Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 4 lainnya
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……….. (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KESATU : Menetapkan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (3) Alamat :
....................................... (4) KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berupa:
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar ………….. (5) % (………….. (6) persen) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari...……….. (7); dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar...……….. (5) % (………….. (6) persen), untuk jangka waktu...……….. (8) (………….. (9)) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. KETIGA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka...………... (10) sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha Nomor...………... (11) tertanggal...………... (12) dengan Nomor Proyek...………... (13) sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. KELIMA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA dapat dicabut dalam hal:
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
ketidaksesuaian realisasi Kegiatan Usaha Utama pada sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara;
tidak merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis;
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
berhenti melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. KEENAM : Keputusan Menteri ini dipersamakan sebagai surat keterangan pembebasan dari pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. KETUJUH : Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEENAM berlaku sejak ditetapkannya Keputusan Menteri ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. KEDELAPAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra………(14);
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (15);
Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………... (16); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di Ibu Kota Nusantara pada tanggal...…………... (17) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL ……………... (18) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...…(2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA PENJELASAN ATAS PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA 1. Wajib Pajak memiliki Perizinan Berusaha Nomor...……… (11) tanggal ………… (12), dengan Nomor Proyek...……… (13).
Lokasi usaha/proyek di...……… (19). 3. Berdasarkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1:
kegiatan usaha utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (20), KBLI...……… (21) Uraian KBLI...……… (22) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (23).
rencana penanaman modal senilai Rp...……… (24) (………… (25) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp...……… (26) 2. Bangunan/Gedung Rp...……… (27) 3. Mesin Peralatan Rp...……… (28) 4. Lain-lain Rp...……… (29) Total Rp...……… (24) 4. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 3, dan penghasilan dimaksud diterima atau diperoleh dari...……… (7).
Penghasilan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara wajib:
merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diterbitkan;
menyampaikan:
laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
ii. laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dilarang:
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
menggunakan pinjaman dalam rangka pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra yang diperoleh dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024, selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pemanfaatan seluruh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA Keputusan Menteri ini mengacu pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,...…………... (18) . PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
100%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
85%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (7) : Diisi dengan:
kegiatan investasi atau pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
penanam modal luar negeri, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d dan huruf j Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, dan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
25 Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2035; atau
20 Tahun Pajak, untuk Penanaman modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045. Nomor (9) : Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (10) : Diisi dengan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, dalam hal dalam hal pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) : Diisi dengan nomor Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (12) : Diisi dengan tanggal Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (13) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (14) Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara Nomor (15) : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (16) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (17) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (18) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (19) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (20) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (21) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (22) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (23) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (24) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (25) : Diisi dengan terbilang nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (26) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah. Nomor (27) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung. Nomor (28) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan. Nomor (29) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain. M. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA .................................................(2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……….. (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KESATU : Menetapkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (9) Alamat :
....................................... (10) dapat dimanfaatkan Wajib Pajak sejak Tahun Pajak...(11) ^ KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berupa:
% (………….. (13) persen) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari...……….. (14)); dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar...……….. (12) % (………….. (13) persen) untuk jangka waktu...……….. (15) (………….. (16)) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial, dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. KETIGA : Penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berdasarkan pertimbangan:
saat pertama kali kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara telah beroperasi komersial (Saat Mulai Beroperasi Komersial) dilakukan pada tanggal...………. (17);
Perizinan Berusaha sebagaimana tercantum dalam dokumen nomor…………. (18) tanggal...………. (19);
realisasi Kegiatan Usaha Utama telah sesuai dengan rencana cakupan bidang usaha sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor...………. (5). KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak……….(20);
Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………. (21); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di Ibu Kota Nusantara pada tanggal...………. (22) KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (23) …………. (24) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA PENJELASAN ATAS PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA 1. Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka Penanaman Modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha Nomor...……… (18) tanggal...……… (19), dengan Nomor Proyek...……… (25).
Lokasi usaha/proyek di...……… (26). 3. Nilai rencana Penanaman Modal berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan nomor...……(5) sebesar Rp...……… (27) (………… (28) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (29) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (30) 3. Mesin Peralatan Rp………… (31) 4. Lain-lain Rp………… (32) Total Rp………… (27) 4. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan nomor………(7) tanggal………(8) kegiatan usaha utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (33), KBLI...……… (34) Uraian KBLI...……… (35) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (36). Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (37) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (38) 3. Mesin Peralatan Rp………… (39) 4. Lain-lain Rp………… (40) Total Rp………… (41) 5. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 4, dan penghasilan dimaksud diterima atau diperoleh dari...……… (14).
Penghasilan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara wajib:
menyampaikan:
laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
ii. laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dilarang:
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
menggunakan pinjaman dalam rangka pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra yang diperoleh dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Peraturan Menteri Keuangan Nomor..... Tahun 2024, selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (23)...………. (24) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan tanggal penyampaian permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan tanggal permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diterima secara lengkap. Nomor (5) Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (6) Diisi dengan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (9) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) Diisi dengan Tahun Pajak mulai pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara/Saat Mulai Beroperasi Komersial. Nomor (12) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
100%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
85%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (13) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (14) : Diisi dengan:
kegiatan investasi atau pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
penanam modal luar negeri, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf d dan huruf j Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, dan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (15) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
25 Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2035; atau
20 Tahun Pajak, untuk Penanaman modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045. Nomor (16) Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (17) : Diisi dengan tanggal saat pertama kali kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara telah beroperasi komersial (Saat Mulai Beroperasi Komersial). Nomor (18) : Diisi dengan nomor dokumen Perizinan Berusaha. Nomor (19) : Diisi dengan tanggal dokumen Perizinan Berusaha. Nomor (20) : Diisi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar. Nomor (21) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (22) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (23) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara. Nomor (24) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (25) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (26) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (27) : Diisi dengan rencana Penanaman Modal berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (28) : Diisi dengan jumlah terbilang rencana Penanaman Modal berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (29) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah. Nomor (30) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung. Nomor (31) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan. Nomor (32) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain. Nomor (33) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas. Nomor (34) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (35) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (36) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (37) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (38) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (39) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (40) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (41) : Diisi dengan realisasi Penanaman Modal berdasarkan hasil pemeriksaan. N. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MEMPEROLEH FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MEMPEROLEH FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA TAHUN PAJAK ......... (1) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK 1. Nama Wajib Pajak :
........ (2) 2. NPWP :
........ (3) 3. Keputusan Pemberian Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
........ (4) b. Tanggal Keputusan :
........ (5) c. Total Rencana Penanaman Modal : Rp/USD ......... (6) d. Bidang Usaha :
........ (7) II. REALISASI PENANAMAN MODAL A. Penanaman Modal (rupiah/US Dollar) Saldo Awal Tambahan Realisasi/ Perolehan (Rp/USD) Tanggal Perolehan Akumulasi Perolehan Pada Akhir Periode Pelaporan...
(9) (10) (11) 1. Modal Tetap a. Pembelian dan Pematangan Tanah 1)... 2)... : ……....…....…....….
Bangunan / Gedung 1)... 2)... : ……....…....…....….
Mesin / Peralatan & Suku Cadang 1)... 2)... : ……....…....…....….
Lain-lain 1)... 2)... : ……....…....…....…. Sub jumlah :
..…....…....…....….
Modal Kerja :
..…....…....…....…. Jumlah :
..…....…....…....…. Catatan: Apabila Wajib Pajak memiliki lebih dari satu bidang usaha, penanaman modal agar dirinci untuk masing-masing bidang usaha III. JUMLAH PENGGUNAAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM RANGKA REALISASI PENANAMAN MODAL Jumlah Tenaga Kerja di Awal Tahun Penambahan/(Pengurangan) Tenaga Kerja di Tahun Berjalan Jumlah Tenaga Kerja di Akhir Tahun PPh Pasal 21 yang dilakukan pemotongan (12) (13) (14) (15) Pegawai Tetap ……....…....…....…. Pegawai Tidak Tetap ……....…....…....…. Jumlah ……....….
…………………….. (16) Pengurus / Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan .…………………….. (17) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (2) : Diisi dengan Nama Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal. Nomor (7) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan nilai saldo awal penanaman modal di awal tahun periode pelaporan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (9) : Diisi dengan nilai tambahan realisasi/perolehan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan tanggal perolehan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) : Diisi dengan nilai akumulasi perolehan penanaman modal pada akhir tahun periode pelaporan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (12) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada awal tahun periode pelaporan. Nomor (13) : Diisi dengan jumlah penambahan atau pengurangan tenaga kerja Indonesia pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (14) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada akhir tahun periode pelaporan. Nomor (15) : Diisi dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan pemotongan atas penghasilan yang diterima tenaga kerja Indonesia. Nomor (16) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi penanaman modal. Nomor (17) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi penanaman modal. REALISASI PENANAMAN MODAL Nilai realisasi untuk penanaman modal dalam negeri dalam mata uang rupiah (Rp) dan penanaman modal asing dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (USD) A. Penanaman Modal 1. Realisasi modal tetap dihitung atas nilai perolehannya:
Bagi perusahaan yang baru pertama kali menyampaikan laporan realisasi penanaman modal, kolom tambahan dikosongkan, sedangkan nilai realisasi penanaman modal selama periode laporan diisi pada kolom total;
Tambahan realisasi penanaman modal yang dicantumkan adalah tambahan selama periode laporan;
Total adalah kumulatif realisasi penanaman modal sampai dengan periode pelaporan;
Komponen realisasi modal tetap terdiri dari:
Pembelian tanah sebagai biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan termasuk biaya pematangan tanah.
Bangunan/gedung termasuk bangunan pabrik, gudang dan prasarana yang ada dalam lokasi proyek.
Mesin/peralatan termasuk suku cadang ( spare parts ), baik yang diimpor maupun pembelian lokal termasuk peralatan pencegahan pencemaran lingkungan.
Lain-lain termasuk alat angkutan, peralatan kantor, inventaris kantor dan biaya studi kelayakan.
Realisasi modal kerja diisi dengan nilai realisasi pengeluaran untuk bahan baku/penolong, gaji/upah karyawan dan biaya overhead oleh perusahaan yang melakukan produksi percobaan ( trial production ). O. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA TAHUN PAJAK...……. (1) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK II. REALISASI KEGIATAN USAHA No. Jenis Produk/Jasa Sektor Keuangan Jumlah Penghasilan (Rp/USD) Ket 1. Cakupan Produk/Jasa Sektor Keuangan Yang Mendapatkan Fasilitas SK Pemberian Fasilitas Nomor ... (4) tanggal ... (5) a.........…...… b.........…...… Jumlah Produk/Jasa Sektor Keuangan yang Mendapatkan Fasilitas ……...… 2. Cakupan Produk/Jasa Sektor Keuangan Yang Tidak Mendapatkan Fasilitas a.........…...… b.........…...… Jumlah Produk/Jasa Sektor Keuangan yang Tidak Mendapatkan Fasilitas ……...… ............. ,................ . . (10) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tanda tangan .…………………….. (11) 1. Nama Wajib Pajak :
.............................. (2) 2. NPWP :
.............................. (3) 3. Keputusan Pemberian Persetujuan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
.............................. (4) b. Tanggal Keputusan :
.............................. (5) c. Bidang Usaha :
.............................. (6) 4. Keputusan Penetapan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
.............................. (7) b. Tanggal Keputusan :
.............................. (8) c. Bidang Usaha :
.............................. (9) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (7) : Diisi dengan nomor keputusan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal keputusan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (9) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi kegiatan usaha. Nomor (11) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi kegiatan usaha. P. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENCABUTAN PEMBERIAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……. (2)...……….. (3) KESATU : Menetapkan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan...……….. (3) kepada: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (4) Alamat :
....................................... (5) KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU berupa:
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar ………….. (6) % (………….. (7) persen) untuk jangka waktu...……….. (8) (………….. (9)) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial berdasarkan rencana nilai penanaman modal sebesar Rp...……….. (10) (………….. (11)); dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, untuk jangka waktu sejak Keputusan Menteri ini ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a. KETIGA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka Penanaman Modal...………... (3) sebagaimana dimaksud dalam Nomor Induk Berusaha (NIB) Nomor...………... (12) tertanggal...………... (13), dan Perizinan Berusaha...………... (14) yang diterbitkan oleh Lembaga OSS pada tanggal...………... (15) dengan Nomor Proyek...………... (16) sesuai dengan Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan tentang pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. KELIMA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA dapat dicabut dalam hal:
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
jumlah nilai realisasi Penanaman pada Saat Mulai Beroperasi Komersial kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
tidak merealisasikan rencana Penanaman Modal paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis;
mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bukan baru, untuk realisasi Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bukan baru dimaksud merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
menggunakan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selain untuk tujuan pemberian fasilitas selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
memindahtangankan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut tidak menyebabkan nilai realisasi Penanaman Modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan:
dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi; dan/atau 2. merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
melakukan relokasi Penanaman Modal ke luar Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra; dan/atau
tidak lagi melakukan kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. KEENAM : Keputusan Menteri ini dipersamakan sebagai surat keterangan pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf b. KETUJUH : Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEENAM berlaku sejak ditetapkannya Keputusan Menteri ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf a. KEDELAPAN Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (17) 7. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak ………..(18) 8. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………... (19); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di...…………... (20) pada tanggal...…………... (21) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL ……………... (22) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2)...……… (3) PENJELASAN ATAS PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2)...……… (3) 1. Wajib Pajak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) Nomor...……… (12) tanggal...……… (13), dan Perizinan Berusaha...……… (14) yang diterbitkan oleh Lembaga OSS pada tanggal...……… (15) dengan Nomor Proyek...………(16).
Lokasi usaha/proyek di...……… (23). 3. Berdasarkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1:
Kegiatan Usaha Utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (24), KBLI...……… (25) Uraian KBLI...……… (26) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (27).
rencana penanaman modal senilai Rp...……… (10) (………… (11) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp...……… (28) 2. Bangunan/Gedung Rp...……… (29) 3. Mesin Peralatan Rp...……… (30) 4. Lain-lain Rp...……… (31) Total Rp...……… (10) 4. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 3. Penghasilan selain dari Kegiatan Usaha Utama dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan...……… (3) wajib:
merealisasikan rencana Penanaman Modal paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
menyampaikan:
laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan atau pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan...……… (3) dilarang:
mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bukan baru, untuk realisasi Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bukan baru dimaksud merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
menggunakan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selain untuk tujuan pemberian fasilitas selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
memindahtangankan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut tidak menyebabkan nilai realisasi Penanaman Modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan:
dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi; dan/atau
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
melakukan relokasi Penanaman Modal ke luar Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pemanfaatan seluruh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA Keputusan Menteri ini mengacu pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,...…………... (22) . PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN/ATAU DAERAH MITRA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (3) : Diisi dengan:
Di Ibu Kota Nusantara; atau
Di Daerah Mitra. Nomor (4) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak yang memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (5) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (6) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (7) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (8) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (9) : Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (10) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (11) : Diisi dengan terbilang nilai rencana penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (12) : Diisi dengan NIB Wajib Pajak. Nomor (13) : Diisi dengan tanggal NIB Wajib Pajak. Nomor (14) : Diisi dengan Perizinan Berusaha Wajib Pajak, yaitu bisa berupa Sertifikat Standar, Sertifikat Standar Terverifikasi, Izin Usaha, ataupun jika merupakan perluasan usaha. Nomor (15) : Diisi dengan tanggal penerbitan Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (16) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (17) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (18) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra. Nomor (19) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (20) : Diisi dengan tempat penetapan surat keputusan. Nomor (21) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (22) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (23) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (24) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (25) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (26) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (27) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (28) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa pembelian dan pematangan tanah di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (29) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa bangunan/gedung di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (30) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa mesin peralatan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (31) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa lain-lain di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. C. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN/ATAU DAERAH MITRA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...................................................... (2) .......................................................... (3) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Penetapan Jenis Satuan Barang Yang Digunakan Dalam Pemberitahuan Pabean Impor
Relevan terhadap
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1671);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.04/2012 tentang Pemberitahuan pabean Dalam rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 331) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.04/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.04/2012 tentang Pemberitahuan pabean Dalam rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 408);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1685) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PKM.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 256);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 316);
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 981) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor; Memperhatikan :
Surat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perdagangan nomor HK.01.01/859/M- DAG/SD/12/2023 tanggal 13 Desember 2023 hal Penyampaian Salinan Peraturan Menteri Perdagangan di Bidang Impor;
Surat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perdagangan nomor HK.01.01/135/M- DAG/SD/3/2024 tanggal 5 Maret 2024 hal Penyampaian Salinan Peraturan Menteri Perdagangan di Bidang Impor;
Tata Cara Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Badan Usaha Milik Negara dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Kebijakan Penjaminan Program PEN berpedoman pada hasil rumusan dan ketetapan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Badan Usaha Milik Negara dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6542);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
Tata Cara Pendanaan Pengadaan Tanah bagi Proyek Strategis Nasional oleh Lembaga Manajemen Aset Negara ...
Relevan terhadap
Dalam rangka pelaksanaan Pendanaan Pengadaan Tanah bagi Proyek Strategis Nasional, Pemimpin PPA BUN memastikan ketersediaan Dana Jangka Panjang untuk pembayaran Ganti Kerugian Pengadaan Tanah bagi Proyek Strategis Nasional.
Pemimpin PPA BUN dapat menentukan kebijakan besaran ketersediaan Dana Jangka Panjang yang dikelola oleh KPA BUN dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara dan kesinambungan Pendanaan Proyek Strategis Nasional.
Strategi Nasional Keuangan lnklusif
Relevan terhadap 1 lainnya
SNKI terdiri atas:
Pendahuluan;
Layanan Keuangan Indonesia;
Kebijakan Keuangan Inklusif; dan
Penutup.
SNKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
kebijakan Pengadaan Dalam hal terdapat permintaan dari pimpinan Kementerian Keuangan dan/atau unit kerja lain di lingkungan Kementerian Keuangan, hasil monitoring dan evaluasi dapat disampaikan sewaktu-waktu oleh Kepala UKPBJ kepada Menteri Keuangan c.q. Sekretaris Jenderal. BABX PEMERIKSMN DAN PENGAWASAN
Spesifikasi Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) huruf a memuat:
spesifikasi teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai standar tipe dan klas Rumah Negara; dan
spesifikasi lokasi Rumah Negara sesuai dengan kebijakan pengelolaan BMN di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam menetapkan spesifikasi Rumah Negara, selain spesifikasi se bagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK dapat menetapkan spesifikasi lainnya sesuai dengan kebutuhan satuan kerja.
Penetapan spesifikasi Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh PPK kepada Tim Survei Rumah Negara.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/ Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampa1 dengan serah terima hasil pekerjaan.
Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik yang selanjutnya disebut Pengadaan Secara Elektronik adalah Pengadaan Barang/ J asa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan yang selanjutnya disebut Biro Manajemen BMN dan Pengadaan adalah unit struktural di lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan yang mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan administrasi barang milik negara dan Pengadaan Barang/ J asa, dan layanan Pengadaan Barang/ J asa di lingkungan Kementerian Keuangan selaku unit kerja Pengadaan Barang/Jasa Kementerian Keuangan.
Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa Kementerian Keuangan yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/ J asa.
Layanan Pengadaan Barang/ Jasa secara Elektronik Kementerian Keuangan yang selanjutnya disingkat LPSE adalah layanan yang dilaksanakan oleh UKPBJ dalam mengelola teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik.
Kernen terian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republiklndonesia Tahun 1945 atau peraturan perundangan-undangan lainnya. y www.jdih.kemenkeu.go.id 8. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. dan pada 10. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.
Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan pengadaan langsung, penunjukan langsung, dan/atau e-purchasing. 12. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan unit kerja Pengadaan Barang/ Jasa untuk mengelola pemilihan penyedia.
Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
Penyedia Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/ jasa berdasarkan kontrak.
Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan opini tertulis atas nilai ekonomi suatu objek Penilaian sesuai dengan standar penilaian Indonesia.
Penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan Penilaian, yang sekurang- kurangnya telah lulus pendidikan awal Penilaian.
Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa selanjutnya disebut RUP adalah daftar rencana Pengadaan V www.jdih.kemenkeu.go.id Barang/ J asa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga.
Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia barang/ pekerj aan konstruksi / j asa lainnya.
Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyediajasa konsultansi.
Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan konstruksi/jasa keadaan terten tu.
Pengadaan Penyedia barang/ pekerj aan konsultansi/jasa lainnya dalam Langsung Barang/ Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia jasa konsultansi yang bernilai paling banyak Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Katalog Elektronik adalah sis tern informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), produk dalam negeri, produk standar nasional Indonesia, produk industri hijau, negara asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa.
Pembelian Secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem Katalog Elektronik atau toko daring.
Pengadaan Langsung Secara Elektronik adalah pengadaan langsung yang dilaksanakan melalui sistem aplikasi.
Sistem Informasi Manajemen Pengadaan Langsung yang selanjutnya disebut SIMPeL adalah aplikasi yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan Pengadaan Langsung Secara Elektronik. ✓ www.jdih.kemenkeu.go.id 27. Toko dalam Jaringan yang selanjutnya disebut Toko Daring adalah sistem informasi yang memfasilitasi Pengadaan Barang/ J asa melalui penyelenggaraan perdagangan melalui sistem elektronik dan retail daring.
Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPSE adalah aplikasi yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan Pengadaan Secara Elektronik.
Sistem Informasi Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat SI-UKPBJ adalah sistem pengelolaan UKPBJ yang terintegrasi.
Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan yang selanjutnya disebut SIRUP adalah aplikasi yang digunakan untuk penyusunan dan pengumuman RUP.
Verifikator adalah pegawai yang ditunjuk untuk menenma dan memeriksa dokumen pendaftaran, memberikan persetujuan pendaftaran, serta mengelola data Pelaku U saha.
Helpdesk adalah pegawai yang ditunjuk uri.tuk memberikan dukungan teknis dan pelayanan informasi terkait Pengadaan Barang/ Jasa.
Admin Agency adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SPSE yang berkedudukan di UKPBJ.
Admin Pelaku U saha adalah seseorang yang bertindak untuk dan atas nama Pelaku U saha dalam rangka mengikuti proses Pengadaan Langsung Secara Elektronik melalui SIMPeL, dan belum terdaftar sebagai admin dari Pelaku Usaha lain.
Admin Pusat Pengadaan Secara Elektronik SIRUP Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Admin PPE SIRUP Kementerian Keuangan adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIRUP di lingkungan Kementerian Keuangan.
Admin Pusat Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut Admin PPE SPSE adalah petugas ✓ www.jdih.kemenkeu.go.id yang diberi wewenang untuk memberikan identitas pengguna dan kata sandi kepada Admin Agency, Verifikator, Helpdesk, PPK, Pejabat Pengadaan, dan Auditor pada SPSE yang berkedudukan di UKPBJ.
Super Admin SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola basis data referensi dan/ a tau log access SIMPeL yang berkedudukan di UKPBJ.
Admin Kementerian/Lembaga SIMPeLyang selanjutnya disebut Admin K/L SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL di tingkat Kementerian/Lembaga yang berkedudukan di UKPBJ atau Kementerian/Lembaga.
Admin Wilayah SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL di tingkat provinsi atau satuan kerja Kementerian/Lembaga yang bekerja sama.
Admin Satuan Kerja SIMPeL yang selanjutnya disebut Admin Satker SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL pada tingkat satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan atau satuan kerja Kementerian/Lembaga yang bekerja sama.
Sub Admin Satuan Kerja SIMPeL yang selanjutnya disebut Sub Admin Satker SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk untuk membantu tugas Admin Satker SIMPeL pada tingkat satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan atau satuan kerja Kementerian/Lembaga yang bekerja sama.
Admin Sistem SI-UKPBJ adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola modul-modul aplikasi yang terdapat pada SI-UKPBJ yang berkedudukan di UKPBJ.
User Monitoring Pusat SI-UKPBJ adalah pegawai yang ditunjuk untuk melakukan monitoring pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa pada tingkat pusat melalui SI- UKPBJ.
User Monitoring Unit Eselon I SI-UKPBJ adalah pegawai yang ditunjuk untuk melakukan monitoring pelaksanaan Pengadaan Barang/ J asa pada tingkat Unit Eselon I melalui SI-UKPBJ.
Auditor adalah tim atau perorangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk melaksanakan pengawasan atau pemeriksaan pada instansi pemerintah.
Identitas Pengguna yang selanjutnya disebut User ID adalah nama atau pengenal unik sebagai identitas diri yang digunakan untuk beroperasi di dalam suatu sistem elektronik.
Kata Sandi yang selanjutnya disebut Password adalah kumpulan karakter atau string yang digunakan oleh pengguna jaringan atau sebuah sistem operasi banyak pengguna (multi user) untuk memverifikasi User ID kepada sistem keamanan yang dimiliki oleh jaringan atau sistem tersebut.
Procurement Budget Review adalah kegiatan reviu atas rencana belanja barang dan belanja modal dari anggaran satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan.
Konsolidasi Pengadaan Barang/ J asa adalah strategi Pengadaan Barang/ Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
Total Cost of Ownership yang selanjutnya disingkat TCO adalah metode untuk mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan baik selama proses pengadaan maupun sepanjang umur ekonomis barang.
Katalog Elektronik Nasional adalah Katalog Elektronik yang disusun dan dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ J asa Pemerintah.
Katalog Elektronik Sektoral adalah Katalog Elektronik yang disusun dan dikelola oleh Kementerian/Lembaga.
Katalog Elektronik Lokal adalah Katalog Elektronik yang disusun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.
E-audit adalah modul dalam SPSE dan SIMPeL yang digunakan sebagai alat bantu bagi Auditor untuk mengakses SPSE atau SIMPeL dalam rangka ✓ www.jdih.kemenkeu.go.id pengawasan atau pemeriksaan terhadap pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik.
Manajemen Kontrak adalah kegiatan mengelola data kontrak mulai dari penandatanganan kontrak sampai dengan serah terima pekerjaan.
Manajemen Penyedia adalah kegiatan mengelola · data Penyedia yang terdaftar pada LPSE beserta rekam jejak aktivitasnya dalam proses Pengadaan Barang/Jasa.
Verifikasi Lapangan adalah monitoring dan evaluasi terhadap Pelaku Usaha yang terdaftar pada basis data ( database) LPSE.
Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/ a tau pegawai negeri.
Pembelian Rumah Negara adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja untuk mendapatkan Rumah Negara dengan cara pembelian rum.ah yang berdiri sendiri dan/atau berupa satuan rumah susun beserta atau tidak beserta tanahnya.
Penyedia Rumah Negara yang selanjutnya disebut Penyedia Rumah adalah badan usaha dan/atau perorangan yang menjual rumah dari./ atau satuan rumah susun.
Tim Survei Rumah Negara adalah tim yang ditetapkan oleh KPA untuk melaksanakan survei terhadap rumah dan Penyedia Rumah dalam Pembelian Rumah Negara.
Survei adalah kegiatan pengumpulan data melalui peninjauan lokasi dan/atau kondisi rumah, legalitas dan perizinan pembangunan rumah dalam rangka Pembelian Rumah Negara.
Kemudahan Proyek Strategis Nasional
Petunjuk Teknis Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a, surat permohonan keringanan PNBP Terutang disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
surat keterangan dari instansi yang berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a atau surat pernyataan Wajib Bayar dan bukti terkait untuk keadaan lain berdasarkan pertimbangan Pejabat Kuasa Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b;
asli surat pernyataan kerugian dari Wajib Bayar yang disertai perhitungan dan penjelasan; dan
surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
Surat keterangan dari instansi berwenang untuk keadaan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
asli surat keterangan dari pihak kepolisian yang menyatakan kondisi kahar berupa huru-hara, kerusuhan massal, kebakaran, dan lainnya;
asli surat keterangan dari instansi pemerintah yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana untuk keadaan kahar atau kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar berupa bencana alam;
asli surat keterangan dari instansi terkait untuk keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar berupa bencana non alam; dan/atau
salinan keputusan kepala daerah tentang penetapan suatu daerah dalam status bencana.
Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat kondisi kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b, surat permohonan keringanan PNBP Terutang disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
salinan laporan keuangan atau laporan pembukuan paling sedikit untuk tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya, dalam hal Wajib Bayar berupa badan usaha;
dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan, dalam hal Wajib Bayar perorangan;
asli surat pernyataan kesulitan likuiditas atau keuangan yang ditandatangani oleh Wajib Bayar atau pihak yang dikuasakan dengan disertai perhitungan dan penjelasan; dan
surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang yang diajukan sebagai akibat kondisi kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf c, surat permohonan keringanan PNBP Terutang harus disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
kopi dokumen tertulis kebijakan pemerintah baik berupa kebijakan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
salinan laporan keuangan atau laporan pembukuan paling sedikit untuk tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya, dalam hal Wajib Bayar berupa badan usaha;
dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan, dalam hal Wajib Bayar perorangan; dan
surat pernyataan dari Wajib Bayar bahwa PNBP Terutang yang dimohonkan keringanan tidak dalam proses peradilan.
Dalam hal kebijakan pemerintah berupa arahan Presiden, kopi dokumen tertulis kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a antara lain dapat berupa siaran pers (press release) atau berita dari laman resmi pemerintah.
Kesalahan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf a, antara lain dapat berupa:
kesalahan penetapan jenis, volume, harga, dan/atau tarif PNBP; dan/atau
kesalahan pembayaran oleh Wajib Bayar atau kesalahan penyetoran oleh pihak lain.
Kesalahan pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf b, antara lain dapat berupa:
kesalahan penetapan jenis, volume, harga, dan/atau tarif PNBP;
kesalahan pemungutan yang seharusnya bukan PNBP;
kesalahan pemungutan untuk kewajiban pihak lain; dan/atau d. variabel lainnya dalam perhitungan PNBP.
Penetapan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf c, berupa surat ketetapan keberatan lebih bayar yang menegaskan adanya kelebihan bayar berdasarkan pengajuan keberatan PNBP dari Wajib Bayar.
Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf d adalah timbulnya kewajiban negara untuk mengembalikan PNBP kepada Wajib Bayar berdasarkan hasil putusan pengadilan yang sudah tidak dapat diajukan upaya hukum.
Hasil Pemeriksaan PNBP oleh Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf e adalah adanya kelebihan pembayaran PNBP berdasarkan hasil Pemeriksaan PNBP oleh Instansi Pemeriksa terhadap Wajib Bayar yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar oleh Instansi Pengelola PNBP.
Pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf f antara lain berupa penghentian pelayanan karena kondisi kahar, kerusakan sarana dan prasarana yang membutuhkan perbaikan yang relatif lama, dan/atau dalam rangka mendukung kebijakan nasional.
Ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) huruf g antara lain dapat berupa:
adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan hilangnya kewenangan pemungutan jenis dan tarif PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP;
adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan jenis dan tarif PNBP tidak berlaku;
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemeriksaan keuangan negara yang menyebabkan kelebihan pembayaran sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan PNBP yang menyebabkan kelebihan pembayaran sesuai hasil monitoring atau verifikasi Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.
Tata Cara Pembayaran atas Pengembalian Penerimaan Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul penerimaan, modul kas, dan modul akuntansi dan pelaporan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disebut SAL adalah akumulasi sisa lebih pembiayaan anggaran/sisa kurang pembiayaan anggaran tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut RKUN adalah rekening tempat menyimpan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi BUN.
Pejabat Kuasa Pengelola PNBP selanjutnya disingkat PKP PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pimpinan instansi pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya dan tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Satuan Kerja adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran (PA) untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut KPA BUN adalah pejabat pada Satuan Kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau Satuan Kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat DJP adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi Penerimaan Negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan Kas Negara.
Direktorat Sistem Perbendaharaan adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengembangan sistem perbendaharaan.
Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko yang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang evaluasi, akuntansi, dan setelmen.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban untuk menerima dan kemudian menyetorkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan pembeli Surat Utang Negara (SUN) ritel atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ritel.
Surat Berharga Negara Ritel yang selanjutnya disebut SBN Ritel adalah Surat Berharga Negara yang dijual oleh Pemerintah kepada Investor Ritel di pasar perdana domestik.
Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi valuta asing, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya valuta asing yang ditunjuk oleh kuasa BUN pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan nomor transaksi penerimaan negara dan nomor transaksi bank/nomor transaksi pos/nomor transaksi lembaga persepsi lainnya sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
Surat Ketetapan Keterlanjuran Setoran Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SKKSPN adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh KPA/KPA BUN, Direktorat Pengelolaan Kas Negara, atau KPPN Khusus Penerimaan yang menetapkan adanya pengembalian atas Penerimaan Negara kepada yang berhak dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran Penerimaan Negara.
Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan adalah surat persetujuan yang diterbitkan oleh PKP PNBP atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran Penerimaan Negara.
Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan bahwa pendapatan dan/atau Penerimaan Negara telah dibukukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Permintaan Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SPP-PP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara berdasarkan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan atau SKKSPN.
Surat Perintah Membayar Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SPM-PP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana pembayaran pengembalian Penerimaan Negara.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan surat perintah membayar.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang antara lain berisi pernyataan bahwa segala akibat dari tindakan pejabat/seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian negara menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pejabat/seseorang yang mengambil tindakan dimaksud.
Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh portal biller atas jenis pembayaran atau setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satuan Kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satuan Kerja kementerian negara/lembaga.
Pengelolaan Dana Desa
Relevan terhadap
TENTANG Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri jdih.kemenkeu.go.id sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. 7. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 8. Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. 9. Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. 10. Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik. 11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 12. Indikasi Kebutuhan Dana Desa adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan Dana Desa. 13. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 14. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kernen terian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN. jdih.kemenkeu.go.id 15. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga. 16. Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran BUN. 17. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 18. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN. 19. Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA-BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari BUN yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari PPA BUN, yang disusun· menurut BA BUN. 20. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN. 21. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 22. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. 24. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. 25. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh jdih.kemenkeu.go.id penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 26. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. 27. Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa dalam 1 ( satu) rekening pada bank yang ditetapkan. 28. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. 29. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. 30. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 31. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut Aplikasi OM- SPAN adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka memonitoring transaksi dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan yang diakses melalui jaringan berbasis web. Pasal 2 Ruang lingkup pengelolaan Dana Desa dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
penganggaran;
pengalokasian;
penyaluran;
penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan;
penggunaan;
pemantauan dan evaluasi; dan
penghentian dan/ a tau penundaan penyaluran Dana Desa. BAB II PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA PENGELOLA DANA DESA Pasal 3 (1) Dalam rangka pengelolaan Dana Desa, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelola TKD menetapkan: jdih.kemenkeu.go.id a. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan; dan
Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai koordinator KPA BUN Penyaluran TKD. (2) Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah kabupaten/kota penerima alokasi Dana Desa. (3) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (4) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk pejabat pelaksana tugas / pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (5) Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan:
tidak terisi dan menimbulkan lowonganjabatan; atau
masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tidak dapat melaksanakan tugas. (6) Pejabat pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN. (7) Penunjukan:
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau
pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berakhir dalam hal Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN jdih.kemenkeu.go.id se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah terisi kembali oleh pejabat definitif dan/atau dapat melaksanakan tugas kembali se bagai KPA. (8) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Menteri Keuangan. (9) Penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 4 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Desa kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
menyusun RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;
menyampaikan RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu;
menandatangani RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;
menyusun DIPA BUN TKD untuk Dana Desa; dan
menyusun dan/atau menyampaikan rekomendasi pengenaan penundaan, pemotongan, penghentian penyaluran, dan/atau penyaluran kembali TKD untuk Dana Desa kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD. (2) KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM;
melakukan verifikasi atas kesesuaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa;
menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD;
melaksanakan penyaluran Dana Desa melalui pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke Desa; jdih.kemenkeu.go.id e. menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menggunakan Aplikasi OM-SPAN dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa;
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja penyaluran Dana Desa melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu bendahara umum negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d menggunakan Aplikasi OM-SPAN yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (4) Proyeksi penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f merupakan satu kesatuan dengan laporan keuangan dan proyeksi penyaluran TKD. (5) Koordinator KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan realisasi penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN berdasarkan laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e;
menyusun proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui aplikasi cash _planning information network; _ dan c. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD, KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak bertanggung jawab secara formal dan materiil atas penggunaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa. jdih.kemenkeu.go.id BAB III PENGANGGARAN Pasal 6 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana Desa kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD. (2) Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana Desa. (3) Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun dengan memperhatikan:
kebutuhan Desa yang menjadi kewenangan Desa;
prioritas nasional;
hasil pengalihan belanja kementerian negara/lembaga yang masih mendanai kewenangan Desa; dan/atau
kemampuan keuangan negara. (4) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari tahun anggaran sebelumnya. (5) Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 7 (1) Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 digunakan sebagai dasar penganggaran, penyusunan arah kebijakan, dan pengalokasian Dana Desa dalam nota keuangan dan rancangan U ndang- Undang mengenai APBN. (2) Penganggaran, penyusunan arah kebijakan, dan pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam pembahasan nota keuangan dan rancangan Undang-Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan menetapkan pagu anggaran Dana Desa. BAB IV PENGALOKASIAN Pasal 8 (1) Berdasarkan pagu anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Direktorat Jenderal jdih.kemenkeu.go.id Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa. (2) Penghitungan rincian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
sekaligus; atau
bertahap. (3) Dalam hal penghitungan rincian Dana Desa dilakukan secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, penghitungan rincian Dana Desa dilakukan berdasarkan formula pengalokasian. (4) Formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung secara merata dan berkeadilan berdasarkan:
Alokasi Dasar;
Alokasi Afirmasi;
Alokasi Kinerja; dan
Alokasi Formula. (5) Formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN. (6) Dalam hal penghitungan rincian Dana Desa dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, penghitungan rincian Dana Desa dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
sebagian Dana Desa dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan; dan
sebagian Dana Desa dihitung pada tahun anggaran berjalan. (7) Sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilakukan berdasarkan formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (8) Sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dialokasikan sebagai insentif Desa berdasarkan kriteria tertentu. (9) Dalam hal terdapat ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat digunakan untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah berupa burden sharing pendanaan. Pasal 9 (1) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan secara proporsional kepada setiap Desa dengan memperhatikan jumlah penduduk. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 10 (1) Alokasi Afirmasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. Pasal 11 (1) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf c diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik. (3) Penetapan Desa dengan kinerja Desa terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinilai berdasarkan:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. (4) Penetapan Desa dengan kinerja Desa terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang diterbitkan atau diperoleh pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan. (5) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan tata kelola keuangan Desa yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi. (6) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
indikator wajib; dan/atau
indikator tambahan. (7) Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dinilai oleh Pemerintah. (8) lndikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dinilai oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (9) Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa sampai batas waktu yang telah ditetapkan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 12 (1) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf d diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan dengan bobot tertentu berdasarkan indikator se bagai berikut:
jumlah penduduk;
angka kemiskinan Desa;
luas wilayah Desa; dan
tingkat kesulitan geografis. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 13 (1) Dana Desa setiap Desa yang dihitung secara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a atau yang dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) huruf a ditetapkan berdasarkan penjumlahan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, Alokasi Kinerja, dan Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12. (2) Dana Desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan penjumlahan Dana Desa setiap Desa pada kabupaten/kota bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Presiden. (3) Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. (4) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyampaikan informasi Dana Desa setiap Desa dan Dana Desa setiap kabupaten/kota melalui laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mendahului penetapan oleh Presiden dan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). Pasal 14 (1) Data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12, bersumber dari kementerian negara/lembaga yang berwenang dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 31 Agustus. (3) Dalam hal tanggal 31 Agustus bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat pada hari kerja berikutnya. (4) Dalam hal data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, terdapat anomali, dan/atau tidak memadai, penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa menggunakan:
data yang dipakai pada penghitungan Dana Desa tahun anggaran sebelumnya;
data yang dibagi secara proporsional antara Desa pemekaran dan Desa induk dan/atau menggunakan data Desa induk;
rata-rata data Desa dalam satu kecamatan dimana Desa tersebut berada;
data hasil pembahasan dengan kementerian negara/lembaga penyedia data; dan/atau
data hasil penyesuaian atas data yang digunakan pada penghitungan Dana Desa tahun anggaran sebelumnya dan/atau data yang dirilis pada laman kementerian negara/lembaga penyedia data terkait. jdih.kemenkeu.go.id (5) Pembahasan dengan kementerian negara/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilakukan melalui rekonsiliasi data dengan kementerian negara/lembaga penyedia data dan dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi. Pasal 15 (1) Kriteria tertentu untuk insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) berupa:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. (2) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan indikator tata kelola keuangan Desa yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi. (3) Desayang tidak memenuhi kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mendapatkan insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8). (4) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kinerja keuangan, tingkat kepatuhan terhadap aturan pengelolaan keuangan Desa, penganggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk prioritas nasional, dan/atau penghargaan yang diperoleh oleh Desa dari kementerian negara/lembaga. (5) Insentif Desa dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik berdasarkan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Data kriteria utama dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) merupakan data yang diterbitkan atau diperoleh pada tahun anggaran berjalan. (7) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersumber dari kementerian negara/lembaga yang berwenang dan/atau Pemerintah Daerah. (8) Dalam rangka penghitungan insentif Desa, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan permintaan data kriteria utama dan kriteria kinerja tahun berjalan kepada kementerian negara/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah. (9) Data kriteria utama dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) yang digunakan dalam penghitungan insentif Desa merupakan data yang telah diterima oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 31 Juli tahun anggaran berjalan. (10) Dalam hal tanggal 31 Juli bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, data sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lambat diterima pada hari kerja berikutnya. Pasal 16 (1) Rincian insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyampaikan informasi insentif Desa melalui laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mendahului penetapan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 17 Penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. BABV PENYALURAN Bagian Kesatu Dokumen Pelaksanaan Penyaluran Pasal 18 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun RKA Satker BUN Dana Desa berdasarkan alokasi Dana Desa yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. (2) Penyusunan RKA Satker BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) RKA Satker BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu. (4) RKA Satker BUN Dana Desa yang telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai salah satu dasar penyusunan RKA-BUN TKD. (5) PPA BUN Pengelolaan TKD menyusun RKA-BUN TKD berdasarkan hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pagu anggaran BUN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (6) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menetapkan RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menyampaikan RKA-BUN TKD yang telah ditetapkan kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk ditelaah. (7) Hasil penelaahan atas RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa daftar hasil penelaahan RKA-BUN TKD. (8) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun DIPA BUN Dana Desa berdasarkan RKA-BUN TKD yang telah dilakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (9) DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan oleh Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD kepada Direktur Jenderal Anggaran. jdih.kemenkeu.go.id (10) Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan mengesahkan DIPA BUN Dana Desa berdasarkan hasil penelaahan atas RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (11) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan DIPA petikan BUN Dana Desa kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (12) DIPA petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja BUN dan pencairan dana/ pengesahan bagi BUN/ Kuasa BUN. Pasal 19 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat menyusun perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (10). (2) Penyusunan perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 20 (1) Pejabat pembuat komitmen menggunakan DIPA petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (11) sebagai dasar penerbitan SPP. (2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pejabat penandatangan SPM sebagai dasar penerbitan SPM. (3) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Bagian Kedua Tahapan dan Persyaratan Penyaluran Pasal 21 (1) Dana Desa disalurkan dari RKUN ke RKD melalui RKUD. (2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. (3) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa dari bupati/wali kota. (4) Besaran pagu Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya; dan/atau
pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya. jdih.kemenkeu.go.id (5) Pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan selisih antara pagu Dana Desa dengan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b. (6) Pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Pasal 22 (1) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni tahun anggaran berjalan; dan
tahap II, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April tahun anggaran berjalan. (2) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Desa berstatus Desa mandiri dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni tahun anggran berjalan; dan
tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April tahun anggaran berjalan. (3) Desa mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan status Desa berdasarkan indeks Desa membangun yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi atau indeks Desa lainnya yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait. Pasal 23 (1) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan setelah KPA BUN Penyaluran Dana Desa, In sen tif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (2) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I berupa:
peraturan Desa mengenai APBDes; dan jdih.kemenkeu.go.id 2. surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan
tahap II berupa:
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran se belumnya; dan
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan rata- rata realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen). (3) Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, bupati/wali kota melakukan:
perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) hurufb;
perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran sebelumnya; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN. (4) Perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran untuk penyaluran Dana Desa. (5) Perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. (6) Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bupati/wali kota melakukan penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa melalui Aplikasi OM-SPAN. (7) Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I paling lambat tanggal 15 Juni tahun anggaran berj alan; dan
batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun. (8) Dalam hal tanggal 15 Juni sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) diterima paling lambat pada hari kerja berikutnya. (9) Dalam hal Bupati/wali kota tidak melakukan perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. jdih.kemenkeu.go.id (10) Bupati/wali kota bertanggungjawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD. (11) Capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 dihitung berdasarkan rata-rata persentase capaian keluaran dari seluruh kegiatan setiap Desa. (12) Laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 disusun sesuai dengan tabel ref erensi data bi dang, kegiatan, uraian keluaran, volume keluaran, satuan keluaran, dan capaian keluaran sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (13) Dalam hal tabel referensi data bidang, kegiatan, uraian keluaran, volume keluaran, satuan keluaran, dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (12) belum tersedia, bupati/wali kota menyampaikan permintaan perubahan tabel referensi kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan untuk dilakukan pemutakhiran. (14) Daftar RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (10) merupakan daftar rekening kas setiap Desa pada bank umum yang terdaftar dalam sistem kliring nasional Bank Indonesia dan/atau Bank Indonesia real time gross settlement sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (15) Dalam hal terdapat perubahan RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (14), bupati/wali kota menyampaikan perubahan RKD kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (16) Tata cara dan penyampaian perubahan RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (15) dilaksanakan berdasarkan ketentuan mengenai pengelolaan data supplier dan data kontrak dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara. ( 1 7) Dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk dokumen digital ( softcopy). (18) Dokumen persyaratan penyaluran se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN. Pasal 24 Tahapan dan persyaratan penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 25 (1) In sen tif Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) disalurkan setelah KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar berupa surat pernyataan kepala Desa terkait komitmen penganggaran insentif Desa dalam APBDes. (2) Penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sekaligus paling cepat bulan Agustus tahun anggaran berjalan. (3) Selain persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bupati/wali kota melakukan penandaan pengajuan penyaluran insentif Desa atas Desa layak salur kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui Aplikasi OM-SPAN yang disertai dengan daftar rincian Desa. (4) Batas waktu penerimaan dokumen persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengena1 langkah- langkah akhir tahun. Pasal 26 (1) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Pasal 24, dan Pasal 25 ayat (1) disampaikan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota. Pasal 27 Bupati/wali kota bertanggung jawab atas:
kelengkapan persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25;
kebenaran data perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a; dan
kebenaran atas surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 2 serta surat pengantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). Pasal 28 (1) Dalam rangka penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), bupati/wali kota menerima dokumen persyaratan penyaluran dari kepala Desa secara jdih.kemenkeu.go.id lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 1 dan huruf b. (2) Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 29 Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilarang menambah persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25. Pasal 30 (1) Dalam hal bupati/wali kota tidak menyampaikan:
dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dan
dokumen persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), sampai dengan batas akhir penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. (2) Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya. Bagian Ketiga Penyaluran Dana Desa Setiap Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa Pasal 31 (1) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilaksanakan dengan menggunakan SPP dan SPM. (2) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dengan menggunakan akun penerimaan nonanggaran oleh Daerah. (3) Penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana pada ayat (1) dicatat dengan menggunakan akun pengeluaran nonanggaran. (4) Dalam rangka pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pejabat pembuat komitmen menerbitkan SPP. (5) Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pejabat penandatanganan SPM menerbitkan SPM untuk pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. jdih.kemenkeu.go.id (6) Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPPN menerbitkan SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. (7) Kepala KPPN menyampaikan daftar rincian SP2D penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota melalui Aplikasi OM-SPAN. (8) Tata cara penerbitan SPP, SPM, dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENATAUSAHAAN,PERTANGGUNGJAWABAN,DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Pasal 32 (1) Dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD melalui Aplikasi OM-SPAN. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyampaikan konsolidasi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a dan huruf c kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN. Pasal 33 (1) Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKD, Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun laporan keuangan TKD sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKD. (2) Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa. (3) Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh unit eselon II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Pengelolaan TKD menggunakan sistem aplikasi terintegrasi. (4) Untuk penatausahaan, akuntansi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun laporan keuangan tingkat KPA dan menyampaikan kepada Pemimpin PPA BUN jdih.kemenkeu.go.id Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD, dengan ketentuan sebagai berikut:
laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disusun setelah dilakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran transfer dengan KPPN selaku Kuasa BUN dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan;dan b. laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disampaikan secara berjenjang kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN. (5) Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur tersendiri dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Dalam rangka penyusunan laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dengan ketentuan sebagai berikut:
laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disusun setelah dilakukan penyampaian data elektronik akrual transaksi TKD selain transaksi realisasi anggaran transfer ke dalam sistem aplikasi terintegrasi; dan
laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disampaikan kepada PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan yang disusun oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN. (7) Penyampaian data elektronik akrual transaksi TKD selain transaksi realisasi anggaran transfer, penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 34 Dalam rangka pelaporan kinerja penyaluran Dana Desa, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja Dana Desa melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu BUN paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 35 Dalam rangka sinkronisasi penyajian laporan realisasi anggaran TKD, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dapat melakukan rekonsiliasi data realisasi atas penyaluran Dana Desa dengan KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan Pemerintah Daerah. Bagian Kedua Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Daerah Pasal 36 (1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota menganggarkan Dana Desa dalam APBD berdasarkan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. (2) Dalam hal terdapat perubahan pagu Dana Desa setiap kabupaten/kota, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menganggarkan perubahan pagu dimaksud dalam perubahan APBD dan/atau perubahan penjabaran APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Dalam rangka penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Dana Desa, Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pencatatan pendapatan dan belanja atas Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pencatatan pendapatan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan daftar rincian SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD dari Aplikasi OM-SPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7). (5) Pencatatan belanja Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan SP2D pengesahan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilakukan berdasarkan daftar rincian SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD dari Aplikasi OM-SPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7). Bagian Ketiga Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Desa Pasal 37 (1) Pemerintah Desa menganggarkan Dana Desa dalam APBDes berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengalokasian Dana Desa setiap Desa, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa. (2) Pemerintah Desa yang mendapatkan insentif Desa dihitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), menganggarkan insentif Desa dalam APBDes, penjabaran APBDes, perubahan APBDes, dan/atau jdih.kemenkeu.go.id perubahan penjabaran APBDes tahun anggaran berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam rangka penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Dana Desa, Pemerintah Desa melakukan pencatatan pendapatan dan belanja atas Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Bagian Keempat Pelaporan APBDes Pasal 38 (1) Kepala Desa menyampaikan:
laporan pelaksanaan APBDes semester pertama tahun anggaran sebelumnya; dan
laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes tahun anggaran sebelumnya, kepada bupati/wali kota melalui camat. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota menyusun:
laporan konsolidasi pelaksanaan APBDes semester pertama tahun anggaran sebelumnya; dan
laporan konsolidasi realisasi pelaksanaan APBDes tahun anggaran sebelumnya. (3) Bupati/wali kota menyampaikan laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara elektronik melalui sistem informasi yang dikelola oleh Pemerintah. BAB VII PENGGUNAAN Pasal 39 (1) Penggunaan Dana Desa yang dihitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diprioritaskan untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan prioritas Desa. (2) Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. (3) Rincian prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan petunjuk operasional ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan kementerian negara/ lembaga terkait. (4) Petunjuk operasional atas fokus penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi setelah jdih.kemenkeu.go.id berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga paling lambat sebelum tahun anggaran berjalan. Pasal 40 (1) Bupati/wali kota dapat menyusun petunjuk teknis atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Desa, berpedoman pada penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan petunjuk operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3). (2) Pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Desa diutamakan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat Desa setempat. Pasal 41 (1) Kepala Desa bertanggung jawab atas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. (2) Pemerintah Daerah melakukan pendampingan atas penggunaan Dana Desa. BAB VIII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 42 (1) Kementerian Keuangan melakukan:
pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan Dana Desa; atau
pemantauan bersama-sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemantauan dan evaluasi oleh Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan terhadap:
penyaluran Dana Desa;
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa;
sisa Dana Desa di RKD; dan
laporan perpajakan Pemerintah Desa. (3) Pemantauan bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan minimal terhadap pengelolaan kegiatan dan capaian keluaran kegiatan yang ditentukan penggunaannya. Pasal 43 Pemantauan dan evaluasi terhadap penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilaksanakan untuk:
memastikan penyaluran telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan jdih.kemenkeu.go.id b. mengetahui besaran dan kendala realisasi penyaluran Dana Desa yang dilaksanakan oleh masing-masing KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. Pasal 44 (1) Pemantauan dan evaluasi terhadap laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dilakukan untuk:
menghindari penundaan penyaluran Dana Desa tahun anggaran berjalan; dan
mengetahui besaran penyerapan dan capa1an keluaran Dana Desa. (2) Dalam hal bupati/wali kota terlambat dan/atau tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat berkoordinasi dan meminta bupati/wali kota untuk melakukan percepatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada bupati/wali kota. Pasal 45 (1) Pemantauan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c dilakukan untuk mengetahui:
besaran sisa Dana Desa di RKD yang belum selesai diperhitungkan pada penyaluran Dana Desa sampai dengan tahun anggaran sebelumnya; dan
besaran sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD. (2) Besaran sisa Dana Desa di RKD yang belum selesai diperhitungkan pada penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diperhitungkan dalam penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan. (3) Besaran sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dianggarkan kembali di tahun anggaran berjalan oleh kepala Desa dan dilakukan perekaman oleh bupati/wali kota pada Aplikasi OM-SPAN. (4) Dalam hal penganggaran kembali oleh kepala Desa dan perekaman oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilaksanakan, sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperhitungkan pada penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dalam hal Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) tidak mencukupi, selisih sisa Dana Desa diperhitungkan pada penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berikutnya. (6) Sisa Dana Desa di RKD yang telah dianggarkan kembali di tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan sesuai dengan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan prioritas penggunaan Dana Desa yang diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi yang berlaku. (7) Dalam hal berdasarkan pemantauan atas sisa Dana Desa di RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c ditemukan sisa Dana Desa di RKD lebih dari 100% ( seratus persen) dari Dana Desa yang diterima pada tahun anggaran berjalan, Kementerian Keuangan menyampaikan hasil pemantauan dimaksud kepada bupati/wali kota. (8) Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), bupati/wali kota meminta inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap:
besaran sisa Dana yang dapat diserap pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan, dalam hal sisa Dana tersedia secara fisik;
besaran sisa Dana yang tidak dapat diserap pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan, dalam hal sisa Dana tersedia secara fisik; dan/atau
selisih sisa Dana antara yang dilaporkan dengan kondisi se benarnya secara fisik. (9) Berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Inspektorat Daerah menyampaikan hasil pemeriksaan kepada bupati/wali kota. (10) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat besaran sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, sisa Dana dimaksud diserap setinggi-tingginya 30% (tiga puluh persen). (11) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat besaran sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk menghentikan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan. (12) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat selisih sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk memperhitungkan penyaluran Dana Desa pada tahun jdih.kemenkeu.go.id anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan sebesar rekomendasi dari inspektorat Daerah. (13) Mekanisme pemeriksaan dan penyampaian hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 46 Pemantauan dan evaluasi terhadap laporan perpajakan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d, dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penyampaian data transaksi harian dan rekapitulasi transaksi harian. Pasal 47 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) dikecualikan bagi Desa yang mengalami bencana alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada tahun anggaran sebelumnya sampai dengan sebelum penyaluran tahap II tahun anggaran berjalan. (3) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hilang atau rusaknya sebagian atau seluruh:
Dana Desa;
dokumen pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa; dan/atau
keluaran kegiatan yang didanai Dana Desa. (4) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merupakan Dana Desa dalam bentuk tunai yang telah ditarik dari RKD. (5) Bupati/wali kota melakukan verifikasi kebenaran atas kejadian bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bupati /wali kota menyampaikan surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang minimal memuat:
nama dan kode Desa;
peristiwa bencana alam yang dialami;
waktu kejadian; dan
akibat bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (7) Surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampiri surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani oleh kepala Desa. (8) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan meneliti kelengkapan dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7). (9) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah lengkap dan sesuai, Direktur Jenderal jdih.kemenkeu.go.id Perimbangan Keuangan menenma permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa dengan menerbitkan naskah dinas persetujuan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. (10) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak lengkap dan tidak sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menolak permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa dengan menerbitkan surat penolakan. (11) Bupati/wali kota mengajukan surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lambat sebelum pengajuan penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan. (12) Dalam hal Desa telah menerima penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan, permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) tidak dapat diajukan. Pasal 48 Dalam hal Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima · permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (9) dengan lengkap dan sesuai, Desa tersebut dikecualikan dari perhitungan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4). Pasal 49 (1) Selairt pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan evaluasi terhadap:
kebijakan pengalokasian, penyaluran, dan/atau prioritas penggunaan Dana Desa; dan / a tau b. hal-hal lain yang diperlukan untuk membantu merumuskan kebijakan yang lebih baik kedepannya. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan indikator meliputi:
kesesuaian alokasi Dana Desa dengan kebutuhan setiap Desa;
kecepatan penyaluran dan penyerapan Dana Desa;
kesesuaian penggunaan Dana Desa sesuai prioritas; dan/atau
indikator /kriteria lain yang relevan, baik dalam agregasi tingkat Desa, maupun tingkat kabupaten/kota. (3) Evaluasi atas indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan data yang bersumber dari kementerian negara/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah sesua1 dengan kewenangannya. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 50 (1) Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 49, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi. (2) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan untuk rekomendasi perbaikan kebijakan Dana Desa ke depan. Pasal 51 (1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilaksanakan secara berjenjang oleh:
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;dan b. Kepala KPPN selaku KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (2) Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan koordinasi dengan gubernur/bupati/wali kota. (3) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah Direktorat J enderal Perbendaharaan menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD paling lambat bulan Februari tahun anggaran berikutnya. (5) Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Maret tahun anggaran berikutnya. (6) Penyusunan laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 52 (1) Bupati/wali kota melakukan pemantauan dan evaluasi atas:
pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (4) huruf b;
penyaluran Dana Desa;
prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39;
capaian keluaran Dana Desa; dan/atau
sisa Dana Desa di RKD. (2) Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota jdih.kemenkeu.go.id dapat meminta penjelasan kepada kepala Desa dan/atau melakukan pengecekan atas kewajaran data dalam laporan capaian keluaran yang akan direkam dalam Aplikasi OM-SPAN. (3) Dalam hal terdapat indikasi penyalahgunaan Dana Desa, bupati/wali kota dapat meminta inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan. BAB IX PENGHENTIAN DAN/ ATAU PENUNDAAN PENYALURAN DANA DESA Pasal 53 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa, berupa:
kepala Desa dan/atau bendahara Desa melakukan penyalahgunaan keuangan Desa dan ditetapkan se bagai tersangka;
Desa mengalami permasalahan administrasi, ketidakjelasan status hukum, dan/atau status keberadaan Desa;
penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota terkait pelantikan dan/atau penghentian kepala Desa yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
terdapat indikasi penyalahgunaan keuangan Desa untuk mendanai kegiatan yang mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau
sisa Dana Desa hasil pemeriksaan inspektorat Daerah, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. (2) Bupati/wali kota melakukan pemantauan atas proses perkara hukum penyalahgunaan keuangan Desa yang melibatkan kepala Desa dan/atau bendahara Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Dalam hal berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa dan/atau bendahara Desa telah ditetapkan sebagai tersangka, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (4) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan:
surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
keputusan dan/atau surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan jdih.kemenkeu.go.id pemerintahan dalam negeri dan/atau bupati/wali kota atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berdasarkan hasil klarifikasi gubernur sebagai wakil Pemerintah;
surat rekomendasi dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d; atau
surat permohonan dari bupati/wali kota atas permasalahan Desa se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e. (5) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya berdasarkan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan mulai penyaluran tahap berikutnya setelah surat dimaksud diterima. (6) Dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima setelah Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan disalurkan, penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya untuk tahun anggaran berikutnya dihentikan. (7) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilakukan melalui naskah dinas Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur J enderal Perbendaharaan. (8) Dalam hal proses penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah dilaksanakan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan pemberitahuan kepada:
bupati/wali kota;
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan/atau
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. (9) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat disalurkan kembali ke RKD dalam hal:
terdapat pencabutan status hukum tersangka, pemulihan status hukum tersangka, dan/atau sudah ditetapkan pejabat pelaksana tugas kepala Desa dan/atau Bendahara Desa atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; jdih.kemenkeu.go.id b. terdapat penyelesaian permasalahan administrasi, ketidakjelasan status hukum, dan/ a tau status keberadaan Desa atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
telah dilantik kepala Desa hasil pemilihan oleh bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c; atau
tidak terdapat lagi indikasi penyalahgunaan Keuangan Desa untuk mendanai kegiatan separatis yang mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. (10) Penyaluran kembali Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat:
permohonan pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota;
rekomendasi dari bupati/wali kota dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;
rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri berdasarkan hasil klarifikasi gubernur sebagai wakil Pemerintah; atau
rekomendasi dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. (11) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa . yang tidak ditentukan penggunaannya se bagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat disalurkan kembali ke RKD pada tahun anggaran berjalan dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima 7 (tujuh) hari kerja sebelum batas waktu penerimaan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (12) Desa yang dihentikan penyaluran Dana Desanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf e, berhak mendapatkan penyaluran Dana Desa pada dua tahun anggaran setelah periode pemeriksaan dalam hal sisa Dana Desa telah diserap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (10). (13) Penyaluran kembali Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dilakukan dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat permohonan pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum batas waktu penerimaan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (14) Dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima setelah setelah batas waktu penerimaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Dana jdih.kemenkeu.go.id Desa se bagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. (15) Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (12) tidak dapat disalurkan kembali ke RKD pada tahun anggaran berikutnya. Pasal 54 (1) Desa yang dihentikan dan/atau ditunda penyaluran Dana Desanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d, berhak mendapatkan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran berikutnya dalam hal surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (10) telah diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. (2) Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (10) dan ayat (13), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerbitkan naskah dinas pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. (3) Dalam hal proses pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dilaksanakan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan pemberitahuan kepada:
bupati/wali kota;
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan/atau
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. Pasal 55 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) pada Desa yang menerima Insentif Desa, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghentian penyaluran insentif Desa. (2) Insentif Desa yang dihentikan penyalurannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sisa Dana Desa di RKUN dan tidak disalurkan pada tahun anggaran berikutnya. Pasal 56 (1) Dalam hal terdapat setoran ke RKUN yang dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas penyalahgunaan Dana Desa, setoran dimaksud merupakan bagian yang diperhitungkan dan mengurangi pencatatan nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD. (2) Bupati/wali kota melakukan koordinasi dengan pengadilan dan/atau kejaksaan untuk mendapatkan jdih.kemenkeu.go.id bukti setoran atau salinan bukti setoran ke RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Bupati/wali kota menyampaikan bukti setoran atau salinan bukti setoran ke RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan surat permohonan untuk diperhitungkan sebagai pengurang nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. (4) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk diperhitungkan sebagai pengurang nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD dengan menerbitkan naskah dinas kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pasal 57 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa yang disebabkan penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf c, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana alokasi umum yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Penundaan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan surat rekomendasi penundaan penyaluran dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (3) Penundaan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode penyaluran dana alokasi umum berikutnya setelah surat rekomendasi se bagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima. (4) Besaran penundaan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah penyaluran dana alokasi umum pada periode bersangkutan. (5) Penundaan dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. (6) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum melaksanakan penundaan penyaluran dana alokasi umum. (7) Penyaluran kembali dana alokasi umum yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima surat rekomendasi penyaluran kembali dari jdih.kemenkeu.go.id menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (8) Dalam hal surat rekomendasi penyaluran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum diterima sampai dengan tanggal 15 November tahun anggaran berjalan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penyaluran kembali dana alokasi umum yang ditunda. (9) Tata cara pelaksanaan penundaan dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan penyaluran kembali dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana otonomi khusus. BABX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 58 (1) Bupati/wali kota melakukan pengecekan data jumlah Desa di wilayahnya dengan membandingkan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dengan data jumlah Desa mutakhir yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (2) Bupati/wali kota menyampaikan hasil pengecekan data jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat hari kerja terakhir bulan Juni pada tahun ·anggaran sebelum tahun anggaran berjalan. (3) Dalam hal data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih sedikit dibandingkan dengan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menggunakan data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal·8 setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (4) Dalam hal data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih banyak dibandingkan dengan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menggunakan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dalam melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dalam hal terdapat perubahan nama dan/atau kode Desa sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dilakukan perubahan nama dan/atau kode Desa pada Aplikasi OM-SPAN. (6) Perubahan kode Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan sepanjang belum terdapat realisasi penyaluran Dana Desa. Pasal 59 Bagi Desa yang tidak mendapatkan penyaluran Dana Desa di tahun anggaran sebelumnya dan/atau Desa yang mengalami bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 dikecualikan dari ketentuan persyaratan penyaluran Dana Desa sebagai berikut:
persyaratan penyaluran Dana Desa yang diajukan oleh bupati/wali kota kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya, dan b. persyaratan penyaluran Dana Desa yang diajukan oleh kepala Desa kepada bupati/wali kota berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya. Pasal 60 (1) Dalam hal terdapat risiko rendahnya penyaluran Dana Desa akibat kejadian kahar, Menteri Keuangan dapat memberikan perpanjangan batas waktu penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) serta batas waktu penerimaan dokumen persyaratan penyaluran se bagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (2) Perpanjangan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan atau surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. (3) Kejadian kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, dan/atau kebakaran. (4) Kejadian bencana alam, bencana non alam, dan/atau bencana sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada peraturan perundangan-undangan mengenai bencana. (5) Kejadian kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung dengan pernyataan bupati/wali kota. Pasal 61 Penunjukan pejabat perbendaharaan negara, peran koordinator KPA Penyaluran TKD, pembagian wilayah kerja KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, pengelolaan RKD, pengelolaan data supplier, penyusunan rencana penarikan kebutuhan dana, penyusunan proyeksi penyaluran, penyelesaian retur, jdih.kemenkeu.go.id penyusunan laporan keuangan, dan pemantauan dan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 62 Ketentuan mengenai:
format surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 2;
format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b;
format daftar RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (10);
format surat pernyataan komitmen penganggaran Dana Desa dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);
format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1);
format surat pernyataan tanggung jawab mutlak permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 ayat (7); dan
format surat permohonan pengurangan pencatatan beserta penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 63 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07 /2022 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1295) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.07 /2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07 /2022 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 759), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 64 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. jdih.kemenkeu.go.id