Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a direncanakan sebesar Rp143.099.927.456.000,00 (seratus empat puluh tiga triliun sembilan puluh sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta empat ratus lima puluh enam ribu rupiah), yang terdiri atas:
DBH pajak;
DBH sumber daya alam; dan
DBH lainnya berupa DBH perkebunan sawit.
DBH pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pajak penghasilan;
pajak bumi dan bangunan; dan
cukai hasil tembakau.
DBH sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb terdiri atas:
kehutanan;
mineral dan batubara;
minyak bumi dan gas bumi;
panas bumi; dan
perikanan.
DBH pajak bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat memperhitungkan biaya operasional yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. jdih.kemenkeu.go.id (5) Alokasi DBH ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan negara sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2023 dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Alokasi DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas alokasi formula dan alokasi kinerja.
Dalam rangka mempercepat penyelesaian Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2023, Menteri Keuangan dapat menetapkan alokasi sementara Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2023 dan/atau dapat menggunakan alokasi DBH tahun anggaran berjalan.
DBH sumber daya alam kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, khusus Dana Reboisasi yang sebelumnya disalurkan ke kabupaten/kota penghasil, disalurkan ke provinsi penghasil dan digunakan untuk membiayai kegiatan, terdiri atas:
rehabilitasi di luar kawasan sesuai kewenangan provinsi;
rehabilitasi hutan dan lahan sesuai kewenangan provinsi;
pembangunan dan pengelolaan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan/atau jasa lingkungan dalam kawasan;
pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial;
operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan;
pengendalian kebakaran hutan dan lahan;
perlindungan dan pengamanan hutan;
pengembangan perbenihan tanaman hutan;
penyuluhan kehutanan; dan/atau
strategis lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Penggunaan DBH cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, DBH sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan DBH sumber daya alam kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, diatur sebagai berikut: jdih.kemenkeu.go.id a. Penerimaan DBH cukai basil tembakau, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota dialokasikan untuk mendanai program sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai cukai, dengan prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian di daerah;
Penerimaan DBH sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota digunakan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, kecuali tambahan DBH minyak bumi dan gas bumi untuk Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Barat Daya, dan Provinsi Aceh digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Sisa DBH sumber daya alam kehutanan dari Dana Reboisasi yang merupakan bagian kabupaten/kota, baik yang disalurkan pada tahun 2016 maupun tahun-tahun sebelumnya yang masih terdapat di kas daerah dapat digunakan oleh organisasi perangkat daerah yang ditunjuk oleh bupati/wali kota untuk:
pembangunan dan pengelolaan taman hutan raya;
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
penanganan pascakebakaran hutan dan lahan di taman hutan raya;
penanaman daerah aliran sungai kritis, penanaman pada kawasan perlindungan setempat, dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air;
pembangunan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau;
penyuluhan lingkungan hidup;
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
pengelolaan keanekaragaman hayati; dan/atau
kegiatan strategis lainnya yang ditetapkan oleh Pemerin tah. jdih.kemenkeu.go.id (10) Dalam hal realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan melebihi pagu penerimaan yang dianggarkan dalam tahun 2024, Pemerintah dapat menyalurkan DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun berjalan dan/atau menyelesaikan Kurang Bayar DBH tahun-tahun sebelumnya sesuai dengan kemampuan keuangan negara. (l l)Tata cara percepatan penyelesaian Kurang Bayar DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penggunaan DBH sumber daya alam kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan penggunaan sisa DBH sumber daya alam kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf c diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai DBH Cukai Hasil Tembakau diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. jdih.kemenkeu.go.id PRE SID.EN Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, Undang-Undang dalam Lembaran memerintahkan ini dengan Negara Republik Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2023 MENTER! SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 140 I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2023 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2024 Pemulihan perekonomian Indonesia semakin menguat dan berkualitas pada tahun 2023. Pemerintah secara resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada tanggal 30 Desember 2022, yang diikuti pencabutan status pandemi di Indonesia pada tanggal 21 Juni 2023. Pencabutan tersebut berdampak positif terhadap performa perekonomian domestik pada semester I tahun 2023 karena aktivitas perekonomian kembali berjalan seperti keadaan prapandemi. World Health Organization juga secara resmi mencabut status pandemi COVID-19 pada tanggal 5 Mei 2023 sehingga pemulihan ekonomi pascapandemi di harapkan akan lebih terakselerasi. Namun, berbagai risiko global masih tereskalasi. Tingkat inflasi di negara maju masih berada di atas target jangka menengah - panjang, sehingga tingkat suku bunga diperkirakan tetap berada di level tinggi untuk jangka waktu yang lama (higher for longery. Agresivitas pengetatan moneter terutama di negara maju berdampak pada volatilitas sektor keuangan, meningkatkan beban utang negara berkembang, serta menekan aktivitas ekonomi global. Kinerja pertumbuhan ekonomi beberapa negara pada triwulan II tahun 2023 cenderung menguat seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, meskipun Eropa masih menunjukan kontraksi. Sementara itu, beberapa indikator terkini menunjukkan situasi yang belum membaik, seperti Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur dan perdagangan intemasional yang tertahan di zona kontraksi. Meskipun terdapat risiko transmisi dari tekanan ekonomi global kepada perekonomian domestik, fundamental ekonomi makro Indonesia masih sehat dan berdaya tahan di tengah gejolak global yang tengah terjadi. Laju inflasi Indonesia masih jauh lebih moderat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Eropa, India, Australia, Filipina, dan Singapura. Indonesia mencatatkan laju pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% (lima persen) dalam 7 (tujuh) kuartal berturut-turut. Bahkan neraca perdagangan mencatatkan surplus selama 38 (tiga puluh delapan) bulan berturut-turut. Pencapaian ini berhasil menempatkan Indonesia kembali sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas yang sebelumnya dicapai di tahun 2020. Selain itu, Indonesia juga berhasil melakukan konsolidasi fiskal dengan kembali kepada defisit kurang dari 3% (tiga persen) Produk Domestik Bruto yang dapat dilakukan di tahun 2022 atau lebih cepat 1 (satu) tahun dari target semula di tahun 2023. Karena itu, arah dan strategi kebijakan APBN tahun 2024 didesain untuk mendorong reformasi struktural dalam rangka percepatan transformasi ekonomi. Dalam rangka mendukung transformasi tersebut, kebijakan APBN tahun 2024 didorong agar lebih sehat dan berkelanjutan melalui: (i) optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha; (ii) penguatan kualitas belanja negara yang efisien, fokus terhadap program prioritas, dan berorientasi pada output/ outcome (spending _bettery; _ dan (iii) mendorong pembiayaan yang prudent, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan berpijak pada kebijakan reformasi struktural dan transformasi ekonomi, serta memperhitungkan berbagai risiko ekonomi global dan potensi pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan, maka asumsi indikator ekonomi makro di tahun 2024 ditargetkan sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi tahun 2024 ditargetkan mencapai 5,2% (lima koma dua persen). Pertumbuhan ekonomi tahun depan akan ditopang oleh stabilitas perekonomian di tahun 2023 dan akselerasi transformasi ekonomi. Terjaganya konsumsi domestik serta kinerja perdagangan intemasional Indonesia diperkirakan akan menguat yang akan mendorong terjaganya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024. Daya beli masyarakat diharapkan tetap terjaga seiring dengan semakin terkendalinya laju inflasi domestik, sedangkan kinerja ekspor diharapkan menguat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi global serta kebijakan hilirisasi yang akan meningkatkan nilai tambah produk-produk eskpor Indonesia. Sementara itu, investasi diperkirakan tetap terjaga seiring dengan dukungan Pemerintah dalam mendukung sektor-sektor terkait termasuk kebijakan hilirisasi mineral. Stabilitas kondisi politik dan sosial di tengah gelaran Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 akan berperan krusial dalam mendorong aktivitas investasi. Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 2,8% (dua koma delapan persen), didukung oleh daya beli masyarakat yang kuat dan kebijakan pengelolaan energi dan pangan yang semakin efisien. Rupiah diperkirakan akan mencapai RplS.000,00 (lima belas ribu rupiah) per dollar Amerika Serikat, dan suku bunga Surat Berharga Negara 10 tahun ditargetkan sebesar 6,7% (enam koma tujuh persen), didukung oleh perbaikan kondisi ekonomi global dan domestik yang mendorong kepercayaan asing dan arus modal masuk ke Indonesia. Harga minyak mentah Indonesia diperkirakan akan mencapai 82 (delapan puluh dua) dollar Amerika Serikat per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 635.000 (enam ratus tiga puluh lima ribu) barel dan 1.033.000 (satu juta tiga puluh tiga ribu) barel setara minyak per hari. Pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan produksi hulu migas nasional. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 diposisikan untuk:
mencapai target-target pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, (2) menyukseskan rangkaian pemilihan umum tahun 2024, dan (3) menciptakan pembangunan yang lebih baik pada tahun akhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 sebagai fondasi yang kokoh dalam melanjutkan estafet pembangunan pada periode 2025-2029. Terna Rencana Kerja Pemerintah diarahkan untuk menjaga kesinambungan dan konsistensi pembangunan tahunan, serta sebagai upaya untuk membaurkan dinamika perubahan lingkungan yang terjadi secara tahunan ke dalam scenario pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah, dengan tetap memperhatikan koridor Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Pemerintah berkomitmen untuk mengembalikan trajectory pertumbuhan ekonomi dan indikator makro lainnya pada kondisi prapandemi COVID-19. Sebagai upaya mewujudkan hal tersebut, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 tetap mendorong transformasi ekonomi sebagai game changer menuju Indonesia Maju. Transformasi ekonomi berorientasi pada peningkatan produktivitas, terutama dalam peningkatan nilai tambah di dalam dan antarsektor ekonomi, dan pergeseran tenaga kerja dari sektor informal yang bernilai tambah relative rendah menuju sektor formal yang bernilai tambah tinggi sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan potensial jangka panjang. Peningkatan produktivitas juga diarahkan untuk menciptakan pembangunan inklusif dan berkelanjutan melalui pertumbuhan dan perkembangan ekonomi; pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan; dan perluasan akses dan kesempatan kerja. Penyusunan tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 dengan mempertimbangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, arahan Presiden, hasil evaluasi pembangunan tahun 2022, evaluasi kebijakan tahun 2023, forum konsultasi publik, kerangka ekonomi makro, agenda Pemilu Tahun 2024, dan dinamika ketidakpastian global serta isu strategis lainnya yang menjadi perhatian. Memperhatikan beberapa koridor tersebut maka tema pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 ditetapkan, yaitu "Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan". Berdasarkan tema dan sasaran pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024, ditetapkan delapan arah kebijakan pembangunan nasional tahun 2024, serta strategi yang melekat pada masing-masing arah kebijakan sebagai berikut:
Pengurangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem, dilaksanakan melalui strategi: (a) memanfaatkan dan memutakhirkan data Registrasi Sosial Ekonomi untuk peningkatan akurasi program perlindungan sosial, (b) konvergensi pelaksanaan program-program perlindungan sosial, (c) intervensi kolaboratif untuk penanggulangan kemiskinan, (d) peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, dan (e) peningkatan kualitas konsumsi pangan;
Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, dilaksanakan melalui strategi: (a) memperkuat penyelenggaraan tata kelola kependudukan, (b) reformasi sistem perlindungan sosial, (c) meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, (d) meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas, (e) meningkatkan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, dan (f) meningkatkan produktivitas dan daya saing;
Revitalisasi industri dan penguatan riset terapan, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan daya saing dan kompleksitas industri yang didukung percepatan hilirisasi dan penguatan rantai pasok, serta (b) menyediakan iklim yang kondusif dalam penyusunan riset nasional;
Penguatan daya saing usaha, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan kualitas teknologi informasi, (b) meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekonomi, (c) mewujudkan investasi yang berkualitas melalui penciptaan iklim investasi yang ramah dan kondusif, (d) meningkatkan daya saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Koperasi, serta (e) meningkatkan modernisasi dan penerapan korporasi untuk daya saing pertanian dan kelautan perikanan;
Pembangunan rendah karbon dan transisi energi, dilaksanakan melalui strategi: (a) melaksanakan pembangunan rendah karbon di lima sektor prioritas (energi berkelanjutan, pengelolaan lahan berkelanjutan, industri hijau, pengelolaan limbah dan ekonomi sirkular, serta karbon biru dan pesisir); (b) konservasi lahan produktif; (c) menguatkan transisi energi melalui pemerataan akses energi berkeadilan; serta (d) meningkatkan layanan tenaga listrik yang merata, berkualitas, berkelanjutan dan berkeadilan, serta perluasan pemanfaatan;
Percepatan pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan akses rumah tangga terhadap perumahan dan permukiman layak huni dan aman, dalam konteks pencegahan maupun pengentasan permukiman kumuh, (b) meningkatkan ketahanan air di tingkat wilayah sungai melalui penerapan pendekatan Simpan Air, Jaga Air, dan Hemat Air, (c) meningkatkan sinergi dan kolaborasi pengelolaan sumber daya air dengan berbagai agenda pembangunan ekonomi dan meningkatkan ketahanan kebencanaan di setiap wilayah, (d) meningkatkan SOM, sarana dan prasarana layanan keselamatan dan keamanan transportasi, dan (e) meningkatkan konektivitas untuk mendukung kegiatan ekonomi dan aksesibilitas menuju pusat pelayanan dasar dan daerah tertinggal, terluar, terdepan, dan perbatasan (3 TP);
Percepatan pembangunan lbu Kota Nusantara, dilaksanakan melalui strategi: (a) membangun gedung pemerintahan dan hunian, dan (b) membangun infrastruktur utama; dan
Pelaksanaan Pemilu tahun 2024, dilaksanakan melalui strategi: (a) mendorong terwujudnya tahapan pemilu/ pemilihan sesuai jadwal, (b) meningkatkan kualitas penyelenggaraan kepemiluan, (c) mengamankan penyelenggaraan Pemilu tahun 2024, dan (d) mendukung penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. Prioritas Nasional (PN) dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 adalah:
Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan;
Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan;
Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing;
Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan;
Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar;
Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim; serta (7) Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transforrnasi Pelayanan Publik. Prioritas Nasional ini dapat di jelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Prioritas Nasional 1, Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan diarahkan untuk mendorong peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pelaksanaannya difokuskan pada pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan energi baru terbarukan; peningkatan kuantitas/ketahanan air untuk mendukung pertumbuhan ekonomi; peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas konsumsi pangan; peningkatan pengelolaan kemaritiman, perikanan dan kelautan; penguatan kewirausahaan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan koperasi; peningkatan nilai tambah, lapangan kerja, dan investasi di sektor riil, dan industrialisasi; peningkatan ekspor bernilai tambah tinggi dan penguatan tingkat komponen dalam negeri; serta penguatan pilar pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Prioritas Nasional 2, Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan diarahkan untuk percepatan transformasi sosial dan ekonomi; penguatan rantai produksi dan rantai nilai di tingkat wilayah untuk meningkatkan .keunggulan kompetitif perekonomian wilayah; memperkuat integrasi perekonomian domestik dan meningkatkan kualitas pelayanan dasar untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah; serta meningkatkan sinergi pemanfaatan ruang wilayah melalui strategi pembangunan. Prioritas Nasional 3, Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing merupakan kunci peningkatan produktivitas untuk mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Prioritas Nasional 3 pada tahun 2024 akan diarahkan pada memperkuat penyelenggaraan tata kelola kependudukan; reformasi sistem perlindungan sosial, terutama untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem; meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta; meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas; meningkatkan kualitas anak, perempuan dan pemuda; mengentaskan kemiskinan, difokuskan pada penguatan akses penduduk miskin dan rentan terhadap aset produktif, pemberdayaan usaha, dan akses pembiayaan untuk mendukung akselerasi peningkatan ekonomi bagi penduduk miskin dan rentan; serta meningkatkan produktivitas dan daya saing. Prioritas Nasional 4, Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan memiliki kedudukan penting dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan negara-bangsa yang maju, modern, unggul, dan berdaya saing. Pelaksanaan Prioritas Nasional 4 akan difokuskan untuk: memperkuat pelaksanaan Gerakan Nasional Revolusi Mental dan pembinaan Ideologi Pancasila; memperkuat pemajuan kebudayaan untuk mengembangkan nilai luhur budaya bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat; mengembangkan moderasi beragama untuk memperkuat kerukunan dan harmoni sosial; serta mengembangkan budaya literasi, kreativitas, dan inovasi dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Prioritas Nasional 5, Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar difokuskan pada pemenuhan infrastruktur pelayanan dasar; peningkatan konektivitas untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi; mendukung pembangunan inklusif dan berkelanjutan terutama di wilayah tertinggal, terpencil, · terluar dan perbatasan, serta penyediaan layanan dan pembangunan infrastruktur konektivitas yang merata; peningkatan layanan infrastruktur perkotaan; pembangunan energi dan ketenagalistrikan dalam mendukung transisi energi untuk menuju sistem energi rendah karbon; dan pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, serta pendorong ( enablery teknologi informasi dan komunikasi dalam pertumbuhan ekonomi sebagai bagian dari transformasi digital. Prioritas Nasional 6, Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim difokuskan pada upaya menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk menopang produktivitas dan kualitas kehidupan masyarakat dalam rangka menuju transformasi ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan; serta pembangunan yang berorientasi pada pencegahan, pengurangan risiko, dan tangguh bencana. Pembangunan lingkungan hidup, ketahanan bencana, dan perubahan iklim diarahkan pada kebijakan pengurangan dan penanggulangan beban pencemaran untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, terutama penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun medis pascapandemi COVID-19; penguatan budaya dan kelembagaan yang bersifat antisipatif, responsif dan adaptif untuk membangun resiliensi berkelanjutan dalam menghadapi bencana; serta peningkatan capaian penurunan emisi dan intensitas emisi gas rumah kaca dengan fokus penurunan emisi gas rumah kaca di sektor lahan, industri, dan energi. Prioritas Nasional 7, Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik. Pembangunan bidang politik, hukum, pertahanan, dan keamanan diarahkan antara lain pada: pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan serentak tahun 2024 diarahkan pada penyelenggaraan pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan jadwal; pembangunan kebebasan dan kesetaraan serta kapasitas lembaga demokrasi yang substantial; peningkatan kualitas komunikasi publik; mendukung pelaksanaan pembangunan bidang hukum untuk mewujudkan supremasi hukum dan peningkatan akses terhadap keadilan; mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas, dilakukan perbaikan tata kelola dan birokra~i; serta pembangunan bidang pertahanan dan keamanan. Agar prioritas sasaran pembangunan nasional dan prioritas nasional lainnya tersebut dapat tercapai, Pemerintah perlu melakukan reformasi baik dari sisi pendapatan dan belanja, serta melakukan berbagai inovasi untuk pembiayaan defisit APBN Tahun Anggaran 2024. Oleh sebab itu, konsolidasi dan reformasi fiskal harus terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Dimulai dari penguatan sisi penerimaan negara, perbaikan sisi belanja dan pengelolaan pembiayaan yang prudent dan hati- hati, untuk mewujudkan pengelolaan fiskal yang lebih sehat, berdaya tahan, dan mampu menjaga stabilitas perekonomian ke depan. Reformasi fiskal di sisi penerimaan dijalankan melalui optimalisasi pendapatan yang ditempuh melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset serta inovasi layanan. Dengan demikian, rasio perpajakan dapat meningkat untuk penguatan ruang fiskal, dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta melindungi daya beli masyarakat. Di sisi belanja, reformasi dijalankan melalui penguatan belanja agar lebih berkualitas dengan penguatan spending better. Upaya yang ditempuh melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan multiplier effect yang kuat terhadap perekonomian serta efektif untuk mendukung program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inovasi di sisi pembiayaan difokuskan untuk mendorong pembiayaan yang kreatif dalam pembangunan infrastruktur dengan melibatkan partisipasi swasta melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha, penguatan peran Lembaga Pengelola Investasi, serta pendalaman pasar obligasi negara yang mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2024 dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 1169 /DPD RI/I/2023-2024, tanggal 7 September 2023. Pembahasan Undang-Undang ini dilaksanakan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014. II. PASAL DEMI PASAL
Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam Rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pe ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Pengajuan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilampiri dengan:
surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
surat rekomendasi Penanaman Modal, dari dalam Badan Koordinasi hal ekspor kembali dilakukan sebelum 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk danjatau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dilakukan ekspor kembali dan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud; ·' d. pemberitahuan pabean 1mpor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;
daftar barang yang akan dilakukan ekspor kembali;
foto barang yang akan dilakukan ekspor kembali; dan g. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dalam hal Kontraktor melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Daftar barang yang akan dilakukan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
uraian barang;
spesifikasi teknis barang;
jumlah dan satuan barang;
nomor dan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang impor yang akan dilakukan ekspor kembali dan nomor urut barang yang akan dilakukan ekspor kembali pada Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;
Kantor Pabean tempat pemasukan barang;
nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor; dan
tanda tangan pimpinan Kontraktor.
Atas pengaJuan pemberitahuan pabean ekspor se bagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali.
Tata cara ekspor kembali dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan.
Untuk mendapatkan 1zm Pemindahtanganan se bagaimana dimaksud pada ayat (1), Kon traktor mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan dengan menyebutkan alasan Pemindahtanganan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen berupa:
surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
surat rekomendasi dari Bad an Koordinasi Penanaman Modal, dalam hal Pemindahtanganan dilakukan setelah 2 ( dua) tahun sampm dengan 5 (lima) tahun , terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan a tau keringanan bea masuk dan/ a tau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dipindahtangankan beserta Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;
pemberitahuan pabean 1mpor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;
daftar barang yang akan dipindahtangankan;
surat keterangan dari instansi yang berwenang dan dilampiri dengan bukti yang mendukung keadaan kahar (force majeure), dalam hal Pemindahtanganan dilakukan karen a keadaan kahar _(force majeure); _ g. Putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan Kontraktor pailit, dalam hal Kontraktor pailit;
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk danjatau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B atas nama pihak yang menerima Pemindahtanganan, dalam hal dipindahtangankan kepada sesama penenma pembebasan atau keringanan bea masuk danjatau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B;
foto barang yang akan dipindahtangankan; dan J. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dalam hal Kontraktor melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Daftar barang yang akan dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
uraian barang;
spesifikasi teknis barang;
jumlah dan satuan barang;
nomor dan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk danjat&u pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dipindahtangankan dan nomor urut barang yang tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;
Kantor Pabean tempat pemasukan barang;
nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan pabeanimpor;dan g. tanda tangan pimpinan Kontraktor.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). (7) Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia dalam SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontraktor tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ...
Relevan terhadap 10 lainnya
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berasal dari:
SekretariatJenderal;
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara;
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi;
Badan Geologi FREsIDEN REPUBLIK INDONESIA -3- e. Badan Geologi;
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Energi dan Sumber Daya Mineral; dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral. (21 Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. (3) Harga jual yang tercantum dalam lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (21 merupakan harga jual yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perLlndang- undangan.
Selain jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf g meliputi:
jasa penelitian dan pengembangan di bidang energi dan sumber daya mineral;
royalti atas lisensi hak kekayaan intelektual yang berasal dari hasil penelitian dan pengembangan;
royalti atas penjualan buku di bidang energi dan sumber daya mineral;
penjualan listrik ke Perusahaan Listrik Nasional on gid, gas hasil gasifikasi batubara, dan energi lainnya; dan
penjualan produk sampingan hasil penelitian dan pengembangan. (21 Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c sesuai dengan nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerja sama. (3) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai harga jual tenaga listrik. (41 Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e sesuai dengan nilai nominal yang tercantum dalam perjanjian penjualan produk sampingan hasil penelitian dan pengembangan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2A22;
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Opini Wajar Tanpa Pengecualian disertai dengan beberapa temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang tidak memengaruhi kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sebagai berikut. 1. Penerapan Sistem SAKTI dalam penyusunan laporan keuangan belum sepenuhnya didukung dengan pengendalian yang memadai. 2. Pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan Tahun 2022 belum memadai sebesar Rp2,73 triliun. 3. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terindikasi Kurang Disetorkan Sebesar Rp7,66 triliun dan Terlambat Disetorkan dengan Potensi Sanksi Sebesar Rp616,14 miliar dan USD1,338.OO. 4. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 39 (tiga puluh sembilan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp2,38 triliun serta pengelolaan Piutang Bukan Pajak pada 2L (dua puluh satu) Kementerian/Lembaga sebesar Rp727,11 miliar belum sesuai ketentuan. 5. Pengelolaan Belanja Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat belum sepenuhnya didukung dengan kebdakan pelaksanaan dan anggaran, serta mekanisme verifikasi yang memadai untuk memastikan pemenuhan kewajiban pemerintah atas Program Subsidi Bunga/Subsidi Margin Reguler dan Tambahan, serta Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat kepada masyarakat dan Badan Usaha Penyalur. 6. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pada 78 (tujuh puluh delapan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp16,39 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Pelaksanaan 7. Pelaksanaan kebijakan penyaluran Dana Bagr Hasil secara nontunai melalui fasilitas Tleasury Deposit Facilitg Tahun 2A22 belum memadai. 8. Komponen cosf ouetrun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di luar hasil kesepakatan Indonesia'China belum ditetapkan skema penyelesaiannya dan pendanaan cost ouerntn Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung hasil kesepakatan Indonesia-China dari porsi pinjaman berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). 9. Penyelesaian Piutang Negara Pemberian Pinjaman tidak sepenuhnya optimal. LO. Penatausahaan Piutang Perpajakan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Penatausahaan barang sitaan dan agunan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Piutang Pajak Macet dan Piutang Pajak Daluwarsa belum dilakukan tindakan penagihan yang optimal. l3.Tindak lanjut normalisasi Aset Tetap sebesar Rp529,47 miliar, serta pengelolaan Aset Tetap pada 58 KementeianlLembaga sebesar Rp36,53 triliun, Persediaan pada 47 (empat puluh tujuh) Kementerian/Lembaga sebesar Rp11,58 triliun, dan Aset Lainnya pada 23 (dua puluh tiga) Kementerian/Lembaga sebesar Rp2,36 triliun belum memadai.
Pengelolaan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara belum sepenuhnya memadai.
Pengelolaan kas pada 23 (dua puluh tiga) Kementerianllnmbaga sebesar Rp61,94 miliar belum sepenuhnya memadai.
Penyajian Aset Konsesi Jasa dan Properti Investasi pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 belum sepenuhnya memadai. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2022 yang telah diaudit dan diberi opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Khusus untuk Laporan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2022 diaudit dan diberi opini oleh Kantor Akuntan Publik. Dari ^jumlah Laporan Keuangan KementerianlLembaga tersebut, 81 (delapan puluh satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian", 1 (satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Dengan Pengecualian", dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian". Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan Lainnya merupakan bagian dari Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara. Rincian opini Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2021 dan 2022 adalah sebagai berikut: lIo Kementerlan/Lcmbaga Opint Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP 2 Dewan Perwakilan Ralryat WTP WTP 3 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP 4 Mahkamah Agung WTP WTP 5 Kejaksaan Republik Indonesia WTP WTP 6 Kementerian Sekretariat Negara WTP WTP 7 Kementerian Dalam Negeri WTP WTP 8 Kementerian Luar Negeri WTP WTP 9 Kementerian Pertahanan WTP WTP 10. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia WTP WTP 11. Kementerian Keuangan WTP WTP t2. Kementerian Pertanian WTP WTP 13 Kementerian Perindustrian WTP WTP 14. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WTP WTP 15. Kementerian Perhubungan WTP WTP 16 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi WTP WTP L7. Kementerian Kesehatan WTP WTP 18 Kementerian Agama WTP WTP 19. Kementerian Ketenagakerj aan WDP WTP 20 Kementerian Sosial WTP WTP 2L Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan WTP WTP No Kementeriau/Iembaga Optni Tahun 2o/2t Opini Tahun 20/22 22. Kementerian Perikanan Kelautan dan WTP WTP 23. Kementerian Pekerjaan Urnum dan Perumahan Ralryat WTP WTP 24. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan WTP WTP 25. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian WTP WTP 26. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan WTP WTP 27. Kementerian Ekonomi Kreatif Pariwisata dan WTP WTP 28. Kementerian Badan Usaha Milik Negara WTP WTP 29 Badan Riset dan Inovasi Nasional WDP WTP 30 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah WTP WTP 31. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak WTP WTP 32 Kementerian Aparatur Negara Birokrasi Pendayagunaan dan Reformasi WTP WTP 33 Badan Intelijen Negara WTP WTP 34 Badan Siber dan Sandi Negara WTP WTP 35. Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP 36 Badan Pusat Statistik WTP WTP 37 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional WTP WTP 38 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional WTP WTP 39. Perpustakaan No Kementeri,an/Lembaga Opiai Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 39 Perpustakaan Nasional RI WTP WTP 40 Kementerian Informatika Komunikasi dan WTP WDP 41. Kepolisian Indonesia Negara Republik WTP WTP 42. Badan Pengawasan Obat dan Makanan WTP WTP 43 Lembaga Ketahanan Nasional WTP WTP 44 Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal WTP WTP 45. Badan Narkotika Nasional WTP WTP 46 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi WTP WTP 47. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional WTP WTP 48. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia WTP WTP 49 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika WTP WTP 50 Komisi Pemilihan Umum WTP WTP 51. Mahkamah Konstitusi WTP WTP 52 Rrsat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan WTP WTP 53 Badan Informasi Geospasial WTP WTP 54 Lembaga lndonesia Ilmu Pengetahuan WDP 1) 55. Badan Tenaga Nuklir Nasional WTP l) 56 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi WTP 1) 57. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional dan WTP r) 58 Badan Standardisasi Nasional WTP WTP 59. Badan No Kementerlan/Lembaga Opini Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 59 Badan Pengawas Tenaga Nuklir WTP WTP 60 Lembaga Administrasi Negara WTP WTP 61. Arsip Nasional Republik Indonesia WTP WTP 62 Badan Kepegawaian Negara WTP WTP 63 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan WTP WTP 64 Kementerian Perdagangan WDP WTP 65 Kementerian Pemuda dan Olah Raga WTP WTP 66. Komisi Pemberantasan Korupsi WTP WTP 67. Dewan Perwakilan Daerah WTP WTP 68 Komisi Yudisial WTP WTP 69 Badan Nasional Penanggulangan Bencana WTP WTP 70. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia WTP WTP 71. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah WTP WTP 72 Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan WTP WTP 73 Komisi Pengawas Persaingan Usaha WTP WTP 74. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu WTP 2l 75 Ombudsman RI WTP WTP 76. Badan Nasional Perbatasan Pengelola WTP WTP 77. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam WTP WTP 78. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme WTP WTP 79 Sekretariat Kabinet WTP WTP 80. Badan llo Kementedan/Lembaga Opini Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 80 Badan Pengawas Pemilihan Umum WTP WTP 81 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia WTP WTP 82. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia WTP WTP 83. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang WTP WTP 84 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi WTP WTP 85. Badan Keamanan Laut WTP WTP 86. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban WTP WTP 87. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila WTP WTP 88 Bendahara Umum Negara WTP WTP 1)Kementerian/Lembaga yang dilikuidasi pada tahun 2022 2)Kementerianllnmbaga yang dilikuidasi pada tahun 2O2l Pasal 12 Untuk menindaklanjuti rekomendasi ^Badan ^Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat dan Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan ^Transparansi ^Fiskal, serta ^dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Dewan ^Perwakilan Ra}ryat ^untuk meningkatkan kualitas ^pengelolaan ^keuangan Pemerintah, ^Pemerintah akan melakukan beberapa langkah antara ^lain:
Melakukan koordinasi dan ^pemantauan ^atas penyelesaian ^tindak ^lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan ^dalam ^Laporan ^Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan ^Pemerintah ^Rrsat Tahun ^2022 dan hasil reviu transparansi fiskal. b. Memperbaiki tata kelola Anggaran ^Pendapatan ^dan ^Belanja ^Negara Kementerianll*mbaga melalui ^peningkatan kompetensi sumber ^daya manusia dan pendampingan kepada ^Kementerian/Lembaga ^yang laporan keuangannya belum mendapat opini ^audit ^"Wajar ^Tanpa Pengecualian". c. Melanjutkan. . ^.
Melanjutkan penyempurnaan regulasi untuk standardisasi keluaran (outpttt) dan hasil (outcome) dari belanja negara dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka mewujudkan kinerja anggaran ^yang lebih tepat guna dan tepat sasaran. d. Menyempurnakan sistem informasi dan basis satu data Indonesia ^yang menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam menganggarkan dan merealisasikan pengeluaran negara agar lebih tepat sasaran dan efektif mendukung pencapaian tujuan bernegara dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. e. Meningkatkan kualitas perencanaan, ^penganggaran, dan ^pelaksanaan anggaran untuk menciptakan efisiensi ^pendanaan anggaran, ^yaDB antara lain ditunjukkan dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran ^yang lebih efisien. f. Mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara dan badan/lembaga lainnya dalam pengelolaan kekayaan negara ^yang dipisahkan untuk memberikan manfaat bagi perekonomian, kesejahteraan sosial, peningkatan daya saing Indonesia, serta rrrenjamin cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dikuasai oleh negara. g. Mengoptimalkan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri ^(TKDN) dalam setiap pengadaan barang dan ^jasa Pemerintah secara lebih optimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor ^16 ^Tahun 2Ol8 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana ^telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor ^12 Tahun 2021. h. Menyempurnakan proses penyaluran Transfer Ke Daerah agar dana dapat diserap lebih optimal oleh daerah dan ^meminimalkan ^kendala administrasi dalam pelaksanaannya. i. Melakukan tata kelola perbaikan secara terus menerus dalam ^upaya meningkatkan pendapatan negara berupa PNBP ^pada Kementerian/Lembaga. j. Memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran dan tepat waktu khususnya subsidi energi, ^baik ^bahan bakar minyak (BBM), elpiji 3 kg maupun listrik dengan mengintegrasikan ^penerima subsidi dalam satu data yang dapat berasal dari data ^terpadu ke sej ahte raart sosial.
Menyusun k. Menytrsun roadmap kebijakan utang pemerintah sebagai peta ^jalan kebijakan utang ^jangka panjang dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari utang, sekaligus sebagai ^jalan mitigasi resiko. 1. Memperbaiki sistem dan tata kelola perpajakan yang lebih efektif, dan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha agar mampu mengoptimalkan potensi perpajakan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional. m. Menyusun ukuran dan indikator keberhasilan pelaksanaan spending better. Tujuannya agar setiap belanja negara memiliki dampak dan kontribusi terhadap peningkatan kualitas belanja dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan kesejahteraan rakyat secara luas. n. Memperkuat sistem penilaian dalam perencanaan dan pengawasan pelaksanaan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN), serta risiko fiskal yang menyertainya. Sehingga setiap penempatan PMN terkalkulasi dan termitigasi dengan baik dalam pelaksanaannya. o. Memperkuat kebijakan pembiayaan dalam rangka menutup defisit anggaran melalui pembiayaan utang yang selektif, ^produktif dalam batas yang arnan dart manageable, serta mendorong tingkat bunga SBN lebih kompetitif. p. Meningkatkan kualitas perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran, serta evaluasi atas mandatory spending ^pendidikan, agar dapat memberikan lompatan kemajuan SDM lebih cepat, dengan memanfaatkan sisa bonus demografi yang akan berakhir ^pada tahun 2036. q. Menyampaikan laporan pelaksanaan APBN yang dapat menjelaskan efektifitas dan efisiensi pengelolaan Ernggaran Belanja Pemerintah Pusat. r. Menyampaikan laporan capaian RPJMN ^pada tahun 2022, ^yang ditunjukkan dengan indikator-indikator RPJMN, ^yaitu baseline RPJMN (2}t9l, capaian 2022, target 2024, danKlL pelaksana. s. Menyampaikan laporan penyelesaian Major hoiect RKP Tahun ^2022, yang ditunjukkan dengan nilai alokasi anggaran, realisasi anggaran, capaian pekerjaan project pada kementerian terkait. t. Menyampaikan laporan rincian ^pelaksanaan lnvestasi ^Permanen Penyertaan Modal Pemerintah ^(PMP) sebesar Rp2.9O9,8 triliun. u. Pemerintah akan melengkapi dokumen ^penjelasan terkait ^rekomendasi- rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf q s.d. huruf t ^paling lambat tanggal 31 Desember 2023.
Penunjukan Pemegang Izin Udaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertam ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi, yang selanjutnya disebut Pemegang IUPK OP, adalah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi dengan kriteria:
merupakan perubahan bentuk usaha pertambangan dari Kontrak Karya yang belum berakhir kontraknya;
bergerak di bidang usaha pertambangan mineral; dan
1zmnya diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerin tahan di bidang energi dan sumber daya mineral sampai dengan tanggal 31 Desember 2019, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemegang IUPK OP.
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan ...
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Relevan terhadap 1 lainnya
Badan Usaha, Koperasi, atau perusaha.an perseorangan harus menyampaikan permohonan IUP kerlada Menteri setelah penetapan pemenang lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara diberitahukan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3). (2) Apabila pemenang lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tidak rt€nlrornpaikan permohonan IUP kepada Menteri, dianggap mengundurkan diri dan jaminan kesungguhan lelang menjadi milik negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. (3) Dalam hal pemenang lelang WIUP Mineral Logam atau WIUP Batubara telah dianggap mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara ditawarkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara berjenjang. (41 Dalarn hal peserta lelang urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada aya'" (3) bersedia membayar kompensasi data informasi sama dengan harga penawaran pemenang lelang pertama, oitetapkan sebagai pemenang lelang WIUP Mineral logam ertau WIUP Batubara. -zz- (5) I{enteri melakukan lelang ulang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara apabila peserta. lelang un: tan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ada yang berminat.
(U BUMN atau BUMD yang menCapatkan WIUPK Mineral loganr atau WIUPK Batubara secara prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) harus menyampaikan permohonan IUPK kepada Menteri. (21 Apabila BUMN atau BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dalam ^jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUPK kepada Menteri, dianggap mengundurkan diri dan kompensasi data informasi yang telah dibayarkan menjadi milik negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. (3) Dalam hal BUMN atau BUMD telah dianggap meng5undurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dapat ditawarkan dengan cara lelang kepada Badan Usaha swasta sesuai dengan ketentrran dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 86 (1) Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (3) harus menyampaikan permohonan IUPK kepada Menteri setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara.
Apabila pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu i0 (sepuluh) hari kerja tidak menyampaikan p"rermohonan IUPK kepa-da Menteri, dianggap mengundurkan diri dan jaminan kesungguhan lelang menjaCi milik negara sebagai penerimaan negara bukan pa.iak. (3) Dalam hal pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara telah dianggap mengundurkan diri sebagaimana dimaksud parla ayat (2), WIUPK Mineral logam atau WIUPK Bat-ubara dita'warkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara berjenjang. (,4) Dalam hal peserta lelang urutan berikutnya sebagairnana dimaksud pada ayat (3) bersedia membayar kompensasi data informasi sama dengan harga penawaran p€rne.norrg lelang pertama, dit-etapkan sebagai pemerrang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara. (5) Menteri rneJakukan lelang uiang WIUPK Mineral logam atarr WILIPK Batubara apabiia peserta leiang urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada avat (3) tidak ada yang berminat.
Pernegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi dapat mengambil dan menggunakan batuan yang t-erdapat di dalam WIUP untuk menunjang kegiatan Usaha Pertambangan.
Dalam (2) Dalam mengambil dan menggunakan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemegang ILIP tairap kegiai: an Operasi Produksi wajib:
. melaporkan pengambilan dan penggunaan batuan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota; dan
membayar pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perunclang-r-rndangan. Paragraf 7 Kegiatan Operasi Produksi untuk Komoditas Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu yang Melakukan Kegiatan Pengolahan Secara Terpadu
Penetapan Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil pada Tahun 2021
Relevan terhadap
Lebih Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2019 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d adalah sebesar Rp7.652.864.361.849,00 (tujuh triliun enam ratus lima puluh dua miliar delapan ratus enam puluh empat juta tiga ratus enam puluh satu ribu delapan ratus empat puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Lebih Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp1.264.319.072.730,00 (satu triliun dua ratus enam puluh empat miliar tiga ratus sembilan belas juta tujuh puluh dua ribu tujuh ratus tiga puluh rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp890.436.897.525,00 (delapan ratus sembilan puluh miliar empat ratus tiga puluh enam juta delapan ratus sembilan puluh tujuh ribu lima ratus dua puluh lima rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp373.882.175.205,00 (tiga ratus tujuh puluh tiga miliar delapan ratus delapan puluh dua juta seratus tujuh puluh lima ribu dua ratus lima rupiah);
Lebih Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp633.758.828.779,00 (enam ratus tiga puluh tiga miliar tujuh ratus lima puluh delapan juta delapan ratus dua puluh delapan ribu tujuh ratus tujuh puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Bagian Rata sebesar Rp665.572.598,00 (enam ratus enam puluh lima juta lima ratus tujuh puluh dua ribu lima ratus sembilan puluh delapan rupiah);
Bagian Daerah sebesar Rp599.525.712.896,00 (lima ratus sembilan puluh sembilan miliar lima ratus dua puluh lima juta tujuh ratus dua belas ribu delapan ratus sembilan puluh enam rupiah); dan 3. Biaya Pemungutan sebesar Rp33.567.543.285,00 (tiga puluh tiga miliar lima ratus enam puluh tujuh juta lima ratus empat puluh tiga ribu dua ratus delapan puluh lima rupiah);
Lebih Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp3.337.065.903,00 (tiga miliar tiga ratus tiga puluh tujuh juta enam puluh lima ribu sembilan ratus tiga rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp1.446.877.851.667,00 (satu triliun empat ratus empat puluh enam miliar delapan ratus tujuh puluh tujuh juta delapan ratus lima puluh satu ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp895.853.832.407,00 (delapan ratus sembilan puluh lima miliar delapan ratus lima puluh tiga juta delapan ratus tiga puluh dua ribu empat ratus tujuh rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp551.024.019.260,00 (lima ratus lima puluh satu miliar dua puluh empat juta sembilan belas ribu dua ratus enam puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp3.939.517.131.257,00 (tiga triliun sembilan ratus tiga puluh sembilan miliar lima ratus tujuh belas juta seratus tiga puluh satu ribu dua ratus lima puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (Rp552.546.042.009,00 (lima ratus lima puluh dua miliar lima ratus empat puluh enam juta empat puluh dua ribu sembilan rupiah); dan 2. Royalti sebesar Rp3.386.971.089.248,00 (tiga triliun tiga ratus delapan puluh enam miliar sembilan ratus tujuh puluh satu juta delapan puluh sembilan ribu dua ratus empat puluh delapan rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp1.371.094.907,00 (satu miliar tiga ratus tujuh puluh satu juta sembilan puluh empat ribu sembilan ratus tujuh rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rp 418.293.193,00 (empat ratus delapan belas juta dua ratus sembilan puluh tiga ribu seratus sembilan puluh tiga rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rp917.881.922,00 (sembilan ratus tujuh belas juta delapan ratus delapan puluh satu ribu sembilan ratus dua puluh dua rupiah); dan 3. Iuran Produksi sebesar Rp34.919.792,00 (tiga puluh empat juta sembilan ratus sembilan belas ribu tujuh ratus sembilan puluh dua rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp361.138.572.304,00 (tiga ratus enam puluh satu miliar seratus tiga puluh delapan juta lima ratus tujuh puluh dua ribu tiga ratus empat rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rp116.857.661.760,00 (seratus enam belas miliar delapan ratus lima puluh tujuh juta enam ratus enam puluh satu ribu tujuh ratus enam puluh rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp48.335.065.305,00 (empat puluh delapan miliar tiga ratus tiga puluh lima juta enam puluh lima ribu tiga ratus lima puluh rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp195.945.845.239,00 (seratus sembilan puluh lima miliar sembilan ratus empat puluh lima juta delapan ratus empat puluh lima ribu dua ratus tiga puluh sembilan rupiah); dan h. Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sebesar Rp2.544.744.302,00 (dua miliar lima ratus empat puluh empat juta tujuh ratus empat puluh empat ribu tiga ratus dua rupiah).
Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2020 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c adalah sebesar Rp35.598.811.500.736,00 (tiga puluh lima triliun lima ratus sembilan puluh delapan miliar delapan ratus sebelas juta lima ratus ribu tujuh ratus tiga puluh enam rupiah), terdiri atas:
Kurang Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp13.520.201.285.588,00 (tiga belas triliun lima ratus dua puluh miliar dua ratus satu juta dua ratus delapan puluh lima ribu lima ratus delapan puluh delapan rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp12.003.997.064.738,00 (dua belas triliun tiga miliar sembilan ratus sembilan puluh tujuh juta enam puluh empat ribu tujuh ratus tiga puluh delapan rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp1.516.204.220.850,00 (satu triliun lima ratus enam belas miliar dua ratus empat juta dua ratus dua puluh ribu delapan ratus lima puluh rupiah);
Kurang Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp10.441.496.846.947,00 (sepuluh triliun empat ratus empat puluh satu miliar empat ratus sembilan puluh enam juta delapan ratus empat puluh enam ribu sembilan ratus empat puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Bagi Rata sebesar Rp1.020.441.106.982,00 (satu triliun dua puluh miliar empat ratus empat puluh satu juta seratus enam ribu sembilan ratus delapan puluh dua rupiah);
Bagian Daerah sebesar Rp9.097.656.134.622,00 (sembilan triliun sembilan puluh tujuh miliar enam ratus lima puluh enam juta seratus tiga puluh empat ribu enam ratus dua puluh dua rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rp323.399.605.343,00 (tiga ratus dua puluh tiga miliar tiga ratus sembilan puluh sembilan juta enam ratus lima ribu tiga ratus empat puluh tiga rupiah);
Kurang Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp366.036.214.211,00 (tiga ratus enam puluh enam miliar tiga puluh enam juta dua ratus empat belas ribu dua ratus sebelas rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp5.382.032.708.273,00 (lima triliun tiga ratus delapan puluh dua miliar tiga puluh dua juta tujuh ratus delapan ribu dua ratus tujuh puluh tiga rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp2.147.305.288.893,00 (dua triliun seratus empat puluh tujuh miliar tiga ratus lima juta dua ratus delapan puluh delapan ribu delapan ratus sembilan puluh tiga rupiah); dan 2. Gas Bumi sebesar Rp3.234.727.419.380,00 (tiga triliun dua ratus tiga puluh empat miliar tujuh ratus dua puluh tujuh juta empat ratus sembilan belas ribu tiga ratus delapan puluh rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp4.593.847.952.925,00 (empat triliun lima ratus sembilan puluh tiga miliar delapan ratus empat puluh tujuh juta sembilan ratus lima puluh dua ribu sembilan ratus dua puluh lima rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap ( landrent ) sebesar Rp62.069.317.530,00 (enam puluh dua miliar enam puluh sembilan juta tiga ratus tujuh belas ribu lima ratus tiga puluh rupiah); dan
Royalti sebesar Rp4.531.778.635.395,00 (empat triliun lima ratus tiga puluh satu miliar tujuh ratus tujuh puluh delapan juta enam ratus tiga puluh lima ribu tiga ratus sembilan puluh lima rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp734.486.435.211,00 (tujuh ratus tiga puluh empat miliar empat ratus delapan puluh enam juta empat ratus tiga puluh lima ribu dua ratus sebelas rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rp718.035.709.406,00 (tujuh ratus delapan belas miliar tiga puluh lima juta tujuh ratus sembilan ribu empat ratus enam rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rp6.849.853.178,00 (enam miliar delapan ratus empat puluh sembilan juta delapan ratus lima puluh tiga ribu seratus tujuh puluh delapan rupiah); dan
Iuran Produksi sebesar Rp9.600.872.627,00 (sembilan miliar enam ratus juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu enam ratus dua puluh tujuh rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp478.384.902.841,00 (empat ratus tujuh puluh delapan miliar tiga ratus delapan puluh empat juta sembilan ratus dua ribu delapan ratus empat puluh satu rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rp43.146.469.320,00 (empat puluh tiga miliar seratus empat puluh enam juta empat ratus enam puluh sembilan ribu tiga ratus dua puluh rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp293.859.731.964,00 (dua ratus sembilan puluh tiga miliar delapan ratus lima puluh sembilan juta tujuh ratus tiga puluh satu ribu sembilan ratus enam puluh empat rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp141.378.701.557,00 (seratus empat puluh satu miliar tiga ratus tujuh puluh delapan juta tujuh ratus satu ribu lima ratus lima puluh tujuh rupiah); dan
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sebesar Rp82.325.154.740,00 (delapan puluh dua miliar tiga ratus dua puluh lima juta seratus lima puluh empat ribu tujuh ratus empat puluh rupiah).
Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2020 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e sebesar Rp2.493.467.005.338,00 (dua triliun empat ratus sembilan puluh tiga miliar empat ratus enam puluh tujuh juta lima ribu tiga ratus tiga puluh delapan rupiah), terdiri atas:
Lebih Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp12.080.209.119,00 (dua belas miliar delapan puluh juta dua ratus sembilan ribu seratus sembilan belas rupiah), terdiri atas:
Bagian Daerah sebesar Rp11.656.908.789,00 (sebelas miliar enam ratus lima puluh enam juta sembilan ratus delapan ribu tujuh ratus delapan puluh sembilan rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rp423.300.330,00 (empat ratus dua puluh tiga juta tiga ratus ribu tiga ratus tiga puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp1.665.228.625.964,00 (satu triliun enam ratus enam puluh lima miliar dua ratus dua puluh delapan juta enam ratus dua puluh lima ribu sembilan ratus enam puluh empat rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp1.590.196.412.195,00 (satu triliun lima ratus sembilan puluh miliar seratus sembilan puluh enam juta empat ratus dua belas ribu seratus sembilan puluh lima rupiah); dan 2. Gas Bumi sebesar Rp75.032.213.769,00 (tujuh puluh lima miliar tiga puluh dua juta dua ratus tiga belas ribu tujuh ratus enam puluh sembilan rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp742.858.992.185,00 (tujuh ratus empat puluh dua miliar delapan ratus lima puluh delapan juta sembilan ratus sembilan puluh dua ribu seratus delapan puluh lima rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap ( landrent ) sebesar Rp79.930.082.687,00 (tujuh puluh sembilan miliar sembilan ratus tiga puluh juta delapan puluh dua ribu enam ratus delapan puluh tujuh rupiah); dan
Royalti sebesar Rp662.928.909.498,00 (enam ratus enam puluh dua miliar sembilan ratus dua puluh delapan juta sembilan ratus sembilan ribu empat ratus sembilan puluh delapan rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp9.889.543.331,00 (sembilan miliar delapan ratus delapan puluh sembilan juta lima ratus empat puluh tiga ribu tiga ratus tiga puluh satu rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap sebesar Rp1.056.565.963,00 (satu miliar lima puluh enam juta lima ratus enam puluh lima ribu sembilan ratus enam puluh tiga rupiah); dan 2. Iuran Produksi sebesar Rp8.832.977.368,00 (delapan miliar delapan ratus tiga puluh dua juta sembilan ratus tujuh puluh tujuh ribu tiga ratus enam puluh delapan rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp63.030.238.399,00 (enam puluh tiga miliar tiga puluh juta dua ratus tiga puluh delapan ribu tiga ratus sembilan puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rp40.054.829.050,00 (empat puluh miliar lima puluh empat juta delapan ratus dua puluh sembilan ribu lima puluh rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp18.437.789.790,00 (delapan belas miliar empat ratus tiga puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh sembilan ribu tujuh ratus sembilan puluh rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp4.537.619.559,00 (empat miliar lima ratus tiga puluh tujuh juta enam ratus sembilan belas ribu lima ratus lima puluh sembilan rupiah); dan
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sebesar Rp379.396.340,00 (tiga ratus tujuh puluh sembilan juta tiga ratus sembilan puluh enam ribu tiga ratus empat puluh rupiah).
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2013 tentang Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mi ...
Relevan terhadap
: PUBLif< INDONESIA (3) Tanggapan tertulis dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa penjelasan bahwa: a. pengisian SPOP dan LSPOP telah sesuai ketentuan; atau b. terdapat kekeliruan dalam pengisian SPOP dan LSPOP, disertai SPOP dan LSPOP yang telah dibetulkan. (4) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, meneruskan tanggapan tertulis atas permintaan klarifikasi SPOP dan LSPOP dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke Direktorat Jenderal Pajak, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya tanggapan dari Subjek Pajak atau Wajib Pajak. 6. Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 9A sehingga· berbunyi sebagai berikut: Pasal 9A (1) Terhadap Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP sepagaimana dimaksud dalain Pasal 9 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak memastikan keberadaan dan status Subjek Pajak atau Wajib Pajak dalam rangka penerbitan Surat Teguran. (2) Dalam hal keberadaan dan status Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak dapat diidentifikasi, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan permintaan konfirmasi secara tertulis mengenai keberadaan dan status Subjek Pajak atau Wajib Pajak dimaksud ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi. (3) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, menindaklanjuti permintaan konfirmasi secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan konfirmasi.
(2) Pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat pada akhir tahun pajak pengajuan terminasi. (3) Kantor Pelayanan Pajak meneliti pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan memberitahukan secara tertulis kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak mengenai terpenuhi atau tidak terpenuhinya ketentuan sebagai Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya pemberitahuan. 4. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 Direktorat Jenderal Pajak berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau badan atau instansi yang bidang tugas dan kewenangannya menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi, untuk: a.· pelaksanaan sosialisasi mengenai tata cara pengisian dan pengembalian SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak; b. percepatan pengembalian SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi; c. perolehan data yang terkait dengan pengisian SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi; d. pelaksanaan klarifikasi SPOP dan LSPOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi; e. perolehan informasi yang terkait dengan keberadaan dan status Subjek Pajak atau Wajib Pajak; f. perolehan informasi yang terkait dengan pergantian operator dan terminasi atas Kontrak Kerja Sarna pertambangan minyak bumi dan gas bumi; g. perolehan informasi yang terkait dengan pengalihan pengusahaan dan terminasi atas Kuasa, Izin Pengusahaan Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik atau Kontrak Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, dan/ a tau Kontrak Beli Uap atau Tenaga Listrik; dan/atau h. penyampman SPPT PBB Migas kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus ...
Relevan terhadap
TKD yang diatur dalam Peraturan Menteri ini merupakan DBH dan DAU.
Dihapus.
DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
DBH Pajak, meliputi:
DBH PBB;
DBH PPh Pasal 21 dan PPh WPOPDN; dan
DBH CHT; dan
DBH SDA, meliputi:
DBH SDA minyak bumi dan gas bumi;
DBH SDA pengusahaan panas bumi;
DBH SDA mineral dan batubara;
DBH SDA kehutanan; dan
DBH SDA perikanan.
DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 1 termasuk tambahan DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi dalam rangka otonomi khusus untuk Provinsi Aceh dan Provinsi Papua.
Dihapus.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan rencana dana pengeluaran yang memuat alokasi anggaran menurut unit organisasi, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar- Daerah.
Dana Bagi Hasil Pajak yang selanjutnya disebut DBH Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah bagian dari TKD yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.
Indikasi Kebutuhan Dana Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut Indikasi Kebutuhan Dana TKD adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan TKD.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga nonkementerian yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kurang Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Kurang Bayar DBH adalah selisih kurang antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu.
Lembar Konfirmasi Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut LKT adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan TKD oleh Daerah.
Lembar Rekapitulasi Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut LRT adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan TKD oleh Daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Lebih Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Lebih Bayar DBH adalah selisih lebih antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan, kecuali PBB perdesaan dan perkotaan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang selanjutnya disebut PPh WPOPDN adalah pajak penghasilan terutang oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan yang berlaku kecuali pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat PNBP SDA adalah bagian dari penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, minyak bumi, gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimalsud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin petaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat penandatangan SPM atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Ruang Fiskal Daerah adalah besarnya pendapatan Daerah yang masih bebas digunakan untuk mendanai program/kegiatan sesuai kebutuhan Daerah yang dihitung dengan mengurangkan seluruh pendapatan Daerah dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya ( earmarked ) dan belanja wajib antara lain belanja pegawai dan belanja wajib lainnya.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
Sistem Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan Daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas jabatan pemerintahan.
Provinsi Papua adalah provinsi-provinsi yang berada di wilayah Papua yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Treasury Deposit Facility yang selanjutnya disingkat TDF adalah fasilitas yang disediakan oleh BUN bagi Pemerintah Daerah untuk menyimpan uang di BUN sebagai bentuk penyaluran TKD nontunai berupa penyimpanan di Bank Indonesia.