MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 111/PMK.02/2007

TENTANG

TATACARA PENYEDIAAN ANGGARAN, PENGHITUNGAN,

PEMBAYARAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI LISTRIK

MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah dianggarkan belanja untuk Subsidi Listrik;

 

 

b.

bahwa dalam rangka pelaksanaan penyaluran Subsidi Listrik, diperlukan tata cara penyediaan anggaran, penghitungan, pembayaran dan pertanggungjawabannya;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70,  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4355);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

 

 

5.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4662);

 

 

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);

 

 

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);

 

 

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);

 

 

9.

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);

 

 

10.

Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2003 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2004 yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara;

 

 

11.

Keputusan Presiden Nomor 20/ P Tahun 2005;

 

 

12.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005 tentang Pengelolaan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan;

 

 

13.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar;

 

 

14.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;

 

 

15.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

16.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55 Tahun 2006 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2007;

 

 

17.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.06/2006 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2007;

 

 

18.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.05/2007 tentang Tata Cara Pencairan Dana Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Rekening Kas Umum Negara;

Memperhatikan

:

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1116/K/36/MEM/2003 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pelaksanaan Harga Jual Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN MENTER1 KEUANGAN TENTANG TATACARA PENYEDIAAN ANGGARAN, PENGHITUNGAN, PEMBAYARAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI LISTRIK.

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Golongan Tarif adalah golongan tarif sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden yang mengatur mengenai Harga Jual Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN).

 

 

2.

Biaya Pokok Penyediaan (Rp/kWh), yang selanjutnya disingkat BPP adalah biaya penyediaan tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) untuk melaksanakan kegiatan operasi mulai dari pembangkitan, penyaluran (transmisi), sampai dengan pendistribusian tenaga listrik ke pelanggan dibagi dengan total kWh jual.

 

 

3.

Volume Penjualan adalah hasil penjualan tenaga listrik (kWh) dari masing-masing golongan tarif.

 

 

4.

Susut Jaringan adalah selisih energi (kWh) antara energi yang diterima di sisi penyaluran dengan energi yang terjual kepelanggan setelah dikurangi dengan energi yang digunakan untuk keperluan sendiri di penyaluran dan pendistribusian energi listrik.

Pasal 2

 

 

(1)

Subsidi Listrik diberikan kepada pelanggan dengan Golongan Tarif yang harga jual tenaga listrik rata-ratanya lebih rendah dari BPP tenaga listrik pada tegangan di Golongan Tarif tersebut.

 

 

(2)

Pemberian Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui PT. PLN (Persero).

Pasal 3

 

 

(1)

Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dari selisih kurang antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing-masing Golongan Tarif dikurangi BPP (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing Golongan Tarif ditambah marjin (% tertentu dari BPP) dikalikan volume penjualan (kWh) untuk setiap Golongan Tarif.

 

 

(2)

Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud Dada ayat (1) dihitung dengan formula sebagai berikut:

 

 

 

 

 

S = - (HJTL - BPP (1 + m) x V

 

 

 

S

=

subsidi listrik

 

 

 

HJTL

=

harga  jual  tenaga  listrik  rata-rata  (Rp/kWh) dari masing-masing Golongan Tarif

 

 

 

BPP

=

BPP (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing Golongan Tarif

 

 

 

m

=

marjin (%)

 

 

 

V

=

volume penjualan tenaga listrik (kWh) untuk setiap Golongan Tarif

 

 

(3)

Marjin dalam perhitungan pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan marjin yang digunakan dalam perhitungan besaran Subsidi Listrik untuk menghasilkan angka Subsidi Listrik yang ditetapkan dalam APBN atau APBN-Perubahan.

Pasal 4

 

 

(1)

Besaran Subsidi Listrik dengan menggunakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Menteri Keuangan sebagai usulan dalam rangka persiapan penyusunan Rancangan APBN atau Rancangan APBN- Perubahan.

 

 

(2)

Dalam menghitung besaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dapat mempertimbangkan marjin yang diusulkan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.

Pasal 5

 

 

(1)

BPP  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dihitung berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.

 

 

(2)

Penetapan formula BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk juga penetapan besaran perkiraan Susut Jaringan untuk 1 (satu) tahun.

 

 

(3)

Selain penetapan besaran perkiraan Susut Jaringan untuk  1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi juga menetapkan besarnya realisasi Susut Jaringan setiap akhir triwulan dan secara tahunan.

 

 

(4)

Realisasi Susut Jaringan setiap akhir triwulan dan secara tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi paling lambat 15 (lima belas) hari setelah diterimanya data secara lengkap dari PT. PLN (Persero).

 

 

(5)

PT. PLN (Persero) menyampaikan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 45 (empat puluh lima) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir dan 90 (sembilan puluh) hari setelah tahun yang bersangkutan berakhir.

Pasal 6

 

 

Komponen BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:

 

 

a.

pembelian tenaga listrik termasuk sewa pembangkit;

 

 

b.

biaya bahan bakar yang terdiri dari:

 

 

 

i.

bahan bakar minyak;

 

 

 

ii.

gas alam;

 

 

 

iii.

panas bumi;

 

 

 

iv.

batubara;

 

 

 

v.

minyak pelumas;

 

 

 

vi.

biaya retribusi air permukaan;

 

 

c.

biaya pemeliharaan yang terdiri dari:

 

 

 

i.

material;

 

 

 

ii.

jasa borongan;

 

 

d.

biaya kepegawaian;

 

 

e.

biaya administrasi;

 

 

f.

penyusutan atas aktiva tetap operasional; dan/atau

 

 

g.

beban bunga dan keuangan yang digunakan untuk penyediaan tenaga listrik.

Pasal 7

 

 

Komponen BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, tidak termasuk:  

 

 

a.

biaya-biaya penyediaan tenaga listrik untuk daerah-daerah yang tidak mengenakan Tarif Dasar Listrik (TDL);

 

 

b.

beban usaha pada unit penunjang yaitu jasa penelitian dan pengembangan, jasa sertifikasi, jasa engineering, jasa dan produksi, jasa manajemen konstruksi serta jasa pendidikan dan latihan.

 

 

c.

biaya tidak langsung yang terdiri dari :

 

 

 

i.

pemeliharaan wisma dan rumah dinas;

 

 

 

ii.

kepegawaian wisma dan rumah dinas;  

 

 

 

iii.

pakaian dinas;

 

 

 

iv.

asuransi pegawai;

 

 

 

v.

perawatan kesehatan pegawai;

 

 

 

vi.

biaya pegawai lainnya;

 

 

 

vii.

biaya lainnya wisma dan rumah dinas;

 

 

 

viii.

sewa rumah untuk pejabat;

 

 

 

ix.

penyisihan piutang ragu-ragu;

 

 

 

x.

penyisihan material;

 

 

 

xi.

bahan makanan dan konsumsi;

 

 

 

xii.

penyusutan wisma dan rumah dinas;

 

 

 

xiii.

Pajak Penghasilan/UTBP; dan

 

 

 

xiv.

biaya usaha lainnya

Pasal 8

 

 

(1)

Penyediaan dana Subsidi Listrik dianggarkan dalam APBN atau APBN-Perubahan.

 

 

(2)

Direktur jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SP-SAPSK) atas belanja Subsidi Listrik yang besarnya mengacu pada jumlah pagu Subsidi Listrik yang tersedia dalam APBN atau APBN-Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

(3)

Dalam rangka pelaksanaan anggaran Subsidi Listrik, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran.

 

 

(4)

Atas dasar SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran menerbitkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Subsidi Listrik.

 

 

(5)

SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan konsep DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Direktur Jenderal Anggaran kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(6)

Berdasarkan SP-SAPSK dan konsep DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA.

 

 

(7)

Dalam hal Direktur Jenderal Perbendaharaan tidak dapat menerbitkan Surat Pengesahan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) karena hal-hal tertentu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat menerbitkan DIPA Khusus.

 

 

(8)

DIPA yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau DIPA Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan pagu tertinggi dan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran Subsidi Listrik.

Pasal 9

 

 

(1)

Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) menunjuk:

 

 

 

a.

Pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja Subsidi Listrik;

 

 

 

b.

Pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) untuk pembayaran Subsidi Listrik.

 

 

(2)

Tembusan surat keputusan penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

 

 

(1)

Direksi PT. PLN (Persero) mengajukan permintaan pembayaran Subsidi Listrik yang disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan secara bulanan.

 

 

(2)

Permintaan pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai/dilengkapi dengan data/dokumen pendukung, sekurang-kurangnya terdiri dari:  

 

 

 

a.

data realisasi penjualan tenaga listrik yang memuat antara lain data realisasi penjualan per Golongan Tarif untuk periode yang ditagihkan;

 

 

 

b.

data BPP sementara (Rp/kWh) per tegangan di masing-masing Golongan Tarif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan

 

 

 

c.

perhitungan jumlah Subsidi Listrik berdasarkan data sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.

 

 

(3)

Data BPP sementara (Rp/kWh) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan data BPP sementara (Rp/kWh):

 

 

 

a.

yang digunakan dalam penetapan jumlah Subsidi Listrik dalam APBN atau APBN-Perubahan; atau

 

 

 

b.

berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh instansi yang berwenang melakukan audit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

 

(4)

Data BPP sementara (Rp/kWh) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang digunakan dalam pembayaran Subsidi Listrik adalah data BPP sementara (Rp/kWh) yang paling akhir diterbitkan.

 

 

(5)

Kebenaran data dan kelengkapan dokumen/data pendukung sebagaimana tersebut pada ayat (2) merupakan tanggung jawab PT. PLN (Persero) yang dinyatakan dalam surat permintaan Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 11

 

 

(1)

Berdasarkan permintaan pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan penelitan dan verifikasi atas data/dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).

 

 

(2)

Penelitian dan verifikasi dilakukan terhadap kelengkapan data/dokumen, kesesuaian permintaan pembayaran yang diajukan oleh PT. PLN (Persero) dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan ketersediaan pagu anggaran Subsidi Listrik dalam DIPA atau DIPA Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

 

 

(3)

Dalam rangka penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PT. PLN (Persero) wajib menyampaikan dokumen pendukung tambahan selain dokumen/data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 apabila diminta oleh Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak.

 

 

(4)

Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi yang ditandatangani oleh pihak yang melakukan verifikasi dan pihak yang diverifikasi.

Pasal 12

 

 

(1)

Berdasarkan Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani SPM untuk pembayaran Subsidi Listrik menerbitkan dan menyampaikan SPM kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2)

Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara  menerbitkan Surat  Perintah  Pencairan  Dana  (SP2D) dalam rangka pelaksanaan pembayaran Subsidi Listrik.

 

 

(3)

Tata cara penerbitan SP2D Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

 

 

(1)

Pembayaran Subsidi Listrik kepada PT. PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dilakukan secara bulanan.

 

 

(2)

Jumlah Subsidi Listrik yang dapat dibayar untuk setiap bulannya sebesar 95% (sembilan puluh lima persen) dari hasil perhitungan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

Pasal 14

 

 

(1)

Terhadap pembayaran bulanan Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, PT. PLN (Persero) dapat mengajukan usulan koreksi setiap akhir triwulan.

 

 

(2)

Untuk usulan koreksi terhadap jumlah Subsidi Listrik yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PT. PLN (Persero) wajib menyampaikan surat pemberitahuan perhitungan koreksi yang dilengkapi dengan perhitungan realisasi subsidi.

 

 

(3)

Surat pemberitahuan perhitungan koreksi dimaksud dilengkapi dengan laporan tertulis mengenai realisasi penjualan tenaga listrik per Golongan Tarif, realisasi BPP per tegangan untuk pelanggan semua Golongan Tarif termasuk realisasi Susut Jaringan dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak.

 

 

(4)

Dalam hal realisasi Susut Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Susut Jaringan yang digunakan adalah Susut Jaringan yang digunakan dalam penetapan jumlah Subsidi Listrik dalam APBN atau APBN-Perubahan tahun anggaran berjalan.

 

 

(5)

Berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan penelitian dan verifikasi terhadap realisasi penjualan tenaga listrik per Golongan Tarif dan realisasi BPP per tegangan untuk pelanggan semua Golongan Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

 

 

(6)

Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi dan digunakan sebagai dasar koreksi pembayaran Subsidi Listrik.

 

 

(7)

Pembayaran koreksi Subsidi Listrik Sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran.

 

 

(8)

Pembayaran Subsidi Listrik berdasarkan perhitungan Subsidi Listrik yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), merupakan pembayaran 100% (seratus persen).

 

 

(9)

Pembayaran koreksi Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (8), diperhitungkan pada pembayaran Subsidi Listrik bulan berikutnya.

 

 

(10)

Pembayaran koreksi Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dilakukan dengan mekanisme pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana diatur dalam Pasal 12.

Pasal 15

 

 

(1)

Pada bulan Desember tahun anggaran berjalan, sisa anggaran Subsidi Listrik yang belum ditagihkan/diproses pembayarannya dapat ditempatkan ke dalam Rekening Cadangan Subsidi/PSO.

 

 

(2)

Rekening Cadangan Subsidi/PSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Jumlah dana sisa anggaran Subsidi Listrik yang dapat ditempatkan pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO didasarkan pada perhitungan jumlah subsidi untuk bulan yang belum ditagihkan.

 

 

(4)

Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan oleh PT. PLN (Persero) kepada Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 17 Desember tahun anggaran berjalan.

 

 

(5)

Penempatan dana pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling tinggi sebesar sisa pagu DIPA atau DIPA Khusus untuk belanja Subsidi Listrik.

 

 

(6)

Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani SPM untuk pembayaran subsidi listrik, menyampaikan SPM penempatan Cadangan Dana Subsidi/PSO kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara.

 

 

(7)

Penyampaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampiri dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Menyelesaikan Pekerjaan (SPKMP) yang ditandatangani oleh Direksi PT. PLN (Persero) dan disetujui oleh Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja Subsidi Listrik.

 

 

(8)

Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (6) Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan SP2D  untuk Rekening Cadangan Subsidi/PSO.

 

 

(9)

Tata cara penerbitan SP2D Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

 

 

(1)

Untuk pencairan Cadangan Dana Subsidi/PSO atas bulan yang belum ditagihkan oleh PT PLN (Persero), Direksi PT PLN (Persero) menyampaikan permintaan pembayaran Subsidi Listrik kepada Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(2)

Permintaan subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan realisasi penjualan, tenaga listrik per Golongan Tarif untuk periode bulan ditagihkan dan perhitungan BPP sementara.

 

 

(3)

Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Direktur Jenderal Anggaran cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak paling lambat pada tanggal 15 Pebruari tahun anggaran berikutnya.

 

 

(4)

Berdasarkan permintaan pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat jenderal Anggaran cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak melakukan penelitian dan verifikasi terhadap data/dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(5)

Penelitian dan verifikasi dilakukan terhadap kelengkapan dokumen, kesesuaian permintaan pembayaran yang diajukan oleh PT PLN (Persero) dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan ketersediaan pagu dana subsidi yang ditempatkan pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO.

 

 

(6)

Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi.

 

 

(7)

Berdasarkan Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan Surat Permintaan Pencairan Cadangan Dana Subsidi/PSO kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(8)

Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan pencairan Cadangan Dana Subsidi/PSO kepada PT. PLN (Persero) berdasarkan Surat Permintaan Pencairan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

 

 

(9)

Pencairan Cadangan Dana Subsidi/PSO sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(10)

Dalam hal jumlah subsidi hasil penelitian dan verifikasi lebih kecil dari dana yang tersedia dalam Rekening Cadangan Subsidi/PSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, maka dana yang tersisa pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO segera disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara Nomor 502.000000 pada Bank  Indonesia sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

 

 

(11)

Dalam hal jumlah subsidi hasil penelitian dan verifikasi lebih besar  dari dana yang tersedia dalam Rekening Cadangan Subsidi/PSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, maka jumlah yang dapat dimintakan pencairannya adalah sebesar jumlah dana pada Rekening Cadangan Subsidi/PSO.

Pasal 17

 

 

(1)

PT. PLN (Persero) menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran Subsidi Listrik kepada Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran paling lambat tanggal 20 Pebruari tahun anggaran berikutnya.

 

 

(2)

Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi target dan realisasi penjualan tenaga listrik, BPP dan Susut Jaringan.

Pasal 18

 

 

(1)

Direktur Jenderal Anggaran selaku Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab atas penyaluran anggaran Subsidi Listrik.

 

 

(2)

Kuasa Pengguna Anggaran cq. pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja Subsidi Listrik wajib menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(3)

Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen pendukung, antara lain berupa salinan SPM dan SP2D.

Pasal 19

 

 

(1)

Pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 14 dan Pasal 16 bersifat sementara.

 

 

(2)

Besarnya Subsidi Listrik dalam 1  (satu) tahun anggaran secara final ditetapkan berdasarkan laporan hasil audit yang disampaikan oleh auditor kepada Menteri Keuangan.

 

 

(3)

Auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah instansi yang berwenang melakukan audit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

 

 

(1)

Apabila terdapat selisih kurang pembayaran Subsidi Listrik antara yang telah dibayar kepada PT. PLN (Persero) dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), jumlah selisih kurang dimaksud setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan dapat diusulkan untuk dianggarkan dalam APBN tahun anggaran berikutnya atau APBN-Perubahan tahun anggaran berikutnya.

 

 

(2)

Apabila terdapat selisih lebih pembayaran Subsidi Listrik antara yang telah dibayar kepada PT. PLN (Persero) dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), PT. PLN (Persero) harus segera menyetorkan kelebihan pembayaran tersebut ke Rekening Kas Umum Negara Nomor 502.000000 di Bank Indonesia sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21

 

 

Pembayaran sementara Subsidi Listrik yang telah dilaksanakan dalam Tahun Anggaran 2007  yang belum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, dilakukan koreksi/penyesuaian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 22

 

 

Dalam hal PT. PLN (Persero) untuk suatu periode tertentu mendapat penugasan khusus dari Pemerintah dalam rangka mempertahankan ketersediaan pasokan komoditas tertentu yang diawasi untuk daerah tertentu yang mengakibatkan tambahan biaya bagi PT. PLN (Persero), tambahan biaya dimaksud dapat dimasukan dalam perhitungan Subsidi Listrik periode yang bersangkutan melalui penyesuaian BPP setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 23

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sepanjang subsidi listrik masih dianggarkan/disediakan dalam APBN atau APBN-Perubahan.

Pasal 24

 

 

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Listrik Tahun Anggaran 2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 25

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak 1 Januari 2007.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

pada tanggal 14 September 2007

 

 

 

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SRI MULYANI INDRAWATI