasal dari luar instansi anggota Satgas Pemeriksaan Bersama yang telah ditunjuk oleh ketua Satgas Pemeriksaan Bersama sebagai tenaga ahli, seperti ahli kepabeanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ahli penerimaan negara bukan pajak dari Direktorat Jenderal Anggaran, ahli penilaian aset negara dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, geologi, teknik perminyakan, ahli hukum, dan pihak lain;

f.

Pemeriksaan Bersama dapat dilaksanakan di kantor instansi, lembaga pemerintah yang terkait dan/atau Auditor Independen anggota Satgas Pemeriksaan Bersama, tempat kedudukan Kontraktor, tempat usaha Kontraktor, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa; dan

g.

pelaksanaan Pemeriksaan Bersama harus didokumentasikan dalam bentuk KKPB.

6.

Ketentuan ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) Pasal 24 diubah, di antara ayat (6) dan ayat (7) Pasal 24 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (6a) dan ayat (6b), di antara ayat (8) dan ayat (9) Pasal 24 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (8a), dan Pasal 24 ayat (2), ayat (8), dan ayat (9) dihapus sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

2.

Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

2a. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

3.

Kontraktor, Operator, Kontrak Bagi Hasil, dan Lifting adalah Kontraktor, Operator, Kontrak Bagi Hasil, dan Lifting sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.

4.

Bagi Hasil adalah penerimaan negara bukan pajak untuk Kontrak Kerja Sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.

5.

Pajak Penghasilan Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut PPh Migas adalah Pajak Penghasilan yang merupakan bagian penerimaan negara yang terutang oleh Kontraktor, yang terdiri atas:

a.

pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka Kontrak Bagi Hasil; dan/atau

b.

pajak penghasilan atas penghasilan kena pajak untuk Kontrak Bagi Hasil setelah dikurangi pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka Kontrak Bagi Hasil, dengan perhitungan sesuai ketentuan Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.

5a. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan yang dibentuk sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

5b. Badan Pengelola Migas Aceh yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan Pemerintah yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian bersama kegiatan usaha hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (0 s.d. 12 mil laut).

6.

Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disingkat SPT adalah Surat Pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

7.

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh adalah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama untuk melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan termasuk PPh Migas.

8.

Financial Quarterly Report yang selanjutnya disingkat FQR adalah laporan anggaran dan realisasi untuk suatu tahun buku yang mencakup antara lain Lifting , biaya operasi dan perhitungan Bagi Hasil serta perhitungan PPh Migas Kontraktor, yang wajib disampaikan oleh Operator pada suatu wilayah kerja kepada SKK Migas atau BPMA secara kuartalan untuk setiap wilayah kerja.

9.

Final FQR Kuartal IV adalah FQR kuartal IV yang diakui dan digunakan SKK Migas atau BPMA untuk penyelesaian perhitungan Bagi Hasil serta untuk menghitung PPh Migas Kontraktor sesuai dengan ketentuan Kontrak Kerja Sama.

9a. FQR Tahun Buku Terakhir adalah FQR untuk tahun buku terjadinya pengakhiran Kontrak Kerja Sama.

9b. Final FQR Tahun Buku Terakhir adalah FQR Tahun Buku Terakhir yang diakui dan digunakan SKK Migas atau BPMA untuk penyelesaian perhitungan Bagi Hasil serta untuk menghitung PPh Migas Kontraktor sesuai dengan ketentuan Kontrak Kerja Sama di tahun buku terjadinya pengakhiran Kontrak Kerja Sama.

9c. __ FQR Settlement Right and Obligation adalah Final FQR Tahun Buku Terakhir yang disusun dan dilakukan penyesuaian untuk mencakup informasi sebagian perubahan hak dan kewajiban Kontraktor pada tanggal tertentu setelah tahun buku pengakhiran Kontrak Kerja Sama dari suatu penyelesaian pengakhiran wilayah kerja, yang diakui serta digunakan SKK Migas atau BPMA.

9d. FQR Final Settlement Right and Obligation adalah Final FQR Tahun Buku Terakhir yang disusun dan dilakukan penyesuaian untuk mencakup informasi seluruh perubahan hak dan kewajiban Kontraktor pada tanggal tertentu setelah tahun buku pengakhiran Kontrak Kerja Sama dari suatu penyelesaian pengakhiran wilayah kerja, yang diakui serta digunakan SKK Migas atau BPMA.

9e. Auditor Independen adalah auditor yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka pengembalian biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sehubungan dengan Kontrak Bagi Hasil yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Inspektorat Aceh.

10.

Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama adalah satuan tugas yang melaksanakan Pemeriksaan Bersama dan pemutakhiran temuan, yang keanggotaannya berasal dari instansi dan lembaga pemerintah yang terkait, atau unsur instansi, lembaga pemerintah yang terkait, dan Auditor Independen.

10a. Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan SKK Migas yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama I adalah Satgas Pemeriksaan Bersama yang keanggotaannya berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan SKK Migas.

10b. Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama II adalah Satgas Pemeriksaan Bersama yang keanggotaannya berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, BPMA, dan Inspektorat Aceh.

11.

Pemeriksaan Bersama adalah kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas yang dilaksanakan terhadap Kontraktor yang bertindak sebagai Operator berdasarkan pelaksanaan Kontrak Kerja Sama berbentuk Kontrak Bagi Hasil dengan pengembalian biaya operasi di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi untuk suatu wilayah kerja.

12.

Pemeriksaan Bersama Tahun Berjalan adalah Pemeriksaan Bersama yang dilakukan dalam rangka penerbitan Final FQR Kuartal __ IV __ atau Final FQR Tahun Buku Terakhir dalam hal terjadi pengakhiran Kontrak Kerja Sama, sebagai dasar penyampaian SPT Tahunan PPh.

13.

Pemeriksaan Bersama Setelah Tahun Berjalan adalah Pemeriksaan Bersama yang dilakukan atas suatu tahun buku atau beberapa tahun buku yang telah diterbitkan Final FQR Kuartal __ IV __ atau Final FQR Tahun Buku Terakhir dalam hal terjadi pengakhiran Kontrak Kerja Sama.

14.

Pemeriksa adalah pegawai negeri sipil dan/atau pegawai di instansi, lembaga pemerintah, dan/atau Auditor Independen sebagai anggota Satgas Pemeriksaan Bersama yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan Bersama.

15.

Surat Tugas Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Surat Tugas adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan Bersama untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas.

16.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan untuk periode tahun tersebut.

17.

Data yang dikelola secara elektronik yang selanjutnya disebut Data Elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.

18.

Kertas Kerja Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disingkat KKPB adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa mengenai prosedur Pemeriksaan Bersama yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bersama.

19.

Notisi Temuan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Notisi adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan Bersama yang dapat meliputi pos yang menjadi temuan, nilai temuan, kriteria Pemeriksaan Bersama, serta perhitungan sementara Bagi Hasil dan PPh Migas terutang.

20.

Pembahasan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Pembahasan adalah pembahasan antara Kontraktor dan Pemeriksa atas Notisi yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi temuan yang mempengaruhi perhitungan Bagi Hasil dan PPh Migas terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui oleh Kontraktor.

21.

Laporan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disingkat LHPB adalah laporan secara ringkas dan jelas yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan Bersama yang disusun oleh Pemeriksa.

22.

Temuan Pemeriksaan yang Masih Perlu Pembahasan Lebih Lanjut yang selanjutnya disebut Pending Items adalah temuan Pemeriksaan Bersama yang tidak disetujui Kontraktor dalam Pembahasan sehingga belum dapat ditentukan status tindak lanjutnya.

23.

Pemutakhiran Tindak Lanjut Temuan Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Pemutakhiran Temuan adalah proses pembahasan untuk menindaklanjuti Pending Items antara Satgas Pemeriksaan Bersama dengan Kontraktor yang dilakukan setelah LHPB diterbitkan.

24.

Pimpinan Kontraktor adalah pegawai yang diangkat atau ditunjuk untuk menjalankan kegiatan usaha untuk pelaksanaan Kontrak Kerja Sama dan secara nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut.

25.

Kuasa Kontraktor adalah orang yang menerima kuasa berdasarkan surat kuasa dari Pimpinan Kontraktor untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban untuk Pemeriksaan Bersama.

2.

Ketentuan ayat (5) dan ayat (9) Pasal 2 diubah, di antara ayat (5) dan ayat (6) Pasal 2 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5a) dan ayat (5b), dan Pasal 2 ayat (8) dan ayat (10) dihapus sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Thumbnail
IBU KOTA NEGARA Ibu Kota Negara | IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA | BEA DAN CUKAI
PMK 28 TAHUN 2024

Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara

  • Ditetapkan: 29 Apr 2024
  • Diundangkan: 16 Mei 2024

Relevan terhadap

MemutuskanTutup

Menetapkan : PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA KEPADA...……(2)……… PERTAMA : Memberikan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI atas Impor Barang yang ditujukan untuk kepentingan umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra yang bersumber dari...……(9)………, kepada...……(2)………, yang diimpor/dimasukkan oleh:

a.

Nama :

.

..……(10)……… b. NPWP :

.

..……(11)……… c. Alamat :

.

..……(12)……… dengan rincian uraian barang, jumlah barang, satuan barang, perkiraan harga, negara asal/muat, dan pelabuhan/bandar udara/tempat pengeluaran sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEDUA : Pelaksanaan impor barang sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA harus memenuhi ketentuan umum di bidang impor. KETIGA : Pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA diberikan dengan ketentuan barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA akan digunakan untuk...……(13)……… KEEMPAT : Menunjuk pelabuhan/bandar udara/tempat pengeluaran ………(14)……… sebagai pelabuhan/bandar udara/tempat pengeluaran serta...……(15)……… sebagai kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA. KELIMA : Pemberian pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI ini sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. KEENAM : Jangka waktu impor atas barang yang ditujukan untuk kepentingan umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM PERTAMA diberikan sampai dengan...……(16)……… terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri ini. KETUJUH : Atas barang sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA, berlaku ketentuan sebagai berikut a. Barang dicatatkan sebagai barang milik negara/barang milik daerah/barang milik OIKN.

b.

Penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, dan penatausahaan barang impor sebagaimana dimaksud pada DIKTUM PERTAMA dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara/barang milik daerah/barang milik OIKN. KEDELAPAN : Atas penyalahgunaan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor...……(5)………., atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA dipungut bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang serta dikenakan sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administratif di bidang kepabeanan dan/atau di bidang perpajakan. KESEMBILAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada :

1.

.………(17)……….;

2.

...……………………..; dst 3. Pimpinan...……(2)………. Ditetapkan di...….…(18)………. pada tanggal...…..…(19)……….

a.

n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA KANTOR...……(20)………., ………(21)………. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA KEPADA...…….(2).......... DAFTAR BARANG YANG MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA KEPADA...…….(2).......... Importir:

a.

Nama :

.

..……(10)……… b. NPWP :

.

..……(11)……… c. Alamat :

.

..……(12)……… NO. URAIAN BARANG JUMLAH BARANG SATUAN BARANG PERKIRAAN HARGA BARANG NEGARA ASAL/ MUAT PELABUHAN/BAND AR UDARA TEMPAT PEMASUKAN/ PEMBONGKARAN PERUNTUKKAN BARANG ..(22) ..

.

.(23)..

.

.(24)..

.

.(25)..

.

.(26)..

.

.(27)..

.

.(14)..

.

.(28)..

a.

n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA KANTOR...……(20)………., ………(21)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai Pembebasan bea masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (2) : Diisi nama instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang diberikan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. Nomor (3) : Diisi nama jabatan pejabat/pimpinan yang menandatangani surat permohonan dan nama instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak ketiga berdasarkan kontrak atau perjanjian kerja atau pihak lain. Nomor (4) : Diisi nomor dan tanggal surat permohonan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. Nomor (5) : Diisi nomor dan perihal Peraturan Menteri Keuangan mengenai Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara Nomor (6) : Diisi sebagai berikut:

a.

nomor dan tanggal dokumen daftar isian pelaksanaan anggaran pada tahun anggaran berjalan atau dokumen yang sejenis dengan daftar isian pelaksanaan anggaran pada tahun anggaran berjalan, dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, hibah atau pinjaman luar negeri, dan/atau sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

b.

nomor dan tanggal dokumen surat keterangan dari pemberi hibah berupa gift certificate atau memorandum of understanding yang menyatakan bahwa barang untuk Kepentingan Umum tersebut merupakan hibah yang diberikan langsung kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dalam hal barang merupakan hibah berupa barang. Nomor (7) : Diisi sebagai berikut:

a.

nomor dan tanggal dokumen surat pernyataan yang menyatakan bahwa pembiayaan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran atau dokumen yang sejenis dengan daftar isian pelaksanaan anggaran atas barang yang dimintakan pembebasan bea masuk, tidak meliputi unsur bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, hibah atau pinjaman luar negeri, dan/atau sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

b.

nomor dan tanggal dokumen persetujuan hibah dari pemerintah pusat, dalam hal barang impor merupakan hibah yang ditujukan kepada pemerintah daerah, dalam hal barang merupakan hibah berupa barang. Nomor (8) : Diisi sebagai berikut:

a.

nomor dan tanggal dokumen perjanjian atau kontrak pengadaan barang yang menyebutkan bahwa harga dalam perjanjian atau kontrak pengadaan barang tidak meliputi pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal pengadaan barang menggunakan Pihak Ketiga, dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, hibah atau pinjaman luar negeri, dan/atau sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

b.

nomor dan tanggal dokumen surat pernyataan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang importasinya dilakukan oleh Pihak Lain, dalam hal barang merupakan hibah berupa barang. Nomor (9) : Diisi sebagai berikut:

a.

“Pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara”, dalam hal barang berasal dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara;

b.

“Pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah”, dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah;

c.

“hibah atau pinjaman luar negeri”, dalam hal barang bersumber dari hibah atau pinjaman luar negeri; atau

d.

“sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, dalam hal barang bersumber dari sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nomor (10) : Diisi nama importir, instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak ketiga, atau pihak lain dalam hal barang diimpor oleh pihak ketiga atau pihak lain. Nomor (11) : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (12) : Diisi alamat pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (13) : Diisi uraian mengenai nama program/proyek/kegiatan yang menggunakan barang yang diberikan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. Nomor (14) : Diisi nama pelabuhan/bandar udara tempat pemasukan atau tempat pengeluaran barang dalam hal barang dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat selain pusat logistik berikat, kawasan ekonomi khusus, atau KPBPB. Nomor (15) : Diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat penyelesaian kewajiban pabean. Nomor (16) : Diisi jangka waktu Impor Barang sebagai berikut:

a.

paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri atau sampai dengan tanggal berakhirnya masa berlaku DIPA tahun berjalan;

b.

sampai dengan tanggal berakhirnya masa berlaku perjanjian atau kontrak pengadaan, dalam hal Impor Barang dilakukan berdasarkan perjanjian atau kontrak pengadaan dengan pihak ketiga yang memiliki periode lebih dari 1 (satu) tahun; atau

c.

“31 Desember 2045”, dalam hal jangka waktu Impor Barang melewati tahun 2045. Nomor (17) : Diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan serta Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat penyelesaian kewajiban pabean. Nomor (18) : Diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (19) : Diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (20) : Diisi nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (21) : Diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (22) : Diisi nomor urut barang. Nomor (23) : Diisi sebagai berikut:

a.

Diisi uraian jenis barang dan spesifikasi teknis barang (merk, tipe, dimensi, kapasitas, dll), dalam hal barang selain kendaraan bermotor; atau

b.

Diisi jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan, dalam hal barang berupa kendaraan bermotor. Nomor (24) : Diisi jumlah barang. Nomor (25) : Diisi satuan barang. Nomor (26) : Diisi perkiraan harga barang. Nomor (27) : Diisi negara asal/negara muat barang. Nomor (28) : Diisi peruntukan barang bagi Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. SSS. CONTOH FORMAT PEMBERITAHUAN ATAS PEMUTUSAN PERJANJIAN/KONTRAK ATAU PEMBATALAN HIBAH KOP SURAT PEMOHON Nomor :

.

.......... (1) ........... .......... (2) ........... Lampiran :

.

.......... (3) ........... Hal : Pemberitahuan Pemutusan Perjanjian/Kontrak atau Pembatalan Hibah*) Kepada Yth. : Kepala Kantor ........... (4) ........... Yang bertanda tangan dibawah ini, kami selaku pimpinan dari: Nama :

.

.......... (5) ........... NPWP :

.

.......... (6) ........... Alamat :

.

.......... (7) ........... Pihak yang bisa dihubungi :

.

.......... (8) ........... dengan ini memberitahukan bahwa atas pengadaan/Hibah*) barang impor sesuai dengan Perjanjian atau Kontrak/Surat Keterangan Hibah/Surat Pernyataan*) Nomor ............ (9) ......... , dengan data sebagai berikut: Nama :

.

............. (10) ............. NPWP :

.

............. (11) ............. Alamat :

.

............. (12) ............. Pihak yang dapat dihubungi :

.

............. (13) ............. diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024, dinyatakan telah dilakukan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan hibah*). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kiranya terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor .......... (14) .......... agar dapat dilakukan pencabutan, dan terhadap barang impor yang fasilitas pembebasannya telah dicabut tersebut akan diselesaikan kewajiban pabeannya oleh pihak ketiga atau pihak lain dengan cara diekspor/dimusnahkan/ melunasi bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang/dibebaskan karena keadaan darurat ( force majeure )*). Sebagai kelengkapan laporan, bersama ini kami lampirkan:

1.

rincian barang yang dilakukan pemutusan kontrak;

2.

......... (15) .......... dst. Demikian kami sampaikan dengan sebenar-benarnya. Tembusan: Direktur Fasilitas Kepabeanan, DJBC *) dipilih yang sesuai Cap/Stempel KOP SURAT PEMOHON Lampiran Surat Nomor :

.

......... (1) .......... Tanggal :

.

......... (2) .......... RINCIAN BARANG YANG DILAKUKAN PEMUTUSAN PERJANJIAN/KONTRAK ATAU PEMBATALAN HIBAH*) NO URAIAN BARAN G JUMLA H & SATUAN KEP PEMBERIAN PEMBEBASAN BM DAN FASILITAS PDRI KPUBC/KPPBC TEMPAT PEMASUKAN/PENGELUARA N BARANG PEMBERITAHUA N PABEAN NO TANGGA L NO URU T NO TANGGAL (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) Cap/Stempel PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi dengan nomor surat dari instansi yang menyampaikan pemberitahuan pemutusan kontrak. Nomor (2) : diisi tempat, tanggal, bulan, dan tahun surat pemberitahuan pemutusan kontrak. Nomor (3) : diisi dengan jumlah dokumen yang dilampirkan dalam pemberitahuan pemutusan kontrak. Nomor (4) : diisi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pengajuan permohonan pembebasan bea masuk, beserta alamat. Nomor (5) : diisi nama instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain yang menyampaikan pemberitahuan pemutusan perjanjian atau kontrak/pembatalan Hibah. Nomor (6) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak pihak tersebut pada Nomor (5). Nomor (7) : diisi alamat pihak tersebut pada Nomor (5). Nomor (8) : diisi nama, nomor telepon, dan/atau alamat email pejabat/ pegawai yang dapat dihubungi ( contact person ) dari pihak tersebut pada Nomor (5). Nomor (9) : diisi nomor Perjanjian atau kontrak /Surat Keterangan Hibah/Surat Pernyataan. Nomor (10) : diisi nama instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain Nomor (11) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (12) : diisi alamat pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (13) : diisi nama, nomor telepon, dan/atau alamat email pejabat/ pegawai yang dapat dihubungi ( contact person ) dari pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (14) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan terhadap barang yang dilakukan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan Hibah. Nomor (15) : diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang perlu dicantumkan apabila diperlukan, misalnya berita acara pemutusan kontrak/surat pernyataan pembatalan hibah. Nomor (16) : diisi jabatan pimpinan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain yang menandatangani pemberitahuan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan Hibah. Nomor (17) : diisi nama pimpinan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain yang menandatangani pemberitahuan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan Hibah. Nomor (18) : diisi nomor urut. Nomor (19) : diisi uraian jenis barang secara lengkap meliputi jenis, merek, tipe, ukuran dan spesifikasi lainnya. Nomor (20) : diisi jumlah dan jenis satuan barang yang dipergunakan dalam nilai satuan barang. Nomor (21) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (22) : diisi tanggal, bulan, dan tahun Keputusan Menteri mengenai Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (23) : diisi nomor urut barang pada Keputusan Menteri mengenai Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (24) : diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai/Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang membawahi pelabuhan pemasukan atau tempat pengeluaran. Nomor (25) : diisi nomor pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. Nomor (26) : diisi tanggal, bulan dan tahun pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. TTT. CONTOH FORMAT BERITA ACARA PEMUSNAHAN BERITA ACARA PEMUSNAHAN Pada hari ini ..... (1) ..... tanggal ..... (2) ..... bulan ..... (3) ..... tahun ..... (4) ..... , kami yang bertandatangan di bawah ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ..... Tahun 2024: A. Perwakilan Instansi Penerima Fasilitas 1. Nama :

.

..…………… (5)...…………..

2.

NIP :

.

..…………… (6)...…………..

3.

Unit Kerja :

.

..…………… (7)...…………..

4.

Jabatan :

.

..…………… (8)...………….. B. Perwakilan Kementerian Keuangan 1. Nama :

.

..…………… (9)...…………..

2.

NIP :

.

..…………… (10)...…………..

3.

Unit Kerja :

.

..…………… (11)...…………..

4.

Jabatan :

.

..…………… (12)...………….. C. Perwakilan Pihak Ketiga atau Pihak Lain 1. Nama :

.

..…………… (13)...…………..

2.

Nomor Identitas :

.

..…………… (14)...…………..

3.

Nama Entitas :

.

..…………… (15)...…………..

4.

Jabatan :

.

..…………… (16)...………….. telah menyaksikan/melakukan pemusnahan terhadap barang pengadaan/Hibah*) dengan Pihak Ketiga atau Pihak Lain yang telah dilakukan pemutusan perjanjian atau kontrak pengadaan/pembatalan Hibah*) dengan penjelasan sebagai berikut:

1.

pemusnahan dilakukan di ..... (17) ..... mulai pukul ..... (18) ..... 2. barang-barang yang dimusnahkan terdiri dari: No Jenis Barang Jumlah Satuan Pemberitahuan Pabean Nomor Tanggal 1.

2.

Dst.

3.

foto pemusnahan terlampir, yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor ..... (19) ..... telah dilakukan pencabutan terhadap Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra, untuk diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara dimusnahkan menggunakan metode dihancurkan/dibakar/diledakkan/lainnya ..... (20) ..... ) Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya dan ditandatangani Bersama. Perwakilan Penerima Fasilitas Perwakilan Kementerian Keuangan (............... (5) ............. ) ( ............ (9) ........... ) Perwakilan Pihak Ketiga/Pihak Lain ( .............. (13) .............. ) ) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi hari saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (2) : diisi tanggal saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (3) : diisi bulan saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (4) : diisi tahun saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (5) : diisi nama Pejabat atau Pegawai instansi penerima fasilitas yang menyaksikan/melakukan pemusnahan. Nomor (6) : diisi Nomor Induk Pegawai (NIP) Pejabat atau Pegawai instansi penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (7) : diisi nama unit kerja Pejabat atau Pegawai instansi penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (8) : diisi nama jabatan Pejabat atau Pegawai instansi penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (9) : diisi nama Pejabat atau Pegawai Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (10) : diisi Nomor Induk Pegawai (NIP) Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (11) : diisi nama unit kerja Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (12) : diisi nama jabatan Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (13) : diisi nama perwakilan pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/ melakukan pemusnahan. Nomor (14) : diisi nomor identitas perwakilan pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/ melakukan pemusnahan. Nomor (15) : diisi nama entitas pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/melakukan pemusnahan. Nomor (16) : diisi jabatan perwakilan pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/ melakukan pemusnahan. Nomor (17) : diisi nama tempat atau lokasi pelaksanaan pemusnahan. Nomor (18) : diisi waktu mulai sampai dengan selesai pelaksanaan pemusnahan. Nomor (19) : diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai pencabutan fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (20) : diisi metode pemusnahan lainnya (jika ada). UUU. DAFTAR INDUSTRI YANG MENGHASILKAN JASA YANG DAPAT MEMPEROLEH PEMBEBASAN BEA MASUK NO. INDUSTRI JASA 1. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2. Pendidikan dan Kebudayaan 3. Transportasi untuk Publik 4. Pelayanan Kesehatan Publik 5. Penelitian dan Pengembangan 6. Konstruksi 7. Industri Telekomunikasi 8. Kepelabuhan 9. Keuangan VVV. FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...…….(1).......... TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI...…….(2).......... DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

  • 1
  • ...
  • 7
  • 8
  • 9
  • ...
  • 64