bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur;
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur, terdapat perluasan maksud dan tujuan dari penyertaan modal negara kepada Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Ruang Lingkup Pengelolaan Penjaminan Pemerintah oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 72) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 224);
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG RUANG LINGKUP PENGELOLAAN PENJAMINAN PEMERINTAH OLEH BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah badan usaha yang didirikan oleh Pemerintah dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan penjaminan Pemerintah di bidang infrastruktur dan penjaminan Pemerintah dalam pembiayaan di bidang lainnya selain infrastruktur sesuai penugasan Pemerintah.
Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan oleh Menteri Keuangan untuk dan atas nama Pemerintah dalam rangka mendukung penyediaan/ pembangunan di bidang infrastruktur dan pembiayaan di bidang lainnya selain infrastruktur sesuai penugasan Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjaminan BUPI adalah Penjaminan Pemerintah yang diberikan melalui BUPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penerima Jaminan adalah badan usaha, lembaga keuangan nasional, lembaga keuangan internasional, atau pihak lain yang mengadakan kerja sama penyediaan infrastruktur dan pembiayaan di bidang lainnya selain infrastruktur dengan terjamin.
Terjamin adalah menteri/kepala lembaga/kepala daerah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bekerja sama dengan Penerima Jaminan berdasarkan perjanjian pinjaman/kerja sama.
Perjanjian Penjaminan BUPI adalah perjanjian yang memuat syarat dan ketentuan mengenai penjaminan yang dibuat dan ditandatangani oleh BUPI dan Penerima Jaminan.
Rasio Kecukupan Modal ( Gearing Ratio ) __ yang selanjutnya disebut Gearing Ratio adalah batas yang ditetapkan untuk mengukur kemampuan BUPI dalam melakukan kegiatan penjaminan.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.
Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan oleh pemohon jaminan berdasarkan prinsip syariah melalui penawaran umum atau tanpa penawaran umum dan berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Pasal 2
Penjaminan BUPI dimaksudkan untuk mengoptimalisasi peran BUPI sebagai instrumen fiskal Pemerintah dalam menyediakan Penjaminan Pemerintah sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip pengendalian dan pengelolaan risiko fiskal untuk mendukung penyediaan infrastruktur, perekonomian nasional, dan pembiayaan di bidang lainnya selain infrastruktur berdasarkan penugasan Pemerintah.
Pasal 3
Penjaminan BUPI sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini bertujuan untuk meningkatkan kelayakan:
kredit pihak Terjamin;
proyek infrastruktur untuk kepentingan umum; dan/atau c. pembiayaan di bidang lainnya selain infrastruktur, untuk mendorong perekonomian nasional.
BAB II
RUANG LINGKUP PENJAMINAN BUPI
Bagian Kesatu
Cakupan Penjaminan BUPI
Pasal 4
Penjaminan BUPI mencakup risiko sebagai berikut:
risiko infrastruktur;
risiko politik;
risiko gagal bayar; dan/atau
risiko lain, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
BUPI memberikan Penjaminan Pemerintah di bidang infrastruktur dan Penjaminan Pemerintah di bidang lainnya selain infrastruktur sesuai penugasan Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tata cara Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kegiatan Usaha
Pasal 6
Dalam melaksanakan Penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, BUPI melakukan kegiatan:
memberikan Penjaminan Pemerintah di bidang infrastruktur baik melalui penugasan atau non penugasan Pemerintah;
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan implementasi Penjaminan Pemerintah dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan proyek yang mendukung perekonomian nasional; dan/atau
memberikan Penjaminan Pemerintah dalam pembiayaan di bidang lainnya selain infrastruktur berdasarkan penugasan Pemerintah.
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
BUPI memberikan penjaminan dengan memperhatikan tata kelola yang baik dan kapasitas Penjaminan BUPI.
Tata kelola dan pedoman penjaminan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 8
Pedoman Penjaminan BUPI dalam Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) mempertimbangkan:
sifat dan/atau karakteristik penjaminan sebagai perjanjian yang bersifat ikutan ( assesoir ) terhadap perjanjian pokok;
sifat dan/atau karakteristik pembiayaan dan jenis risiko yang dijamin;
prosedur pemberian dan pelaksanaan yang transparan dan akuntabel, serta kredibilitas Penjaminan BUPI di sisi Penerima Jaminan; dan
tidak menghilangkan sifat dan/atau karakteristik Penjaminan BUPI sebagai Penjaminan Pemerintah.
BAB III
TATA KELOLA PENJAMINAN BUPI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
BUPI melaksanakan tata kelola penjaminan untuk menjaga kredibilitas Penjaminan BUPI.
Tata kelola penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hal-hal sebagai berikut:
penempatan kekayaan dalam bentuk investasi;
kecukupan likuiditas;
kecukupan modal; dan
pengelolaan risiko.
Bagian Kedua
Penempatan Kekayaan dalam Bentuk Investasi
Pasal 10
BUPI melakukan penempatan kekayaan dalam bentuk investasi dengan tujuan untuk menambah kekayaan BUPI.
Penempatan kekayaan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan atas porsi tertentu kekayaan BUPI pada instrumen keuangan terpilih.
BUPI menyusun dan menetapkan kebijakan dan strategi investasi yang minimal mencakup aspek:
jumlah porsi kekayaan maksimal yang disetujui untuk diinvestasikan;
komposisi penempatan pada instrumen investasi; dan
selera risiko.
Dalam melakukan investasi, BUPI memperhatikan:
risiko likuiditas;
risiko solvabilitas;
kapasitas Penjaminan BUPI;
keberlangsungan BUPI sebagai perseroan; dan
maksud dan tujuan BUPI sebagai instrumen kebijakan fiskal.
Instrumen keuangan terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
deposito berjangka, termasuk deposit on call dan sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan ( non negotiable certificate deposit ) pada bank;
surat berharga negara;
surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
surat utang korporasi dan Sukuk korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam bursa efek; dan
reksa dana.
Pasal 11
Pengambilan keputusan atas kebijakan dan strategi investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), dilakukan sesuai dengan kaidah tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate governance ) dan prinsip kehati- hatian.
BUPI meninjau ulang kebijakan dan strategi investasi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), minimal setiap 1 (satu) tahun sekali.
Pasal 12
Investasi berupa deposito berjangka, termasuk deposit on call dan sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan ( non negotiable certificate deposit ) pada bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
minimal memiliki peringkat AA atau yang setara dari lembaga pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
pada setiap bank umum persero paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal BUPI dan pada setiap bank di luar bank umum persero paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal BUPI; dan
investasi berupa penempatan dana pada bank kategori kelompok bank berdasarkan modal inti 1 paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) dari modal inti ( tier 1) bank yang bersangkutan.
Pasal 13
Surat berharga negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b, dapat berupa surat utang negara maupun surat berharga syariah negara.
Pasal 14
Surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf c, dapat berupa surat berharga konvensional maupun surat berharga syariah.
Pasal 15
Investasi berupa surat utang korporasi dan Sukuk korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf d harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
untuk surat utang korporasi dan Sukuk korporasi yang diterbitkan oleh BUMN, pada saat penempatan, minimal memiliki peringkat AA atau yang setara dari lembaga pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
untuk surat utang korporasi dan Sukuk korporasi yang diterbitkan oleh BUMD atau swasta, minimal memiliki peringkat AAA atau yang setara dari lembaga pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan; dan
untuk setiap emiten paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah modal BUPI dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal BUPI.
Pasal 16
Investasi berupa reksa dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf e harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
jumlah alokasi investasi pada reksa dana paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah investasi;
merupakan produk reksa dana yang dikelola oleh manajer investasi;
jumlah penempatan investasi reksa dana pada setiap manajer investasi sebagaimana dimaksud pada huruf b, paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah alokasi investasi pada reksa dana sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
manajer investasi sebagaimana dimaksud pada huruf b harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
memiliki izin usaha sebagai perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai manajer investasi dari Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan
memiliki wakil manajer investasi yang tidak pernah dikenai sanksi administratif oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Pasal 17
BUPI melaporkan kegiatan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 kepada Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Bagian Ketiga
Kecukupan Likuiditas
Pasal 18
BUPI harus melakukan analisis risiko atas kecukupan likuiditas dan menjaga kecukupan likuiditas secara berkesinambungan sesuai dengan kaidah tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate governance ).
Dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUPI dapat melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan nasional dan/atau internasional yang dituangkan dalam perjanjian dukungan likuiditas.
Perjanjian dukungan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh BUPI dan penyedia dukungan likuiditas.
Penyediaan dukungan likuiditas dari lembaga keuangan kepada BUPI dilakukan melalui instrumen keuangan yang tersedia pada pasar keuangan, sepanjang memenuhi kriteria:
berbentuk pinjaman konvensional atau pembiayaan syariah kepada BUPI; dan
ketersediaan dana pada saat dibutuhkan oleh BUPI ( standby loan ).
Bagian Keempat
Kecukupan Modal
Pasal 19
Dalam rangka mengoptimalkan kapasitas penjaminan, BUPI wajib menjaga kecukupan modal dengan menggunakan Gearing Ratio .
Gearing Ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan antara total nilai penjaminan dengan ekuitas pada waktu tertentu.
Nilai penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan mempertimbangkan:
risiko penjaminan yang efektif; dan
risiko penjaminan yang akan efektif.
Gearing Ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.
BUPI harus menyusun rencana mitigasi untuk memenuhi ketentuan Gearing Ratio yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan __ sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Rencana mitigasi pemenuhan ketentuan Gearing Ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (5), disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagai bagian dari laporan triwulanan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara meninjau kembali besaran Gearing Ratio yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan __ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama setiap 2 (dua) tahun sekali.
Pasal 20
Dalam rangka mengoptimalkan kapasitas penjaminan dan memperluas skema penjaminan, BUPI dapat melakukan:
upaya pelaksanaan penjaminan kembali ( re-guarantee );
upaya pelaksanaan penjaminan bersama ( co-guarantee );
kerja sama dengan lembaga keuangan nasional maupun internasional; dan/atau
inovasi produk penjaminan beserta turunannya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengelolaan Risiko
Pasal 21
BUPI harus melaksanakan pengelolaan risiko atas kegiatan sebagai berikut:
pemberian dan pelaksanaan Penjaminan BUPI berdasarkan Perjanjian Penjaminan BUPI;
pemberian dan pelaksanaan penjaminan bersama Kementerian Keuangan dan BUPI berdasarkan perjanjian penjaminan bersama Kementerian Keuangan dan BUPI;
pemberian dan pelaksanaan penjaminan bersama BUPI dengan lembaga keuangan multilateral dan/atau lembaga keuangan lainnya berdasarkan pembagian risiko ( risk sharing ) dan/atau pembagian nilai penjaminan ( risk amount ) dalam perjanjian penjaminan bersama;
pemberian dan pelaksanaan penjaminan kembali BUPI dengan lembaga keuangan multilateral dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam perjanjian penjaminan kembali;
penempatan kekayaan dalam bentuk investasi; dan
operasional perusahaan sehari-hari.
Dalam rangka pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUPI membangun sistem pengelolaan risiko secara terpadu dengan memperhatikan kaidah tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate governance ).
BAB IV
DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP BUPI
Pasal 22
Menteri Keuangan melakukan langkah-langkah yang terencana dan diperlukan untuk memastikan agar BUPI mampu melaksanakan tugasnya selaku penjamin dengan baik, dan memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Penjaminan BUPI.
Langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Pemberian penjaminan balik ( counter guarantee ) __ atas Penjaminan BUPI, yang berlaku khusus pada proyek KPBU;
upaya terencana untuk menjaga kapasitas penjaminan BUPI yang dilakukan melalui penambahan modal sesuai dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
penambahan modal sebagaimana dimaksud pada huruf b, mempertimbangkan pula minimal tambahan risiko dan tambahan proyek yang akan dijamin;
pemberian kompensasi atas pelaksanaan tugas Pemerintah;
penyelesaian hak regres BUPI kepada pihak Terjamin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
pemberian dukungan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 23
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan BUPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat , BUPI wajib menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
laporan triwulanan;
laporan semesteran; dan
laporan tahunan.
Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a minimal memuat informasi:
pengelolaan risiko atas setiap jenis penjaminan;
pengelolaan investasi; dan
perkembangan, proyeksi, dan rencana mitigasi pemenuhan Gearing Ratio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6).
Laporan semesteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b minimal memuat informasi:
pengelolaan risiko atas setiap jenis penjaminan;
pengelolaan investasi;
perkembangan, proyeksi, dan rencana mitigasi pemenuhan Gearing Ratio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6);
kegiatan usaha; dan
proyeksi likuiditas.
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c minimal memuat informasi:
pengelolaan risiko atas setiap jenis penjaminan;
pengelolaan investasi;
perkembangan, proyeksi, dan rencana mitigasi pemenuhan Gearing Ratio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6);
kegiatan usaha;
proyeksi likuiditas; dan
rencana aksi.
Kewajiban laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode dimaksud berakhir.
Dalam hal diperlukan, Menteri Keuangan dapat meminta laporan sewaktu-waktu kepada BUPI dan BUPI menyampaikan laporan dimaksud paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak permintaan disampaikan atau ditetapkan lain.
Pasal 24
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menelaah dan mengevaluasi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat memanggil dan/atau meminta data serta informasi dari BUPI untuk mengklarifikasi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat .
Berdasarkan hasil telaahan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.
Hasil telaahan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pertimbangan dalam menentukan rencana kegiatan BUPI.
Rekomendasi kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.
Pasal 25
Dalam hal BUPI tidak menyampaikan laporan dalam batas waktu yang ditentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (6) dan ayat (7), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko memberikan teguran tertulis kepada Direksi BUPI dengan tembusan Menteri Keuangan.
Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi bahan evaluasi untuk kinerja Direksi BUPI.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Terhadap penempatan kekayaan BUPI dalam bentuk investasi yang telah berjalan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, tetap dilaksanakan sampai dengan investasi tersebut jatuh tempo.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 27
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2017 tentang Ruang Lingkup dan Tata Cara Pemberian Penjaminan Pemerintah di Bidang Infrastruktur oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 986), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY