Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.04/2022 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Perjanjian K ...
Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Penetapan Keasalan Barang Yang Akan Diimpor Sebelum Penyerahan Pemberitahuan Pabean ...
Relevan terhadap
Untuk mendapatkan penetapan keasalan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pemohon mengajukan permohonan PKBSI kepada Direktur Jenderal melalui Direktur.
Permohonan PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
pemohon memiliki nomor identitas untuk dapat melakukan kegiatan kepabeanan;
pemohon tidak sedang mengajukan Pemberitahuan Pabean impor atas barang yang diajukan permohonan penetapan keasalan barangnya;
barang yang diajukan permohonan penetapan keasalan barang, tidak sedang dalam pengajuan atau proses keberatan atau banding;
barang yang diajukan permohonan penetapan keasalan barang tidak sedang dalam proses penelitian ulang atau audit kepabeanan; dan
barang yang akan diimpor merupakan objek transaksi jual beli oleh pemohon.
Pemohon PKBSI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
importir;
eksportir;
penyelenggara/pengusaha Tempat Penimbunan Berikat;
penyelenggara/pengusaha Pusat Logistik Berikat;
badan usaha/pelaku usaha Kawasan Ekonomi Khusus;
pengusaha di Kawasan Bebas;
perwakilan dari pemohon; atau
pihak lain yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan 1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang- Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan perubahannya.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak berbasis risiko hukum dan kepatuhan Wajib Pajak dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP.
Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP.
Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Tertentu dan Telah Ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang selanjutnya disebut dengan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan.
SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak. 17. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan negara.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SKPPKP adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Investasi Pemerintah
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2oll tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2OO8 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Oll Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5261), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 60 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 September 2019 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 September 2019 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2019 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH I. UMUM Investasi Pemerintah yang selama ini berfokus pada penyertaan modal dan pemberian Pinjaman, secara perlahan akan difokuskan juga kepada investasi dalam bentuk surat berharga sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara. Peran Menteri sebagai Bendahara Umum Negara yang berwenang dalam melaksanakan investasi akan dilakukan melalui OIP, baik yang berbentuk satuan kerja BLU ataupun BUMN dan/atau BHL. Untuk memberikan payung hukum yang memadai bagi pelaksanaan investasi yang akan dilakukan oleh OIP dimaksud, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2}ll tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah. Adapun penggantian tersebut dititikberatkan pada perluasan ruang lingkup Investasi Pemerintah baik dari sisi pelaku maupun instrumen dengan pengendalian risiko yang terukur serta fiduciary ^duties ^yang ^jelas, ^sehingga ^manfaat ^ekonomi, ^manfaat ^sosial, ^dan manfaat lainnya dapat tercapai secara optimal. Sebagai penyempLtrnaan terhadap Peraturan Pemerintah sebelumnya, Peraturan Pemerintah ini memuat materi pokok yang disusun secara sistematis, yaitu antara lain:
pembagian kewenangan yang jelas antara regulator, supervisor, dan operator dengan menjalankan prinsip dalam pengelolaan investasi;
perluasan ruang lingkup Investasi Pemerintah baik dari sisi pelaku maupun instrumen dengan kriteria yang telah ditentukan;
pengaturan mengenai pemanfaatan hasil investasi yang dapat digunakan sebagai penambah pokok/modal investasi;
pengaturan mengenai fiduciary duties, manajemen risiko, pengendalian internal dan business judgment rules dalam rangka menjaga gouerrLance Investasi Pemerintah;
pelaksanaan investasi oleh operator dengan batasan tertentu meliputi analisis dan kertas kerja analisis dan penggunaan Manajer Investasi;
Pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang oleh OIP harus dilakukan oleh tenaga ahli/profesional yang telah memiliki sertifikasi keahlian di bidang pasar modal dan/atau di bidang investasi dan keuangan. Pasal 31 Dalam proses pengambilan keputusan pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang, OIP harus melakukan:
analisis terhadap risiko; dan
dokumentasi pengambilan keputusan yang dituangkan dalam kertas kerja analisis yang memadai. Pasal 32 (1) OIP dapat melakukan alih daya pengelolaan investasinya kepada Manajer Investasi. (21 Alih daya pengelolaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan dalam perjanjian. Pasal 33 Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 paling sedikit harus memenuhi ketentuan:
memiliki izin usaha sebagai perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan;
tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan; c d berpengalaman mengelola dana paling sedikit Rp5.000.000.000.0O0,00 (lima triliun rupiah) pada saat penunjukan sebagai pengelola investasi; dan memiliki Wakil Manajer Investasi yang tidak pernah dikenai sanksi administratif oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam ^jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. Pasal 34 Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 menyampaikan laporan atas kineda pengelolaan investasi/portofolio Investasi Pemerintah secara berkala kepada OIP sesuai perjanjian atau sewaktu-waktu berdasarkan permintaan. Pasal 35 OIP melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja pengelolaan investasi yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Pasal 36 (1) OIP membuka rekening pengelolaan investasi pada Bank Kustodian. (21 Bank Kustodian paling sedikit memenuhi kriteria:
mempunyai status sebagai bank umum;
minimal cukup sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
mempunyar izin usaha kustodian dari lembaga yang berwenang; dan
memenuhi syarat tambahan dari OIP. (3) Ketentuan mengenai Bank Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal transaksi saham dan surat utang tidak tercatat dan/atau tidak diperdagangkan pada bursa efek. Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 2 Investasi Langsung Pasal 38 (1) Pelaksanaan investasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 paling sedikit dengan mempertimbangkan:
tujuan investasi;
tingkat risiko dan imbal hasil investasi; dan
kebijakan portofolio investasi. (2) Pelaksanaan investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada analisis biaya manfaat dan/atau metode lain yang relevan. Pasal 39 (1) Investasi langsung berupa pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a dapat digunakan untuk:
pembangunan di bidang infrastruktur dan bidang lainnya; dan/atau
fasilitas pembiayaan/pendanaan. (21 Pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menunjang pelaksanaan program Pemerintah. (3) Pemberian Pinjaman dapat dilakukan oleh OIP kepada BLU, Badan Usaha, dan/atau pemerintah daerah berdasarkan perjanjian. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Pinjaman dalam investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal Pasal 40 Kerja sama investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih yang masing-masing pihak sepakat untuk melakukan investasi non permanen. Pasal 41 Bentuk dan pelaksanaan investasi langsung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf c diatur oleh Menteri. Pasal 42 Pemberian Pinjaman dan kerja sama investasi dapat dilakukan untuk mendukung kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Paragraf 3 Divestasi Pasal 43 (1) OIP melakukan Divestasi sesuai dengan masa jatuh tempo/waktu yang telah ditentukan. (2) Dalam keadaan tertentu, OIP dapat melakukan Divestasi sebelum masa waktu yang telah ditentukan. (3) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
tujuan Investasi Pemerintah berupa manfaat ekonomi/ sosial/ lainnya telah tercapai;
terjadi peningkatan risiko investasi yang dapat menyebabkan penurunan nilai investasi; dan/atau
Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
Relevan terhadap
PJPSN dan/atau Badan Usaha wajib menyampaikan laporan secara periodik per triwulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya setelah akhir periode triwulan berkenaan dan pada saat diperlukan kepada:
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan oleh Pemerintah secara langsung.
BUPI untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan secara bersama atau oleh BUPI dengan ditembuskan kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat paling sedikit:
kemajuan dan permasalahan proyek;
keuangan proyek; dan
identifikasi kemungkinan terjadinya Risiko Politik.
Dalam melakukan evaluasi bersama dengan BUPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menugaskan BUPI untuk menyiapkan analisis mengenai:
usulan penjaminan dalam memenuhi ketentuan:
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (2); dan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
profil Risiko Politik, alokasi risiko, dan risiko penjaminan; dan
kapasitas penjaminan BUPI.
BUPI menyampaikan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permintaan analisis dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko diterima.
Dalam rangka pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dan/atau BUPI dapat meminta keterangan atau penjelasan dari PJPSN, Badan Usaha, dan/atau pihak terkait lainnya.
verifikasi atas klaim yang diajukan oleh Badan Usaha dilakukan oleh:
pejabat pembuat komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan oleh Pemerintah secara langsung; atau
BUPI untuk Jaminan Pemerintah Pusat yang diberikan secara bersama atau oleh BUPI.
Dalam rangka melakukan verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat pembuat komitmen dan/atau BUPI dapat berkoordinasi dengan unit terkait.
Verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk memastikan:
validitas klaim berdasarkan Perjanjian Penjaminan Pemerintah, Perjanjian Penjaminan Bersama, atau Perjanjian Penjaminan BUPI, termasuk pelaksanaan dokumen komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf j dalam hal PJPSN merupakan menteri/kepala lembaga;
kesesuaian antara jumlah klaim dengan jumlah tagihan yang menjadi kewajiban PJPSN berdasarkan Perjanjian Kerja Sama;
tidak terdapat perselisihan antara PJPSN dan Badan Usaha mengenai jumlah klaim yang menjadi kewajiban PJPSN;
tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening; dan
keabsahan berita acara antara PJPSN dan Badan Usaha.
Dalam rangka pelaksanaan verifikasi, Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dapat meminta bantuan BUPI.
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam berita acara verifikasi.
Dalam hal terdapat bagian pembayaran klaim yang menjadi bagian Pemerintah, BUPI menyampaikan surat pemberitahuan bayar kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan melampirkan berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pejabat pembuat komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melakukan verifikasi atas surat pemberitahuan bayar dan berita acara verifikasi yang disampaikan oleh BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (6) secara mutatis mutandis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (5).
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ...
Relevan terhadap
Peraturan Pemerintah ini diundangkan. mulai berlaku pada tanggal Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3O Mei 2024 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Mei 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 89 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2024 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA I. UMUM Bahwa pemberian kepastian investasi melalui deregulasi kebijakan dan debirokratisasi di sektor Mineral dan Batubara terus dilakukan dalam bentuk penyesuaian ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu bentuk debirokratisasi yang dilakukan adalah penyesuaian ketentuan batasan lingkup dan definisi dari RKAB yang diharapkan dapat mewujudkan penyederhanaan tata waktu dan pelaksanaan evaluasinya. Selain itu, sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam pelaksanaan program hilirisasi nasional yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan diperlukan suatu instrumen yang menjamin investasi hilirisasi yang telah dilakukan dalam bentuk pemberian ^jaminan kepastian ^jangka waktu kegiatan usaha di bidang pertambangan sesuai dengan parameter evaluasi yang harus terlebih dahulu dilakukan pemenuhan kriteria dan persyaratannya. Dengan pengaturan kembali substansi mengenai RKAB serta penyesuaian ketentuan IUPK yang telah diterbitkan sebelum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Peraturan Pemerintah ini, diharapkan dapat menjadi bentuk nyata upaya Pemerintah dalam penyempurnaan tata kelola di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran ralgrat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup ^jelas. Angka 2 Pasal 22 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "mendapat dukungan" antara lain dalam bentuk kerja sama atau dukungan teknis/operasional dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (a) Huruf a Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan publik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang saham. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Angka 3 Pasal 48 Ayat (1) Konservasi Mineral dan Batubara dilakukan melalui peningkatan status keyakinan data dan informasi geologi berupa sumber daya dan/atau cadangan termasuk penemuan cadangan baru pada WIUP Operasi Produksi. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas Ayat (5) Cukup ^jelas Ayat (6) Cukup ^jelas Angka 4 Pasal 54 Cukup ^jelas. Angka 5 Pasal 56 Ayat (1) Huruf a Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownef dengan pemegang IUP, minimal kepemilikan pemegang IUP 3O% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas. Huruf b Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownefl dengan pemegang IUP, minimal kepemilikan pemegang IUP 30% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas. Angka 3 Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas Angka 6 Pasal 79 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan "mendapat dukungan" antara lain dalam bentuk kerja sa.ma atau dukungan teknis/operasional dari perrrsahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan publik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang saham. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Angka 7 Cukup ^jelas. Angka 8 Pasal 83A Ayat (1) Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf ^j Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pemerintah Pusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara berwenang melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas. Penawaran WIUPK secara prioritas dimaksudkan guna memberikan kesempatan yang sama dan berkeadilan dalam pengelolaan kekayaan alam. Selain itu, implementasi kewenangan Pemerintah tersebut juga ditujukan guna pemberdayaan (empoweing) kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan. Yang dimaksud dengan "organisasi kemasyarakatan keagamaan" adalah organisasi kemasyarakatan keagamaan yang salah satu organnya menjalankan kegiatan ekonomi serta bertujuan pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat/ umat. Ayat (2) Cukup ^jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan "dipindahtangankan" adalah larangan untuk pemindahtanganan dalam hal izin telah diberikan. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Angka 9 Pasal 1O4 Cukup ^jelas. Angka 1O Pasal 1O9 Cukup ^jelas. Angka 11 Pasal 1 1 1 Ayat (1) Huruf a Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsungl adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownefl dengan pemegang IUPK, minimal kepemilikan pemegang IUPK 3O% (tiga puluh persen). Huruf b Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir lbeneficial ownefl dengan pemegang IUPK, minimal kepemilikan pemegang IUPK 3O% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas Angka 3 Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas. Angka 12 Pasal 12O Cukup ^jelas. Angka 13 Pasal 162 Cukup ^jelas. Angka 14 Pasal 177 Cukup ^jelas. Angka 15 Pasal 180 Cukup ^jelas. Angka 16 Pasal 183 Cukup ^jelas. Angka 17 Angka 17 Pasal 195A Yang dimaksud dengan "IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian" mengikuti ketentuan yang tercantum dalam surat keputusan IUPK Operasi Produksi dan termasuk perubahannya. Pasal 195El Cukup ^jelas Pasal II Cukup ^jelas.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara Bookbuildin ...
Relevan terhadap
Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, c, dan g, dikecualikan dalam hal penerbitan dan penjualan SBSN dengan skema investasi sosial ( socially responsible based investment). (2) SBSN dengan skema investasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
sukuk untuk investasi lembaga pengelola dana wakaf, hibah, dan dana filantropi lain; dan
sukuk untuk investasi lembaga pengelola keuangan mikro, koperasi, dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Perusahaan Fintek hanya dapat melaksanakan penawaran dan/atau penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding dengan skema investasi sosial (socially responsible based investment). 6. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga -berbunyi sebagai berikut:
Agen Penjual paling kurang memiliki kriteria sebagai berikut:
izin usaha dari otoritas terkait;
izin usaha dari otoritas pasar modal Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek;
pengalaman dalam penerbitan sukuk dalam mata uang rupiah dan/atau memiliki anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penjaminan pelaksana emisi sukuk;
komitmen terhadap Pemerintah dalam pengembangan pasar SBSN;
rencana kerja, penjualan SBSN; strategi, dan metodologi f. sistem informasi dan teknologi memadai untuk mendukung proses penerbitan SBSN; dan
terdaftar sebagai dealer utama SBSN.
Untuk dapat menjadi Agen Penjual, calon Agen Penjual harus:
menyampaikan proposal dan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Panitia Pengadaan;
memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Panitia Pengadaan; dan
lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan.
Diantara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 7 A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Relevan terhadap 32 lainnya
Profesi Pelaku Usaha Sektor Keuangan terdiri atas:
wakil perantara pedagang efek;
wakil penjamin emisi efek;
wakil manajer investasi;
wakil agen penjual efek reksa dana;
ahli syariah Pasar Modal;
tresuri dealer; dan
Prof esi Pelaku U saha Sektor Keuangan lainnya yang ditetapkan dalam peraturan otoritas sektor keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. Pembinaan dan pengawasan Profesi Pelaku U saha Sektor Keuangan dilakukan oleh otoritas sektor keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing.
(4) (1) (2) (3) Untuk dapat menyediakan Jasa bagi industri sektor keuangan, Profesi Pelaku Usaha Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu memperoleh izin dan/ a tau terdaftar di:
Otoritas Jasa Keuangan untuk Profesi Pelaku Usaha Sektor Keuangan yang bergerak di Pasar Modal, industri perbankan, dan/atau industri keuangan non-Bank; atau
Bank Indonesia untuk Profesi Pelaku Usaha Sektor Keuangan yang bergerak di Pasar Uang, Pasar Valuta Asing, dan penyelenggara jasa pembayaran di bawah kewenangan Bank Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan dan/atau pendaftaran Profesi Pelaku Usaha Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan otoritas sektor keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. Paragraf 4 Sertifikasi Prof esi Sektor Keuangan
Dalam rangka penanganan Stabilitas Sistem Keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, Pemerintah berwenang:
menerbitkan Surat Berharga Negara dengan tujuan tertentu untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, badan usaha milik negara, investor korporasi, dan/atau investor ritel;
menetapkan sumber pembiayaan anggaran yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri;
memberikan pmJaman Penjamin Simpanan; kepada Lembaga d. menjalankan program pemulihan ekonomi nasional untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya;
melakukan penyertaan modal negara melalui badan usaha milik negara yang ditunjuk;
melakukan penempatan dana dan/atau investasi Pemerintah yang dilakukan langsung oleh Pemerintah dan/ a tau melalui lembaga keuangan, manajer investasi, dan/atau lembaga lain yang ditunjuk;
melakukan penjaminan yang dapat dijalankan langsung oleh Pemerintah dan/atau melalui satu atau beberapa badan usaha penjaminan yang ditunjuk; dan
menyelenggarakan program penjaminan di luar program penjaminan simpanan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Kondisi krisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penanganan Stabilitas Sistem Keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "melaksanakan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan" adalah bertindak sebagai pelaku usaha yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Kegiatan dalam sektor jasa keuangan di antaranya mencakup kegiatan perbankan, usaha perasuransian, usaha Program Pensiun, Pasar Modal, usaha lembaga pembiayaan, dan kegiatan lainnya yang ditetapkan peraturan perundang undangan sebagai kegiatan di sektor jasa keuangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Ketentuan yang dimaksud di antaranya mencakup permodalan, penempatan dana, investasi, penerapan prinsip kehati-hatian, tata kelola, pelaporan dan pemeriksaan keuangan, mitigasi risiko, tanggung jawab pengurus dalam resolusi, dan ketentuan norma, standar, prosedur, serta kriteria yang lazim digunakan oleh sektor jasa keuangan atau regulator sektor jasa keuangan sejenis, baik domestik maupun internasional.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran tidak langsung untuk pembiayaan usaha kehutanan dan investasi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dikenakan kepada penyalur sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 4% (empat persen) dari realisasi penyaluran.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran tidak langsung untuk pembiayaan usaha kehutanan dan investasi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Direktur Utama Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan.
Tarif layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan merupakan imbalan atas jasa layanan pengelolaan dana lingkungan hidup dan jasa program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan kepada pengguna jasa dan/atau kepada penyalur.
Pengguna jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
lembaga atau negara donor yang memercayakan dana lingkungan hidup kepada Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan untuk dikelola, disalurkan,dan perwujudan program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada pihak tertentu.
Debitur yang merupakan warga negara Indonesia atau badan usaha dalam negeri yang memperoleh pembiayaan usaha kehutanan atau pembiayaan investasi lingkungan dari dana bergulir pembiayaan usaha kehutanan atau dana bergulir pembiayaan investasi lingkungan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan.
Penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang ditunjuk dan memperoleh dana pembiayaan dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan untuk disalurkan kepada debitur.
Usaha kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
usaha hutan tanaman industri;
usaha hutan tanaman rakyat;
usaha hutan rakyat;
usaha hutan desa;
usaha hutan kemasyarakatan;
usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
usaha pemanfaatan hutan alam dengan teknik pengayaan silvikultur intensif; dan
usaha restorasi ekosistem.
Investasi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
peralatan pemanfaatan dan/atau pengolahan limbah;
perbaikan proses produksi dan/atau penggantian peralatan produksi yang ramah lingkungan;
penggantian bahan baku dan bahan pembantu ramah lingkungan; dan
pembangkit energi baru terbarukan.
Tarif layanan pembiayaan pola konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan tarif pembiayaan dalam bentuk tingkat suku bunga efektif pertahun.
Tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran langsung untuk pembiayaan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dikenakan kepada debitur sebesar 0% (nol persen) sampai dengan 8% (delapan persen) dari realisasi penyaluran.
Tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran langsung untuk pembiayaan investasi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dikenakan kepada debitur sebesar 0%(nol persen) sampai dengan 9% (sembilan persen) dari realisasi penyaluran.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran langsung untuk pembiayaan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan untuk pembiayaan investasi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur oleh Direktur Utama Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan.