Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Pengusaha Panas ...
Relevan terhadap
Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor Pengusaha ke kas negara tidak dapat dikembalikan bagi pengeluaran untuk:
Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
Perolehan kendaraan bermotor jeep, van, dan kombi sebelum April 2010 dan pemeliharaan kendaraan bermotor dimaksud;
Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan dan station wagon ; atau
Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
Mekanisme Penggantian Pajak Pertambahan Nilai dan Biaya Lain-Lain pada Hibah Rumah Sakit Kardiologi Emirat-Indonesia ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Hibah Rumah Sakit Kardiologi Emirat-Indonesia yang selanjutnya disebut Hibah UAE adalah hibah yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia berdasarkan Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab untuk pembangunan gedung, pengadaan alat kesehatan dan pengadaan alat nonkesehatan pendukung pada Rumah Sakit Kardiologi Emirat-Indonesia di Solo Techno Park , Surakarta, Jawa Tengah, Republik Indonesia sesuai dengan nomor register hibah 2DUDQADA.
Pengelola Hibah UAE adalah satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan yang mengelola Hibah UAE.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah Pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Ketetapan Penggantian di Bidang Pajak dan/atau Kepabeanan yang selanjutnya disingkat SKP2K adalah surat penetapan sebagai dasar pembayaran penggantian di bidang pajak dan/atau kepabeanan.
Surat Ketetapan Penggantian Biaya Lain-Lain yang selanjutnya disingkat SKPBL adalah surat penetapan sebagai dasar pembayaran penggantian biaya lain-lain.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari daftar isian pelaksanaan anggaran.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM.
Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Relevan terhadap
Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:
merupakan Industri Pionir;
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
pemberitahuan mengenai pemberian pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya berdasarkan Pasal 29A Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan; dan
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan pada Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;
mempunyai nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; dan
berkomitmen untuk mulai merealisasikan rencana penanaman modal paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya keputusan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
industri logam dasar hulu:
besi baja; atau
bukan besi baja, tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam, dan/atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi;
industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika;
industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;
industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur;
industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;
industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;
industri pembuatan komponen utama kapal;
industri pembuatan komponen utama kereta api;
industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara;
industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas ( pulp ) tanpa atau beserta turunannya;
infrastruktur ekonomi; atau
ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting , dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.
Rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing- masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir.
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Tata Cara Pembayaran atas Tagihan kepada Pemerintah dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Relevan terhadap
LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 139 TAHUN 2024 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN ATAS TAGIHAN KEPADA PEMERINTAH DALAM KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI CONTOH FORMAT SURAT TAGIHAN PERMINTAAN PEMBAYARAN FORMAT SURAT TAGIHAN PERMINTAAN PEMBAYARAN Nomor :
Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar
Relevan terhadap
Objek Sita meliputi:
Barang milik Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9; dan
Barang milik istri atau suami dan anak yang masih dalam tanggungan dari Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta, yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu.
Pemisahan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemisahan harta yang tercantum dalam perjanjian perkawinan yang telah dicatat oleh instansi yang berwenang berdasarkan peraturan perundang- undangan.
Objek Sita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan Penyitaan meliputi:
Barang bergerak; dan
Barang tidak bergerak.
Barang bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dapat berupa:
uang tunai termasuk mata uang asing dan uang elektronik atau uang dalam bentuk lainnya;
logam mulia, perhiasan emas, permata, dan sejenisnya;
harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan meliputi deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
harta kekayaan Penanggung Pajak yang dikelola oleh Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang memiliki nilai tunai;
surat berharga meliputi obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di pasar modal;
surat berharga meliputi obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di pasar modal;
piutang;
penyertaan modal pada perusahaan lain;
kendaraan bermotor;
yacht; dan
pesawat terbang.
Barang tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan
kapal dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 /PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen dalam Bentuk Tagi ...
Relevan terhadap
Pembentukan penyisihan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat memperhitungkan nilai agunan sebagai pengurang.
Nilai agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebesar:
100% (seratus persen) dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi bank, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;
80% (delapan puluh persen) dari nilai hak tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut bangunan di atasnya;
60% (enam puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
50% (lima puluh persen) dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir; dan
50% (lima puluh persen) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor.
Agunan selain yang dimaksud pada ayat (2), dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Tata Cara Pembebasan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dan Peny ...
Relevan terhadap
Senjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan senjata yang diisi dengan amunisi.
Amunisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan bahan bermesiu sebagai pengisi senjata api atau bahan peledak bermesiu.
Mesiu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bahan kimia yang mudah meledak.
Kendaraan darat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan kendaraan darat untuk kepentingan:
tempur;
patroli; dan/atau
angkutan khusus lainnya yang digunakan untuk keperluan pertahanan atau keamanan negara, tidak termasuk yang digunakan oleh masyarakat umum dan yang penggunaannya melekat pada jabatan tertentu.
Radar atau Radio Detection and Ranging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan sistem gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak, dan membuat peta benda, yang memiliki paling sedikit 3 (tiga) komponen utama berupa antena, pemancar sinyal, dan penerima sinyal yang bekerja dengan menangkap gelombang radio atau sinyal yang dipancarkan dan/atau dipantulkan dari suatu benda untuk kemudian dianalisis untuk mengetahui lokasi atau jenis benda tersebut. (6) Benda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diantaranya pesawat terbang, kapal laut, kendaraan bermotor, alat komunikasi, dan informasi cuaca atau hujan.
Termasuk dalam ruang lingkup badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) yaitu badan usaha baik perseroan terbatas maupun perseroan yang dimiliki negara melalui penyertaan secara langsung maupun tidak langsung dengan modal terbagi dalam saham lebih dari 50% (lima puluh persen) dimiliki oleh negara atau badan usaha baik perseroan terbatas maupun perseroan dimana negara memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasarnya.
Komponen dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan bagian atau unsur dan bahan yang diperlukan untuk membuat senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, atau radar.
Suku cadang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) merupakan onderdil atau komponen dari senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, atau radar yang dicadangkan untuk perbaikan atau penggantian bagian senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, atau radar yang mengalami kerusakan.
Kriteria dan/atau rincian Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3), tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permohonan Surat keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diajukan oleh Wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan salinan digital dokumen pendukung yang diunggah secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat informasi:
nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak dari pemohon;
nama dan/atau jenis barang dan/atau jasa;
kegunaan barang dan/atau jasa;
kuantitas barang dan/atau jasa;
nilai Impor dalam hal Impor Barang Kena Pajak, harga jual dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak, atau nilai penggantian dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak;
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang;
informasi terkait dokumen pemesanan barang/jasa atau dokumen pengiriman barang;
nama pelabuhan atau bandar udara tempat pemasukan barang, dalam hal Impor;
identitas pihak yang melakukan penunjukan, dalam hal permohonan Surat Keterangan Bebas diajukan oleh pihak lain yang ditunjuk atau badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
nomor kontrak atau surat perintah kerja, dalam hal permohonan Surat Keterangan Bebas diajukan oleh pihak lain yang ditunjuk atau badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
identitas pengurus yang mengajukan permohonan atau pejabat dengan jabatan minimal setingkat administrator yang mengajukan permohonan dalam hal permohonan Surat Keterangan Bebas diajukan oleh kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
nomor Surat Keterangan Bebas milik kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol, dalam hal Impor dilakukan oleh pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan/atau
nomor Surat Keterangan Bebas milik kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol, dalam hal Impor dan/atau perolehan komponen dan/atau bahan dilakukan oleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Informasi mengenai nama dan/atau jenis barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b untuk Impor oleh pihak lain yang ditunjuk sesuai dengan nama dan/atau jenis barang dalam Surat Keterangan Bebas milik kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara, atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
dalam hal Impor Barang Kena Pajak:
invoice ;
bill of lading , air way bill , atau dokumen lain yang dipersamakan;
kontrak pembelian atau dokumen lain yang dipersamakan;
dokumen pembayaran atau dokumen pengakuan utang atau letter of credit atau bukti transfer atau bukti lainnya yang berkaitan dengan pembayaran tersebut;
Surat Keterangan Bebas milik kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol, dalam hal impor dilakukan oleh pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan/atau 6. Surat Keterangan Bebas milik kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol, dalam hal Impor komponen dan/atau bahan dilakukan oleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak:
dokumen pemesanan barang;
kontrak pembelian atau dokumen lain yang dapat dipersamakan;
Surat Keterangan Bebas milik kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol, dalam hal perolehan dilakukan oleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
dalam hal perolehan di dalam daerah pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean:
dokumen perjanjian;
kontrak pembelian; atau
dokumen lain yang dapat dipersamakan.
Dalam hal Impor dilakukan oleh pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditambahkan dengan dokumen penunjukan berupa kontrak atau surat perintah kerja.
Informasi terkait dokumen pemesanan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf g paling sedikit memuat informasi:
identitas penjual dan/atau pemberi jasa;
nama barang; dan
harga barang.
Selain menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) harus menyatakan bahwa:
komponen dan/atau bahan untuk pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, atau radar belum diproduksi di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b;
komponen dan/atau bahan yang diimpor dan/atau diperoleh digunakan untuk membuat senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, atau radar untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan; dan/atau
wajib pajak bertanggung jawab atas kebenaran informasi yang diisi dan/atau dokumen pendukung yang disampaikan atau diunggah sebagai kelengkapan dalam permohonan Surat Keterangan Bebas.
Dalam hal saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia atau tidak dapat diakses, wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) dapat mengisi formulir permohonan Surat Keterangan Bebas dan mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas melalui kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak diadministrasikan dengan mengisi formulir yang berisi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan salinan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (9).
Permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf A dan huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pengelolaan Dana Bersama Penanggulangan Bencana
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Dana Penanggulangan Bencana adalah dana yang digunakan bagi penanggulangan bencana untuk tahap prabencana, darurat bencana, dan/atau pascabencana.
Dana Bersama Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disebut Dana Bersama adalah dana yang berasal dari berbagai sumber dan digunakan untuk mendukung dan melengkapi Dana Penanggulangan Bencana yang memadai dan berkelanjutan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat BNPB adalah lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga yang melakukan kegiatan penanggulangan bencana.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian Negara/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN.
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PA BUN adalah pejabat pemegang kewenangan pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan SPM.
Surat Permintaan Pembayaran Dana Bersama yang selanjutnya disebut SP2 Dana Bersama adalah dokumen yang diterbitkan pejabat pembuat komitmen Dana Bersama yang berisi permintaan pembayaran kepada penyedia barang/jasa untuk penanggulangan bencana.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Rekomendasi adalah rekomendasi proposal yang akan dibiayai dengan Dana Bersama yang dikeluarkan oleh BNPB berdasarkan hasil telaahan, verifikasi, evaluasi, dan pertimbangan.
Dana Utama adalah Dana Bersama yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan sumber dana lainnya yang sah yang telah dialokasikan dalam subbagian anggaran BUN investasi pemerintah (999.03).
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah otonom untuk dikelola oleh daerah otonom dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara 24. Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu satker BLU.
Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat BPDLH adalah unit organisasi non-eselon di bidang pengelolaan dana lingkungan hidup yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Rekening Dana Bersama Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disebut Rekening Dana Bersama adalah rekening lainnya milik BPDLH yang dipergunakan untuk menampung Dana Bersama Penanggulangan Bencana.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.07 /2017 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk No ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Daerah Otonom yang selanjutnya disingkat Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah kota.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin petaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum Daerah.
Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut PBB Migas adalah pajak bumi dan bangunan atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam wilayah kerja atau sejenisnya terkait pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh kontraktor kontrak kerja sama.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang selanjutnya disebut PPh WPOPDN adalah pajak penghasilan terutang oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan yang berlaku kecuali pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah DBH yang dihitung berdasarkan penerimaan sumber daya alam.
Kurang Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Kurang Bayar DBH adalah selisih kurang antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antarDaerah.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBD selama satu periode pelaporan.
Posisi Kas adalah saldo kas dan setara kas daerah pada periode tertentu setelah dikurangi dengan SiLPA tahun lalu yang bersumber dari dana earmarked dan informasi lainnya tentang dana yang berkaitan.
Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran belanja untuk mendukung kegiatan rutin Pemerintah Daerah yang memberi manfaat dalam satu periode akuntansi.
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran belanja untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Sistem Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran bendahara umum negara baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran bendahara umum negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara/pejabat penandatangan Surat Perintah Membayar atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari daftar isian pelaksanaan anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku kuasa bendahara umum negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SBN yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SBN.
Rekening Surat Berharga Pemerintah Daerah adalah rekening surat berharga yang dibuka oleh masing- masing Pemerintah Daerah pada Sub-Registry.
Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah.
Bab II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai atas Impor Barang Perwakilan Negara Asing Beserta Para Pejabatnya yang Bertugas di Indonesia. ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Atas pemindahtanganan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), bea masuk dan pajak yang terutang harus dilunasi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal dipindahtangankan kepada Perwakilan Negara Asing beserta para Pejabatnya atau Badan Internasional beserta Pejabatnya, dapat diberikan pembebasan bea masuk dan terhadap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibebaskan tidak perlu dibayar kembali; atau
dalam hal dipindahtangankan kepada Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah/Lembaga/Badan, dapat diberikan pembebasan bea masuk dan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang dikecualikan pada saat impornya dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.
Pembebasan bea masuk kepada Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah/Lembaga/Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diberikan dalam hal diperuntukkan untuk kepentingan umum atau pengembangan ilmu pengetahuan/penelitian.
Atas pemindahtanganan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
bea masuk yang terutang atas impor Kendaraan Bermotor tersebut harus dilunasi dengan ketentuan sebagai berikut:
tarif pembebanan pada saat impor; dan
nilai pabean yang berlaku pada saat Kendaraan Bermotor dimaksud dipindahtangankan kepada selain penerima fasilitas pembebasan bea masuk; dan
pajak dalam rangka impor berlaku ketentuan sebagai berikut:
apabila dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak impor, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dibebaskan wajib dibayar kembali; dan
tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dikecualikan pada saat impornya. (5) Dalam hal terdapat perbedaan perlakuan mengenai pengenaan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, pengenaan pajak dalam rangka impor dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal bea masuk dan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilunasi, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir C.
Pemberian pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor untuk keperluan Perwakilan Negara Asing beserta para Pejabatnya sebagai pengganti Kendaraan Bermotor yang telah dipindahtangankan, dapat dilakukan setelah Menteri Luar Negeri melakukan Penghapusan Kendaraan Bermotor berdasarkan:
surat mengenai izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) huruf a; atau
bukti atas pelunasan bea masuk dan pajak yang terutang beserta surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir C sebagai penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (8) Surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor berupa Formulir C sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diganti dengan pengiriman data secara elektronik, dalam hal telah tersedia sistem otomasi pertukaran data pengimporan Kendaraan Bermotor.
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
Permohonan pembebasan bea masuk atas Kendaraan Bermotor yang telah diberikan persetujuan oleh Menteri Luar Negeri sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diperlakukan sebagai berikut:
Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/ Completely Built Up (CBU) yang diimpor langsung oleh Perwakilan Negara Asing atau yang impornya difasilitasi oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) atau dealer, permohonan tetap berlaku dan diproses berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
Kendaraan Bermotor dalam keadaan terurai/ Completely Knocked Down (CKD) dan dalam keadaan jadi/ Completely Built Up (CBU) yang dibeli di dalam Daerah Pabean, permohonan akan dikembalikan kepada pemohon untuk diproses lebih lanjut di Direktorat Jenderal Pajak. b. Permohonan penyelesaian kewajiban pabean berupa pemindahtanganan Kendaraan Bermotor dalam keadaan terurai/Completely Knocked Down (CKD) dan dalam keadaan jadi/ Completely Built Up (CBU) yang dibeli di dalam Daerah Pabean, yang telah diberikan persetujuan oleh Menteri Luar Negeri sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dan pemindahtanganan kepada:
Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional beserta Pejabatnya diberikan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor;
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/Lembaga/Badan dalam hal diperuntukkan untuk kepentingan umum atau pengembangan ilmu pengetahuan/penelitian, diberikan pembebasan bea masuk dan terhadap pajak yang terutang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
selain penerima fasilitas yaitu dengan melunasi bea masuk dan pajak dalam rangka impor, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a) tarif dan nilai pabean yang berlaku pada saat Kendaraan Bermotor dimaksud dipindahtangankan kepada selain penerima fasilitas pembebasan bea masuk; dan/atau b) pajak yang terutang sesuai peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan, tetap diproses penyelesaiannya berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 90/KMK.04/2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea Masuk Dan Cukai Atas Barang Perwakilan Negara Asing Dan Pejabatnya sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.011/2013. c. Terhadap permohonan penyelesaian kewajiban pabean berupa pemindahtanganan Kendaraan Bermotor dalam keadaan jadi/ Completely Built Up (CBU) yang diimpor langsung, yang telah diberikan persetujuan Menteri Luar Negeri dan diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diperlakukan sebagai berikut:
pemindahtanganan kepada penerima fasilitas lainnya; dan
pemindahtanganan kepada selain penerima fasilitas yaitu dengan melunasi bea masuk dan pajak yang terutang, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini. d. Terhadap Kendaraan Bermotor dalam keadaan terurai/ Completely Knocked Down (CKD), dalam keadaan jadi/ Completely Built Up (CBU) yang dibeli di dalam Daerah Pabean dan dalam keadaan jadi/ Completely Built Up (CBU) yang diimpor langsung, yang telah mendapatkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pembebasan bea masuk sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, penyelesaian kewajiban pabean dengan cara diekspor kembali atau pemusnahan diproses berdasarkan Peraturan Menteri ini. e. Keputusan Menteri Keuangan mengenai pembebasan bea masuk atas Kendaraan Bermotor yang diberikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku dan penyelesaian kewajiban pabeannya dengan cara dipindahtangankan, diekspor kembali, atau dimusnahkan diproses berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur pada huruf b, huruf c, dan huruf d. f. Terhadap Keputusan Direktur Jenderal mengenai pelunasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang belum diselesaikan pelunasan bea masuknya tetap berlaku dan diselesaikan dengan Peraturan Menteri ini.
Penyelesaian kewajiban pabean dengan cara dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c dan ayat (2), dapat diberikan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Luar Negeri.
Untuk mendapatkan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Perwakilan Negara Asing mengajukan permohonan pemusnahan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai izin pemusnahan Kendaraan Bermotor.
Berdasarkan persetujuan mengenai izin pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan pemusnahan Kendaraan Bermotor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perwakilan Negara Asing dengan disaksikan oleh:
Pejabat;
pejabat Kementerian Luar Negeri; dan
Pejabat Bea dan Cukai, serta dibuatkan berita acara pemusnahan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pemusnahan dilakukan dengan cara merusak Kendaraan Bermotor dan komponen/bagian utama Kendaraan Bermotor sehingga menjadi tidak dapat difungsikan dan diperbaiki kembali.
Segala biaya yang timbul atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditanggung oleh pihak Perwakilan Negara Asing.
Berdasarkan berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Luar Negeri melakukan Penghapusan Kendaraan Bermotor yang bersangkutan.
Terhadap Kendaraan Bermotor yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dibebaskan dari kewajiban pelunasan bea masuk dan pajak yang terutang.
Pemberian pembebasan bea masuk atas impor Kendaraan Bermotor untuk keperluan Perwakilan Negara Asing beserta para Pejabatnya sebagai pengganti Kendaraan Bermotor yang telah dimusnahkan, dapat dilakukan setelah Penghapusan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) .