Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam
Relevan terhadap
Kewajiban Eksportir untuk memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (l) dilakukan melalui ^penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA pada:
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; dan/atau
Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. (2) Penempatan DHE SDA dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diwajibkan terhadap Eksportir yang memiliki DHE SDA dengan nilai Ekspor pada PPE paling sedikit USD250.O0O (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya. (3) Penempatan DHE SDA dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran PPE. (4) Penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a hanya dilakukan atas transaksi Ekspor debitur l,embaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. (5) Ketentuan mengenai pemasukan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia meLalui ^penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Bank Indonesia.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal I Agustus 2023. Agar orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam kmbaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 2023 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Jtuli 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2023 TENTANG DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGTATAN PENGUSAHAAN, PENGELOI,AAN, Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan kewajiban pemasukan DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia untuk mendorong iumber pembiayaan pembangunan ekonomi, mendorong pembiayaan investasi d"t mod"l kerja untuk percepatan hilirisasi sumber daya alam, meningkatkan investasi dan kinerja Ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan/atau pengolahan sumber daya alam, serta mendukung p.r*rr3ra"tt stabilitas makroekonomi dan pasar keuangan domestik, perlu aiUfrt rI1 penyempurnaan regutasi DHE SDA melalui pengaturan kembali DHE SDA. Peraturan Pemerintah ini merupakan penyempurnaan atas pengaturan DHE SDA dalam Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2019 yaitu antara lain:
penambahan penempatan DHE SDA pada kmbaga Pembiayaan Ekspor indonesia selain pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Unding Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
pengaturan mengenai batasan nilai Ekspor pada PPE yang dikenakan k"*".jiU.t DHE SDA yaitu paling sedikit USD250.O00 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya;
pengaturan kewajiban menempatkan DHE SDA paling sedikit sebesar SOZ" 6ig" puluh persen) dari DHE yang diterima dalam sistem keuangan Indonesia- dengan jangka waktu paling singkat 3 (tiga) bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA;
pengaturan penempatan DHE SDA yang mencakup pada Rekening khusus DHE SDA, instrumen perbankan, instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan/atau instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
pengaturan mengenai DHE SDA dapat dilakukan konversi dalam i"rr[t, penanganan permasalahan stabilitas makroekonomi dan/atau stau-ititas sistem keuangan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia;
pemberian insentif atas DHE SDA yang ditempatkan berupa fasilitas perpajakan atas penghasilan dari penempatan DHE SDA termasuk p"nlt"pa, sebagai Eksportir bereputasi baik bagi Eksportir yang menempatkan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA;
penambahan pengaturan pemberian insentif bagi Lembaga Pembiayaan bk"pot Indon-esia dan Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing, yang mengelola Rekening Khusus DHE SDA' serta pengaturan insentif bagi Eksportir yang menempatkan DHE SDA pada instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia; 8 penambahan pengaturan ^pembuatan escrou) ^account ^pada ^Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia selain ^pada ^Bank yang ^Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta ^Asing; Pasal 4 Pada dasarnya Penduduk dapat ^dengan bebas ^memiliki ^dan menggunakan Devisa dengan ^tetap ^memperhatikan ^kepentingan perekonomian nasional dan kesejahteraan ^masyarakat' 9. ^pelaksanaan ^pengawasan ^yang ^menggunakan sistem ^informasi ^yang terintegrasi yang disediakan dan/atau digunakan bersama ^oleh kementerian ^yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, Bank ^Indonesia, ^Otoritas Jasa ^Keuangan, dan/ ^atau instansi lain terkait ^yang ^dipandang perlu; 1O. pengaturan kembali ^pengen€ran ^sanksi ^berupa ^penangguhan ^atas pelayanan Ekspor sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan di bidang kepabeanan;
penambahan ^pengaturan kegiatan ^Ekspor ^yang ^dikecualikan ^dari ketentuan antara lain atas ^Ekspor yang ^dilakukan tidak ^dalam rangka untuk kegiatan usaha sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan ^perundang- undangan di bidang ^perdagangan, ^yang ^tidak ^terdapat ^lalu ^lintas Devisa, dan imbal dagang ^berupa ^barter ^sesuai ^ketentuan ^peraturan perundang-undangan; dan
kebijakan terhadap ^Eksportir ^yang ^sedang ^dalam ^proses ^pengawasan oleh Bank Indonesia dan/atau ^Otoritas ^Jasa ^Keuangan ^atas pemenuhan kewajibannya berdasarkan ^Peraturan Pemerintah Nomor ^1 tahun 2019 tentang Devisa ^Hasil Ekspor ^dari ^Kegiatan ^Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan ^Sumber ^Daya AIam. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasa1 5 Ayat (1) Dalam rangka kesinambungan pembangunan serta peningkatan dan ketahanan ekonomi nasional, Eksportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia. Sistem keuangan Indonesia adalah sistem yang terdiri atas lembaga ^jasa keuangan, pasar keuangan, dan infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran, yang berinteraksi dalam memfasilitasi pengumpulan dana masyarakat di dalam perekonomian Indonesia yang untuk mendukung aktivitas perekonomian nasional. Ayat (2) Hasil barang Ekspor pada sektor pertambangan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam ^peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara serta minyak dan gas bumi. Hasil barang Ekspor pada sektor perkebunan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang ^perkebunan. Hasil barang Ekspor pada sektor kehutanan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang kehutanan. Hasil barang Ekspor pada sektor perikanan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang perikanan. Hasil barang Ekspor termasuk ^juga barang hasil ^pengolahan ^yang menggunakan bahan baku dari sumber daya alam ^pada sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang-undangan di bidang perindustrian, Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Ayat (1) Kewajiban penempatan DHE SDA dihitung berdasarkan DHE ^SDA yang diterima pada Rekening Khusus DHE SDA sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Contoh: Contoh: Eksportir A menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDI.0OO.OOO (satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal I November 2023 atas PPE tanggal 1 Agustus 2023. b. DHE SDA sebesar USDSOO.OOO (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2023 atas PPE tanggal 1 September 2O23. Dengan demikian, kewajiban penempatan DHE SDA sebesar 3oo/o (tiga puluh persen) oleh Eksportir A pada bulan November 2023 adalah sebesar USD4SO.OOO (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Ayat (2) Contoh penempatan DHE SDA paling singkat 3 (tiga) bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut: Eksportir A menerima DHE SDA ^pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDI.OOO.OOO ^(satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal 1 November 2023 atas PPE tanggal 1 Agustus 2023. b. DHE SDA sebesar USD5O0.O00 (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2Q23 atas PPE tanggal I September 2023. Dengan demikian, Eksportir A wajib tetap menempatkan DHE SDA sebesar USD45O.0O0 (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dalam sistem keuangan Indonesia sejak bulan November 2023 paling cepat sampai akhir Januari 2024. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 8 Ayat (1) Hurufa Cukup ^jelas. Hunrf b Cukup ^jelas. Huruf c Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh ^lrmbaga Pembiayaan Ekspor Indonesia tidak dapat dialihkan ^dan dikuasakan kepada ^pihak manapun ^(non ^negotiablel. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 11 Ayat (1) Ketentuan Pasal 8 Undang-Undang ^Nomor ^25 ^Tahun ^2007 tentang Penanaman Modal ^mengatur bahwa penanam ^modal diberi hak untuk melakukan transfer ^dan ^repatriasi ^dalam ^valuta asing, antara lain terhadaP:
modal;
keuntungan, bunga bank, ^deviden, ^dan pendapatan ^lain;
dana yang diPerlukan untuk:
pembelian bahan baku dan ^penolong, ^barang ^setengah jadi, atau barang jadi; atau
penggantian barang modal dalam ^rangka ^melindungi kelangsungan hidup ^penanaman ^modal;
tambahan dana ^yang diperlukan ^bagi ^pembiayaan ^penanaman modal;
dana untuk ^pembayaran kembali ^pinjaman;
royalti atau biaya ^yang ^harus ^dibayar;
pendapatan dari perseorangan warga ^negara ^asing ^yang bekerja dalam ^perusahaan penanaman ^modal;
hasil penjualan atau likuidasi ^penanaman ^modal;
kompensasi atas kemgian;
kompensasi atas pengambilalihan;
hasil penjualan aset. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ^" escrow aeounf adalah rekening ^yang dibuka untuk menampung dana tertentu yang ^penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat khusus sesuai dengan perjanjian tertulis antara penyetor dengan pihak yang berkepentingan dengan escrou) account. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (s) Yang dimaksud dengan "kementerian dan/atau lembaga teknis terkait" antara lain:
Kementerian Perindustrian;
Kementerian Pertanian;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hasil pengawasan yang disampaikan kepada kementerian dan/atau lembaga teknis terkait, sesuai dengan kebutuhan masing-masing kementerian dan/atau lembaga teknis terkait. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Ayat (1) Eksportir B menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDTOO.O0O (tujuh ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2023 atas PPE tanggal 3 Agustus 2O23 senilai USETOO.OOO {tujuh ratus ribu dolar Amerika Serikat). b. DHE SDA sebesar USDISO.OOO (seratus lima ^puluh ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 3 November 2O23 atas PPE tanggal 1 September 2023 senilai USD2OO.OOO ^(dua ratus ribu dolar Amerika Serikat) secara sukarela. Dengan demikian, Eksportir B wajib menempatkan 3O% ^(tiga puluh persen) dari DHE SDA-nya pada bulan November 2023 sebesar USD255.OO0 (dua ratus lima puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) ^yang merupakan ^penjumlahan dari USD2I0.OOO (dua ratus sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) dan USD4S.OOO (empat puluh lima ribu dolar Amerika Serikat). Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Kewajiban penempatan DHE SDA dihitung berdasarkan DHE SDA yang diterima pada Rekening Khusus DHE SDA sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, termasuk DHE SDA atas PPE ^yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ^ini. Contoh: tIrId{FIiIl K INDO -9- Contoh: Eksportir A menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USD1.O00.00O ^(satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal 1 Oktober 2O23 atas PPE tanggal I Juli 2O23. b. DHE SDA sebesar USDSOO.OOO (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 Oktober 2O23 atas PPE tanggal I Agustus 2023. Dengan demikian, kewajiban penempatan DHE SDA sebesar 3O7o (tiga puluh persen) oleh Eksportir A pada bulan Oktober 2023 adalah sebesar USD450.0OO (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Pasal 2O Yang dimaksud dengan "Eksportir yang sedang dalam ^proses pengawasan" adalah Eksportir yang memiliki tanggal pendaftaran PPE sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan hasil pengawasannya belum disampaikan kepada kementerian ^yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Eksportir tersebut dinyatakan telah memenuhi seluruh kewajibannya dengan pertimbangan:
pentingnya upaya untuk memastikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional; dan
kebijakan kewajiban pemasukan dan ^penempatan DHE SDA serta penerapan sanksi yang berbeda dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2O19 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas.
Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Perjanjian adalah perjanjian kerja sama/karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Kontraktor untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batubara.
Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, baik dalam rangka penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri.
Izin Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya disingkat IUPK adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
BMN yang berasal dari Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut BMN PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli Kontraktor dalam rangka kegiatan usaha pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik Pemerintah, termasuk barang kontraktor yang pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk kepentingan umum.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPB BUN TK adalah unit yang melakukan penatausahaan BMN PKP2B pada tingkat Kuasa Pengguna Barang.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus pada Pengelola Barang yang selanjutnya disingkat UAKPB PL BUN TK adalah unit yang melakukan penatausahaan BMN PKP2B yang berada pada Pengelola Barang.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja pada Bendahara Umum Negara atas pengelolaan BMN yang berasal dari PKP2B.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Pengelola Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA PL BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja pada Pengelola Barang Bendahara Umum Negara atas pengelolaan BMN yang berasal dari PKP2B.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian pada saat tertentu.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam 1 (satu) periode.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan Pemerintah yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam 1 (satu) periode pelaporan.
Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, LO, dan LPE dalam rangka penyajian yang wajar.
Verifikasi adalah kegiatan memeriksa kelengkapan dokumen sumber secara formal yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pencatatan aset.
Sewa Operasi adalah kegiatan dimanfaatkannya BMN PKP2B oleh pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dengan membayar tarif tertentu dalam bentuk uang kepada negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Strategi dan Pelaksanaan Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas Pemerintah Pusat
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas adalah bagian dari pengusahaan dan pengaturan dana yang diperlukan dalam pengelolaan APBN untuk mengelola kelebihan dan kekurangan kas yang didasarkan pada perencanaan kas Pemerintah.
Kelebihan Kas adalah suatu kondisi saat terjadinya dan/atau berdasarkan perencanaan kas diperkirakan saldo rekening yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh BUN melebihi kebutuhan pengeluaran negara pada periode tertentu setelah diperhitungkan dengan saldo awal dan saldo operasional minimal.
Kekurangan Kas adalah suatu kondisi saat terjadinya dan/atau berdasarkan perencanaan kas diperkirakan saldo rekening yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh BUN lebih kecil dari kebutuhan pengeluaran negara pada periode tertentu setelah diperhitungkan dengan saldo awal dan saldo operasional minimal.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Akad Al-Bai’ Al-Haqiqi adalah akad jual beli yang sesungguhnya ditandai dengan berpindahnya kepemilikan SBSN yang diperjualbelikan berikut segala hak dan akibat hukum lain yang melekat padanya.
Akad Al-Bai’ Al-Haqiqi Al-Bai’ Ma‘a Al-Wa’d Bi Al-Syira adalah akad jual beli yang disertai dengan janji oleh counterparty untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Instrumen Keuangan Jangka Pendek adalah kontrak yang mengakibatkan timbulnya aset keuangan jangka pendek paling lama 1 (satu) tahun bagi Pemerintah dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas bagi entitas lainnya.
Uang Negara adalah uang yang dikuasai oleh BUN. 14. Kas Negara adalah tempat penyimpanan Uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara.
Mitra Kerja Pemerintah yang selanjutnya disebut Mitra Kerja adalah badan hukum yang bertindak sebagai mitra kerja dalam rangka Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas Pemerintah.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah surat utang negara dan SBSN.
Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBN yang telah dijual di pasar perdana.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan Uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral .
Rekening Penempatan adalah rekening untuk melakukan penempatan oleh BUN/Kuasa BUN Pusat dalam rangka pengelolaan kas.
Repurchase Agreement Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut Repo SBN adalah transaksi jual SBN dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Reverse Repurchase Agreement Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut Reverse Repo SBN adalah transaksi beli SBN dengan janji jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN selama 1 (satu) periode pelaporan.
Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiKPA adalah selisih kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN selama 1 (satu) periode pelaporan.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan SiKPA tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, di tambah, atau dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Saldo Kas Minimal yang selanjutnya disingkat SKM adalah sejumlah kas yang disediakan di RKUN rupiah, valuta USD, dan valuta asing yang berfungsi untuk menjaga ketersediaan dana atas pengeluaran Pemerintah yang tak terduga.
Saldo Operasional Minimal adalah saldo kas yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat untuk pelaksanaan kegiatan operasional.
Treasury Dealing Room adalah unit pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang melaksanakan transaksi Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas, dengan dilengkapi alat komunikasi, perekam, dan perangkat pendukung lainnya.
Treasury Deposit Facility yang selanjutnya disingkat TDF adalah fasilitas yang disediakan oleh BUN berupa penyimpanan dan/atau penempatan dana yang dimiliki oleh Badan Layanan Umum, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah, atau dana yang tidak dimiliki dan tidak dikuasai oleh Kuasa BUN Pusat.
Transaksi Repurchase Agreement Syariah Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut Repo Syariah SBSN adalah transaksi penjualan SBSN oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, dengan janji membeli kembali kepada counterparty sesuai dengan harga dan jangka waktu yang telah disepakati.
Transaksi Reverse Repurchase Agreement Syariah SBSN yang selanjutnya disebut Reverse Repo Syariah SBSN adalah transaksi pembelian SBSN oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, dengan janji menjual kembali kepada counterparty sesuai dengan harga dan jangka waktu yang telah disepakati.
Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakkil (pemberi kuasa) kepada wakil (penerima kuasa) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.
Transaksi Wakalah Bi Al-Istitsmar SBSN adalah akad pemberian kuasa dari muwakkil (pemberi kuasa) kepada wakil (penerima kuasa) untuk melakukan pengelolaan (istitsmar) sejumlah dana dengan menggunakan collateral SBSN yang dimiliki wakil tanpa pemberian imbalan oleh muwakkil (pemberi kuasa) kepada wakil (penerima kuasa).
Wakalah Bi Dunil Ujrah adalah transaksi Wakalah tanpa pemberian imbalan oleh muwakkil (pemberi kuasa) kepada wakil (penerima kuasa).
Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara Penempatan Langsung (Private Placement) di Pasar Perdana Domestik ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
Pasar Perdana Domestik adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN untuk pertama kali di dalam wilayah Indonesia.
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat Republik Indonesia.
Pihak adalah orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asing di mana pun mereka bertempat tinggal, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, kelompok yang terorganisasi, koperasi, yayasan, institusi/lembaga/otoritas, badan hukum lainnya yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan baik di dalam maupun di luar negeri, Bank Indonesia, badan layanan umum, atau pemerintah daerah.
Penempatan Langsung yang selanjutnya disebut Private Placement adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN yang dilakukan oleh Pemerintah kepada Pihak secara bilateral, dengan ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) SBSN sesuai dengan kesepakatan.
Kementerian Keuangan adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Direktur Jenderal adalah pimpinan unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Direktorat Pembiayaan Syariah adalah unit Eselon II di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang mempunyai tugas melaksanakan dan menyelenggarakan fungsi dalam pengelolaan SBSN.
Dealer Utama Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat Dealer Utama SBSN adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menjalankan kewajiban tertentu baik di Pasar Perdana SBSN domestik maupun Pasar Sekunder SBSN domestik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing dengan hak tertentu.
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN.
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SBSN yang terdiri atas Setelmen dana dan Setelmen kepemilikan SBSN.
Hari Kerja adalah hari di mana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk memberikan telaahan dalam aspek hukum dan memberikan pendapat hukum dalam rangka penerbitan dan penjualan SBSN.
Residen adalah orang perseorangan warga negara Indonesia di mana pun mereka bertempat tinggal, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, kelompok yang terorganisasi baik Indonesia ataupun asing, koperasi, yayasan, institusi/lembaga/otoritas, badan hukum lainnya yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang didirikan atau bertempat kedudukan di wilayah Republik Indonesia, Bank Indonesia, badan layanan umum, atau pemerintah daerah.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Penawaran Pembelian SBSN adalah pengajuan penawaran pembelian SBSN di Pasar Perdana Domestik dengan cara Private Placement kepada Pemerintah oleh Pihak.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Rekening Khusus dalam rangka Pembiayaan Penanganan Dampa ...
Relevan terhadap
bahwa untuk menampung hasil penjualan Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang dapat dibeli oleh Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), investor korporasi, dan/atau investor ritel, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Rekening Khusus dalam rangka Pembiayaan Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa untuk kelanjutan pelaksanaan penampungan dan pengelolaan hasil penerbitan Surat Berharga Negara dalam rangka penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan pemulihan ekonomi nasional, perlu mengubah mekanisme pengelolaan rekening khusus dalam rangka pembiayaan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan pemulihan ekonomi nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Rekening Khusus dalam rangka Pembiayaan Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Rekening Khusus dalam rangka Pembiayaan Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional;
Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua pada Tahun 2022
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diberikan kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua yang selanjutnya disebut DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua adalah DID yang diberikan kepada pemerintah daerah yang berkinerja baik dalam pelayanan dasar publik di tahun berjalan yang meliputi dukungan pemerintah daerah dalam mendukung penggunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro kecil, percepatan penyerapan belanja daerah, serta penurunan inflasi daerah.
Produk Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah barang yang dibuat dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia.
Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana pengadaan barang dan jasa yang akan dilaksanakan oleh perangkat daerah.
Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa Produk Dalam Negeri melalui Penyedia yang selanjutnya disebut RUP PDN melalui Penyedia adalah RUP PDN yang dilaksanakan oleh penyedia barang dan jasa untuk produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil.
Belanja Daerah yang Ditandai untuk Stunting yang selanjutnya disebut Tagging Stunting adalah belanja daerah yang digunakan untuk mendukung penurunan prevalensi stunting .
DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua digunakan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi di daerah.
Percepatan pemulihan ekonomi di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk:
perlindungan sosial, seperti bantuan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
upaya penurunan tingkat inflasi, dengan memperhatikan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan serta penyandang disabilitas.
DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Kepala Daerah bertanggung jawab dalam penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua yang dilaksanakan secara optimal di tahun 2022.
Pertanggungjawaban atas penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam laporan rencana penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua dan laporan realisasi penyerapan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua.
Laporan rencana penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat akhir bulan November tahun 2022.
Laporan realisasi penyerapan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat bulan Juni tahun berikutnya.
Dalam hal laporan rencana penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua dan laporan realisasi penyerapan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak disampaikan, dilakukan penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil.
Penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2A22;
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Opini Wajar Tanpa Pengecualian disertai dengan beberapa temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang tidak memengaruhi kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sebagai berikut. 1. Penerapan Sistem SAKTI dalam penyusunan laporan keuangan belum sepenuhnya didukung dengan pengendalian yang memadai. 2. Pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan Tahun 2022 belum memadai sebesar Rp2,73 triliun. 3. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terindikasi Kurang Disetorkan Sebesar Rp7,66 triliun dan Terlambat Disetorkan dengan Potensi Sanksi Sebesar Rp616,14 miliar dan USD1,338.OO. 4. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 39 (tiga puluh sembilan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp2,38 triliun serta pengelolaan Piutang Bukan Pajak pada 2L (dua puluh satu) Kementerian/Lembaga sebesar Rp727,11 miliar belum sesuai ketentuan. 5. Pengelolaan Belanja Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat belum sepenuhnya didukung dengan kebdakan pelaksanaan dan anggaran, serta mekanisme verifikasi yang memadai untuk memastikan pemenuhan kewajiban pemerintah atas Program Subsidi Bunga/Subsidi Margin Reguler dan Tambahan, serta Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat kepada masyarakat dan Badan Usaha Penyalur. 6. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pada 78 (tujuh puluh delapan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp16,39 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Pelaksanaan 7. Pelaksanaan kebijakan penyaluran Dana Bagr Hasil secara nontunai melalui fasilitas Tleasury Deposit Facilitg Tahun 2A22 belum memadai. 8. Komponen cosf ouetrun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di luar hasil kesepakatan Indonesia'China belum ditetapkan skema penyelesaiannya dan pendanaan cost ouerntn Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung hasil kesepakatan Indonesia-China dari porsi pinjaman berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). 9. Penyelesaian Piutang Negara Pemberian Pinjaman tidak sepenuhnya optimal. LO. Penatausahaan Piutang Perpajakan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Penatausahaan barang sitaan dan agunan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Piutang Pajak Macet dan Piutang Pajak Daluwarsa belum dilakukan tindakan penagihan yang optimal. l3.Tindak lanjut normalisasi Aset Tetap sebesar Rp529,47 miliar, serta pengelolaan Aset Tetap pada 58 KementeianlLembaga sebesar Rp36,53 triliun, Persediaan pada 47 (empat puluh tujuh) Kementerian/Lembaga sebesar Rp11,58 triliun, dan Aset Lainnya pada 23 (dua puluh tiga) Kementerian/Lembaga sebesar Rp2,36 triliun belum memadai.
Pengelolaan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara belum sepenuhnya memadai.
Pengelolaan kas pada 23 (dua puluh tiga) Kementerianllnmbaga sebesar Rp61,94 miliar belum sepenuhnya memadai.
Penyajian Aset Konsesi Jasa dan Properti Investasi pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 belum sepenuhnya memadai. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2022 yang telah diaudit dan diberi opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Khusus untuk Laporan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2022 diaudit dan diberi opini oleh Kantor Akuntan Publik. Dari ^jumlah Laporan Keuangan KementerianlLembaga tersebut, 81 (delapan puluh satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian", 1 (satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Dengan Pengecualian", dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian". Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan Lainnya merupakan bagian dari Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara. Rincian opini Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2021 dan 2022 adalah sebagai berikut: lIo Kementerlan/Lcmbaga Opint Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP 2 Dewan Perwakilan Ralryat WTP WTP 3 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP 4 Mahkamah Agung WTP WTP 5 Kejaksaan Republik Indonesia WTP WTP 6 Kementerian Sekretariat Negara WTP WTP 7 Kementerian Dalam Negeri WTP WTP 8 Kementerian Luar Negeri WTP WTP 9 Kementerian Pertahanan WTP WTP 10. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia WTP WTP 11. Kementerian Keuangan WTP WTP t2. Kementerian Pertanian WTP WTP 13 Kementerian Perindustrian WTP WTP 14. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WTP WTP 15. Kementerian Perhubungan WTP WTP 16 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi WTP WTP L7. Kementerian Kesehatan WTP WTP 18 Kementerian Agama WTP WTP 19. Kementerian Ketenagakerj aan WDP WTP 20 Kementerian Sosial WTP WTP 2L Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan WTP WTP No Kementeriau/Iembaga Optni Tahun 2o/2t Opini Tahun 20/22 22. Kementerian Perikanan Kelautan dan WTP WTP 23. Kementerian Pekerjaan Urnum dan Perumahan Ralryat WTP WTP 24. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan WTP WTP 25. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian WTP WTP 26. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan WTP WTP 27. Kementerian Ekonomi Kreatif Pariwisata dan WTP WTP 28. Kementerian Badan Usaha Milik Negara WTP WTP 29 Badan Riset dan Inovasi Nasional WDP WTP 30 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah WTP WTP 31. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak WTP WTP 32 Kementerian Aparatur Negara Birokrasi Pendayagunaan dan Reformasi WTP WTP 33 Badan Intelijen Negara WTP WTP 34 Badan Siber dan Sandi Negara WTP WTP 35. Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP 36 Badan Pusat Statistik WTP WTP 37 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional WTP WTP 38 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional WTP WTP 39. Perpustakaan No Kementeri,an/Lembaga Opiai Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 39 Perpustakaan Nasional RI WTP WTP 40 Kementerian Informatika Komunikasi dan WTP WDP 41. Kepolisian Indonesia Negara Republik WTP WTP 42. Badan Pengawasan Obat dan Makanan WTP WTP 43 Lembaga Ketahanan Nasional WTP WTP 44 Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal WTP WTP 45. Badan Narkotika Nasional WTP WTP 46 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi WTP WTP 47. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional WTP WTP 48. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia WTP WTP 49 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika WTP WTP 50 Komisi Pemilihan Umum WTP WTP 51. Mahkamah Konstitusi WTP WTP 52 Rrsat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan WTP WTP 53 Badan Informasi Geospasial WTP WTP 54 Lembaga lndonesia Ilmu Pengetahuan WDP 1) 55. Badan Tenaga Nuklir Nasional WTP l) 56 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi WTP 1) 57. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional dan WTP r) 58 Badan Standardisasi Nasional WTP WTP 59. Badan No Kementerlan/Lembaga Opini Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 59 Badan Pengawas Tenaga Nuklir WTP WTP 60 Lembaga Administrasi Negara WTP WTP 61. Arsip Nasional Republik Indonesia WTP WTP 62 Badan Kepegawaian Negara WTP WTP 63 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan WTP WTP 64 Kementerian Perdagangan WDP WTP 65 Kementerian Pemuda dan Olah Raga WTP WTP 66. Komisi Pemberantasan Korupsi WTP WTP 67. Dewan Perwakilan Daerah WTP WTP 68 Komisi Yudisial WTP WTP 69 Badan Nasional Penanggulangan Bencana WTP WTP 70. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia WTP WTP 71. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah WTP WTP 72 Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan WTP WTP 73 Komisi Pengawas Persaingan Usaha WTP WTP 74. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu WTP 2l 75 Ombudsman RI WTP WTP 76. Badan Nasional Perbatasan Pengelola WTP WTP 77. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam WTP WTP 78. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme WTP WTP 79 Sekretariat Kabinet WTP WTP 80. Badan llo Kementedan/Lembaga Opini Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 80 Badan Pengawas Pemilihan Umum WTP WTP 81 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia WTP WTP 82. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia WTP WTP 83. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang WTP WTP 84 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi WTP WTP 85. Badan Keamanan Laut WTP WTP 86. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban WTP WTP 87. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila WTP WTP 88 Bendahara Umum Negara WTP WTP 1)Kementerian/Lembaga yang dilikuidasi pada tahun 2022 2)Kementerianllnmbaga yang dilikuidasi pada tahun 2O2l Pasal 12 Untuk menindaklanjuti rekomendasi ^Badan ^Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat dan Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan ^Transparansi ^Fiskal, serta ^dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Dewan ^Perwakilan Ra}ryat ^untuk meningkatkan kualitas ^pengelolaan ^keuangan Pemerintah, ^Pemerintah akan melakukan beberapa langkah antara ^lain:
Melakukan koordinasi dan ^pemantauan ^atas penyelesaian ^tindak ^lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan ^dalam ^Laporan ^Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan ^Pemerintah ^Rrsat Tahun ^2022 dan hasil reviu transparansi fiskal. b. Memperbaiki tata kelola Anggaran ^Pendapatan ^dan ^Belanja ^Negara Kementerianll*mbaga melalui ^peningkatan kompetensi sumber ^daya manusia dan pendampingan kepada ^Kementerian/Lembaga ^yang laporan keuangannya belum mendapat opini ^audit ^"Wajar ^Tanpa Pengecualian". c. Melanjutkan. . ^.
Melanjutkan penyempurnaan regulasi untuk standardisasi keluaran (outpttt) dan hasil (outcome) dari belanja negara dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka mewujudkan kinerja anggaran ^yang lebih tepat guna dan tepat sasaran. d. Menyempurnakan sistem informasi dan basis satu data Indonesia ^yang menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam menganggarkan dan merealisasikan pengeluaran negara agar lebih tepat sasaran dan efektif mendukung pencapaian tujuan bernegara dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. e. Meningkatkan kualitas perencanaan, ^penganggaran, dan ^pelaksanaan anggaran untuk menciptakan efisiensi ^pendanaan anggaran, ^yaDB antara lain ditunjukkan dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran ^yang lebih efisien. f. Mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara dan badan/lembaga lainnya dalam pengelolaan kekayaan negara ^yang dipisahkan untuk memberikan manfaat bagi perekonomian, kesejahteraan sosial, peningkatan daya saing Indonesia, serta rrrenjamin cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dikuasai oleh negara. g. Mengoptimalkan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri ^(TKDN) dalam setiap pengadaan barang dan ^jasa Pemerintah secara lebih optimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor ^16 ^Tahun 2Ol8 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana ^telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor ^12 Tahun 2021. h. Menyempurnakan proses penyaluran Transfer Ke Daerah agar dana dapat diserap lebih optimal oleh daerah dan ^meminimalkan ^kendala administrasi dalam pelaksanaannya. i. Melakukan tata kelola perbaikan secara terus menerus dalam ^upaya meningkatkan pendapatan negara berupa PNBP ^pada Kementerian/Lembaga. j. Memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran dan tepat waktu khususnya subsidi energi, ^baik ^bahan bakar minyak (BBM), elpiji 3 kg maupun listrik dengan mengintegrasikan ^penerima subsidi dalam satu data yang dapat berasal dari data ^terpadu ke sej ahte raart sosial.
Menyusun k. Menytrsun roadmap kebijakan utang pemerintah sebagai peta ^jalan kebijakan utang ^jangka panjang dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari utang, sekaligus sebagai ^jalan mitigasi resiko. 1. Memperbaiki sistem dan tata kelola perpajakan yang lebih efektif, dan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha agar mampu mengoptimalkan potensi perpajakan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional. m. Menyusun ukuran dan indikator keberhasilan pelaksanaan spending better. Tujuannya agar setiap belanja negara memiliki dampak dan kontribusi terhadap peningkatan kualitas belanja dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan kesejahteraan rakyat secara luas. n. Memperkuat sistem penilaian dalam perencanaan dan pengawasan pelaksanaan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN), serta risiko fiskal yang menyertainya. Sehingga setiap penempatan PMN terkalkulasi dan termitigasi dengan baik dalam pelaksanaannya. o. Memperkuat kebijakan pembiayaan dalam rangka menutup defisit anggaran melalui pembiayaan utang yang selektif, ^produktif dalam batas yang arnan dart manageable, serta mendorong tingkat bunga SBN lebih kompetitif. p. Meningkatkan kualitas perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran, serta evaluasi atas mandatory spending ^pendidikan, agar dapat memberikan lompatan kemajuan SDM lebih cepat, dengan memanfaatkan sisa bonus demografi yang akan berakhir ^pada tahun 2036. q. Menyampaikan laporan pelaksanaan APBN yang dapat menjelaskan efektifitas dan efisiensi pengelolaan Ernggaran Belanja Pemerintah Pusat. r. Menyampaikan laporan capaian RPJMN ^pada tahun 2022, ^yang ditunjukkan dengan indikator-indikator RPJMN, ^yaitu baseline RPJMN (2}t9l, capaian 2022, target 2024, danKlL pelaksana. s. Menyampaikan laporan penyelesaian Major hoiect RKP Tahun ^2022, yang ditunjukkan dengan nilai alokasi anggaran, realisasi anggaran, capaian pekerjaan project pada kementerian terkait. t. Menyampaikan laporan rincian ^pelaksanaan lnvestasi ^Permanen Penyertaan Modal Pemerintah ^(PMP) sebesar Rp2.9O9,8 triliun. u. Pemerintah akan melengkapi dokumen ^penjelasan terkait ^rekomendasi- rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf q s.d. huruf t ^paling lambat tanggal 31 Desember 2023.
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN PETUNJUK TEKNIS JABATAN FUNGSIONAL DI BIDANG KEUANGAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. 2. Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil clan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan. 3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. jdih.kemenkeu.go.id 4. Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi clan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian clan keterampilan tertentu. 5. Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara yang selanjutnya disingkat JF di Bidang Keuangan Negara adalah sekelompok Jabatan Fungsional yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan pengelolaan keuangan negara. 6. Jabatan Fungsional Analis Keuangan Negara yang selanjutnya disingkat JF AKN adalah jabatan yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan analisis keuangan negara yang meliputi fiskal clan sektor keuangan, perencanaan clan penganggaran, pajak, kepabeanan clan cukai, penerimaan negara bukan pajak, perbendaharaan, kekayaan negara, penilaian, lelang, hubungan keuangan pusat clan daerah, pembiayaan clan risiko keuangan, pembinaan profesi keuangan, atau investasi pemerintah clan pengelolaan dana. 7. Jabatan Fungsional Pengawas Keuangan Negara yang selanjutnya disingkat JF PKN adalah jabatan yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan pelayanan, pengawasan, clan/ a tau pemeriksaan di bidang pajak, kepabeanan clan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, hubungan keuangan pusat clan daerah, pembiayaan, pengawasan pengelolaan bagian anggaran bendahara umum negara serta badan usaha milik negara clan lembaga nonbadan usaha milik negara, atau advokasi clan penyuluhan di bidang keuangan negara. 8. Jabatan Fungsional Penilai yang selanjutnya disingkat JF Penilai adalah jabatan yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan penilaian clan/ atau pemetaan kekayaan negara clan pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. 9. Jabatan Fungsional Pelelang yang selanjutnya disingkat JF Pelelang adalah jabatan yang mempunyai tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan lelang clan penggalian potensi lelang. 10. Pejabat Fungsional Analis Keuangan Negara yang selanjutnya disebut AKN adalah PNS yang diberikan tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan analisis keuangan negara yang meliputi fiskal clan sektor keuangan, perencanaan clan penganggaran, pajak, kepabeanan clan cukai, penerimaan negara bukan pajak, perbendaharaan, kekayaan negara, penilaian, lelang, hubungan keuangan pusat clan daerah, pembiayaan clan risiko keuangan, pembinaan profesi keuangan, atau investasi pemerintah clan pengelolaan dana. 11. Pejabat Fungsional Pengawas Keuangan Negara yang selanjutnya disebut PKN adalah PNS yang diberikan tugas clan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan pelayanan, pengawasan, clan/ atau pemeriksaan di bidang pajak, kepabeanan clan cukai, perbendaharaan, kekayaan jdih.kemenkeu.go.id negara, hubungan keuangan pusat dan daerah, pembiayaan, pengawasan pengelolaan bagian anggaran bendahara umum negara serta badan usaha milik negara dan lembaga nonbadan usaha milik negara, atau advokasi dan penyuluhan di bidang keuangan negara. 12. Pejabat Fungsional Penilai yang selanjutnya disebut Penilai adalah PNS yang diberikan tugas dan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan penilaian dan/ a tau pemetaan kekayaan negara, dan pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. 13. Pejabat Fungsional Pelelang yang selanjutnya disebut Pelelang adalah PNS yang diberikan tugas dan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan lelang dan penggalian potensi lelang. 14. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 15. Pejabat yang Berwenang yang selanjutnya disingkat PyB adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 1 7. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah. 18. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural. 19. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. 20. Unit Organisasi adalah bagian dari struktur organisasi yang dapat dipimpin oleh pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, pejabat pengawas, atau pejabat fungsional yang diangkat untuk memimpin suatu unit kerja mandiri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 21. Sasaran Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah adalah ekspektasi kinerja yang akan dicapai oleh Pegawai setiap tahun. 22. Ekspektasi Kinerja yang selanjutnya disebut Ekspektasi adalah harapan atas hasil kerja dan perilaku kerja Pegawai ASN. 23. Angka Kredit adalah nilai kuantitatif dari hasil kerja AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang. jdih.kemenkeu.go.id 24. Angka Kredit Kumulatif adalah akumulasi nilai Angka Kredit yang harus dicapai oleh AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat dan jabatan. 25. Tim Penilai Kinerja PNS adalah tim yang dibentuk oleh PyB untuk memberikan pertimbangan kepada PPK atas usulan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam jabatan, pengembangan kompetensi, serta pemberian penghargaan bagi PNS. 26. Kebutuhan JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang yang selanjutnya disebut KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang adalah jumlah dan susunan JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang yang diperlukan oleh Instansi Pusat dan Instansi Daerah untuk dapat melaksanakan tugas pokok di bidang pengelolaan Keuangan Negara dengan baik, efektif, dan efisien dalam jangka waktu lima tahun. 27. Kompetensi adalah karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan sesuai tugas dan/ a tau fungsi jabatan. 28. Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. 29. Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi. 30. Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi, dan jabatan. 31. Standar Kompetensi JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang yang selanjutnya disebut SKJ AKN, SKJ PKN, SKJ Penilai, dan SKJ Pelelang adalah deskripsi Kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang yang meliputi Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural. 32. Uji Kompetensi AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang yang selanjutnya disebut Uji Kompetensi adalah proses pengujian dan penilaian terhadap Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural dari seorang ASN untuk pemenuhan Standar Kompetensi pada setiap jenjang JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang. 33. Analisis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara yang selanjutnya disebut Analisis Jabatan Fungsional adalah proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan dan penyusunan data JF di Bidang Keuangan Negara. jdih.kemenkeu.go.id 34. Uraian Jabatan adalah uraian terperinci dan lengkap terkait jabatan. 35. Instansi Pembina JF di Bidang Keuangan Negara yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara. 36. Instansi Pengguna JF di Bidang Keuangan Negara yang selanjutnya disebut Instansi Pengguna adalah Instansi Pusat dan Instansi Daerah yang menggunakan JF AKN, JF PKN, dan JF Penilai. BAB II JENIS, KATEGORI, JENJANG, KARAKTERISTIK, KEDUDUKAN, DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Jenis Pasal 2 JF di Bidang Keuangan Negara terdiri atas:
JF AKN;
JF PKN;
JF Penilai; dan
JF Pelelang. Bagian Kedua Kategori Pasal 3 JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang merupakan JF kategori keahlian dan keterampilan. Bagian Ketiga Jenjang Pasal 4 (1) Jenjang JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang kategori keahlian dan keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:
kategori keterampilan:
Jenjang Terampil;
Jenjang Mahir; dan
Jenjang Penyelia; dan
kategori keahlian:
Jenjang Ahli Pertama;
Jenjang Ahli Muda;
Jenjang Ahli Madya; dan
Jenjang Ahli Utama. (2) Jenjang pada JF AKN, JF PKN, JF Penilai dan JF Pelelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan bidang tugas dalam Lampiran huruf A, hurufB, dan huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Keempat Karakteristik Pasal 5 (1) Karakteristik JF di Bidang Keuangan Negara terdiri atas:
terbuka, untuk bidang tugas tertentu dapat berkedudukan pada Instansi Pembina clan/ atau Instansi Pengguna; clan b. tertutup, hanya berkedudukan pada lingkup Instansi Pembina. (2) JF di Bidang Keuangan Negara dengan karakteristik terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
JF AKN;
JF PKN; clan c. JF Penilai. (3) JF di Bidang Keuangan Negara dengan karakteristik tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu JF Pelelang. Bagian Kelima Kedudukan clan Tanggung Jawab Pasal 6 (1) Kedudukan AKN, PKN, clan Penilai sebagai pelaksana teknis di Bidang Keuangan Negara pada Instansi Pembina clan/ atau Instansi Pengguna. (2) Kedudukan Pelelang sebagai pelaksana teknis di Bidang Keuangan Negara pada Instansi Pembina. (3) AKN, PKN, clan Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) clan Pelelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkedudukan di bawah clan bertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF di Bidang Keuangan Negara. (4) Dalam hal Unit Organisasi dipimpin oleh pejabat fungsional maka AKN, PKN, Penilai, clan Pelelang dapat berkedudukan di bawah clan bertanggung jawab secara langsung kepada pejabat fungsional yang memimpin Unit Organisasi. (5) Pemetaan kedudukan pejabat fungsional mempertimbangkan kesesuaian tugas clan fungsi serta kesetaraan kelas jabatan antara atasan AKN, PKN, Penilai, clan Pelelang dengan AKN, PKN, Penilai, clan Pelelang berkedudukan. (6) Kedudukan AKN, PKN, Penilai, clan Pelelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam peta jabatan berdasarkan analisis jabatan clan analisis beban kerja yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) JF AKN, JF PKN, JF Penilai, clan JF Pelelang merupakan jabatan karier PNS. jdih.kemenkeu.go.id BAB III BIDANG TUGAS, RUANG LINGKUP KEGIATAN, DAN CAKUPAN KEGIATAN Pasal 7 (1) Bidang tugas merupakan tugas yang dapat dilaksanakan oleh pejabat fungsional di Bidang Keuangan Negara berdasarkan fungsi dan peran pengelolaan Keuangan Negara. (2) Ruang lingkup kegiatan merupakan penjelasan rinci dari bidang tugas JF di Bidang Keuangan Negara. (3) Ruang lingkup merupakan penjelasan kompleksitas ruang lingkup kegiatan dari masing-masing jenjang jabatan. (4) Cakupan kegiatan merupakan penjelasan lebih lanjut dari ruang lingkup JF di Bidang Keuangan Negara. (5) Rincian bidang tugas, ruang lingkup kegiatan, ruang lingkup, dan cakupan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) yaitu:
untuk unit kerja di lingkungan Instansi Pembina yang menjalankan fungsi bendahara umum negara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A;
untuk unit kerja di lingkungan Instansi Pengguna pada Instansi Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B; dan
untuk unit kerja di lingkungan Instansi Pengguna pada Instansi Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (6) Perluasan cakupan kegiatan yang akan dijadikan rujukan dalam penyusunan SKP untuk mencapai tujuan organisasi, dapat dilakukan oleh pimpinan unit kerja JF di Bidang Keuangan Negara berkedudukan dengan memperhatikan kesesuaian bidang tugas dan kompetensi JF. (7) Perluasan cakupan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan paling rendah oleh pejabat pimpinan tinggi pratama. (8) Penggunaan bidang tugas JF pada Instansi Pengguna selain yang tercantum dalam Lampiran hurufB dan huruf C dapat dilakukan oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pengguna dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pembina. (9) Instansi Pembina dapat melakukan perluasan/penyesuaian ruang lingkup kegiatan dan ruang lingkup setiap jenjang jabatan dengan mempertimbangkan dinamika pengelolaan Keuangan Negara. (10) Dalam hal terdapat tugas fungsi baru di bidang pengelolaan Keuangan Negara yang tidak tercakup dalam salah satu bidang tugas pada JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jdih.kemenkeu.go.id Instansi Pembina dapat melakukan penyesuaian tanpa membentuk JF baru. (11) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan izin kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. BAB IV PENGELOLAAN KINERJA PEJABAT FUNGSIONAL Pasal 8 (1) Pengelolaan kinerja pejabat fungsional terdiri atas:
perencanaan kinerja yang meliputi penetapan dan klarifikasi Ekspektasi;
pelaksanaan, pemantauan, dan pembinaan kinerja yang meliputi pendokumentasian kinerja, pemberian umpan balik berkelanjutan, dan pengembangan kinerja pejabat fungsional;
penilaian kinerja pejabat fungsional yang meliputi evaluasi kinerja pejabat fungsional; dan
tindak lanjut hasil evaluasi kinerja pejabat fungsional yang meliputi pemberian penghargaan dan sanksi. (2) Pengelolaan kinerja pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berorientasi pada:
pengembangan kinerja pejabat fungsional;
pemenuhan Ekspektasi pimpinan;
dialog kinerja yang intens antara p1mp1nan dan pejabat fungsional;
pencapaian kinerja organisasi; dan
hasil kerja dan perilaku kerja pejabat fungsional. (3) Pengelolaan kinerja pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan kinerja Pegawai ASN. Pasal 9 (1) Evaluasi kinerja pejabat fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dilaksanakan secara periodik maupun tahunan. (2) Evaluasi kinerja periodik pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan ditetapkan dalam predikat kinerja periodik pejabat fungsional. (3) Evaluasi kinerja tahunan pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam predikat kinerja tahunan pejabat fungsional. (4) Predikat kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdiri atas:
sangat baik;
baik;
cukup/butuh perbaikan;
kurang; atau
sangat kurang. (5) Penetapan predikat kinerja dilakukan oleh pejabat penilai kinerja. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 10 (1) Predikat kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dikonversikan ke dalam perolehan Angka Kredit tahunan dengan ketentuan sebagai berikut:
sangat baik, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;
baik, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 100% (seratus persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;
cukup/butuh perbaikan, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF;
kurang, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 50% (lima puluh persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF; dan
sangat kurang, ditetapkan nilai kuantitatif sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari koefisien Angka Kredit tahunan sesuai dengan jenjang JF. (2) Dalam hal pejabat fungsional memperoleh ijazah pendidikan formal yang lebih tinggi dan telah diakui secara kedinasan, diberikan tambahan Angka Kredit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat sesuai jenjangnya untuk 1 (satu) kali penilaian. (3) Selama pejabat fungsional melaksanakan tugas di daerah terpencil, berbahaya, rawan, dan/ a tau konflik, dapat diberikan tambahan Angka Kredit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Angka Kredit Kumulatif kenaikan pangkat sesuai jenjangnya untuk setiap kenaikan pangkat. (4) Penetapan daerah terpencil, berbahaya, rawan, dan/atau konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (5) Tambahan Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) hanya diberikan bagi pejabat fungsional dengan predikat kinerja paling rendah baik. (6) Dalam hal predikat kinerja diperoleh melalui evaluasi kinerja yang dilaksanakan secara periodik maupun tahunan, konversi predikat kinerja ke dalam Angka Kredit dapat dihitung secara proporsional berdasarkan periode penilaian yang berjalan sepanjang terpenuhi Ekspektasi. (7) Konversi predikat kinerja ke dalam Angka Kredit dan penetapan Angka Kredit dilakukan oleh pejabat penilai kinerja dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 (1) Penetapan Angka Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) bagi JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dilakukan berdasarkan konversi predikat kinerja yang diperoleh secara kumulatif pada satu periode kenaikan pangkat dan/atau jenjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Dalam hal terdapat kebutuhan tertentu, penetapan Angka Kredit bagi JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dapat dilakukan di luar periode kenaikan pangkat dan/atau jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Angka Kredit hasil konversi predikat kinerja ditetapkan oleh atasan langsung atau pejabat lain yang diberikan pendelegasian kewenangan. (2) Dalam ha! atasan langsung selaku pejabat penilai kinerja berhalangan tetap, maka penetapan Angka Kredit hasil konversi predikat kinerja dilakukan oleh atasan dari pejabat penilai kinerja secara berjenjang. (3) Atasan dari pejabat penilai kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mendelegasikan kewenangan evaluasi kinerja pegawai kepada pelaksana tugas atau pelaksana harian. BABV SERTIFIKASI, KEBUTUHAN JABATAN FUNGSIONAL, PENGANGKATAN, KENAIKAN PANGKAT, KENAIKAN JENJANG, PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN KEMBALI, TIM PENILAI KINERJA PNS SERTA PELANTIKAN DAN PENGAMBILAN SUMPAH/JANJI Bagian Kesatu Sertifikasi Pasal 13 Dalam hal pelaksanaan tugas JF di Bidang Keuangan Negara mensyaratkan adanya sertifikat dan/ a tau surat keputusan dari PyB, sertifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Kebutuhan Jabatan Fungsional Pasal 14 (1) KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang ditetapkan berdasarkan jenis JF pada Unit Organisasi Instansi Pembina dan/atau Instansi Pengguna. (2) Perhitungan, pengusulan, dan penetapan KJF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pengangkatan Pasal 15 (1) Pengangkatan PNS dalam JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dilakukan melalui:
pengangkatan pertama;
perpindahan dari jabatan lain;
penyesuaian; dan
promos1. jdih.kemenkeu.go.id (2) Pengangkatan PNS ke dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta mempertimbangkan kebutuhan organisasi dan ketersediaan anggaran. (3) Perpindahan dari kategori keterampilan ke kategori keahlian dalam JF yang sama, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Perpindahan antar kelompok JF dari JF di luar JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang ke dalam JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pembina untuk dan atas nama Menteri Keuangan. Pasal 16 (1) Perpindahan dalam JF di Bidang Keuangan Negara, terdiri atas:
perpindahan antar JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dalam bidang tugas yang sama;
perpindahan antar JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dalam bidang tugas yang berbeda; dan
perpindahan antar bidang tugas dalam satu JF yang sama. (2) Perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam keputusan PyB. (3) Perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan memperhatikan ketentuan terkait pola karir dan mutasi yang berlaku pada masing- masing Instansi Pembina dan/ a tau Instansi Pengguna. Bagian Keempat Kenaikan Pangkat Pasal 17 (1) Kenaikan pangkat bagi AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang dapat dipertimbangkan apabila capaian Angka Kredit telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif yang dipersyaratkan. (2) Dalam ha! AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif untuk kenaikan pangkat bersamaan dengan kenaikan jenjang, namun belum tersedia lowongan KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang pada jenjang jabatan yang akan diduduki, AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang dapat diberikan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi setelah mengikuti dan lulus Uji Kompetensi. (3) Ketersediaan lowongan KJF sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang pada 1 (satu) Instansi Pembina dan/atau Instansi Pengguna. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kelima Kenaikan Jenjang Pasal 18 (1) Kenaikan jenjang JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kenaikanjenjang JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari promosi jabatan. Bagian Keenam Pemberhentian dan Pengangkatan Kembali Pasal 19 Pemberhentian dan pengangkatan kembali dalam JF AKN, JF PKN, JF Penilai, dan JF Pelelang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketujuh Tim Penilai Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pasal 20 (1) Untuk membantu pelaksanaan tugas PyB, dibentuk Tim Penilai Kinerja PNS. (2) Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk forum koordinasi/pembahasan rencana jabatan target. (3) Ketentuan terkait Tim Penilai Kinerja PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedelapan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji Pasal 21 (1) Setiap PNS yang diangkat menjadi AKN, PKN, Penilai, dan Pelelang wajib dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang MahaEsa. (2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI ANALISIS JABATAN FUNGSIONAL Pasal 22 (1) Untuk keperluan Analisis Jabatan Fungsional, Instansi Pengguna dapat menyusun uraian jabatan dengan merujuk kepada ruang lingkup kegiatan maupun cakupan kegiatan JF berkenaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B dan huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Analisis Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id BAB VII UJI KOMPETENSI Pasal 23 (1) Uji Kompetensi terdiri atas:
Manajerial;
Sosial kultural; dan
Teknis. (2) Uji Kompetensi bertujuan untuk menilai kesesuaian kompetensi yang dimiliki pegawai dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan. (3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk pengangkatan JF melalui perpindahan dari jabatan lain dan promosi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Uji Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan untuk pengangkatan JF melalui perpindahan dalam JF di Bidang Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan paling sedikit melalui penilaian portofolio oleh Instansi Pengguna, dengan mempertimbangkan kebutuhan organisasi. (5) Pengangkatan JF melalui perpindahan dalam JF di Bidang Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c dilakukan tanpa Uji Kompetensi. Pasal 24 (1) Penyelenggaraan Uji Kompetensi Teknis pengangkatan JF melalui:
promos1; untuk b. perpindahan antar kelompok JF dari JF di luar JF di Bidang Keuangan Negara ke dalam JF di Bidang Keuangan Negara; dan
perpindahan dari jabatan pimpinan tinggi dan/atau jabatan administrasi ke dalam JF di Bidang Keuangan Negara, dikoordinasikan oleh unit organisasi pada Instansi Pembina yang ditunjuk menjalankan fungsi pembinaan teknis JF dan pengembangan kompetensi JF di Bidang Keuangan Negara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola penyelenggaraan Uji Kompetensi Teknis JF di Bidang Keuangan Negara ditetapkan oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi fungsi pembinaan teknis JF dan pengembangan kompetensi JF di Bidang Keuangan Negara untuk dan atas nama Menteri Keuangan. BAB VIII PENGELOLAAN DAN PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL Pasal 25 Fungsi pengelolaan dan pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara minimal terdiri atas:
perencanaan JF;
pembinaan JF; dan
pemantauan dan evaluasi JF. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 26 (1) Perencanaan JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a merupakan kegiatan analisis kebutuhan penggunaan JF di Bidang Keuangan Negara dalam suatu Unit Organisasi dengan mempertimbangkan arah pengembangan organisasi dan kesesuaian ruang lingkup tugas JF di Bidang Keuangan Negara dengan tugas dan fungsi Unit Organisasi. (2) Pembinaan JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b merupakan kegiatan untuk menjamin terwujudnya standar kualitas dan profesionalitas JF di Bidang Keuangan Negara, serta mengoptimalkan kualitas pengelolaan JF di Bidang Keuangan Negara, yang dilaksanakan oleh:
unit yang melaksanakan fungsi koordinasi pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara;
unit yang melaksanakan fungsi pembinaan teknis JF dan pengembangan kompetensi JF di Bidang Keuangan Negara;
unit yang melaksanakan fungsi pembinaan kepegawaian JF; dan
unit yang melaksanakan fungsi konsultansi teknis berdasarkan kepakaran (subject matter expert) dalam pelaksanaan tugas JF di Bidang Keuangan Negara, di lingkungan Kementerian Keuangan. (3) Pemantauan dan evaluasi JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c merupakan kegiatan terpadu yang dilakukan secara berkala dalam rangka memastikan bahwa implementasi JF di Bidang Keuangan Negara dan pelaksanaan tugas pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 Dalam melaksanakan pengelolaan dan pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara di lingkungan Instansi Pengguna, Instansi Pengguna dapat berkoordinasi dengan unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2). Pasal 28 Ketentuan mengenai pengelolaan dan pembinaan JF di Bidang Keuangan Negara di lingkungan Instansi Pembina ditetapkan oleh pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan untuk dan atas nama Menteri Keuangan. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
PPK melakukan penyesuaian nomenklatur JF dengan ketentuan sebagai berikut:
JF AKN Ahli Pertama untuk PNS yang menduduki JF: a) Analis Anggaran Ahli Pertama; b) Pemeriksa Pajak Ahli Pertama; c) Penilai Pajak Ahli Pertama; jdih.kemenkeu.go.id d) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Pertama; e) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Pertama; f) Penilai Pemerintah Ahli Pertama; g) Pelelang Ahli Pertama; h) Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Pertama; i) Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan Ahli Pertama; dan j) Pembina Profesi Keuangan Ahli Pertama;
JF AKN Ahli Muda untuk PNS yang menduduki JF: a) Analis Anggaran Ahli Muda; b) Pemeriksa Pajak Ahli Muda; c) Penilai Pajak Ahli Muda; d) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Muda; e) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Muda; f) Penilai Pemerintah Ahli Muda; g) Pelelang Ahli Muda; h) Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda; i) Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan Ahli Muda; dan j) Pembina Profesi Keuangan Ahli Muda;
JF AKN Ahli Madya untuk PNS yang menduduki JF: a) Analis Anggaran Ahli Madya; b) Pemeriksa Pajak Ahli Madya; c) Penilai Pajak Ahli Madya; d) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Madya; e) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Madya; f) Penilai Pemerintah Ahli Madya; g) Pelelang Ahli Madya; h) Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Madya; i) Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan Ahli Madya; dan j) Pembina Profesi Keuangan Ahli Madya;
JF AKN Ahli Utama untuk PNS yang menduduki JF: a) Analis Anggaran Ahli Utama; b) Pemeriksa Pajak Ahli Utama; c) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Utama; d) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Utama; e) Penilai Pemerintah Ahli Utama; f) Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Utama; g) Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan Ahli Utama; dan h) Pembina Profesi Keuangan Ahli Utama;
JF PKN Ahli Pertama untuk PNS yang menduduki JF: a) Pemeriksa Pajak Ahli Pertama; b) Penyuluh Pajak Ahli Pertama; c) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Pertama; d) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Pertama; dan e) Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ahli Pertama;
JF PKN Ahli Muda untuk PNS yang menduduki JF: a) Pemeriksa Pajak Ahli Muda; b) Penyuluh Pajak Ahli Muda; c) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Muda; d) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Muda; dan e) Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ahli Muda; jdih.kemenkeu.go.id 7. JF PKN Ahli Madya untuk PNS yang menduduki JF: a) Pemeriksa Pajak Ahli Madya; b) Penyuluh Pajak Ahli Madya; c) Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Madya; d) Analis Perbendaharaan Negara Ahli Madya; dan e) Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ahli Madya;
JF Penilai Ahli Pertama untuk PNS yang menduduki JF: a) Penilai Pajak Ahli Pertama; dan b) Penilai Pemerintah Ahli Pertama;
JF Penilai Ahli Muda untuk PNS yang menduduki JF: a) Penilai Pajak Ahli Muda; dan b) Penilai Pemerintah Ahli Muda;
JF Penilai Ahli Madya untuk PNS yang menduduki JF: a) Penilai Pajak Ahli Madya; dan b) Penilai Pemerintah Ahli Madya;
JF Penilai Ahli Utama untuk PNS yang menduduki JF Penilai Pemerintah Ahli Utama;
JF AKN Terampil untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Terampil/Pemeriksa Pajak Terampil; dan b) Asisten Pembina Profesi Keuangan Terampil;
JF AKN Mahir untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Mahir/Pemeriksa Pajak Mahir; dan b) Asisten Pembina Profesi Keuangan Mahir;
JF AKN Penyelia untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Penyelia/Pemeriksa Pajak Penyelia; dan b) Asisten Pembina Profesi Keuangan Penyelia;
JF PKN Terampil untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Terampil/Pemeriksa Pajak Terampil; b) Asisten Penyuluh Pajak Terampil; c) Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai Terampil/Pemeriksa Bea dan Cukai Terampil; d) Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Terampil; e) Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Terampil; dan f) Penata Laksana Barang Terampil;
JF PKN Mahir untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Mahir/Pemeriksa Pajak Mahir; b) Asisten Penyuluh Pajak Mahir; c) Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai Mahir / Pemeriksa Bea dan Cukai Mahir; d) Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Mahir; e) Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Mahir; dan f) Penata Laksana Barang Mahir;
JF PKN Penyelia untuk PNS yang menduduki JF: a) Asisten Pemeriksa Pajak Penyelia/Pemeriksa Pajak Penyelia; b) Asisten Penyuluh Pajak Penyelia; jdih.kemenkeu.go.id c) Asisten Pemeriksa Bea clan Cukai Penyelia/ Pemeriksa Bea clan Cukai Penyelia; d) Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Penyelia; e) Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara Penyelia; clan f) Penata Laksana Barang Penyelia;
JF Penilai Terampil untuk PNS yang menduduki JF Asisten Penilai Pajak Terampil;
JF Penilai Mahir untuk PNS yang menduduki JF Asisten Penilai Pajak Mahir; clan 20. JF Penilai Penyelia untuk PNS yang menduduki JF Asisten Penilai Pajak Penyelia, paling lambat tanggal 7 Agustus 2025;
dalam hal terdapat kebutuhan Instansi Pengguna untuk melakukan perubahan nomenklatur selain sebagaimana ditentukan pada huruf a, pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pengguna mengajukan pengusulan perubahan nomenklatur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
pengusulan sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pembina;
pelaksanaan penyesuaian nomenklatur baru JF di Bidang Keuangan Negara sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan dengan keputusan pengangkatan dengan mencantumkan Angka Kredit yang telah diperoleh dari JF sebelumnya;
Instansi Pengguna yang telah melaksanakan penyesuaian nomenklatur sebagaimana dimaksud pada huruf d harus menyampaikan laporan hasil penyesuaian nomenklatur dengan melampirkan surat keputusan pengangkatan ke dalam JF di Bidang Keuangan Negara kepada Instansi Pembina paling lambat 1 (satu) bulan sejak dilakukan penyesuaian nomenklatur;
dalam ha! Instansi Pembina dan/atau Instansi Pengguna telah memiliki persetujuan kebutuhan dengan nomenklatur JF Analis Anggaran, JF Analis Keuangan Pusat clan Daerah, JF Analis Pembiayaan clan Risiko Keuangan, JF Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara, JF Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara, JF Penata Laksana Barang, JF Penilai Pemerintah, JF Penilai Pajak, JF Asisten Penilai Pajak, JF Penyuluh Pajak, JF Asisten Penyuluh Pajak, JF Pelelang, JF Pemeriksa Pajak, JF Asisten Pemeriksa Pajak/Pemeriksa Pajak kategori keterampilan, JF Pemeriksa Bea clan Cukai, JF Asisten Pemeriksa Bea clan Cukai/ Pemeriksa Bea clan Cukai kategori keterampilan, JF Analis Perbendaharaan Negara, JF Pembina Teknis Perbendaharaan, JF Pembina Profesi Keuangan, clan JF Asisten Pembina Profesi Keuangan, maka Instansi Pembina clan/ a tau Instansi Pengguna tetap dapat melaksanakan pengangkatan dalam JF sesuai dengan nomenklatur berdasarkan persetujuan yang telah jdih.kemenkeu.go.id diberikan, dengan mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan paling lambat tanggal 7 Agustus 2025;
kebutuhan JF Analis Anggaran, JF Analis Keuangan Pusat dan Daerah, JF Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan, JF Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Penata Laksana Barang, JF Penilai Pemerintah, JF Penilai Pajak, JF sisten Penilai Pajak, JF Penyuluh Pajak, JF Asisten Penyuluh Pajak, JF Pelelang, JF Pemeriksa Pajak, JF Asisten Pemeriksa Pajak/Pemeriksa Pajak kategori keterampilan, Jabatan Fungsional Pemeriksa Bea dan Cukai, JF Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai/ Pemeriksa Bea dan Cukai kategori keterampilan, JF Analis Perbendaharaan Negara, JF Pembina Teknis Perbendaharaan, JF Pembina Profesi Keuangan, dan JF Asisten Pembina Profesi Keuangan yang telah mendapatkan persetujuan dari menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, dinyatakan tetap berlaku paling lambat tanggal 7 Agustus 2025;
kebutuhan JF sebagaimana dimaksud pada huruf g ditetapkan sebagai KJF AKN, KJF PKN, KJF Penilai, dan KJF Pelelang oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan rekomendasi kepada Instansi Pembina;
Uji Kompetensi dapat dilaksanakan dengan mengacu kepada standar kompetensi JF Analis Anggaran, JF Analis Keuangan Pusat dan Daerah, JF Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan, JF Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Penata Laksana Barang, JF Penilai Pemerintah, JF Penilai Pajak, JF Asisten Penilai Pajak, JF Penyuluh Pajak, JF Asisten Penyuluh Pajak, JF Pelelang, JF Pemeriksa Pajak, JF Asisten Pemeriksa Pajak/Pemeriksa Pajak kategori keterampilan, JF Pemeriksa Bea dan Cukai, JF Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai/ Pemeriksa Bea dan Cukai kategori keterampilan, JF Analis Perbendaharaan Negara, JF Pembina Teknis Perbendaharaan, JF Pembina Profesi Keuangan, dan JF Asisten Pembina Profesi Keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya, paling lambat tanggal 7 Agustus 2025; J- dalam hal terdapat PNS yang telah melaksanakan Uji Kompetensi dan/ a tau telah mendapatkan rekomendasi hasil Uji Kompetensi dengan nomenklatur JF Analis Anggaran, JF Analis Keuangan Pusat dan Daerah JF Analis Pembiayaan dan Risiko Keuangan, JF Analis Pengelola Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, JF Penata Laksana Barang, JF Penilai Pemerintah, JF Penilai Pajak, JF Asisten Penilai Pajak, JF Penyuluh Pajak, JF Asisten Penyuluh Pajak, JF Pelelang, jdih.kemenkeu.go.id JF Pemeriksa Pajak, JF Asisten Pemeriksa Pajak/Pemeriksa Pajak kategori keterampilan, JF Pemeriksa Bea dan Cukai, JF Asisten Pemeriksa Bea dan Cukai/Pemeriksa Bea clan Cukai kategori keterampilan, JF Analis Perbendaharaan Negara, JF Pembina Teknis Perbendaharaan, JF Pembina Profesi Keuangan, clan JF Asisten Pembina Profesi Keuangan, tetap dapat dilakukan pengangkatan berdasarkan nomenklatur JF sesua1 rekomendasi basil Uji Kompetensi;
PNS yang menduduki JF sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan pendidikan di bawah kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan tetap dapat melaksanakan tugas JF yang diduduki sesuai jenjang jabatannya; I. PNS sebagaimana dimaksud dalam huruf k harus memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan syarat jabatan paling lama tanggal 7 Agustus 2027; clan m. dalam ha! PNS sebagaimana dimaksud dalam huruf k tidak memenuhi kualifikasi pendidikan sampai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf I, PNS terse but diberhentikan dari JF. BABX KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.01/2014 tentang Pedoman Pembentukan clan Penggunaan Jabatan Fungsional Tertentu di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 172);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.06/2017 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pelelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 375) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.06/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.06/2017 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pelelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 8);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Anggaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 688);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.07/2019 Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat clan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 369);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.06/2019 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penata Laksana Barang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 498);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147 /PMK.03/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penilai Pajak jdih.kemenkeu.go.id dan Asisten Penilai Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1250);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pembina Teknis Perbendaharaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1225);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Perbendaharaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1226);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Pengelolaan Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1227) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Pengelolaan Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1142); J. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1228) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.05/2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pranata Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1140);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.03/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 639);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.03/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Asisten Penyuluh Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 640);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.06/2021 ten tang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1394);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.03/2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 898); dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.03/2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 899), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 31 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap
Pengecualian berdasarkan jumlah tercatat harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dihitung per negara atau yurisdiksi sebesar persentase tertentu dikalikan dengan jumlah tercatat harta berwujud yang memenuhi syarat yang berada di negara atau yurisdiksi tempat Entitas Konstituen pemilik harta berwujud atau Bentuk Usaha Tetap berada.
Harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
aset tetap;
sumber daya alam;
aset hak-guna; dan
hak dari pemerintah untuk menggunakan harta tak bergerak atau untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang digunakan secara langsung.
Harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d harus berada di negara atau yurisdiksi yang sama dengan negara atau yurisdiksi tempat Entitas Konstituen atau Bentuk Usaha Tetap pemegang hak penggunaan aset berdomisili.
Dikecualikan dari harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu harta berwujud berupa:
properti investasi termasuk tanah atau bangunan;
aset tidak lancar yang dikuasai untuk dijual;
aset yang disewakan secara sewa pembiayaan; dan/atau
harta berwujud yang digunakan dalam menghasilkan penghasilan pelayaran internasional dan penghasilan pelayaran internasional penunjang yang memenuhi syarat.
Persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar:
8% (delapan persen) untuk Tahun Pajak 2023;
7,8% (tujuh koma delapan persen) untuk Tahun Pajak 2024;
7,6% (tujuh koma enam persen) untuk Tahun Pajak 2025;
7,4% (tujuh koma empat persen) untuk Tahun Pajak 2026;
7,2% (tujuh koma dua persen) untuk Tahun Pajak 2027;
7% (tujuh persen) untuk Tahun Pajak 2028;
6,6% (enam koma enam persen) untuk Tahun Pajak 2029;
6,2% (enam koma dua persen) untuk Tahun Pajak 2030;
5,8% (lima koma delapan persen) untuk Tahun Pajak 203;
5,4% (lima koma empat persen) untuk Tahun Pajak 2032; dan
5% (lima persen) mulai Tahun Pajak 2033.
Jumlah tercatat harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan rata-rata dari jumlah tercatat tiap harta berwujud pada awal dan akhir tahun Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk Utama.
Dalam hal SBIE suatu negara atau yurisdiksi lebih besar dari Laba GloBE Bersih suatu negara atau yurisdiksi pada suatu Tahun Pajak, selisihnya tidak dapat diperhitungkan untuk mengurangi Laba GloBE Bersih Tahun Pajak lainnya.
Contoh penerapan SBIE tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Pengenaan Pajak Minimum Global ( Global Anti-Base Erosion Rules) yang selanjutnya disebut GloBE adalah ketentuan pengenaan pajak tambahan yang dikembangkan oleh OECD/G20 Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang meliputi commentary , examples , agreed administrative guidance , GloBE information return , dan safe harbours and penalty relief. 2. Grup Perusahaan Multinasional yang selanjutnya disebut Grup PMN adalah grup yang memiliki setidaknya satu entitas atau bentuk usaha tetap yang tidak berada di negara atau yurisdiksi entitas induk utama.
Laporan Keuangan Konsolidasi adalah laporan keuangan yang dibuat oleh entitas yang mempunyai kepentingan pengendali pada entitas lainnya yang memuat informasi terkait harta, kewajiban, penghasilan, biaya, dan arus kas dari entitas tersebut dan entitas yang dikendalikan, yang disajikan sebagai satu kesatuan ekonomi.
Entitas adalah badan atau pengaturan yang menyajikan akun keuangan yang terpisah seperti partnership atau trust .
Entitas Utama ( Main Entity ) adalah Entitas yang memasukkan laba atau rugi bersih akuntansi keuangan dari suatu bentuk usaha tetap dalam laporan keuangannya.
Entitas Konstituen adalah setiap Entitas yang termasuk dalam grup dan setiap bentuk usaha tetap dari Entitas Utama __ ( Main Entity ) yang berada dalam cakupan setiap Entitas yang termasuk dalam grup.
Entitas Konstituen Pelapor adalah Entitas yang menyampaikan informasi terkait penerapan GloBE atau GloBE information return sesuai dengan GloBE.
Entitas Induk Utama adalah Entitas yang memiliki kepentingan pengendali secara langsung atau tidak langsung pada Entitas lain dalam suatu grup yang sama dan tidak dimiliki oleh Entitas lain yang memiliki kepentingan pengendali, secara langsung atau tidak langsung.
Entitas Konstituen yang Dikenai Pajak Rendah ( Low-Taxed Constituent Entity ) adalah Entitas Konstituen dari suatu Grup PMN yang berada di negara atau yurisdiksi berpajak rendah atau Entitas Konstituen yang tidak menjadi subjek pajak di negara mana pun ( stateless constituent entity ), yang memiliki laba GloBE yang dikenakan pajak dengan tarif pajak efektif lebih rendah dari tarif minimum.
Entitas Berpajak Rendah adalah Entitas Konstituen yang berada di suatu negara atau yurisdiksi berpajak rendah atau suatu negara atau yurisdiksi yang akan menjadi berpajak rendah apabila tarif pajak efektif untuk negara atau yurisdiksi tersebut ditentukan tanpa memperhitungkan penghasilan atau biaya yang diakui oleh Entitas tersebut terkait pengaturan pembiayaan intra grup.
Entitas Induk Antara adalah Entitas Konstituen, selain Entitas Induk Utama, entitas induk yang dimiliki sebagian, bentuk usaha tetap, atau entitas investasi, yang memiliki secara langsung atau tidak langsung kepentingan kepemilikan pada Entitas Konstituen lainnya dalam Grup PMN yang sama.
Entitas Induk yang Dimiliki Sebagian ( Partially-Owned Parent Entity ) adalah Entitas Konstituen selain Entitas Induk Utama, bentuk usaha tetap, atau entitas investasi yang memiliki secara langsung atau tidak langsung kepentingan kepemilikan pada Entitas Konstituen lainnya dalam Grup PMN yang sama dan dimiliki lebih dari 20% (dua puluh persen) kepentingan kepemilikan atas laba yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh pihak yang bukan merupakan Entitas Konstituen dari Grup PMN.
Entitas Induk adalah Entitas Induk Utama yang bukan merupakan Entitas yang dikecualikan, Entitas Induk Antara, atau Entitas Induk yang Dimiliki Sebagian ( Partially-Owned Parent Entity ).
Entitas Grup adalah Entitas yang merupakan anggota dari suatu grup yang sama.
Informasi terkait penerapan GloBE (GloBE Information Return ) yang selanjutnya disingkat GIR adalah informasi terkait penerapan GloBE yang harus disampaikan Entitas Konstituen kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menggunakan formulir standar.
Flow-through Entity adalah suatu Entitas yang seluruh penghasilan, biaya, laba, atau rugi dari Entitas tersebut diakui secara langsung oleh pemiliknya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan di negara atau yurisdiksi tempat Entitas tersebut didirikan, kecuali Entitas tersebut merupakan subjek pajak dalam negeri dan dikenai pajak tercakup atas penghasilan atau laba berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan di negara atau yurisdiksi lain.
Tax Transparent Structure adalah struktur kepemilikan kepentingan sehubungan dengan tax transparent entity. 18. Mark-to-Market adalah penilaian harta yang mengacu pada harga pasar. __ 19. Standar Akuntansi Keuangan yang Dapat Diterima adalah International Financial Reporting Standards (IFRS) dan prinsip akuntansi yang umum diterima di Australia, Brasil, Kanada, Uni Eropa, negara-negara anggota wilayah ekonomi Eropa, Hong Kong (Tiongkok), Jepang, Meksiko, Selandia Baru, Republik Rakyat Tiongkok, Republik India, Republik Korea, Rusia, Singapura, Swiss, Britania Raya, dan Amerika Serikat.
Standar Akuntansi Keuangan yang Diakui adalah prinsip akuntansi yang umum yang diperbolehkan oleh badan akuntansi yang berwenang ( authorised accounting body ) di negara atau yurisdiksi suatu Entitas berada.
Badan Akuntansi yang Berwenang ( Authorised Accounting Body ) adalah badan yang memiliki kewenangan untuk menetapkan, membentuk, atau menerima standar akuntansi untuk tujuan penyampaian laporan keuangan.
Kepentingan Pengendali adalah kepentingan kepemilikan pada suatu Entitas yang pemegang kepentingannya diharuskan untuk mengonsolidasikan harta, kewajiban, penghasilan, biaya, dan arus kas suatu Entitas dengan basis per akun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang Dapat Diterima atau yang diharuskan untuk melakukan konsolidasi dimaksud di mana pemegang kepentingan dianggap telah membuat Laporan Keuangan Konsolidasi.
Dividen yang Dikecualikan adalah dividen atau distribusi lainnya yang terkait dengan kepentingan kepemilikan kecuali untuk kepemilikan saham portofolio jangka pendek dan kepentingan kepemilikan pada entitas investasi yang merujuk pada pemilihan metode distribusi kena pajak ( taxable distribution method ).
Kepemilikan Saham Portofolio adalah kepemilikan dalam suatu Entitas yang dimiliki oleh Grup PMN yang memberikan hak kurang dari 10% atas keuntungan, modal, cadangan, atau hak suara Entitas tersebut pada tanggal distribusi atau pelepasan.
Laba atau Rugi GloBE adalah laba atau rugi bersih akuntansi keuangan Entitas Konstituen pada tahun pajak setelah dilakukan penyesuaian.
Pihak Lawan Transaksi Berpajak Tinggi adalah Entitas Konstituen yang berada di negara atau yurisdiksi yang bukan merupakan negara atau yurisdiksi berpajak rendah atau berada di negara atau yurisdiksi yang tidak menjadi negara atau yurisdiksi berpajak rendah apabila tarif pajak efektifnya ditentukan tanpa memperhitungkan penghasilan atau biaya yang diakui oleh Entitas tersebut terkait dengan pengaturan pembiayaan intra grup.
Pengaturan Pembiayaan Intra Grup adalah setiap pengaturan yang dilakukan oleh 2 (dua) atau lebih anggota Grup PMN di mana Pihak Lawan Transaksi Berpajak Tinggi secara langsung atau tidak langsung menyediakan kredit atau melakukan investasi pada Entitas Berpajak Rendah.
Yurisdiksi Berpajak Rendah adalah suatu negara atau yurisdiksi di mana Grup PMN mempunyai laba GloBE bersih dan dikenakan tarif pajak efektif yang lebih rendah dari tarif minimum.
Kepentingan Kepemilikan adalah kepentingan ekuitas yang memberikan hak atas laba, modal, atau cadangan suatu Entitas dan laba, modal, atau cadangan suatu bentuk usaha tetap.
Nilai Buku Bersih Harta Berwujud adalah rata-rata nilai awal dan akhir harta berwujud setelah memperhitungkan akumulasi depresiasi, deplesi, dan penurunan nilai yang tercatat dalam laporan keuangan.
Bentuk Usaha Tetap adalah tempat usaha yang bersifat permanen yang digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
Tarif Pajak Efektif untuk Grup PMN pada Suatu Negara atau Yurisdiksi yang selanjutnya disebut Tarif Pajak Efektif adalah jumlah pajak tercakup yang disesuaikan dari tiap Entitas Konstituen yang berdomisili di negara atau yurisdiksi dibagi dengan jumlah laba GloBE bersih negara atau yurisdiksi tersebut untuk suatu tahun pajak.
Tarif Minimum adalah tarif pajak yang ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur dalam GloBE.
Tarif Nominal adalah tarif pajak penghasilan berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku di negara atau yursidiksi Entitas Konstituen.
Laba GloBE Bersih adalah jumlah positif yang diperoleh dengan mengurangkan laba GloBE semua Entitas Konstituen dengan rugi GloBE semua Entitas Konstituen.
Rugi GloBE Bersih adalah nilai 0 (nol) atau jumlah negatif yang diperoleh dengan mengurangkan laba GloBE seluruh Entitas Konstituen dengan rugi GloBE seluruh Entitas Konstituen.
Substance Based Income Exclusion yang selanjutnya disingkat SBIE adalah pengecualian pengenaan pajak tambahan atas Laba GloBE Bersih yang dihitung dengan formula tertentu.
Income Inclusion Rules yang selanjutnya disingkat IIR adalah ketentuan yang mengenakan pajak tambahan pada subjek pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Induk dalam hal Entitas Konstituen lain Grup PMN yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung dikenakan pajak dengan Tarif Pajak Efektif kurang dari Tarif Minimum di negara atau yurisdiksi Entitas Konstituen lain tersebut menjalankan kegiatan usahanya.
Undertaxed Payment Rules yang selanjutnya disingkat UTPR adalah ketentuan yang mengenakan pajak tambahan dalam hal ketentuan IIR tidak diterapkan dan/atau pajak tambahan belum sepenuhnya dikenakan pada subjek pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Konstituen dari Grup PMN dalam hal Entitas Konstituen lain Grup PMN dikenakan pajak dengan Tarif Pajak Efektif kurang dari Tarif Minimum di negara atau yurisdiksi Entitas Konstituen lain tersebut menjalankan kegiatan usahanya.
Domestic Minimum Top-up Tax yang selanjutnya disingkat DMTT adalah ketentuan yang mengenakan pajak tambahan pada subjek pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Konstituen dari Grup PMN yang mempunyai Tarif Pajak Efektif kurang dari Tarif Minimum.
Qualified IIR adalah ketentuan IIR dalam peraturan domestik suatu negara atau yurisdiksi yang penerapan dan administrasinya sesuai dengan GloBE.
Qualified Domestic Minimum Top-up Tax yang selanjutnya disingkat QDMTT merupakan DMTT yang memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh OECD/G20 Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Qualified UTPR adalah ketentuan UTPR dalam peraturan domestik suatu negara atau yurisdiksi yang penerapan dan administrasinya sesuai dengan GloBE.
Qualified Refundable Tax Credit yang selanjutnya disingkat QRTC adalah kredit pajak yang dapat dikembalikan, yang mekanisme pengembaliannya dilakukan dalam bentuk kas atau setara kas, dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak Entitas Konstituen memenuhi syarat untuk menerima kredit berdasarkan ketentuan di negara atau yurisdiksi yang memberikan kredit tersebut.
Non-Qualified Refundable Tax Credit yang selanjutnya disingkat NQRTC adalah kredit pajak yang dapat dikembalikan sebagian atau seluruhnya tetapi bukan QRTC.
Pajak Tercakup adalah pajak yang diperhitungkan dalam menghitung Tarif Pajak Efektif.
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh GloBE yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh GloBE adalah surat yang digunakan oleh Entitas Induk yang merupakan subjek pajak dalam negeri untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai GloBE.
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh DMTT yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh DMTT adalah surat yang digunakan oleh Entitas Konstituen subjek pajak dalam negeri untuk melaporkan kewajiban pajak tambahan berdasarkan DMTT.
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh UTPR yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh UTPR adalah surat yang digunakan oleh Entitas Konstituen subjek pajak dalam negeri untuk melaporkan kewajiban pajak tambahan berdasarkan UTPR.
Pajak Tambahan Adisional Kini ( Additional Current Top-Up Tax ) adalah jumlah pajak tambahan yang ditambahkan pada tahun berjalan terkait dengan penghitungan ulang yang menyebabkan kurang bayar atas pajak tambahan pada tahun sebelumnya.
Pemilihan Tahunan adalah pemilihan yang dilakukan oleh Entitas Konstituen Pelapor melalui pengisian pada GIR, yang berlaku pada tahun pajak pemilihan tersebut dilakukan.
Pemilihan Lima Tahun adalah pemilihan yang dilakukan melalui pengisian pada GIR oleh Entitas Konstituen Pelapor, terkait dengan pemilihan tahun pajak yang tidak dapat dibatalkan untuk tahun pemilihan tersebut atau 4 (empat) tahun pajak berikutnya dan dalam hal dilakukan pembatalan pada suatu tahun pajak, pemilihan baru tidak dapat dilakukan untuk 4 (empat) tahun pajak berikutnya setelah pembatalan pemilihan dilakukan.
Look Back Period adalah tahun pajak Entitas Konstituen Pelapor melakukan Pemilihan Tahunan dan 4 (empat) tahun pajak sebelumnya, untuk menyesuaikan Laba atau Rugi GloBE dalam hal terdapat keuntungan harta agregat di suatu negara atau yurisdiksi pada periode tahun pajak tersebut.
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
Beban Pajak Tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi atau laba dalam laporan keuangan untuk pihak eksternal dengan laba fiskal atau laba yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak.
Aset Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang dapat dikurangkan, akumulasi rugi pajak belum dikompensasi, dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan.
Kewajiban Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang Tidak Dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa ( Arm's Length Principle) yang selanjutnya disebut Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah prinsip yang berlaku di dalam praktik bisnis yang sehat yang dilakukan sebagaimana transaksi independen.
Laporan per negara ( Country by Country Report ) yang selanjutnya disingkat CbCR adalah laporan yang memuat informasi mengenai alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per negara atau yurisdiksi dari seluruh anggota grup usaha baik di dalam negeri maupun luar negeri, yang meliputi nama negara atau yurisdiksi, penghasilan bruto, laba (rugi) sebelum pajak, pajak penghasilan yang telah dipotong, dipungut, atau dibayar sendiri, pajak penghasilan terutang, modal, akumulasi laba ditahan, jumlah pegawai tetap, dan harta berwujud selain kas dan setara kas, serta daftar anggota grup usaha dan kegiatan usaha utama per negara atau yurisdiksi.
Tahun Pajak adalah suatu periode akuntansi yang digunakan oleh Entitas Induk Utama dari Grup PMN untuk menyusun Laporan Keuangan Konsolidasi atau jangka waktu 1 (satu) tahun kalender untuk Entitas Induk Utama dari Grup PMN yang tidak menyusun laporan keuangan.
Tahun Pajak GloBE adalah Tahun Pajak yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh GloBE, SPT Tahunan PPh DMTT, dan SPT Tahunan PPh UTPR yang merupakan Tahun Pajak setelah tahun pengenaan GloBE.
Tahun Pajak Pelaporan adalah Tahun Pajak yang dilaporkan pada GIR.
Notifikasi adalah pemberitahuan tertulis dari Entitas Konstituen yang diantaranya berupa pernyataan mengenai identitas subjek pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Induk Utama, identitas subjek pajak dalam negeri yang bukan merupakan Entitas Induk Utama, dan identitas pihak yang ditunjuk menyampaikan GIR.
Penyesuaian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a yang dilakukan terhadap laba atau rugi bersih akuntansi keuangan dari suatu Entitas Konstituen meliputi:
penyesuaian akun keuangan umum;
penyesuaian penentuan harga transfer ( transfer pricing) ;
penyesuaian QRTC dan NQRTC; dan
penyesuaian Pengaturan Pembiayaan Intra Grup.
Penyesuaian akun keuangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara:
menambahkan laba atau rugi bersih akuntansi keuangan dengan jumlah bersih dari:
setiap Pajak Tercakup yang timbul sebagai pajak kini ( current tax expense ), dan Aset Pajak Tangguhan, termasuk Pajak Tercakup yang dikenakan atas penghasilan yang dikecualikan dalam penghitungan Laba atau Rugi GloBE;
setiap Aset Pajak Tangguhan yang disebabkan oleh kerugian di Tahun Pajak;
Pajak tambahan berdasarkan IIR, UTPR, dan/atau QDMTT yang dibiayakan; dan
disqualified refundable imputation tax yang dibiayakan.
mengurangkan Dividen yang Dikecualikan dari laba atau rugi bersih akuntansi keuangan;
mengeluarkan keuntungan atau kerugian ekuitas yang dikecualikan dari perhitungan laba atau rugi bersih akuntansi keuangan;
memasukkan semua keuntungan atau kerugian metode revaluasi untuk suatu Tahun Pajak dalam perhitungan Laba atau Rugi GloBE dengan memperhitungkan setiap kerugian revaluasi atau kenaikan penyusutan yang diatribusikan pada keuntungan revaluasi tersebut;
mengeluarkan keuntungan atau kerugian atas pelepasan aset dan kewajiban yang dikecualikan dari Laba atau Rugi GloBE;
melakukan penyesuaian positif atau negatif terhadap laba atau rugi bersih akuntansi keuangan atas adanya keuntungan atau kerugian mata uang asing asimetris;
menambahkan biaya yang tidak diperbolehkan untuk dibebankan dalam perhitungan laba atau rugi bersih akuntansi keuangan;
melakukan penyesuaian positif atau negatif atas kesalahan periode sebelumnya dan perubahan prinsip akuntansi yang memengaruhi ekuitas dalam perhitungan laba atau rugi bersih akuntansi keuangan kecuali untuk koreksi kesalahan yang menyebabkan penurunan Pajak Tercakup pada Tahun Pajak sebelumnya sebesar EUR 1.000.000 (satu juta Euro) atau lebih;
melakukan penyesuaian positif atau negatif terhadap laba atau rugi bersih akuntansi keuangan atas biaya pensiun yang masih harus dibayar; dan
mengurangkan penghasilan atas pembebasan utang dari laba atau rugi bersih akuntansi keuangan.
Keuntungan atau kerugian ekuitas yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan keuntungan, laba atau rugi yang termasuk dalam laba atau rugi bersih akuntansi keuangan Entitas Konstituen yang timbul karena:
keuntungan dan kerugian dari perubahan nilai wajar kepentingan kepemilikan, kecuali Kepemilikan Saham Portofolio;
laba atau rugi atas kepentingan kepemilikan yang dimasukkan dalam metode akuntansi ekuitas; dan
keuntungan dan kerugian dari pengalihan kepentingan kepemilikan, kecuali untuk pengalihan Kepemilikan Saham Portofolio.
Keuntungan atau kerugian mata uang asing asimetris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi:
transaksi dalam mata uang fungsional akuntansi yang menghasilkan keuntungan atau kerugian kena pajak karena mata uang fungsional pajaknya berbeda;
transaksi dalam mata uang fungsional pajak yang menghasilkan keuntungan atau kerugian akuntansi karena mata uang fungsional akuntansi Entitas Konstituen berbeda;
transaksi dalam mata uang asing ketiga terhadap mata uang fungsional akuntansi; atau
transaksi dalam mata uang asing ketiga terhadap mata uang fungsional pajak.
Biaya yang tidak diperbolehkan untuk dibebankan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g meliputi:
biaya ilegal; atau
denda atau penalti dari pemerintah dengan jumlah melebihi EUR50.000,00 (lima puluh ribu Euro) dalam setahun.
Penyesuaian penentuan harga transfer ( transfer pricing ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
setiap transaksi antara Entitas Konstituen yang berada di negara atau yurisdiksi yang berbeda yang tidak dibukukan dalam jumlah yang sama dalam akun keuangan kedua Entitas Konstituen tersebut atau yang tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha harus disesuaikan agar jumlahnya sama dan konsisten dengan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha; dan/atau
kerugian dari penjualan atau pengalihan suatu harta antara dua Entitas Konstituen yang berada di negara atau yurisdiksi yang sama yang tidak dibukukan sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dan telah diperhitungkan sebagai pengurang Laba atau Rugi GloBE, biaya kerugian tersebut dihitung ulang berdasarkan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Dalam hal penyesuaian penentuan harga transfer ( transfer pricing ) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan hanya di salah satu negara berdasarkan:
kesepakatan harga transfer unilateral;
penyesuaian harga transfer secara mandiri yang dilakukan Entitas Konstituen sesuai dengan ketentuan domestik; atau
penyesuaian penentuan harga transfer ( transfer pricing ) oleh otoritas pajak, Laba atau Rugi GloBE Entitas Konstituen di negara atau yurisdiksi tempat penyesuaian dilakukan dan negara atau yurisdiksi lawan transaksi harus disesuaikan sepanjang penyesuaian tersebut dilakukan bukan di negara yang mempunyai Tarif Nominal di bawah tarif minimum atau mengenakan Tarif Pajak Efektif di bawah tarif minimum pada setiap tahun dalam periode 2 (dua) tahun sebelum penyesuaian dilakukan.
Penyesuaian QRTC dan NQRTC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
QRTC diperlakukan sebagai penghasilan dalam penghitungan Laba atau Rugi GloBE dari Entitas Konstituen; dan
NQRTC tidak diperlakukan sebagai penghasilan dalam penghitungan Laba atau Rugi GloBE dari Entitas Konstituen.
Penyesuaian Pengaturan Pembiayaan Intra Grup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan ketentuan bahwa setiap biaya dari Entitas Berpajak Rendah yang dapat diatribusikan ke Pengaturan Pembiayaan Intra Grup yang dapat diantisipasi secara wajar, tidak boleh dikurangkan dari penghitungan Laba atau Rugi GloBE dari Entitas Berpajak Rendah, dalam hal Pengaturan Pembiayaan Intra Grup tersebut:
menambah jumlah biaya yang diperhitungkan dalam menghitung Laba atau Rugi GloBE Entitas Berpajak Rendah; dan
tidak mengakibatkan peningkatan yang sepadan dalam penghasilan kena pajak dari Pihak Lawan Transaksi Berpajak Tinggi.
Sehubungan dengan penyesuaian akun keuangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Entitas Konstituen Pelapor dapat melakukan Pemilihan Lima Tahun untuk memasukkan ke dalam Laba atau Rugi GloBE semua dividen yang diterima oleh Entitas Konstituen sehubungan dengan Kepemilikan Saham Portofolio.
Sehubungan dengan penyesuaian akun keuangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Entitas Konstituen Pelapor dapat melakukan Pemilihan Lima Tahun berupa:
pemilihan instrumen lindung nilai (hedging instrument ); dan
pemilihan penyertaan investasi ekuitas (equity investment inclusion election). (12) Berdasarkan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a, Entitas Konstituen dapat memperlakukan keuntungan atau kerugian selisih kurs sebagai keuntungan atau kerugian ekuitas yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sepanjang:
keuntungan atau kerugian selisih kurs tersebut dapat diatribusikan pada instrumen lindung nilai (hedging instrument ) yang melindungi risiko mata uang pada Kepentingan Kepemilikan selain Kepemilikan Saham Portofolio;
keuntungan atau kerugian kerugian selisih kurs tersebut diakui dalam penghasilan komprehensif lainnya pada Laporan Keuangan Konsolidasi; dan
instrumen lindung nilai (hedging instrument ) dianggap sebagai lindung nilai yang efektif berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang Diakui yang digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasian.
Berdasarkan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf b, Entitas Konstituen dapat:
memasukkan keuntungan, laba, atau rugi akuntansi keuangan ke dalam Laba atau Rugi GloBE atas:
nilai wajar keuntungan, kerugian, dan penurunan nilai atas Kepentingan Kepemilikan;
laba atau rugi yang diatribusikan pada Kepentingan Kepemilikan atas tax transparent entity di mana pemilik kepentingan menggunakan metode ekuitas; dan
pelepasan Kepentingan Kepemilikan yang menimbulkan keuntungan atau kerugian yang termasuk dalam penghasilan kena pajak pemilik kepentingan; dan
memasukkan seluruh pajak kini ( current tax expense ) dan Beban Pajak Tangguhan atau manfaat lain yang terkait dalam perhitungan Pajak Tercakup yang disesuaikan.
Nilai wajar keuntungan, kerugian, dan penurunan nilai atas Kepentingan Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf a angka 1 dimasukkan ke dalam Laba atau Rugi GloBE dengan ketentuan:
dalam hal pemilik dikenakan pajak dengan basis Mark-to-Market atau dikenakan pajak atas penurunan nilai, pajak atas pergerakan Mark-to- Market atau penurunan nilai atas Kepentingan Kepemilikan tersebut tercermin dalam beban pajak penghasilan; atau
dalam hal pemilik dikenakan pajak dengan basis realisasi, beban pajak penghasilan termasuk Beban Pajak Tangguhan atas pergerakan Mark-to-Market atau penurunan nilai atas Kepentingan Kepemilikan.
Pelepasan Kepentingan Kepemilikan yang menimbulkan keuntungan atau kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf a angka 3 dimasukkan ke dalam Laba atau Rugi GloBE sepanjang bukan merupakan keuntungan yang sebagian atau sepenuhnya dikompensasikan ( offset ) dengan pengurangan atau keringanan lainnya terkait keuntungan tersebut.
Contoh penyesuaian umum untuk menentukan Laba atau Rugi GloBE tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan pada Tahun 2022 dan Penggunaan Sisa Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020, Sisa Dana ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja nasional kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan yang selanjutnya disebut DID Kinerja Tahun Berjalan adalah DID yang diberikan kepada Pemerintah Daerah yang berkinerja baik dalam pelayanan dasar publik di tahun berjalan yang meliputi layanan pemberian vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19), dukungan pemerintah daerah dalam mendukung penggunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro kecil, percepatan penyerapan belanja daerah, serta penurunan inflasi daerah.
Produk Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah barang yang dibuat dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia.
Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana pengadaan barang dan jasa yang akan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah.
Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa Produk Dalam Negeri melalui Penyedia selanjutnya disebut RUP PDN melalui Penyedia adalah RUP PDN yang dilaksanakan oleh penyedia barang dan jasa untuk produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil.
Belanja Daerah yang ditandai untuk Stunting yang selanjutnya disebut Tagging Stunting adalah belanja daerah yang digunakan untuk mendukung penurunan prevalensi stunting.
DID Kinerja Tahun Berjalan digunakan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi di daerah.
Percepatan pemulihan ekonomi di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui:
perlindungan sosial, seperti bantuan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
upaya penurunan tingkat inflasi, dengan memperhatikan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan serta penyandang disabilitas.
DID Kinerja Tahun Berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Kepala Daerah bertanggung jawab dalam penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan yang dilaksanakan secara optimal di tahun 2022.
Pertanggungjawaban atas penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan sampai dengan akhir tahun.
Laporan rencana penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat akhir bulan Oktober tahun 2022.
Laporan realisasi penyerapan sampai dengan akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat bulan Juni tahun berikutnya.
Dalam hal laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan DID Kinerja Tahun Berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak disampaikan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), maka dilakukan penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil.
Penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil sebagaimaan dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.