Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap
GIR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) untuk Tahun Pajak pertama Grup PMN yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib disampaikan oleh subjek pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap bagian dari Grup PMN tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 18 (delapan belas) bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak.
Subjek pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh GloBE, SPT Tahunan PPh DMTT, dan SPT Tahunan PPh UTPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 untuk paling lama 2 (dua) bulan untuk Tahun Pajak pertama Grup PMN memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang tata caranya mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan dalam rangka melaksanakan GloBE terdiri atas:
SPT Tahunan PPh GloBE;
SPT Tahunan PPh DMTT; dan/atau
SPT Tahunan PPh UTPR.
Setiap Entitas Induk Utama dari Grup PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang merupakan subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh GloBE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kepada Direktur Jenderal Pajak.
Selain memenuhi kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh GloBE, Entitas Induk Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan GIR kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lama 15 (lima belas) bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak.
GIR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) minimal memuat informasi:
identitas Entitas Konstituen, termasuk nomor identitas wajib pajak jika ada, negara atau yurisdiksi di mana Entitas Konstituen berada, dan status Entitas Konstituen berdasarkan GloBE;
struktur Grup PMN termasuk Kepentingan Pengendali dalam Entitas Konstituen yang dimiliki oleh Entitas Konstituen lainnya;
penghitungan:
Tarif Pajak Efektif untuk setiap negara atau yurisdiksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pajak tambahan dari setiap Entitas Konstituen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
pajak tambahan anggota grup usaha patungan ( joint venture group ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43;
alokasi pajak tambahan berdasarkan IIR __ dan jumlah pajak tambahan berdasarkan UTPR, untuk setiap negara atau yurisdiksi; dan
catatan mengenai pemilihan yang dibuat sesuai dengan ketentuan yang relevan dari GloBE.
Setiap Entitas Konstituen dari Grup PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang berada di Indonesia harus menyampaikan Notifikasi kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 15 (lima belas) bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak.
Atas penyampaian GIR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak memberikan tanda terima.
Tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan PPh dalam rangka melaksanakan GloBE sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal Entitas Induk Utama Grup PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) bukan merupakan subjek pajak dalam negeri, Entitas Konstituen di Indonesia wajib menyampaikan GIR kepada Direktur Jenderal Pajak, dalam hal terdapat kondisi:
Grup PMN menunjuk Entitas Konstituen di Indonesia tersebut sebagai Entitas Konstituen Pelapor; atau
Entitas Konstituen Pelapor berdomisili di negara atau yurisdiksi yang tidak mempunyai perjanjian pejabat berwenang yang memenuhi kualifikasi ( qualifying competent authority agreement ) yang berlaku dengan Indonesia untuk Tahun Pajak Pelaporan.
Perjanjian pejabat berwenang yang memenuhi kualifikasi ( qualifying competent authority agreement ) sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b merupakan perjanjian bilateral atau multilateral antar pejabat berwenang mengenai pertukaran GIR secara otomatis.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Entitas Konstituen yang berada di Indonesia yang telah menyampaikan GIR sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak wajib menyampaikan Notifikasi.
Subjek pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang merupakan Entitas Konstituen dari Grup PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh DMTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Subjek pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang merupakan Entitas Konstituen dari Grup PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh UTPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam hal terdapat alokasi pajak tambahan berdasarkan UTPR kepada Indonesia.
Surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan dalam rangka melaksanakan GloBE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan surat pemberitahuan atas penghitungan pajak tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 pada tahun pengenaan GloBE yang dilaporkan sebagai surat pemberitahuan periode pelaporan Tahun Pajak berikutnya.
Jangka waktu penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) adalah paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan ketentuan mengenai bentuk formulir, tata cara pengisian, pembayaran, pelaporan, GIR, SPT Tahunan PPh GloBE, SPT Tahunan PPh DMTT, SPT Tahunan PPh UTPR, dan Notifikasi.
Pajak tambahan berdasarkan IIR, DMTT, dan UTPR yang ditentukan untuk suatu Tahun Pajak terutang pada Tahun Pajak berikutnya.
Jatuh tempo pembayaran pajak tambahan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (16) paling lama pada Tahun Pajak setelah tahun pengenaan GloBE.
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (17) dilakukan dalam mata uang Rupiah.
Contoh penerapan ketentuan pembayaran dan pelaporan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pelaksanaan Pelayanan Administrasi Perpajakan dalam Keadaan Kahar Akibat Pandemi Corona Virus Disease 2019 ...
Relevan terhadap
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) melalui SPT, penyampaian SPT tersebut harus dilakukan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, jangka waktu penyelesaian tertentu atas Pelayanan Administrasi Perpajakan dihitung sejak diterbitkan BPS atas permohonan Wajib Pajak yang telah diterima secara lengkap sebagaimana ketentuan dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
Tata cara penerimaan dan penelitian atas SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Surat Pemberitahuan (SPT) beserta peraturan pelaksanaannya.
Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Dana Abadi Daerah
Relevan terhadap
Pengelolaan DAD dilaksanakan berdasarkan prinsip:
tertib, yaitu dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan;
efisien, yaitu pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu;
efektif, yaitu pencapaian hasil program dengan sasaran yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil;
transparansi, yaitu dilakukan secara terbuka dan dapat menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh para pemangku kepentingan;
akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar;
responsibilitas, yaitu dilaksanakan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab;
independensi, yaitu dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana pun yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
kewajaran dan kesetaraan, yaitu dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan peran dan kedudukan para pemangku kepentingan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing;
profesionalisme, yaitu dijalankan oleh orang yang mempunyai kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas; dan
kehati-hatian, yaitu dilakukan dengan cermat, teliti, aman, dan tertib serta dengan mempertimbangkan aspek risiko keuangan dan memperhatikan batasan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan Pita Cukai terkait Tahun Anggaran 2023 ke Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SURAT EDARAN NOMOR SE-13/BC/2023 TENTANG PELAYANAN PITA CUKAI TERKAIT PERGANTIAN TAHUN ANGGARAN 2023 KE TAHUN ANGGARAN 2024 Yth.: 1. Para Pejabat Eselon II di Lingkungan KPDJBC 2. Para Kepala Kantor Wilayah DJBC 3. Para Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai 4. Para Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai A. Umum Sehubungan dengan pergantian tahun anggaran 2023 ke tahun anggaran 2024, dalam rangka optimalisasi kelancaran pelayanan dan pengawasan pita cukai, menjamin ketersediaan pita cukai secara tepat waktu, tepat jenis dan tepat jumlah serta standardisasi pemahaman peraturan, dipandang perlu untuk memberikan petunjuk teknis terkait pelayanan pita cukai pada pergantian tahun anggaran. B. Maksud dan Tujuan Surat edaran ini mempunyai maksud dan tujuan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelayanan dan pengawasan pita cukai khususnya pada pergantian tahun anggaran 2023 ke tahun anggaran 2024. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup surat edaran ini meliputi pedoman: 1. Penetapan kembali tarif cukai hasil tembakau; 2. Permohonan Penyediaan Pita Cukai (P3C), pemesanan pita cukai (CK-1/CK-1A), dan pengambilan pita cukai pada pergantian tahun anggaran 2023 ke tahun anggaran 2024; 3. Pencacahan persediaan pita cukai dan pemantauan pelunasan biaya pengganti penyediaan pita cukai desain tahun 2023 yang tidak direalisasikan dengan CK-1/CK-1A di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (KPDJBC), Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPUBC), dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC); 4. Batas waktu pelekatan pita cukai dan kegiatan pencacahan persediaan pita cukai di pabrik dan tempat usaha importir; dan 5. Batas waktu pemasukan kembali Barang Kena Cukai (BKC) yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai dengan menggunakan dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5), dalam rangka pengolahan kembali atau pemusnahan BKC untuk mendapatkan pengembalian cukai.
Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap
B. PENYELENGGARAAN PLATFORM DIGITAL SKFN Penyelenggaraan Platform Digital SKFN berfokus sebagai suatu wadah penggunaan teknologi digital terintegrasi untuk meningkatkan layanan publik dan menciptakan nilai publik ( public value ) dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional. Penggunaan teknologi digital terintegrasi dalam Platform Digital SKFN ini menjadi penghubung antar pemerintahan ( Government to Government /G2G), Pemerintah dengan masyarakat ( Government to Citizen /G2C), Pemerintah dengan pelaku usaha ( Government to Bussiness /G2B), dan Pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya ( Government to Society /G2S). Penyelenggaraan Platform Digital SKFN merupakan upaya pengembangan dan transformasi SIKD sebagai backbone dalam mewujudkan implementasi kebijakan HKPD dan peraturan pelaksanaannya antara lain pada harmonisasi kebijakan fiskal nasional, pajak daerah dan retribusi daerah, serta pengelolaan transfer ke daerah. Tujuan penyelenggaraan Platform Digital SKFN memberikan arahan mengenai tata cara penyelenggaraan platform digital SKFN secara sistematis agar platform digital SKFN yang dikembangkan memenuhi prinsip interoperabilitas, akuntabilitas, keamanan, akurat, relevan, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Relevan terhadap
Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap Piutang Daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu.
Pemerintah Daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Piutang Daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian Piutang Daerah yang mengakibatkan masalah perdata dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai Piutang Daerah yang cara penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
Ayat l2l Hurufa Pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional dibatasi hanya pada proyek strategis nasional yang telah memperoleh surat jaminan oleh Pemerintah sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional. Hurufb Pelaksanaan penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha yang dibatasi pada proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha dengan penanggung jawab proyek kerja sama adalah pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan infrastruktur dibatasi hanya pada proyek yang telah memperoleh ^jaminan pinjaman oleh Pemerintah kepada kreditur sehubungan dengan pembayaran kembali pinjaman PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku pelaksana penugasan pembangunan infrastruktur kelistrikan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Pembentukan rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah ditqiukan terutama untuk menghindari pengalokasian anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah daLam jumlah besar dalam satu tahun anggaran di masa yang akan datang, menjamin ketersediaan dana yang ^jumlahnya sesuai kebutuhan, menjamin pembayaran klaim secara tepat waktu dan memberikan kepastian kepada pemangku kepentingan (termasuk kreditur/investor). program
Pedoman Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Asas yang harus diperhatikan dalam TND:
asas efektif dan efisien, yaitu penyelenggaraan TND perlu dilakukan secara efektif dan efisien dalam penulisan, penggunaan ruang atau lembar Naskah Dinas, spesifikasi informasi, serta dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan lugas;
asas pembakuan, yaitu Naskah Dinas diproses berdasarkan tata cara dan bentuk yang telah dibakukan;
asas pertanggungjawaban, yaitu penyelenggaraan TND dapat dipertanggungjawabkan dari segi isi, penulisan, format, prosedur, kearsipan, kewenangan, dan keabsahan;
asas keterkaitan, yaitu kegiatan penyelenggaraan TND dilakukan dalam satu kesatuan sistem administrasi umum;
asas kecepatan dan ketepatan, yaitu Naskah Dinas harus dapat diselesaikan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran dalam redaksional, prosedural, dan distribusi; dan f. asas keamanan, yaitu TND harus aman dalam penyusunan, klasifikasi, penyampaian kepada yang berhak, pemberkasan, kearsipan, dan distribusi.
Perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan 1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang- Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan perubahannya.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak berbasis risiko hukum dan kepatuhan Wajib Pajak dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP.
Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP.
Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Tertentu dan Telah Ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang selanjutnya disebut dengan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan.
SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak. 17. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan negara.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SKPPKP adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c yang melakukan kegiatan tertentu, diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak.
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat ( Authorized Economic Operator ) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat ( Authorized Economic Operator );
pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi;
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d;
Pedagang Besar Farmasi yang memiliki:
Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi; dan
Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi obat yang baik;
Distributor Alat Kesehatan yang memiliki:
Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyalur alat kesehatan; dan
Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi alat kesehatan yang baik; atau i. perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham lebih dari 50% (lima puluh persen) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak.
Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f;
Pengusaha Kena Pajak telah menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
Pengusaha Kena Pajak tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.
Untuk memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu melakukan penelitian kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan, yaitu meliputi:
penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah masih berlaku, kecuali Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (8);
Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
Pengusaha Kena Pajak tidak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tidak memenuhi ketentuan kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Pengusaha Kena Pajak tidak diberikan Pengembalian Pendahuluan.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian terhadap:
pemenuhan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah:
tercantum dalam Faktur Pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak;
tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dan telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang KUP dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah:
telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau 2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran dengan menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
Penelitian terhadap pemenuhan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan untuk memastikan Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan termasuk pada akhir tahun buku.
Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
Pajak Masukan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dan huruf d tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Hasil penelitian terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai dasar untuk memberikan Pengembalian Pendahuluan kepada Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (Spt).
Relevan terhadap
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak ^b elum menyampaikan:
surat pemberitahuan Pemeriksaan; atau
surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. i www.jdih.kemenkeu.go.id (2) Pernyataan tertulis dalam pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan membetulkan SPT.
Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
Dalam hal ·Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau bejerapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan terse but, Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi le bih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Dalam hal Wajib Pajak : nembetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) pe ^r bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung www.jdih.kemenkeu.go.id sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Di antara Pasal 2 1 dan Pasal 22 disisipkan 5 (lima) Pasal yakni Pasal 2 lA, Pasal 2 1 B, Pasal 2 1 C, Pasal 2 1 D, dan Pasal 2 1E sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 1A Atas penyampaian SPT, Kantor Pelayanan Pajak melakukan Penelitian SPT sebagai berikut:
SPT ditandatangani oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP;
SPT disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan dengan mata uang selain Rupiah;
SPT sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) Undang-Undang KUP;
SPT Lebih Bayar disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak dan telah ditegur secara tertulis; dan
SPT disampaikan sebelum Direktur Jenderal Pajak melakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak. Pasal 2 1B (1) Berdasarkan Penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA, atas penyampaian SPT secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a ke Kantor Pelayanan Pajak atau (} www.jdih.kemenkeu.go.id tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
dalam hal SPT telah memenuhi ketentuan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA, diberikan bukti penerimaan; atau
dalam hal SPT tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 1A, SPT dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Surat permintaan kelengkapan SPT tidak dapat diterbitkan terhadap SPT Wajib Pajak yang telah diberikan bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. Pasal 2 1C (1) Berdasarkan penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA, atas penyampaian SPT melalui pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan melalui cara lain berupa jasa ekspedisi atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
dalam hal SPT telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA, tanda bukti dan tanggal pengiriman surat dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penyampaian SPT;
dalam hal SPT tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan SPT dianggap tidak disampaikan; atau
dalam hal SPT tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA huruf c, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat permintaan kelengkapan SPT. R (2) Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ke Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah surat permintaan kelengkapan SPT disampaikan.
Penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan:
secara langsung;
melalui pas dengan bukti pengiriman surat;
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
cara lain yang ditetapkan oleh Direktur J enderal Pajak.
Atas penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hun1f a dan huruf d diberikan bukti penerimaan.
Bukti pengiriman surat untuk penyampaian kelengkapan SPT sebagaimar: a dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dianggap sebagai bukti penerimaan kelengkapan SPT.
Tanggal penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau tanggal pengiriman kelengkapan SPT yang tercantum dalam bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dianggap sebagai tanggal penerimaan SPT.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang menyatakan bahwa SPT dianggap tidak disampaikan. Pasal 2 1D (1) Berdasarkan penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA, atas penyampaian SPT melalui saluran tertentu sebagaimana dimaksud dalam www.jdih.kemenkeu.go.id Pasal 8 ayat (2) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
dalam hal SPT telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA, bukti penerimaan elektronik yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak merupakan bukti penerimaan SPT;
dalam hal SPT tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan SPT dianggap tidak disampaikan; atau
dalam hal SPT tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lA huruf c, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat permintaan kelengkapan SPT.
Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ke Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah surat permintaan kelengkapan SPT disampaikan.
Penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan:
secara langsung;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat;
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
cara lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
Atas penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf d diberikan bukti penerimaan.
Bukti pengiriman surat untuk penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dianggap sebagai bukti penerimaan kelengkapan SPT. I (6) Tanggal penyampaian kelengkapan SPT yang tercantum dalam bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau tanggal pengiriman kelengkapan SPT yang tercantum dalam bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dianggap sebagai tanggal penerimaan SPT.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang menyatakan bahwa SPT dianggap tidak disampaikan.