DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (9) Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 ten tang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 222) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 232);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); jdih.kemenkeu.go.id 5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMBERIAN PENJAMINAN PEMERINTAH UNTUK PERCEPATAN PENYELENGGARAAN PRASARANA DAN SARANA KERETA CEPAT ANTARA JAKARTA DAN BANDUNG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama pemerintah oleh menteri keuangan baik secara langsung atau secara bersama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 2. Komite Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung yang selanjutnya disebut Komite adalah komite yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden mengenai percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 3. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang selanjutnya disingkat PT KAI adalah Perusahaan Perseroan (Persero) yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah sebagai pimpinan konsorsium badan usaha milik negara dalam rangka percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden mengenai percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 5. Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. 6. Pinjaman PT KAI yang selanjutnya disebut Pinjaman adalah setiap pembiayaan dari kreditur berupa sejumlah uang atau jdih.kemenkeu.go.id tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan Perjanjian Pinjaman. 7. Kreditur adalah lembaga keuangan internasional dan/atau domestik yang memberikan fasilitas Pinjaman kepada PT KAI dalam rangka pendanaan kenaikan dan/atau perubahan biaya ( cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 8. Perjanjian Pinjaman adalah perjanjian yang dibuat antara PT KAI dan Kreditur dalam rangka memperoleh Pinjaman untuk pendanaan kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 9. Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). 10. Penjamin adalah Pemerintah atau Pemerintah bersama BUPI. 11. Perno hon J aminan adalah PT KAI yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan Penjaminan Pemerintah. 12. Terjamin adalah PT KAI yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah. 13. Penerima Jaminan adalah Kreditur. 14. Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh BUPI dalam rangka kegiatan penjaminan. 15. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 16. Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut. 17. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada bendahara umum negara. 18. Batas Maksimal Penjaminan adalah nilai maksimal yang diperkenankan dalam penerbitan penjaminan terhadap Pinjaman yang diusulkan untuk memperoleh penjaminan pada tahun tertentu. 19. First Loss adalah besaran porsi penjaminan dari BUPI yang mendapat penugasan untuk melakukan Penjaminan Pemerintah. Pasal 2 Penjaminan Pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung dalam Peraturan Menteri ini disediakan dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) sesuai dengan hasil keputusan Komite. Pasal 3 Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan dengan mempertimbangkan prinsip sebagai berikut:
kemampuan keuangan negara; jdih.kemenkeu.go.id b. kesinambungan fiskal; dan
pengelolaan risiko fiskal. Pasal 4 (1) Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan atas keseluruhan dari kewajiban finansial PT KAI terhadap Kreditur berdasarkan Perjanjian Pinjaman. (2) Kewajiban finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pokok Pinjaman;
bunga Pinjaman; dan/atau
biaya lain yang timbul, sehubungan dengan Perjanjian Pinjaman. BAB II TATA CARA PENJAMINAN PEMERINTAH Bagian Kesatu Permohonan Jaminan Pasal 5 (1) Pemohon Jaminan mengajukan permohonan Penjaminan Pemerintah kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (2) Permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah adanya keputusan Komite. (3) Permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan minimal:
keputusan Komite mengenai pemberian dukungan berupa Penjaminan Pemerintah kepada PT KAI untuk mengatasi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung;
alasan diperlukannya Penjaminan Pemerintah;
nilai Pinjaman yang akan dijamin oleh Pemerintah;
calon Kreditur; dan
pernyataan mengenai kebenaran atas segala informasi, keterangan, dan/atau pernyataan yang termuat dalam dokumen permohonan Penjaminan Pemerintah. (4) Permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan melampirkan minimal:
surat keputusan Komite mengenai pemberian dukungan berupa Penjaminan Pemerintah kepada PT KAI untuk mengatasi masalah kenaikan dan/ a tau perubahan biaya ( cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung;
surat pernyataan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara, yang memuat:
persetujuan penerimaan Pinjaman dengan Penjaminan Pemerintah; dan jdih.kemenkeu.go.id 2. pernyataan mengenai kemampuan keuangan dan kemampuan bayar PT KAI atas kewajiban finansial yang timbul dari proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung;
surat pernyataan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan yang menyatakan dukungan kepada PT KAI terkait kebijakan sektor perkeretaapian;
rencana peruntukan pendanaan melalui Pinjaman;
rancangan final Perjanjian Pinjaman;
profil calon Kreditur;
surat yang disampaikan oleh calon Kreditur yang memuat harga Pinjaman serta syarat dan ketentuan (terms and conditions) Pinjaman;
rencana sumber dana pelunasan Pinjaman;
laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh auditor independen;
proyeksi keuangan PT KAI sampa1 dengan masa Pinjaman berakhir;
proyeksi keuangan proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung;
rancangan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar;
persetujuan organ perusahaan Pemohon Jaminan sesuai dengan anggaran dasar mengena1 rencana Pinjaman; dan
surat pertanggungjawaban mutlak atas kesesuaian penggunaan Pinjaman yang ditandatangani oleh direktur utama PT KAI. Bagian Kedua Evaluasi Permohonan Jaminan Pasal 6 (1) Terhadap permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dengan berkoordinasi dengan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan. (2) Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersama dengan BUPI. (3) Dalam melakukan evaluasi bersama dengan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta konfirmasi kapasitas penjaminan BUPI. (4) BUPI menyampaikan konfirmasi atas kapasitas penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan konfirmasi dari Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. (5) Evaluasi dilakukan sejak permohonan Penjaminan Pemerintah dan seluruh lampiran yang menjadi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) jdih.kemenkeu.go.id dan ayat (4), telah diterima secara lengkap dan benar oleh Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. (6) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
memeriksa kelengkapan dokumen dan informasi yang tersedia dalam permohonan Penjaminan Pemerintah beserta seluruh lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
memverifikasi atas kesesuaian dokumen permohonan Penjaminan Pemerintah dengan hasil keputusan Komite; dan
memverifikasi terhadap syarat dan ketentuan (tenns and conditions) di dalam rancangan final Perjanjian Pinjaman. (7) Dalam hal Komite menetapkan persetujuan atas syarat dan ketentuan (tenns and conditions) Pinjaman di dalam surat keputusan Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara menggunakan keputusan Komite tersebut untuk memverifikasi kesesuaian terhadap syarat dan ketentuan (tenns and conditions) di dalam rancangan final Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c. (8) Dalam hal Komite tidak menetapkan persetujuan atas syarat dan ketentuan (tenns and conditions) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara menggunakan pinjaman Pemerintah dan/atau pinjaman badan usaha milik negara yang mendapatkan penjaminan Pemerintah sebagai pembanding untuk menilai kewajaran syarat dan ketentuan (tenns and conditions) Pinjaman yang dijamin. (9) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara mempertimbangkan Batas Maksimal Penjaminan. (10) Dalam rangka pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta keterangan atau penjelasan dari Pemohon Jaminan. (11) Hasil evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah dituangkan dalam berita acara evaluasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (12) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan rekomendasi kepada Menteri mengenai:
penerbitan persetujuan atas syarat dan ketentuan (tenns and conditions) Perjanjian Pinjaman; dan
usulan pihak yang akan melakukan penjaminan, dengan mempertimbangkan konfirmasi atas kapasitas penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (13) Usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf b terdiri atas:
Pemerintah bersama dengan BUPI; atau
Pemerintah. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 7 (1) Dalam hal usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (13) huruf a disetujui Menteri, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri menetapkan keputusan Menteri mengenai penugasan kepada BUPI untuk melakukan penjaminan bersama dengan Pemerintah. (2) Penugasan kepada BUPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa:
penugasan kepada BUPI untuk melakukan penjaminan dapat memberikan manfaat fiskal; dan
BUPI memiliki kapasitas untuk memberikan porsi jaminan yang akan ditugaskan. (3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat minimal sebagai berikut:
nama Pemohon Jaminan selaku Terjamin;
nama Kreditur yang akan menerima penjaminan;
porsi yang ditanggung oleh BUPI sebagai First _Loss; _ dan d. hak BUPI untuk mendapatkan IJP yang dibayar oleh Terjamin. (4) Penentuan porsi yang ditanggung oleh BUPI dilakukan berdasarkan analisis kapasitas penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. Bagian Ketiga Persetujuan Syarat dan Ketentuan (terms and conditions) Perjanjian Pinjaman Pasal 8 (1) Persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions) Perjanjian Pinjaman diterbitkan oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam bentuk surat yang ditujukan kepada PT KAI berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (12). (2) Persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions) Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki kekuatan hukum apapun yang mengikat Menteri untuk menerbitkan Penjaminan Pemerintah, sebelum dilakukan penelaahan terhadap rancangan final Perjanjian Pinjaman. (3) Persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pemohon Jaminan untuk dilakukan penandatanganan Perjanjian Pinjaman. Bagian Keempat Penerbitan Jaminan Pasal 9 (1) Pemohon Jaminan menyampaikan permohonan penerbitan dokumen penjaminan atas Penjaminan Pemerintah kepada Menteri dalam hal ini Direktur jdih.kemenkeu.go.id Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan melampirkan:
Perjanjian Pinjaman yang telah ditandatangani; dan
dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar. (2) Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan penelaahan untuk melihat kesesuaian antara syarat dan ketentuan (terms and conditions) Perjanjian Pinjaman yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan syarat dan ketentuan (terms and conditions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), berkoordinasi dengan unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan. (3) Dalam melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat melibatkan BUPI. (4) Dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat ketentuan minimal mengenai:
peta risiko gagal bayar;
langkah-langkah mitigasi risiko gagal bayar; dan
upaya terbaik Terjamin untuk memenuhi pembayaran Pinjaman. (5) Dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilampiri surat pernyataan yang ditandatangani oleh direksi Terjamin mengenai kesanggupan Terjamin untuk:
melakukan pemantauan terhadap risiko gagal bayar bersama dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dan/atau BUPI; dan
menandatangani perjanjian penyelesaian Regres dan membayar utang Regres kepada BUPI dan/atau Pemerintah. Pasal 10 (1) Dalam hal syarat dan ketentuan (terms and conditions) dalam Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a telah sesuai dengan persetujuan syarat dan ketentuan (terms and conditions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), diterbitkan dokumen penjaminan (2) Dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
surat jaminan; atau
perjanjian jaminan, sesuai dengan kesepakatan antara Penjamin dan Penerima Jaminan. (3) Dalam hal penerbitan dokumen penjaminan berbentuk surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan ketentuan:
surat jaminan ditandatangani oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang ditujukan kepada wakil yang sah dari Penerima Jaminan; atau
surat jaminan yang ditandatangani oleh Menteri jdih.kemenkeu.go.id dalam hal m1 Direktur J enderal Pengelolaan Pem biayaan dan Risiko bersama dengan wakil yang sah dari BUPI, yang ditujukan kepada wakil yang sah dari Penerima Jaminan. (4) Dalam hal penerbitan dokumen penjaminan berbentuk perjanjian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan ketentuan:
perjanjian jaminan yang ditandatangani oleh Menteri dalam hal m1 Direktur J enderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan wakil yang sah dari Penerima Jaminan; atau
perjanjian jaminan yang ditandatangani oleh Menteri dalam hal m1 Direktur J enderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, wakil yang sah dari BUPI, dan wakil yang sah dari Penerima Jaminan. (5) Dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Terjamin. (6) Atas penerbitan dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur J enderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melaporkan kepada Menteri. (7) Penjaminan Pemerintah melalui dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara penuh (full guarantee), tanpa syarat (unconditionaij, dan tidak dapat dicabut kembali (irrevocable) serta mengikat Penjamin sesuai dengan ketentuan dalam dokumen penjaminan. (8) Penjaminan Pemerintah berlaku sejak tanggal penerbitan dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sampai dengan seluruh kewajiban finansial Terjamin kepada Kreditur berdasarkan Perjanjian Pinjaman terpenuhi. (9) Penjaminan Pemerintah serta merta berakhir atau tidak berlaku dengan berakhirnya atau tidak berlakunya Perjanjian Pinjaman. BAB III DUKUNGAN PEMERINTAH ATAS PENUGASAN BUPI Pasal 11 (1) Dalam rangka penugasan atas Penjaminan Pemerintah, Pemerintah dalam hal ini Menteri memberikan dukungan kepada BUPI berupa:
meningkatkan kredibilitas penjaminan BUPI;
menjaga kecukupan modal BUPI; dan/atau
memastikan penyelesaian piutang Regres sesua1 dengan perjanjian penyelesaian Regres, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam rangka menjaga kecukupan modal BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah dapat memberikan penyertaan modal negara. Pasal 12 (1) Dalam rangka penugasan atas Penjaminan Pemerintah, BUPI dapat mengenakan biaya atas pelaksanaan pemberian penjaminan dalam bentuk IJP kepada Terjamin sesua1 dengan mekanisme korporasi sebagaimana jdih.kemenkeu.go.id dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf d. (2) Jumlah IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan memperhatikan:
porsi penjaminan yang ditanggung;
tingkat risiko Terjamin;
biaya yang dikeluarkan; dan
marjin yang wajar. (3) Dalam hal BUPI telah melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) namun tidak diberikan penugasan untuk melakukan Penjaminan Pemerintah, BUPI dapat mengenakan biaya jasa kepada Terjamin atas pelaksanaan evaluasi penjaminan, yang diperhitungkan terhadap biaya yang dikeluarkan dalam rangka evaluasi dan marjin yang wajar. BAB IV PENYELESAIAN AKIBAT PELAKSANAAN PENJAMINAN PEMERINTAH Bagian Kesatu Klaim atas Penjaminan Pemerintah Pasal 13 (1) Klaim Penjaminan Pemerintah dilaksanakan dalam hal Terjamin selaku penerima Pinjaman berada dalam keadaan tidak mampu untuk memenuhi kewajiban finansial kepada Penerima Jaminan berdasarkan Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2). (2) Terjamin menyampaikan pemberitahuan kepada BUPI atas keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pemberitahuan kepada BUPI mengenai keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada Penerima J aminan atas keadaan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) hari sebelum kewajiban finansial berdasarkan Perjanjian Pinjaman jatuh tempo. (4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditembuskan pula kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko oleh Terjamin. Pasal 14 (1) Berdasarkan keadaan tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Penerima J aminan menyampaikan pengajuan klaim atas Penjaminan Pemerintah secara tertulis kepada BUPI dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, dengan tembusan kepada direksi Terjamin. (2) Pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh Penerima Jaminan setelah Terjamin tidak memenuhi kewajiban finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) pada tanggaljatuh tempo. (3) Pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan minimal sebagai berikut: jdih.kemenkeu.go.id a. ketidakmampuan Terjamin untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Pinjaman;
kewajiban Pemerintah selaku Penjamin untuk membayar kepada Penerima Jaminan berdasarkan dokumen penjaminan;
jumlah kewajiban sebagaimana dimaksud pada hurufa;dan d. tujuan pembayaran yang terdiri atas nama dan nomor rekening Penerima Jaminan. (4) Pengajuan klaim atas penjaminan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
Perjanjian Pinjaman;
salinan dokumen penjaminan;
rincian kewajiban yang harus dipenuhi oleh Penjamin; dan
rincian Pinjaman. Pasal 15 (1) BUPI melakukan verifikasi terhadap klaim atas Penjaminan Pemerintah yang diajukan oleh Penerima Jaminan baik untuk porsi BUPI maupun Pemerintah. (2) Dalam rangka melaksanakan verifikasi terhadap klaim atas Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUPI dapat berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan pihak lain terkait. (3) Untuk keperluan verifikasi terhadap klaim atas Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUPI dapat meminta Terjamin untuk menyampaikan surat pernyataan mengenai tidak adanya keberatan dan/atau perselisihan apapun mengenai jumlah klaim yang diajukan. (4) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Terjamin dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permintaan tersebut disampaikan. (5) Verifikasi terhadap klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:
kesesuaian antara jumlah klaim dengan jumlah kewajiban berdasarkan Perjanjian Pinjaman yang menjadi kewajiban Terjamin berdasarkan tagihan dari Penerima J aminan;
tidak adanya keberatan dan/atau perselisihan antara Terjamin dengan Penerima Jaminan mengenai klaim dan/ataujumlah klaim yang diajukan; dan
tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening yang ditujukan Penerima Jaminan. (6) Hasil verifikasi terhadap klaim dituangkan dalam berita acara verifikasi yang ditandatangani oleh Terjamin, Penerima Jaminan, dan BUPI. (7) Berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan salinannya kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (8) Dalam hal hasil verifikasi menunjukkan bahwa Pemerintah perlu melakukan pembayaran klaim untuk jdih.kemenkeu.go.id porsi Pemerintah, KPA turut menandatangani berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6). (9) Penunjukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan untuk pelaksanaan kewajiban penjaminan Pemerintah. Pasal 16 (1) Pembayaran klaim atas Penjaminan Pemerintah dilakukan apabila hasil verifikasi menunjukkan sebagai berikut:
terdapat kesesuaian antara jumlah klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan kepada Penjamin dan jumlah kewajiban Terjamin yang terhutang berdasarkan Perjanjian Pinjaman; dan
tidak adanya keberatan dari Terjamin dan/atau perselisihan apapun antara Terjamin dengan Penerima Jaminan mengenai klaim dan/atau jumlah klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan. (2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUPI membayar klaim yang menjadi porsi penjaminannya kepada Penerima Jaminan. (3) Apabila jumlah klaim melebihi porsi yang ditanggung oleh BUPI sebagai First Loss, BUPI menyampaikan tagihan atas kelebihan jumlah klaim yang menjadi porsi Pemerintah kepada KPA atas kewajiban Penjaminan Pemerintah. (4) Pemerintah membayar kelebihan klaim dari porsi penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Penerima Jaminan. (5) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran kelebihan klaim dari porsi penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah melalui Menteri dapat menggunakan dana yang bersumber dari dana cadangan penjaminan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (6) Pelaksanaan pembayaran klaim porsi Pemerintah kepada Penerima Jaminan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan untuk pelaksanaan kewajiban penjaminan Pemerintah. Bagian Kedua Pelaksanaan Regres Pasal 17 (1) Dalam hal BUPI telah melaksanakan kewajibannya selaku Penjamin kepada Penerima Jaminan berdasarkan dokumen penjaminan, Terjamin harus memenuhi Regres. (2) Pemenuhan Regres oleh Terjamin kepada BUPI se bagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kemampuan keuangan Terjamin. (3) BUPI menyampaikan surat pemberitahuan Regres kepada Terjamin pada saat atau segera setelah Regres timbul dengan tembusan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan jdih.kemenkeu.go.id usaha milik negara. (4) Setelah surat pemberitahuan Regres disampaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BUPI dan Terjamin menuangkan kesepakatan mengenai penyelesaian Regres dengan pembayaran secara bertahap atau sekaligus ke dalam perjanjian penyelesaian Regres yang ditandatangani oleh wakil yang sah dari kedua belah pihak. (5) Dalam perjanjian penyelesaian Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Terjamin menyatakan dan menyepakati minimal hal-hal sebagai berikut:
pengakuan berutang Terjamin kepada BUPI sebagai akibat dari timbulnya Regres;
jumlah utang yang wajib dibayar Terjamin kepada BUPI;
tingkat bunga;
tahapan pembayaran yang disanggupi Terjamin untuk membayar utangnya kepada BUPI hingga lunas; dan
mekanisme pembayaran yang disetujui untuk melaksanakan tahapan pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf d. (6) Kesepakatan mengenai hal-hal yang perlu diatur dalam perjanjian penyelesaian Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pembayaran klaim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. (7) BUPI dan Terjamin yang memiliki utang Regres melaporkan kesepakatan mengenai penyelesaian utang yang dituangkan dalam perjanjian penyelesaian Regres kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara. (8) Menteri dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pemantauan terhadap penyelesaian Regres, dan melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara untuk memastikan agar penyelesaian Regres sebagaimana tertuang dalam perjanjian penyelesaian Regres dapat diselesaikan oleh Terjamin. Pasal 18 (1) Dalam hal Pemerintah melakukan pembayaran klaim Penjaminan Pemerintah kepada Penerima Jaminan atas porsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), timbul piutang dalam bentuk Regres kepada Terjamin. (2) Ketentuan mengenai penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada BUPI berlaku pula secara mutatis mutandis untuk penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada Pemerintah. (3) Kewenangan untuk melakukan penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada Terjamin didelegasikan oleh Menteri kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. jdih.kemenkeu.go.id BABV PENGELOLAAN RISIKO Bagian Kesatu Mitigasi Risiko Pasal 19 (1) Terjamin wajib melakukan upaya terbaik untuk melakukan pengelolaan risiko terhadap kemungkinan terjadinya gagal bayar atau segala peristiwa yang mempengaruhi kemampuan Terjamin untuk memenuhi kewajiban finansial. (2) Kewajiban pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sesuai dengan masa berlaku Perjanjian Pinjaman. (3) Terjamin harus melakukan pembaruan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b secara berkala setiap 6 (enam) bulan. (4) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat memberikan masukan kepada Terjamin mengenai rancangan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf l dan pembaruan atas dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BUPI turut memberikan masukan kepada Terjamin mengenai rancangan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf 1 dan pembaruan atas dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar yang telah mendapatkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), ditandatangani oleh direksi Terjamin untuk disampaikan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (7) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Terjamin menyampaikan tembusan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada BUPI. Bagian Kedua Pemantauan atas Pengelolaan Risiko Gagal Bayar Pasal 20 (1) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan pemantauan terhadap pengelolaan risiko gagal bayar yang dilakukan Terjamin sesuai dengan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6). (2) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BUPI turut melakukan pemantauan terhadap pengelolaan risiko yang dilakukan jdih.kemenkeu.go.id (3) Terjamin sebagaimana dimaksud pada berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. ayat (1), Pengelolaan Direktorat Dalam rangka pemantauan terhadap pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, BUPI, dan Terjamin dapat mengadakan pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai pelaksanaan rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana tertuang dalam dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar oleh Terjamin. Pasal 21 (1) Terjamin wajib membuka rekening khusus (sinking fund) sebagai mitigasi risiko terhadap Penjaminan Pemerintah. (2) Terjamin wajib menempatkan dan menjaga keutuhan dana di dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal sebesar setara dengan jumlah cicilan pokok dan bunga Pinjaman yang akan jatuh tempo pada 3 (tiga) periode pembayaran kewajiban selanjutnya atas Pinjaman. (3) Dana yang ditempatkan di dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari dana hasil kebijakan Pemerintah dalam rangka memperkuat keuangan PT KAI, dana internal PT KAI, dan/atau sumber dana lainnya. (4) Rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterbitkannya Penjaminan Pemerintah. (5) Dana di dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat digunakan oleh Terjamin untuk membayar Pinjaman atas proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. (6) Dalam hal Terjamin menggunakan dana di dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Terjamin wajib memulihkan keutuhan dana di dalam rekening khusus (sinking fund) sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak dana di dalam rekening khusus (sinking fund) digunakan. (7) Terjamin wajib memberikan akses pada rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (8) Terjamin menyampaikan pemberitahuan mengenai pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (9) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pemberian akses terhadap rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) juga dilakukan oleh Terjamin kepada BUPI. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 (1) Penggunaan kele bihan penyertaan modal negara kepada PT KAI yang ditujukan untuk pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung dapat ditampung dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1). (2) Kelebihan penyertaan modal negara kepada PT KAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan saldo tambahan yang harus dijaga oleh Terjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2). (3) Kelebihan penyertaan modal negara kepada PT KAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pembayaran kewajiban Terjamin atas Pinjaman. (4) Penggunaan kelebihan penyertaan modal negara kepada PT KAI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat dilakukan atas persetujuan Menteri melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. Pasal 23 (1) Terhitung sejak diterbitkannya Penjaminan Pemerintah, Terjamin wajib menyusun laporan secara triwulanan pada periode yang berakhir pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. (2) Pelaporan secara triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
penggunaan dana dari penarikan atas Pinjaman;
laporan keuangan Terjamin secara triwulanan dan tahunan yang belum diaudit _(unaudited); _ c. kemampuan bayar Terjamin, termasuk proyeksi kemungkinan terjadinya risiko gagal bayar pada Terjamin untuk 1 (satu) tahun ke depan;
laporan arus kas pada saat diperlukan berdasarkan permintaan Pemerintah dan/ a tau BUPI sebelum tanggal jatuh tempo atas pembayaran Pinjaman berdasarkan Perjanjian Pinjaman;
pelaksanaan rencana mitigasi risiko gagal bayar;
pengadaan pembiayaan lainnya;
perkembangan kegiatan operasi PT KAI dan PT Kereta Cepat Indonesia China, termasuk penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung; dan
pelaksanaan dukungan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b dan huruf c. (3) Terjamin menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya. (4) Terjamin wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan jdih.kemenkeu.go.id yang telah diaudit paling lambat 10 (sepuluh) hari kalender sejak diterbitkannya laporan keuangan yang telah diaudit kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. (5) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan Penjaminan Pemerintah, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga dilakukan oleh Terjamin kepada BUPI. BAB VI PENGANGGARAN DANA CADANGAN PENJAMINAN Pasal 24 (1) Pemerintah melalui Menteri mengalokasikan anggaran kewajiban Penjaminan Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara. (2) Pengelolaan dana cadangan Penjaminan Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penJamman untuk pelaksanaan kewajiban Penjaminan Pemerintah. BAB VII PEMBUKUAN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN PENUGASAN Pasal 25 (1) Dalam melaksanakan penugasan Penjaminan Pemerintah, BUPI menyelenggarakan pembukuan berdasarkan ketentuan mengenai standar akuntansi yang berlaku. (2) Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disajikan sebagai informasi segmen dalam catatan atas laporan keuangan pada laporan keuangan BUPI. Pasal 26 (1) BUPI menyampaikan laporan semesteran dan laporan tahunan atas pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat minimal:
perkembangan Pinjaman;
analisis risiko gagal bayar Terjamin, yang dilengkapi dengan mitigasi risiko;
kepatuhan Terjamin atas pengelolaan rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22;
pelaksanaan dukungan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jdih.kemenkeu.go.id perhubungan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b dan huruf c; dan
informasi lain yang dianggap penting. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan dimaksud berakhir. BAB VIII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasa127 (1) Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap:
pelaksanaan pembiayaan serta pemenuhan kewajiban Terjamin; dan
pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah melalui BUPI. (2) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengadakan pertemuan secara berkala dengan Terjamin dan BUPI untuk membahas dan memberikan masukan mengenai pelaksanaan pengelolaan risiko atas pelaksanaan pembiayaan serta pemenuhan kewajiban Terjamin dan pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah melalui BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk bahan penyusunan laporan secara berkala dan/atau rekomendasi kepada Menteri. (4) Dalam rangka menjaga kredibilitas dan kemampuan BUPI dalam melaksanakan Penjaminan Pemerintah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko memverifikasi kemampuan BUPI untuk melaksanakan pembayaran klaim dalam hal terdapat pengajuan klaim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Agustus 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 September 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. jdih.kemenkeu.go.id