I I , MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SA: LINAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 272/PMK.04/2015 Menimbang Mengingat DISTRIBUSI II TENT ANG PUSAT LOGISTIK BERIKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 20 15, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pusat Logistik Berikat;
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 36 12) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661) ; 2 . Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik: Indonesia Nomor 36 1 3) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755) ; Menetapkan DISTRIBUSI II 3 . Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 6 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 20 15 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 15 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768) ;
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PUSAT LOGISTIK BERIKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. 2 . Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007. 3 . Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. DISTRIBUSI II 4 . Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean clan/ atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. 5 . Penyelenggara PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Pusat Logistik Berikat. 6 . Penyelenggara PLB sekaligus Pengusaha PLB yang selanjutnya disebut Pengusaha PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB. 7 . Pengusaha di PLB merangkap Penyelenggara di PLB yang selanjutnya disebut PDPLB, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB yang berada di dalam PLB milik Penyelenggara PLB yang statusnya sebagai badan usaha yang berbeda.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) , Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) , clan Cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomia: n dan memperoleh fasilitas tertentu. 10 . Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahail. Nilai (PPN) , Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) , dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. 12 . Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. DISTRIBUSI II 13 . Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pabean aclalah Direktorat Jencleral kan tor dalam lingkungan Bea clan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea clan Cukai yang ditunjuk clalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang Unclang Kepabeanan clan Unclang-Unclang Cukai.
Pasal 2
PLB merupakan Kawasan Pabean clan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea clan Cukai.
Dalam rangka pengawasan terhadap PLB sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) , dapat dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang.
Pemeriksaan pabean sebagaimana climaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB clan/ atau PDPLB dapat cliberikan kemudahan pelayanan kepabeanan clan cukai berupa: DISTRIBUSI II a. kemudahan pelayanan perizinan;
kemudahan pelayanan kegiatan operasional; dan/atau c. kemudahan kepabeanan dan cukai selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf
Kemudahan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan kepada Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB dan/atau PDPLB berdasarkan manajemen risiko.
BAB II
PENYELENGGARAA N DAN PENGUSAI-IAAN
Pasal 3
Di dalam PLB dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan PLB.
Penyelenggaraan PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara PLB yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Penyelenggara PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan PLB .
Dalam 1 (satu) penyelenggaraan PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat clilakukan 1 (satu) atau le bih pengusahaan PLB.
Pengusahaan PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
Pengusaha PLB; dan/atau
PDPLB .
Penyelenggara PLB dan/atau Pengusaha PLB dapat memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi penyelenggaraan dan/atau pengusahaan PLB dalam 1 (satu) 1z1n penyelenggaraan dan/ ; : itau pengusahaan PLB.
Barang yang clitimbun di clalam PLB diberikan waktu paling lama 3 (tiga) tahun, terhitung sejak tanggal pemasukan ke PLB. DISTRIBUSI II (8) Jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat dapat diperpanjang dalam hal barang yang ditimbun dalam PLB merupakan barang untuk keperluan:
operasional minyak dan/atau gas bumi;
pertambangan;
industri tertentu; atau
industri lainnya dengan 12111 Kepala Kantor Pa bean.
Kegiatan penimbunan barang asal luar daerah pabean dan/ a tau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean di dalam PLB dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana yaitu:
pengemasan atau pengemasan kembali;
penyortiran;
standardisasi (quality contron;
penggabungan (kitting);
pengepakan;
penyetelan;
konsolidasi barang tujuan ekspor;
penyediaan barang tujuan ekspor;
pemasangan kembali dan/atau perbaikan; J. maintenance pada industri yang bersifat strategis, termasuk pengecatan (painting);
pembauran (blending);
pemberian label berbahasa Indonesia;
pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya atas Barang Kena Cukai;
lelang barang modal asal luar daerah pabean;
pameran barang impor dan/ a tau asal tempat lain dalam daerah pabean;
pemeriksaan dari lembaga atau instansi teknis terkait dalam rangka pemenuhan ketentuan pembatasan impor dan/atau ekspor; DISTRIBUSI II q. pemeriksaan untuk penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) oleh instansi teknis terkait dalam rangka impor dan/atau ekspor; dan/atau
kegiatan sederhana lainnya yang dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal. ( 1 0) PDPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbentuk badan usaha.
Bentuk badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur dengan peraturan perundang undangan di bidang perpajakan.
Pasal 4
Di dalam 1 (satu) Pengusaha PLB atau PDPLB hanya dapat dilakukan penimbunan barang yang memiliki karak: teristik seJems dan/atau barang lain yang mendukung industri seJ en1s.
Pasal 5
Dalam 1 (satu) pengusahaan PLB yang diusahakan oleh Pengusaha PLB atau PDPLB harus memiliki:
tujuan distribusi lebih dari 1 (satu) perusahaan;
pemasok (supplier) lebih dari 1 (satu) di luar daerah pa bean; dan / a tau c. tujuan distribusi barang ke luar daerah pabean.
Pasal 6
Barang yang ditimbun di dalam PLB dapat dimiliki oleh:
Penyelenggara PLB;
Pengusaha PLB;
PDPLB;
Pemasok (supplier) di luar daerah pabean; atau
Orang atau badan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d. DISTRIBUSI II
BAB III
PENDIRIAN PUSAT LOGISTIK BERII<AT
Pasal 7
Bangunan, tempat, atau kawasan yang akan menjadi PLB harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
terletak di lokasi yang dapat dilalui oleh sarana pengangkut peti kemas clan/ atau sarana pengangkut lainnya;
mempunyai batas-batas clan luas yang jelas;
mempunyai tempat untuk pemeriksaan fisik atas barang impor clan/ atau barang ekspor;
cl. mempunyai tempat untuk melakukan penimbunan, pemuatan, pembongkaran, pemasukan, clan pengeluaran barang ke clan clari luar claerah pabean atau tempat lain clalam claerah pabean;
mempunyai tempat atau area transit untuk barang yang telah cliclaftarkan pemberitahuan pabeannya sebelum clilakukan pengeluaran barang, kecuali clalam hal calon PLB akan menimbun barang yang mempunyai karakteristik tertentu berupa barang cair, gas, atau sej enisnya; clan f. mempunyai tata letak clan batas yang j elas untuk melakukan setiap kegiatan climaksucl clalam Pasal 3 ayat (9) . sebagaimana (2) Perusahaan clan/ atau orang yang bertanggungjawab terhaclap perusahaan yang pernah melakukan tinclak piclana kepabeanan, cukai clan/ a tau perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap ticlak clapat cliberikan persetujuan sebagai Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, clan/ atau PDPLB selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman piclana. DISTRIBUSI II
Pasal 8
Penetapan tempat sebagai PLB dan pemberian izu1 Penyelenggara PLB, penetapan tempat sebagai PLB dan pemberian izin Pengusaha PLB, serta Pemberian izin PDPLB ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 9
Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, pihak yang akan menjadi Penyelenggara PLB mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria dan persyaratan:
memiliki Sistem Pengendalian In tern.al yang baik dan mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
merupakan perusahaan:
yang telah ditetapkan se bagai perusahaan peserta Authorized Economic Operator (AEO) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 2 . yang terdaftar di Bursa Ef ek Indonesia (terbuka) ;
Badan Usaha Milik Negara; atau 4 . yang memiliki luas lokasi tan.ah dan/atau bangunan paling kurang 10 . 000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) , kecuali untuk j enis barang yang di tim bun dalam tangki penimbunan;
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, ban.gun.an, atau kawasan yang mempunyai batas-batas dan luas yang jelas, berikut peta lokasi/ tern pat dan rencana tata letak/ den.ah yang akan dijadikan PLB; DISTRIBUSI II d. memiliki surat izin tempat usaha atau izin lokasi, dokumen lingkungan hidup atau dokumen sejenis yang dipersamakan, dan izm lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
telah dikukuhkan se bagai Pengusaha Kena Pajak dan bukti telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
tidak memiliki tunggakan Pajak, Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai;
memiliki proses bisnis yang jelas yang dibuktikan dengan profil perusahaan yang memuat informasi paling kurang mengenai perkiraan investasi dan jumlah tenaga ke1ja; dan
mencantumkan Jen1s kegiatan yang akan dilakukµn di PLB se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9) .
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:
berita acara pemeriksaan lokasi; dan
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean.
Pihak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memaparkan proses bisnis perusahaan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk.
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap. DISTRIBUSI II (6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada · ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat se bagai PLB dan izin Penyelenggara PLB.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan penolakan.
Pasal 10
alas an (1) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai PLB dan pemberian izin Pengusaha PLB, pihak yang akan menjadi Pengusaha PLB mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria dan persyaratan:
memiliki Sistem Pengendalian Internal yang baik dan mendayagunakan Si stem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
merupakan perusahaan:
yang telah ditetapkan sebagai perusahaan peserta Authorized Economic Operator (AEO) oleh Direktorat J enderal Bea dan Cukai; 2 . yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (terbuka); 3 . Badan U saha Milik Negara; 4 . yang memiliki jenis barang yang ditimbun berupa barang tertentu a tau untuk mendukung industri tertentu; atau 5 . yang memiliki luas lokasi tanah dan/atau bangunan paling kurang 10 . 000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) , kecuali untuk jenis barang yang ditimbun dalam tangki penimbunan; DISTRIBUSI II c. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu te1npat, ban.gun.an, atau kawasan yang mempunyai batas-batas dan luas yang j elas, berikut peta lokasi/ tempat dan rencana tata letak/ denah yang akan dijadikan PLB;
memiliki surat izin tempat usaha atau izin lokasi, surat izin usaha perdagangan atau dokumen sejenis yang dipersamakan, dokumen lingkungan hidup atau dokumen sejenis yang dipersamakan, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
tidak memiliki tunggakan Pajak, Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai;
memiliki proses bisnis yang jelas yang dibuktikan dengan profil perusahaan yang memuat informasi paling kurang mengenai perkiraan investasi, daftar jenis barang yang ditimbun, perkiraan volume penimbunan per tahun, daftar calon pemasok (supplier), daftar calon pembeli (buyer) disertai status perusahaan industri a tau sejenisnya, dan jumlah tenaga kerja; dan
mencantumkan Jen1s kegiatan yang akan dilakukan di PLB se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9) .
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai: DISTRIBUSI II a. berita acara pemeriksaan lokasi; dan
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean (4) Pihak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memaparkan proses bisnis perusahaan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk.
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat se bagai PLB dan izin Pengusaha PLB.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan penolakan.
Pasal 11
alas an (1) Untuk mendapatkan izin PDPLB, pihak yang akan menjadi PDPLB mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria dan persyaratan:
memiliki Sistem Pengendalian Internal yang baik dan mendayagunakan Sis tern Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
memiliki kontrak penguasaan tempat, bangunan, atau kawasan dengan Penyelenggara PLB dan letak/ denah yang akan diusahakan oleh PDPLB;
memiliki surat izin usaha atau sejenisnya; DISTRIBUSI II d. telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
tidak memiliki tunggakan Pajak, Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai;
memiliki proses bisnis yang jelas yang dibuktikan dengan profil perusahaan yang memuat informasi paling kurang mengenm perkiraan investasi, daftar jenis barang yang ditimbun, perkiraan volume penimbunan per tahun, daftar calon pemasok (supplier), daftar calon pembeli (buyer) disertai status perusahaan industri sejenisnya, dan jumlah tenaga kerja; a tau g. mencantumkan Jems kegiatan yang akan dilakukan di PLB se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9) ; dan
mendapat rekomendasi dari Penyelenggara PLB.
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:
berita acara pemeriksaan lokasi; dan
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean.
Pihak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memaparkan proses bisnis perusahaan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk.
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap. Q DISTRIBUSI II (6) Dalam hal permohonan sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) clisetujui, Direktur Jencleral atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pemberian iz1n sebagai PDPLB.
Dalam hal permohonan se bagaimana climaksucl pacla ayat (1) clitolak, Direktur Jencleral menyampaikan surat penolakan clengan menyebutkan alasannya.
Pasal 12
Permohonan penetapan tempat sebagai PLB clan pemberian izin Penyelenggara PLB, penetapan tempat sebagai PLB clan pemberian izin Pengusaha PLB, serta Pemberian izin PDPLB sebagaimana climaksucl clalam Pasal 9, Pasal 10, clan Pasal 11 clapat clilakukan . melalui Sistem Komputer Pelayanan Pusat Logistik Berikat.
Direktur Jencleral clapat melimpahkan kewenangan pemberian persetujuan clan penolakan permohonan penetapan tempat sebagai PLB clan pemberian izin Penyelenggara PLB, penetapan tempat sebagai PLB clan pemberian izin Pengusaha PLB, serta Pemberian izin PDPLB sebagaimana climaksucl clalam Pasal 9 , Pasal 10, clan Pasal 11 kepacla Pejabat yang membiclangi TPB.
Pasal 13
Penyelenggara Pusat Logistik Berikat, Pengusaha PLB, clan/ atau PDPLB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepacla Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang saat akan climulainya kegiatan PLB . DISTRIBUSI II
Pasal 14
Jangka waktu izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB berlaku untuk waktu yang tidak terbatas sampai dengan:
izin usaha sudah tidak berlaku lagi;
bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sudah tidak berlaku lagi; dan/atau
izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB dicabut.
Pasal 15
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dapat mengajukan permohonan perubahan data 1zm Penyelenggara Pusat Logistik Berikat, Pengusaha PLB, atau PDPLB kepada Direktur Jenderal melalui Sistem Komputer Pelayanan Pusat Logistik Berikat.
Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual, dalam hal:
Kantor Pabean belum menerapkan Sistem Komputer Pelayanan PLB;
penerapan Sistem Komputer Pelayanan PLB belum dapat dilakukan; atau
keadaan kahar.
Pasal 16
Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk melakukan kegiatan monitoring terhadap Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB, secara periodik berdasarkan manajemen risiko paling kurang 1 (satu) tahun sekali yang dilakukan pada setiap akhir tahun buku.
Pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengetahui:
kepatuhan terhadap pemenuhan persyaratan dan kegiatan operasional PLB; dan DISTRIBUSI II b. perkembangan bisnis atau profil perusahaan tahun terakhir, yang memuat paling kurang:
jumlah nilai investasi dibandingkan dengan perkiraan investasi awal atau investasi tahun sebelumnya; 2 . jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan perkiraan tenaga ke1ja awal atau tenaga ke1ja tahun sebelumnya; 3 . nilai dan volume impor dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya;
nilai dan volume ekspor dibandingkan dengan perkiraan awal a tau tahun sebelumnya;
data perpajakan dibandingkan dengan tahun sebelumnya;
claftar jenis barang yang clitimbun clan volume penimbunan clibanclingkan clengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya; clan 7. daftar pemasok (supplier) dan pembeli (buyer) dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya.
BAB IV
PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PEMUSNAHAN BARANG
Pasal 17
Pemasukan barang ke PLB dapat dilakukan dari:
luar Daerah Pabean;
TPB lainnya;
tempat lain clalam daerah pabean;
KEK;
Kawasan Be bas; clan/ atau f. Kawasan ekonomi lainnya yang clitetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perunclang-undangan. DISTRIBUSI II
Pasal 18
Terhadap barang yang dimasukkan ke PLB wajib dilakukan pembongkaran (stripping) dari peti kemas.
Kewajiban pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap:
barang cair, gas, atau sejenisnya; clan/ atau b. barang lain berdasarkan perset11juan Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan.
Pasal 19
Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c dapat dilakukan hanya terhadap:
barang untuk mendukung barang asal luar daerah pabean yang ditimbun di PLB;
barang yang secara lazim dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sederhana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9) ; se bagaimana c. barang yang berasal dari perusahaan Industri Kecil Menengah (IKM) ;
barang untuk tujuan ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor; clan/ atau e. barang untuk tujuan khusus di tempat lain dalam daerah pabean.
Pasal 20
Barang asal luar daerah pabean yang ditimbun di PLB dapat dikeluarkan untuk:
mendukung kegiatan industri di Kawasan Berikat, KEK, Kawasan Bebas, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah sesua1 ketentuan perundang-undangan;
mendukung kegiatan industri di tempat lain dalam daerah pabean;
dimasukkan ke TPB lainnya;
diekspor; DISTRIBUSI II e. mendukung kegiatan industri yang menclapat fasilitas pembebasan Bea Masuk, keringanan Bea Masuk, dan/atau pengembalian Bea Masuk berdasarkan· ketentuan perundang-undangan di biclang kepabeanan;
mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah;
mendukung kegiatan distribusi clan ketersediaan barang-barang tertentu di dalam negeri; clan/ atau h. mendukung kegiatan Industri Kecil Menengah (IKM) di tempat lain dalam daerah pabean.
Barang asal tempat lain dalam daerah pabean yang ditimbun di PLB dapat dikeluarkan untuk tujuan diekspor dan/atau tujuan khusus di tern pat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e.
Tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) an tara lain un tuk:
operasional minyak dan/atau gas bumi;
operasional pertambangan;
kegiatan industri tertentu;
cl. dipamerkan;
dilelang;
mendukung kegiatan Industri Kecil Menengah (IKM) ; dan / a tau g. tujuan lainnya menurut kelaziman atau situasi bisnis, berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pa bean.
Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf cl clan ayat (2) berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. DISTRIBUSI II (5) Atas pengeluaran barang asal luar daerah pabean dengan tujuan ke tern.pat lain clalam claerah pabean dilakukan pemeriksaan pa bean se bagaimana dimaksud clalam Pasal 2 ayat (2) clan berlaku ketentuan kepabeanan di biclang impor. Pasal 2 1 (1) Pengeluaran barang dari PLB ke tern.pat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b, huruf g, clan huruf h dikenakan Bea Masuk, Cukai, clan/ atau PDRI .
Bea Masuk, Cukai, clan/ atau PDRI sebagaimana dimaksucl pada ayat (1) dihitung dengan ketentuan:
Bea Masuk berclasarkan nilai pabean, klasifikasi, clan pembebanan yang berlaku pacla saat barang impor dikeluarkan clari PLB;
Cukai berclasarkan ketentuan cukai yang berlaku; dan/atau c. PDRI berdasarkan : 1 . tarif pacla saat Pemberitahuan Pabean Impor clidaftarkan; clan 2 . nilai impor yang berlaku pacla saat barang impor clikeluarkan clari PLB.
Ni ai impor sebagaimana dimaksud pacla ayat (2) huruf c angka 2 cliperoleh dari penjumlahan nilai pabean pacla saat dikeluarkan clari clalam PLB clitambah Bea Masuk dan/atau Cukai.
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) untuk menghitung Bea Masuk, Cukai, clan/ atau PDRI sebagaimana climaksucl pacla ayat (2) berlaku sesum clengan peraturan perunclang-unclangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk clipakai. DISTRIBUSI II
Pasal 22
Pengusaha PLB atau PDPLB dapat melakukan pemusnahan atas barang yang ditimbun di PLB dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pacla ayat (1) hanya clapat clilakukan terhadap barang yang busuk dan/ a tau barang kaclaluarsa.
Pemusnahan sebagaimana dimaksucl pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea clan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan.
Pasal 23
Pengusaha PLB atau PDPLB dapat memasukkan clan mengeluarkan barang contoh yang diimpor secara khusus sebagai contoh atau prototype untuk mendukung industri di dalam daerah pabean.
Barang contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
diperuntukkan bagi pengenalan basil produksi atau untuk pengembangan produk baru;
dengan jumlah, jenis, merek, model, clan tipe yang waJar clan lazim berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean;
bukan merupakan barang untuk diolah lebih lanjut kecuali untuk penelitian clan pengem bang an kuali tas; clan d. tidak untuk dipindahtangankan, dijual, atau dikonsumsi di tempat lain dalam daerah pabean.
BAB V
PERLAKUAN KEPABEANAN DAN PERPAJAKAN
Pasal 24
Barang yang dimasukkan dari luar daerah pa bean untuk ditimbun di PLB: DISTRIBUSI II a. diberikan penangguhan Bea Masuk;
diberikan pembebasan Cukai; clan/ atau c. tidak dipungut PDRI;
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk barang untuk keperluan pengusahaan PLB.
Barang modal untuk konstruksi PLB, barang modal dan/atau peralatan untuk pembangunan dan/atau perluasan PLB, peralatan kantor, dan barang untuk dikonsumsi di PLB yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke PLB dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Barang yang dimasukkan dari PLB lainnya ke PLB :
diberikan penangguhan Bea Masuk;
tidak dipungut PDRI;
diberikan pembebasan Cukai; clan/ atau d. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) clan Paj ak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) .
Barang yang dimasukkan dari TPB selain PLB ke PLB, berupa:
barang asal luar daerah pabean:
diberikan penangguhan Bea Masuk; 2 . tidak dipungut PDRI; 3 . diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) clan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ;
barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) clan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) .
Barang yang dimasukkan dari KEK, Kawasan Bebas, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan, ke PLB, berupa: DISTRIBUSI II a. barang asal luar daerah pabean:
diberikan penangguhan Bea Masuk; 2 . tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; 3 . diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas barang Mewah (PPnBM) .
barang asal tempat lain dalam daerah pabean, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB yang ditujukan untuk ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) .
Barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke PLB yang ditujukan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dan/atau untuk mendukung kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9) , tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Paj ak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Barang asal luar daerah pabean yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean oleh pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan ke PLB yang ditujukan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) :
diberikan penangguhan Bea Masuk;
tidak dipungut PDRI;
diberikan pembebasan Cukai; dan/atau DISTRIBUSI II d. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) clan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) .
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , ayat (4) , ayat (5) , dan ayat (6) asal luar claerah pabean yang clikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean clengan tujuan diimpor untuk dipakai:
dilunasi Bea Masuk;
dipungut PDRI; dan/atau
dilunasi cukainya untuk Barang Kena Cukai. ( 1 1) Pengeluaran barang asal luar daerah pa bean yang clikeluarkan dari PLB ke tempat lain clalam claerah pabean sebagaimana dimaksud pacla ayat (10) merupakan impor untuk clipakai yang menj acli obj ek pemungutan PDRI, clan ticlak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah penyerahan dalam negeri (PPnBM) .
Barang sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) , ayat (4) , ayat (5) , atau ayat (6) asal luar claerah pabean yang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan kepada pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan clan/ atau perpajakan diberikan fasilitas kepabeanan clan/ a tau perpajakan sesuai dengan keten tu an perunclang-unclangan.
Barang asal tempat lain clalam daerah pabean yang clikeluarkan kembali ke tempat lain dalam daerah pabean diberlakukan ketentuan perpajakan sesuai dengan keten tuan perundang-undangan.
Barang sebagaimana dimaksucl pada ayat (1) , ayat (2) , ayat (4) , ayat (5) , ayat (6) , ayat (7) , ayat (8) , dan/atau ayat (9) bukan merupakan barang untuk clikonsumsi di PLB yang bersangkutan. DISTRIBUSI II
Pasal 25
Dalam hal terhadap kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9) secara lazim menghasilkan barang sisa berupa waste/ scrap, atas waste/ scrap terse but dapat dikeluarkan ke tern pat lain dalam daerah pabean.
Terhadap waste/ scrap yang dikeluarkan ke tern pat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , berlaku ketentuan sebagai berikut:
dikenakan bea masuk sebesar: 1 . 5% (lima persen) dikalikan harga jual, apabila tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) waste/ scrap 5% (lima persen) atau lebih; atau
tarif yang berlaku dikalikan harga jual, apabila tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) waste/ scrap kurang dari 5% (lima persen) ; dan
dikenakan PDRI yang dihitung berdasarkan harga jual.
Pasal 26
Dalam hal terhadap kegiatan sederhana se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9) secara lazim menghasilkan barang campuran yang mengandung kandungan barang impor dan barang asal tempat lain dalam daerah pabean, atas barang dimaksud dapat dikeluarkan dari PLB dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat dan ayat (2).
Dalam hal barang campuran sebagaimana qimaksud pada ayat (1) dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean, atas barang dimaksud dikenakan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI dengan ketentuan sebagai berikut: DISTRIBUSI II a. bea masuk dan PDRI dihitung berdasarkan persentase nilai kandungan barang impor yang terkandung pada barang campuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ;
bea masuk berdasarkan nilai pabean, klasifikasi, dan pembebanan yang berlaku pada saat barang impor dikeluarkan dari PLB;
cukai berdasarkan ketentuan cukai yang berlaku; dan/atau d. PDRI berdasarkan:
tarif pada saat Pemberitahuan Pabean Impor didaftarkan; dan 2 . nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dikeluarkan dari PLB.
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) untuk menghitung Bea Masuk, Cukai, clan/ atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
Atas barang kandungan asal tempat lain dalam daerah pabean yang terkandung pada barang campuran se bagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikeluarkan kembali ke tempat lain dalam daerah pabean dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku berdasarkan persentase nilai kandungan barang asal tempat lain dalam daerah pabean tersebut.
BAB VI
KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB, DAN LARANGAN
Pasal 27
Penyelenggara PLB wajib:
memasang tanda nama perusahaan serta nomor clan tanggal izin sebagai Penyelenggara PLB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh urn um; DISTRIBUSI II b. menyediakan ruangan, sarana ke1ja, dan fasilitas yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk pemeriksaan fisik, seperti forklift, timbangan digital, atau alat sejenisnya;
menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha PLB atau PDPLB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) ;
mendayagunakan Sis tern Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
melakukan pencatatan secara realtime dan online pada Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke PLB;
memasang Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari Kantor Pabean secara realtime dan online serta memiliki data rekaman paling singkat 7 (tujuh) hari sebelumnya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang;
menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; I. mengajukan perubahan (update) data dalam hal terdapat data yang berubah terkait perizinan PLB; J. memberikan akses terhadap data dan dokumen seluruh kegiatan PLB yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
menyerahkan dokumen yang berkaitan clengan kegiatan PLB apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. DISTRIBUSI II
Pasal 28
Pengusaha PLB dan PDPLB wajib:
memasang tanda nama perusahaan serta nomor dan tanggal izin sebagai Pengusaha Pusat Logistik Berikat atau PDPLB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha PLB atau PDPLB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) ;
melakukan pencatatan secara realtime dan online pada Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke PLB; e . memasang Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari Kantor Pabean secara realtime dan online serta memiliki data rekaman paling singkat 7 (tujuh) hari sebelumnya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang;
memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun berupa Barang Kena Cukai (BKC) ;
melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang ditimbun di PLB, bersama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali pencacahan (stock opname) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun; DISTRIBUSI II - 29 - h. menynnpan dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam PLB secara tertib, yang clapat cliketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta pos1smya apabila dilakukan pencacahan (stock opname);
menynnpan dan memelihara dengan baik buku clan catatan serta dokumen yang berkaitan clengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 1 0 (sepuluh) tahun; J. menyelenggarakan pembukuan berclasarkan pnns1p prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
mengajukan perubahan (update) data dalam hal terdapat data yang berubah terkait perizinan PLB; 1 . memberikan akses terhadap data dan dokumen seluruh kegiatan PLB yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea clan Cukai; dan
menyerahkan dokumen yang berkaitan clengan kegiatan PLB apabila clilakukan audit oleh Direktorat J enderal Bea dan Cukai.
Pasal 29
Penyelenggara PLB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang yang diniasukkan untuk keperluan penyelenggaraan PLB yang berada atau seharusnya berada di PLB.
Pengusaha PLB atau PDPLB bertanggung jawab terhaclap Bea Masuk, Cukai, dan/ a tau PDRI yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya beracla di PLB. DISTRIBUSI II (3) Dalam hal PDPLB tidak dapat mempertanggungjawabkan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang sebagaimana dimaksucl pada ayat , Penyelenggara PLB harus bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, clan/ atau PDRI yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di PLB .
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB atau PDPLB dibebaskan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, dalam hal barang:
musnah tan.pa sengaja;
diekspor dan/atau diekspor kembali;
diimpor untuk dipakai dengan diselesaikan kewajiban pabean, cukai, dan perpajakan;
dikeluarkan ke TPB lainnya;
dikeluarkan ke Kawasan Bebas;
dikeluarkan ke KEK;
dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Pabean; dan/atau h. dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 30
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB dan/atau PDPLB, dilarang:
memasukkan barang selain:
untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat ( clan ayat (2) ; dan/atau
barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat ( clan ayat (3) ; b . memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor atau diekspor; clan/ atau c. mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin PLB . DISTRIBUSI II
BAB VII
PEMBERITAHUAN PABEAN Pasal 3 1 (1) Setiap pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Pusat Logistik Berikat wajib diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi.
(2) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberitahuan Pabean.
(3) Pemberitahuan Pabean untuk:
a. Pemasukan barang asal luar daerah pabean ke PLB;
b. Pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean; dan
c. Pemasukan dan pengeluaran barang antar Penyelenggara Pusat Logistik Berikat dan/atau Pengusaha Pusat Logistik Berikat yang dimiliki oleh 1 ( satu) badan usaha; diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
(4) Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan oleh Penyelenggara Pusat Logistik Berikat, Pengusaha Pusat Logistik Berikat atau PDPLB .
(5) Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan oleh pihak yang mengeluarkan barang dari PLB, yaitu:
a. Penyelenggara Pusat Logistik Berikat;
b. Pengusaha Pusat Logistik Berikat;
c. PDPLB; atau
d. badan usaha selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c. DISTRIBUSI II (6) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat disampaikan secara berkala atau periodik untuk perusahaan yang memiliki bisnis proses yang memerlukan pergerakan barang secara cepat dan singkat (f ast mouing) berdasarkan manajemen risiko.
(7) Pemberitahuan Pabean sebagaimana climaksud pada ayat (2) clan ayat (3) disampaikan melalui sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) .
(8) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat clisampaikan secara manual, clalam hal:
a. Kantor Pabean belum menerapkan ketentuan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) ;
b. penerapan Pertukaran Data Elektronik (PDE) belum dapat clilakukan; atau
c. keadaan kahar.
BAB VIII
PENGAWASAN
Pasal 32
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dan Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan terhadap kegiatan Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan PDPLB yang beracla dalam pengawasannya.
Pengawasan sebagaimana climaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu di PLB .
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , hasil pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 6 ayat (2) , clan/ atau hasil audit kepabeanan clan/ a tau cukai cligunakan sebagai salah satu dasar untuk melakukan evaluasi atas izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB yang telah diberikan. DISTRIBUSI II (5) Dalam hal terdapat pelanggaran kepabeanan clan/ atau cukai atas:
hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ;
hasil pemeriksaan sewaktu-waktu s e bagaimana dimaksud pada ayat (3) ;
hasil pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) ; dan/atau
hasil audit kepabeanan clan/ atau cukai, dikenakan sanksi sesuai dengan perundang-undangan.
Pasal 33
ketentuan (1) Dalam hal barang yang ditimbun oleh Pengusaha PLB atau PDPLB melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) , barang tersebut harus:
diekspor kembali b. dikeluarkan ke TPB lain;
dikeluarkan ke Kawasan Bebas;
dikeluarkan ke KEK; atau
dikeluarkan ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan.
Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang asal luar daerah pabean, selain penyelesaian dengan ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan dilunasi Bea Masuk, Cukai, clan/ atau PDRI setelah memenuhi ketentuan perundang-undangan di bidang impor. DISTRIBUSI II (3) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang asal luar daerah pa bean yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/ a tau perpajakan yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean atau TPB lainnya, selain penyelesaian pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat dikeluarkan dari PLB dengan diselesaikan kewajiban kepabeanan dan/atau perpajakan sesua1 dengan skema fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan dimaksud.
Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang asal tempat lain dalam daerah pa bean, selain penyelesaian dengan ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dapat dikeluarkan kembali ke tern pat lain dalam daerah pa bean dengan menyelesaikan kewajiban perpajakannya.
Dalam hal Pengusaha PLB atau PDPLB tidak melakukan penyelesaian barang se bagaimana dimaksud pada ayat (1) , ayat (2) , ayat (3) , atau ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) terlewati, izin Pengusaha PLB atau izin PDPLB yang bersangkutan dibekukan sampai dengan dilakukan penyelesaian atas barang dimaksud.
Barang untuk keperluan pengusahaan PLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu penimbunan selama 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) .
Pasal 34
Barang yang akan dikeluarkan dari PLB dan telah diajukan Pemberitahuan Pa bean a tau formulir/ dokumen harus diletakkan pada tern pat tertentu (area transit) yang telah ditetapkan dan dapat dilakukan pemeriksaan pa bean berdasarkan manajemen risiko. DISTRIBUSI II (2) Terhaclap barang yang mempunyai karakteristik tertentu antara lain berupa barang cair, gas, atau sejenisnya, clik: ecualikan dari keharusan meletakk: an pada tempat tertentu (area transit) yang telah clitetapkan sebagaimana climaksucl pacla ayat .
Barang yang telah menclapat persetujuan pengeluaran barang clari Pejabat atau Sistem Komputer Pelayanan Pusat Logistik Berikat, harus clikeluarkan clari PLB clalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal persetujuan pengeluaran barang.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana climaksucl pacla ayat (3) terlampaui, terhaclap pengajuan clokumen Pemberitahuan Pabean berikutnya yang cliajukan oleh pihak yang telah menclapat persetujuan pengeluaran barang ticlak clapat clilayani.
Pasal 35
Dalam hal terclapat dugaan pelanggaran ketentuan kepabeanan clan cukai atas pemasukan clan/ a tau pengeluaran barang ke clan/ atau clari PLB, Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara menclalam.
Dalam hal berclasarkan hasil penelitian sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) clitemukan pelanggaran yang bersifat aclministratif, ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai ketentuan perunclang unclangan.
Dalam hal berclasarkan hasil penelitian sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) clitemukan bukti permulaan yang cukup telah te1jadi tinclak piclana k: epabeanan dan cukai, clitindaklajuti dengan penyidikan sesuai ketentuan perunclang-unclangan. DISTRIBUSI II (4) Dalam hal orang yang bertanggungjawab atas Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal atau Pej abat yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangam bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 36
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pengawasan bersama terhadap Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB.
Tata cara pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur J enderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Pajak.
BAB IX
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN
Pasal 37
Dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 8 ayat , Pasal 27 atau Pasal 28, dan/atau melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Kepala KPU atau Kantor Pabean yang mengawasi membekukan penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB .
Dalam hal pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala KPU yang mengawasi PLB, Kepala KPU memberitahukan kepada Direktur Jenderal. DISTRIBUSI II (3) Dalam hal pembekuan sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) clilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawas1 PLB, Kepala Kantor Pa bean memberitahukan kepacla Direktur Jencleral clan Kepala Kantor Wilayah.
Pasal 38
Penetapan tempat sebagai PLB clan izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB, clibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Direktur Jencleral dalam hal Pengusaha PLB atau PDPLB :
melakukan kegiatan yang meny1mpang dari izin yang diberikan berclasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
memasukkan barang untuk ditimbun yang tidak sesuai dengan izin PLB; 2 . memasukkan barang yang dilarang un tuk diimpor clan/ atau untuk diekspor; clan/ atau 3 . mengeluarkan barang kepacla Orang yang tidak tercantum dalam izin PLB;
menunjukkan ketidakmampuan dalam mengusahakan PLB, antara lain berupa: 1 . tidak menyelenggarakan pem bukuan clalam kegiatannya; 2 . tidak melakukan kegiatan clalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut; 3 . tidak melunasi utang dalam jangka waktu yang di ten tukan; 4 . tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Penyelenggara, Pengusaha, atau PDPLB berdasarkan basil monitoring clan/ atau evaluasi terhadap Penyelenggara, Pengusaha, atau PDPLB; atau 5 . tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam 1zm Penyelenggara, Pengusaha, atau PDPLB . DISTRIBUSI II (2) Selama pembekuan, Penyelenggara, Pengusaha, atau PD PLB dilarang un tuk memasukkan barang ke PLB .
Terhadap Penyelenggara, Pengusaha, atau PDPLB yang izinnya dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih diperbolehkan melakukan kegiatan di dalam PLB, dan atas barang hasil kegiatan dapat dikeluarkan dari PLB.
Pasal 39
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 38 ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal Penyelenggara, Pengusaha, atau PDPLB :
telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 8 ayat (1) , Pasal 27, atau Pasal 28; b . tidak terbukti dengan sengaja melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30;
tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a; atau
telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan PLB.
Pasal 40
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 38 ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB:
telah terbukti melakukan kegiatan yang meny1mpang dari izin yang diberikan;
tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan PLB berdasarkan rekomendasi dari hasil audit Pejabat Bea dan Cukai; atau c . telah terbukti dengan sengaja melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 . DISTRIBUSI II Pasal 4 1 Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB tidak diperbolehkan untuk melakukan pemasukan dan/ a tau pengeluaran barang ke dan dari PLB terhitung sejak:
tidak berlakunya izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 4 ayat (1) huruf a sampai dengan izin usaha diberlakukan kembali atau diperpanjang; dan/atau b. tidak berlakunya bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 4 ayat (1) huruf b sampai dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi diperpanjang.
Pasal 42
· Penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, dan/atau izin PDPLB, dilakukan pencabutan dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB:
tidak melakukan kegiatan penyelenggaraan dan/ a tau pengusahaan PLB dalam jangka waktu 1 2 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
tidak mendapatkah pemberlakuan kembali atau perpanJangan iz1n usaha dan/atau bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 1 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tidak berlakunya izin usaha dan/atau bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi; c . bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain berupa menyalahgunakan fasili tas PLB dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
dinyatakan pailit; dan / a tau e . mengajukan permohonan pencabutan.
Pencabutan terhadap penetapan dan izin sebagairn.ana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. DISTRIBUSI II (3) Terhadap 1z111 yang telah dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB:
a. harus melunasi semua Bea Masuk, Cukai, clan/ atau PDRI yang terutang, baik berupa utang yang berasal dari hasil temuan audit clan/ atau utang yang te1jadi karena pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean;
mengekspor kembali barang yang masih ada di PLB; atau
memindahkan barang yang masih ada di PLB ke PLB lain. Dalam hal, dan/atau Penyelenggara PDPLB tidak PLB, Pengusaha PLB, memenuhi kewaj iban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) , atas barang yang berada di PLB dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
Sebelum dilakukan pencabutan izm , berdasarkan manaJemen risiko terhadap Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB clan/ a tau PDPLB dapat clilakukan audit kepabeanan clan/ atau audit cukai atau pemeriksaan seclerhana.
Pasal 43
Dalam hal penetapan tempat sebagai PLB dan izm Penyelenggara PLB dicabut, PDPLB yang beracla di lokasi Penyelenggara PLB dapat mengajukan:
permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara PLB lain kepada Direktur Jencleral atau Pejabat yang ditunjuk, dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Penyelenggara PLB lain tersebut; atau DISTRIBUSI II b. permohonan menjadi Penyelenggara Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 di lokasi Penyelenggara PLB yang telah dicabut izinny
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 44
Dalam hal izin PLB diberikan terhadap lokasi yang sebelumnya telah ada barang di dalamnya, atas seluruh barang tersebut harus dilakukan pencacahan (stock opname) oleh Kantor Pabean clan dapat diperlakukan menjadi saldo awal PLB .
Dalam hal terdapat pembatasan di bidang 1mpor, berlaku ketentuan sebagai berikut:
Pemasukan barang asal luar daerah pabean ke PLB belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang 1mpor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan.
Pemenuhan ketentuan pembatasan di bidang impor dapat dipenuhi pada saat pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean.
Dalam hal pemenuhan ketentuan pembatasan di bidang 1mpor telah dipenuhi pada saat pemasukan barang ke PLB, pada saat pengeluarannya tidak diperlukan kembali pemenuhan ketentuan pembatasan di bidang 1mpor.
cl. Pemenuhan ketentuan pembatasan sebagaimana dimaksud pacla huruf c dapat dipergunakan untuk pengeluaran barang secara parsial dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean dengan menggunakan pemotongan kuota. DISTRIBUSI II e. Pemenuhan ketentuan pembatasan atas barang yang akan dikeluarkan dari PLB clapat dilakukan oleh: 1 . Penyelenggara PLB; 2 . Pengusaha PLB; 3 . PDPLB; atau 4 . badan usaha selain se bagaimana dimaksud pada angka 1 , angka 2, clan angka 3 , se bagai pihak yang mengeluarkan barang clari PLB, sesuai dengan ketentuan perundang-unclangan.
^Terhadap barang yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk untuk operasi kegiatan usaha hulu minyak clan gas bumi (master list) yang termasuk dalam barang yang mendapatkan cost recovery yang berdasarkan keten tuan perundang-undangan mengharuskan untuk cliekspor kembali, dapat diselesaikan dengan memasukan barang dimaksud ke PLB, sementara menunggu diekspor kembali atau penggunaan kembali di TLDDP, dengan ketentuan sebagai berikut:
Terhadap barang 1mpor yang menggunakan fasilitas pembebasan bea masuk (maste_r list) yang dimasukkan ke PLB clan belum digunakan sesuai skema fasilitas pembebasan bea masuk dimaksud, masih diberlakukan sebagai barang impor yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya;
Terhadap barang asal PLB yang dikeluarkan ke TLDDP dengan menggunakan fasilitas pembebasan bea masuk (master list) yang climasukkan kembali ke PLB clan belum cligunakan sesuai skema fasilitas pembebasan bea masuk dimaksucl, masih cliberlakukan sebagai barang 1mpor yang belum clipenuhi kewajiban pabeannya. DISTRIBUSI II (4) ^Dalam hal terdapat penggunaan Surat Keterangan Asal (SKA) , berlaku ketentuan sebagai berikut:
Penggunaan Surat Keterangan Asal (SKA) yang diterbitkan oleh negara asal barang di luar negeri dapat diberlakukan pada saat pemasukan ke PLB , clan atas barang dimaksud diberlakukan tarif bea masuk sesuai skema pada pref erential tari f f dimaksud pada saat dikeluarkan dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean;
Pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pa bean se bagaimana dimaksud pada huruf a dapat dilakukan secara parsial dengan menggunakan pemotongan kuota;
Pemenuhan Surat Keterangan Asal (SKA) sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat dipenuhi oleh:
Penyelenggara Pusat Logistik Berikat; 2 . Pengusaha Pusat Logistik Berikat;
PDPLB; atau
badan usaha selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 , angka 2, clan angka 3.
^Pengusaha PLB atau PDPLB dapat menerbitkan ^invoice atas barang yang dikeluarkan dari PLB .
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
penerapan manaJemen risiko dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif dan penerapan man8Je1nen kepabeanan risiko untuk pemberian kemudahan dan cukai dalam rangka kegiatan pengawasan dan pelayanan di PLB;
tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan izin PLB;
tata cara pengajuan perubahan data perizinan PLB; DISTRIBUSI II d. tata cara pengawasan dan pelayanan atas pemasukan barang ke Pusat Logistik Berikat, pengeluaran barang dari Pusat Logistik Berikat, musnah tanpa sengaja, dan pemusnahan barang di PLB;
tata cara penzman penimbunan barang yang memerlukan masa timbun lebih dari 3 (tiga) tahun;
tata cara monitoring dan evaluasi atas izin dan kegiatan PLB;
tata cara pemeriksaan sewaktu-waktu di PLB;
tata cara pemeriksaan seclerhana clalam rangka pencabutan izin PLB; 1 . tata cara pembekuan clan pencabutan izin PLB; J . tata cara penggunaan clan format clokumen pa bean clan/ atau clokumen/ formulir clalam kegiatan PLB;
tata cara penyegelan terhaclap barang clari clan ke luar claerah pabean untuk climasukkan clan clikeluarkan ke clan clari PLB; 1 . jenis inclustri tertentu clan barang tertentu clalam kegiatan pacla PLB;
tata cara clan pengaturan lebih lanjut mengenai barang contoh clari clan ke PLB;
tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean clan/ atau clokumen/ formulir secara berkala atau perioclik; clan o. tata cara pemotongan kuota clalam rangka pemenuhan ketentuan pembatasan clan/ atau Surat Keterangan Asal (SKA) . cliatur clengan Peraturan Direktur J encleral.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal cliunclangkan. - 45 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. · Diundangkan di Jakarta Pada· tanggal 3 1 D e s em b e r 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 3 1 D e s e m b e r 2 0 1 5 MENTER! KEUANGAN _ REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S . BRODJONEGORO . KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd . WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 20 1 5 NOMOR 2070 Distribusi II