Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua pada Tahun 2022
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diberikan kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua yang selanjutnya disebut DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua adalah DID yang diberikan kepada pemerintah daerah yang berkinerja baik dalam pelayanan dasar publik di tahun berjalan yang meliputi dukungan pemerintah daerah dalam mendukung penggunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro kecil, percepatan penyerapan belanja daerah, serta penurunan inflasi daerah.
Produk Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah barang yang dibuat dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia.
Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana pengadaan barang dan jasa yang akan dilaksanakan oleh perangkat daerah.
Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa Produk Dalam Negeri melalui Penyedia yang selanjutnya disebut RUP PDN melalui Penyedia adalah RUP PDN yang dilaksanakan oleh penyedia barang dan jasa untuk produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil.
Belanja Daerah yang Ditandai untuk Stunting yang selanjutnya disebut Tagging Stunting adalah belanja daerah yang digunakan untuk mendukung penurunan prevalensi stunting .
PT. Hewlett-Packard Indonesia
Relevan terhadap
pemeriksaan tanggal 24 0ktober 2024 sehubungan permohonan pembetulan putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-004726.15/2023/PP/MXVIIIB Tahun 2024 yang diucapkan tanggal 29 Agustus 2024 walaupun telah diberitahu dengan Surat Pemberitahuan Nomor PEMB.Rev-103/PAN.182/2024 tanggal 210ktober 2024; Menimbang bahwa Majelis berkesimpulan terdapat alasan hukum untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-004726.15/2023/PP/MXVIIIB Tahun 2024 yang telah diucapkan tanggal 29 Agustus 2024 yaitu sebagai berikut: 1. Halaman 197, sebagai berikut: Tertulis: 7. Penyesuaian Fiskal Negatif: Menurut Terbanding : USD 12,179,349.03 Koreksi tidakdapatdipertahankan pengadilan pajak : USD 7,693,240.68 Menurut pengadilan pajak : USD 4,486,108.35 Seharusnya: 7. Penyesuaian Fiskal Negatif: MenurutTerbanding : USD 4,468,593.88 Koreksitidakdapatdipertahankan pengadilan pajak : USD 7,693,240.68 Menurutpengadilan pajak : USD 12,161,834.56 2. Halaman 197 dan 198 sebagai berikut: Tertulis: No Uraian Menurut Majelis(USD) 1 Peredaran Usaha 311,184,115.97 2 Harga Pokok Penjualan 292,053,601.28 3 Penghasilan Bruto (1-2) 19,130,514.69 4 Biaya Usaha Lainnya 13,194.222.68 5 Penghasilan Neto Dalam Negeri (3-4) 5,936,292.01 6 Penghasilan dari Luar Usaha 13,236,522.18 7 Biaya dari Luar Usaha 9,404,523.14 A Halaman 9 dari 15 Putusan Nomor PUTplro04726.1512023fl.P/M.XVIIIB Tahun 2024 PT. Hewlett-Packard Indonesia
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap 8 lainnya
PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 79 (1) Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78. (21 Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75. Pasal 80 Badan Usaha dalam transaksi:
pengadaan tanah untuk KEK;
penjualan tanah dan/atau bangunan dan/atau c. sewa tanah dan/atau bangunan di KEK, tidak dipungut Pajak Penghasilan. di KEK; Pasal 81 (1) Warga negara asing yang bekerja di KEK dan telah menjadi subjek pajak dalam negeri serta memiliki keahlian tertentu dapat diberikan fasilitas dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia selama 4 (empat) tahun. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau melalui Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 82 . Bagian Ketiga Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pasal 82 Fasilitas Pajak Penghasilan selain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tetap dapat diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 83 (1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu dari TLDDP, kawasan bebas, dan tempat penimbunan berikat kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
impor Barang Kena Pajak Berwujud tertentu ke KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
impor Barang Konsumsi ke KEK pariwisata oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu antar Badan Usaha, antar Pelaku Usaha, atau antar Badan Usaha dengan Pelaku Usaha;
penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud termasuk jasa persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK oleh Pelaku Usaha dan/atau Badan Usaha kepada Pelaku Usaha lainnya dan/atau Badan Usaha di KEK yang sama atau KEK lainnya;
penyerahan f. penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha dari TLDDP atau selain TLDDP kepada Badan Usaha/Pelaku Usaha; dan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha. (2) Barang Kena Pajak Berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d berupa:
barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan/mesin dan suku cadang yang diperlukan untuk proses produksi pengolahan, barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk pembangunan dan/atau pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya;
bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang ^,diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan;
bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa kena pajak dan/atau kegiatan pengembangan teknologi ; dan I atau d. barang yang diperuntukan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik, serta maintenance, repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang. (3) Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diberikan sesuai bidang usahanya berupa:
^jasa maklon;
^jasa PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA b. jasa perbaikan dan perawatan termasuk maintenance, repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang;
jasa pengurusan transportasi terkait barang untuk tujuan ekspor;
jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan, dan pengawasan pembangunan di KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;
^jasa teknologi dan informasi;
jasa penelitian dan pengembangan;
jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsin5ruran, jasa konsultansi pemasaran, jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;
jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit, danl atau komunikasi/konektivitas data; dan
jasa lainnya yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (4) Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a barang a. Barang Konsumsi yang diperlukan oleh Pelaku Usaha di KEK pariwisata sebagai bahan baku usaha untuk menghasilkan jasa;
waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan danf atau fungsinya bila sudah dipergunakart, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan jasa; dan
tidak ditujukan untuk penggunaan di luar KEK. (5) Jenis Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dapat diberikan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, dicantumkan dalam daftar barang yang diusulkan oleh Administrator KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional. (6) Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diimpor, jumlahnya ditetapkan oleh Administrator KEK dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. (71 Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau seluruh wilayah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 84 (1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP, dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pelaku (2) Pelaku Usaha di KEK yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang pada saat impor barang atau penyerahan barang tidak dipungut pajaknya. (3) Dapat dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berasal dari Pelaku Usaha maintenancq repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. (4) Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pasal 85 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK wajib membuat faktur pajak pada saat penyerahan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 86 Atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu, Jasa Kena Pajak Tertentu, dan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis diberikan fasilitas dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 87 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Bagian Keempat Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan Cukai Paragraf 1 Umum (1) Untuk seluruh Pabean. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan KEK sebagai Kawasan Pabean diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 89 (1) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Badan Usaha di KEK meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal dalam rangka pembangunan atau pengembangan KEK. (2) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang masih dalam tahap pembangunan atau pengembangan meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal.
Barang dari Pelaku Usaha di KEK dapat dikeluarkan ke:
luar Daerah Pabean;
Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
tempat penimbunan berikat di luar KEK;
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan/atau
TLDDP. Pasal 95 (1) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK keluar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf a menggunakan pemberitahuan pabean dan berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. (2) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean, dan berlaku ketentuan sebagai berikut:
Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau cukai mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan; dan/atau PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan. (3) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf e dengan tujuan impor untuk dipakai menggunakan pemberitahuan pabean dan:
dipungut Bea Masuk;
dilunasi cukainya untuk barang kena cukai;
dikenakan Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (4) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang bidang usahanya maintenancq repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf e dengan tujuan impor untuk dipakai menggunakan pemberitahuan pabean dan dapat diberikan:
pembebasan, keringanan atau penurunan tarif Bea Masuk;
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (5) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari KEK ke TLDDP, terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Barang (6) Barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP dilengkapi dengan dokumen pendukung dan surat keterangan mengenai nilai kandungan lokal yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal di KEK. (7) Besarnya tarif Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikenakan sebesar Oo/o (nol persen) sepanjang barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK memiliki nilai kandungan lokal paling sedikit 4O%o (empat puluh persen). (8) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas atas pengeluaran barang dari KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 96 Untuk menjamin kelancaran arus barang dari dan ke KEK, Administrator KEK dapat ditetapkan untuk melakukan kegiatan pelayanan kepabeanan mandiri berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Bagian Kelima Tambahan Fasilitas Perpajakan di KEK Pariwisata Pasal 97 (1) Pelaku usaha di KEK Pariwisata diberikan fasilitas kepabeanan danf atau cukai atas pemasukan barang modal dan/atau bahan baku usaha bagi kegiatan:
penyediaan akomodasi;
pusat pertemuan dan konferensi;
marina dan/atau dermaga khusus kapal wisata;
bandara khusus wisata;
^jasa transportasi wisata;
pengembangan resortdan hunian; PFIES lDEN REPUBLIK INDONESIA g. jasa makanan dan minuman;
pusat perbelanjaan;
pusat hiburan dan rekreasi;
pusat edukasi dan/atau pelatihan;
pusat dan sarana olahraga;
pusat kesehatan;
pusat perawatan lanjut usia (retirement center); dan/atau
kegiatan lain yang mendukung pariwisata yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
kepentingan KEK dapat pengawasan, sebagian atau ditetapkan sebagai Kawasan (3) Fasilitas (3) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan dan cukai yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang telah menyelesaikan tahap pembangunan atau pengembangan meliputi:
pembebasan Bea Masuk untuk Barang Konsumsi dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor di KEK pariwisata;
penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai. (41 Ketentuan pemberian fasilitas dan kemudahan berupa pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan kepabeanan dan cukai diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 90 Pemasukan barang ke lokasi Pelaku Usaha di KEK berasal dari:
luar Daerah Pabean;
Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
tempat penimbunan berikat di luar KEK;
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan/atau
TLDDP. Pasal 9 1 Pasal 9 1 (1) Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK oleh Pelaku Usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf a, menggunakan pemberitahuan pabean impor dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan f atau c. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. (2\ Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. (3) Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf e, menggunakan pemberitahuan pabean, dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 92 (1) Impor Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf c ke KEK pariwisata diberikan fasilitas:
bagi Barang Konsumsi yang bukan barang kena cukai diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
bagi Barang Konsumsi yang berupa barang kena cukai dikenakan cukai dan diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. (2) Barang Konsumsi asal impor hanya dapat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dalam hal status KEK dicabut dan tetap melunasi Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau cukai bagi barang kena cukai. Paragraf 2 Perpindahan Barang Antar Pelaku Usaha di dalam KEK Pasal 93 (1) Perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk; pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; b c. tidak c. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (21 Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas perpindahan barang antar Pelaku Usaha di dalam KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Paragraf 3 Pengeluaran Barang dari KEK
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 19 Pengaturan Bersama
Relevan terhadap
Accounting Standars (IPSAS) 37 – Joint Arrangements , yang direvisi dan 2 efektif per 01 Januari 2017 sangat memadai untuk diadopsi. Namun 3 demikian, terdapat hal-hal perbedaan yang membutuhkan 4 penyesuaian untuk dapat diterapkan dalam penyusunan laporan 5 keuangan pemerintah pusat/daerah misalnya pengaturan yang 6 mengikat yang perlu dituangkan secara tertulis, peraturan 7 perundang-undangan yang tidak memungkinkan entitas pelaporan 8 melakukan penyajian kembali laporan keuangan ( restatement 9 financial reports ) untuk menyajikan dampak penerapan pengaturan 10 bersama sejak tahun perolehan awal, dan beberapa penekanan 11 penjelasan frasa dan nomenklatur untuk harmonisasi dalam 12 menyikapi pelaksanaannya ke dalam sistem dan kebijakan akuntansi. 13 DK 14. Pernyataan Standar ini tidak mengatur perlakuan akuntansi bagi 14 mitra yang merupakan badan usaha di luar entitas pemerintah 15 pusat/daerah. Dalam banyak praktik, mitra adalah entitas badan 16 usaha sektor swasta, dalam hal ini juga Badan Usaha Milik 17 Negara/Daerah (BUMN/D) berpartisipasi sebagai mitra kerja sama 18 entitas pemerintah. Namun demikian, Standar Akuntansi 19 Pemerintahan tidak dimaksudkan untuk entitas di luar pemerintah 20 pusat/daerah, termasuk entitas kekayaan pemerintah pusat/daerah 21 yang dipisahkan seperti BUMN/D, karena secara prinsip 22 akuntansinya berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan yang 23 berlaku. Dalam hal ini, entitas pemerintah dan mitra yang terikat 24 dalam perjanjian yang sama menerapkan prinsip akuntansi masing- 25 masing sesuai dengan standar akuntansi yang digunakan. 26 Pengaturan yang mengikat 27 DK 15. Pengaturan yang mengikat yang diatur dalam Pernyataan Standar ini 28 berbeda dengan IPSAS 37. Paragraf 8 IPSAS 37 mengatur bahwa 29 pengaturan yang meningkat seringkali namun tidak selalu dituangkan 30 secara tertulis, dalam bentuk kontrak atau kesepakatan para pihak 31 yang didokumentasikan. 32 DK 16. Pengaturan yang mengikat dan bersifat memaksa yang melibatkan 33 entitas pemerintah sebagai salah satu pihak dalam pengaturan 34 bersama dituangkan secara tertulis, dalam bentuk kontrak atau 35 kesepakatan para pihak yang didokumentasikan, yang akan 36 memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang terlibat dalam 37 pengaturan yang mengikat. 38 Peralihan 39 DK 17. Dalam praktiknya sebelum Pernyataan Standar ini efektif berlaku, 40 entitas pemerintah telah mengakui dan mencatat aset yang 41 dikerjasamakan dalam operasi bersama, termasuk reklasifikasi atas 42 aset kemitraan, jika ada, sebagaimana pengaturan dalam PSAP 01 43 berdasarkan nilai tercatat aset. 44
Kepanitiaan Penyelenggaraan Konferensi Intemasional Keuangan Syariah Kementerian Keuangan 2O16 (The 7St Annual Islamicc Finance Confrence ...
Relevan terhadap
KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEBIJAKAN FISKAL TENTANG PEMBENTUKAN KEPANITIAAN PEI{YELENGGARAAN 1S? ANNUAL ISLAMIC FINANCE CONFERENCE: SUKUK FOR INFRASTRUCTURE FINANCING AND FINANCIAL INCLUSION STRA?EGY Membentuk Kepanitiaan Penyelenggaraan 7st Annual Islamic Finance Conference: Sukuk for Infrastructure Financing and. Financial Inclusion Strategg tahun 2016, selanjutnya disebut Panitia, dengan susunan keanggotaan sebagaimana terca.ntum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari keputusan Kepala Badan Kebijakan Fiskal ini. Panitia mempunyai tugas:
melakukan koordinasi dengan bidang-bidang kegiatan terkait dengan perencanaan, penyelenggaraan, sampai dengal evaluasi seminar yang dilaksanalan;
menyiapkal seluruh susunan acara dan memastikan acara terselenggara sesuai dengan yang direncanakan, konfrrmasi pembicara serta senantiasa berkoordinasi dengan bidang kegiatan lain yang terkait acara seminar;
melakukan koordinasi terkait dengan dana untuk mendukung ^jalannya kegiatan seminar, dan ^pembiayaan lainnya, khususnya untuk pembicara, peserta undangan, dan panitia dari Kementerian Keuangan;
mengatur administrasi sejak persiapan, pelaksanaan, dan berakhirnya kegiatan seminar, melakukan dokumentasi tertulis, melakukan konfirmasi peserta, dan melakukan koordinasi dengan panitia lainnya terkait dengan acara;
menyiapkan tema dan ba.l.an seminar dari materi-materi yang diseminarkan, konfrrmasi pembicara dan moderator, dan notulensi seminar, serta menyusun laporan hasil dan proceedingi 6. melakukan koordinasi terkait dengan tugas layanan komunikasi dan informasi kepada masyarakat, baik secara langsung atau melalui media cetak, media elektronik, dan media lainnya, serta pelaksanaan konferensi pers;
menyediakan dukungan teknis berupa fasilitas untuk pembicara dan peserta, menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan acara, menyiapkan tempat seminar dan pengaturan a-komodasi pembicara, ^peserta, dan panitia Kementerian Keuangan, serta menangani dokumentasi acara seminar, melakukan koordinasi terkait dengan persiapan dan menyediakan sarana transportasi pembicara, moderator, dan panitia seminal yang menjadi tanggung ^jawab Kementerian Keuangan, serta ^pelaksa-naan prosedur protokoler dari pejabat Kementerian Keuangan. Panitia bertanggung ^jawab dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Badan Kebijakan Fiskal. Masa kerja Panitia adalah sejak persiapan sampai dengan kegiatan seminar diselenggarakan selama tiga bulan terhitung mulai tanggal I Maret sampai dengan 31 Mei 2O16. KELIMA : Segala biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Keputusan Kepala Badan Kebijakan Fiskal ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksalaan Anggaran (DIPA) Badan Kebijalan Fiskal Tahun Anggaran 2016. KEENAM : Keputusan Kepala Badan Kebijakan Fiskal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak talggal 1 Maret 2O 16.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
Menteri Keuangan;
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;
Kepala Biro Komunikasi darr Layanan Informasi, Sekretadat Jenderal;
Direktur Pembiayaan Syariah, DJPPR 6. Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal;
Sekretaris Badan Kebijakal Fiskal;
Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II:
Sekretariat Jenderal IAEI; 1O. Yang bersangkutan untuk diketahui dan diindahkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal )L Mei 2016 KEPALA BADAN KEBIJAKAN FISKAL, --? /ft ^ar1za4 --- l.SunueSn ^NAZARA ' NIP 19701123 199903 tOO6po l.ampiran Keputusan Kepala Badan Kebijakan Fiskal nomor KEP- 11 lKFl2Ol6 ^tentans Kepanitiaan Penyelenggaraan lst Annual Islamic Finance Conference: Sukuk for Infrastructure Financing and Financial Inclusion StrategA tahun 2016 SUSI'NAN XEANG(X}TAAN KEPAI{ITIAAN PENYTLENGGARAAN SEMINAR INTERNASIONAL KEU/IITGAN SYARIAII I(TMENTERHN KEUANGIIN 2016 PIITGARAH Kepala Badan Kebijakan Fiskal Badan Kebijakan Fiska.l Pengarah TIM PELIIKSANA l Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Ketua I Badan Kebijakan Fiskal 2. Direktur Penbiayaan Syariah Ketua II Direktoral Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko 3. Kepala Bidang Kebijakan Pengembangan Industri Sekretaris Keuangan Syariah Badan Kebijakan Fiskal A. Bldang Acara 1. Syaifullal Koordinator Badan Kebijakan Fiskal 2. Bob Arfan Anggota Badan Kebijakan Fiskal 3. Munafsin A1 Arif Anggota Badan Kebijakan Fiskal 4. Bahtiar F. Muslim Anggota Badan Kebijakan Fiskal 5. Berry Sugarman Anggota Badan Kebijakan Fiskal 6. Rizqi Zulmiati Anggota Badan Kebijakan Fiskal 7 . Fatimatus Firdha Anggota Badan Kebijakan Fiskal 8. Alan Nuari Anggota Badan Kebijakan Fiskal 9. Endra Sulistyono Anggota Badan Kebijakan Fiskal 10. Erlangga Gilang Pradana Anggota Badan Kebijakan Fiskal 1 l. Nurul Fatimah Anggota Badar Kebijakan Fiskal 12. Disqa Ardityasari Anggota Insoektorat Jendera-l B. Bldaag Keuangan l. Nanang Z, Arifrn Koordinator Badan Kebijakan Fiskal 2, Mochamad Imron Anggota Badan Kebijakan Fiskal 3. Nurlaidi Anggota Badan Kebijakan Fiskal 4. Suwardi Anggota Badan Kebijakan Fiskal 5. Dhandi Surya M. Anggota Badan Kebijakan Fiskal 6. Priska Ama-lia Anggota Badan Kebijakan Fiskal 7. Ari Wibowo Anggota Badan Kebijakan Fiskal C. BtdaagKesekretariatan 1. Ery Mulyani Koordinator Badan Kebijakan Fiskal 2. Ilham Rahmansyah Anggota Badan Kebijakan Fiskal 3. Aditya N. Hakim Anggota Badan Kebijakan Fiskal 4. Deni Alam Fajar Anggota Badan Kebijakan Fiskal 5. Dewi Setyaningrum Anggota Badan Kebijakan Fiskal 6. Ahmad Halim Pradana Anggota Badan Kebijakan Piskal 7 . Munifah Syanwani Anggota IAEI 8. Santoso Permadi IAEI 9. Ashabul Kahfi IAEI 10. Dina Febrianti IAEI I 1. Hardini Bachmid IAEI 12. Tia Fitriyani IAEI Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota D. Btdaag Substansl l. Boby Wahl'u Hernawan Koordinator Badan Kebijakan Fiskal 2. Syahrir Ika Anggota Badan Kebijakan Fiskal 3. Dwi Irianti Hadiningdyah Anggota Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko 4. Millennia A. Susanti Anggota Badan Kebijakan Fiskal 5. Manggiarto Dwi Sadono Anggota Direlrtorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko 6. Anggoro Pridityo Anggota Direktoral Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko 7 . Afrf Hanifah Anggota Badan Kebijakan Fiskal 8. R Nur Hidayat Anggota Badan Kebijakan Fiska-l 9. Muttaqin Anggota Badan Kebijakan Fiskal E. Btdang Komunlkasi dan Medla 1. Endang Larasati Koordinator Badan Kebijakan Fiskal 2. Adik Tejo Waskito Anggota Badan Kebijakan Fiskal 3. Adya A. Muda Anggota Badan Kebijakan Fiskal 4. Paradhika Galih Anggota Badan Kebijakan Fiskal 5. Indha Sendary P.J. Anggota Badan Kebijakan Fiskal 6. Wahyuni Saptaningsih Anggota Sekretariat Jenderal 7 . Dina Anandita Anggota Sekretariat Jenderal 8. Rezha S. Amran Anggota Sekretariat Jenderal 9. Irfandika Pratama Anggota Sekretariat Jenderal F. Bldang LoglstlL, Akomodasi, Transportasi dan Protokoler 1. Deni Ridwan Koordinator Badan Kebijakan Fiskal 2. Lukas Lantip Ciptadi Anggota Badan Kebijakan Fiskal 3. Tri Budi Santoso Anggota Badan Kebijakan Fiskal 4. Rahyo Setyo Wibowo Anggota Badan Kebijakan Fiskal 5. Sumargo Anggota Badan Kebilakan Fiskal 6. M. Nurdin Indrajaya Anggota Badan Kebijakan Fiskal 7. Sutiah Anggota Badan Kebijakan Fiskal 8. Fazri A. Anz Anggota Badan Kebiiakan Fiskal Ditetapkar di Jakarta Pada tanggal lL Mei 2016 KEPALA BADAN KEBIJAKAN FISKAL, {aAtz,(}, il ^sunHasll ^NAZARA '' NrP 19701r23 199903 1 OO6b
Petunjuk Teknis Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf c meliputi:
kebijakan yang menyebabkan kerugian bagi Wajib Bayar;
kebijakan yang mewajibkan Wajib Bayar untuk mendukung program nasional dan mengakibatkan Wajib Bayar tidak mendapatkan keuntungan yang optimum; dan/atau
kebijakan pemberian keringanan PNBP Terutang kepada Wajib Bayar dengan mempertimbangkan kearifan lokal, aspek keadilan sosial, budaya, dan lingkungan.
Kebijakan yang menyebabkan kerugian bagi Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
pemegang ijin usaha yang tidak dapat menjalankan kegiatan usahanya karena perubahan peraturan perundang-undangan; atau
kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membatasi jumlah penumpang dalam sarana transportasi umum.
Kebijakan yang mewajibkan Wajib Bayar untuk mendukung program nasional dan mengakibatkan Wajib Bayar tidak mendapatkan keuntungan yang optimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
badan usaha bidang infrastruktur yang diberikan penugasan oleh pemerintah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur; atau
badan usaha bidang pertambangan yang diberikan penugasan oleh pemerintah untuk melaksanakan kegiatan peningkatan nilai tambah yang memiliki nilai ekonomi dan sosial yang strategis.
Kebijakan pemberian keringanan PNBP Terutang kepada Wajib Bayar dengan mempertimbangkan kearifan lokal, aspek keadilan sosial, budaya, dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c di antaranya:
pemberian keringanan PNBP Terutang bagi masyarakat kurang mampu atau usaha mikro kecil (UMK);
kebijakan untuk mendukung penerapan teknologi;
kebijakan untuk mempercepat pembangunan daerah; dan/atau
kebijakan untuk mendukung kelestarian alam.
Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a, surat permohonan keringanan PNBP Terutang disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
surat keterangan dari instansi yang berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a atau surat pernyataan Wajib Bayar dan bukti terkait untuk keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b;
asli surat pernyataan kerugian dari Wajib Bayar yang disertai perhitungan dan penjelasan; dan
surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
Surat keterangan dari instansi berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
asli surat keterangan dari pihak kepolisian yang menyatakan kondisi kahar berupa huru-hara, kerusuhan massal, kebakaran, dan lainnya;
asli surat keterangan dari instansi pemerintah yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana untuk keadaan kahar atau kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar berupa bencana alam;
asli surat keterangan dari instansi terkait untuk keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar berupa bencana non alam; dan/atau
salinan keputusan kepala daerah tentang penetapan suatu daerah dalam status bencana.
Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat kondisi kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b, surat permohonan keringanan PNBP Terutang disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
salinan laporan keuangan atau laporan pembukuan paling sedikit untuk tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya, dalam hal Wajib Bayar berupa badan usaha;
dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan, dalam hal Wajib Bayar perorangan;
asli surat pernyataan kesulitan likuiditas atau keuangan yang ditandatangani oleh Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan dengan disertai perhitungan dan penjelasan; dan
surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat kondisi kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf c, surat permohonan keringanan PNBP Terutang harus disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
kopi dokumen tertulis kebijakan pemerintah baik berupa kebijakan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
salinan laporan keuangan atau laporan pembukuan paling sedikit untuk tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya, dalam hal Wajib Bayar berupa badan usaha;
dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan, dalam hal Wajib Bayar perorangan; dan
surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
Dalam hal kebijakan pemerintah berupa arahan Presiden, kopi dokumen tertulis kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a antara lain dapat berupa siaran pers (press release) atau berita dari laman resmi pemerintah.
Pencabutan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.01/2007 tentang Sinergi Tugas dan Proses Bisnis di Bidang Kebijakan Fiskal dan Rancangan Angga ...
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas di bidang kebijakan fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.01/2007 tentang Sinergi Tugas dan Proses Bisnis di Bidang Kebijakan Fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
bahwa untuk mengatur kembali organisasi dan tata kerja Kementerian Keuangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, yang mengatur juga mengenai pembagian tugas dan fungsi setiap unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, termasuk tugas dan fungsi di bidang Kebijakan Fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara secara komprehensif;
bahwa mengingat substansi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.01/2007 tentang Sinergi Tugas dan Proses Bisnis di Bidang Kebijakan Fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada prinsipnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan maka untuk memberikan kepastian hukum perlu dilakukan pencabutan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.01/2007 tentang Sinergi Tugas dan Proses Bisnis di Bidang Kebijakan Fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pencabutan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.01/2007 tentang Sinergi Tugas dan Proses Bisnis di Bidang Kebijakan Fiskal dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.08/2020 Tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan Yang Ditunjuk Da ...
Relevan terhadap
bahwa untuk menyempurnakan dan melanjutkan dukungan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, serta memperbaharui dukungan pemerintah kepada penjamin, pemerintah perlu memberikan kepastian hukum dan penyesuaian terhadap proses penjaminan;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional belum mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sehingga perlu dilakukan perubahan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6542);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 660);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
Pengelolaan Insentif Fiskal
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal.
Pemantauan terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
laporan rencana penggunaan;
penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan
laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.
Evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
kebijakan pengalokasian Insentif Fiskal;
mekanisme penyaluran Insentif Fiskal;
realisasi penyaluran Insentif Fiskal; dan
penggunaan dan hasil keluaran Insentif Fiskal.
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan pagu indikatif Insentif Fiskal yang ditetapkan oleh Menteri dan kebijakan Pemerintah.
Penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan penilaian kinerja Pemerintah Daerah.
Penghitungan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya; dan
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibagikan kepada:
Daerah berkinerja baik; dan
Daerah Tertinggal.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak memperhitungkan Daerah Tertinggal yang tercantum dalam Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a digunakan meliputi untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah.
Insentif Fiskal yang digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
infrastruktur;
perlindungan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah; dan/atau
penciptaan lapangan kerja.
Insentif Fiskal Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b digunakan untuk pembangunan dan peningkatan infrastruktur dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Pemberian Dukungan dalam rangka Penyelesaian Pemenuhan Kewajiban Pemerintah Daerah untuk Mendanai Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 ...
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 166 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang, telah diatur bahwa pendanaan kegiatan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan dapat didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
bahwa untuk memberikan dukungan pendanaan kegiatan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengatur mekanisme pemberian dukungan melalui pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah berupa penarikan dana treasury deposit facility dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 113 dan Pasal 116 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal berwenang mengelola anggaran transfer ke daerah antara lain berupa dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Dukungan dalam rangka Penyelesaian Pemenuhan Kewajiban Pemerintah Daerah untuk Mendanai Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024;